Lampiran 1. Prosedur analisa laboratorium 1. · PDF fileAdapun rumus penentuan kadar abu ......
Transcript of Lampiran 1. Prosedur analisa laboratorium 1. · PDF fileAdapun rumus penentuan kadar abu ......
58
Lampiran 1. Prosedur analisa laboratorium
1. Kadar air
Botol timbang dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven pada suhu
105°C, lalu didinginkan dalam eksikator dan kemudian beratnya ditimbang (x). Sampel
ditimbang seberat 5 gram (y), dimasukkan ke dalam botol timbang, kemudian
dimasukkan ke dalam oven selama 4 – 6 jam pada suhu 105°C, lalu didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang kembali. Pekerjaan ini diulang sampai 3 kali, hingga dicapai
berat konstan (z). Adapun rumus penentuan kadar air sebagai berikut:
(x + y – z)
Kadar Air = x 100%
y
Kadar bahan kering sampel dapat diketahui dengan rumus :
Bahan kering (BK) = (100 – Kadar Air) %
2. Kadar abu
Cawan porselin dikeringkan dalam oven 105°C selama beberapa jam, kemudian
didinginkan dalam eksikator dan berat awal ditimbang (x). Sampel bahan ditimbang
dengan berat kira-kira 5 gram (y) dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Sampel
tersebut dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen sampai titik berasap lagi,
kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 400 - 600°C. Sesudah sampel
abu berwarna putih, seluruh sampel diangkat dan didinginkan dalam eksikator. Setelah
kira-kira 1 jam sampel ditimbang kembali (z). Adapun rumus penentuan kadar abu
menggunakan rumus sebagai berikut:
( z – x )
Kadar Abu = ______ x 100%
y
Kadar bahan organik dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :
Bahan Organik (BO) = ( Bahan Kering (BK) – Abu ) %
3. Kadar protein kasar
Prinsip analisa adalah pengukuran kadar nitrogen (N) dari sampel dengan
menggunakan Metode makro Kjeldahl.
Ada 3 tahap analisa protein yaitu :
1. Tahap Destruksi
2. Tahap Destilasi
59
3. Tahap Titrasi
Cara Kerja :
1. Kira-kira sebanyak 0.3 g sampel (X) ditimbang dengan menggunakan timbangan
analitik, setelah itu sampel dimasukkan ke dalam labu destruksi. Kedalam labu
ditambahkan kira-kira 3 sendok kecil katalis campuran ( selenium 4 gr +
CuSO4.5H2O 3 g + Na2SO4 190 g ) serta 20 ml H2SO4 pekat teknis secara
homogen. Campuran tersebut dipanaskan dengan alat destruksi mula-mula pada
posisi low selama 10 menit, kemudian pada posisi medium selama 5 menit dan
high sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan; proses ini
berlangsung di dalam ruang asam.
2. Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan tersebut di masukkan ke
dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml aquadest yang tidak
mengandung N. Tambahkan beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan
basa dengan menambahkan kira-kira 100 ml NaOH 33%. Kemudian labu
penyuling dipasang dengan cepat di atas alat penyuling. Proses penyulingan ini
diteruskan hingga semua N telah tertangkap oleh H2SO4 yang ada di dalam
erlenmeyer atau bila 2/3 dari cairan dalam labu penyuling telah menguap (Tahap
Destilasi).
3. Labu erlenmeyer yang berisi hasil sulingan tersebut diambil dan kelebihan
H2SO4 dititer kembali dengan menggunakan larutan NaOH 0.3 N. Proses titrasi
berhenti setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan
titik akhir titrasi. Volume NaOH dicatat ( z ml ), kemudian dibandingkan
dengan titar blanko ( y ml). (Tahap Titrasi). Adapun rumus penentuan kadar
protein kasar sebagai berikut:
( y – z ) x titar NaOH x 0,014 x 6,25
Protein Kasar = ______________________________ x 100%
Berat Sampel ( x ) g
4. Kadar lemak kasar (Metode Sochlet)
Prinsip : Ekstraksi lemak dengan menggunakan pelarut organik.
Cara Kerja :
60
1. Sebuah labu lemak dengan menggunakan beberapa butir batu didih di dalamnya,
dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 - 110°C selama 1 jam. Labu
didinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang ( a gram).
2. Sampel ditimbang kira-kira 1 g ( x gram) dengan catatan jumlah sampel juga
tergantung dengan kadar lemak bahan. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam
selongsong yang terbuat dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang bebas
lemak.
3. Selongsong dimasukkan ke dalam alat FATEX-S dan ditambahkan larutan
petroleum Ether sebagai larutan pengekstrak.
4. Alat FATEX-S diatur suhunya pada 60°C dan waktu selama 25 menit. Proses
ekstraksi dilakukan sampai alat berbunyi, kemudian larutan petroleum ether
diturunkan bersama lemak yang telah larut. Lakukan proses evaporasi dengan
merubah suhu pada 105°C sampai alat FATEX-S berbunyi. Proses ekstraksi dan
evaporasi dilakukan sebanyak 2 kali.
5. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam alat pengering oven dengan suhu
105°C selama kira-kira 1 jam. Setelah itu didinginkan di dalam eksikator
selama 1 jam dan ditimbang kembali ( b gram ). Adapun rumus penentuan
kadar lemak kasar sebagai berikut:
( b – a )
Kadar Lemak Kasar = _______ x 100%
x
5. Kadar serat kasar
Prinsip : Serat kasar adalah semua zat-zat organik yang tidak dapat larut dalam
H2SO4 0.3 N dan dalam NaOH 1.5 N yang berturut-turut dipanaskan selama 30 menit.
Serat kasar terdiri dari sellulosa, hemisellulosa, lignin dan silika serta sebagian
pentosan-pentosan.
Cara Kerja :
1. Sampel ditimbang seberat 1 gram (x) dan dimasukkan ke dalam gelas piala 500
ml. Sampel ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3 N dan dipanaskan hingga mendidih
selama 30 menit.
2. Setelah itu ke dalam gelas piala ditambahkan pula 25 ml NaOH 1.5 N dan terus
dididihkan kembali selama 30 menit kedua. Waktu pendidihan diperhatikan
agar api tidak terlalu besar dan cairan tidak meluap dan tumpah.
61
3. Sebuah kertas saring ditimbang seberat ( a ) gram.
4. Cairan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring yang sudah
ditimbang sebelumnya dan dilakukan penyaringan dengan menggunakan corong
Buchner. Proses penyaringan berturut-turut dicuci dengan :
- 50 ml air panas
- 50 ml H2SO4 0.3 N
- 50 ml air panas
- 25 ml Aceton
5. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan
di dalam oven dengan suhu 105°C.
6. Kertas saring dan isisnya yang telah dikerngkan didinginkan dalam eksikator
selama 1 jam dan timbang ( y ) gram.
7. Setelah itu kertas saring dan isinya dipijarkan di dalam tanur sampai menjadi
putih dan dinginkan kembali serta timbang ( z ) gram. Adapun rumus penentuan
kadar serat kasar sebagai berikut:
( y – z – a )
Kadar Serat Kasar = _________ x 100%
x
Penetapan Ca dengan Metode Titrasi KMnO4 (Apriyantono et al. 1989)
Prinsip : Kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat. Endapan dilarutkan
dalam H2SO4 encer panas dan dititrasi dengan KMnO4.
Cara Kerja:
1. Sebanyak 20 – 100 ml larutan abu hasil pengabuan kering dimasukkan ke dalam
gelas piala 250 ml. Jika perlu ditambahkan 25 – 50 ml akuades.
2. Selanjutnya 10 ml larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator metil
merah ditambahkan ke dalam larutan abu tersebut
3. Amonia encer ditambahkan untuk membuat larutan menjadi sedikit basa,
kemudian larutan ditambahkan beberapa tetes asam asetat sampai warna larutan
merah muda (pH 5.0) dan bersifat sedikit asam.
4. Larutan dipanaskan sampai mendidih, kemudian didiamkan selama minimum 4
jam atau semalam pada suhu kamar.
62
5. Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring Whatman No. 42 dan
dilakukan pembilasan dengan akuades sampai filtrat bebas oksalat (jika
digunakan HCl dalam pembuatan larutan abu, filtrat hasil saringan terakhir harus
bebas Cl dengan mengujinya menggunakan AgNO3).
6. Ujung kertas saring dilubangi dengan menggunakan batang gelas, kemudian
dilakukan pembilasan dan endapan dipindahkan dengan H2SO4 encer (1 + 4)
panas ke dalam gelas piala bekas tempat mengendapkan kalsium. Kemudian
dilakukan pembilasan satu kali lagi dengan air panas.
7. Selagi panas (70 - 80°C) dilakukan titrasi dengan larutan KMnO4 0,01N sampai
larutan berwarna merah jambu permanen yang pertama.
8. Kertas saring dimasukkan dan titrasi dilakukan sampai terjadi warna merah
jambu permanen yang kedua.
9. Adapun rumus perhitungan kadar Ca dalam sampel sebagai berikut:
ml titrasi x 0,2 x total volume larutan abu
mgCa/100g sampel = _________________________________ x 100
vol larutan abu x berat sampel
Jika normalitas KMnO4 tidak sama dengan 0,01 N, maka:
ml titrasi x N.KMnO4 x 20 x vol. total lar. abu
mgCa/100g sampel = _____________________________________ x 100
vol larutan abu x berat sampel
Penetapan Fosfor Metode Molibdat-Vanadat (Apriyantono et al. 1989)
Prinsip : Sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua
metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat, kemudian sampel diperlakukan dengan
asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada di dalam sampel akan
bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk kompleks asam
vanadimolibdifosfat yang berwarna kuning orange. Intensitas warna dari senyawa
kompleks tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400
nm dan dibandingkan dengan standar fosfor yang telah diketahui konsentrasinya.
Persiapan Pereaksi :
1. Persiapan Vanadat-Molibdat
+ Sebanyak 20 g amonium molibdat dilarutkan ke dalam 400 ml akuades hangat
(50°C), lalu didinginkan.
63
+ Selanjutnya 1 g amonium vanadat (amonium meta vanadat) dilarutkan ke
dalam 300 ml akuades mendidih, kemudian didinginkan. Perlahan-lahan 140
ml asam nitrat pekat ditambahkan sambil diaduk.
+ Larutan molibdat dimasukkan ke dalam larutan vanadat dan di aduk.
Kemudian diencerkan sampai volume 1 liter dengan akuades.
2. Larutan fosfat standar :
+ Potasium dihidrogen fosfat kering ditimbang sebanyak 3.834 g
+ Kemudian dilarutkan ke dalam akuades dan diencerkan sampai volume 1 liter.
+ Selanjutnya larutan diambil sebanyak 25 ml, dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan diencerkan sampai tanda tera (1 ml = 0,2 mg P2O5).
Cara Kerja :
Pembuatan Kurva Standar :
1. Larutan fosfat standar masing-masing sebanyak: 0;2.5;5;10;20;30;40 dan 50 ml
dimasukkan ke dalam satu seri labu takar 100 ml.
2. Kemudian diencerkan masing-masing alikuot sampai volume 50 – 60 ml dengan
akuades.
3. Sebanyak 25 ml pereaksi vanadat-molibdat ditambahkan ke dalam masing-
masing labu takar dan diencerkan sampai volume 100 ml dengan akuades.
4. Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian diukur absorbansi masing-
masing larutan di dalam kuvet gelas dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 400 nm.
5. Masing-masing larutan tersebut mengandung : 0, 0.5, 1.0, 2.0, 4.0, 6.0, 8.0 dan
10 mg P2O5/100 ml, selanjutnya dibuat kurva absorbansi vs mg P2O5/100 ml.
Tahapan Sampel
Tahapan sampel terdiri dari tahapan a atau b. Tahapan b dilakukan apabila tidak
tersedia sampel bentuk abu.
Tahapan a:
1. Sebanyak 10 ml HCl 5 M ditambahkan pada sejumlah abu dari hasil pengabuan
kering, lalu didinginkan.
2. Larutan disaring dengan kertas saring No. 1 dan filtrat dimasukkan ke dalam
labu takar 250 ml.
64
3. Cawan dibilas dengan akuades, kemudian dicampurkan air pembilas yang telah
disaring dengan filtrat di dalam labu takar.
4. Endapan dicuci di dalam kertas saring sebanyak 2 kali masing-masing dengan
20 ml akuades.
5. Selanjutnya filtrat diencerkan sampai tanda tera.
Tahapan b:
1. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala 150 ml.
2. Lalu ditambahkan 20 ml asam nitrat pekat, kemudian dididihkan selama 5 menit.
3. Larutan didinginkan dan ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat.
4. Selanjutnya dipanaskan dan disempurnakan ‘digestion’ dengan penambahan
HNO3 setetes demi setetes sampai larutan tidak berwarna.
5. Larutan dipanaskan sampai timbul asap putih, kemudian didinginkan.
6. Akuades ditambahkan sebanyak 15 ml dan dididihkan lagi selama 10 menit.
7. Larutan didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml.
8. Gelas piala dibilas sampai bersih, bilasan dimasukkan ke dalam labu takar.
9. Larutan diencerkan di dalam labu takar sampai tanda tera dengan akuades.
Penetapan Sampel:
1. Larutan yang dihasilkan dengan cara a atau b diambil sebanyak 10 ml, kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.
2. Lalu ditambahkan 40 ml akuades dan 25 ml pereaksi vanadat molibdat.
3. Diencerkan dengan akuades sampai tanda tera.
4. Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm.
5. Konsentrasi fosfor dicatat dari kurva standar berdasarkan absorban yang terbaca.
Perhitungan:
C x 2.5
% Fosfor dalam sampel (P2O5) = _______ x 100%
W
C = Konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100 ml) yang terbaca
W = Berat sampel yang digunakan
65
Penetapan Magnesium (Apriyantono et al. 1989)
Prinsip : Di dalam larutan alkali yang telah dihilangkan kalsium dan besinya,
magnesium diendapkan sebagai magnesium amonium fosfat. Endapan dilarutkan di
dalam larutan asam dan jumlah fosfor dapat ditentukan secara kolorimetrik, dengan
demikian jumlah magnesium juga dapat ditentukan.
Cara Kerja:
1. Sebanyak 10 ml larutan abu dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse 15 ml
berskala dan ditambahkan 1 tetes indikator metil merah.
2. Larutan dinetralkan dengan NH4OH.
3. Selanjutnya larutan ditambahkan 1 ml amonium oksalat dan larutan diencerkan
menjadi 13 ml dengan menggunakan akuades.
4. Kemudian diaduk dan didiamkan semalam.
5. Larutan disentrifuse selama 10 menit dan endapannya dibuang.
6. Selanjutnya 1 ml larutan supernatan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuse 15 ml.
7. Sebanyak 3 ml air, 1 ml amonium fosfat dan 2 ml NH4OH ditambahkan ke
dalam larutan supernatan, kemudian diaduk dan didiamkan semalam.
8. Selanjutnya larutan disentrifuse selama 7 menit, kemudian larutan supernatan
dibuang dan ditambahkan 5 ml NH4OH encer.
9. Kemudian larutan disentrifuse lagi selama 7 menit dan larutan supernatan
dibuang.
10. Endapan dikeringkan dengan meletakkan tabung ke dalam wadah berisi air
panas.
11. Sebanyak 1 ml HCl encer dan 5 ml air ditambahkan untuk melarutkan endapan.
12. Sebanyak 1 ml asam molibdat, 0,5 ml hidrokuinon dan 0,5 ml Na-sulfit
ditambahkan, diaduk dan didiamkan selama 30 menit.
13. Larutan dipindahkan ke dalam kuvet dan dibaca absorbansinya pada kolorimeter
dengan menggunakan filter merah No. 66.
14. Skala pada alat diatur pada angka 0 dengan menggunakan air.
Kurva Standar
1. Sebanyak 0,4389 g potasium dihidrogen fosfat dilarutkan di dalam air dan
diencerkan sampai volume 1 liter (1 ml = 0,1 mg, P = 0,0784 mg Mg).
66
2. Untuk menyiapkan kurva standar, digunakan alikuot dari larutan standar dari 0,1
sampai 0,5 ml.
3. Setiap standar dikerjakan seperti langkah 1 – 14 di atas.
Penetapan Fe dan Zn menggunakan AAS (Apriyantono et al. 1989)
Prinsip : Sesudah menghilangkan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering
atau basah, residu dilarutkan dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api
yang ada di dalam alat AAS sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis dan
diukur pada panjang gelombang tertentu.
Zat pereaksi yang dibutuhkan antara lain:
1. HCl 6N, 3N, dan 0.3N
2. Lantanum klorida 10%
3. Akuades mutu tinggi atau air bebas ion
4. Kertas saring Whatman No. 541 atau Schleicher and Schull No. 589-1. Cuci
kertas saring sebelum digunakan dengan HCl 3N untuk menghilangkan
“tracemetal”.
5. Larutan stock standar 1000 mg/L. Timbang sejumlah pereaksi, seperti pada tabel
1 di bawah. Larutkan garam tersebut dalam 25 ml HCl 3N kemudian encerkan
menjadi 250 ml dengan air.
Tabel Berat garam yang diperlukan untuk membuat larutan standar logam
Logam Pereaksi Berat pereaksi (g) per
250 ml larutan
Besi (Fe)
Seng (Zn)
Fe2(SO4) 3(NH4)2 SO4.24H2O
ZnSO4.7H2O
2.158
1.100
6. Larutan standar
Larutan stock standar diencerkan dengan air (jika persiapan sampel dilakukan
dengan pengabuan basah) atau HCl 0.3N (pengabuan kering) sampai
konsentrasinya berada dalam kisaran kerja, masing-masing logam.
67
Tabel Kondisi yang direkomendasikan untuk analisis logam dengan sistem nyala
asetilen-udara
Logam Panjang
Gelombang
( A” )
Absorpsi (A)
Atau
Emisi (E)
Limit
Deteksi
(µ logam/ml)
Kisaran
Kerja
(µ logam/ml)
Besi (Fe)
Seng (Zn)
248.3
213.9
A
A
0.03
0.004
0.05 – 5
0.1 – 2 (1)
Keterangan : Nilai di dalam kurung menyatakan bahwa kurva kalibrasi linier sampai
nilai ini.
Cara Kerja :
1. Larutan abu berasal dari pengabuan basah
a. Larutan abu dipindahkan ke dalam labu takar, dipilih labu takar yang sesuai
sehingga diperoleh konsentrasi logam yang sesuai dengan kisaran kerjanya.
b. Larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan air, kemudian dicampur secara
merata.
2. Abu berasal dari pengabuan kering
a. Sebanyak 5 – 6 ml HCl 6Nditambahkan ke dalam cawan/pinggan berisi abu,
kemudian dengan hati-hati dipanaskan di atas hot plate (pemanas) dengan
pemanasan rendah sampai kering.
b. Lalu ditambahkan 15 ml HCl 3N, cawan dipanaskan di atas pemanas sampai
mulai mendidih.
c. Setelah itu didinginkan dan disaring melalui kertas saring, dimasukkan filtrat ke
dalam labu takar yang sesuai. Diusahakan padatan tertinggi sebanyak mungkin
dalam cawan.
d. Kemudian ditambahkan 10 ml HCl 3N ke dalam cawan, dipanaskan sampai
larutan mulai mendidih.
e. Lalu didinginkan, disaring, dan dimasukkan filtrat ke dalam labu takar.
f. Cawan dicuci dengan air sedikitnya tiga kali, kemudian disaring dan air cucian
lalu dimasukkan ke dalam labu takar.
g. Kertas saring dicuci dan air cucian dimasukkan ke dalam labu takar.
h. Jika akan menentukan kadar kalsium, ditambahkan 5 ml larutan lantanum
klorida untuk setiap 100 ml larutan.
i. Lalu didinginkan dan isi labu diencerkan sampai tanda tera dengan air.
68
j. Blanko disiapkan dengan menggunakan sejumlah pereaksi yang sama, kemudian
tahap 1 sampai dengan 9 dilakukan.
3. Kalibrasi Alat dan Penetapan Sampel
a. Alat AAS diatur sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut.
b. Larutan standar logam dan blanko diukur.
c. Larutan sampel diukur. Selama penetapan sampel, diperiksa secara periodik
apakah nilai standar tetap konstan.
d. Kurva standar dibuat untuk masing-masing logam (nilai absorpsi/emisi vs
konsentrasi logam dalam µ g/ml).
4. Perhitungan:
Penentuan konsentrasi logam dalam sampel dari kurva standar yang diperoleh
adalah:
Berat sampel (g) = W
Volume ekstrak = V
Konsentrasi larutan sampel (µ g/ml) = a
Konsentrasi larutan blanko µ g/ml) = b
( a – b ) x V
Kadar logam (mg/100 g) = __________
10 W
( a – b ) x V
Kadar logam (mg/1000 g) = __________
W
Penentuan β-Karoten: Metode II (Apriyantono, et al. 1989)
Prinsip : Pigmen diekstrak dari bahan dengan menggunakan pelarut aseton-
heksana. Pigmen dipisahkan dari pigmen lainnya dengan menggunakan kolom adsorpsi
Magnesium oksida-Supercel, kemudian diukur adsorbansinya pada 436 nm.
Pereaksi:
1. Aseton dengan sejumlah Na2SO4 anhydrous, disaring dan ditambahkan
beberapa potong seng berbentuk granular (10 mesh) kemudian didestilasi
sehingga didapat aseton murni.
2. Heksana, titik didih 60 - 70°C
3. Adsorben : campuran Magnesium oksida + supercel 1 : 1
69
Peralatan:
1. Kolom adsorpsi : tinggi 17 cm, diameter 2 cm.
2. Penyodok : panjang 25 cm, terbuat dari gelas, salah satu ujungnya rata.
3. Pompa vakum
Cara Kerja:
a. Ekstraksi buah dan sayuran kering:
1. Sampel digiling sampai lolos ayakan 40 mesh
2. Kemudian ditimbang tepat 1 – 4 g sampel, ditempatkan dalam timbel dan
dimasukkan ke dalam Soxhlet extractor.
3. Lalu ditambahkan 30 ml campuran aseton komersil dan heksana (3 + 7) ke
dalam labu soxhlet, refluks selama 1 jam atau lebih dengan kecepatan 1 – 3 tetes
per detik sampai tidak ada lagi warna yang terekstrak, didinginkan pada suhu
ruang dan ditepatkan volume hasil ekstraksi menjadi 100 ml dengan heksana.
4. Alternatif lain, ditambahkan pelarut ke dalam sampel yang sudah digiling halus
dan dibiarkan di dalam tempat gelap semalam pada suhu ruang. Kemudian
ekstrak didekantasi atau disaring, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml,
residu dicuci, kemudian ditepatkan sampai tanda tera dengan heksana. Larutan
ini sekarang mengandung aseton 9%.
b. Ekstraksi buah dan sayuran segar atau olahan:
1. Sejumlah sampel dihancurkan di dalam blender (untuk bahan segar, jika analisa
tidak segera dilakukan, bahan diblansir dalam air mendidih selama 5 – 10 menit,
disimpan dalam keadaan beku).
2. Sampel sebanyak 5 – 10 g diekstrak dengan campuran 40 ml aseton dan 60 ml
heksana dan 0.1 g MgCO3 di dalam blender selama 5 menit.
3. Residu dibiarkan mengendap, kemudian didekantasi dalam labu pemisah
(ekstrak dikeluarkan).
4. Residu dicuci dua kali masing-masing dengan 25 ml aseton, kemudian dicuci
lagi dengan 25 ml heksana.
5. Seluruh ekstraksi yang diperoleh digabungkan.
6. Kemudian dipisahkan dan aseton diambil/dibuang dari ekstrak dengan pencucian
menggunakan air berkali-kali.
70
7. Lapisan atas dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah berisi 9 ml
aseton dan diencerkan sampai tanda tera dengan heksana (jika didinginkan
alkohol dapat digunakan untuk menggantikan aseton dalam tahap ekstraksi).
Pemisahan pigmen secara kromatografi
1. Kolom kromatografi disiapkan dengan adsorben campuran magnesia aktif dan
supercel ( 1 + 1 ) seperti pada Metode I.
2. Lapisan Na2SO4 anhydrous ditempatkan setinggi 1 cm di atas lapisan adsorben.
3. Dengan menggunakan vakum secara kontinyu pada kolom, dimasukkan 50 ml
ekstrak pigmen ke dalam kolom.
4. Elusi dilakukan dengan menggunakan pelarut aseton heksana. Lapisan atas
dijaga agar selalu terisi dengan pelarut selama operasi.
5. Karoten akan melewati kolom secara cepat. ‘Band’ (pita) xantofil, produk
oksidasi karoten dan klorofil akan teradsorpsi dalam kolom.
6. Hasil elusi dikumpulkan, jika warna larutan terang, dipekatkan dengan tekanan
rendah (vakum), ditepatkan sampai volume tertentu dengan menggunakan
aseton 9% dalam heksana.
7. Warna diukur pada 436 nm. Alat diatur pada 100% T dengan menggunakan
aseton 9% dalam heksana.
8. Konsentrasi karoten ditentukan dalam sampel berdasarkan kurva standar yang
dibuat.
Pembuatan Kurva Standar
1. Sebanyak 25 mg β-karoten murni ditimbang dengan teliti. Kemudian dilarutkan
dalam 2.5 ml kloroform dan dibuat menjadi 250 ml dengan petroleum eter (1 ml
= 0.1 mg atau 100 µg).
2. Larutan sebanyak 10 ml diencerkan menjadi 100 ml dengan petroleum eter (1 ml
= 0.01 mg atau 10 µg).
3. Sebanyak 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ml larutan ini dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 ml yang terpisah. Masing-masing labu ukur diisi dengan 3 ml aseton.
4. Kemudian diencerkan sampai tanda tera dengan petroleum eter, sehingga
konsentrasinya akan menjadi 0.5, 1.0, 2.0, 2.5, dan 3.0 µg per ml.
5. Optikal density (OD) larutan ini diukur pada 452 nm dengan menggunakan
aseton 3% dalam petroleum eter sebagai blanko.
71
6. Setelah itu dibuat grafik hubungan antara optical density dengan konsentrasi β-
karoten.
Perhitungan:
µg karoten per ml x pengenceran x 100
yang terbaca dari
kurva standar
Mg β-karoten = ________________________________
per 100 g Berat sampel x 1000
Penetapan Vitamin C Metode Titrasi Iodium (Jacobs) (Sudarmadji et al. 1984)
1. Sebanyak 200 – 300 g bahan ditimbang dan dihancurkan dalam waring blender
sampai diperoleh slurry. Kemudian 10 – 30 g slurry ditimbang dan dimasukkan
ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda, lalu disaring
dengan Krus Gooch atau dengan sentrifuse untuk memisahkan filtratnya.
2. Sebanyak 5 – 25 filtrat diambil dengan pipet dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 125 ml, kemudian ditambahkan 2 ml larutan amilum 1 % (soluble
starch) dan ditambahkan 20 ml akuades bila perlu.
3. Kemudian dititrasi dengan 0,01 N standard iodium
4. Perhitungan :
1 ml 0,01N Iodium = 0,88 mg asam askorbat
Lampiran 2. Penetapan mineral Fe dan Zn dari plasma perkutut
Metoda pengukuran Fe adalah sebagai berikut :
Peralatan
1. Atome Absorbtion Spektrophatometer merek GBC Type 906-AA dengan kondisi
Wavelength : 248,3 nm
Skit : 0,2 nm
Lamp current : 5,0 mA
Flame type : Air Acetylene (oxidizing)
2. Labu ukur 1000 ml terkalibrasi
3. Labu ukur 100 ml terkalibrasi
4. Pipet 1 ml terkalibrasi
5. Pipet 2 ml terkalibrasi
6. Syringe 100 µl
72
Pereaksi yang digunakan
1. Standar Fe 1000 µg/ml, masukkan standar Fe yang mengandung 1,0 µg/ml (tritisal)
kedalam labu ukur 1000 ml, kemudian encerkan dengan larutan HCl 0,1 M hingga
tanda tera, kocok hingga homogen.
2. Standar Fe 100 µg/ml, pipet 10 ml larutan standar Standar Fe 1000 µg/ml masukkan
kedalam labu ukur 100 ml dan tera hingga tanda garis dengan aquades, kocok
hingga homogen.
3. Standar Fe 2 µg/ml - 10 µg/ml, pipet larutan Standar Fe 100 µg/ml sebanyak 2 ml,
4 ml, 6 ml, 8 ml. masing-masing masukkan kedalam labu ukur 100 ml kemudian
encerkan hingga tanda tera dengan aquades, kocok hingga homogen.
Metoda pengukuran Zn adalah sebagai berikut :
1. Atome Absorbtion Spektrophatometer merek GBC Type 906-AA dengan kondisi
Wavelength : 213,9 nm
Skit : 0,5 nm
Lamp current : 5,0 mA
Flame type : Air Acetylene (oxidizing)
2. Labu ukur 1000 ml terkalibrasi
3. Labu ukur 100 ml terkalibrasi
4. Pipet 1 ml terkalibrasi
5. Pipet 2 ml terkalibrasi
6. Syringe 100 µl
Pereaksi yang digunakan
1. Standar Zn 1000 µg/ml, masukkan standar zn yang mengandung 1,0 µg/ml (tritisal)
kedalam labu ukur 1000 ml, kemudian encerkan dengan larutan HCl 0,1 M hingga
tanda tera, kocok hingga homogen.
2. Standar Zn 10 µg/ml, pipet 1 ml larutan standar Zn 1000 µg/ml, masukkan kedalam
labu ukur 100 ml, encerkan hingga tanda tera dengan aquades.
3. buat larutan deret standar Zn 0,4 µg/ml – 1,6 µg/ml, pipet Standar 0,4 ml, 0,8 ml,
1,2 ml dan 1,6 ml masukkan masing-masing kedalam labu ukur 100 ml, kemudian
encerkan hingga tanda tera dengan aquades.
4. HCl 0,1 M
5 Aquabides
73
Cara Kerja
Pipet 100 µl plasma darah dengan menggunakan syringe masukkan dalam vial 1 ml,
kemudian encerkan hingga tanda tera dengan aquades kocok hingga homogen, larutan
siap untuk dibaca dengan kondisi AAS seperti diatas.
Lampiran 3. Kandungan nutrien daun segar tanaman saga, sambiloto, dan pare
hutan (As fed)
Komponen
Daun Saga
Daun Sambiloto
Daun Pare Hutan
Kadar Air (%)
Bahan Kering (%)
Kadar Abu (%)
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Ca (mg/100 g)
P (mg/100 g)
Vit. A (mg/100 g)
83.39
16.61
1.49
4.28
0.75
3.00
1.47
94.90
1.08
79.50
20.50
3.01
3.38
0.26
1.65
73.00
96.00
0.93
83.25
16.75
2.14
4.03
0.11
1.37
100.00
121.00
0.95
Lampiran 4. Hasil anova heterofil perkutut
Analysis of Variance for Heterofil
Source DF SS MS F P Perlakua 4 377 94 0.36 0.830 Error 10 2604 260 Total 14 2982 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+--- 1 2 53.50 0.71 (------------*-----------) 2 4 46.75 15.35 (--------*--------) 3 2 43.50 24.75 (------------*-----------) 4 4 57.00 18.40 (--------*-------) 5 3 54.67 11.59 (---------*----------) -+---------+---------+---------+--- Pooled StDev = 16.14 20 40 60 80
Lampiran 5. Hasil anova monosit perkutut
74
Analysis of Variance for Monosit
Source DF SS MS F P Perlakua 4 3.48 0.87 0.33 0.850 Error 10 26.25 2.62 Total 14 29.73 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ---+---------+---------+---------+- 1 2 1.50 0.71 (-----------*------------) 2 4 0.50 0.58 (---------*--------) 3 2 0.00 0.00 (------------*------------) 4 4 1.25 2.50 (--------*--------) 5 3 1.00 1.73 (---------*---------) ---+---------+---------+---------+- Pooled StDev = 1.620 -2.0 0.0 2.0 4.0
Lampiran 6. Hasil anova limfosit perkutut
Analysis of Variance for Limfosit Source DF SS MS F P Perlakua 4 447 112 0.41 0.797 Error 10 2721 272 Total 14 3168 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+--- 1 2 45.00 0.00 (------------*-----------) 2 4 52.75 15.37 (--------*---------) 3 2 56.50 24.75 (------------*------------) 4 4 41.75 19.45 (--------*--------) 5 3 44.33 11.50 (---------*----------) -+---------+---------+---------+--- Pooled StDev = 16.49 20 40 60 80
Lampiran 7. Hasil anova zat besi (Fe) perkutut
Analysis of Variance for Zat Besi (Fe)
Source DF SS MS F P Perlakua 4 151.95 37.99 26.64 0.000 Error 8 11.41 1.43 Total 12 163.36 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----------+---------+---------+---- 1 2 4.47 0.40 (-----*----) 2 3 11.04 1.43 (----*---) 3 2 2.26 1.56 (----*-----) 4 3 3.05 1.11 (----*---) 5 3 2.72 1.07 (----*---) ----------+---------+---------+---- Pooled StDev = 1.194 3.5 7.0 10.5
Lampiran 8. Hasil anova seng (Zn) perkutut
Analysis of Variance for Seng (Zn)
75
Source DF SS MS F P Perlakua 4 34.08 8.52 2.05 0.179 Error 8 33.18 4.15 Total 12 67.27 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----------+---------+---------+---- 1 2 6.47 0.94 (-----------*----------) 2 3 2.90 0.78 (--------*--------) 3 2 5.78 0.28 (----------*----------) 4 3 7.17 2.98 (--------*--------) 5 3 6.68 2.57 (--------*--------) ----------+---------+---------+---- Pooled StDev = 2.037 3.0 6.0 9.0
Lampiran 9. Hasil anova testosteron perkutut
Analysis of Variance for Testosteron Source DF SS MS F P Perlakua 4 165.0 41.2 1.62 0.243 Error 10 253.9 25.4 Total 14 418.9 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ------+---------+---------+-------+ 1 2 11.00 1.41 (-----------*----------) 2 4 13.25 1.55 (-------*-------) 3 2 18.50 4.95 (----------*-----------) 4 4 19.62 8.29 (-------*-------) 5 3 13.00 2.65 (---------*--------) ------+---------+---------+-------+ Pooled StDev = 5.039 7.0 14.0 21.0 28.0
Lampiran 10. Hasil anova durasi silabel
Analysis of Variance for Durasi Syllable
Source DF SS MS F P perlakua 4 0.00356 0.00089 0.60 0.665 Error 17 0.02502 0.00147 Total 21 0.02858 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----------+---------+---------+---- 0 5 0.190 0.026 (-----------*-----------) 1 5 0.192 0.041 (-----------*-----------) 2 4 0.193 0.050 (------------*-------------) 3 5 0.220 0.043 (-----------*-----------) 4 3 0.213 0.015 (--------------*---------------) ----------+---------+---------+---- Pooled StDev = 0.03836 0.180 0.210 0.240
Lampiran 11. Hasil anova durasi antar silabel
Analysis of Variance for Durasi Antar Syllable
Source DF SS MS F P perlakua 4 0.003059 0.000765 0.92 0.477
76
Error 17 0.014200 0.000835 Total 21 0.017259 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -----+---------+---------+-------+- 0 5 0.090 0.019 (----------*----------) 1 5 0.106 0.015 (----------*----------) 2 4 0.110 0.014 (-----------*-----------) 3 5 0.122 0.053 (----------*----------) 4 3 0.120 0.010 (-------------*-------------) -----+---------+---------+-------+- Pooled StDev = 0.02890 0.075 0.100 0.125 0.150
Lampiran 12. Oscillogram durasi suara (silabel dan antar silabel) perkutut
Oscillogram Perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare)
Oscillogram Perlakuan E (kombinasi ekstrak daun saga, sambiloto dan pare)
77
Oscillogram Perlakuan B (penambahan ekstrak daun saga)
Oscillogram Perlakuan A (ransum kontrol)
Oscillogram Perlakuan C (penambahan ekstrak daun sambiloto)