landasan teori.doc

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kinerja Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Kinerja (performance), namun pada prinsipnya adalah sama yaitu hasil pekerjaan yang telah dilakukan oleh seseorang. Karena itu, kinerja sering diartikan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi. Artinya, jika kinerja seseorang optimal, maka dapat dikatakan orang tersebut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan suatu organisasi tempat dimana ia bekerja. Banyak organisasi yang berhasil atau efektif karena ditopang oleh kinerja sumber daya manusia yang berkualitas. Sebaliknya, tidak sedikit organisasi yang gagal karena faktor kinerja sumber daya manusia yang tidak optimal. Berbicara tentang kinerja maka akan berhadapan pada penilaian sikap atau sesuatu yang telah dicapai atau prestasi yang ditunjukkan. Menurut Simanjuntak (2005:1) pengertian “Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu”. Adapun pengertian kinerja menurut Wibowo (2007:2) “Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya”. Sedangkan menurut Indra Bastian dalam Irham Fahmi (2010:2) “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,

Transcript of landasan teori.doc

Page 1: landasan teori.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kinerja

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Kinerja (performance),

namun pada prinsipnya adalah sama yaitu hasil pekerjaan yang telah dilakukan

oleh seseorang. Karena itu, kinerja sering diartikan sebagai ukuran keberhasilan

suatu organisasi. Artinya, jika kinerja seseorang optimal, maka dapat dikatakan

orang tersebut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan suatu organisasi

tempat dimana ia bekerja. Banyak organisasi yang berhasil atau efektif karena

ditopang oleh kinerja sumber daya manusia yang berkualitas. Sebaliknya, tidak

sedikit organisasi yang gagal karena faktor kinerja sumber daya manusia yang

tidak optimal.

Berbicara tentang kinerja maka akan berhadapan pada penilaian sikap

atau sesuatu yang telah dicapai atau prestasi yang ditunjukkan. Menurut

Simanjuntak (2005:1) pengertian “Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas

pelaksanaan tugas tertentu”.

Adapun pengertian kinerja menurut Wibowo (2007:2) “Kinerja adalah

tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya”. Sedangkan

menurut Indra Bastian dalam Irham Fahmi (2010:2) “Kinerja adalah gambaran

mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan

visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic

planning) suatu organisasi”.

Dari definisi-definisi tersebut dapat diartikan bahwa kinerja merupakan

suatu proses untuk pencapaian hasil pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijaksanaan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dari

seorang pegawai secara individu maupun dari sebuah unit kerja secara

berkelompok sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing untuk

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi dalam rangka mencapai

Page 2: landasan teori.doc

tujuan organisasi tersebut yang pelaksanaannya sesuai dengan perencanaan

strategis organisasi yang telah ditetapkan.

B. Pengukuran Kinerja

Berhubungan dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache dalam

Sudarmanto (2009:7) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu :

1. Kinerja Organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada

level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini

terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan

manajemen organisasi

2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam

menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini

dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen

proses.

3. Kinerja individu/pekerjaan; merupakan pencapaian atau efektivitas

pada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini

dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan

manajemen pekerjaan, serta karakteristik individu.

Menurut Dwiyanto (2008:47) mengatakan bahwa “penilaian kinerja

merupakan suatu kegiatan yang sangat penting sebagai ukuran keberhasilan

suatu organisasi dalam mencapai misinya”. Sedangkan menurut Moeheriono

(2009:61) pengukuran kinerja mempunyai pengertian “suatu proses penilaian

tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan

sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi

atas efisiensi dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi”.

Kinerja selalu terkait dengan pengukuran atau standar kinerja. Kinerja

seseorang bergantung pada indikator-indikator tertentu yang menjadi acuan

organisasi dalam mengukur kinerja seseorang. Terlepas apakah kinerja tersebut

sudah baik atau perlu ditingkatkan lagi. Martin dan Bartol dalam Sudarmanto

(2009:9) menyatakan bahwa : “...untuk menjadi efektif, standar kinerja

seharusnya dikaitkan dengan hasil yang diinginkan dari masing-masing

Page 3: landasan teori.doc

pekerjaan.” Latham dan Wexley, 1981 dalam Sudarmanto (2009:9-10) juga

menyatakan : “...idealnya penilaian didasarkan pada kinerja aktual dari

identifikasi elemen-elemen kritis melalui analisis pekerjaan.”

