lap tut 4
-
Upload
irdian-devi-saputri -
Category
Documents
-
view
257 -
download
12
description
Transcript of lap tut 4
LESI PRAGANAS RONGGA MULUT
LAPORAN TUTORIAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial Blok Penyakit
Dentomaksilofasial II
Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Disusun oleh:
Kelompok Tutorial III
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2009
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
Tutor : drg. Swasti P
Ketua : Nur Baiti Dwi M (081610101062)
Scriber Meja : Ethica Aurora S (081610101056)
Scriber Papan: Ulil Rachima P (081610101054)
Anggota :
1. Eko Mukti (081610101003)
2. Wahyu Shintya V (081610101011)
3. Megen Mekhanzie (081610101028)
4. Ira Lahfatul M (081610101036)
5. Islachul Lailiyah (081610101037)
6. Lusi Nirmalawati (081610101048)
7. Sukma Surya Putri (081610101065)
8. Sayyidatu A (081610101089)
9. Erwin Indra Kusuma (081610101090)
10. Ayu Novita Raga (081610101101)
11. Muhammad Iqbal (081610101105)
12. Dian Rosita Rahman (081610101104)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini, tentang lesi praganas
rongga mulut. Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial
kelompok III pada skenario pertama.
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. drg. Swasti P selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi tutorial
kelompok III Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan yang telah
memberi masukan yang membantu, bagi pengembangan ilmu yang telah
didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan–perbaikan di masa mendatang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat berguna bagi kita semua.
Jember, November 2009
Tim Penyusun
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mukosa mulut mempunyai kesamaan dengan jaringan kulit kita, hanya
berbeda letaknya. Adapun fungsi keduanya adalah sebagai pertahanan, pengaturan
suhu, sensitivitas, sekresi dan ekresi. Secara umum jaringan tersebut mempunyai
warna yang bervariasi, tergantung vaskularisasi, ketebalan epitel, keratinisasi dan
pigmen melanin.
Pada sumukosa terdapat banyak kelenjar mukosa kecil dan kelenjar liur
seromukosa yang sekretnya keluar ke rongga mulut melalui duktus. Selain itu
pada submukosa terdapat pembuluh darah, saraf, lemak, dan jarngan ikat.
Pembuluh darah dan saraf berahir pada papilla rilayer. Bila terdapat jejas atau luka
belum berdarah mengidentifikasikan bahwa luka belum melebihi membrane
basais.
Beberapa gambaran klinis yang tampak pada mukosa adalah lesi, pada
jaringan lunak lesi dapat tapak putih dan merah. Lesi putih terjadi karena adanya
epithelium yang terkeratinisasi pada daerah yang biasanya tidak terkeratinisasi.
Lesi putih juga dapat berhubungan dengan edema interseluler dan penimbunann
sel-sel radang kronis, namun adapula kasus yang ideopatik.
Sedangkan pada lesi merah terjadi karena atropi mukosa yang
menyebabkan submukosa meningkat vaskularisasinya. Pada keadaan klinis yang
lain juga bias ditemukan lesi putih dan merah pada suatu lokasi yang sama.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagai mana klasifikasi,etiologi, pathogenesis, pemeriksaan klinis, dan
HPA dari lesi praganas rongga mulut?
2. Bagai mana klasifikasi,etiologi, pathogenesis, pemeriksaan klinis, dan
HPA dari lesi putih rongga mulut?
3. Bagai mana klasifikasi,etiologi, pathogenesis, pemeriksaan klinis, dan
HPA dari lesi merah rongga mulut?
1.3 Maping
1.4 Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi,etiologi, pathogenesis, pemeriksaan klinis, dan
HPA dari lesi praganas rongga mulut
2. Mengetahui klasifikasi,etiologi, pathogenesis, pemeriksaan klinis, dan
HPA dari lesi putih rongga mulut
3. Mengetahui klasifikasi,etiologi, pathogenesis, pemeriksaan klinis, dan
HPA dari lesi merah rongga mulut
LESI PADA
RONGGA MULUT
LESI PUTIH LESI MERAH LESI PRAGANAS
ETIOLOGI
PATOGENESIS
PEMERIKSAAN
KLINIS RONTGEN HPA
BAB II. PEMBAHASAN
1. LESI PRAGANAS
LEUKOPLAKIA
Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga
mulut. Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering
meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer. Leukoplakia merupakan suatu
istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bercak putih atau
plak yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa. Pendapat lain
mengatakan bahwa leukoplakia hanya merupakan suatu bercak putih yang
terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk dihilangkan atau terkelupas.
Batasan leukoplakia telah dipakai di masa lalu oleh ahli kulit dan ahli
kebidanan untuk menunjukkan suatu penebalan putih pada mukosa mulut atau
vulva yang menunjukkan perubahan dini, in situ dan anaplastik. Berdasarkan
konsep yang diterima oleh World Health Organization maka batasan leukoplakia
adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai hanya sebagai
deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu penebalan putih yang tidak dapat
digosok sampai hilang dan tidak dapat digolongkan secara klinis atau histologi
sebagai penyakit-penyakit spesifik lainnya (contoh: seperti likhen planus, lupus
eritematosus, kandidiasis, white sponge naevus).
Etiologi
Etiologi yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui
dengan pasti, tetapi predisposisi terdiri dari berbagai faktor yaitu faktor lokal,
faktor sistemik dan malnutrisi vitamin.
Faktor lokal
Faktor lokal yang diduga sebagai predisposisi terjadinya leukoplakia
diantaranya adalah trauma yang menyebabkan iritasi kronis misal trauma akibat
gigitan tepi atau akar gigi yang tajam, iritasi dari gigi yang malposisi, kebiasaan
jelek menggigit-gigit jaringan mulut, pipi, maupun lidah. Faktor lokal yang lain
adalah kemikal atau termal, misalnya pada penggunaan bahan-bahan yang kaustik
mungkin diikuti oleh terjadinya leukoplakia dan perubahan keganasan.
