lap. diver pempek sayur.doc

25
61 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil perikanan Indonesia, baik dalam bentuk segar maupun olahan, semakin diminati pasar dalam maupun luar negeri. Peningkatan permintaan ini memang sangat kita harapkan mengingat tingginya potensi hasil perikanan Indonesia. Yang menjadi masalah, produk ini dalam bentuk segar dapat mengalami kemunduran mutu. Oleh karena itu perlu upaya mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap sempurna. Bahkan dengan cara mengawetkan dan mengolahnya, secara ekonomis nilai tambah roduk juga meningkat (Effendie, 2002). Ikan merupakan salah satu smber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena dalam kandungan porteinnya tinggi mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya tinggi dan harganya murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya.Memiliki kelemahan karena cepat membusuknya.Melihat dari keadaan diatas perlu dilakukan penanganan, pengolahan, dan pengawetan hasil perikanan yang bertujuan selain mencegah kerusakan ikan yaitu juga dapat memperpanjang daya simpan juga untuk menganekaragamkan produk olahan hasil perikanan (Affandi, 2002). Universitas Sriwijaya 61

Transcript of lap. diver pempek sayur.doc

65

BAB 1PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Hasil perikanan Indonesia, baik dalam bentuk segar maupun olahan, semakin diminati pasar dalam maupun luar negeri. Peningkatan permintaan ini memang sangat kita harapkan mengingat tingginya potensi hasil perikanan Indonesia. Yang menjadi masalah, produk ini dalam bentuk segar dapat mengalami kemunduran mutu. Oleh karena itu perlu upaya mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap sempurna. Bahkan dengan cara mengawetkan dan mengolahnya, secara ekonomis nilai tambah roduk juga meningkat (Effendie, 2002).

Ikan merupakan salah satu smber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena dalam kandungan porteinnya tinggi mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya tinggi dan harganya murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya.Memiliki kelemahan karena cepat membusuknya.Melihat dari keadaan diatas perlu dilakukan penanganan, pengolahan, dan pengawetan hasil perikanan yang bertujuan selain mencegah kerusakan ikan yaitu juga dapat memperpanjang daya simpan juga untuk menganekaragamkan produk olahan hasil perikanan (Affandi, 2002).Pempek merupakan produk pangan tradisional yang dapat digolongkan sebagai gel ikan, sama halnya seperti otak-otak atau kamaboko di Jepang. Pempek juga merupakan makanan tradisional masyarakat Palembang yang terbuat dari bahan dasar daging ikan giling dan tepung tapioka. Pempek memiliki citarasa khas dan disukai masyarakat, memiliki nilai ekonomi dan gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi utama pada pempek adalah protein, lemak, dan karbohidrat yang diperoleh dari ikan dan tepung tapioka. Kandungan gizi lainnya berupa vitamin dan mineral (Yadisi, 2005).

Perbandingan ikan, air, tepung tapioka, dan garam sangat berpengaruh terhadap nilai gizi, rasa, warna, kekenyalan, serta karakteristik lainnya. Penggunaan ikan akan mempengaruhi citarasa dan aroma makanan ini. Penggunaan ikan yang semakin banyak akan meningkatkan kadar lemak, protein, dan rasa enak pempek, tetapi tentu saja harganya menjadi lebih mahal. Pempek yang dijual murah biasanya terbuat dari tepung kanji yang ditambahkan penyedap rasa, tanpa menggunakan ikan. Jenis ini di Palembang disebut sebagai pempek dos (Iqbal, 2009).

