Lap. Blue Economy BARU - Perpustakaan...

80
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012

Transcript of Lap. Blue Economy BARU - Perpustakaan...

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

KEBIJAKAN EKONOMI KELAUTANDENGAN MODEL EKONOMI BIRU

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANANSEKRETARIAT JENDERAL

SATUAN KERJA DEWAN KELAUTAN INDONESIATAHUN 2012

DEWAN KELAUTAN INDONESIA

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Tim Penyusun

Pengarah : Sharif C. Sutardjo

Penanggungjawab : Dr. Ir. Gellwyn Yusuf, M.Sc

Ketua : Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS

Wakil Ketua : Dr. Ir. Dedy H. Sutisna, MS

Sekretaris : Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si

Anggota : Prof. Firmanzah, Ph.D

Dr. Sunoto, M.E.S

Dr. Ir. Suseno, MM

Syarif Syahrial, SE, ME

Dr. Ir. Sri Yanti Wibisana, MPM

Ir. R. Anang Noegroho S.M, SCM, MEM

Ir. R. Nilanto Perbowo, M.Sc

Dr. Ir. Syahrowi R. Nusir, MM

Dr. Agus Heri Purnomo

Dr. Ir. Arif Satria

Dr. Ir. Gabriel Anthonius Wagey, MSc

Dr. Rizal E. Halim

Nurkholis, M.Si

Drs. Tomo HS, M.Si

M. Armansyah, ST

Jatu Fajarika N, S.Kel

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

KATA PENGANTAR

Semenjak diratifikasinya United Nation Convention on the Law of The Sea melaluiUndang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HUKUM LAUT 1982, Indonesia belum memiliki kebijakan yang secaraspesifik mengatur laut. Padahal, dua pertiga wilayahnya berupa perairan laut dankarenanya menjadi Negara Kepulauan. Sumberdaya alam laut yang terkandung didalamnya demikian besar, mencakup sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewableresources) maupun tidak (non renewable resources). Selain itu juga mengandung sumberenergi alternatif dan jasa kelautan. Dengan demikian kebijakan kelautan nasional yangmampu mengintegrasikan pembangunan ekonomi semua sektor secara berkelanjutanmutlak diperlukan agar dapat mengatur pemanfaatan potensi kelautan yang demikianbesar untuk mensejahterakan rakyat.

Undang-undang No. 17 Tahun 2007 mencantumkan 8 (delapan) misi pembangunannasional untuk mencapai Visi “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Salahsatu misi tersebut adalah “Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yangmandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional”. Strategi pembangunannasional yang digunakan untuk mencapai visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalamUndang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah pembangunan yang berkelanjutan dengansemangat yang pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environment. Kebijakan pembangunankelautan Nasional dibangun dari 5 pilar utama yang terdiri dari Budaya Bahari (OceanCulture), Tata Kelola di Laut (Ocean Governance), Pertahanan, Keamanan Dan Keselamatandi Laut (Maritime Security), Ekonomi Kelautan (Ocean Economy) dan Lingkungan Laut(Marine Environment). Kedua pilar ekonomi dan lingkungan inilah yang menjadikomponen inti dalam konsep Ekonomi Biru, karena pada dasarnya Ekonomi Biru adalahparadigma pembangunan ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem.

Dalam forum Konferensi Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012, Presiden RI dalam pidatonyatidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama melaksanakan ekonomi hijau dalampembangunan nasionalnya, tetapi juga mengkampanyekan ekonomi biru (Blue Economy),di mana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan yang berkelanjutan(Sustainable Development Goals). Oleh karena itu, model ekonomi biru perlu dijadikanbagian dari grand design pembangunan kelautan nasional.

Konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) merupakan konsep yang menggabungkanpengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Konsep Ekonomi Biru mencontohcara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa yang disediakan alam denganefisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam (shifting from scarcity to

i

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

abundance), limbah dari yang satu menjadi makanan/sumber energi bagi yang lain,sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem menjadi seimbang, energi didistribusikansecara efisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal, bekerja menuju tingkatefisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbahuntuk mendayagunakan kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasarbagi semuanya. Merujuk pada konsep tersebut di atas, maka Indonesia dapatmengembangkan teori tersebut ke dalam pembangunan bidang kelautan dengan modelekonomi biru sebagai penopang Pembangunan Nasional.

Kebijakan Kelautan, dengan Model Ekonomi Biru, melalui sektor ekonomi kelautan,memiliki 8 (delapan) strategi pengembangan yaitu pada sektor perhubungan laut, industrikelautan, perikanan, pariwisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunankelautan, jasa kelautan, lintas sektor bidang kelautan. Di dalam masing-masing strategipengembangan tersebut, terdapat upaya-upaya yang merupakan ruang bagi masing-masing sektor yang bersangkutan untuk secara kreatif mengembangkan bisnis di sektornyayang menggunakan model ekonomi biru. Keberhasilan pembangunan ekonomi kelautandengan model Ekonomi Biru membutuhkan komitmen para pemangku kepentingankhususnya terkait dengan berbagai kebijakan baik lokal maupun nasional, SDM, teknologi,akses keuangan, industrialisasi (hulu dan hilir), pendidikan, dan kesadaran kolektifmasyarakat akan potensi kelautan dan yang tak kalah pentingnya adalah political willdari pemerintah dan legislatif.

Saya menyadari bahwa kebijakan kelautan dengan model ekonomi biru inimerupakan konsep awal bagi Pengembangan Ekonomi Kelautan. Oleh karenanya masihbanyak membutuhkan masukan dan perbaikan. Harapan saya semoga konsep Kebijakanini dapat dijadikan bahan rumusan bagi Bangsa Indonesia dalam menyusun RencanaPembangunan Jangka Menengah 2014-2019 dan dijadikan pedoman bagi stakeholdersdalam pengelolaan potensi kelautan untuk kesejahteraan masyarakat.

Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan kebijakanini, kami ucapkan terima kasih dengan apresiasi tinggi. Semoga bermanfaat.

Jakarta, Desember 2012Menteri Kelautan dan Perikanan

selakuKetua Harian Dewan Kelautan Indonesia

Sharif C. Sutardjo

ii

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

EXECUTIVE SUMMARYKEBIJAKAN KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU

Semenjak diratifikasinya United Nation Convention on the Law of The Sea melalui

Undang-undang No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-

Bangsa tentang HUKUM LAUT 1982, Indonesia belum memiliki kebijakan yang secara

spesifik mengatur laut. Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia maka wilayah

pesisir, laut dan lautan adalah tumpuan harapan yang harus dikembangkan secara lestari

dan mampu mensejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri. Dengan

demikian kebijakan kelautan nasional yang mampu mengintegrasikan pembangunan

ekonomi semua sektor secara berkelanjutan mutlak diperlukan agar dapat mengatur

pemanfaatan potensi kelautan yang demikian besar untuk mensejahterakan rakyat.

Undang-undang No. 17 Tahun 2007 mencantumkan 8 (delapan) misi pembangunan

nasional untuk mencapai Visi “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Salah

satu misi tersebut adalah “Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang

mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional”. Strategi pembangunan

nasional yang digunakan untuk mencapai visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam

Undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah pembangunan yang berkelanjutan dengan

semangat yang pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environment. Kebijakan pembangunan

kelautan Nasional dibangun dari 5 pilar utama yang terdiri dari Budaya Bahari (Ocean

Culture), Tata Kelola di Laut (Ocean Governance), Pertahanan, Keamanan Dan Keselamatan

di Laut (Maritime Security), Ekonomi Kelautan (Ocean Economy) dan Lingkungan Laut

(Marine Environment). Kedua pilar ekonomi dan lingkungan inilah yang menjadi komponen

inti dalam konsep Ekonomi Biru, karena pada dasarnya Ekonomi Biru adalah paradigma

pembangunan ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem.

Kelautan sebagai bidang yang terdiri dari multisektor memerlukan sebuah kebijakan

yang sinergis pada sektor ekonomi kelautan mengingat keterkaitan yang erat antar

aktivitas ekonomi, baik di dalam maupun di luar sektor, sangat berperan dalam

keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan.Dalam rangka menyusun keterpaduan dan

keharmonisan pembangunan ekonomi kelautan sehingga berkelanjutan, maka penyusunan

kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan Berbasis Ekonomi Biru dalam pembangunan

nasional menjadi suatu keharusan.

iii

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Dalam forum Konferensi Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012, Presiden RI dalam pidatonya

tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama melaksanakan ekonomi hijau dalam

pembangunan nasionalnya, tetapi juga mengkampanyekan ekonomi biru (Blue Economy),

di mana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan yang berkelanjutan

(Sustainable Development Goals). Oleh karena itu, model ekonomi biru perlu dijadikan

bagian dari grand design pembangunan kelautan nasional.

Konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) merupakan konsep yang menggabungkan

pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Konsep Ekonomi Biru mencontoh

cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa yang disediakan alam dengan

efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam (shifting from scarcity to

abundance), limbah dari yang satu menjadi makanan/sumber energi bagi yang lain,

sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem menjadi seimbang, energi didistribusikan

secara efisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal, bekerja menuju tingkat

efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah

untuk mendayagunakan kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar

bagi semuanya. Merujuk pada konsep tersebut di atas, maka Indonesia dapat

mengembangkan teori tersebut ke dalam pembangunan bidang kelautan dengan model

ekonomi biru sebagai penopang Pembangunan Nasional.

Kebijakan Kelautan dengan Model Ekonomi Biru melalui bidang ekonomi kelautan,

memiliki 8 (delapan) sektor pengembangan yaitu sektor perhubungan laut, industri

kelautan, perikanan, pariwisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunan

kelautan, jasa kelautan serta lintas sektor bidang kelautan. Dari 8 (delapan) sektor

tersebut, maka muncullah 8 (delapan) strategi pengembangan ekonomi. Sebagai tindak

lanjutnya maka dalam masing-masing strategi pengembangan ekonomi tersebut terdapat

upaya-upaya yang merupakan ruang bagi masing-masing sektor yang bersangkutan untuk

secara kreatif mengembangkan bisnis di sektornya yang menggunakan model ekonomi

biru.

Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dapat diringkas sebagai Pengembangan

Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru sebagai Akselerator bagi Terwujudnya

Indonesia Sebagai Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan

Kepentingan Nasional. Kebijakan tersebut dilakukan melalui 8 (delapan) strategi antara

lain Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut, Sektor Industri Kelautan, Sektor

iv

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Perikanan, Sektor Pariwisata Bahari, Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan,

Sektor Bangunan Kelautan, Sektor Jasa Kelautan dan Pengembangan Ekonomi Lintas

Sektor Bidang Kelautan. Strategi-strategi tersebut dapat diimplementasikan oleh setiap

sektor melalui berbagai upaya untuk melakukan kegiatan bisnis dengan menggunakan

model ekonomi biru yang dikembangkan dengan inovasi dan kreativitas dari masing-

masing sektor tersebut.

Keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan dengan model Ekonomi Biru

membutuhkan suatu perencanaan yang komprehensif dan berpihak terhadap kepentingan

masyarakat serta lingkungan. Pembangunan tersebut harus didasarkan pada keterpaduan

geografis, keterpaduan ekologis, keterpaduan antar stakeholders, keterpaduan antar

sektor, dan keterpaduan antar ilmu pengetahuan.

Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru selanjutnya

dapat dilaksanakan secara berkelanjutan serta memberikan kontribusi yang signifikan

pada pembangunan bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyat secara adil di segenap

wilayah NKRI.

v

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... iEXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU ... iiiDAFTAR ISI .................................................................................. viDAFTAR TABEL ............................................................................. viiDAFTAR GAMBAR .......................................................................... viii

Bab 1 PENDAHULUAN ............................................................... 11.1 Latar Belakang ......................................................... 11.2 Pentingnya Laut dalam Perspektif Pembangunan Nasional ....... 2

Bab 2 KEBIJAKAN KELAUTAN ...................................................... 7

Bab 3 EKONOMI KELAUTAN ........................................................ 173.1 Ekonomi Kelautan Sebagai Arus Utama Pembangunan

Nasional ................................................................. 173.2 Perlunya Integrasi Antar Sektor Dalam Pembangunan

Ekonomi Kelautan ...................................................... 28

Bab 4 EKONOMI KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU ................. 314.1 Ekonomi Biru ........................................................... 314.2 Pembangunan Ekonomi Kelautan dengan Model

Ekonomi Biru ........................................................... 37

Bab 5 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI KELAUTANDENGAN MODEL EKONOMI BIRU ........................................... 405.1 Kebijakan Makro Pembangunan Kelautan Nasional ................ 405.2 Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan

Model Ekonomi Biru ................................................... 415.3 Strategi dan Upaya Pengembangan Ekonomi Kelautan

dengan Model Ekonomi Biru ........................................... 45

Bab 6 PENUTUP ...................................................................... 64

vi

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Beberapa Undang-Undang yang terkait dengan

Bidang Kelautan ............................................................... 9

Tabel 3.1 Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara ............ 19

Tabel 3.2 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Bidang Kelautanperiode tahun 2001 - 2005 .................................................. 20

Tabel 3.3 Nilai Koefisien ICOR Bidang Kelautan, berdasar Tabel I-O .............. 21

Tabel 3.4 Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja Berkaitan Produksi Ikan

Tangkap dari Perairan Indonesia (5% Meningkat Membutuhkan800 Kapal) ..................................................................... 24

Tabel 3.5 Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat pada Budidaya UdangUntuk Menghasilkan 100.000 Ton Udang ................................... 24

Tabel 3.6 Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat Pada Budidaya Ikan KerapuUntuk Menghasilkan 300 Ton Ikan Kerapu ................................. 25

Tabel 3.7 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Menurut UUNo. 33 Tahun 2004 ............................................................ 26

Tabel 5.1 Kebijakan, Strategi dan Upaya yang diperlukan untuk

Pengembangan Ekonomi Kelautan Nasional Dengan Model

Ekonomi Biru .................................................................. 61

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pilar Strategi Pembangunan Nasional ................................... 13

Gambar 3.1 Sistem Pembangunan Kelautan Nasional ................................ 17

Gambar 3.2. Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara Eropa ..... 18

Gambar 3.3 Model Pembangunan Ekonomi Kelautan Nasional dengan

Pengembangan Integrasi Antar Sektor ................................... 30

Gambar 4.1 Keterkaitan World Ocean Conference (WOC) 2009 dengan

Pilar Kebijakan Ekonomi Kelautan dan Lingkungan Laut

serta Ekonomi Biru ......................................................... 32

Gambar 4.2 Daerah Implementasi Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle

Initiative for Coral Reef, Fisheries and Food Security) ............. 33

Gambar 5.1 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perhubungan Laut

Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan) ............ 46

Gambar 5.2 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Industri Maritim

Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan) ............ 48

Gambar 5.3 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan Dengan Model

Ekonomi Biru untuk Produk Rumput Laut

(Kementerian Kelautan dan Perikanan) ................................. 50

Gambar 5.4 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan dengan Model

Ekonomi Biru berupa Silvofishery

(Kementerian Kelautan dan Perikanan) ................................. 50

Gambar 5.5 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Wisata Bahari Dengan Model

Ekonomi Biru (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) ....... 52

Gambar 5.6 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Energi dan

Sumberdaya Mineral Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru

(Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral) ....................... 54

Gambar 5.7 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Bangunan Kelautan

dengan Model Ekonomi Biru pada untuk Eco Fishing Port

(Kementerian Kelautan dan Perikanan) ................................. 56

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 ix

Gambar 5.8 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Jasa Kelautan Dengan Model

Ekonomi Biru untuk kerjasama penelitian untuk industri garam

(Kementerian Kelautan dan Perikanan) ................................. 57

Gambar 5.9 Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor

Bidang Kelautan dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk

Model Bisnis Terintegrasi di Lombok Timur ............................. 59

Gambar 5.10 Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor Bidang Kelautan

Dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk Model

Pengembangan Ekonomi Kawasan Terbatas di Nusa Penida ....... 59

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 1

Bab 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Posisi Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia serta diapit oleh

Samudera Pasifik dan Samudera Hindia menjadikan wilayah perairan laut Indonesia

sebagai perairan berproduktivitas tinggi dengan daya dukung alam (natural carrying

capacity) yang kuat. Selain itu, letak Indonesia di wilayah tropis dengan tingkat perubahan

suhu lingkungan yang relatif rendah memungkinkan perkembangan berbagai hayati laut

sehingga Indonesia dipandang dunia sebagai daerah “megabiodiversity”. Posisi geografis

yang strategis ini menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang berpotensi besar baik

dalam hal ekonomi maupun geo-politik. Sekitar 40% lalu lintas perdagangan barang dan

jasa yang diangkut kapal melintasi perairan Indonesia. Dengan 75% wilayah Indonesia

berupa laut dan wilayah pesisir (coastal zone) dengan kandungan sumberdaya alam yang

kaya dan beragam, maka sektor kelautan merupakan sektor strategis bagi pembangunan

ekonomi Indonesia ke depan. Sekitar 70% produksi minyak dan gas nasional berasal dari

wilayah pesisir dan lautan (offshore). Sumberdaya hidrokarbon, khususnya minyak dan

gas yang tersedia di 60 titik cekungan masih sangat besar sedangkan yang sudah

dieksploitasi relatif masih sedikit. Minyak, tersedia 86,9 miliar barel, dan baru dicadangkan

untuk dieksploitasi 9,1 miliar barel, sedangkan yang sudah diproduksi baru mencapai

0,387 miliar barel. Gas, tersedia 384,7 Trillion Standard Cubic Feet (TSCF), dan dicadangkan

185,8 TSCF, sedangkan yang sudah diproduksi hanya 2,95 TSCF (Firmanzah, 2012).

Posisi geografis Indonesia yang memungkinkan Indonesia untuk mendapatkan

manfaat ekonomi politik yang lebih besar tersebut hanya dapat diraih bila Indonesia

memiliki geo-politik, geo-ekonomi dan geo-strategis yang jelas dan terarah. Agar peran

ekonomi kelautan dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan kemakmuran bangsa

dan selanjutnya memanfaatkan posisi geografis yang strategis maka diperlukan sebuah

pergeseran paradigma pembangunan yang lebih memahami jati diri bangsa Indonesia

sebagai bangsa bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia serta memadukan

kekuatan ekonomi berbasis darat dan laut sebagai sinergi kekuatan ekonomi nasional.

