Lap Ilmu Ternak Perah
-
Upload
hildah-khurniyah -
Category
Documents
-
view
115 -
download
7
Transcript of Lap Ilmu Ternak Perah
LAPORAN PRAKTEK LAPANGILMU TERNAK PERAH
OLEH
Nama : Hildah KhurniyahStambuk : I111 11 329Kelompok : VIII (delapan)Asisten :
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia peternakan kita sering mendengar tentang ternak perah
dan ternak potong, ternak potong umumnya dimanfaatkan untuk kebutuhan
daging sedangkan ternak perah memiliki manfaat ganda selain untuk perah juga
dapat dimanfaatkan dagingnya. Ternak perah adalah ternak yang menghasilkan
susu melebihi kebutuhan anak-anaknya sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan manusia.
Sapi perah adalah ternak dan bibit sapi yang dipelihara dengan tujuan
untuk menghasilkan susu. Saat ini sebagian peternakan sapi perah telah dikelola
dalam bentuk usaha peternakan sapi perah komersial dan sebagian lagi masih
berupa peternakan rakyat yang dikelola dalam skala kecil, populasi tidak
terstruktur dan belum menggunakan sistem breeding yang terarah, walaupun
dalam hal manajemen umumnya telah bergabung dalam koperasi.
Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik dalam peternakan sapi
perah maka masyarakat mengolah susu yang diproduksi menjadi berbagai
macam olahan susu seperti dangke, kerupuk susu, susu pasteurisasi, atau mereka
menjualnya dalam bentuk susu segar. Dalam peternakan sapi perah dibutuhkan
suatu analisa usaha mulai aspek hukum, aspek teknis dan produksi, aspek
organisasi dan manajemen, aspek keuangan dan kelayakan usaha sehingga dapat
diketahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari peternakan tersebut.
Hal inilah yang melatarbelakangi diadakannya praktikum Ilmu Ternak Perah.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang kami temukan dalam Praktek Lapang Ilmu
Ternak Perah ini adalah sebagai berikut:
1. Masih kurangnya kesadaran masayarakat Sulawesi Selatan khususnya di
Kabupaten Enrekang untuk memanfaatkan sumber daya alam dalam
mengelola suatu usaha.
2. Kurangnya dukungan pemerintah dalam memperhatikan perkembangan
peternakan rakyat sapi perah di Kabupaten Enrekang.
3. Sistem produksi untuk pemasaran hasil olahan susu sapi perah di Kabupaten
Enrekang masih tradisional.
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan diadakannya Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah adalah untuk
mengetahui bentuk aspek hukum, aspek teknis dan produksi, aspek organisasi
dan manajemen, aspek keuangan dan kelayakan usaha pada Usaha Peternakan
Sapi Perah di Kabupaten Enrekang.
Kegunaan diadakannya Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah yaitu agar
kita dapat membandingkan antara teori yang didapatkan di perkuliahan dengan
Kelayakan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Enrekang.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Bangsa – Bangsa Sapi Perah
Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada
dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi
yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok
dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal
dengan Bos Taurus (Anonima, 2010).
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi
Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat
Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red
Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia) (Anonima, 2010).
Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah
yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah
Friesien Holstein (Anonima, 2010).
Adapun Bangsa-Bangsa Sapi Perah yaitu (Anonima, 2010) :
Menurut Asal-Usulnya, dari daerah:
a. Tropis : Sapi Sahiwal, Sapi Red Sindhi, Sapi Australian Milking Zebu
(AMZ), dan lain-lain.
b. Subtropis : Sapi Fries Holland (Holstein Friesian), Sapi Jersey, Sapi
Guernsey, Sapi Brown Swiss, Sapi Ayrshire, Sapi Milking Shorthorn, dan
lain-lain.
Menurut Kemurniannya/Keasliannya, terbagi atas:
a. Pure Bread (Bangsa Asli/Murni) : Sapi Friesian Holland (FH), Sapi
Guernsey, Sapi Brown Swiss, Sapi Milking Shorthorn, dan sebagainya.
b. Silangan : Sapi Friesian Holland Grati (FH Grati), Sapi Jersey, Sapi
Ayrshire, Sapi Australian Milking Zebu (AMZ), dan sebagainya.
1. Sapi Sahiwal
Gambar 1. Sapi Sahiwal
Sapi Sahiwal berasal dari India. Sapi ini merupakan tipe perah dari
tropis yang terbaik didaerah asalnya. Kriteria sapi tersebut sebagai tersebut
(Anonima, 2010) :
Potongan atau bentuk tubuh berat dan Kaki pendek.
Warnanya kemerahan atau coklat muda, kadang-kadang terdapat warna putih.
Persentase lemaknya 3,7%,
Bulunya sangat halus, Ambing besar dan kadang-kadang bergantung
2. Sapi Red Sindhi
Gambar 2. Sapi Red Sindhi
Sapi ini berasal dari India. Dalam segala hal hampir sama dengan
Sahiwal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil dengan kriteria sebagai berikut
(Anonima, 2010) :
Bobot sapi betina dewasa 300-350 kg, jantan dewasa 400-454 kg.
Bobot anak sapi betina baru lahir 18-20 kg, anak sapi jantan baru lahir 21-24
kg.
Produksi rata-rata untuk satu masa laktasi 1.662 atau berkisar 5-6 liter per
hari.
Kadar lemaknya 4,9%.
3. Sapi Fries Holland (Holstein Friesian)
Gambar 3. Sapi Fries Holland (Holstein Friesian)
Sapi Friesian Holland sering dikenal dengan nama Friesien Irgistein
atau disingkat FH. Sapi ini berasal dari negara Belanda Utara. Tanda-tandanya
warna belang hitam putih, pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk
segitiga, kaki bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, tanduk pendek
serta menjurus kedepan, dan lambat dewasa (Anonima, 2010).
Sifat sapi ini jinak dan tenang, sehingga mudah untuk dikuasai, tidak
tahan terhadap panas, tetapi lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan,
tetapi untuk sapi jantan biasanya menunjukkan sifat nakal dan agak ganas,
karena mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, bangsa sapi ini mudah
ditemui diseluruh penjuru dunia (Anonima, 2010). Adapun kriteria sapi FH
adalah sebagai berikut (Anonima, 2010):
Bobot badan Ideal sapi FH betina dewasa seitar 682 kg dan jantan dewasa
sekitar 1000 kg.
Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih
kurang 30.050 kg per laktasi.
Kadar lemak susu FH 3,65% dengan rata-rata 7.245 kg per laktasi di Amerika
Serikat.
Warna lemaknya kuning dengan butiran-butiran (globuli) lemaknya kecil,
sehingga baik untuk konsumsi susu segar.
Bulu sapi FH pada umumnya bewarna hitam dan putih, namun ada juga yang
bewarna merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas.
Bobot anak sapi FH yang baru dilahirkan mencapai 43 kg.
4. Sapi Jersey
Gambar 4. Sapi Jersey
Bangsa Sapi ini terbentuk di Pulau Jersey yang terletak di selat Channel
antara Prancis dan Inggris. Nenek moyang dari sapi Jersey adalah sapi liar Bos
(Taurus) Typicus Longifrons yang kemudian dikawin silangkan dengan sapi di
Paris dan Normandia (Prancis) (Anonima, 2010).
Kriteria sapi Jersey sebagai berikut (Anonima, 2010) :
Badan sapi Jersey memiliki badan paling kecil diantara bangsa sapi perah
lainnya.
Kadar lemak susunya tinggi 4,85%
Memiliki sifat nerveous atau gelisah dan bereaksi cepat terhadap rangsangan.
dengan kata lain sapi jersey tidak begitu jinak.
Asal sapi jersey dari Inggris bagian selatan. Tanda-tandanya warna
coklat muda terkadang ada yang hampir putih atau kuning dan ada yang agak
merah, tetapi pada bagian-bagian tertentu terkadang ada warna putihnya, yang
jantan warnanya agak lebih tua (Anonima, 2010).
Sifat-sifatnya kurang tenang dan lebih mudah terganggu oleh
perubahan-perubahan disekitarnya, tetapi lebih tahan panas. Sapi ini termasuk
bangsa sapi perah yang kecil tetapi bentuk badannya lebih baik dari pada sapi-
sapi yang lain (Anonima, 2010).
5. Sapi Guernsey
Gambar 5. Sapi Guernsey
Sapi Guernsey berasal dari sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) Typicus
longifrons di pulau Guernsey (Inggris) terletak disebelah barat laut pulau Jersey,
di selat Channel. Warnanya kuning tua dengan belang-belang putih. Warna putih
tersebut umumnya terdapat pada bagian muka, sisi perut, dan keempat kakinya.
