Lapak Praktikum Ptp

70
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu ternak penghasil susu yang cukup tinggi, untuk mendapatkan produk susu yang tinggi perlu diperhatikan manajemen pemeliharaan dari sapi perah. Pemeliharaan sapi perah beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini terus didorong oleh pemerintah agar swasembada susu tercapai secepatnya. Untuk memenuhi kebutuhan susu secara nasional, perkembangan ternak perah, khususnya sapi perah, perlu mendapatkan pembinaan yang lebih mantap dan terencana dari tahun- tahun sebelumnya, karena kebutuhan susu secara nasional sebagian besar dipenuhi dari sapi perah. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan usaha beternak Sapi perah yaitu faktor kebersihan,terutama kebersihan lingkungan baik itu kebersihan kandang maupun kebersihan ternak itu sendiri. Lingkungan yang tidak bersih dan kotor dapat mengganggu aktivitas ternak dan juga dapat menimbulkan bibit penyakit terutama pada saat pemerahan susu pada

description

praktikum kandang 24 jam

Transcript of Lapak Praktikum Ptp

Page 1: Lapak Praktikum Ptp

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi perah merupakan salah satu ternak penghasil susu yang cukup tinggi,

untuk mendapatkan produk susu  yang tinggi perlu diperhatikan manajemen

pemeliharaan dari sapi perah. Pemeliharaan sapi perah beberapa tahun terakhir ini

menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini terus didorong

oleh pemerintah agar swasembada susu tercapai secepatnya. Untuk memenuhi

kebutuhan susu secara nasional, perkembangan ternak perah, khususnya sapi

perah, perlu mendapatkan pembinaan yang lebih mantap dan terencana dari tahun-

tahun sebelumnya, karena kebutuhan  susu secara nasional sebagian besar

dipenuhi dari sapi perah.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan usaha beternak

Sapi perah  yaitu faktor kebersihan,terutama kebersihan lingkungan baik itu

kebersihan kandang maupun kebersihan ternak itu sendiri. Lingkungan yang tidak

bersih dan kotor dapat mengganggu aktivitas ternak dan juga dapat menimbulkan

bibit penyakit  terutama pada saat pemerahan susu pada Sapi perah. Memandikan

ataupun membersihkan kambing perah secara rutin sebelum melakukan

pemerahan merupakan suatu hal yang sangat penting dilakukan dalam

pemeliharaan kambing perah selain  kambing perah kelihatan bersih dan  merasa

nyaman juga dapat mencegah terjadinya kontaminasi terhadap air susu pada saat

melakukan pemerahan akibat kotoran yang melekat pada tubuh ternak tidak

Page 2: Lapak Praktikum Ptp

dibersihkan, selain itu kondisi tubuh yang tidak bersih dapat menimbulkan

penyakit pada ternak itu sendiri karena kuman maupun bakteri dapat berkembang

pada kondisi lingkungan yang kurang baik. Selain itu juga faktor pakan pun

sangat mempengaruhi keberhasilan usaha ternak sapi perah, karena manajemen

pakan dalam pemeliharaan sapi perah sangat perlu diperhatikan karena dapat

berpengaruh terhadap produksi dan kesehatan sapi perah.

Oleh sebab itu membersihkan atau memandikan dan juga memberikan

pakan pada sapi perah secara teratur  sangat perlu diperhatikan, dalam praktikum

ini secara langsung dilakukan mengenai manajemen pemeliharaan sapi perah baik

itu dalam hal membersihkan sapi dan kandang sapi maupun juga jadwal

pemerahan sapi perah sekaligus juga manajemen pemberian pakan pada sapi

perah.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun Maksud dan Tujuandari pembuatan laporan akhir ini adalah

sebagai berikut :

1. Agar mahasiswa mengetahui tatalaksana pemeliharaan sapi perah

2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana pemmeliharaan sapi perah secara

praktek

1.3. Kegunaan Praktikum

Adapun kegunaan yang dapat diambil dari kegiatan praktikum adalah

sebagai berikut :

1. Mengetehaui pelaksanaan tatalaksana pemeliharaan sapi perah

Page 3: Lapak Praktikum Ptp

2. Mengetahui kegiatan saat praktek di Labratorium produksi sapi

perah

1.4. Waktu dan Tempat

Kegiatan praktek kandang sapi perah mengenai tatalaksana pemeiharaan

dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal : Jum’at-Sabtu, 16-17 Mei 2014

Pukul : 16.00 - 16.00 WIB

Tempat : Kandang Produksi Ternak Perah

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Page 4: Lapak Praktikum Ptp

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Perah

Sapi perah adalah suatu jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk

menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire,

Guernsey, Jersey dan Friesian Holstein (FH) (Blakely dan Bade, 1995). Sapi-sapi

perah di Indonesia dewasa ini pada umumnya adalah sapi perah bangsa FH import

dan turunannya. Karakteristik sapi FH yaitu warna tubuhnya hitam belang putih

dengan pembatas yang jelas, terdapat warna putih berbentuk segitiga di dahi

dengan kepala panjang, dan sebagian kecil tubuhnya berwarna putih atau hitam

seluruhnya (Syarief dan Sumoprastowo, 1990). Turunan sapi FH dikenal dengan

sebutan sapi perah Friesian lokal (PFH). Bangsa sapi FH adalah bangsa sapi perah

yang paling menonjol di Amerika serikat, jumlahnya cukup banyak sekitar

80 - 90% dari seluruh jumlah sapi yang ada. Di antara jenis sapi perah yang ada,

FH mempunyai kemampuan produksi susu yang tinggi (Siregar, 1993).

Sapi FH sangat menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu namun

kadar lemaknya rendah, kapasitas perut besar sehingga mampu menampung pakan

banyak, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengubah pakan menjadi

susu. Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan antara

sapi FH dengan sapi lokal, dengan ciri - ciri yang hampir menyerupai FH tetapi

produksi susu relatif lebih rendah dari FH dan badannya juga lebih kecil.

Hasil dari persilangan tersebut mempunyai sifat diantara kedua induknya, dimana

Page 5: Lapak Praktikum Ptp

pertambahan bobot badan cukup tinggi serta mampu beradaptasi dengan

lingkungan tropis secara baik (Putra 2009).

2.2. Fisiologi Ternak

Fisiologi ternak perah meliputi suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi

pernafasan, tingkah laku berbaring, urinasi serta defekasi. Pengetahuan tentang

fisiologi sapi perah sangat penting karena menentukan keberhasilan dari usaha

peternakan sapi perah disamping faktor genetik dan pakan (Anderson, 1970).

Penampilan ternak dipengaruhi oleh lingkungan, peralatan dan fasilitas

penanganan ternak yang berakibat pada perubahan fisiologis dan tingkah laku

ternak (Akoso, 2008).

2.3. Frekuensi Nafas

Lingkungan yang panas akan menyebabkan peningkatan frekuensi

pernafasan yang dapat digunakan untuk menandai adanya cekaman panas. Kisaran

suhu antara 18 – 20 0C, sapi akan bernafas 20 kali tiap menit dan sebaliknya

pada suhu 35 0C frekuensi nafas meningkat 115 kali per menit (Akoso, 2008).

Lain halnya dengan pendapat Frandson (1992), yang menyatakan bahwa frekuensi

nafas dalam kondisi normal adalah berkisar antara 30 - 40 kali per menit.

Peningkatan frekuensi nafas sangat efisien untuk membuang panas tubuh

yang terlalu tinggi. Tingginya frekuensi nafas sangat berkaitan dengan pola makan

dan ruminasi yang berakibat pada turunnya efisiensi penampilan produksi

(Frandson, 1992). Frekuensi pernafasan setiap menit untuk jenis hewan tidak

sama. Pada sapi dewasa berkisar antara 12 - 16 kali per menit, sedangkan pada

sapi muda antara 27 - 37 kali per menit (Akoso, 2008).

Page 6: Lapak Praktikum Ptp

2.4. Suhu Rektal Sapi Perah

Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan termometer klinik yang

dimasukkan ke dalam rektum pada kedalaman tertentu dan harus menempel pada

dinding mukosa dari rektum (Dukes, 1955). Suhu rektal tidak mewakili rata-rata

suhu tubuh tetapi pengukuran pada bagian rektum lebih baik daripada pengukuran

pada bagian tubuh lainnya. Kisaran suhu rektal yang normal adalah 36º - 39,1ºC

(Anderson, 1970).

Sapi – sapi yang sedang bekerja, sapi yang tiduran pada malam hari suhu

tubuhnya relatif tinggi. Suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu lingkungan, jenis

kelamin, dan kondisi ternak (Dukes, 1955). Kandang beratap rumbia

menyebabkan respons suhu rektal lebih rendah dibandingkan dengan sapi yang

ada di dalam kandang beratap genteng dan seng pada pengamatan siang, malam,

dan rataan harian. Kandang beratap genteng menyebabkan suhu rektal ternak lebih

rendah dibandingkan ternak beratap seng pada pengamatan siang dan rataan

harian, namun pada pengamatan malam hari tidak berbeda (Anderson, l970).

2.5. Denyut Nadi Sapi Perah

Suhu lingkungan yang tinggi mampu menaikkan frekuensi denyut nadi

namun pada suhu lingkungan yang rendah akan menurunkan denyut nadi

meskipun dalam batas yang normal (Dukes, 1955). Menurut Frandson (1992),

denyut nadi pada daerah comfort zone akan konstan tetapi setelah melewati batas

atas comfort zone denyut nadi akan mengalami peningkatan. Denyut nadi yang

mengalami peningkatan sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan di mana ternak

Page 7: Lapak Praktikum Ptp

itu berada. Kisaran frekuensi denyut nadi yang normal pada sapi menurut

Anderson (1970) adalah 40 – 69 kali per menit.

