Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

29
LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA HIDROSEPALUS DI RUANG C1L2 RS DOKTER KARIADI SEMARANG Disusun Oleh Irma Budi Lestari / P.17420110013 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEMARANG POLTEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG 1

Transcript of Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

Page 1: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA HIDROSEPALUS

DI RUANG C1L2 RS DOKTER KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh Irma Budi Lestari / P.17420110013

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEMARANG

POLTEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

SEMARANG

2012

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA HIDROSEPALUS

1

Page 2: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

DI RUANG C1L2 RS DOKTER KARIADI SEMARANG

A. PENGERTIAN

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang

berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal

dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di

dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan

tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di

sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.

Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan

maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang

meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan

serebrospinalis (Darto Suharso,2009)

 

B. EPIDEMOLOGI

Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus

kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh

stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua

jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua

umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis.

Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50%

karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor

fossa posterior (Darsono, 2005:211). 

C. ETIOLOGI

Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam

ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang

subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan

perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary). CSS

yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam

peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh

susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem,

yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS

90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan

2

Page 3: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml

(Darsono, 2005).

Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke

ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke

ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang

subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan

gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32) 

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal

(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem

ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi

dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS

yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan

terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab

penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :  

1)   Kelainan Bawaan (Kongenital) 

1. Stenosis akuaduktus Sylvii

merupakan penyebab terbayak pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%).

Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal,

yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit

atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran. 

2. Spina bifida dan kranium bifida 

Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom

Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata

dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum

sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. 

3. Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan

hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel

IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang

besar di daerah fosa pascaerior. 

4. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah 

Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu

hematoma.

5. Anomali Pembuluh Darah  

2)   Infeksi 

3

Page 4: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi

ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi

bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus

sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis.

Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah

sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan

arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa,

perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan

interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih

tersebar. 

3)   Neoplasma 

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.

Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak

di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui

saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus

Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian

depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

4)   Perdarahan 

Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis

leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi

akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,

berdasarkan :

1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan

hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).

2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus

akuisita.

3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.

4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non

komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal

menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.

Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran

4

Page 5: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan

asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang

menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus

ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak

primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)

Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:

1. Kongenital

Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :

Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.

Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan

intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

1. Didapat

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah

penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana

pengobatannya tidak tuntas.

Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian

terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan

hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan

pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

 

Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan

anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :

1. Hydrocephalus komunikan

Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran

bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak

terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi

CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya

terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus

arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien

memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak

terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi

CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya

terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus

arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien

memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)

5

Page 6: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

2. Hydrocephalus non komunikan

Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga

menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada

hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk

hidrosefalus non komunikan.

Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah

bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang

berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau

diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa

dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau

bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system

ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak

dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim,

tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang

garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan

pembesaran kepala.

1. Hidrocephalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus)

Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi

jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya

normal, gejala gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait,

incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage

serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70

tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

 

E. PATOFISIOLOGI

Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi

sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan

2. Peningkatan resistensi aliran likuor

3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intracranial (TIK)

sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme

terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat

selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

1. Kompresi sistem serebrovaskuler.

6

Page 7: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler

3. Perubahan mekanis dari otak.

4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis

5. Hilangnya jaringan otak.

6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran

likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi

yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara

proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan

tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial

bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk

mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.

Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.

(Darsono, 2005:212)

 

F. MANIFESTASI KLINIS

Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan

kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol

7

Malformasi

Obstruksi

Dilatasi bag. Proksimal s.d tempat obstruksi

Tekanan

Menekan otak

Ketidakseimbangan sekresi dan absorbsi

CSS

akumulasi CSS di Vent.

Dilatasi bag. Vent.

Stl penutupan sutura

Sutura terbuka

P/ TIK

Sbl penutupan sutura

Pembesaran tlg. tengkorak

Page 8: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari

hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :

1.    Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan

pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan

pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan.

Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak

dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih

terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping

kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).

2.    Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi

intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan

ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling

umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah

pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan

sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi

standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi

intrakranial lainnya yaitu:

1. Fontanel anterior yang sangat tegang.

2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.

3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.

4. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar

dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan

kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala

gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).

(Darsono, 2005:213)

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama

kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh

peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran

wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak

kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak

adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji

radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah –

8

Page 9: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada

sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan

jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan

diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan

secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme

ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi

retardasi mental dan fisik.

A.  Bayi :

1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.

2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi

tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.

3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :

4. Muntah

5. Gelisah

6. Menangis dengan suara ringgi

7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan

pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.

1. Peningkatan tonus otot ekstrimitas

2. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh

darah terlihat jelas.

3. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di

atas Iris

4. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”

5. Strabismus, nystagmus, atropi optic

6. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

B.  Anak yang telah menutup suturanya :

Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :

1. Nyeri kepala

2. Muntah

3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas

4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun

5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer

6. Strabismus

7. Perubahan pupil

 

9

Page 10: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan

fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-

pemeriksaan penunjang yaitu :

1)   Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:

1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran

sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa

imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.

2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari

foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan

intrakranial.

2)   Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan

dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang

dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,

lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3)   Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala

melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1

cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat

normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan

secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan

kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4)   Ventrikulografi

Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat

tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel.

Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang

ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk

memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau

oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di

rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5)   Ultrasonografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan

dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan

10

Page 11: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di

dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG

tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya

pada pemeriksaan CT Scan.

6)   CT Scan kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari

ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari

occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan

adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.

Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari

semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah

sumbatan.

7)   MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan

teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

 

H. PENATALAKSANAAN

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining”

yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan

tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan

kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis

dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid

(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal. 

2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan

tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid 

3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: 

1. Drainase ventrikule-peritoneal 

2. Drainase Lombo-Peritoneal 

3. Drainase ventrikulo-Pleural 

4. Drainase ventrikule-Uretrostomi 

5. Drainase ke dalam anterium mastoid 

6. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung

melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang

memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini

11

Page 12: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti

sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya

infeksi sekunder dan sepsis. 

7. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan

setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat

sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang

tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul

kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut

lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut

dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga

tidak terlihat dari luar. 

8. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau

pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “: 

1. Eksternal 

CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya

sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi

hidrosefalus tekanan normal.

2. Internal 

1)   CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :

Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen) 

Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior 

Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus. 

Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum 

Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum. 

2)   “Lumbo Peritoneal Shunt” 

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi

terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:

1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu

frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe. 

2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan

analisis. 

3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak

proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter)

12

Page 13: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup

akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O. 

4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium

kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ujung distal

setinggi 6/7). 

5. Ventriculo-Peritneal Shunt 

1. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan 

2. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak,

memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak

tumbuh memanjang.

Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom

subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS,

kraniosinostosis. 

 

I. KOMPLIKASI

Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan

malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam

ventrikel dari bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat  ) atau ujung distal dari

thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan

kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti

dengan status neurologis buruk. 

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya

akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,

Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.

Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di

sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-

organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan

ilius.

 

J. PROGNOSIS

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau

tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus

yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis

13

Page 14: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan

temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena

hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan

memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis

yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan

intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna.

Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan

neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan

meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena

aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar

40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005).

Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi

sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi

mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut

jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)

 

ASUHAN KEPERAWATAN 

Pengkajian 

Anamnese

1) Riwayat penyakit / keluhan utama

Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,

perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.

2) Riwayat Perkembangan

Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis

keras atau tidak.

Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.

Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.

Keluhan sakit perut.

Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi :

Anak dapat melioha keatas atau tidak.

Pembesaran kepala.

Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.

2) Palpasi

14

Page 15: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.

Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga

fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.

3) Pemeriksaan Mata

Akomodasi.

Gerakan bola mata.

Luas lapang pandang

Konvergensi.

Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat

keatas.

Stabismus, nystaqmus, atropi optic.

Observasi Tanda –tanda vital

Didapatkan data – data sebagai berikut :

Peningkatan sistole tekanan darah.

Penurunan nadi / Bradicardia.

Peningkatan frekwensi pernapasan.

Diagnosa Klinis :

Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi

dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )

Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot

“ (Mercewen’s Sign)

Opthalmoscopy : Edema Pupil.

CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan

nalisisi komputer.

Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.

Diagnosa , Intervensi dan Rasional Keperawatan

 Pre Operatif

1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan

intrakranial .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah,

kepala membesar

Tujuan ; Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang

Intervensi :

Jelaskan Penyebab nyeri.

15

Page 16: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

Atur posisi Klien

Ajarkan tekhnik relaksasi

Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik

Persapiapan operasi

2) Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan

mengalami operasi.

Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan

anaknya.

Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.

Intervensi :

Dorong orang tua untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam

merawat anaknya.

Jelaskan pada orang tua tentang masalah anak terutama

ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap

kerusakan otak.

Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan

jawaban dengan benar dan sejujurnya serta hindari kesalahpahaman.

3) Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake yang

kurang diserta muntah.

Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.

Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.

Intervensi :

Kaji tanda – tanda kekurangan cairan

Monitor Intake dan out put

Berikan therapi cairan secara intavena.

Atur jadwal pemberian cairan dan tetesan infus.

Monitor tanda – tanda vital.

Post – Operatif.

1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan tekanan pada kulit

yang dilakukan shunt.

Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.

Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang

Intervensi :

Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.

16

Page 17: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt,

maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval

yang telah ditentukan.

Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam

pemompaan shunt.

Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat

dilakukan shunt.

Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan

muka (Pucat, dingin, berkeringat)

Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya.

2) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.

Intervensi :

Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.

Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu

yang cukup untuk menelan.

Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari

bau – bauan yang tidak enak.

Monitor therapi secara intravena.

Timbang berta badan bila mungkin.

Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)

Berikan makanan ringan diantara waktu makan.

3) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri

melalui shunt.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi.

Intervensi :

Monitor terhadap tanda – tanda infeksi.

Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan

Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.

Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt.

4) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan

dengan imobilisasi.

17

Page 18: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.

Intervensi :

Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.

Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan

kontrkatur.

Jasgalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.

Berikan latihan secara pasif dan perlahan – laha

 

Daftar Pustaka

 

1. Steward DJ. Outpatient pediatric anesthesia. Anesthesiology. 1975; 43 : 268 ¬

276.

2. Loder RE. The anaesthetist and the day¬surgery unit. Anaesth. 1982; 37 1037 ¬

1039.

3. Epstein BS. Recovery from anesthesia (editorial views) Anesthesiology. 1975; 43 :

285 ¬ 288.

4. Gregory GA. Out patient anesthesia didalam ANESTHESIA. editor Miller RD.

New York Churcill Livingstone, 1981, hal.1323 ¬ 1333.

5. Hain WR. Peer modelling and paediatric anaesthesia. Anaesth.1983.38 : 158 ¬

161.

6. Epstein BS. Recovery from anesthesia (editorial views) Anesthesiology. 1975; 43 :

285 ¬ 288.

7. Malins AF. Do they do as they are instructed ? A review of out patient anaesthesia.

Anaesth. 1978; 33 : 832 ¬ 835.

8. Desjardins R, Ansara S Charest J. Pre-anaesthetic medication in pediatric day-care

surgery. Canad anaesth Soc J. 1981, 28 : 141 148.

9. Goresky GV, Steward DJ. Rectal methohexitone for induction of anaesthesia in

children. Canad Anaesth Soc J. 1979, 26 : 213 215.

10. Steward DJ. A Trial of enflurane for paediatric outpatients anaesthesia. Canad

Anaesth Soc J 1977; 24 .603 ¬ 608.

11. Crawford ME, Carl P dkk. Comparison between midazolam and thiopentone

based balanced anaesthesia for day¬case surgery. Br J Anaesth 1984; 56 : 165 ¬ 169.

12. Lyle DJR. Suxamethonium pains in out-patient children. Anaesth 1982; 37 : 774

¬ 780.

18

Page 19: Lap. Pendahuluan Hidrocephalus

13. Casey WF, Drake¬Lee AB. Nitrous oxyde and middle ear pressure. Anesth.

1982, 37 : 896 ¬ 900.

14. Nilsson K, Larsson S dkk. Blood glucose concentration during anaesthesia in

children, effect of starvation and perioperative fluid therapy. Br J Anaesth. 1984; 56 :

375 ¬ 379.

15. Steward DJ. A Simplified scoring system for the post operative recovery room.

Canad Anaesth Soc J. 1975; 22 : 111 ¬ 113.

16. Meridy HW. Criteria for selectionx of ambulatory surgical patients and

guidelines for anesthetic management : A retrospective study of 1553 cases. Anaesth

Analg 1982; 61 : 921 ¬ 926.

17. Fishburne JI, Fulghum MS, Hulka JF, Mercer JP : General Anesthesia for Out

patient laparoscopy with an objective measure of recovery. Anesth Analg 1974 : 53 :

1 ¬ 6.

18. Ogg TW, Fischer EBJ, Bethune DW, Collis JM. Day case anesthesia and

memory. Anaesth 1979; 34 : 784 ¬ 789.

19. Natof HE. Complications Associated with ambulatory surgery. JAMA. 1980; 244

:1116 ¬ 1118.

20. Brindle GF, Soliman MG. Anaesthetic complications in surgical outpatients.

Canad Anaesth Soc J 1975; 22 : 613 ¬ 619.

21. Ong BY, Palatniuk RJ. Cumming M. Gastric volume and pH in outpatients.

Canad. Anaesth Soc J 1978; 25 : 36 ¬ 39.

22. Owen H. Post extubation laryngospasm abolished by doxapram, Anaesth 1982;

37 : 112 ¬ 1114.

23. Sylvia A, Price. Patofisiologi “Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”. Edisi 6.

EGC. Jakarta. 2006.

24. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Anestesiologi.

FKUI. Jakarta. 1989.

25. Michael. B, Dobson. Penuntun Praktis Anestesi. EGC. Jakarta. 1994.

26. Departemen Kesehatan RI Dirjen POM. Iinformatorium Obat Nasional Indonesia

2000. Sagung Seto. Jakarta. 2001.

27. Arif Mansoer,dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Media

Aesculapius FKUI. Jakarta. 2000.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_AnestisiaAnakTanpaMondok.pdf/

12_AnestisiaAnakTanpaMondok.html

http://medlinux.blogspot.com/2007/10/terapi-cairan-pasca-pembedahan.html

19