Lansia Dengan Nyeri

94
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang, apalagi lansia (lanjut usia), tentu pernah merasakan nyeri selama perjalanan hidupnya. Perasaan nyeri ini kualitas dan kuantitasnya berbeda dari satu orang ke orang lain, tergantung dari tempat nyeri, waktu, penyebab dan lain-lain. Pada lansia rasa nyeri ini sudah menurun, sehingga keluhan akan berkurang, karena kepekaan sarafnya sudah mulai berkurang bahkan bisa sampai hilang sama sekali. Karena berkurangnya rasa nyeri inilah maka diagnosis nyeri pada lansia seringkali sulit atau bahkan kabur untuk dapat menentukan tempat/daerah asal nyeri (Warfields, 1991; Park and Fulton, 1991). Riwayat pengobatan nyeri sudah dapat ditemukan di zaman Babilonia, papyrus Mesir dan dokumen-dokumen zaman Persia dan Troy. Untuk mengobati rasa nyeri, di zaman primitif dilakukan dengan cara sangat sederhana tetapi cukup efektif, misalnya dengan penekanan atau direndam di air dingin dari sungai. Pada zaman dahulu nyeri dianggap sebagai hukuman dari Tuhan.Oleh karena itu istilah “pain” berasal dari kata Latin “poena” yang berarti hukuman. Pada tahun 2006 sebelum Kristus, didaerah Cina dikenal istilah Yin dan Yang yaitu dua kekuatan yang

Transcript of Lansia Dengan Nyeri

Page 1: Lansia Dengan Nyeri

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang, apalagi lansia (lanjut usia), tentu pernah merasakan nyeri

selama perjalanan hidupnya. Perasaan nyeri ini kualitas dan kuantitasnya

berbeda dari satu orang ke orang lain, tergantung dari tempat nyeri, waktu,

penyebab dan lain-lain. Pada lansia rasa nyeri ini sudah menurun, sehingga

keluhan akan berkurang, karena kepekaan sarafnya sudah mulai berkurang

bahkan bisa sampai hilang sama sekali. Karena berkurangnya rasa nyeri inilah

maka diagnosis nyeri pada lansia seringkali sulit atau bahkan kabur untuk

dapat menentukan tempat/daerah asal nyeri (Warfields, 1991; Park and Fulton,

1991).

Riwayat pengobatan nyeri sudah dapat ditemukan di zaman Babilonia,

papyrus Mesir dan dokumen-dokumen zaman Persia dan Troy. Untuk

mengobati rasa nyeri, di zaman primitif dilakukan dengan cara sangat

sederhana tetapi cukup efektif, misalnya dengan penekanan atau direndam di

air dingin dari sungai. Pada zaman dahulu nyeri dianggap sebagai hukuman

dari Tuhan.Oleh karena itu istilah “pain” berasal dari kata Latin “poena” yang

berarti hukuman.

Pada tahun 2006 sebelum Kristus, didaerah Cina dikenal istilah Yin dan

Yang yaitu dua kekuatan yang saling bertentangan, yang dipersatukan oleh

kekuatan yang membentuk energi vital (chi) untuk sirkulasi. Keadaan yang

tidak seimbang dari kedua kekuatan tersebut akan menyebabkan rasa nyeri.

Akupuntur akan memperbaiki ketidakseimbangan itu dan menyembuhkan rasa

nyeri. Pada zaman Mesir kuno dipercaya bahwa nyeri disebabkan oleh spirit

(roh) dari kematian, yang masuk kebadan melalui hidung atau telinga dalam

suasana gelap.Karena itu untuk mengeluarkan nyeri/spirit tersebut dilakukan

dengan jalan mengusahakan muntah-muntah, kencing, bersin, atau keringat.

Pada 5000 tahun sebelum Kristus dipercaya bahwa nyeri merupakan

akibat rasa frustasi dari keinginan yang tak tersampaikan.Agama Hindu

mengatakan bahwa jantung adalah tempat dari segala rasa nyeri.Agak berbeda,

Page 2: Lansia Dengan Nyeri

filosof Yunani kuno memikirkan bahwa yang jadi pusat dari perasaan nyeri

adalah otak bukan jantung.Hippocrates berpendapat bahwa fungsi badan kita

dikontrol oleh empat cairan yaitu darah, phlegm, empedu kuning dan empedu

hitam.Nyeri merupakan manifestasi ketidakseimbangan keempat cairan

tersebut.Plato berfikir bahwa jantung dan hati merupakan pusat nyeri.Aristotle

mempercayai bahwa nyeri berpusat dijantung.Konsep Aristotle ini diteruskan

oleh William Harvey pada tahun 1623, Celcus mengemukakan teori yang saat

ini menjadi sangat terkenal, yaitu hubungan antara dolor (pain), tumor, rubor,

dan calor.Pada 2000 sebelum Kristus, Galen berpendapat adanya suatu sistem

syaraf yang terdiri dari cranial, spinal, dan syaraf simpatis, dengan otak

sebagai pusatnya.

Pertengahan antara pendapat yang menyatakan jantung atau otak sebagai

pusat nyeri, berlanjut sampai abad ke-19, yang akhirnya menyatakan bahwa

pusat nyeri adalah di otak. Begitu pula tentang bermacam-macam obat mulai

dari poium, ramu-ramuan dan lain sebagainya sampai ditemukannya morfin

(dari opium).

Cara psikologis juga dicoba untuk menghilangkan nyeri mulai dari cara

magis sampai daya hipnotis. Sampai saat ini obat-obat penghilang rasa nyeri

terus diteliti dengan hasil berbagai macam obat yang efek sampingnya makin

berkurang.

Nyeri adalah masalah bagi pasien dalam semua kelompok usia. Studi

secara konsisten menunjukkan nyeri yang tidak ditangani dengan baik. Studi

klasik oleh Marks dan Sachar melaporkan bahwa 73% pasien medis yang

dirawat di rumah sakit mengalami nyeri sedang sampai berat walaupun telah

mendapatkan analgesik narkotik parenteral. Danovan, Dillon, dan McGuire

menemukan bahwa 353 pasien rawat inap medis mengalami nyeri, dan 58%

mengatakan bahwa rasa nyerinya luar biasa. Studi ini menemukan bahwa

nyeri ditanyakan atau dicatat pada kurang dari setengah pasien-pasien

tersebut.

Kurang dari 1% dari 4000 makalah tentang nyeri yang diterbitkan setiap

tahunnya memfokuskan pada lansia.Studi yang ada secara konsisten

menunjukkan bahwa penanganan nyeri adalah suatu masalah. Penggunaan

Page 3: Lansia Dengan Nyeri

analgesik menurun seiring bertambahnya usia, dan lansia menambah sejumlah

kecil nyeri pada saat masuk ke klinik. Suatu studi pada penghuni rumah

perawatan lansia melaporkan bahwa 83% mengalami nyeri, banyak yang

berada pada tingkat berat.

Prevalensi nyeri kronis meningkat pada lansia. Pada sebagian besar lansia,

nyeri merupakan masalah yang akan mempengaruhi aktivitas kegiatan sehari-

hari dan kualitas hidupnya. Nyeri juga merupakan keadaan yang sangat

mengganggu dan menyebabkan penyakit lain menjadi lebih parah (Warfields

1991; Park and Fulton 1991).

Pada lansia assesment dan pengobatan yang diteliti pada penderita nyeri

kronis dapat memberi hasil yang memuaskan (Park B and Fulton 1991). Pada

penelitian didapatkan 66% lansia yang dirawat di nursing home (panti rawat

wredha) menderita nyeri kronis dan dari 66% ini 34% tidak terdeteksi

sebelumnya. Para lansia sering tidak melaporkan rasa nyeri dan tanda-tanda

lain yang berkaitan dengan nyeri. Keengganan ini mugkin dikarenakan adanya

anggapan bahwa rasa nyeri itu umum didapatkan pada umur-umur lansia atau

ada rasa khawatir bahwa dokter mungkin akan menganggap remeh rasa nyeri

tersebut bila dibandingkan dengan keluhan-keluhan lainnya.

Sering pula terdapat lansia yang menganggap nyeri merupakan tanda-

tanda mendekatnya ajal, atau merupakan gejala yang lebih serius, sehingga

justru membuat lansia merasa takut untuk melaporkan kepada dokter.

Terdapat beberapa alasan mengapa nyeri dan kurangnya masalah

penanganan nyeri dapat menjadi masalah bagi lansia. Pertama, prevalensi

kondisi yang menyakitkan dan penyakit sering terjadi pada usia tua. Lebih dari

50% kanker di Amerika Serikat terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65

tahun, dan 60 sampai 80% pasien dengan kanker mengalami nyeri sedang

sampai berat. Nyeri artritis terjadi pada lebih dari setengah jumlah seluruh

lansia dengan osteoartritis yang menyebabkan lebih banyak nyeri kronis

daripada kondisi yang lain. Jenis nyeri lain yang sering terjadi pada lansia

adalah sakit kepala, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri tajam dan

menusuk, nyeri neuropatik terbakar (misalnya fantom ekstremitas, neuropati

diabetes, neuralgia pascaherpetik, neuralgia trigeminal, dan kausalgia).

Page 4: Lansia Dengan Nyeri

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kelompok dapat

memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan lansia dengan nyeri

2. Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan makalah ini kelompok dapat memahami

tentang :

a. Pengertian Nyeri

b. Klasifikasi Nyeri

c. Etiologi Nyeri

d. Patofisologi Nyeri

e. Penatalaksanaan Nyeri

f. Asuhan Keperawatan Nyeri pada Lansia

Page 5: Lansia Dengan Nyeri

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah sensasi subjektif rasa tidak nyaman yang biasa nya berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial.

Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh.ia timbul bilamana

jaringan sedang rusak dan ia menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk

menghilangkan rangsang nyeri tersebut.

Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial atau yang dirasakan dalam kejadian- kejadian dimana terjadi

kerusakan.

Nyeri adalah suatu sensasi yang disebabkan karena rusaknya jaringan, bisa

dikulit sampai jaringan yang paling dalam. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa, nyeri sering dijumpai pada penderita lansia biasanya sering diterapi

secara paliatif, bahkan dengan manajemen yang sering tidak adekuat (Monti

DA,1998). Nyeri yang kronis biasanya berpengaruh pada fungsi fisiologis

berupa bertambahnya penderitaan dan menurunnya kualitas hidup.

B. Klasifikasi Nyeri

1. Jenis nyeri menurut durasi

a. Nyeri akut

Nyeri akut terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi

bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang

bervariasi ( ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat.

Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung kurang dari 6 bulan

nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan. Nyeri akut

biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang

memicu individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri dan

Page 6: Lansia Dengan Nyeri

menghilang apabila faktor internal dan eksternal yang merangsang

reseptornya di hilangkan. Nyeri akut ditandai oleh peningkatan

frekuensi jantung, peningkatan tanda- tanda vital, wajah meringis,

menarik diri, dan menangis. Terjadi dilatasi pupil dan pengeluaran

keringat. Individu yang mengalami nyeri akut biasanya berfokus pada

nyerinya.

b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah Nyeri yang berlangsung lama, intensitasnya

bervariasi dan biasanya lebih dari 6 bulan. Kata “kronis “berasaldari

kata yunani yang berarti” waktu” dan di hubungkan dengan rasa nyeri

yang menetap dan biasanya terus-menerus,bukan yang berlangsung

sewaktu-waktu.

Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah

diidentifikasi, intensitas nyeri sukar di turunkan, rasa nyerinya

biasanya meningkat, sifatnya kurang jelas dan kemungkinan kecil

untuk sembuh/ hilang,biasa terjadi perubahan kepribadian dan

penurunan berat badan.

Nyeri kronis dapat di kategorikan menjadi dua, yaitu:

1) Nyeri kronis maligna

Nyeri ini dapat digambarkan sebagai nyeri yang berhubungan

dengan kanker atau penyakit progresif lainnya.

2) Nyeri kronis non maligna

Nyeri ini biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat kerusakan

jaringan non progresif atau telah mengalami penyembuhan.

2. Menurut Tempat

1) Periferal Pain

1) Superfisial pain (nyeri permukaan/ kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur- struktur superfisial kulit dan

jaringan subcutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri

di kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau

listrik. Jika kulit yang terlibat nyeri dirasakan sebagai menyengat,

tajam, mengiris,atau seperti terbakar ; tetapi apabila pembuluh

Page 7: Lansia Dengan Nyeri

darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi

berdenyut.

