Lap Psikiatri 2

76
SKIZOFRENIA A. Pengertian Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak aspek tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Sebagai suatu sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan lain-lain. Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase simptom gangguan skizofrenia, yaitu : fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga. Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi. B. Epidemiologi Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per

Transcript of Lap Psikiatri 2

Page 1: Lap Psikiatri 2

SKIZOFRENIA

A. Pengertian

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak

aspek tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya.

Sebagai suatu sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik

dengan melibatkan aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan

lain-lain.

Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil

terapi yang optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase simptom

gangguan skizofrenia, yaitu : fase prodromal, fase aktif dan fase residual.  Hasil

akhir yang ingin dicapai adalah penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi

dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga.

Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi,

biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran,

persepsi serta emosi.

B. Epidemiologi

Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang

dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun.

Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya

terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25

tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki

laki dibandingkan wanita.

Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia

menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah

penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita

skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil

melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda

dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.

Page 2: Lap Psikiatri 2

Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira-kira 30%

sampai 50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar

penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk

karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan

pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah

adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%).

Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi

karena rokok meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan

parkinsonisme.  Beberapa laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak

dijumpai pada orang orang yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat

membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.

C. Etiologi

Model diatesis-stress, menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor

psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang

memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi

skizofrenia. Secara somatogenik, etiologi penyebab skizofrenia antara lain:

Faktor Biologi

1. Komplikasi kelahiran

Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami

skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang

terhadap skizofrenia.

2. Infeksi

Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah

dilaporkan pada orang-orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan

bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan

meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.

Faktor Neurotransmitter

1. Dopamin Hyperactivity

Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap

gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun

Page 3: Lap Psikiatri 2

antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi

sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan

pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan

oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.

2. Hipotesis Serotonin

Gaddum, Wooley dan Show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid

diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis

reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada

orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali

mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang

temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT lebih tinggi

dibandingkan reseptordopamin D2.57.

Struktur Otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan

ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan

orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu dan beberapa

area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan

mikroskopis dari jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel

otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa

timbul pada trauma otak setelah lahir.

Genetika

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari

populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat

pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan

skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat kedua seperti

paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan

populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita

skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang

skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

 

Page 4: Lap Psikiatri 2

D. Gambaran klinis

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase

prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul

gejala gejala  non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari

satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi:

hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan

fungsi perawatan diri.  Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta

membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak

seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.

Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku

katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua

individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-

gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus

bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala-gejalanya

sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang.

Disamping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita

skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara

spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi,

hubungan sosial).

Diagnosis: Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. Waham bizarre, yaitu isi pikir yang salah yang berlangsung lama dan

tidak dapat dikoreksi. Waham bizarre berupa

“thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.

“thought insertion or withdrawal”, yaitu isi yang asing dan luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).

Page 5: Lap Psikiatri 2

“thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umum mengetahuinya.

“delusion of control”, yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar.

“delusion of passivitiy”, yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya

dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang ”dirinya” =

secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke

pikiran, tindakan, atau  penginderaan khusus).

“delusional perception”, yaitu pengalaman indrawi yang tidak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau

mukjizat.

b. Halusinasi auditorik:

suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau

mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara), atau

jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

c. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di

atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).

d. Inkoherensi, yaitu kata-kata yang diucapkan sudah tidak memiliki

hubungan dan tidak lagi memberikan makna.

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

Page 6: Lap Psikiatri 2

b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme.

c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,

dan stupor.

d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,

dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

(prodromal).

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal

behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak

berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan

penarikan diri secara sosial.

Prognosis

Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada,

kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi.

Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan

dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat

memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti: usia tua, faktor pencetus

jelas, onset akut, riwayat sosial/pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi,

menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala

positif ini akan memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak

ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak

menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung buruk,

Page 7: Lap Psikiatri 2

gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps

dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.

E. Klasifikasi Skizofrenia menurut PPDGJ-III

F20.0 Skizofrenia Paranoid

F20.1 Skizofrenia Hebefrenik

F20.2 Skizofrenia Katatonik

F20.3 Skizofrenia Tak Terinci

F20.4 Depresi Pasca-Skizofrenia

F20.5 Skizofrenia Residual

F20.6 Skizofrenia Simpleks

F20.8 Skizofrenia Lainnya

F20.9 Skizofrenia YTT

F. Terapi

Terapi yang dapat diberikan kepada pasien penderita Skizofrenia, antara

lain:

I. Psikofarmaka

Pemilihan obat pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek

primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada

efek sekunder (efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).

Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang

dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis

ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons

klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat,

dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang

tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat

penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek

sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian

sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya

adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih

Page 8: Lap Psikiatri 2

menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu

juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita

adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama

(APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan

memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan

tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif

tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan

ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang

akan menyebabkan disfungsi seksual/peningkatan berat badan dan

memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu, APG I

menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering

pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat

dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau

sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,

haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi

sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif,

waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg

diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada

penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur.

APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau

antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin

pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek

samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat

yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine

dan rispendon.

Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

o Onset efek primer (efek klinis): 2-4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping): 2-6 jam

o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)

Page 9: Lap Psikiatri 2

o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar)

sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.

o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau

haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk

pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.

Cara/Lama pemberian mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis

anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (sindrom

psikosis reda), dievaluasi setiap 2 minggu bila perlu dinaikkan sampai

dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi).

Diturunkan setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6

bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu

tapering off (dosis diturunkan 2-4 minggu) lalu stop. Untuk pasien dengan

serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling

sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5

kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya

dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala

psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul

gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare,

pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian

anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet

trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.

II. Terapi Psikososial

Terapi ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau

mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya

dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka

relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga

hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi

perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau

motivasi bawah sadar. Tujuannya adalah :

1) Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.

Page 10: Lap Psikiatri 2

2) Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu

penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.

3) Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak

berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.

4) Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.

Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.

5) Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota

keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.

Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

Psikoterapi individual

o Terapi suportif

o Sosial skill training

o Terapi okupasi

o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)

Psikoterapi kelompok

Psikoterapi keluarga

Manajemen kasus

Assertive Community Treatment (ACT)

Page 11: Lap Psikiatri 2

GANGGUAN WAHAM

A. Pengertian

Gangguan waham adalah satu gangguan psikiatri yang didominasi oleh

gejala-gejala waham. Waham pada gangguan waham bisa berbentuk: waham

kebesaran, penganiayaan, cemburu, somatic, atau campuran. Waham merupakan

suatu keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan kenyataan

(dunia realitas), serta dibangun atas unsur-unsur yang tak berdasarkan logika,

namun individu tidak mau melepaskan wahamnya walaupun ada bukti tentang

ketidakbenaran atas keyakinan itu. Keyakinan dalam bidang agama dan budaya

tidak dianggap sebagai waham.