2.6. Defekasi

Defekasi merupakan salah satu usaha ternak untuk mengatur proses

keseimbangan tubuh dengan cara mengeluarkan fesses. Fesses merupakan salah

satu produk sisa proses pencernaan setelah pakan yang dikonsumsi mengalami

degradasi dan diserap atau tidak mengalami proses apapun yang akhirnya

dikeluarkan dari dalam tubuh (Blakely dan Bade, 1995). Proses pembentukan

feses pada sapi perah dimulai dari masuknya bahan makanan melalui mulut

sampai keluarnya feses dari anus memerlukan waktu 5 - 7 jam (Siregar, 1993).

Bobot feses sapi perah laktasi dan pejantan berkisar antara 8 - 14 kg dan 4

kg pada pedet dalam tiap harinya (Blakely dan Bade, 1995). Lain halnya dengan

pendapat Anderson (1970), jumlah feses sapi perah dewasa berkisar antara 18 - 36

kg per ekor per hari, sedangkan pada pedet adalah berkisar antara 4 - 7 kg.

2.7. Urinasi

Urine yaitu hasil filtrasi ginjal yang sudah tidak dimanfaatkan dan harus

dikeluarkan dari tubuh. Suhu lingkungan berpengaruh terhadap pengeluaran urine

di samping faktor lain seperti keseimbangan air, pH, tekanan osmotik, tingkat

elektrolit dan konsentrasi banyaknya zat dalam plasma (Blakely dan Bade, 1995).

Menurut Akoso (2008) Urinasi merupakan suatu yang dilakukan ternak dalam

mengatur proses keseimbangan tubuh yaitu dengan cara membuang urin atau

cairan yang tidak bermanfaat lagi bagi tubuh. Warna urine berkaitan dengan

enzim pencernaan dan warna bahan yang dikonsumsi. Frekuensi urinasi yang

Page 8: Lapak Praktikum Ptp

normal pada sapi dalam kondisi normal berkisar antara 5 - 7 kali dalam sehari

yaitu sebanyak 6 - 12 liter (Seobronto, 1985).

2.8. Laying

Perubahan tingkah laku, misal berbaring, makan dan aktivitas lain akan

berakibat pada tambahnya pembuangan panas. Berbaring merupakan salah satu

cara untuk membuang panas melalui konduksi yaitu melalui partikel benda padat

(Frandson, 1992). Sedangkan menurut pendapat Bligh dan Johnson (1973),

menyatakan bahwa rebah dan berdiri pada sapi perah merupakan salah satu cara

untuk mengurangi maupun menambah temperatur yang disebabkan naik atau

turunnya suhu lingkungan.

Lama berbaring pada sapi dipengaruhi oleh bangsa, suhu lingkungan dan

ukuran tubuh. Pada saat berbaring sapi biasanya melakukan proses remastikasi

dan juga melakukan penanggulangan suhu tubuh bila sapi merasa lelah dan

kepanasan. Tingginya temperatur dipengaruhi oleh tingkat metabolisme serta

proses digesti. Metabolisme akan menghasilkan panas yang dikeluarkan melalui

permukaan tubuh (Campbell dan Lasley, 1985).

2.9. Ruminansi

Ruminansi merupakan salah satu ciri yang khas pada ternak ruminasia yaitu

dengan mengunyah kembali makanan yang telah masuk lambung (rumen) agar

lebih lumat dan dapat dengan mudah dicerna (Soebronto, 1985). Sapi biasanya

melakukan ruminansia setelah 2 - 5 jam setelah makan dan pada malam hari

pada saat sapi sedang berbaring (Frandson, 1992).

Page 9: Lapak Praktikum Ptp

2.10. Fisiologi Lingkungan

Lingkungan menurut asalnya dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan alam

dan lingkungan buatan. Lingkungan alam terdiri dari faktor iklim yaitu suhu

udara, kelembaban udara, kecepatan angin, tekanan udara, curah hujan,

ketinggian, debu, cahaya dan radiasi kosmik (Williamson dan Payne, 1993).

Lingkungan alam dipengaruhi oleh cahaya dan iklim, sedangkan lingkungan

buatan terdiri dari polusi lingkungan, komponen toksis pada air, factor mekanis,

radiasi ionisasi dan ionisasi udara buatan. Selain lingkungan diatas masih ada

lingkungan lainnya yaitu lingkungan social, tanah vegetasi, endoparasit dan

ektoparasit (Siregar, 1993).

2.11 Pengukuran Suhu Udara

Suhu merupakan bentuk karakteristik inherent, dimiliki oleh suatu benda

yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suatu

benda maka suhu benda akan meningkat, sebaliknya suhu benda akan turun jika

benda yang bersangkutan kehilangan panas (Williamson dan Payne, 1993).

Pengembangan sapi perah disekitar subtropis sebaiknya dipilih daerah yang

mempunyai suhu lingkungan antara 18,3° - 21,1°C dan kelembaban diatas 55%

dengan ketinggian antara 790 - 1220 m di atas permukaan laut. Daerah yang

cocok untuk sapi perah dengan suhu lingkungan 21° - 25°C dengan ketinggian

tempat 790 m dari permukaan laut (Siregar, 1993). Menurut Campbell dan Lasley

(1985), suhu udara pada daerah yang nyaman (comfort zone) untuk usaha sapi

perah adalah berkisar antara 15,56º - 26,67ºC.

Page 10: Lapak Praktikum Ptp

2.12. Pengukuran Kelembaban

Kelembaban udara adalah perbandingan relatif uap air yang ada dalam udara

jenuh pada tekanan dan suhu yang sama. Kelembaban relatif erat hubungannya

dengan tingkat penguapan air dari tubuh ternak ke lingkungan (Siregar, 1993).

Kelembaban udara relatif lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada pagi hari

disebabkan karena penambahan uap air hasil evatranspirasi dari permukaan atau

pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara (Williamson

dan Payne, 1993).

2.4.3.Pengukuran Radiasi

Radiasi matahari dapat menaikkan beban panas pada ternak. Banyaknya

radiasi matahari yang diserap kulit tergantung dari warna kulit dan bulunya. Kira-

kira setengah dari spektrum matahari dalam bentuk kelihatan sedangkan lebih

kurang setengah lagi dalam bentuk tidak kelihatan yaitu sinar infra merah.

Banyaknya sinar yang kelihatan diserap oleh binatang tergantung dari warna

binatang di mana warna putih menyerap 20% sedangkan warna hitam menyerap

100% dari radiasi sinar yang kelihatan akan diserap semua oleh binatang apapun

warna kulitnya (Williamson dan Payne, 1993). Warna bukan satu-satunya faktor

yang mempengaruhi radiasi matahari terhadap beban panas ternak. Radiasi

maksimal dicapai pada saat matahari mencapai zenith, sedangkan radiasi minimal

dicapai pada saat matahari berada pada posisi terendah. Pengembangan sapi perah

disekitar subtropis sebaiknya dipilih daerah yang mempunyai suhu lingkungan

antara 18,3° - 21,1°C dan kelembaban diatas 55% dengan ketinggian antara 790-

1220 m di atas permukaan laut. Daerah yang cocok untuk sapi perah dengan suhu

lingkungan 21° - 25°C dengan ketinggian tempat 790 m dari permukaan laut

Page 11: Lapak Praktikum Ptp

(Siregar, 1993). Purwanto et al (1995) menyatakan bahwa radiasi maksimal

dicapai pada saat matahari mencapai zenith, sedangkan radiasi minimal dicapai

pada saat matahari berada pada posisi terendah.

2.5. Perkandangan

Perkandangan merupakan kompleks tempat tinggal ternak dan pengelola

yang digunakan untuk melakukan kegiatan proses produksi sebagian atau seluruh

kehidupannya dengan segala fasilitas dan peralatannya, sedangkan kandang

adalah tempat tinggal ternak untuk melakukan kegiatan produksi maupun

reproduksi dari sebagian atau seluruh kehidupannya (Sudarmono, 1993). Dalam

pembuatan kandang sapi perah diperlukan beberapa persyaratan yaitu terdapat

ventilasi, memberikan kenyamanan sapi perah, mudah dibersihkan, dan memberi

kemudahan bagi pekerja kandang dalam melakukan pekerjaannya (Siregar, 1993).

Bangunan kandang harus memberikan jaminan hidup yang sehat, nyaman bagi

sapi dan tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan tata-laksana. Oleh

karena itu, konstruksi, bentuk, dan macam kandang harus dilengkapi dengan

ventilasi yang sempurna, atap, dinding, lantai, tempat pakan dan air minum,

selokan atau parit, dan ukuran petak kandang yang sesuai kapsitas (Blakely dan

Blade, 1995).

2.5.1.Ventilasi

Ventilasi harus berfungsi dengan baik agar keluar-masuknya udara dari

dalam dan luar kandang berjalan sempurna. Pengaturan ventilasi yang sempurna

berarti memperlancar pergantian udara di dalam kandang yang kotor dengan udara

yang bersih dari luar (Siregar, 1993). Jika ventilasi sempurna, maka ruangan

Page 12: Lapak Praktikum Ptp

kandang tidak akan pengap, lembab, kotor,  berdebu, dan panas. Ventilasi

kandang sapi perah di daerah tropis cukup dengan ventilasi alami, yang

pengadaannya erat sekali dengan perlengkapan dinding terbuka atau dinding semi

terbuka (Blakely dan Blade, 1995).