Faktor-faktor kaustik tersebut antara lain:
- Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh
asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga
disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau yang ikut terkunyah.
Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan benda
yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada palatum
yang disebut “stomatitis Nicotine”. Pada lesi ini, dijumpai adanya warna
kemerahan dan timbul pembengkakan pada palatum. Selanjutnya, palatum akan
berwarna putih kepucatan, serta terjadi penebalan yang sifatnya merata.
Ditemukan pula adanya “multinodulair” dengan bintik-bintik kemerahan pada
pusat noduli. Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi perubahan di
daerah sekitarnya. Banyak peneliti yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini
merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.
- Alkohol
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang
memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat
menimbulkan iritasi pada mukosa.
- Bakterial
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal
yang disertai higiene mulut yang jelek.
Faktor sistemik
Adanya kemungkinan konstitutional karakteristik, karena ada yang
berpendapat bahwa penyakit ini lebih mudah berkembang pada individu yang
berkulit putih dan bermata biru. Pendapat ini dikemukakan oleh Shaffer dan
Burket. Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik, misalnya sipilis. Pada
penderita dengan penyakit sipilis pada umumnya ditemukan adanya “syphilis
glositis”. Candidiasis yang kronik dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Hal
ini telah dibuktikan oleh peneliti yang melakukan biopsi di klinik. Ternyata, dari
171 penderita candidiasis kronik, 50 di antaranya ditemukan gambaran yang
menyerupai leukoplakia.
Untuk mengetahui diagnosis yang pasti dari leukokplakia, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan klinik, histopatologi, serta latar belakang etiologi
terjadinya lesi ini.
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan
keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa
respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan
manifestasi dari intake vitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan tersebut
parah, gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan dengan
menggunakan binatang tikus, dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B
kompleks akan menimbulkan perubahan hiperkeratotik.
Selain faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan, ada beberapa faktor
yang menjadi penyebab terjadinya leukoplakia antara lain tembakau, alkohol dan
bakteri. Dalam proses terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut oleh
tembakau tidak hanya disebabkan oleh asap rokok dan panas yang terjadi pada
waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam
tembakau yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa
rokok juga merupakan benda yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang
spesifik pada palatum yang disebut “stomatitis Nicotine”. Pada lesi ini, dijumpai
adanya warna kemerahan dan timbul pembengkakan pada palatum. Selanjutnya,
palatum akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi penebalan yang sifatnya
merata. Ditemukan pula adanya “multinodulair” dengan bintik-bintik kemerahan
pada pusat noduli. Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi perubahan di
daerah sekitarnya. Banyak peneliti yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini
merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.
Gambaran klinis
Penderita leukoplakia tidak mengeluhkan rasa nyeri, tetapi lesi pada mulut
tersebut sensitif terhadap rangsangan sentuh, makanan panas dan makanan yang
pedas.
Dari pemeriksaan klinik, ternyata oral leukoplakia mempunyai bermacam-
macam bentuk. Secara klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal pasti karena
banyak lesi lain yang memberikan gambaran yang serupa serta tanda-tanda yang
hampir sama. Pada umumnya, lesi ini lebih banyak ditemukan pada penderita
dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita. Hal ini terjadi
karena sebagian besar pria merupakan perokok berat. Lesi ini sering ditemukan
pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar
mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge.
Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal
terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda.
Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, barbatas jelas,
dan permukaannya tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa keras,
tebal, berfisure, halus, datar atau agak menonjol. Kadang-kadang lesi ini dapat
berwarna seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada perokok berat, warna
jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan. Ketiga gambaran tersebut di
atas lebih dikenal dengan sebutan “speckled leukoplakia”.
Gambar : oral leukoplakia
Stadium Leukoplakia
Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Homogenous leukoplakia
Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna kebiruan,
permukaannya licin, rata, dan berbatas jelas. Pada tahap ini, tidak dijumpai
adanya indurasi. Mengacu pada suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas,
yang memperlihatkan suatu pola yang relative konsisten, sekalipun permukaan
lesi tersebut mungkin digambarkan bermacam-macam seperti misalnya,
berombak-ombak (“like a beach at ebbing tide”), dengan pola garis-garis halus
(“cristae”), keriput (“like dry, cracked mud”), atau papilomatous.
2. Erosif leukoplakia
Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan pada
umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi mulai
terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi yang erosive. Mengacu pada
suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul keratotik yang kecil
tersebar pada bercak-bercak atrofik (atau eritoplakik) dari mukosa.
3. Speckled atau Verocuos leukoplakia
Permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat.
Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan menjadi kasar dan berlekuk-
lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah menjadi ganas. Karena biasanya
dalam waktu yang relatif singkat akan berubah menjadi tumor ganas seperti
squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat di lidah dan dasar mulut.
Gambaran HPA
Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan
diagnosis leukoplakia. Bila diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan sitologi,
akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel epitelium, terutama pada bagian
superfisial.
Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:
1. Hiperkeratosis
Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari
lapisan ortokeratin atau stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu
terlihat dengan jelas. Dengan adanya sejumlah ortokeratin pada daerah
permukaan yang normal maka akan menyebabkan permukaan epitel rongga
mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinya iritasi.
2. Hiperparakeratosis
Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya
pengerasan pada lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan normal dapat
dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam rongga mulut. Apabila timbul
parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat penebalan lapisan
parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai parakeratosis. Dalam
pemeriksaan histopatologis, adanya ortokeratin dan parakeratin,
hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya.
Meskipun demikian, pada pemeriksaan yang lebih teliti lagi akan ditemukan
hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan granularnya terlihat menebal
dan sangat dominan. Sedangkan hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan,
meskipun pada kasus-kasus yang parah.