Tanduknya menjurus keatas dan agak condong kedepan, dengan ukuran sedang
(Anonima, 2010).
Sapi Guernsey sifatnya lebih tenang dari sapi Jersey walaupun tak
setenang sapi FH. Badannya lebih besar dari pada sapi Jersey. Bentuknya
menyerupai Jersey, tetapi lebih kuat dan lebih besar (Anonima, 2010).
6. Sapi Brown Swiss
Gambar 6. Sapi Brown Swiss
Sapi ini berasal dari Switzerland, tandanya coklat abu muda atau tua.
Pada umumnya coklat seperti warna tikus. Hidung bulu ekornya berwarna hitam.
Ukuran badan dan tulangnya cukup besar, hampir sama dengan FH. Sifatnya
jinak dan mudah dipelihara, produksi susunya dibawah sapi FH (Anonima,
2010).
Bangsa sapi Brown Swiss adalah bangsa sapi perah tertua yang berasal
dari spesies sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) Typicus Longifrons yang berasal
dari lereng-lereng gunung di Swiss. Kriteria sebagai berikut (Anonima, 2010) :
Bobot badannya terberat kedua setelah sapi FH.
Warna bulu cokelat dengan ragam dari cokelat terang sampai cokelat gelap.
Susu sapi Brown Swiss biasanya diolah menjadi keju.
Kadar lemak susu sapi Brown Swiss rendah.
Produksi susu rata-rata 5.939 per laktasi.
7. Sapi Ayrshire
Gambar 7. Sapi Brown Swiss
Sapi ini berasal dari Scotlandia selatan, warnanya belang merah atau
belang merah atau belang coklat dan putih, tanduknya agak panjang dan
menjurus keatas, sedikit lurus dengan kepala, sifatnya agak tenang. Badannya
lebih besar dari sapi Jersey, tetapi lebih kecil dari sapi FH. Sapi in pandai
merumput di padang rumput yang tidak terlalu besar (Anonima, 2010).
8. Sapi Milking Shorthorn
Gambar 8. Sapi Milking Shorthorn
Sapi Milking Shorthorn termasuk bangsa sapi tertua yang terbentuk di
Inggris bagian timur laut di lembah Sungai Thames. Nenek moyang sapi ini
adalah bos (Taurus) Typicus Premigenius. Awal mulanya sapi ini dikenal
sebagai bangsa sapi tipe dwiguna (perah dan pedaging). Pada tahun 1969
peternak pembibit di Amerika Serikat menggunakan bangsa sapi ini hanya
sebagai sapi perah. Keriteria sapi ini sebagai berikut (Anonima, 2010):
Warna bervariasi dari hampir putih sampai merah semua, dan ada yang
bewarna campuran merah dan putih.
Bobot badan ideal jantan 955 kg. B
erat pada saat lahir 34 kg
Kadar lemak susunya 3,65%.
Produksi susunya 5.126 kg per laktasi.
9. Sapi Guernsey
Gambar 9. Sapi Guernsey
Sapi Guernsey berasal dari sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) Typicus
longifrons di pulau Guernsey. terletak disebelah barat laut pulau Jersey, di selat
Channel. Kriteria sapi Guernsey (Anonima, 2010) :
Bentuk badan agak kasar dibandingkan sapi Jersey
Warna bulu cokelat bercak putih dan bangsanya bersifat agak jinak
Susu sapi Guernsey biasanya diolah menjadi mentega.
10. Sapi Ayrshire
Gambar 10. Sapi Ayrshire
Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di bagian
barat daya Skotlandia. Wilayah tersebut dingin dan lembab, padang rumput
relatif tidak banyak tersedia. Dengan demikian maka ternak terseleksi secara
alamiah akan ketahanan serta kesanggupannya untuk merumput (Blakely, 1994).
Bangsa sapi Ayrshire terbentuk di Ayr yang terletak di barat daya
Skotlandia. Nenek moyang sapi Ayrshire adalah Bos (Taurus) Typicus
Primigenius dan Bos (Taurus) Typicus Longifrons (Anonima, 2010).
Warna sapi Ayrshire bervariasi dari merah dan putih sampai warna
mahagoni dan warna merahnya amat terang atau hampir hitam. Sifat sapi
Ayrshire sangat aktif, kurang tenang, peka dengan keadaan di sekitarnya dan
cerdik. Sapi Ayrshire cakap merumput karena stamina yang kuat dan
keaktifannya (Soetarno, 2003).
Sapi ayrshire memiliki kisaran berat badan untuk yang betina mencapai
1250 pound dan yang jantan mencapai 2300 pound (Prihadi, 1997).
Kriteria sapi Ayrshire adalah sebagai berikut (Anonima, 2010) :
Badan sapi Aryshire lebih besar dari sapi Guernsey dan Jersey.
warna bulu bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahoni dan putih.
Bobot badan betina 545 kg, jantan 841 kg dan bobot saat lahir 34 kg.
B. Potensi Sumber Daya Alam dan Manusia
Keberhasilan usaha ternak sapi perah tergantung dari faktor sumberdaya
manusia dan sumberdaya alam. Di samping itu juga, pengembangan usaha sapi
perah dan peningkatan produksi susu memerlukan dorongan baik dari pihak
pemerintah ataupun swasta seperti industri-industri persusuan dan sarana-sarana
lain yang diperlukan dan prospek atau masa depan pengembangan usaha ternak
sapi perah (Nurani, 2011).
Salah satu komoditas peternakan yang dikembangkan dengan prinsip
keterkaitan antara daerah yaitu sapi perah yang diusahakan dalam skala
peternakan rakyat dengan pola pengusahaan yang masih sebagai sambilan di
kabupaten Enrekang dimana saat ini populasi sapi perah telah mencapai 900
ekor yang bertujuan mengembangkan produksi susu untuk mendukung kegiatan
pengolahan dangke yang merupakan makanan khas Sulawesi Selatan khususnya
di Kabupaten Enrekang. Disamping nilai gizi yang tinggi, produk olahan susu ini
disukai oleh masyarakat kabupaten Enrekang karena penduduk Enrekang tidak
terbiasa mengkonsumsi susu segar. Sejak tahun 2001 pemerintah Sulawesi
Selatan mencoba mengembangkan sapi perah di kabupaten Sinjai melalui
bantuan ternak dari Direktorat Jenderal Peternakan dengan jumlah peternak yang
semakin meningkat dimana pada tahun 2004 berjumlah 40 orang dan tahun 2007
berjumlah 168 orang dengan kepemilikan sapi perah 330 ekor dan produksi susu
berfluktuasi sekitar 350 liter perhari, sasaran utama produksi adalah produk susu
pasteurisasi untuk konsumsi masyarakat sampai ke Kota Makassar (Dinas
Peternakan Sul-Sel, 2007). Variasi produksi yang tinggi dan penurunan ini
sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan petani terutama yang berasal dari
konsentrat. Petani yang tidak mampu membeli konsentrat mempunyai produksi
susu yang rendah, demikian pula dengan penggantian komposisi dan
peningkatan komponen lokal bahan pakan menyebabkan penurunan produksi.
Dengan demikian petani sangat mengharapkan adanya pembinaan menyangkut
perbaikan pakan tersebut (Nurani, 2011).
Adanya permasalahan-permasalahan yang dihadapi peternak
merupakan faktor kurangnya kesadaran dalam memanfaatkan sumber daya alam
maupun sumber daya manusia yang ada, maka itu perlu dilakukan usaha –
usaha berikut (Nurani, 2011) :
1. Pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para peternak. Daya
saing susu yang dihasilkan peternak hanya dapat ditingkatkan apabila
produktivitas dan kualitas tersebut ditingkatkan. Untuk itu, penelitian dan
pengembangan khususnya mengenai teknis dan manajemen produksi perlu
ditingkatkan.
2. Perlu dibentuk wadah kemitraan
Sistem peternakan kontrak (contract farming) merupakan satu mekanisme
kelembagaan yang memperkuat posisi tawar menawar peternak dengan cara
mengkaitkannya secara langsung ataupun tidak langsung dengan badan usaha
yang secara ekonomi relatif lebih kuat. Melalui kontrak, peternak kecil dapat
beralih dari usaha tradisional/subsistem ke produksi yang bernilai tinggi dan
berorientasi ekspor. Hal ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan
peternak kecil yang ikut dalam kontrak tetapi juga mempunyai efek berlipat
ganda bagi perekonomian di perdesaan maupun perekonomian dalam skala
yang lebih luas. Contract farming dapat juga dimaknai sebagai sistem
produksi dan pemasaran berskala menengah, dimana terjadi pembagian beban
resiko produksi dan pemasaran berskala menengah dimana terjadi pembagian
beban resiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan peternak
kecil, kesemuanya ini dilakukan dengan tujuan mengurangi biaya transaksi
dan kerjasama antar peternak dan peternak dengan pihak kedua dapat terjalin
secara baik bila terdapat saling ketergantungan yang saling menguntungkan.
3. Koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan
pengolahan sederhana susu segar antara lain pasteurisasi dan pengemasan
susu segar, pengolahan menjadi yogurt, keju dan sebagainya. Hal ini disertai
dengan program promosi secara luas kepada masyarakat terutama anak-anak
tentang manfaat mengkonsumsi susu segar dan produk-produk olahannya.
Pendirian pabrik pengolahan susu yang dimiliki koperasi juga perlu didorong.
Langkah ini diperlukan untuk mengantisipasi makin menguat dan relatif
stabilnya nilai kurs rupiah terhadap US dolar yang dapat mengakibatkan
industri pengolahan susu kembali mengimpor sebagian besar bahan baku
susunya dari luar negeri.
4. Pemerintah Pusat maupun Daerah seyogyanya mengeluarkan kebijakan-
kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah
khususnya dan pengembangan agribisnis berbasis peternakan umumnya. Ini
antara lain dapat dilakukan dengan menghapuskan retribusi yang
menyebabkan ongkos produksi bertambah mahal, menghapuskan pajak
pertambahan nilai bila pengolahan masih dilakukan oleh peternak serta
pemberlakuan tarif bea masuk terhadap susu impor untuk melindungi
produksi dalam negeri.
Salah satu kunci keberhasilan pengembangan sapi perah yaitu
melakukan penguatan kelembagaan antara lain dengan peternakan kontrak yang
bertujuan adanya (a) hubungan yang saling menguntungkan antara peternak
dengan perusahaan agribisnis,(b) memberikan insentif kepada peternak untuk
meningkatkan produknya dengan memperbaiki grades dan standar,(c)
memperbaiki sarana dan iklim investasi untuk bidang peternakan sapi perah, dan
(d) pemerintah menyediakan infrastruktur publik seperti jalan, jembatan, listrik,
telekomunikasi, pasar dan penegakan hukum dalam perjanjianperjanjian usaha
sehingga penggunaan/alokasi sumberdaya pada usaha sapi perah tercipta secara
efisien, merata dan berkelanjutan (sustainable). Untuk melakukan penguatan
kelembagaan pada usaha sapi perah diperlukan kerjasama antara peternak,
perusahaan dan Pemerintah Daerah serta Pemerintah Pusat (Nurani, 2011).
C. Analisis Usaha
1. Aspek Umum dan Hukum
Latar Belakang Usaha
Berusaha di bidang ternak perah harus mempunyai pengetahuan studi
kelayakan usaha untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Untung rugi
usaha ternak sapi perah akan mudah diketahui apabila biaya pokok untuk
menghasilkan per liter air susu dapat dihitung secara tepat (AAK, 1995).
Maksud dan Tujuan
Maksud studi kelayakan usaha peternakan sapi perah yaitu untuk
mengetahui tingkat kelayakan usaha peternakan sapi perah pada tingkat
perusahaan khususnya pada aspek finansialnya (Priyono, 2009).
Adapun tujuan studi kelayakan usaha peternakan sapi perah yaitu dapat
memberikan pengetahuan tentang cara-cara mengetahui tingkat kelayakan usaha
peternakan sapi perah terutama pada aspek financial (Priyono, 2009).
UU / Peraturan Pemerintah Pusat dan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3102) (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007).
2. Aspek Ekonomi dan Pemasaran
Kondisi Ekonomi
Menurut Ditjennak, Peningkatan konsumsi susu nasional tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional. Dimana konsumsi susu
masyarakat Indonesia terus meningkat dari 883.758 ton pada tahun 2001
menjadi 1.758.243 ton pada tahun 2007 atau terjadi peningkatan sebesar 98.9%
selama kurun waktu 6 tahun dan diprediksikan akan terus meningkat pada tahun-
tahun selanjutnya. Produksi susu yang tidak berkembang tersebut dapat kita lihat
dari jumlah populasi sapi yang relatif tetap (stagnant), bahkan produksi dan
produktivitas susu menunjukkan trend yang menurun dari tahun ke tahun akibat
terbatasnya kemampuan produksi susu nasional. Oleh karena itu, pemerintah
melakukan impor susu dari beberapa negara pengekspor susu antara lain
Australia, Perancis dan Selandia Baru (Pradana, 2009).
Perkembangan Sapi Perah di Indonesia
Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia,
Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia,
Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal
dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak
susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu
berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit
unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang
mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini
produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang
beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan
jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari)
(Priyono, 2009).
Seiring dengan perkembangan waktu, perkembangan agribisnis
persusuan di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu Tahap I
(periode sebelum tahun 1980) disebut fase perkembangan sapi perah, Tahap II
(periode 1980-1997) disebut periode peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap
III (periode 1997-sampai sekarang) disebut periode stagnasi. Stagnasi tersebut
menyebabkan sampai saat ini Indonesia belum mampu untuk memenuhi
kebutuhan susu dalam negeri. Hal ini terjadi akibat banyaknya kendala dalam
melakukan pengembangan usaha ternak sapi perah seperti keterbatasan modal,
tingginya harga pakan konsentrat, keterbatasan sumber daya dan juga lahan
untuk penyediaan hijauan, minimnya rantai pemasaran susu. Hal lain yang
menjadi kelemahan dalam usaha ternak sapi perah adalah terbatasnya teknologi
pengolahan kotoran hewan ternak saat ini yang menyebabkan pencemaran
lingkungan di sekitar area peternakan sapi perah seperti air sungai, selokan dan
sebagainya (Pradana, 2009).
Strategi Pemasaran
Sektor industri peternakan sapi perah dapat menyerap cukup banyak
lapangan pekerjaan sekaligus mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu,
pemerintah diminta untuk lebih mendorong pemberdayaan industri hilir (up-
stream) atau pengolahan yang yang berbasis pada sumber daya lokal khususnya
agribisnis persusuan karena jika difasilitasi dengan baik, maka kita dapat
memenuhi permintaan susu dalam negeri secara maksimal tanpa harus
bergantung dengan produk susu impor yang harganya terkadang lebih murah
dari harga susu nasional (Pradana, 2009).
3. Aspek Finansial (Keuangan)
Investasi
Besarnya pengeluaran tetap sangat bergantung dari besarnya modal
yang diinvestasikan untuk pembelian tanah, pembuatan kandang, peralatan dan
bibit. Untuk memperhitungkan ongkos tetap sebagai biaya produksi, peternak
harus mengetahui nilai depresiasi bangunan kandang / peralatan dan bibit serta
pengeluaran lain. Nilai depresiasi tersebut dapat dicari dengan cara membagi
jumlah seluruh investasi dengan jumlah daya pemakaiannya (AAK, 1995).
Biaya Produksi
Biaya produksi dikelompokkan menjadi biaya tetap (fix cost) dan biaya
tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya-biaya yang tidak
terpengaruh dengan volume produksi. Biaya variable merupakan biaya yang
berubah-ubah sesuai dengan volume produksi (Priyono, 2009).
Perkiraan Pemasukan
Hasil produksi susu diperkirakan 10 liter per hari. Apabila biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan susu per liter adalah Rp. 5.000,- per hari maka
biaya yang dikeluarkan adalah sekitar Rp. 50.000,- per hari. Jika harga susu per
liter adalah Rp. 10.000,- maka perkiraan pemasukan sekitar Rp. 100.000,-. Jadi,
perkiraaan pemasukan adalah Rp. 100.000 – Rp. 50.000 = Rp. 50.000 x 30 hari
= Rp. 1.500.000 (Priyono, 2009).
Parameter Finansial
Payback Record
Payback record merupakan suatu kondisi dimana diperoleh kalkulasi
yang menguntungkan atau sudah diperoleh pengembalian investasi (Priyono,
2009).
Break Even Point (BEP)
BEP (Break Even Point) merupakan suatu kondisi dimana diperoleh
kalkulasi yang impas usaha agroindustri susu pada posisi tidak rugi dan tidak
untung. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan satuan harga dan jumlah
produk (Priyono, 2009).