2.5.2.Atap

Atap berfungsi untuk menjaga kehangatan sapi pada malam hari. Atap juga

berfungsi untuk melindungi sapi dari terik matahari dan air hujan. Konstruksi atap

harus dibuat miring agar air hujan dapat meluncur di atas atap dengan lancar.

Sudut kemiringan atap diusahakan sekitar 30°, bagian yang rendah mengarah ke

belakang (Blakely dan Blade, 1995). Bahan yang digunakan untuk membuat atap

antara lain asbes, rumbai tanah, genting dan seng. Bahan yang ideal adalah

genteng karena mudah menyerap panas dan antara genting terdapat celah-celah

sehingga membantu dalam sirkulasi udara. Atap rumbai memiliki kelemahan yaitu

mudah rusak akibat serangan angin yang besar, oleh karena itu perlu adanya

pengikatan yang kuat pada pemakaian atap rumbai. Bila menggunakan seng

sebaiknya dicat putih  pada bagian  luarnya dan  hitam pada  bagian dalamnya

agar pada siang hari tidak terlalu panas. Selain itu dapat digunakan genteng karena

mudah menyerap panas dan antara genteng terrdapat celah-celah dalam membantu

sirkulasi udara.  (Williamson dan Payne, 1993).

2.5.4.Dinding

Pembuatan dinding kandang disarankan hanya pada daerah yang banyak

angin bertiup dengan kencang. Sebaliknya pada daerah yang berangin tenang tak

perlu dibuat dinding kandang, kalau perlu hanya dibuat pada kedua sisi kandang

Page 13: Lapak Praktikum Ptp

kanan dan kiri dengan tinggi 1 meter dari lantai (Siregar, 1993). Dinding biasanya

dibuat dari tembok atau beton yang dibuat rata agar mudah membersihkannya.

Warna dinding putih atau warna terang lainnya sehingga kotoran dalam kandang

mudah kelihatan dan kandang lebih bersih. Dinding yang dibangun semi terbuka

memberikan keuntungan antara lain terjadinya pergantian udara dalam kandang.

(Syarief dan Sumoprastowo, 1990).

2.5.5.Lantai

Lantai yang memenuhi syarat dapat menunjang proses fisis, biologis seperti

memamah biak, bernafas dan lainnya sehingga berjalan dengan normal.  Lantai

yang kasar atau tajam akan dapat menimbulkan luka khususnya pada kulit

contohnya lecet sehingga mudah dimasuki organisme kedalam luka tersebut

(Syarief dan Sumoprastowo, 1990). Lantai yang licin dapat menyebabkan sapi

mudah tergelincir, sedangkan lantai yang lembab dan becek dapat mengganggu

pernapasan sapi dan menjadi sarang kuman. Supaya air mudah mengalir atau

kering, lantai kandang harus diupayakan miring dengan kemiringan 2-3 cm.

Lantai sebagai tempat berpijak dan berbaring sapi sepanjang waktu harus benar-

benar memenuhi syarat : tahan injak, tidak licin, tidak mudah menjadi lembab,

dan selalu bersih (Siregar, 1993).

2.5.6.Tempat Pakan dan Air Minum

Tempat pakan dan air minum sebaiknya dibuat cekung. Tempat pakan

biasanya terbuat dari papan kayu dan tempat air minum menggunakan ember

(Siregar, 1993). Kandang yang disekat-sekat dengan pembatas sebaiknya

dilengkapi tempat pakan dan air minum dari beton semen secara individual.

Page 14: Lapak Praktikum Ptp

Masing-masing dibuat dengan ukuran 80 x 50 cm2 untuk tempat pakan dan 40x50

cm2 untuk air minum (Blakely dan Blade, 1995).

2.5.7.Selokan atau Parit

Lantai bagian belakang dan di keliling kandang harus dilengkapi parit agar

air pembersih kandang dan air untuk memandikan sapi mudah mengalir menuju

ke bak penampungan (Blakely dan Blade, 1995). Selokan dibuat dengan lebar    

20 - 40 cm dan kedalaman 15 - 25 cm yang untuk memudahkan pembuangan

kotoran yang cair, air minum maupun air untuk memandikan sapi (Siregar, 1993).

2.5.8.Tempat Sapi (Petak Kandang)

Pengaturan ukuran kandang yang sesuai kapasitas dapat menjamin

kesehatan dan kenyamanan sapi. Sebagai pedoman ukuran luas untuk seekor sapi

perah dewasa adalah 1,2 x 1,75 m2. Setiap ruangan bagi sapi-sapi dewasa

sebaiknya diberi dinding penyekat untuk memisahkan sapi yang satu dengan yang

lain (Siregar, 1993). Dinding penyekat ini dapat terbuat dari tembok, besi bulat

(pipa air) ataupun berasal dari kayu atau bambu. Dengan adanya dinding penyekat

ini dimaksudkan agar setiap sapi yang menghuni ruangan itu tidak terganggau

dengan yang lain, sehingga masing-masing merasa lebih aman. Dengan

penyekatan tersebut paling tidak dapat mengurangi atau menghalangi sapi-sapi

yang sering memiliki perangai agak agresif (Blakely dan Blade, 1995).

2.6. Anatomi Ambing

Ambing merupakan kelenjar kulit yang ditumbuhi bulu kecuali puting, 4

saluran susu yang terpisah bersama-sama menuju ambing (Schmidt, 1971).

Menurut Blakely dan Bade (1995) anatomi ambing seekor sapi perah dibagi

Page 15: Lapak Praktikum Ptp

menjadi empat kuartir terpisah. Dua kuartir depan biasanya berukuran 20% lebih

kecil dari kuartir ambing bagian belakang dan antara kuartir itu bebas satu dengan

yang lainnya.

Tiap-tiap kuartir mempunyai satu putting. Bentuk putting bulat, seragam,

terletak pada masing-masing kuartir seperti pada sudut bujur sangkar. Kuartir

ambing terdapat saluran tempat air susu keluar yang disebut saluran putting

Pemisahan ambing menjadi dua bagian ke arah ventral ditandai dengan adanya

kerutan longitudinal pada lekukan intermamae (Frandson, 1992). Masing-masing

terdiri dari 2 kuartir, kuartir depan dan belakang dipisahkan oleh lapisan tipis (fine

membrane). Lapisan pemisah ini menyebabkan setiap kuartir ambing berdiri

sendiri  terutama pada kenampakan secara eksterior. Perbedaannya terletak pada

ukuran ambing dan struktur atau anatomi bagian dalamnya, yaitu belum

sempurnanya kerja sel-sel penghasil susu (Soebronto,1985). 

2.6.1.Ambing Sapi Dara

Sapi dara mempunyai ambing dengan ukuran yang lebih kecil dan struktur

alveoli yang masih halus. Saluran pada ambing sapi dara belum berkembang dan

hanya berupa jaringan adiposa. Puting sapi dara masih sederhana dan belum

banyak saluran untuk proses laktasi. Hal ini dikarenakan pada ambing sapi dara

masih berupa bantalan lemak sehingga saluran untuk proses laktasi belum

terbentuk (Frandson, 1992). Sapi betina yang telah mencapai dewasa-kelamin,

maka estrogen (dihasilkan oleh folikel pada ovarium) merangsang perkembangan

sistema duktus yang besar. Siklus yang berulang, jaringan kelenjar susu

dirangsang untuk berkembang lebih cepat. Setelah sapi dara mengalami beberapa

kali siklus estrus, maka folikel berkembang menjadi korpus luteum dan

Page 16: Lapak Praktikum Ptp

memproduksi progesteron, yang menyebabkan perkembangan sistema lobul-

alveolar (Williamson dan Payne, 1993).

2.6.2.Ambing Sapi Laktasi

Puting ambing sapi laktasi terbentuk sempurna dan berkembang baik seiring

dengan perkembangan ambing dan sudah menampakkan saluran yang lengkap

seperti, muara putting yang berfungsi tempat berkumpulnya susu, teat canal

merupakan saluran putting tempat keluarnya susu, membran mukosa merupakan

saluran tipis yang menutupi atau melapisi dinding putting bagian dalam, otot

spinter merupakan otot yang mengatur pembukaan dan penutupan putting dan teat

meatus (Syarief dan Sumoprastowo, 1990). Pada  ambing  sapi  laktasi,

ligamentum lateralis dan ligamentum medialis terlihat jelas. Struktur  alveoli 

lebih  banyak  dan  besar yang membentuk rongga. Vena mammaria pada ambing

sapi laktasi tampak jelas karena sapi laktasi sudah dapat memproduksi susu

(Frandson, 1992).

Suplai darah ke ambing sebagian besar melalui arteri pudendal (pundik)

eksternal yang merupakan cabang dari pudendoepigastrik. Arteri pudendal

eksternal bergerak ke arah bawah melalui kanalis inguinalis yang berliku-liku dan

terbagi menjadi cabang-cabang kranial dan kaudal yang mensuplai bagian depan

dan belakang kuarter ambing pada sisi yang sama dari arteri tersebut. Arteri

perineal mensuplai sejumlah kecil darah ke bagian kaudal dari kedua bagian

(masing-masing separuh bagian) ambing. Aliran vena dari ambing melalui

lingkaran vena pada dasar ambing, yang melekat pada dinding abdominal. Vena

pada bagian ambing terdiri atas vena pudendal dan vena epigastrik superfisial

Page 17: Lapak Praktikum Ptp

kaudal. Vena tersebut berjalan ke arah depan di dalam bidang sagital dari lateral

sampai garis tengah dinding abdominal sebelah ventral (Frandson, 1992).

Pembagian ambing menjadi empat bagian meliputi jaringan kelenjar dan

sistem saluran, yang lebih kurang mirip dua buah pohon yang saling berdekatan di

mana ranting serta dahannya saling bertaut, namun masing-masing mempunyai

ciri sendiri. Parenkimia (jaringan epitel) dari kelenjar mamae dalam beberapa hal

mirip dengan jaringan paru-paru, atau dengan kata lain mirip dengan setandan

anggur, dengan alveoli sebagai buah anggurnya, dengan berbagai tingkat duktus

digambarkan sebagai batangnya. Alveoli merupakan struktur utama untuk

produksi susu (Frandson, 1992). Pada masa kebuntingan yang lanjut terjadi

kenaikan bertahap dalam sekresi prolaktin yang dirangsang oleh estrogen.

Pelepasan oksitosin pada tiap-tiap pemerahan merangsang sekresi prolaktin.

Hormon tersebut masuk lewat darah ke dalam kelenjar susu, merangsang sel-sel

epitel untuk mengeluarkan susu diantara waktu pemerahan (Anggorodi, 1994).

Laktasi normal pada sapi perah lamanya berkisar antara 305 hari dengan 60

hari masa kering, sedangkan produksi susu tertinggi terjadi pada 6 sampai 12

minggu pertama masa laktasi (Blakely dan Bade, 1995). Semakin lama masa

kering yang didapat semakin besar presistensi pada laktasi berikutnya, karena

masa kering merupakan masa untuk membangun persediaan zat-zat cadangan

makanan (Anggorodi, 1994).

Di dalam tubuh sapi, air susu dibuat oleh kelenjar susu di dalam ambing.

Ambing sapi terbagi dua yaitu ambing kiri dan ambing kanan, selanjutnya

masing-masing ambing terbagi dua yaitu kuartir depan dan kuartir belakang. Tiap-

tiap kuartir mempunyai satu puting susu. Kelenjar susu tersusun dari gelembung-

Page 18: Lapak Praktikum Ptp

gelembung susu sehingga berbentuk seperti setandan buah anggur. Dinding

gelembung merupakan sel-sel yang menghasilkan air susu. Bahan pembentuk air

susu berasal dari darah. Air susu mengalir melalui saluran-saluran halus dari

gelembung susu ke ruang kisterna dan ruang puting susu. Dalam keadaan normal,

lubang puting susu akan tertutup. Lubang puting menjadi terbuka akibat

rangsangan syaraf atau tekanan sehingga air susu dari ruang kisterna dapat

mengalir keluar. Gerakan menyusui dari pedet, usapan atau basuhan air hangat

pada ambing merupakan rangsangan pada otak melalui jaringan syaraf.

Selanjutnya otak akan mengeluarkan hormon oksitosin yang menyebabkan otot-

otot pada kelenjar susu bergerak dan lubang puting membuka sehingga susu

mengalir keluar (Hidayat et al, 2012).

Susu disentasa pada kelenjar ambing dalam alveoulus. Sekelompok kelenjar

air susu terdiri dari beberapa gelembung-gelembung (alveoli) air susu. Dinding

alveoli terdiri dari selapis sel epitel yang disebut sel myoepitel dan sel sekresi

berbentuk kubus dan di tengahnya terdapat lumen. Sel sekresi dikelilingi oleh sel

myoepitel dan kapiler-kapiler darah. Sel-sel ini membentuk air susu dari zat-zat

yang berasal dari darah, kemudian mensekresikan ke dalam lumen alveoli. Bahan

mentah untuk produksi susu dari makanan yang dimakan dalam saluran

pencernaan ditransport melalui pembuluh darah ke sel sekresi. Sekitar 400-800

liter darah diantar ke ambing untuk menjadi 1 liter air susu (Malaka, 2010).

2.7. Judging Sapi Perah

Judging adalah penilaian maupun seleksi sapi perah menyangkut

pengamatan guna menghubungkan antara tipe sebagai sapi perah yang baik

dengan fungsi produksi susunya (Blakely dan Bade, 1998). Penilaian judging

Page 19: Lapak Praktikum Ptp

menggunakan kartu skor yang disebut The Dairy Cow Unified Score Card,

dimana kartu ini dibagi menjadi empat bagian utama, yaitu penampilan umum,

sifat perah, kapasitas badan, dan sistem mamae (Williamson dan Payne, 1993).

Sapi perah yang bentuk luarnya bagus adalah pada bagian tubuh berbentuk

segitiga yang menunjukan memproduksi susu yang tinggi, kepala yang panjang,

sempit dan tak banyak daging, mata yang besar dan bersinar, sedangkan pada

leher panjang, tipis dengan lipatan kulit yang halus dan gelambir kecil (Syarief

dan Sumoprastowo, 1990). Penampilan umum memberikan gambaran tentang

karakteristik bangsa serta sifat kebetinaan yang dimiliki oleh sapi perah

(Williamson dan Payne, 1993).

Sapi perah yang baik perlu memiliki alat-alat tubuh yang besar termasuk

perut guna mencernakan makanan yang banyak yang diperlukan untuk

menghasilkan susu yang banyak (Syarief dan Sumoprastowo, 1990). Penilaian

judjing sapi perah ada empat, antara lain General Appearance, Dairy Character,

Body Cappacity, dan Mammary System (Blakely dan Bade, 1998).

Berdasarkan hasil pengamatan judging atau penilaian sapi perah, didapatkan

hasil judging pada sapi 3 sebesar 72, sapi 7 sebesar 54, sapi 8 sebesar 68, sapi 9

sebesar 67 dan sapi 10 sebesar 71. Sapi tersebut termasuk sapi yang memiliki skor

judging dibawah standar. Rata-rata kondisi permukaan kulit kasar, bahu punggung

dan pangkal ekor nampak jelas terlihat karena tidak terdapat daging yang tumbuh

di sekelilingnya. Ukuran perut nampak besar yang kemungkinan cacingan dan

ambing berukuran kecil karena sudah tidak memproduksi susu lagi. Hal ini sesuai

dengan pendapat Frandson (1996) bahwa penilaian sapi perah dilakukan dengan

menggunakan kartu penilaian universal yang berisi general appeareance, dairy

Page 20: Lapak Praktikum Ptp

character, body capacity dan mammary system dengan total nilai sebesar 100.

Ditambahkan oleh Blakely dan Bade (1994) yang menyatakan bahwa sapi perah

yang baik adalah yang memiliki ukuran perut yang dalam, lebar dan panjang yang

ditopang dengan kuat oleh tulang rusuk yang tangguh dengan lingkar dada yang

besar, ambing besar, lunak dan lentur yang menunjukkan kelenjar susu yang aktif

dan jumlahnya banyak di samping besarnya penampungan susu, pembuluh vena

darah harus menonjol karena jumlah darah yang dibutuhkan untuk produksi susu

sangat besar.

Body Condition Score

Sistem penilaian ini menyediakan skor relatif berdasarkan evaluasi

timbunan lemak dalam hubungannya dengan fitur kerangka (anonim, 2012).

Penilaian kondisi tubuh dilakukan dengan

cara pengamatan dan perabaan terhadap deposit lemak pada bagian tubuh

ternak, yaitu pada bagian punggung dan seperempat bagian belakang, seperti pada

bagian processus spinosus, processus spinosus ke processus transversus, processus

transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks), antara tuber coxae dan tuber

ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri, dan pangkal ekor ke tuber

ischiadicus dengan skor 1-5 (skor 1=sangat kurus, skor 3= sedang, dan skor 5=

sangat gemuk) skala 0,25 (EDMONSON et al., 1989).Judging maupun seleksi

sapi perah dalam pengamatan berguna untuk menghubungkan antara tipenya

sebagai sapi perah yang baik dengan fungsi produksi susunya. Pemberian

deskripsi dalam penampilan sapi perah yang ideal biasanya menggunakan

semacam kartu skor yang disebut The Dairy Cow Unified Score Card. Kartu skor

tersebut dibagi menjadi 4 bagian utama yaitu: penampilan umum (30 nilai), sifat

Page 21: Lapak Praktikum Ptp

sapi perah (20 nilai), kapasitas badan (20 nilai), sistem mammae (30 nilai)

(Blakely dan Bade, 1995). Penilaian (judging) pada ternak sapi perah dilakukan

melalui empat tahapan yaitu : 1) Pandangan samping yaitu untuk menilai keadaan

lutut, kekompakan bentuk tubuh, keadaan pinggul dan kaki. 2) Pandangan

belakang untuk menilai kelebaran pantat, kedalaman otot, kelebaran dan

kepenuhan bokong dan keserasian berdiri pada tumpuan pada kaki-kakinya. 3)

Pandangan depan untuk menilai bentuk dan ciri kepalanya, kebulatan bagian

rusuk, kedalaman dada dan keadaan pertulangan serta keserasian kaki depan. 4)

Perabaan. Penilaian ini untuk menentukan tingkat dan kualitas akhir melalui

perabaan yang dirasakan melalui ketitisan, kerapatan dan kelunakan kulit serta

perlemakannya (bagian rusuk, transversus processus pada tulang belakang,

pangkal ekor, bidang bahu (Santosa, 2007).