Adapun Sedarmayanti (2007:198) dalam bukunya Manajemen Sumber

Daya Manusia mengemukakan bahwa : Indikator kinerja adalah ukuran

kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran

atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu

yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau

melihat tingkat kerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun

setelah kegiatan selesai berfungsi.

Indikator kinerja birokrasi sangat kompleks. Hal ini terjadi karena birokrasi

publik memiliki stakeholders yang sangat banyak dan memiliki kepentingan yang

berbeda-beda. Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan

dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu, tetapi

harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa,

seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas.

Kenyataan bahwa birokrasi publik memiliki stakeholders yang banyak dan

memilikii kepentingan yang sering berbenturan satu dengan lainnya membuat

birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas.

Akibatnya, ukuran kinerja organisasi birokrasi publik di mata para stakeholders

juga berbeda-beda. Dwiyanto (2008:50-51) menjelaskan beberapa indikator yang

biasa digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu :

1. Produktivitas, tidak hanya mengukur tingkat efisien, tetapi juga mengukur

efektivitas pelayanan.

2. Kualitas pelayanan, yaitu cenderung menjadi penting dalam menjelaskan

kinerja organisasi pelayanan publik, kualitas layanan relatif sangat tinggi

maka bisa menjadi satuan ukuran kinerja yang mudah dan murah.

3. Responsivitas, yaitu kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai kebutuhan dan

aspirasi.

Page 4: landasan teori.doc

4. Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan itu

dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan

kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun yang implisit.

5. Akuntabilitas, yaitu menunjukkan pada seberapa besar kebijakan dan

kegiatan organisasi tunduk pada para pemimpin yang telah dipilihnya.

Menurut Faustino dalam Mangkunegara (2006:41) : “Adapun syarat utama

untuk melakukan penilaian kinerja yang efektif adalah adanya kriteria kinerja

yang dapat diukur secara obyektif dan adanya obyektivitas dalam proses

evaluasi”. Pengukuran kinerja merupakan hal yang sangat penting untuk dapat

memperbaiki pelaksanaan kerja yang dapat dicapai. Untuk menjadi efektif, maka

standar-standar kinerja tersebut harus dikaitkan dengan hasil yang diinginkan

dari masing-masing pekerjaan melalui penilaian kinerja.

Dalam pandangan Sedarmayanti (2007:198) mengatakan penilaian

kinerja penting peranannya karena sebagai alat untuk :

1. Memastikan pemahaman pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk

mencapai kinerja.

2. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati.

3. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan

membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan

untuk memperbaiki kinerja.

4. Memberi penghargaan dan hukuman yang objektif atas kinerja pelaksana

yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang

disepakati.

5. Menjadi alat komunikasi antar karyawan dan pimpinan dalam upaya

memperbaiki kinerja organisasi.

6. Mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

7. Membantu memahami proses kegiatan organisasi.

8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.

9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.

10.Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.

Page 5: landasan teori.doc

Penilaian kinerja adalah salah satu tahapan penting dalam siklus

pengembangan sumber daya manusia, baik di sektor publik maupun di sektor

swasta. Penilaian kinerja merupakan proses pengukuran terhadap tingkat

penyelesaian tugas-tugas yang dilakukan oleh pegawai selama masa tertentu

dengan menggunakan instrumen yang sesuai dengan karakteristik tugas

tersebut. Melalui penilaian kinerja akan diketahui sejauh mana perkembangan

pegawai/aparat dalam melaksanakan tugas-tugasnya untuk menunjang kinerja

organisasi.

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja

antara satu pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah

pengawasannya. Walaupun pegawai-pegawai bekerja pada tempat yang sama

namun produktifitas mereka tidaklah sama. Sudarmanto (2009:30) mengatakan :

Perbedaan-perbedaan kinerja ini disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain misalnya motivasi kerja, kepuasan kerja, desain pekerjaan, komitmen,

kepemimpinan, partisipasi, fungsi-fungsi manajemen, kejelasan arah karier,

kompetensi, budaya organisasi, sistem penghargaan, dan mungkin masih

banyak lagi dari berbagai hasil penelitian yang sebelumnya – yang

mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja individu.