Perubahan pemikiran tersebut harus segera dilakukan mengingat perubahan lingkungan

strategis antar bangsa yang sangat cepat sehingga posisi bangsa Indonesia di percaturan

regional maupun global harus didasarkan kepada endowment yang memiliki daya saing

dinamik di masa sekarang dan mendatang.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 2

Dalam rangka menuju kemajuan perekonomian Indonesia, maka diperlukan suatu

formulasi kebijakan pembangunan kelautan nasional (National Ocean Development

Policy) yang integral dan komprehensif yang nantinya menjadi payung politik bagi semua

institusi negara, swasta dan masyarakat yang mendukung terwujudnya Indonesia menjadi

negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.

Guna menjadikan kelautan sebagai leading sector dalam pembangunan ekonomi, maka

pendekatan kebijakan yang dilakukan harus mempertimbangkan keterkaitan antar sektor

ekonomi dalam lingkup bidang kelautan maupun ekonomi berbasis daratan. Karena

karakteristik daratan yang berbeda dengan laut, maka perlu dicari konsep yang dapat

mengintegrasikan visi pembangunan yang sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai Negara

Kepulauan dengan luas laut yang dominan.

Pembangunan kelautan nasional juga diarahkan untuk mendukung pengembangan

ekonomi rakyat secara komprehensif serta harus sinergi dengan grand strategi pembangunan

nasional yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, yakni:

pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro-job (penyerapan

tenaga kerja) dan pro-environment (melestarikan lingkungan). Selain itu, sinergi antara

eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam memberikan guideline dalam pembangunan

kelautan menjadi sangat menentukan. Dukungan legislatif terhadap eksekutif dalam

menyusun rencana anggaran pembangunan yang terkait dengan bidang kelautan sangat

penting untuk meningkatkan kapasitas pembangunan kelautan nasional secara

berkelanjutan demi kemakmuran rakyat.

1.2 Pentingnya Laut dalam Perspektif Pembangunan Nasional

Dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012 yang

membahas pembangunan berkelanjutan dengan mengedepankan keseimbangan antara

upaya meningkatkan pertumbuhan global dan pembangunan berwawasan lingkungan

atau dikenal dengan pendekatan ekonomi hijau (Green Economy), Presiden RI, Bapak

Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, dalam pidatonya menyatakan “For Indonesia, BlueEconomy is Our Next Frontier”, yang intinya tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-

sama melaksanakan ekonomi hijau dalam pembangunan nasionalnya, tetapi juga meng-

kampanyekan ekonomi biru (Blue Economy), di mana laut menjadi bagian integral untuk

tujuan pembangunan yang berkelanjutan tersebut (Sustainable Development Goals).

Dengan demikian, secara eksplisit Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono,

telah mengarahkan konsep ekonomi biru sebagai grand design pembangunan kelautan

nasional di masa depan.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 3

Dengan terbatasnya sumberdaya daratan maka pengembangan aktivitas ekonomi

berbasiskan pesisir dan laut (kelautan) menjadi sangat penting bagi masa depan bangsa

Indonesia. Pembangunan ekonomi dalam bidang kelautan belum menjadi mainstream

pembangunan ekonomi Indonesia, walaupun demikian bidang kelautan yang terdiri dari

tujuh sektor ekonomi, yakni (i) perhubungan laut, (ii) industri maritim, (iii) perikanan,

(iv) wisata bahari, (v) energi dan sumberdaya mineral, (vi) bangunan kelautan serta

(vii) jasa kelautan, memiliki kontribusi sebesar 22,42% terhadap produk domestik bruto

(PDB) nasional pada tahun 2005. Nilai kontribusi ekonomi yang cukup signifikan tersebut

diikuti dengan daya serap yang tinggi terhadap lapangan kerja seharusnya mampu

mensejahterakan rakyat dan segenap komponen bangsa di tanah air. Namun karena

komitmen pembangunan kelautan nasional yang masih terbatas mengakibatkan potensi

yang dimiliki oleh bidang kelautan (fungsi dan sumberdaya) masih belum dikembangkan

secara optimal.

Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi

pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi

kelautan Indonesia didalamnya dapat dipilah menjadi 4 kelompok sumberdaya kelautan

yaitu: Pertama adalah sumberdaya alam terbarukan (renewable resources) antara lain

adalah: perikanan, hutan bakau (mangrove), rumput laut (seaweed), padang lamun

(seagrass) dan terumbu karang (coral reefs). Kedua sumberdaya alam tak terbarukan

(non renewable resources) yakni: minyak, gas bumi, timah, bauksit, biji besi, pasir

kwarsa, bahan tambang, dan mineral lainnya. Ketiga energi kelautan berupa: energi

gelombang, OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion), pasang surut dan arus laut.

Keempat berupa laut sebagai environmental service dimana laut merupakan media

transportasi, komunikasi, rekreasi, pariwisata, pendidikan, penelitian, pertahanan dan

keamanan, pengatur iklim (climate regulator) dan sistem penunjang kehidupan lainnya

(life-supporting system). Potensi ekonomi sektor kelautan Indonesia diperkirakan mampu

mencapai US$ 1,2 triliun per tahun dengan penyerapan tenaga kerja berpotensi mencapai

40 juta orang. Dengan modal potensi kelautan tersebut, Indonesia memandang laut

dapat menjadi tumpuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan

(Firmanzah, 2012).

Data organisasi PBB untuk program Lingkungan (UNEP, 2009) menyebutkan bahwa

terdapat 64 wilayah perairan yang merupakan Large Marine Ecosystem (LME) di seluruh

dunia yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas dan pengaruh perubahan

iklim terhadap masing-masing LME. Indonesia memiliki akses langsung kepada 6 wilayah

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 4

LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan cukup besar, yakni LME 34 – Teluk

Bengala; LME 36 – Laut China Selatan; LME 37 – Sulu Celebes; LME 38 – Laut-laut Indonesia;

LME 39 – Arafura – Gulf Carpentaria; LME 45 – Laut Australia Utara. Potensi sumberdaya

kelautan dan perikanan ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga

sektor kelautan dan perikanan mampu menjadi penggerak pembangunan ekonomi nasional.

Laut sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa harusnya dapat dijadikan sebagai salah

satu pilar utama untuk membantu mengakselerasi terwujudnya kemakmuran dan

kejayaan bangsa Indonesia. Tambahan pula, laut bagi NKRI juga memiliki makna dan

fungsi yang sangat strategis, yaitu laut sebagai: (1) wilayah kedaulatan bangsa, (2)

lingkungan dan sumberdaya, (3) media kontak sosial, ekonomi, dan budaya, (4) geostrategi,

geopolitik, geokultural, dan geoekonomi negara, dan (5) sumber dan media penyebar

bencana alam.

Harus diakui bahwa hingga saat ini pembangunan ekonomi kelautan Indonesia belum

memberikan kontribusi yang signifikan atau optimal bagi kemajuan dan kesejahteraan

bangsanya. Hal ini dapat terlihat jelas bila membandingkan ratio luas laut dan panjang

pantai terhadap besarnya kontribusi bidang kelautan untuk total Produk Domestik Bruto

(PDB) nasionalnya. Sebagai gambaran, ekonomi kelautan Jepang mampu menyumbang

hingga 48,4% bagi PDB nasionalnya (setara 17.552 miliar dolar AS), sementara Korea

Selatan sanggup menyumbang hingga 37% bagi PDB nasionalnya, dan Vietnam bidang

kelautannya memberikan kontribusi hingga 57,6% bagi PDB nasionalnya. Padahal ketiga

negara diatas, luas lautan dan panjang pantainya relatif jauh lebih kecil dari Indonesia.

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sumberdaya kelautan yang dimiliki

bangsa ini belum menjadi penggerak ekonomi nasional. Disamping itu, pada kenyataan

di lapangan, pembangunan kelautan Indonesia masih banyak dilakukan secara sektoral,

parsial dan fragmented, yang mengakibatkan sering terjadi tumpang tindih dan konflik

kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaannya.

Kelautan Indonesia kedepan diharapkan dapat menjadi arus utama mainstream

(arus utama) pembangunan nasional dengan memanfaatkan ekosistem perairan laut

beserta segenap sumberdaya yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan (on a

sustainable basis) untuk kesatuan, kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Keinginan

tersebut dijabarkan dalam lima tujuan yang harus dicapai, yaitu: (1) Membangun jaringan

sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia, (2)

Meningkatkan dan menguatkan sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung

oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (3) Menetapkan wilayah Negara

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 5

Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal yang terkait dalam kerangka

pertahanan negara, (4) Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan

mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan, dan (5)

Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut.

Guna mencapai profil kelautan nasional seperti harapan diatas, dengan melihat

pencapaian kinerja pembangunan saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak

pekerjaan rumah yang harus dibenahi agar kelautan nasional dapat berperan lebih

besar dan signifikan lagi, guna mempercepat terwujudnya bangsa Indonesia yang maju,

mandiri, adil dan makmur. Atas dasar potensi sumberdaya kelautan yang dimiliki,

sesungguhnya peran dan kontribusi kelautan Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi

nasional dapat dinyatakan masih belum memadai. Hal ini terjadi, diantaranya disebabkan

karena masih kurangnya dukungan politik yang kuat, baik dari lembaga eksekutif

(Pemerintah) dan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat). Selain itu, dalam melaksanakan

pembangunan kelautan nasional masih terjadi mismanagement (salah urus), dilaksanakan

secara parsial dan belum dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan sinergis.

Oleh karena itu, perlu meluruskan kembali pandangan dan cara-cara dalam

membangun kelautan nasional melalui kebijakan dan strategi yang tepat, sistematik

dan efektif, agar mampu menghantarkan bangsa Indonesia seperti yang di cita-citakan

dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Secara umum pembangunan

kelautan nasional yang diharapkan adalah untuk mewujudkan:

a. Pembangunan kelautan nasional yang berpegang teguh pada prinsip kepentingan

nasional, keadilan dan manfaat sebesar-besarnya untuk bangsa dan rakyat Indonesia.

b. Pemanfaatan sumber daya kelautan yang seimbang, optimal, dan berkelanjutan

sesuai potensi yang tersedia, baik secara spasial maupun temporal, serta sesuai

dengan kaidah-kaidah berlaku, baik tingkat regional maupun internasional.

c. Tingkat pendapatan yang layak dan kualitas hidup yang baik bagi sumberdaya

manusia kelautan.

d. Sumberdaya manusia kelautan yang optimal, baik secara kuantitas maupun kualitas,

dan bertaraf internasional.

e. Penyerapan tenaga kerja nasional yang maksimal Perundangan dan peraturan yang

kuat dibidang kelautan.

f. Industri kelautan nasional yang efisien dan berdaya saing.

g. Pembangunan kelautan yang sesuai dengan tata ruang dan berbasis kelestarian

lingkungan.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 6

h. Jumlah prasarana dan sarana kelautan nasional mampu mendukung aktivitas

ekonomi secara optimal dan memadai.

i. Kontribusi yang maksimal dan signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB)

Nasional.

j. Koordinasi kerjasama pembangunan kelautan nasional yang efektif, sinergis dan

harmonis diantara 7 (tujuh) sektornya (perhubungan laut, industri maritim,

perikanan, wisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunan kelautan,

dan jasa kelautan) dan juga dengan sektor lainnya.

Dengan konsep pembangunan ekonomi kelautan yang tepat dan pertumbuhan

ekonomi Indonesia di atas 6 persen dalam beberapa tahun terakhir, maka proyeksi

McKinsey (2012) yang menyatakan Indonesia berpeluang menjadi negara terbesar ke-7

di dunia pada tahun 2030 setelah Cina, Amerika Serikat, India, Jepang, Brazil dan Rusia

serta mengambil alih posisi Jerman dan Inggris, dapat segera terwujud. Optimisme

tersebut tentu perlu didukung visi ekonomi yang jelas dan implementasi pembangunan

dengan tahapan yang benar, terukur dan berkelanjutan. Selain hal tersebut harus ada

“grand strategy” yang diadopsi oleh seluruh komponen bangsa serta manfaat

pembangunan berupa kesejahteraan dinikmati segenap lapisan masyarakat secara adil

untuk generasi sekarang dan yang akan datang.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 7

Bab 2KEBIJAKAN KELAUTAN

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan nilai dasar bangsa Indonesia dalam

menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 25 UUD 1945

melandasi pemikiran dalam pembangunan bidang kelautan, karena disana dinyatakan

secara eksplisit bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan. Demikian pula dengan pasal

33 yang secara implisit mengamanatkan bahwa sumber daya alam (termasuk sumber

daya laut) harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh

karena itu, pembangunan bidang kelautan harus menjamin bahwa rakyatlah yang akan

menikmati hasilnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Perumusan kebijakan

kelautan Indonesia dalam pembangunan bidang kelautan harus menggambarkan

keberpihakan kepada masyarakat luas.

Pada awal kemerdekaan, Indonesia masih menggunakan beberapa peraturan hukum

yang ditinggalkan Pemerintahan Hindia Belanda, termasuk landasan hukum bidang

kelautan, yakni “Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939” (TZMKO).

Namun, penggunaan ordonansi ini menyebabkan wilayah Indonesia menjadi tidak utuh,

karena perairan diantara kelima pulau besar Indonesia terdapat perairan bebas (high

seas). Keadaan ini dinilai dapat mengancam keutuhan NKRI. Atas dorongan semangat

tinggi dan kebulatan tekad yang luar biasa di masa kepemimpinan Presiden Soekarno,

dengan berani dan secara sepihak mengeluarkan suatu deklarasi keutuhan wilayah

Indonesia pada tanggal 13 Desember 1957, yang dikenal dengan Deklarasi Djoeanda.

Pada dasarnya konsep deklarasi ini memandang bahwa kepulauan Indonesia merupakan

wilayah pulau-pulau, wilayah perairan, dan dasar laut di dalamnya sebagai suatu kesatuan

historis, geografis, ekonomis, dan politis. Dengan adanya konsep ini, maka wilayah

perairan nusantara yang tadinya merupakan wilayah laut lepas kini menjadi bagian

integral dari wilayah Indonesia yang berada di bawah kedaulatan NKRI.

Deklarasi Djoeanda merupakan salah satu dari tiga pilar utama bangunan kesatuan

dan persatuan negara dan bangsa Indonesia, yaitu: Kesatuan Kejiwaan yang dinyatakan

dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; Kesatuan Kenegaraan dalam NKRI yang

diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945; dan Kesatuan Kewilayahan

(darat, laut, dan udara) yang diumumkan H. Djoeanda, 13 Desember 1957.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 8

Selanjutnya, Deklarasi ini diperkuat secara yuridis melalui Undang-Undang No. 4.

Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Dalam UU ini, pokok-pokok dasar dan

pertimbangan-pertimbangan mengenai pengaturan wilayah perairan Indonesia pada

hakikatnya tetap sama dengan Deklarasi Djoeanda, walaupun segi ekonomi dan

pengamanan sumberdaya alam lebih ditonjolkan. Kemudian, dalam perkembangan

sejarah selanjutnya, telah memungkinkan Indonesia menyempurnakan luas wilayahnya

melalui Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) termasuk

didalamnya integrasi Timor Timur, yang disempurnakan lagi dengan Undang-undang

No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, dan Undang-undang No 61 tahun 1998

tentang penutupan Kantung Natuna dan keluarnya Timor Timur.

Pada tahun 1982, 119 negara di dunia, termasuk Indonesia, telah menandatangani

Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 atau United Nation Convention on the Law of

the Sea (UNCLOS 1982). Konvensi tersebut di dalamnya memuat 9 buah pasal mengenai

perihal ketentuan tentang prinsip “Negara Kepulauan”. Salah satu pasal dalam prinsip

Negara Kepulauan tersebut menyatakan bahwa laut bukan sebagai alat pemisah,

melainkan sebagai alat yang menyatukan pulau-pulau yang satu dengan lainnya, yang

kemudian diimplementasikan oleh Indonesia dengan istilah Wawasan Nusantara.

Pengakuan dunia internasional ini, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto,

ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 tentangPengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HUKUM LAUT 1982.

Ratifikasi ini merupakan tindaklanjut dari gagasan negara kepulauan yang pada 25 tahun

lalu dicetuskannya Deklarasi Djoeanda pada tanggal 13 Desember 1957. Sejak itu,

Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan Konvensi

Hukum Laut PBB tahun 1982, dan UU No.17 tahun 1985 ini, selanjutnya harus dijadikan

pedoman dalam penyusunan rencana pembangunan nasional, utamanya pembangunan

di bidang kelautan. Pekerjaan rumah dalam menyusun undang-undang tentang Kelautan

yang mengatur secara komprehensif dan integratif terlupakan untuk diselesaikan.

Konsekuensinya, maka lahirlah beberapa undang-undang bidang kelautan secara sektoral

di masing-masing kementerian dan lembaga, diantaranya seperti tertera pada Tabel 2.1.

Pada REPELITA ke 5 (1993 – 1998) konsep pembangunan kelautan, akhirnya masuk

ke dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, karena makin seriusnya

kasus-kasus di wilayah perbatasan laut Indonesia dan sekaligus guna mengimplementasikan

konsep pembangunan kelautan yang tertuang di GBHN, maka Presiden Soeharto

mengeluarkan perintah pada tanggal 1 Januari 1996, yakni: “Mengembalikan Jiwa

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 9

Bahari Dengan Melalui Pembangunan Kelautan Indonesia”. Selanjutnya, diteruskan

dengan pembentukan Dewan Kelautan Nasional (DKN) melalui Keppres No. 77 Tahun

1996, yang memiliki tugas dan fungsi:

a) Memberikan pertimbangan, pendapat maupun saran kepada Presiden mengenai

peraturan, pengelolaan, pemanfaatan, pelestarian, perlindungan dan keamanan

kawasan laut, serta penentuan batas wilayah Indonesia.

b) Melakukan koordinasi dengan departemen dan badan yang terkait, dalam rangka

keterpaduan perumusan dan penetapan kebijakan mengenai masalah laut.

Tabel 2.1.