Klasifikasi penilaian tipe bangsa yaitu : sangat bagus (85 - 90), agak bagus

(80 - 84), bagus (75 - 79), sedang (65 - 74), buruk (<65), klasifikasi ini dapat

bervariasi menurut bangsa (Blakely dan Bade, 1995). Sapi termasuk kategori

exellent dengan nilai lebih dari 90, good plus dengan nilai 85 – 90, good dengan

nilai 75 – 85 dan poor  jika nilainya dibawah 75 (Bligh dan Johnson, 1973).

Penilaian penampilan secara umum terdiri dari karakteristik bangsa, sifat

kebetinaan, keharmonisan, dan kepala secara keseluruhan. Karakter tipe perahan

antara lain bentuk tubuh, kehalusan kulit badan, kehalusan kulit ekor, gumba, dan

penonjolan tulang rusuk. Kapasitas tubuh antara lain terdiri dari ukuran badan

terutama luas bagian perut, lingkar dada, dan lebar dada. Sistem kelenjar ambing

terdiri dari pertautan, konsistensi, dan ukuran ambing (Santosa, 2007).

Page 22: Lapak Praktikum Ptp

2.8. Manajemen Pemerahan

Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing.

Pemerahan bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal.

Terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan

pasca pemerahan (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).

Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu yang

maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk

cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi

menurun (Putra, 2009).

A. Fase Persiapan

Sebelum pemerahan dimulai, pemerah mencuci tangan bersih-bersih dan

mengeringkannya, kuku tangan pemerah dipotong pendek agar tidak melukai

puting sapi, sapi yang akan diperah dibersihkan dari segala kotoran, tempat dan

peralatan telah disediakan dan dalam keadaan yang bersih (Muljana, 1985).

Sebelum diperah sapi dimandikan terlebih dahulu, ekor diikat ke kakinya

agar tidak mengibas-ibas ketika diperah, pemerah juga harus dalam keadaan

sehat serta setiap puting dicek kesehatannya (Syarief dan Harianto, 2011).

B. Pemerahan

Teknik pemerahan terdiri dari dua cara yaitu teknik pemerahan tangan

dan teknik pemerahan menggunakan mesin. Teknik pemerahan dengan tangan

ada dua, yaitu dengan dua jari dan empat jari, pemerahan dilakukan dengan

Page 23: Lapak Praktikum Ptp

cara meremas puting dengan gerakan jari-jari tangan secara berturut turut dari

atas ke bawah (Siregar, 1990).

Proses pemerahan yang baik harus dalam interval yang teratur, cepat,

dikerjakan dengan kelembutan, pemerahan dilakukan sampai tuntas, dengan

menggunakan prosedur sanitasi, serta efisien dalam penggunaan tenaga kerja

(Prihadi, 1996).

Teknik ini hanya dilakukan pada sapi yang memiliki puting pendek. Teknik

pemerahan yang kedua dilakukan dengan cara menggunakan kelima jari. Puting

dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya, lalu ditekan dengan

keempat jari tadi (Syarief dan Harianto, 2011).

C. Pasca Pemerahan

Selesai diperah, ambing dilap menggunakan kain yang telah dibasahi oleh

desinfektan. Kemudian dilap kembali dengan kain yang kering. Setelah

itu ,puting juga dicelupkan ke dalam cairan desinfektan selama 4 detik. Semua

peralatan yang digunakan untuk memerah juga harus dibersihkan, kemudian

dikeringkan. Susu hasil pemerahan juga harus segera ditimbang, dicatat,

kemudian disaring agar kotoran saat pemerahan tidak ikut masuk ke dalam

susu (Syarief dan Harianto, 2011).

Sesudah pemerahan sebaiknya bagian puting dicelupkan dalam larutan

desinfektan untuk menghindari terjadinya mastitis (Syarief dan Sumoprastowo,

1990).

Bagi ternak perah, produksi susu yang tinggi terkait erat dengan kualitas

pakan yang dikonsumsi terutama protein. Pemanfaatan protein pada ternak dapat

Page 24: Lapak Praktikum Ptp

didekati melalui retensi Nitrogen (N). Namun demikian, retensi N pada masing-

masing bahan pakan selain dipengaruhi oleh kandungan N pakan juga dipengaruhi

oleh kandungan energinya. Percobaan pengukuran retensi N dapat dilakukan

bersama-sama dengan percobaan kecernaan secara in-vivo ditambah dengan

pengukuran urin yang diekskresikan ternak percobaan (Harris, 1970). Nitrogen

dalam keadaan seimbang apabila jumlah N dikonsumsi sama dengan jumlah N

yang diekskresikan. Retensi N negatif menunjukkan bahwa N yang diekskresikan

lebih banyak daripada N yang dikonsumsi, sedangkan apabila jumlah N yang

dikonsumsi lebih banyak daripada jumlah N yang diekskresikan maka akan terjadi

Retensi N yang positif (Mc. Donald, Edwards dan Greenhalgh, 1988).

Bines dan Balch (1973) menyatakan bahwa retensi N dalam jaringan

ditentukan oleh besarnya pasokan energi dan N dalam jaringan. Besarnya pasokan

energi untuk ternak Ruminansia yang dimaksud adalah produksi Volatile Fatty

Acid (VFA) dari rumen (Ørskov, 1992), edangkan pasokan N berasal dari sintesa

N mikroba rumen (Strom dan Ørskov, 1982). Kedua material ini merupakan hasil

aktivitas dari mikroba rumen yang merupakan fungsi dari pasokan N dan

konsumsi bahan organik tercerna (Hermanto, 1996).

2.9 Kandungan nutrisi susu sapi

Malaka (2010) menyebutkan bahwa komponen air susu berdasarkan nilai

nutrisinya sebagai bahan mentah sifat-sifatnya bervariasi. Dapat dilihat dalam

tabel berikut :

Page 25: Lapak Praktikum Ptp

Tabel 1. Rata-rata Komposisi Air Susu

Komponen Rata-rata % Rata-rata ( %) BK

Air 87,3 -

PTL 8,8 6,9

Lemak (BK) 3,1 -

Laktosa 4,6 3,6

Lemak 3,9 3,1

Protein 3,25 3,6

Kasein 2,6 2,0

Mineral 0,65 0,51

As. Organik 0,18 0,14

Lainnya 0,14 0,11

Sumber : Malaka, 2010

Susu secara alami merupakan bahan makanan yang paling baik, terutama

bagi anak mamalia yang baru dilahirkan. Untuk bayi, susu merupakan satu-

satunya sumber zat makanan (nutrien) selama 2-3 bulan pertama dan di beberapa

negara susu memegang peranan penting dalam makanan anak-anak yang sedang

tumbuh. Susu atau bahan penggantinya sangat penting artinya pada pertumbuhan

awal bagi mamalia. Selanjutnya susu juga sangat tinggi nilai gizinya sebagai

Page 26: Lapak Praktikum Ptp

bahan makanan bagi orang dewasa terutama bagi orang-orang lanjut usia. Susu

sangat penting dalam menu sehari-hari karena adanya tiga komponen penting

yaitu protein, kalsium dan riboflavin (vit B2). Yang paling penting adalah protein

yang mengandung banyak macam asam amino essensial yang pada umumnya

terdapat dalam jumlah yang kurang pada biji-bijian yang biasa digunakan sebagai

bahan makanan pokok manusia. Jumlah konsumsi susu yang disarankan 1 quart (=

0,946 liter) susu per hari dapat mencukupi semua kebutuhan protein untuk anak-

anak sampai umur 6 tahun dan lebih dari 60 % kebutuhan bagi anak-anak yang

sedang tumbuh sampai umur 14 tahun. Untuk umur 14-20 tahun jumlah susu

tersebut mampu menyediakan setengah dari kebutuhan protein harian, sedangkan

bagi wanita yang sedang menyusui mampu menyediakan sebanyak 44 %

kebutuhan protein (Budi, 2006).

Air susu merupakan bahan makanan utama bagi makhluk yang baru lahir,

baik bagi hewan maupun manusia. Sebagai bahan makanan/minuman air susu

sapi mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur-unsur kimia

yang dibutuhkan oleh tubuh seperti Calsium, Phosphor, Vitamin A, Vitamin B

dan Riboflavin yang tinggi. Komposisinya yang mudah dicerna dengan

kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi, menjadikan susu sebagai

sumber bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya,

sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen (Saleh, 2012).

Page 27: Lapak Praktikum Ptp

III

ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

1. Wearpack

2. Sepatu Boots

3. Meteran

4. Ember

5. Alat pengukuran panjang badan, tinggi pundak,lingkar dada

6. Kain

7. Milkcan

8. Vaseline

9. Alat tulis

10. Sekop

11. Timbangan

12. Antiseptic

Page 28: Lapak Praktikum Ptp

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

1. 2 ekor sapi dara

2. Konsentrat

3. Rumput

4. Air

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam praktikum ini adalah, sebagai berikut :

1. Mahasiswa mengisi daftar hadir ke 1 pada lembar yang telah disediakan,

lalu memakai jas lab atau wearpack dan sepatu kandang (boots).

2. Mahasiswa mendapatkan lembar kerja untuk pengamatan khusus dan

kegiatan rutin di kandang.

