Lampiran 1 : Sinopsis Novel Aku Masenja karya Rumasi Pasariburepository.ump.ac.id/4210/8/INDRI -...
Transcript of Lampiran 1 : Sinopsis Novel Aku Masenja karya Rumasi Pasariburepository.ump.ac.id/4210/8/INDRI -...
69
Lampiran 1 :
Sinopsis Novel Aku Masenja karya Rumasi Pasaribu
Novel Aku Masenja bercerita tentang pengabdian dan perjuangan seorang
guru muda bernama Rona Masenja. Masenja memang tergolong baru bergelut dalam
dunia pendidikan. Pengalamannya menjadi guru SMP yang terletak di daerah
perkebunan kelapa sawit di Padang Jaya - Bengkulu Utara merupakan pengalaman
pertama kalinya mengajar. Ia mengamalkan ilmu yang telah didapatkannya dari
dunia perkuliahan kepada siswanya dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Ia
sadar bahwa menjadi seorang guru adalah panggilan jiwa dan merupakan pekerjaan
yang sangat mulia. Masenja tahu bahwa tugas seorang guru bukan hanya mengajar,
melainkan juga mengajarkan tentang pentingnya nilai-nilai pendidikan dan membina
siswa agar selain menjadi orang yang pandai dalam berilmu, kelak siswanya juga
menjadi orang yang mempunyai etika dan adab yang baik dalam menjalani
kehidupan di dalam lingkungan masyarakat.
Masenja merupakan seorang guru yang berpengetahuan luas. Saat kuliah di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan program studi Pendidikan Matematika ia
menjadi mahasiswa lulusan terbaik. Selain itu, di tengah permasalahan sulitnya
mencari pekerjaan, Masenja justru lolos tes masuk pegawai negeri dengan mudah
dan lulus murni tanpa kolusi, korupsi, dan nepotisme. Begitu pula saat mulai menjadi
guru, meskipun tergolong guru baru ia dipercaya untuk menjadi wali kelas dan
namanya mulai menjadi perhatian bagi guru lain terutama kepala sekolah karena
kegigihan dan keberaniannya dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang
menimpa anak didiknya.
Dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada siswanya,
Masenja berusaha sebaik mungkin bersikap adil, tegas, dan bertanggung jawab.
Terbukti saat peristiwa pencurian baju yang dilakukan oleh siswanya yang bernama
Bunga Malasari, Masenja selaku wali kelas berusaha menyelesaikan persoalan ini
dengan caranya sendiri secara tegas. Ia yakin bahwa cara yang ia lakukan adalah cara
yang tepat, meskipun banyak guru yang tidak sependapat denganya. Semangatnya
untuk berjuang menjadi sosok pendidik yang berkarakter tidak pernah goyah dan
keteguhan hatinya tetap kuat untuk terus mendidik moral siswa dari perbuatan yang
melanggar norma.
Namun, beberapa bulan setelah selesai masa prajabatan, Masenja mendapat
surat pindah. Ia dimutasi ke sebuah sekolah di Lais. Ia tak tahu kenapa secepat itu
harus pergi meninggalkan sekolah yang sangat ia cintai. Padahal berada di daerah
perkebunan dan mengajar di sana telah membuatnya merasa seperti pertama kali
jatuh cinta. Ya, jatuh cinta kepada sekolah yang pertama kali mengajarkan arti
menjadi guru sesungguhnya, terutama cintanya pada keindahan tanah perkebunan
serta udara segar yang senantiasa menyejukkan hatinya. Masenja begitu berat harus
meninggalkan sekolah ini. Namun, ini adalah perintah dari atasan dan sebagai
pegawai negeri ia harus siap ditempatkan dimana saja. Meskipun tak ingin, Masenja
akhirnya meninggalkan sekolah dan perkebunan kelapa sawit yang telah
mengajarkan banyak hal kepada dirinya.
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
70
Lampiran 2 :
Tabel Klasifikasi Data Karakter Pendidik dalam Novel Aku Masenja Karya
Rumasi Pasaribu :
No Karakter Pendidik Kutipan Novel
1 Adil 1) Saat ini, aku sedang mencari sebuah kebenaran
pada murid yang diduga mencuri oleh kakak
kelasnya (AM: 22).
2) Ingin kubelai kepala mereka sebagai anakku
sendiri, sehingga aku mendapat energi luar biasa
untuk bertahan pada keputusanku, membela
mereka–tanpa terkecuali (AM: 35).
3) Aku memintanya menunggu sebentar dan
seorang siswa kuperintahkan memanggil Bunga
Malasari di kelasnya. Aku akan mempertemukan
mereka menanyakan kejujuran keduanya (AM:
64).
4) Ah, aku mematut-matut diri. Ini adalah tugas
untuk memberitahukan bahwa seluruh siswa
satu sekolah adalah saudara. Semua guru adalah
orang tua, dan semua siswa adalah anak. Orang-
orang yang berkumpul di sekolah adalah bapak
ibu serta anak-anaknya. Satu sekolah artinya
satu keluarga. Satu keluarga yang maha besar
(AM:175).
5) Aku meminta seluruh anak berdiri dan maju ke
depan kelas. Lima menit kemudian, aku
menggeledah tas, laci meja, dan pakaian anak-
anak. Mataku awas, mengamati tingkah anak
bila ada yang mencurigakan (AM: 204).
6) Semua tas ludes kusisir. Pakaian anak habis
kuraba, sebab siapa tahu ia masih menyimpan
uang beserta amplopnya. Laci-laci meja telah
kuperiksa, dan yang kutemukan hanya sampah-
sampah (AM:204).
7) Aku mesti membenahinya, membenahi seluruh
siswa di kelasku, sekaligus membenahi diriku
(AM: 226).
2 Percaya
danmenyayangi
siswanya
8) Namun aku mesti membela Bunga, anak
perempuan di depanku.Selain karena aku wali
kelasnya–kau tahu, seringkali menganggap
muridnya seperti anak kandung sendiri–terlalu
kejam rasanya menuduh seorang perempuan
yang kukenal polos dan pendiam ini sebagai
dalang kehilangan (AM: 18-19).
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
71
Lanjutan 1. Lampiran 2
9) “Ibu adalah ibumu di sekolah. Sebagai ibu, tentu
ibu akan menjaga dan membela anaknya. Jadi,
kau tak usah takut,” kupegang bahunya. Ia
menunduk (AM: 23).
10) “Ah, izinkan saya mendidiknya, Pak sekali saja.
Jika ia tetap mencuri, saya serahkan pada BK
atau kepolisian” (AM: 33).
11) Ingin kubelai kepala mereka sebagai anakku
sendiri, sehingga aku mendapat energi luar biasa
untuk bertahan pada keputusanku, membela
mereka–tanpa terkecuali (AM:35).
12) Tapi, hari ini, aku ingin lebih mengenal mereka,
mendekap mereka ke dalam hatiku. Ingin
kucoba menghafal nama-nama mereka, sebab
secara emosi anak-anak akan merasa dekat dan
diingat jika guru mengingat nama mereka
(AM:36).
13) “Tapi, untuk kasus Bunga Malasari, izinkan saya
membinanya. Perempuan yang mencuri karena
miskin, ini hal luar biasa dalam hidup saya, Bu.
Ini melanggar tradisi, kebiasaan. Apa yang
dilakukan dengan pakaian yang dicurinya? Ia
kenakan tanpa rasa jengah, malu, atau merasa
aneh meski sesungguhnya itu pakaian bekas
milik temannya. Dan pakaian lelaki pula! Ia
bagai mendapat baju baru, sebab meminta
ibunya mengganti baju lamanya tak punya uang.
Apa yang dilakukan dengan uang lima belas ribu
yang ia curi? Ia membeli beras. Apakah hati kita
tidak terketuk mendengarnya?” (AM: 44-45).
14) Aku istirahat beberapa jenak untuk
mengembalikan diriku pada kesadaran yang
sesungguhnya. Sebab tadi di dalam rapat aku
telah menghabiskan energiku untuk
menyelamatkan Bunga Malasari, meski ada
keraguan pada keputusanku. Aku telah terenyuh
pada ceritanya waktu itu, dan aku percaya. Maka
adakah yang lebih bijak dari keputusanku
sebagai wali kelas selain membinanya? (AM:
47).
15) Gadis tanggung itu mengangguk. Wajahnya
yang bulat tampak penuh begitu ia melebarkan
bibirnya. Kutepuk bahunya, menunjukkan
bahwa aku percaya padanya. Nanti akan kulihat
perkembangannya, batinku. Setelah itu,
kubiarkan gadis tanggung itu pamit dan berlalu
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
72
Lanjutan 2. Lampiran 2
meninggalkanku (AM: 70).
16) “Kamu berjanji tidak akan mengulangi kejadian
ini, Bunga?” tanyaku tiba-tiba, begitu aku
teringat tabiatnya yang buruk. Sudah beberapa
orang guru yang menyampaikan kebiasaan
mencuri Bunga Malasari sejak SD. Dan aku
mesti mengubahnya sesuai janjiku. Untuk itu
aku harus memantaunya selalu (AM: 70).
17) Tapi permohonan izin yang Alfi Rozaz
sampaikan pada wali kelasnya, adalah
segenggam kepercayaan yang mereka serahkan
ke tanganku. Dan entah tiba-tiba semangatku
bangkit. Rindu pada pergerakan di organisasi–
meski dulu tak sepenuhnya kugeluti sebab
sebagian aktivis abai pada perkuliahan–
membuatku ingin meletupkan semangat
pergerakan pada anak-anak (AM: 153).
18) “Dan melihat keberanian mereka demonstrasi
hari ini, saya justru salut, Bapak dan Ibu Guru.
Mereka calon pemimpin luar biasa. Yang hebat
dan pemberani. Jarang siswa SMP yang begini.
Maka tidak semestinya kita mematikan
semangat mereka untuk menyatakan kebenaran.
Bila disalahkan sekarang, barangkali akan
membuat mereka jadi penakut setelah dewasa
nanti. Efeknya fatal” (AM: 160).
19) Aku tonggak bagi anak-anakku. Dan aku telah
berjanji dalam hati sejak demonstrasi itu, aku
akan berada di depan, di tengah, sekaligus di
belakang mereka (AM:160).
20) “Tidak ada kesalahan dalam memperjuangkan
hak. Ibu akan membela kalian” (AM:163).
21) “Ibu bersama kalian. Ada juga guru yang lain,
Bapak Sanusi misalnya. Kalian tidak sendiri”
(AM: 163).
22) Dan entah, esok aku akan mencoba kata-
katanya. Mengabaikan segala yang membuatku
lelah. Mengabaikan jiwa-jiwa yang tetap
berpikir buruk tentangku. Mengabaikan derita
dan tentu melupakan kesedihan-kesedihan, juga
ketegangan agar aku dapat menghimpun anak-
anakku. Ya, aku masih memiliki anak-anak. Aku
bisa fokus. Dan aku bisa bergerak bersama
mereka (AM: 167).
23) Tiba-tiba pikiranku beralih pada muridku. Di
sekolahku banyak anak-anak karyawan
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
73
Lanjutan 3. Lampiran 2
perkebunan itu. Adakah salah satu atau lebih
yang menjadi korban kebakaran? (AM: 172).
24) Aku ke ruang kelas dan bertanya pada Bunga
Malasari–yang tengah duduk di kursinya dengan
wajah tenang. Ia membiarkan rambutnya yang
basah terurai. Ini yang kusukai dari anakku ini.
Ia selalu hadir pagi di sekolah, meski prestasinya
tak terlampau menonjol. Sejak kejadian
pencurian yang membuat keputusanku untuk
membelanya menjadi kontroversi dan kecaman
beberapa senior ia lebih terkendali. Ia hilangkan
keraguan, kecemasan, dan gelisahku padanya
setelah aku membulatkan tekad memaafkannya
(AM: 174).
25) Aku menghela. Kelas ini atau kelas yang lain
sama saja. Tetap kelas di sekolahku juga.
Artinya, seluruhnya adalah anak-anakku juga.
Siswa-siswaku semua. Maka duka ini, adalah
duka seluruhnya. Meski ada wali kelasnya yang
harus lebih peduli dibanding guru lain sepertiku
(AM: 174-175).
26) Lelaki tanggung itu tampak gugup dan bingung.
Matanya memerah. Beberapa butir air mata
keluar dari sudut matanya yang kecil. Aku
meraihnya. Memegang bahunya, untuk
memberikan kekuatan pada ketua kelasku itu. Ia
masih gemetar. Lelah. Dan wajahnya kusut
(AM: 178).
27) Sebersit rasa haru hadir dalam hatiku, sebab
telah menjadi tempat anakku mengadu. Ini
adalah salah satu kebanggaan seorang guru.
Menjadi ibu kedua setelah ibu kandungnya.
Tempat berbagi cerita dan melabuhkan harap
murid-muridnya (AM:178).
28) Tapi sungguh, aku tetap merasakan cemas dan
takut anak itu. Aku juga rasakan gelisahnya.
Aku ngeri membayangkan keberanian
mendemonstrasi guru itu dibabat habis melalui
sikap-sikap, kata-kata, dan peristiwa yang
meruntuhkan kepercayaan dirinya. Bisa jadi
setelah itu tak tersisa sedikit saja akar
keberanian agar ia dapat tumbuh suatu hari
nanti, meski dalam waktu yang lama. Alangkah
naas bila anak itu harus hidup dalam
kepengecutan dan persembunyian selamanya.
Aku tak rela, aku tak akan tega melihatnya (AM:
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
74
Lanjutan 4. Lampiran 2
185).
29) Anak itu harus mengembalikan keberaniannya
yang berserakan. Aku telah berjanji dalam hati
untuk membimbingnya, sama seperti
memimbing Bunga Malasari pada masa yang
memalukan dulu (AM: 186).
30) Aku telah memutuskan untuk mengunjungi anak
itu. Secara pribadi. Sebagai seorang ibu yang
peduli. Sebagai seorang teman yang pernah ia
jadikan tempat mengadu waktu itu (AM:186).
31) Tapi sunguh aku resah, sebab aku belum sempat
meredakan gelisah anak itu. Dan kini ia telah
meninggalkanku. Aku khawatir ia menjadi anak
yang akan membawa mimpi buruk ini sampai
dewasa nanti. Membuatnya menjadi pengecut,
menjadi pecundang. Bagaimanapun, aku turut
bertanggung jawab atas anak itu (AM: 189).
32) Ah, ketua kelas kepercayaanku dulu, yang selalu
menjadi tempat untuk meminta keterangan
tentang kawan-kawannya sudah tak ada. Ia telah
pindah sekolah ke Kabupaten, sementara
wakilnya kini naik jabatan menjadi ketua kelas.
Aku berdoa semoga mantan ketua kelas itu
dibebaskan dari rasa takut akibat kejadian-
kejadian yang telah menimpanya sejak
demonstrasi waktu itu (AM: 213).
33) Aku bagai ayam pesakitan di sekolah. Lagi-lagi
mataku berkabut. Namun kata-kata Kak Gadis,
bahwa ketika satu gundukan tanah di tamanmu
terserang penyakit, maka kau harus memelihara
tanaman di gundukan tanah yang lain. Dan
tanaman yang lain itu adalah anak-anak, siswa-
siswaku (AM: 214).
34) Aku diajarkan-Nya tentang menjaga „hati-hati‟
manusia yang masih remaja, masih murni, dan
belum terlampau penuh dengan kotoran. Hati
yang masih diisi sedikit tulisan, dan siap
menerima tulisan dari tangan orang-orang di
sekitarnya (AM: 224).
35) Aku mesti membenahinya, membenahi seluruh
siswa di kelasku, sekaligus membenahi diriku
(AM: 226)
36) Ya, aku kembali mendapat pelajaran bahwa
sesuatu–seseorang ataukah kenangan–akan
bertambah-tambah dicintai ketika kita merasa
kehilangan. Setiap kepergian selalu
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
75
Lanjutan 5. Lampiran 2
meninggalkan kesedihan dan duka (AM: 229).
3 Sabar dan rela
berkorban
37) Aku mengontrak sebuah rumah kos di pasar
Unit 6, Kecamatan Padang Jaya. Bersebelahan
dengan pemilik rumah yang bekerja sebagai
petani sawit, yang kebunnya searah dengan
sekolahku. Agak jauh dari sekolah memang, tapi
tak mengapa. Aku membawa sepeda motor
semasa kuliah dulu untuk menuju simpang jalan
sekolah, lalu menitipkannya pada sebuah rumah
kepala desa di sana. Lalu aku akan menunggu
angkutan desa berbentuk mobil kompong
menuju sekolah yang jaraknya sekitar lima kilo
(AM:28).
38) “Bapak tahu saya dihujat oleh bapak dan ibu
guru, serta siswa kelas 9, serta beberapa orang
tua siswa yang tahu kejadian itu, sebab
keputusan saya kemarin?” tanyaku perlahan,
nyaris tanpa suara. Bimbang sesungguhnya
mendera-deraku. Bimbang yang kerap hadir
dalam diri seorang perempuan yang
mengedepankan perasaan. Namun keputusanku
untuk tetap mempertahankan Bunga Malasari
dan membinanya, adalah logika yang
kudapatkan dari bergelut dengan ilmu dan
matematika (AM:33).
39) Kali ini darahku mendidih hingga hampir-
hampir aku menghardiknya dengan kasar. Tapi
mengingat janji pada diriku sendiri, janji pada
seluruh dewan guru, juga rasa malu yang mesti
kutanggung bila ternyata aku gagal–setelah aku
mati-matian membelanya–aku melunakkan
suaraku. Sekali ini! Tak ada salahnya kucoba
lagi! Dan bukankah berdakwah memang harus
ada yang dikorbankan? Kali ini, aku berkorban
perasaan, barangkali! (AM:55-56).
40) Aku harus kuat. Segalanya akan kuhadapi meski
seorang diri. Aku akan menemukan jalan untuk
keluar dari situasi ini. Ketegangan-ketegangan
ini, pasti akan berakhir. Aku menguatkan hatiku
yang sudah tak berbentuk lagi (AM: 114).
41) Aku tetap tenang. Aku tonggak bagi anak-
anakku. Dan aku telah berjanji dalam hati sejak
demonstrasi itu, aku akan berada di depan, di
tengah, sekaligus di belakang mereka.
Terkadang kegelisahan dan benturan-benturan
berulang membuat seseorang menjadi terbiasa
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
76
Lanjutan 6. Lampiran 2 Lanjutan 6 Lampiran 2
dan tak gubris. Aku telah kenyang dengan
ketegangan (AM: 160).
42) Dan akhir-akhir ini, pemahamanku tentang
kehidupan serta kehampaan yang kurasakan
membuatku mulai menyederhanakan jiwaku.
Aku telah belajar menerima segalanya sebagai
siklus yang harus kulewati, sebagaimana
ketegangan-ketegangan yang bermula di tahun
ini–setelah aku menjadi guru, seorang yang
mestinya memiliki sikap dan keteladanan lebih
dibandingkan profesi lain–yang satu persatu
kulalui. Semakin lama, aku yakin bahwa aku
akan semakin terbiasa dengan kondisi apa pun
(AM: 183).
43) Tapi sudahlah! Seperti yang telah kukatakan,
aku telah terbiasa dengan ketegangan dan
gelisah. Tak akan lagi kubiarkan ia merobek-
robek kesadaranku, jiwaku, dan hidupku. Sebab
segalanya adalah cara-Nya untuk membuatku
semakin bijak dan dewasa (AM: 185).
44) Lelaki tak boleh gentar, meski perempuan juga
mestinya tak boleh gentar dalam mengarungi
hidup. Sebab kesabaran dan kegigihan dalam
menjalani hidup tak pernah dibedakan antara
lelaki dan perempuan (AM: 186).
45) Tapi sungguh, aku tak memusuhi mereka. Kau
mestinya lebih paham, bahwa pertemuan dengan
berbagai manusia adalah proses mendewasakan
hidup. Tetap bersuka cita dengan apa yang
ditampakkan orang lain adalah tanda kearifan.
Ditambah lagi, sekolah adalah rumah kedua
setelah rumahku sendiri. Jadi aku mesti merasa
nyaman dengan situasi apa pun. Dan aku akan
terus belajar, meski satu waktu nanti, diam-diam
beberapa di antaranya bergerilya menghantamku
(AM: 195).
46) Aku mesti mengambil sikap, secepatnya. Dan
kecemasan-kecemasan yang mudah datang
menghampiriku sejak aku merasakan
ketegangan di sekolah beberapa waktu ini harus
kuminimalisir, sebab aku harus terbiasa dengan
berbagai keadaan. Aku telah memilih, dan aku
harus bertanggung jawab atas keputusanku (AM:
203).
4 Berwibawa 47) Kutanyakan lebih lanjut alasan ia mencuri
pakaian Farid. Kudapatkan jawabannya. Dengan
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
77
Lanjutan 7. Lampiran 2
susah payah ia menceritakan segalanya. Mataku
berkaca tanpa mampu kucegah. Hanya saja, aku
berkeras untuk tak terbawa emosi dan tetap
terlihat anggun di hadapannya. Namun tetap
saja, mendengar ceritanya aku meraung dalam
hati (AM: 24).
48) Mataku berembun. Namun rasa malu bila
tampak lemah dengan menangis membuatku
menahan-nahan perasaan sedihku. Aku harus
kuat (AM: 84).
49) Hari ini aku harus menjadi Rona Masenja yang
keras dan tegas. Sengaja kuhitamkan garis di
bawah mataku –yang kata ibu kecil dan sayu –
dengan eye liner untuk menunjukkan kesan
tegas dan sedikit sangar! (AM: 66).
50) Begitu tiba di depanku, ia mengulurkan tangan
kanannya dan mencium tanganku dengan takzim
(AM: 69).
51) Memasuki pekarangan sekolah, beberapa anak
yang berpapasan denganku menyambut
tanganku dan menciumnya dengan takzim.
Kuhadiahi mereka satu senyum, sehingga
segalanya menjadi lebih indah, hangat, dan
bersahabat (AM: 146).
52) “Bunga, adakah rumah temanmu yang menjadi
korban kebakaran di perumahan perkebunan?”
tanyaku begitu ia bergegas mencium tanganku
dengan takzim (AM: 174).
53) “Ibu,” panggilnya cepat dan khawatir. Ia
mengambil tanganku dan menciumnya (AM:
177).
54) Perlahan-lahan kulangkahkan kaki menuju
kelasku. Begitu melihatku, sontak anak-anak
menghampiri dan menyalami dengan takzim,
lalu kembali pada aktivitas mereka (AM: 212).
55) Seorang perempuan muda keluar menemuiku.
Wajahnya keras dan matanya bagai bara yang
diam-diam dapat memercikkan kilatan api.
Perawakannya besar tinggi dan tampak kokoh,
sebab kerap ke kebun memantu suaminya
membersihkan ilalang dan mengurus tanaman
yang jumlahnya puluhan hektare. Ia sedikit
ketus, kasar, dan tak bersahabat sebab ia
mengira aku adalah wartawan atau pihak
perkebunan yang ingin mencari berita,
mencerca, atau mengumpat suaminya. Tapi
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
78
Lanjutan 8. Lampiran 2
begitu menyadari bahwa aku adalah guru
anaknya, segala kekasaran dan kekerasan raib
bersama desah angin, dan wajahnya yang kaku
melunak, berganti menjadi gelisah dan takut
yang tampak kentara (AM: 187).
5 Bersikap baik
terhadap teman
sejawat
56) Kali ini aku agak kesal. Namun berbicara kasar
hanya akan membuat kami renggang.
Hubunganku dengannya sejak kasus Bunga
Malasari agak berjarak. Tapi bagaimanapun, aku
tetap menghargainya sebagai guru senior (AM:
81-82).
57) Sebelum pulang tadi, Bapak Sanusi
menghampiriku. Ia memberikan beberapa
nasihat, sebab ia ikut merasakan gelisah dan
ketakutanku. Di sekolah ini, selama beberapa
bulan aku di sini hanya beliau yang kerap
menjadi „guru‟ bagiku. Ia memperlakukanku
sebagai anak yang bebas, mandiri, yang sedang
bersemangat belajar menjadi guru yang benar-
benar guru. Dan aku pun telah menganggapnya
seperti Bapak. Bagiku ia panutan di sekolah
(AM: 87).
58) Empat belas hari mengikuti prajabatan, adalah
rehat yang paling ampuh untuk menyegarkan
jiwaku. Aku pulang ke rumah ibu siang itu juga,
setelah memberikan tugas untuk dua minggu
berikutnya pada siswa yang kutinggalkan,
mempersiapkan berkas-berkas keperluan
prajabatan, izin pada beberapa guru–termasuk
Mam Nina dan Ibu Yanusa meski enggan–serta
izin dengan kepala sekolah–meski dengan rasa
sedih dan kecewa (AM: 117).
59) Aku melakukan hal yang sama begitu
menjumpai guru-guru, kawan-kawanku
mengabdi–yang kadang-kadang marah, malu,
kecewa, sedih bila mengingat kejadian beberapa
minggu lalu saat aku tengah sendiri dan mengeja
diriku, mengejawantahi kata-kata Indar Astuti.
Senyum yang wajar, begitu kata kak Gadis, dan
senyum yang ikhlas menurutku. Kuharap ini
mampu memberi efek luar biasa atas
kesenjangan antarkami. Setelahnya kubagikan
oleh-oleh di atas meja-meja mereka,
menggunakan piring-piring keramik sekolah
yang tersususun di rak sudut ruang guru (AM:
146-147).
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
79
Lanjutan 9. Lampiran 2
60) Aku berusaha untuk berlaku seimbang dan
wajar, pada guru-guru di sekolah sejak
kedatanganku waktu itu (AM: 147).
61) Adu domba dan hasut membuat Ibu Trisna–guru
yang masih muda, guru yang lebih dulu tiga
tahun lebih cepat diangkat menjadi pegawai
dibanding diriku–menjadi buas dan sangar. Ia
mengumpat, marah pada anak-anakku, dan
bersumpah tak akan masuk ke kelas itu lagi.
Wajahnya kusut. Ia menatapku dengan tajam,
seakan hendak menerkam dan mencabik-cabik
kulit serta dagingku untuk dilahap, bagai macan
bertemu kambing hutan dalam keadaan lapar.
Aku tetap tenang dan menganggap
kemarahannya sebagai kewajaran. Aku tahu apa
yang ia rasa. Takut, cemas, gelisah, marah, tak
percaya, merasa asing, dan tak berarti, sama
seperti perasaanku yang dihantui demonstrasi
menuntut pelanggaran HAM sebulan lalu (AM:
161).
62) Setiap perubahan, memang mesti diikuti
pergolakan. Dan seperti yang pernah Ibu
sampaikan, kalian harus mampu melewatinya.
Kalian tidak usah khawatir. Semua guru di sini
adalah orang-orang berpendidikan. Ehm,
maksudnya, sebagai orang yang digugu dan
ditiru, mereka tidak akan seekstrim itu.Maksud
Ibu, mereka tidak akan sampai memukul, marah
terus-menerus, atau mengeluarkan kalian. Ini
hak kalian. Tidak ada kesalahan dalam
memperjuangkan hak. Ibu akan membela kalian.
Bila ada guru yang mengancam, kalian beritahu
Ibu. Tapi, itu tidak mungkin, sebab semua guru
di sini baik-baik (AM: 163).
63) Kuucap salam, lalu kuletakkan tas di atas meja
kerjaku. Selanjutnya kuhampiri Bapak Sanusi
dan kusapa ia (AM: 173).
64) Tiba-tiba Ibu Trisna sudah masuk ke ruang guru.
Aku masih melihat kilatan api di matanya, sejak
peristiwa demonstrasi itu hingga saat ini. Secara
pribadi aku telah meminta maaf, sebab sebagai
rekan kerja tentu aku tak ingin menjatuhkannya
di mata anak-anak (AM: 207).
6 Berpengetahuan luas 65) Namun keputusanku untuk tetap
mempertahankan Bunga Malasari dan
membinanya, adalah logika yang kudapatkan
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
80
Lanjutan 10. Lampiran 2
dari bergelut dengan ilmu dan matematika
(AM:33).
66) Rasanya baru kemarin aku kuliah keguruan,
menggali berbagai teori, serta menimba beragam
ilmu dengan dosen-dosen hebat yang kumiliki.
Aku telah belajar tentang disiplin dan ketegasan
dari Ibu Nurjanah, belajar keanggunan dan
kelembutan pada Ibu Yayah, juga belajar cerdas
dan kritis pada Bapak Harsyad. Kurasa sebagai
guru, teoriku telah matang (AM: 20).
67) Kau tahu, aku selalu sekolah di sekolah-sekolah
favorit, mendapat juara, dan menjadi mahasiswa
lulusan terbaik, yang membuat bapak dan ibu
menitikkan air mata begitu aku mendapat
piagam penghargaan dan foto bersama rektor
universitas ketika wisuda. Tak ada kebahagiaan
bagi orang tua selain melihat keberhasilan anak-
anaknya. Ditambah lagi beberapa bulan setelah
itu, aku lulus tes pegawai negeri. Dapatkah kau
bayangkan, di tengah isu KKN pada
pengangkatan pegawai di republik ini, sangat
mustahil rasanya aku lulus murni, ternyata aku
berhasil lulus tanpa korupsi, kolusi, juga
nepotisme? Takdir telah berjalan seperti yang
telah ditetapkan-Nya (AM:25).
68) Aku takkan pernah lupa ketika menggenggam
surat kabar yang berisi nama-nama peserta yang
lulus tes pegawai di Kabupaten Bengkulu Utara,
namaku tertera di sana (AM: 25-26).
69) Aku menjadi pegawai pemerintah, menjadi
seorang guru–sesuai dengan latar belakang
pendidikanku–di pedalaman satu-satunya
kabupaten yang menerima guru bidang studi
Matematika (AM: 26).
70) “Saya dengar kamu lulusan terbaik di kampus.
Dan prajabatan kali ini kamu adalah peserta
termuda,” entah kenapa, Ibu Indar mengatakan
hal itu ketika kami berada di kamar kelelahan
sepulang dari apel malam. Ia mengganti
batiknya dengan pakaian tidur. Sementara aku
baru saja selesai salat isya dan melepas
mukena.” (AM:121).
71) Kau tahu, setiap kita telah mendapatkan satu
ilmu baru, maka Tuhan akan segera menguji
kemampuan kita. Tuhan ingin kita segera
mempraktikkan apa yang kita dapatkan. Ia ingin
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017
81
Lanjutan 11. Lampiran 2
tahu apakah kita telah matang dan bersiap
dengan materi hidup berikutnya (AM: 138).
72) Dan tentang pacar yang hampir kerap
ditanyakan pada setiap peserta lajang, aku hanya
mampu menggeleng, lalu menancapkan kuat-
kuat di dalam hati, bahwa aku telah membawa
lebih dari itu dari tempat prajabatan ini. Ilmu.
Ya, ilmu! (AM: 141).
73) Kuberitahu padamu, aku mengenal ilmu tentang
pelayanan prima dari tempat itu (AM: 142).
74) Dan lagi-lagi, aku telah diajarkan bahwa ilmu
pun bisa didapat dari pengalaman (AM: 151).
75) Aku mengingat-ingat ilmu yang kudapatkan di
masa prajabatan yang baru saja kutinggalkan
(AM: 153).
76) Aku mulai jatuh cinta, ketika Kak Gadis
mengajarkan tentang rasa syukur saat aku lulus
tes menjadi seorang guru, lebih dari setahun
yang lalu. Aku mulai jatuh cinta, ketika aku
menyadari bahwa aku adalah satu dari orang
yang beruntung itu, saat orang-orang berebut
menginginkan posisiku (AM:229).
KARAKTER PENDIDIK DALAM... INDRI MAWARSARI,PBSI FKIP, UMP 2017