3. Akantosis
Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan
spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah
disertai pemanjangan, penebalan, penumpukan dan penggabungan dari retepeg
atau hanya kelihatannya saja. Terjadinya penebalan pada lapisan stratum
spinosum tidak sama atau bervariasi pada tiap-tiap tempat yang berbeda dalam
rongga mulut. Bisa saja suatu penebalan tertentu pada tempat tertentu dapat
dianggap normal, sedang penebalan tertentu pada daerah tertentu bisa
dianggap abnormal. Akantosis kemungkinan berhubungan atau tidak
berhubungan dengan suatu keadaan hiperortikeratosis maupun parakeratosis.
Akantosis kadang-kadang tidak tergantung pada perubahan jaringan yang ada
di atasnya.
Akantosis nigrikan, ada dua kelainan ini bentuk keturunan dan bawaan yang
sering merupakan tanda dari lesi ganas internal (gut). Beberapa ahli lain
membagi keadaan ini menjadi beberapa kelompok lagi. Jadi,perlu diingat
bahwa pada bentuk bawaan jarang terbentuk lesi mulut yang memiliki peran
sama seperti lesi kulit,yang lebih sering terlihat. Lesi tampak berpapil seperti
papiloma yang hebat, serta terdapat pada bibir dan lidah,dengan permukaan
berwarna putih, lesi kutaneus sering timbul pada anggota gerak tubuh, groin
dan leher serta terdiri dari papilaferous yang mengandung pigmen.
4. Diskeratosis atau dysplasia
Pada diskeratosis, terdapat sejumlah kriteria untuk mendiagnosis suatu
displasia epitel. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang jelas antara
displasia ringan, displasia parah, dan atipia yang mungkin dapat menunjukkan
adanya suatu keganasan atau berkembang ke arah karsinoma in situ. Kriteria
yang digunakan untuk mendiagnosis adanya displasia epitel adalah: adanya
peningkatan yang abnormal dari mitosis; keratinisasi sel-sel secara individu;
adanya bentukan “epithel pearls” pada lapisan spinosum; perubahan
perbandingan antara inti sel dengan sitiplasma; hilangnya polaritas dan
disorientasi dari sel; adanya hiperkromatik; adanya pembesaran inti sel atau
nucleus; adanya dikariosis atau nuclear atypia dan “giant nuclei”;
pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sitoplasma; serta adanya basiler
hiperplasia dan karsinoma intra epitel atau carcinoma in situ.
Pada umumnya, antara displasia dan carsinoma in situ tidak memiliki
perbedaan yang jelas. Displasia mengenai permukaan yang luas dan menjadi
parah, menyebabkan perubahan dari permukaan sampai dasar. Bila ditemukan
adanya basiler hiperlpasia maka didiagnosis sebagai carcinoma in situ.
Carsinoma in situ secara klinis tampak datar, merah, halus, dan granuler.
Mungkin secara klinis carcinoma in situ kurang dapat dilihat. Hal ini berbeda
dengan hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam pemeriksaan intra oral
kelainan tersebut tampak jelas.
ERITROPLAKIA
Eritroplakia adalah plak merah yang tidak dapat didiagnosa sebagai suatu
penyakit spesifik dengan dasar analisa klinis. Seperti halnya lesi putih, diagnose
eritroplasia lebih kea rah klinis daripada secara histologis dan hali ini dibuat
dengan pengecualian. Ada sejumlah keadaan yang menghasilkan perubahan
mukosa menjadi merah. Merahnya lesi ini adalah akibat dari atrofi mukosa yang
menutupi submukosa yang banyak vaskularisasinya.
Eritroplakia dapat terjadi di setiap tempat di dalam mulut, tetapi paling
sering dalam lipatan mukobukal mandibula, orofaring, pilar tonsil, palatum lunak,
permukaan lateral dan ventral lidah, dan dasar mulut. Eritroplakia paling umum
dijumpai pada pasien-pasien perokok berat dan alkaholik. Sejumlah peneliti telah
membuktikan bahwa mayoritas dari lesi mulut sejenis ini, menunjukkan frekuensi
tinggi dari atipia seluler dan perubahan premaligna serta perubahan maligna.
Seperti halnya lesi putih mukosa, banyak keadaan yang mungkin di
diagnose atau diduga kuat sebagai dasar identifikasi bersamaan, sehubungan
dengan yang ditemukan. Walaupun analisa klinis dengan cermat telah dilakuakan,
ada sedikit kasus tanpa symptom, merah, plak seperti kain beludru yang tidak
dapat di identifikasi. Eritoplasia biasanya tanpa keluhan, walaupun ada keluhan
seperti sakit tidak berarti bertentangan dengan diagnose.
Eritroplakia didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru, menetap,
yang tidak dapat digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain apapun. Istilah ini
seperti “leukoplakia” tidak mempunyai arti histologis. Tetapi, sebagian besar dari
eritroplakia didiagnosis secara histologis sebagai displasia epitel atau lebih jelek
lagi mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi karsinoma.
Eritroplakia dapat terjadi di setiap tempat di dalam mulut, tetapi paling sering
dalam lipatan mukobukal mandibula, orofaring dan dasar mulut. Merahnya lesi
adalah akibat dari atrofi mukosa yang menutupi submukosa yang banyak
vaskularisasinya. Tepi lesi biasanya berbatas jelas. Tidak ada predileksi jenis
kelamin dan paling sering mengenai pasien berusia di atas 60 tahun.
Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia:
1. Bentuk homogeny, yang tampaknya merah rata.
2. Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang bercampur
dengan beberapa daerah leukoplakia.
3. Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granula-granula
putih yang menyebar diseluruh lesinya.