3. Mahasiswa mengikuti kegiatan sesuai dengan jadwal di kandang.

(memandikan sapi, membersihkan kandang sapi, memberikan pakan

konsentrat dan hijauan, menyabit rumput, mencacah rumput, melakukan

pemerahan susu sapi)

4. Mahasiswa melakukan pengamatan sesuai yang ditugaskan dosen.

{mencatat waktu ruminansia, mengamati tingkah laku ternak, menghitung

dan menimbang pakan yang diberikan pada sapi, mengukur ukuran tubuh

sapi perah, menghitung/menimbang kotoran yang dikeluarkan sapi perah,

Page 29: Lapak Praktikum Ptp

menghitung/menimbang produksi hijauan, menghitung produksi susu,

menganalisa kualitas susu)

5. Mahasiswa menandatangani daftar hadir ke 2 sebelum pulang.

Page 30: Lapak Praktikum Ptp

IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Pengukuran Ukuran tubuh

No. No. / Nama sapiUmur

(bulan)

Tinggi

Pundak

(cm)

Panjang

Badan

(cm)

Lingkar Dada

(cm)

1.

2.

3.

4.

5.

Page 31: Lapak Praktikum Ptp

4.1.2 Pemberian Pakan Sapi Perah Laktasi

No. Nama Sapi : 153. Kelly

Tanggal Lahir : 11-07-2010

Tanggal Beranak Terakhir : 2-05-2013

Produksi Susu : 6,25 L

Kadar Lemak Susu :

Laktasi ke : Satu

Hijauan Pemberian (1) Sisa (1)Konsumsi Pakan

(1)

Rumput Gajah 15 kg 2,25 kg 12,75 kg

Konsentrat 0 0 0

Hijauan Pemberian (1) Sisa (1)Konsumsi Pakan

(1)

Rumput Gajah 11 kg 0 11 kg

Konsentrat 2,03 kg 0 2,03 kg

Page 32: Lapak Praktikum Ptp

Hijauan Pemberian (1) Sisa (1)Konsumsi Pakan

(1)

Rumput Gajah 11 kg 0 11 kg

Konsentrat - - -

Total Konsumsi Hijauan (1)+(2)+(3) 34,75 kg

Total Konsumsi Konsentrat (1)+(2)+(3) 2,03 kg

No. Nama Sapi : 155. Meta

Tanggal Lahir : 27-07-2010

Tanggal Beranak Terakhir : 27-07-2013

Produksi Susu : 8,725 L

Kadar Lemak Susu :

Laktasi ke : Satu

Hijauan Pemberian (1) Sisa (1)Konsumsi Pakan

(1)

Rumput Gajah 15 kg 0,4 kg 14,6 kg

Konsentrat - - -

Page 33: Lapak Praktikum Ptp

Hijauan Pemberian (1) Sisa (1)Konsumsi Pakan

(1)

Rumput Gajah 13 kg 0 13kg

Konsentrat 3,94 kg 0 3,94 kg

Hijauan Pemberian (1) Sisa (1)Konsumsi Pakan

(1)

Rumput Gajah 13 kg 0 13kg

Konsentrat - - -

Total Konsumsi Hijauan (1)+(2)+(3) 40,6 kg

Total Konsumsi Konsentrat (1)+(2)+(3) 3,94 kg

Page 34: Lapak Praktikum Ptp

4.1.3 Tingkah Laku Makan

No. Tingkah Laku

Frekuensi

(kali)Waktu / Lamanya

(jam / menit)Kelly Meta

1.

Pengambilan makanan *)

Hijauan (Rumput)

Konsentrat

2. Pengunyahan

3. Pengeluaran urine **)

4. Pengeluaran feses **)

Catatan : *) setiap kepala di angkat di nilai 1 (satu) kali

**) ukur jumlahnya

4.1.4 Lain-Lain

Page 35: Lapak Praktikum Ptp

No. Uraian Jumlah

1. Produksi Hijauan / Rumput (ton/ha/thn)

2. Daya Tampung Pastura (ekor/ha/thn)

3.Produksi Susu Rata-rata (ekor/hari atau

ekor/laktasi)

Kelly Meta

4.

Kualitas Susu (Rata-rata)

Lemak (%)

Protein (%)

Laktosa (%)

Solid (%)

Density (%)

Water

Temperatur (oC)

5.

Denyut nadi (kali)

Jam 20.00 WIB

Jam 23.00 WIB

6. Berat (kg)

Page 36: Lapak Praktikum Ptp

Feses

Urin

Keterangan :*) hitung dahulu produksi per satuan luas (misalnya per 4 m2)

4.2 Pembahasan

Page 37: Lapak Praktikum Ptp

4.2.1 Pengukuran ukuran tubuh

4.2.2 Pemberian pakan sapi perah laktasi

Pemberian pakan secara individu pada sapi laktasi di kandang

atau milking parlor berubah mengarah ke sistem pemberian pakan yang baru.

Meskipun metode yang lebih baru tidak seefektif pemberian secara individual,

sistem ini lebih ekonomis daripada semua sapi diberi sejumlah konsentrat yang

sama  tanpa memperhatikan produksi susu. Di samping itu, ada penghematan

tenaga kerja dan fasilitas. Yang paling baik perbaikan pemberian pakan

mengkombinasikan “seni dan ilmu pemberian pakan“.

A. Phase Feeding

Phase Feeding adalah suatu program pemberian pakan yang dibagi ke

dalam periode-periode berdasarkan pada produksi susu, persentase lemak susu,

konsumsi pakan, dan bobot badan. Lihat ilustrasi bentuk dan hubungan kurva

produksi susu, % lemak susu, konsumsi BK, dan bobot badan. Didasarkan pada

kurva-kurva tersebut, didapatkan 4 fase pemberian pakan sapi laktasi:

1. Fase 1, laktasi awal (early lactation), 0 – 70 hari setelah beranak.

Selama periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak

produksi susu dicapai pada 4-6 minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi

pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan (khususnya kebutuhan

energi) untuk produksi susu, sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk

memenuhi kebutuhan. Selama fase ini, penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi

merupakan cara manajemen yang penting. Setelah beranak, konsentrat perlu

ditingkatkan 1-1,5 lb per hari untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang

Page 38: Lapak Praktikum Ptp

meningkat dan meminimisasi problem tidak mau makan dan asidosis. Namun

perlu diingat, proporsi konsentrat yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum)

dapat menyebabkan asidosis dan kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar

ransum tidak kurang dari 18% ADF, 28% NDF, dan hijauan harus menyediakan

minimal 21% NDF dari total ransum. Bentuk fisik serat kasar juga penting, secara

normal ruminasi dan pencernaan akan dipertahankan bila lebih dari 50% hijauan

panjangnya 1” atau lebih.

Kandungan protein merupakan hal yang kritis selama laktasi awal. Upaya

untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu

konsumsi pakan, dan penggunaan yang efisien dari jaringan tubuh yang

dimobilisasi untuk produksi susu. Ransum dengan protein 19% atau lebih

diharapkan dapat me-menuhi kebutuhan selama fase ini. Tipe protein (protein

yang dapat didegradasi atau tidak didegradasi) dan jumlah protein yang diberikan

dipengaruhi oleh kandungan zat makanan ransum, metode pemberian pakan, dan

produksi susu. Sebagai patokan, yang diikuti oleh banyak peternak (di luar negeri)

memberikan 1 lb bungkil kedele atau protein suplemen yang ekivalen per 10 lb

susu, di atas 50 lb susu.

Bila zat makanan yang dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi,

produksi puncak akan rendah dan dapat menyebabkan ketosis.  Produksi puncak

rendah, dapat diduga produksi selama laktasi akan rendah. Bila konsumsi

konsentrat terlalu cepat atau terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak mau makan,

acidosis, dan displaced abomasum.

Page 39: Lapak Praktikum Ptp

Untuk meningkatkan konsumsi zat-zat makanan:

beri hijauan kualitas tinggi,

protein ransum cukup,

tingkatkan konsumsi konsentrat pada kecepatan yang konstan setelah

beranak,

tambahkan 1,0-1,5 lb lemak/ekor/hari dalam ransum,

pemberian pakan yang konstan, dan

minimalkan stress.

2. Fase 2, konsumsi BK puncak, 10 minggu kedua setelah beranak.

Selama fase ini, sapi diberi makan untuk mempertahankan produksi susu

puncak selama mungkin. Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga dapat

me-nyediakan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Sapi dapat mempertahankan

bobot badan atau sedikit meningkat. Konsumsi konsentrat dapat banyak, tetapi

jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar BK). Kualitas hijauan tinggi perlu

disediakan, minimal konsumsi 1,5% dari bobot badan (berbasis BK) untuk

mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang normal. Untuk

meningkatkan konsumsi pakan:

beri hijauan dan konsentrat tiga kali atau lebih sehari,

beri bahan pakan kualitas tinggi,

batasi urea 0,2 lb/sapi/hari,

Page 40: Lapak Praktikum Ptp

minimalkan stress,

gunakan TMR (total mix ration).

Problem yang potensial pada fase 2, yaitu:

produksi susu turun dengan cepat,

kadar lemak rendah,

periode  silent heat (berahi tidak terdeteksi),

ketosis.

3. Fase 3, pertengahan – laktasi akhir, 140 – 305 hari setelah beranak.

Fase ini merupakan fase yang termudah untuk me-manage. Selama

periode ini produksi susu menurun, sapi dalam keadaan bunting, dan konsumsi zat

makanan dengan mudah dapat dipenuhi atau melebihi kebutuhan. Level pem-

berian konsentrat harus mencukupi untuk memenuhi kebutuhan produksi, dan

mulai mengganti berat badan yang hilang selama laktasi awal. Sapi laktasi

membutuhkan pakan yang lebih sedikit untuk mengganti 1 pound jaringan  tubuh

daripada sapi kering. Oleh karena itu, lebih efisien mempunyai sapi yang

meningkat bobot badannya dekat laktasi akhir daripada selama kering.