2) Deep Pain ( nyeri somatik dalam)

Nyeri somatik dalam mengacu pada nyeri yang berasal dari

Otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur-

struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi

nyeri sering tidak jelas. Nyeri dirasakan lebih difus dari pada nyeri

kulit dan cenderung menyebar ke daerah di sekitarnya

3) Nyeri Visera

Nyeri visera mengacu pada nyeri yang berasal dari organ-

organ tubuh. Reseptor nyeri visera terletak di dinding otot polos

organ- organ berongga ( lambung, kandung empedu, saluran

empedu, ureter, kandung kemih) dan di kapsul organ- organ padat (

hati, pankreas, ginjal).

Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah

peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ,

iskemia, dan peradangan. Struktur- struktur lain yang dapat di

regangkan misalnya, kandung empedu, saluran empedu, atau

ureter, dapat menimbulkan nyeri kolik, sering akibat spasme otot

polos.

Nyeri visera di salurkan melalui serat simpatis, dan

parasimpatis Simtem Saraf Otonom. Aferen visera biasanya adalah

serat tife C, dan sensasi nyeri yang di hasilkan biasanya memiliki

kualitas tumpul atau pegal. Impuls nyeri dari visera thorak dan

abdomen hampir secara eksklusif di hantarkan melalui sistem saraf

simpatis; impils berjalan di saraf simpatis melalui ganglion

simpatis tanpa bersinap, dan kemudian mencapai saraf spinal

melalui ramus komunikans alba dan kemudian ke ganglion akar

dorsal

4) Reffered Pain ( Nyeri Alihan)

Nyeri alih di definisikan sebagai nyeri yang berasal dari salah

satu daerah di tubuh tetapi di rasakan terletak di daerah lain. Nyeri

Page 8: Lansia Dengan Nyeri

visera sering di alihkan ke dermatom( daerah kulit) yang di

persarafi oleh segmen medula spinalis yang sama dengan viskus

yang nyeri tersebut. Teori tentang nyeri alih yaitu teori

konvergensi/ proyeksi ( Fields, Martin,2001) yang menjelaskan

tentang dua tife aferen yang masuk ke segmen spinal ( dari kulit

dan struktur otot dalam dan visera) berkovergensi ke sel- sel

proyeksi sensorik yang sama ( misalnya, sel proyeksi

spinotalamikus). contoh umum nyeri alih: appendicitis acut.

Nyeri visera appendic peregangan lumen atau spasme otot

nyeri aferen viseral medula spinalis segmen thoraks

10(T10) naik melalui pleksus mesentrikus superior dan saraf

splanknikus minoris rasa pegal atau kram samar di sekitar pusar

yang di persarafi oleh nervus interkostalis X ( somatik) kemudian ,

nyeri berpindah ke kuadran kanan bawah abdomen( tempat

apendiks yang meradang yang di persarafi oleh nervus torasikus

XII dan nervus spinalis lumbalis I ( T12 sampai L1) disini nyeri

terasa tajam dan memiliki lokalisasi yang jelas di atas peritonium

yang mengalami iritasi karena impuls langsung melalui nervus

spinalis ( jalur somatik atau parietal)

b. Central Pain

Nyeri yang terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat,

spinal cord, batang otak.

1) Nyeri Neuropatik

Nyeri yang di sebabkan karena kerusakan atau disfungsi sistem

saraf perifer. Nyeri ini sering memiliki kualitas seperti terbakar,

perih, atau seperti sengatan listrik. Pasien dengan nyeri neuropati

menderita akibat instabilitas sistem saraf otonom. Dengan

demikian, nyeri sering bertambah parah oleh stres emosi atau fisik

( dingin, kelelahan). Dan mereda setelah relaksasi, karena itu ,

pasien mungkin tidur secara normal walaupun terasa nyeri.

Page 9: Lansia Dengan Nyeri

2) Phantom Limb Pain

Sensasi perih, pins and needles ( parestesia), atau yang lebih

jarang seperti terbakar, atau remuk di ekstermitas yang tidak

dimiliki lagi oleh pasien ( karena telah di amputasi. Nyeri di

karenakan terjepitnya serat nyeri di jaringan parut puntung tungkai

yang menyebabkan terbentuknya impuls- impuls ektopik.

3) Psichogenic Pain

Nyeri yang di rasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat

dari trauma psikologis.

C. Etiologi Nyeri

1. Trauma

a. Mekanik : rasa nyeri timbul akibat ujung- unjung saraf bebas

mengalami kerusakan. Misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan

lain- lain.

b. Thermis : nyeri pinggul karena ujung saraf reseptor mendapat

rangsangan akibat panas, dingin, misalnya karena api dan air.

c. Khemis : timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam

atau basa kuat.

d. Elektrik : timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai

reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar

2. Neoplasma

a. Jinak

b. Ganas

3. Peradangan

Nyeri terjadi karena kerusakan ujung- ujung saraf reseptor akibat

adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan, Misanya abses.

4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah

5. Trauma psikologis

Page 10: Lansia Dengan Nyeri

D. Persepsi Nyeri pada manusia

Persepsi nyeri pada manusia dapat di bagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Nyeri cepat yang terasa setempat,menusuk,cepat menghilang seperti

misalnya tertusuk jarum.

2. Nyeri yang perlahan timbulnya,berlangsung lama,tak jelas lokasinya di

sertai reaksi autonom dan psikis yang di sebut nyeri membara.

3. Nyeri viseral atau nyeri dalam yang timbul karena terangsangnya alat-alat

dalam.Nyeri primer yang di ikuti nyeri sekunder dapat di sertai reaksi

refleks somatis berupa gerakan menarik bagian badan yang

nyeri ,rintihan ,teriakan.selain itu dapat pula timbul reaksi autonom berupa

takikardi, hipertensi,hiperpne dan reaksi psikis seperti

gelisah,resah,agresi,frustasi.

E. Mekanisme Nyeri

1. Fisiologi NyeriMenurut Torrance & Serginson (1997)

Ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri, yaitu:

a. sel syaraf aferen atau neuron sensori,

b. serabut konektor atau interneuron dan

c. sel saraf eferen atau neuron motorik.

Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang

menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan

otak. Reseptor-reseptor ini sangatkhusus dan memulai impuls yang

merespon perubahan fisik dan kimia tubuh.Reseptor-reseptor yang

berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor. Stimulus pada

jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang

terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan

enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf

danmenyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997).

2. Menurut Smeltzer & Bare (2002)

Kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat

memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus

Page 11: Lansia Dengan Nyeri

sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara

sistemneural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus

asendenberakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-

impuls dipancarkan ke korteks serebri.Agar nyeri dapat diserap secara

sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi

sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ

internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika

diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi

yangmenyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden.

Seringkali area ini disebut “gerbang”. Kecenderungan alamiah gerbang

adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk

mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian,

jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada

akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden

menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri.

Setelah berada di medula spinalis, sebagian besar serabut nyeri

bersinaps di neuron pada kornu dorsal dari segmen tempat serabut nyeri

masuk. Informasi mengenai stimulus nyeri di kirim oleh salah satu dari

dua jaras asenden ke otak tractus neospinotalamus atau trakrus

paleospinotalamus.

a. Traktus Neospinotalamus/ Jalur cepat

Informasi/ stimulus spina ( serabut Aδ) mencetuskan

potensial aksi serabut traktus neospinotalamus otak Talamus

sinyal dikirim ke kortek somatosensorik tempat lokasi nyeri

lokasi nyeri terlokalisir dengan baik interpretasi sinyal nyeri sacara

sadar.

b. Traktus paleospinotalamus/ jalur Lambat

Informasi spina serabut C dan Aδ serabut traktus

paleospinotalamus otak daerah retikular batang otak dan daerah

mesensepalon ( area grisea periakueduktus) aktivasi hipotalamus

dan sistem limbik memlpengaruhi fungsi area yang mengontrol

Page 12: Lansia Dengan Nyeri

emosi nyeri terlokalisasi dengan buruk dan menyebabkan distres

emosional akibat nyeri.

3. Gating Nyeri di medula spinalis dan otak

Gating adalah kemampuan daerah otak bagian atas untuk

memengaruhi tranmisi nyeri di medula spinalis. Neuron descenden yang

mempengaruhi transmisi nyeri datang dari kortek serebri, hipotalamus,

sistem limbik, dan terutama area grisea periakueduktus.

a. Interpretasi Teori Gerbang

Menjelaskan mengenai bagaimana harapan personal dan budaya,

mood, dan rasa takut dapat mempengaruhi persepsi dan toleransi nyeri

individu.dengan menekankan kemampuan jaras descenden untuk

memengaruhi persepsi nyeri dengan teknik distraksi atau tehnik

relaksasi dapat mengurangi nyeri. ketika neuron Aβ besar yang

membawa informasi taktil kulit di stimulasi bersamaan dengan saat

serabut Aδ dan C menyalurkan stimulus nyeri, aktivasi spinal traktus

neospinotalamikus dan paleospinotalamikus menjadi berkurang yang

disebabkan oleh inhibisi lateral sel- sel di spina dorsal oleh neuron Aβ

yang besar. Contoh gating penyaluran stimulasi nyeri adalah pada saat

Menggosok kepala atau kulit setelah sesuatu cedera menstimulasi

serabut Aβ yang besar dan menimbulkan beberapa derajat analgesia.

b. Endorfin, Enkefalin, dan Serotonin

Respon analgetik terjadi akibat produksi dan pelepasan opiat

endogen oleh sistem saraf pusat, yaitu ; endorfin dan enkafalin.

Serotonin dan neurotranmiter lainnya juga berperan menimbulkan

analgesia.

1) Enkafalin adalah peptida kecil yang dilepaskan di medula spinalis

dari neuron yang turun dari area gresia periakueduktus. Enkefalin

menyebabkan inhibisi prasinaps serabut tipe C dan Aδ di spina

untuk mengurangi penyaluran stimulus nyeri keluar

medulaspinalis. Enkefalin terdapat di sistem limbik dan

hipotalamus

Page 13: Lansia Dengan Nyeri

sistem aktivasi retikuler

Kortek somatosensorik

TalamusHipotalamus &sistem limbik

Talamus

Area grisea periakueduktus

Sistem akaktivasi retikuler

ujung saraf bebas

Nyeri

2) Endorfin dan Serotonin bekerja sebagai neurotransmiter di otak

untuk mengurangi penyaluran dan persepsi nyeri. hipofisis

melepaskan endorfin sebagai respons terhadap olah raga berat dan

selama pengalaman nyeri, misalnya persalinan. Endorfin juga

mempengaruhi mood, nyeri yang berkepanjangan terbukti

mengurangi kadar endorfin, sehingga menimbulkan keputusasaan

dan penderitaan yang terlihat pada individu yang mengalami nyeri

kronis. Serotonin di hasilkan di otak dan dilepaskan dari serabut

descenden yang bersinaps di medula spinalis. Obat- obat yang

meningkatkan kadar serotonin otak, misalnya antidepresan,

trisiklik, mengurangi persepsi nyeri.

4. Teori tentang terjadinya rangsangan nyeri ( Barbara C.Long,1989),

diantaranya :

a. Teori Pemisahan ( specificity theory)

medula spinalis

Page 14: Lansia Dengan Nyeri

Rangsangan sakit medula spinalis ( spinal cord) melalui

kurnodorsalis yang bersinaps di daerah posterior naik ke Traktus

lissur & menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di

korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut di teruskan.

b. Teori Pola ( Pattern Theory)

Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal

medula spinalis merangsang aktivitas sel T mengalibatkan

respon yg merangsang ke bagian yang lebih tinggi( kortek serebri)

kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi

menimbulkan nyeri (persepsi yang dipengaruhi oleh modalitas respon

dari reaksi sel T )

c. Teori Pengendalian Gerbang ( Gate Control Theory)

Nyeri tergantung dari kerja serat saraf- saraf besar & kecil, yang

keduanya berada dalam akar ganglio dorsalis, rangsangan pada serat

saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang

mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T

terhambat menyebabkan hantaran rangsangan itu terhambat.

Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang kortek

serebri.hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medula spinalis

melalui serat eferen dan reaksinya dan mempengaruhi aktivitas sel T.

Rangsangan pada serat kecil akan mengahmbat aktivitas substansia

gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang

aktivitas sel T yang selanjutnya akan mengahantarkan rangsangan

nyeri.

d. Teori Transmisi dan Inhibisi

Adanya stimulus pada nosireseptor melalui transmisi impuls-impils

saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif, oleh neuron

transmiter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi

efektif oleh impuls- impuls pada serabut- serabut besar yang memblok

Page 15: Lansia Dengan Nyeri

impuls- impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem

supresif.

F. Penilaian Klinis Nyeri

Penilaian klinis nyeri di perlukan untuk memahami pengalaman nyeri

klien dan mengidentifikasi kausa atau penyebab sehingga nyeri dapat

dihilangkan.