Waham dapat berbentuk:

a. Waham yang sistematik

Yaitu waham yang sesudah dianalisis, memperlihatkan suatu pola sentral

tertentu yang kemudian dibesar-besarkan atau ditambah-tambah secara rapi

menjadi sistematik. Walaupun unsur-unsur dasarnya salah dan tak logis,

akhirnya diperoleh suatu waham yang telah terbentuk dan berkembang

secara konsekuen.

b. Waham yang non-sistematik

Waham yang bekembang secara luas, tetapi tidak memperlihatkan suatu pola

sentral tertentu.

c. Waham kebesaran (delusi megaloman)

Waham yang ekspansif, hendak meyakinkan orang tentang kebesaran

daripada individu bersangkutan (seperti jadi tuhan, presiden, panglima besar,

dan sebagainya).

d. Waham kehinaan (delusi nihilistic)

Waham yang hendak meyakinkan orang tentang sifat hina dina, rendah,

miskin, hampa, sia-sia dan sebagainya daripada individu yang bersangkutan,

hal yang mana sama sekali bertentangan dengan kenyataan.

e. Waham tuduhan diri

Page 12: Lap Psikiatri 2

Keyakinan berdosa dan bersalah yang irrealistik dan irrasional.

Konsekuensinya adalah kepercayaannya bahwa sudah selayaknya ia harus

dihukum berat atau menjalani hukuman mati sekalipun.

f. Waham kejaran (delution of persecution)

Waham individu itu senantiasa dikejar-kejar oleh orang atau sekelompok

yang bermaksud berbuat jahat kepadanya.

g. Waham sindiran

Waham bahwa individu yang bersangkutan itu selalu disindir oleh orang-

orang disekitarnya. Biasanya individu yang memiliki waham sindiran itu

mencari-cari hubungan antara dirinya dengan individu-individu sekitarnya

yang bermaksud menuduh atau menyindir hal-hal yang tak senonoh kepada

dirinya.

Ada beberapa tambahan jenis-jenis gangguan waham:

a. Erotomania: waham cinta, biasanya terhadap orang-orang terkenal (bintang

film, pejabat).

b. Kebesaran (megalomania): punya kelebihan, kekuatan, kekuasaan;

penemuan penting; waham keagamaan (pemimpin umat, nabi).

c. Cemburu: paranoia, lebih sering pada laki-laki.

d. Penganiayaan: paling sering pemarah, benci, menyakiti.

e. Somatik: dikenal sebagai psikosis hipokondriakal monosimptomatik; sering

infeksi (bakteri, virus, parasit); dysmorphofobia (bentuk tidak serasi pada

hidung dan dada); bau badan (kulit, mulut, vagina, dsb).

B. Etiologi

Penyebab sebenarnya tidak diketahui. Beberapa faktor yang

dimungkinkan menjadi penyebab munculnya gangguan waham, antara lain:

a) Faktor biologi:

Penyakit fisik (misal: tumor otak)

Kelainan neurologic (system limbic dan ganglia basalis)

b) Fator psikodinamik:

Isolasi sosial

Page 13: Lap Psikiatri 2

Hipersensitif (reaksi farmasi, proyeksi dan denial)

C. Pedoman Diagnostik Gangguan Waham (F22.0)

Waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling

mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem

waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas

pribadi (personal) dan bukan budaya setempat.

Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap

mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut

menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu, tidak boleh ada bukti-

bukti tentang adanya penyakit otak, tidak boleh ada halusinasi auditorik atau

hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat sementara, tidak ada riwayat gejala-

gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran, penumpulan afek, dsb).

Differensial diagnosis

Penyakit fisik dan neurologic sering disertai dengan waham (ganglia basalis,

system limbic).

Delirium

Demensia

Penyalahgunaan alcohol

Malingering

Skizofrenia

Gangguan mood

Prognosis

50% sembuh dengan pengobatan

20% pengurangan gejala

30% tidak ada perbaikan

Factor yang berhubungan dengan prognosis yang baik

1) Tingkat pekerjaan

2) Penyesuaian fungsional yang tinggi

3) Jenis kelamin (wanita)

4) Onset sebelum usia 30 tahun

Page 14: Lap Psikiatri 2

5) Onset terjadi tiba-tiba

6) Lama penyakit singkat

7) Adanya faktor pencetus

8) Waham kejar, somatic dan erotik

D. Klasifikasi Gangguan Waham menurut PPDGJ-III

F22.0 Gangguan Waham

F22.8 Gangguan Waham Menetap Lainnya

F22.9 Gangguan Waham Menetap YTT

E. Terapi

Terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan waham,

antara lain:

I. Psikofarmaka: haloperidol, pimozide, lithium, carbamazepin, valproate,

risperidon, clozail.

II. Psikoterapi

GANGGUAN AFEKTIF

Page 15: Lap Psikiatri 2

A. Pengertian

Gangguan mood merupakan kelompok gangguan psikiatri dimana mood

yang patologis akan mempengaruhi fungsi vegetatif dan psikomotor yang

merupakan gambaran klinis utama dari gangguan tersebut. Dahulu gangguan

mood dikenal dengan gangguan afektif namun sekarang istilah gangguan mood

lebih disukai karena mood lebih merujuk pada status emosional yang meresap

dari seseorang sedangkan afektif merupakan ekspresi eksternal dari emosi saat

itu. Gangguan mood merupakan suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan

gejala-gejala yang berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan yang

mempengaruhi fungsi dan pola kehidupan sehari-hari.

Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif])

merupakan sekelompok penyakit yang bervariasi bentuknya. Kelainan

fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan

(mood) atau afek, biasanya kearah depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan

yang meningkat).

B. Epidemiologi

Pada pengamatan universal, prevalensi gangguan depresif berat pada

wanita dua kali lebih besar dari pada laki-laki. Gangguan Bipolar I mempunyai

prevalensi yang sama bagi laki-laki dan wanita. Lebih banyaknya wanita yang

tercatat mengalami depresi bisa disebabkan oleh pola komunikasi wanita yang

ingin memberitahukan masalahnya kepada orang lain dan harapan untuk

mendapatkan bantuan atau dukungan sedangkan pada laki-laki cenderung untuk

memikirkan masalahnya sendiri dan jarang menunjukkan emosinya.

Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja

dan dewasa awal lebih mudah terkena depresi. Hal ini terjadi karena pada usia

tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting yaitu

peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah

ke masa kuliah dan bekerja serta masa pubertas ke masa pernikahan. Survei telah

Page 16: Lap Psikiatri 2

melaporkan prevalensi yang tinggi dari depresi terjadi pada usia 18-44 tahun.

Beberapa data epidemiologis baru-baru ini menyatakan insidensi gangguan

depresif berat meningkat pada usia kurang dari 20 tahun. Penurunan

kecenderungan depresi pada usia dewasa diduga karena berkurangnya respon

emosi seseorang seiring bertambahnya usia, meningkatnya kontrol emosi dan

kekebalan terhadap pengalaman dan peristiwa hidup yang dapat memicu stress.

Onset gangguan bipolar I lebih awal dari dari pada onset gangguan

depresi. Onset gangguan bipolar I dari usia 5 tahun sampai usia 50 tahun.

Laporan kasus gangguan bipolar I diatas usia 50 tahun sangat jarang.

Pada umumnya gangguan depresif berat paling sering terjadi pada

seseorang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, telah bercerai

atau berpisah dengan pasangan hidup. Gangguan bipolar I lebih sering terjadi

pada orang yang bercerai dan hidup sendiri daripada orang yang menikah.

C. Etiologi

Faktor-faktor penyebab munculnya gangguan afektif, antara lain:

1. Faktor Bioligis

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang

penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi

biokimiawi yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan

komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat

yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset,

kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat

menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat

menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat

memicu mania.

Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering

dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan

depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi

metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Dopamin juga

diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data

Page 17: Lap Psikiatri 2

menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat

pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan

pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti parkinson disertai

juga dengan gejala depresi. Obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin

seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi.

Disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe

1 (D1) terjadi pada depresi.

Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti

kokain akan memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk

mania termasuk L-dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan

serotonin. Calsium channel blocker yang digunakan untuk mengobati mania

dapat mengganggu regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium

ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia

pembuluh darah.

Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti

vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan

mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua

(second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan

regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan

mood.

Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan

fungsi abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis,

disregulasi pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal

terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami

penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin,

penurunan kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron pada laki-

laki.

Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada

Dexamethasone Suppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi

memiliki respon yang abnormal terhadap dexamethasone dosis tunggal.

Page 18: Lap Psikiatri 2

Banyak penelitian menemukan bahwa hiperkortisolemia dapat merusak

neuron pada hipokampus.

Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian

telah mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien

dengan gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif

berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir

melaporkan kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya

gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.

Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien

depresi. Menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania.

Penelitian telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat

tidur pada orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan

tersebut antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye

movement (REM), peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur

delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama

sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi

antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis.

Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat

sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki

memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih

jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan MRI

juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki

nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil.

Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks serebral

dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.

Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada

sistem limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia

basalis dan sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat

ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus

dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku seksual

pada pasien dengan depresi. Postur yang membungkuk, terbatasnya aktivitas

Page 19: Lap Psikiatri 2

motorik dan gangguan kognitif minor adalah beberapa gejala depresi yang

juga ditemukan pada penderita dengan gangguan ganglia basalis seperti

penyakit Parkinson dan demensia subkortikal lainnya.

2. Faktor Genetik

Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki

resiko lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada

umumnya. Tidak semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota

keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan terkena depresi,

namun diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu

terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada depresi berat dibandingkan

depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu muda dibanding individu

yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari Departemen Psikiatri

Virginia Commonwealth University menunjukkan bahwa resiko depresi

sebesar 70% karena faktor genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10%

karena akibat langsung dari depresi berat.

Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I

pada kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk gangguan

depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara kembar monozigot adalah

50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5-25% untuk menderita

gangguan bipolar I dan 10-25% untuk menderita gangguan depresif berat.

Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I

dengan petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen

reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase

yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di

kromosom 11.

3. Faktor Psikososial

Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan

stress sering mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa

klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan penting

dalam depresi.

Page 20: Lap Psikiatri 2

Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga dengan

onset serta perjalanan gangguan mood khususnya gangguan depresif berat.

Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu saat masih muda memiliki

resiko lebih besar terkena depresi. Pada pola pengasuhan, orang tua yang

menuntut dan kritis, menghargai kesuksesan dan menolak semua kegagalan

membuat anak mudah terserang depresi di masa depan. Anak yang menderita

penyiksaan fisik atau seksual membuat seseorang mudah terkena depresi

sewaktu dewasa.

Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap

depresi dan tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe

kepribadian tertentu seperti dependen, obsesif kompulsif, histerikal,

antisosial dan paranoid beresiko mengalami depresi. Menurut Gordon Parker,

seseorang yang mengalami kecemasan tingkat tinggi, mudah terpengaruh,

pemalu, suka mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri yang rendah,

hipersensitif, perfeksionis dan memusatkan perhatian pada diri sendiri (self

focused) memiliki resiko terkena depresi.

Menurut Melanie Klein, siklus manik depresif merupakan

pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk mendapat introjeksi

mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka memiliki objek cinta

yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein memandang mania sebagai

tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi orang lain, menyangkal

adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan mengembalikan

objek cinta yang hilang.

Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai

pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan

yang terus-menerus berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang

terus dipelajari selanjutnya akan menimbulkan perasaan depresi.

D. Klasifikasi Gangguan Afektif

Menurut PPDGJ-III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) dibagi

menjadi:

Page 21: Lap Psikiatri 2

F30 EPISODE MANIK

Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai

peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental,

dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu

episode manik tunggal (yang pertama), termasuk gangguan afektif

bipolar, episode manik tunggal. Jika ada episode afektif (depresi,

manik atau hipomanik) sebelumnya atau sesudahnya, termasuk

gangguan afektif bipolar. (F31).

F30.0 Hipomania

Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1), afek yang

meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama

sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat

intensitas dan yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi

siklotimia (F34.0), dan tidak disertai halusinasi atau waham.

Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang

sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kakacauan itu

berat atau menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1 atau F30.2)

harus ditegakkan.

F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik

Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup

berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan

aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga

terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dan kebanyakan bicara,

kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ “grandiose

ideas” dan terlalu optimistik.

F30.2 Mania Dengan Gejala Psikotik

Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1

(mania tanpa gejala psikotik).

Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat

berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur),

Page 22: Lap Psikiatri 2

irritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of

persecution). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek

tersebut (mood congruent).