4. Fase 4, periode kering, 45 – 60 hari sebelum beranak.

Fase kering penting. Program pemberian pakan sapi kering yang baik

dapat meminimalkan problem metabolik pada atau segera setelah beranak dan

meningkatkan produksi susu selama laktasi berikutnya. Sapi kering harus diberi

makan terpisah dari sapi laktasi. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi

Page 41: Lapak Praktikum Ptp

kebutuhannya yang spesifik:maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan

bobot badan yang tidak terganti pada fase 3. Konsumsi BK ransum harian

sebaiknya mendekati 2% BB; konsumsi hijauan minimal 1% BB; konsumsi

konsentrat bergantung kebutuhan, tetapi tidak lebih 1% BB. Setengah dari 1% BB

(konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering.

Sapi kering jangan terlalu gemuk. Memberikan hijauan kualitas rendah,

seperti grass hay, lebih disukai untuk membatasi konsumsi.  Level protein 12%

cukup untuk periode kering.

Sedikit konsentrat perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu

sebelum beranak, bertujuan:

mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya

menjadi populasi campuran pencerna hijauan dan konsentrat;

meminimalkan stress terhadap perubahan ransum setelah beranak.

Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian

yang berlebihan; kadang-kadang ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca

dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus

disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang

cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained

plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet.

Problem yang potensial selama fase 4 meliputi milk fever, displaced abomasum,

retained plasenta, fatty liver syndrome, selera makan rendah, gangguan metabolik

lain, dan penyakit yang dikaitkan dengan fat cow syndrome.

Page 42: Lapak Praktikum Ptp

Manajemen kunci yang harus diperhatikan selama periode kering, meliputi:

observasi kondisi tubuh dan penyesuaian pemberian energi bila

diperlukan,

penuhi kebutuhan zat makanan tetapi cegah pemberian yang berlebihan,

perubahan ransum 2 minggu sebelum beranak, dengan menggunakan

konsentrat dan jumlah kecil zat makanan lain yang digunakan dalam

ransum laktasi,

cegah konsumsi Ca dan P yang berlebihan, dan

batasi garam dan mineral sodium lainnya dalam ransum sapi kering untuk

mengurangi problem bengkak ambing.

Pada waktu kering, kondisi tubuh sapi 2 atau 3, sedangkan saat beranak 3,5–4,0.

Selama 60 hari periode kering, sapi diberi makan untuk mendapatkan PBB: 120 –

200 lbs.

B. Challenge Feeding (Lead Feeding).

Challenge feeding atau lead feeding, adalah pemberian pakan sapi laktasi

sedemikian sehingga sapi ditantang untuk mencapai level produksi susu

puncaknya sedini mungkin pada waktu laktasi.

Karena ada hubungan yang erat antara produksi susu puncak dengan produksi

susu total selama laktasi, penekanan harus diberikan pada produksi maksimal

antara 3 – 8 minggu setelah beranak.

Persiapan untuk challenge feeding dimulai selama periode kering;

Page 43: Lapak Praktikum Ptp

sapi kering dalam kondisi yang baik,

transisi dari ransum kering ke ransum laktasi, mempersiapkan bakteri

rumen.

Setelah beranak challenge feeding dimaksudkan untuk meningkatkan pemberian

konsentrat beberapa pound per hari di atas kebutuhan sebenarnya pada saat itu.

Maksudnya adalah memberikan kesempatan pada setiap sapi untuk mencapai

produksi puncaknya pada atau dekat potensi genetiknya.

Waktu beranak merupakan pengalaman yang sangat traumatik bagi sapi yang

berproduksi tinggi. Akibatnya, banyak sapi tertekan selera makannya untuk bebe-

rapa hari setelah beranak. Sapi yang berproduksi susu sangat tinggi tidak dapat

mengkonsumsi energi yang cukup untuk mengimbangi energi yang dikeluarkan.

Konsekuensinya, sapi akan melepaskan cadangan lemak dan protein tubuhnya

untuk suplementasi ransumnya.  Tujuan dari pemberian pakan sapi yang baru

beranak adalah untuk menjaga ketergantungannya terhadap energi dan protein

yang disimpan, sekecil dan sesingkat mungkin. Penolakan makanan merupakan

ancaman yang besar, sangat perlu dicegah.

Challenge feeding membantu sapi mencapai produksi susu puncaknya lebih dini

daripada yang seharusnya, sehingga keuntungan yang dapat diambil adalah, 

bahwa pada saat itu,  secara fisiologis sapi  mampu beradaptasi terhadap produksi

susu tinggi.

 

C. Corral (Group) Feeding (Pemberian pakan (group) di kandang).

Page 44: Lapak Praktikum Ptp

Pemberian pakan secara individual pada sapi-sapi laktasi sudah mengarah

kemechanized group feeding. Hal ini dikembangkan untuk kenyamanan dan peng-

hematan tenaga kerja, dibandingkan ke feed efficiency. Saat ini, peternakan

dengan beberapa ratus sapi laktasi adalah biasa, dan beberapa peternakan bahkan 

me-miliki beberapa ribu ekor. Untuk merancang program nutrisi sejumlah besar

ternak, dapat diadaptasikan terhadap kebutuhan spesifik sapi-sapi perah, sapi-sapi

di-pisahkan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan produksi (dan kebutuhan

nutrisi).

Bila produser memutuskan pemberian pakan secara kelompok, perlu ditentukan

jumlah kelompok yang akan diambil. Untuk menentukan jumlah kelompok

tersebut pertimbangan perlu diberikan pada hal-hal berikut:

besar peternakan (herd size),

tipe dan harga bahan pakan,

tipe perkandangan, pemberian pakan, dan sistem pemerahan

integrasi ekonomi secara keseluruhan dari operasional, sebagai contoh

tenaga kerja, mesin-mesin peralatan, dan lain-lain.

Pada peternakan besar (lebih dari 250 sapi perah laktasi), sistem yang biasa

digunakan adalah minimal dibentuk 5 kelompok:

sapi-sapi produksi tinggi (90 lb. susu/ekor/hari)

sapi-sapi produksi medium (65 lb. susu/ekor/hari)

sapi-sapi produksi rendah (45 lb susu/ekor/hari)

Page 45: Lapak Praktikum Ptp

sapi-sapi kering

sapi-sapi dara beranak pertama

Lebih banyak kelompok dapat dilakukan pada peternakan yang sangat besar bila

kandang dan fasilitas tersedia. Karena pertimbangan pemberian pakan dan sosial,

disarankan maksimal 100 ekor sapi per kelompok.  Melalui sistem ini setiap ke-

lompok diberi makan menurut kebutuhannya. Kelompok dengan produksi tinggi

harus diberi makan yang mengandung zat-zat makanan kualitas tertinggi pada

tingkat maksimal. Sapi produksi medium harus diberi makan sedemikian sehingga

dapat mengurangi biaya pakan, meningkatkan kadar lemak, memperbaiki  fungsi

rumen, mempertahankan persistensi. Sapi produksi rendah sebagaimana untuk

produksi medium hanya perlu dipertimbangkan untuk menghindari kegemukan

yang berlebihan.

Salah satu problem dalam pemberian pakan secara berkelompok

menyangkut adaptasi tingkah laku dari sapi-sapi yang baru dikelompokkan,

seperti peck order tetapi masalah ini tidak terlalu besar. Untuk mengatasi masalah

ini pindahkan beberapa ekor sapi bersama-sama ke dalam kelompok baru sebelum

diberi makan.

Bila program pemberian pakan secara kelompok diikuti, konsentrat jarang

diberikan di tempat pemerahan, biasanya diberikan di kandang. Pemberian pakan

berkelompok dapat dengan mudah beradaptasi pada penggunaan complete

feeds yaitu konsentrat, hijauan, dan suplemen dicampur menjadi satu, tidak

diberikan terpisah.  Beberapa produser yang menggunakan complete feeds lebih

menyukai pemberian hijauan kering, khususnya long stemmed hay secara terpisah 

Page 46: Lapak Praktikum Ptp

untuk meningkatkan stimulasi rumen dan fasilitas pencampuran, karena long

hay sulit dicampur dalam mixer.

Keuntungan pemberian pakan berkelompok dan complete feed adalah:

produser dapat menggunakan formulasi khusus yang penting untuk ternak

mengeliminasi kebutuhan penyediaan mineral ad libitum

konsumsi ransum yang tepat

difasilitasi pemberian pakan secara mekanis, sehingga mengurangi tenaga

kerja yang dibutuhkan

mengeliminasi problem yang dikaitkan dengan konsumsi yang tidak

terkontrol dari bahan pakan tertentu

mengurangi resiko gangguan pencernaan, seperti  seperti displaced

abomasum

mengurangi pemberian pakan di tempat pemerahan

penggunaan maksimal dari formulasi ransum biaya terendah

menutupi bah.pakan yang tidak palatabel, seperti urea

dapat diadaptasikan terhadap sistem kandang konvensional

memungkinkan produser menetapkan rasio serat kasar terhadap proporsi

konsentrat dalam ransum

mengurangi resiko kekurangan micronutrient

Page 47: Lapak Praktikum Ptp

menyediakan operator dengan gambaran konsumsi pakan harian

kelompok, yang kemudian dapat digunakan memperbaiki manajemen

Di antara kerugian dari pemberian pakan berkelompok dan complete feed adalah:

memerlukan peralatan pencampuran yang khusus untuk meyakinkan

mencampur secara merata

tidak ekonomis membagi peternakan kecil ke dalam kelompok-kelompok

tidak dapat diaplikasikan terhadap peternakan yang digembalakan

sulit untuk membuat kelompok-kelompok pada beberapa design kandang

dapat terjadi mismanagement seperti fat cow syndrome dan problem

kesehatan seperti kesulitan melahirkan, reproduksi yang jelek, produksi

rendah, konsumsi bahan kering rendah, dan gangguan metabolik. Dalam

berbagai kasus problem-problem tersebut tidak timbul segera, biasanya

muncul beberapa bulan kemudian.

4.2.3 Tingkah Laku Makan

` Tingkah laku ternak saat makan yaitu pengambilan makanan itu ada

beberapa tingkah yang dilakukan seperti mengangkat kepalanya menggerakan

kepala-kepala ke kanan dan ke kiri.

Hipotalamus mengatur berbagai pengeluaran zat makanan dari makanan

dalam saluran pencernaan, penyerapan serta transportasi zat-zat makanan.

Berdasarkan teori khemostatik, peningkatan konsentrasi substansi tertentu

Page 48: Lapak Praktikum Ptp

memberikan signal untuk berhenti makan, sebaliknya jika konsentrasi rendah

menyebabkan ternak akan mulai makan. Glukosa merupakan indikator yang

menentukan kenyang atau lapar bagi ternak. Jika konsentrasi glukosa darah

rendah dan disuntik dengan insulin maka ternak akan merasa lapar. Sebaliknya

setelah makan konsentrasi glukosa akan meningkat dan ternak akan berhenti

makan.

Teori ini berlandasan bahwa ternak akan makan untuk mempertahankan panas dan

akan berhenti makan untuk mencegah hyperthermia. Panas yang diproduksi dari

hasil pencernaan dan metabolisme makanan adalah merupakan signal dalam

pengaturan makan. Thermoreceptor sensitif terhadap perubahan panas yang terjadi

di anterior hipothalamus dan juga di periperal kulit. Sebagai bukti, pada daerah

panas ternak akan mengurangi makannya untuk menurunkan produksi panasnya.

Penginderaan penglihatan, penciuman, perabaan dan perasa memiliki

peran yang penting dalam menstimulasi selera makan manusia, dan

mempengaruhi jumlah makanan yang dicerna. Pada hewan penginderaan memiliki

peran yang lebih kecil dari pada manusia. Palatabilitas adalah derajat kesukaan

pada makanan tertentu yang terpilih dan dimakan. Pengertian palatabilitas berbeda

dengan konsumsi. Palatabilitas melibatkan indera penciuman, perabaan dan

perasa. Pada ternak peliharaan memperlihatkan prilaku mengendus (sniffing)

makanan.

Kebanyakan hewan memiliki preferensi menyukai makanan tertentu,

terutama jika memiliki kesematan memilih. Contohnya, anak babi muda lebih

menyukai larutan gula dibandingkan air, sementara unggas tidak bisa

Page 49: Lapak Praktikum Ptp

membedakan rasa manis, tapi tidak dapat mencerna larutan garam dengan

konsentrasi berlebih.

a. Frekuensi Denyut Jantung

Frekuensi pulsus atau denyut jantung bergantung pada jantung. Pulsus

merupakan gambaran dari kerja jantung. Jantung merupakan dua pompa yang

menerima darah dalam arteri dan memompakan darah dari ventrikel menuju

jaringan kemudian kembali lagi. Frekuensi denyut jantung dapat menandai

kondisi hewan, apakah hewan dalam keadaan normal atau sakit. Perubahan

frekuensi denyut jantung yang telalu ekstrim pada ternak menandakan bahwa

kondisi fisiologis ternak pada saat itu tidak nyaman. Hewan kecil mempunyai

denyut jantung yang lebih cepat, hal ini berhubungan dengan kecepatan

metabolisme per unit tubuh pada hewan kecil yang lebih tinggi.

Pulsus (denyut jantung) terjadi karena adanya aktivitas jantung dalam

memompa darah ke seluruh jaringan jantung merupakan dua pompa yang

menerima darah ke dalam bilik-bilik atrial dan kemudian memompakan darah

tersebut dari ventrikel menuju ke jaringan dan kemudian kembali lagi. Ternak

besar, pulsus dapat dirasakan pada arteri  fosialyang terdapat di sekitar ramus

horizontal dari mandibula, atau dapat juga dirasakan pada arteri caudal

atau koksigeal tengah dari permukaan ventral ekor.

b. Urinasi

Urine yaitu hasil filtrasi ginjal yang sudah tidak dimanfaatkan dan harus

dikeluarkan dari tubuh. Suhu lingkungan berpengaruh terhadap pengeluaran urine

Page 50: Lapak Praktikum Ptp

di samping faktor-faktor lain seperti keseimbangan air, pH, tekanan osmotik,

tingkat elektrolit dan konsentrasi zat dalam plasma. Air yang diminum melebihi

keperluan metabolisme dengan suhu tubuh yang kemudian dikeluarkan sebagai

urine dengan suhu sama dengan suhu tubuh. Selebihnya dijelaskan bahwa jumlah

urine yang dikeluarkan tergantung pada jumlah air yang masuk ke dalam tubuh

ternak yang berasal dari makanan hijauan dan konsentrat, suhu lingkungan pada

sapi yang bekerja berat akan mempengaruhi jumlah urine yang dikeluarkan oleh

seekor sapi.

c. Remastikasi

Pengunyahan kembali, remastikasi ini dilakukan saat ternak sedang

beristirahat atau duduk. Ruminansi merupakan salah satu ciri yang khas pada

ternak ruminasia yaitu dengan mengunyah kembali makanan yang telah masuk

lambung (rumen) agar lebih lumat dan dapat dengan mudah dicerna.

Page 51: Lapak Praktikum Ptp

V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari laporan akhir pratikum mengenai produksi ternak

perah adalah sebagai berikut:

- Pemeliharaan yang baik sangat diperlukan agar sapi perah selalu dalam kondisi

yang baik, pengamatan yang dilakukan membantu perkembangan dari kondisi

sapi perah karena pengamatan ini memberikan perawatan secara intensif

terhadap sapi perah baik itu dalam hal pemberian pakan, pemerahan dan juga

perawatan harian.

- Tatalaksana pemeliharaan dalam hal pada sapi perah merupakan hal yang harus

diperhatikan agar ternak yang dipelihara dapat berkembang dengan baik dan

menghasilkan produktivitas tinggi terlebih lagi dalam hal pemberian pakan dan

perawatan harian(memandikan,membersihkan kandang,dll) harus diperhatikan

dan tidak boleh terlewatkan.

5.2. Saran

Adapun saran mengenai praktikum mengenai Produksi Ternak Perah

adalah seharusnya dosen juga ikut datang mengawasi kelompok yang sedang

melakukan pengamatan agar dapat memberikan pemantauan secara langsung dan

Page 52: Lapak Praktikum Ptp

juga dapat memberikan arahan dan informasi yang lebih detail dan terukur, selain

itu juga pembagian kelompok seharusnya lebih diratakan antara jumlah laki-laki

maupun perempuan dan lebih tegas lagi agar mahasiswa tidak beripndah-pindah

kelompok tanpa alasan yang jelas.

Page 53: Lapak Praktikum Ptp

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Alfarisi (2008). Fisiologi laktasi.

Blakely, J dan Bade, D. H. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono).

Darmono. 1993. Kandang Ternak Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Diggins, R.V. and C. E. Bundy, 1979. Dairy Product. Prentice Halls, Inc.

Englewood Cliffs, New Jersey.

Djaja, Willyan, S. Kuswaryan, U.H. Tanuwira, L. Khairani (2006). Integrasi

tanaman kaliandra (caliandra, sp) dalam kawasan pengembangan

peternakan sapi perah sebagai upaya untuk meningkatkan kuantitas dan

kualitas produksi susu. Laporan penelitian. Jurusan Produksi Ternak

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Djarijah, S.1996. Usaha Ternak Sapi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ensminger. 1992. Dairy Cattle Science. The Interstate Printer and Publisher. Inc,

Denvile, Illionois.

Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius Yogyakarta.

Page 54: Lapak Praktikum Ptp

Hartadi, H., Soedomo R., Allen D. T. 1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk

Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Lubis, D. A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Yayasan Pembangunan, Jakarta.

Muldjana, W. 1985. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak sapi Perah. Penerbit

Aneka Ilmu, Semarang.

Murtidjo, A. 2006. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Nugroho, C. P. Agribisnis Ternak Ruminansia. PT. Macanan Jaya Cemerlang.

Klaten.

Prihadi. 1996. Tata Laksana dan Produksi Sapi Perah. Fakultas Peternakan

Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta.

S, Darmady (2010). Siklus Reproduksi pada Sapi.

Sindoeredjo, S. 1960. Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu. Direktorat

Pengembangan Produksi. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.

Siregar, S. 1998. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Soedono, A. dan Sutardi. 2003. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Jendral

Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta

Sugeng, Y. B. 2007. Sapi Potong. Penerbit Swadaya, Jakarta.

Page 55: Lapak Praktikum Ptp

Sutanto (2010). Komposisi Susu Sapi.

Sutardi, T. 2003. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syarief, M. Z dan C.D.A. Sumoprastowo. 1985. Ternak Perah. Yasaguna, Jakarta.

Syarief, E. K. dan Bagus H. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Untung, O. 1996. Membuat Kandang yang Sehat. Puspaswara. Jakarta.

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh S.G.N.

Djiwa)

http://kamicintapeternakan.blogspot.com/2010/08/siklus-estrus-pada-sapi.html.

(diakses pada tanggal 20 Mei 2014)