4. Aspek Lingkungan dan Sosial Budaya
Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Dalam pembangunan kandang harus menyediakan bangunan kandang
yang dapat mengamankan sapi terhadap kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan. Disamping itu, pembangunan peternakan sapi perah sebaiknya
tidak mencemari lingkungan sekitar rumah penduduk (Pradana, 2009).
Dampak Usaha Peternakan Sapi Perah Terhadap Lingkungan Sekitar
Menurut Pradana (2009), hal lain yang menjadi kelemahan dalam usaha
ternak sapi perah adalah terbatasnya teknologi pengolahan kotoran hewan ternak
saat ini yang menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar area peternakan
sapi perah seperti air sungai, selokan dan sebagainya. Oleh karena itu, usaha
peternakan sapi perah sebaiknya tidak mencemari lingkungan sekitar rumah
penduduk .
D. Kualitas Susu
Susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna dan
merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir, dimana
susu merupakan satu-satunya sumber makanan pemberi kehidupan segera
sesudah kelahiran. Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang
mamalia. Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari
komposisi darah yang merupakan asal susu.Dalam Standar Nasional Indonesia
(SNI) susu segar No. 01-3141-1998 dijelaskan bahwa susu segar adalah susu
murni yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses pendinginan
dan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Agar aman dikonsumsi dan digunakan
untuk proses penanganan selanjutnya maka susu segar harus memenuhi syarat-
syarat tertentu (Dwi, 2011).
Dalam Undang-Undang Pangan Tahun 1996 dijelaskan bahwa standar
mutu pangan adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dilakukan tentang
mutu pangan, misalnya, dari segi bentuk, warna, atau komposisi yang disusun
berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta aspek lain yang terkait. Pengawasan kualitas
susu merupakan suatu faktor penting dalam rangka penyediaan susu sehat bagi
konsumen dan hal ini sangat diperlukan untuk lebih memberi jaminan kepada
masyarakat bahwa susu yang dibeli telah memenuhi standar kualitas tertentu
(Dwi, 2011).
Susu segar memerlukan penanganan yang cukup kompleks agar
dihasilkan susu yang berkualitas baik sehingga dampak negatif yang ditimbulkan
sangat kecil. Susu dapat membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan
terhadap kesehatan manusia apabila terjadi kerusakan pada susu tersebut.
Menurunnya mutu atau kerusakan air susu bisa saja disebabkan karena
tercemarnya susu oleh mikroorganisme atau benda asing lain seperti
penambahan komponen lain yang berlebihan (gula, lemak nabati, pati, dll).sifat
fisik susu meliputi warna, bau dan rasa, berat jenis, titik didih, titik beku
dankekentalannya. Warna susu berkisar antara putih kebiruan hingga kuning
keemasan akibat penyebaran butiran koloid lemak, kalsium kaisenat serta bahan
utama pemberi warna kekuninganyaitu karoten dan riboflavin (Vit. B2). Aroma
susu bersifat khas dan mudah hilang apabila terjadikontak dengan udara. Cita
rasa asli susu hampir tidak dapat dideskripsikan tetapi secara umum agak manis
dan agak asin. Rasa manis ini berasal dari laktosa sedangkan rasa asin berasal
dariklorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya susu mempunyai sifat-sifat
atau karakteristik yang terkandung didalamnya (Dwi, 2011).
Pemeriksaan kulitas susu dapat dilakukan sebagai berikut (Dwi, 2011).:
1. Uji Reduktase dengan Methylen Blue
Bertujuan menentukan adanya kuman-kuman di dalam susu dalam waktu
cepat. Kualitas susu salah satunya dilihat dari kualitas mikrobiologisnya.
Susu merupakan media pertumbuhan yang tepat untuk organisme perusak
yang umum. Perubahan yang tidak dikehendaki dalam susu dipengaruhi
oleh pertumbuhan mikroba dan metabolismenya. Susu rusak diakibatkan
oleh mikrorganisme yang dapat merombak senyawa di dalam susu.
Misalnya bakteri asam laktat yang merombak laktosa dalam susu menjadi
asam laktat sehingga susu menjadi basi.
2. Uji Warna,Bau,Rasa dan Kekentalan
Bertujuan mengetahui kelainan-kelainan pada susu secara organoleptik
(menggunakan panca indera). Adanya perubahan warna, bau, dan
konsistensi pada susu dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a. Warna susu yang baik adalah putih kekuning-kuningan. Warna putih
karena adanya penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium
kaseinat (dispersi koloid yang tidak tembus cahaya) sedangkan warna
kekuning-kuningan pada susu adalah adanya karoten(berasal dari
pakan yang diberikan) dan riboflavin. Sedangkan jika terjadi
perubahan warna pada susu seperti kebiruan karena adanya
penambahan air atau pengurangan lemak. Warna kemerahan pada susu
terjadi karena susu mengandung darah dari sapi penderita mastitis.
Variasi warna ini terjadi karena faktor keturunan disamping juga
karena faktor pakan yang diberikan.
b. Bau. Lemak susu sangat mudah menyerap bau dari sekitarnya, seperti
bau hewan asal susu perah. Susu memiliki bau yang aromatis, hal ini
disebabkan adanya perombakan protein menjadi asam-asam amino.
Bau susu akan lebih nyata jika susu dibiarkan beberapa jam terutama
pada suhu kamar. Kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan
klorida rendah diduga menyebabkan susu berbau seperti garam.
c. Rasa, Pahit bila terkontaminasi kuman pembentuk peptone,rasa lobak
bila terkontaminasi bakteri E.coli,rasa sabun bila terkontaminasi
bakteri Bacillus Lactis Saponei,rasa tengik karena kuman asam
mentega,serta hanyir atau amis oleh kuman-kuman lainnya.
d. Kekentalan (viskositas). Susu akan berlendir bila terkontaminasi oleh
kuman-kuman cocci dari air,sisa makanan atau dari alat-alat susu.
e. Uji Konsistensi. Susu yang sehat memiliki konsistensi baik, hal ini
terlihat tidak adanya butiran-butiran pada dinding tabung setelah
tabung digoyang, susu yang baik akan membasahi dinding tabung
dengan tidak akan memperlihatkan bekas berupa lendir atau butiran-
butiran yang lama menghilang. Susu yang konsistensinya tidak normal
(berlendir) disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam,
biasanya mikroba kokus yang berasal dari air, sisa makanan atau alat-
alat susu.
3. Uji Didih
Bertujuan untuk memeriksa dengan cepat derajat keasaman
susu.Kestabilan kasein susu berkurang bila susu menjadi asam sehingga
akan menggumpal bila susu dididihkan.Percobaan ini mulai positif pada
derajat asam 9-100 SH,kecuali susu asam kolostrum,dan perubahan
fisiologis sapi dapat menyebabkan susu pecah pada uji didih ini.
Pembentukan asam dalam susu diistilahkan dengan kata “masam” dan rasa
masam susu disebabkan karena adanya asam laktat. Pengasaman susu ini
disebabkan oleh aktivitas bakteri yang memecah laktosa membentuk asam
laktat. Persentase asam dalam susu dapat digunakan sebagai indikator
umur dan penanganan susu. Asiditas susu dapat dinyatakan dengan dua
cara yaitu cara asam tertitrasi dan pH. Penetapan asiditas susu segar
dengan titrasi alkali sebenarnya tidak menggambarkan jumlah asam laktat
karena susu segar tidak mengandung asam laktat. Didalam susu terdapat
komponen-komponen yang bersifat asam yang dapat bereaksi dengan
alkali, misalnya fosfat, casein dan alnumin, karbondioksida dan
sitrat. Persyaratan yang ditetapkan oleh SNI 01-3141-1998 untuk derajat
asam adalah 6-7 0SH.
4. Uji Alkohol
Bertujuan memeriksa dengan cepat derajat keasaman susu. Kestabilan sifat
koloidal protein-protein susu tergantung pada selubung air yang
menyelubunginya.Bila alcohol,yang mempunyai sifat dehidrasi
dicampurkan dengan susu maka protein akan dikoagulasikan sehingga
akan tampak kepecahan pada susu tersebut.Semakin tinggi derajat asam
susu semakin berkurang jumlah alcohol, dengan kepekatan yang
dibutuhkan (70%),memecahkan susu yang sama banyaknya.Percobaan ini
mulai positif pada derajat asam 9-100 SH.Kecuali susu asam
kolostrum,dan perubahan fisiologis pada sapi dapat menyebabkan susu
pecah pada uji alcohol ini.