Karakteristik nyeri:

1. Lokasi Nyeri

Untuk mengetahui apakah nyeri bersifat superfisial atau dalam. Nyeri

dari lesi superfisial biasanya tidak menimbulkan masalah karena penyebab

dan akibat sudah jelas. Lokasi yang tepat menjadi sangat penting pada

nyeri dalam yang beralih ke suatu dermatom saat terdapat keterlibatan

struktur somatik dalam atau visera. Yang perlu di ketahui mengenai lokasi

nyeri , meliputi :

a. Dimana terasa nyeri?

b. Apakah nyeri menyebar?

c. Apakah nyeri di permukaan atau di dalam?

2. Cara Awitan

Merupakan faktor penting untuk menilai nyeri, nyeri yang memiliki

awitan yang mendadak dan hampir langsung mencapai puncak intensitas

menunjukan ruptur jaringan. Nyeri infark miokardium atau ruptur ulkus

peptikum dapat timbul dengan cara ini. Pertanyaan berkaitan dengan cara

awitan, meliputi :

a. Kapan nyeri dimulai ?

b. Apakah nyeri timbul mendadak atau perlahan?

c. Apakah ada kejadian tertentu yang tampaknya menimbulkkan nyeri

saat nyeri tersebut dimulai ?

Page 16: Lansia Dengan Nyeri

3. Pola Penentuan Waktu, Frekuensi, Durasi

Memberikan informasi penting, nyeri karena postur timbul setelah

aktivitas berkepanjangan ( biasanya sore/ malam hari dan menghilang pada

dengan istirahat. Sedangkan nyeri arthritis paling parah pada gerakan-

gerakan pertama setelah inaktivitas lama ( biasannya pagi hari saat bangun

tidur). Lesi tulang yang menimbulkan nyeri, seperti kanker metastatik,

kemungkinan besar paling mengganggu pada malam hari.tidak semua

nyeri bersifat konstan. Nyeri intermiten yang terjadi beberapa kali sehari

juga dapat sangat mengganggu. Serangan dapat berlangsung beberapa

detik, jam atau hari dan dapat memengaruhi kemampuan pasien berfungsi

secara normal). Nyeri substernum yang berlangsung kurang dari 15 menit

yang hilang dengan istirahat atau nitrogliserin adalah khas untuk angina

vektoris, tetapi apabila nyeri berlangsung lebih dari 15 menit, maka

mungkin sudah terjadi infark miokardium. Pertanyaan menyangkut hal ini,

meliputi :

a. Kapan nyeri timbul ( pagi,siang, malam) ?

b. Seberapa sering nyeri timbul ?

c. Apakah nyeri terus menerus, atau hilang- timbul ?

d. Seberapa lama nyeri menetap ?

4. Faktor yang memperberat dan memperingan

Faktor berkaitan dengan mekanisme nyeri. nyeri yang berkaitan

dengan bernafas, menelan,atau defekasi menyebabkan perhatian terfokus

masing- masing pada sistem pernafasan, esofagus dan usus bagian bawah.

Nyeri yang ditimbulkan oleh aktivitas dan mereda setelah beberapa menit

istirahat mengisyaratkan iskemia ( misalnya angina pektoris, klaudikasio

intermiten). Nyeri yang terjadi beberapa jam setelah makan dan hilang

dengan ingesti makanan atau antasid merupakan ciri ulkus duodenum.

Nyeri yang meningkat atau berubah oleh rangsangan kulit dapat di

sebabkan oleh penyakit atau cedera di jaras- jaras sensorik di SST atau

SSP ( misalnya kausalgia, sindrom talamus). Pertanyaan berkaitan dengan

faktor ini, meliputi:

Page 17: Lansia Dengan Nyeri

a. Apa yang kira- kira memicu nyeri ?

b. Apa yang menyebabkan nyeri bertambah parah ( misalnya gerakan,

atau perubahan posisi, batuk atau mengejan, minum atau makan )?

c. Apa yang menyebabkan nyeri berkurang ( misalnya, beristirahat,

tidur,merubah posisi misalnya berdiri, duduk, baring, atau

membungkuk, makanan, atau antasid ) ?

5. Kualitas

Kualitas nyeri dapat dinilai dengan cara meminta pasien menjelaskan

nyeri dengan kata-kata mereka sendiri( misalnya, tumpul, berdenyut,

tertusuk atau terbakar)

6. Intensitas

Seberapa hebat nyerinya ( minta pasien mengukur nyeri menggunakan

skala analog visual atau verbal sebelum dan sesudah pengobatan)

7. Gejala Terkait

Apakah ada masalah lain yang di timbulkan oleh nyeri ( misalnya

anoreksia, mual, muntah, insomnia) ?

8. Efek Pada Gaya Hidup

a. Apakah nyeri mengganggu aktivitas anda di rumah, pekerjaan, atau

interaksi sosial normal ?

b. Apakah nyeri mengganggu keseharian hidup anda ( misalnya, makan,

tidur, aktivitas seksual, menyetir) ?

9. Metode Untuk Mengurangi Nyeri

a. Apa yang pernah dapat menolong mengurangi nyeri anda?

b. Apa yang tidak bermanfaat untuk mengurangi nyeri anda?

10. Tingkatan Skala Nyeri

Page 18: Lansia Dengan Nyeri

Nyeri Paling Parah

Nyeri Sedang

Tidak ada nyeri

Alat bantu yang paling sering di gunakan untuk menilai intensitas atau

keparahan nyeri pasien adalah bentuk Skala Analog Visual (SAV) yang

terdiri dari sebuah garis horisontal yang dibagi secara rata menjadi 10

segmen dengan nomor 0 sampai 10.

a. Skala Numerik

01 2 3 4 5 6 7 8 910

b. Skala Wong Beker Faces Pain Rating scale

Digunakan pada anak dan orang dewasa yang mengalami

gangguan kognitif, yang menggantikan angka dengan kontinum

wajah tersenyum sampai menangis.

1 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10

Tidak sakit lebih lebih jauh sakit

Sakit sedikit sakit sakit lagi lebih sakit sekali

G. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

1. Usia

Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang

mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan

perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat

mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.

Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa

yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum

Page 19: Lansia Dengan Nyeri

mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan

secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji

respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika

sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007). Pada

lansia memilki kemampuan untuk menginterpretasikan nyeri dan dapat

mengalami komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakit disertai

gejala samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. Tidak

semua lansia mengalami gangguan kognitif, namun ketika seorang lansia

mengalami bingung, maka ia akan mengalami kesulitan untuk mengingat

pengalaman nyeri dan memberi penjelasan yang rinci.

Seorang perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang

sederhana dan tepat untuk membantu anak dalam membantu anak dalam

memahami dan mendeskripsikan nyeri. Sebagai contoh, pertanyaan kepada

anak, “ Beritahu saya dimana sakitnya?” atau “apa yang dapat saya

lakukan untuk menghilangkan sakit kamu?”. Hal-hal diatas dapat

membantu mengkaji nyeri dengan tepat. Perawat dapat menunjukkan

serangkaian gambar yang melukiskan deskripsi wajah yang berbeda,

seperti tersenyum, mengerutkan dahi atau menangis. Anak-anak dapat

menunjukkan gambar yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan

mereka.

2. Jenis Kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai

perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri.

Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri

sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan

tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam

waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk.

3. Budaya

Page 20: Lansia Dengan Nyeri

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang

diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi

terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991). Beberap kebudayaan yakin

bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah, kebudayaan

yang lain cenderung untuk melatih perilaku individu belajar dari

pengalaman nyeri.

Nyeri memiliki makna tersendiri pada individu dipengaruhi oleh latar

belakang budayanya (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002).Nyeri

biasanya menghasilkan respon efektif yang diekspresikan berdasarkan

latar belakang budaya yang berbeda.

Ekspresi nyeri dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu tenang dan

emosi (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) pasien tenang umumnya

akan diam berkenaan dengan nyeri, mereka memiliki sikap dapat menahan

nyeri. Sedangkan pasien yang emosional akan berekspresi secara verbal

dan akan menunjukkan tingkah laku nyeri dengan merintih dan menangis

(Marrie, 2002). Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-

nilai budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya

perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan,

seperti menangis atau meringis yang berlebihan. Pasien dengan latar

belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda, seperti diam

seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku

nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain. Mengenali

nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa

nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk

menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai

budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan

mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan

lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap

nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare,

2003). Universitas Sumatera Utarad.

Page 21: Lansia Dengan Nyeri

4. Pengalaman masa lalu dengan nyeri

Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang

dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan

yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit

mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri

tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu

tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan

yang tidak adekuat. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti

bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada

masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami

serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang

berat, maka ansietas atau rasa takut dapat muncul.Apabila individu tidak

pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu

koping terhadap nyeri.

Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman

sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap

pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan

tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap

nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri dengan baik

(Smeltzer & Bare, 2002).

5. Efek plasebo

Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan

atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut

benar benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah

merupakan efek positif. Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat

meningkatkan keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali

makin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan

intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya. Individu yang

diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri

hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien

yang diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek

Page 22: Lansia Dengan Nyeri

apapun. Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran

yang amat penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare,

2002).

6. Keluarga dan Support Sosial

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah

kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan

nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau

melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan

membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal

khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter &

Perry, 1993).

7. Pola koping

Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri

mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka

dan hasil akhir dari suatu peristiwa, seperti nyeri (Gil, 1990 dalam Potter

and Perry, 1997).Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali

eksternal, mempersepsikan faktor-faktor lain didalam lingkungan mereka.

Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah

sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien

kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan

termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek

nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber

koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti

berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan

sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.

Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin

tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman.

Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian.

Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdo’a,

Page 23: Lansia Dengan Nyeri

memberikan banyak kekuatan untukmengatasi ketidaknyamanan yang

datang (Potter & Perry, 1993).

H. Penatalaksanaan Nyeri

1. Tindakan Non Medikasi

a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri :

1) Ketidakpercayaan, pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di

derita pasien dapat mengurangi nyeri. hal ini dapat dilakukan

melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian

mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan kepada pasien

bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih

memahami tentang nyerinya.

2) Kesalahpahaman, mengurangi kesalahpahaman pasien tentang

nyerinya akan mengurangi nyeri. hal ini dilakukan dengan

memberitahu paien bahwa nyeri yang dialami sangat individual

dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya.

3) Ketakutan , memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi

ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk

mengekspresikan bagaimana mereka menangani nyeri .

4) Kelelahan, dapat memperberat nyeri. untuk mengatasinya,

kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang

cukup.

5) Kebosanan , dapat meningkatkan rasa nyeri. untuk megurangi nyeri

dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapiutik.

Beberapa tehnik pengalih perhatian adalah bernafas pelan dan

berirama, memijat secara perlahan, menyanyi berirama, aktif

mendengarkan musik, membayangkan hal- hal yang

menyenangkan, dsb.

b. Stimulasi dan masase kutaneus

Page 24: Lansia Dengan Nyeri

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering

dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik

menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama

seperti reseptor nyeri, tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem

kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena

masase membuat relaksasi otot.

c. Teori gate control telah menjelaskan, bertujuan untuk menstimulasi

serabut- serabut yang menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok

atau menurunkan transmisi impuls nyeri.

d. Terapi es (dingin) dan panas.

1) Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat

sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera

dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus

diletakkan pada tempat cedera segera setelah terjadi cedera,

(Cohen, 1989 dalam Suddart dan Brunner, 1997).

2) Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran

darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan

nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun penggunaan

panas kering dengan lampu pemanas tidak seefektif penggunaan

es.

e. Stimulasi saraf elektris transkutan / Transcutan electric nerve

stimulation (TENS)

1) Transcutaneus elektrical stimulator ( TENS) ; digunakan untuk

mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan

menempatkan beberapa elektroda di luar.

2) Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan

alat stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang di

implant di bawah kulit dengan transistor timah penerima yang

Page 25: Lansia Dengan Nyeri

dimaksudkan ke dalam kulit pada daerah epidural dan columna

vertebrae.

3) Stimulator columna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus

alat penerima transiitor di cangkok melalui kantong kulit

intraclavicula atau abdomen, yaitu elektroda di tanam melalui

pembedahan pada dorsum sumsum tulang belakang.

f. Distraksi

Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain pada nyeri, misalnya dengan cara kunjungan dari keluarga dan

teman-teman pasien. Melihat film layar lebar dengan suarasur r

ound.Tidak semua pasien mencapai peredaan nyeri melalui

distraksi.Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan

menstimulasi sistem kontrol desenden, yangmengakibatkan lebih

sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.

g. Tehnik relaksasi

Menganjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan mengisi

paru- paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan,

melemaskan otot- otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta

mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi sehingga di

dapat rasa nyaman, tenang, dan rileks.

h. Imajinasi terbimbing

Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang

dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.