Daftar Beberapa Undang-Undang yang terkait dengan Bidang Kelautan

1. UU No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

2. UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

3. UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian

4. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati danEkosistemnya

5. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan

6. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

7. UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

8. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,dan Penerapan Ilmu dan Teknologi

9. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

10. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional

11. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

12. UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia

16. UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan danKehutanan

17. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

18. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-PulauKecil

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 10

Paradigma nasional selanjutnya adalah Deklarasi Bunaken yang dicetuskan tanggal

26 September 1998 pada masa pemerintahan Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie. Deklarasi

ini pada dasarnya secara tegas menyatakan dua hal pokok yaitu kesadaran bangsa

Indonesia akan geografik wilayahnya dan kemauan yang besar dari bangsa Indonesia

untuk membangun kelautan. Kesadaran geografik adalah kesadaran bangsa Indonesia

untuk memahami dan menyadari akan kondisi obyektif wadah kepulauan Indonesia yang

2/3 (dua per tiga) bagian wilayahnya adalah merupakan laut. Kesadaran bangsa Indonesia

akan geografik wilayahnya menjadi sangat penting bagi keberhasilan bangsa dalam

melaksanakan pembangunan kelautan yang mempunyai arti strategis dalam mengembalikan

kondisi ekonomi nasional yang sedang menyelesaikan berbagai krisis ini.

Inti dari Deklarasi Bunaken adalah laut merupakan peluang, tantangan dan harapan

untuk masa depan persatuan, kesatuan dan pembangunan bangsa Indonesia. Deklarasi

Bunaken merupakan pernyataan politis strategis pemerintah atau sebagai komitmen

bangsa yang memberikan peluang seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pembangunan

bidang kelautan. Melalui Deklarasi Bunaken, pemerintah juga akan mengorientasikan

Pembangunan Nasional ke laut dengan memberikan perhatian dan dukungan optimal

terhadap pembangunan kelautan.

19. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

20. UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

21. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara

22. UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

23. UU No. 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation

of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of

10 December 1982 Relating to the Conservation and Management ofStraddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan

Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan Konservasi dan

Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya

Jauh)

24. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

25. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga UU No. 9 Tahun 1985 (UU No.

31 Tahun 2004) tentang Perikanan

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 11

Deklarasi Bunaken dapat juga dikatakan sebagai kunci pembuka babak baru

pembangunan nasional yang berorientasi ke laut karena mengandung komitmen bahwa:

Pertama, Visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi

ke laut dan kedua, semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya juga memberikan

perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia.

Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, tumbuh kesadaran bahwa

potensi dan kekayaan yang ada di laut merupakan sumber ekonomi utama negara. Laut

adalah kehidupan masa depan bangsa. Atas pemikiran ini, maka Presiden Abdurrahman

Wahid membentuk kementerian baru yakni Departemen Eksplorasi Laut dengan

Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999. Dalam perjalanannya,

namanya berubah-ubah dan akhirnya saat ini menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan

berdasarkan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009. Pada masa pemerintahan Presiden

Abdurrahman Wahid juga dibentuk Dewan Maritim Indonesia (DMI) yang bertugas untuk

mengkoordinasikan dan mensinergikan program pembangunan kelautan di Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 2001, tepatnya tanggal 27 Desember 2001, bertempat di

Pelabuhan Rakyat Sunda Kelapa Jakarta, Presiden RI Megawati Sukarnoputri telah mencanang-

kan “Seruan Sunda Kelapa”. Seruan tersebut mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk

bersama-sama membangun kekuatan maritim/kelautan, dengan berlandaskan pada

kesadaran penuh bahwa bangsa Indonesia hidup di negara kepulauan terbesar di dunia,

dengan alam laut yang kaya akan berbagai sumberdaya alam. Pada Seruan Sunda Kelapa

menyatakan meliputi 5 pilar program pembangunan kelautan, yaitu:

1. Membangun kembali wawasan bahari,

2. Menegakkan kedaulatan secara nyata di laut,

3. Mengembangkan industri dan jasa maritim secara optimal dan lestari bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat,

4. Mengelola kawasan pesisir, laut dan pulau kecil, dan

5. Mengembangkan hukum nasional di bidang maritim.

Dengan lahirnya Seruan Sunda Kelapa diharapkan menimbulkan kesadaran dan

mengarahkan kembali bangsa Indonesia ke wawasan bahari. Dengan demikian, Seruan

Sunda Kelapa merupakan paradigma nasional untuk membangkitkan ekonomi kelautan

nasional untuk memberi kontribusi nyata bagi pertumbuhan perekonomian nasional,

membangkitkan kembali kekuatan armada niaga nasional, mempercepat penggapaian

masa depan bangsa, dan sekaligus memperkuat tali kehidupan bangsa.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 12

Dan kebijakan nasional selanjutnya yang terkait dengan bidang kelautan, yakni

pada masa pemerintahan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, adalah mengganti

nomenklatur Dewan Maritim Indonesia (DMI) menjadi Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN)

melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 21 Tahun 2007, ditetapkan Undang-undang

No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun

2005–2025 yang memuat pembangunan bidang kelautan, dan menyelenggarakan Konferensi

Kelautan Dunia atau World Ocean Conference (WOC) di Manado pada bulan Mei 2009.

Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa berdasarkan kondisi

bangsa Indonesia, tantangan yang akan dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan

memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, dan amanat

pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah:

INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR

Kemudian, untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui

8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:

1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan

beradab berdasarkan falsafah Pancasila.

2) Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.

3) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.

4) Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu.

5) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.

6) Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.

7) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,dan berbasiskan kepentingan nasional.

8) Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.

Dari 8 misi yang diemban tersebut, terdapat satu misi yang terkait langsung dengan

pembangunan kelautan nasional, yakni: “Mewujudkan Indonesia menjadi negarakepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional”.

Pencapaian sasaran pokok misi ini ditandai oleh hal-hal berikut:

1) Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan

kepulauan Indonesia.

2) Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung

oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 13

3) Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal

yang terkait dalam kerangka pertahanan negara.

4) Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan

sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.

5) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut.

Kemudian, pilar strategi pembangunan nasional yang digunakan untuk mencapai

visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah

pembangunan yang berkelanjutan dengan semangat yang pro-poor, pro-growth, pro-

job dan pro-environment (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Pilar Strategi Pembangunan Nasional

Dengan demikian, pembangunan nasional bidang kelautan pada masa yang akan

datang juga diarahkan pada pola pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan

sumberdaya kelautan berbasis ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumberdaya

manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan

keamanan, dan teknologi. RPJP Nasional 2005 - 2025 juga memberikan arah pembangunan

kelautan nasional selama kurun waktu 20 tahun mendatang, yakni sebagai berikut:

1) Membangkitkan wawasan dan budaya bahari, antara lain, melalui (a) pendidikan

dan penyadaran masyarakat tentang kelautan yang dapat diwujudkan melalui semua

jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (b) melestarikan nilai-nilai budaya serta

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 14

wawasan bahari serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di bidang

kelautan; dan (c) melindungi dan mensosialisasikan peninggalan budaya bawah air

melalui usaha preservasi, restorasi, dan konservasi.

2) Meningkatkan dan menguatkan peranan sumber daya manusia di bidang kelautanyang diwujudkan, antara lain, dengan (a) mendorong jasa pendidikan dan pelatihan

yang berkualitas di bidang kelautan untuk bidang-bidang keunggulan yang diimbangi

dengan ketersediaan lapangan kerja dan (b) mengembangkan standar kompetensi

sumber daya manusia di bidang kelautan. Selain itu, perlu juga dilakukan peningkatan

dan penguatan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, dan pengembangan

sistem informasi kelautan.

3) Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban yang telah digariskan

oleh hukum laut United Nation Convention on the Law Of Sea (UNCLOS) 1982.

Indonesia telah meratifikasi UNCLOS pada tahun 1986 sehingga mempunyai

kewajiban, antara lain, (a) menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola

sumber daya kelautan berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982; (b) menyelesaikan

penataan batas maritim (perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona

ekonomi eksklusif, dan landas kontinen); (c) menyelesaikan batas landas kontinen

di luar 200 mil laut; (d) menyampaikan laporan data nama geografis sumber daya

kelautan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sisi lain, Indonesia juga perlu

pengembangan dan penerapan tata kelola dan kelembagaan nasional di bidang

kelautan, yang meliputi (a) pembangunan sistem hukum dan tata pemerintahan

yang mendukung ke arah terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kepulauan serta

(b) pengembangan sistem koordinasi, perencanaan, monitoring, dan evaluasi.

4) Melakukan upaya pengamanan wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset NegaraKesatuan Republik Indonesia, yang meliputi (a) peningkatan kinerja pertahanan

dan keamanan secara terpadu di wilayah perbatasan; (b) pengembangan sistem

monitoring, control, and surveillance (MCS) sebagai instrumen pengamanan sumber

daya, lingkungan, dan wilayah kelautan; (c) pengoptimalan pelaksanaan pengamanan

wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terdepan; dan (d) peningkatan koordinasi

keamanan dan penanganan pelanggaran di laut.

5) Mengembangkan industri kelautan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutanyang meliputi (a) perhubungan laut; (b) industri maritim; (c) perikanan; (d) wisata

bahari; (e) energi dan sumber daya mineral; (f) bangunan laut; dan (g) jasa kelautan.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 15

6) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut dilakukan melalui (a)

pengembangan sistem mitigasi bencana; (b) pengembangan early warning system;

(c) pengembangan perencanaan nasional tanggap darurat tumpahan minyak di laut;

(d) pengembangan sistem pengendalian hama laut, introduksi spesies asing, dan

organisme laut yang menempel pada dinding kapal; serta (e) pengendalian dampak

sisa-sisa bangunan dan aktivitas di laut.

7) Meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di kawasan pesisir dilakukan dengan

mengembangkan kegiatan ekonomi produktif skala kecil yang mampu memberikan

lapangan kerja lebih luas kepada keluarga miskin

Selanjutnya, kegiatan World Ocean Conference (WOC) di Manado pada tanggal 11–

15 Mei 2009 dengan tema “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Laut dan Dampak Laut

terhadap Perubahan Iklim” merupakan inisiatif Indonesia dalam forum internasional

yang ditujukan bagi para pemimpin dunia dan pengambil keputusan untuk mengembangkan

kolaborasi internasional dan membuat komitmen bersama dalam menghadapi isu kelautan

dunia dan sekaligus masalah perubahan iklim global. Penyelenggaraan WOC 2009

didukung oleh 123 negara yang tergabung dalam The Eighteenth Meeting of States

Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea dan dalam pelaksanaannya

dihadiri oleh 423 delegasi yang berasal dari 87 negara dan organisasi-organisasi antar

negara.

Agenda utama dalam WOC 2009 adalah (1) Pertemuan antar pemerintah atau Senior

Officials Meeting yang dimaksudkan untuk mengerucutkan perumusan Manado Ocean

Declaration yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran negara partisipan WOC 2009

terhadap peran penting laut dalam perubahan iklim, dan (2) Kesepakatan Coral Triangle

Initiative atau CTI dalam bentuk CTI Regional Plan of Action oleh 6 negara, yakni

Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste, untuk

meningkatkan perlindungan terhadap sumber daya laut dan pantai yang berada di wilayah

coral triangle dalam wilayah laut 6 negara tersebut.

Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean Declaration) yang menjadi menjadi

salah satu output utama dari WOC 2009 ini merupakan tonggak sejarah dan dokumen

penting untuk menyelamatkan planet bumi dan kelangsungan hidup generasi penerus

di masa akan datang, sehingga dokumen tersebut akan diperjuangkan oleh wakil tetap

pemerintah Indonesia di PBB untuk dimasukan dalam agenda resmi dan dibahas dalam

Meeting of the States Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea.

Selain itu, output lainnya, yakni CTI Regional Plan of Action yang dilakukan oleh 6

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 16

negara, juga merupakan hal penting dalam menyelamatkan keanekaragaman sumber

daya hayati laut dunia, utamanya ikan dan terumbu karang. Dengan demikian, WOC 2009

dapat dinyatakan sebagai komitmen Bangsa Indonesia dalam upaya mengembangkan,

mengelola, dan melestarikan sumber daya laut nasional dan internasional secara

berkelanjutan.

Terakhir, landasan kebijakan terkini yang terkait dengan kebijakan kelautan adalah

Pidato Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono dalam forum KTT Rio+20 di

Brasil akhir Juni 2012, yang intinya tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama

melaksanakan Green Economy, tetapi juga mengkampanyekan Blue Economy, di mana

laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable

Development Goals). Dalam forum ini, secara tegas Presiden RI menyatakan bahwa

Blue Economy merupakan grand design pembangunan nasional masa depan, khususnya

Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Sumberdaya kelautan

dan pembangunan berbasis kelautan perlu dioptimalkan dengan baik dan disinergikan

serta dipadukan dengan pembangunan daratannya.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 17

Bab 3EKONOMI KELAUTAN

3.1 Ekonomi Kelautan Sebagai Arus Utama Pembangunan Nasional

Pelaksanaan pembangunan nasional sampai tahun 2025, termasuk didalamnya

pembangunan bidang kelautan, harus berlandaskan pada Undang-undang No. 17 Tahun

2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025. Dalam

UU tersebut juga ditetapkan Visi pembangunan nasional yang ingin dicapai Indonesia

pada 2025, yakni: Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Kemudian, guna

mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut, ditempuh melalui 8 (delapan) misi,

dan satu diantaranya merupakan misi yang terkait langsung dengan pembangunan

kelautan nasional, yakni: “Mewujudkan Indonesia menjadi Negara Kepulauan yangMandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional”. Dengan memperhatikan

cakupan misi tersebut, Pembangunan Kelautan Nasional selanjutnya diarahkan pada 5

pilar kebijakan utama, yaitu: budaya bahari (ocean culture), tata kelola di laut (ocean

governance), ekonomi kelautan (ocean economic), keamanan dan keselamatan di laut

(maritime security), dan lingkungan laut (marine environment). Secara diagramatik

keterkaitan sistem pembangunan kelautan nasional ini disajikan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Sistem Pembangunan Kelautan Nasional

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 18

Walaupun Indonesia memiliki potensi kekayaan laut dan pesisir yang besar, namun

sayangnya hingga saat ini belum menjadi basis ekonomi bagi pembangunan nasional.

Hal ini dapat diindikasikan dari masih belum optimalnya kontribusi yang diberikan oleh

bidang kelautan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Sebagai perbandingan,

ekonomi kelautan Jepang mampu menyumbang hingga 48,4 persen bagi PDB nasionalnya

(setara 17.552 miliar dolar AS), sedangkan Thailand, bidang kelautannya sanggup

menyumbang devisa 212 miliar dolar AS per tahun, dengan panjang pantai yang hanya

2.800 km. Indonesia yang luas wilayah lautnya hampir 70% dari total seluruh wilayahnya,

hingga kini kontribusi bidang kelautan terhadap PDB nasionalnya masih dibawah 30%.

Berdasarkan Gambar 3.2, jika dilihat kontribusi bidang kelautan di negara-negara

Eropa, kontribusi bidang kelautan mereka sudah cukup besar. Kontribusi PDB Norwegia

bahkan ditopang hampir 60 persen dari bidang ekonomi yang berbasis sumberdaya

kelautan. Proporsi ini bisa dikatakan besar, jika dilihat luas pantai dan kekayaan laut

mereka memang relatif jauh lebih kecil jika dibandingkan Indonesia.

Gambar 3.2. Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara Eropa

Dua negara ASEAN yaitu Thailand dan Vietnam juga memiliki proporsi ekonomi

kelautan yang besar jauh diatas negara kita. Negara Vietnam bahkan memiliki nilai

ekonomi kelautan sebesar VND 659.120 milyar atau 57,63 persen dari total PDBnya.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 19

Perbandingan kontribusi bidang kelautan beberapa Negara dapat dilihat pada Tabel3.1.

Tabel 3.1

Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara

1 Thailand 2.800 420 US$ 212 milyar (2008)

2 Korea Selatan 2.713 85.838 US$ 14,7 trilyun (1992) 37,00

3 Kanada US$ 11,1 milyar (2005) 7,72

4 Vietnam 3.260 >1 juta VND 659.120 milyar (2007) 57,63

6 China 32.000 3 juta RMB 2.966,2 Milyar (2008) 15,80

7 Amerika 19.800 US$ 138,25 Milyar(Ocean economy, 2004) 1,20

US$ 11,4 triliyun(Coastal economy, 2007) 83,00

No NegaraPanjangPantai(Km)

LuasPerairan(Km2)

Kontribusi Bidang Kelautanterhadap PDB

Nilai %

Sementara kontribusi bidang kelautan di Indonesia terhadap PDB nasional pada

tahun 2001 adalah sebesar 20,15%, untuk tahun 2002 sebesar 20,71%, tahun 2003 sebesar

20,77%, tahun 2004 sebesar 20,83% dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 22,42%.

Walaupun terlihat kecenderungan kontribusi yang terus meningkat dari tahun ke tahun,

namun bila melihat perkembangan bidang kelautan di negara-negara lain, utamanya

negara-negara tetangga, Indonesia masih relatif jauh tertinggal. Pada Tabel 3.2,menunjukkan peningkatan persentase kontribusi bidang kelautan tersebut beserta

masing-masing ketujuh sektor yang ada.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 20

Tabel 3.2Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Bidang Kelautan

periode tahun 2001 - 2005

1. Perhubungan Laut 0,74 1,39 1,67 1,49 1,48

2. Industri Maritim

- Pengilangan Minyak Bumi 2,09 2 2,01 2,05 2.10

- LNG 1,2 1,11 1,13 1,12 1,14

- Industri maritim lainnya 0,51 0,7 0,71 0,51 0,53

3. Perikanan 2,43 2,56 2,59 2,66 2,79

4. Wisata Bahari 1,47 1,56 1,52 1,51 1,52

5. Energi dan Sumberdaya Mineral 9,29 9,32 9,36 9,38 9,13

6. Bangunan Kelautan 0,96 0,96 0,5 0,77 1,01

7. Jasa Kelautan 1,46 1,2 1,28 1,34 1,32

Jumlah PDB Sektor Kelautan 20,15 20,71 20,77 20,83 22.42

Jumlah PDB Nasional (%) 100 100 100 100 100

No. Bidang KelautanPersentase ( %) Produk Domestik Bruto

2001 2002 2003 2004 2005

Sumber : data BPS diolah.