5. Uji Kebersihan atau Sedimentasi
Untuk mengetahui kebersihan penanganan susu ditempat
produksinya.Pada uji kebersihan susu tampak bersih dan putih,tidak ada
kotoran serta benda-benda asing yang terlihat dalam susu. Hal ini
menunjukkan dalam penanganannya susu tersebut bebas dari kontaminasi
debu kotoran,alat/perkakas dalam keadaan steril dan pekerja yang
higienis.Kotoran yang tersangkut pada saringan dapat berupa bulu sapi
rumput sisa makanan,bagian tinja,dll.Hasil positif(kotoran yang tersaring
banyak) menunjukkan bahwa peternakan kurang baik kebersihannyakarena
kebersihan susu juga sangat tergantung bpada kondisi kandang sapi perah
juga kebersihan sapi sebelum pemerahan dilakukan.
6. Pemeriksaan Susunan Susu
Penetapan Berat Jenis (BJ)
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat jenis susu. Berat jenis
suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tersebut dengan
berat air pada suhu dan volume yang sama. Berdasarkan batasan ini,
maka berat Jenis tidak ada satuannya. Berat jenis susu rata-ratanya
adalah 1,032. Berat jenis susu dipengaruhi oleh padatan total dan
padatan tanpa lemak. Kadar padatan total susu akan diketahui jika
diketahui berat jenis dan dan kadar lemaknya. Berat jenis susu biasanya
ditentukan dengan menggunakan lactometer. Lactometer adalah
hydrometer dimana skalanya sudah disesuaikan dengan berat jenis susu.
Prinsip kerja alat ini mengikuti hokum Archimedes yaitu jika suatu
benda dicelupkan ke dalam cairan maka benda tersebut akan
mendapatkan tekanan ke atas sesuai dengan berat volume cairan yang
dipindahkan atau diisi. Jika lactometer dicelupkan ke dalam susu yang
rendah berat jenisnya maka lactometer akan tenggelam lebih dalam
dibandingkan jika lactometer tersebut dicelupkan dalam susu yang berat
jenisnya tinggi. Laktodensimeter dimasukkan kedalam gelas ukur,
diputar-putar sepanjang dinding gelas ukur agar suhunya merata, dan
dicatat berat jenis dan suhu dari susu tersebut. Berat jenis susu yang
dipersyaratkan dalam SNI 01-3141-1998 adalah minimal 1,0280
sehingga dapat diketahui bahwa susu tidak memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh SNI 01-3141-1998. BJ yang lebih kecil disebabkan oleh
perubahan kondisi lemak dan adanya gas yang timbul didalam air susu.
Selain itu juga disebabkan oleh karena susu umurnya sudah lama dan
disimpan dalam freezer dalam keadaan terbuka sehingga uap air masuk
ke dalam susu. Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar
daripada air. BJ air susu umumnya 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031.
Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex susu
adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan
makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan
sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-
ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu
diperah.
Uji Kadar Lemak
Lemak merupakan sumber utama dalam susu. Baik manusia maupun
sapi menyediakan sekitar 50 % energi sebagai lemak. Pada umumnya
komposisi susu sapi terdiri atas air dan bahan kering. Lemak termasuk
ke dalam jenis bahan kering susu. Lemak susu merupakan komponen
yang penting seperti halnya protein. Lemak dapat memberikan energi
yang lebih besar daripada protein maupun karbohidrat. Di samping itu,
di dalam susu, lemak terdapat globula atau emulsi, yaitu bulatan-
bulatan minyak atau lemak berukuran kecil didalam serum.R uang
lingkup dari pemeriksaan kadar lemak yaitu menetapkan metode
pemeriksaan rutin untuk penentuan kadar lemak susu, misalnya susu
yang dihomogenisasi dengan metode Gerber. Pereaksi yang digunakan
dalam penentuan kadar lemak dengan metode Gerber yaitu asam sulfat
91-92 % dengan kenampakan tidak berwarna atau lebih terang serta
amil alkohol yang berwarna jernih. Pakan yang diberikan pada sapi
perah berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kandungan lemak dalam
susu dan berhubungan dengan tinggi rendahnya produksi susu yang
dihasilkan. Pemberian pakan pada sapi perah dapat berpengaruh
meningkatkan produksi susu dan persentase kandungan lemak dalam
susu. Kekurangan pakan pada sapi perah dari semestinya, akan
menurunkan produksi susu. Prinsip kerja dari butirometer pada
dasarnya yaitu butir-butir lemak kecil menggumpal menjadi butir-butir
besar, dan hal ini dipercepat oleh amil alkohol dan pemanasan suhu 65°
C. Lemak cair ini mengapung di atas campuran asam belerang, plasma
susu dan amil alkohol. Pemusingan mempercepat atau mempermudah
penggumpalan lemak di dalam butirometer yang mempunyai skala.
Angka yang dapat dibaca dalam skala butirometer yaitu jumlah gram
lemak per 100 gram air susu. Warna coklat susu didalam butirometer
disebabkan oleh perubahan laktosa menjadi karamel. Perkembangan
teknologi diharapkan mampu menghasilkan pengujian lemak susu yang
lebih cepat sehingga memberikan jaminan proses pengendalian mutu
yang efisien bagi perusahaan atau industri pengolahan susu.
7. Uji Pemalsuan dan Pengawetan Susu
Pemalsuan yang sering dilakukan dengan cara menambah air,mengurangu
krim,menambah air dan skim milk,menambah air kelapa,air santan,air
beras/air tajin,dan menambah susu masak /susu kaleng. Perubahan susunan
susu akibat pemalsuan dengan:
Pemalsuan dengan air Beras/air Tajin
Pemalsuan cara ini sering dilakukan karena murah dan bahannya
menyerupai susu.Pemalsuan ini dapat dibuktikan secara kimiawi atau
mikroskop. Di dalam tabung reaksi dicampur 10 cc susu dengan 0,5 cc
larutan acetic acid glacial, kemudian dipanaskan dan disaring dengan
kertas saring. Teteskan 4 tetes larutan Lugol dalam filtrat.
- Reaksi negatif, kalau warna cairan tetap kuning
- Reaksi dubius, kalau warna cairan menjadi hijau
- Reaksi positif, kalau warna cairan menjadi biru
Dalam sediaan natif susu atau sedimennya dapat dilihat butir-butir
kristal amylumnya.
Pengujian adanya bahan pengawet formalin
Tabung reaksi berisi 10 ml susu dibubuhi 1 tetes larutan KMnO4 1
N.Larutan susu yang putih akan menjadi pink.Lama waktu hilangnya
warna pink (warna merah jambu seulas) dari tetesan larutan Kalium
permanganat kedalam tabung reaksi berisi sample susu segar menjadi
indikator kemungkinan kandungan formalin didalam susu tersebut.Jika
1 jam tidak ada perubahan warna (warna pink stabil) berarti susu
tidak mengandung formalin (atau lebih tepat dikatakan tidak
menggunakan formalin sebagai pengawet), dan dilanjutkan dengan
rangkaian uji lainnya sebelum dinyatakan dapat diterima sebagai bahan
baku.Jika warna pink larutan kalium permanganat tersebut segera
pudar/ hilang menjadi tak berwarna, berarti ada kemungkinan dalam
sample susu terkandung formalin yang bersifat bereaksi menghilangkan
warna (mereduksi) kalium permanganat.Menurut SNI-01-3141-1998.
Pengujian adanya formalin dalam susu juga dapat dilakukan dengan
larutan Asam Klorida (HCL) mengandung besi yang kemudian
dicampur dengan sampel susu kedalam tabung reaksi kemudian di
panaskan,biarkan mendidih selama 1 menit,kemudian amati perubahan
warna yang terjadi,Hasil uji dinyatakan positif mengandung formalin
apabila terbentuknya warna ungu pada sampel susu tersebut.
susu segar adalah cairan yang diperoleh dengan memerah sapisehat
dengan cara yang benar, sehat dan bersih, tanpa mengurangi,
menambah sesuatu komponennya.
Adapun kriteria kulitas susu segar yang baik adalah sebagu berikut
(Dwi, 2011) :
1. Berat Jenis (pada suhu 27,5°C) minimum 1,0280 gr/cm.
2. Kadar lemak minimum 3,0 %, b/b3..
3. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8,0 %, b/b.
4. .Kadar protein minimum 2,7 %, b/b.