Komposisi zat gizi pempek berbeda-beda menurut jenis serta bahan baku ikan yang digunakan. Pempek kapal selam memiliki kadar protein, lemak, dan vitamin A lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya karena adanya penambahan telur di dalamnya. Pempek dalam porsi lengkap memiliki kandungan zat gizi yang lebih baik dibandingkan dalam bentuk satuan. Komposisi gizi pempek juga berbeda-beda menurut daerah asalnya (Iqbal, 2009).1.2. TujuanAdapun tujuan dari praktikum pembuatan pempek dengan penggunaan pewarna alami ini untuk mengetahui proses pembuatan pempek serta uji sensori produk tersebut.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi2.1.1. Klasifikasi Ikan Kakap

Ikan kakap merah mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Saanin, 1984) :

Filum

: Chordata

Sub filum: Vertebrata

Kelas

: Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo

: Percomorphi

Sub ordo : Perciodea

Famili

: Lutjanidae

Sub famili : Lutjanidae

Genus

: Lutjanus

Spesies: Lutjanus sp

Gambar 2.1.1. Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp)Ciri-ciri kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai tubuh yang memanjang dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi konikel pada taring-taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan serangkaian gigi caninnya yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk segitiga maupun bentuk V dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung berbentuk tonjolan yang tajam (Gunarso, 1995).

Sirip punggung dan sirip duburnya terdiri dari jari-jari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung umumnya berkesinambungan dan berlekuk pada bagian antara yang berduri keras dan bagian yang berduri lunak. Batas belakang ekornya agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul. Warna sangat bervariasi, mulai dari yang kemerahan, kekuningan, kelabu hingga kecoklatan. Ada yang mempunyai garis-garis berwarna gelap dan terkadang dijumpai adanya bercak kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat di bawah awal sirip punggung berjari lunak. Pada umumnya berukuran panjang antara 25-50 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm. Ikan kakap merah menerima berbagai informasi mengenai keadaan sekelilingnya melalui beberapa inderanya, seperti melalui indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, peraba, linea lateralis dan sebagainya (Gunarso, 1995). 2.1.2. Brokoli (Brassica oleracea)Menurut USDA (2012), klasifikasi Brokoli adalah sebagai berikutkingdom : Plantae

divisi

:Magnoliophyta

kelas

: Magnoliopsida

ordo

:Capparales

famili

: Brassicaceae

genus

: Brassica L.species : Brassica oleracea

Gambar 2.1.2. Brokoli (Brassica oleracea)Menurut Harjadi (1990), Morfologi tanaman brokoli memiliki kesamaan dengan keluarga kubis-kubisan lainnya. Brokoli memiliki perakaran yang dangkal (20cm-30 cm) dan menyebar ke samping. Sistem perakaran yang dangkal itu membuat tanaman brokoli ini dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam pada tanah yang gembur dan porus. Batang brokoli berwarna hijau, berbentuk bulat (Harjadi, 1990). Daun brokoli berbentuk bulat telur (oval) dengan tepi daun bergerigi, berwarna hijau dan tumbuh berselang-seling pada batang tanaman (Rukmana, 1995).

Daun brokoli agak keras dan berlapis lilin, daun terdalam yang kecil dari brokoli berfungsi untuk melindungi bunga yang baru terbentuk dari sinar matahari. Pada kondisi lingkungan yang sesuai, bunga brokoli dapat tumbuh memanjang menjadi tangkai bunga yang penuh dengan kuntum bunga (Cahyono, 2001). Tanaman brokoli bersifat menyerbuk silang dengan bantuan serangga. Putik masak lebih dahulu daripada tepungsarinya sehingga sulit terjadi penyerbukan sendiri. Penyerbukan silang pada keluarga Brassicaceae disebabkan sifat self-incompatibility (tidak mampu melakukan penyerbukan sendiri) (Harjadi,1990).2.1.3. Wortel (Daucus carota L.)Menurut Cahyono 2002 dalam (Pohan, 2008), dalam sistem tumbuh-tumbuhan (taksonomi), tanaman wortel diklasifikasikan sebagai berikut :

devisio: Spermatophyta

sub devisio: Angiospermae

kelas

: Dicotyledon

ordo

: Umbelliferales

family

: Umbelliferae

genus

: Daucusspecies

: Daucus carota L.

Gambar 2.1.3. Wortel (Daucus carota L.)