Biopsy adalah keharusan untuk semua tipe eritroplakia, karena 91% dari
eritroplakia menunjukkan dysplasia yang parah, karsinoma in situ, karsinoma sel
skuamosa yang infasif. Pemeriksaan yang cermat dari seluruh rongga mulut juga
diperlukan. Karena 10-20% dari pasien-pasien ini akan mempunyai beberapa
daerah eritroplakia yang hebat, suatu fenomena yang dikenal sebagai field
cancerization.
KARSINOMA IN SITU
Karsinoma in situ bukan suatu kanker. Lesi menunjukkan bentuk
keparahan praganas epitel dengan gangguan seluruh lapisan epitel matang.
Gambaran Klinis
Dapat berupa lesi – lesi putih maupun lesi merah (eritroplakia). Dengan
tepi yang menonjol/indurasi dan sering kali didahului oleh suatu ulserasi yang
tidak sembuh – sembuh. Dapat ditemui pada seluruh permukaan mukosa rongga
mulut. Ulser yang tidak sembuh – sembuh dalam jangka waktu lama terutama
pada dasar mulut atau tepi/lateral lidah harus diwaspadai sebagai lesi praganas.
Gambaran mikroskopis
Semua gambaran histologis displasia epitel yang telah disebutkan
sebelumnya kemungkinan dijumpai pada karsinoma in situ. Walaupun derajat
gangguan maturasi begitu parah tetapi tidak menghasilkan keratin. Tidak adanya
keratin sedikit pun membuat epitel tembus cahaya dan menambah visibilitas pada
pembuluh darah kecil di bawahnya. Hal ini merupakan dasar adanya kemerahan
secara klinis yang menjadi karakteristik eritroplakia. Meskipun karsinoma in situ
diartikan sebagai gangguan seluruh rangkaian maturasi, tetapi tidak menunjukkan
invasi sel ke lapisan sub mukosa. Oleh karena itulah karsinoma in situ dipisahkan
dari karsinoma epidermoid.
Karsinoma in situ pada lidah menunjukkan adanya proliferasi basaloid sel
menempati seluruh layer epitelium hingga bentukan “balloning” dari rete peg
processus jelas terlihat, disertai adnya peningkatan sel limfosit dan peningkatan
vaskularisasi di daerah lamina propria.
SQUAMOUS FIBROSIS
Merupakan suatu pembentukan jaringan fibrous di bawah mukosa (lamina
propria), akibat suatu rangsangan kronis pada mukosa rongga mulut.
Gambaran klinis
Pada tahap dini kelainan ini sulit di deteksi, sedangkan pada tahap lanjut
dimana seluruh lamina propria telah digantikan oleh jaringan ikat fibrous padat
dan epitelium mengalami atrofi, sehingga secara klinis mukosa terlihat
pucat/putih.
Pada tahap lanjut pula jaringan otot dapat mengalami kerusakan dimana
kerusakan tersebut digntikan oleh jaringan ikat fibrous dengan kolagen yang tebal.
Apabila hal ini terjadi di daerah lipatan bukal secar klinis penderita dapat
mengalami kesulitan membuka mulut.
Fibrosis submukosa sering dijumpai pada masyarakat indian yang
mempunyai kebiasaan mengunyah sirih atau menggunakan susur tembakau, yang
diletakkan pada mukosa bukal. Lesi ini umumnya dijumpai pada lipatan mukosa
bukal tetapi pada lidah juga dapat ditemukan. Apabila dalam stadium parah lesi
dapat berubah menjadi lesi ganas karsinoma sel skuamos.
Gambaran mikroskopis
Secara histologis pada tahap dini menunjukkan adanya peningkatan
jaringan fibrous pada lamina propria, kolagen dan atrofi epitelium. Pada keadaan
moderat dan severe (parah) menunjukkan jaringan kolagen yang sangat padat,
aseluler dimana kerusakan lapisan otot dapat terlihat digantikan oleh lapisan
kolagen yang sangat tebal.
LYCHEN PLANUS
Etiologi :
Biasanya tidak ditemukan factor penyebab.Sebagian kecil diantaranya
disebabkan oleh : obat,gangguan hati (mungkin),reaksi terhadap amalgam atau
logam mulia (mungkin).
Insiden :
Sering terjadi terutama pada wanita setengah baya dan lanjut usia.
Tanda klinis :
Lesi mungkin tidak terasa sakit,sering berupa lesi striae putih
jarang berupa erosi,lesi cenderung bilateral,erosi tidak teratur,sakit
dan sulit dihilangkan.dengan lapisan kekuningan dan seringkali berhubungan
dengan lesi putih,memiliki sedikit kemungkinan perubahan keganasan (1%).
Lesi retikuler paling sering ditemukan pada mukosa bukal.kadang-kadang juga
pada mukosa lidah.Lesi popular mengenai daerah yang sama. Lesi seperti
plak biasanya menyerang mukosa bukal bagian belakang. Lesi merah
dari LP atropi dapat merangsang - timbulnya eritroplasia. LP dapat
menimbulkan desquamative gingivitis Lesi-lesi mulut kadang-kadang
hiperpigmentasi. Bercak merah : pruritik,polygonal,papula keunguan yang sangat
dominan pada permukaan fleksor pergelangan tangan jarang pada wajah.
Trauma dapat merangsang terbentuknya lesi (fenomena Koebner). Apolesia
atau kerusakan kuku,kadang-kadang juga dijumpai.
Pemeriksaan :
Riwayat penggunaan obat,biopsy.
Klasifikasi:
- Lichen planus oral retikuler secara khas mempunyai banyak garis-
garis atau papula-.papula putih halus yang tersusun dalam suatu jaringan
mirip jala, yang dikenal sebagai "striae Wickham". Daerah-daerah
putih berkilauan tersebut seringkali tanpa gejala, tetapi memprihatinkan
secara kosmetis. Keadaan ini dapat mengenai daerah-daerah yang lugs.
- Lichen planus atrofik adalah akibat dari atrofi epitel dan terutama
tampak sebagai bercak-bercak mukosa yang merah, tanpa ulserasi. Striae
Wickham seringkali dijumpai di tepi lesinya. Jika gusi cekat terkena,
maka dipakai istilah "gingivitis deskuamatif."
DYSPLASIA EPITEL
Dysplasia epitel diartikan sebagai gangguan mikroskopik pola normal
epitel yang matang. Lesi-lesi dengan adanya gangguan terhadap maturasi
(pematangan) menunjukkan resiko untuk bertransformasi ganas yang bermakana.
Dysplasia epitel bukan kanker dan bukan neoplasia. Lesi ini adalah suatu
perubahan jaringan (permukaan epitel) yang menunjukan perubahan morfologi,
diduga adanya ekspresi genetic awal yang tidak benar, dan dipertimbangkan
sebagai suatu tahap antara epitel normal dan kanker. Jika epitel dysplasia
ditemukan, diperkirakan bahwa 25% akan berubah menjadi kanker walaupun
rangsangan telah disingkirkan. Tidak semua dysplasia bertransformasi.
Biasanya pada mukosa displastik menghasilkan keratin yang banyak
dipermukaanya, sehingga dysplasia epitel menghasilkan plak putih.
Hyperkeratosis sendiri adalah tidak dipertimbangkan sebagai dysplasia epitel.
Telah diketahui dengan luas bahwa penyebab dari dysplasia epitel sangat
mirip dengan karsinoma epidermoid. Demikian juga factor-faktor lain yang
berperan seperti perokok berat, nyusur tembakau, alkoholik, dan radiasi matahari.
Gambaran klinis:
Adanya indurasi(nodul) yang mana lunak pada saat dipalpasi, lebih diduga
bahwa di bawah permukaan adanya dysplasia daripada hanya suatu
hyperkeratosis. Lesi berwarna putih cenderung terjadi pada lokasi yang khusus di
dalam mulut seperti permukaan ventral dan lateral lidah, palatum lunak, dan pilar
tonsil.
Gambaran HPA:
Gangguan umum bentuk perkembangan jaringan yang salah, misalnya
pada epitelium (epithelial dysplasia) atau jaringan mesenchym (fibrous dysplasia),
jaringan tulang (osseous dysplasia). Kelainan (dysplasia) pada rahang disebut
Fibro-Osseous Lesions (F-0 Lesions).
WHO mengklasifikasikan epithelial dysplasia menurut tingkat keparahannya
menjadi:
a. Mild Dysplasia, yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat ringan
dengan pembentukan 1 atau 2 lapisan basaloid sel di atas membrana
basalis tanpa ditandai adanya atipia sel.
b. Moderate Dysplasia, yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat
sedang dengan pembentukan lapisan basaloid sel hingga lapisan prikel
ditandai adanya atipia sel.
c. Severe Dysplasia, yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat
sedang dengan pembentukan lapisan basaloid sel hingga menggantikan
seluruh epitelium sel ditandai adanya atipia sel yang jelas, dan wring
disebut karsinoma in-situ (Gambar 2.13).
Gambar 2.13 Dysplasia epithelium (A) mild dysplasia, menunjukkan fokal
proliferasi basaloid sel sekitar 113 panjang rete peg processus epithelium, (B)
moderate dysplasia, menunjukkan peningkatan proliferasi basaloid sel 112
panjang rete peg processus epithelium yang disertai peningkatan atipia sel dan
(C) moderate dysplasia yang disertai hilangnya lapisan prickle layer. (D) severe
dysplasia/ carcinoma in-situ, sel-sel atipia lebih meningkat disertai hilangnya
bentuk rete peg processus dan hilangnya regulariti sel-sel epithelium.
2. LESI PUTIH
Klasifikasi menurut Vernon J. Brightman:
a) Variasi dalam struktur dan gambaran mukosa mulut yang normal
- Leukoedema
- Fordyce granule
- Linea alba dan daerah-daerah frictional cornification lainnya
b) Lesi-lesi putih nonkeratotik
- Kebiasaan menggigit pipi
- Luka bakar (luka bakar termal; luka bakar yang disebabkan oleh
aspirin, obat-obatan gigi, dan sebab iatrogenic lainnya; mukositis
akibat radiasi; uremik stomatitis)
- Yang disebabkan oleh agen infeksius spesifik lainnya (Koplik’s spot.
Syphilitic mucous patches)
c) Lesi putih keratotik yang tidak disertai peningkatan potensi untuk
berkembangnya kanker mulut
- Stomatitis nikotin
- Traumatic keratosis
- Intraoral skin grafts
- Focal epithelial hyperplasia
- Psorisiform lesions (proriasis, sindroma Reiten, geographic tongue,
“ectopic geographic tongue”)
- Oral genodermatoses
LEUKOEDEMA
Etiologi : Variasi pertumbuhan
Tanda klinis : Bilateral, diffuse, translusen, opalesen putih kebuan dengan
sedikit lipatan, tidak nyeri, presisten.
Differential diagnosis : Frictional keratosis, Plaque-type Lichen Planus,
Smokeless Tobacco Keratosis.
Gambaran HPA: epitel dalam keadaan ini lebih tebal dari pada normalnya,
disertai dengan tonjolan rete yang lebar. Sel-sel dalam bagian superficial dari
stratum spinosum tampak bervakuola dalam irisan yang diwarnai dengan HE,
karena mengandung glikogen dalam jumlah besar. Sel-sel dalam permukaanya
mungkin memipih (gepeng) akan tetapi tetap memiliki nucleus picnotik, dan
biasanya tidak memperlihatkan keratinisasi yang nyata.
WHITE SPONGE NEVUS
Disebut juga penyakit Cannon, white folded gingivostomatitis, dan leukoderma
exfoliativa, white sponge nevus merupakan suatu kondisi dominan autosomal.
Etiologi: herediter ( dominant autosomal).
Gambaran klinis: mukosa bukal merupakan suatu daerah yang paling sering
terserang oleh lesi ini dan disusul dengan mukosa labial, alveolar ridge dan dasar
mulut. Mukosa yang terkena bewarna putih atau abu-abu, menebal, berlipat dan
sppongy. Lesinya tidak bergejala (asimptomatis).
Pemeriksaan HPA: Epitelium mulutnya hiperplastik, disertai dengan suatu
permukaan yang tidak teratur yang akan dijadikan kolonisasi oleh
mikroorganisme, seperti halnya permukaan berpapila dari lidah. Dalam lapisan
epitelial superfisial tersebut, sel menjadi besar dan tidak beratur dengan nukleus
piknotik dan warnanya tidak jelas. Sitoplasmanya kosong.
HEREDITARY BENIGN INTRAEPITELIAL
Disebut juga sindrom Whitkop-Von Sallman.
Etiologi: herediter ( dominant autosomal).
Gambaran klinis: mirip dengan white sponge nevus namun lebih ringan. Plak
yang terlihat seperti gelatin superfisial terjadi pada hiperemik bulbar konjungtiva.
Pemeriksaan HPA: ditandai dengan diskeratosis intraepitelial yang aneh selain
dari akantosis dan vakuolisasi dari stratum spinosum. Terdapat sel abnormal yang
terjadi dalam genodermatosis lainya.
STOMATITIS NIKOTINA
Definisi
Stomatitis nikotina adalah suatu lesi spesifik yang terjadi pada palatum dari
perokok berat baik sigaret,pipa maupun cerutu.Hal ini merupakan suatu respon
dari struktur-struktur ektodermal palatum pada mereka yang menghisap pipa atu
cerutu yang berkepanjangan.
Indikasi
- Sering dijumpai pada pria usia pertengahan dan tua
- Letaknya pada posterior rugae palatum.
Patogenesis
Mula-mula iritasinya menyababkan eritematous yang difus pada palatum
kemudian berkembang menjadi putih keabuan selain dari hiperkeratosis.
Gambaran klinik
Terjadi banyak papula-papula keratotik khas dengan tengah yang merah cekung
berhubungan dengan lubang-lubang duktus ekskretorius kelenjar liur minor yang
melebar serta meradang. Mukosa pada palatum keras memperlihatkan nodul putih,
terumbilikasi dengan warna merah di tengahnya.
Gambaran HPA
Akantosis dan hiperkeratosis epitelium permukaan dengan metaplasi squamosa
dari epitelium duktus kelenjar saliva minor yang menyebabkan pembentukan kista
retensi kecil.
Biasanya ada peradangan kronis derajat sedang dalam jaringan ikat susepitelial
dan di sekitar kelenjar asini.
LINEA ALBA BUCALIS
Adalah suatu temuan integral umum yang tampak sebagai garis horizontal
bergelombang putih, menimbul, dengan panjang bervariasi dan terletak pada garis
oklusi di mukosa pipi gigi posterior.
Etiologi:
1. Karena adanya tekanan, iritasi karena trauma atau trauma hisap dari
permukaan gigi geligi.
2. Dapat merupakan tanda-tanda bruxism atau clenching
3. Kebiasaan merokok
Gambaran klinis:
- secara umum merupakam kelainan bertanduk tanpa gejala dengan lebar 1-
2 mm dan memanjang dari mukosa pipi daerah molar kedua sampai ke
caninus.
- Biasanya dijumpai bilateral
- Terjadi pada daerah bergigi
- Tidak dapat dikerok atau dihapus
FRICTIONAL (TRAUMATIC) KERATOSIS
Sebagian besar pasien muds usia dengan hiksional keratosis biasanya
wanita yang memiliki kebiasaar menggigit-gie-t pipi atau bibir. Tipe lesi tersebut
tidak terbatas pada wanita, tetapi sering terlihat juga pada remaja putri beberapa
diantaranya terlihat terus menerus .menggigit bibir pada saat berbicara, dan
mengaku bahwa mereka tidak dapat menghentikan kebiasaan ini. Daerah mukosa
yang terserang tampak kasar dan berwarna putih keabuan dengan penyebaran
yang khas, meluas ke bagian dalam bibir bawah dan kebelakang di sepanjang
garis oklusi, pada kedua sisi. Biasanya pasien menghentikan kebiasannya dengan
spontan, tetapi sering kali pasien baru berhenti setelah timbulnya pigmentasi gelap
karena lesi perdarahan kronis pada mukosa.
Pasien dengan maloklusi sederhana sering menggigit mukosa bukal dari
pipi di sepanjang garis oklusal. Keadaan ini juga dapat merupakan tanda dari
disfungsi sendi temporomandibula. Terlihat adanya garis pada satu atau kedua pipi
pada daerah oklusi gigi-gigi, sering dengan tapak gigi individual. Lidah sering
terserang pada tipe pasien tersebut, dengan daerah putih yang kecil pada tepi
lateral, yang kadang-kadang berhubungan dengan gigi yang tidak lurus.
3. LESI MERAH
Purpura ( Petechiae, Ekimosis, Hematoma)
Purpura adalah suatu keadaan yang ditandai oleh genangan darah
ekstrafsi . Faktor yang menstiapat iatrogenic, buatan atau trauma kecelakaan pada
jaringan – jaringan vaskuler yang ada di dalam kulit atau submukosa. Ketkan
menurut ukuran dipe purpura – petechiae, ekimosis, dan hematoma
diklasifikasikan menurut ukuran dan etiologinya. Petechiae adalah bercak-bercak
titik, tidak menimbul, bulat dan merah. Palatum lunak adalah lokasi yang paling
umum untuk petechiae multifocal. Suatu daerah ekstravasasi yang diameternya
biasanya lebih besar dari 1 cm disebut ekimosis. Hematoma adalah genangan luas
dari darah ekstravasasi akibat dari terputusnya pembuluh darah karena trauma.
Terjadi paling umum dalam rongga mulut sebagai akibat dari bneturan pada
wajah, erupsi gigi, robeknya vena alveolar superior posterior selama penyuntikan
anastesi lokal.
Varikositas
Adalah suatu pembengkakan berfluktuasi yang berwarna merah-ungu dan
sering kali dijumpai pada orang lanjut usia. Pembengkakan tersebut menunjukan
suatu dilatasi pembuluh darah sebagai akibat dari menua atau oleh suatu rintangan
internal pada venanya. Permukaan ventral dari 2/3 anterior liadah adalah lokasi
yang sering. Bibir dan sudut mulut adalah daerah-daerah umum yang lain.
Trombus
Suatu seri yang meliputi trauma, pengaktifan urutan pembekuan dan
pembentukan beku darah yang secara khas mengakibatkan terhentinya perdarahn.
Beberapa kemudian penghancuran beku darh terjadi dan aliran darh normal mulai
kembali . Trombus tampak sebagi nodula-nodula merah , built , menimbul, khas
pada mukosa bibir. Kearas pada palpasi dan dapat sedikit nyeri. Sumbatan-
sumbatan vaskuler dapat membesar secara konsentris dan menutup seluruh lumen
pembuluhnya atau masak dan berkapur untuk membentuk suatu plebolit. Plebolit
adalah temuan oral yang jarang dan terdapat dlm pip, bibir, atau lidah. Secara
radiografig tampak seperti donat, melingkar, focus-fokus radiopak dengan tengah
yang radiolusen.
Hemangioma
Adalah hemartoma vaskuler, jinak, membesar yang mungkin dijumpai di
setiap lokasi jaringan lunak intraoral. Terjadi pada cukup dini dan sedikit umum
pada wanita daripada pria. Dorsum lidah, gusi, dan mukosa pipi adalah lokasi
umum. Secara histologist dapat merupakan tipe kapiler atau kavernosus.
Hemangioma jika terletak dalam jaringan ikat tidak akan mengubah warna dari
permukaan mukosa. Sebaliknya hemangioma superficial berwarna merah, biru
atau ungu, rata atau sedikit menimbul, permukaannya licin dsan sedikit keras.
Batas-batasnya biasanya difus dan permukaannya lcin yang lobuler tidak sring
terlihat.
Telangiektasia Hemorhagik Herediter (Rendu-Osler-Weber)
Telangiektasia hemorhagik herediter adalah suatu penyakit genetic yang
diturunkan sebagai suatu sifat dominan autosomal. Penyakit tersebut ditandai oleh
telangiektasia yang multiple dimana ada macula-makula ungu-merah atau papula-
papula sedikit merah yang menunjukkan pembesaran secara permanen dari
kapiler-kapiler tepi dari kulit, mukosa, dan jaringan-jaringan lain. Lesi-lesi
tersebut biasanya berukuran 1-3 mm, tidak ada denyut pembuluh darah di
tengahnya dan menjadi pucat waktu diaskopi. Sesudah pubertas, ukuran dan
banyaknya lesi cenderung makin meningkat dengan bertambahnya usia. Pria dan
wanita mengalaminya dengan rasio seimbang. Perdarahan adalah gambaran yang
mencolok dari penyakit ini.
Lesi-lesi telangiektasia hemorhagik herediter terletak langsung di bawah
mukosanya dan mudah terkena trauma, berakibat robek, perdarahan, dan
pembentukan ulkus. Lesi-lesi kulit tidak mudah robek karena ada epitel bertanduk
yang menutupinya. Lokasi yang paling umum pada kulit adalah telapak tangan,
jari-jari, dasar kuku, wajah, dan leher. Lesi mukosa dapat dijumpai pada bibir,
lidah, septum nasi, dan konjungtiva. Gusi dan palatum keras jarang terkena.
Komplikasinya meliputi epistaksis, perdarahan gastrointestinal, melena,
hematuria, sirosis, fistula arteriovena paru-paru. Dianjurkan hati-hati dengan
penggunaan analgesia inhalasi, anastesi umum, prosedur bedah mulut, dan obat-
obat hepatotoksik serta anti-hemostatik. Robeknya telangiektasia dapat
menyebabkan perdarahan, yang paling baik dikontrol dengan “pak tekan”.
Riwayat, gambaran klinis dan gambaran klinis dan histology adalah penting
dalam membuat diagnose.
Sindrom Sturge-Weber (Ensefalotrigeminal Angiomatosis)
Sindrom Sturge-Weber adalah suatu kelainan congenital yang jarang
terjadi. Manifestasinya adalah angioma vena dari leptomeningea otak,
hemangioma macula ipsilateral pada wajah, deficit neuromuskuler, dan lesi-lesi
okulo-oral. Hemangioma macula dari kulit wajah yang juga disebut “portwine
stain” atau “nevus flammeus” adalah gambaran yang paling mencolok dari
sindrom tersebut. Suatu hemangioma wajah berbatas jelas, rata atau sedikit
menimbul, dan berwajah merah sampai ungu. Hemangioma tersebut menjadi
pucat bila ditekan, dijumpai pada waktu lahir, penyebarannya di sepanjang saraf
trigeminus dan secara khas meluas ke garis tengah tanpa melintas ke sisi lain.
Divisi optalmikus dari saraf trigeminus paling sering terserang. Tidak ada nyeri
atau peradangan yang berkaitan dengan hemangioma dan tidak membesar dengan
bertambahnya usia.
Perubahan aliran darah vena yang disebabkanm oleh angioma
leptomeningea dapat mengakibatkan degenerasi kortikal cerebral, kejang-kejang,
keterbelakangan mental, dan hemiplengia. Pada radiograf tengkorak lateral,
kalsifikasi-kalsifikasi gyriform secara khas tampak sebagai “tram-lines” berkontur
ganda. Kira-kira 30% dari pasien mengalami kelainan okuler termasuk angioma,
koloboma, atau glaucoma.
Hiperplasia vaskuler yang mengenai mukosa pipi dan bibir adalah temuan
oral yang paling sering. Palatum, gusi dan dasar mulut juga dapat terkena.
Penyebaran bercak-bercak oral merah terang tersebut adalah ke daerah-daerah
yang dipasok oleh cabang-cabang saraf trigeminus. Seperti lesi wajah, bercak-
bercak ini berhenti di garis tengah. Keterlibatan gusi dapat membuat jaringan
menjadi edema dan menyebabkan kesulitan dengan hemostasis jika dilakukan
prosedur bedah yang mengenai jaringan-jaringan ini. Erupsi gigi yang abnormal,
makrokeilia, makrodonsia, dan makroglosia adalah akibat dari pertumbuhan yang
sangat berlebihan dari pembuluh darah besar. Pada daerah hyperplasia vaskuler,
bedah mulut harus dilakukan menurut ukuran hemostatik yang ketat.
BAB. III KESIMPULAN
Lesi pada rongga mulut, dapat dibedakan menjadi:
1. Lesi praganas, yang termasuk lesi ini adalah:
a. Leukoplakia
b. Eritroplakia
c. Karsinoma in situ
d. Squamus Fibrosis
e. Lichen planus
2. Lesi Putih yang dapat diklasifikasikan menurut Vernon J. Brightman:
d) Variasi dalam struktur dan gambaran mukosa mulut yang normal
- Leukoedema
- Fordyce granule
- Linea alba dan daerah-daerah frictional cornification lainnya
e) Lesi-lesi putih nonkeratotik
- Kebiasaan menggigit pipi
- Luka bakar (luka bakar termal; luka bakar yang disebabkan oleh
aspirin, obat-obatan gigi, dan sebab iatrogenic lainnya; mukositis
akibat radiasi; uremik stomatitis)
- Yang disebabkan oleh agen infeksius spesifik lainnya (Koplik’s spot.
Syphilitic mucous patches)
f) Lesi putih keratotik yang tidak disertai peningkatan potensi untuk
berkembangnya kanker mulut
- Stomatitis nikotin
- Traumatic keratosis
- Intraoral skin grafts
- Focal epithelial hyperplasia
- Psorisiform lesions (proriasis, sindroma Reiten, geographic tongue,
“ectopic geographic tongue”)
- Oral genodermatoses
3. Lesi Merah, dapat digolongkan :
a. Purpura ( Petechiae, Ekimosis, Hematoma)
b. Varikositas
c. Trombus
d. Hemangioma
e. Telangiektasia Hemorhagik Herediter (Rendu-Osler-Weber)
f. Sindrom Sturge-Weber (Ensefalotrigeminal Angiomatosis)
Secara umum, etiologi dari pembentukan lesi pada rongga mulut masih
belum diketahui secara pasti hingga saat ini, namun para ahli memperkirakan
factor etiologi ini adalah:
1. Faktor lokal
Faktor lokal yang diduga sebagai predisposisi terjadinya leukoplakia
diantaranya adalah trauma yang menyebabkan iritasi kronis misal trauma
akibat gigitan tepi atau akar gigi yang tajam, iritasi dari gigi yang
malposisi, kebiasaan jelek menggigit-gigit jaringan mulut, pipi, maupun
lidah. Faktor lokal yang lain adalah kemikal atau termal, misalnya pada
penggunaan bahan-bahan yang kaustik mungkin diikuti oleh terjadinya
leukoplakia dan perubahan keganasan.
2. Faktor sistemik
Adanya kemungkinan konstitutional karakteristik, karena ada yang
berpendapat bahwa penyakit ini lebih mudah berkembang pada individu
yang berkulit putih dan bermata biru. Pendapat ini dikemukakan oleh
Shaffer dan Burket. Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik,
misalnya sipilis.
3. Defisiensi Nutrisi
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan
keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa
respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula
merupakan manifestasi dari intake vitamin A yang tidak cukup.
Patogenesis dari lesi putih dan lesi merah. Pada intinya lesi yang bewarna
putih pada permukaan mukosa rongga mulut disebabkan karena hiperkeratosis
lapisan epitel. Atau pembentukan keratinisasi yang berlebihan di daerah mukosa
rongga mulut, sehingga lapisannya bewarna putih. Sedangkan gambaran warna
merah adalah akibat dari atrofi muksa yang menutupi submukosa yang banyak
vaskularisasinya. Sehingga kapiler di bawah lapisan mukosa terlihat dan
mengakibatkan penampakan yang bewarna merah.
DAFTAR PUSTAKA
Sudiono, Janti. 2008. Pemeriksaan Patologi Untuk diagnosis Neoplsma Mulut.
Jakarta: EGC
Syafriadi, Mei. 2008. Patologi Mulut Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik
Rongga Mulut. Yogyakarta : ANDI
Brightman, Fernon. 1998. Ilmu Penyakit Mulut: Diagnosa dan Terapi
Pindborg, Jens. 1991. Kanker dan Para kanker Rongga mulut. Jakarta : EGC
Langlais, Robert. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Jakarta :Hipokrates
Lewis, Michael A.O.1998.Tinjauan Klinis Penyekit Mulut. Jakarta :Widya
Medika