langkah 3 sken 1 respi

32
LI 1 M & M Anatomi Saluran Pernafasan Atas LO 1.1 Makro Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O 2 ) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO 2 ) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Sistem Respirasi 1. Saluran Nafas Bagian Atas, pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan. 2. Saluran Nafas Bagian Bawah, bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli. 3. Alveoli, terjadi pertukaran gas anatara O 2 dan CO 2 4. Sirkulasi Paru, pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru. 5. Paru, terdiri atas : a. Saluran Nafas Bagian Bawah b. Alveoli c. Sirkulasi Paru 6. Rongga Pleura, terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis 7. Rongga dan Dinding Dada, merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi Saluran Nafas Bagian Atas

description

tes tes

Transcript of langkah 3 sken 1 respi

Page 1: langkah 3 sken 1 respi

LI 1 M & M Anatomi Saluran Pernafasan Atas

LO 1.1 Makro

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O2) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

Sistem Respirasi1. Saluran Nafas Bagian Atas, pada bagian ini udara yang masuk ke

tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan.2. Saluran Nafas Bagian Bawah, bagian ini menghantarkan udara yang

masuk dari saluran bagian atas ke alveoli.3. Alveoli, terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2

4. Sirkulasi Paru, pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru.

5. Paru, terdiri atas :a. Saluran Nafas Bagian Bawahb. Alveolic. Sirkulasi Paru

6. Rongga Pleura, terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis

7. Rongga dan Dinding Dada, merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi

Saluran Nafas Bagian Atas

a. Rongga hidungUdara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : Dihangatkan

Page 2: langkah 3 sken 1 respi

Disaring DilembabkanKetiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel-partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha.

b. Nasofaring (terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius)c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,

terdapat pangkal lidah)d. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran

makanan)(Daniel S.W, 2008; Raden Inmar, 2009)

HidungOrgan pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidungada terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior lalu ke nasofaring.Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa yaitu septum nasi yang dibentuk oleh :a. Cartilago septi nasob. Os vomerc. Lamina perpendicularis os ethmoidalis

Merupakan organ berongga yang terdiri atas tulang, tulang rawan hyalin otot bercorak dan jaringan ikat

Page 3: langkah 3 sken 1 respi

Fungsi : Menyalurkan udara Menyaring udara dari benda asing Menghangatkan udara pernafasan Melembabkan udara pernafasan Alat pembau

Cavum nasi dipisahkan oleh septum nasi, yang berhubungan dengan nasofaring melalui choana (nares posterior)

Memiliki bagian terlebar yang disebut dengan vestibulum nasi

Fossa Nasalis

Page 4: langkah 3 sken 1 respi

Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os maxilla dan os palatinum.Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Kalau yang anterior, di cavum nasi di sisi lateral ada concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mukusa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum nasi. Kalau pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga.

Ada 3 buah concha nasalis, yaitu :a. Concha nasalis superiorb. Concha nasalis inferiorc. Concha nasalis media

Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior.

Antara concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior.Fungsi chonca :

Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan

permukaan mukosa.Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi disebut sinus

paranasalis :a. Sinus sphenoidalis mengeluarkan sekresinya melalui meatus superiorb. Sinus frontalis ke meatus mediac. Sinus maxillaris ke meatus mediad. Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media.

Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Di nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.

Page 5: langkah 3 sken 1 respi

Persarafan hidungPersarafan sensorik dan sekremotorik hidung :1. Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang

nervus opthalmicus 2. Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi

ganglion sfenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang ganglion pterygopalatinum.

Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman : pusat penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktus olfactorius, bulbus olfactorius, serabut n. olfactorius pda mucusa atas depan cavum nasi.Vaskularisasi hidungBerasal dari cabang a. Opthalmica dan a. Maxillaris interna1. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan

lateralis, arteri septalis anterior2. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis

posterior, lateralis dan septal, arteri palatinus majus3. Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna. Ketiga

pembuluh tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus Kisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis pada anak.

NASOFARING

Page 6: langkah 3 sken 1 respi

LARINGDaerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang.1. Berbentuk tulang adalah os hyoid2. Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah,

epiglotis 1 buah. Pada arytenoid bagian ujung ada tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme.

Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas atas. Os hyoidMempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid

Cartilago thyroidTerletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut promines’s laryngis atau lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid. Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan inferior.Cartilago arytenoidMempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus.Epiglotis Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan tidak masuk ke laring.Cartilago cricoid Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral. Otot-otot laring : a. Otot extrinsik laring

1. M.cricothyroid2. M. thyroepigloticus

b. Otot intrinsik laring

Page 7: langkah 3 sken 1 respi

1. M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat gangguan pada otot ini maka bisa menyebabkan orang tercekik dan meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini disebut juga safety muscle of larynx.

2. M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima glottdis

3. M. arytenoid transversus dan obliq4. M.vocalis5. M. aryepiglotica6. M. thyroarytenoid

Dalam cavum laryngis terdapat :Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang ke laring sebagai n.laryngis superior dan n. recurrent.

LO 1.2 Mikro

Rongga hidungRongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri

Page 8: langkah 3 sken 1 respi

atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak),  sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi

Page 9: langkah 3 sken 1 respi

epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Terdiri dari : Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia,

dengan sel goblet) Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan

lapisan tanduk) Laringofaring (epitel bervariasi)

Laring

Page 10: langkah 3 sken 1 respi

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Tulang rawan yang lebih besar (tulang rawan hyalin): Thyroid Cricoid Arytenoid

Tulang rawan yang kecil (tulang rawan elastis): Epiglottis Cuneiform Corniculata Ujung arytenoid

Page 11: langkah 3 sken 1 respi

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori

Epiglottis Memiliki permukaan lingual dan laringeal Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng,

mendekati basis epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia

TrakeaPermukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan

Page 12: langkah 3 sken 1 respi

pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

epitel trakea dipotong memanjang

epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

LI 2 M & M Fisiologi & Mekanisme Pertahanan Saluran Nafas Atas

Page 13: langkah 3 sken 1 respi

LI 3 M & M Rhinitis Alergi

LO 3.1 DefinisiRhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE. (ARIA, 2001).

LO 3.2 EtiologiPenyebab yang paling sering adalah alergi inhalan , terutama pada orang dewasa dan alergi ingestan. Alergi inhalan yang utama adalah alergen di dalam rumah (indoor) dan alergen di luar rumah (outdoor).. Alergi inhalan di dalam rumah terdapat di dalam kasur kapuk, tutup tempat tidur, karpet, selimut, dapur,tumpukan baju dan buku buku serta sofa. Komponen alergen utamanya terutama dari serpihan kulit dan feses tungau D.Pteronysinnus,D farinae, bulu bulu binatang. Alergi inhalan luar adalah polen dan jamur.Alergi ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai gejala alergi lain seperti urtikaria, atau gangguan pencernaan. Alergi ingestan misalnya susu, telur, coklat, udangKelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994). Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas: • Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang. • Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.

• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).

LO 3.3 PatofisiologiRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :

1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.

2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam

Page 14: langkah 3 sken 1 respi

setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0

ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.(1)

Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah, sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara individual. Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi namun pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh respon protein ekstrinsik.(6)

Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik.

Page 15: langkah 3 sken 1 respi

Pada individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2.

Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan, tekanan telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera.(6)

Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa hari.

Pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan limfoid dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi vaskular, sekresi kelenjar dan kontraksi otot polos.Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.

LO 3.4 KlasifikasiDahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu: 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

Page 16: langkah 3 sken 1 respi

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat beratnya penyakit, rhintis alergi dibagi menjadi1.Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas seharian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu2. Berat, bila ditemukan satu atau dua lebih dari gangguan diatas(Sumber: repository.usu.ac.id)

LO 3.5 Manifestasi KlinisGejala yang timbul ada rhinitis alergi, antara lain :

a) Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar,2004).

b) Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).

c) Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. ▪Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah. Punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak disertai dengan sekret mukoid atau cair.▪Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner).▪Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. ▪Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. ▪Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.

Page 17: langkah 3 sken 1 respi

Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur. (Harmadji, 1993).

LO 3.6 Diagnosis & diagnosis banding Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. - Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. - Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.

Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan.

Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).

Pemeriksaan fisik- Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). - Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). - Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. - Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).