Susunan tubuh tanaman wortel terdiri atas daun dan tangkainya, batang dan akar. Secara keseluruhan wortel merupakan tanaman setahun, ang tumbuh tegak hingga 30-100 cm atau lebih (Cahyono 2002 dalam Keliat, 2008).Daun wortel bersifat majemuk menyirip ganda dua atau tiga, anak-anak daun berbentuk lanset (garis-garis). Setiap tanaman memiliki 5-7 tangkai daun yang berukuran agak panjang. Tangkai daun kaku dan tebal dengan permukaan yang halus, sedangkan helaian daun lemas dan tipis. Batang tanaman wortel sangat pendek sehingga hampir tidak nampak, batang bulat, tidakberkayu, agak keras, dan berdiameter kecil (sekitar 1-1,5 cm). Pada umumnya batang berwarna hijau tua. Batang tanaman tidak bercabang, namun ditumbuhi oleh tangkaidaun yang berukuran panjang, sehingga kelihatan seperti bercabang. Tanaman wortel memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Dalam pertumbuhannya akar tunggang akan mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan. Bentuk akar akan berubah menjadi besar dan bulat memanjang, hingga mencapai diameter 6 cm dan panjang sampai 30 cm, tergantung varietasnya. Akar tunggang yang telah berubah bentuk dan fungsi inilah yang sering disebut atau dikenal sebagai Umbi Wortel (Cahyono, 2002).Bunga tanaman wortel tumbuh pada ujung tanaman, berbentuk payung berganda, dan berwarna putih atau merah jambu agak pucat. Bunga memiliki tangkai yang pendek dan tebal. Kuntum-kuntum bunga terletak pada bidang yang sama. Bunga wortel yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji-biji yang berukuran kecil dan berbulu. Wortel merupakan tanaman sayuran umbi semusim, berbentuk semak yang dapat tumbuh sepanjang tahun, baik pada musim hujan maupun kemarau. Batangnya pendek dan berakar tunggang yang fungsinya berubah menjadi bulat dan memanjang. Warna umbi kuning kemerah-merahan, mempunyai karoten A yang sangat tinggi, Umbi wortel juga mengandung vitamin B, Vitamin c dan mineral (Setiawan 1995 dalam Pohan, 2008).Cahyono 2002 dalam Rini (2010) mengatakan bahwa pada awalnya hanya dikenal beberapa varietas wortel, namun dengan berkembangnya peradaban manusia dan teknologi, saat ini telah ditemukan varietas-varietas baru yang lebih unggul daripada generasi-generasi sebelumnya. Varietas-varietas wortel terbagi menjadi tiga kelompok yang didasarkan pada bentuk umbi, yaitu tipe Imperator, Chantenay, dan Nantes.

Tipe Imperator memiliki umbi berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing (menyerupai kerucut), panjang umbi 20-30 cm, dan rasa yang kurang manis sehingga kurang disukai oleh konsumen.

Tipe Chantenay memiliki umbi berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul, panjang antara 15-20 cm, dan rasa yang manis sehingga disukai oleh konsumen.

Tipe Nantes memiliki umbi berbentuk peralihan antara tipe Imperator dan tipe Chantenay, yaitu bulat pendek dengan ukuran panjang 5-6 cm atau berbentuk bulat agak panjang dengan ukuran panjang 10-15 cm.2.1.4. Buah Naga Ungu (Hylocereus polyrhizus)Menurut Kristanto D (2008), klasifikasi buah naga sebagai berikut:

divisi

: Spermatophytasubdivisi: Angiospermae

kelas

: Dicotyledonaeordo

: Cactalesfamily

: Cactaseae

genus

: Hylocereusspesies

: Hylocereus polyrhizus

Gambar 2.1.4. Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)Hylocereus polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan Australia ini memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna merah keunguan. Buah naga merupakan tanaman jenis merambat, secara morfologi, tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki

daun. Perakaran tanaman buah naga bersifat epifit, yaitu merambat dan menempel pada batang tanaman lain. Kalaupun tanaman ini dicabut dari tanah, ia masih hidup terus sebagai tanaman epifit karena menyerap air dan mineral melalui akar udara yang ada pada batangnya. Perakaran tanaman buah naga tidak terlalu panjang dan terbentuk akar cabang dari akar cabang, tumbuh akar rambut yang sangat kecil, lembut, dan banyak. Pertumbuhan perakaran tanaman normal, dianjurkan agar derajat keasaman tanah berada pada kondisi ideal, yaitu pH 7. Bila pH dibawah 5, pertumbuhan tanaman akan menjadi lambat, bahkan menjadi kerdil. Oleh karena itu, sebaiknya pH tanah harus diketahui sebelum tanaman ditanam maupun sesudah ditanam. Ini disebabkan perakaran tanaman menjadi media penghisap hara yang ada di dalam tanah (TKTM, 2010).Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lender dan berlapis lilin bila sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan atau ungu. Batang tersebut berukuran panjang dan bentuknya siku atau segitiga. Batang dan cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi. Itulah sebabnya batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang mengandung cambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman ini juga dianggap sebagai kaktus tidak berduri karena durinya yang pendek dan letak duri pada tepi siku-siku batang maupun cabang. Kuncup bunga yang sudah berukuran panjang sekitar 30 cm akan mulai mekar pada sore hari. Ini terjadi karena pada siang hari kuncup bunga dirangsang untuk mekar oleh sinar matahari dan perubahan suhu yang agak tajam antara siang dan malam hari (Wisnu, 2008).Bunga ini mekar penuh pada waktu tengah malam. Itulah sebabnya tanaman ini dijuluki sebagai night blooming cereus. Buah berbentuk bulat panjang serat berdaging warna merah dan sangat tebal. Letak buah pada umumnya mendekati ujung cabang atau batang. Pada cabang atau batang dapat tumbuh buah lebih dari satu, terkadang bersamaan atau berhimpitan. Bentuk buah bulat l onjong. Ketebalan kulit buah 2-3 cm. Permukaan kulit buah terdapat jumbai atau

jumbul berukuran 1-2 cm. Biji berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna

hitam, kulit biji sangat tipis tetapi keras. Biji ini dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman secara generative, tetapi cara ini jarang dilakukan karena

memerlukan waktu yang lama sampai berproduksi (TKTM, 2010).

2.1.5. Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.)Kedudukan taksonomi tanaman ubi jalar menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut:

divisi

: Spermatophyta

subdivisi: Angiospermae

kelas

: Dicotyledonae

ordo

: Convolvulus

family

: Convolvulacea

genus

: Ipomoea

species

: Ipomoea batatas L.

Gambar 2.1.5. Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.)Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis Amerika. Ubi jalar dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun di

pegunungan dengan suhu 27 oC dan lama penyinaran 11-12 jam perhari. Pada tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir setiap daerah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua dan Sumatra. Namun sampai saat ini hanya Papua saja yang memanfaatkan ubi jalar sebagai makanan pokok, walaupun belum menyamai padi dan jagung (Suprapti, 2003). Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri-ciri susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku-buku. Tipe pertumbuhan tegak dan merambat atau menjalar. Panjang batang tipe tegak: 1 m-2 m, sedangkan tipe merambat: 2 m-3m.

2.2. Bahan Pengisi

Bahan pengisi merupakan sumber pati. Bahan pengisi ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan. Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air yang berlebihan. Bahan pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah tepung (Winarno,1997).2.2.1. Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah salah satu hasil olahan dari ubi kayu. Tepung tapioka umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong (Sudarrmadji, 1998).

Kandungan nutrisi pada tepung tapioka menurut, Soemarno (2000). Komposisi Jumlah Kalori (per 100 gr) 363, Karbohidrat (%) 88.2, Kadar air (%) 9.0, Lemak (%) 0.5, Protein (%) 1.1, Ca (mg/100 gr) 84, P (mg/100 gr) 125, Fe (mg/100 gr) 1.0, Vitamin B1 (mg/100 gr) 0.4, Vitamin C (mg/100 gr). Tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengikat dalam industri makanan. Sedangkan ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat Indonesia mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi.

2.3. Bahan Tambahan2.3.1. Garam

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat,Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat/karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8- 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801oC (Burhanuddin, 2001). Garam Natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur iodin(dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) padatan Kristal berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl2 menjadi berasa agak pahit dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH (bahan untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk), sebagai zat pengawet (Mulyono, 2009).

Penggunaan garam pada proses pembentukan gel yaitu sebagai bahan pelarut myofibril. Untuk kosentrasi kurang dari 2 persen miofobril tidak dapat terlarut, sementara pada konsentrasi lebih dari 12 persen myofibril terhidrasi yang disebabkan efek salting-out dari garam. Untuk konsentrasi 2-3 persen merupakan penggunaan yang umum pada beberapa spesies ikan dan jenis produk, karena pada kisaran yang lebih tinggi akan memberikan rasa asin (Shimizu dan Toyohara 1994).

BAB 3PELAKSANAAN PRAKTIKUM3.1. Tempat dan Waktu

Praktikum Diversifikasi Hasil Perikanan ini di laksanakan di Laboratorium Dasar Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Indralaya, pada hari jumat, 18 Maret 2015 jam 13.00 wib sampai dengan selesai.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain pisau, wajan, kukusan. Bahan yang di gunakan Garam, tepung tapioka, udang kupas, surimi.

3.3. Cara kerja

Cara kerja pada pembuatan pempek ikan adalah sebagai berikut :

1. Surimi beku di-thawing.

2. Setelah surimi ikan di-thawing selanjutnya ditimbang.3. Ikan yang ditimbang tadi di campurkan dengan garam, bawang putih dan lada serta tepung tapioka.4. Kemudian tambahkan pewarna alami yaitu brokoli, wortel, ubi jalar dan buah naga.

5. Bentuk adonan, kemudian di lakukan perebusan.

6. Setelah direbus didiamkan sebentar hingga hilang panasnya kemudian dipotong tipis-tipis.7. Jadilah kaki pempek ikandengan pewarna alami.Ikan di giling (Surimi)

Campur garam

Campur tepung tani

Tambahkan pewarna alami, uleni sampai kalis

Buat bentuk adonan (lenjer) Rebus

Pempek ikanGambar 3.3. Diagram alir proses pembuatan pempek ikan dengan pewarna alami

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berikut adalah tabel uji mutu sensori pempek Ikan dengan penggunaan pewarna alami.4.1.1. Tabel hasil uji sensoris pempek ikanIndikatorKode sampel

475315831517432

Penampakan66666

Tekstur 45444

Rasa 45454

Aroma66565

Kekenyalan34234

Keterangan :1 = sangat tidak suka

2 = tidak suka

3 = agak tidak suka

4 = netral

5 = suka

6= agak suka7 = sangat amat suka4.2. PembahasanPada praktikum kali ini kami menbuat pempek ikan dengan penggunaan pewarna alami berupa brokoli sebagai warna hijau, wortel sebagai warna orange, buah naga sebagai warna ungu muda, dan ubi jalar ungu sebagai warna ungu tua. Penggunaan pewarna alami ini bertujuan agar pempek yang dihasikan mengandung nilai gizi yang lebih, selain itu juga menghasilkan penampakan yang menarik sebagai usaha diversifikasi produk perikanan.

Pempek merupakan produk pangan tradisional yang dapat digolongkan sebagai gel ikan, sama halnya seperti otak-otak atau kamaboko di Jepang. Pempek juga merupakan makanan tradisional masyarakat Palembang yang terbuat dari bahan dasar daging ikan giling dan tepung tapioka. Pempek memiliki citarasa khas dan disukai masyarakat, memiliki nilai ekonomi dan gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi utama pada pempek adalah protein, lemak, dan karbohidrat yang diperoleh dari ikan dan tepung tapioka. Kandungan gizi lainnya berupa vitamin dan mineral.

Pangan fungsional adalah makanan dan bahan pangan yang dapat memberikan manfaat tambahan di samping fungsi gizi dasar pangan tersebut dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Pangan fungsional dimungkinkan memiliki sifat fungsional untuk seluruh populasi atau kelompok khusus yang didefinisikan secara jelas sebagai contoh khusus untuk usia tertentu atau untuk golongan yang memiliki sifat genetik tertentu. Selain itu, pangan fungsional juga mencakup produk yang dibuat secara khusus untuk meningkatkan penampilan fisik maupun kognitif.Hasil uji sensori produk yaitu terlihat perbedaan dari penilaian penampakan, warna, dan aroma karna parameter tersebut merupakan parameter yang sangat berpengaruh terhadap penambahan pewarna alami tersebut. Penambahan pewrna alami ini menjadikan pempek ikan ini tergolong kedalam pangan fungsional.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh pada praktikum ini adalah1. Penggunaan pewarna alami ini bertujuan agar pempek yang dihasikan mengandung nilai gizi yang lebih.

2. Penambahan pewarna alami pada pempek juga menghasilkan penampakan yang menarik sebagai usaha diversifikasi produk perikanan.

3. Pempek merupakan produk pangan tradisional yang dapat digolongkan sebagai gel ikan, sama halnya seperti otak-otak atau kamaboko di Jepang.

4. Pangan fungsional adalah makanan dan bahan pangan yang dapat memberikan manfaat tambahan di samping fungsi gizi dasar pangan tersebut dalam suatu kelompok masyarakat tertentu.

5. Hasil uji sensori produk yaitu terlihat perbedaan dari penilaian penampakan, warna, dan aroma karna parameter tersebut merupakan parameter yang sangat berpengaruh terhadap penambahan pewarna alami tersebut. 5.2. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu agar proses ekstraksi pewarna alami lebih diperhatikan agar warna yang dihasikan lebih pekat dan berpengaruh terhadap warna pempek tersebut.DAFTAR PUSTAKAAffandi, R. 2002. Dunia Ikan. Unri Press. Pekan baru.

Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Burhanudin, P. 2001. Validasi Proses Panas Pasteurisasi untuk Seafood: Peranan Pengukur Suhu. Food Review. Edisi Desember 2010.

Cahyono, B. 2005. Bawang Daun. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.Cahyono, H. 2002. Analisis Finansial Usaha Tani Wortel. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Effendie, I. 2002. Dunia Perikanan. Penerbit Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Gunarso, W. 1995. Mengenal Kakap Merah Komoditi Ekspor Baru Indonesia. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Harjadi, W. 1990. lmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga, Jakarta.Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid 3. Departemen Kehutanan, Jakarta.Iqbal, Abdullah, A, (2009), Manajemen Konferensi dan Event, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Keliat, S. D. 2008. Analisis Sistem Pemasaran Wortel. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Kristanto, D. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya, Jakarta.Mulyono, I.K. 2009. Jenis-jenis garam. Satu Gunungbudi. Bogor. (1 Pengarang).Pohan, R. A. 2008. Analisis Usaha Tani dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Wortel. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Rini, D. K. 2010. Respon Penawaran Wortel (Daucus carota) Di Kabupaten Boyolali. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Rukmana, R. 1995. Bawang Daun. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Saanin. H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta. Bogor.

Shimizu dan Toyahara. 1994. Thermal stability and gel-forming ability af shark muscle as related to ionic strength. Journal Food Science 60(6): 1237-1240.

Soemarno, Aksi. 2000. Bercocok ubi dan Pemanfaatan.Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal 16 Cet. 15.

Sudarmadji, S. 1998. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Yogyakarta: Penerbit Liberty .

Suprapti, L.2003. Tepung Ubi Jalar, Pembuatan, dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Buah Naga. Nuansa Aulia, Bandung.USDA National Nutrient Database for Standarr Reference. (2012). Nutrient Value and Weight for Edible portion. http://ndb.nal.usda.gov. Diunduh: 9 febuari 2015

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wisnu Cahyadi. 2008. Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.Yadisi, dkk. 2005. Usaha Perikanan di Indonesia. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.96 hal.

Universitas Sriwijaya

65