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan

(ability) dan faktor motivasi (motivation). Seperti yang telah diungkapkan oleh

Keith Davis dalam Mangkunegara (2000:67) :

Human Performance = ability x motivation

Motivation = attitude x situation

Ability = knowledge x skill

Penjelasan yang dikutip menurut pandangan Mangkunegara (2012:13-14)

:

1. Faktor kemampuan (ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan reality. Artinya pimpinan dan pegawai

Page 6: landasan teori.doc

yang memiliki IQ dan skill yang memadai, maka akan lebih mudah

untuk mencapai kinerja yang maksimal.

2. Faktor motivasi (motivation)

Motivasi merupakan suatu sikap dalam menghadapi situasi kerja di

lingkungan organisasinya. Mereka yang memberikan respon positif

terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang

tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi

kerjanya akan menunjukkan motivasi yang rendah. Situasi kerja

yang dimaksud antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim

kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi

kerja.

Menurut Simamora (1995:500), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

antara lain :

1. Faktor individual yang terdiri dari :

a. Kemampuan dan keahlian

b. Latar belakang

c. Demografi

2. Faktor psikologis yang terdiri dari :

a. Persepsi

b. Attitude

c. Personality

d. Pembelajaran

e. Motivasi

3. Faktor organisasi yang terdiri dari :

a. Sumber daya

b. Kepemimpinan

c. Penghargaan

d. Struktur

e. Job design

Page 7: landasan teori.doc

Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas

maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja

individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja

(work effort) dan dukungan organisasi. Lebih lanjut Mangkunegara (2012:15)

mengatakan :

Kinerja individu adalah hasil :

1. Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan

sesuatu. Atribut individu meliputi faktor individu (kemampuan dan

keahlian, latar belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi

persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi.

2. Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai

sesuatu.

3. Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat

sesuatu. Dukungan organisasi meliputi sumber daya,kepemimpinan,

lingkungan kerja, struktur organisasi dan job design.

Menurut A. Dale Timple dalam Mangkunegara (2012:15), “faktor-faktor

kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal”. Faktor internal

(dispoisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang (kinerja

baik karena kemampuannya tinggi, dan kinerja buruk karena kemampuannya

rendah). Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan

tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim

organisasi.

Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang

mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat para pegawai

memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seorang

pegawai yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal

diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang

kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan kinerjanya yang baik

dengan faktor eksternal.

Page 8: landasan teori.doc

Jenis atribusi yang dibuat pimpinan tentang kinerja seorang bawahan

mempengaruhi sikap dan perilaku terhadap bawahan tersebut. Cara-cara

seorang karyawan menjelaskan kinerjanya sendiri juga mempunyai implikasi

penting dalam bagaimana dia berperilaku dan berbuat di tempat kerja. Akhirnya,

penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor penentu kinerja individu dalam

organisasi adalah faktor individu dan faktor situasi kerja organisasi. Faktor

individu meliputi kemampuan potensi, yaitu kecerdasan pikiran/IQ dan

kecerdasan emosi/EQ. Sedangkan faktor situasi kerja organisasi meliputi uraian

jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yag menantang, pola

komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan

dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

Mendapatkan sumber daya manusia khususnya aparatur yang berkualitas

sudah tentunya memerlukan pengembangan yang lebih lanjut. Seiring dengan

perubahan tatanan penyelenggaraan pemerintahan juga memerlukan aparatur

yang handal dan responsif dalam menghadapi perubahan tersebut. Kinerja

seorang aparatur harus dikembangkan secara signifikan untuk menghadapi

masalah-masalah penyelenggaraan pemerintahan.

Untuk meningkatkan kinerja, Mangkunegara (2012:22) mengungkapkan

ada beberapa langkah :

1. Mengetahui adanya kekurangan kinerja

2. Mengenal kekurangan dan tingkat keseriusan

3. Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab

kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang

berhubungan dengan pegawai itu sendiri.

4. Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab

kekurangan tersebut.

5. Melakukan rencana tindakan tersebut.

6. Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau

belum.

7. Mulai dari awal, apabila perlu.

Page 9: landasan teori.doc

Untuk meningkatkan kinerja aparatur tidak bisa hanya sekali langkah saja.

Akan tetapi memang diperlukan kekonsistenan dalam melakukan peningkatan

tersebut secara berkesinambungan. Dengan begitu akan didapatkan fungsi-

fungsi kerja yang esensial bagi aparatur yang berkontribusi terhadap

peningkatan kinerja. Oleh karena itu, proses komunikasi yang terus menerus

dilakukan dalam kerangka kerja sama antara bawahan dan atasannya langsung

(yang melibatkan penetapan motivasi dan pengertian tentang fungsi kerja

pegawai yang paling mendasar, bagaimana pekerjaan pegawai memberikan

kontribusi pada sasaran organisasi, makna dalam arti konkret untuk melakukan

pekerjaan dengan baik, bagaimana prestasi kerja akan diukur, rintangan yang

mengganggu kinerja dan cara untuk meminimalkannya) memegang peranan

penting dalam meningkatkan kinerja pegawai.

C. Standard Operating Procedures (SOP)

Untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu, suatu organisasi akan

menjalankan sebuah kegiatan yang didukung dengan sejumlah keputusan tertentu.

Jadi, untuk mewujudkan tujuan yang sama, tiap anggota organisasi terikat pada

prosedur tertentu yang harus diikuti dan dipatuhi. Menurut Tambunan (2013:3) SOP

pada dasarnya adalah:

pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang dugunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan, dan penggunaan fasilitas pemrosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu organisasi, telah berjalan secara efektif, konsisten, standar, dan sistematis.

SOP yang efektif mensyaratkan organisasi memiliki visi dan misi yang jelas.

Visi dan misi adalah pemandu utama ke arah mana organisasi akan dibawa. Namun,

SOP yang efektif sebaiknya disusun apabila visi dan misi organisasi telah jelas

dinyatakan.

Lebih lanjut Tambunan (2013:86) mengemukakan bahwa ada 4 (empat) syarat-

syarat dari SOP yang efektif yaitu : “efektif (dan efisien), konsisten, standar, dan

sistematis”.

1. Efektif dan efisien, dengan pencapaian efektivitas dan efisiensi SOP,

organisasi akan dapat membuat keputusan dan tindakan tepat dan cermat

Page 10: landasan teori.doc

dengan kemungkinan kesalahan yang jauh lebih kecil. Jelas bahwa

dengan penerapan SOP secara efisien dalam hal peraturannya maupun

dalam pelaksanaannya maka akan dicapai efektivitas intern. Dan pada

akhirnya bukan hanya dirasakan oleh pihak intern, tetapi pihak ekstern

juga akan merasakan dampak keefektivan penerapan SOP suatu

organisasi.

2. Konsisten, menurut Tambunan (2013:91) “penerapan SOP haruslah

diterapkan secara standar dan sama untuk semua prosedur yang sama

dan di semua fungsi (bagian) organisasi yang menerapkan prosedur

tersebut”. Artinya, SOP harus diterapkan secara konsisten. Baik untuk hal

yang sama di tempat yang sama, maupun untuk hal yang sama di tempat

yang berbeda.

3. Standar, dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu standar prosedural dan

standar pemahaman. Prosedur yang secara standar sudah dianggap baik,

ternyata sering dipahami berbeda dari penggunannya. Tambunan

(2013:100) mengemukakan ada 3 (tiga) penyebab utamanya yaitu :

a. Kurangnya pelatihan terkait dengan penerapan prosedur-prosedur;

b. Kurangnya sosialisasi sehubungan dengan penerapan prosedur-prosedur; dan/atau

c. Prosedur-prosedur yang standar tersebut sama sekali tidak sesuai kebutuhan pengguna

4. Sistematis, berkaitan dengan tampilan dan penjelasan tentang SOP. Hal

ini dilakukan agar SOP dapat dengan mudah dipahami oleh pengguna.

Kelihatannya merupakan hal yang sepele, tetapi jika tidak dipahami

dengan benar akan mengakibatkan kegagalan dalam prosedur. Peran dan

manfaat SOP bagi organisasi

Dari penjelasan-penjelasan di atas, sebetulnya sudah bisa dibayangkan peran

dari SOP terhadap organisasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagai sebuah

pedoman, SOP berperan dalam emberikan acuan terkait dengan kegiatan-kegiatan

yang dijalankan dalam organisasi agar berjalan dengan efektif, sehingga membantu

organisasi untuk mencapai tujuannya, baik yang bersifat jangka pendek atau jangka

panjang.

Page 11: landasan teori.doc

Secara rinci, menurut Tambunan (2013:106-107), peran dan manfaat SOP bagi

organisasi adalah :

1. Menjadi pedoman kebijakan yang merupakan dasar bagi seluruh kegiatan organisasi secara operasional maupun administratif. (Pedoman Kebijakan).

2. Menjadi pedoman kegiatan-kegiatan organisasi, baik secara operasional maupun administrastif. (Pedoman Kegiatan).

3. Menjadi pedoman untuk memvalidasi langkah-langkah kegiatan dalam organisasi. (Pedoman Birokrasi).

4. Menjadi pedoman terkait penggunaan formulir, dokumen, blanko, dan laporan yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan organisasi. (Pedoman Administrasi).

5. Menjadi pedoman penilaian efektivitas kegiatan organisasi. (Pedoman Evaluasi Kinerja).

6. Menjadi pedoman menginterasikan kegiatan-kegiatan organisasi, untuk membantu mencapai tujuan organisasi. (Pedoman Integrasi).

D. Umpan Balik

Pelaksanaan kinerja dalam proses pencapaian tujuan organisasi perlu

dimonitor dan dikendalikan, untuk dapat mengetahui secara lebih dini apabila terjadi

penyimpangan dari rencana. Untuk keperluan tersebut, diperlukan adanya umpan balik

dari proses pelaksanaan sehingga pemimpin dapat membuat pertimbangan dan

langkah yang diperlukan untuk mengoreksi penyimpangan agar tujuan organisasi tetap

dapat dicapai sesuai dengan target yang ditetapkan.

Wibowo (2012:165) mendefinisikan umpan balik sebagai “informasi tentang

perilaku masa lalu, disampaikan sekarang, yang mungkin memengaruhi perilaku di

waktu yang akan datang”. Pandangan lain dari Kreitner dan Kinicki (2001:273) bahwa

umpan balik adalah merupakan informasi obyektif tentang kinerja individual atau

kolektif. Kinerja setiap orang dimonitor, didata, dan dilaporkan kepada atasan sebagai

umpan balik.

Dari pandangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya,

umpan balik adalah informasi tentang proses pelaksanaan kinerja baik individu,

kelompok, maupun organisasi dalam mencapai tujuannya. Wibowo (2012:166)

mengatakan :

Umpan balik pada tingkat organisasi berkenaan dengan monitoring apakah terjadi deviasi antara rencana dengan pelaksanaan dan memprediksi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila terjadi deviasi, perlu ditetapkan tindakan yang harus dilakukan untuk mengoreksinya sehingga tujuan tetap dapat dicapai.

Page 12: landasan teori.doc

Gambar 2.2 Proses Umpan Balik

Sumber : Kreitner dan Kinicki (2005) dalam Noor Fuad dan Gofur Ahmad (2009:94)

Umpan balik yang baik akan menginspirasi organisasi untuk melakukan koreksi

atas usaha yang telah dilakukannya ketika usaha tersebut belum mencapai hasil yang

maksimal. Sebaliknya, apabila telah mencapai hasil yang maksimal, peranan umpan

balik adalah untuk memacu prestasi menjadi lebih baik lagi hingga batasan yang paling

maksimal.

Umpan balik dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja dimasa yang akan

datang, sehingga harus diberikan dalam bentuk dan cara yang benar. Umpan balik

yang disampaikan tersebut diharapkan akan memberikan dampak yang positif. Ken

Lawson (2005:98) mengemukakan beberapa ciri umpan balik yang efektif :

1. Constructive (konstruktif)2. Relates exclusively to work (menghubungkan pada pekerjaan secara

eksklusif)3. Assesses performance, not personality (menilai kinerja, bukan kepribadian)4. Specific (spesifik)5. Accounts for perceptual differences (memperhitungkan perbedaan

persepsi)6. Objectives (objektif)

UMPAN BALIK yang tepat waktu dan instruktif

HASIL : pengembangan pribadi, prestasi kerja yang stabil dan kuat

PENGHARGAAN yang diatur dengan tepat

USAHA

SKA (Skills, Knowledge,

Attitude)