Dari tujuh bidang atau lapangan usaha yang terdapat dalam bidang kelautan, pada

tahun 2005 sektor energi dan sumber daya mineral mempunyai PDB yang paling besar

di bandingkan dengan sektor lainnya dengan kontribusi sebesar 9,13% dari total PDB

nasional. Peningkatan yang besar juga terjadi pada sektor industri maritim dan perikanan,

yaitu sebesar 3,77% dan 2,79%. Penurunan yang paling besar terjadi pada sektor

pertambangan. Hal ini disebabkan berkurangnya kegiatan eksploitasi bahkan tidak adanya

usaha eksplorasi selama beberapa tahun terakhir.

Efisiensi investasi ekonomi kelautan nasional dapat ditinjau dari Incremental Capital

Output Ratio (ICOR) yang merupakan indikator untuk mengukur sejauh mana efisiensi

dari suatu investasi. Makin rendah angka ICOR, maka investasi yang dilakukan semakin

efisien. ICOR dihitung sebagai rasio investasi terhadap PDB yang dibagi oleh tingkat

pertumbuhan PDB, semuanya dengan harga konstan (tahun dasar).

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 21

ICOR merupakan salah satu metoda untuk menghubungkan pertumbuhan faktor

produksi dengan pertumbuhan ekonomi. ICOR juga menghubungkan besarnya pembentukan

modal tetap domestik bruto dengan pertambahan PDB, yang dapat digunakan untuk

menunjukkan efisiensi suatu perekonomian dalam menggunakan barang modal. ICOR

dapat juga menunjukkan pola kecenderungan penggunaan metoda produksi (padat karya

atau padat modal) dalam suatu perekonomian. Dalam perencanaan makro, ICOR dapat

digunakan untuk menaksir besarnya kebutuhan modal yang diperlukan untuk menghasilkan

tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu.

Berdasarkan perhitungan tabel Input-Output 2005, untuk kategori 175 bidang maka

Nilai Koefisien ICOR dari kegiatan yang masuk dalam bidang kelautan dapat dilihat

dalam Tabel 3.3, beserta perbandingan perhitungan Nilai ICOR berdasar Tabel I-O Tahun

1995 dan 2000.

Tabel 3.3

Nilai Koefisien ICOR Bidang Kelautan, berdasar Tabel I-O

1. Perhubungan laut 3,81 3,67 3,65

2. Industri Maritim 3,56 3,39 3,39

3. Perikanan 3,42 3,31 3,30

4. Energi dan Sumberdaya Mineral 3,64 3,71 3,82

5. Wisata Bahari 3,10 2,92 3,01

6. Bangunan Kelautan 4,01 4,02 4,03

7. Jasa Kelautan Lainnya 3,52 3,34 3,34

No. Sektor KelautanNilai ICOR

berdasarkanTabel IO 1995

Nilai ICORberdasarkan

Tabel IO 2000

Nilai ICORberdasarkan

Tabel IO 2005

Dari Tabel 3.4 dapat dilihat bahwa nilai ICOR terendah pada tahun 2005 terjadi

pada sektor wisata bahari dengan nilai indeks ICOR sebesar 3,01. Hal ini menunjukkan

bahwa sektor wisata bahari merupakan bidang yang paling efisien dan mempunyai resiko

paling kecil untuk penanaman investasi jika dibandingkan dengan bidang lain. Dilihat

dari kontribusi terhadap PDB Nasional maka sektor wisata bahari memberikan kontribusi

yang cenderung mengalami peningkatan cukup signifikan. Hingga pada tahun 2005

kontribusi sektor ini mencapai 5,5%.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 22

Namun demikian, tidak berarti sektor pertambangan minyak dan gas yang

mempunyai nilai Indeks ICOR lebih besar (3,82) mempunyai tingkat risiko yang lebih

besar dalam hal penanaman investasi. Hal ini mengingat bidang ini mempunyai tahapan

eksplorasi yang membutuhkan dana yang sangat besar. Sehingga kegiatan yang berkaitan

dengan pengembangan bidang pertambangan minyak dan gas akan mempunyai implikasi

terhadap kegiatan lain yang relatif mempunyai signifikansi lebih tinggi. Bila dilihat dari

jumlah produksi minyak dan gas (migas) hingga akhir tahun 2004 yang diperkirakan

tidak lebih dari 900.000 ribu barrel per hari dan prediksi serta kajian para ahli yang

berkaitan dengan potensi migas di wilayah perairan dan pesisir Indonesia yang cukup

besar, di mana cadangannya diperkirakan mencapai 86,96 TSCF untuk gas dan 8.820,4

Million Metric Stock Tank Barrels (MMSTB) untuk minyak bumi dalam kurun waktu 19

tahun, dengan asumsi selama kurun waktu tersebut tidak ada pengembangan teknologi.

Bila mengingat selama ini potensi cadangan migas 60-70% tersebar di wilayah pesisir

dan lautan maka potensi investasi dan pengembangan untuk sektor pertambangan migas

sebagai bagian bidang kelautan sangat menjanjikan. Apalagi pengembangan sektor ini

erat kaitannya dengan kebijakan pengembangan energi yang membutuhkan diversifikasi

energi dan transformasi dari energi tidak terbarukan menjadi energi terbarukan.

Industri maritim relatif mengalami penurunan ICOR yang cukup signifikan. Bila

berdasarkan Tabel I-O Tahun 1995 mempunyai nilai sebesar 3,56, maka berdasarkan

Tabel I-O Tahun 2000 dan 2005 menjadi 3,39. Penurunan ini sangat beralasan, mengingat

potensi pengembangan industri maritim sangat menjanjikan. Termasuk dalam sektor

ini adalah pengilangan minyak bumi, LNG, serta industri perikanan. Pengembangan

industri maritim sangat dipengaruhi oleh komitmen para pemangku kepentingan. Hingga

saat ini ada beberapa industri maritim yang belum berkembang optimum dan sebagian

menurun, sehingga memerlukan inovasi dan kebijakan dari pemerintah.

Sektor bangunan kelautan mempunyai nilai indeks ICOR yang paling besar bila

dibandingkan dengan bidang–bidang lainnya, yaitu 4,03. Apabila dibandingkan dengan

kajian Bank Dunia (2003) di mana rataan ICOR Indonesia sebesar 3,6 maka angka yang

diperoleh dari bidang bangunan kelautan jauh lebih besar. Hal ini mempunyai arti bahwa

dalam memprioritaskan kebijakan investasi bidang bangunan kelautan tidak menjadi

menjadi prioritas utama. Namun demikan pengembangan bangunan kelautan tetap

menjadi isu penting, mengingat sektor ini erat kaitannya dengan infrastruktur kelautan,

seperti pelabuhan, platform, dan dermaga laut.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 23

Sementara itu untuk sektor perikanan yang mempunyai nilai Indeks ICOR 3,3 bila

dibandingkan dengan perhitungan berdasarkan Tabel Input-Output Tahun 1995 sebesar

3,42. Sehingga pengembangan investasi di bidang perikanan, baik finfish, shelfish,

maupun jenis tumbuhan seperti rumput laut, relatif berpotensi untuk didorong. Indeks

ICOR tersebut juga mempunyai arti bahwa sektor ini mempunyai peluang mendapatkan

prioritas untuk dikembangkan mengingat bidang ini dalam membangkitkan bidang ini

banyak berkaitan dengan masyarakat pesisir dan berpenghasilan menengah ke bawah.

Berdasarkan kajian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor

(PKSPL-IPB) tahun 2004, pengembangan perikanan bila melihat nilai ICOR di atas,

sebenarnya lebih diarahkan kepada perikanan budidaya, mengingat potensi lahan dan

komoditas di sektor ini masih besar.

Sektor perhubungan laut juga mempunyai penurunan indeks ICOR dari 3,87 pada

tahun 1995 dan 3,67 tahun 2000 menjadi 3,65 pada tahun 2005. Artinya investasi di

sektor ini cukup efisien. Namun demikian pengembangan sektor perhubungan laut ini

erat kaitannya dengan pengembangan sektor bangunan kelautan. Sehingga memerlukan

sinergi di antara keduanya.

Sektor jasa kelautan, merupakan potensi yang tersembunyi dalam pengembangan

bidang kelautan. Indek ICOR sektor ini menunjukkan penurunan dari 3,53 menjadi 3,34.

Salah satu komponen sektor ini adalah pendidikan kelautan. Kajian PKSPL tahun 2004

menunjukkan untuk meningkatkan produksi ikan tangkap sebesar 5 % akan dibutuhkan

800 kapal, di mana tenaga kerja yang dibutuhkan untuk sebuah kapal tipe longline

sebanyak 10 orang, sebuah kapal trawl sebesar 20 orang untuk waktu 6 bulan berlayar

dan untuk kapal purse seine dibutuhkan 30 orang. Belum lagi ditambah kebutuhan

pelaut-pelaut di luar negeri, di mana ada kecenderungan yang terus meningkat, karena

anak-anak mudanya enggan bekerja di laut. Contohnya di Belanda membutuhkan pelaut

setiap tahun sebanyak 800 orang.

Adapun tenaga terampil yang dibutuhkan di bidang kelautan adalah orang yang

memenuhi syarat tertentu dan profesional dibidangnya. Apabila hal ini dikombinasikan

dengan data hasil ikan tangkapan perkiraan kebutuhan tenaga kerja adalah sebagai

berikut seperti tersaji pada Tabel 3.4.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 24

Budidaya perikanan laut yang sekarang sedang dikembangkan salah satunya adalah

ikan kerapu. Adapun jenis ikan kerapu yang dikembangkan adalah kerapu bebek, kerapu

lumpur dan kerapu sunu. Untuk memenuhi kebutuhan ikan kerapu sebagai salah satu

sumber devisa dan protein masyarakat, maka dibutuhkan beberapa tenaga kerja yang

mempunyai kualifikasi kompetensi tertentu pula. Adapun perkiraan tenaga kerja yang

dibutuhkan tersaji pada Tabel 3.6.

4.069.420 ton/tahun 203.471 ton/tahun 24.000 orang

Produksi Ikan tangkapTahun 2002 Peningkatan 5 % Kebutuhan Tenaga Kerja

Rata-rata 30 orang/kapal

1 Hatchery Tenaga ahli 234

Teknisi hatchery (SMK) 5.272

2 Tambak Tenaga ahli 715

Operator dan teknisi (SMK) 15.606

Tenaga harian 42.683

No. Jeniskegiatan Kriteria tenaga Jumlah

(orang)

Tabel 3.4

Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja Berkaitan Produksi Ikan Tangkap dari PerairanIndonesia (5% Meningkat Membutuhkan 800 Kapal)

Kebutuhan tenaga kerja pelaut penangkap ikan tersebut di atas sinergis dengan

kebutuhan tenaga kerja di bidang teknik perkapalan khususnya serta bidang terkait

lainnya. Dalam usaha budidaya perikanan laut seperti udang dengan metode budidaya

udang secara intensif akan diperlukan tenaga pelaksana yang mempunyai kualifikasi

kompetensi tertentu pula.

Tabel 3.5Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat pada Budidaya Udang

Untuk Menghasilkan 100.000 Ton Udang

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 25

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Lampung, 2002. Studi Pengembangan Potensi

Wilayah Budidaya Terpadu Propinsi Lampung.

Oleh karena itu untuk mempersiapkan sumberdaya manusia di bidang kelautan

yang mampu bersaing di pasar bebas sekarang ini, tentu saja diperlukan suatu lembaga

pendidikan yang bertaraf nasional dan internasional. Sehingga produk tamatan nantinya

terjual dan diserap pasar dalam dan luar negeri. Dan untuk menyediakan lembaga pendidikan

semacam ini tentu saja diperlukan suatu kerja keras dengan program-program kerja

yang konsisten dan kontinyu oleh pihak penyelenggara pendidikan. Dan untuk memenuhi

proses pendidikan semacam ini tentu saja perlu dukungan finansial yang memadai dan

tak lupa didukung oleh tenaga pendidik yang berkualifikasi nasional maupun internasional

pula. Berdasarkan uraian diatas maka investasi dalam sektor ini menjadi sangat mendesak.

Dalam Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa kewenangan

pemerintah daerah di wilayah laut adalah 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah

laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 dari wilayah

kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Kewenangan daerah untuk mengelola

wilayah laut meliputi :

1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;

2. Pengaturan administratif;

3. Pengaturan tata ruang;

4. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang

dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;

5. Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan

6. Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

1 Hatchery Tenaga Ahli 10

Teknisi Hatchery (SMK) 30

2 Keramba Jaring Apung Tenaga Ahli 12

Teknisi Lapang (SMK) 112

No Jenis Kegiatan Kriteria Tenaga Jumlah(Orang)

Tabel 3.6Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat Pada Budidaya Ikan Kerapu Untuk

Menghasilkan 300 Ton Ikan Kerapu

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 26

Namun demikian harus dipahami bahwa kewenangan tersebut harus tetap dilandasi

falsafah bahwa laut adalah sebagai pemersatu wilayah, ekonomi, politik maupun budaya

sehingga laut tidak dikelola secara terpisah-pisah namun justru harus dilakukan

kerjasama erat antar daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Karakteristik laut

tersebut mengamanatkan keterpaduan pengelolaan laut oleh pemerintah pusat dan

daerah agar dicapai efektivitas dan efisiensi dalam membangun skala ekonomi kelautan

sesuai dengan kondisi sumberdaya kelautan yang dimiliki Indonesia.

Sementara dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 otonomi dimaknai

sebagai kewenangan hanya berada di tangan pemerintah daerah, baik provinsi maupun

kabupaten/kota. Makna otonomi belum mencakup “kewenangan” rakyat di daerah

terutama yang berkaitan nilai dasar (virtue) yang terkandung dalam otonomi daerah

itu sendiri yang mencakup kesetaraan, demokratisasi, desentralisasi, dan partisipasi

semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Hal tersebut menjadi penting dalam

rangka meningkatkan peran masyarakat di daerah dalam membangun bidang kelautan

karena aktivitas ekonomi kelautan banyak didasarkan pada potensi daerah sebagai

konsekuensi logis sebuah negara kepulauan.

Selain Undang-undang No. 32 Tahun 2004, perundangan lain yang menjadi dasar

pelaksanaan otonomi daerah adalah Undang-undang No. 33 Tahun 2004 yang mengatur

perimbangan keuangan pusat dan daerah. Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun

2004 dana perimbangan keuangan pusat dan daerah disajikan seperti Tabel 3-7.

Tabel 3-7.

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Menurut UU No. 33 Tahun 2004

Pertambangan 15,5 % terdiri dari : SudahMinyak Bumi 84,5 % • Provinsi (3%) dikurangi

• Kabupaten/Kota penghasil (6 %) pajak• Kabupaten/Kota lainnya (6 %)

0,5 % untuk pendidikan dasar• Provinsi (0,1%)• Kabupaten/Kota penghasil (0,2%)• Kabupaten/Kota lainnya (0,2%)

SumberPenerimaan

PemerintahKeterangan

Pusat Daerah

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 27

Sumber : UU No. 33 Tahun 2004 (Pasal 11 sampai dengan Pasal 24).

SumberPenerimaan

PemerintahKeterangan

Pusat Daerah

Pertambangan 30,5 % terdiri dari : SetelahGas Bumi 69,5 % • Provinsi (6%) dikurangi

• Kabupaten/Kota penghasil (12 %) pajak• Kabupaten/Kota lainnya (12 %)

0,5 % untuk pendidikan dasar• Provinsi (0,1%)• Kabupaten/Kota penghasil (0,2%)• Kabupaten/Kota lainnya (0,2%)

Pertambangan 80 % terdiri dari : SetelahUmum 20 % Land rent (iuran tetap) dikurangi

• Provinsi (16%) pajak• Kabupaten/Kota penghasil (64 %)Royalti• Provinsi (16 %)• Kabupaten/Kota penghasil (32 %)• Kabupaten/Kota lainnya (32 %)

Pertambangan 80 % terdiri dari :Panas Bumi 20 % • Provinsi (16%)

• Kabupaten/Kota penghasil (12 %)• Kabupaten/Kota lainnya (12 %)Royalti• Provinsi (16%)• Kabupaten/Kota penghasil (32 %)• Kabupaten/Kota lainnya (32 %)

Kehutanan 20 % 80 % terdiri dari :IHPH• Provinsi (16%)• Kabupaten/Kota penghasil (64%)Provisi SDH• Provinsi (16%)• Kabupaten/Kota penghasil (32 %)• Kabupaten/Kota lainnya (32 %)

Dana Reboisasi 60 % 40 % digunakan utk rehabilitasi hutan

Perikanan 20 % 80 %Terdiri dari :• Pungutan Pengusaha Perikanan• Pungutan Hasil Perikanan (dibagi

sama ke seluruh kabupaten/kotadi Indonesia)

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 28

Data implementasi dana alokasi daerah menunjukkan bahwa secara total hasil

alam daerah untuk non-minyak dan gas relatif kecil nilainya dibandingkan hasil dari

minyak dan gas. Dengan demikian, besarnya penerimaan pemerintah daerah yang berasal

dari hasil alam non-minyak dan gas perlu didorong melalui peningkatan investasi dan

pengembangan aktivitas secara efisien sehingga diharapkan dapat menopang

perekonomian daerah apabila pendapatan dari sumberdaya minyak dan gas suatu saat

habis.

Kondisi tersebut membawa implikasi bagi daerah yang memiliki potensi ekonomi

kelautan yang baik mulai diarahkan untuk melakukan investasi dari pendapatan yang

diperoleh baik dari APBN, APBD maupun investasi dari pihak swasta dan masyarakat.

Investasi tersebut diarahkan pada sektor-sektor kelautan prioritas yang memiliki

kemampuan pengembalian (rate of return) yang tinggi sehingga dapat dibangkitkan

aktivitas ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja serta dikelola secara

berkelanjutan.

Dari gambaran tersebut, maka sektor-sektor usaha di bidang kelautan belum secara

signifikan menjadi pengarusutama dalam pembangunan nasional. Hal tersebut

memberikan kesempatan bagi potensi ekonomi kelautan untuk menjadi sektor strategis.

3.2 Perlunya Integrasi Antar Sektor Dalam Pembangunan Ekonomi Kelautan

Aktivitas ekonomi dalam bidang kelautan mencakup tujuh sektor, yakni: (i)

perhubungan laut, (ii) industri maritim, (iii) perikanan, (iv) wisata bahari, (v) energi

dan sumberdaya mineral, (vi) bangunan kelautan, dan (vii) jasa kelautan. Pada tahun

2005, tujuh sektor ini telah menyumbangkan kontribusi sebesar 22,42% terhadap produk

domestik bruto (PDB) nasional. Nilai kontribusi ekonomi yang cukup signifikan ini, tentu

juga akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan daya serap tenaga

kerja, sehingga pada akhirnya seharusnya mampu pula untuk mensejahterakan rakyat

dan segenap komponen bangsa di tanah air. Namun demikian, kontribusi yang cukup

signifikan ini sebenarnya belum merupakan kontribusi yang optimal. Karena faktanya,

hingga kini pembangunan atau pengembangan ketujuh sektor bidang kelautan tersebut

belum dilaksanakan secara terintegrasi. Hal ini, dapat dilihat dengan masih ditemukannya

konflik kepentingan di antara ketujuh sektor tersebut, seperti: pembangunan sektor

wisata bahari yang menggeser sektor perikanan, biaya logistik di dalam negeri yang

mahal akibat tidak sinerginya pembangunan sektor perhubungan laut dengan sektor

industri maritim, perikanan, bangunan kelautan, dan terjadinya kelangkaan energi akibat

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 29

belum sinkronnya pembangunan sektor perhubungan laut dan industri maritim dengan

energi dan sumberdaya mineral distribusi energi yang tidak efisien.

Bila ketujuh sektor bidang kelautan tersebut di atas diintegrasikan dengan baik,

maka tidak mustahil akan memberikan kontribusi yang jauh lebih besar terhadap

pertumbuhan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sehingga

juga akan mempercepat terwujudnya harapan bangsa Indonesia menikmati manfaat

penuh dari pembangunan ekonomi kelautannya yang diperkirakan nilai potensi

ekonominya mencapai US$ 1,2 triliun per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja

sebanyak 40 juta orang. Penerapan integrasi antar sektor memiliki pemahaman

komprehensif terhadap aspek konektivitas antar sektor untuk bersama-sama meman-

faatkan sumberdaya laut dan pesisir.

Sebagai ilustrasi, pengembangan perikanan udang (sektor perikanan) dengan

integrasi antar sektor. Untuk produksi udang yang efisien dan berdaya saing dari aktivitas

penangkapan udang memerlukan dukungan pengembangan armada kapal yang efisien

(integrasi dengan sektor industri maritim), pengembangan pelabuhan sebagai

prasarananya (integrasi dengan sektor bangunan kelautan), cold storage untuk

menyimpan udang (integrasi dengan sektor industri maritim), industri pengolahan udang

yang efisien dan bersih/tanpa limbah (integrasi dengan sektor industri maritim),

penyediaan energi (integrasi dengan sektor energi dan sumberdaya mineral), jasa

pelayanan pelabuhan dan keselamatan pelayaran yang efektif (integrasi dengan sektor

jasa kelautan), jasa pendidikan dan penelitian yang profesional dan mutakhir (integrasi

dengan sektor jasa kelautan), dan sistem distribusi atau transportasi yang efisien

(integrasi dengan sektor perhubungan laut).

Selanjutnya, pengembangan perikanan udang dengan integrasi antar sektor ini

juga akan menciptakan atau menumbuhkan turunan sektor industri maritim baru lainnya,

seperti usaha pemanfaatan limbah dari industri pengolahan udang, yakni industri tepung

ikan dan pupuk (yang akan memanfaatkan limbah kepala dan insang udang) dan industri

chitin dan chitosan (yang akan memanfaatkan limbah cangkang udang). Selain itu,

pengembangan perikanan udang dengan integrasi antar sektor dapat mendukung pula

tumbuh dan berkembangnya sektor wisata bahari, karena aktivitas dari sektor-sektor

bidang kelautan lainnya diarahkan untuk menggunakan pendekatan yang terintegrasi

dan efisien, sehingga aktivitas yang dilakukan pasti memperhatikan dan menjaga

kelestarian lingkungannya demi keberlanjutan aktivitas itu sendiri. Tumbuh dan ber-

kembangnya sektor wisata bahari, tentu juga akan berimbas balik pada berkembangnya

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 30

industri perikanan udang itu sendiri, dengan adanya peningkatan permintaan akan

komoditi udang untuk memenuhi kebutuhan seafood bagi wisatawan.

Gambar 3.3 di bawah menunjukkan model pembangunan ekonomi kelautan nasional

dengan pengembangan integrasi antar sektor yang diharapkan mampu mengakselerasi

pembangunan nasional.

Gambar 3.3 Model Pembangunan Ekonomi Kelautan Nasional denganPengembangan Integrasi Antar Sektor

Dari gambaran diatas, maka seharusnya pembangunan ekonomi kelautan nasional

dilaksanakan secara terintegrasi antar/lintas sektor yang diyakini akan jauh lebih efisien

dan memberikan nilai manfaat yang juga jauh lebih besar dan maksimal dibandingkan

bila dilaksanakan secara parsial atau sektoral.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 31

Bab 4EKONOMI KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU

4.1 Ekonomi Biru

Kesadaran akan pentingnya fungsi laut serta kebutuhan untuk melindungi sumber

daya yang terkandung di dalamnya semakin meningkat dan mendapat momentum dalam

beberapa tahun terakhir. Jumlah negara yang menerapkan kebijakan kelautan (ocean

policy) dalam tatanan hukum nasional, semakin meningkat pula. Seiring dengan hal

tersebut, kondisi ekosistem laut di beberapa bagian dunia mengalami penurunan akibat

ulah manusia dan perubahan alam seperti dampak perubahan iklim.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia turut menaruh perhatian di

bidang ini. Hal lain yang menunjang argumen ini adalah kenyataan bahwa Indonesia

telah menjadi negara maju dalam hal ocean governance setelah berhasil melaksanakan

World Ocean Conference dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit pada bulan Mei

2009 lalu. Keberhasilan ini menempatkan Indonesia pada posisi penting dalam tatanan

global untuk memajukan prinsip keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya laut dan

perikanan (Earle, 2010).

Pertemuan World Ocean Conference (WOC) yang dibuka secara resmi oleh Presiden

RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono di Manado, dihadiri lebih dari 5000 peserta dari 76

negara dan 12 organisasi kelautan internasional dan perwakilan PBB seperti UNEP,

UNESCO, dan FAO. Pertemuan WOC mendapat sorotan dunia karena baru kali pertama

isu kelautan dan perubahan iklim dibicarakan pada tataran dunia.

Hasil pertemuan WOC berupa deklarasi yang dinamakan Manado Ocean Declaration

(MOD) yang berisi kesepakatan para negara peserta untuk menciptakan ekosistem laut

yang sehat dan berkelanjutan. Luaran dari WOC berupa dokumen MOD dan makalah

yang dipresentasikan pada berbagai forum ilmiah selama pertemuan ini telah menjadi

referensi dunia untuk mengembangkan kolaborasi internasional dan membuat komitmen

bersama dalam menghadapi isu kelautan dunia, utamanya untuk menerapkan pentingnya

mengimplementasikan pembangunan kelautan yang berkelanjutan. Dengan berhasilnya

Indonesia menyelenggarakan pertemuan WOC, telah menaikkan posisi tawar Indonesia

di forum kelautan dan perikanan internasional di samping tentunya memberikan

kebanggaan tersendiri akan keberhasilan bangsa kita menempatkan diri pada jajaran

elit dunia dalam bidang tata-kelola kelautan (ocean governance).

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 32

MOD rumusan hasil WOC tersebut sangat terkait dengan 2 (dua) pilar utama

kebijakan kelautan nasional, yakni pilar kebijakan ekonomi kelautan dan pilar kebijakan

lingkungan laut. Kedua pilar inilah yang sebenarnya menjadi komponen inti dalam konsep

Ekonomi Biru, karena pada dasarnya Ekonomi Biru adalah paradigma pembangunan

ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem. Secara diagramatik keterkaitan

WOC dengan pilar kebijakan ekonomi kelautan dan lingkungan laut, serta Ekonomi Biru

disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Keterkaitan World Ocean Conference (WOC) 2009 dengan PilarKebijakan Ekonomi Kelautan dan Lingkungan Laut serta Ekonomi Biru

Dengan melihat keterkaitan ini, dapat dinyatakan bahwa WOC serta berbagai hasil

yang dicapai pasca pertemuan di Manado, merupakan efek ganda (multiplier effect)

tercapainya pembangunan kelautan nasional berlandasakan prinsip-prinsip Ekonomi Biru.

Keberhasilan Indonesia dalam pentas kelautan dunia dibuktikan dengan keberhasilan

menyelenggarakan pertemuan antar kepala negara dari Inisiatif Segitiga Terumbu Karang

(Coral Triangle Initiative). Inisiatif ini bermula dari gagasan Presiden Republik Indonesia

Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono mengundang kepala negara Coral Triangle

Initiative (CTI) untuk meresmikan gagasan CTI dalam menjaga dan sumberdaya terumbu

karang di daerah segitiga ini yang meliputi: Malaysia, Filipina, Indonesia, Papua New

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 33

Gambar 4.2 Daerah Implementasi Segitiga Terumbu Karang (Coral TriangleInitiative for Coral Reef, Fisheries and Food Security)

Dalam kesepakatan Regional Plan of Action (RPoA) CTI, disebutkan ada lima tujuan

utama dari gagasan CTI yakni:

1. Menetapkan daerah prioritas bentang laut (seascape) yang dikelola secara efektif

2. Penerapan prinsip pengelolaan sumberdaya perikanan dan sumberdaya kelautan

kelautan lainnya bernasis ekosistem

3. Penetapan “Marine Protected Area” yang dikelola secara efektif

4. Menerapkan langkah-langkah adaptasi perubahan iklim

5. Meningkatkan status species di laut yang terancam

Keseluruhan tujuan CTI ini diarahkan pada aspek konservasi terumbu karang,

perikanan dan ketahanan pangan. Dengan dukungan mitra kerja CTI yakni Amerika

Serikat, Australia, Bank Pembangunan Asia (ADB), The Nature Conservancy (TNC),

Guinea, Kepulauan Solomon dan Timor Leste (Gambar 4.2). Seluruh dunia mengakui

bahwa daerah segitiga terumbu karang adalah satu-satunya peninggalan dunia dengan

keragaman hayati laut yang tertinggi di dunia, yang hanya terbandingkan dengan

keragaman hayati Hutan Amazon di Brasil. Oleh sebab itu daerah ini dinamakan juga

“Amazon of the Ocean”.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 34

Conservancy International (CI) dan World Wild Fund for Nature (WWF), kelima tujuan

utama CTI dapat terlaksana dan sedah memasuki tahap implementasi. Dalam “guiding

principles” CTI, disebutkan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan harus mengikuti

kaidah kehati-hatian yang disebabkan tingginya nilai keragaman hayati dan potensi

sumberdaya perikanan terutama ikan pelagis besar dan jenis ikan karang di daerah CTI.

Dengan menggabungkan prinsip-prinsip Ekonomi Biru dalam pemanfaatan sumberdaya

kelautan di wilayah CTI Indonesia, diharapkan dapat diperoleh nilai tambah yang nyata

terhadap pencapaian pembangunan ekonomi kelautan nasional secara berkesinambungan.

Pada tahun 2010, Gunter Pauli memperkenalkan suatu pendekatan baru yakni Blue

Economy melalui bukunya yang berjudul The Blue Economy: 10 years, 100 innovations,

and 100 million jobs. Konsep Blue Economy dimaksudkan untuk menantang para

enterpreneur bahwa Blue Economy business model memberikan peluang untuk

mengembangkan investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan

lingkungan, menggunakan sumberdaya alam lebih efisien dan tidak merusak lingkungan,

sistem produksi lebih efisien dan bersih, menghasilkan produk dan nilai ekonomi lebih

besar, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan memberikan kesempatan untuk

memberikan benefit kepada setiap kontributor secara lebih adil.

Konsep Ekonomi Biru dikembangkan untuk menjawab tantangan, bahwa sistem

ekonomi dunia cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan

ini tidak hanya disebabkan oleh adanya limbah industri, akan tetapi kerusakan alam

dan lingkungannya juga disebabkan oleh eksploitasi sumberdaya alam yang melebihi

kapasitas atau daya dukung alam. Selama ini prinsip-prinsip resource efficiency, low

carbon, social inclusiveness telah berkembang, namun masih belum mampu mengatasi

keserakahan manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya alam lebih banyak.

Implementasi pembangunan berkelanjutan dengan konsep green products and

services, yaitu produk-produk dan jasa ramah lingkungan tidak dengan sendirinya sesuai

harapan. Hal ini disebabkan green products and services yang dihasilkan harus dibeli

dengan harga yang lebih mahal dan makin tidak dapat dijangkau oleh masyarakat miskin

karena diperlukan nilai investasi yang lebih besar. Investor harus mengeluarkan biaya

lebih besar untuk menghasilkan green products and services, dan tambahan biaya ini

pada akhirnya dibebankan kepada konsumen.

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disarikan bahwa esensi Konsep Ekonomi

Biru adalah:

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 35

a. Learning from nature

Blue Economy mencontoh cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa

yang disediakan alam dengan efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya

alam.

b. The logic of ecosystems

Cara kerja ekosistem dijadikan model Blue Economy, yaitu seperti air mengalir

dari gunung membawa nutrien dan energi untuk memenuhi kebutuhan dasar

kehidupan seluruh makhluk hidup dan tanaman, limbah dari yang satu menjadi

makanan/sumber energi bagi yang lain, sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem

menjadi seimbang. Hanya dengan gravitasi energi didistribusikan secara efisien

dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal. Untuk mendukung sistem kehidupan,

sinar matahari menjadi energi fotosintesa seluruh kontributor yang membutuhkannya.

c. Inspired by 100 innovations

Secara empiris 100 inovasi ekonomi praktis telah dikembangkan dan membuktikan

bahwa ekosistem selalu bekerja menuju tingkat efisiensi lebih tinggi untuk meng-

alirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah untuk mendayagunakan

kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar bagi semuanya.

Ekonomi Biru pada akhirnya akan menjamin bahwa suatu pembangunan yang

dijalankan tidak hanya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjamin

terjadinya keberlanjutan secara ekologi dan sosial. Secara umum, Ekonomi Biru dapat

dipahami sebagai sebuah model ekonomi untuk mendorong pelaksanaan pembangunan

berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. Hal ini tidak terlepas

dari prinsip-prinsip yang ada pada konsep Ekonomi Biru, yaitu :

1) Natural resources efficiency

2) Zero waste: leave nothing to waste – waste for one is a food for another - waste

from one process is resource of energy for the other:

3) Social inclusiveness: self-sufficiency for all – social equity-more job, more

opportunities for the poor

4) Cyclic systems of production: endless generation to regeneration, balancing

production and consumption

5) Open-ended innovation and adaptation: the principles of the law of physics and

continuous natural adaptation

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 36

Sekalipun implementasi dan contoh yang diberikan dalam teori Ekonomi Biru

tersebut tidak menyebutkan tentang penerapan di laut, namun istilah ini sesuai dengan

latar belakang filosofis Pauli, yang membayangkan bahwa planet bumi ini akan tetap

berwarna biru apabila dikelola dengan baik. Dengan menggunakan idealisme tersebut

pembangunan kelautan (yang dicirikan dengan laut biru) seyogyanya dapat berkembang

selaras dengan prinsip pembangunan yang inovatif dan berkelanjutan.

Industri kelautan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh daratan dan samudra raya

karena karakteristik utamanya yaitu sifat air yang terhubungkan satu sama lain. Hal ini

tergambar jelas dari siklus air (H2O) yang menjadi dasar kehidupan bagi makhluk hidup

di planet bumi ini. Mulai dari skala molekuler hingga ukuran samudra, benda cair akan

terhubungkan (connected) pada setiap sisi dan bidang. Penerapan Ekonomi Biru harus

memiliki pemahaman komprehensif terhadap aspek konektivitas antar sektor yang

bersama-sama memanfaatkan ekosistem laut dan pesisir. Misalnya pembangunan areal

perkotaan yang terletak di daerah pesisir, akan sangat bergantung pada akses terhadap

sumberdaya lainnya seperti air dan energi. Demikian halnya dalam aspek perdagangan

maritim yang tergantung pada supply barang maritim dan jasa pelabuhan. Hal ini

memerlukan pengaturan yang harus dilaksanakan se-efisien mungkin.

Berkaitan dengan penerapan konsepsi Ekonomi Biru di ekosistem laut, sekurang-

kurangnya ada 3 hal utama yang menjadi dasar pendekatannya, yakni: kondisi kesehatan

ekosistem (Healthy ocean), aktifitas ekonomi yang berpusat pada kesejahteraan masyarakat

(People-centered activities), dan adanya tata-kelola sumberdaya yang baik (Ocean governance).

Penurunan kualitas kondisi perairan laut dan pesisir akan berdampak pada penurunan

produktifitas ekonomi. Pencapaian kondisi laut yang sehat memerlukan pemikiran

revolusioner dan terkadang tidak lazim (thinking out of the box). Seringkali pemikiran

sederhana untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil tangkapan ikan yang lebih tidak

selamanya harus dengan jumlah (kuantitatif) yang menyolok sehingga mengakibatkan

laut tidak sehat (overfishing). Namun dengan sentuhan teknologi, kita akan mendapatkan

hasil yang berlipat ganda dan laut tetap sehat. Hal ini tentunya berlaku mulai dari

kegiatan bisnis kelautan lainnya, seperti: budidaya rumput laut sampai kepada peman-

faatan laut dan wilayah pesisir untuk tujuan pariwisata.

Sesuai ketentuan undang-undang, manfaat dari hasil bumi dan isinya harus di

orientasikan untuk mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat banyak. Tujuan yang

sangat mulia ini sekarang menjadi perdebatan karena seberapa banyak sisa sumberdaya

yang ada untuk generasi mendatang? Pendekatan Ekonomi Biru di Indonesia seharusnya

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 37

menempatkan prasyarat bahwa mekanisme pasar dan terobosan inovatif dalam bidang

kelautan dan perikanan harus dirancang untuk menyediakan insentif keuangan yang

memadai bagi masyarakat (UNEP, 2011).

4.2 Pembangunan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru

Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia perlu mencari terobosan

dalam pembangunannya yang dapat menjamin kemakmuran bangsa secara terus menerus

dari generasi ke generasi. Dengan demikian segenap potensi yang dimiliki bangsa Indonesia

harus disiapkan sebagai landasan yang kuat bagi bangsa dan negara. Potensi darat dan

laut harus disinergikan sehingga menjadi kekuatan. Hal utama yang perlu di gunakan

sebagai landasan dalam mengembangkan pemikiran tersebut adalah bagaimana kekuatan

laut yang luasnya hampir dua pertiga wilayah Indonesia serta berbagai peluang ekonomi

secara internasional perlu dikembangkan bagi kemakmuran Indonesia secara berkelanjutan.

Ekonomi Biru mengintegrasikan pembangunan darat dan laut serta memperhitungkan

daya dukung sumberdaya dan lingkungan sehingga aktivitas ekonomi menggunakan

perhitungan complete assessment, terintegrasi dan inward maupun outward looking

guna mencapai kesejahteraan masyarakat.

Ekonomi Biru merupakan model pembangunan ekonomi yang menyatukan

pembangunan laut dan daratan, menekankan pengoptimalan pemanfaatan teknologi,

industri, tanah dan perairan laut, dalam rangka meningkatkan secara menyeluruh taraf

pemanfaatan sumberdaya laut. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Ekonomi Biru

dapat memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi demi mencapai pertumbuhan dan

kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Ekonomi Biru merupakan gagasan universal

yang dapat diimplementasikan dalam perencanaan pembangunan nasional. Konsep

Ekonomi Biru juga mampu mengakomodasi Ekonomi Hijau (Green Economy) yang selama

ini diterapkan dalam perencanaan pembangunan di Indonesia, .

Ekonomi Biru dapat dilihat sebagai kebijakan yang bertumpu pada pengembangan

ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan nasional secara

keseluruhan. Pendekatan pembangunan dengan model Ekonomi Biru akan bersinergi

dengan pelaksanaan program pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth

(pertumbuhan), pro-job (penyerapan tenaga kerja) dan pro-environment (melestarikan

lingkungan). Terminologi Ekonomi Biru telah diangkat dalam berbagai forum kerjasama

internasional, seperti pada pertemuan tingkat Senior Officials Meeting (SOM) for the

Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Moskow pada bulan February 2012.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 38

Penggunaan pendekatan Ekonomi Biru sebagai model pembangunan kelautan

nasional diharapkan mampu menjawab ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem

serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pemanasan

global. Keberhasilan dari Ekonomi Biru seperti pencapaian industrialisasi sektor kelautan

selain dihadapkan pada kebutuhan tenaga kerja dan teknologi yang memadai, juga

memerlukan terobosan-terobosan, seperti perbaikan rantai hulu hingga hilir guna

meningkatkan daya saingnya.

Industrialisasi kelautan dalam konsep Ekonomi Biru didorong untuk meningkatkan

nilai tambah, daya saing, modernisasi sistem produksi hulu dan hilir, penguatan pelaku

industri, berbasis komoditas utama, wilayah dan sistem manajemen, pembangunan

berkelanjutan serta transformasi sosial. Proses industrialisasi kelautan merupakan proses

perubahan sistem produksi hulu hingga hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produk-

tivitas dan skala produksi sumberdaya kelautan melalui modernisasi yang didukung

oleh kebijakan terintegrasi, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi

serta IPTEK dan SDM.

Dengan model pembangunan ekonomi kelautan dengan model Ekonomi Biru

diharapkan dapat menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya, keseimbangan

ekosistem dan kesehatan lingkungan, serta mendorong pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya yang efektif. Paradigma pembangunan kelautan dengan mengadopsi konsep

Ekonomi Biru diharapkan dapat membantu dunia untuk menghadapi tantangan perubahan

iklim, ekosistem laut yang kian rentan terhadap dampak perubahan iklim dan pengasaman

laut. Hal ini sejalan dengan pengendalian ancaman pemanasan global, seperti: energi

gas buang dan karbon sehingga dapat terwujud pembangunan berkelanjutan secara

terpadu dan upaya pengentasan kemiskinan. Ancaman perubahan iklim seperti kenaikan

permukaan laut, peningkatan suhu permukaan laut, aktivitas badai meningkat, yang

disertai efek berbahaya dari pengasaman laut yang dapat menjadi ancaman terbesar

bagi kesehatan dan ekosistem laut. Paradigma Ekonomi Biru dalam pembangunan

kelautan nasional merupakan refleksi sinergitas pertumbuhan, pembangunan dan

lingkungan dengan berpedoman pada triple helix model.

Dengan pendekatan konsep Ekonomi Biru, pembangunan ekonomi kelautan di

harapkan mampu menjadi motor pembangunan nasional dan sumber pertumbuhan baru.

Ekonomi Biru tidak hanya diharapkan dapat memacu pembangunan berkelanjutan, tetapi

juga dapat menjaga kesehatan lingkungan melalui perekonomian rendah karbon (low

carbon economy). Ekonomi Kelautan dengan model Ekonomi Biru dibangun berdasarkan

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 39

4 pilar, yaitu 1) Integrasi pembangunan daratan dan kelautan, 2) Pembangunan yang

bersih, inklusif, dan berkelanjutan, 3) Peningkatan nilai tambah dan daya saing produk

melalui inovasi, dan 4) Peningkatan pendapatan masyarakat yang adil, merata, dan

pantas. Keberhasilan model Ekonomi Biru membutuhkan komitmen para pemangku

kepentingan khususnya terkait dengan berbagai kebijakan baik lokal maupun nasional,

SDM, teknologi, akses keuangan, industrialisasi (hulu dan hilir), pendidikan, dan

kesadaran kolektif masyarakat akan potensi kelautan.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 40

Bab 5KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI KELAUTAN

DENGAN MODEL EKONOMI BIRU

5.1 Kebijakan Makro Pembangunan Kelautan Nasional

Pembangunan bidang kelautan nasional saat ini masih belum berjalan dengan

terpadu dan harmonis. Dengan kata lain, masing-masing sektor pembangunan yang

tercakup dalam bidang kelautan masih berjalan dengan konsepnya masing-masing.

Padahal pembangunan kelautan yang berkelanjutan sangat tergantung terhadap keter-

paduan pembangunan masing-masing sektor tersebut. Dengan demikian kebijakan

komprehensif di bidang kelautan yang meletakkan prinsip efisien, keadilan (equity),

demokratisasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi sebuah kebutuhan

yang mendesak.

Garis kebijakan makro kelautan nasional telah jelas dijabarkan di dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang dituangkan pada misi ketujuh, yaitu

mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan ber-

basiskan kepentingan nasional. Misi ini ditujukan untuk menumbuhkan wawasan bahari

bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan;

meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut

nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi

kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut

secara berkelanjutan.

Selanjutnya, terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju,

kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional setidaknya harus ditandai oleh hal-hal sebagai

berikut:

1. Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan batas-batasnya,

menghitung aset-aset kelautan yang dimiliki negara, serta hal-hal yang terkait

dalam kerangka pertahanan keamanan aset ekonomi nasional.

2. Perencanaan pembangunan terpadu berbasis spasial dalam rangka mendayagunakan

laut serta sumberdaya kelautan terpadu dengan daratan yang lestari, efisien dan

efektif serta menghasil kemakmuran bagi seluruh rakyat, diantaranya meliputi:

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 41

a. Perencanaan jaringan transportasi terpadu yang berdampak pada rendahnya

biaya angkut orang dan barang sehingga menjamin distribusi barang dan harga

produk yang ditawarkan menjadi relatif rendah dan menguntungkan.

b. Perencanaan wilayah terpadu sehingga melindungi sumberdaya renewable di

sekitar lokasi eksploitasi sumberdaya non renewable.

c. Perencanaan spasial terpadu berbagai sektor dan berbagai jenis sumberdaya

alam serta manusia untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya.

3. Mewujudkan kebijakan ekonomi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

kelautan.

4. Membangun jaringan prasarana dan sarana ekonomi sebagai perekat semua pulau dan

kepulauan Indonesia melalui aktivitas ekonomi kepulauan yang mensejahterakan rakyat.

5. Meningkat dan menguatnya sumberdaya manusia di bidang kelautan yang didukung

oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

6. Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan

sumber kekayaan dan fungsi laut secara berkelanjutan.

7. Mengembangkan aktivitas ekonomi kelautan, antara lain: (a) perhubungan laut;

(b) industri maritim; (c) perikanan; (d) wisata bahari; (e) energi dan sumberdaya

mineral kelautan; (f) bangunan kelautan; dan (g) jasa kelautan.

8. Mengembangkan investasi dalam pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan.

9. Mengembangkan kerjasama ekonomi regional dan internasional di bidang kelautan.

10. Mendorong dan memfasilitasi sektor bisnis untuk mengembangkan usaha di bidang

kelautan sehingga memiliki daya saing global.

11. Menjamin kebijakan fiskal dan moneter yang dapat mengakselerasi pembangunan

ekonomi kelautan.

5.2 Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru

Dalam rangka mencermati pembangunan ekonomi kelautan Indonesia, maka

sepatutnya mengkaji kembali bagaimana posisi bidang kelautan yang terdiri 7 sektor

utama, yakni: sektor perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari,

energi dan sumberdaya mineral kelautan, bangunan kelautan, dan jasa kelautan,

berperan di masa lalu dan bagaimana seharusnya bangsa Indonesia meletakkan dasar

yang kuat bagi pembangunan negara kepulauan yang dapat memakmurkan rakyat

nusantara (UU No.17 tahun 2007). Diketahui bersama bahwa bidang ekonomi kelautan

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 42

masih merupakan sektor-sektor yang relatif tertinggal bila dilihat dari rendahnya

produktivitas tingkat pemanfaatan sumberdaya, tingkat teknologi yang digunakan, tingkat

kemiskinan, tingkat ramah lingkungannya, dan minat investasi skala menengah dan

besar relatif kurang, serta besarnya kapital yang dibutuhkan walaupun “rate of return”

nya juga tinggi.

Ketertinggalan ini merupakan akibat dari adanya persoalan-persoalan yang bersifat

struktural. Terutama adanya kebijakan pembangunan yang masih cenderung berorientasi

hanya pada pertumbuhan ekonomi berbasis terestrial atau daratan saja, dilakukan secara

parsial, dan dilakukan dengan pendekatan yang kurang tepat. Bidang ekonomi kelautan

tentu mempunyai logika pembangunan yang berbeda dengan sektor terestrial, sehingga

bila pendekatan pembangunan yang dilakukannya tidak tepat, maka hasil dan manfaat

yang diperolehnya menjadi tidak optimal, bahkan dapat menjadi gagal. Masalah yang

sampai saat ini menjadi pertanyaan besar adalah mampukah Pemerintah Indonesia

mengelola potensi sumberdaya kelautan yang begitu besar untuk kepentingan

pertumbuhan perekonomian nasionalnya? Pertanyaan ini menjadi penting, karena sejarah

mencatat bahwa kontribusi bidang ekonomi kelautan untuk penerimaan negara belum

signifikan, indikator ini selalu menjadi alasan klasik sehingga sektor ini kurang diminati

para pengambil keputusan pada masa lalu. Padahal indikatornya tidak hanya ditinjau

dari aspek ekonomi saja, seperti penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atau devisa,

akan tetapi juga dari sisi ekologi (lingkungan), penyerapan lapangan kerja, gizi

masyarakat, social capital di berbagai tempat terpencil dan lain-lain. Pertanyaan ini

menjadi signifikan untuk dijawab sekarang ini, ketika orang sering melihat bidang

kelautan hanya sebatas dalam aktivitas ekonomi semata yang sifatnya parsial, dan

belum memandang bidang kelautan secara integral dan komprehensif sebagai suatu

kekuatan yang mampu mensejahterakan rakyat dan mampu membawa bangsa Indonesia

sebagai bangsa yang makmur dan sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya.

Pembangunan ekonomi kelautan nasional hingga saat ini masih cenderung berpihak

dan menguntungkan para pemburu rente (rent seeker). Hal ini dapat diindikasikan

dengan masih terjadinya eksploitasi sumberdaya kelautan secara berlebihan dengan

cara-cara yang tidak tepat atau bahkan merusak guna mendapat semata hanya

keuntungan yang sebesar-besarnya. Jika hal ini tidak dapat dituntaskan, maka potensi

sumberdaya kelautan nasional yang besar tersebut tidak menjadi berkah bagi kemajuan

bangsa ini, malahan sebaliknya dapat menjadi bencana dan sumber pertikaian bagi

masyarakatnya.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 43

Oleh karena itu, terkait dengan karakteristik laut yang rentan terhadap segala

aktifitas yang cenderung merusak, komponen laut yang merupakan wilayah terluas dari

NKRI, dan potensi ekonomi kelautan yang masih belum tergali dan dimanfaatkan secara

optimal sebagai sumber perekonomian nasional, menyebabkan perlunya konsep tentang

pembangunan ekonomi kelautan yang tepat dalam pembangunan ekonomi nasional yang

tidak terlepas dalam kesatuan darat dan laut serta tetap tegak dan utuhnya Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga perlu “payung kebijakan” yang tepat pada level

pemerintahan pusat dan daerah guna mengembangkan ekonomi kelautan secara optimal

dan berkelanjutan dan menjadi arus utama pembangunan ekonomi nasional.

Seperti telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa dalam forum KTT Rio+20

di Brasil akhir Juni 2012 Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, telah

menyatakan tentang Ekonomi Biru, dimana laut menjadi bagian integral untuk tujuan

pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dan diharapkan menjadi

grand design konsep pembangunan ekonomi kelautan nasional masa depan.

Dengan demikian, bagi Indonesia Ekonomi Biru merupakan gagasan model pembangunan

ekonomi kelautan nasional yang diintegrasikan dengan aktivitas ekonomi daratan untuk

mendapatkan nilai tambah yang maksimal dengan memanfaatkan modal sosial, keber-

lanjutan, dan pembukaan lapangan pekerjaan baru. Model Ekonomi Biru ini perlu diwujudkan

sebagai paradigma baru dalam pembangunan ekonomi kelautan nasional, karena

pendekatan ini sangat selaras dengan kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar

wilayahnya berupa perairan laut dengan potensi sumberdaya yang sangat besar. Selain

itu, model Ekonomi Biru ini perlu segera diterapkan dan diinisiasi oleh Indonesia, karena

Indonesia sangat berkepentingan dengan pengamanan lingkungan laut sebagai penyangga

sistem kehidupan dunia. Mengingat kerusakan di laut akan sangat berpengaruh terhadap

keutuhan NKRI, baik dari sisi ekonomi, ekologi, sosial, politik dan pertahanan keamanan.

Dengan berdasarkan hal tersebut diatas dan mengacu kepada tujuan kebijakan

makro pembangunan kelautan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional 2005-2025 pada misi ketujuh, yaitu mewujudkan Indonesia

menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan

nasional melalui pembangunan ekonomi kelautan berkelanjutan yang ramah lingkungan,

maka diperlukan suatu kebijakan bersifat integrasi dan komprehensif dengan meletakkan

prinsip efisien (pro growth), keadilan (pro job), peningkatan kesejahteraan masyarakat

(pro poor), dan ramah lingkungan (pro environment). Berdasarkan pemikiran tersebut,

kemudian dirumuskan kebijakan pengembangan ekonomi kelautan nasional sebagai berikut:

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 44

“Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru sebagaiAkselerator bagi Terwujudnya Indonesia Sebagai Negara Kepulauan yang Mandiri,

Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional”

Selanjutnya, guna mengimplementasikan kebijakan ini lebih lanjut, strategi yang

harus diambil adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut

2. Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Kelautan

3. Pengembangan Ekonomi Sektor Perikanan

4. Pengembangan Ekonomi Sektor Pariwisata Bahari

5. Pengembangan Ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan

6. Pengembangan Ekonomi Sektor Bangunan Kelautan

7. Pengembangan Ekonomi Sektor Jasa Kelautan

8. Pengembangan Ekonomi Lintas Sektor Bidang Kelautan

Pembangunan ekonomi kelautan nasional dengan konsep Ekonomi Biru di Indonesia

adalah pembangunan yang menerapkan prinsip terintegrasi (darat dan laut, hulu dan

hilir), berbasis kawasan (efisiensi), sistem produksi bersih, investasi kreatif dan inovatif,

dan berkelanjutan. Dengan model Ekonomi Biru, pembangunan kelautan akan ditekankan

pada aktivitas yang mengolah seluruh limbah hasil produksi menjadi input bagi kegiatan

ekonomi turunan lainnya, dengan kata lain limbah yang dihasilkan menjadi input bagi

produksi aktivitas ekonomi yang lain. Sehingga kegiatan ekonomi kelautan harus diarahkan

menjadi suatu sistem siklus produksi yang dapat berlangsung secara berkelanjutan.

Guna mendukung dan mengimplementasikan nir-limbah dan sistem siklus produksi yang

berkelanjutan, tentu prinsip inovasi dan kreativitas menjadi sangat penting dan

dibutuhkan. Inovasi tentu memerlukan dukungan pengembangan rekayasa teknologi

yang baik, sementara kreativitas membutuhkan peran kapasitas sumberdaya manusia

yang mumpuni dan profesional. Kombinasi antara rekayasa teknologi dan kapasitas

sumberdaya manusia, menjadi sangat penting dalam mendorong pengembangan ekonomi

kelautan dengan model Ekonomi Biru. Kemudian pembangunan ekonomi kelautan dengan

konsep Ekonomi Biru juga akan bertumpu pada integrasi kegiatan integrasi hulu-hilir

untuk mengefisienkan penggunaan sumberdaya kelautan yang sekaligus memberikan

nilai tambah dan meningkatkan daya saing produknya, serta meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan masyarakatnya secara inklusif.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 45

5.3 Strategi dan Upaya Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru

1) Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut

Secara umum, arah strategi Pengembangan Ekonomi Sektor perhubungan laut adalah

menyediakan pelayaran bagi masyarakat kepulauan yang aman, lancar, nyaman,

dan berwawasan lingkungan, serta membangun kekuatan armada transportasi

nasional menguasai pangsa pasar perhubungan laut nasional maupun internasional.

Dengan langkah-langkah utamanya, antara lain:

a) Optimalisasi kekuatan armada pelayaran nasional yang aman, nyaman, dan

berwawasan lingkungan.

b) Mengembangkan Sistem Monitoring, Controling, and Surveillance (MCS)

keselamatan pelayaran yang efisien, efektif, dan hemat energi

c) Mengembangkan sistem manajemen transportasi laut nasional yang efisien

dan terpadu dengan sistem transportasi darat dan udara

Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upayaberupa implementasi bisnis sektor perhubungan laut yang dengan model Ekonomi

Biru. Sektor perhubungan laut merupakan suatu aktifitas ekonomi yang sangat

penting bagi negara kepulauan (Archipelagic State) seperti Indonesia. Jasa

transportasi laut berkembang untuk melayani perpindahan muatan barang dan

penumpang dari satu pulau ke pulau lain sebagai fungsi distribusi sekaligus sebagai

penggerak perekonomian masyarakat. Penerapan konsep Ekonomi Biru pada

transportasi laut dapat diarahkan pada penetapan hub/titik-titik strategis sebagai

pelabuhan utama maupun pelabuhan feeder, sehingga mampu membangun sistem

transportasi laut yang integratif dengan menggunakan sumber daya yang efisien

dan efektif. Pemilihan dan penggunaan energi yang bersifat low carbon, seperti

kombinasi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan gas, serta peluang untuk

menggunakan energi terbarukan seperti angin, sinar matahari dan lain-lain dapat

dikembangkan sebagai terobosan teknologi.

Contoh implementasi pengembangan bisnis sektor perhubungan laut dengan model

Ekonomi Biru sebagaimana tertera pada Gambar 5.1, antara lain: rancang bangun

alat transportasi laut dengan sistem instalasi yang mampu mengolah keluaran gas

buang CO2 menjadi nutrisi, bio-fuel dan bio-plastic, mengolah aliran arus air melalui

terowongan di dalam kapal untuk generator listrik mini dan desalinasi air laut,

penggunaan baling-baling yang mampu meningkatkan efisiensi propulsi kapal dan

lain-lain.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 46

Gambar 5.1 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perhubungan Laut

Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan)

2) Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Maritim

Strategi Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Maritim diarahkan untuk

membangun industri maritim yang bersih limbah, efisien, kokoh, dan mandiri,

serta mampu memberikan nilai tambah ekonomi yang tinggi guna mempercepat

pertumbuhan ekonomi kelautan nasional.

Dengan demikian, langkah-langkah utamanya meliputi:

a) Menciptakan industri maritim nasional yang hemat energi dan bersih (nir-limbah)

b) Mengembangkan kawasan industri maritim terpadu berbasis ecoregion

c) Mengembangkan dan memperkuat industri bioteknologi kelautan yang ramah

lingkungan dan berbasis inovasi.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 47

Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya

berupa implementasi bisnis sektor industri maritim yang dengan model Ekonomi

Biru. Industri maritim pada hakekatnya memiliki cakupan yang luas dan bersifat

integral dengan industri lain di daratan, seperti industri galangan kapal, mesin

kapal, pengolahan minyak dan gas. Oleh karena itu, kebijakan pengembangan

industri maritim harus dipandang dalam perspektif holistik dan terpadu, artinya

antara satu sektor dengan sektor lain yang memiliki keterkaitan, baik secara vertikal

maupun horizontal dan antar daerah.

Dengan adanya pengembangan industri maritim, diharapkan akan terjadi proses

transformasi sosial-ekonomi dalam masyarakat pesisir, sehingga mereposisikan

industri maritim sebagai bagian dari mainstream pembangunan ekonomi sangat

menentukan bagi tumbuhnya bidang kelautan nasional. Problem dalam pengembangan

industri maritim saat ini adalah bagaimana mensinkronkan dan mensinergikan

kebijakan pemerintah, kepentingan kalangan pengusaha industri maritim dengan

kebutuhan masyarakat yang bergerak dalam bidang kelautan maupun masyarakat

luas. Dengan demikian ruang masyarakat (civil sphere) dan ruang pemerintah

(government sphere) dapat harmonis sehingga kebijakan yang ditetapkan dapat

mendorong terciptanya kesesuaian antara barang yang diproduksi oleh dunia usaha

dan masyarakat dalam maupun luar negeri yang mampu membangkitkan aktivitas

industri maritim yang efisien dan kompetitif.

Contoh implementasi (Gambar 5.2) bisnis sektor industri maritim dengan model

Ekonomi Biru adalah: penggunaan berbagai bahan baku/material dan komponen

kapal yang ramah lingkungan, pemanfaatan berbagai produk sampah (waste material)

untuk penciptaan produk lainnya yang bermanfaat, penggunaan plat baja dan

berbagai komponen berbahan baku logam dari material daur ulang logam,

pemanfaatan sinar matahari (solar cell) sebagai sumber energi listrik, penggunaan

alat pengolah limbah cair/oli, minyak dan lain-lain untuk menghasilkan oli daur

ulang, penggunaan cat dan anti fouling yang tidak menghasilkan pencemaran pada

lingkungan laut dan lain-lain.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 48

Gambar 5.2 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Industri Maritim

Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan)

3) Pengembangan Ekonomi Sektor Perikanan

Secara umum, arah strategi pengembangan ekonomi Sektor Perikanan adalah

membangun sektor perikanan yang optimal, lestari, bernilai tambah, dan berdaya

saing. Lebih lanjut, pembangunan bidang perikanan sebagai bagian dari program

revitalisasi ekonomi nasional diarahkan pada empat langkah utama yaitu (1)

peningkatan kapasitas sumberdaya manusia perikanan dan penguatan lembaga

pendukungnya, (2) pengamanan ketahanan pangan (food security) khususnya dalam

konteks suplai protein yang berasal dari sumberdaya ikan, (3) peningkatan

produktivitas, produksi dan daya saing produk perikanan, dan (4) peningkatan upaya

diversifikasi produk perikanan dalam rangka meningkatkan nilai tambahnya. Dengan

langkah-langkah utamanya, sebagai berikut:

a) Mengoptimalkan dan memperkuat usaha dan industri perikanan tangkap yang

efisien, produktif, ramah lingkungan, dan sesuai dengan kaidah/standar

internasional.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 49

b) Mengoptimalkan dan memperkuat usaha dan industri perikanan budidaya yang

efisien, produktif, ramah lingkungan, inovatif, dan sesuai dengan kaidah/

standar internasional.

c) Mengembangkan dan memperkuat usaha dan industri pengolahan hasil perikanan

yang efisien, nir-limbah dan terpadu dengan perikanan tangkap dan budidaya.

d) Mengembangkan sistem pemasaran dan manajemen usaha perikanan yang

transparan, adil, dan menguntungkan semua pihak.

e) Mengembangkan dan memperkuat usaha dan industri pengolahan hasil laut

non-ikan yang efisien, nir-limbah, inovatif, kreatif, dan terpadu dengan sentra-

sentra produksi

Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upayaberupa implementasi bisnis sektor perikanan yang dengan model Ekonomi Biru.

Contoh-contoh implementasi bisnis pengembangan ekonomi Sektor perikanan yang

dengan model Ekonomi Biru seperti pada Gambar 5.3 dan 5.4 adalah: teknologi

alat tangkap ikan yang efisien, efektif, ramah lingkungan, dan mampu menjamin

kualitas ikan hasil tangkapan, pengembangan instalasi pendingin yang menggunakan

tekanan air laut sebagai penggerak, instalasi produksi es balok/ice cube dengan bahan

baku air laut, penggunaan fish finder yang dihubungkan dengan jaringan satelit

yang dapat menghemat route pelayaran kapal ikan, penggunaan teknologi inovatif

penyediaan benih unggul yang mengembangkan spesies baru, penggunaan teknologi

budidaya yang berbasis trophic level, sirkulasi limbah keluaran yang dapat digunakan

sebagai bahan baku industri lainnya, pengolahan rumput laut terpadu, mulai sebagai

bahan baku (turunan awal) hingga untuk untuk berbagai produk turunan lainnya

seperti: untuk produk farmasetika, bahan makanan, dan lain-lain.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 50

Gambar 5.3 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan Dengan Model EkonomiBiru untuk Produk Rumput Laut (Kementerian Kelautan dan Perikanan)

Gambar 5.4 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan dengan Model EkonomiBiru berupa Silvofishery (Kementerian Kelautan dan Perikanan)

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 51

4) Pengembangan Ekonomi Sektor Wisata Bahari

Wisata bahari merupakan salah satu bidang dalam pembangunan kelautan Indonesia

yang memiliki potensi besar, karena ditunjang dengan banyaknya pulau-pulau yang

dimiliki Indonesia dan belum dimanfaatkan secara optimal. Secara umum, arah

strategi pengembangan ekonomi Sektor Wisata Bahari adalah mengembangkan

wisata bahari Indonesia yang terpadu dan berwawasan lingkungan sehingga menjadi

kelompok 10 besar tujuan wisata dunia dan meningkatkan pengembangan wisata

nusantara yang mampu menjaga integritas budaya nasional, memberikan kesempatan

kerja bagi masyarakat lokal serta dikelola secara berkelanjutan. Strategi pengembangan

ekonomi Sektor wisata bahari Dengan Model Ekonomi Biru di Indonesia dapat dicapai

dengan langkah-langkah utama sebagai berikut:

a) Mengembangkan industri pariwisata bahari berbasis ekosistem yang berkelas

dunia

b) Membangun sistem wisata bahari yang terpadu dengan sistem kepelabuhanan

dan transportasi nasional

c) Mengembangkan sistem pelayanan wisata bahari satu pintu (single window).

Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upayaberupa implementasi bisnis sektor pariwisata bahari yang dengan Model Ekonomi

Biru. Keindahan alam laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikembangkan menjadi

destinasi wisata potensial di Indonesia, seperti: Raja Ampat di Papua Barat, Bunaken

di Sulawesi Utara, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Pulau Derawan di Kalimantan

Timur dan lain-lain, dengan kekuatan utama pada keanekaragaman hayati, berbagai

jenis ikan dan terumbu karang, keindahan alam bawah laut, ombak yang mengalun,

pantai indah berpasir putih dan keramah-tamahan penduduk lokal yang mendiami

kawasan tersebut. Wisata bahari merupakan rangkaian aktifitas terkait dengan

leisure activities, seperti: olahraga selam/diving dan snorkeling, olahraga berselancar,

olahraga pantai, serta wisata yang berbasis konservasi lingkungan laut, seperti:

penanaman mangrove, transplantasi terumbu karang, dan lain-lain.

Contoh implementasi pengembangan bisnis sektor wisata bahari Dengan Model

Ekonomi Biru (Gambar 5.5) adalah: pengembangan kawasan pemukiman pesisir

yang ramah lingkungan, sistem pengelolaan limbah yang mampu menghasilkan

keluaran sebagai sumber energi baru bagi kawasan (biogas), sistem desalinasi air

laut, penanaman mangrove yang sekaligus sebagai media hidup hayati laut dan

pesisir dan lain-lain.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 52

Gambar 5.5 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Wisata Bahari Dengan ModelEkonomi Biru (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)

5) Pengembangan Ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan

Strategi pengembangan ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan

diarahkan pada peningkatan kemampuan nasional dalam memenuhi kebutuhan

energi dan sumberdaya mineral kelautan melalui peningkatan produktivitas, daya

saing sektor energi dan sumberdaya mineral kelautan dengan teknologi dan metode

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 53

yang berwawasan lingkungan, serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

kemakmuran bangsa secara berkelanjutan. Kebijakan sektor energi yang tepat

dan berpihak pada kepentingan nasional akan sangat mendukung kegiatan sektor-

sektor ekonomi lainnya serta mampu menekan biaya di sektor-sektor lainnya yang

berakibat pada tercapainya efisiensi dan efektivitas antar sektor.

Langkah-langkah utama yang diperlukan untuk pengembangan ekonomi Sektor Energi

dan Sumberdaya Mineral Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru adalah:

a) Mengembangkan kapasitas nasional dalam pengelolaan energi dan sumberdaya

mineral kelautan yang berwawasan lingkungan

b) Mengembangkan nilai tambah dan diversifikasi produk energi dan sumberdaya

mineral kelautan

c) Mengembangkan sumber energi terbarukan non-migas yang efisien dan ramah

lingkungan.

Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upayaberupa implementasi bisnis sektor energi dan sumber daya mineral kelautan yang

dengan Model Ekonomi Biru. Energi minyak dan gas bumi hingga kini masih menjadi

energi utama penggerak industri dan perekonomian bangsa, namun, untuk cadangan

minyak yang berasal bawah laut belum sepenuhnya dieksplorasi dan dieksploitasi.

Kemudian, beberapa sumber energi yang terbarukan dan potensial untuk di

kembangkan di Indonesia antara lain adalah: micro hydro, geothermal/panas bumi,

energi gelombang, arus, perbedaan panas air laut (OTEC), energi matahari, angin,

dan lain-lain.

Contoh implementasi bisnis sektor energi dan sumberdaya mineral kelautan dengan

Model Ekonomi Biru (Gambar 5.6) adalah: penggunaan energi angin dan sinar

matahari sebagai generator listrik hybrid untuk sumber energi di pulau-pulau kecil

dan kawasan pesisir yang terpencil, penggunaan energi matahari untuk

pengembangan instalasi desalinasi air laut sekaligus penghasil garam konsumsi,

penggunaan rumput laut sebagai bahan bakar alternatif (bioetanol) dan lain-lain.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 54

Gambar 5.6 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Energi danSumberdaya Mineral Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru

(Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral)

6) Pengembangan Ekonomi Sektor Bangunan Kelautan

Secara umum, arah strategi pengembangan ekonomi Sektor Bangunan Kelautan

adalah untuk mengembangkan sektor bangunan kelautan dalam rangka mempercepat

pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah sesuai dengan karakteristik fisik, ekologi,

ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Pembangunan konstruksi di pesisir dan

laut memerlukan kemampuan rekayasa yang sesuai dengan kondisi alam (design

with nature) pesisir dan laut yang memiliki kondisi ekosistem dan fisik berbeda

dengan daratan. Dengan demikian, sektor bangunan kelautan (konstruksi pelabuhan

umum dan perikanan, anjungan minyak dan gas, resor wisata, pipa gas, kabel

listrik, kabel serat optik dari mulai kegiatan penyiapan lahan sampai konstruksi

maupun perawatan) harus dikaji dengan seksama agar tidak menimbulkan bencana

yang berdampak pada manusia maupun lingkungan serta sumberdaya alam.

Sektor bangunan kelautan adalah kelompok infrakstruktur penting dalam

pengembangan wilayah Indonesia dengan karakteristik kepulauan. Ketersediaan

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 55

bangunan kelautan yang baik dapat mempercepat arus barang dan jasa serta

manusia, komunikasi serta berbagai aktivitas lainnya yang dapat membangkitkan

aktivitas ekonomi.

Pembangunan dalam sektor bangunan kelautan sangat dibutuhkan dalam rangka

menunjang peningkatan prasarana yang menunjang pembangunan bidang kelautan

secara menyeluruh. Sehingga diperlukan langkah-langkah utama sebagai berikut:

a) Mengembangkan Eco-port yang efisien dan sesuai dengan standar internasional.

b) Mengharmonikan perencanaan dan implementasi serta pengelolaan

pembangunan sektor bangunan kelautan antara pusat dan daerah sehingga

dicapai efisiensi dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional

c) Mengembangkan standar bangunan kelautan yang sesuai dengan kebutuhan

nasional dan memenuhi kriteria internasional serta mempertimbangkan aspek

lingkungan

Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upayaberupa implementasi bisnis sektor bangunan kelautan yang dengan Model Ekonomi

Biru. Contoh implementasi pengembangan ekonomi Sektor bangunan kelautan yang

dengan Model Ekonomi Biru adalah: penggunaan pelabuhan eco-port yang

merupakan pelabuhan terpadu, hemat energi, bersih, dan berbasis lingkungan.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 56

Gambar 5.7 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Bangunan Kelautandengan Model Ekonomi Biru pada untuk Eco Fishing Port

(Kementerian Kelautan dan Perikanan)

7) Pengembangan Ekonomi Sektor Jasa Kelautan

Strategi pengembangan Jasa Kelautan secara umum diarahkan untuk membangkitkan

kekuatan ekonomi nasional melalui peningkatan aktivitas ekonomi jasa kelautan

yang mampu mendorong aktivitas ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi

(riset, pendidikan dan pelatihan kelautan), serta jasa kelautan lainnya dalam

mendukung daya saing bidang kelautan nasional. Berkembangnya bidang kelautan

sebagai ujung tombak pembangunan ekonomi nasional memberi peluang bagi

pengembangan ekonomi Sektor jasa kelautan seperti dukungan sumberdaya

manusia, jasa pemasaran dan promosi, jasa penelitian kelautan, dan jasa pendidikan

dan pelatihan (diklat).

Dengan demikian, peran sektor jasa kelautan menjadi signifikan dalam rangka

mendukung pengembangan bidang kelautan secara menyeluruh dan terintegrasi.

Implikasinya adalah sektor ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas

sumberdaya pengelola pembangunan kelautan serta menyerap tenaga kerja terampil

yang lebih banyak.

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Langkah-langkah utama untuk mendukung strategi ini, diantaranya adalah:

a) Mendayagunakan potensi sektor jasa kelautan secara efektif dan efisien melalui

pengelolaan berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan.

b) Mengembangkan industri jasa kelautan melalui kebijakan yang komprehensif

dan kondusif sehingga peran sektor jasa kelautan nasional meningkat.

Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upayaberupa implementasi bisnis sektor jasa kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru.

Contoh implementasi pengembangan ekonomi sektor jasa kelautan yang dengan

Model Ekonomi Biru adalah: penciptaan industri garam melalui kerjasama antara

dunia usaha dengan perguruan tinggi atau lembaga riset untuk melakukan kerjasama

dalam pengembangan riset dan inovasi guna menghasilkan produk garam dengan

sistem produksi bersih (nir-limbah) dan bernilai tambah.

Gambar 5.8 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Jasa Kelautan Dengan ModelEkonomi Biru untuk kerjasama penelitian untuk industri garam

(Kementerian Kelautan dan Perikanan)

57

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

8) Pengembangan Ekonomi Lintas Sektor Bidang Kelautan

Secara umum, arah strategi pengembangan Lintas Sektor Bidang Kelautan adalah

membangkitkan kekuatan ekonomi nasional melalui penguatan aktivitas yang

menjadi landasan utama untuk memacu pertumbuhan ekonomi bidang kelautan

secara umum. Berkembangnya aktivitas ekonomi bidang kelautan (7 sektor) sebagai

ujung tombak pembangunan ekonomi nasional tentu memerlukan dukungan

lingkungan usaha yang kondusif sebagai landasan utamanya, seperti: aspek keamanan,

iklim investasi usaha, sistem fiskal dan moneter, dan infrastruktur dasar atau primer.

Langkah-langkah utama yang perlu diambil untuk mendukung strategi ini adalah:

a) Menciptakan iklim investasi usaha di bidang kelautan yang kondusif dan efisien

b) Menciptakan sistem fiskal dan moneter yang mendukung pengembangan usaha

bidang kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru

c) Mengoptimalkan penyediaan fasilitas infrastruktur yang dibutuhkan usaha

bidang kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru

Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upayaberupa implementasi bisnis lintas sektor bidang kelautan dengan Model Ekonomi

Biru. Contoh implementasi pengembangan bisnis lintas sektor bidang kelautan

dengan Model Ekonomi Biru adalah : pemberian insentif (pajak atau permodalan)

bagi suatu pengembangan kawasan kelautan terpadu dengan Model Ekonomi Biru

dalam aktivitas usahanya.

58

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Gambar 5.9 Contoh Implementasi Bisnis Lintas SektorBidang Kelautan dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk

Model Bisnis Terintegrasi di Lombok Timur

Gambar 5.10 Contoh Implementasi Bisnis Lintas SektorBidang Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk Model

Pengembangan Ekonomi Kawasan Terbatas di Nusa Penida

59

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Selanjutnya, kebijakan dan strategi, serta tanggung jawab implementasi dalam

bentuk perumusan upaya yang diperlukan untuk pengembangan Blue Economy guna

mewujudkan pembangunan ekonomi kelautan nasional yang optimal dan berkelanjutan

serta menjadi arus utama pembangunan nasional, dapat dilihat pada matrik Tabel 5.1.

60

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012 61

Tabe

l 5.

1Ke

bija

kan,

Str

ateg

i dan

Upa

ya y

ang

dipe

rluk

an u

ntuk

Pen

gem

bang

anEk

onom

i Kel

auta

n N

asio

nal D

enga

n M

odel

Eko

nom

i Bir

u

Peng

emba

ngan

Stra

tegi

Pen

gem

bang

an E

kono

mi

Sega

la u

paya

yan

g m

endu

kung

Kem

ente

rian

Per

hubu

ngan

,Ek

onom

i Kel

auta

nSe

ktor

Per

hubu

ngan

impl

emen

tasi

Bis

nis

Sekt

orKe

men

teri

an P

erin

dust

rian

,D

enga

n M

odel

Perh

ubun

gan

deng

an M

odel

Kem

ente

rian

Nega

ra R

iset

dan

Tekn

olog

i,Ek

onom

i Bir

uEk

onom

i Bir

uKe

men

teria

n Pe

ndid

ikan

dan

Keb

uday

aan,

seba

gai A

ksel

erat

orKe

men

teri

an N

egar

a Li

ngku

ngan

Hid

up,

bagi

Ter

wuj

udny

aKe

men

teri

an L

uar

Neg

eri,

PO

LRI,

dan

Indo

nesi

a Se

baga

iTN

I AL)

, Sw

asta

, dan

Per

guru

an T

ingg

iN

egar

a Ke

pula

uan

yang

Man

diri

, M

aju,

Stra

tegi

Pen

gem

bang

an E

kono

mi

Sega

la u

paya

yan

g m

endu

kung

Kem

ente

rian

Nega

ra R

iset

dan

Tekn

olog

i,Ku

at, d

an B

erba

sisk

anSe

ktor

Indu

stri

Mar

itim

impl

emen

tasi

Bis

nis

Sekt

orKe

men

teri

an P

erin

dust

rian

,Ke

pent

inga

nIn

dust

ri M

arit

im D

enga

n M

odel

Kem

ente

rian

Per

hubu

ngan

,N

asio

nal”

Ekon

omi B

iru

Kem

ente

rian

Kel

auta

n da

n Pe

rika

nan,

Kem

ente

rian

Pend

idik

an d

an K

ebud

ayaa

n,Ke

men

teri

an D

alam

Neg

eri,

Kem

ente

rian

Neg

ara

Ling

kung

an H

idup

,Ke

men

teri

an P

erta

hana

n, S

was

ta, d

anPe

rgur

uan

Ting

gi

Stra

tegi

Pen

gem

bang

an E

kono

mi

Sega

la u

paya

yan

g m

endu

kung

Kem

ente

rian

Kel

auta

n da

n Pe

rika

nan,

Sekt

or P

erik

anan

impl

emen

tasi

set

iap

Bisn

isKe

men

teri

an P

erhu

bung

an,

Sekt

or P

erik

anan

Den

gan

Mod

elKe

men

teri

an P

erin

dust

rian

,Ek

onom

i Bir

uKe

men

teria

n Pe

ndid

ikan

dan

Keb

uday

aan,

Kem

ente

rian

Neg

ara

Ling

kung

an H

idup

,Ke

men

teria

n Ne

gara

Ris

et d

an Te

knol

ogi,

Kem

ente

rian

Dal

am N

eger

i, P

OLR

I,da

n TN

I AL,

Sw

asta

, dan

Per

guru

an T

ingg

i.

KEBI

JAKA

NST

RATE

GI

UPA

YAST

AKE

HO

LDER

YA

NG

BER

PERA

N

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Stra

tegi

Pen

gem

bang

an E

kono

mi

Sega

la u

paya

yan

g m

endu

kung

Kem

ente

rian

Pariw

isata

dan

Ekon

omi K

reat

if,Se

ktor

Par

iwis

ata

Baha

ri D

enga

nim

plem

enta

si s

etia

p Bi

snis

Kem

ente

rian

Per

hubu

ngan

,M

odel

Eko

nom

i Bir

uSe

ktor

Par

iwis

ata

Baha

ri y

ang

Kem

ente

rian

Lua

r N

eger

i,D

enga

n M

odel

Eko

nom

i Bir

uKe

men

teria

n Pe

ndid

ikan

dan

Keb

uday

aan,

Kem

ente

rian

Neg

ara

Ling

kung

an H

idup

,Ke

men

teri

an D

alam

Neg

eri,

PO

LRI,

dan

TNI A

L, S

was

ta, d

an P

ergu

ruan

Tin

ggi

Stra

tegi

Pen

gem

bang

an E

kono

mi

impl

emen

tasi

Bis

nis

Sekt

orKe

men

teri

an E

nerg

i dan

Sum

berd

aya

Sekt

or E

nerg

i dan

Sum

berd

aya

Ener

gi d

an S

umbe

rday

a M

iner

alM

iner

al L

aut,

Kem

ente

rian

Neg

ara

Min

eral

Kel

auta

nKe

laut

an D

enga

n M

odel

Eko

nom

iRi

set

dan

Tekn

olog

i,Bi

ruKe

men

teri

an P

erin

dust

rian

,Ke

men

teria

n Pe

ndid

ikan

dan

Keb

uday

aan,

Kem

ente

rian

Neg

ara

Ling

kung

an H

idup

,Ke

men

teri

an D

alam

Neg

eri,

PO

LRI,

dan

TNI A

L, S

was

ta, d

an P

ergu

ruan

Tin

ggi

Stra

tegi

Pen

gem

bang

an E

kono

mi

Sega

la u

paya

yan

g m

endu

kung

Kem

ente

rian

Nega

ra R

iset

dan

Tekn

olog

i,Se

ktor

Ban

guna

n Ke

laut

anim

plem

enta

si B

isni

s Se

ktor

Kem

ente

rian

Pek

erja

an U

mum

,Ba

ngun

an K

elau

tan

Den

gan

Kem

ente

rian

Per

hubu

ngan

,M

odel

Eko

nom

i Bir

uKe

men

teri

an P

erin

dust

rian

,Ke

men

teri

an N

egar

a Pe

renc

anaa

nPe

mba

ngun

an N

asio

nal/

Bapp

enas

,Ke

men

teria

n Pe

ndid

ikan

dan

Keb

uday

aan,

Kem

ente

rian

Neg

ara

Ling

kung

an H

idup

,Ke

men

teri

an D

alam

Neg

eri,

Kem

ente

rian

Per

taha

nan,

Sw

asta

, dan

Perg

urua

n Ti

nggi

KEBI

JAKA

NST

RATE

GI

UPA

YAST

AKE

HO

LDER

YA

NG

BER

PERA

N

62

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

KEBI

JAKA

NST

RATE

GI

UPA

YAST

AKE

HO

LDER

YA

NG

BER

PERA

N

Stra

tegi

Pen

gem

bang

an E

kono

mi

Sega

la u

paya

yan

g m

endu

kung

Kem

ente

rian

Pend

idik

an d

an K

ebud

ayaa

n,Se

ktor

Jas

a Ke

laut

an D

enga

nim

plem

enta

si B

isni

s Se

ktor

Jas

aKe

men

teri

an N

egar

a Ri

set d

an Te

knol

ogi,

Mod

el E

kono

mi B

iru

Kela

utan

Den

gan

Mod

el E

kono

mi

Kem

ente

rian

Per

daga

ngan

,Bi

ruKe

men

teri

an P

erin

dust

rian

,Ke

men

teri

an K

euan

gan,

Kem

ente

rian

Dal

am N

eger

i, S

was

ta,

dan

Perg

urua

n Ti

nggi

Stra

tegi

Pen

gem

bang

an L

inta

sSe

gala

upa

ya y

ang

men

duku

ngKe

men

teri

an N

egar

a Pe

renc

anaa

nSe

ktor

Bid

ang

Kela

utan

impl

emen

tasi

Bis

nis

Terp

adu

Pem

bang

unan

Nas

iona

l/Ba

ppen

as,

Bida

ng K

elau

tan

Den

gan

Mod

elKe

men

teri

an K

euan

gan,

Ekon

omi B

iru

Kem

ente

rian

Pek

erja

an U

mum

,Ke

men

teri

an P

erin

dust

rian

,Ke

men

teria

n Pe

ndid

ikan

dan

Keb

uday

aan,

Kem

ente

rian

Dal

am N

eger

i, P

OLR

I, d

anTN

I AL,

Sw

asta

, da

n Pe

rgur

uan

Ting

gi

63

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Bab 6PENUTUP

Keberhasilan pembangunan kelautan memerlukan suatu perencanaan yang

komprehensif dan berpihak terhadap kepentingan masyarakat serta lingkungan.

Pembangunan tersebut harus didasarkan pada keterpaduan geografis, keterpaduan

ekologis, keterpaduan antar stakeholders, keterpaduan antar sektor, dan keterpaduan

antar ilmu pengetahuan. Kelautan sebagai bidang yang terdiri dari multisektor

memerlukan sebuah kebijakan yang sinergis pada sektor ekonomi kelautan mengingat

keterkaitan yang erat antar aktivitas ekonomi, baik di dalam maupun di luar sektor,

sangat berperan dalam keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan

Dalam rangka menyusun keterpaduan dan keharmonisan pembangunan ekonomi

kelautan sehingga berkelanjutan, maka penyusunan kebijakan Pembangunan Ekonomi

Kelautan dengan Model Ekonomi Biru dalam pembangunan nasional menjadi suatu

keharusan. Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia maka wilayah pesisir,

laut dan lautan adalah tumpuan harapan yang harus dikembangkan secara lestari dan

mampu mensejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri. Kebijakan

Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru selanjutnya dapat

dilaksanakan secara berkelanjutan serta memberikan kontribusi yang signifikan pada

pembangunan bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyat secara adil di segenap

wilayah NKRI.

64

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

DAFTAR PUSTAKA

Acker, H and S Hodgson. 2008. Legal Aspects Of Maritime Spatial Planning. Final Report

To DG Maritime Affairs & Fisheries. European Commission. Framework Service

Contract, No. FISH/2006/09 – LOT2.

Adrianto, L. 2008. Akselerasi Ekonomi Kelautan dan Perikanan menuju Negara

Kepulauan yang Maju, Mandiri, Kuat dan Berbasiskan Kepentingan Nasional. Paper

Pengantar pada FGD Strategi Pengembangan Ekonomi Negara Kepulauan,

diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik

Indonesia, Hotel Kenari-Makassar, 23 Juli 2008.

Agoes, E R. 1991. Konvensi Hukum Laut 1982: Masalah Pengaturan Hak Lintas Kapal.

Abardin. Bandung.

Agoes, E R. 2004a. Praktik Negara-negara atas Konsepsi Negara Kepulauan. Jurnal Hukum

Internasional. Lembaga Pengkajian Hukum Internasional-Fakultas Hukum

Universitas Indonesia. Jakarta.

Agoes, E R. 2004b. Sepuluh Tahun Berlakunya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS)

1982: Kewajiban Negara Peserta dan Implementasinya oleh Indonesia, Orasi ilmiah

yang disampaikan pada pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum,

Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 18 September 2004.

Brown, E D. 1994. The International Law of the Sea: Volume I Introductionary Manual.

Dartmouth. England.

Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Ringkasan

Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral [DESDM]. 2007. Publikasi Media. http:/

/dtwh2.esdm.go.id/dw2007/.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata [Depbudpar]. 2008. Buku Saku Statistik

Kebudayaan dan Pariwisata 2007. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

Republik Indonesia. Jakarta.

Departemen Perhubungan [Dephub]. 2008. Buku Informasi Transportasi Departemen

Perhubungan. Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Jakarta.

Djalal, H. 1979. Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut. Badan Pembinaan Hukum

Nasional dan Binacipta. Jakarta.

65

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Djalal, H. 1988. Perkembangan Hukum Nasional dalam Hubungannya dengan Hukum

Laut Internasional. Paper. Jakarta.

Djamin, A. 2001. Ir. H. Djuanda: Negarawan, Administrator, dan Teknokrat Utama.

Kompas. Jakarta.

Earle, S.A. 2010. The World is Blue: How our fate and the ocean’s are one. National

Geographic Society, USA. 319 Hal

Firmanzah. 2012. Ekonomi Biru Paradigma Baru Pembangunan. Universitas Indonesia.

Jakarta

Firmanzah. 2012. Sektor Kelautan Sebagai Mainstream Pembangunan Nasional. Paparan

disampaikan dalam Workshop “Pandangan Politis Terhadap Bidang Kelautan sebagai

Mainstream Pembangunan Nasional” di Hotel Bidakara pada tanggal 8 Juni 2012.

Jakarta.

GUOXING, J, ‘SLOC Security in the Asia Pacific’’, Asia pacific Centre for Seculrity

Studies, Honolulu, USA, 2000.

Harahap, R M. 2008. Penegakan Kedaulatan NKRI di Laut. Makalah pada Focus Group

Discussion “Kedaulatan dan Pertahanan Laut” di Hotel Tunjungan Surabaya pada

Tanggal 7 Agustus 2008. Penyelanggara Badan Perencanaan dan Pembanguan

Nasional (BAPPENAS).

Kent, G and M. Valencia. 1985. Marine Policy in Southeast Asia. University of California

Press.

Kildow, J T, C S. Colgan, and J Scorse. 2009. State Of The U.S. Ocean And Coastal

Economies. National Ocean Economics Program (NOEP), USA.

Kimbal, L A. 2003. International Ocean Governance: Using International Law and

Organizations to Manage Marine Resources Sustainably. IUCN. Cambridge-UK.

Kusumaatmadja, M. 1978. Bunga Rampai Hukum Laut. Binacipta. Jakarta.

Kusumaatmadja, M. 2003. Konsepsi Hukum Negara Nusantara pada Konferensi Hukum

Laut III. Alumni. Bandung.

Kusumastanto, T. 2002. Reposisi Ocean Policy dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia.

Orasi Ilmiah Guru Besar, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut

Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), Bogor.

Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi

Daerah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kusumastanto, T. 2005. Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan –Institut Pertanian Bogor, Bogor.

66

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012

Kusumastanto, T. 2006. Ekonomi Kelautan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan,

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kusumastanto, T. 2009. Arah Pembangunan Kelautan Nasional. Paper dipresentasikan

dalam Workshop Geomarine, Bakosurtanal, Bogor.

Mauna, B. 2000. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global. Alumni. Bandung.

Muhjidin, A M. 1993. Status Hukum Perairan Kepulauan Indoesia dan hak Lintas Kapal

Asing. Alumni. Bandung.

Oberman et. al. 2012. The Archipelago Economy : Unleashing Indonesia’s Potential.

McKinsey Global Institute (MGI).

Parthiana, I W. 2005. Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional. Mandar Maju.

Bandung.

Pauli, G. 2010. Blue Economy-10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs. Paradigm-

Pubs. New Mexico.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan [PKSPL-IPB]. 2004. Kajian Kontribusi

Sektor Kelautan dan Perikanan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional Republik Indonesia dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut

Pertanian Bogor.

Republik Indonesia. 2007. Undang-undang no. 17 tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4700. Sekretariat Negara. Jakarta.

Subroto S, Sunardi, dan Wahyono. Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Surya Indah.

Jakarta.

Sunoto dkk. 2012. Term of Reference Blue Economy: Pembangunan Kelautan dan

Perikanan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat. Kementerian Kelautan

dan Perikanan. Jakarta.

UNEP. 2009. Large Marine Ecosystems Report A Perspective On Changing Conditions In

LMEs Of The World’s Regional Seas. United Nations Environment Programme.

USA.

US National Academic of Sciences. 2007. A Review of the Ocean Research Priorities Plan

and Implementation Strategy. National Research Council. Washington, DC. USA.

67

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru2012