5. Warna, bau, rasa dan kekentalan tidak ada perubahan.
6. Derajat asam 6 - 7°SH.
7. Uji alkohol (70 %) negatif .
8. Cemaran mikroba maksimum :
a. Total kuman Maks 1 x 10koloni/ml
b. Salmonella negatif
c. E. coli (patogen) negatif
d. Coliform maks 20/ml.
e. Streptococcus Group B negatif
f. S taphylococus aureus maks 1x102/ml
9. Cemaran logam berbahaya, maksimum :
a. Timbal (Pb) Maks 0,3 mg/kg
b. Seng (Zn) Maks 0,5 mg/kg
c. Merkuri (Hg) Maks 0,5 mg/kg
d. Arsen (As) Maks 0,5 mg/kg.
10. Residu : Antibiotika; sesuai dengan peraturan- pestisida/insektisida
keputusan bersama menteri kesehatan dan menteri pertanian yang
berlaku.
11. Kotoran dan benda asing dan uji pemalsuan negatif.
12. Titik beku -0,520°C s/d -0,560°C
13. Angka reduktase 2 - 5 (jam).
14. Uji Katalase Maksimal 3 ml.
E. Hasil Ikutan
Susu sebagai cairan yang cukup mengandung banyak zat-zat nutrisi
yang dibutuhkan tubuh juga merupakan media yang sangat sangat disukai
oleh mikroorganisme. Oleh sebab itu, pada penanganan pasca panen susu perlu
dilakukan metode untuk memperpanjang daya simpan dari susu tersebut
sehingga juga dapat dilakukan pengolahan menjadi produk olahan susu seperti
keju, mentega, yoghurt, susu pasteurisasi, susu skim dan es krim (Malaka, 2010).
Hasil ikutan dari pemotongan ternak adalah kulit, tulang, bulu serta
kotoran (feses dan urin) ternak. Hasil ikutan ini bisa memiliki nilai ekonomis
dan dapat ditingkatkan kualitasnya apabila dilakukan penanganan yang baik,
sehingga memiliki daya guna dan memberikan nilai tambah (Saleh, 2012).
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh
induk betina. Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan
kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang
yang dihasilkan dari kotoran ternak (Anonim, 2011).
METODE PELAKSANAAN PRAKTEK
Waktu dan Tempat
Praktek lapang Ilmu Ternak Perah pada hari sabtu - minggu 20 – 21
April 2013 bertempat di Peternakan Rakyat Milik Sunusi Dusun Talaga
Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah alat
tulis – menulis tranportasi, skop, selang air, milk can, mesin pemotong rumput,
karpet, laktodensimeter dan termometer.
Bahan yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah
kertas, data kuisioner, sapi, susu segar, hijauan, air, konsentrat, dedak, ampas
tahu dan kertas saring.
Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah
tinjauan langsung ke kandang lalu melakukan pembersihan kandang,
memandikan sapi, memberikan pakan, memerah susu dan wawancara dengan
pemilik peternakan rakyat (Bapak Sunusi).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aspek Hukum
1. Izin Usaha
Izin usaha peternakan sapi perah Peternakan Rakyat milik Pak Sunusi
Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan di dapatkan dari kemitraan dengan Dinas
Peternakan setempat dimana perijinan usaha di Indonesia yang berskala
menengah hingga besar harus melewati beberapa proses tertentu sesuai dengan
Perda yang berlaku ditempat perusahaan tersebut. Sertifikasi halal diperlukan
untuk memasarkan produk ke pasaran luas hal ini ditinjau langsung dari badan
POM Indonesia. Ditetapkan peraturan ini demi membantu dimanfaatkannya
usaha kecil untuk memberikan kemudahan dalam pendanaan dan berbagai upaya
keringanan persyaratan dalam pendanaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tohar
(2000) yang menyatakan bahwa pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi
usaha kecil melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan. Perundang-undangan dan kebijaksanaan tersebut mencakup
aspek pendanaan itu dimaksudkan untuk memperluas sumber pendanaan yang
dapat dimanfaatkan oleh usaha kecil. Dan untuk memberikan kemudahan dalam
pendanaan dan berbagai upaya pemberian keringanan persyaratan dalam
pendanaan.
2. Lokasi Usaha
Lokasi peternakan sapi perah ini terletak di Dusun Talaga Kelurahan
Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan yang
berada di tengah daerah yang memiliki curah hujan dan iklim yang cukup baik
sehingga cukup mendukung untuk pemeliharaan sapi perah khususnya bangsa
sapi Fries Holland (FH) yang lebih dikenal membutuhkan suhu lingkungan yang
cukup rendah. Letak kandang peternakan sapi perah cenderung lebih ekonomis
karena berada disekitar rumah penduduk. Sehingga dapat mendatangkan manfaat
dimana mudahnya distribusi produk hasil olahan dan meningkatkan komsumsi
susu yang mengarah pada selera konsumen. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tatang (2001) yang menyatakan bahwa mengenai pengembangan sapi perah di
Indonesia cukup baik. Hal ini walau ditandai dengan permintaan susu dalam
negeri belum terpenuhi. Namun kelebihannya adanya hubungan yang baik antara
peternak, Koperasi Susu atau KUD dengan IPS. Jalur distribusi produk yang
sudah jelas. Berkembangnya diversifikasi produk olahan susu sehingga
memperluas pangsa pasar produk susu. Komsumsi susu sapi yang tinggi jika
dibandingkan dengan susu dari ternak yang lainnya. Meningkatnya komsumsi
susu terutama akibat tuntutan selera yang menginginkan aneka produk.
B. Aspek Teknis dan Produksi
1. Sistem Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan sapi perah yang diterapkan pada peternakan rakyat
di Enrekang masih sangat sederhana. Kandang antara sapi laktasi, sapi induk
kering, dan sapi dara, belum ada pemisahan. Hanya kandang pedet yang
terpisah. Kandangnya menggunakan dinding terbuka dengan satu atap dan
kandang yang sama dengan sapi lainnya. Ataupun pemisahan kandang pedet
yang hanya berada beberapa meter dari kandang untuk sapi dewasa, hal ini
mungkin disebabkan karena keterbatasan lokasi dan modal yang dimiliki.
Kandang ini termasuk kandang kelompok karena dalam satu kandang
ditempatkan beberapa ekor ternak. Hal ini sesuai denga pendapat Alam (2010)
bahwa kandang kelompok merupakan kandang dalam suatu ruangan kandang
ditempatkan beberapa ekor ternak. Keunggulan model kandang kelompok
dibanding kandang individu adalah efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja
rutin terutama pembersihan kotoran kandang, memandikan sapi, deteksi birahi
dan perkawinan alam.
2. Sanitasi dan Kesehatan Ternak
Sanitasi dan kesehatan ternak pada peternakan penduduk di Enrekang
dilakukan dengan pembersihan kandang secara teratur dan sapi secara teratur
setiap pagi dan sore sebelum melakukan pemerahan. Dilakukan pemberian obat
untuk mengatasi ternak yang sakit. Ternak peliharaan Pak Sunusi biasanya
terkena mastitis dan PMK (Penyakit Mulut dan Kuku). Ciri-ciri sapi yang
terkena PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) yaitu suhu badan naik (tinggi), nafsu
makan menurun, dan pergelangan kaki bengkak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Andi (2010) bahwa penyebab PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) adalah virus
yang menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air liur dan benda
lain yang tercemar kuman. Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau
tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2)
demam atau panas, sushu badan menurun drastic; (3) nafsu makan menurun
bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pencegahannya adalah dengan vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan
diobati secara terpisah.
Ciri-ciri ternak yang terkena mastitis adalah perubahan fisik terlihat
pada kelenjar mammae. Air susu berwarna merah kecoklatan. Pengobatan bila
ternak terjangkiti adalah dengan pemberian antibiotik. Hal ini sesuai Anonima
(2010) bahwa radang ambing (mastitis) pada sapi perah merupakan radang yang
bisa bersifat akut, subakut maupun kronis, yang ditandai oleh kenaikan sel di
dalam air susu, perubahan fisik maupun susunan air susu dan disertai atau
disertai patologis pada kelenjar mammae. Staphylococcus aureus (S. aureus) dan
Streptococcus agalactiae (Str. Agalactiae) merupakan bakteri pernyebab utama
mastitis pada sapi perah yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar
akibat penurunan produksi susu. Berdasarkan uji sensitifitas terhadap berbagai
antibiotic diketahui bahwa sebagian besar S. aureus telah resisten terhadap
oksasilin (87,5%) dan eritromisin (71,9%) dan ada beberapa isolate yang juga
resisten terhadap tetrasiklin (37,46%), ampisilin (25%) dan gentamisin (21,
87%).