Imajinasi terbimbing menyebabkan relaksasi otot dan pikiran dimana

efeknya hampir sama dengan penggunaan tehnik relaksasi dengan

metode yang berbeda.

Page 26: Lansia Dengan Nyeri

i. Hipnosis

Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan nyeri

terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hiposis

tidak jelas tetapi tidak jelas tetapi tidak tampak diperantaraioleh sistem

endorfin (Moret et.all, 1991 dalam Suddart and Brunner, 1997).

2. Tindakan Medikasi

a. Analgesik misalnya asetaminofen dapat mengurangi nyeri

ringan,kemungkinan besar dengan menghambat produksi

prostaglandin atau zat lain yang menyebabkan reseptor nyeri.

Macam- macam obat analgesik :

1) Opioid (narkotika)

Terdapat pengertian yang keliru mengenai efek analgesik

opioid pada usia lanjut dan golongan usia lainnya. Ketakutan akan

terjadinya adiksi dan efek samping (terutama pada usia lanjut)

seperti sedasi, konfusio, gangguan keseimbangan, konstipasi,

konsentrasi berkurang dan nausea. Akan tetapi perlu diketahui

bahwa efek analgesik biasanya sudah tercapai dengan dosis

dibawah dosis yang menyebabkan adiksi, dan pemberian dengan

titrasi serta pengawasan yang baik, efek penyembuhan nyeri dapat

dicapai tanpa efek samping berarti.Asosiasi Internasional untuk

studi tentang nyeri telah memberikan panduan untuk pemakaian

golongan obat ini (Workman BS, 1998).

Kodein, sendiri atau dalam kombinasi dengan parasetamol

cukup efektif untuk mengontrol nyeri sedang sampai

berat.Penggunaannnya dibatasi oleh efek analgesik atap (ceiling

effect) dan efek samping konstipasi. Apabila nyeri belum

terkontrol dengan dosis 60 mg fosfat kodein tiap 4-6 jam,

dianjurkan untuk menggantinya dengan analgesik yang lebih kuat.

Oksi-kodon, merupakan obat analgesik opioid yang lebih kuat

dibanding kodein.Ditoleransi dengan lebih baik, dengan efek

samping konstipasi yang lebih sedikit dan jangka kerja yang lebih

Page 27: Lansia Dengan Nyeri

panjang.Terdapat bentuk oral maupun supositoria.Bila dengan

pemberian oral 4x10 mg belum dapat mengontrol nyeri, perlu

penggantian dengan morfin.

Morfin, merupakan obat yang sangat baik untuk mengontrol

nyeri kronik berat dan tersedia dalam berbagai bentuk sediaan.

Opioid sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif

dan nyeri berat lainnya. Narkotik,misalnya morfin,dapat

mengurangi nyeri hebat.morfin mengikat reseptor opiat di sistem

syaraf pusat dan mengubah persepsi nyeri.Blok saraf dengan

injeksi obat atau pembedahan kadang-kadang dapat di gunakan

untuk mengatasi nyeri hebat.

a) Farmakodinamika

Opioid menimbulkan efek primernya terhadap susunan

saraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Opioid

menimbulkan analgesia, rasa mengantuk eforia, depresi

pernapasan terkait dosis, gangguan respons adrenokorteks

terhadap stres (pada dosis tinggi), dan penurunan tahana perifer

(dilatasi arteriol dan venosa) dengan sedikit atau tanpa efek

terhadap indeks jantung.Efek terapiutik opioid pada edema

paru merupakan akibat sekunder dari peningkatan pada dasar

kapasitansi.Efek konstipasi opioid timbul akibat induksi dari

kontraksi non propulsif melalui traktus gastro intestinal. Opioid

dapat menyebabkan spasme traktus biliaris dan peningkatan

tekanan duktus biliaris komunis diatas kadar pra obat. Depresi

reflek batuk adalah melalui efek langsung terhadap pusat batuk

dalam medula.Opioid mengurangi aliran darah ke otak dan

tekanan intra kranial.Dapat menimbulkan mual dan muntah

dengan mengaktifasi zona pemicu kemoreseptor.Opioid

melepaskan histamin dan dapat menyebabkan pruritus setelah

pemberian oral atau sistemik.Perubahan modulasi sensorik

sebagai akibat sekunder pengikatan langsung opioid pada

reseptor opiatdalam medula oblongata dapat merupakan

Page 28: Lansia Dengan Nyeri

mekanisme terjadinya pruritus setelah pemberian epidural /

intratekal.Analgesia intra artikuler terjasi sebagai akibat

sekunder pengikatan opioid dengan reseptor opiat dalam

sinovium.

b) Farmakokinetika

- Awitan aksi; IV < 1 menit, IM 1-5 menit, SK 15-30 menit,

oral 15-60 menit dan epidural spinal 15-60 menit.

- Efek puncak; IV 5-20 menit, IM 30-60 menit, SK 50-90

menit, oral 30-60 menit dan epidural / spinal 90 menit.

- Lama aksi; IV, IM, SK, 2-7 jam, oral 6-12 jam dan epidural

/ spinal 90 menit.

- Interaksi / toksisitas; efek depresi SSP dan sirkulasi

dipotensiasi oleh alkohol, sedatif, antihistamin, fenotiazin,

butirofenon, inhibitor MAO dan antidepresan trisiklik.

Dapat mengurangi efek diuretik pada pasien dengan gagal

jantung kongestif. Anelgesia dipertinggi dan diperpanjang

oleh agonis alfa-2. Penambahan epineprin dan morpin

intratekal / epidural menimbulkan peningkatan efek

samping dan perpanjangan blok motorik.

c) Efek samping

- Kardiovaskuler; Hipotensi, hipertensi, bradikardi, aritmia,

kekakuan dinding dada.Pulmoner; Bronkospame dan

laringospasme.

- SSP; penglihatan kabur, sinkope, euforia dan disforia.

- Urinaria; retensi urine, efek anti diuretik dan spasme ureter.

- Gastrointestinal; spasme traktus biliaris, konstipasi,

anoreksia, mual, muntah dan penundaan pengosongan

lambung.

- Mata; miosisMuskuloskletal; kekakuan dinding dada.

- Alergi; pruritus dan urtikaria.

Page 29: Lansia Dengan Nyeri

2) Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID)

Sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif dan

nyeri berat lainnya.Sangat baik digunakan pada pasien yang rentan

terhadap efek pendepresi pernapasan dari opioid atau mengalami

toleransi terhadap opioid karena penggunaan jangka panjang.Obat

anti- inflamasi nonsteroid,misalnya aspirin dan ibufrofen,atau

steroid dapat di gunakan untuk nyeri ringan sampai sedang.obat-

obatan ini menghambat produksi prostaglandin,baik secara lokal di

tempat cedera maupun di sistem syaraf pusat.Obat AINS

merupakan analgesik efektif dengan daya anti-inflamasi. Obat ini

sering digunakan pada artritis dan nyeri muskuloskeletal serta

keluhan nyeri lain yang berdasar atas peradangan. Dikatakan

bahwa golongan obat ini merupakan golongan obat terbanyak ke-4

yang diresepkan pada usia lanjut.

Untuk pemakaian pada usia lanjut, harus diperhatikan bahwa

ekskresi ginjal sudah menurun, oleh karena itu obat AINS yang

diekskresikan lewat ginjal (diflunisal, indometasin, naproksen dan

ketoprofen) harus diberikan dengan hati-hati.

Berbagai obat AINS mengadakan interaksi dengan obat-obat

lain yang sering banyak digunakan pada usia lanjut, diantaranya:

digoksin, warfarin, fenitoin, valproat dan litium. Untuk

mengantisipasi hal ini, lakukan monitor kadar obat dalam plasma.

a) Farmakodinamika

NSAID memperlihatkan aktivitas analgesik, anti inflamasi

dan anti piretika.NSAID diduga dapat menurunkan nyeri

dengan menghambat produksi prostaglandin dari jaringan yang

mengalami trauma atau inflamasi, yang menghambat reseptor

nyeri untuk menjadi sensitif terhadap stimulus menyakitkan

sebelumnya.NSAID juga mempunyai suatu aksi sentral.

Pada dosis klinis tidak terdapat perubahan yang bermakna

pada jantung atau parameter hemodinamik.NSAID

Page 30: Lansia Dengan Nyeri

menghambat agregasi trombosit dan memperpanjang masa

perdarahan. NSAID ditoleransi dengan baik oleh banyak

pasien. Namun, mereka yang mengalami kerusakan fungsi

ginjal dapat membutuhkan dosis yang lebih kecil dan harus

dipantau ketat terhadap efek sampingnya.

b) Farmakokinetika

- Awitan aksi; IV < 1 menit, IM < 10 menit dan oral < 1 jam.

- Efek puncak; IV / IM / oral 1-3 jam.

Lama aksi; IV / IM / oral 3-7 jam.

- Interaksi dan toksisitas; efek dipotensiasi dengan pemberian

bersama salisilat, peningkatan toksisitas litium, metotreksat.

Risiko perdarahan ditingkatkan dengan pemberian bersama

dengan antikoagulan atau terapi heparin dosis rendah.

Dapat mencetuskan gagal ginjal pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal, gagal jantung atau disfungsi hati,

pasien dengan terapi diuretik dan manula.

c) Efek samping

- Kardiovaskuler; vasodilatasi, pucat, angina

- Pulmoner; dispnoe, asma

- SSP; rasa mengantuk,pusing, sakit kepala, berkeringat,

depresi dan euforia.

- Gastrointestinal; ulserasi, perdarahan, dispepsia, mual,

muntah, diare dannyeri gastrointestinalis.

- Dermatologi; pruritus dan urtikaria.

- Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain konfusio,

tinnitus, agitasi dan retensi cairan (hati-hati pada penderita

hipertensi, gagal ginjal dan penyakit jantung kongestif).

Seperti juga pengobatan pada usia lanjut umumnya, harus

diperhatikan bahwa terapi dengan obat AINS tidak harus

diberikan selamanya, dan secara periodik harus diadakan

reviu. Apabila inflamasi sudah terkontrol, fisioterapi

Page 31: Lansia Dengan Nyeri

mungkin dapat mempertahankan fungsi tubuh dan

pemberian analgesik sederhana mungkin sudah cukup

untuk mengobati nyeri ringan yang timbul.

3) Anti-konvulsan

Karbamasepin, valproat sodium dan fenitoin seringkai

digunakan pada nyeri neuropatik. Pada usia lanjut, nyeri pasca-

herpetika, nyeri pasca stroke dan nyeri neuropati perifer sering

terdapat dan obat anti-konvulsan ini seringkali lebih efektif

dibanding analgesik untuk mengontrolnya. Kesemua obat tersebut

di eliminasi secara lambat pada lansia, dengan efek samping sentral

berupa sedasi, konfusio dan penurunan konsentrasi.

4) Antidepresan

Nyeri kronik seringkali didapatkan dalam bentuk campuran

dengan depresi klinik, yang mungkin timbul sekunder akibat nyeri

yang menetap yang sering kali mengakibatkan imobilisasi dan

ketergantungan.Depresi dapat diterapi dengan obat anti-depresan

dan/atau psikoterapi.Antidepresan jenis trisiklik walaupun bukan

terapi pilihan untuk depresi pada lansia karena efek samping

antikolinergiknya, sering digunakan untuk nyeri neuropatik.

5) Obat-obat lain

Kapsaisin (zat aktif dari cabe/lombok) merupakan obat topikal

yang digunakan untuk nyeri neuropatik.Obat ini berdaya

menurunkan substansi P di terminal saraf, suatu neuro-

transmiter yang bertanggung jawab atas transmisi

nyeri.Kapsaisin mungkin berefek baik pada nyeri neuropatik

neuralgia pasca herpetika, nyeri neuropatik perifer dan pada

beberapa luka saraf.

Page 32: Lansia Dengan Nyeri

Meksiletin, Obat ini menunjukkan hasil baik pada beberapa

penderita nyeri neuropatik, akan tetapi penggunaannya pada

usia lanjut dibatasi oleh efek sampingnya pada jantung.

Klonidin, Obat ini kadang-kadang digunakan untuk nyeri

neuropatik, akan tetapi efektivitasnya rendah. Efek samping

membatasi penggunaannya, dan pada usia lanjut jarang sekali

digunakan.

dosis

Anak :

Oral :

Hipertensi: Awal : 5-10 mcg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8-12 jam, tingkatkan secara perlahan pada interval hari ke 5 dan 7 menjadi 25 mcg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam, maksimum 0.9 mg/hari.

Tes toleransi klonidin (tes pembebasan hormon pertumbuhan dari pituitari ) : 0.15 mg/m² atau 4 mcg/kg sebagai dosis tunggal.

 ADHD (attention deficit/hiperactiity disorder)-unlabeled use:dosis awal 0.005 mg/hari, ditingkatkan setiap 3-7 hari 0.05 mg/hari menjadi 3-5 mcg/kg/hari diberikan dalam 3-4 kali/hari (dosis maksimum : 0.3-0.4 mg/hari).

Dewasa :

          Oral :

          hipertensi akut : dosis awal : 0.1-0.2 mg, dapat diikuti dengan penggunaan dosis 0.1 mg setiap jam, jika diperlukan; dinaikkan sampai dosis maksimum 0.6 mg.

Sublingual klonidin : 0.1-0.2 mg dua kali sehari; efektif untuk pasien yang tidak bisa menggunakan obat oral.

          Hipertensi : dosis awal 0,1 mg dua kali sehari (rekomendasi dosis maksimum : 2.4 mg/hari), rentang dosis umum : 0.1-0.8 mg/hari.

          Transdermal :

          Hipertensi : berikan sekali setiap 7 hari; untuk dosis awal, mulai dengan 0.1 mg dan tingkatkan dengan 0.1 mg pada interval 1-2 minggu.

Page 33: Lansia Dengan Nyeri

          Rentang dosis umum : 0.1-0.3 sekali dalam seminggu.Orang lanjut usia : 0.1 mg, sekali sehari sebelum tidur, tingkatkan bertahap jika diperlukan.

          Penyesuaian dosis pada gangguan ginjal : Clcr<10 mL/menit : gunakan 50-75% dosis awal normal.

indikasi

Pengobatan hipertensi ringan hingga sedang, bisa digunakan sebagai obat tunggal ataupun kombinasi dengan obat antihipertensi lain.

kontraindikasi

Penghentian penggunaan klonidin secara tiba-tiba, tanpa memperhatikan rute pemberian dapat mencetuskan sindrom penghentian, terjadinya peningkatan katekolamin serum dan urin. Jika harus menghentikan penggunaan klonidin,dosis seharusnya diturunkan bertahap dalam 2-4 hari untuk menghindari sindrom penghentian. Pasien yang menerima terapi klonidin lebih dari 4 minggu,memerlukan penurunan dosis lebih lama (misalnya penurunan dosis setiap 3 hari).  Klonidin seharusnya tidak digunakan oleh ibu menyusui karena adanya potensi reaksi efek samping pada bayi.Konsentrasi klonidin pada air susu diperkirakan dua kali lipat dibanding dalam plasma ibu.

efek samping

Lethargi, sedasi, konstipasi dab xerostomia.,sakit kepala, pusing, fatigue dan rasa lemah selama terapi klonidin. Efek samping ini akan menurun dengan terapi kontinyu.Terapi transdermal menyebabkan efek samping yg lebih ringan daripada penggunaan sistemik.Efek samping kardiovaskular : hipotensi,hipotensi ortostatik,palpitasi,sinus trakikardia dan sinus bradikardia. Efek samping non kardiovaskuler: ansietas, asthenia, sakit dada, konfusi, diaforesis, pusing, mengantuk, dispnea, demam, mual, muntah. Hipertensi dapat kambuh kembali selama penghentian terapi klonidin. Reaksi ini terjadi jika terapi klonidin dihentikan secara tiba-tiba,tanpa memperhatikan rute pemberian. Gejala yg timbul: hipersalivasi,cemas,sakit kepala,sinus takikardia,palpitasi,agitasi,ansietas,diaforesis,mual,sakit otot & sakit perut.Efek ini ditimbulkan krn peningkatan level sirkulasi katekolamin setelah penghentian terapi klonidin secara tiba-tiba. Penghentian terapi secara perlahan,dalam beberapa hari akan

Page 34: Lansia Dengan Nyeri

mencegah terjadinya hal ini dan pengguanaan klonidin kembali akan mengurangi keparahan efek samping. Terapi klonidin jangan dihentikan karena operasi, gunakan sediaan transdermal selama operasi.

interaksi

Dengan Obat Lain :

Antipsikotik : penggunaan bersama dengan antipsikotik (khususnya yang berpotensi rendah) atau nitroprusiddapat menghasilkan efek hipotensi tambahan.

Beta bloker : potensiasi bradikardia pada pasien yang menerimaklonidin dan dapat memperparah kambuhnya hipertensi setelah penghentian terapi; penghentian beta bkoker dilakukan beberapa hari sebelum penurunan dosis klonidin.

Depresan SSP : efek sedatif mungkin meningkat; monitor untuk kenaikan efek ini; yang menyebabkan efek ini termasuk barbiturat, benzodiazepin,opiod, analgesik, etanol dan golongan sedatif lainnya.

Siklosporin : klonidin dapat meningkatkan konsentrasi serum siklosporin (juga takrolimus), penyesuaian dosis siklosporin harus dilakukan. Obat hipoglikemik : klonidin dapat menurunkan gejala hipoglikemia, monitor pasien yang meminum obat diabetes.

Anestesi lokal : klonidin epidural dapat memperpanjang blokade sensori dan motorik anestesi lokal. Analgesik narkotik ; akan mempotensiasi efek hipotensif klonidin.

Antidepresan trisiklik : efek antihipertensi klonidin diantagonis oleh antidepresan trisiklik.

Antidepresan trisiklin dapat mempengaruhi respon hipertensi yang berhubungan dengan penghentian secara tiba-tiba terapi klonidin; hindari penggunaan kombinasi ini dan pertimbangkan alternatif lain.

Verapamil :penggunaan bersamaan dapat menyebabkan hipotensi dan blok AV pada beberapa pasien (dokumentasi terbatas);monitor pasien. Etanol : dapat menyebabkan depresi SSP.

Dengan Makanan :

Page 35: Lansia Dengan Nyeri

Hindari dong quai, jika klonidin diindikasikan sebagai antihipertensi (aktivitas estrogenik). Hindari efedra, yohimbe, ginseng (memperparah hipertensi).

mekanisme kerja

Menstimulasi adrenoreseptor alfa-2 stem otak, sehingga mengaktivasi penghambatan neuron, menghasilkan penurunan aliran simpatetik dari SSP, penurunkan resistensi perifer, resistensi vaskuler, resistensi vaskuler renal, denyut jantung dan tekanan darah. Penggunaan Klonidin epidural ditujukan untuk mengurangi nyeri dengan mencegah transmisi sinyal nyeri.

bentuk sediaan

Tablet, Injeksi

parameter monitoring

stabilitas penyimpanan

informasi pasien

      © Medicatherapy.com 2012

6) Plasebo

a) Farmakodinamika

Efeknya terjadi ketika seseorang berespon terhadap

pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa

Page 36: Lansia Dengan Nyeri

pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil

bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar

bekerja.

b) Farmakokinetika

Efek plasebo timbul dari produksi alamiah (endogen)

endorfin dalam sistem kontrol desenden.Efek ini merupakan

respon fisiologis sejati yang dapat diputar balik oleh nalokson.

c) Efek samping

Efek plasebo bukan suatu indikasi bahwa seseorang tidak

mengalami nyeri, sebaliknya adalah suatu respon fisiologis

yang nyata. Plasebo tidak boleh digunakan untuk menguji

kejujuran seseorang tentang nyeri atau sebagai pengobatan

garis depan. Respon positif terhadap plasebo, menurunkan

nyeri jangan pernah diinterpretasikan sebagai suatu indikasi

bahwa nyeri yang dialami pasien tidak nyata.Pasien jangan

pernah diberikan suatu plasebo sebagai suatu pengganti

analgetika. Meskipun plasebo dapat menghasilkan analgetik.

7) Terapi musik

Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen

musik oleh seseorang terapis untuk meeningkatkan,

mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik,

emosional dan spiritual.Dalam kedokteran, terapi musik disebut

sebagai terapi pelengkap (Complementary Medicine), Potter juga

mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk

penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau

irama tertentu.Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik

dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik klasik,

instrumentalia, dan slow musik (Potter, 2005 dikutip dari Erfandi,

2009).

Page 37: Lansia Dengan Nyeri

Menurut Willougnby (1996), musik adalah bunyi atau nada

yang menyenangkan untuk didengar. Musik dapat keras, ribut, dan

lembut yang membuat orang senang mendengarnya.Orang

cenderung untuk mengatakan indah terhadap musik yang

disukainya.Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu dan

berbeda bergantung kepada sejarah, lokasi, budaya dan selera

seseorang.

a) Manfaat Musik

Menurut Spawnthe Anthony (2003), musik mempunyai

manfaat sebagai berikut:

(1) Efek mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa

dihasilkan sebuah musik yang dapat meningkatkan

intelegensia seseorang

(2) Refresing, pada saat pikiran seeorang lagi kacau atau jenuh,

dengan mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti

dapat menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali,

(3) Motivasi, hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling”

tertentu. Apabila ada motivasi, semangatpun akan muncul,

(4) Terapi, berbagai penelitian dan literatur menerangkan

tentang manfaat musik untuk kesehatan, baik untuk

kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit yang

dapat ditangani dengan musik antara lain: kanker, stroke,

dimensia, nyeri, gangguan kemampuan belajar, dan bayi

prematur.

b) Karakteristik terapeutik music

Menurut Robbert (2002) dan Greer (2003), musik

mempengaruhi persepsi dengan cara:

Page 38: Lansia Dengan Nyeri

(1) Distraksi, yaitu pengalihan pikiran dari nyeri, musik dapat

mengalihkan konsentrasi klien pada hal-hal yang

menyenangkan

(2) Relaksasi, musik menyebabkan pernafasan menjadi lebih

rileks dan menurunkan denyut jantung, karena orang yang

mengalami nyeri denyut jantung meningkat,

(3) Menciptakan rasa nyaman, pasien yang berada pada ruang

perawatan dapat merasa cemas dengan lingkungan yang

asing baginya dan akan merasa lebih nyaman jika mereka

mendengar musik yang mempunyai arti bagi mereka.Terapi

musik adalah penggunaan musik untuk relaksasi,

mempercepat penyembuhan, meningkatkan fungsi mental

dan menciptakan rasa sejahtera.

(4) Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti

respirasi, denyut jantung dan tekanan darah (Greer, 2003).

(5) Musik juga dapat menurunkan kadar hormon kortisol yang

meningkat pada saat stres.

(6) Musik juga merangsang pelepasan hormon endorfin,

hormon tubuh yang memberikan perasaan senang yang

berperan dalam penurunan nyeri (Berger, 1992).

Menurut Greer (2003), keunggulan terapi musik yaitu:

lebih murah daripada analgesia, prosedur non-invasif, tidak

melukai pasien, tidak ada efek samping, penerapannya luas,

bisa diterapkan pada pasien yang tidak bisa diterapkan terapi

secara fisik untuk menurunkan nyeri.

Menurut Potter (2005 dikutip dari Erfandi, 2009),

musik dapat digunakan untuk penyembuhan, musik yang

dipilih pada umumnya musik lembut dan teratur seperti

instrumentalia/ musik klasik mozart.

Page 39: Lansia Dengan Nyeri

Beberapa keadaan yang menyebabkan penanganan nyeri tidak adekuat dan

tidak efektif adalah (Park and Fulton, 1991) :

1. Kekurangan pengetahuan atau perhatian pada kontrol nyeri

a. Kurang pengetahuan tentang patofisiologi nyeri

b. Ketidaktahuan tentang obat-obat analgesik atau cara-cara alternatif lain

yang meningkatkan efektifitas obat-obat yang ada

c. Kurangnya ketrampilan dalam cara pemberian obat analgetik secara

regional

2. Kekeliruan asessment nyeri dan penyembuhannya

3. Kekeliruan dalam komunikasi

Oleh karena rasa nyeri yang tak tertahankan, penderita sering menekankan

perlunya analgesik kepada para medis yang bertanggung jawab

merawatnya.

4. Ketakutan akan adiksi

Ketakutan adiksi ini membuat para staf medis memberikan pengobatan

yang kurang adekuat, antara lain tidak berani memberikan obat golongan

opioid.

5. Ketakutan efek samping obat

Ketakutan ini menjadikan para staf tidak berani menaikkan dosis yang

kurang pada pasien.

6. Takut akan menjadi masking effect

Pendapat bahwa “penderitaan adalah suatu yang berharga”.Hal ini

membuat staf medis mempunyai pendapat bahwa sakit tersebut sangat

bermanfaat bagi penyembuhan pasien.

7. Aspek Hukum

Terutama penggunaan obat-obat dari golongan opium atau psikotropika.

Ketika memilih intervensi untuk membantu pasien mengatasi nyeri,

perhatikan hal-hal berikut ini :

1. Pilih intervensi farmakologis yang tepat untuk tingkat nyeri pasien.

2. Antisipasi efek merugikan akibat pengguanaan obat, khususnya pada

lansia, dan atasi efek merugikan tersebut dengan cepat.

Page 40: Lansia Dengan Nyeri

3. Lakukan pengkajian status pasien secara berkala dan seksama untuk

menentukan pendekatan yang optimal untuk mencapai kenyamanan.

4. Nyatakan dan bahas pentingnya factor-faktor psikososial mengenai

persepsi nyeri pasien dan maknanya.

5. Ungkapkan rasa empati dan perhatian terhadap pasien yang mengalami

nyeri.

I. Pencegahan Dan Mengatasi Rasa Nyeri

1. Pencegahan primer

Lansia adalah subjek terhadap nyeri akut dari infeksi, pembedahan,

dan trauma.Masalah-masalah keseimbangan, vertigo, ketidakstabilan

sendi, kelemahan otot, dan penurunan ketajaman penglihatan merupakan

predisposisi bagi lansia untuk mengalami kecelakaan.Hal yang penting

untuk mencegah dan mengatasi rasa nyeri adalah mempertahankan

kesehatan yang optimal.Nutrisi, hidrasi, tidur, dan aktivitas perlu

ditingkatkan.

2. Pencegahan Sekunder

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan.

3. Pencegahan Tersier

Perawat Sebagai Advokat dan Edukator Pasien

Posisi perawat dalam merawat lansia yang mengalami nyeri meliputi

menjadi model peran untuk orang lain untuk memeriksa sikap dan

prasangka pasien pada nyeri. Perawat menjadi advokat dengan

mengajarkan kepada lansia dan keluarganya untuk mengharapkan

pengurangan nyeri yang adekuat.Pemerintah telah mengembangkan

pedoman praktik klinis untuk nyeri akut, nyeri punggung bagian bawah,

dan nyeri kanker melalui lembaga Health Care and Policy and Research.

Standar-standar ini, jika secara konsisten digunakan, akan memiliki

dampak yang signifikan pada masalah nyeri. Perawat harus mengetahui

sumber-sumber yang tersedia untuk nyeri dan penatalaksanaannya untuk

membantu lansia yang mengalami nyeri.

Page 41: Lansia Dengan Nyeri

Nyeri bukan dan tidak boleh menjadi bagian normal dari

penuaan.Melalui advokasi dan pengajaran, upaya perawat dan upaya

berbagai pihak untuk mengurangi nyeri adalah langka pertama dalam

melawan masalah nyeri pada lansia.

8) Asuhan Keperawatan Nyeri pada Lansia

a) Pengkajian

Sebagian besar profesional kesehatan hanya memiliki sedikit

pengetahuan tentang prevalensi nyeri pada lansia karena kurangnya

pengkajian dan dokumentasi.Untuk dapat ditangani, nyeri terlebih dahulu

harus diidentifikasi dan didokumentasikan.Banyak orang percaya bahwa

nyeri tidak dapat dihindarkan seiring dengan penuaan.Lansia dapat

menyangkal rasa nyeri yang dirasakan karena takut menderita kanker,

pengobatan medis, biaya, menjadi beban keluarga, atau kemungkinan

diinstitusionalisasi.Tersedia beberapa alat yang sangat membantu untuk

mengkaji nyeri.Salah satu alat yang paling nyaman digunakan adalah skala

intensitas nyeri 0 sampai 10.

Skala memberikan suatu pemahaman yang lebih objektif tentang nyeri

seseorang.Skala tersebut biasanya dengan mudah dapat digunakan dalam

berbagai situasi.Grafik “wajah-wajah nyeri” dan gambar grafik tubuh juga

merupakan alat yang sangat berguna.Lansia harus diminta untuk

menggambarkan kualitas nyeri dengan menggunakan kata-katanya sendiri.

Perawat dapat meminta pasien untuk menentukan apa yang membuat nyeri

terasa lebih baik atau yang membuatnya lebih buruk. Anjurkan pasien

untuk menunjuk ke daerah nyeri atau menandai lokasinya pada grafik

tubuh.

Jika lansia mengalami nyeri akut, hanya pertanyaan esensial yang

harus ditanyakan.Seringnya memposisikan pasien atau imobilisasi dapat

memperberat nyeri. Pertanyaan yang tepat adalah sebagai berikut:

a. Kapan nyeri dimulai?

b. Bagaimana kualitasnya, termasuk intensitas?

Page 42: Lansia Dengan Nyeri

c. Apa yang telah dilakukan untuk mengatasinya?

d. Kapan hal itu terjadi?

e. Apakah anda mengalami nyeri kronis?

f. Di mana itu?

g. Bagaimana kualitasnya?

Untuk melakukan pengkajian nyeri yang lengkap, perawat harus

menanyakan kepada klien tentang riwayat medisnya. Sering kali, ketika

pasien berada dalam keadaan nyeri, ia mungkin pergi ke beberapa dokter

dan menerima berbagai jenis resep. Perawat harus menemukan pengobatan

yang digunakan oleh pasien, baik yang diresepkan maupun yang dibeli

bebas.Jika terdapat penyakit penyerta, ada resiko terjadi toksisitas dan

reaksi sensitivitas karena asupan obat-obat yang tidak sesuai.Apakah

pasien menggunakan obat-obat tradisional untuk nyeri?Bagaimana nyeri

mempengaruhi kualitas kehidupan klien?Aktivitas?Fungsi sosial?Apakah

pasien mengalami depresi karena rasa nyerinya?

Perawat harus membangun rasa percaya dengan cara pada awalnya

membiarkan pasien mengetahui bahwa perawat percaya. Perawat harus

tampak tidak tergesa-gesa dalam pengkajian, memberikan waktu pada

pasien untuk berespon.Perawat harus menghadap kepada orang tersebut,

berbicara perlahan-lahan dan jelas.Pasien mungkin memiliki masalah

kognitif ringan atau berat, dan mungkin menunjukkan masalah penglihatan

atau pendengaran.Perawat harus siap untuk membaca atau menunjukkan

pertanyaan atau menggambarkan skala nomor kepada pasien.

Evaluasi pengurangan rasa nyeri yang telah dicapai sangat penting

untuk mencegah nyeri memuncak melebihi tingkat yang dapat ditoleransi.

Perawat tidak dapat bergantung pada pasien dalam melaporkan

pengurangan nyeri yang tidak adekuat karena ia percaya bahwa

pengurangan nyeri yang telah dicapai adalah yang terbaik atau permintaan

bantuan yang lain mungkin ditolak. Pasien harus dianjurkan untuk

mengatakan rasa nyerinya dan membiarkan pemberi perawatan, anggota

keluarga, atau dokter mengetahui jika nyeri tidak terkendali.Namun,

Page 43: Lansia Dengan Nyeri

perawat tidak boleh menjanjikan kepada pasien bahwa nyeri dapat

dihilangkan sepenuhnya.Tujuannya adalah untuk menurunkan nyeri

sampai pada tingkat yang dapat ditoleransi dan tingkat fungsional.

Kesulitan dalam pengkajian nyeri dapat terjadi pada lansia yang tidak

dapat mengungkapkan sesuatu secara verbal, koma, atau konfusi.Perilaku-

perilaku tertentu dapat mengekspresikan nyeri seperti mengerang,

kegelisahan, atau penarikan diri. Juga, perawat harus waspada bahwa

setiap kondisi atau penanganan yang oleh pasien yang dapat berbicara

dikatakan sebagai penyebab nyeri mungkin juga menjadi penyebab nyeri

pada lansia yang tidak dapat berbicara dalam situasi yang hampir sama.

Reaksi terhadap penanganan nyeri mungkin sama tidak bergantung pada

apakah dia bisa atau tidak bisa mengungkapkan nyeri secara verbal.

Contoh kondisi ini adalah mengatur posisi pasien dengan fraktur atau

kontraktur, mengganti balutan, dan pemberian makanan melalui

slang.Pasien tersebut harus diobati walaupun mereka tidak dapat

mengungkapkan nyerinya.

b) Diagnose Keperawatan

i. Nyeri akut yang berhubungan dengan fraktur femur dengan pen

intratrokanter

ii. Nyeri kronis yang berhubungan dengan arthritis rheumatoid

c) Intervensi keperawatan

i. Dengan Farmakologis

Analgesik secara kontinu merupakan terapi utama dalam

penatalaksanaan nyeri.Sayangnya, salah satu alasan terbesar

penanganan nyeri yang tidak tepat di negara maju adalah akibat

kurangnya pengetahuan tentang farmakologi analgesik.Untuk

mencapai pengendalian nyeri yang optimal melalui penggunaan

analgesik, seseorang harus memahami prinsip-prinsip dasar dari

pemberian analgesik.Walaupun prinsip-prinsip ini diterapkan untuk

Page 44: Lansia Dengan Nyeri

semua pasien yang merasa nyeri, ada beberapa hal khusus yang harus

diperhatikan tentang penggunaan analgesik untuk lansia.

Tiga jenis pengobatan yang biasa digunakan untuk mengendalikan

nyeri: analgesik nonopioid (mis: asetaminofen/tylenol dan aspirin),

opioid (mis: NSAID), dan adjuvan. Adjuvan bukan merupakan

analgesik yang sebenarnya, tetapi zat tersebut dapat membantu jenis-

jenis nyeri tertentu, terutama nyeri kronis.

1) Non-Opioid

Asetaminofen (Tylenol) dan aspirin adalah dua jenis analgesic

nonopioid (non-narkotik) yang paling sering digunakan.Obat-obat

ini bekerja terutama pada tingkat perifer untuk mengurangi nyeri.

Efek analgesic dari obat-obat tersebut sama (1000 mg/dosis adalah

optimal) tetapi efek anti inflamasinya bervariasi. Obat ini biasanya

tidak bisa membantu menangani nyeri inflamasi seperti arthritis

rheumatoid atau osteoarthritis karena asetaminofen memiliki

sedikit efek antiinflamasi.Walaupun asetaminofen secara umum

aman, dan mudah dibeli, obat ini memiliki efek samping utama,

yaitu hepatotoksik.Pemberian penjelasan kepada pasien dan

keluarganya oleh perawat adalah hal yang krusial.Banyak analgesic

mengandung asetaminofen yang tidak disadari oleh pasien

(Darvocet N100, Vicoden, Lortab, Tylox).Pasien dapat juga

menggunakan asetaminofen yang dibeli bebas dengan salah

menganggap bahwa obat tersebut tidak membahayakan.Perawat

harus memantau dosis harian asetaminofen untuk memastikan

dosisnya kurang dari 4000 mg/hari.

Aspirin adalah salah satu obat antiinflamasi nonsteroid (Non-

Steroid Anti-Inflamatory Drugs [NSAID]).Penghilang nyeri yang

bernilai untuk banyak tipe nyeri, NSAID bekerja dengan

menghambat sintesis prostaglandin, mediator penting dalam nyeri

dan inflamasi. Obat-obat NSAID sangat efektif dalam menurunkan

nyeri dan inflamasi pada banyak kondisi yang umum terjadi pada

lansia: arthritis rheumatoid, osteoarthritis, nyeri punggung dan

Page 45: Lansia Dengan Nyeri

leher, nyeri pascaoperasi, sakit gigi, dan nyeri yang bermetastasis

pada tulang.

NSAID bukannya tanpa efek samping, yang paling sering

adalah gangguan pada gastrointestinal. Kemungkinan efek samping

lain termasuk perdarahan gastrointestinal (dua pertiganya

asimptomatik sebelum terjadi perdarahan), retensi cairan dan

komplikasi ginjal. Perawat khususnya harus waspada terhadap

kemungkinan efek ginjal dari NSAID, yang cenderung terjadi pada

pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif atau penyakit hati

atau mereka yang menggunakan diuretic.Pemantauan fungsi ginjal

secara ketat pada semua pasien yang menggunakan NSAID secara

rutin merupakan hal yang penting.Pantau pasien yang

menggunakan NSAID jangka panjang untuk mengetahui adanya

efek yang tidak diinginkan apakah mereka mengalami nyeri

gastrointestinal atau edema? Anjurkan klien untuk melakukan

pemeriksaan feses rutin untuk mengkaji adanya darah samar,

fungsi ginjal, dan hati. Beberapa NSAID dianjurkan untuk lansia

karena obat-obat tersebut kurang menyebabkan iritasi GI: salsalat

(Disalcid), kolin magnesium trisalisilat (Trisilate), diflunisal

(Dolobid), dan nabumeton (Relafen). Jika terjadi maslah GI,

misoprostol (Cytotex) dapat diberikan untuk melawan efek

samping NSAID pada gastrointestinal.

Piroksikam (Feldene) adalah NSAID dengan waktu paruh

panjang yang dapat menimbulkan akumulasi masalah, terutama

pada orang yang mengakami disfungsi hepar atau ginjal.

Indometasin (Indocin) adalah NSAID lain yang tampaknya

memiliki peningkatan efek pada ginjal. Kedua NSAID ini tidak

dianjurkan untuk lansia.Ketika memulai pengobatan NSAID pada

lansia dengan NSAID, dokter sering meresepkan setengah sampai

dua pertiga dari dosis yang dianjurkan.Dosis kemudian

ditingkatkan secara perlahan-lahan (setiap minggu) sampai tercapai

dosis yang dianjurkan.Semua obat nonopioid memilki efek

Page 46: Lansia Dengan Nyeri

tertinggi. Ketika dosis optimal telah dicapai pasien tersebut tidak

akan mengalami pengurangan nyeri lagi, hanya efek sampingnya

saja. Jika NSAID telah diberikan dalm percobaan yang adekuat (2

sampai 3 minggu) dan pengurangan nyeri pada pasien belum

tercapai, dokter perlu diberitahukan.Pasien kemudian dapat

diberikan NSAID dalam kelas yang berbeda sampai tercapai

kombinasi optimal yang dapat memberikan pengurangan nyeri

tanpa efek samping yang mengganggu.

NSAID adalah penghilang nyeri yang sangat berharga untuk

berbagai tipe nyeri yang sering terjadi pada lansia.Perawat

memiliki tanggung jawab besar untuk mengajarkan pada pasien

dan keluarga tentang hal-hal yang penting yang menyangkut

pengobatan ini.

2) Opioid

Analgesic opioid (narkotik) bekerja dengan cara melekatkan

diri pada reseptor-reseptor nyeri spesifik di dalam SSP. Opioid

direkomendasikan untuk nyeri sedang sampai berat. Terdapat dua

jenis opioid: analgesic agonis murni (jenis morfin) dan campuran

agonis antagonis pentazocin (Talwin), nalbufin (Nubain), dan

butorfanol (Stadol).

Agonis murni memiliki tempat yang penting dalam meredakan

nyeri.Obat-obat ini berbeda terutama dalam potensi, durasi kerja,

dan efek sampingnya pada lansia.Agonis murni memiliki

keuntungan dengan tersedianya dalam berbagai rute dan variasi,

dan efek analgesiknya tidak memiliki batas atas.

Morfin adalah analgesic opioid standar diantara jenis lain yang

dibandingkan. Morfin, oksikodon (Oxycontin), dan hidromorfon

(Dilaudid) dianjurkan diberikan secara oral untuk lansia yang

sedang dalam keadaan nyeri berat.Fenatanil (koyo Duragesik)

sangat berguna untuk pasien rawat inap yang memiliki penyakit

berat atau kronis yang tidak dapat menelan.Kodein dan Oksikodon

(Percodan, Tylox) dianjurkan untuk nyeri ringan sampai sedang.

Page 47: Lansia Dengan Nyeri

Dolofin (Methadone) dan levorfanol (Levodromoran) harus

dihindari untuk lansia karena obat-obat ini memiliki waktu paruh

yang panjang dan dapat berakumulasi dan menyebabkan sedasi

berlebihan dan masalah-masalah SSP yang lain.

Opioid efektif untuk hampir semua tipe nyeri.Sebagian besar

literatur nyeri merekomendasikan “dimulai dengan dosis rendah

dan berjalan perlahan-lahan” ketika memilih dosis awal opioid

untuk lansia.

Efek Samping

Melakukan observasi terhadap interaksi dan tanda-tanda

toksisitas merupakan hal yang krusial untuk dilakukan karena

adanya perubahan fisiologis yang dihubungkan dengan penuaan

dan masalah dari kondisi multiple yang mungkin sedang

ditangani.Tanda-tanda dari reaksi yang tidak diinginkan mungkin

tidak dikenali karena tanda-tanda tersebut menggambarkan tanda-

tanda gangguan pada lansia seperti konfusi, tremor, depresi,

kelemahan, konstipasi, dan hilangnya nafsu makan.

Konstipasi dan mual atau muntah adalah dua efek samping

opioid yang sering terjadi.Motilitas GI dapat berkurang, yang

mengakibatkan konstipasi.Mual adalah efek samping opioid yang

salah dianggap sebagai reaksi alergi.Untuk pemberian opioid yang

terjadwal secara teratur sepanjang waktu, terutama dengan nyeri

kanker atau nyeri kronis yang lain, obat antiemetic harus diberikan

sampai mual berkurang. Sedasi adalah kemungkinan efek samping

yang lain.

Depresi pernafasan adalah efek samping opioid yang umumnya

ditakuti.Namun, depresi pernafasan jarang terlihat pada pasien

yang menggunakan opioid dalam waktu lama karena nyeri atau

stress (atau keduanya) merupakan stimulus untuk bernafas. Pasien

tidaka akan mengalami depresi pernafasan pada saat terjaga.

Page 48: Lansia Dengan Nyeri

Lansia lebih sensistif terhadap aksi dan efek samping obat,

terutama hipnotik dan opioid. Ukuran tubuh dan volume tubuh

total telah berkurang. Sebagai akibat dari berkurangnya klirens

hepatic dan renal, durasi aksi obat menjadi lebih lama, sehingga

memberikan kesempatan kadar toksik terakumulasi di dalam tubuh.

Dehidrasi dan hemokonsentrasi yang menyertainya, yang umum

terjadi pada lansia, semakin memperberat masalah ini. Selain itu,

kadar albumin serum menurun, yang memengaruhi pengikatan

protein terhadap berbagai jenis obat, termasuk narkotika. Secara

umum dosis obat-obat yang berikatan dengan protein harus

dikurangi pada awalnya dan dititrasi sampai pengurangan rasa

nyeri dapat dicapai dengan aman.

Prinsip-prinsip Pemberian Analgesik

Cara terbaik untuk penatalaksanaan nyeri adalah untuk

mencegah nyeri sebelum nyeri tersebut bertambah berat. Pasien

harus diajarkan untuk menggunakan obat nyeri pada jadwal yang

teratur untuk mencapai kadar obat yang adekuat dalam darah.

Sayangnya, sebagian besar analgesic diminta sesuai

kebutuhan.Seringkali pasien tidak mengetahui bahwa mereka harus

meminta obat nyeri atau seberapa sering mereka dapat

memintanya.Sekali lagi, pengajaran adalah komponen vital dari

penatalaksanaan nyeri yang adekuat.

Rute Oral

Rute oral adalah rute yang dipilih untuk anlagesik.Sebagian

besar analgesic tersedia dan bekerja efektif ketika diberikan secara

oral, dalam dosis yang adekuat, dan sebelum intensiatas nyeri

memuncak. Rute oral lebih murah dan mudah untuk digunakan

daripada rute yang lain. Jika klien tidak mampu menelan tetapi

menggunakan slang nasograstik atau gastrotomi untuk

Page 49: Lansia Dengan Nyeri

memasukkan makanan, analgesic oral harus diberikan melalui

slang tersebut.

Injeksi IntraMuscular dan Subcutan

Injeksi adalah cara terburuk untuk penatalaksanaan nyeri,

terutama nyeri kronis, nyeri jangka panjang. Pemberian injeksi

sangat menyakitkan, dapat menyebabkan masalah dengan absorpsi,

memiliki waktu aksi yang pendek, kemungkinan dapat

menyebabkan kerusakan otot atau syaraf, dan harus diberikan oleh

orang lain. Penuaan memengaruhi cara tubuh memproses obat-

obatan. Massa otot dan jaringan subkutan menurun, demikian pula

halnya dengan volume darah yang bersirkulasi.Kecepatan absorpsi

mungkin tidak dapat diperkirakan bila obat diberikan secara

intramuscular atau subkutan. Opioid yang disimpan dilokasi

suntikan mungkin tidak akan sepenuhnya diabsorpsi samapai

setelah dosis kedua diberikan, kemungkinan mengakibatkan

depresi pernapasan atau sedasi yang berlebihan. Masalah absorpsi

ini lebih sering terlihat pada paisen-pasien dengan nyeri akut

daripada pasien-pasien dengan nyeri kronis.Sebagian besar orang

percaya bahwa injeksi adalah cara terbaik untuk menghilangkan

nyeri karena memiliki awitan aksi yang cepat tetapi aksi tersebut

tidak berlangsung lama. Pasien yang mengalami nyeri harus

dianjurkan untuk menggunakan obat melalui oral secara teratur

pada waktu yang telah ditentukan daripada menerima injeksi yang

menyakitkan.

Rute Rectal

Rute rectal masih merupakan rute yang jarang digunakan untuk

pemberian analgesic.Rute rectal harus direkomendasikan bila

seorang pasien tidak dapat menggunakan analgesic oral.Morfin,

hidromorfon, dan oksimorfon adalah supositoria yang tersedia saat

ini.Obat-obat ini pada umumnya bertahan sekitar 4 sampai 5 jam,

Page 50: Lansia Dengan Nyeri

dan sebagian besar pasien dapat denagn mudah menggunakannya

sendiri.Jika pasien tidak dapat diberikan analgesic melalui oral,

mereka dapat dengan mudah meletakkan analgesic tersebut dalam

kapsul gelatin dan menggunakannya melalui rectal.Pasien harus

memeriksakannya kepada ahli farmasi atau dokternya sebelum

melakukan hal tersebut.Namun, rute ini tidak boleh digunakan

untuk pasien yang mengakami trombositopenia.

Koyo Fentanil

Rute noninfasif lain yang sangat berguna adalah koyo

transdermal yang mengandung opioid fentanil (Duragesik).

Masalah-masalah yang berkaitan dalam pemberian dosis telah

terlihat dengan rute pemberian ini, dan terdapat keterlambatan

awitan selama 12 jam.Koyo tesebut dalah anlgesik 72 jam, tetapi

sebagian besar pasien memerlukan sesuatu untuk penanganan

nyeri.Pasien perlu dipantau selama 24 sampai 36 jam setelah koyo

dilepas.Karena duragesik sangat mahal dan hanya sedikit studi

tentang penggunannya pada lansia, obat ini tidak dianjurkan

sebagai terapi lini pertama untuk pasien yang mampu

menggunakan analgesic secara oral.

Adjuvant

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, adjuvant adalah

obat yang bukan analgesic tetapi masih memiliki peran penting

dalam mengurangi nyeri. Obat ini dapat digunakan sendiri atau

dikombinasikan dengan analgesic lain. Obat-obat ini dianjurkan

terutama untuk nyeri kronis.

Antidepresan trisiklik telah ditemukan efektif untu nyeri

neuropati, yang disebabkan oleh kerusakan saraf pada SSP. Contoh

dari nyeri neuropati adalah nyeri fantom pada tungkai, neuropati

diabetic, neuralgia trigeminal, kausalgia, dan nyeri pasca stroke.

Tipe nyeri neuropati lain yang sering terjadi pada lansia adalah

Page 51: Lansia Dengan Nyeri

neuralgia pasca herpatik atau herpes zoster. Nyeri neuropati dapat

menjadi salah satu tipe nyeri yang sulit untuk ditangani.Pasien-

pasien menggambarkan nyeri ini sangat kuat dan membakar.Obat

anti konvulsan, karbamazepin (Tegretol) telah diketahui efektif

dalam menangani nyeri neuropati.

Antidepresan trisiklik harus diberikan sekali sehari pada jam-

jam tidur karena sedasi adalah efek samping yang sering

terjadi.Dosis awal harus sangat rendah (10 mg).dosis untuk

mengurangi nyeri lebih rendah daripada dosis yang dibutuhkan

untuk mengurangi depresi. Efek samping lain dari antikolinergik

yang dapat terjadi adlah pandangan kabur, mulut kering, retensi

urin, dan hipotensi. Kewaspadaan yang sangat tinggi harus

dilakukan ketika obat-obatan ini harus diberikan kepada pasien

yang mengalami glaucoma sudut sempit, atau retensi

urin.Nortripsepin (Pamelor) menyebabkan sedikit sedasi dan

doksepin (Sinequan) memiliki lebih sedikit efek antikolinergis

daripada trisiklik, sehingga kedua obat antidepresan ini

direkomendasikan untuk lansia.

Lansia yang mengalami nyeri harus menghindari penggunaan

obat-obatan sedative hipnotik karena obat-obat ini tidak membantu

untuk mengurangi nyeri. Obat-obat ini dapat mendepresi SSP, yang

dapat mempengaruhi keamanan klien, terutama jika ia

menggunakan analgesic opioid.

Instruksi untuk Lansia yang Menggunakan NSAID :

1) Pastikan untuk memberikan NSAID dalam masa percobaan yang

adekuat (2-3 minggu) sebelum memutuskan apakah obat itu efektif

atau tidak

2) Jangan pernah menggunakan lebih dari satu NSAID pada satu

waktu (termasuk aspirin)

Page 52: Lansia Dengan Nyeri

3) Ikuti dengan uji feses rutin untuk mengetahui darah samar dan tes

fungsi ginjal dan hati

4) Jangan menggunakan NSAID dengan steroid

5) Minum NSAID dengan makanan atau susu untuk mencegah

gangguan pada GI

6) Informasikan dokter Anda jika terjadi efek yang tidak diinginkan

Anjuran untuk Penatalaksanaan Farmakologis terhadap tipe-tipe nyeri

yang sering terjadi pada lansia :

Tipe Nyeri Nonopioid Opioid Adjuvan

Nyeri

inflamasi

(arthritis

rematoid,

osteoarthritis)

Salah satu dari

NSAID berikut ini:

1. Clinoril

2. Trilisate

3. Disalcid

4. Dolobid

5. Ecotrin

6. Rimadyl

(Untuk semua tipe

nyeri yang terdaftar,

hindari Feldene dan

Indocin)

Antidepresan

trisiklik seperti

Pamelor atau

Sinequan

(Untuk semua tipe

nyeri yang terdapat

dalam daftar,

gunakan Endep dan

Elavil secara hati-

hati, karena lebih

banyak efek

antikolinergik yang

terlihat)

Nyeri Kanker Salah satu dari

NSAID di atas,

terutama jika terdapat

metastasis tulang

Morfin oral

atau dilaudid

oral

(Untuk

semua tipe

nyeri yang

terdaftar,

hindari

Demerol,

Antidepresan

trisiklik seperti

Pamelor atau

Sinequan

Page 53: Lansia Dengan Nyeri

metadon,

Talwin,

Nubain,

Stadol)

Nyeri

punggung

bagian bawah

Salah satu dari

NSAID di atas

Oksikodon

oral, kodein

oral

Antidepresan

trisiklik seperti

Pamelor atau

Sinequan

Nyeri

neuropati

(pascastroke,

neuropati

diabetic,

neuralgia

pascaherpetik

, nyeri fantom

ekstemitas,

causalgia,

neuralgia

trigeminal)

Kodein oral,

oksikodon

oral, morfin

oral,

Dilaudid oral

Antikonvulsan

seperti Tegretol

dan antidepresan

trisiklik seperti

Pamelor atau

Sinequan.

Anestesi topical

(krim EMLA,

capsaicin,

Lidocaine)

Clonidine

Baclofen

Penatalaksanaan Nyeri secara Farmakologis Pada Lansia

1) Buat catatan harian tentang nyeri Anda dan apa yang membuatnya

terasa lebih baik atau lebih buruk

2) Gunakan obat yang diresepkan untuk nyeri sesuai dengan

waktunya pada jadwal yang telah ditetapkan

3) Giunakan aspirin atau obat anti-inflamasi non-narkotik lainnya

bersama makanan atau susu untuk menurunkan perubahan-

perubahan akibat gangguan lambung

4) Informasikan kepada perawat atau dokter tentang semua obat yang

Anda gunakan (baik yang diresepkan maupun yang dibeli bebas)

Page 54: Lansia Dengan Nyeri

5) Cegah efek samping konstipasi yang umum terjadi, jika

menggunakan narkotik, dengan cara meningkatkan cairan dan serat

dalam diet Anda

6) Jangan khawatir akan adiksi jika Anda menggunakan narkotuk

untuk mengurangi nyeri

7) Laporkan adanya efek yang tidak diinginkan dari pengobatan

kepada perawat atau dokter

8) Beritahu perawat atau dokter  jika nyeri terjadi di antara jadwal

penggunaan obat untuk nyeri

9) Tetaplah seaktif mungkin

10) Ingat, Anda berkuasa atas nyeri Anda, hanya Anda yang

mengetahui bagaimana rasanya

ii. Intervensi Non Invasif

Walaupun nyeri terutama ditangani melalui penggunaan obat-

obatan, beberapa teknik noninvasive dapat juga membantu

mengendalikan nyeri: masase, relaksasi dan imajinasi, stimulasi saraf

dengan listrik transkutan (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation

[TENS]), penggunaan kompres panas atau dingin, sentuhan terapeutik,

meditasi, hipnotis, dan akupresur. Teknik-teknik ini pada umumnya

aman, tersedia dengan mudah, dan dapat dilakukan di rumah atau

dalam lingkungan fasilitas perawatan akut.

Terdapat beberapa hal yang penting untuk diingat ketika

menggunakan terapi panas atau dingin atau TENS untuk lansia yang

mengalami nyeri.Kewaspadaan diperlukan ketika menggunakan terapi

panas atau dingin pada pasien dengan riwayat penyakit vaskuler atau

diabetes.Luka bakar atau kerusakan jaringan akibat es dapat terjadi

dengan mudah pada seseorang dengan penurunan sensasi atau

penurunan tingkat kesadaran.TENS dikontraindikasikan pada lansia

yang menggunakan pacu jantung karena stimulasi listrik dapat

mengganggu kerja alat pacu jantung jenis-jenis tertentu.

1) Strategi Relaksasi

Page 55: Lansia Dengan Nyeri

Latihan-latihan ini dirancang untuk membuat seseorang yang

cemas, stress menjadi relaks. Latihan ini dapat mengurangi nyeri

secara efektif dengan cara melawan komponen stress. Strategi

relaksasi termasuk imajinasi terbimbing, relaksasi otot progresif,

dan pengobatan.Perawat dapat dengan mudah mengajarkan pasien

untuk melakukan bentuk latihan relaksasi yang sederhana seperti

napas dalam dan memfokuskan pada suatu objek.Bentuk latihan

relaksasi singkat ini dapat efektif untuk mengontrol nyeri jangka

pendek, dan nyeri tipe prosedural.Karena lansia kaya dengan

pengalaman hidup, teknik distraksi yang sederhana dapat dilakukan

dengan cara meminta pasien untuk mengingat masa-masa bahagia

di masa lalu, dengan melihat album foto, dan dengan menceritakan

cerita-cerita dalam kaset rekaman. Teknik apapun yang aman dan

mudah untuk dilakukan sendiri oleh pasien sangat bermanfaat

untuk penatalaksanaan nyeri.

d) Rencana Asuhan Keperawatan

i. Diagnosis Keperawatan : Nyeri akut yang berhubungan dengan fraktur femur

dengan pen intratrokanter

Hasil yang diharapkan Tindakan Keperawatan

Pasien akan mengatakan adanya

pengurangan nyeri secara jelas.

1) Kaji laporan nyeri pasien, ketahui lokasi,

intensitas dengan menggunakan skala

nyeri 0-10, setiap 2 jam

2) Ajarkan pasien untuk meminta obat nyeri

kapanpun ia memerlukannya sebelum

nyeri menjadi berat

3) Berikan pengobatan analgesic setiap 3-4

jam sesuai waktunya untuk 48 jam

4) Pantau keefektifan analgesik dan status

kesadaran. Beri tahu dokter jika

Page 56: Lansia Dengan Nyeri

analgesik tidak efektif

5) Sangga tungkai yang dioperasi dengan

kesejajaran yang tepat menggunakan

gulungan trokanter dan bantal

6) Hindari fleksi pada tubuh

7) Pantau bukti-bukti komplikasi

Pasien menggunakan cara alternative

untuk mengurangi stress yang

berhubungan.

1) Bantu pasien untuk menggunakan

strategi relaksasi, meliputi imajinasi

terbimbing dan relaksasi otot progresif

2) Pertahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit yang adekuat

3) Bantu pasien untuk istirahat dengan

menutup tirai dan pintu. Berikan catatan

pada pintu pasien yang menyatakan

“Pasien sedang beristirahat sampai  ___”

ii. Diagnosis Keperawatan : Nyeri kronis yang berhubungan dengan arthritis

rheumatoid

Hasil yang diharapkan Tindakan Keperawatan

Pasien menyatakan bahwa nyeri dapat

ditolerir dalam skala 0-10.

1) Kaji nyeri dalam skala 0-10 setiap 3-

4 jam

2) Minta pasien atau keluarga atau

keduanya untuk membuat catatan

atau laporan tertulis tentang

intensitas nyeri

3) Anjurkan pasien untuk

menggunakan obat sebelum nyeri

bertambah berat

4) Bantu pasien atau keluarga atau

keduanya untuk memasang bidai dan

Page 57: Lansia Dengan Nyeri

mengobservasi atau untuk mencegah

daerah yang tertekan

5) Bantu dengan mandi air hangat atau

shower

6) Tinjau ulang gaya hidup dalam

hubungannya dengan sumber-

sumber stress yang dapat dihindari

dan hal-hal yang dapat memperberat

nyeri

7) Pastikan istirahat, nutrisi, dan hidrasi

yang adekuat

8) Dukung orang tersebut untuk

menggunakan tindakan-tindakan

mekanisme koping yang positif

seperti berdo’a, meditasi, relaksasi,

atau distraksi

Pasien mempertahankan fungsi sendi

sebanyak mungkin.

1) Bantu pasien menggunakan NSAID

dengan makanan dalam dosis dan

interval yang ditentukan

2) Kaji rasa mual dan efek samping lain

3) Pastikan bahwa latihan yang

diperintahkan dilakukan secara

benar

4) Minta pasien atau keluarga atau

keduanya untuk mendemonstrasikan

latihan-latihan yang harus dilakukan

setelah keluar dari rumah sakit

e) Dokumentasi Yang Esensial

(1) Nyeri Akut

Nyeri akut harus dikaji dan digambarkan pada interval yang teratur

dan bila terdapat perubahan dalam lokasi atau kualitasnya, hal-hal

berikut harus dicatat :

Page 58: Lansia Dengan Nyeri

- Lokasi dan pergerakan

- Penampilan lokasi

- Intensitas pada skala 0-10, dengan 0=tidak ada nyeri dan 10=nyeri

terburuk

- Pengurangan nyeri atau kenyamanan pada skala 0-10, dengan

0=nyeri hilang dan 10=tidak ada pengurangan nyeri

- Alat-alat bantu yang digunakan pasien

- Tindakan-tindakan pengurangan nyeri yang dilakukan

- Keefektifan intervensi pada skala 0-10

(2) Nyeri Kronis

Nyeri kronis harus dikaji dan digambarkan satu kali sehari dan bila

terdapat perubahan kejadian atau kualitasnya.

- Lokasi dan pergerakan

- Intensitas pada skala 0-10, dengan 0=tidak ada nyeri dan 10=nyeri

terburuk

- Pengurangan nyeri atau kenyamanan pada skala 0-10, dengan

0=nyeri hilang dan 10=tidak ada pengurangan nyeri

- Alat-alat bantu yang digunakan pasien

- Apa yang memperberat nyeri

- Apa yang membuat nyeri lebih baik

- Efeknya pada tidur, nafsu makan dan mobilitas

- Tindakan-tindakan pereda nyeri yang dilakukan

- Keefektifan intervensi pada skala 0-10

BAB III

PENUTUP

Page 59: Lansia Dengan Nyeri

A. Kesimpulan

Nyeri pada lansia dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, fisik

dan psikologis. Penanganan nyeri pada lansia, tergantung dari lokasi, lamanya

nyeri tersebut berlangsung dan berbagai faktor lain yang mempengaruhi.

Penanganan rasa nyeri ini harus dilakukan secara adekuat.Nyeri akut harus

diselesaikan segera, dan penanganan nyeri kronis harus dilakukan secara hati-

hati. Penanganan nyeri tersebut harus dilakukan dengan assessment yang

sering melibatkan disiplin lain: psikiater, occupational therapist dan dibawah

pimpinan seorang geriatrist dari penyakit dalam. Terapi nyeri dapat dengan

cara pemberian obat secara oral, injeksi, perilaku, operasi dan lain-lain yang

melibatkan disiplin ilmu lain.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddath. 2001. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Corwin, EJ., 2009, Buku saku Patofisologi, Jakarta: EGC

Page 60: Lansia Dengan Nyeri

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Vol.2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Hidayat, A. AA., 2009, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia aplikasi konsep

dan proses keperawatan, buku I, Jakarta: Salemba medika.

Jaimel Stockslager, Lisschaeffer. 2008. Askep Geriatrik.Edisi 2. Jakarta: EGC

Martono, Hadi dan Krispranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri, Ilmu

Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Mickey Stanley, Patricia Gauntlett Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan

Gerontik.Edisi 2. Jakarta: EGC

Potter &Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, volume 2, Edisi 4,

Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson.1990.Patologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit.Edisi 2.Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.

R.Siti Maryam, Mia Fatma Ekasari, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan

Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Soejono.H.C.H. 2001.Gejala dan Tanda Penyakit pada Lanjut Usia, Subbag,

Geriatri Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI-RSUPN Ciptomangunkusumo

S.Thamher, Noorkasiani.2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan

Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika