LANDASAN TEORI 2 - eprints.umm.ac.id

41
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembebanan Pembebanan suatu struktur akan dipengaruhi oleh bahan yang bermassa, maka struktur akan dipengaruhi oleh beratnya sendiri. Pembebanan pada struktur bangunan gedung dapat dikelempokkan menjadi dua berdasarkan arah kerjanya yaitu beban vertikal dan beban horizontal. Beban vertikal yakni berupa beban mati dan beban hidup sedangkan beban horizontal berupa beban angin dan beban gempa. Pembebanan horizontal pada struktur direncanakan hanya menerima beban gempa dikarenakan pada perencanaan struktur beton bertulang beban gempa lebih dominan dibandingkan dengan beban angin. Dari analisa pembebanan sesuai dengan peraturan SNI 1727:2019 tentang β€œPembebanan Minimum Untuk Gedung dan Non Gedung” agar diperoleh reaksi-reaksi yang bekerja pada dasar bangunan yang digunakan dalam perencanaan pondasi tiang pancang. 2.1.1 Gaya Lateral tiang pancang dapat menerima Gaya lateral yang memiliki arah horizontal dan Besarnya beban lateral yang harus didukung oleh pondasi bergantung pada rangka bangunan yang mengirimkan gaya lateral tersebut ke kolom bagian bawah. Pada beban horizontal terdapat gaya lateral dan momen yang bekerja pada pondasi tiang diakibatkan oleh gaya gempa, gaya angin pada struktur atas, 2.1.2 Gaya Lateral Ijin Tiang yang diperhitungkan akan menerima gaya horizontal hendaknya direncanakan sehingga baik tegangan-tegangan maupun perpindahan-perpindahan ujung atas tiang (kepala tiang) tidak akan melebihi ketentuan-ketentuan yang diijinkan. Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah satu dari dua kriteria berikut: 1. beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu faktor keamanan.

Transcript of LANDASAN TEORI 2 - eprints.umm.ac.id

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pembebanan

Pembebanan suatu struktur akan dipengaruhi oleh bahan yang bermassa,

maka struktur akan dipengaruhi oleh beratnya sendiri. Pembebanan pada struktur

bangunan gedung dapat dikelempokkan menjadi dua berdasarkan arah kerjanya

yaitu beban vertikal dan beban horizontal. Beban vertikal yakni berupa beban mati

dan beban hidup sedangkan beban horizontal berupa beban angin dan beban gempa.

Pembebanan horizontal pada struktur direncanakan hanya menerima beban gempa

dikarenakan pada perencanaan struktur beton bertulang beban gempa lebih

dominan dibandingkan dengan beban angin. Dari analisa pembebanan sesuai dengan

peraturan SNI 1727:2019 tentang β€œPembebanan Minimum Untuk Gedung dan Non

Gedung” agar diperoleh reaksi-reaksi yang bekerja pada dasar bangunan yang

digunakan dalam perencanaan pondasi tiang pancang.

2.1.1 Gaya Lateral

tiang pancang dapat menerima Gaya lateral yang memiliki arah horizontal

dan Besarnya beban lateral yang harus didukung oleh pondasi bergantung pada

rangka bangunan yang mengirimkan gaya lateral tersebut ke kolom bagian bawah.

Pada beban horizontal terdapat gaya lateral dan momen yang bekerja pada pondasi

tiang diakibatkan oleh gaya gempa, gaya angin pada struktur atas,

2.1.2 Gaya Lateral Ijin

Tiang yang diperhitungkan akan menerima gaya horizontal hendaknya

direncanakan sehingga baik tegangan-tegangan maupun perpindahan-perpindahan

ujung atas tiang (kepala tiang) tidak akan melebihi ketentuan-ketentuan yang

diijinkan. Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan

salah satu dari dua kriteria berikut:

1. beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu

faktor keamanan.

2. beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang diijinkan.

(Rahardjo, 2005)

Perpindahan lateral ijin pada bangunan gedung adalah 6 mm, sedang

untuk bangunan- bangunan yang lain sejenis menara transmisi 12 mm atau

sedikit lebih besar dengan faktor keamanan (F) = 3. (McNulty 1956).

2.1.3 Beban Lateral dan Defleksi Pada Pondasi Tiang

Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya

gempa, gaya angin pada struktur atas, dan beban statik. Misalnya tekanan aktif

tanah pada abutment jembatan atau pada soldier pile, tumbukan kapal, dan lain-

lain.

Perkiraan nilai kapasitas dukung lateral pondasi tiang, dapat dihitung dari

data fisik pondasi dan parameter tanah, dengan menerapkan prinsip-prinsip

mekanika. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan tahanan

lateral pada pondasi tiang adalah metode Broms dan metode Brinch Hansen.

1) Metode Brom’s

Metode perhitungan ini menggunakan diagram tekanan tanah yang

disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang

reaksi atau tahanan tanah mencapai nilai ultimit. Berikut ini adalah

beberapa keuntungan menggunakan metode Broms:

a) Dapat digunakan pada tiang panjang maupun tiang pendek.

b) Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas.

Selain itu, ada pula beberapa kekurangan dalam penggunaan metode

Broms, diantaranya yaitu:

a) Hanya berlaku untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah

kohesif saja atau tanah non-kohesif saja.

b) Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis.

2) Metode Brinch Hansen

Metode Brinch Hansen (1961) dapat digunakan untuk menghitung tahanan

lateral ultimit pada tiang – tiang pendek. Metode berdasarkan teori tekanan

tanah dan memiliki keuntungan karena dapat diterapkan baik pada tanah

homogen, tanah dengan c-Ø dan tanah berlapis, tetapi hanya berlaku untuk

tiang pendek. Tahanan ultimit. tanah pada suatu kedalaman dihitung dengan

menggunakan persamaan:

𝑃𝑠𝑒 = 𝜎1 . 𝑣 . + 𝑐 . 𝐾𝑐 [2.1]

Dimana Kc dan Kq merupakan fungsi Ø dan x/D, yang ketentuannya

seperti pada gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1. Tahanan lateral ultimit (Metode Brinch Hansen 1961)

Ditinjau tiang yang menahan gaya lateral, dan terletak pada tanah yang

mempunyai kohesi dan gesekan (tanah c – Ο†). Persamaan tahanan ultimate

lateral tanah pada sembarang kedalaman z yang didasarkan pada teori tekanan

tanah lateral, adalah sebagai berikut:

pu = po Kq + c Kc [2.2]

dimana :

Po = tekanan overburden vertical

c = kohesi Ko Kq = faktor fungsi πœ‘ dan z/d Jika kepala tiang terjepit

(tiang jepit), tinggi ekivalen e1 dari gaya H terhadap permukaan tanah

dinyatakan oleh :

e1 = (e + zf) /2 [2.3]

dimana :

e = jarak gaya H terhadap muka tanah

zf = jarak muka tanah terhadap titik jepit Jarak zf tidak diketahui pada

tahap ini. Namun untuk maksud praktis, zf dapat diambil 1,5 m bila tanah

berupa tanah pasir atau lempung kaku, dan 3 m untuk tanah lempung lunak

atau lanau.

2.2 End Bearing Pile (Tahanan Ujung Tiang)

tiang pancang dengan tahanan ujung (end bearing). Tiang ini meneruskan

beban melalui tahanan ujung ke lapisan tanah keras, yang mampu memikul

beban yang di terima oleh tiang pancang.

Lapisan tanah keras ini dapat merupakan lempung keras sampai pada

batuan-batuan tetap yang sangat keras.

1. Bila lapisan tanah keras tersebut terdiri dari batuan keras maka

penentuan daya dukung tiang tidak akan menjadi soal. Dalam hal ini daya

dukung tiang akan tergantung pada kekuatan bahan tiang itu sendiri

2. Bila lapisan tanah tersebut akan terdiri dari lapisan pasir maka daya

dukung tiang tersebut akan sangat tergantung pada sifat-sifat lapisan pasir

tersebut terutama mengenai kepadatan lapisan pasir.

Gambar 2.2 Tahanan ujung tiang /End bearing pile (Masson Albert, 1969)

Untuk menaksir gaya perlawanan lapisan tanah keras tersebut terhadap ujung

tiang yang dilakukan ialah dengan alat sondir. Dengan alat sondir kita dapat

menentukan sampai berapa dalam tiang harus dipancangkan dan berapa daya

dukung lapisan keras tersebut terhadap ujung tiang.

Kemampuan Tiang

a. Terhadap kekuatan bahan tiang

𝑃 π‘‘π‘–π‘Žπ‘›π‘” = 𝜎 π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘₯ 𝐴 π‘‘π‘–π‘Žπ‘›π‘” [2.4]

b. Terhadap kekuatan tanah

Q tiang = 𝐴 π‘‘π‘–π‘Žπ‘›π‘” π‘₯ 𝑃

3 [2.5]

Keterangan

Q tiang : daya dukung keseimbangan tiang (kg)

A tiang : luas penampang tiang (cm2)

P : nilai konus dari hasil sondir (kg/cm2 )

3 : faktor keamanan

2.2.1 Friction Pile (Tiang Gesek)

Tiang gesek (Friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih di

tentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya

(Gambar 2.3). Bila lapisan tanah keras letaknya sangat dalam sehingga pembuatan

dan pemancangan tiang sampai lapisan tanah keras sangat sulit dilaksanakan, maka

dalam hal ini kita pergunakan tiang pancang yang daya dukungnya berdasarkan

perletakkan antara tiang dengan tanah (cleef ).

Gambar 2.3 Friction pile/tiang gesek (Masson Albert, 1969)

Hal ini terjadi bila memancangkan tiang dalam lapisan lempung, maka

perlawanan pada ujung tiang akan jauh lebih kecil daripada perlawanan akibat

pelekatan antara tiang dan tanah (cleef), karena itu untuk menghitung daya

dukung tiang yang di pancangkan dalam lempung maka harus menetukan

besarnya gaya pelekatan.

Gambar 2.4 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya (Hardiyatmo,H.C.,2002)

Kemampuan tiang :

Q tiang = 0 π‘₯ 𝐿 π‘₯ 𝑐

5 [2.6]

Keterangan

Q tiang : daya dukung tiang (kg)

0 : keliling tiang pancang (cm)

I : Panjang tiang pancang yang masuk dalam tanah (cm)

c : harga cleef rata-rata

5 : angka keamanan (safety factor)

2.2.2 Kombinasi End Bearing dan FrictionPile

Pemancangan tiang dalam beberapa kasus mencapai tanah keras harus

melalui lapisan. Tanah keras harus melalui lapisan tanah keras harus melalui lapisan

tanah lempung terlebih Dahulu sehingga dalam menghitung daya dukung, tiang

pancang mengalami proses friction Sebelum mencapai tanah keras, maka dalam

menghitung daya dukung ultimit digunakan analisis berdasarkan tahanan ujung

(end bearing) maupun perlekatan tanah (friction).

11

Kemampuan Tiang

a. Terhadap kekuatan bahan tiang

𝑃 π‘‘π‘–π‘Žπ‘›π‘” = 𝜎 π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘₯ 𝐴 π‘‘π‘–π‘Žπ‘›π‘”

b. Terhadap kekuatan tanah ada beban sementara, beban tetap/statis dan

beban dinamis

Gambar 2.5 end bearing pile dan friction pile (Hardiyatmo,H.C.,2002)

a. Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang digunakan untuk mendukung struktur/bangunan bila

lapisan kuat terletak sangat dalam. Pondasi tiang digunakan untuk beberapa

maksud, antara lain :

1) Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau

tanah lunak, ke tanah pendukung yang kuat.

2) Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai

kedalaman tertentu sehingga pondasi bangunan mampu

memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban

tersebut oleh gesekan sisi tiang dengan tanah di sekitarnya.

3) Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke

atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan

4) Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya

miring,

5) Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah

tersebut bertambah

6) Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya

mudah tergerus air. (H. C. Hardiyatmo, 2015 : 76)

Silinder Prategang

Gambar 2.6 Panjang dan beban maksimum untuk berbagai macam tipe tiang yang umum

di pakai dalam praktek (Carson, 1965)

Sumber: (H. C. Hardiyatmo, 2015 : 78)

Pemakaian tiang pancang dipergunakan untuk suatu pondasi untuk

suatu bangunan apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak

mempunyai daya dukung (bearing capacity), yang cukup untuk memikul

berat bangunan dan bebannya, atau apabila tanah keras yang mana

mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan

bebannya letaknya sangat dalam.

Pada umumnya tiang pancang akan dipancangkan tegak lurus kedalam

tanah, tetapi apabila diperlukan untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal

maka tiang pancang akan dipancangkan miring (better pile). (Sardjono,

199:1).

13

Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan beban ke

tanah yang lebih dalam. Bahan utama dari tiang adalah kayu, baja (steel), dan

beton. Tiang pancang yang terbuat dari bahan ini adalah dipukul, di bor atau

di dongkrak ke dalam tanah dan dihubungkan dengan Pile cap (poer).

b. Pondasi tiang beton

dipergunakan untuk bangunan-bangunan tinggi (high rise building).

Pondasi tiang pancang beton, proses pelaksanaannya dilakukan

sebagai berikut :

1) Melakukan test β€œboring” untuk menentukan kedalaman tanah keras dan

klasifikasi panjang tiang pancang, sesuai pembebanan yang telah

diperhitungkan.

2) Melakukan pengeboran tanah dengan mesin pengeboran tiang pancang.

3) Melakukan pemancangan pondasi dengan mesin pondasi tiang pancang.

Pondasi tiang pancang beton pada prinsipnya terdiri dari : pondasi tiang

pancang beton cor di tempat dan tiang pancang beton system fabrikasi.

1) Pondasi tiang pancang beton cor ditempat Proses pelaksanaannya

pondasi tiang pancang beton cor di tempat sebagai berikut :

a) Melakukan pemboran tanah sesuai kedalaman yang ditentukan

dengan memasukkan besi tulangan beton.

b) Memompa tanah bekas pengeboran ke atas permukaan tanah.

c) Mengisi lubang bekas pengeboran dengan adukan beton, dengan

sistem dipompakan dan desakan/tekanan.

d) Pengecoran adukan beton setelah selesai sampai di atas permukaan

tanah,

e) Kemudian dipasang stek besi beton sesuai dengan aturan teknis yang

telah ditentukan

Gambar 2.7 Pondasi Tiang pancang Beton Cor di Tempat (Sci Geoteknik,2012)

1) Pondasi tiang pancang beton sistem fabrikasi

Kemajuan teknologi khususnya pada bidang rancang bangun beton

bertulang telah menemukan pondasi tiang pancang sistem fabrikasi.

Cetakan-cetakan pondasi dengan beberapa variasi diameter tiang pancang

dan panjang tiang pancang dibuat dalam pabrik dengan system β€œBeton Pra-

Tekan”

pemasangan pondasi tiang pancang sistem fabrikasi, sebagai berikut :

a) Dilakukan pengeboran sambil memancangkan tiang pondasi bagian

per- bagian. Kedalaman pengeboran sampai dengan batas

kedalaman tanah keras yang dapat dilihat secara otomatis dari

mesin tiang pancang.

15

b) Kemudian setiap bagian tertentu dilakukan penyambungan dengan

plat baja yang telah dilengkapi dengan β€œjoint” atau ulir

penyambungan.

Gambar 2.8 Pondasi Tiang Pancang Beton sistem pabrikasi

(Sci Geoteknik, 2012)

2.3 Metode Pemancangan Tiang Pancang

Ada dua cara atau sistem pemancangan tiang pancang.

2.3.1 Drop Hammer System (Gambar 2.9).

Metode hammer adalah dimana proses pemancang tiang pancang dengan

memberikan tekanan beban secara Dinamik pada bagian ujung tiang dengan cara

menjatuhkan beban ke tiang pancang seperti dipukul secara berulang ulang hingga

penetrasi tiang pancang sudah maksimum. dengan spesifikasi teknik adalah

tiang yang digunakan adalah segitiga (28 cm; 32 cm) keuntungannya adalah harga

Mob / Demob murah serta mobilisasi dan setting alat pancang cepat.

Gambar 2.9 Drop Hammer System (Beton Elimindo Perkasa,2008)

a. Metode Kerja Pelaksanaan Pemancangan Menggunakan Drop

Hammer

setelah ditentukannya titik-titik yang akan dilakukan pemasangan tiang

pancang selesai, selanjutnya dilakukan persiapan sebelum pemancangan. Yang

harus dipersiapkan sebelum melakukan pemancangan adalah sebagai berikut:

1. Persiapan peralatan

Sebelum dimulainya pemancangan, persiapkan alat drop hammer Pastikan

alat siap untuk digunakan dan tidak ada masalah teknis.

2. Tujuan perataan tanah untuk pengerjaan pemancangan menggunakan drop

hammer berbeda dengan alat Hydraulic Static Pile Driver. HSPD

membutuhkan tanah yang rata agar alat tersebut dapat berdiri di atas tanah

yang akan dilakukan pemancangan, sedangkan perataan tanah pada

pemancangan drop hammer dilakukan agar pada saat pemasangan tidak

terjadinya kemiringan pada pondasi.

3. Proses awal pemancangan dimulai dengan mengangkat tiang pondasi

dengan menggunakan service crane, lalu memasukkan tiang pondasi

kelubang pada drop hammer.

4. Setelah tiang pondasi masuk ke dalam lubang atau ring drop hammer,

kemudian operator dan teknisi mengecek kembali apakah ujung tiang

pondasi telah sesuai mengarah ke titik pemancangan yang telah ditentukan

dan mengecek kembali apakah tiang pondasi sudah ada pada posisi

vertikal dan tidak miring

5. Kemudian, tiang pondasi di pukul menggunakan hammer pada alat drop

hammer. Jumlah pukulan tergantung seberapa dalam kedalaman yang

direncanakan sebelumnya. Jika titik kedalaman belum tercapai, tiang

pondasi disisakan sepanjang 50 cm agar dapat dilakukan pengelasan atau

penyambungan ke tiang pondasi.

6. Untuk mengecek penurunan pondasi setiap pukulan, digunakan metode

calendering Dalam metode ini, jumlah pukulan yang digunakan adalah

sebanyak 10 pukulan, dan hanya dilakukan pada 1 pondasi dari 1 grup

pondasi. Salah satu pondasi dapat mewakili satu grup pondasi. Hal ini

dilakukan agar tidak memakan waktu. Hasil dari metode calendering.

7. Selanjutnya dilakukan PDA (Pile Driving Analyzer) Test, yang bertujuan

untuk mengetahui nilai daya dukung pondasi, integritas dan keutuhan

tiang dan joint (sambungan tiang pancang), efisiensi dari transfer energi

hammer ke tiang pancang, dan lainnya. Pengujian ini membutuhkan alat

yang bernama Pile Driving Analzyer dan persiapannya pengujian.

8. Setelah semua tiang pondasi terpasang dan telah dilakukannya

calendering, dan PDA Test, kemudian tiang-tiang pondasi dipotong lalu

ditutup ujung yang terbuka untuk meminimalisir air yang masuk setelah

melakukan pemancangan dan pemancangan selesai.

2.3.2 Vibratory Pile Driver

Alat ini menggunakan getaran untuk memasang tiang pancang. Tiang

dipancang oleh getaran yang dihasilkan alat. Alat ini memiliki beberapa batang

horizontal dengan beban eksentris. Pada saat pasangan batang berputar dengan arah

yang berlawanan, berat yang disebabkan oleh beban eksentris menghasilkan

getaran pada alat. Getaran yang dihasilkan menyebabkan material disekitar pondasi

yang terikat pada alat akan ikut bergetar dan pemancangan dengan alat vibratory

sangat efektif karena berkecepatan tinggi dan ekonomis, efektif khusus pada

pemancangan tanah non kohesif jenuh air, daripada pemancangan di pasir yang

kering. Pemancangan dengan alat vibratory di lengkapi dengan poros horizontal

untuk memberikan beban eksentrisitas. Poros berputar sepasang dengan dorongan

langsung pada kecepatan bervariasi sampai mencapai 100 rpm ( rotasi per menit).

Tenaga yang dihasilkan dengan berat rotasi membuat getaran yang digunakan untuk

memancang tiang masuk ke dalam tanah.

Alat ini sangat baik digunakan pada tanah lembab atau pada tanah granuler dan

getaran yang di bangkitkan untuk pemancangan suatu tiang berkisar antara 1200

VPM sampai dengan 2400 VPM ( Vibration per minutes) .

Bentuk alat Vibratory Pile Driver ini dapat dilihat pada Gambar 2.10

Gambar 2.10 Vibratory Pile Driving

Sumber : kontemporer2013.blogspot.com

Pemancangan dengan menggunakan vibratory pile tidak menimbulkan

getaran dan suara bising. Kelebihannya adalah kita dapat mengetahui besarnya gaya

tekan pada tiang dengan membaca langsung pada manometer.

2.4 Daya Dukung Ijin Tiang Pancang

Menurut Pamungkas (2013:42) Daya dukung ijin tiang ditinjau berdasarkan

kekuatan ijin tekan dan kekuatan ijin tarik. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi

tanah dan kekuatan material tiang itu sendiri, ada beberapa daya dukung yang

diperhitungkan dalam studi ini yaitu sebagai berikut.

19

2.4.1 Daya Dukung Ijin Vertikal

Menurut Sosrodarsono & Nakazawa (2000:99) daya dukung tiang pada

tanah pondasi umumnya diperoleh dari jumlah daya dukung terpusat tiang dan

tahanan geser pada dinding tiang seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.5, dan besar

besarnya daya dukung yang diizinkan Ra, diperoleh dari persamaan sebagai berikut:

Ra = 1

𝑛 π‘…π‘Ž =

1

𝑛 (𝑅𝑃 + 𝑅𝐹) [2.7]

Keterangan

𝜼 : Faktot keamanan, biasanya dipakai angka-angka dalam tabel 2.1

Ru : Daya dukung batas pada tanah pondasi [Ton]

Rp : Daya dukung terpusat tiang [Ton]

RF : Gaya geser dinding tiang [Ton]

Gambar 2.11 Mekanisme daya dukung tiang Sumber:

Sosrodarsono & Nakazawa, 2000

Tabel 2.1 Faktor keamanan daya dukung ijin vertikal

Beban

Jembatan jalan raya

Jembatan Kereta

api

Konstruksi

Pelabuhan

Tiang Tiang

-

Tiang Tiang

pendukung Geser pendukung geser

Beban tetap 3 4 3 lebih besar dari 2,5

Beban teap +

- - 2 -

Sementara

Waktu gempa 2 3 1,5(1,2) lebih besar

lebih

besar

dari 1,5

dari

2,0

Sumber: Sosrodarsono & Nakazawa, 2000

Secara praktis perkiraan ini berdasarkan rumus yang diajukan oleh Terzaghi

atapun Maeyerhof, atau dari rumus empiris yang diperoleh sebagai has

pengikhtisaran dari data-data test pembebanan. Sebagai contoh, diambil dari

rumus untuk jalan raya di Jepang sebagai berikut ini:

β€’ Jika berat sendiri (dead weight) tiang,cukup besar, mis alnya tiang

yang dicor :

π‘…π‘Ž =1

𝑛(𝑅𝑒 βˆ’ π‘Šπ‘ ) + 𝑀𝑠 βˆ’ 𝑀 [2.8]

β€’ Jika berat sendiri tiang, misalnya tiang pracetak yang

berdiameter kecil, dapat diabaikan:

π‘…π‘Ž =1

𝑛 𝑅𝑒 [2.9]

𝑅𝑒 = π‘žπ‘‘. 𝐴 + π‘ˆ. βˆ‘ 𝑙𝑖. 𝑓𝑖 [2.10]

21

Keterangan

Ra, Ru dan 𝑛 adalah besaran yang sama seperti diatas,

Ws : Berat efektif tanah yang dipindahkan oleh tiang [Ton]

W : Berat efektif tiang dan tanah di dalam tiang [Ton]

qd : Daya dukung terpusat tiang [Ton/m2]

A : Luas ujung tiang [m2]

U : Panjang keliling tiang [m]

li : Tebal lapisan tanah dengan memperhitungkan geseran

dinding tiang [m]

fi : Besarnya gaya geser maksimum dari lapisan tanah dengan

memperhitungkan geseran dinding tiang [Ton/m2]

Perkiraan satuan (unit) daya dukung terpusat qd diperoleh dari hubungan

antara L/D pada Gambar 2.6, dan qd /N. L adalah panjang ekivalen penetrasi pada

lapisan pendukung dan diperoleh dari Gambar 2.7. D adalah diameter tiang, N

adalah harga rata-rata N pada ujung tiang, yang didasarkan pada persamaan berikut

ini.

Ν = 𝑁1+𝑁2

2 [2.11]

Keterangan

𝑁 ∢ Harga N rata-rata untuk perencanaan tanah pondasi pada ujung tiang

𝑁1 : Harga N pada ujung tiang

𝑁2 : Harga rata-rata N pada jarak 4D dari ujung tiang

Gambar 2.12 Diagram perhitungan dari intensitas daya dukung ulitimate tanah pondasi

pada ujung tiang Sumber: Sosrodarsono & Nakazawa, 2000

Gambar 2.13 Cara menentukan panjang ekuivalen penetrasi sampai ke lapisan pendukung

Sumber: Sosrodarsono & Nakazawa 2000

23

Tabel 2.2 Intensitas gaya geser dinding tiang

(Satuan : t/m2)

Jenis tiang

Tiang pracetak

Tiang yang dicor di

tempat tanah pondasi

Tiang berpasir 𝑁

5(≀ 10)

𝑁

2(≀ 12)

Tiang kohesif 𝑐 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑁(< 12)

𝐢

2 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’

𝑁

2 ( ≀ 12)

Sumber: Sosrodarsono & Nakazawa, 2000

Besarnya gaya geser maksimum dinding fi diperkirakan dari Tabel 2.15 sesuai

dengan macam tiang dan sifat tanah pondasi. c dalam tabel 2.15 adalah kohesi tanah

pondasi di sekitar tiang dan dianggap sebesar 0,5 kali qu (kekuatan geser

unconfined/unconfined compression strength).

2.4.2 Daya Dukung Ijin Horizontal

Menurut Pamungkas (2013:60) Dalam analisis gaya horizontal, tiang perlu

dibedakan menurut model ikatannya dengan penutup tiang (pile cap) yaitu:

1. Tiang ujung jepit (fixed end pile)

2. Tiang ujung bebas (free end pile)

McNulty (1956) mendefinisikan tiang ujung jepit sebagai tiang yang ujung

atasnya terjepit (tertanam) pada pile cap paling sedikit sedalam 60 cm. Dengan

demikian untuk tiang yang bagian atasnya tidak terjepit kurang dari 60 cm termasuk

tiang ujung bebas (free end pile).

a. Daya Dukung Ijin Horizontal Pada Tanah Kohesif Dan Ujung

Terjepit

1. Untuk tiang pendek

Daya dukung horizontal pada tiang pendek dirumuskan sebagai berikut:

𝐻𝑒 = 9. 𝑐𝑒. 𝐷 (𝐿𝑝 βˆ’3𝐷

2 ) [2.12]

π‘€π‘šπ‘Žπ‘₯ = 𝐻𝑒 (𝐿𝑝

2+

3𝐷

2) [2.13]

2. Untuk tiang sedang

Daya dukung horizontal pada tiang sedang dirumuskan sebagai berikut

𝑀𝑦 = (9

4) 𝐢𝑒. 𝐷𝑔2 βˆ’ 9. 𝐢𝑒. 𝐷𝑓 (

3𝐷

2+

𝑓

2) [2.14]

Hu dihitungan dengan mengambil:

𝐿𝑝 = 3𝐷

2+ 𝑓 + 𝑔 [2.15]

3. Untuk tiang panjang

Jika Mmax > My maka tiang termasuk tiang panjang, dimna Hu

dinyatakan oleh persamaan:

𝐻𝑒 = 2𝑀𝑦3𝐷𝑓

2+2

[2.16]

Dan nilai f dinyatakan dari persamaan:

𝐹 =𝐻𝑒

9π‘₯𝐢𝑒π‘₯𝐷 [2.17]

Untuk mencari kolerasi atau hubungan antara nilai penetrasi standar (N- SPT)

dengan undrained shear strength (Cu) Menurut pendekatan Stroud (1974)

adalah sebagai berikut :

𝐢𝑒 = π‘˜ π‘₯ 𝑁 [2.18]

Keterangan :

Cu : Undrained strength [kN/m2]

D : Diameter tiang [m]

Lp : Panjang tiang yang tertanam [m]

K : 3,5 - 6,5 [kN/m2] nilai rata-rata konstanta

N : Nilai SPT

25

2.5 Tiang Pancang Kelompok

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali terdapat tiang pancang yang berdiri

sendiri (single pile), akan tetapi seringkali pondasi tiang pancang berkelompok (pile

group). Di atas pile group biasanya diletakkan suatu konstruksi poer (footing) yang

mempersatukan kelompok tiang tersebut (Sardjono, 1991: 51).

2.5.1 Jumlah Tiang yang Dibutuhkan

Perhitungan jumlah tiang yang diperlukan pada suatu titik kolom

menggunaakan beban aksial dengan kombinasi beban tak terfaktor. Jumlah tiang

yang diperlukan dihitung dengan membagi gaya aksial yang terjadi dengan daya

dukung tiang (Pamungkas, 2013: 54)

Keterangan :

πœΌπ’‘ : Jumlah tiang

𝒑 : Gaya aksial yang terjadi [ton]

𝑷𝒂𝒍𝒍 : Daya dukung ijin tiang [ton]

2.5.2 Jarak Antar Tiang Pancang dalam Kelompok

Berdasarkan pada perhitungan daya dukung tanah oleh Dirjen Bina

Marga Departemen P.U.T.L disyaratkan:

S β‰₯ 2,5D [2.19]

S β‰₯ 3D [2.20]

Keterangan

S : Jarak masing-masing tiang dalam kelompok (spacing) [m]

D : Diameter tiang [m]

Gambar 2.14 Jarak pusat ke pusat tiang (Sardjono, 1991:51)

Biasanya disyaratkan pula jarak antara dua tiang dalam kelompok tiang

minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m.

2.5.3 Efisiensi Kelompok Tiang

Perhitungan efisiensi kelompok tiang berdasarkan rumus Converse-

Labbarre formula, sebagai berikut

𝐸𝑔 = 1 βˆ’ πœƒ (π‘›β€²βˆ’1)π‘š+(π‘šβˆ’1)𝑛′

90π‘š 𝑛′ [2.21]

Efisiensi kelompok tiang didefinisikan sebagai :

𝐸𝑔 = 𝑄𝑔

𝑛.𝑄𝑒 [2.22]

Keterangan :

Eg : efisiensi kelompok tiang.

𝜽 : arc tg (D/s) (derajat).

D : Ukuran penampang tiang.

s : jarak antar tiang (as ke as).

m : jumlah baris tiang

n' : jumlah tiang dalam 1 baris.

Qg : beban maksimum kelompok tiang

Qu : beban maksimum tiang tunggal

n : jumlah kelompok tiang

27

Daya dukung vertikal kelompok tiang = Eg x jumlah pile x daya dukung

ijin tiang. Daya dukung kelompok tiang harus lebih besar gaya aksial yang terjadi.

Gambar 2.15 Efisiensi tiang pancang kelompok

Sumber: H.C Hardiyatmo, 2015

2.5.4 Beban Maksimum Tiang pada Kelompok Tiang

Akibat beban-beban dari atas dan juga dipengaruhi oleh formasi tiang dalam

satu kelompok tiang, tiang-tiang akan mengalami gaya tekan atau tarik. Oleh karena

itu tiang-tiang harus dikontrol untuk memastikan bahwa masing-masing tiang

masih dapat menahan beban dari struktur atas sesuai dengan daya dukungnya.

Beban aksial dan momen yang bekerja akan didistribusikan ke pile cap dan

kelompok tiang berdasarkan rumus elastisitas dengan menganggap bahwa pile cap

kaku sempurna, sehingga pengaruh gaya yang bekerja tidak menyababkan pile cap

melengkung atau deformasi.

Pmaks = 𝑃𝑒

𝑛𝑝 Β±

𝑀𝑦 . π‘‹π‘šπ‘Žπ‘₯

𝑛𝑦 βˆ‘ 𝑋2 Β± 𝑀π‘₯ . π‘Œπ‘šπ‘Žπ‘₯

𝑛π‘₯ βˆ‘ π‘Œ2 [2.23]

Keterangan

Pmaks Beban maksimum tiang [Ton]

Pu Gaya aksial yang terjadi (Terfaktor) [Ton]

My Momen yang bekerja tegak lurus sumbu Y [Ton.m]

Mx Momen yang bekerja tegak lurus sumbu X [Ton.m]

Xmax Jarak tiang arah sumbu X terjauh [m]

Ymax Jarak tiang arah sumbu Y terjauh [m]

Ζ©X2 Jumlah kuadrat

Ζ©Y2 Jumlah kuadrat Y

nx Banyak tiang dalam satu baris arah sumbu X

ny Banyak tiang dalam satu baris arah sumbu Y

np Jumlah tiang

tekan. Bila P maksimum yang terjadi bernilai positif, maka pile mendapatkan gaya

tarik. Bila P maksimum yang terjadi bernilai negatif, maka pile mendapatkan gaya

Dari hasil-hasil tersebut dapat dilihat apakah masing-masing tiang masih memenuhi

daya dukung tekan dan /atau tarik bila ada.

29

Gambar 2.16 Beban yang bekerja pada pile cap

Sumber: Pamungkas, 2013

2.5.5 Keruntuhan Kelompok Tiang (Block Failure)

Untuk kelompok tiang yang seluruhnya tertanam pada tanah lempung

lunak harus ditinjau mekanisme keruntuhan kelompok tiang. Keruntuhan kelompok

tiang terjadi bila tiang pancang/bor dipasang pada jarak yang berdekatan. Saat tiang

turun akibat beban struktur di atasnya, tanah di antara tiang tersebut ikut bergerak

turun sehingga antara tiang dan tanah di antara tiang-tiang tersebut

merupakan suatu kesatuan. Bila tanah yang mendukung kelompok tiang tersebut

runtuh, dikatakan model keruntuhannya adalah keruntuhan blok.

Datam perencanaan, kasus seperti ini harus dihitung untuk

membandingkan nilai daya dukung yang dihasilkan kelompok tiang dan nilai daya

dukung tiang tunggal. Hasil yang digunakan adalah nilai daya dukung yang terkecil.

Untuk menghitung nilai daya dukung kelompok tiang tersebut digunakan

persamaan Terzaghi dan Peck (1948):

Q = (2Lp(B+L)Cu + 1,3cb S’NcBL)x 1/SF [2.24]

Keterangan

Q : Kapasitas dukung kelompok tiang

Lp : Kedalaman tiang di bawah permukaan tanah

B : Lebar kelompok tiang, di hitung dari pinggir tiang

L : Panjang kelompok tiang, dihitung dari pinggir tiang

cU : Kohesi tanah di sekeliling kelompok tiang

Cb : Kohesi tanah di bawah dasar kelompok tiang

S’ : Faktor bentuk (Gambar 2.17)

N : Faktor kapasitas dukung ( Gambar 2.18)

SF : Faktor keamanan

Gambar 2.17 Faktor bentuk S’ untuk kelompok tiang (Meyerhof)

Gambar 2.18 Faktor kapasitas dukung Nc (Meyerhof)

2.6 Kontrol Pengangkatan Tiang

Kontrol tiang pancang terhadap proses pengangkatan dimaksudkan agar tiang

pancang tetap aman terhadap momen yang timbul yang diakibatkan oleh berat

sendiri tiang pada saat pengangkatan. Dimana dalam prosesnya pengangkatan tiang

terjadi dua proses yaitu.

2.6.1 Pengangkatan Satu Titik

Penulangan pondasi tiang pancang dengan pengangkatan satu titik dapat

dilihat pada Gambar 2.19 (Sardjono, 1991: 48).

2

7 9 10

31

𝑀1 = 1

2. π‘ž. π‘Ž2

𝑅1 = 1

2 . π‘ž . (𝐿 βˆ’ π‘Ž) βˆ’

12⁄ . π‘ž . π‘Ž2

πΏβˆ’π‘Ž

= π‘ž (πΏβˆ’π‘Ž)

2βˆ’

π‘ž.π‘Ž2

2 .(πΏβˆ’π‘Ž)

= π‘ž .(𝐿2βˆ’π‘Ž). π‘Ž . π‘ž . 𝐿

2 . (πΏβˆ’π‘Ž)

= 𝑀π‘₯ = 𝑅1𝑋 βˆ’ 1

2 . 𝑔 . π‘₯2

[2.25]

Syarat ekstrim:

𝑑𝑀𝑋

𝑑π‘₯= 0 [2.26]

𝑅1 βˆ’ 𝑔 . π‘₯ = 0

Gambar 2.19 Pengangkatan tiang pada satu titik

Maka :

π‘₯ = 𝑅1

𝑔=

𝐿2 . 2π‘Ž . 𝐿

2. ( πΏβˆ’π‘Ž) [2.27]

π‘€π‘šπ‘Žπ‘₯ = 𝑀2 = 𝑅1 𝐿2 . 2π‘Ž . 𝐿

2 . (πΏβˆ’π‘Ž)βˆ’

1

2 . π‘ž . (

𝐿2βˆ’2π‘Ž . 𝐿

2.(πΏβˆ’π‘Ž))2

= 1

2 . 𝑔 .

𝐿2βˆ’2π‘Ž . 𝐿

2 . (πΏβˆ’π‘Ž) [2.28]

M1 = Β½ . 𝑔 . π‘Ž2 [2.39]

Keterangan :

𝑔 = Berat sendiri tiang pancang [Kg/m]

M2 = 1

8 . 𝑔 . (𝐿 βˆ’ 2π‘Ž)2 βˆ’ Β½ . 𝑔 . π‘Ž2 [2.30]

M1 = M2

1

2 . 𝑔 . π‘Ž2 =

1

8 . 𝑔 . (𝐿 βˆ’ 2π‘Ž)2 βˆ’ Β½ . 𝑔 . π‘Ž2

π‘Ž = 𝐿2βˆ’2π‘Ž . 𝐿

2 . (πΏβˆ’π‘Ž)

2π‘Ž βˆ’ 4 . π‘Ž . 𝐿 + 𝐿2 = 0

4 . π‘Ž2 + 4. π‘Ž . 𝐿 βˆ’ 𝐿2 = 0 [2.31]

Dalam hal ini, hasil momen dari kedua pengangkatan yang terbesar adalah

keadaan yang paling menentukan. Penulangan pondasi selanjutnya memiliki cara

yang sama persis dengan penulangan pile cap, yang dimana tiang pancang dianggap

sebagai balok.

2.6.2 Pengangkatan Dua Titik

Penulangan pondasi tiang pancang dengan pengangkatan dua titik dapat

dilihat pada Gambar 2.20 (Sardjono, 1991: 47).

𝑀1 = 1

2 . 𝑔 . π‘Ž2 [2.32]

Keterangan :

𝑔 = Berat sendiri tiang pancang [Kg/m]

𝑀2 = 1

8 . 𝑔 . (𝐿 βˆ’ 2π‘Ž)2 βˆ’

1

2 . 𝑔 . π‘Ž2 [2.33]

33

𝑀1 = 𝑀2

1

2 . π‘ž . π‘Ž2 =

1

8 . 𝑔 . (𝐿 βˆ’ 2π‘Ž)2 βˆ’

1

2 . π‘ž . π‘Ž2

4 . π‘Ž2 + 4 . π‘Ž . 𝐿 βˆ’ 𝐿2 = 0 [2.34]

Gambar 2.20 Pengangkatan tiang pada dua titik

2.7 Tinjauan Terhadap Geser

Perilaku pondasi terhadap geser tidak berbeda dengan balok dan pelat

(Rusdianto, 2005: 191).

2.7.1 Kontrol Terhadap Geser Satu Arah

Penampang kritis terhadap geser pada pelat pondas terletak sejarak d dari

muka reaksi terpusat dan terletak pada bidang yang melintang pada seluruh lebar

pelat seperti terlihat pada Gambar 2.15. Apabila hanya geser dan lentur yang

bekerja, maka kekuatan yang disumbangkan beton adalah,

𝑉𝑐 = 0,17 . πœ† . βˆšπΉπΆβ€² . 𝑏𝑀 . 𝑑 [2.35]

Gambar 2.21 Daerah geser aksi satu arah pada pelat pondasi

Gaya geser nominal penampang sejarak d dari muka kolom harus lebih kecil

atau sama dengan kekuatan geser beton sehingga

Maka:

Keterangan

𝑉𝑒 ≀ βˆ…π‘‰π‘ + 𝑉𝑠 [2.36]

Vu : Gaya geser sejarak d dari muka kolom

Vc : Geser beton

Vs : Gaya geser tulangan

Bw : Lebar pondasi [m]

D : = h – d’

h adalah tinggi pelat [m]

d’ adalah selimut beton [m]

ΙΈ : 0,75 (reduksi kekuatan untuk geser)

πœ† : 1,0 untuk beton normal

35

2.7.2 Kontrol Terhadap Geser Dua Arah (Punching Shear)

Bidang penampang kritis yang tegak lurus bidang pelat mempunyai keliling

dengan masing-masing sisi sebesar b0 dimana penampang kritis terjadi sejarak Β½

dari muka tumpuan yang diperlihatkan pada Gambar 2.22. Kekuatan geser

beton pada penampang kritis tersebut adalah,

Gambar 2.22 Daerah geser aksi dua arah pada pelat pondasi

Untuk nilai tahanan geser beton (Vc) yang bekerja pada dua arah harus

diambil nilai terkecil dari tiga persamaan berikut :

Vc = 0,17 (1+ 2/𝛽) . πœ†. βˆšπ‘“π‘β€². 𝑏0 . d [2.37]

Vc = 0,083 ((π‘Žπ‘  . 𝑑)/π‘π‘œ + 2) . πœ† . βˆšπ‘“π‘β€² . b0 . d [2.38]

Vc = 0,33 . πœ† βˆšπ‘“π‘β€² . b0 . d [2.39]

Keterangan

𝑏0 ∢ keliling daerah kritis [2 βˆ™ (π‘π‘˜ + β„Žπ‘˜)]

𝐡0 ∢ β„Ž (sisi panjang kolom)

𝑏 (sisi lebar kolom)

𝑑 ∢ tinggi efektif penampang

π‘Žπ‘  ∢ 40 (kolom interior)

30 (kolom tepi)

20 (kolom sudut)

πœ† ∢ 1,0

2.8 Perencanaan Sambungan Tiang Pancang dengan Pile Cap

Sambungan antara tiang pancang dengan pile cap direncanakan pada bagian

yang terbenam cukup kecil, dengan memanfaatkan tulangan beton, dimana tiang

masih dapat menahan momen yang terjadi pada. Perencanaan sambungan tiang

pancang dengan pile cap ditunjukkan pada gambar 2.23.

Gambar 2.23 Sambungan tiang pancang dengan pile cap

Sumber: Ery & Pamungkas 2013

37

2.8.1 Sambungan Las Pondasi Tiang Pancang

Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua atau lebih bahan logam

yang dapat menghasilkan pelaburan dari bahan yang digunakan dengan cara

memanasi bahan tersebut mencapai suhu tertentu dengan atau tanpa menggunakan

tekanan dan pemakaian suatu bahan sebagai pengisi pengelasan. Setiawan (2013 :

136 )

Las tumpul (groove welds), las ini dipakai untuk menyambung batang – batang

sebidang. Karena las ini menyalurkan secara penuh beban yang bekerja, maka las

ini harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang disambungnya. Las

tumpul di mana terdapat penyatuan antara las dan bahan untuk sepanjang tebal

penuh sambungan dinamakan las tumpul penetrasi penuh. Sedangkan bila tebal

penetrasi lebih kecil daripada tebal penuh sambungan las tumpul penetrasi sebagian.

Tebal efektif las tumpul penetrasi penuh adalah tebal pelat yang tertipis dari

komponen yang disambung. Untuk las tumpul penetrasi sebagian ditunjukkan pada

Gambar 2.24

.

Gambar 2.24 Tebal efektif las tumpul (Setiawan, 2013 : 138)

Kuat las tumpul penetrasi penuh ditetapkan sebagai berikut :

a Bila sambungan dibebani dengan gaya tarik atau gaya tekan aksial

terhadap luas efektif, maka :

Ø.Rnw = 0,90 Γ— te Γ— fy [2.40]

Ø.Rnw = 0,90 Γ— te Γ— fuw [2.41]

b Bila sambungan dibebani dengan gaya geser terhadap luas efektif,

maka : Ø.Rnw = 0,90 Γ— te Γ— (0,6 Γ— fy) [2.42]

Ø.Rnw = 0,80 Γ— te Γ— (0,6 Γ— fuw) [2.43]

Dengan fy dan fu adalah kuat leleh dan kuat tarik putus.

2.9 Perencanaan Pile Cap

Pelat penutup tiang (pile cap) berfungsi menyebarkan beban dari kolomke

tiang-tiang. Jumlah minimum tiang dalam satu pelat penutup tiang umumnya tiga

tiang. Bila tiang hanya berjumlah dua tiang dalam 1 kolom, maka pelat harus

dihubungkan dengan balok sloof yang dihubungkan dengan kolom lain. Balok sloof

dibuat yang melewati pusat berat tiang-tiang kearah tegak lurus deretan tiang (tegak

lurus pelat penutup tiang). Maka dibutuhkan balok sloof yang menghubungkan

kolom-kolom yang lain. Bila kolom dilayani hanya 1 tiang yang besar, maka bisa

tidak digunakan pelat penutup tiang.

Tebal pile cap dipengaruhi oleh tegangan geser ijin beton. Tegangan geser

harus dihitung pada potongnan terkritis. Momen lentur pada pelat penutup tiang

harus dihitung dengan menganggap momen tersebut bekerja pada pusat tiang

kepermukaan kolom terdekat.

Sebelum merencanakan pile cap perlu untuk merencanakan jarak antar tiang

terlebih dahulu agar dimensi pile cap dapat diketahui. Ukuran pile cap sangat

ditentukan oleh banyaknya tiang dalam satu kelompok tiang dan jarak antar tiang,

sehingga jarak tiang akan mempengaruhi dimensi pile cap.

39

Perencanaan pile cap dilakukan dengan anggapan sebagai berikut

(Hardiyatmo, 2010:284)

1. Pile cap sangat kaku.

2. Ujung atas tiang menggantung pada pile cap. Karena itu, tidak ada momen

lentur yang diakibatkan oleh pelat penutup ke tiang.

3. Tiang merupakan kolom pendek dan elastis. Karena itu, distribusi

tegangan dan deformasi membentuk bidang rata.

2.9.1 Dimensi Pile Cap

Jarak tiang mempengaruhi ukuran pile cap. Jarak tiang pada kelompok tiang

biasanya diambil 2,5D – 3D, dimana D adalah diameter tiang. Jarak tiang pada pile

cap dijelaskan pada Gambar 2.25

Gambar 2.25 Jarak antar tiang pancang

SNI-03-2847-2002 pasal 17.7

Ketebalan pondasi telapak di atas lapisan tulangan bawah tidak

boleh kurang dari 300 mm untuk pondasi telapak di atas pancang.

SNI-03-2847-2019 pasal 9.7

Tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor langsung di

atas tanah dan selalu berhubungan dengan tanah adalah 75 mm. Kontrol

geser.

SNI-03-2847-2019 pasal 13.12

Kuat geser pondasi telapak di sekitar kolom, beban terpusat, atau daerah

reaksi ditentukan oleh kondisi terberat dari dua hal berikut :

1) Aksi balok satu arah di mana masing-masing penampang kritis yang akan

ditinjau menjangkau sepanjang bidang yang memotong seluruh lebar

pondasi telapak.

2) Aksi dua arah di mana masing-masing penampang kritis yang akan

ditinjau harus ditempatkan sedimikian hingga perimeter penampang

adalah minimum.

Perhitungan gaya geser 1 arah dan 2 arah untuk pile cap sama dengan

perhitungan gaya geser 1 arah dan 2 arah pada pondasi telapak. (Pamungkas, 2010

88).

2.9.2 Penulangan Pile Cap

Penulangan pile cap dianggap sama dengan penulangan balok. Perencanaan

penulangan pile cap mempunyai beberapa langkah sebagai berikut (Rusdianto,

2005: 118).

1) Rencanakan sebagai balok persegi dengan lebar (b) dan tinggi efektif (d).

πΎπ‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘’ =

𝑀𝑒

βˆ… . 𝑏 . 𝑑2 [2.44]

Keterangan

Mu : Momen yang terjadi pada balok [kg.m]

b : Lebar balok [m]

d : Tinggi efektif [m]

(h - 60 mm)

h : Tinggi balok [m]

βˆ… : Faktor reduksi [0,8]

41

2) Untuk tulangan harus didistribusikan merata dalam jarak sama dengan sisi

terpendek pondasi yang berpusat pada garis tengah kolom atau padestal. Sisa

tulangan yang dibutuhkan pada sisi (1- 𝛾𝑠) 𝐴𝑠 harus didistribusikan merata

diluar jalur tengah pondasi dimana 𝛾𝑠 di hitung

𝛾𝑠 = 2

𝛽+1 [2.45]

Dimana 𝛽 adalah rasio antara sisi panjang terhadap sisi pendek pondasi dan

spasi antar tulangan di buat seragam di seluruh dimensi terpanjang, dan

ketebalan pondasi harus tetap dipilih sehingga ketebalan efektif tulangan

bawah sekurang kurangnya adalah 300 mm

Pemeriksaan terhadap rasio tulangan tarik : ρ min < ρ < ρ max

Dimana

Fc’ = Mutu beton [MPa]

Fy = Mutu tulangan [MPa]

Menurut SNI 2847:2019

Fc’ MPa 𝜷𝟏

17 ≀ 𝐹𝑐′ ≀ 28 0,85

17 ≀ 𝐹𝑐′ ≀ 28 0,85 βˆ’ 0,05(𝐹𝑐′ βˆ’ 28)/7

𝐹𝑐′ ≀ 28 0,6

3) Bila harga rasio penulangan tarik memenuhi syarat maka dilanjut

dengan perhitungan luas tulangan.

𝐴𝑠 = 𝜌 . 𝑏 . π‘‘π‘Ÿπ‘’π‘›π‘π‘Žπ‘›π‘Ž [2.46]

Dimana

As : Luas tulangan

4) Dengan hasil luas tulangan yang telah diketahui, maka dapat dilanjut

dengan merencanakan diameter dan jarak tulangan yang disesuaikan

dengan luas tulangan yang telah dihitung.

5) Pemeriksaan terhadap tinggi efektif yang dipakai (d pakai > d rencana)

𝑑 π‘π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘– = β„Ž βˆ’ π‘ π‘’π‘™π‘–π‘šπ‘’π‘‘ π‘π‘’π‘‘π‘œπ‘› 1

2 βˆ… π‘‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘› [2.47]

2.10 Perencanaan Beton Pengisi

Beton pengisi merupakan bagian yang mengalami penambahan direncanakan

dengan dianggap sebagai penampang beton bertulang. Dalam hal ini tiangpancang

beton prategang diabaikan. Perencanaan pemakaian tulangan mengikuti sesuai

dengan peraturan SKSNI T15:1991-03 sebagai berikut.

2.10.1 Menentukan luas tulangan longitudinal (Ast)

Menurut SNI 2847:2013, luas tulangan struktur komponen tekan tidak boleh

kurang dari 0,01 Ag atau lebih dari 0,08 Ag.

𝐴𝑔 = 1

4 . πœ‹ . 𝐷2

2 [2.48]

𝐴𝑠𝑑 = 1

4 πœ‹ . 𝐷𝑠𝑑2. 𝑛 [2.49]

Keterangan

Ag : Luas penampang beton [mm2]

Ast : Luas tulangan [mm2]

D : Diameter penampang beton [mm]

Dst : Diameter tulangan [mm]

n : Jumlah tulangan

2.11 Penurunan Kelompok Tiang

Penurunan tiang pada kelompok tiang merupakan jumlah penurunan elastis

atau penurunan yang terjadi dalam waktu dekat (immediate settlement atau elastic

settlement) Si dan penurunan yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang (long

term consolidation settlement) Sc. Penurunan total merupakan penjumlahan dari

kedua jenis penurunan tersebut.

𝑆 = 𝑆𝑖 + 𝑆𝑐 [2.50]

43

Keterangan :

S = penurunan total

Si = immediate settlement

Sc = consolidation settlement

2.11.1 Penurunan Segera (Immediate Settlement)

Penurunan segera adalah penurunan yang dihasilkan oleh distorsi massa tanah

yang tertekan dan terjadi pada volume konstan. Menurut Janbu, Olerrum, dan

Kjaernsti (1956), hal itu dirumuskan sebagai berikut: (Pamungkas, 2013: 34).

𝑆𝑖 = πœ‡1 . πœ‡0 π‘žπ΅

𝐸 [2.51]

Keterangan

Si : Penurunan segera [m]

q : Tekanan yang terjadi [Pu/A]

B : Lebar kelompok tiang [m]

Eu : Modulus deformasi pada kondisi undrained [kN/m2]

Β΅i : Faktor koreksi untuk lapisan tanah dengan tebal

terabatas H (Gambar 2.18.b)

Β΅o : Faktor koreksi untuk kedalaman pondasi Df (Gambar 2.26)

Gambar 2.26 Grafik faktor koreksi Β΅i dan Β΅o (Janbu, Bjerrum dan Kjaernsli, (1956)

Sumber: Pamungkas, 2013

Nilai modulus elastis dapat pula diperoleh dari pengujian SPT. Mitchell dan

Gardner (1975) mengusulkan modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai N-

SPT, sebagai berikut: (Hardiyatmo, 2010:281).

𝐸 = 10 π‘₯ (𝑁 + 15)[π‘˜

𝑓𝑑2] (Untuk pasir) [2.52]

𝐸 = 10 π‘₯ (𝑁 + 15)[π‘˜

𝑓𝑑2] (Untuk pasir berlempung) [2.53]

Dengan 1 k/ft2 = 0,49 kg/cm2 = 48,07 kN/m2.

Gambar 2.27 Sebaran beban di bawah tiang pancang kelompok

Sumber: Pile Design and Construction Praktice (M.Tomlinson 2015).

2.11.2 Penurunan Izin

Menurut RSNI3 Geoteknik, besarnya penurunan total dan beda penurunaan

yang diizinkan ditentukan berdasarkan toleransi struktur atas dan bangunan sekitar

yang harus ditinjau berdasarkan masing-masing kasus tersendiri dengan mengacu

pada integritas, stabilitas dan fungsi dari struktur di atasnya.

Dimana penurunan izin yang diisyaratkan harus < 15 π‘π‘š + 𝑏

600 (𝑏 dalam satuan

cm) untuk bangunan tinggi.

Beda penurunan (differential settlement) yang diperkirakan akan terjadi harus

ditentukan secara seksaman dan konservatif, serta pengaruhnya terhadap bangunan

gedung tinggi di atasnya harus dicek untuk menjamin bahwa beda penurunan

tersebut masih memenuhi kriteria kekuatan dan kemampuan layanan yaitu sebesar

1300⁄

45

Gambar 2.28 Rasio beda penuruanan

𝑆 max βˆ’ 𝑆 π‘šπ‘–π‘›

𝐿 ≀

1

300 [2.54]

Keterangan

Smax : Penurunan terbesar [Cm]

Smin : Penurunan terkecil [Cm]

L : Panjang bangunan [Cm]