3. Pemberian Pakan
Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan sore
biasanya setelah melakukan pemerahan. Jenis bahan pakan yang diberikan
sebagai ransum berupa hijauan, dedak, dan ampas tahu. Ternak ruminansia
sebagai penghasil susu dengan pakan utamanya adalah hijauan. Kecukupan
pakan bagi ternak yang dipelihara merupakan tantangan yang cukup serius
dalam pengembangan peternakan di Indonesia. Indikasi kekurangan pasokan
pakan dan nutrisi bukan merupakan faktor utama alasan masih rendahnya tingkat
produksi ternak. Lingkungan (suhu), umur, penyakit dan stress juga ikut
menjadi faktor yang mempengaruhi banyaknya produksi susu perharinya.
Dedak halus, ampas tahu dan bungkil kelapa merupakan sumber
karbohidrat yang baik untuk ternak. Hal ini sesuai Haryono (2010) bahwa
sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, geplek, dan
bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur
dll. Pemberian konsentrat sebaginya diberikan pada pagi hari dan sore hari
sebelum sapi diperah sebanyak 10% dari berat badan perhari. Pemeliharaan
utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga
kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan
setiap hari sapi digembalakkan.
4. Pemerahan
Pemerahan dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan sore secara cara
manual yaitu menggunakan tangan. Sebelum melakukan pemerahan ternak
dimandikan terlebih dahulu agar kotoran-kotoran yang melekat pada tubuh
ternak dapat hilang dan tidak mengotori susu yang akan dihasilkan nantinya.
Pemerahan dilakukan di kandang yang sama dengan tempat memandikan dan
tempat ternak tersebut beraktifitas. Kegiatan ini dilakukan 2 pekerja dan
tambahan (mahasiswa yang melakukan praktek lapang). Sebelum pemerahan
dilakukan, sebaiknya jari pemerah dilumasi dengan minyak kelapa supaya licin,
agar puting susu tidak mudah terluka.
Pemerahan meliputi dua cara yaitu : (1) Dengan Dua jari. Dengan
memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah, kemudian kedua
jari tersebut ditekan serta ditarik ke bawah, hingga air susu mengalir keluar.
Cara ini sulit dilakukan bagi sapi yang puting susunya pendek. (2) Dengan
menggunakan kelima jari tangan, dengan cara ini puting susu dipegang antara
ibu jari dan keempat jari lainnya sampai susu keluar. Pemerahan akan
berlangsung selama beberapa menit sampai aliran susu yang terlihat pada saat
diperah sudah berkurang. Setelah memerah, putih susu sapi dicelupkan pada
iodium agar menghindari ternak terkena mastitis. Susu yang diperah akan
tertampung pada kaleng penampung susu (milk can) yang sudah diletakkan
dibawah ambing. Serta tambahan peralatan lain seperti sekop dan sikat lantai
untuk menjaga kebersihan kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Yashinta
(2010) bahwa mengenai perlengkapan pemerahan yaitu sebelum melakukan
pemerahan petugas harus mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang
diperlukan terlihat dahulu. Perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih
dahulu. Perlengkapan dan peralatan tersebut antara lain: ember tempat
pemerahan, tali pengikat kaki, tali pengikat ekor (jika hal ini diperlukan), milk-
can untuk menampung air susu, dan kain bersih untuk mnyaring susu terhadap
kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam milk-can. Semua alat
yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus selalu dalam keadaan bersih
atau steril. Agar semua peralatan yang dipakai menjadi steril, alat-alat tersebut
harus dicuci dengan cara merendam dalam larutan disinfektan, lalu dicuci
dengan air panas dan dijemur.
5. Pengadaan Bibit
Pengadaan bibit sapi ternak pada peternakan sapi perah penduduk di
Enrekang bertujuan untuk mempersiapkan sapi-sapi muda yang nantinya
berfungsi sebagai generasi pelanjut dari sapi-sapi yang akan diafkir dan juga
untuk meningkatkan produksi susu yang dihasilkan dengan melakukan seleksi
dan perkawinan. Pak Sunusi (peternak) memiliki 1 ekor peranakan sapi sahiwal
yang dipelihara dengan modal sendiri dan ada bantuan bibit dari Pemerintah
setempat. Pemberian bantuan bibit ini ditujukan agar para peternak dapat
meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Darna (2006) bahwa pembangunan selalu mengarah pada perubahan yang lebih
baik. Begitupula dengan pembangunan peternakan yang sedang giat-giatnya
dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Tentunya pembangunan
sector ini selalu akan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup
peternak, memperluas lapangan kerja, serta memperluas pasar dalam negeri
maupun luar negeri melalui peternakan yang maju, efisien dan tangguh sehingga
mampu meningkatkan dan menganekaragamkan hasil dan mutu produksi.
6. Pengadaan Bahan Baku Pakan
Bahan baku pakan utama yang digunakan pada peternakan ini adalah
rumput gajah yang diperoleh dari lahan pertanian di sekitar areal peternakan
tersebut yang ditanam sendiri oleh peternak. Hijauan merupakan makanan pokok
bagi ternak sapi perah karena mengandung serat kasar yang tinggi dengan
poduksi persatuan luas yang sangat tinggi. Akan tetapi selama musim kemarau
penyediaan hijauan menjadi kendala terbesar dalam pemeliharaan sapi perah
milik Pak Rahman. Selain pemberian hijauan segar, pada peternakan ini, sapi
perah ini juga diberikan makanan penguat berupa ampas tahu dan dedak. Dedak
halus, ampas tahu dan bungkil kelapa merupakan sumber karbohidrat yang baik
untuk ternak. Hal ini sesuai Haryono (2010) bahwa sumber karbohidrat berupa
dedak halus atau bekatul, ampas tahu, geplek, dan bungkil kelapa serta mineral
(sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur dll. Pemberian konsentrat
sebaginya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak
10% dari berat badan perhari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang
cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak
yang dipelihara. Pemberian pakan setiap hari sapi digembalaklan.
Ditambahkan oleh Anonimb (2010) bahwa pakan sapi terdiri dari
hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu,
lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi
dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan
dua kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum
pemerahan sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. Pemberian pakan
pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan,
system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pemberian
jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara,
periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian
konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa
umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan
sebanyak 1-2% dari berat badannya.
7. Kapasitas Produksi
Pemerahan pada sapi perah ini dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi
hari dan pada sore hari. Dalam sehari seekor ternak dapat menghasilkan 16 liter
susu, yang didapatkan dari 8 ekor sapi betina yang laktasi. Pembuatan 1 bungkus
dangke diperoleh dari susu segar sebanyak 1,5 liter. Proses pembuatan dangke
yaitu: (1) Susu segar dimasak hingga mendidih, (2) Memberi sedikit tambahan
getah papaya (membuat lemak susu mengendap dan memisah dari air susu), (3)
Mengambil endapan susu yang telah terapung di permukaan panci, (4) Mencetak
pada tempurung kelapa, (5) Membungkus dangke yang telah jadi menggunakan
daun pisang, dan (6) Dangke siap untuk dipasarkan. Produk susu yang satu ini
dijual dengan harga Rp. 15.000.
Berbeda dengan pembuatan kerupuk susu. Prosesnya lebih mudah
yaitu: (1) Mencampurkan dangke (matang) dengan tepung beras, (2)
Memasukkan adonan kedalam cetakan krupuk, (3) Digoreng dengan minyak
panas, (4) Krupuk susu dibungkus dengan plastik dan diberi label, dan (5)
Krupuk susu siap untuk dipasarkan. Produk kerupuk susu ini dijual senilai Rp.
5.000 sampai Rp.15.000/ bungkus.
8. Sarana dan Prasarana
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan maka dapat diketahui
bahwa jumlah kandang pada peternakan ini cuma 1, namun ada pemisahan yang
jelas antara sapi laktasi dan sapi dara. Tipe kandang pemeliharaan yang
digunakan oleh penduduk yaitu kandang tipe tunggal. Dinding kandang berupa
dinding semi terbuka yang terdiri dari sekat-sekat tembok yang tidak tertutup
seluruhnya. Tempat makan dan minum terbuat dari beton yang berbentuk kotak.
Terdapat pula Ember susu untuk menampung susu serta peralatan lain. Hal ini
sesuai dengan pendapat Yashinta (2010) bahwa mengenai perlengkapan
pemerahan yaitu: sebelum melakukan pemerahan, petugas harus mempersiapkan
perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih dahulu. Perlengkapan dan
peralatan tersebut antara lain : ember tempat pemerahan, tali pengikat kaki, tali
pengikat ekor (jika hal ini diperlukan), milk-can untuk menampung air susu, dan
kain bersih untuk menyaring susu terhadap kotorn dan bulu sapi pada saat susu
dituangkan ke dalam milk-can.semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah
dipakai harus selalu dalam keadaan bersih atau steril. Agar semua peralatan yang
dipakai menjadi steril, alat-alat tersebut harus dicuci dengan cara merendam
dalam larutan disinfektan, lalu dicuci dengan air, selanjutnya dibils dengan air
panas dan dijemur.