Pemeriksaan penunjang, antara lain :a) Skin prick test

- mudah, digunakan untuk mengetahui jenis alergen penyebab alergi- sensitifitas dan spesifisitas tinggi terhadap hasil pemeriksaan IgE spesifik

Page 18: langkah 3 sken 1 respi

- lebih ideal menggunakan test ‘Intradermal Test/ Skin End Point Titration Test’

b) IgE serum total- kadar meningkat pada 60% penderita rhinitis alergi- kadar IgE normal tidak menyingkirkan rhinitis alergi- dipakai sebagai pemeriksaan penyaring, bukan untung diagnostik

c) IgE serum spesifik- dilakukan bila Skin Prick Test negative dengan gejala klinis positif- teknik radioallergosorbent test (RAST) menyempurnakan pemeriksaan ini, selain itu lebih efektif dan sensitif

d) Pemeriksaan sitologis atau histologise) Nasal challenge test, dilakukan bila riwayat rhinitis alergi positif dan hasil

tes alergi negatiff) Foto polos sinus paranasal/CT Scan/MRI, dilkukan bila ada indikasi

komplikasi rinosinusitis, menilai respon terhadap terapi dan jika direncanakan tindakan operasi

Diagnosis bandingRinitis alergi harus dibedakan dengan : Rinitis vasomotorik Rinitis bakterial Rinitis virus Rinitis Sekunder dari faktor mekanis,tumor hidung,polip hidung,rinore

serebrospinal,mastositosis hidung Sinusitis Kartagener penyakit granulomatosa kronik & infeksi

LO 3.7 Penatalaksanaan Non FarmakoImunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (Mulyarjo, 2006).

LO 3.8 PencegahanCara pencegahan timbulnya rhinitis alergi, antara lain :

1. Timbulnya gejala biasanya bisa dicegah dengan menghindar alergen penyebab terjadina rhinitis alergika,selama musim serbuk berlangsung sebaiknya penderita

tetap tinggal didalam rumah 2. Jangan biarkan hewan berbulu masuk kedalam rumah bila alergi bulu 3. Bersihkan debu dengan ap basah,minimal 2-3 kali dalam 1 minggu 4. Gunakan AC untuk membuang debu rumah,jamur,pollen dari udara.Cuci dan ganti filter secara berkala 5. Tutup perabotan berbahan kain dengan lapisan yang bisa dicuci sesering mungkin

Page 19: langkah 3 sken 1 respi

6. Jangan mengunnakan bahan atau perabotan yang dapat menampung debu didalam debu kamar

7.Untuk menghindari kontak dengan allergen,gunakan sarung tangan dan masker,ketika

sedang bersih bersih didalam atau diluar rumah 8.Larang Rokok dan penggunaan produk yang beraroma dirumah

LO 3.9 Komplikasia. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

LI 4 M & M Farmakoterapi

4.1 Anti histaminAnti Histamin dibedakan menjadi 2, yaitu AH1 dan AH2. Kedua jenis antihisamin ini bekerja secara kompetitif, yaitu dengan menghambat antihistamin dan reseptor hisamin A1 atau A2. Antagonis Reseptor H1( AH1)FARMAKODINAMIK: antagonisme terhadap AH1. AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah ; bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 berfungsi untuk mengobati reaksi hipersensivitas atau keadaan lain disertai penglepasan histamin endogen berlebihan. Reaksi anafilaksis dan alergi reaksi anafilaksis dan beberapa reaksin alergi refrakter terhadap pemberian AH1. Efektifitas AH1 melawan beratnya reaksi hipersensivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.Susunan Saraf Pusat AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek lainnya adalah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat

FARMAKOKINETIK:Setelah pemberian oral atau perentral, AH1 diabsorbsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam, lama kerja AH1 generasi 1 setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivat piperizin

Page 20: langkah 3 sken 1 respi

seperti meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang. AH 1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya. INDIKASI: penyakit alergi, mengatasi asma bronkial ringan,menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata dan hidung. AH1 juga efektif terhadapa alergi yang disebaban oleh debu. juga digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan , yaitu golongan obat difenhidrami.Antagonis Reseptor H2 (AH2)Antagonis reseptor H2 bekerja mengahmabt sekresi asam la,bung. Contoh obat dari AH2 adalah simetidin, ranitifin, famotidin, dan nizatidin.FARMAKODINAMIKSimetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin dan ranitidin sekresi asam lambung akan dihambat. Simetidin dan Ranitidin juga menggangu volume dan kadat pepsin dalam lambung. FARMAKOKINETIKBioavailitas Sinetidin dan Ranitidin sekitar 70% sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanya 205. Absrobsi simetidin diperlambat oleh makanan. Sehingga simetidin diberikan secara bersamaan atau sesudah makan dengan maksud memperpanjang efek pada priode pasca makan. Biovaibilitas Ratidin yang diberikan secara oral sekitar 50& dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di dalam hati cukup besar pada pemberian oral. Antagonis H2 juga melalui asi dan dapat mempengaruhi fetus.INDIKASISimetidin, ranitidin dan antagonis respetor H2 lainnya efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Antagonis reseptor H2 satu kali sehari diberikan pada malam hari sangat efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum. (Sumber: GaniswaraSG, Setiabudy R,Suyatna ED, dkk 2006. Farmakologi dan terapi Edisi 5, Jakarta: Gaya Baru)

4.2 KortikosteroidKortikosteroid dikenal mempunyai efek kuat sebagai antiinflamasi pada penyakit

arthritis rhematoid, asma berat, asma kronik, penyakit inflamasi kronik dan berbagai kelaianan imunlogik, oleh karena efek anti inflamasi dan sebagai immunoregulator, kortikosteroid memegang peranan penting pada pengobatan penyakit alergi baik yang akut maupun kronikINDIKASIIndikasi utama adalah untuk reaksi alergi akut berat yang dapat membahayakan kehidupan seperti status asmatikusm anafilaksis dan dermalitis exfoliativa, selain itu juga untuk reaksi alergi berat yang tidak membahayakankehidupan tetapi sangat mengganggu. Misalnya dermatitis kontak berat, serum sickness dan asma akut yang berat. Indikasi lain adalah untuk penyakit alergi kronik berat sambil menunggu hasil pengobatan konvensional, atau untuk mengatasi keadaan ekserbasi akut.

Page 21: langkah 3 sken 1 respi

Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.

Berikut ini contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:

(sumber: http://childrenallergyclinic.wordpress.com)

4.3 Nasal Dekongestan

Nama generik Nama dagang di Indonesia

Bentuk Sediaan

Dosis dan Aturan pakai

Beclomethasone dipropionate

Becloment (beclomethasone dipropionate 200μg/ dosis)

Inhalasi aerosol

Inhalasi aerosol: 200μg , 2 kali seharianak: 50-100 μg 2 kali sehari

Budesonide Pulmicort (budesonide

100 μg, 200 μg, 400 μg / dosis)

Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi

Inhalasi aerosol: 200 μg, 2 kali sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 μg / hari dalam dosis terbagianak: 200-800 μg/ hari dalam dosis terbagi

Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 μg , 125 μg /dosis)

Inhalasi aerosol

Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 μg, 2 kali sehariAnak 4-16 tahun; 50-100 μg, 2 kali sehari

Page 22: langkah 3 sken 1 respi

Dekongestan Nasal digunakan sebagai terapi simptomatik pada berbagai kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap nasal yang meradang , sinus serta mukosa tuba eustachius. Ada beberapa agen yang digunakan untuk tujuan tersebut yang memiliki stimulasi terhadapat cardiovaskular serta SPP minimal yaitu : pseudoefedrin, fenilpropanolalamin,serta oxy metazolin.Dekongestan oral bekerja dengan cara meningkatkan pelepasan noradrenalin dari ujung neuron. Preparat ini mempunyai efek samping sistemik berupa takikardi, palipitasi, gelisahm tumor,insomnia serta hipertensi terhadap pasien.Agen topikal bekerja pada reseptor alfa pada permukaam otot polos pembuluh darahdengan menyebabkan vasokontriksi sehingga mengurangi oedema mukosa hidung. Dekongstan nasal efektif, namun hendaknya dibatasi maksimum 7 hari karena kemampunnya untuk menimbulkan kongesti berulang. Kongesti berulang disebabkan oleh vasodilasi sekunder dari pembuluh darah di mukosa hidung yang berdampak pada kongesti. Tetes hidung efedrin merupakan preparat simptomatik yang paling aman dan dapat memberikan efek dekongesti selama beberapa jam. Semua preparat topikal dapat menyebabkan ‘hipertensive crisis’ bila digunakan bersamaa dengan obat penghamabat mono amine-oksidase.

Obat Dekongestan Oral1. Efedrin

Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi dengan pemberian sedatif.

Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jamAnak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

2. FenilpropanolaminDekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat.

Page 23: langkah 3 sken 1 respi

Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jam Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

3. FenilefrinAdalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkantekanan darah.

Obat Dekongestan TopikalDerivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin).Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.