F30.8 Episode Manik Lainnya

F30.9 Episode Manik YTT

F31 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua

episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu,

pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penmbahan

energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain

berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas

(depresi).

Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar

episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan

beralngsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi

cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun

jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam

episode itu seringkali terajadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres

atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakan

diagnosis).

Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif.

Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F30).

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a)Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0);

dan

(b)Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,

manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala

Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

Page 23: Lap Psikiatri 2

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania

tanpa gejala psikotik (F30.1); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain

(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala

Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania

dengan gejala psikotik (F30.2); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain

(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau

Sedang

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,

manik atau campuran di masa lampau.

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa

Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,

manik atau campuran di masa lampau.

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Dengan

Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan

Page 24: Lap Psikiatri 2

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,

manik atau campuran di masa lampau.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,

hipomani, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan

cepat (gejala mania/ hipomania dan depresi sama-sama mencolok

selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan

telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,

manik, atau campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Dalam Remisi

Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama

beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-

kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran

dimasa lampau dan ditambah sekurangnya satu episode afektif lain

(hipomanik, manik, depresif atau campuran).

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya

F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

F32 EPISODE DEPRESIF

Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ):

– Afek depresif

– Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

– Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan

menurunnya aktivitas

Gejala lainnya :

(a) Kosentrasi dan perhatian berkurang

(b) Harga diri dan kepercayaan berkurang

(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

Page 25: Lap Psikiatri 2

(d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri atau bunuh

diri.

(f) Tidur terganggu

(g) Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut

diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan

diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika

gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1)

dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal

(yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan

di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)

F32.0 Episode Depresif Ringan

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti

tersebut diatas;

Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai

dengan (g).

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2

minggu.

Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang

biasa dilakukannya.

Karakter kelima: F32.00 = Tanpa gejala somatik

F32.01 = Dengan gejala somatik

F32.1 Episode Depresif Sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti

pada episode depresi ringan (F30.0);

Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala

lainnya;

Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.

Page 26: Lap Psikiatri 2

Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga.

Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik

F32.11 = Dengan gejala somatik

F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa gejala Psikotik

Semua 3 gejala utama dari depresi harus ada.

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan diantaranya

harus berintensitas berat.

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)

yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu

untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.

Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap episode

depresif berat masih dapat dibenarkan.

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu,

akan tetapi jika gejala sangat berat dan beronset sangat cepat, maka

masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang

dari 2 minggu.

Sangat tidak mungkin bagi pasien meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat

terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik

Episode Depresi Berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2

tersebut diatas.

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang

mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu.

Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang

menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.

Reteardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai

serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).

Page 27: Lap Psikiatri 2

F32.8 Episode Depresif Lainnya

F32.9 Episode Depresif YTT

F33 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG

Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :

– episode depresif ringan (F32.0),

– episode depresif sedang (F32.1),

– episode depresif berat (F32.2 dan F32.3).

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi

frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan afektif

bipolar.

Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan

hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).

Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode

singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi

kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresif

(kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan

depresi).

Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun

sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya

menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini

harus tetap digunakan).

Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali

dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress dan trauma

mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi

dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif ringan (F32.0); dan

Page 28: Lap Psikiatri 2

(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

Karakter kelima: F33.00 = Tanpa gejala somatik

F33.01 = Dengan gejala somatik

F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi

dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif ringan (F32.1); dan

(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

Karakter kelima: F33.10 = Tanpa gejala somatik

F33.11 = Dengan gejala somatik

F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala

Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi

dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan

(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Dengan Gejala

Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi

dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan

Page 29: Lap Psikiatri 2

(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini Dalam Remisi

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah

dipenuhi masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak

memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat

keparahan apa pun atau gangguan lain apa pun dalam F30-F39;

dan

(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya

F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT

F34 GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])

MENETAP

F34.0 Siklotimia

Ciri esensial adalah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana

perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania

ringan, diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk

memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar (F31.-) atau gangguan

depresif  berulang (F33.-).

Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria

untuk mana pun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau

episode depresif (F32.-).

F34.1 Distimia

Ciri esensial adalah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang

tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria

gangguan depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F33.1).

Page 30: Lap Psikiatri 2

Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung

sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka

waktu tidak terbatas.

Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali

merupakan kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32) dan

berhubungan dengan masa berkabung atau stres lain yang tampak

jelas.

F34.8 Gangguan Afektif Menetap Lainnya

Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah

atau tidak berlangsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia

(F34.0) atau distimia (F34.1), namun secara klinis bermakna.

F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT

F38 GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])

LAINNYA

F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya

F38.00= Episode afektif campuran

Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2

minggu yang bersifat campuran atau pergantian cepat (biasanya

dalam beberapa jam) antara gejala hipomanik, manik dan depresif.

F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya

F38.10 = Episode depresif singkat berulang

Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali

sebulan selama satu tahun yang lampau.

Semua episode depresif masing-masing berlangsung kurang dari 2

minggu (yang khas ialah 2-3 hari, dengan pemulihan sempurna)

tetapi memenuhi kriteria simtomatik untuk episode depresif ringan,

sedang atau berat (F32.0, F32.1, F32.2).

F38.8 Gangguan Afektif Lainnya YTT

Page 31: Lap Psikiatri 2

Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang tidak

memenuhi kriteria untuk kategori mana pun dari F30-F38.1 tersebut

diatas.

F38.9 Gangguan Afektif YTT

Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir jika tak ada istilah lain

yang dapat digunakan.

Termasuk: psikosis afektif YTT.

E. Pemeriksaan Status Mental

1. Episode Depresif

Deskripsi umum: Retradasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala

yang paling umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan

khususnya pada pasien lansia. Secara klasik, seorang pasien depresi

memiliki postur yang membungkuk, tidak terdapat pergerakan spontan,

pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.

Mood, afek dan perasaan: Pasien tersebut sering kali dibawa oleh anggota

keluarganya atau teman kerjanya karena penarikan sosial dan penurunan

aktifitas secara menyeluruh.

Bicara: Banyak pasien terdepresi menunjukkan kecepatan dan volume

bicara yang menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan kata-kata

tunggal dan menunjukkan respon yang lambat terhadap suatu pertanyaan.

Gangguan persepsi: Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi

dikatakan menderita episode depresi berat dengan ciri psikotik. Waham

sesuai mood pada pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan,

tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar dan penyakit somatik.

Pikiran: Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang

dunia dan dirinya sendiri. Isi pikiran mereka sering kali melibatkan

perenungan tentang kehilangan, bersalah, bunuh diri, dan kematian. Kira-

kira 10% memiliki gejala jelas gangguan berpikir, biasanya

penghambatan arus pikiran dan kemiskinan isi pikiran.

Page 32: Lap Psikiatri 2

Sensorium dan kognisi: Kira-kira 50-70% dari semua pasien terdepresi

memiliki suatu gangguan kognitif yang sering kali dinamakan

pseudodemensia depresif, dengan keluhan gangguan konsentrasi dan

mudah lupa.

Pengendalian impuls: Kira-kira 10-15% pasien terdepresi melakukan

bunuh diri dan kira-kira dua pertiga memiliki gagasan bunuh diri. Resiko

untuk melakukan bunuh diri meningkat saat mereka mulai membaik dan

mendapatkan kembali energi yang diperlukan untuk merencanakan dan

melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri paradoksikal /paradoxical

suicide).

Reliabilitas: Semua informasi dari pasien terlalu menonjolkan hal-hal

yang buruk dan menekan hal-hal yang baik.2

2. Episode Manik

Deskriksi umum: Pasien manik adalah tereksitasi, banyak bicara, kadang-

kadang mengelikan dan sering hiperaktif.

Mood, afek dan perasaan: Pasien manik biasanya euforik dan lekas

marah. Mereka memiliki toleransi yang rendah dan mudah frustasi yang

dapat menyebabkan perasaan marah dan permusuhan. Secara emosional

mereka sangat labil, mudah beralih dari tertawa menjadi marah kemudian

menjadi depresi dalam hitungan menit atau jam.

Bicara: Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara dan sering kali

rewel dan menjadi pengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Saat

keadaan teraktifitas, pembicaraan penuh dengan gurauan, kelucuan, sajak,

permainan kata-kata dan hal-hal yang tidak relevan. Saat tingkat aktifitas

meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar, kemampuan konsentrasi

menghilang menyebabkan gagasan yang meloncat-loncat (flight of idea),

gado-gado kata dan neologisme. Pada keadaan manik akut, pembicaraan

mungkin sama sekali inkoheren dan tidak dapat dibedakan dari

pembicaraan skizofrenik.

Gangguan persepsi : Waham ditemukan pada 75% pasien manik. Waham

sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan atau kekuatan

Page 33: Lap Psikiatri 2

yang luar biasa. Dapat juga ditemukan waham dan halusinasi aneh yang

tidak sesuai mood.

Pikiran: Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri,

sering kali perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh

aliran gagasan yang tidak terkendali.

Sensorium dan kognisi: Secara umum, orientasi dan daya ingat masih

intak walaupun beberapa pasien manik mungkin sangat euforik sehingga

mereka menjawab secara tidak tepat. Gejala tersebut disebut “mania

delirium” (delirious mania) oleh Emil Kraepelin.

Pengendalian impuls: Kira-kira 75% pasien manik senang menyerang

atau mengancam.

Perimbangan dan tilikan: Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari

pasien manik. Mereka mungkin dapat melanggar peraturan.

Reliabilitas: Pasien manik sulit untuk dipercaya. Kebohongan dan

penipuan sering ditemukan pada pasien mania.2

F. Terapi

Terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan afektif,

antara lain:

1) Terapi Psikososial

Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi dengan

farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat.

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi kognitif, terapi

interpersonal dan terapi perilaku telah diteliti manfaatnya dalam terapi

gangguan depresi berat. Terapi kognitif bertujuan untuk menghilangkan

episode depresif dan mencegah rekurensinya dengan membantu pasien

mengidentifikasi uji kognitif negatif, mengembangkan cara berfikir alternatif,

fleksibel dan positif serta melatih respon kognitif dan perilaku yang baru.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa kombinasi terapi kognitif

dengan farmakoterapi lebih manjur daripada terapi tersebut masing-masing.

NIMH Treatment of Depression Collaboration Research Program,

Page 34: Lap Psikiatri 2

menemukan bahwa farmakoterapi, baik sendiri maupun dengan psikoterapi

merupakan terapi terpilih untuk pasien dengan gangguan depresif yang parah.

Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman. Terapi ini

memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang dialami

oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang ini

memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan masalah

interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau

memperberat gejala depresi sekarang. Beberapa percobaan menyatakan

bahwa terapi interpersonal efektif dalam pengobatan gangguan depresi berat.

Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku

maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif

dari masyarakat dan kemungkinan menerima penolakan. Dengan memusatkan

terapi pada perilaku maladaptif ini, pasien akan belajar untuk berfungsi

dengan cara tertentu sehingga mereka akan mendapat dorongan yang positif.

Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas pengobatan yang

efektif untuk gangguan depresif berat.

Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan untuk mendapatkan

perubahan pada struktur atau karakter kepribadian dan bukan semata-mata

untuk menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri, mekanisme

mengatasi masalah, kapasitas untuk berdukacita, dan kemampuan untuk

mengalami berbagai macam emosi merupakan tujuan psikoanalisa.

Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan

mood untuk menurunkan stress dan menerima stress serta menurunkan

kemungkinan relaps.

2) Farmakoterapi

Antidepresan

Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien depresi

dengan gangguan vegetatif yang jelas, retardasi psikomotor, gangguan tidur,

nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan penurunan libido.

Mekanisme obat antidepresan adalah menghambat ambilan neurotransmiter

aminergic dan menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxydase

Page 35: Lap Psikiatri 2

(MAO) sehingga terjadi peningkatan jumlah neurotransmiter aminergic pada

celah sinaps neuron yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.

Gambar 1. Diagram skematis titik tangkap obat-obat antidepresan.

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

Obat antidepresan yang ideal harus memenuhi kriteria

berikut: (1) efektif pada berbagai gangguan depresi, (2) efektif dalam

perawatan jangka pendek dan jangka panjang, (3) efektif pada berbagai

kelompok umur, (4) memiliki onset cepat, (5) dosis sekali sehari, (6) biaya

yang terjangkau, (7) ditoleransi oleh tubuh dengan baik, (8) tidak

mempengaruhi perilaku, (9) toleransi terhadap berbagai penyakit fisik, (10)

bebas dari interaksi dengan makanan atau obat-obatan, (11) aman.

Setiap pasien memiliki masalah yang berbeda-beda dan

penilaian klinis selalu diperlukan pada saat membuat keputusan dalam

menentukan pengobatan pasien. Untuk menemukan obat yang sesuai bagi

seseorang harus dilakukan secara empiris. Riwayat pengobataan di masa

lalu juga sangat penting sebagai pedoman penggunaaan obat selanjutnya.

Selain efek antidepresan, obat ini juga memiliki efek samping lainnya. Obat

yang berefek sedatif kuat lebih sesuai untuk keadaan gelisah dan agitasi

sementara obat yang memiliki efek sedasi yang rendah cocok untuk pasien

yang mengalami penghentian atau penurunan aktivitas psikomotor. Berikut

Page 36: Lap Psikiatri 2

adalah macam-macam antidepresan yang banyak digunakan untuk

kepentingan klinik.

a. Antidepresan Trisiklik (Tricyclic Antidepresant: TCA)

TCA sudah digunakan hampir selama empat dekade. Antidepresan ini

disebut trisiklik karena memiliki nukleus dengan tiga cincin. Obat yang

termasuk golongan ini adalah imipramine, desipramine, clomipramine,

trimipramine, amitriptyline, nortriptyline, doxepine, protriptyline.

Farmakokinetik

TCA mudah diabsorbsi peroral dan bersifat lipofilik sehingga mudah

masuk SSP. TCA dosis tinggi dapat memperlambat aktivitas

gastrointestinal dan memperpanjang waktu pengosongan lambung

sehingga penyerapan obat menjadi lebih lama.

Farmakodinamik

Mekanisme kerja dari TCA adalah sebagai berikut.

Menghambat ambilan neurotransmiter

TCA menghambat ambilan neurotransmiter monoamine

(norepinefrin atau serotonin) ke terminal saraf prasinaptik yang

menyebabkan peningkatan konsentrasi neurotransmiter monoamine

pada celah sinaptik sehingga berefek antidepresan.

Penghambatan reseptor

TCA menghambat reseptor serotonin, α-adrenergik, histamin dan

muskarinik.9

Gambar 2. Diagram skematis mekanisme kerja dari TCA.

Page 37: Lap Psikiatri 2

Sumber: H Lullmann, Color Atlas of Pharmacology 2nd ed, 2000.

Farmakologi Klinik

TCA meningkatkan aktifitas berfikir, memperbaiki kewaspadaan

mental, meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi gejala depresi

pada 50-70% pasien. TCA banyak digunakan untuk depresi sedang

hingga berat terutama dengan gangguan psikomotorik, insomnia atau

nafsu makan yang buruk. Hal yang perlu diperhatikan adalah efek terapi

yang lambat sehingga pengobatan setidaknya dilakukan 4-6 minggu

sebelum menyimpulkan bahwa obat tersebut tidak efektif.

Efek samping

Antimuskarinik: penghambatan reseptor asetilkolin menyebabkan

penglihatan kabur, mulut kering, retensi urin, konstipasi,

memperberat epilepsi dan glaukoma.

Kardiovaskuler: peningkatan aktivitas katekolamin menyebabkan

stimulasi jantung yang berlebihan, perlambatan konduksi

atrioventrikular. Penghambatan reseptor α-adrenergik menyebabkan

hipotensi ortostatik dan takikardi. Masalah ini harus diperhatikan

terutama pada orang tua.

Sedasi: rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, aktivitas

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.

Neurotoksikosis: tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.

Page 38: Lap Psikiatri 2

Sediaan dan Dosis

Amitriptyline (generik, Elvail)

Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet

Parenteral: 10 mg/mL IM injeksi

Dosis: 75-200 mg/hari

Clomipramine (generik, Anafranil)

Oral: 25; 50; 75 mg kapsul

Dosis: 75-300 mg/hari

Desipramine (generik, Norpramin, Pertofrane)

Oral; 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet

Dosis: 75-200 mg/hari

Doxepine (generik, Sinequan)

Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg kapsul; 10 mg/mL konsentrat

Dosis: 75-300 mg/hari

Imipramine (generik, Tofranil)

Oral: 10; 25; 50 tablet (hidroklorida), 75; 100; 125; 150 mg kapsul

(pamoat)

Parenteral: 25 mg/2mL IM injeksi

Dosis: 75-200 mg/hari

Nortriptyline (generik, Aventyl, Pamelor)

Oral: 10; 25; 50; 75 mg kapsul, 10 mg/5mL solution

Dosis: 75-150 mg/hari

Protriptyline (generik, vivactil)

Oral: 5; 10 mg tablet

Dosis: 20-40 mg/hari

Trimipramine (Surmontil)

Oral: 25; 50; 100 mg kapsul

Dosis: 75-200 mg/hari

b. Heterosiklik

Page 39: Lap Psikiatri 2

Antidepresan heterosiklik merupakan antidepresan turunan kedua dan

ketiga. Potensi obat heterosiklik tidak berbeda secara khusus dari agen-

agen sebelumnya. Yang termasuk antidepresan generasi kedua dalah

amoxapine, maprotiline, trazodone dan bupiropion. Generasi ketiga

adalah mirtazapine, venlafaxine dan nefazodone. Pada tahun 1990

diperkenalkan agen venlafaxine yang banyak digunakan di Eropa.

Sediaan dan Dosis

Amoxapine (generik, Asendin)

Oral: 25; 50; 100; 150 mg tablet

Dosis: 150-300 mg/hari

Bupropion (Wellbutrin)

Oral: 75; 100 mg tablet, 100; 150 mg sustaines release tablet

Dosis: 200-400 mg/hari

Maprotiline (generik, Ludiomil)

Oral: 25; 50; 75 mg tablet

Dosis: 75-300 mg/hari

Mitrazapine (Remeron)

Oral: 15; 30; 45 mg tablet

Dosis: 15-60 mg/hari

Nefazodone (generik, Desyrel)

Oral: 50; 100; 150; 300 mg tablet

Dosis: 200-600 mg/hari

Venlafaxine (Effecxor)

Oral: 25; 37,5; 50; 75; 100 mg tablet, 37,5; 75; 150 mg extended

release tablet

Dosis: 75-225 mg/hari

c. Inhibitor Ambilan Kembali Serotonin Selektif (SSRI)

SSRI merupakan antidepresan baru yang khas, menghambat ambilan

serotonin secara spesifik. Dibanding TCA, SSRI memiliki efek

antikolinergik dan kardiotoksisitas lebih rendah. Saat ini tersedia lima

Page 40: Lap Psikiatri 2

macam SSRI yaitu fluoxetine, paroxetine, sertraline, fluvoxamine dan

citalopram.

Farmakokinetik

Fluoxetine dalam dosis oral mencapai konsentrasi plasma yang mantap

dalam beberapa minggu. Fluoxetine mengalami demetilasi menjadi

metabolit aktif norfluoksetine. Fluoxetine merupakan inhibitor kuat

isoenzim sitokrom P-450 di dalam hati yang berfungsi untuk eliminasi

obat TCA, obat neuroleptik, antiaritmia dan antagonis β-adrenergik.

Farmakodinamik

SSRI merupakan golongan obat yang secara spesifik meghambat

ambilan serotonin. Golongan ini kurang memperlihatkan pengaruh

terhadap sistem kolinergik, adrenergik ataupun histaminergik.8

Farmakologi Klinik

Fluoxetine sama manfaatnya dengan TCA dalam pengobataan depresi

mayor namun obat ini bebas dari efek samping yang sering ditimbulkan

TCA seperti efek antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatan

berat badan. Dokter lebih sering meresepkan fluoxetine dan sekarang di

Amerika fluoxetine merupakan obat antidepresan yang paling banyak

diresepkan. Fluoxetine juga digunakan untuk mengobati bulimia nervosa

dan gangguan obsesif kompulsif.

Efek samping

Efek samping fluoxetine seperti hilangnya libido, ejakulasi terlambat,

anorgasme dan mual.

Sediaan dan Dosis

Citalopram (Celexa)

Oral: 20; 40 mg tablet

Dosis: 20-60 mg/hari

Fluoxetine (Prozac)

Oral: 10; 20 mg pulveres, 10 mg tablet, 20 mg/mL liquid

Dosis: 10-60 mg/hari

Fluvoxamine (Luvox)

Page 41: Lap Psikiatri 2

Oral: 25; 50; 100 mg tablet

Dosis: 100-300 mg/hari

Paraxetine (Paxil)

Oral: 10; 20; 30; 40 mg tablet, 10 mg/mL suspensi, 12,5; 25 mg

controlled release tablet

Dosis: 20-50 mg/hari

Sertraline (Zoloft)

Oral: 25; 50; 100 mg tablet

Dosis: 50-200 mg/hari

d. Inhibitor Oksidase Monoamin (MAOI)

MAOI adalah enzim yang menonaktifkan neurotransmiter yang

berlebihan di celah sinaptik saat neuron istirahat. MAOI dapat

menonaktifkan enzim MAO secara reversible atau irreversibel.

Neurotransmiter tidak akan mengalami degradasi sehingga menumpuk

dalam neuron presinaptik dan masuk ke dalam ruang sinaptik yang

menimbulkan aktivitas antidepresan.

Farmakokinetik

Obat ini mudah diabsorbsi dalam bentuk oral. Efek anti depresan

memerlukan waktu 2-4 minggu. Regenerasi enzim yang dinonaktifkan

secara irreversibel biasanya terjadi beberapa minggu setelah penghentian

pengobatan. Obat ini dimetabolisme dan diekskresi dengan cepat melalui

ginjal.

Farmakodinamik

MAOI membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim dan

menyebabkan inaktivasi yang irreversibel. Hal ini meningkatkan depot

norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam neuron dan selanjutnya

meningkatkan konsentrasi neurotransmiter di dalam ruang sinaptik.

Farmakologi Klinik

Meskipun MAO dihambat setelah beberapa hari pengobatan, kerja

antidepresan terjadi setelah beberapa minggu. MAOI digunakan untuk

Page 42: Lap Psikiatri 2

pasien depresi yang tidak responsif dan alergi terhadap TCA atau

menderita ansietas hebat.

Efek samping

Tiramin dalam makanan seperti keju, kerang, bir, hati ayam dan anggur

merah diinaktifkan oleh MAOI di dalam usus. Orang yang

menggunakan MAOI tidak dapat menguraikan tiramin yang

menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar yang tersimpan

pada ujung terminal saraf sehingga terjadi sakit kepala, takikardi, mual,

hipertensi, aritmia dan stroke. Oleh karena itu, pasien disarankan untuk

menghindari makanan yang mengandung tiramin. Efek samping lainnya

dari MAOI adalah mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur,

mulut kering, disuria dan konstipasi. MAOI dan SSRI jangan diberikan

bersamaan karena dapat terjadi bahaya sindrom serotonin yang dapat

mematikan. Diperlukan waktu enam minggu sebelum menggunakan

obat yang lain.

Sediaan dan Dosis

Phenelzine (Nardil)

Oral: 15 mg tablet

Dosis: 47-75 mg/hari

Tranylcypromine (Parnate)

Oral: 10 mg tablet

Dosis: 10-30 mg/hari

e. Antimania

Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood

stabilizer merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala

sindrom mania dan mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien.

Berdasarkan hipotesis, sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar

serotonin dalam celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik.

f. Lithium

Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal bahwa

lithium merupakan pengobatan yang paling disukai pada gangguan

Page 43: Lap Psikiatri 2

bipolar khusunya fase manik. Angka keberhasilannya pada remisi pasien

dengan fase manik dilaporkan mencapai 60-80%.

Farmakokinetik

Pada penggunaan oral, absorbsi lengkap terjadi setelah 6-8 jam. Kadar

dalam plasma dicapai setelah 30 menit sampai 2 jam. Efek terapi terlihat

setelah 10 hari penggunaan. Ekskresi terutama melalui urin dengan

waktu paruh eliminasi 20 jam.

Farmakodinamik

Mekanisme kerja yang pasti dari lithium sampai saat ini masih dalam

penelitian. Diperkirakan bekerja atas tiga dasar yaitu:

Efek terhadap elektrolit-elektrolit dan transpor ion

Lithium berhubungan erat dengan natrium. Lithium dapat

menggantikan natrium dalam menimbulkan potensial aksi dan

pertukaran natrium melewati membran.

Efek terhadap neurotransmiter

Lithium tampaknya meningkatkan aktivitas serotonin. Diperkirakan

Lithium menurunkan pengeluaran norepinefrin dan dopamin,

menghambat supersensitifitas dopamin dan meningkatkan sintesis

asetilkolin. Beberapa studi mengemukakan bahwa peningkatan

aktivitas kolinergik akan mengurangi mania.

Efek ada pembawa pesan kedua (second messengers)

Studi tentang lithium memperlihatkan perubahan kadar inositol

phosphate di otak. Lithium menghambat konversi IP2 menjadi IP1

dan konversi IP menjadi inositol. Penyakatan ini menyebabkan

deplesi PIP2 yang merupakan prekursor IP3 dan DAG. IP3 dan DAG

merupakan pembawa pesan kedua yang penting dalam transmisi α-

adrenergik maupun transmisi muskarinik.8,12

Gambar 3. Efek lithium terhadap IP3, DAG dan second messenger.

Page 44: Lap Psikiatri 2

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

Farmakologi Klinik

Sampai saat ini lithium karbonat dikenal sebagai obat gangguan bipolar

terutama pada fase manik. Pengobatan jangka panjang menunjukkan

penurunan resiko bunuh diri. Bila mania masih tergolong ringan,

lithium sendiri merupakan obat yang efektif. pada kasus berat, hampir

selalu perlu ditambah clonazepam atau lorazepam dan kadang ditambah

antipsikosis juga. Setelah mania dapat teratasi, antipsikosis boleh

dihentikan dan lithium digunakan bersamaan dengan benzodiazepine

untuk pemeliharaan. Pada fase depresif gangguan bipolar, lithium sering

dikombinasi dengan antidepresan.

Efek Samping

Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik,

ataksia, disartria dan afasia.

Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid tapi

efeknya reversibel dan nonprogresif. Beberapa pasien mengalami

pembesaran kelenjar gondok dan gejala-gejala hipotiroidisme. Oleh

sebab itu perlu dilakukan pengukuran kadar TSH serum setiap 6-12

bulan.

Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun

bersifat reversibel. Beberapa literatur menerangkan bahwa terapi

Page 45: Lap Psikiatri 2

lithium jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal

termasuk nefritis interstitial kronis dan glomerulopati perubahan

minimal dengan sindrom nefrotik. Penurunan laju filtrasi glomerulus

telah ditemukan tapi tidak ada contoh mengenai azotemia maupun

gagal ginjal. Tes fungsi ginjal harus dilakukan secara periodik untuk

mendeteksi perubahan-perubahan pada ginjal.

Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efek lithium pada retensi

natrium. Peningkatan berat badan pada pasien diduga karena edema

namun pada 30% pasien tidak mengalami peningkatan berat badan.

Efek pada jantung: Ion lithium dapat menekan pada nodus sinus

sehingga sindrom bradikardi dan takikardi merupakan kontraindikasi

penggunaan lithium.

Efek pada kehamilan dan menyusui: Laporan terdahulu menyatakan

peningkatan frekuensi kelainan jantung pada bayi dengan ibu yang

mengkonsumsi lithium terutama anomali Ebstein. Namun data

terbaru menyebutkan resiko efek teratogenik relatif rendah. Lithium

didapatkan pada air susu dengan kadar sepertiga sampai setengah

dari kadar serum. Toksisitas pada bayi dimanifestasikan dengan

letargi, sianosis, reflek moro dan reflek hisap berkurang dan

hepatomegali.

Efek lainnya: Telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan folikulitis

pada penggunaan lithium. Leukositosis selama pengobatan dengan

lithium selalu ada yang merefleksikan efek langsung pada

leukopoiesis.

Preparat yang Tersedia

Lithium carbonate (generik, Eskalith)

Oral: 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/5 mL sirup, 300;

450 mg tablet sustained release

300 mg lithium carbonate setara dengan 8,12 meq Li

Dosis: 250-500 mg/hari

g. Asam Valproat

Page 46: Lap Psikiatri 2

Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti

memiliki efek antimania. Valproate manjur untuk pasien-pasien yang

gagal memberikan respon terhadap lithium. Secara keseluruhan, valroate

menunjukkan keberhasilan yang setara dengan lithium pada

awal minggu pengobatan. Kombinasi valproate dengan obat-obatan

psikotropik lainnya mungkin dapat digunakan dalam pengelolaan fase

kedua pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi dengan

baik. Valproate telah diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk

mania. Banyak dokter tidak setuju untuk menggabungkan valproate

dengan lithium pada pasien yang respon terhadap salah satu agen.

Preparat yang Tersedia

Valproic acid (generik, Depakene)

Oral: 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup

Dosis: 3 x 250 mg/hari

h. Carbamazepine

Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas untuk

lithium jika lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan untuk

mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis.

Efek samping carbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari

lithium dan kadang bahkan lebih rendah. Carbamazepine dapat

digunakan sendiri atau pada pasien yang refrakter dapat dikombinasi

dengan lithium. Cara kerja carbamazepine tidak jelas, tetapi dapat

mengurangi sensitisasi otak terhadap perubahan mood. Mekanisme

tersebut mungkin serupa dengan efek antikonvulsinya. Meskipun efek

diskrasia darah menonjol pada penggunaannya sebagai antikonvulsi,

namun tidak menjadi masalah besar pada penggunaanya sebagai

penstabil mood.

Preparat yang Tersedia

Carbamazepine (generic, Tegretol)

Oral: 200 mg tablet; 100 mg tablet kunyah, 100 mg/5 mL suspensi, 100;

200; 400 mg tablet extended-release, 200; 300 mg kapsul

Page 47: Lap Psikiatri 2

Dosis: 400-600 mg/hari

G. Prognosis

Banyak penelitian mengenai perjalanan penyakit dan prognosis gangguan

suasana perasaan (mood [afektif]) memberikan kesimpulan bahwa penyakit ini

memiliki perjalanan yang panjang dan pasien cenderung mengalami

kekambuhan.

Prognosa baik apabila:

Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik

Perawatan di rumah sakit hanya singkat, tidak lebih dari sekali perawatan

Selama masa remaja memuliki riwayat persahabatan yang erat dan baik

pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik dan kokoh

Fungsi keluarga yang stabil dan baik

Tidak ada gangguan psikiatri komorbid

Tidak ada gangguan kepribadian.

Prognosa buruk apabila:

Adanya penyerta gangguan distimik

Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya

Gejala gangguan kecemasan

Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya.

Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu dibandingkan

perempuan.

Gangguan depersif berat bukan merupakan gangguan yang ringan.

Keadaan ini cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung

mengalami relaps. Pasien dengan gangguan bipolar memiliki prognosis yang

lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Sepertiga dari

semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-bukti

penurunan sosial yang bermakna.

Page 48: Lap Psikiatri 2

DAFTAR PUSTAKA

Rusdi Maslim. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Sulistia GG. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

http://blognyayoan.blogspot.com/2009/06/gangguan-waham.html

http://moozes.multiply.com/journal/item/53/GANGGUAN_AFEKTIFMOOD

http://www.forumsains.com/artikel/mengenal-penyakit-skizofrenia-salah-satu- gangguan-psikosis-fungsional/

http://www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm

http://www.idijakbar.com/prosiding/gangguan_afektif.htm

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=314

Page 49: Lap Psikiatri 2

MAKALAH PSIKIATRI

SKIZOFRENIA, GANGGUAN WAHAM, DAN

GANGGUAN AFEKTIF

(Dosen Pengampu: Prof. Dr.dr. H. M. Fanani, Sp.KJ.)

Disusun Oleh:

Asri Setyo Prihatin

G0107029

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010