Ditambahkan oleh Anonim (2010) bahwa mengenai peralatan
pemberian pakan yaitu termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat
pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah
atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak
diinjakinjak/ tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen
berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai. Dengan
demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya. Perlengkapan
lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk
memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan
kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bisa dipakai untuk
memandikan sapi.
C. Aspek Organisasi dan Manajemen
1. Kepemilikan Usaha
Peternakan sapi perah ini merupakan usaha perseorangan yang dikelola
secara sederhana dengan menggunakan tenaga kerja dari keluarga maupun
tetangga. Dalam hal ini Pak Sunusi dan keluarga bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap jalannya usahan ini. Modal dari usaha ini berasal dari
subsidi pemerintah setempat dan juga menggunakan modal sendiri. Keutungan
yang diperoleh Pak Dariatmo dari usaha merupakan sumber penghasilan
tambahan bagi keluarganya, begitu pula apabila terdapat resiko yang muncul
menjadi tanggung jawab bersama (subsidi obat-obatan dan pakan). Hal ini sesuai
dengan pendapat Anonim (2010) bahwa menurut Keputusan Menteri Pertanian
Republik Indonesia No. 404/Kpts/OT.210/6/2002 bahwa Perusahaan peternakan
dapat melakukan kemitraan usaha peternakan dengan perusahaan di bidang
peternakan atau peternakan rakyat. Kemitraan usaha dilakukan secara sukarela,
saling membantu, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
2. Kebutuhan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan pada peternakan Pak Dariatmo berasal dari
keluarga sendiri dan siswa yang melakukan PKU (Praktek Kerja Usaha) serta
anggota keuarganya yang lain ikut serta dalam pemeliharaan serta pengolahan
susu. Setiap pagi dan sore dilakukan pembersihaan kandang dan melakukan
pemerahan susu sapi dan kemudian diolah oleh anggota keluarganya yang lain
menjadi dangke dan kerupuk susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Ako (2010)
bahwa usaha peternakan sapi perah modern harus mempunyai tenaga kerja yang
terampil dan berpengalaman, seorang peternak dapat memelihara 40-50 ekor
sapi perah tanpa bantuan tenaga orang lain.
D. Ansalisis Finansial dan Kelayakan Usaha
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil
sebagai berikut.
Tabel 1. Analisis Finansial dan Kelayakan Usaha pada Peternakan Sapi Perah Pak Sunusi
No URAIAN Satuan VolumeHarga /
Unit (Rp)NILAI (Rp)
A. Penerimaan
a. Dangke b. Krupukc. PedetTotal Penerimaan
BungkusBungkusEkor
306012
15.00010.0004.000.000
135.000.000 180.000.000 14.400.000.000 14.715.000.000
B. Biayaa. Biaya Tetap
Penyusutan KandangKarpet
Total Biaya Tetapb. Biaya Variabel
1. PakanHijauanAmpas TahuDedak
2. Listrik3. Air4. Tenaga Kerja5. Obat Dan
AntibiotikTotal Biaya VariabelTotal Pengeluaran
20 tahun5 tahun
KgKgKgKwh-Orang-
1.500530BulanBulan5Bulan
75.000.000350.000
50010.0001.000--1.000.000-
1.125.000.000 21.000.0001.146.000.000
225.000.000 15.000.000 9.000.000 450.000 100.000 5.000.000 3.100.000 257.650.0001.403.650.0002.549.650.000
C. Pendapatan (A-B) 12.165.350.000D. R/C atau (A/B) 5,77E. B/C 4,78F. a. BEP Produksi
b. BEP Harga84,99
18,89Sumber : Data Primer Hasil Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah, 2013.
Berdasarkan data pada tabel 1 diatas, maka dapat diketahui bahwa
aspek keuangan dan kelayakan usaha peternakan Sapi Perah Pak Sunusi, yang
berkaitan dengan analisis finansial dimana total penerimaan hanya bersumber
dari produksi susu namun yang dijual adalah produk olahan berupa dangke dan
krupuk susu ditambah dengan jumlah sapi pedet dengan jumlah yaitu Rp.
14.715.000.000. Sedangkan total biaya pengeluaran sebesar Rp.
2.549.650.000 dimana meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Maka,
pendapatan/laba yang diperoleh Pak Sunusi sebesar Rp. 12.165.350.000 dengan
rasio 18,89 BEP harga produksi Rp 135.000.000,- dan BEP volume produksi
84,99. Sehingga aspek keuangan dan kelayakan usaha peternakan sapi perah
sangatlah bergantung pada banyaknya biaya-biaya yang dikeluarkan. Seperti
biaya penyusutan, biaya variabel serta serta biaya tetap dalam menjalankan
usaha peternakan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursam (2006) bahwa
dalam usaha peternakan terdapat pengeluaran tetap dan tidak tetap (variable).
Yang digolongkan ongkos (pengeluaran) tetap adalah modal yang diinvestasikan
dan tak mudah hilang seperti : tanah, bangunan kandang, dan peralatannya.
Besarnya ongkos tetap untuk pemeliharaan ayam adalah tergantung pada jumlah
investasi untuk tanah, kandang, peralatan dan lain-lain. Besarnya input yang
diperhitungkan sebagai penyusutan modal “ongkos tetap” disini tidak tergantung
pada jumlah ayam yang dipelihara, sebab meskipun kandang itu kosong, tetapi
ongkos itu tetap diperhitungkan. Dan mengenai perbaikan kandang tidak bisa
diperhitungkan sebagai ongkos tetap, melainkan ongkos variabel.
Pada usaha peternakan Pak Sunusi ini memperoleh BEP Harga
Produksi sebesar Rp.135.000.000 dan BEP Volume Produksi sebesar 30.
Dengan kecilnya angka BEP yang didapatkan Pak Dariatmo pertahunnya
sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh keuntungan.
Dimana BEP (Break even point) berarti titik pulang pokok yang artinya
bagaiman hubungan antara pengeluaran serta pendapatan dalam suatu tingkatan
Produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Umar (2003) bahwa titik pulang pokok
adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
beberapa variable didalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau
tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan
yang diterima peruusahaan dari kegiatannya. Pendapatan perusahaan merupakan
penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan sedangkan biaya
operasinya merupakan pengeluaran yang juga karena kegiatan perusahaan. Biaya
operasi ini terbagi atas tiga bagian yaitu biaya tetap, biaya variable dan biaya
semi-variabel.
R/C (ratio) menunjukkkan perbandingan antara total produksi dengan
biaya produksi. Dimana, pada usaha ini diperoleh R/C yaitu 5,77. Nilai ini
berarti bahwa setiap Rp. 1 modal yang dikeluarkan maka Pak Sunusi
memperoleh keuntungan sebesar Rp. 5,77. Hal ini menunjukkan bahwa usaha
tersebut memperoleh keuntungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Umar (2003),
bahwa jika R/C < 1 maka usaha tersebut dikatakan rugi, jika R/C > 1 maka
usaha tersebut dikatakan untung, sedangkan jika R/C = 1 maka usaha tersebut
dikatakan tidak untung dan juga tidak rugi. Pada dasarnya keuntungan yang
diperoleh dari Pak Sunusi sangatlah besar hal ini disebabkan karena pak Sunusi
menggunakan tenaga kerja dari sebagian keluarganya.
E. Penentuan Kualitas Susu
Pengujian kualitas susu ini dilakukan dengan menentukan berat jenis (BJ)
susu dan uji kotoran melalui kertas saring. Berat jenis susu yang diperoleh dari
susu segar milik Pak Sunusi adalah 1,035 dengan suhu susu 310C. Hal ini
menandakan bahwa susu yang diproduksi oleh peternakan sapi Pak Sunusi sudah
memenuhi kriteria sebagai susu layak konsumsi karena memiliki BJ 1,035 yang
mana standar BJ untuk susu layak konsumsi adalah 1,027 sampai 1,035 serta
setelah melalui uji dengan kertas saring tampak bahwa tidak ada kotoran yang
terkandung dalam susu. Hal ini didukung oleh pendapat Dwi (2011), bahwa air
susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air, yaitu umumnya
1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu
adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air
susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan
kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-
ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah.