lakip ristekdikti 2015

132
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Tahun 2015 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

Transcript of lakip ristekdikti 2015

Page 1: lakip ristekdikti 2015

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan TinggiRepublik Indonesia

Tahun 2015

laporan akunTabiliTas kinerja

Page 2: lakip ristekdikti 2015
Page 3: lakip ristekdikti 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga dapat menyelesaikan Laporan Kinerja Tahun 2015 dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Laporan kinerja Tahun 2015 ini menyajikan capaian kinerja sesuai target-target yang tercantum dalam Sasaran Renstra 2015-2019 yaitu meningkatnya kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi; meningkatnya kualitas kelembagaan iptek dan pendidikan tinggi; meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya iptek dan pendidikan tinggi; meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan; dan menguatnya kapasitas inovasi, yang tercermin pada capaian Indikator Kinerja Utama (IKU). Sejalan dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terus meningkatkan akuntabilitas kinerjanya, diantaranya akan melakukan reviu Renstra 2015-2019, mempertajam Indikator Kinerja Utama (IKU) dan melakukan evaluasi atas capaian kinerja.

Dalam rangka membangun sinergi pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan peningkatan kinerja di kementerian, unit kerja dan satuan kerja, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

sedang menyusun Peraturan Menteri tentang Pedoman Pelaksanaan SAKIP, Pedoman Penyusunan Laporan Kinerja PTN BH. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi juga terus melakukan pengembangan sistem monitoring dan evaluasi (SIMonev) dalam rangka pemantauan dan evaluasi kinerja program, realisasi capaian fisik dan anggaran unit kerja dan satuan kerja mandiri.Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa program-program strategis berjalan sesuai dengan yang ditargetkan.

Laporan kinerja ini disusun mengacu pada indikator-indikator yang telah ditetapkan dalam Renstra Tahun 2015–2019, serta berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, agar masyarakat dan berbagai pihak yang berkepentingan dapat memperoleh gambaran tentang kinerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Jakarta, Februari 2016

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,

Mohamad Nasir

Kata Pengantar

iKata Pengantar

Page 4: lakip ristekdikti 2015
Page 5: lakip ristekdikti 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

PERNYATAAN TELAH DIREVIU

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

TAHUN ANGGARAN 2014

Kami telah mereviu Laporan Kinerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun Anggaran 2015, sesuai Pedoman Reviu atas Laporan Kinerja. Substansi informasi yang dimuat dalam Laporan Kinerja menjadi tanggung jawab manajemen Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Reviu bertujuan untuk memberikan keyakinan terbatas laporan kinerja telah disajikan secara akurat, andal, dan valid.

Berdasarkan reviu kami, tidak terdapat kondisi atau hal-hal yang menimbulkan perbedaan dalam meyakini keandalan informasi yang disajikan di dalam laporan kinerja ini.

Jakarta, Februari 2016Inspektur Jenderal,

Jamal WiwohoNIP. 196111081987021001

iii

Page 6: lakip ristekdikti 2015

Tim Penyusun

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

iv

Tim Penyusun

Penanggungjawab : Ainun Nai’imPengarah : Jamal Wiwoho

Intan AhmadPatdono SuwignjoAli Ghufron Mukti Muhammad DimyatiJumain Appe

Ketua : Erry Ricardo NurzalWakil Ketua : Moch. Wiwin DarwinaSekretaris : E. WahyudiAnggota : Yusrial Bachtiar

Sutrisna WibawaAgus IndarjoJohn HendriPrakosoHadirin SuryanegaraSuyatnoEddy SiswantoSawitri IsnandariAgus SusilohadiEndang TaryonoZulfan AdrinaldiAkhmat MahmudinM. SamsuriWigit JatmikoArnold AchdijalsjahVerawati PuspitaningtyasRini SusantiYulia Setia LestariSetio Wahyu PurnomoTriani Fatimaningpuri

Page 7: lakip ristekdikti 2015

vIkhtisar Eksektuif

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Ikhtisar Eksekutif

Laporan kinerja ini disusun sebagai wujud dan tekad Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Tahun 2015, merupakan tahun pertama Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melaksanakan Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 sejak bergabungnya Kementerian Riset dan Teknologi dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Sesuai amanah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang standar kualitas sistem pembelajaran, lembaga pendidikan tinggi, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana pendidikan tinggi, dan keterjangkauan layanan pendidikan tinggi;

b. perumusan dan penetapan kebijakan di bidang standar kualitas lembaga penelitian, sumber daya manusia, sarana dan prasarana riset dan teknologi, penguatan inovasi dan riset serta pengembangan teknologi, penguasaan alih teknologi, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, percepatan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan riset dan teknologi;

c. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan, sumber daya, penguatan riset dan pengembangan, serta penguatan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. pemberian izin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. pemberian izin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan terapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berisiko tinggi dan berbahaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

g. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

h. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan

Page 8: lakip ristekdikti 2015

Ikhtisar Eksekutif

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

vi

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; dan

i. pelaksanaan dukungan substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran strategis organisasi. Masing-masing sasaran strategis yang ditetapkan mempunyai indikator kinerja sebagai alat untuk mengukur tingkat ketercapaiannya. Setiap tahun indikator kinerja diukur tingkat ketercapaiannya. Hasil pengukuran kinerja Tahun 2015 bisa dilihat dari ketercapaian masing-masing Indikator Kinerja Utama.

Untuk sasaran meningkatnya kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi, dari delapan indikator kinerja, dua indikator kinerja belum mencapai target dan enam indikator kinerja mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah Persentase lulusan bersertifikat kompetensi dan Jumlah Prodi terakreditasi unggul. Sedangkan indikator kinerja yang mencapai target adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi, Jumlah mahasiswa yang berwirausaha, Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional, Persentase lulusan yang langsung bekerja, Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik, dan Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru, sebagaimana terlihat pada Grafik berikut ini.

Grafik 1. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Kualitas Pembelajaran dan Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi

Untuk sasaran meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti, dari lima indikator kinerja, dua indikator kinerja belum mencapai target dan tiga indikator kinerja yang mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah Jumlah Perguruan

Tinggi berakreditasi A (Unggul) dan Jumlah Taman Sains dan Teknologi yang dibangun. Sedangkan indikator kinerja yang mencapai target adalah Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia, Jumlah Taman dan Teknologi yang mature, Jumlah Pusat Unggulan Iptek.

v

Grafik 1. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Kualitas Pembelajaran dan Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi

Untuk sasaran meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti, dari lima

indikator kinerja, dua indikator kinerja belum mencapai target dan tiga indikator kinerja yang

mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah Jumlah

Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul) dan Jumlah Taman Sains dan Teknologi yang

dibangun. Sedangkan indikator kinerja yang mencapai target adalah Jumlah Perguruan Tinggi

masuk top 500 dunia, Jumlah Taman dan Teknologi yang mature, Jumlah Pusat Unggulan

Iptek.

Grafik 2. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Kualitas Kelembagaan Iptek dan Dikti

Untuk sasaran meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan

Dikti, dari enam indikator kinerja, dua indikator kinerja belum mencapai target dan empat

103.61%

140.00%

99.18%

86.34%

191.84%

121.00%

100.00%

100.18%

0% 40% 80% 120% 160% 200%

Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi

Jumlah mahasiswa yang berwirausaha

Prosentase lulusan bersertifikat kompetensi

Jumlah Prodi terakreditasi unggul

Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasionaldan internasional

Prosentase lulusan yang langsung bekerja

Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraanpendidikan akademik

Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan ProfesiGuru

100.00%

89.66%

79.22%

100.00%

158.33%

0% 50% 100% 150% 200%

Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia

Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A(Unggul)

Jumlah Taman Sains dan Teknologi (TST) yangdibangun

Jumal Taman Sains dan Teknologi yang mature

Jumlah Pusat Unggulan Iptek

Page 9: lakip ristekdikti 2015

viiIkhtisar Eksektuif

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Grafik 2. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Kualitas Kelembagaan Iptek dan Dikti

Untuk sasaran meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan Dikti, dari enam indikator kinerja, dua indikator kinerja belum mencapai target dan empat indikator kinerja yang mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya,

Jumlah Revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN. Sedangkan indikator kinerja yang mencapai target adalah Jumlah Dosen berkualifikasi S3, Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya, Jumlah Pendidik mengikuti sertifikasi dosen, dan Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor.

Grafik 3. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Relevansi, Kualitas, dan Kuantitas Sumber Daya Iptek dan Dikti

v

Grafik 1. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Kualitas Pembelajaran dan Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi

Untuk sasaran meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti, dari lima

indikator kinerja, dua indikator kinerja belum mencapai target dan tiga indikator kinerja yang

mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah Jumlah

Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul) dan Jumlah Taman Sains dan Teknologi yang

dibangun. Sedangkan indikator kinerja yang mencapai target adalah Jumlah Perguruan Tinggi

masuk top 500 dunia, Jumlah Taman dan Teknologi yang mature, Jumlah Pusat Unggulan

Iptek.

Grafik 2. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Kualitas Kelembagaan Iptek dan Dikti

Untuk sasaran meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan

Dikti, dari enam indikator kinerja, dua indikator kinerja belum mencapai target dan empat

103.61%

140.00%

99.18%

86.34%

191.84%

121.00%

100.00%

100.18%

0% 40% 80% 120% 160% 200%

Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi

Jumlah mahasiswa yang berwirausaha

Prosentase lulusan bersertifikat kompetensi

Jumlah Prodi terakreditasi unggul

Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasionaldan internasional

Prosentase lulusan yang langsung bekerja

Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraanpendidikan akademik

Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan ProfesiGuru

100.00%

89.66%

79.22%

100.00%

158.33%

0% 50% 100% 150% 200%

Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia

Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A(Unggul)

Jumlah Taman Sains dan Teknologi (TST) yangdibangun

Jumal Taman Sains dan Teknologi yang mature

Jumlah Pusat Unggulan Iptek

vi

indikator kinerja yang mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut

adalah Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya, Jumlah Revitalisasi sarpras

lemlitbang dan PTN. Sedangkan indikator kinerja yang mencapai target adalah Jumlah Dosen

berkualifikasi S3, Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya, Jumlah Pendidik

mengikuti sertifikasi dosen, dan Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor.

Grafik 3. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Relevansi, Kualitas, dan Kuantitas Sumber

Daya Iptek dan Dikti

Untuk sasaran meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan,

dari empat indikator kinerja, dua indikator kinerja belum mencapai target dan dua indikator

kinerja yang mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah

Jumlah HKI yang didaftarkan dan Jumlah Prototipe industri (TRL 7). Sedangkan dua

indikator kinerja yang mencapai target adalah Jumlah Publikasi internasional dan Jumlah

Prototipe R&D (TRL s.d 6).

105.31%

102.90%

134.20%

105.67%

94.74%

84.92%

0% 40% 80% 120%

Jumlah dosen Berkualifikasi S3

Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya

Jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen

Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master danDoktor

Jumlah SDM Litbang yang meningkatkompetensinya

Jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN 85.7%

Page 10: lakip ristekdikti 2015

Ikhtisar Eksekutif

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

viii

Untuk sasaran meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan, dari empat indikator kinerja, dua indikator kinerja belum mencapai target dan dua indikator kinerja yang mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah Jumlah

HKI yang didaftarkan dan Jumlah Prototipe industri (TRL 7). Sedangkan dua indikator kinerja yang mencapai target adalah Jumlah Publikasi internasional dan Jumlah Prototipe R&D (TRL s.d 6).

Grafik 4. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Relevansi dan Produktivitas Riset dan Pengembangan

Sedangkan untuk sasaran menguatnya kapasitas inovasi, dengan indikator kinerja Jumlah Produk Inovasi (produk hasil litbang yang telah diproduksi dan dimanfaatkan pengguna) sudah tercapai dengan capaian kinerja sebesar 150%.

Alokasi anggaran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015 yang digunakan untuk

mendukung pencapaian sasaran strategis sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian kinerja adalah sebesar Rp 46.638.632.038.000 dilaksanakan untuk membiayai dua fungi yaitu fungsi layanan umum dan fungsi pendidikan tinggi. Dari pagu anggaran tersebut untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan berhasil terserap sebesar Rp 38.453.779.810.642 atau persentase terserap anggaran sampai dengan Desember 2015 adalah sebesar 82,45%.

vii

Grafik 4. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Relevansi dan Produktivitas Riset dan Pengembangan

Sedangkan untuk sasaran menguatnya kapasitas inovasi, dengan indikator kinerja

Jumlah Produk Inovasi (produk hasil litbang yang telah diproduksi dan dimanfaatkan

pengguna) sudah tercapai dengan capaian kinerja sebesar 150%.

Alokasi anggaran Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015

yang digunakan untuk mendukung pencapaian sasaran strategis sebagaimana ditetapkan

dalam perjanjian kinerja adalah sebesar Rp 46.638.632.038.000 dilaksanakan untuk

membiayai dua fungi yaitu fungsi layanan umum dan fungsi pendidikan tinggi. Dari pagu

anggaran tersebut untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan berhasil terserap sebesar Rp

38.453.779.810.642 atau persentase terserap anggaran sampai dengan Desember 2015 adalah

sebesar 82,45%.

96.27%

129.19%

309.62%

80.00%

0% 50% 100% 150% 200% 250% 300%

Jumlah HKI yang didaftarkan

Jumlah publikasi internasional

Jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6)

Jumlah prototipe industri (TRL 7)

Tabel 1. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2015

No. SASARAN INDIKATORKINERJA UTAMA

TARGET 2015 - 2019

TAHUN 2015TARGET REALISASI %Capaian

1. Meningkatnya kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi

Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi 32,56% 26,86% 27,83% 103,61Jumlah mahasiswa yang berwirausaha 4.000 2.000 2.800 140Persentase lulusan bersertifikat kompetensi 75% 55% 54,55% 99,18Jumlah Prodi terakreditasi unggul 15.000 10.800 9.325 86,34Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional 420 380 729 191, 84

Persentase lulusan yang langsung bekerja 90% 50% 60,5% 121Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik 46 17 17 100

Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru 12.000 4.458 4.466 100,18

Page 11: lakip ristekdikti 2015

ixIkhtisar Eksektuif

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

No. SASARAN INDIKATORKINERJA UTAMA

TARGET 2015 - 2019

TAHUN 2015TARGET REALISASI %Capaian

2. Meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti

Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia 5 2 2 100Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul) 194 29 26 89,66

Jumlah Taman Sains dan Teknologi (TST) yang dibangun 100 77 61 79,22

Jumal Taman Sains dan Teknologi yang mature 58 6 6 100Jumlah Pusat Unggulan Iptek 30 12 19 158,3

3. Meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan Dikti

Jumlah dosen Berkualifikasi S3 41.500 23.500 24.747 105,3Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya 2.000 2.000 2.058 102,9

Jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen 10.000 8.000 10.736 134,2Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor 5.450 3.350 3.540 105,7

Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya 505 95 90 94,7

Jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN 153 126 108 85,74. Meningkatnya

relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan

Jumlah HKI yang didaftarkan 2.305 1.580 1.521 96,27Jumlah publikasi internasional 12.089 5.008 6.470 129,19Jumlah prototipe R&D TRL s.d 6 1.081 530 1.641 309,62Jumlah prototipe industri TRL 7 15 5 4 80

5. Menguatnya kapasitas inovasi

Jumlah produk inovasi (produk hasil litbang yang telah diproduksi dan dimanfaatkan pengguna)

30 10 15 150

Page 12: lakip ristekdikti 2015

Daftar isi

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

x

Kata Pengantar ........................................................................................................................................................... iPERNYATAAN TELAH DIREVIU .................................................................................................................................... iiiTim Penyusun ............................................................................................................................................................. viIkhtisar Eksekutif ........................................................................................................................................................ vDAFTAR ISI .................................................................................................................................................................. xDAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................................................... xiDAFTAR TABEL .......................................................................................................................................................... xiiiDAFTAR GRAFIK .......................................................................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................................................ 11.1. Latar Belakang ..................................................................................................................................... 11.2. Maksud dan Tujuan ............................................................................................................................ 21.3. Tugas dan Fungsi ................................................................................................................................. 21.4. Struktur Organisasi ............................................................................................................................. 31.5. Sumber Daya Manusia ........................................................................................................................ 41.6. Anggaran ............................................................................................................................................. 61.7. Sistematika Penyajian ......................................................................................................................... 6

BAB II PERENCANAAN KINERJA ................................................................................................................................ 92.1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 ....................................... 92.2. Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 ............................................................................................. 122.3. Arah Kebijakan dan Strategi ................................................................................................................ 152.4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015 .................................................................................................... 15

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2015 ......................................................................................................... 173.1. Pengendalian Kinerja .......................................................................................................................... 173.2. Pengukuran Kinerja ............................................................................................................................. 183.3. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) ................................................................. 183.4. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) ............................................................................................... 203.5. Analisis Capaian Kinerja ...................................................................................................................... 223.6. Realisasi Anggaran .............................................................................................................................. 108

BAB IV P E N U T U P .................................................................................................................................................. 111

LAMPIRAN ................................................................................................................................................................. 113

Daftar Isi

Page 13: lakip ristekdikti 2015

xiDaftar Gambar

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Gambar 1.1. Bagan Struktur Organisasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 5Gambar 2.1. Kerangka Logis dan Program Kemenristekdikti dalam Mendukung Daya Saing 9Gambar 3.1. Manajemen Kinerja Berorientasi Hasil (Output/Outcome) 17Gambar 3.2. Rapat Pimpinan Terbatas Kemenristekdikti Tentang Review Renstra 19Gambar 3.3. Kunjungan Menristekdikti ke Mahasiswa Penerima Bidikmisi di Malang 27Gambar 3.4. Penyerahan Beasiswa Afirmasi Papua di Universitas Brawijaya 27Gambar 3.5. Penerima Medala Olimpiade Nasional MIP 37Gambar 3.6. Pembukaan POMNAS XIV 2015 di Universitas Syiah Kuala 37Gambar 3.7. Perbandingan Ranking PT Indonesia dan Malaysia 45Gambar 3.8. Kunjungan Menristekdikti ke Provinsi Papua Barat 51Gambar 3.9. Menristekdikti Memberikan Arahan di UNIPA 51Gambar 3.10. Foto Bersama Direktur KST & Bajang Lainnya,Walikota Tarakan,

Rektor Universitas Borneo Tarakan Pada Pembukaan Workshop Pengembangan STP Kalimantan Utara

52

Gambar 3.11. Masterplan STP di Solo 53Gambar 3.12. Kunjungan Kerja Dirjen Kelembagaan Iptekdikti ke Solo Techno Park 53Gambar 3.13. Masterplan TP di Sragen 54Gambar 3.14. Pertemuan Dirjen Kelembagaan Iptekdikti dengan Bupati Sragen membahas Pengembangan

Sragen Techno Park54

Gambar 3.15. Master Plan STP Palembang 55Gambar 3.16. Kunjungan Kerja Menristekdikti di ATP – Palembang 55Gambar 3.17. Dirjen Kelembagaan Iptekdikti berdiskusi dengan Stakehoders Pengembangan Peternakan

Sapi di ATP Palembang55

Gambar 3.18. Rencana Pembangunan TP di Kaur 56Gambar 3.19. Site Plan Techno Park Sumbawa Rencana Pembangunan TP di Kaur 56Gambar 3.20. Kunjungan Kerja Direktur KST dan Bajang Lainnya 57Gambar 3.21. Kunjungan Kerja Menristekdikti di STP Riau di Lokasi Pembangunan Techno Park Sumbawa 57Gambar 3.22. Masterplan STP Riau 57Gambar 3.23. Lokasi dan Site Plan MSTP di Jepara 58Gambar 3.24. Sekretaris Dirjen Kelembagaan Iptekdikti Mengalungkan Tanda Peserta Pada Pembukaan

Pelatihan Pengelolaan STP di MSTP Jepara58

Daftar Gambar

Page 14: lakip ristekdikti 2015

Daftar Gambar

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

xii

Gambar 3.25. Kriteria Pusat Unggulan Iptek 61Gambar 3.26. Target Capaian PUI Tahun 2015 – 2019 63Gambar 3.27 Capaian Kinerja Pusat Unggulan Iptek 64Gambar 3.28. Stand PUI pada Pameran RITECH EXPO dalam Rangka HAKTEKNAS 2015 64Gambar 3.29. Deklarasi Penetapan PUI 2015 64Gambar 3.30. Dokumentasi Kegiatan Beasiswa Luar Negeri 69Gambar 3.31. Semilunar Flushing Valve Device 96Gambar 3.32. Teknologi Greenhouse dan Aeroponik 97Gambar 3.33. Mechatronic Training Unit-CNC 98Gambar 3.34. Sistem Automatic Dependant Surveillance-Broadcast (ADS-B) 98Gambar 3.35. Brake Unit Lokomotif 99Gambar 3.36. Sistem Computer Based Interlocking (CBI) 100Gambar 3.37. Prototipe Pindad Excavator 101Gambar 3.38. Melon Varietas Kinanti, Barata dan Ceria 101Gambar 3.39. Teknologi Pengolahan Tepung Porang 102Gambar 3.40. Alat Bantu Jalan-Parapodium Dinamik 103Gambar 3.41. Kombinasi Lumensi Led - Ledikan 104Gambar 3.42. Switch Remote Bluetooth untuk Lampu 105Gambar 3.43. Sensor Kebakaran 105Gambar 3.44. Zeta Green (Ukuran Two Level Reactor dan Single Level Reactor) 105Gambar 3.45. Teknologi Flying BTS 106Gambar 3.46. Ultimate Surface Aerator (USA) 107

Page 15: lakip ristekdikti 2015

xiiiDaftar Tabel

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 1. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2015 viTabel 1.1. Pegawai Kemenristekdikti Berdasarkan Unit Kerja 4Tabel 1.2. Anggaran Kemenristekdikti Tahun 2015 6Tabel 2.1. Sasaran Strategis dan IKU Renstra Kemenristekdikti 2015-2019 14Tabel 2.2. Perjanjian Kinerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015 16Tabel 3.1. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2015 21Tabel 3.2. Capaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Pembelajaran dan Kemahasiswaan Pendidikan

Tinggi24

Tabel 3.3. APK Perguruan Tinggi 25Tabel 3.4. APK Perguruan Tinggi Nasional 25Tabel 3.5. Penerima Beasiswa PPA 2012-2015 27Tabel 3.6. Perbandingan Jumlah Mahasiswa ADik Papua dan 3 T Tahun 2012 – 2015 27Tabel 3.7. Alokasi BOPTN 28Tabel 3.8. Pertumbuhan Perguruan Tinggi dan Prodi 2010-2015 29Tabel 3.9. Peserta Uji Kompetensi Dokter 32Tabel 3.10. Jumlah Peserta Lulus Berdasarkan Program Studi 33Tabel 3.11. Total Prodi berdasarkan peringkat dan jenjang 35Tabel 3.12. Jumlah Prodi Terakreditasi Unggul 35Tabel 3.13. Perolehan Medali Mahasiswa 37Tabel 3.14. LPTK Yang Meningkat Mutu Penyelanggaraan Pendidikan 40Tabel 3.15. Capaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Kelembagaan Iptek dan Dikti 43Tabel 3.16. Ranking Perguruan Tinggi Indonesia 2011-2015 45Tabel 3.17 Akreditasi Perguruan Tinggi 2012-2015 47Tabel 3.18. Perguruan Tinggi dengan Akreditasi A 47Tabel 3.19. STP yang Dibangun Tahun 2015 50Tabel 3.20. Realisasi Program Pusat Unggulan Iptek (PUI) 62Tabel 3.21. Capaian Sasaran Meningkatnya Relevansi, Kualitas, dan Kuantitas Sumber Daya Iptek dan

Dikti66

Tabel 3.22. Perkembangan Jumlah Dosen Berkualifikasi S2 dan S3 66

Daftar Tabel

Page 16: lakip ristekdikti 2015

Daftar Tabel

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

xiv

Tabel 3.23. Jumlah Dosen di Beberapa Negara 67Tabel 3.24. Beasiswa S2/S3 Luar Negeri (2011-2015) 68Tabel 3.25. Beasiswa S2/S3 Dalam Negeri (2012-2015) 70Tabel 3.26. SDM Dikti yang Meningkat Kompetensinya 70Tabel 3.27. Hasil Pelatihan Kompetensi SDM Dikti 70Tabel 3.28. Dosen Mengikuti Program Sandwich-like Luar Negeri (2011-2015) 72Tabel 3.29. Peserta Lesson Study Tahun 2013-2015 73Tabel 3.30. Jumlah Peserta Pelatihan Bahasa Asing 73Tabel 3.31. Pendidik Mengikuti Sertifikasi Dosen 75Tabel 3.32. Pelaksanaan Program Karyasiswa S2 dan S3 77Tabel 3.33. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Relevansi dan Produktivitas Riset dan

Pengembangan79

Tabel 3.34. Pendaftaran HKI Tahun 2011-2015 80Tabel 3.35. Kegiatan dan Pelatihan/Workshop dalam Rangka Pendaftaran HKI 81Tabel 3.36. Publikasi Internasional Negara ASEAN 1996-2014 82Tabel 3.37. Rekapitulasi Publikasi Nasional dan Internasional 83Tabel 3.38. Scientific Journal Ranking (SJR) 84Tabel 3.39. Pelatihan/workshop dalam Rangka Publikasi Internasional 85Tabel 3.40. 9 (Sembilan) Tingkat Kesiapan Teknologi (TRL, Technology Readiness Level) 87Tabel 3.41. Jumlah Prototype R&D (TRL s.d 6) 2012-2015 88Tabel 3.42. Capaian Kegiatan InSInas 89Tabel 3.43. Capaian Penelitian Perguruan Tinggi 90Tabel 3.44. Jumlah Prototipe Laik Industri (TRL 7) 90Tabel 3.45. Capaian Kinerja Prototype Industri 91Tabel 3.46. Capaian Sasaran Menguatnya Kapasitas Inovasi 93Tabel 3.47. Realisasi Anggaran Kemenristekdikti Tahun 2015 Berdasarkan Unit 108Tabel 3.48. Realisasi Anggaran Kemenristekdikti Tahun 2015 Berdasarkan Unit 109

Page 17: lakip ristekdikti 2015

xvDaftar Grafik

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Grafik 1. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Kualitas Pembelajaran dan Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi

iv

Grafik 2. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Kualitas Kelembagaan Iptek dan Dikti vGrafik 3. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Relevansi, Kualitas, dan Kuantitas Sumber Daya Iptek

dan Diktiv

Grafik 4. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Relevansi dan Produktivitas Riset dan Pengembangan viGrafik 1.1. Pegawai Kemenristekdikti Berdasarkan Pendidikan Terakhir 5Grafik 1.2. Alokasi Anggaran Berdasarkan Belanja Tahun 2015 6Grafik 3.1. Peminat dan Daya Tampung Bidik Misi (2010-2015) 26Grafik 3.2. Distribusi IPK Rata-Rata Nasional Bidik Misi 27Grafik 3.3. Jumlah Peserta Magang (2011-2015) 73Grafik 3.4. Perkembangan Jumlah Peserta PAR/SAME (2011-2015) 74Grafik 3.5. Jumlah PTN yang Mengalami Revitalisasi Sarana dan Prasarana 78

Daftar Grafik

Page 18: lakip ristekdikti 2015
Page 19: lakip ristekdikti 2015

1Bab I Pendahuluan

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

1.1. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan pendidikan tinggi merupakan faktor penting dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) yang menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Dasar hukum pembangunan iptek nasional dan pendidikan tinggi tersebut adalah UUD Negara Republik Indonesia 1945 Amandemen ke-4 Pasal 28 C ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

Dalam UUD Pasal 28 C ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan memperoleh manfaat dari iptek, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Selanjutnya dalam UUD Pasal 31 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sementara itu, Pasal 31 ayat (3) menyebutkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Di samping itu, Pasal 31 ayat (4) menjelaskan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional. Tambahan pula, Pasal 31 ayat (5) menyatakan bahwa Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan

Bab I Pendahuluan

teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pembangunan iptek dan pendidikan tinggi hanya akan memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, jika pembangunan iptek dan pendidikan tinggi mampu menghasilkan produk teknologi dan inovasi serta sumber daya manusia yang terampil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau dapat menjadi solusi bagi permasalahan nyata yang dihadapi oleh masyarakat. Mengingat pentingnya iptek dan pendidikan tinggi dalam pembangunan di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah menggabungkan riset, teknologi, dan pendidikan tinggi menjadi satu kementerian, yaitu Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Restrukturisasi dan penggabungan ristek dan dikti diharapkan akan semakin meningkatkan produktivitas dan relevansi penelitian baik di Perguruan Tinggi maupun Lembaga Penelitian lainnya.

Keberhasilan pembangunan iptek dan pendidikan tinggi yang telah dicapai pada periode 2010-2014 merupakan langkah yang sangat penting bagi keberhasilan yang lebih besar dan menyeluruh untuk pencapaian pada periode 2015-2019. Ada sasaran strategis paling penting dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk periode 5 tahun mendatang yaitu : 1. Peningkatan mutu pendidikan tinggi; 2. Hilirisasi hasil penelitian. Upaya strategis tersebut ditujukan untuk peningkatan pembangunan iptek dan pendidikan tinggi sehingga mampu menghasilkan produk teknologi dan inovasi serta

Page 20: lakip ristekdikti 2015

2 Bab I Pendahuluan

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

sumber daya manusia yang terampil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang pada akhirnya berkontribusi nyata terhadap pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan laporan kinerja Kementerian Riset,Teknologi dan Pendidikan Tinggi tahun 2015 adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi kepada Presiden atas pelaksanaan program/kegiatan dan pengelolaan anggaran dalam rangka mencapai Visi dan Misi yang telah ditetapkan. Adapun tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk menilai dan mengevaluasi pencapaian sasaran dan kinerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

1.3. Tugas dan Fungsi

Sesuai Perpres No. 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara, Pasal 2 ayat (3) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi merupakan Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut Kementerian Kelompok II.

Pasal 4 ayat (1), Kementerian Kelompok I dan Kementerian Kelompok II mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Kementerian Kelompok II menyelenggarakan fungsi: a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya; b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; d. pelaksanaan

bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; dan e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

Dalam melaksanakan tugasnya, sesuai amanah Perpres No. 13 Tahun 2015 Pasal 2, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Selanjutnya dalam Pasal 3, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang standar kualitas sistem pembelajaran, lembaga pendidikan tinggi, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana pendidikan tinggi, dan keterjangkauan layanan pendidikan tinggi;

b. perumusan dan penetapan kebijakan di bidang standar kualitas lembaga penelitian, sumber daya manusia, sarana dan prasarana riset dan teknologi, penguatan inovasi dan riset serta pengembangan teknologi, penguasaan alih teknologi, penguatan kemampuan audit teknologi, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, percepatan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan riset dan teknologi;

c. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan, sumber daya, penguatan riset dan pengembangan, serta penguatan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. pemberian izin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Page 21: lakip ristekdikti 2015

3Bab I Pendahuluan

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

e. pemberian izin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan terapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berisiko tinggi dan berbahaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

g. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

h. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; dan

i. pelaksanaan dukungan substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Satu hal penting dalam hal pelaksanaan tugas pokok dan fungsi lembaga-lembaga publik adalah implementasi tata kelola pemerintahan yang baik. Untuk itu, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyadari sepenuhnya bahwa aspek tata kelola kepemerintahan yang baik merupakan landasan awal bagi kesuksesan tercapainya Visi dan Misi organisasi. Harus diakui pula, tantangan yang dihadapi organisasi sangatlah berat seiring dengan perkembangan lokal dan global yang menuntut organisasi harus mampu beradaptasi dengan

cepat terhadap perubahan-perubahan dan trend baru yang terjadi.

1.4. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi No. 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, terdiri atas :

a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Pembelajaran dan

Kemahasiswaan; c. Direktorat Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan,

Teknologi,dan Pendidikan Tinggi; d. Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan,

Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;e. Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan

Pengembangan;f. Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi;g. Inspektorat Jenderal;h. Staf Ahli Bidang Akademik;i. Staf Ahli Bidang Infrastuktur;j. Staf Ahli Bidang Relevansi dan Produktivitas;k. Pusat Data dan Informasi Ilmu Pengetahuan,

Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;l. Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

danm. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.

Page 22: lakip ristekdikti 2015

4 Bab I Pendahuluan

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Gambar 1.1. Bagan Struktur Organisasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

1.5. Sumber Daya Manusia

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

didukung oleh 119.614 orang pegawai yang terdiri dari 1.264 pegawai pusat dan 118.350 pegawai PTN dan Kopertis.

Tabel 1.1. Pegawai Kemenristekdikti Berdasarkan Unit Kerja

No Unit KerjaJenis Kelamin

JumlahPria Wanita

1 Menteri 1 12 Staf Ahli Bidang Akademik 1 13 Staf Ahli Bidang Infrastruktur 1 14 Staf Ahli Bidang Relevansi Dan Produktivitas 1 15 Sekretariat Jenderal 139 96 235

Page 23: lakip ristekdikti 2015

5Bab I Pendahuluan

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

No Unit KerjaJenis Kelamin

JumlahPria Wanita

Sekretaris Jenderal 1 1 Biro Perencanaan 15 13 28 Biro SDM 38 29 67 Biro Keuangan dan Umum 57 23 80 Biro Hukum dan Organisasi 20 13 33 Biro Kerjasama dan Komunikasi Publik 8 18 266 Inspektorat Jenderal 24 14 387 Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan 58 42 1008 Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti 62 63 1259 Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti 62 33 95

10 Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan 93 70 16311 Ditjen Penguatan Inovasi 76 46 12212 Pusat Data dan Informasi Iptek dan Dikti 21 7 2813 Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 284 38 32214 Pusat Pendidikan dan Pelatihan 24 8 3215 PTN/Kopertis 118.350

Total 119.614

Dari segi pendidikan terakhir pegawai Kemenristekdikti untuk pegawai pusat didominasi oleh S-1 dengan persentase 39,7% diikuti dengan SLTA 27,1% .

Grafik 1.1. Pegawai Kemenristekdikti Berdasarkan Pendidikan Terakhir

6

No Unit Kerja Jenis Kelamin

Jumlah Pria Wanita

Biro Keuangan dan Umum 57 23 80

Biro Hukum dan Organisasi 20 13 33

Biro Kerjasama dan Komunikasi Publik 8 18 26

6 Inspektorat Jenderal 24 14 38

7 Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan 58 42 100

8 Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti 62 63 125

9 Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti 62 33 95

10 Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan 93 70 163

11 Ditjen Penguatan Inovasi 76 46 122

12 Pusat Data dan Informasi Iptek dan Dikti 21 7 28

13 Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 284 38 322

14 Pusat Pendidikan dan Pelatihan 24 8 32

15 PTN/Kopertis 118.350

Total 119.614

Dari segi pendidikan terakhir pegawai Kemenristekdikti untuk pegawai pusat

didominasi oleh S-1 dengan persentase 39,7% diikuti dengan SLTA 27,1% .

Grafik 1.1. Pegawai Kemenristekdikti Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Terkait dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, Kementerian PAN&RB telah

melakukan evaluasi atas kemajuan pelaksanaan reformasi birokrasi pada 22 (dua puluh dua)

3% 4%

27%

5% 40%

16%

5%

SD SLTP SLTA DIPLOMA S-1 S-2 S-3

Terkait dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, Kementerian PAN&RB telah melakukan evaluasi atas kemajuan pelaksanaan reformasi birokrasi pada 22 (dua puluh dua) kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Hasil penilaian evaluasi kemajuan reformasi birokrasi adalah 63,89. Kementerian PAN&RB telah merekomendasikan kepada Menteri Keuangan RI dengan surat Nomor: B/3563/M.PANRB/11/2015 tanggal 9 Nopember 2015 tentang Permohonan Izin Prinsip Penyesuaian Tunjangan Kinerja, sebagai dasar penyusunan Peraturan Presiden tentang Tunjangan Kinerja. Saat ini Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sedang menyiapkan dokumen Roadmap Reformasi Birokrasi 2015 – 2019.

Page 24: lakip ristekdikti 2015

6 Bab I Pendahuluan

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

1.6. Anggaran

Pagu anggaran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015 sebesar

Tabel 1.2. Anggaran Kemenristekdikti Tahun 2015

No Satuan Kerja Pagu Proporsi1 DITJEN KELEMBAGAAN 259.769.437.000 0,557%2 DITJEN BELMAWA 4.432.550.807.000 9,504%3 DITJEN SUMBER DAYA 1.844.487.444.000 3,955%4 SETJEN 2.928.682.102.000 6,280%5 PTN/KOPERTIS 35.556.706.132.000 76,239%6 DITJEN PENGUATAN RISBANG 1.560.133.811.000 3,345%7 DITJEN PENGUATAN INOVASI 53.992.670.000 0,116%8 ITJEN 2.309.635.000 0,005%

Grand Total 46.638.632.038.000 100,00%

Rp46.638.632.038.000 dengan proporsi terbesar adalah anggaran untuk PTN dan Kopertis sebesar 76% dan sisanya dialokasikan untuk Unit Utama.

Dari sisi jenis belanja paling besar dialokasikan untuk belanja barang sebesar 44%, belanja pegawai 26%, belanja modal 24% dan belanja bantuan sosial 6%.

Grafik 1.2. Alokasi Anggaran Berdasarkan Belanja Tahun 2015

1.7. Sistematika Penyajian

Laporan kinerja ini melaporkan capaian kinerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

tahun 2015 sesuai Rencana Strategis (Renstra) tahun 2015-2019. Analisis Capaian Kinerja (performance result) diperbandingkan dengan Perjanjian Kinerja (performance

agreement) sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi, yang memungkinkan diidentifikasinya sejumlah celah kinerja (performance gap) sebagai perbaikan kinerja di

Page 25: lakip ristekdikti 2015

7Bab I Pendahuluan

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

masa mendatang.

Sistematika penyajian Laporan Kinerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015 adalah sebagai berikut :

1. Ikhtisar Eksekutif, menyajikan ringkasan pencapaian kinerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015.

2. Bab. I - Pendahuluan, menjelaskan latar belakang penyusunan laporan, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi, serta struktur organisasi, sumber daya manusia dan anggaran.

3. Bab. II – Perencanaan dan Perjanjian Kinerja, menjelaskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, Rencana Strategis, Arah Kebijakan dan Strategi, dan Perjanjian Kinerja 2015.

4. Bab. III – Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015, menjelaskan tentang pengendalian, pengukuran dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, serta pencapaian kinerja sebagai pertanggungjawaban terhadap pencapaian sasaran strategis pada tahun 2015.

5. Bab. IV – Penutup, menjelaskan kesimpulan menyeluruh dan upaya perbaikan.

Page 26: lakip ristekdikti 2015
Page 27: lakip ristekdikti 2015

9Bab II Perencanaan Kinerja

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

2.1. Rencana Pembangunan Jangka Mene-ngah Nasional (RPJMN) 2015-2019

Agenda pembangunan Indonesia berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ketiga (2015-2019) adalah memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian dengan berbasis pada Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan Iptek. Dari sisi daya saing, Indonesia saat ini menempati posisi ke-34 dalam Global Competitiveness Report (GCR) tahun 2014-2015. Ini adalah posisi terbaik Indonesia sejak 2010 dimana ketika itu berada di posisi ke-44 dan sempat memburuk di tahun 2012-2013 dimana Indonesia berada pada peringkat 50. Namun demikian, Indonesia masih berada di bawah Singapura (peringkat ke-2), Malaysia (peringkat ke-20), bahkan Thailand (peringkat ke-31).

Menurut World Economic Forum (WEF), pilar pembentuk daya saing ada 12 buah. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi berkontribusi terhadap peningkatan indeks dari pilar kelima (pendidikan dan pelatihan pendidikan tinggi) dan pilar kedua belas (inovasi) dalam upayanya mendukung daya saing.

Untuk mewujudkan peningkatan indeks pendidikan dan pelatihan pendidikan tinggi dan inovasi, ada dua direct core element yang harus ditingkatkan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, yaitu inovasi dan tenaga kerja terampil dikti seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.1. Dua direct core element tersebut didukung oleh indirect core element, yaitu

Bab II Perencanaan Kinerja

penelitian dan pengembangan serta didukung juga oleh dua supporting element, yaitu lembaga yang berkualitas dan sumber daya yang berkualitas. Untuk mewujudkan peningkatan kedua indeks tersebut, maka direct core element, indirect core element, dan supporting element ini harus ada dan saling mendukung satu sama lain.

Gambar 2.1. Kerangka Logis dan Program Kemenristekdikti dalam Mendukung Daya Saing

Pada lima elemen tersebut, masih ditemui beberapa permasalahan. Pertama adalah lembaga yang berkualitas. Data GCR tahun 2013-2014 memperlihatkan bahwa kualitas lembaga riset iptek berada pada posisi 46, sementara itu Indonesia menempati posisi ke-43 pada tahun 2009-2010 dari 133 negara. Oleh karena itu, kualitas kelembagaan iptek masih harus ditingkatkan. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam kaitan ini misalnya aspek tata kelola administrasi lemlitbang pemerintah masih sangat rumit sehingga akan menghambat efektivitas koordinasi.

Page 28: lakip ristekdikti 2015

10 Bab II Perencanaan Kinerja

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Isu yang cukup mendasar dalam konteks Kelembagaan Iptek adalah revitalisasi kelembagaan khususnya dalam upaya membangun fleksibilitas kelembagaan iptek dan mendorong lemlitbang untuk menjadi pusat unggulan atau center of excellence. Salah satu upaya dalam mendukung berkembangnya Pusat Unggulan adalah dengan mendorong efektivitas pelaksanaan akreditasi dengan penjaminan mutu lembaga litbang yang dilakukan oleh Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP). Karena pelaksanaannya tidak bersifat mandatory, belum banyak pranata litbang yang telah terakreditasi KNAPPP. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan revitalisasi terhadap kelembagaan KNAPPP dan revisi pedoman KNAPPP untuk dapat digunakan sebagai standar nasional dalam proses akreditasi dan penjaminan mutu lembaga litbang.

Selain itu, kualitas pendidikan tinggi masih relatif rendah baik dalam konteks institusi (Perguruan Tinggi) maupun program studi yang diindikasikan oleh mayoritas Perguruan Tinggi hanya berakreditasi C dan masih sangat sedikit yang berakreditasi A atau B. Disamping itu, Perguruan Tinggi Indonesia juga belum mampu berkompetisi dengan Perguruan Tinggi negara lain bahkan masih tertinggal dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara sekalipun. Sejumlah lembaga internasional secara berkala melakukan survei untuk menyusun peringkat universitas terbaik dunia dan menempatkan universitas-universitas Indonesia, bahkan yang berstatus paling baik di Indonesia sekalipun berada pada posisi yang masih rendah.

Elemen kedua adalah sumber daya yang berkualitas. Bertolak dari fakta yang ada sekarang bahwa berdasarkan data GCR peringkat ketersediaan ilmuwan dan engineer masih berada di peringkat 40 dunia pada tahun 2013-2014. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2009-2010 yang berada pada peringkat 31. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan Indonesia dalam menangani masalah SDM Iptek khususnya ketercukupan jumlah dosen, ilmuwan,

dan perekayasa masih perlu ditingkatkan. Pemerintah juga berusaha memfasilitasi peningkatan kapasitas SDM Iptek di lembaga litbang pemerintah melalui pemberian beasiswa pendidikan S2 dan S3, maupun pelatihan.

Dari aspek investasi litbang, perhatian pemerintah terhadap iptek dalam tiga dekade terakhir menunjukkan penurunan terus menerus. Indikasi bahwa perhatian pemerintah semakin rendah terlihat pada fakta bahwa sepanjang tahun 1980-2012 terjadi penurunan rasio antara anggaran yang dialokasikan untuk litbang pemerintah terhadap keseluruhan anggaran dalam APBN. Memang secara nominal rupiah terjadi peningkatan, namun rasio terhadap keseluruhan APBN terus mengalami penurunan (LIPI, 2012).

Pemerintah masih merupakan penyedia dana terbesar dan juga pelaku terbesar dari kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia sedangkan sektor swasta masih sangat terbatas peranannya, baik sebagai pelaku apalagi sebagai penyedia dana. Rasio belanja litbang sektor pemerintah di Indonesia saat ini sebesar 82,3%, sementara sektor swasta hanya sebesar 17,7% (Survey Litbang Sektor Industri Manufaktur, 2011). Sebagai perbandingan di negara lain seperti Malaysia, rasio belanja litbang pemerintahnya hanya sebesar 15% sedangkan sektor swastanya sebesar 85% (tahun 2006). Thailand memiliki rasio belanja litbang pemerintah sebesar 55% sedangkan yang bersumber dari swasta sebesar 45%.

Terkait sarana-prasarana litbang yang telah dibangun di berbagai lokasi, di antaranya yang paling menonjol adalah di kawasan Puspiptek Serpong yang di dalamnya terdapat 35 laboratorium yang dikembangkan untuk mendukung fungsi litbang berbagai lemlitbang di antaranya LIPI, BATAN, BPPT, dan Kementerian Lingkungan Hidup juga perlu direvitalisasi untuk mendukung relevansi dan produktivitas iptek. Sedangkan untuk meningkatkan akses mahasiswa belajar di Perguruan Tinggi, banyak Perguruan Tinggi yang masih kekurangan gedung belajar, fasilitas dan peralatan penelitian.

Page 29: lakip ristekdikti 2015

11Bab II Perencanaan Kinerja

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Kemudian, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar bisa menjadi negara dengan pendapatan tinggi, Indonesia membutuhkan banyak tenaga terampil dari berbagai profesi. Sayangnya pendidikan profesi dan sertifikasi tenaga terampil terlambat dilaksanakan di Indonesia. Meskipun pendidikan profesi dokter, akuntan, dan pengacara sudah dilaksanakan cukup lama tetapi beberapa pendidikan profesi, seperti profesi insinyur yang sangat dibutuhkan di lapangan kerja sampai sekarang belum dilaksanakan. Keterlambatan yang lebih parah lagi terjadi pada sertifikasi tenaga terampil. Sampai sekarang uji kompetensi dan sertifikasi tenaga terampil baru dilakukan untuk profesi dokter dan dimulai tahun 2014. Untuk tenaga profesi yang lain misalkan insinyur, akuntan, dan arsitek belum dilakukan.

Kebutuhan tenaga terampil yang bersertifikat menjadi lebih penting lagi saat diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada saat itu, tenaga terampil yang tidak bersertifikat akan sulit untuk bersaing dengan tenaga terampil bersertifikat dalam mendapatkan pekerjaan. Lebih-lebih lagi jika tenaga kerja terampil Indonesia untuk bisa bersaing di lapangan kerja di luar negeri harus mempunyai sertifikat profesi yang tidak hanya diakui oleh Indonesia tetapi juga diakui oleh negara-negara lain. Kedepan, Indonesia harus segera melakukan sertifikasi pada tenaga terampilnya agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing di pasar tenaga kerja domestik maupun internasional.

Permasalahan lain terkait dengan sumber daya pendidikan tinggi di Indonesia juga terjadi pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Permasalahan pokok pada pendidikan calon guru di LPTK adalah banyaknya jumlah LPTK dan rendahnya mutu LPTK yang merupakan wahana untuk meningkatkan tenaga pendidik.

Sementara itu, elemen ketiga adalah penelitian dan pengembangan yang ditunjukkan oleh produktivitas iptek yang dinilai oleh dua indikator yaitu paten dan publikasi ilmiah. Berdasarkan data dapat dilihat bahwa

sekitar 90% permohonan hak paten yang mendaftarkan ke Direktorat Jenderal HKI merupakan paten dari luar negeri dan sisanya sekitar 10% merupakan paten domestik Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sampai saat ini, Indonesia masih tergantung dan dikuasai oleh teknologi dari luar dibandingkan dari dalam negeri. Pendaftaran paten domestik Indonesia jika dilihat dari tahun 2001 s/d 2013 semakin bertambah akan tetapi jumlah pendaftaran paten domestik tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan jumlah pendaftaran paten dari luar negeri yang mengajukan ke Direktorat Jenderal HKI-Kementerian Hukum dan HAM.

Ukuran lainnya dari produktivitas iptek adalah jumlah publikasi (dokumen). Dalam hal ini, menurut Scientific Journal Ranking (SJR), Indonesia berada pada peringkat ke-61 dengan H-index sebesar 112. H-index merupakan indeks komposit dari 5 indikator: (1) jumlah dokumen (publikasi) dari tahun 1996-2007; (2) jumlah publikasi yang layak dikutip (citable documents); (3) jumlah kutipan (citations); (4) jumlah kutipan sendiri (self citation); dan (5) jumlah kutipan per dokumen (citations per document). Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Vietnam dan Filipina.

Kedepan upaya mendorong peningkatan perolehan HKI, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui instrumen kebijakan Insentif Riset SINas disamping riset-riset dasar dan terapan untuk meningkatkan academic exelance juga mendorong lebih banyak lagi pelaksanaan riset melalui pola konsorsium yang melibatkan lembaga litbang, pemerintah dan dunia usaha/industri sehingga menghasilkan prototype yang dapat diadopsi oleh industri. Disamping itu juga memfasilitasi peningkatan perolehan HKI domestik, dengan memberikan insentif berupa insentif inventor yang ingin mendaftarkan paten, dan fasilitasi pembentukan dan penguatan sentra HKI.

Elemen keempat adalah pembelajaran dan kemahasiswaan. Permasalahan pokok yang mengemuka adalah akses ke layanan pendidikan tinggi belum merata

Page 30: lakip ristekdikti 2015

12 Bab II Perencanaan Kinerja

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

bahkan ketimpangan tingkat partisipasi antara kelompok masyarakat kaya dan miskin tampak nyata, masing-masing 43,6% dan 4,4% (Susenas 2012). Kelompok masyarakat miskin tidak mampu menjangkau layanan pendidikan tinggi karena kesulitan ekonomi dan terhambat oleh ketiadaan biaya. Kendala finansial menjadi masalah utama bagi lulusan-lulusan sekolah menengah dari keluarga miskin untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi.

Selain itu, angka pengangguran terdidik masih cukup tinggi yang mengindikasikan bahwa relevansi dan daya saing pendidikan tinggi masih rendah dan ketidakselarasan antara Perguruan Tinggi dan dunia kerja. Pengangguran terdidik memberi indikasi bahwa program-program studi yang dikembangkan di Perguruan Tinggi mengalami kejenuhan karena peningkatan jumlah lulusan tidak sebanding dengan pertumbuhan pasar kerja. Bagi lulusan Perguruan Tinggi yang terserap di pasar kerja, sebagian besar (60%) bekerja di bidang pekerjaan yang termasuk kategori white collar jobs (manajer, profesional) yang menuntut keahlian/keterampilan tinggi dan penguasaan ilmu khusus (insinyur, dokter, guru). Namun, sebagian dari mereka (30%) juga ada yang bekerja di bidang pekerjaan yang bersifat semi terampil (tenaga administrasi, sales) bahkan ada juga yang berketerampilan rendah sehingga harus bekerja di bagian produksi (blue-collar jobs). Gejala ini memberi gambaran bahwa kurikulum yang dikembangkan di Perguruan Tinggi kurang relevan dan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha atau dunia industri.

Perguruan Tinggi juga belum sepenuhnya dapat melahirkan lulusan-lulusan berkualitas yang memiliki daya saing mumpuni. Relevansi dan daya saing lulusan perguruan tinggi sangat ditentukan oleh penguasaan tiga hal, yaitu: (i) academic skills yang berhubungan langsung dengan bidang ilmu yang ditekuni di Perguruan Tinggi, (ii) generic/lifeskills yang merujuk pada serangkaian dan jenis-jenis keterampilan yang diperoleh selama menempuh pendidikan yang dapat diaplikasikan di lapangan kerja serta mencakup banyak hal seperti kemampuan berpikir

kritis-kreatif, pemecahan masalah, komunikasi, negosiasi, kerja dalam tim, dan kepemimpinan, dan (iii) technical skills yang berkaitan dengan profesi spesifik yang mensyaratkan pengetahuan dan keahlian agar berkinerja bagus pada suatu bidang pekerjaan.

Elemen kelima adalah inovasi. Fakta menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi dalam negeri di industri masih perlu ditingkatkan. Data hasil survei Kemenristek–BPPT (2011) terhadap industri manufaktur menyatakan bahwa 58% teknologi di industri diperoleh dari luar negeri dan hanya sekitar 31% yang menyatakan diperoleh dari dalam negeri. Jepang, Cina, Jerman dan Taiwan menjadi negara yang paling besar teknologinya digunakan oleh industri di dalam negeri. Meskipun anggaran untuk penelitian semakin tahun semakin besar, besarnya anggaran penelitan sebelum tahun 2015 belum mampu mendanai penelitian sampai ke hilir, yaitu penelitian yang mampu mendatangkan manfaat ekonomi secara langsung pada masyarakat luas. Hal ini disebabkan hilirisasi penelitian membutuhkan anggaran yang besar. Sebagai akibatnya, selama ini penelitian di Perguruan Tinggi kebanyakan berhenti sampai menghasilkan prototipe skala laboratorium, HKI, dan publikasi internasional. Oleh karena itu pada lima tahun kedepan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui program/kegiatan Pendayagunaan Teknologi di Industri mendorong agar teknologi yang dihasilkan lemlitbang dimanfaatkan dan didayagunakan oleh industri.

2.2. Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019

Rencana strategis (Renstra) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019 ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi No. 13 Tahun 2015.

Dalam rangka menjalankan amanah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Page 31: lakip ristekdikti 2015

13Bab II Perencanaan Kinerja

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

serta mempertimbangkan kondisi umum dan aspirasi masyarakat, kerangka kerja logis yang dibangun untuk menopang daya saing nasional, mengoptimalkan potensi yang dimiliki dan mencermati potret permasalahan-permasalahan, maka Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyusun Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis.

2.2.1. Visi

Dalam rangka melaksanakan agenda pembangunan RPJMN 2015-2019 dan menjalankan amanah sesuai tugas dan fungsinya, maka pada tahun 2015-2019 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menetapkan Visi sebagai berikut :

“Terwujudnya Pendidikan Tinggi Yang Bermutu Serta Kemampuan Iptek dan Inovasi Untuk Mendukung Daya Saing

Bangsa ”

Pendidikan tinggi yang bermutu dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang berpengetahuan, terdidik, dan terampil, sedangkan kemampuan iptek dan inovasi dimaknai oleh keahlian SDM dan lembaga litbang serta perguruan tinggi dalam melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek yang ditunjang oleh pembangunan faktor input (kelembagaan, sumber daya, dan jaringan). Sementara itu, makna daya saing bangsa adalah kontribusi iptek dan pendidikan tinggi dalam perekonomian yang ditunjukkan oleh keunggulan produk teknologi hasil litbang yang dihasilkan oleh industri/perusahaan yang didukung oleh lembaga litbang (LPNK, LPK, Badan Usaha, Perguruan Tinggi) dan tenaga terampil pendidikan tinggi.

2.2.2. Misi

Sebagai upaya untuk mewujudkan Visi tersebut di atas, maka Misi Kementerian Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi adalah:

1. Meningkatkan akses, relevansi, dan mutu pendidikan tinggi untuk menghasilkan SDM yang berkualitas; dan

2. Meningkatkan kemampuan iptek dan inovasi untuk menghasilkan nilai tambah produk inovasi.

Misi ini mencakup upaya menjawab permasalahan pembangunan iptek dan pendidikan tinggi pada periode 2015-2019 dalam aspek pembelajaran dan kemahasiswaan, kelembagaan, sumber daya, riset dan pengembangan, dan penguatan inovasi.

2.2.3. Tujuan Strategis

Dalam rangka mencapai Visi dan Misi, maka Visi dan Misi tersebut dirumuskan ke dalam bentuk yang lebih terarah dan operasional berupa perumusan tujuan strategis (strategic goals) yang harus dicapai adalah :

“Meningkatnya relevansi, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia

berpendidikan tinggi, serta kemampuan iptek dan inovasi untuk keunggulan daya

saing bangsa”

Untuk melihat secara lebih konkrit ketercapaian tujuan strategis tersebut perlu ditetapkan ukuran indikator tujuan tersebut secara kuantitatif. Dalam rancangan lima tahun ke depan, indikator kinerja tujuan strategis diukur dengan indeks pendidikan tinggi pada tahun 2019 ditargetkan berada pada peringkat 56 besar dunia dengan nilai 5,0 dan indeks inovasi Indonesia pada tahun 2019 yang ditargetkan berada pada peringkat 26 besar dunia dengan nilai 4,4.

2.2.4. Sasaran Strategis

Tujuan strategis tersebut kemudian dijabarkan dalam 5 (lima) sasaran strategis sesuai dengan

Page 32: lakip ristekdikti 2015

14 Bab II Perencanaan Kinerja

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan dalam kurun waktu 2015-2019. Sasaran strategis tersebut adalah :

1. Meningkatnya kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi;

2. Meningkatnya kualitas kelembagaan iptek dan pendidikan tinggi;

3. Meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya iptek dan pendidikan tinggi;

4. Meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan; dan

5. Menguatnya kapasitas inovasi.

Sasaran strategis tersebut tertuang dalam Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019 dengan Indikator Kinerja Utama sebagai berikut :

Tabel 2.1. Sasaran Strategis dan IKU Renstra Kemenristekdikti 2015-2019

No. Sasaran Strategis Inidikator Kinerja Utama Target 2015

1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi 26,86%Jumlah mahasiswa yang berwirausaha 2.000Persentase lulusan bersertifikat kompetensi 55%Jumlah Prodi terakreditasi unggul 10.800Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional 380

Persentase lulusan yang langsung bekerja 50%Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik 17

Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru 4.458

2. Meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti

Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia 2Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul) 29Jumlah Taman Sains dan Teknologi (TST) yang dibangun 77

Jumal Taman Sains dan Teknologi yang mature 6Jumlah Pusat Unggulan Iptek 12

3. Meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan Dikti

Jumlah dosen Berkualifikasi S3 23.500Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya 2.000Jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen 8.000Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor 3.350

Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya 95Jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN 126

4. Meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan

Jumlah HKI yang didaftarkan 1.580Jumlah publikasi internasional 5.008Jumlah prototipe R&D TRL s.d 6 530Jumlah prototipe industri TRL 7 5

5. Menguatnya kapasitas inovasi Jumlah produk inovasi (produk hasil litbang yang telah diproduksi dan dimanfaatkan pengguna) 10

2.1. litbang (peneliti/perekayasa) yang berkualifikasi master dan doktor, jumlah SDM Dikti dan lembaga litbang

Meningkatnya kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi

Page 33: lakip ristekdikti 2015

15Bab II Perencanaan Kinerja

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

2.3. Arah Kebijakan dan Strategi

Mencermati potret permasalahan-permasalahan tersebut diatas, maka Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menetapkan Arah Kebijakan dan Strategi. Peningkatan kualitas pendidikan tinggi, pembangunan kemampuan iptek dan inovasi, serta peningkatan kontribusi iptek untuk mendukung peningkatan daya saing nasional bukan lagi sebuah pilihan namun menjadi sebuah keniscayaan. Arah kebijakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah: 1) Meningkatkan tenaga terdidik dan terampil berpendidikan tinggi; 2) Meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dan lembaga litbang; 3) Meningkatkan sumber daya litbang dan pendidikan tinggi yang berkualitas; 4) Meningkatkan produktivitas penelitian dan pengembangan; dan 5) Meningkatkan inovasi bangsa.

Sedangkan, fokus utama pembangunan iptek adalah mengacu pada RPJPN 2005-2025 yaitu ditujukan untuk mendukung pengembangan dan pemanfaatan iptek pada bidang-bidang sebagai berikut: Pangan; Energi; Teknologi dan Manajemen Transportasi; Teknologi Infomasi dan Komunikasi; Teknologi Pertahanan dan Keamanan; Teknologi Kesehatan dan Obat; dan Material Maju.

Sesuai dengan revitalisasi tugas pokok, fungsi dan kewenangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, secara substansial Strategi Kebijakan diarahkan untuk:

• Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK), lulusan bersertifikat kompetensi, mahasiswa dan lulusan berkemampuan wirausaha, mahasiswa mendapat medali emas di kancah internasional, lulusan yang langsung bekerja, mutu LPTK, dan calon pendidik yang mengikuti pendidikan profesi guru;

• Meningkatkan jumlah Perguruan Tinggi masuk dalam ranking 500 top dunia dan Perguruan Tinggi berakreditasi A (unggul), Pusat Unggulan Iptek dan

Science Technology Park (STP) atau Taman Sains dan Teknologi (TST) yang dibangun dan mature;

• Meningkatkan jumlah dosen berkualifikasi S3, jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen, jumlah sumber daya litbang (peneliti/perekayasa) yang berkualifikasi master dan doktor, jumlah SDM Dikti dan lembaga litbang yang meningkat kompetensinya, dan revitalisasi sarpras Iptek dan Dikti;

• Meningkatkan jumlah paten, publikasi internasional; dan prototipe hasil litbang termasuk yang laik industri; dan

• Meningkatkan jumlah produk inovasi yaitu produk hasil litbang yang telah diproduksi dan dimanfaatkan oleh pengguna.

Strategi kebijakan tersebut dioperasionalkan dengan 5 (lima) program teknis, 1 (satu) program dukungan manajemen, dan 1 (satu) program pengawasan yaitu:

1. Program Pembelajaran dan Kemahasiswaan; 2. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Iptek

dan Dikti; 3. Program Peningkatan Kualitas Sumber Daya Iptek

dan Dikti; 4. Program Penguatan Riset dan Pengembangan; 5. Program Penguatan Inovasi.6. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan

Tugas Teknis Lainnya; dan7. Program Penyelenggaraan Pengawasan dan

Pemeriksaan Akuntabilitas Kinerja Aparatur.

2.4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menetapkan Perjanjian Kinerja merupakan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam waktu satu tahun dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dikelola.

Page 34: lakip ristekdikti 2015

16 Bab II Perencanaan Kinerja

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tujuan khusus ditetapkan Perjanjian Kinerja antara lain : meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan kinerja aparatur; sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah dengan pemberi amanah; sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi; menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi.

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah menetapkan Perjanjian Kinerja Tahun 2015 secara berjenjang sesuai dengan kedudukan, tugas dan fungsinya berbasis pada Renstra Kemenristekdikti 2015-2019. Perjanjian Kinerja ini merupakan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja pada tahun 2015, selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perjanjian Kinerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015

No. Sasaran Strategis Inidikator Kinerja Utama Target 2015 1. Meningkatnya kualitas

pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi

Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi 26,86%Jumlah mahasiswa yang berwirausaha 2.000Persentase lulusan bersertifikat kompetensi 55%Jumlah Prodi terakreditasi unggul 10.800Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional

380

Persentase lulusan yang langsung bekerja 50%Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik

17

Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru 4.4582. Meningkatnya kualitas

kelembagaan Iptek dan Dikti

Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia 2Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul) 29Jumlah Taman Sains dan Teknologi (TST) yang dibangun 77Jumal Taman Sains dan Teknologi yang mature 6Jumlah Pusat Unggulan Iptek 12

3. Meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan Dikti

Jumlah dosen Berkualifikasi S3 23.500Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya 2.000Jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen 8.000Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor 3.350Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya 95Jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN 126

4. Meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan

Jumlah HKI yang didaftarkan 1.580Jumlah publikasi internasional 5.008Jumlah prototipe R&D TRL s.d 6 530Jumlah prototipe industri TRL 7 5

5. Menguatnya kapasitas inovasi

Jumlah produk inovasi (produk hasil litbang yang telah diproduksi dan dimanfaatkan pengguna)

10

Program : Anggaran1. Peningkatan Kemampuan Iptek Untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional Rp 862.533.162.0002. Pendidikan Tinggi Rp 44.341.037.332.000

Rp 44.203.570.494.000

Page 35: lakip ristekdikti 2015

17Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

3.1. Pengendalian Kinerja

Dalam rangka efisiensi, efektivitas, dan penajaman hasil-hasil kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, manajemen program berupa: perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan pelaporan kegiatan disempurnakan menjadi manajemen kinerja (hasil kerja) berupa: perencanaan kinerja, pelaksanaan kinerja, pengukuran kinerja, pengendalian kinerja dan pelaporan kinerja sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.1. Penyempurnaan ini dilakukan, agar kerja kementerian berubah dari pendekatan/cara pandang yang berorientasi proses/kegiatan (process oriented) menuju manajemen kinerja yang berorientasi hasil/kinerja (output/outcome oriented). Untuk itu, hal-

Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

hal yang berkaitan dengan hasil kerja seperti tujuan, sasaran, target, capaian, indikator kinerja utama (IKU) menjadi titik-tolak manajemen, yang dirumuskan secara seksama, jelas dan akurat serta ditetapkan.

Dalam hal pengendalian kinerja, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terus melakukan perbaikan. Dari PK 2015 yang telah ditandatangani, telah dibuat penjabaran lebih lanjut ke dalam suatu rencana aksi yang lebih detail dan dimanfaatkan sebagai instrumen untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan kinerja secara periodik (triwulan). Sehubungan dengan hal tersebut terus dikembangkan sistem monitoring dan evaluasi dalam rangka pemantauan dan evaluasi kinerja program, realisasi capaian fisik dan anggaran unit kerja dan satuan kerja mandiri (SIMONEV).

Gambar 3.1. Manajemen Kinerja Berorientasi Hasil (Output/Outcome)

1234521

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2015

3.1. Pengendalian Kinerja

Dalam rangka efisiensi, efektivitas, dan penajaman hasil-hasil kerja Kementerian Riset,

Teknologi dan Pendidikan Tinggi, manajemen program berupa: perencanaan kegiatan,

pelaksanaan kegiatan dan pelaporan kegiatan disempurnakan menjadi manajemen kinerja

(hasil kerja) berupa: perencanaan kinerja, pelaksanaan kinerja, pengukuran kinerja,

pengendalian kinerja dan pelaporan kinerja sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.1.

Penyempurnaan ini dilakukan, agar kerja kementerian berubah dari pendekatan/cara pandang

yang berorientasi proses/kegiatan (process oriented) menuju manajemen kinerja yang

berorientasi hasil/kinerja (output/outcome oriented). Untuk itu, hal-hal yang berkaitan dengan

hasil kerja seperti tujuan, sasaran, target, capaian, indikator kinerja utama (IKU) menjadi

titik-tolak manajemen, yang dirumuskan secara seksama, jelas dan akurat serta ditetapkan.

Dalam hal pengendalian kinerja, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

terus melakukan perbaikan. Dari PK 2015 yang telah ditandatangani, telah dibuat penjabaran

lebih lanjut ke dalam suatu rencana aksi yang lebih detail dan dimanfaatkan sebagai

instrumen untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan kinerja secara periodik (triwulan).

Sehubungan dengan hal tersebut terus dikembangkan sistem monitoring dan evaluasi dalam

rangka pemantauan dan evaluasi kinerja program, realisasi capaian fisik dananggaran unit

kerja dan satuan kerja mandiri (SIMONEV).

Gambar 3.1. Manajemen Kinerja Berorientasi Hasil (Output/Outcome)

Capaian

Kinerja

Pengndalian Kinerja

PengukuranKinerja

Evaluasi Kinerja

1

2

3

4

5

Page 36: lakip ristekdikti 2015

18 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

3.2. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja. Pengukuran kinerja akan menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial yang dicapai, seberapa bagus kinerja financial organisasi, dan kinerja lainnya yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Pengukuran tingkat capaian kinerja dilakukan dengan cara membandingkan antara target kinerja yang telah ditetapkan dengan realisasinya. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut:

RealisasiPersentase Capaian = X 100%

Rencana

Dengan membandingkan antara realisasi dan rencana, maka dapat dilihat jumlah persentase pencapaian pada masing-masing indikator kinerja utama. Dengan diketahui capaian kinerja, maka dapat dianalisis faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan, yang selanjutnya dapat dipetakan kekurangan dan kelemahan realisasi dan rencana kegiatan, kemudian ditetapkan strategi untuk meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang.

Untuk mengukur capaian masing-masing IKU dilakukan secara umum yakni melalui data statistik nasional dan internasional yang ada, data survei, data capaian kinerja dan pengukuran dengan kondisi riil yang ada. Sedangkan analisis capaian masing-masing IKU diupayakan disampaikan secara rinci dengan mendefinisikan alasan penetapan masing-masing IKU; cara mengukurnya;capaian kinerja yang membandingkan tidak hanya antara realisasi kinerja dengan target, tetapi pembandingan dengan tahun sebelumnya, trend kinerja selama 3-5 tahun terakhir dan pada akhir periode Renstra; pencapaian secara nasional dan/atau internasional disertai dengan data pendukung berupa tabel, foto/

gambar, grafik, dan data pendukung lainnya.

3.3. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)

Dalam upaya mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terus melaksanakan berbagai upaya perbaikan, dengan tujuan untuk mendorong terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance) dan berorientasi kepada hasil (result oriented government). Oleh karena itu kedepan dalam rangka sinergi implementasi SAKIP mulai dari tingkat kementerian, unit kerja dan satuan kerja akan disusun Peraturan Menteri tentang Implementasi SAKIP di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Sehubungan dengan penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, telah dilakukan berbagai agenda akuntabilitas kinerja di semua komponen yang merupakan bagian integral dari sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP), meliputi aspek: perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja dan capaian kinerja.

a. Perencanaan Kinerja

1) Menetapkan Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019 dengan Permenristekdikti No. 13 Tahun 2015. Pada dokumen Renstra tersebut tercantum Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Program, beserta target-target Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), Indikator Kinerja Program (IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK).

2) Dalam rangka penguatan akuntabilitas kinerja,sehubungan dengan telah ditetapkanya Permenristekdikti No. 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, maka

Page 37: lakip ristekdikti 2015

19Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

telah dilakukan revisi terhadap dokumen perencanaan yaitu Perjanjian Kinerja (PK) 2015, Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) 2015.

3) Selain itu dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi hasil evaluasi atas akuntabilitas

kinerja tahun 2015, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sedang melakukan reviu Renstra 2015-2019, Perjanjian Kinerja 2016, dan Indikator Kinerja Utama (IKU) 2015-2019.

Gambar 3.2. Rapat Pimpinan Terbatas Kemenristekdikti Tentang Reviu Renstra

Page 38: lakip ristekdikti 2015

20 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

b. Pengukuran Kinerja

Pada dokumen Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019 tercantum indikator kinerja sasaran meliputi Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), Indikator Kinerja Sasaran Program (IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK). Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengupayakan pengukuran atas target-target yang direncanakan dengan menetapkan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) dan Indikator Kinerja Sasaran Program (IKP) yang berorientasi hasil (outcome) dan diformalkan dalam Keputusan Menteri.

c. Pelaporan Kinerja

Penyajian informasi capaian kinerja dalam Laporan Kinerja (LAKIP) secara terus menerus diperbaiki dan ditingkatkan antara lain melalui Capaian Kinerja dari unit kerja dengan IKU yang terukur. Dalam Laporan LAKIP ini juga terus ditingkatkan kualitasnya diantaranya menggambarkan pembandingan capaian kinerja yang memadai, tidak hanya antara realisasi kinerja dengan target, tetapi pembandingan dengan tahun sebelumnya, tren kinerja dan pada akhir periode Renstra maupun kontribusinya terhadap pencapaian nasional dan pembandingan dengan Internasional, serta dampak yang ditimbulkan dari capaian kinerja IKU.

d. Evaluasi Kinerja

Mengembangkan dan mengimplementasikan Sistem Monitoring dan Evaluasi (SIMONEV), dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam sistem perencanaan di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Sistem ini dikembangkan secara online, dalam rangka pemantauan dan evaluasi kinerja program, realisasi capaian fisik dananggaran unit kerja dan satuan kerja mandiri.Hal ini dilakukan untuk memberikan

keyakinan yang memadai bagi pimpinan atas pelaksanaan program dan kegiatan dilapangan.

SIMONEV telah disosialisasikan kepada unit kerja dan satuan kerja di pusat dan daerah, dan telah dilakukan lounching pada tanggal 14 Desember 2015 oleh Menristekdikti yang dihadiri para Rektor PTN. SIMONEV ini telah terintegrasi dengan aplikasi OM SPAN Kementerian Keuangan sehingga realiasasi anggaran dapat diketahui secara real time. Selain itu, SIMONEV juga akan diintegrasikan dengan aplikasi SMART Kementerian Keuangan dalam rangka pengukuran dan evaluasi kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L.

Terkait evaluasi kinerja unit kerja Eselon I dan unit kerja mandiri, mekanismenya sedang disusun sebagai bagian dari Peraturan Menteri tentang Pelaksanaan SAKIP di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

e. Capaian Kinerja

Dalam rangka meningkatkan kualitas penerapan SAKIP dan peningkatan kinerja, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi juga sedang menyusun Peraturan Menteri tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan Pedoman Penyusunan Laporan Kinerja PTN BH.

3.4. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah merumuskan indikator-indikator dan telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) agar pemangku kepentingan mudah dalam mengukur dan menganalisa keberhasilan kinerja Kementerian. Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) merupakan tolok ukur capaian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang menjadi tanggungjawabnya. IKU ditetapkan mengacu kepada

Page 39: lakip ristekdikti 2015

21Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019 sesuai dengan Permenristekdikti No. 13 Tahun 2015.

Ada 2 (dua) hal penting yang mendasari ditetapkannya IKU untuk periode 5 tahun mendatang yaitu peningkatan mutu pendidikan tinggi dan hilirisasi hasil-hasil penelitian. Upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi menjadi kian penting dalam rangka menjawab berbagai tantangan besar. Tantangan paling nyata adalah globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pergerakan tenaga ahli antar negara yang begitu masif. Hal ini menuntut lembaga perguruan tinggi untuk melahirkan sarjana-sarjana yang berkualitas, memiliki keahlian dan kompetensi yang siap menghadapi kompetisi global.

Peningkatan mutu pendidikan di perguruan tinggi juga merupakan urgensi yang mendesak untuk

ditingkatkan. Pendidikan dan dunia kerja bukan hanya untuk menyiapkan lulusan yang siap kerja karena memiliki keterampilan atau keahlian yang dibutuhkan dunia industri. Pendidikan mesti juga melatih lulusan untuk mampu mandiri menjadi wirausaha yang membuka lapangan kerja bagi dirinya maupun orang lain. Pendidikan dan dunia kerja jadi fokus yang penting saat ini.

Disisi lain bahwa hasil riset harus dikomersialisasikan dan dihilirisasikan, tidak hanya berhenti di riset saja, tidak cukup menjadi prototype, namun harus bermanfaat bagi masyarakat. Untuk meningkatkan pemanfaatan hasil penelitian di masyarakat, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melakukan sinergi dengan kementerian lain, lembaga litbang dan dunia usaha mengembangkan konsorsium riset.

Sehubungan dengan hal tersebut berikut ini adalah Indikator Kinerja Utama (IKU) dan capaian kinerjanya, dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2015

No. Sasaran InidikatorKinerja Utama

Target 2015 - 2019

Tahun 2015Target Realisasi %Capaian

1. Meningkatnya kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi

Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi 32,56% 26,86% 27,83% 103,61

Jumlah mahasiswa yang berwirausaha 4.000 2.000 2.800 140

Persentase lulusan bersertifikat kompetensi 75% 55% 54,55% 99,18

Jumlah Prodi terakreditasi unggul 15.000 10.800 9.325 86,34Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional

420 380 729 191, 84

Persentase lulusan yang langsung bekerja 90% 50% 60,5% 121

Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik

46 17 17 100

Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru 12.000 4.458 4.466 100,18

Page 40: lakip ristekdikti 2015

22 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

No. Sasaran InidikatorKinerja Utama

Target 2015 - 2019

Tahun 2015Target Realisasi %Capaian

2. Meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti

Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia 5 2 2 100

Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul) 194 29 26 89,65

Jumlah Taman Sains dan Teknologi (TST) yang dibangun 100 77 61 79,22

Jumal Taman Sains dan Teknologi yang mature 58 6 6 100

Jumlah Pusat Unggulan Iptek 30 12 19 158,33. Meningkatnya

relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan Dikti

Jumlah dosen Berkualifikasi S3 41.500 23.500 24.747 105,3

Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya 2.000 2.000 2.058 102,9

Jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen 10.000 8.000 10.736 134,2

Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor 5.450 3.350 3.540 105,7

Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya 505 95 90 94,7

Jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN 153 126 108 85,7

4. Meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan

Jumlah HKI yang didaftarkan 2.305 1.580 1.521 96,27

Jumlah publikasi internasional 12.089 5.008 6.470 129,19

Jumlah prototipe R&D TRL s.d 6 1.081 530 1.641 309,62

Jumlah prototipe industri TRL 7 15 5 4 80

5. Menguatnya kapasitas inovasi

Jumlah produk inovasi (produk hasil litbang yang telah diproduksi dan dimanfaatkan pengguna)

30 10 15 150

3.5. Analisis Capaian Kinerja

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah menetapkan sasaran yang akan dicapai dalam periode 2015 - 2019 yaitu:

1. Meningkatnya kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi,

2. Meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti,

3. Meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan Dikti,

4. Meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan, dan

5. Menguatnya kapasitas inovasi.

Page 41: lakip ristekdikti 2015

23Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Sesuai amanah Perpres No. 13 Tahun 2015 Pasal 2, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyelenggarakan fungsi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan. Pada tahun 2015 telah dikeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka pencapaian sasaran antara lain :

1. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana Pada Perguruan Tinggi Negeri

2. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 14 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Panduan dan Pelaksanaan Program Pengembangan Teknologi Industri Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

3. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 18 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi mahasiswa Program Profesi Dokter atau Dokter Gigi

4. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 19 Tahun 2015 tentang Program Pembinaan Perguruan Tinggi Swasta Tahun 2015

5. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi

6. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi

Capaian kinerja Sasaran Strategis tercermin pada capaian Indikator Kinerja Utama (IKU). Dari tabel 3.1 diatas menunjukkan capaian IKU Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015, bahwa secara umum target berhasil dipenuhi, bahkan terdapat capaian yang melebihi target yang telah ditentukan, walaupun beberapa indikator kinerja belum mencapai target. Secara lebih detil capaian indikator kinerja utama dijelaskan dalam analisis capaian kinerja sebagai berikut:

Sasaran 1 : Meningkatnya Kualitas Pembelajaran dan Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi

Tenaga terampil pendidikan tinggi,merupakan permasalahan pokok yang mengemuka. Akses ke layanan pendidikan tinggi belum merata bahkan ketimpangan tingkat partisipasi antara kelompok masyarakat kaya dan miskin. Kelompok masyarakat miskin tidak mampu menjangkau layanan pendidikan tinggi karena kesulitan ekonomi dan terhambat oleh ketiadaan biaya. Kendala finansial menjadi masalah utama bagi lulusan-lulusan sekolah menengah dari keluarga miskin untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Sementara itu, angka pengangguran terdidik juga masih cukup tinggi yang mengindikasikan bahwa relevansi dan daya saing pendidikan tinggi masih rendah dan ketidakselarasan antara Perguruan Tinggi dan dunia kerja.

Oleh karena itu, Sasaran Meningkatnya Kualitas Pembelajaran dan Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi merupakan upaya yang harus dilakukan dengan menetapkan indikator kinerja yang harus ditingkatkan yaitu:

1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi2. Jumlah mahasiswa yang berwirausaha3. Persentase lulusan bersertifikat kompetensi 4. Jumlah Prodi terakreditasi unggul 5. Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat

nasional dan internasional 6. Persentase lulusan yang langsung bekerja

Page 42: lakip ristekdikti 2015

24 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

7. Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik

8. Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru

Dari delapan indikator kinerja yang digunakan tiga indikator kinerja belum mencapai target dan enam indikator kinerja yang mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah Persentase lulusan bersertifikat kompetensi, jumlah prodi terakreditasi unggul dan jumlah mahasiswa peraih medali

emas tingkat nasional dan internasional. Sedangkan dua indikator kinerja yang mencapai target adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi, jumlah mahasiswa yang berwirausaha, Persentase lulusan yang langsung bekerja, jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik, jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru.

Adapun tingkat pencapaian kinerja sasaran Meningkatnya Kualitas Pembelajaran dan Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2. Capaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Pembelajaran dan Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2015-2019

Realisasi 2014

Tahun 2015Target Realisasi %

Meningkatnya kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi

Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi 32,56% 25,80% 26,86% 27,63% 103,61

Jumlah mahasiswa yang berwirausaha 4.000 - 2.000 2800 140

Persentase lulusan bersertifikat kompetensi 75% - 55% 54,55% 99,18

Jumlah Prodi terakreditasi unggul 15.000 7.389 10.800 9.325 86,34

Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional

420 - 380 729 191,84

Persentase lulusan yang langsung bekerja 90 % - 50% 60.5% 121

Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik

46 - 17 17 100

Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru

12.000 - 4.458 4.466 100,18

1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi

Keberhasilan pembangunan suatu wilayah ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas SDM tersebut. Oleh karena itu peningkatan mutu

pendidikan harus terus diupayakan, dimulai dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, hingga pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan. Seberapa jauh keberhasilan pemerintah dalam usaha di sektor pendidikan dapat dilihat melalui salah satu

Page 43: lakip ristekdikti 2015

25Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

indikator yang dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk mengukur keberhasilan dibidang pendidikan. Cara melihatnya yaitu dengan melihat tingkat partisipasi masyarakat atau warga negara terhadap pendidikan itu sendiri, yaitu melalui Angka Partisipasi Kasar (APK). Angka Partisipasi Kasar (APK), menunjukkkan partisipasi penduduk yang sedang mengenyam pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Penetapan APK Perguruan Tinggi sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU) bertujuan untuk mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan. APK PT merupakan persentase jumlah penduduk yang sedang kuliah pada suatu jenjang pendidikan tinggi terhadap jumlah penduduk usia kuliah (19-23 tahun). Semakin besar angka partisipasi suatu program pendidikan berarti, program, lembaga, daerah tersebut berkualitas, sebaliknya kurang dan peserta banyak berhenti dalam proses pelaksanaan program berarti program, lembaga dan daerah tersebut tidak berkualitas. Untuk IKU APK PT tahun 2015 ini adalah APK

Perguruan Tinggi di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini sudah mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 26,86% sudah berhasil terealisasi sebesar 27,63%, dengan persentase capaian kinerja sebesar 103,61%. Jika dibandingkan pada tahun 2014 APK Perguruan Tinggi sebesar 25,80%, perealisasian IKU mencapai mengalami peningkatan.

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk APK Perguruan Tinggi sebesar 32,56%, sampai dengan tahun 2015 APK Perguruan Tinggi sudah mencapai 27,63% dengan persentase capaian kinerja 85,47%.

Pencapaian indikator kinerja tahun 2015 ini merupakan kesinambungan program tahun-tahun sebelumnya, pembandingan antara target dan realisasi kinerja tahun ini dengan lalu dan beberapa tahun terakhir dapat digambarkan pada tabel seperti di bawah ini :

Tabel 3.3. APK Perguruan Tinggi

KOMPONENTAHUN

2011 2012 2013 2014 2015Penduduk Usia 19-23 19.858.146 19.858.146 21.055.900 21.376.600 21.385.800 Jumlah Mahasiswa 4.658.927 5.295.030 5.526.912 5.514.228 5.950.622PTN 1.721.201 1.649.232 1.665.058 1.665.221 1.958.297 PTS 2.937.726 3.645.798 3.861.854 3.849.007 3.992.325 APK (%) 23,46 26,66 26,25 25,80 27,83

Untuk capaian APK Perguruan Tinggi secara nasional dapat digambarkan dalam tabel berikut :

Tabel 3.4. APK Perguruan Tinggi Nasional

KOMPONENTAHUN

2011 2012 2013 2014 2015Penduduk Usia 19-23 19.858.146 19.858.146 21.055.900 21.376.600 21.385.800 Jumlah Mahasiswa 5.363.897 6.001.721 6.288.517 6.231.031 6.398.7733 PTN 1.721.201 1.649.232 1.665.058 1.665.221 1.958.297 PTS 2.937.726 3.645.798 3.861.854 3.849.007 3.992.325

Page 44: lakip ristekdikti 2015

26 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

KOMPONENTAHUN

2011 2012 2013 2014 2015

PTK 101.351 103.072 144.405 97.771 100.572

PTA 603.619 603.619 653.846 619.032 347.579 APK (%) 27,01 30,2 29,87 29,15 29,92

Keberhasilan pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi didukung melalui beberapa program dan kegiatan diantaranya:

a. Bidikmisi

Program Bantuan Biaya Pendidikan Bidikmisi yaitu bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik baik untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi pada program studi unggulan sampai lulus tepat waktu. Misi pokoknya adalah untuk menghidupkan harapan bagi masyarakat tidak mampu dan mempunyai potensi akademik baik untuk dapat menempuh pendidikan

sampai ke jenjang pendidikan tinggi dan menghasilkan sumber daya insani yang mampu berperan dalam memutus mata rantai kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Bidikmisi merupakan program unggulan nasional yang dilaksanakan sejak tahun 2010 telah mencatatkan sejarah baru dalam pendidikan tinggi di Indonesia atas perannya dalam upaya memutus mata rantai kemiskinan. Bantuan biaya pendidikan ini diberikan kepada calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik baik untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi pada program studi unggulan sampai lulus tepat waktu.

35

baru dalam pendidikan tinggi di Indonesia atas perannya dalam upaya memutus mata rantai

kemiskinan. Bantuan biaya pendidikan ini diberikan kepada calon mahasiswa tidak mampu

secara ekonomi dan memiliki potensi akademik baik untuk menempuh pendidikan di

perguruan tinggi pada program studi unggulan sampai lulus tepat waktu.

Grafik 3.1. Peminat Dan Daya Tampung Program Bidikmisi (2010-2015)

Besarnya beasiswa Bidikmisi adalah Rp 1.000.000 per bulan/mahasiswa dengan rincian

untuk bantuan biaya pendidikan sebesar Rp 400.000/bulan/mahasiswa diberikan langsung ke

perguruan tinggi, dan bantuan biaya hidup sebesar Rp 600.000/bulan/mahasiswa diberikan

langsung ke mahasiswa.

Sejak tahun 2013, sebanyak 20.336 mahasiswa Bidikmisi telah menyelesaikan studinya

dari program sarjana dan diploma. Pada Semester Genap TA 2014/2015 ini diharapkan

25.614 mahasiswa program sarjana (S-1) dan Dipoma 4 (D-4) angkatan 2011 serta 3.001

mahasiswa program Diploma 3 (D-3) angkatan 2012 akan diluluskan dengan program

Bidikmisi. Sehingga, diharapkan sampai dengan tahun 2015, total mahasiswa Bidikmisi yang

akan lulus sejumlah 48.951 mahasiswa.

54,382 94,726

153,834

239,438

323,259

206,623

20,000 30,000 42,137 61,668 63,080 60,000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

PendaftarKuota

Grafik 3.1. Peminat Dan Daya Tampung Program Bidikmisi (2010-2015)

Besarnya beasiswa Bidikmisi adalah Rp 1.000.000 per bulan/mahasiswa dengan rincian untuk bantuan biaya pendidikan sebesar Rp 400.000/bulan/mahasiswa diberikan langsung ke perguruan tinggi, dan bantuan biaya hidup sebesar Rp 600.000/bulan/mahasiswa diberikan langsung ke mahasiswa.

Sejak tahun 2013, sebanyak 20.336 mahasiswa Bidikmisi telah menyelesaikan studinya dari program sarjana dan diploma. Pada Semester Genap TA 2014/2015 ini diharapkan 25.614 mahasiswa program sarjana (S-1) dan Dipoma 4 (D-4) angkatan 2011 serta 3.001 mahasiswa program Diploma 3 (D-3) angkatan 2012 akan diluluskan

Page 45: lakip ristekdikti 2015

27Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Grafik 3.2. Distribusi IPK Rata-Rata Nasional Bidik Misi

Gambar 3.3. Kunjungan Menristekdikti ke Mahasiswa Penerima Bidikmisi di Malang

b. Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA)

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi berupaya mengalokasikan dana untuk memberikan bantuan biaya pendidikan kepada mahasiswa yang orang tuanya tidak mampu untuk membiayai pendidikannya, dan memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang mempunyai prestasi tinggi, baik kurikuler maupun ekstrakurikuler. Beasiswa PPA

dengan program Bidikmisi. Sehingga, diharapkan sampai dengan tahun 2015, total mahasiswa Bidikmisi yang akan lulus sejumlah 48.951 mahasiswa.

36

Grafik 3.2. Distribusi IPK Rata-Rata Nasional Bidik Misi

b. Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA)

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi berupaya mengalokasikan dana

untuk memberikan bantuan biaya pendidikan kepada mahasiswa yang orang tuanya

tidak mampu untuk membiayai pendidikannya, dan memberikan beasiswa kepada

mahasiswa yang mempunyai prestasi tinggi, baik kurikuler maupun ekstrakurikuler.

Beasiswa PPA adalah bantuan biaya pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa yang

memiliki prestasi tinggi.

2%

11%

12%

51%

24%

0,5%

<2.00

2.00-2.74

2.75-2.99

3.00-3.49

3.51-3.99

4.00

Gambar 3.3. Kunjungan Menristekdikti ke Mahasiswa Penerima Bidikmisi di Malang

adalah bantuan biaya pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa yang memiliki prestasi tinggi.

Tabel 3.5. Penerima Beasiswa PPA 2012-2015

Tahun Jumlah Penerima2012 257.3392013 180.0002014 155.000

c. Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) Papua dan 3T

Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) Papua dan 3T adalah bantuan biaya pendidikan dalam rangka percepatan dan pemerataan di bidang pendidikan tinggi di daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan), program khusus sebagai wujud keberpihakan pemerintah bagi provinsi Papua, Papua Barat dan daerah 3T. Putra-putri asli provinsi Papua, Papua Barat, dan Daerah 3T, melalui program ADik akan diberikan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di 39 Perguruan Tinggi Negeri terbaik di Indonesia, khususnya di wilayah pulau Jawa.

Tabel 3.6. Perbandingan Jumlah Mahasiswa ADik Papua dan 3 T Tahun 2012-2015

No Angkatan Papua 3T Jumlah Ket.1 2012 361 -- 361 On Going2 2013 389 92 481 On Going3 2014 395 168 563 On Going4. 2015 434 312 746 Baru

Jumlah 1.579 572 2.151

Gambar 3.4. Penyerahan Beasiswa Afirmasi Papua di Universitas Brawijaya

Page 46: lakip ristekdikti 2015

28 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

d. Pemberian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BO-PTN)

Dewasa ini, kemajuan pembangunan membutuh-kan kualifikasi yang semakin tinggi sehingga kebutuhan akan pendidikan tinggi juga semakin meningkat. Meskipun pertumbuhan partisipasi pendidikan tinggi terus meningkat, namun secara relatif APK pendidikan tinggi di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara tetangga. Mahalnya biaya pendidikan tinggi masih dirasa memberatkan masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi mahalnya biaya pendidikan tinggi adalah menetapkan tidak ada kenaikan uang kuliah (SPP) dan menggunakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada perguruan tinggi negeri yang mulai berlaku mulai tahun akademik 2012/2013.

Untuk mengatasi masalah tersebut serta untuk menjaga kelangsungan proses belajar mengajar di

perguruan tinggi negeri sesuai dengan pelayanan minimal, pemerintah meluncurkan program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BO-PTN) dengan memberikan bantuan dana penyelenggaraan kepada perguruan tinggi negeri. Program BO-PTN bertujuan untuk menutupi kekurangan biaya operasional di perguruan tinggi.

Bantuan operasional perguruan tinggi negeri yang selanjutnya disebut BO-PTN merupakan bantuan biaya dari Pemerintah yang diberikan pada perguruan tinggi negeri untuk membiayai kekurangan biaya operasional sebagai akibat adanya batasan pada sumbangan pendidikan (SPP) di perguruan tinggi negeri. BO-PTN diperuntukkan bagi biaya operasional pendidikan termasuk untuk penelitian, yang langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan mutu lulusan namun terkendala jika seluruhnya dipungut kepada mahasiswa.

Tabel 3.7. Alokasi BOPTN

Tahun Alokasi BOPTN Non Penelitian

Alokasi BOPTN Penelitian Total BOPTN

2013 2.384.882.031.000 315.117.969.000 2.700.000.000.0002014 3.017.994.757.000 180.281.050.000 3.198.275.807.0002015 3.185.000.000.000 1.365.000.000.000 4.550.000.000.000

e. Pembukaan Perguruan Tinggi Baru dan Program Studi Baru

Perguruan tinggi merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi sebuah lembaga pendidikan atau yang biasa disebut dengan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dan menjadi gerbang terakhir bagi generasi penerus pembangunan bangsa untuk menempuh jenjang pendidikan tertinggi. Keberadaan sebuah perguruan tinggi pada suatu daerah turut berperan dalam menentukan kemajuan suatu daerah, karena perguruan tinggi juga merupakan tempat

untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan menimba ilmu berbagai jenis ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk membangun daerah di mana perguruan tinggi tersebut berada. Keberadaan perguruan tinggi juga terbukti telah mampu meningkatkan jumlah angka partisipasi kasar (APK) ke perguruan tinggi, yang jika dikaitkan dengan semakin banyak jumlah warga negara yang menempuh jenjang pendidikan tinggi maka secara tidak langsung keberadaannya sangat bermanfaat dalam meningkatkan kemajuan dan kemakmuran negara.

Untuk tahun 2015 telah dibuka program studi bari sebesar 672 prodi dan 20 Perguruan Tinggi Swsata. Sampai tahun jumlah Perguruan Tinggi di bawah

Page 47: lakip ristekdikti 2015

29Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Kemenristekdikti mencapai 3.227 PT dan Program Studi mencapai 19.160.

Tabel 3.8. Pertumbuhan PT dan Prodi 2010-2015

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah PTN 92 96 100 105 121 121Jumlah PTS 2795 2849 2910 2966 3089 3106Total PT 2887 2945 3010 3071 3210 3227Jumlah Prodi 15.483 16.079 16.828 17.600 18.882 19.160

Beberapa kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan APK, diantaranya:

a. Kurang meratanya pembangunan Perguruan Tinggi terutama di daerah tertinggal, terpencil, dan daerah terdepan/daerah perbatasan.

b. Biaya pendidikan tinggi yang dianggap masih terlalu tinggi.

c. Kurangnya partisipasi masyarakat, dunia usaha dan industri serta pemerintah daerah untuk secara langsung dalam membantu mahasiswa miskin memperoleh beasiswa.

Sehubungan dengan hal tersebut upaya kedepan yang akan dilakukan dalam rangka meningkatkan APK adalah mempersiapkan sejumlah aspek seperti sarana infrastruktur, ketersediaan dan kualitas dosen, serta langkah perbaikan kualitas tenaga pendidik. Sejumlah upaya ini diharapkan meningkatkan kualitas pendidikan agar lebih bermutu dibandingkan sebelumnya.

2. Jumlah Mahasiswa Yang Berwirausaha

Jumlah mahasiswa yang berwirasaha merupakan indikator untuk mengukur minat mahasiswa dalam berwirausaha. Keberadaan mahasiswa sebagai wirausahawan turut mendorong jumlah pengusaha di Indonesia.

Keberadaan mahasiswa sebagai wirausahawan turut mendorong jumlah pengusaha di Indonesia.

Mahasiswa yang berwirausaha adalah mahasiswa yang mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha yang proposalnya dinyatakan lulus dan dibiayai, setelah melalui serangkaian proses seleksi dan pemagagangan. Untuk meningkatkan daya saing bangsa perlu menumbuhkan semangat dan jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa agar kelak bisa menjadi kelompok orang yang menciptakan lapangan pekerjaan bukan hanya sekedar pencari pekerjaan. Peranan para wirausahawan pada suatu negara yang sedang berkembang tidak dapat diabaikan terutama dalam melaksanakan pembangunan. Suatu bangsa akan berkembang lebih cepat apabila memiliki para wirausahawan yang dapat berkreasi serta melakukan inovasi secara optimal yaitu mewujudkan gagasan-gagasan baru menjadi kegiatan yang nyata dalam setiap usahanya. Maka sangat perlu untuk mengukur indikatornya sebagai salah satu sasaran strategis yang akan dicapai oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada tahun 2015-2019.

Jumlah mahasiswa yang melakukan wirausaha tahun 2015 adalah sebanyak 2.800 orang dibandingkan dengan target yang ditetapkan sebesar 2.000 orang, pencapaian tersebut melebihi target sebesar 140%. Peningkatan pencapaian kinerja ini merupakan dampak sosialisasi program yang dilakukan lebih gencar dari tahun sebelum dan juga adanya dampak ikutan dari beberapa mahasiswa peserta yang sukses dalam pengelolaan bisnisnya. IKU jumlah mahasiswa yang melakukan

Page 48: lakip ristekdikti 2015

30 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

wirausaha adalah IKU baru dalam rencana strategis 2005-2019 sehingga belum bisa dibandingkan tingkat ketercapainnya dengan tahun sebelumnya.

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah mahasiswa yang melakukan wirausaha sebesar 4.000, sampai dengan tahun 2015 jumlah mahasiswa yang melakukan wirausaha sudah mencapai 2.800 dengan persentase capaian kinerja 70%.

Dibutuhkan peran dunia pendidikan termasuk perguruan tinggi untuk senantiasa membangun dan mengarahkan kemampuan serta minat para lulusan perguruan tinggi untuk bergerak dan mengembangkan kewirausahaan sehingga lapangan pekerjaan yang sedikit tidak menjadi masalah bagi para lulusan, karena mereka sudah mampu untuk menjalankan usahanya sendiri. Menyadari hal tersebut, sebagian besar perguruan tinggi telah memasukkan materi kewirausahaan sebagai salah satu mata kuliah yang harus ditempuh oleh mahasiswa selama studinya. Seluruh mahasiswa diproses dan dilibatkan dalam pengembangan jiwa kewirausahaan melalui penyertaan mahasiswa pada perkuliahan Kewirausahaan dan program-program pengembangan keahliannya. Mata kuliah kewirausahaan diajarkan kepada mahasiswa dengan harapan mahasiswa akan tertarik untuk menjadi wirausaha selama atau setelah menyelesaikan kuliahnya sehingga mereka bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri dan masyarakat.

Pemerintah pun memberi dukungan penuh terhadap program pengembangan kewirausahaan di perguruan tinggi. Salah satu bentuknya adalah menyelenggarakan kegiatan sebagai berikut :

a. Program Mahasiswa Wirausaha

Program Mahasiswa Wirausaha dengan memberikan bantuan atau hibah yang dapat dipergunakan oleh mahasiswa dan dosen pembinanya mengembangkan

suatu bisnis tertentu dengan harapan setelah bisnis tersebut berkembang maka akan memiliki dampak yang berkelanjutan dalam pengembangan bisnis selanjutnya oleh mahasiswa lainnya.

b. Co-OP

Program ini merupakan program yang mengintegrasikan berbagai latar belakang ilmu yang didapatnya di bangku kuliah dengan pengalaman nyata dunia usaha. Di dunia internasional program seperti ini dikenal dengan nama “work-integrated learning” atau “work based learning”. Sedikit berbeda dengan program “link and match” yang lebih dulu dicanangkan pemerintah yang lebih berorientasi pada “subject-based” atau “curriculum and practice-based learning”, Co-op lebih mementingkan “work place experience” atau pengalaman dan berkegiatan dalam dunia kerja nyata. Untuk pekerjaan yang dilakukannya, mahasiswa peserta mendapat kompensasi keuangan dari perusahaan atau tempat bekerja. Selama mengikuti kegiatan, mahasiswa peserta program akan di evaluasi oleh petugas yang ditunjuk oleh perusahaan dan atau oleh mentor yang ditunjuk oleh perguruan tinggi dan setelah selesai akan mendapatkan sertifikat.

Beberapa kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan kewirausahaan di perguruan tinggi, diantaranya:.

a. Secara keseluruhan permasalahan yang ada pada pelaksanaan PMW di berbagai perguruan tinggi adalah : pada beberapa perguruan tinggi pengelolaan atau pelaksanaan program PMW masih dalm bentuk kepanitiaan yang berganti setiap tahun dan belum ada lembaga khusus seperti Pusat Karir, padahal program ini dirancang untuk melihat kemampuan mahasiswa berwirausaha yang harusnya dipantau setiap saat dan dan setiap tahun. Akibatnya tingkat perkembangan, keberhasilan atau kegagalan sulit dipantau.

Page 49: lakip ristekdikti 2015

31Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

b. Pada tatanan pelaksanaan umumnya sudah mengikuti prosedur seperti seleksi mahasiswa, pembekalan mahasiswa, namun pada saat pencairan dana sering terlambat. Hal ini setelah didalami masih banyak perguruan tinggi yang belum mengetahui secara detil program PMW atau kalau boleh dikatakan masih belum dianggap suatu program prioritas di perguruan tinggi. Hal ini terlihat seperti adanya perguruan tinggi yang belum tahu adanya program PMW padahal dana ada di DIPA ada di perguruan tinggi tersebut.

c. Mekanisme pengelolaan dana PMW di perguruan tinggi tidak seragam,dan kebanyakannya berupa hibah. Namun mekanisme kontrolnya sangat lemah sehingga tingkat efektivitas efisiensi program kurang terlihat, dan lebih banyak yang gagal.

Mengingat banyaknya kendala dilapangan pengelolaan PMW dan Co-OP, mungkin akan lebih baik kalau pengelolaan program PMW ini pusatkan kembalidan dijadikan program kompetitif secara nasional, sehingga lebih bisa dikontrol. Untuk itu perlu penyempurnaan panduan atau mekanisme pelaksanaannya.

3. Persentase Lulusan Bersertifikat Kompetensi

Persentase lulusan bersertifikat kompetensi merupakan indikator untuk mengukur lulusan perguruan tinggi yang lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh organisasi profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan sertifikat kompetensi yang terstandar, lulusan perguruan tinggi Indonesia memiliki daya saing untuk masuk dalam pasar kerja nasional, regional, ataupun internasional.

Sertifikat kompetensi adalah dokumen pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi diluar program studinya. Mengukur lulusan perguruan tinggi yang lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh organisasi profesi, lembaga

pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan sertifikat kompetensi yang terstandar, lulusan perguruan tinggi Indonesia memiliki daya saing untuk masuk dalam pasar kerja nasional, regional, ataupun internasional. Sertifikat kompetensi yang kini menjadi kebutuhan bagi lulusan institusi pendidikan vokasi menantang lembaga pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran berbasis kompetensi. Sejumlah perguruan tinggi dan sekolah menengah kejuruan menjadi rujukan bagi sekolah-sekolah lain untuk bisa ikut uji sertifikasi. Pemberlakuan MEA pada Desember 2015 menuntut lembaga pendidikan berbenah diri guna menyiapkan kualitas lulusan yang lebih baik.

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini belum mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 55% baru berhasil terealisasi sebesar 54,55%, dengan persentase capaian kinerja sebesar 99,15%. IKU Persentase lulusan bersertifikat kompetensi adalah IKU baru dalam rencana strategis 2005-2019 sehingga belum bisa dibandingkan tingkat ketercapainnya dengan tahun sebelumnya. Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk Persentase lulusan bersertifikat kompetensi sebesar 75%, sampai dengan tahun 2015 Persentase lulusan bersertifikat kompetensi sudah mencapai 54,55% dengan persentase capaian kinerja 72,73%.

Untuk mendukung dan menunjang keberhasilan mencapai target IKU ini, telah dilaksanakan kegiatan yaitu:

a. Uji Kompetensi Dokter

Dokter sebagai pelaku pelayanan kesehatan utama harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang handal serta memiliki integritas etika/moral untuk mendukung terwujudnya pelayanan kedokteran bermutu. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dokter yang profesional maka proses pendidikan

Page 50: lakip ristekdikti 2015

32 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

menjadi faktor yang sangat menentukan.Untuk menjamin mutu lulusan program pendidikan dokter di Indonesia harus sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) sebagaimana amanat UU RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU RI No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Institusi pendidikan kedokteran patut menerapkan standar sesuai dengan standar pendidikan profesi dokter Indonesia dalam menyelenggarakan pendidikan kedokteran secara komprehensif melalui berbagai proses. Proses tersebut antara lain proses seleksi mahasiswa, penyusunan kurikulum berbasis kompetensi, penentuan materi pembelajaran, desain proses dan metode pembelajaran, desain evaluasi pembelajaran, penyediaan dan pengelolaan sumber daya serta penjaminan mutu. Di akhir proses program pendidikan kedokteran dilakukan uji kompetensi mahasiswa yang bersifat nasional untuk memperoleh sertifikat profesi dari institusi pendidikan sesuai UU Pendidikan Kedokteran sekaligus direkognisi sebagai Uji Kompetensi Dokter Indonesia untuk memperoleh sertifikat kompetensi dari organisasi profesi dalam hal ini Kolegium sesuai UU Praktik Kedokteran dan Perkonsil No.1 Tahun 2010.

Tabel 3.9. Peserta Uji Kompetensi Dokter

Keterangan Metode CBT Metode OSCE2014 2015 2014 2015

Peserta 4046 10781 3527 8139Lulus 2705 6550 3075 7215% Lulus 67% 61% 87% 89%

b. Uji Kompetensi Dokter Gigi

Penyelenggaraan Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (UKDGI), pertama kali diselenggarakan pada tanggal 3-4 April 2007 sebagai wujud pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Kolegium Dokter Gigi Indonesia (KDGI) yang menurut undang-undang tersebut merupakan institusi penerbit Sertifikat Kompetensi, menjadi penyelenggara Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (UKDGI) dengan dibantu oleh institusi pendidikan dokter gigi (IPDG) di seluruh Indonesia.

c. Uji Kompetensi Profesi Ners, D3 Kebidanan Dan D3 Keperawatan

Tenaga kesehatan adalah salah satu faktor terpenting dalam mendukung fungsi sistem pelayanan kesehatan. Dibutuhkan tenaga kesehatan yang kompeten dan berdedikasi dalam jumlah dan sebaran yang baik untuk dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Peningkatan kualitas pendidikan tenaga kesehatan adalah salah satu langkah strategis untuk meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan berkualitas dan memiliki kompetensi yang relevan untuk menjalankan sistem pelayanan kesehatan. Salah satu upaya untuk mendorong percepatan peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan tenaga kesehatan adalah dengan meningkatkan kendali mutu lulusan pendidikan. Uji kompetensi nasional adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan proses pendidikan dan menajamakan pencapaian relevansi kompetensi sesuai dengan standar kompetensi yang diperlukan masyarakat. Tujuan dari uji kompetensi adalah memberikan pengakuan atas kompetensi lulusan program DIII Kebidanan, DIII Keperawatan dan profesi Ners. Pengakuan kompetensi harus didasarkan pada penguasaan lulusan terhadap kompetensi lulusan yang relevan dengan kompetensi kerja untuk dapat menjamin keselamatan pasien dalam praktik. Selain hal tersebut, uji kompetensi nasional dapat dijadikan sebagai bagian dari penjaminan mutu pendidikan.

Page 51: lakip ristekdikti 2015

33Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.10. Jumlah Peserta Lulus Berdasarkan Program Studi

ProdiPeriode I 2015 Periode II 2015

Peserta Lulus % Lulus Peserta Lulus % LulusKebidanan 12.711 4.580 36,03 48.526 34.834 71,78Keperawatan 11.131 3.283 29,49 33868 21.803 64,38Ners 10.053 4.569 45,45 11.635 6.237 53,61 Total 33.895 12.432 36,99 94.029 62.874 63,26

Beberapa permasalahan yang muncul untuk proses pelaksanaan uji kompetensi sehingga tidak tercapainya target sebagai berikut :

a) Penguji Objective Structured Clinical Examinition (OSCE)

Permasalahan penguji OSCE di IPDG yang masih cenderung memberi penilaian subyektif (karena menilai mahasiswanya sendiri) sehingga kelulusan antara uji teori dan uji praktik terlihat adanya perbedaan. Permasalahan penetapan center tempat uji;

b) Setiap IPDG seharusnya membuat center ujian agar peserta didiknya dapat mengikuti ujian di tempat IPDG mereka. Beberapa persyaratan tempat ujian telah ditentukan dalam buku pedoman UKMP2DG. Untuk menentukan tempat agar dapat menjadi tempat ujian maka dilakukan visitasi dan sudah dipersiapkan cek list untuk kelengkapan persyaratan tersebut. Namun beberapa hal telah tercatat dari hasil visitasi ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya, karena pada saat visitasi kemungkinan beberapa persyaratan tersebut belum di lakukan tes kerja;

c) Pembuatan soal Ujian

Pembuatan soal ujian dengan sistem IBA (Item Bank Administration) sebenarnya sudah sangat baik, dan untuk soal uji teori jumlah soal juga sudah mencukupi. Namun dalam pembuatan soal OSCE menemui beberapa kendala, hal ini dikarenakan

dalam pembuatan soal OSCE memang harus memperhitungkan beberapa aspek, mulai dari bahan yang akan digunakan dalam ujian, pasien standar dan lain-lain;

d) Pelaksanaan Try Out

Idealnya 1 bulan sebelum pelaksanaan ujian dilakukan, atau sebelum pelaksanaan Panel Expert/item review harus dilakukan try out yang mempunyai fungsi tes soal dan sekaligus sarana latihan untuk mahsiswa sebagai peserta ujian. Namun hal ini belum dapat dilaksanakan UKMP2DG dikarenakan permasalahan pembiayaan;

e) Permasalahan Bahan uji Praktik (OSCE)

Proses uji praktik untk bidang kedokteran gigi memang membutuhkan alat dan bahan yang harus dipersiapkan. Oleh karena itu, sebelum ujian biasanya panitia pusat memberikan list alat dan bahan yang harus dipersiapkan di masing-masing lokasi oleh IPDG. Namun hal ini menjadikan beberapa IPDG mudah menebak perkiraan soal yang kemungkinan akan keluar dengan memprediksi nerdasarkan alat dan bahan yang harus mereka persiapkan.

Langkah kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang dalam rangka meningkatkan kompetensi lulusan perguruan tinggi meliputi:

a) Menambah jumlah penguji eksternal dari luar IPDG

Page 52: lakip ristekdikti 2015

34 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

tuntuk menjadi penguji OSCE agar proses ujian dapat lebih obyektif;

b) Perlu investasi pembelian alat dan bahan yang dipergunakan untuk uji kompetensi di pusat, dan disimpan untuk ujian berikutnya (dapat dipergunakan terus menerus walaupun bahan kemungkinan sudah expired karena tidah dipergunakan ke manusia hanya pada manequin (dental panthom);

c) Proses penetapan kepanitiaan seyogyanya dilakukan oleh Kemristekdikti dengan koordinasi dengan AFDOKGI, PDGI dan panitia inti UKMP2DG periode sebelumnya. Hal ini agar proses regenerasi kepanitiaan dapat berjalan dan memunculkan personil calon yang duduk di kepanitiaan nasional UKMP2DG mempunyai integritas yang baik;

d) Proses try out dan percepatan pemenuhan bank soal OSCE perlu mendapatkan dukungan dan support agar dapat membuat ujian di periode yang akan menjadi lebih optimal;

e) Sertifikat profesi yang sudah di rapatkan di Kemristekdikti segera direalisasikan, dan sejalan dengan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh kolegium drg Indonesia;

f) Kepanitiaan nasional agar membuat tim kreatif yang dapat menghasilkan materi atau bahan uji yang benar-benar dapat di buat di pusat (center), hal ini ditujukan agar penyediaan bahan-bahan untuk uji praktik (OSCE) dapat disediakan oleh panitia pusat. Tujuannya adalah dengan proses ini proses uji praktik tidak dapat ditebak oleh IPDG, sehingga ujian akan menjadi lebih obyektif. Untuk memenuhi hal ini maka dibutuhkan support pembiayaan untuk investasi pengadaan alat dan bahan yang di inventarisir oleh panitia pusat dengan baik. Diharapkan dukungan pembiayaan untuk pembelian investasi awal materi/bahan ini tidak dimasukkan dalam pembiayaan operasional yang didapat dari biaya peserta, namun

dari kemenristek dikti;

g) Perlu dicari format agar dapat menggabungkan penilaian uji teori dan uji praktik menjadi satu kesatuan. Saat ini proses dilakukan secara sendiri-sendiri, artinya mahasiswa peserta ujian wajib lulus keduanya apabila dinyatakan kompeten.

4. Jumlah Prodi Terakreditasi Unggul

Jumlah Prodi terakreditasi unggul merupakan indikator untuk mengukur kinerja program studi yang telah terakreditasi minimal B dan telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh BAN-PT dan Lembaga Akreditasi Mandiri lainnya dengan merujuk pada standar nasional pendidikan tinggi.

Global Competitiveness Index (GCI) Indonesia salah satunya ditopang oleh faktor perbaikan sejumlah indikator pendidikan, terutama keberhasilan dalam memperluas kesempatan pendidikan untuk memacu daya saing secara global, di antaranya dapat dengan cara memperbaiki sistem pelayanan pendidikan agar semakin banyak perguruan tinggi Indonesia yang masuk ke peringkat tinggi di dunia. Untuk dapat masuk ke peringkat dunia, salah satu indikatornya adalah program studi (prodi) yang harus unggul. Sehingga menjadi kewajiban Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk mengawal peningkatan prodi menjadi unggul dan menjadikan peningkatan jumlah prodi unggul menjadi salah satu indikator sasaran strategisnya.Kriteria prodi unggul adalah Prodi tersebut sudah mendapatkan akreditasi “baik” dan “sangat baik” dari BAN-PT dan Lembaga Akreditasi Mandiri, ini berarti bahwa Standar Mutu Perguruan Tinggi tersebut sudah dapat melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Berdasarkan data BAN PT per 6 Desember 2015 dan PD Dikti 23 November 2015 dalam kurun waktu 2011 sampai 2015 dari total 18.007 prodi yang teakreditasi terdapat 9.325 prodi terakreditasi unggul digambarkan pada tabel berikut :

Page 53: lakip ristekdikti 2015

35Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.11. Total Prodi Berdasarkan Peringkat dan Jenjang

JenjangAkreditasi

Total TerakreditasiA B C D(TT*)

Vokasi 166 1.382 2.183 75 3.731S1 1.106 4.748 5.898 175 11.752S2 394 1.060 493 5 1.947S3 140 213 69 2 422Profesi 39 77 39 0 155Spesialis 0 0 0 0 0

Total 1.845 7.480 8.682 257 18.007

Tabel 3.12. Jumlah Prodi Terakreditasi Unggul

Tahun Akreditasi A Akreditasi B Total

2011 397 1.240 1.6372012 655 2243 2.8982013 1042 4.081 5.1232014 1425 5.964 7.3892015 1845 7.480 9.325

Total capaian prodi unggul tahun 2015 sebanyak 9.325 dari target 10.800 atau 86,3%, secara akumulasi jumlah prodi unggul meningkat setiap tahunnya, namun masih belum dapat mencapai target yang ditentukan dalam Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sebanyak 10.800 prodi unggul. Kondisi ini sudah sepantasnya harus disikapi secara arif dengan merespons melalui upaya pengembangan dan peningkatan kualitas perguruan tinggi. Upaya berkelanjutan dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas dari program studi dan perguruan tinggi yang memegang peranan penting sebagai komponen utama dalam sistem pembelajaran pada suatu perguruan tinggi. Jika dibandingkan pada tahun 2014 Jumlah prodi terakreditasi unggul sebesar 7.389, perealisasian IKU mencapai 9.325 sehingga mengalami peningkatan.

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk

jumlah prodi terakreditasi unggul sebesar 15.000, sampai dengan tahun 2015 jumlah prodi terakreditasi unggul sudah mencapai 9.325 dengan persentase capaian kinerja 62,17%.

Kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk pencapaian target yaitu :

a. Menyelenggarakan program pendanaan untuk keperluan peningkatan kualitas program studi melalui proses penjaminan mutu internal menuju ke akreditsi program studi yang unggul. Fasilitas pendanaan yang diberikan berupa bantuan Program Bantuan Operasional Proses Akreditasi (PBOPA). Penerima bantuan kompetisi PBOPA adalah program studi dari perguruan tinggi yang telah mengajukan usul proses akreditasi atau yang siap mengajukan usul proses akreditasi. Dengan PBOPA

Page 54: lakip ristekdikti 2015

36 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

ini setiap program studi pengusul diharapkan dapat menyusun program pengembangan tata kelolanya sehingga menjadi program studi yang unggul dan terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau Lembaga Akreditasi Mandiri. Program studi yang memenuhi persyaratan dan lolos seleksi mendapatkan bantuan proses akreditasi.

b. Menyelenggarakan program pembinaan bagi perguruan tinggi atau program studi. Program pembinaan diarahkan pada bagaimana membangun dan mengimplementasikan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi atau program studi. Kemenristekdikti memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi yang program studinya belum berhasil memperoleh status dan peringkat terakreditasi, untuk mendapat pembinaan melalui bimbingan SPMI, namun program pembinaan ini tidak berarti menjamin bahwa perguruan tinggi atau program studi yang mengikuti program pembinaan ini terakreditasi, karena perguruan tinggi atau program studi sendirilah yang menentukan dapat memenuhi atau tidaknya standar-standar akreditasi yang ditentukan oleh BAN-PT.

Pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh BAN PT (eksternal). Dana akreditasi BAN PT antara kebutuhan dengan kemampuan dana pemerintah tidak seimbang. Dengan demikian maka pelaksanaan tidak maksimal.

Upaya ke depan yang akan dilakukan oleh Kemenristekdikti yaitu meningkatkan program pembinaan bagi perguruan tinggi atau program studi yang diarahkan untuk membangun dan mengimplementasikan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi atau program studi. Di samping itu, juga memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi yang program studinya belum berhasil memperoleh status dan peringkat terakreditasi, untuk mendapat pembinaan melalui bimbingan SPMI.

5. Jumlah Mahasiswa Peraih Medali Emas Tingkat Nasional dan Internasional

Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional merupakan indikator untuk mengukur kualitas dan kiprah civitas akademika atau sumber daya manusia perguruan tinggi di kancah nasional dan internasional dalam bentuk prestasi baik sains, olah raga dan seni.

Dalam pengembangan minat, bakat, penalaran dan kreativitas serta organisasi kemahasiswaan tahun 2015 telah melakukan berbagai program/kegiatan antara lain pelatihan karakter kepemimpinan, kreativitas, olah raga dan seni.

Perolehan emas tahun 2015 ini, disamping kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi juga kegiatan yang dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi dalam berbagai event baik di tingkat nasional maupun internasional. Data perolehan emas ini merupakan sebagian kecil dari aktivitas kegiatan yang dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi, tidak semua perguruan tinggi memberikan data secara lengkap.

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini sudah/belum mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 380 sudah berhasil terealisasi sebesar 729, dengan persentase capaian kinerja sebesar 190%. IKU jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional adalah IKU baru dalam rencana strategis 2005-2019 sehingga belum bisa dibandingkan tingkat ketercapainnya dengan tahun sebelumnya.

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional sebesar 420, sampai dengan tahun 2015 jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional sudah mencapai 729 dengan persentase capaian kinerja 173,57%.

Page 55: lakip ristekdikti 2015

37Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.13. Perolehan Medali Mahasiswa

Nama Event Jumlah MedaliPOMNAS 172PIMNAS 22KONTES ROBOT 36MTQ 26IMC 2POM ASEAN 64Olimpiade Nasional Matematika dan Sains (ON-MIPA) 24

National University Debating Championship (NUDC) 4

MAWAPRES 6SUKMALINDO 4Kegiatan Lain Yang Bersifat Nasional dan Internasional di Masing-Masing Perguruan Tinggi

369

Keberhasilan pencapaian indikator ini didukung melalui beberapa program dan kegiatan diantaranya:

a. Kegiatan Kemahasiswaan yang sifatnya Nasional

Pengembangan Kegiatan Kemahasiswaan Nasional mempupunyai tujuan untuk membentuk karakter, jati diri, kemandirian dan meningkatkan sportivitas

mahasiswa. Namun dalam pelaksanaan kegiatan setiap Unit Kegiatan Kemahasiswaan mempunyai ciri yang berbeda seperti halnya dalam kegiatan Kemah Bakti, POMNAS, MQ, PIMNAS, On MIPA.

b. Penyertaan Mahasiswa Indonesia Mengikuti Event Olahraga Di Luar Negeri (ASEAN, Asia, Dan Dunia)

Gambar 3.6 Pembukaan POMNAS XIV 2015 di Universitas Syiah Kuala

Gambar 3.5 Penerima Medali Olimpiade Nasional MIP

Page 56: lakip ristekdikti 2015

38 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Kompetisi antar mahasiswa melalui olahraga pada tingkat internasional merupakan bentuk aktifitas yang cukup strategis untuk meningkatkan daya saing bangsa, sekaligus untuk mempererat persahabatan sesama mahasiswa dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Penyertaan mahasiswa Indonesia dalam mengikuti event internasional harus melalui organisasi Bapomi (Badan Pembina Olahraga Mahasiswa Indonesia) yang dibentuk oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

6. Persentase Lulusan Yang Langsung Bekerja

Persentase lulusan yang langsung bekerja merupakan indikator untuk mengukur tingkat penyerapan dunia kerja terhadap lulusan perguruan tinggi. Dalam rangka menunjang pelaksanaan program penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja, sangat diperlukan data lulusan agar Perguruan Tinggi dapat lebih mempersiapkan calon lulusannya untuk bersaing di pasar kerja yang kompetitif. Sebagai bentuk tanggung jawab kita terhadap masyarakat, kita perlu melacak para lulusan kita untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang didapat memudahkan mereka dalam proses transisi dan ketika mereka bekerja.

Tahun 2015 persentase lulusan yang langsung bekerja sebesar 60,5 % meningkat sebesar 10,5% dibanding capaian tahun 2014 sebesar 50%. Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk persentase lulusan yang langsung bekerja sebesar 90%, sampai dengan tahun 2015 persentase lulusan yang langsung bekerja sudah mencapai 60,5% dengan persentase capaian kinerja 67,22%.

Sistem pengembangan pusat karir salah satu tujuannya adalah mengukur masa tunggu lulusan perguruan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan pertama dan keselarasan latar belakang bidang ilmu dengan pekerjaan. Tracer study adalah studi pelacakan jejak lulusan/ alumni yang dilakukan paling cepat 2

tahun setelah lulus. Tracer study yang dilakukan dalam menghitung masa tunggu lulusan perguruan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan pertama tahun 2014 adalah hasil survey mahasiswa yang lulus pada tahun 2012. Demikian juga untuk tahun 2015, data diambil dari survey lulusan tahun 2013. Hasil tracer study sampai dengan tahun 2015 sudah masuk 23.300 data responden dari 520 institusi dari data yang masuk masa tunggu lulusan adalah rata- rata 2,4 bulan, dan sebanyak 60,90% responden mengatakan bahwa latar belakang pendidikan selaras dengan pekerjaan.

Keberhasilan pencapaian indikator ini didukung melalui beberapa program dan kegiatan sebagai berikut.

a. Sistem Informasi Kebutuhan Dunia Kerja

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan melalui tupoksinya mendorong peningkatan mutu lulusan melalui program-program inovatif, salah satu diantaranya adalah program pembuatan sistem informasi kebutuhan dunia kerja dan menganalisis data yang masuk dalam laman http://www.sindikker.dikti.go.id. Sistim informasi ini membutuhkan peran serta seluruh pemangku kepentingan baik dari sisi pemerintah maupun swasta (Dunia Usaha dan Dunia Industri/DUDI). Ditekankan penyempurnaan sistem, menjalin kerja sama dengan PEMDA, KADIN dan DUDI untuk pengisian data kebutuhan SDM. Selanjutnya, berdasarkan data tersebut dilakukan analisis kebutuhan dunia kerja yang meliputi dimensi kualitas / kompetensi dan kuantitas pada lokasi dan waktu yang berbeda. Konsep pengembangan kerangka penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja terbagi dalam 3 bagian yaitu kerangka kerja sisi permintaan, sisi pasokan dan mekanisme penyelarasan. Proyeksi kompetensi lulusan yang selaras dengan kebutuhan dunia kerja dunia industri dan jumlahnya di setiap lokasi di Indonesia merupakan informasi dasar yang diperlukan dalam perancangan sistem pendidikan yang meliputi kualitas pendidik, sarana dan

Page 57: lakip ristekdikti 2015

39Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

prasarana serta sistem pembelajaran yang mengacu pada karakteristik khusus dan potensi yang dimiliki lokasi tersebut.

b. Sistem Pengembangan Pusat Karir (Career Centre)

Sistem pengembangan pusat karir adalah salah suatu program yang dilakukan untuk mendorong dan menguatkan pusat karir di beberapa PT untuk dapat membantu para lulusan memperoleh lapangan kerja agar tidak menambah beban permasalahan pengangguran di Indonesia. Selain hal tersebut perlu dirintis sebuah sistem yang dapat memberikan informasi kepada lembaga PT penghasil lulusan dan Ditjen Dikti sebagai penanggung jawab pendidikan tinggi sehingga dapat menjamin bahwa lulusan PT di Indonesia memiliki lapangan kerja yang sesuai. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi pengembangan pusat karir PT, fungsi dan kegiatannya. Selain itu juga melakukan pembinaan pusat karir di PT.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan career centre adalah terciptanya sistem pusat karir di tingkat PT. Berdasarkan hasil tersebut PT dapat: (a) mengetahui penyerapan, proses dan posisi lulusan dalam dunia kerja; (b) menyiapkan lulusan sesuai dengan kompetensi yang diperlukan di dunia kerja; dan (c) membantu program pemerintah dalam rangka memetakan dan menyelaraskan kebutuhan dunia kerja dengan pendidikan tinggi di Indonesia.

c. Tracer Study

Tracer study menyediakan informasi berharga mengenai hubungan antara pendidikan tinggi dan dunia kerja profesional, menilai relevansi pendidikan tinggi, informasi bagi pemangku kepentingan (stakeholders), dan kelengkapan persyaratan bagi akreditasi pendidikan tinggi. Saat ini tracer study sudah dijadikan salah satu syarat kelengkapan akreditasi di Indonesia oleh Badan Akreditasi

Nasional Perguruan Tinggi. Setiap perguruan tinggi diharapkan mempunyai program tracer study yang bertujuan untuk mengetahui penyerapan, proses, dan posisi lulusan dalam dunia kerja; menyiapkan lulusan sesuai dengan kompetensi yang diperlukan di dunia kerja; membantu program pemerintah dalam rangka memetakan dan menyelaraskan kebutuhan dunia kerja dengan kompetensi yang diperoleh dari perguruan tinggi.

Adapun kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian target IKU ini, diantaranya:

Masih kurangnya sosialisasi dari pihak Kemenristekdikti kepada perguruan tinggi mengenai pentingnya membangun pusat karir dan melakukan tracer study;

Yang mendapat hibah dana dari Kemenristekdikti untuk kegiatan pusat karir dan tracer study masih relatif sedikit, hanya 34 perguruan tinggi untuk anggaran 2015;

Keterbatasan infrastruktur dan fasilitas komunikasi pada beberapa perguruan tinggi di wilayah Indonesia bagian timur sehingga mereka kesulitan melakukan tracer kepada alumninya;

Tidak semua Perguruan Tinggi memiliki pusat karir dan tidak melakukan kegiatan tracer study;

Di Indonesia, pelaksanaan tracer study umumnya masih terkendala di sisi kebutuhan, sumber daya dan metodologi dalam pelaksanaannya. Seringkali tracer study dilakukan oleh perguruan tinggi hanya karena kebutuhan akan akreditasi, sehingga pelaksanaannya tidak dilakukan secara rutin. Selain itu, sumber daya pelaksana tracer study umumnya masih dianggap kurang memadai dan hal ini disertai dengan kesulitan dalam menerapkan metodologi yang tepat dalam pelaksanaannya.

Page 58: lakip ristekdikti 2015

40 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, beberapa kebijakan yang dilaksanakan di masa yang akan datang adalah sebagai berikut:

Meningkatkan intensitas kerjasama dengan penanggung jawab PD-Dikti, menambah jumlah kerja sama dengan berbagai instansi lainnya dalam rangka penyediaan data dan informasi kebutuhan SDM di DUDI sehingga Sindikker dapat membuat analisis secara lebih mendalam dan menyeluruh;

Saat ini Sindikker tengah mengambangkan aplikasi yang dapat secara aktif dan mandiri melakukan pendaftaran data pencari kerja dan penyedia lowongan kerja online. Aplikasi ini berperilaku layaknya seperti bursa kerja, dimana pencari kerja dapat mendaftar untuk menyampaikan informasi diri dan pekerjaan yang diinginkan. Sementara dari pihak yang membutuhkan kerja, atau penyedia lowongan kerja juga dapat mendaftar untuk memberikan informasi kebutuhan tenaga kerja tertentu yang diperlukan. Dengan demikian akan terjadi transaksi ketenagakerjaan secara online dan mandiri;

Untuk keperluan sosialisasi dan lebih mengenalkan SIndikker ke stakeholder, telah dibuat leaflet yang ringkas, menarik dan informatif yang dapat memberikan simpulan makna dari informasi dan data yang ada pada Sindikker;

Mensosialisasikan pentingnya pusat karir dan tracer study ke perguruan tinggi baik negri maupun swasta;

Menambah atau meningkatkan anggaran sehingga yang mendapatkan hibah dana untuk kegiatan pusat karir dan tracer study;

Membangun infrastruktur dan fasilitas komunikasi di beberapa perguruan tinggi yang tidak terjangkau jaringan operator;

Mengingatkan beberapa perguruan tinggi yang kurang memiliki data alumninya;

Meningkatkan kegiatan sosialisasi oleh tim pusat karir dan tracer study ke beberapa perguruan tinggi.

7. Jumlah LPTK Yang Meningkat Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Akademik

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, penguatan LPTK menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional dengan meningkatkan mutu calon guru dan guru-guru yang ada. LPTK sebagai lembaga pencetak tenaga pendidik profesional mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan pendidikan untuk calon tenaga kependidikan untuk semua jenjang kependidikan serta keahliannya. Diperlukan sekali pemikiran dan sikap profesional dari para penyelenggara LPTK untuk meningkatkan kualitas mutu lulusannya.

IKU Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik telah dicapai sebesar 100% karena target telah terpenuhi. IKU Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik adalah IKU baru dalam rencana strategis 2005-2019 sehingga belum bisa dibandingkan tingkat ketercapainnya dengan tahun sebelumnya.

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik sebesar 46, sampai dengan tahun 2015 Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik sudah mencapai 17 PT dengan persentase capaian kinerja 36,96%.

Tabel 3.14. LPTK Yang Meningkat Mutu Penyelanggaraan Pendidikan

No LPTK1 UNIMED2 Universitas Negeri Padang3 Universitas Negeri Jakarta4 Universitas Pendidikan Indonesia

Page 59: lakip ristekdikti 2015

41Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

No LPTK5 Universitas Negeri Yogyakarta6 Universita Negeri Semarang7 Universitas Negeri Surabaya8 Universitas Negeri Malang9 Universitas Pendidikan Ganesha

10 Universita Negeri Makasar

11 Universitas Negeri Manado

12 Universitas Negeri Gorontalo

13 Universitas Riau

14 Universitas Syiah Kuala

15 Universitas Mulawarman

16 Universitas Tanjungpura

17 Universitas Nusa Cendana

Kualitas lulusan yang dihasilkan oleh LPTK sangat terkait dengan berbagai hal mulai dari pelayanan tenaga administrasi, dosen/pengajar, kurikulum, tempat belajar, wawasan mahasiswa terhadap pendidikan, dan sarana penunjang. Ke 17 LPTK di atas telah meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan akademik untuk mempersiapkan calon sarjana yang siap pakai dan memiliki kompetensi yang diperlukan di lapangan pekerjaan.

Untuk tahun 2016, rencana revitalisasi LPTK meliputi: 1) revitalisasi rekrutmen yang dapat diawali dengan pembuatan instrumen untuk tes bakat, minat, watak dan kepribadian; 2) revitalisasi kurikulum dengan menyiapkan panduan kurikulum LPTK dan pembuatan pedoman serta TOT-nya; 3) finalisasi standar nasional pendidikan guru yang dapat diwujudkan dalam Permenristekdikti dengan memasukkan 24 standar pendidikan tinggi didalamnya serta 4) adanya sistem penjaminan mutu LPTK.

Upaya ke depan kurikulum LPTK harus dirancang sesuai kebutuhan pasar. Untuk meningkatkan kualitas

LPTK, diperlukan kajian serius dan mendalam tentang reposisi, penataan dan penguatan kelembagaan LPTK. Fokus untuk memperkuat LPTK, bertujuan menghasilkan calon guru bermutu. Strategi yang dilakukan adalah adalah melalui reformasi dan penguatan kurikulum. Pendidikan calon guru ditingkatkan, antara lain, dengan mengembangkan seleksi khusus untuk calon mahasiswa yang memenuhi kriteria menjadi guru. Selain itu, LPTK dilibatkan dalam perencanaan kebutuhan guru di daerah dan nasional. Langkah-langkah yang dapat dilakukan LPTK dalam menyiapkan guru berkarakter adalah dengan menekankan pendidikan karakter yang tergambar dalam visi, misi, disosialisasikan dalam tataran kerja lembaga dan dengan stakeholder serta selanjutnya diintegrasikan dalam disiplin ilmu. Langkah berikutnya adalah penerapan tata nilai yang ditindaklanjuti dengan pembentukan kebiasaan sehingga nilai-nilai tersebut terinternalisasi dalam diri calon guru tersebut secara alamiah. Tentu saja disertai dengan suri keteladanan pengajar dalam menguatkan proses penanaman pendidikan karakter itu sendiri.

8. Jumlah Calon Pendidik Mengikuti Pendidikan Profesi Guru

Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru merupakan indikator untuk mengukur kuantitas calon pendidik yang mengikuti Pendidikan Profesi Guru dan mendapatkan sertifikat profesi guru pendidikan di LPTK. Persyaratan mendapatkan sertifikasi diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas kompetensi calon pendidik yang pada akhirnya diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.

Terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam segala aspek kehidupan akibat gelombang globalisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan serangkaian tantangan baru yang perlu disikapi dengan cermat dan sistematis. Perubahan tersebut secara khusus berdampak terhadap tuntutan akan kualitas pendidikan secara umum, dan kualitas pendidikan guru secara khusus untuk menghasilkan guru yang profesional.

Page 60: lakip ristekdikti 2015

42 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Pendidikan profesi guru yang lebih sering disingkat PPG merupakan suatu program pendidikan yang diberikan untuk para sarjana pendidikan atau diploma 4 yang bukan jurusan pendidikan namun memiliki bakat serta minatnya untuk menjadi guru. Agar dapat menjadi guru yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan serta standar nasional dalam masalah pendidikan dan untuk memperoleh sertifikat sebagai pendidik, maka diwajibkan bagi para calon guru untuk melanjutkan studinya untuk mendapatkan pelatihan dan pembimbingan lagi agar dapat menjadi guru yang profesional.

Tahun 2015, jumlah calon pendidik mengikuti pendidikan profesi guru tercapai sebanyak 4.466 orang dari yang ditargetkan sebanyak 4.458 orang. IKU jumlah calon pendidik mengikuti pendidikan profesi guru adalah IKU baru dalam rencana strategis 2005-2019 sehingga belum bisa dibandingkan tingkat ketercapainnya dengan tahun sebelumnya.

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah calon pendidik mengikuti pendidikan profesi guru sebesar 12.000, sampai dengan tahun 2015 jumlah calon pendidik mengikuti pendidikan profesi guru sudah mencapai 4.466 dengan persentase capaian kinerja 37,22%.

Meskipun capaian kegiatan ini telah melebihi 100%, dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi, antara lain:

a. Pada kegiatan PPG kolaboratif, terdapat bidang studi yang belum memiliki program lanjutan pada perguruan tinggi LPTK, misalnya kedirgantaraan dan kelautan.

b. Jumlah progam studi yang ditawarkan pada SMK lebih banyak dibandingkan jumlah program studi pada LPTK.

Sementara itu pelaksanaan PPG lanjutan SM-3T memiliki dampak memberi kesempatan kepada calon

guru untuk memperoleh kemampuan, kompetensi, dan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan lulusan LPTK lainnya yang langsung menjadi guru. Rekomendasi yang dapat diberikan pada pelaksanaan kegiatan ini adalah mempertahankan kegiatan pendidikan profesi guru dan menjadikan program ini sebagai bagian dari program perekrutan guru secara nasional. Sedangkan untuk program PPG kolaboratif, dampak yang diperoleh adalah terpenuhinya kebutuhan guru SMK. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah melakukan evaluasi porsi LPTK dan keteknikan untuk menghasilkan kompetensi guru yang lebih baik.

Sasaran 2 : Meningkatnya Kualitas Kelembagaan Iptek dan Dikti

Hal mendasar dalam konteks Kelembagaan Iptek adalah revitalisasi kelembagaan khususnya dalam upaya membangun fleksibilitas kelembagaan iptek dan mendorong lemlitbang untuk menjadi pusat unggulan atau center of excellence. Disisi lain kualitas pendidikan tinggi masih relatif rendah baik dalam konteks institusi (Perguruan Tinggi), maupun program studi yang diindikasikan oleh mayoritas Perguruan Tinggi hanya berakreditasi C dan masih sangat sedikit yang berakreditasi A atau B. Disamping itu, Perguruan Tinggi Indonesia juga belum mampu berkompetisi dengan Perguruan Tinggi negara lain bahkan masih tertinggal dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara sekalipun.

Oleh karena itu Sasaran Meningkatnya Kualitas Kelembagaan Iptek dan Dikti merupakan upaya yang harus dilakukan dengan menetapkan indikator kinerja yang harus ditingkatkan yaitu :

1. Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia2. Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul)3. Jumlah Taman Sains dan Teknologi yang dibangun 4. Jumal Taman dan Teknologi yang mature 5. Jumlah Pusat Unggulan Iptek

Page 61: lakip ristekdikti 2015

43Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Dari lima indikator kinerja yang digunakan dua indikator kinerja belum mencapai target dan tiga indikator kinerja yang mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul), Jumlah Taman Sains dan Teknologi yang dibangun. Sedangkan dua

indikator kinerja yang mencapai target adalah Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia, Jumlah Taman dan Teknologi yang mature, Jumlah Pusat Unggulan Iptek.

Adapun tingkat pencapaian kinerja sasaran Meningkatnya Kualitas Kelembagaan Iptek dan Dikti adalah sebagai berikut :

Tabel 3.15. Capaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Kelembagaan Iptek dan Dikti

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2015-2019

Realisasi 2014

Tahun 2015Target Realisasi %

Meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti

Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia

5 2 2 2 100

Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul)

194 21 29 26 89,65

Jumlah Taman Sains dan Teknologi yang dibangun

100 - 77 61 79,22

Jumal Taman dan Teknologi yang mature 58 - 6 6 100

Jumlah Pusat Unggulan Iptek 30 9 12 19 158,3

1. Jumlah Perguruan Tinggi Masuk Top 500 Dunia

Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia merupakan indikator untuk mengukur mutu dan tingkat daya saing perguruan tinggi Indonesia di tingkat internasional dan membangun kesadaran akan pentingnya perguruan tinggi di Indonesia hadir dalam pemeringkatan perguruan tinggi dunia.

Sejalan dengan rencana strategis Kemenristekdikti, secara umum program ini dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya perguruan tinggi berkualitas, dikelola secara otonom dalam lingkungan organisasi yang sehat, sehinggamampu menghasilkan luaran yang bermutu dan berdaya saing tinggi. Secara khusus pendanaan ini ditujukan untuk mendorong peningkatan

reputasi akademik perguruan tinggi menuju World Class University (WCU).

Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan program ini meliputi beberapa aspek:

a. Academic Reputation (keaktifan menjadi anggota dalam asosiasi PT dunia, jumlah dosen yang menjadi reviewer jurnal internasional, menjadi tuan rumah kegiatan internasional, penelitian kolaborasi internasional, dll)

b. Employer Reputation (jumlah lulusan yang bekerja di multinational enterprice, posisi penting lulusan di internasional, dll)

c. Research and Publication (jumlah publikasi

Page 62: lakip ristekdikti 2015

44 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

internasional yang memiliki reputasi, jumlah HKI, jumlah jurnal terindeks Scopus, jumlah sitasi tiap dosen, dll)

d. Internationalization (jumlah dosen asing, mahasiswa asing reguler, mahasiswa inbound, mahasiswa outbound, dll)

Indikator di atas diukur secara agregat di tingkat perguruan tinggi. Perguruan tinggi penerima dana ini diharuskan mengevaluasi base-line data per akhir tahun 2015, dan membuat target capaian per tahun sampai akhir tahun 2019. Selain indikator kinerja di atas, perguruan tinggi dapat menambahkan indikator tambahan yang mencerminkan reputasi akademik perguruan tinggi, misalnya jumlah penelitian kolaborasi internasional, jumlah program studi terakreditasi internasional, dan lain-lain.

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan 2 perguruan tinggi, terealisasi 2 perguruan tinggi masuk Top 500 Dunia yaitu Universitas Indonesia (ranking 310 dunia) dan ITB (ranking 431-440 dunia), dengan persentase capaian kinerja sebesar 100%. Jika dibandingkan target jangka menengah tahun 2019, realisasi IKU mencapai 40% dari target 5 perguruan tinggi di Indonesia masuk Top 500 Dunia.

Hal tersebut tentu menjadi pemacu bagi Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia agar masuk dalam peringkat 500 besar di dunia. Untuk itu, perlu disusun strategi dan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi dalam meningkatkan peringkat perguruan tinggi di Indonesia masuk dalam 500 besar dunia berdasarkan QS World University Ranking.

Pada tahun 2015, Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi memiliki 4 skema untuk peningkatan

reputasi perguruan tinggi Indonesia menuju World Class University. Program yang dibuat ditujukan kepada 5 perguruan tinggi yang memiliki potensi untuk masuk peringkat 500 besar dunia versi QS. Deskripsi masing-masing skema program tersebut adalah sebagai berikut:

a. Menghadiri workshop dan Konferensi Internasional yang diadakan oleh QS World University Ranking (QS), Times Higher Education (THE), dan Shanghai Jiao Tong Ranking (SJT).

b. Sosialisasi dan workshop tentang World University Ranking di 5 Perguruan Tinggi Indonesia yang berpotensi masuk peringkat 500 besar dunia versi QS World University Ranking (QS).

c. Pengumpulan, evaluasi, dan presentasi data via website oleh 5 Perguruan Tinggi Indonesia yang berpotensi masuk peringkat 500 besar dunia versi QS World University Ranking (QS).

d. Monitoring dan evaluasi 5 Perguruan Tinggi Indonesia yang berpotensi masuk peringkat 500 besar dunia versi QS World University Ranking (QS).

Pilihan kriteria fokus World University Ranking bagi perguruan tinggi Indonesia, diantaranya perlu mempertimbangkan pencapaian pada:

Target yang realistik

Mendukung academic system yang ada

Meningkatkan kualitas dan kuantitas penyelenggaraan Tri Darma PT

Peningkatan reputasi Perguruan Tinggi (Excelence in Teaching, Research, andDissemination of Innovation)

Ketercapaian target indikator program perguruan tinggi masuk top 500 dunia, dari target 2 perguruan tinggi terealisasi sebesar 2 perguruan tinggi, dengan capaian persentase sebesar 100%. Sesuai dengan rencana strategis pada tahun 2015-2019 target yang tentukan

Page 63: lakip ristekdikti 2015

45Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

5 PT, sedangkan untuk tahun 2015 sebesar 2 PT. Untuk target pada tahun 2016 program ini sudah ditentukan 3 PT. Peringkat beberapa perguruan tinggi di Indonesia

dalam QS World University Ranking (QS) beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan seperti tabel berikut:

Tabel 3.16. Ranking Perguruan Tinggi Indonesia 2011-2015

PT 2011 2012 2013 2014 2015Universitas Indonesia 217 273 309 310 358Institut Teknologi Bandung 451-500 451-500 461-470 461-470 431-440Universitas Gajah Mada 342 401-450 501-550 551-600 551-600Universitas Airlangga 551-600 601+ 701+ 701+ 701+Institut Pertanian Bogor 601+ 601+ 701+ 701+ 701+Universitas Diponegoro 601+ 601+ 701+ 701+ 701+Universitas Brawijaya 601+ 601+ 701+ 701+ 701+Institut Teknologi Sepuluh November 601+ 601+ 701+ 701+ 701+

Daya saing perguruan tinggi Indonesia dalam kancah persaingan global adalah salah satu indikator yang diamanatkan dalam Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Target pencapaian lima perguruan tinggi Indonesia masuk dalam top 500 perguruan tinggi terbaik dunia bukanlah target yang mudah untuk dicapai. Perlu disusun rencana

pendampingan yang sistematis dan diimplementasikan secara konsisten pada lima perguruan tinggi unggulan Indonesia yaitu: Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Airlangga agar dapat masuk atau tetap berada pada daftar top 500 perguruan terbaik dunia.

Gambar 3.7. Perbandingan Ranking Perguruan Tinggi Indonesia dan Malaysia

62

Tabel 3.16. Ranking PT Indonesia 2011-2015

PT 2011 2012 2013 2014 2015

Universitas Indonesia 217 273 309 310 358

Institut Teknologi Bandung 451-500 451-500 461-470 461-470 431-440

Universitas Gajah Mada 342 401-450 501-550 551-600 551-600

Universitas Airlangga 551-600 601+ 701+ 701+ 701+

Institut Pertanian Bogor 601+ 601+ 701+ 701+ 701+

Universitas Diponegoro 601+ 601+ 701+ 701+ 701+

Universitas Brawijaya 601+ 601+ 701+ 701+ 701+

Institut Teknologi Sepuluh November 601+ 601+ 701+ 701+ 701+

Daya saing perguruan tinggi Indonesia dalam kancah persaingan global adalah salah

satu indikator yang diamanatkan dalam Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi dan

Pendidikan Tinggi. Target pencapaian lima perguruan tinggi Indonesia masuk dalam top 500

perguruan tinggi terbaik dunia bukanlah target yang mudah untuk dicapai. Perlu disusun

rencana pendampingan yang sistematis dan diimplementasikan secara konsisten pada lima

perguruan tinggi unggulan Indonesia yaitu: Universitas Indonesia, Institut Teknologi

Bandung, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Airlangga agar

dapat masuk atau tetap berada pada daftar top 500 perguruan terbaik dunia.

Gambar 3.7. Perbandingan Ranking PT Indonesia dan Malaysia

Page 64: lakip ristekdikti 2015

46 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Untuk maksud di atas, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah menyusun gugus tugas dan merancang hibah untuk membantu 5 (lima) perguruan tinggi unggulan Indonesia di atas masuk dalam top 500 perguruan tinggi terbaik dunia atau World Class University (WCU).

Berdasarkan hasil pemeringkatan kluster-1 tahun 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi menargetkan 11 (sebelas) perguruan tinggi di Indonesia masuk peringkat top 500 dunia dengan tahapan 5 (lima) perguruan tinggi masuk 500 besar dunia hingga tahun 2019, dan 6 (enam) perguruan tinggi lainnya masuk 500 besar hingga tahun 2024. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi berupaya mempertahankan dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia agar masuk dalam 500 besar dunia melalui skema pendanaan khusus. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengalokasikan pendanaan khusus untuk mendorong peningkatan reputasi akademik beberapa perguruan tinggi di tingkat internasional. Skema pendanaan ini didasarkan pada pencapaian reputasi akademik selama ini, khususnya keberhasilan dalam mencapai peringkat 500 besar dunia atau 200 tingkat Asia. Pendanaan program peningkatan reputasi akademik perguruan tinggi pada tahun anggaran 2016 diintegrasikan dalam usulan rencana program dan kegiatan pada DIPA masing-masing perguruan tinggi dan atau Rencana Bisnis Anggaran (RBA) pada tahun 2016. Sebagai tindak lanjut dari penyusunan rencana program dan kegiatan tersebut, perguruan tinggi diharuskan membuat usulan lengkap program dan kegiatan peningkatan reputasi akademik perguruan tinggi menuju WCU berisi rancangan program secara rinci yang dilaksanakan dan terget indikator yang akan dicapai untuk menuju WCU.

Pendanaan untuk mendukung program dan kegiatan WCU di atas merupakan mekanisme pendanaan yang berbasis kinerja (performance-based budgetting), dimana Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bersama-sama perguruan tinggi penerima dana

menyepakati serangkaian indikator kinerja berikut target yang harus dicapai oleh pihak perguruan tinggi.

Alternatif strategi dalam pencapaian World University Ranking yang dapat dimplementasikan dalam jangka pendek diantaranya:

a. Penyediaan data dosen asing via web.

b. Meningkatkan “inbound student mobility” dan “visiting professor”.

c. Ada kantor khusus yang menangani ini untuk update data secara langsung dengan QS (bisa sebagai bagian international office).

d. Melakukan merging data sitasi (yang saat ini masih tersebar dengan berbagai nama institusi)

2. Jumlah Perguruan Tinggi Berakreditasi A (Unggul)

Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul) merupakan indikator untuk mengukur kinerja institusi perguruan tinggi yang telah terakreditasi A dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh BAN-PT. Dengan akreditasi unggul akan memberikan jaminan bahwa institusi perguruan tinggi yang terakreditasi telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh BAN-PT, sehingga mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat dari penyelenggaraan perguruan tinggi yang tidak memenuhi standar serta mendorong perguruan tinggi untuk terus menerus melakukan perbaikan dan mempertahankan mutu yang tinggi.

Perguruan tinggi didedikasikan untuk: (1) menguasai, memanfaatkan, mendiseminasikan, mentransformasikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks), (2) mempelajari, mengklarifikasikan dan melestarikan budaya, serta (3) meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Oleh karena itu perguruan tinggi sebagai lembaga melaksanakan fungsi tridarma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan,

Page 65: lakip ristekdikti 2015

47Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mengelola iptek. Untuk menopang dedikasi dan fungsi tersebut, perguruan tinggi harus mampu Selain itu, kualitas pendidikan tinggi masih relatif rendah baik dalam konteks institusi (Perguruan Tinggi) maupun program studi yang diindikasikan oleh mayoritas Perguruan Tinggi hanya berakreditasi C dan masih sangat sedikit yang berakreditasi A atau B. Disamping itu, Perguruan Tinggi Indonesia juga belum mampu berkompetisi dengan Perguruan Tinggi negara lain bahkan masih tertinggal dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara sekalipun. Sejumlah lembaga internasional secara berkala melakukan survei untuk menyusun peringkat universitas terbaik dunia dan menempatkan universitas-universitas Indonesia, bahkan yang berstatus paling baik di Indonesia sekalipun berada pada posisi yang masih rendah. Mengatur diri sendiri dalam upaya meningkatkan dan

menjamin mutu secara terus menerus, baik masukan, proses maupun keluaran berbagai program dan layanan yang diberikan kepada masyarakat.

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini belum mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 29 baru berhasil terealisasi sebesar 25, dengan persentase capaian kinerja sebesar 86,21. Jika dibandingkan pada tahun 2014, perealisasian IKU mengalami kenaikan capaian dari tahun sebelumnya.

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah perguruan tinggi terakreditasi unggul sebesar 194, sampai dengan tahun 2015 jumlah perguruan tinggi terakreditasi unggul baru mencapai 26 dengan persentase capaian kinerja 12,88%.

Tabel 3.17. Akreditasi Perguruan Tinggi 2012-2015

Peringkat 2012 2013 2014 2015A - 10 21 26B 5 23 69 240C 7 8 69 587

Tabel 3.18. Perguruan Tinggi Dengan Akreditasi A

No Perguruan Tinggi No Perguruan Tinggi1 Universitas Indonesia 14 Institut Teknologi Sepuluh Nopember2 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta15 Universitas Kristen Petra

3 Institut Teknologi Bandung 16 Universitas Airlangga4 Institut Pertanian Bogor 17 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 18 Universitas Andalas6 Universitas Islam Indonesia 19 Universitas Negeri Malang7 Universitas Gadjah Mada 20 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta8 Universitas Diponegoro 21 Universitas Brawijaya9 Universitas Muhammadiyah Malang 22 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

10 Universitas Hasanuddin 23 Universitas Negeri Jakarta

Page 66: lakip ristekdikti 2015

48 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

No Perguruan Tinggi No Perguruan Tinggi11 Universitas Gunadarma 24 Universitas Jember12 Universitas Padjadjaran 25 Universitas Syiah Kuala13 Universitas Sebelas Maret 26 Universitas Surabaya

Ketidaktercapaian target indikator tersebut dikarenakan belum optimalnya rasio kedatangan Perguruan Tinggi yang mengahadiri kegiatan Workshop Peningkatan Perguruan Tinggi Berakreditasi B Menjadi A yaitu sebesar 76,97% (dari 152 PT yang diundang, yang hadir sebanyak 117 PT). Selain itu juga dikarenakan sedikitnya waktu persiapan bagi Perguruan Tinggi yang mengikuti Workshop tersebut untuk mengajukan re-akreditasi sehingga delta PT terakreditasi B ke A tidak signifikan.

Keberhasilan pencapaian indikator ini didukung melalui beberapa program dan kegiatan diantaranya:

a. Kegiatan Visitasi Perguruan Tinggi Benchmarking yang mengalami peningkatan akreditasi selama kurun waktu beberapa tahun terakhir, yaitu Universitas Andalas dan Universitas Syiah Kuala.

1) Universitas Andalas

Sebagai salah satu benchmarking Universitas Andalas melakukan beberapa langkah untuk dapat meningkatkan akreditasi-nya, antara lain : Rektor dan civitas akademika harus peduli dengan peringkat akreditasi institusi dan menjadikan itu sebagai kepentingan bersama, komunikasi antara setiap unit kerja di Universitas harus terjalin dengan baik sehingga bisa mencapai target yang ditentukan, pembentukan tim yang khusus menentukan langkah-langkah yang harus diambil dalam rangka memperbaiki skor pemeringkatan akreditasi (kepedulian dari jajaran Rektorat terhadap rekomendasi dari tim tersebut menjadi sangat krusial pada tahap ini), serta melakukan simulasi benchmarking dengan Universitas yang

telah terakreditasi A sehingga bisa didapatkan simulasi yang lebih objektif.

2) Universitas Syiah Kuala

Setelah dilakukan benchmarking yang pertama di Universitas Andalas, benchmarking kedua dilaksanakan di Universitas Syiah Kuala. Dengan melakukan audiensi dengan rektor Universitas Syiah Kuala beserta jajarannya untuk menggali upaya dan strategi yang dilakukan Universitas Syiah Kuala dalam mempersiapkan proses akreditasinya. Proses persiapan akreditasi Universitas Syiah Kuala dilakukan selama 1 tahun 4 bulan. Usaha pertama yang dilakukan adalah bagaimana memotivasi dan memberi semangat semua pihak dengan tiga nilai utama sukses yaitu keikhlasan, kejujuran, dan kebersamaan. Selain itu, ada juga pemasangan spanduk di setiap fakultas yang bertuliskan “Akreditasi cermin dan kredibilitas Unsyiah. Bekerja keras untuk akreditasi terbaik”.

b. Workshop Peningkatan Perguruan Tinggi Berakreditasi B Menjadi A

Kegiatan ini terbagi menjadi 4 (empat) batch dimana pesertanya adalah Perguruan Tinggi terakreditasi B yang akan dibina sehingga dapat menjadi akreditasi A. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah mengarahkan serta berdiskusi dengan pimpinan Perguruan Tinggi mengenai kendala-kendala yang terjadi selama proses akreditasi dan langkah-langkah yang sebaiknya Perguruan Tinggi jalankan untuk memperbaiki skor peringkat akreditasi.

Page 67: lakip ristekdikti 2015

49Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian target IKU ini, diantaranya:

a. Belum dipahami dengan benar tentang persyaratan untuk mencapai A

b. Tata kelola dan leadership yang tidak mendukungc. Visi dan misi yang tidak konsisten dengan realitas dan

aktifitas kesehariand. Kualitas dosen masih rendahe. Rasio dosen dan mahasiswa masih rendah

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, beberapa program yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :

a. Workshop dan sosialisasi tentang akreditasi institusi tingkatan A

b. Workshop University Management and Leadershipc. Pembinaan berkelanjutan

3. Jumlah Taman Sains dan Teknologi (TST) Yang Dibangun

Jumlah Taman Sains dan Teknologi (TST) yang dibangun merupakan indikator untuk mengukur kinerja Pengembangan STP dalam rangka meningkatkan wahana untuk kolaborasi R&D berkelanjutan antar universitas, lemlitbang dan industri, serta menyediakan layanan bernilai tambah lainnya melalui penyediaan ruang dan fasilitas berkualitas tinggi untuk menarik industri ke dalam kawasan. Pengembangan STP akan mendukung salah satu agenda prioritas pemerintah (nawacita), yaitu Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional, melalui Peningkatan Kapasitas Inovasi dan Teknologi dengan membangun Techno Park di kabupaten/kota, dan Science Park di setiap provinsi.

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini belum mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesa 77 baru berhasil terealisasi sebesar 61, dengan persentase capaian kinerja sebesar 79.22%. Program STP

baru dimulai pada tahun 2015, sehingga belum bisa kami bandingkan dengan tahun sebelumnya

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah taman sains dan teknologi (TST) yang dibangun sebesar 100, sampai dengan tahun 2015 jumlah taman sains dan teknologi (TST) yang dibangun sudah mencapai 61 dengan persentase capaian kinerja 61%.

Program Taman Sains dan Teknologi (TST) terlaksana sesuai dengan Permenristek Nomor 13 Tahun 2015 Rencana Strategi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, yang menyebutkan bahwa dalam rangka penguatan SINas dilaksanakan beberapa kebijakan diantaranya adalah kebijakan pengembangan pusat unggulan Iptek, kebijakan masterplan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Iptek, kebijakan pengembangan Science and Technology Park (Taman Sains dan Teknologi/TST), kebijakan mobilisasi peneliti dan perekayasa di lembaga litbang (lemlitbang) pemerintah ke industri, kebijakan pre-commercial government procurement untuk penelitian dan pengembangan.

Science Technology Park yang selanjutnya di singkat STP atau diterjemahkan sebagai Taman Sains dan Teknologi (TST) adalah sebuah organisasi yang dikelola oleh para profesional khusus, yang bertujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempromosikan budaya inovasi dan daya saing usaha terkait serta lembaga-lembaga berbasis pengetahuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, TST:

• merangsang dan mengelola aliran pengetahuan dan teknologi di antara perguruan tinggi, lembaga R&D, perusahaan dan pasar,

• untuk memfasilitasi penciptaan dan pertumbuhan perusahaan berbasis inovasi melalui inkubasi dan/atau proses spin-off, dan

• menyediakan layanan nilai tambah lainnya bersama-sama dengan ruang dan fasilitas berkualitas tinggi.

Page 68: lakip ristekdikti 2015

50 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Menurut RPJMN 2015-2019, Pemerintah menetapkan arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang Iptek dalam rangka Pembangunan 100 Techno Park (Taman Tekno) di Kabupaten/Kotadan Science Park (Taman Sains) di Setiap Provinsi, sebagai berikut:

Pembangunan Taman Sains dan Teknologi Nasional (National Science and Technology Park, N-STP) diarahkan berfungsi sebagai:

• Pusat pengembangan sains dan teknologi maju; • Pusat penumbuhan wirausaha baru di bidang

teknologi maju; • Pusat layanan teknologi maju ke masyarakat.

Pembangunan Taman Sains (Science Park, SP) diarahkan berfungsi sebagai:

• Penyedia pengetahuan terkini oleh dosen universitas setempat, peneliti dari lembaga litbang pemerintah, dan pakar teknologi yang siap diterapkan untuk kegiatan ekonomi;

• Penyedia solusi-solusi teknologi yang tidak terselesaikan di Techno Park;

• Sebagai pusat pengembangan aplikasi teknologi lanjut bagi perekonomian lokal.

Pembangunan Taman Tekno (Techno Park, TP) diarahkan berfungsi sebagai:

• Pusat penerapan teknologi di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil (pasca panen), industri manufaktur, ekonomi kreatif, dan jasa-jasa lainnya yang telah dikaji oleh lembaga penelitian, swasta, perguruan tinggi untuk diterapkan dalam skala ekonomi;

• Tempat pelatihan, pemagangan, pusat diseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis ke masyarakat luas.

Pengertian SP dan TP diatas, diarahkan sebagai tahapan perkembangan (maturity) dari TP atau SP dikembangkan untuk kemudian menjadi suatu STP

yang ideal (N-STP). Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mendapat tugas untuk memfasilitasi pengembangan/pembangunan SP/TP di 9 lokasi, yaitu di Papua Barat, Kalimantan Utara, Solo,Sragen, Kaur-Bengkulu,Palembang, Sumbawa, Riau dan Jepara. Selain Kemenristekdikti, 6 Kementerian/Lembaga Pemerintah (K/L) lain bertugas membangun SP/STP/NSTP di lokasi lainnya.

Pada tahun 2015 ditargetkan 77 TST yang berdiri, namun pada perjalanan pelaksanaan berubah menjadi 61 TST, hal ini disebabkan beberapa K/L menunda pembangunan SP/TP/NSTP, ditargetkan pada tahun 2016 target 100 SP/TP/NSTP terpenuhi. Dari 61 TST yang dikembangkan, 9 TST difasilitasi pembangunannya/pengembangannya oleh Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Tingkat capaian IKU program sudah melebihi dari target ditetapkan 8 STP dengan realisasi capaian 9 STP, dengan persentase capaian kinerja sebesar 100%.

Tabel 3.19. STP Yang Dibangun Tahun 2015

No K/L Realisasi 20151 Kemenristekdikti 9 STP2 LIPI 8 STP3 Batan 4 STP4 BPPT 9 STP5 Kemenperin 5 STP6 KKP 4 STP7 Kementan 22 STP

Total 61 STP

Secara jumlah TST yang dikembangkan, capaian sudah memenuhi target realisasi, namun beberapa kegiatan belum dapat dilaksanakan secara maksimal/optimal. Khususnya untuk 2 lokasi yang telah ditetapkan yaitu, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Kalimantan Utara, yang ditargetkan pada tahun ini telah tersedia Master Plan Taman Sains dan Teknologi, namun tidak dapat terpenuhi oleh karena terlambatnya alokasi lahan yang dibutuhkan,

Page 69: lakip ristekdikti 2015

51Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

yang menjadi kewajiban stakeholders daerah (Pemda dan Perguruan Tinggi inisiator) untuk menyediakannya. Untuk Kedua lokasi tersebut realisasi capaiannya pada tahun ini adalah tersusunnya Kajian Kesiapan Lokasi.

Keberhasilan pencapaian indikator ini didukung melalui beberapa kegiatan yang dilaksanakan diantaranya:

• Koordinasi, sosialisasi kepada stakeholder di daerah;• Pengembangan Sumber Daya Manusia (capacity

building);• Kajian kesiapan lokasi;• Review dan/atau Penyusunan Master Plan TST;• Penyusunan Detail Engeenering Design (DED);• Pengembangan Kelembagaan;• Pengembangan Sarana dan Prasarana;• Pengembangan/Implementasi kegiatan inovasi di

dalam TST.

Pengembangan/Pembangunan 9 SP/TP yang menjadi tanggung jawab Kemenristekdikti telah berlangsung dengan berbagai variasi kegiatan, tergantung dari kesiapan masing-masing lokasi.

Berikut ini beberapa kegiatan fasilitasi yang dilakukan oleh Kemenristekdikti di 9 lokasi, yaitu:

Papua Barat

Koordinasi awal yang dilaksanakan oleh Kemenristekdikti dengan Bappeda Prov. Papua Barat diusulkan untuk

lokasi Techno Park Provinsi Papua Barat di Kabupaten Sorong Selatan, dengan memanfaatkan lahan seluas 15 Ha yang diusulkan oleh Pemkab Sorong Selatan. Setelah dilakukan kunjungan lapangan, didapatkan kesimpulan bahwa lokasi yang diusulkan tidak sesuai sebagai lokasi pengelolaan Techno Park.

Dalam koordinasi lanjutan dengan pihak Bappeda Prov. Papua Barat, Universitas Papua (UNIPA), SKPD Prov. Papua Barat, disepakati bahwa Pembangunan Science Park (SP) akan dilakukan lokasi kampus UNIPA di Manokwari, Propinsi Papua Barat.

Tindak lanjut koordinasi tersebut, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bekerjasama dengan Pemprov. Papua Barat dan Universitas Papua (UNIPA) menyelenggarakan Seminar Pengembangan SP Bidang Fokus Sagu dan Kayu di Propinsi Papua Barat selama 2 hari, tanggal 25 dan 26 November 2015, bertempat di Universitas Papua (UNIPA). Seminar tersebut mengundang pembicara dari pusat dan daerah antara lain Masyarakat Sagu Indonesia, BPPT, Perum

Gambar 3.8. Kunjungan Menristekdikti ke Provinsi Papua Barat

Gambar 3.9. Menristekdikti Memberikan Arahan di UNIPA

Page 70: lakip ristekdikti 2015

52 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Perhutani, Pendidikan Industri Kayu (PIKA) Semarang, Badan Litbang Kementerian Kehutanan, UGM, UNIPA, dan Bappeda Prov. Papua Barat. Seminar terlaksana dengan baik dan dihadiri sekitar 120 orang dari berbagai stakeholder antara lain Bappeda Prov. Papua Barat, SKPD di bawah koordinasi Pemprov. Papua Barat, KADIN, PT. ANJ, civitas academika UNIPA, dan Pusat Unggulan Iptek (PUI) Sagu.

Hasil dari seminar tersebut antara lain: 1) Science Techno Park Bidang Fokus Sagu di Provinsi Papua Barat perlu dibangun sebagai penggerak perekonomian lokal dan untuk mengembangkan pemanfaatan serta pelestarian potensi dan sumberdaya genetik sagu; 2) Lokasi lahan pembangunan gedung pengelola Science Park sudah tersedia di Universitas Papua, sedangkan untuk lokasi kebun percobaan atau kebon koleksi sagu telah mendapat komitmen dari pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, Perum Perhutani dan Unipa, 3) Bidang Fokus Teknologi Kayu masih perlu memikirkan kembali produk prioritas apa yang akan dihasilkan berdasarkan potensi dan produksi kayu lokal.

Kalimantan Utara

Rencana pembangunan Sains Park (SP) Kaltara disepakati berlokasi berada di lingkungan kampus UBT.

Salah satu pertimbangan pemilihan lokasi tersebut adalah dekatnya dengan source of technology yang meruapakan salah ssatu pilar dalam pengembangan STP. Terkait dengan hal tersebut diperlukan kejelasan dan kepastian mengenai peruntukan lahan yang akan dipergunakan untuk kegiatan SP Kaltara didukung dengan dokumen kesediaan lahan yang ditandangani oleh Rektor dan Senat Universitas Borneo Tarakan . Fokus kegiatan SP Kaltara diharapkan tidak tumpang tindih dengan kegiatan yang dilakukan oleh lab (unit lain) yang berada di Universitas Borneo Tarakan, dan kegiatan SP Kaltara harus memilki keunggulan dari sisi pemanfaatan iptek maupun pemanfaatan produknya bagi masyarakat di Kaltara.

Pada tahun 2015, Tim Pengembangan SP Kaltara menghasilkan dokumen pendukung antara lain:

• Kesepakatan lokasi untuk SP Kaltara berada di lingkungan kampus Universitas Borneo Tarakan, yang didukung dengan dokumen kesediaan lahan yang ditandangani oleh Rektor dan Senat.

• Disepakati fokus kegiatan Sains Park (SP) Kaltara pada 2 (dua) bidang yaitu: pertanian dan peternakan, untuk itu perlu dipersiapkan dokumen lengkap terkait rencana pengembangan dan pemanfaatan teknologi serta perencanaan bisnis.

Gambar 3.10. Foto Bersama Direktur KST & Bajang Lainnya,Walikota Tarakan, Rektor Universitas Borneo Tarakan Pada Pembukaan Workshop Pengembangan STP Kalimantan Utara

Page 71: lakip ristekdikti 2015

53Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Hubungan dengan pemerintah daerah harus tetap dilakukan dan sosialisasi serta sinergi kegiatan perlu terus diupayakan untuk mendapatkan dukungan dan komitmen pemerintah daerah. Bentuk komitmen tersebut dapat berupa anggaran, maupun dukungan lainnya.

Solo

MASTER PLAN SOLO TECHNO PARK Where competence, innovation and business grow

R&DTraining Center

Incubator Business (sudah)

Pengelasan Dalam Air

(sudah)

Solo Trade & Expo Center

Gedung Utama, dan Perkantoran

Pusat PeragaanIPTEK

Teaching Factory for SMK (sudah)

45SOLO TECHNO PARK - SURAKARTA

Solo Techno Park adalah Techno Park yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Surakarta, yang dalam tahap awal pembangunannya didukung oleh ATMI Solo. Saat ini Solo Techno Park, adalah Unit Pengelola Teknis (UPT) dibawah Bappeda Kota Surakarta yang dikelola sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLU-D). Fokus teknologi dari Solo TP ini adalah manufaktur.

Gambar 3.11. Masterplan STP di Solo

Dari hasil evaluasi terhadap Solo TP, disimpulkan bahwa Solo TP masih memfokuskan kegiatannya pada pendidikan dan pelatihan, khususnya penyediaan tenaga siap pakai di industri. Untuk itu diusulkan perlu dikembangkan kegiatan inkubasi bisinis teknologi, sehingga fungsi sebagai STP dapat segera terpenuhi.

Untuk itu pada tahun 2015 ini difasilitasi pengembangan inkubator bisnis teknologi di Solo TP, melalui pembangunan gedung inkubator bisnis teknologi, melalui revitalisasi gedung solo trade center yang berada di dalam kawasan solo TP, pengadaan peralatan untuk menunjang kegiatan inkubator bisnis teknologi, pengembangan kelembagaan serta studi banding ke STP yang berada di luar negeri (Symbion Techno Park di Denmark, Ideon Techno Park di Lund-Swedia).

Gambar 3.12. Kunjungan Kerja Dirjen Kelembagaan Iptekdikti ke Solo Techno Park

Page 72: lakip ristekdikti 2015

54 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Pada tahun ini telah dilakukan sosialisasi kegiatan prainkubasi bisnis teknologi kepada masyarakat Solo dan sekitarnya, dan telah dilakukan proses penerimaan calon peserta dan seleksi calon peserta pra inkubasi. Pelaksanaan kegiatan prainkubasi akan dilakukan pada awal tahun 2016.

Sragen

Kabupaten Sragen merupakan salah satu lokasi yang dijadikan lokus pengembangan Techno Park (TP) oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Techno Park yang dikembangkan di Kabupaten Sragen adalah merupakan pengembangan dari UPT-LK Techno Park Kabupaten Sragen, yang selama ini telah beroperasi namun kegiatannya berfokus pada latihan kerja (sebagai UPT Latihan Kerja dibawah Dinas Tenaga Kerja kabupaten Sragen). Dari hasil review

terpadu (integratif) mengenai pembangunan TP di KabupatenSragen. Tujuan dari penyusunan master plan tersebut, adalah untuk a) Memberikan arahan dan gambaran yang jelas tentang rencana pengembangan TP di KabupatenSragen, b) Memberikan arahan tentang penyusunan konsep pengembangan TP yang meliputi: kelembagaan, pengelolaan, program kegiatan, jejaring dan pengembangan keberlanjutan program, c) Memberikan arahan tentang ruang-ruang TP, pengelolaan dan prasarana pendukung, dan d) Memberikan arahan perencanaan peralatan dan lain lain. Untuk itu, maka salah satu kegiatan yang dilaksankan pada Tahun Anggaran 2015 ini adalah memfasilitasi penyusunan master plan untuk pengembangan TP di Kabupaten Sragen.

Dalam penyusunan master plan TP Kabupaten Sragen terdapat 4 tahapan kegiatan yang dilakukan, yakni laporan pendahuluan, laporan antara, laporan final dan Focus Group Discussion (FGD)untuk mendapatkan Master Plan Techno Park Kabupaten Sragen.

Selain penyusunan Master Plan, dilaksanakan juga pelatihan di lokasi Techno Park, untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan SDM lokal dalam pengelolaan Techno Park, khususnya pengelolaan Inkubator Bisnis Teknologi.

Gambar 3.14. Pertemuan Dirjen Kelembagaan Iptekdikti dengan Bupati Sragen membahas

Pengembangan Sragen Techno Park

Gambar 3.13. Master Plan TP di Sragen

terhadap kegiatan maupun dokumen yang telah ada, disimpulkan belum ada Master Plan STP dilokasi ini, Agar pembangunan TP di Kabupaten Sragen dapat tercapai sebagai mana yang diharapkan. Rencana induk (master plan) tersebut akan menggambarkan perencanaan yang menyeluruh (komprehensif) dan

Page 73: lakip ristekdikti 2015

55Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Palembang

Agro Techno Park di Prabumulih Palembang ditujukan untuk menjadi pusat transfer teknologi dan pusat percontohan pusat agro yang unggul di kawasan regional maupun nasional yang telah dibangun sejak tahun 2003 yang diinisiasi oleh Kementerian Riset dan Teknologi. Sejak tahun ini ATP Palembang menjadi bagian dari STP yang akan dikembangkan menjadi STP yang mandiri. Pengembangan ATP didukung oleh Universitas Sriwijaya, BPPT, LIPI dan BATAN dengan memfokuskan kegiatannya pada pertanian, perikanan, transfer teknologi dan Biocyclofarming yang tertuang dalam Master Plan Science Techno Park Provinsi Sumatera Selatan yang disusun pada tahun ini.

Dari hasil evaluasi di lapangan dan mengikuti aktivitas sebelumnya, pertanian dan peternakan sapi (pangan) menjadi konsentrasi kegiatan ATP yang berkelanjutan.

Terkait dengan fokus pengembangan peternakan sapi telah dilakukan pelatihan kepada SDM daerah calon pengelola STP di PT. Karya Anugrah Rumpin (PT. KAR). Pelatihan diadakan selama 5 (lima) hari dari tanggal 9 s/d 13 November 2015, bertujuan memberikan contoh

Gambar 3.15. Master Plan STP Palembang

praktik yang baik dalam pengelolaan suatu peternakan sapi.

Selain itu sebagai bentuk keseriusan Kemenristekdikti untuk menyerahkan aset dan pengelolaan ATP Palembang kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, pada tanggal 21 Desember 2015 dilaksanakan penandatanganan nota kesepahaman (MOU) antara Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dengan Gubernur Provinsi Sumatera Selatan.

Gambar 3.17. Dirjen Kelembagaan Iptekdikti berdiskusi dengan Stakehoders Pengembangan

Peternakan Sapi di ATP Palembang

Gambar 3.16. Kunjungan Kerja Menristekdikti di ATP-Palembang

Page 74: lakip ristekdikti 2015

56 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Kaur

Kabupaten Kaur adalah satu kabupaten yang telah memiliki payung hukum yang cukup untuk mendukung pengembangan Techno Park (TP) karena didukung oleh penerbitan SK Bupati tentang Pengelola Techno Park Pondok Pusaka yang didanai oleh SKPD terkait yang memberikan kemudahan dalam perencanaan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan TP Kaur. Dari hasil review terhadap Pondok Pusaka, direkomendasikan penyusunan Master Plan Techno

Gambar 3.18. Rencana Pembangunan TP di Kaur

Park, dan hal ini dilaksanakan pada tahun ini. Secara pararel, bersamaan dengan penyusunan Master Plan TP Kaur, telah dilakukan aktivitas/kegiatan pelatihan, pendampingan tenaga ahli dan studi banding yang berkaitan dengan pengembangan TP Kaur.

Pengembangan TP Kaur yang pengembangannya didukung oleh Universitas Bengkulu, berkonsentrasi pada pengembangan 2 (dua) komoditi unggul, yaitu Mocaf dan Kopi. Kedua komoditi tersebut diarahkan untuk menjadi komponen yang akan menumbuhkan jiwa wirausaha masyarakat lokal pada industri agro Kabupaten Kaur.

Bersama Bandung Techno Park dan Kemenristekdikti, TP KabupatenKaur telah melaksanakan beberapa pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan

kapasitas para calon pengelola. TP dalam menerapkan strategi-strategi pengembangan Techno Park yang tepat. Untuk pembangunan infrastruktur, TP Kaur sedang membangun Gedung Pusdatin, Perbengkelan dan Business Development Centre.

Sumbawa

Pembangunan Sumbawa Techno Park dimotori oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang bekerja sama dengan Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) dan Pemda setempat. Sebagai salah satu daerah yang memiliki akses transportasi yang minim, Sumbawa memiliki potensi lahan yang luas untuk pembangunan pusat transfer teknologi bagi masyarakat (luas wilayah 6.643,98 Km²).

Gambar 3.19. Site Plan Techno Park Sumbawa Rencana Pembangunan TP di Kaur

Namun yang menjadi perhatian adalah fasilitas infrastruktur yang masih banyak harus dilengkapi, seperti pusat pelatihan, transportasi umum kota, dan lainnya. Selain itu, tingginya tingkat keterlibatan masyarakat dalam Usaha Kecil dan Menengah/ Koperasi menjadi satu strategi yang harus dikembangkan mengingat pentingnya kewirausahaan sebagai bibit usaha yang kelak dapat dikembangkan menjadi inkubator.

Sebagai salah satu usaha untuk peningkatan kapasitas kewirausahaan masyarakat di Kabupaten Sumbawa, pada tanggal 14-16 Desember 2015 diadakan pelatihan UMKM. Inkubasi, dan pengelolaan STP bagi stakeholder, calon tenant STP.

Page 75: lakip ristekdikti 2015

57Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Gambar 3.21. Kunjungan Kerja Menristekdikti di STP Riaudi Lokasi Pembangunan Techno Park Sumbawa

Gambar 3.20. Kunjungan Kerja Direktur KST dan Bajang Lainnya di Lokasi Pembangunan Techno

Berdasarkan potensi-potensi yang terdapat di Kabupaten Sumbawa, Master Plan yang disusun memiliki konsentrasi pada pangan dan pertambangan (emas, bijih besi, logam dan batuan).

Riau

Lokasi STP Riau ini secara administrasi berada di wilayah Desa Baru, Pasir Putih, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, 20 km dari Kota Pekanbaru.

Dari hasil pemetaan awal didapatkan rekomendasi fokus pengembangan STP Riau, yaitu energi dan pangan.

Setelah dilakukan diskusi yang mendalam dengan stakeholder di Provinsi Riau, dari Pemerintah Daerah diwakili oleh Balitbang Provinsi Riau dan pihak akademisi diwakili oleh Universitas Riau, bidang fokus energi dirasa masih terlalu jauh dari pasar (komersialisasi) sehingga kurang feasible untuk dapat menghasilkan Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) yang menjadi tujuan utama dari pengembangan STP Riau ini. Berdasarkan pertimbangan inilah dipilih fokus utama pengembangan STP Riau yaitu pangan. Fokus utama pengembangan yang dipilih ini sejalan dengan program dari Gubernur Riau untuk memajukan pangan dan kuliner Riau, sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Provinsi Riau. Fokus pengembangan STP Riau bertemakan pangan secara detail dibagi menjadi empat kelompok besar yaitu produk berbasis: (1) perikanan (dan microalgae); (2) kelapa; (3) sagu; dan; (4) nanas.

Untuk pengembangan STP Provinsi Riau, telah dilakukan beberapa kegiatan:

1. Pemetaan tentang potensi serta daerah (Provinsi Riau);

1. Penyusunan Master Plan STP;2. Capacity Building, berupa kunjungan (studi banding)

calon pengelola STP Riau ke STP yang sudah relatif berkembang (Bandung Techno Park) dan dilaksanakan pelatihan untuk para calon pegelola dan calon tenan (UKM yg ada di Provinsi Riau).

Gambar 3.22. Masterplan STP Riau

Page 76: lakip ristekdikti 2015

58 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Jepara

Kabupaten Jepara merupakan salah satu lokasi pengembangan Techno Park yang berbasis kemaritiman. Konsep Maritime Science Technology Park (MSTP) dapat didefinisikan sebagai kawasan yang memfasilitasi perkembangan Iptek Kemaritiman dari Lembaga Litbang/ Universitas dan Industri agar tejadi proses inkubasi dan inovasi bagi industri kecil menengah (IKM) kemaritiman.

Potensi dan kesiapan struktur, infrastruktur dan regulasi yang berhubungan dengan Kawasan Teluk Awur, Jepara, merupakan dasar pembangunan kawasan maritim di kabupaten ini didukung pula dengan keberadaan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karimunjawa, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 3.23. Lokasi dan Site Plan MSTP di Jepara

Bekerjasama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro yang merupakan pendiri Marine Station Teluk Awur dan Badan Litbang Propinsi Jawa Tengah, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengembangkan konsep STP yang memfokuskan kegiatannya pada pangan dan energi terbarukan berbasis sumberdaya pesisir (marine).

Untuk pengembangan MSTP Jepara, telah dilakukan beberapa kegiatan;

1. Pengadaan Peralatan Safety Food untuk Inkubator Bisnis Teknologi di MSTP Jepara;

2. Capacity Building, berupa kunjungan (studi banding) calon pengelola MSTP Jepara ke STP yang sudah relatif berkembang (Bandung Techno Park) dan

dilaksanakan pelatihan untuk para calon pengelola dan calon tenan (UKM yg ada di Kabupaten Jepara).

Gambar 3.24. Sekretaris Dirjen Kelembagaan Iptekdikti MengalungkanTanda Peserta Pada

Pembukaan Pelatihan Pengelolaan STP di MSTP Jepara

Page 77: lakip ristekdikti 2015

59Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Beberapa permasalahan dihadapi dalam pelaksanaan program TST ini adalah:

a. Terhambatnya koordinasi dengan daerah dan masih minimnya pemahaman stakehoders daerah tentang STP, menyebabkan keputusan/kesepakatan penetapan peralatan mengalami keterlambatan, yang berakibat waktu proses pelelangan sangat pendek. Beberapa proses pengadaan peralatan mengalami gagal lelang, dan waktu yang tersedia tidak mungkin diadakan pelelangan ulang.

b. Beberapa lokasi STP existing belum mempunyai Master Plan STP, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat terlaksana, karena menunggu hasil penyusunan Master Plan.

c. Terhambatnya ketersediaan Dana UP/TUP sehingga lambannya koordinasi dengan daerah.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan diatas, dilaksakan beberapa upaya antara lain:

a. Sosialisasi dan koordinasi intensi dengan stakeholders daerah, pelaksanaan pelatihan/capacity building kepada calon pengelola/stakeholders daerah, baik yang terpusat di Jakarta/Serpong, maupun di daerah/lokasi. Untuk lokasi yang belum disusun MasterPlan-nya (Papua Barat & Kaltara), dilakukan kajian kesiapan lokasi untuk bahan masukkan penyusunan Master Plan di tahun 2016.

b. Untuk mengantisipasi keterlambatan dana UP/TUP, maka dilakukan melalui mekanisme LS. Rencana mapun LS Rampung, namun karena keterbatasan dana talangan untuk LS Rampung maupun lamban pencairan dana LS Rencana, menyebabkan hambatan yang signifikan dalam pelaksanaan kegiatan. Untuk itu pada tahun mendatang perlu dibenahi sistem pengelolaan keuangan (salah satu nya menambah/memperbanyak Satker untuk bidang layanan umum).

c. Beberapa kegiatan pengadaan peralatan tetap

dilakukan walaupun proses penyusunan Master Plan di beberapa lokasi masih berlangsung. Kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun ini, akan dilaksanakan pada tahun 2016 dengan percepatan, khususnya beberapa kegiatan yang tertunda karena minimnya waktu pelaksanaan.

4. Jumlah Taman Sains dan Teknologi Yang Mature

Jumlah Taman Sains dan Teknologi yang mature merupakan indikator untuk mengukur kinerja STP yang berkelanjutan secara kelembagaan, pengelolaan, program, jejaring dan pengembangan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan pemula berbasis teknologi melalui inkubasi dan proses spin-off. Menjadi agenda prioritas pemerintah, dan sesuai dengan amanat RPJMN bahwa pembangunan Taman Sains dan Teknologi diarahkan berfungsi sebagaimana mestinya. Taman Sains dinyatakan mature apabila telah menghasilkan teknologi yang siap untuk diterapkan dalam lingkungan industri yang sebenarnya, Taman Teknologi dinyatakan mature apabila telah menghasilkan usaha baru secara berkesinambungan. Taman Sains Teknologi Nasional dinyatakan mature apabila telah melaksanakan riset secara berkesinambungan, menghasilkan perusahaan pemula, dan menarik industri ke kawasan.

Aspek pertumbuhan dan perkembangan kinerja Taman Sains dan Teknologi menjadi pijakan dalam pengukuran kinerja Taman Sains dan Teknologi. Indikator pertumbuhan dan perkembangan kinerja ini selanjutnya memperlihatkan tingkat maturitas sebuah Taman Sains Teknologi. Maturitas yang dimaknai sebagai tingkatan tahapan kinerja dari Taman Sains Teknologi akan mencerminkan tingkat keberhasilan atas operasionalisasi pengelolaan sesuai dengan rencana induk dan rencana aksi sehingga menghasilkan kinerja awaldan secara berkesinambungan diharapkan dapat terus mencapai kinerja yang mandiri.

Ukuran maturitas kinerja disesuaikan dengan

Page 78: lakip ristekdikti 2015

60 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

tugas dan fungsi yang diemban masing-masing Taman Sains (Science Park), Taman Teknologi (Techno Park) dan Taman Sains Teknologi Nasional (National Science Technology Park).

Taman Sains dinyatakan mature apabila telah menghasilkan teknologi yang siap untuk diterapkan dalam lingkungan industri yang sebenarnya (Tingkat Kesiapan Teknologi ≥ 7). Sementara itu, Taman Teknologi dinyatakan mature apabila kondisi kinerjanya telah menghasilkan usaha baru secara berkesinambungan.

Adapun untuk Taman Sains Teknologi Nasional dapat dikatakan mature apabila telah memperlihatkan kinerja awal berupa (a) melaksanakan riset secara berkesinambungan, (b) menghasilkan perusahaan pemula, dan (c) mampu menarik industri ke kawasan.

Dari 77 SP/TP yang ditargetkan berdiri pada tahun 2015, ditargetkan 6 STP yang mature. Dari target 6 STP (TP/SP/NSTP) pada tahun ini, berdasarkan monitoring dan evaluasi dengan indikator pengukuran diatas didapatkan 6 STP yang mature, yaitu:

1. Bandung Techno Park (TP Mature, karena telah menghasilkan usaha baru berkesinambungan)

2. Solo Techno Park (TP Mature, karena telah menghasilkan usaha baru berkesinambungan);

3. Taman Sains Pertanian Nasional, Cimanggu, Bogor (SP Mature, karena telah menghasilkan teknologi yang siap untuk diterapkan dalam lingkungan industri yang sebenarnya);

4. Taman Sains Pertanian Balingtan Jakenan (SP Mature, karena telah menghasilkan teknologi yang siap untuk diterapkan dalam lingkungan industri yang sebenarnya),

5. Puspiptek Serpong (NSTP Mature, karena telah melaksanakan riset secara berkesinambungan, menghasilkan perusahaan pemula, dan mampu menarik industri ke kawasan);

6. Science and Technology Park LIPI, Cibinong (NSTP Mature, karena telah melaksanakan riset secara berkesinambungan, menghasilkan perusahaan pemula, dan mampu menarik industri ke kawasan).

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini telah mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 6 berhasil terealisasi sebesar 6, dengan persentase capaian kinerja sebesar 100 %.

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah taman sains dan teknologi yang mature sebesar 58, sampai dengan tahun 2015 jumlah taman sains dan teknologi yang mature baru mencapai 6 dengan persentase capaian kinerja 10,34%.

Ketercapaian target indikator tersebut dikarenakan dukungan dari berbagai Kementerian dan Lembaga yang ikut membangun/mengembangkan taman sains dan Teknologi. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan STP antara lain: Koordinasi nasional Pengembangan STP; Sosialisasi Nasional Pengembangan STP; Monitoring dan Evaluasi Pengembangan STP nasional; Capacity Building Pengelola STP secara nasional; Forum Nasional STP; Penyusunan Grand Design STP; Penyusunan Pedoman/NSPK (Norma Standar Prosedur dan Kriteria) STP; Penyusunan Peraturan Presiden tentang Pengembangan STP.

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan STP, diantaranya:

a. Minimnya informasi yang didapatkan dari beberapa K/L yang terlibat dalam pengembangan STP ini.

b. Minimnya pemahaman tentang tingkat maturitas suatu STP (STP yang mature) dari pengelola STP serta K/L yang membantu memfasilitasi pengembangannya.

c. Belum adanya mekanisme monitoring dan evaluasi

Page 79: lakip ristekdikti 2015

61Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

untuk menilai tingkat maturitas suatu STP.

Oleh karena itu beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang adalah:

a. Meningkatkan koordinasi antara K/L yang terlibat dalam pengembangan STP;

b. Meningkatkan sosialisasi kepada pengeloa STP dan K/L yang memfasilitasi pengembangan STP tentang tingkat maturitas suatu STP (STP yang mature);

c. Telah disiapkan dan akan terus dikembangkan Sistem Informasi dan Database STP Nasional, sehingga memudahkan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi pengembangan STP Nasional.

5. Jumlah Pusat Unggulan Iptek

Jumlah Pusat Unggulan Iptek merupakan indikator untuk mengukur kinerja lembaga litbang iptek agar dapat berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Pengembangan Pusat Unggulan Iptek akan mendukung terwujudnya industri yang berdaya saing, meningkatkan produksi dan kualitas produk dalam rangka kemandirian, serta meningkatkan nilai tambah dan jumlah ekspor. Pusat Unggulan Iptek adalah instrumen kebijakan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas lembaga litbang pemerintah (LPK dan LPNK), perguruan tinggi, atau badan usaha (swasta) menjadi lembaga litbang berkinerja tinggi dan bertaraf internasional di bidang spesifik dan menunjukan relevansi, pendayagunaan dan kemanfaatan produk litbang bagi pengguna. Meningkatnya jumlah Pusat Unggulan Iptek mencerminkan pencapaian kinerja tertinggi lembaga litbang.

Pusat Unggulan Iptek adalah Suatu Organisasi Baik Berdiri Sendiri Maupun Berkolaborasi dengan Organisasi Lainnya (Konsorsium) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan riset spesifik secara multi dan interdisiplin dengan standar hasil yang sangat tinggi serta relevan dengan kebutuhan Pengguna Iptek. Pengembangan Pusat

Unggulan Iptek (PUI) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kemenristekdikti untuk meningkatkan kompetensi kelembagaan dari lembaga penelitian dan pengembangan, sehingga lemlitbang mampu menghasilkan inovasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas adopsi pengguna teknologi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan integritas sesuai dengan etika penelitian. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kelembagaan lemlitbang dari empat sisi yaitu; (1) Kemampuan lembaga litbang untuk menyerap informasi dan teknologi (sourcing capacity), (2) Kemampuan lembaga litbang untuk melakukan kegiatan riset (R&D Capacity), (3) Kemampuan lembaga litbang untuk mendiseminasikan hasil-hasil riset (disseminating capacity), dan (4) Kemampuan lembaga litbang untuk mengembangkan kegiatan litbang berbasis pada potensi sumber daya lokal (local resources utilization capacity).

Gambar 3.25. Kriteria Pusat Unggulan Iptek

Tujuan dari Pusat Unggulan Iptek itu sendiri adalah meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan, sumberdaya, dan jaringan iptek dalam bidang-bidang prioritas spesifik agar terjadi peningkatan relevansi dan produktivitas serta pendayagunaan iptek dalam sektor produksi untuk menumbuhkan perekonomian nasional dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Page 80: lakip ristekdikti 2015

62 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini sudah melebihi dari target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 12 PUI sudah berhasil terealisasi sebesar 19 lembaga PUI, dengan persentase capaian kinerja sebesar 158,33 %. Jika dibandingkan pada tahun 2014, perealisasian IKU sudah mencapai 100% sehingga terjadi peningkatan capaian dari tahun sebelumnya. Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah pusat unggulan iptek sebesar 30, sampai dengan tahun 2015

jumlah pusat unggulan iptek sudah mencapai 19, atau telah tercapai 63,33 %.

Arah Program PUI adalah: (1) Menguatkan Lembaga Litbang yang sudah ada; (2) Pusat Unggulan yang mendukung STP (science and technology park); (3) menginisiasi pendirian dan pengembangan akademik komunitas yang mencetak SDM terampil pada teknologi spesifik; dan (4) Pusat unggulan yang beraktivitas mendukung Sistem Inovasi Nasional.

Tabel 3.20. Realisasi Program Pusat Unggulan Iptek (PUI)

Tahun Sasaran Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Capaian

2014 Menguatnya Kelembagaan Iptek Peringkat dunia kualitas lembaga penelitian

9 9 100.00

2015 Meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti

Jumlah Pusat Unggulan Iptek

12 19 158.33

Gambar 3.26. Target Capaian PUI Tahun 2015 – 2019

Dari target capaian kinerja Tahun 2015 berupa 12 lembaga litbang/

konsorsium yang ditetapkan sebagai Pusat Unggulan Iptek, telah tercapai

19 lembaga litbang/konsorsium yang ditetapkan sebagai Pusat Unggulan

Iptek ke-19 lembaga litbang/konsorsium tersebut merupakan kumulatif jumlah Pusat

Unggulan Iptek yang terdiri dari 9 lembaga hasil penetapan tahun sebelumnya, 9 lembaga yang

telah melalui masa pembinaan untuk menjadi Pusat Unggulan Iptek dan 1 lembaga yang berasal dari proses seleksi di tahun yang sama. Capaian tersebut didapat berdasarkan penilaian terhadap 14 capaian output lembaga Pusat Unggulan Iptek, hasil penilaian Tim Pakar selama kegiatan Supervisi dan Monev, pertimbangan Tim Pelaksana terhadap kinerja lembaga selama masa pembinaan serta keputusan pimpinan berdasarkan rekap laporan kemajuan yang disusun Tim Sekretariat PUI.

Page 81: lakip ristekdikti 2015

63Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah pusat unggulan iptek sebesar 30, sampai dengan tahun 2015 jumlah pusat unggulan iptek sudah mencapai 19.

Pada dasarnya lembaga litbang/konsorsium Pusat Unggulan Iptek telah memiliki potensi yang baik untuk ditetapkan sebagai Pusat Unggulan Iptek sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Tim Pelaksana dan Sekretariat PUI sebagai pihak pelaksana program kegiatan

hanya melakukan pembinaan sesuai dengan tugas dan perannya diantaranya:

a. Pola pembinaan yang mencakup penguatan kelem-bagaan, penguatan SDM, penguatan litbangrap, penguatan jaringan hingga penguatan diseminasi hasil riset. Hasil pembinaan tersebut dinilai secara terukur melalui 14 indikator capaian output lembaga Pusat Unggulan Iptek, yang terdiri dari Capaian Academic Excellent dan Komersialisasi dan Pemanfaatan Hasil Riset.

Gambar 3.27. Capaian Kinerja Pusat Unggulan Iptek

b. Arahan untuk fokus dari hulu hingga hilirisasi hasil riset di bidangnya masing-masing dengan pemberian masukan dari para pakar yang didatangkan saat kunjungan Supervisi PUI pada bulan April-Mei 2015.

c. Monitoring capaian kinerja sekaligus evaluasi oleh para pakar terhadap lembaga litbang/konsorsium

melalui kunjungan monitoring dan evaluasi yang dilakukan dua kali dalam setahun (pertengahan dan akhir tahun).

d. Asistensi terhadap lembaga litbang/konsorsium dalam meningkatkan kapasitasnya melalui pemberian dukungan rekomendasi terhadap proses pengajuan

Page 82: lakip ristekdikti 2015

64 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

insentif di wilayah Kemenristekdikti.

e. Dukungan mediasi untuk pertemuan antara lembaga litbang/konsorsium PUI dengan pihak pendukung demi tercapainya hilirisasi hasil riset, yang dilakukan diantaranya melalui: Diskusi Panel “Perijinan dan Standardisasi dalam Rangka Hilirisasi Hasil Litbang Kesehatan Obat” yang dilakukan pada 8 Juni 2015; Workshop Penguatan Kelembagaan PUI pada 16 Oktober 2015.

f. Penyelenggaraan sarana promosi untuk hilirisasi produk hasil riset kepada masyarakat umum melalui pembangunan Pusat Eksibisi Pusat Unggulan Iptek di TMII, keikutsertaan dalam berbagai pameran hasil

riset seperti Pameran RITECH Expo pada HAKTEKNAS 2015, Pameran Indonesia Innovations and Innovator Expo 2015, dan Pameran Produk Unggulan Lembaga PUI. Serta keikutsertaan pada talkshow Hasil Produk Unggulan selama pameran berlangsung.

g. Pemberian kesempatan untuk menambah jumlah Pusat Unggulan Iptek kepada lembaga litbang lain dengan mengadakan sosialisasi dan proses seleksi Pusat Unggulan Iptek 2015.

h. Mengintensifkan sarana komunikasi melalui call center PUI di nomor 08111562656 dan media website yang dapat diakses pada http://pui.ristek.go.id/.

Dalam pelaksanaan pengembangan PUI terdapat beberapa kendala yang dihadapi diiantaranya :

a. Kesesuaian jadwal dengan tim pakar yang berpengaruh pada pelaksanaan tahapan supervisi, monitoring dan evaluasi.

b. Masa transisi kementerian yang berlangsung dalam awal tahun 2015, mempengaruhi tahapan sosialisasi kegiatan seleksi yang kurang intensif dan meluas ke lembaga litbang yang ada.

c. Beberapa aktivitas penilaian dalam tahapan seleksi

Gambar 3.28. Stand PUI pada Pameran RITECH EXPO dalam Rangka HAKTEKNAS 2015

Gambar 3.29. Deklarasi Penetapan PUI 2015

mengalami kemunduran dikarenakan sebagian dari Tim Penilai telah tidak dalam posisi jabatan sebelumnya.

d. Ketidaklancaran dukungan keuangan, seringkali menjadikan proses pelaksanaan kegiatan mengalami penundaan dan kemunduran waktu.

e. Mekanisme pencairan insentif dengan tiga termin (30%: 50%: 20%) menjadikan aktivitas lembaga sulit untuk dilaksanakan sesuai dengan target awal, ditambah lagi kondisi keterlambatan pencairan keuangan di tingkat kementerian.

Page 83: lakip ristekdikti 2015

65Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

f. Koordinasi dan komunikasi dengan lembaga yang semakin banyak jumlahnya (27 lembaga PUI) seringkali membutuhkan proses dan waktu.

g. Hilirisasi hasil produk PUI masih belum optimal yang ditandai dengan beberapa capaian pada aspek komersialisasi masih rendah.

Adapun solusi untuk mengatasi kendala tersebut maka program yang akan dilakukan adalah:

a. Koordinasi secara intensif dengan pakar terkait dan mencari pengganti apabila pakar yang bersangkutan berhalangan hadir pada jadwal monitoring dan evaluasi yang telah ditetapkan

b. Mengindentifikasi melalui pemetaan pada lembaga litbang yang berpotensi mengajukan proposal PUI sehingga secara pasti dapat memperbanyak lembaga litbang yang ikut dalam proses seleksi PUI 2015, termasuk juga mempertimbangkan distribusi bidang fokus unggulan yang belum ada (misal: maritim, kebencanaan, material maju).

Sasaran 3 : Meningkatnya Relevansi, Kualitas, dan Kuantitas Sumber Daya Iptek dan Dikti

Bertolak dari fakta yang ada sekarang menunjukkan bahwa kemajuan Indonesia dalam menangani masalah SDM Iptek khususnya ketercukupan jumlah dosen, ilmuwan, dan perekayasa masih perlu ditingkatkan. Disamping itu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar bisa menjadi negara dengan pendapatan tinggi, Indonesia membutuhkan banyak tenaga terampil dari berbagai profesi.Sampai sekarang uji kompetensi dan sertifikasi tenaga terampil baru dilakukan untuk profesi dokter dan dimulai tahun 2014. Untuk tenaga profesi yang lain yaitu insinyur, akuntan, dan arsitek belum dilakukan.

Dari aspek investasi litbang, perhatian pemerintah terhadap iptek dalam tiga dekade terakhir menunjukkan penurunan terus menerus. Memang secara nominal terjadi peningkatan, namun rasio terhadap keseluruhan APBN terus mengalami penurunan. Pemerintah juga masih merupakan penyedia dana terbesar dan juga pelaku terbesar dari kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia sedangkan sektor swasta masih sangat terbatas peranannya, baik sebagai pelaku apalagi sebagai penyedia dana.

Oleh karena itu Sasaran Meningkatnya Relevansi, Kualitas, dan Kuantitas Sumber Daya Iptek dan Dikti merupakan upaya yang harus dilakukan dengan menetapkan indikator kinerja yang harus ditingkatkan yaitu :

1. Jumlah dosen berkualifikasi S3

2. Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya

3. Jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen

4. Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor

5. Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya

6. Jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN

Dari enam indikator kinerja yang digunakan dua indikator kinerja belum mencapai target dan empat indikator kinerja yang mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya, jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN. Sedangkan indikator kinerja yang mencapai target adalah Jumlah dosen berkualifikasi S3, jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya, jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen, dan jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor.

Adapun tingkat pencapaian sasaran Meningkatnya Relevansi, Kualitas, dan Kuantitas Sumber Daya Iptek dan Dikti adalah sebagai berikut :

Page 84: lakip ristekdikti 2015

66 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.21. Capaian Sasaran Meningkatnya Relevansi, Kualitas, dan Kuantitas Sumber Daya Iptek dan Dikti

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2015-2019

Realisasi 2014

Tahun 2015Target Realisasi %

Meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan Dikti

Jumlah dosen berkualifikasi S3 41.500 21.186 23.500 24.747 105,3

Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya

2.000 645 2.000 2.058 102,9

Jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen

10.000 5.893 8.000 10.736 134,2

Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor

5.450 -- 3.350 3.540 105,7

Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya

505 -- 95 90 94,7

Jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN 153 -- 126 108 85,7

1. Jumlah Dosen Berkualifikasi S3

Jumlah dosen berkualifikasi S3 merupakan indikator untuk mengukur kualitas dan kuantitas dosen yang memiliki kualifikasi akademik S3. Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini sudah mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 23.500 dosen berhasil terealisasi sebesar 24.747 dosen, dengan persentase capaian kinerja sebesar 105 %. Capaian ini juga meningkat jika dibandingkan realisasi pada tahun 2014. Capaian kinerja IKU tahun 2015 mencapai 59,63%

dari target jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019.

Penambahan jumlah dosen berkualifikasi S3 tidak hanya dicapai melalui pemberian beasiswa Kemenristekdikti, tetapi juga berasal dari sumber lain seperti: biaya mandiri, beasiswa perguruan tinggi asal, beasiswa dari sponsor lain di luar Kemenristekdikti, rekrutmen dosen baru, dan meningkatnya kesadaran perguruan tinggi untuk memvalidasi data dosen pada PD-Dikti.

Tabel 3.22. Perkembangan Jumlah Dosen Berkualifikasi S2 dan S3

No. UraianTahun

2011 2012 2013 2014 20151 Jumlah dosen berkualifikasi

minimal S2 105.786 121.072 135.381 141.752 144.593

2 Jumlah dosen berkualifikasi S3 14.700 17.142 19.472 21.186 24.747

Page 85: lakip ristekdikti 2015

67Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Apabila dibandingkan dengan negara lain, jumlah dosen berkualifikasi di bawah S2, berkualifikasi S2, dan berkualifikasi S3 ditunjukkan dalam tabel. Persentase dosen berkualifikasi S3 di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara lain di Asia (Jepang, Malaysia, dan Vietnam). Dalam persentase jumlah dosen Indonesia dengan kualifikasi

S3 (17%) masih lebih rendah dibanding dengan negara Vietnam (20%) dan Malaysia (34%), apalagi jika dibandingkan dengan di negara Jepang yang telah mencapai 100%. Ketertinggalan ini menjadi pemicu Kemenristekdikti untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam upaya mencapai target menengah yang telah ditetapkan.

Tabel 3.23. Jumlah Dosen di Beberapa Negara

No Indikator Indonesia1 Jepang2 Malaysia3 Vietnam4

1 Jumlah Dosen Berkualifikasidi bawah S2 52.787 - - -

2 Jumlah Dosen Berkualifikasi S2 119.869 - 30.253 36.3603 Jumlah Dosen berkualifikasi S3 24.747 178.669 15.399 9.1523 Jumlah Dosen 197.380 178.669 45.652 45.5124 Persentase Dosen Berkualifikasi S3 17%*

(13%**) 100% 34% 20%

1 Data PD-Dikti, 30 Desember 20152 Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology Japan (MEXT), 20133 Indikator Pengajian Tinggi Malaysia, Kementerian Pendidikan Malaysia, 20134 Ministry of Education and Training Vietnam, 2010* Dihitung berdasarkan jumlah dosen berkualifikasi S2 dan S3 saja** Dihitung berdasarkan jumlah dosen, termasuk dosen berkualifikasi di bawah S2

IKU di atas dicapai melalui beberapa kegiatan yaitu Dosen penerima beasiswa S2/S3 Luar Negeri dan Dosen penerima beasiswa S2/S3 Dalam Negeri. Pencapaian sasaran tersebut terbantu oleh program-program penunjang yang mempersiapkan dosen untuk studi di luar negeri, seperti: dosen mengikuti program sandwich-like luar negeri; penyelenggaraan Pelatihan Bahasa Asing; dosen yang mengikuti beasiswa program SAME; penyelenggaraan program training on lesson study in Japan; penyelenggaraan Penempatan Calon Dosen; Program Magang; Program Mobilisasi Dosen; dan penyelenggaraan Talent Scouting. Secara lebih detil program yang mendukung ketercapaian indikator IKU antara lain sebagai berikut :

a. Beasiswa Dosen S2/S3 Luar Negeri

Dengan semakin ketatnya persaingan di era globalisasi dan untuk meningkatkan daya saing bangsa, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas dosen berskala internasional. Untuk itu, sejak tahun 2000 berbagai skema bantuan pendanaan program pengiriman dosen untuk studi lanjut ke luar negeri telah dilakukan, antara lain melalui perguruan tinggi masing-masing. Namum demikian, proses itu berjalan sangat lamban dan sulit mencapai critical mass dosen yang berpendidikan kualitas internasional.

Mulai tahun 2008, Ditjen Dikti menganggarkan pemberian Beasiswa Pendidikan S2/S3 ke luar negeri

Page 86: lakip ristekdikti 2015

68 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

melalui skema pendanaan APBN untuk para dosen tetap perguruan tinggi Indonesia, baik negeri maupun swasta. Program ini merupakan pengejawantahan dari pilar peningkatan mutu pembangunan pendidikan Kemendiknas. Program beasiswa tahun 2010 berkembang dengan adanya program Double Degree (program kerjasama antara PT luar negeri dengan PT Indonesia untuk menghasilkan lulusan S2). Sejak tahun 2011, Ditjen Dikti membuka kesempatan kepada para calon dosen dan tenaga kependidikan di lingkup Kemendiknas untuk belajar di perguruan tinggi untuk memperoleh jenjang gelar yang lebih tinggi. Dari pencapaian yang dihasilkan sejak tahun 2008, Ditjen SDID (dahulu Direktorat Diktendik) memperoleh pengalaman yang sangat berharga tentang pengelolaan beasiswa dalam jumlah yang sangat besar. Dari kegiatan tersebut, pihak pengelola dari Diktendik merasakan masih adanya keterbatasan dalam proses pengelolaan dan pemantauannya.

Beasiswa ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan dan mutu dosen tetap PTN dan PTS (ber-NIDN) dengan mengirimkan dosen-dosen tersebut untuk studi pada perguruan tinggi di luar negeri. Sebagian beasiswa ini juga diperuntukkan bagi calon dosen untuk mengantisipasi kebutuhan dosen pada program studi tertentu yang terindikasi kekurangan dosen.

Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, alokasi program beasiswa S2/S3 luar negeri ditunjukkan dalam Tabel 11. Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa titik berat dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Luar Negeri (BPP-LN) berada pada program S3, dimana 71% dari penerima beasiswa adalah untuk program doctor. Hal ini merupakan terobosan baru dari Direktorat dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dari perguruan tinggi Indonesia agar dapat setara dengan perguruan tinggi di tingkat internasional.

Tabel 3.24. Beasiswa S2/S3 Luar Negeri (2011-2015)

Jenjang Studi Lanjut 2010 2011 2012 2013 2014 2015 TotalS2 21 354 253 165 93 11 897S3 327 619 496 291 268 174 2.175

Dalam sejarah penyelenggaraan beasiswa untuk para dosen perguruan tinggi Indonesia sejak kemerdekaan hingga kini, oleh berbagai sponsor dari negara sahabat atau lembaga internasional, melalui dana hibah (technical assistance) maupun dana pinjaman (loan), belum ada yang menyamai capaian yang diperoleh BPP-LN. Capaian fenomenal dari BPP-LN adalah berhasil mengirimkan lebih dari 2100 karyasiswa untuk menempuh program S3 di luar negeri dalam kurun waktu 6 (enam) tahun. Jika dibandingkan

dengan pemberi beasiswa pascasarjana terbesar untuk Indonesia, yaitu beasiswa AAS (Australian Award Scholarship) dari Pemerintah Australia, ternyata jumlah dosen yang dibiayai oleh AAS untuk studi S3 dalam rentang 45 tahun (1970 hingga 2015) tidak mencapai jumlah 2000 orang. Keadaan ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan yang tepat dengan membiayai sendiri program-program strategis guna meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Page 87: lakip ristekdikti 2015

69Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

95

Tabel 3.24. Beasiswa S2/S3 Luar Negeri (2011-2015)

Jenjang Studi Lanjut 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Total

S2 21 354 253 165 93 11 897

S3 327 619 496 291 268 174 2.175

Dalam sejarah penyelenggaraan beasiswa untuk para dosen perguruan tinggi Indonesia

sejak kemerdekaan hingga kini, oleh berbagai sponsor dari negara sahabat atau lembaga

internasional, melalui dana hibah (technical assistance) maupun dana pinjaman (loan),

belum ada yang menyamai capaian yang diperoleh BPP-LN. Capaian fenomenal dari BPP-

LN adalah berhasil mengirimkan lebih dari 2100 karyasiswa untuk menempuh program S3 di

luar negeri dalam kurun waktu 6 (enam) tahun. Jika dibandingkan dengan pemberi beasiswa

pascasarjana terbesar untuk Indonesia, yaitu beasiswa AAS (Australian Award Scholarship)

dari Pemerintah Australia, ternyata jumlah dosen yang dibiayai oleh AAS untuk studi S3

dalam rentang 45 tahun (1970 hingga 2015) tidak mencapai jumlah 2000 orang. Keadaan ini

menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan yang tepat dengan

membiayai sendiri program-program strategis guna meningkatkan kualitas pendidikan tinggi

di Indonesia.

Gambar 3.30. Dokumentasi Kegiatan Beasiswa Luar Negeri

b. Beasiswa Dosen S2/S3 Dalam Negeri

Gambar 3.30. Dokumentasi Kegiatan Beasiswa Luar Negeri

b. Beasiswa Dosen S2/S3 Dalam Negeri

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, khususnya pada pasar 46 ayat 2 yang menyatakan bahwa dosen diharuskan memiliki kualifikasi akademik tertentu yaitu: (a) lulusan program magister untuk program sarjana dan program diploma, dan (b). lulusan program doktor untuk program pascasarjana. Oleh karena itu upaya peningkatan kualifikasi akademik dosen dapat dilakukan melalui pemberian Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN). Untuk mencapai kualifikasi tersebut, Pemerintah terus berupaya mendorong dan meningkatkan kualitas dan kualifikasi dosen berpendidikan pascasarjana melalui berbagai cara, diantaranya melalui (1) pemberian

beasiswa kepada dosen-dosen Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta yang memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat pascasarjana, (2) percepatan pencapaian target jumlah dosen berpendidikan pascasarjana melalui berbagai inovasi penyelenggaraan BPPDN.

BPPDN dimaksudkan untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan dan mutu dosen tetap PTN dan PTS (ber-NIDN) pada perguruan tinggi di dalam negeri. Sebagian beasiswa ini juga diperuntukkan bagi dosen tetap pada Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTN Baru) untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Page 88: lakip ristekdikti 2015

70 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.25. Beasiswa S2/S3 Dalam Negeri (2012-2015)

Jenjang Studi Lanjut 2012 2013 2014 2015S2 1.615 1.476 627 607S3 1.419 1.811 2.219 2.066

2. Jumlah SDM Dikti Yang Meningkat Kompetensinya

Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya merupakan indikator untuk mengukur kinerja sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM di perguruan tinggi. Yang dimaksud dengan SDM Dikti adalah pendidik (dosen) dan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi (meliputi pranata laboratorium pendidikan dan tenaga pustakawan).

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 2.000 orang berhasil terealisasi sebesar 2.058 orang, dengan persentase capaian kinerja sebesar 102,9 %. Capaian ini juga meningkat jika dibandingkan realisasi pada tahun 2014. Sedangkan capaian kinerja IKU tahun 2015 mencapai 102,9% dari target jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019.

Tabel 3.26. SDM Dikti Yang Meningkat Kompetensinya

UraianTahun

2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya 524 1.472 1.461 1.521 2.058

Untuk mendukung ketercapaian IKU ini telah dilakukan beberapa kegiatan diantaranya pelatihan teknis fungsional tenaga kependidikan; pendidikan karakter; program Sandwich; pelatihan bahasa asing di dalam negeri sebelum berangkat studi ke luar negeri;

program SAME (Scheme for Academic Mobility and Exchange); penyelenggaraan program training on lesson study in Japan; program magang; program mobilisasi dosen; dan penyelenggaraan Talent Scouting.

Tabel 3.27. Hasil Pelatihan Kompetemsi SDM Dikti

Kegiatan 2011 2012 2013 2014 20151 Pelatihan Teknis Fungsional Tenaga Kependidikan - 1.000 1.000 1.000 1.0692 Pendidikan Karakter - - - 200 2003 Program Sandwich 301 248 158 80 814 Pelatihan Bahasa Asing - - 127 65 2535 Program SAME 148 74 82 33 446 Program Lesson Study - - 19 41 407 Program Magang 75 150 75 102 94

Page 89: lakip ristekdikti 2015

71Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Kegiatan 2011 2012 2013 2014 20158 Program Mobilisasi Dosen - - - - 489 Talenscouting - - - - 229

TOTAL 524 1.472 1.461 1.521 2.058

a. Pelatihan Teknis Fungsional Tenaga Kependidikan

Pelatihan teknis fungsional tenaga kependidikan dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kependidikan dan meminimalisasi plagiarism yang terjadi di perguruan tinggi. Pelatihan teknis fungsional tenaga kependidikan yang dilaksakan pada Tahun 2015 meliputi kegiatan pelatihan bagi pranata laboratorium pendidikan dan tenaga pustakawan (manajer dan staf IT), dalam rangka mendukung peningkatan kinerja perguruan tinggi.

b. Pengembangan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan amanat yang tersurat dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejak diluncurkannya program pendidikan karakter oleh Kementerian Pendidikan Nasional, yang diawali dengan acara sarasehan revitalisasi pembangunan karakter pada awal tahun 2010 dengan melibatkan tokoh masyarakat, agamawan, pengusaha, pendidik, birokrat, motivator dan lainnya, program pendidikan karakter terus bergulir dan mendapat dukungan dari masyarakat luas. Program dan kegiatan pendidikan pada jenjang pra-sekolah, sekolah menengah hingga pendidikan tinggi secara bersama telah mengintegrasikan pendidikan karakter dalam setiap momentum kegiatan, baik dalam kegiatan intra kurikuler, maupun ekstrakurikuler.

Pendidikan Tinggi sebagai bagian dalam sistem pendidikan nasional, mempunyai tugas yang penting untuk membentuk dan memelihara watak, pribadi, dan karakter peserta didik yang sesuai dengan jatidiri bangsa Indonesia. Tujuan proses pembelajaran di perguruan tinggi, selain untuk membangun pribadi yang memiliki ilmu pengetahuan dan kemampuan teknis dalam bidang ilmu tertentu, juga untuk mengembangkan kepribadian yang kokoh dan membentuk karakter yang kuat untuk menjadi masyarakat yang bermartabat dan memiliki kepercayaan diri tinggi dalam menghadapi persaingan global. Sebagai salah satu bentuk upaya menjaga dan mempertahankan budaya akademik di perguruan tinggi, perlu adanya dokumen tertulis dalam bentuk buku yang dapat memudahkan civitas akademika memahami, menyusun, mengimplementasi program pendidikan karakter pada setiap kegiatan yang dilaksanakannya.

c. Dosen Mengikuti Program Sandwich-Like Luar Negeri

Untuk mempersiapkan sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing internasional melalui pendidikan tinggi, Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kualitas dosen perguruan tinggi. Sampai dengan tahun 2014 peningkatan kualitas dosen dilakukan melalui berbagai cara, diantaranya melalui penyediaan beasiswa studi lanjut. Dalam upaya menambah wawasan dan memberikan pengalaman internasional, kepada para dosen tetap di lingkungan Kemenristekdikti yang sedang melaksanakan

Page 90: lakip ristekdikti 2015

72 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

program studi S3 pada Pascasarjana penyelenggara BPP-DN, pemerintah Indonesia menyediakan beasiswa program Sandwich-S3 luar negeri melalui pemagangan di berbagai perguruan tinggi/institusi riset luar negeri yang terkemuka. Melalui program ini diharapkan wawasan internasional, khususnya publikasi internasional, para dosen akan tercapai dan kualitas para tenaga dosen tersebut diharapkan semakin meningkat.

Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, alokasi program sandwich-like luar negeri ditunjukkan dalam tabel. Terlihat bahwa jumlah penerima beasiswa sandwich-like terus menurun setiap tahun. Hal tersebut terutama disebabkan oleh kemampuan penguasaan Bahasa Inggris calon peserta yang kurang baik dan ketersediaan LoA.

Tabel. 3.28. Dosen Mengikuti Program Sandwich-like Luar Negeri (2011-2015)

Tahun 2010 2011 2013 2014 2015Jumlah Penerima 301 248 158 80 81

d. Penyelenggaraan Program Training On Lesson Study

Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) memiliki peran yang sangat vital dalam membangun sistem pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas di Indonesia. Perubahan dan perkembangan zaman yang didorong oleh perkembangan teknologi informasi berlangsung sangat cepat. Hal ini sering menyebabkan terjadinya kesenjangan antara pelaksanaan pembelajaran di sekolah oleh guru dengan perubahan atau perkembangan zaman dan dampak sosialnya. Oleh karena itu, LPTK sebagai lembaga pendidikan bagi calon guru harus selalu berinovasi dan meningkatkan kualitas perkuliahannya. Perkuliahan yang tidak inovatif dan efektif akan berakibat rendahnya kemampuan calon guru dalam mengantisipasi perubahan zaman. Dengan demikian, dosen perlu dibekali dengan strategi atau langkah-langkah yang efektif untuk meningkatkan mutu perkuliahan, salah satunya adalah melalui Lesson Study.

Hasil dan dampak implementasi Lesson Study pada beberapa LPTK menunjukkan bahwa para dosen yang melaksanakan Lesson Study menjadi lebih memahami permasalahan belajar para mahasiswa.

Mereka berbagi pengalaman tentang pelaksanaan perkuliahan dengan sesame dosen dalam satu kelompok/rumpun bidang ilmu atau lintas bidang ilmu. Dengan demikian, terjadi keterbukaan dan peningkatan akuntabilitas perkuliahan yang dilakukan seorang dosen. Dalam diskusi perencanaan perkuliahan yang menyangkut penyusunan SAP, materi ajar dan perangkat pembelajaran, secara langsung telah terjadi pengimbasan pengetahuan suatu dosen kepada dosen lain.

Agar pelaksanaan Lesson Study dan pembinaan kompetensi dosen LPTK lebih meningkat dan berlanjut, Kemenristekdikti bekerjasama dengan JICA melaksanakan suatu program Short Term Training on Lesson Study (STOLS) di Jepang. Program ini dimaksudkan untuk memperluas dan menguatkan pemahaman dosen tentang filosofi, konsep, prinsip, dan praktik lesson study melalui kegiatan pelatihan langsung di beberapa perguruan tinggi dan sekolah di Jepang. Setelah mengikuti program pelatihan tersebut, para dosen diharapkan dapat mengimplementasikannya di perguruan tinggi masing-masing. Disamping itu mereka juga diharapkan dapat melakukan pendampingan kegiatan lesson study di sekolah. Pengalaman yang

Page 91: lakip ristekdikti 2015

73Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

diperoleh dari pendampingan di sekolah dapat menjadi masukan dalam peningkatan kualitas perkuliahan bagi calon guru.

Tabel 3.29. Peserta Lesson Study tahun 2013-2015

TahunPemberangkatan Bulan

JumlahMei Oktober

2013 - 19 192014 21 20 412015 20 20 40

e. Penyelenggaraan Pelatihan Bahasa Asing

Dalam rangka meningkatkan kualifikasi sumberdaya manusia, khususnya peningkatan kemampuan berbahasa asing di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, menyelenggarakan Program Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris bagi dosen tetap dan tenaga kependidikan tetap di lingkungan Kemenristekdikti dan Kopertis.

Tabel 3.30. Jumlah Peserta Pelatihan Bahasa Asing

Tahun 2013 2014 2015Jumlah 127 65 253

f. Program Magang

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dosen dengan kualifikasi baik sangat jarang dan umumnya hanya terkonsentrasi di beberapa perguruan tinggi tertentu saja, terutama di perguruan tinggi di Pulau Jawa. Selain itu, di Indonesia, dosen yang baru diangkat, pada umumnya adalah lulusan program Strata 1 (S1) yang tentunya sangat minim dalam pengetahuan dan keterampilan, apalagi dalam etos kerja. Untuk menekan disparitas kualitas, baik antara dosen yunior-senior maupun antara perguruan tinggi maju dan sedang berkembang, diperlukan adanya upaya yang nyata. Salah satunya adalah dengan program memagangkan para dosen yunior di

bawah bimbingan dosen-dosen senior di perguruan tinggi yang sudah dikategorikan sebagai perguruan tinggi maju. Lama program magang selama 4 – 5 bulan, dengan program yang telah dikembangkan oleh perguruan tinggi Pembina. Perguruan tinggi pembinnya diantaranya adalah Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Airlangga.

Grafik 3.3. Jumlah Peserta Magang (2011 – 2015)

g. Program Mobilisasi Dosen

Program Mobilisasi Dosen Pakar/Ahli. Program MDP-A adalah program penugasan untuk jangka waktu tertentu Dosen senior yang berasal dari perguruan tinggi, yang telah diseleksi berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Kementerian Ristek dan Dikti. Penugasan ini diberikan oleh Kemenristekdikti, dengan tugas untuk membina kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi dan peningkatan kapasitas institusi di perguruan tinggi sasaran.

h. Dosen Yang Mengikuti Beasiswa Program SAME

Mulai Tahun Anggaran 2009, Ditjen Pendidikan Tinggi telah memberikan beasiswa untuk melaksanakan Program Program Academic Recharging (PAR) bagi dosen yang telah berpendidikan S3 dan atau guru besar, para pengelola Program Pascasarjana,

Page 92: lakip ristekdikti 2015

74 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

dan pada Koordinator Kopertis. Program ini didasari pemikiran bahwa para profesor dan dosen bergelar Doktor yang sudah lama melakukan tugas-tugas rutinnya, perlu diberi kesempatan untuk menggairahkan kembali (recharging) keterampilan akademik dan motivasinya melalui pengiriman singkat ke berbagai perguruan tinggi maju di luar negeri. Sedangkan para pengelola Pascasarjana perguruan tinggi di Indonesia difasilitasi untuk meningkatkan pengelolaan program-program unggulannya, benchmarking, dan mengembangkan kemitraan (networking) yang mengedepankan asas kesetaraan.

Mulai tahun 2012, PAR dimodifikasi menjadi program SAME (Scheme for Academic Mobility and Exchange). Program ini memiliki nilai tambah lebih dibanding

PAR, juga dimaksudkan untuk memfasilitasi dosen untuk mengembangkan penelitian yang telah dimulai pada saat mengambil Doktor, memperbaharui bahan ajar dan metode pembelajaran sesuai dengan perkembangan terbaru di dunia pendidikan internasional, membimbing mahasiswa S3 (PhD joint supervision) terhadap dosen Indonesia yang sedang melanjutkan studinya di luar negeri dalam kerjasama double degree, pemantapan dan peningkatan jejaring kerjasama double degree Master dan Doktor, melakukan joint research dan penulisan karya ilmiah bersama. Program SAME juga dikembangkan agar bisa mendapatngkan Profesor/Dosen Peneliti Tamu dari PT/Institut Riset Luar Negeri untuk bekerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengajaran di Perguruan Tinggi di Indonesia.

102

Mulai Tahun Anggaran 2009, Ditjen Pendidikan Tinggi telah memberikan beasiswa

untuk melaksanakan Program Program Academic Recharging (PAR) bagi dosen yang telah

berpendidikan S3 dan atau guru besar, para pengelola Program Pascasarjana, dan pada

Koordinator Kopertis. Program ini didasari pemikiran bahwa para profesor dan dosen

bergelar Doktor yang sudah lama melakukan tugas-tugas rutinnya, perlu diberi kesempatan

untuk menggairahkan kembali (recharging) keterampilan akademik dan motivasinya melalui

pengiriman singkat ke berbagai perguruan tinggi maju di luar negeri. Sedangkan para

pengelola Pascasarjana perguruan tinggi di Indonesia difasilitasi untuk meningkatkan

pengelolaan program-program unggulannya, benchmarking, dan mengembangkan kemitraan

(networking) yang mengedepankan asas kesetaraan.

Mulai tahun 2012, PAR dimodifikasi menjadi program SAME (Scheme for Academic

Mobility and Exchange). Program ini memiliki nilai tambah lebih dibanding PAR, juga

dimaksudkan untuk memfasilitasi dosen untuk mengembangkan penelitian yang telah dimulai

pada saat mengambil Doktor, memperbaharui bahan ajar dan metode pembelajaran sesuai

dengan perkembangan terbaru di dunia pendidikan internasional, membimbing mahasiswa S3

(PhD joint supervision) terhadap dosen Indonesia yang sedang melanjutkan studinya di luar

negeri dalam kerjasama double degree, pemantapan dan peningkatan jejaring kerjasama

double degree Master dan Doktor, melakukan joint research dan penulisan karya ilmiah

bersama. Program SAME juga dikembangkan agar bisa mendapatngkan Profesor/Dosen

Peneliti Tamu dari PT/Institut Riset Luar Negeri untuk bekerjasama dalam kegiatan

penelitian dan pengajaran di Perguruan Tinggi di Indonesia.

Grafik 3.4. Perkembangan Jumlah Peserta PAR/SAME (2011-2015)

020406080

100120140160

2011 2012 2013 2014 2015

148

74 82

33 44

Peserta

Grafik 3.4. Perkembangan Jumlah Peserta PAR/SAME (2011-2015)

3. Jumlah Pendidik Mengikuti Sertifikasi Dosen

Jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen merupakan indikator untuk mengukur tingkat profesionalisme dosen, dalam rangka meningkatkan

mutu pendidikan dalam sistem pendidikan tinggi. Pengakuan profesionalisme dinyatakan dalam bentuk pemberian sertifikat pendidik.

Page 93: lakip ristekdikti 2015

75Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.31. Pendidik Mengikuti Sertifikasi Dosen

Indikator KinerjaTahun

2011 2012 2013 2014 2015Jumlah Pendidik Mengikuti Sertifikasi Dosen 18.432 13.963 6.374 5.893 10.736

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian IKU ini mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 8.000 orang, berhasil terealisasi sebesar 10.736 orang, dengan persentase capaian kinerja sebesar 134,2%. Capaian tahun 2015 ini juga meningkat jika dibandingkan pada tahun 2014. Capaian kinerja tahun 2015 mencapai 20,58% dari target jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019.

Program Sertifikasi Dosen merupakan penilaian kinerja dan bukti formal pengakuan terhadap profesionalisme pada jenjang pendidikan tinggi, sekaligus sebagai upaya meningkatkan mutu dan memperbaiki kesejahteraan dosen.Berdasarkan pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2009, sertifikasi pendidik untuk dosen dilaksanakan melalui uji kompetensi guna memperoleh sertifikat pendidik. Uji kompetensi ini dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio, yang merupakan penilaian pengalaman akademik dan profesional dengan menggunakan portofolio dosen. Penilaian portofolio dosen dilakukan untuk memberikan pengakuan atas kemampuan profesional dosen.

Agar peningkatan mutu pendidikan tinggi sebagai tujuan Program Sertifikasi Dosen tercapai, maka yang harus dilakukan adalah:

• Dosen wajib meningkatkan dan mengembangkan profesionalismenya secara terus menerus, dan mengaplikasikannya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya;

• Perguruan tinggi wajib memberikan akses kepada dosen terhadap sumber belajar, informasi, sarana

dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, agar dosen dapat meningkatkan kompetensi dan mengembangkan profesionalismenya.

4. Jumlah SDM Litbang Berkualifikasi Master dan Doktor

Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor merupakan indikator untuk mengukur kuantitas dan kualitas SDM Litbang yang memiliki kualifikasi akademik master dan doktor. Pada tahun 2015 ditargetkan terdapat 3.350 orang SDM Litbang yang berkualifikasi Master dan Doktor. Target tersebut dapat tercapai seluruhnya, bahkan jumlah SDM Litbang yang berkualifikasi Master dan Doktor mencapai 3.540 orang dengan persentase capaian kinerja sebesar 106 %. Capaian kinerja tahun 2015 mencapai 64,95 % dari target jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019.

Sasaran Jumlah SDM Litbang Berkualifikasi Master dan Doktor dicapai melalui kegiatan yaitu Program Karyasiswa S2 dan S3 dan Program Karyasiswa RISET PRO. Penjelasan untuk masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut :

a. Program Karyasiswa S2 dan S3

Program pengembangan SDM Iptek yang pertama mulai direalisasikan pada bulan April 1986, melalui program Overseas Fellowship Program (OFP), yang sumber dananya diperoleh Pemerintah Indonesia dari APBN dan World Bank (WB) melalui surat No. 2599-ND yang berakhir pada bulan Februari 1992. Program

Page 94: lakip ristekdikti 2015

76 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

pengembangan SDM yang kedua yaitu Science and Technology Manpower Development Program (STMDP) yang sumber dananya diperoleh Pemerintah Indonesia (APBN) dan Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) melalui surat No.IP-342 yang dimulai pada bulan Desember 1988 dan berakhir pada bulan November 1997.

Program pengembangan SDM Iptek ketiga dimulai tahun 1990 melalui program yang disebut Science and Technology for Industrial Development (STAID). Program ini memperoleh dana dari WB dan OECF. Program STAID tersebut merupakan salah satu komponen Proyek Pengembangan Sumber Daya Manusia Profesional (Professional Human Resource Development Project / PHRDP) yang salah satu komponennya adalah program beasiswa, baik luar negeri maupun dalam negeri. Program-program tersebut telah menghasilkan ratusan doktor dalam bidang sains dan perekayasaan tetapi terhenti pasca krisis moneter 1998 yang lalu. Selanjutnya program pengembangan SDM Iptek telah dicanangkan sebagai salah satu prioritas dalam RPJM 2010-2014. Ini ditempuh sejalan dengan upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas institusi riset terhadap luaran hasil riset dan pemanfaatannya di kalangan masyarakat. Pada tahun 2003 Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) telah mengambil inisiatif mengembangkan Program Tugas Belajar Kemenristek yang secara spesifik ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya para peneliti dan karyawan di lingkungan institusi riset.

Program Tugas Belajar Kemenristek ini memprioritaskan pemanfaatan sarana laboratorium baik yang ada di kawasan PUSPIPTEK maupun yang ada di institusi riset. Selain itu, dalam melakukan kegiatan penelitian ilmiah harus memanfaatkan profesor riset atau doktor yang ada di LPNK Ristek atau institusi riset lainnya. Ini dimaksudkan untuk membangun sinergi kegiatan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selaras dengan Pengembangan Program Utama Nasional saat itu. Di tempat ini terdapat tiga puluh

lima laboratorium modern milik BATAN, BPPT, LIPI dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, telah ditetapkan Keputusan Menristek No. 77/M/Kp/IX/2003 tanggal 8 September 2003 tentang Pembentukan Penyelenggara Program Pendidikan Pascasarjana di PUSPIPTEK Serpong. Ini merupakan tindak lanjut dari ditandatanganinya kerjasama antara Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan Departemen Pendidikan Nasional No. 15/KEMENRISTEK/IX/2003 tanggal 8 Agustus 2003 tentang Pemanfaatan Sumberdaya Iptek di Pusat Iptek Serpong untuk Mendukung Penyelenggaraan Program Pascasarjana di Perguruan Tinggi.

Program Beasiswa melingkupi: program gelar S2 dan S3 di dalam negeri yang meliputi perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia, dimana Kementerian Riset dan Teknologi saat ini telah menjalin kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi negeri Antara lain Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), dan Universitas Sriwijaya (Unsri).

Ruang lingkup program ini adalah 7 bidang fokus yang dipilih oleh Karyasiswa sesuai dengan Agenda Riset Nasional (ARN) ditambah Kebijakan Publik untuk mendukung pencapaian salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010 – 2014, yaitu Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SDM-Iptek) dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas). Bidang fokus yang dapat dipilih oleh Karyasiswa yaitu : Pembangunan Ketahanan Pangan; Penciptaan dan Pemanfaatan Sumber Energi Baru dan Terbarukan; Pengembangan Teknologi dan Manajemen Transportasi; Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi; Pengembangan Teknologi Pertahanan dan Keamanan; Pengembangan Teknologi Kesehatan dan Obat; Pengembangan Teknologi Material Maju; dan Kebijakan Publik.

Page 95: lakip ristekdikti 2015

77Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.32. Pelaksanaan Program Karyasiswa S2 dan S3

Uraian2013 2014 2015

S2 S3 S2 S3 S2 S3Peserta Program Karyasiswa S2 dan S3

75 26 50 17 56 13

Pada tahun 2015 ditargetkan penerima beasiswa S2 dan S3 sejumlah 298 orang karyasiswa. Pada realisasinya, jumlah penerima beasiswa pada tahun 2015 adalah 293 orang karyasiswa atau tercapai 98,3%. Dari 293 karyasiswa tersebut, yang tercatat sebagai karyasiswa lama (angkatan 2010 s.d. 2014) sejumlah 224 karyasiswa, sedangkan yang tercatat sebagai karyasiswa baru (angkatan 2015) sejumlah 69 karyasiswa dengan rincian 56 karyasiswa jenjang S2 dan 13 karyasiswa jenjang S3. Berkurangnya capaian jumlah karyasiswa yang dibiayai pada tahun 2015 ini disebabkan berkurangnya jumlah calon karyasiswa yang berhasil lulus pada rangkaian seleksi yang meliputi seleksi administrasi, seleksi proposal, dan seleksi akademik di perguruan tinggi.

b. Program Karyasiswa RISET PRO

Komponen Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Iptek (selanjutnya disebut tugas belajar RISET-Pro) secara umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM Iptek. Untuk mendukung komponen ini kegiatan yang dilaksanakan adalah pendidikan gelar dengan menempuh pendidikan formal di perguruan tinggi dan pendidikan non-gelar yang ditawarkan melalui berbagai macam pelatihan dan kursus. Pendidikan gelar yang dilaksanakan dalam program ini hanya untuk Master dan Doktoral yang ditempuh di salah satu universitas di luar negeri.

Program pendidikan gelar di luar negeri ini dapat diikuti oleh karyawan LPNK Ristek, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD), Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), Pusat Unggulan (center of

exelence) dan anggota konsorsium yang dibentuk dari 6 daerah Koridor Ekonomi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sejauh memenuhi kriteria/persyaratan yang ditentukan.

Bidang riset yang diambil berkaitan dengan bidang fokus Agenda Riset Nasional (ARN) Kementerian Riset dan Teknologi, yaitu: Pembangunan ketahanan pangan; Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan; Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi; Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi; Pengembangan teknologi pertahanan; Pengembangan teknologi kesehatan dan obat; Pengembangan teknologi material maju (advance material); dan Kebijakan Publik.

5. Jumlah SDM Litbang Yang Meningkat Kompetensinya

Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya merupakan indikator untuk mengukur kinerja sumber daya manusia iptek dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM Iptek di kelembagaan iptek. Program peningkatan kompetensi sumberdaya penelitian dan pengembangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang telah dicapai melalui studi lanjut. Peningkatan kapabilitas sumberdaya penelitian dan pengembangan diharapkan mampu berkontribusi dalam mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan nilai tambah dalam setiap kegiatan ekonomi.

Pada tahun 2015 ditargetkan terdapat 95 orang SDM Litbang yang meningkat kompetensinya, terealisasi 90 orang SDM Litbang yang meningkat kompetensinya (94,74 %). Capaian kinerja tahun 2015 mencapai 17,82% dari target jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019.

Page 96: lakip ristekdikti 2015

78 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

6. Jumlah Revitalisasi Sarpras Lemlitbang dan PTN

Jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN merupakan indikator untuk mengukur sarana dan prasarana lembaga penelitian dan PTN yang direvitalisasi dalam rangka menunjang kegiatan lemlitbang dan kegiatan tridarma perguruan tinggi.Pada tahun 2015 ditargetkan terdapat 126 sarpras lemlitbang dan PTN yang direvitalisasi. Pada pelaksanaannya tercapai

108

mencapai 69,93% dari target jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Kementerian

Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2015-2019.

Grafik 3.5. Jumlah PTN yang Mengalami Revitalisasi Sarana dan Prasarana

Proses pengalokasian kegiatan dan anggaran yang menjadi prioritas pada tahun 2015

didasarkan kepada kebijakan sebagai berikut:

a. Pemerataan dan keadilan pembangunan PT (Alokasi Minimum 10 dan Maksimum 100

M).

b. Peningkatan Akses: prioritas ruang kuliah dan laboratorium sehingga dapat

meningkatkan daya tampung

c. Penguatan Sains dan Teknik: pembangunan laboratoriun sains dan teknik untuk

Perguruan Tinggi Unggulan

d. Peningkatan Pendidikan kesehatan terutama pendidikan dokter dengan penyelesaian

Rumah Sakit Pendidikan

e. Penguatan Vokasi : Politeknik dan Akademi Komunitas

f. Penguatan LPTK : pembangunan gedung dan alat PPG termasuk asrama calon guru

g. Pengembangan Perguruan Tinggi Baru (Hasil Penegerian dan Pendirian PTN Baru)

h. Penyelesaian sarpras yang telah dimulai pembangunannya (gedung lanjutan).

i. Keterlaksanaan (Kesiapan Lahan, Tempat Alat, waktu DED, Poses Pelalangan).

Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa langkah kebijakan yang akan dilaksanakan

di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :

a. Penentuan standar minimal sarpras

107 sarpras PTN yang telah direvitalisasi, sedangkan revitalisasi sarpras lemlitbang tidak dianggarkan pada tahun 2015 ini dengan persentase capaian kinerja 85,71%. Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah PTN yang direvitalisasi sarana dan prasarananya mengalami peningkata. Capaian kinerja tahun 2015 mencapai 69,93% dari target jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019.

Grafik 3.5. Jumlah PTN yang Mengalami Revitalisasi Sarana dan Prasarana

Proses pengalokasian kegiatan dan anggaran yang menjadi prioritas pada tahun 2015 didasarkan kepada kebijakan sebagai berikut:

a. Pemerataan dan keadilan pembangunan PT (Alokasi Minimum 10 dan Maksimum 100 M).

b. Peningkatan Akses: prioritas ruang kuliah dan laboratorium sehingga dapat meningkatkan daya tampung

c. Penguatan Sains dan Teknik: pembangunan laboratoriun sains dan teknik untuk Perguruan Tinggi Unggulan

d. Peningkatan Pendidikan kesehatan terutama pendidikan dokter dengan penyelesaian Rumah Sakit Pendidikan

e. Penguatan Vokasi : Politeknik dan Akademi Komunitas

f. Penguatan LPTK : pembangunan gedung dan alat PPG termasuk asrama calon guru

g. Pengembangan Perguruan Tinggi Baru (Hasil Penegerian dan Pendirian PTN Baru)

h. Penyelesaian sarpras yang telah dimulai pembangunannya (gedung lanjutan).

Page 97: lakip ristekdikti 2015

79Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

i. Keterlaksanaan (Kesiapan Lahan, Tempat Alat, waktu DED, Poses Pelalangan).

Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa langkah kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :

a. Penentuan standar minimal sarprasb. Pembuatan roadmap pengembangan sarpras di PTNc. Penelahaan sarpras Rumah Sakit PTN.

Sasaran 4 : Meningkatnya Relevansi Dan Produktivitas Riset dan Pengembangan

Produktivitas penelitian dan pengembangan dinilai oleh dua indikator yaitu paten dan publikasi ilmiah. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terus mendorong peningkatan perolehan HKI, diantaranya melalui instrumen kebijakan Insentif Riset SINas, disamping riset-riset dasar dan terapan untuk meningkatkan academic excellence juga mendorong lebih banyak lagi pelaksanaan riset melalui pola konsorsium yang melibatkan lembaga litbang, pemerintah dan dunia usaha/industri sehingga menghasilkan prototype

yang dapat diadopsi oleh industri. Disamping itu juga memfasilitas peningkatan perolehan HKI domestik, dengan memberikan insentif berupa insentif inventor yang ingin mendaftarkan paten, dan fasilitasi pembentukan dan penguatan sentra HKI.

Oleh karena itu Sasaran Meningkatnya Relevansi dan Produktivitas Riset dan Pengembangan merupakan upaya yang harus dilakukan dengan menetapkan indikator kinerja yang harus ditingkatkan yaitu :

1. Jumlah HKI yang didaftarkan2. Jumlah publikasi internasional3. Jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6)4. Jumlah prototipe industri (TRL 7)

Dari empat indikator kinerja yang digunakan dua indikator kinerja belum mencapai target dan dua indikator kinerja yang mencapai target. Indikator kinerja yang belum mencapai target tersebut adalah jumlah HKAI yang didaftarkan dan jumlah prototipe industri (TRL 7). Sedangkan dua indikator kinerjayang mencapai target adalah jumlah publikasi internasional dan jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6).

Adapun tingkat pencapaian kinerja sasaran Meningkatnya Relevansi dan Produktivitas Riset dan Pengembangan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.33. Capaian Kinerja Sasaran Meningkatnya Relevansi dan Produktivitas Riset dan Pengembangan

Sasaran Strategis Indikator KinerjaTarget 2015-

2019Realisasi

2014Tahun 2015

Target Realisasi %Meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan

Jumlah HKI yang didaftarkan

2.305 1.321 1.580 1.521 96

Jumlah publikasi internasional

12.089 4.793 5.008 6.470 129

Jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6)

1.081 66 530 1.641 303

Jumlah prototipe industri (TRL 7)

15 5 5 4 80

Page 98: lakip ristekdikti 2015

80 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

1. Jumlah HKI Yang Didaftarkan

Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis. Kekayaan intelektual ini perlu ditindaklanjuti pengamanannya melalui suatu sistem perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Penetapan Jumlah HKI yang didaftarkan sebagai Indikator Kinerja (IK) utama bertujuan untuk meningkatkan perolehan perlindungan HKI dengan menggali secara maksimum potensi HKI yang diperoleh dari suatu kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang sedang berjalan maupun yang sudah selesai yang dilakukan oleh dosen atau peneliti. Program perolehan dan pendaftaran HKI dibatasi untuk perolehan paten dan paten sederhana. Sedangkan yang berupa paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Proses peraihan Paten di Kementerian Hukum dan HAM memerlukan waktu cukup lama yaitu sekitar 5 (lima) tahun sejak sebuah pendaftaran invensi/

penemuan dosen pada lembaga tersebut, namun hal ini sudah merupakan sebuah Guaranted, yang memang menjadi kebanggaan bagi si penemu/dosen/peneliti dan asset bagi keberhasilan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan keilmuan.

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, tahun 2015 tingkat capaian indikator ini belum mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 1.580 baru terealisasi sebesar 1.521 atau persentase capaian kinerja adalah 96%. Hal ini mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan tahun 2014 yangjumlah HKI didaftarkan sebesar 1.321, sedangkan realisasi IKU mencapai 1.521 sehingga mengalami peningkatan.

Dalam Rencana Strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah jumlah HKI yang didaftarkan adalah 2.305, sampai dengan tahun 2015 jumlah HKI yang didaftarkan mencapai 1.521 atau persentase capaian kinerja 65,99%. Sehingga dalam kurun 3-4 tahun mendatang (2016-2019) dan dalam setiap tahun harus mengejar dan menargetkan serta mencapai realisasi 10%-15% sehingga target Renstra tahun 2019 jumlah HKI yang didaftarkan sebesar 2.305 dapat tercapai. Pencapaian indikator kinerja tahun 2015 ini merupakan kesinambungan program tahun-tahun sebelumnya, pembandingan antara target dan realisasi kinerja tahun ini dengan lalu dan beberapa tahun terakhir dapat digambarkan pada tabel seperti di bawah ini :

Tabel 3.34. Pendaftaran HKI Tahun 2011-2015

No Kegiatan/ProgramTahun/Jumlah

2011 2012 2013 2014 20151 Pendaftaran HKI 871 1.021 1.171 1.321 1.521

Untuk mendukung dan menunjang keberhasilan mencapai target realisasi tahun 2015 telah dilaksanakan kegiatan pada untuk peningkatan kapasitas kegiatan pendaftaran HKI (penyusunan pedoman, sosialisasi dan

pelatihan HKI atau secara langsung substansi membantu pembiayaan pendaftaran HKI), secara rinci dapat digambarkan dalam kegiatan sebagai berikut:

Page 99: lakip ristekdikti 2015

81Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

a. Pendaftaran paten dari hasil Uber HKI b. Mediasi paten hasil penelitian, Pengabdian kepada

Pasyarakat (PPM) dan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)

c. Kegiatan hearing paten/HKId. Pelatihan/workshop penyusunan hasil penelitian,

PPM dan PKM yang berpotensi HKI/Paten

e. Pelatihan/workshop Manajemen Sentra HKI/Paten

Adapun pelatihan/workshop penyusunan hasil penelitian, PPM dan PKM yang berpotensi HKI/Paten dan Pelatihan/workshop Manajemen Sentra HKI/Paten, seperti dalam tabel berikut:

Tabel 3.35. Kegiatan dan Pelatihan/Workshop Dalam Rangka Pendaftaran HKI

No. Uraian Kegiatan Peserta Difasilitasi Tempat1 Pelaksanaan Unggulan Berpotensi HKI (Uber

HKI) 500 Usulan 376 Usulan

2 Pelatihan Pemanfaatan Hasil Penelitian, PPM dan PKM yang berpotensi Paten 815 Dosen 724 Dosen 8 Lokasi

Jumlah 1.315 Usulan/Dosen

1.100 Dosen/Usulan

Dari kegiatan unggulan berpotensi HKI (Uber HKI) dan pelatihan/workshop penyusunan hasil penelitian, PPM dan PKM yang berpotensi HKI/Paten dan pelatihan/workshop manajemen Sentra HKI/Paten sangat berpengaruh terhadap pemahaman dan pengertian dosen peneliti dan pengabdian masyarakat akan pentingnya sebuah perlindungan dari segi hukum atas karya hasil penelitian dan PKM baik untuk dosen itu sendiri maupun perguruan tinggi.

Dari kegiatan pelatihan/workshop penyusunan hasil penelitian, PPM dan PKM yang berpotensi HKI/Paten dan pelatihan/workshop manajemen Sentra HKI/Paten mempunyai nilai tambah untuk meningkatkan jumlah pendaftaran HKI setiap tahun, karena apabila sebuah hasil penelitian/PPM telah didaftarkan maka itu sudah menjadi jaminan atau guaranteed dan paten baru keluarnya 5 (lima) tahun kemudian, sebuah perjalanan yang panjang bagi penciptaan sebuah inovasi menjadi paten.

Beberapa kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian target indikator ini, diantaranya:

a. Ketidakcukupan dana pendidikan dan dana Litbang dari Pemerintah berkurang membuatnya sulit untuk memenuhi misi dan visinya dan mencapai tujuannya, di mana dana dapat digunakan untuk: memberikan pelatihan yang berkualitas, dan memberikan informasi dan teknologi komunikasi.

b. Jumlah dosen dan mahasiswa melakukan penelitian yang memiliki paten potensial tidak optimal. Pemahaman Hak Kekayaan Intelektual di universitas-universitas, khususnya dosen dan mahasiswa masih kurang. Ada banyak peneliti hanya sekadar melakukan penelitian, tetapi tidak mempunyai tujuan setiap penelitian harus menjadi sebuah invensi yang akan didaftarkan sebagai Paten atau Paten Sederhana, karena apabila suatu penelitian tidak ditujukan untuk menjadi invensi, maka hasil penelitian hanya akan menjadi pengisi jurnal ilmiah atau proceeding.

c. Adanya Pusat HKI di Perguruan Tinggi masih belum sepenuhnya mendapat dukungan dari pemimpin universitas.

Page 100: lakip ristekdikti 2015

82 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

d. Banyak pengelola sentra HKI yang telah diganti sehingga perlu usaha untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang belum dimiliki. Banyak sentra HKI yang tidak mampu mempertahankan keberadaannya mengingat pengelolaan organisasi semacam itu juga memerlukan pengembangan knowledge, sumber daya dan komitmen yang memadai.

e. Kekhawatiran dari pemilik paten pada khususnya, di universitas-universitas dalam hal pembiayaan pemeliharaan paten yang dikenakan setiap tahun, terutama paten tidak dapat dikomersialisasikan.

f. Jumlah dosen dan mahasiswa yang melakukan penelitian yang berpotensi paten masih belum optimal

g. Pemahaman terhadap Hak Kekayaan Intelektual di kalangan perguruan tinggi, khususnya dosen dan mahasiswa masih kurang .

h. Kekhawatiran para pemilik paten (Granteed Paten) khususnya, di kalangan perguruan tinggi dalam hal pembiayaan pemeliharaan paten yang dikenakan setiap tahun, terlebih paten tersebut belum dapat dikomersialisasikan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas Pelatihan Pemanfaatan Hasil Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kreatifitas Mahasiswa yang Berpotensi Paten yang di dalamnya memberikan pemahaman yang lebih untuk universitas, khususnya, dosen, mahasiswa dan peneliti tentang pentingnya Hak Kekayaan Intelektual. Mendorong peneliti dari perguruan tinggi untuk terus melakukan penelitian yang berpotensi paten.

2. Memberikan insentif dan hibah dalam rangka mendorong motivasi bagi peneliti melalui program.

Melakukan mediasi antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Kementerian Riset, teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam hal kebijakan pemberian keringanan atau dispensasi mengenai biaya pemeliharaan paten untuk seorang peneliti/dosen/mahasiswa yang belum mampu untuk dikomersialkan. Diharapkan bahwa peraturan mengenai biaya pemeliharaan hanya dibayar jika perolehan paten ini memiliki nilai komersial yang baik.

2. Jumlah Publikasi Internasional

Ukuran produktifitas hasil iptek adalah publikasi baik dalam publikasi nasional maupun internasional yang bereputasi. Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian indikator ini telah mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 5.008 sudah berhasil terealisasi sebesar 6.470 dengan persentase capaian kinerja sebesar 129%. Jika dibandingkan dengan tahun 2014 dengan capaian 5.435, capaian tahun 2015 mengalami peningkatan, walaupun jika dibandingkan dengan negara-negara kita khususnya dengan negara Thailand masih cukup jauh ketinggalan, terlebih jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura. Tetapi untuk Vietnam jumlah publikasi internasional kita masih di atas dua negera terakhir.

Tabel 3.36. Publikasi Internasional Negara Asean 1996-2014

Malaysia Thailand Indonesia Vietnam1996 962 1.204 538 2981997 1.096 1.403 551 3321998 1.087 1.579 513 2991999 1.263 1.742 556 3552000 1.509 2.071 624 370

Page 101: lakip ristekdikti 2015

83Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Malaysia Thailand Indonesia Vietnam2001 1.311 2.193 566 3792002 1.469 2.454 552 3752003 1.946 3.131 751 6062004 2.612 3.880 911 6792005 3.273 4.764 1.068 8292006 4.340 5.920 1.215 9772007 5.157 6.660 1.239 1.1132008 7.816 7.864 1.406 1.4852009 11.324 8.410 1.950 1.7092010 15.547 9.965 2.586 2.1362011 20.476 10.665 3.197 2.3622012 22.381 11.837 3.752 3.0912013 24.479 12.029 4.881 3.5592014 25.330 12.061 5.499 3.519

Dalam Rencana Strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah Publikasi Internasional sebesar 12.089, sampai dengan tahun 2015 jumlah Publikasi Internasional sudah mencapai 6.470 atau persentase capaian kinerja 129%.

Tabel 3.37. Rekapitulasi Publikasi Nasional dan Internasional

Jenis Publikasi2013 2014 2015

PTN PTS Total PTN PTS Total PTN PTS TotalDi Jurnal Internasional

2.954 849 3.803 4.185 1.250 5.435 5.086 1.384 6.470

Di Jurnal Nasional Terakreditasi

1.544 670 2.214 1.422 608 2.030 1.327 380 1.707

Di Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi (Mempunyai ISSN)

7.051 9.178 16.229 9.469 9.300 18.769 8.376 8.343 16.719

TOTAL 11.549 10.697 22.246 15.076 14.789 26.234 10.107 10.107 24.896

Secara signifikan bahwa hampir setiap tahun kinerja perguruan tinggi baik negeri maupun swasta meningkat dalam produktifitas publikasi baik di Jurnal Internasional maupun nasional yang terakreditasi. Terlebih pada data Di Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi (Mempunyai ISSN) yang cukup tinggi perkembangan kenaikannya dari tahun 2013 s.d 2015 hal ini perlu diapresiasi bersama. Sehingga permasalahannya adalah bagaimana meningkatkan jurnal nasional yang tidak terakreditasi tetapi mempunyai ISSN dapat lebih ditingkatkan statusnya menjadi jurnal yang terakreditasi, yang pada gilirannya akan berdampak peningkatan pada di Jurnal internasional.

Posisi Indonesia di Scientific Journal Ranking (SJR) pada posisi 61 dengan H-Indek sebesar 112. H-Indek merupakan indeks komposit dari 5 indikator : (1) jumlah dokumen atau publikasi dari tahun 1996-2007, (2) jumlah publikasi yang layak dikutip (citable doucument) , (3) jumlah kutipan (citation), (4) jumlah kutipan sendiri (self citations) dan (5) jumlah kutipan per dokumen (citation per documents). Di antara negara-negara ASEAN, posisi Indonesia hanya lebih dari

Page 102: lakip ristekdikti 2015

84 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Vietnam dan Filipina, seperti yang ditunjukkan pada Tabel dibawah ini :

dosen/periset melakukan peneliitan yang lebih fokus pada permasalahan kebutuhan strategis baik bersifat

Tabel 3.38. Scientific Journal Ranking (SJR)

Peringkat Negara DokumenDokumen

yang dapat dikutif

Jumlah Kutipan

Menguntip sendiri

Kutipan Per Dokumen Indeks-H

52 Singapura 149.509 144.653 1.616.952 230.656 12.95 268

40 Malaysia 99.187 97.018 356.918 93.479 7.85 125

43 Thailand 82.209 79.537 621.817 109.600 10.96 167

61 Indonesia 20.166 19.740 146.670 16.149 10.94 112

67 Vietnam 16.474 16.116 125.527 18.500 11.79 107

70 Filipina 13.163 12.796 141.070 15.727 13.38 116

Sebagaimana diketahui bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia dalam posisi sekarang telah hampir mencapai 4.000 perguruan tinggi, sedangkan jumlah dosen perguruan tinggi hampir mencapai 200.000 dosen, sebenarnya memungkinkan untuk mendongkrak jumlah publikasi hasil penelitian, namun jumlah sumberdaya yang berkualitas (ilmuwan, akademisi, peneliti), tidak semata semua ahli berkesempatan melakukan riset-riset ilmiah berskala besar yang melahirkan penemuan/invensi baru. Upaya membangun perguruan tinggi yang mengarah kepada universitas riset masih sulit dilakukan karena beberapa kendala, yaitu (1) banyak perguruan tinggi lebih berorientasi pada penyelenggaraan program akademik dan program studi yang laku di pasaran (diploma dan kelas ekstensi) yang menjadi sumber pendapatan perguruan tinggi (2) ketiadaan fokus pengembangan institusi untuk menjadi pusat unggulan sebagai wujud mission diferentiation dan (3) beban mengajar para dosen yang sangat tinggi serta kurang tersedia waktu dan dana untuk melakukan penelitian/riset. Kegiatan riset yang jarang dilakukan berdampak pada terbatasnya publikasi di jurnal ilmiah nasional terutama jurnal internasional.

Untuk lebih mendukung realisasi kinerja publikasi ilmiah di jurnal internasional, maka terus selalu diupayakan

penelitian lokal, nasional maupun internasional dengan memanfaatkan sumberdaya, kemudahan penggunaan fasilitas laboratorium perguruan tinggi, pemberian regulasi kebijakan yang mengarah pada kemudahan akses penelitian, dan regulasi tentang manajemen administrasi penggunaan keuangan riset/penelitian dan sistem reward yang sangat memadai. Beberapa kegiatan untuk peningkatan kapasitas program Karya Ilmiah yang dipublikasikan menjadi Jurnal Internasional antara lain :

a. Pemberian hibah bagi dosen yang menulis Buku Teksb. Pendampingan dalam rangka penulisan buku Ajarc. Pemberian insentif penulisan buku Ajard. Bantuan peningkatan kapasitas bagi lembaga Jurnal

untuk peningkatan mutu, dan tatakelolae. Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasionalf. Insentif bagi Jurnal yang terindek, atau bantuan

penginternasional Jurnal PT g. Bantuan insentif bagi Artikel yang telah

diinternasionalkanh. Pelatihan calon reviewer artikel jurnal ilmiah hasil

penelitian PTi. Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Internasionalj. Bantuan dosen yang mengikuti Konferensi ilmiah

internasional

Page 103: lakip ristekdikti 2015

85Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

k. Sosialiasisasi Pemanfaatan e-Journall. Pembiayaan langganan e-Journal

Adapun pelatihan/workshop penyusunan hasil penelitian, PPM dan PKM yang berpotensi HKI/Paten dan pelatihan/workshop manajemen Sentra HKI/Paten, seperti dalam tabel berikut:

Tabel 3.39. Pelatihan/Workshop Dalam Rangka Publikasi Internasional

No. Uraian Kegiatan Peserta Difasilitasi Tempat 1 Hibah Penulisan Buku Ajar 354 judul 99 judul2 Insentif Buku Ajar (Buku Terbit) 846 judul 175 judul3 Bantuan seminar di Luar Negeri 990 dosen 170 dosen

4 Insentif jurnal yang memenuhi standar mutu dan tatakelola Nasional 158 jurnal 118 jurnal

5 Bantuan tata kelola jurnal elektronik - 72 Jurnal6 Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional 857 dosen 300 dosen 6 lokasi

7 Pelatihan calon reviewer artikel jurnal ilmiah hasil penelitian PT 583 dosen 100 dosen 2 lokasi

8 Insentif artikel pada Jurnal Internasional 446 judul 112 judul

9 Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah di Jurnal Internasional 456 dosen 100 dosen 2 lokasi

10 Pelaksanaan Konferensi ilmiah internasional 15 PT/Fakultas -11 Langganan e-Journal 3 Paket 3 Paket12 Sosialiasisasi Pelatihan Pemanfaatan e-Journal - 300 Dosen 6 lokasi13 Monitoring dan evaluasi pelaksanaan e-Journal 30 PT 29 PT 10 wil./kota

Dari kegiatan pemberian hibah, insentif, bantuan, langganan e-Journal, sosialisasi, monitoring dan pelatihan/workshop penyusunan hasil penelitian, PPM and PKM serta kegiatan-kegiatan dalam rangka Publikasi Internasional di atas sangat berpengaruh terhadap hasil karya ilmiah hasil penelitian/ppm yang akan dipublikasikan baik pada jurnal nasional dan internasional yang terakreditasi baik untuk dosen sendiri maupun perguruan tinggi sebagai capaian kinerja penelitian/ppm tersebut.

Hal lain bagi dosen peneliti yang artikelnya dimuat dalam jurnal nasional maupun internasional juga meningkatkan jumlah artikel ilmiah di jurnal ilmiah bertaraf internasional yang terindeks oleh pengindeks jurnal bereputasi internasional, sehingga akan menambah posisi PT di Indonesia dalam perangkingan citasi dengan perguruan tinggi baik di Asia maupun dunia.

Tujuan lain dari salah satu kegiatan tersebut sebagaimana dikemukakan di atas adalah agar lembaga perguruan tinggi dan lembaga asosiasi profesi ilmiah dapat membangun komunitas ilmiah bertaraf internasional, dapat memperoleh sertifikat akreditasi serta dapat terindex di lembaga pengindex jurnal ilmiah internasional bereputasi tinggi.

Capaian lain adalah terciptanya dan beroperasinya sistem akreditasi jurnal ilmiah menggunakan metode on-line (daring), diberi nama ARJUNA, http://arjuna.dikti.

Page 104: lakip ristekdikti 2015

86 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

go.id/, akronim untuk Akreditasi Jurnal Nasional. Saat ini ada 263 e-jurnal ilmiah telah mendaftarkan diri ke dalam Arjuna, namun baru 2 e-Journal yang terakreditasi. Telah dilatih 146 dosen dan peneliti terpilih berdasar tingginya H-index untuk menjadi asesor Arjuna. Arjuna mempunyai banyak kelebihan daripada sistem akreditasi terdahulu yang berbasis cetak. Penilaian terhadap pengelolaan e-Journal menjadi sangat transparan dan masing-masing artikel dinilai oleh seorang asesor yang tepat pada bidangnya. Surveilen dapat dilakukan setiap saat sehingga kualitas selalu terjaga. Arjuna mengakhiri dikotomi antara akreditasi LIPI dan Ditjen Dikti. Mulai 1 April 2016 akreditasi jurnal ilmiah hanya akan dilakukan dengan Arjuna oleh Dirjen Penguatan Risbang dengan melibatkan LIPI.

Beberapa kendala dalam upaya meningkatkan Publikasi Internasional, diantaranya:

a. Budaya menulis yang belum berkembang di masyarakat pada umumnya, perguruan tinggi khususnya, dan/atau rendahnya kemauan dan kemampuan menulis hasil-hasil penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat dalam terbitan berkala ilmiah bermutu.

b. Isu/topik yang diangkat dalam artikel masih bersifat lokal dan ruang lingkupnya sempit sehingga tidak relevan di tataran internasional.

c. Tidak ada kebaruan/novelty dalam artikel yang ditulisnya sehingga sumbangsih untuk khazanah ilmu kurang.

d. Kekurangpahaman penulis dalam menggunakan reference tools, seperti zotero dan mendeley.

e. Terbatasnya akses e-Journal berkualitas yang dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian.

f. Kurangnya informasi mengenai jurnal internasional yang bereputasi.

g. Motivasi penulis pada umumnya menulis artikel pada jurnal internasional masih sebatas akan mengurus kenaikan pangkat.

Beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan di masa akan datang adalah :

a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan Artikel Ilmiah Internasional yang di dalamnya di antaranya membahas mengenai strategi internasional untuk memilih jurnal internasional yang tepat dan penggunaan reference tools.

b. Melakukan koordinasi dengan peningkatan SDM dalam hal berbahasa Inggris.

c. Melanggan akses e-Journal yang berkualitas dan menyosialisasikannya mengenai program tersebut dan cara menggunakannya yang efektif.

d. Mempercepat akreditasi jurnal Ilmiah Nasional (Tahun 2015 Akreditasi Jurnal Nasional sebanyak 178, dan Terindeks Internasional 25);

e. Melakukan berbagai pendampingan penulisan ilmiah.

3. Jumlah Prototipe R & D TRL s.d 6

Tingkat Kesiapan Teknologi atau dalam bahasa Inggris adalah TRL (Technology Readiness Level) merupakan hasil dari rekayasa riset dan/atau penelitian untuk dapat disiapkan menjadi suatu bentuk teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak (pemerintah, masyarakat dan industri). Terdapat 9 (Sembilan) tingkat kesiapan teknologi atau TRL dari tingkat 1 sampai tingkat 9, yang tiap tingkatan terdapat kesiapan-kesiapan untuk teknologi.

Untuk tingkat TRL s.d 6 gambarannya adalah riset/penelitian dan pengembangan secara aktif dimulai. Hal ini dapat menyangkut studi analitis dan studi laboratorium untuk memvalidasi secara fisik atas prediksi analitis tentang elemen-elemen terpisah dari

Page 105: lakip ristekdikti 2015

87Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

teknologi. Contohnya misalnya komponen-komponen yang belum terintegrasi ataupun mewakili. Sebuah inovasi atau hasil temuan baru atau invention dari hasil karya peneliti belum dapat dikatakan teknologi apabila hasil temuan tersebut belum mengandung unsur-unsur

TRL Penjelasan9 Sistem benar-benar teruji/terbukti

melalui keberhasilan pengoperasianAplikasi (penerapan) teknologi secara nyata dalam bentuk akhirnya dan di bawah kondisi yang dimaksudkan (direncanakan) sebagaimana dalam pengujian dan evaluasi operasional. Pada umumnya, ini merupakan bagian/aspek terakhir dari upaya perbaikan/penyesuaian (bug fixing) dalam pengembangan sistem yang sebenarnya. Contoh-contohnya termasuk misalnya pemanfaatan sistem dalam kondisi misi operasional.

8 Sistem telah lengkap dan memenuhi syarat (qualified) melalui pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan/ aplikasi sebenarnya

Teknologi telah terbukti bekerja/berfungsi dalam bentuk akhirnya dan dalam kondisi sebagaimana yang diharapkan. Pada umumnya, TKT ini mencerminkan akhir dari pengembangan sistem yang sebenarnya. Contohnya termasuk misalnya uji pengembangan dan evaluasi dari sistem dalam sistem persenjataan sebagaimana dirancang dalam rangka memastikan pemenuhan persyaratan spesifikasi desainnya.

7 Demonstrasi prototipe sistem dalam lingkungan/aplikasi sebenarnya

Prototipe mendekati atau sejalan dengan rencana sistem operasionalnya. Keadaan ini mencerminkan langkah perkembangan dari TKT/TRL 6, membutuhkan demonstrasi dari prototipe sistem nyata dalam suatu lingkungan operasional, m seperti misalnya dalam suatu peswat terbang, kendaraan atau ruang angkasa. Contoh-contohnya termasuk misalnya pengujian prototipe dalam pesawat uji coba (test bed aircraft).

6 Demonstrasi model atau prototipe sistem/subsistem dalam suatu lingkungan yang relevan

Riset/penelitian dan pengembangan secara aktif dimulai. Hal ini dapat menyangkut studi analitis dan studi laboratorium untuk memvalidasi secara fisik atas prediksi analitis tentang elemen-elemen terpisah dari teknologi. Contoh-contohnya misalnya komponen-komponen yang belum terintegrasi ataupun mewakili.

5 Validasi kode, komponen dan/atau breadboardvalidation dalam suatu lingkungan simulasi

Keandalan teknologi yang telah terintegrasi (breadboard technology) meningkat secara signifikan. Komponen-komponen teknologi yang mendasar diintegrasikan dengan elemen-elemen pendukung yang cukup realistis sehingga teknologi yang bersangkutan dapat diuji dalam suatu lingkungan tiruan/simulasi. Contoh-contohnya misalnya integrasi komponen di laboratorium yang telah memiliki keandalan tinggi (‘high fidelity’).

kesiapan yang benar-benar dapat diterapkan, dan mempunyai nilai keunggulan, baik teknologi baru atau pembaharuan. Untuk memperjelas uraian dan gambaran tingkat kesiapan teknologi atau TRL, dalam tabel tersebut dibawah ini :

Tabel 3.40. 9 (Sembilan) Tingkat Kesiapan Teknologi (TRL)

Page 106: lakip ristekdikti 2015

88 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

TRL Penjelasan4 Validasi kode, komponen dan/atau

breadboardvalidation dalam lingkungan laboratorium

Komponen-kompoenen teknologi yang mendasar diintegrasi-kan untuk memastikan agar bagian-bagian tersebut secara bersama dapat bekerja/berfungsi. Keadaan ini masih memiliki keandalan yang relatif rendah dibanding dengan sistem akhirnya. Contoh-contohnya misalnya integrasi piranti/perangkat keras tertentu (sifatnya ad hoc) di laboratorium.

3 Pembuktian konsep (proof-of-concept) fungsi dan/atau karakteristik penting secara analitis dan eksperimental

Riset/penelitian dan pengembangan secara aktif dimulai. Hal ini dapat menyangkut studi analitis dan studi laboratorium untuk memvalidasi secara fisik atas prediksi analitis tentang elemen-elemen terpisah dari teknologi. Contoh-contohnya misalnya komponen-komponen yang belum terintegrasi ataupun mewakili.

2 Formulasi konsep dan/atau aplikasi teknologi

Invensi dimulai. Saat prinsip-prinsip dasar diamati, maka aplikasi praktisnya dapat digali/dikembangkan. Aplikasinya masih bersifat spekulatif dan tidak ada bukti ataupun analisis yang rinci yang mendukung asumsi yang digunakan. Contoh-contohnya masih terbatas pada studi makalah.

1 Prinsip dasar dari teknologi diteliti dan dilaporkan

Tingkat terendah dari kesiapan teknologi. Riset ilmiah dimulai untuk diterjemahkan kedalam riset terapan dan pengembangan. Contoh-contohnya misalnya berupa studi makalah menyangkut sifat-sifat dasar suatu teknologi (technology’s basic properties).

Sumber : Graettinger, et al., (2002).

Amanat yang ditargetkan dalam tahun 2015 jumlah TRL s.d 6 berjumlah 530, berhasil terealisasi sebesar 1.611 dengan persentase capaian kinerja sebesar 303 %. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2014 sebesar 66 maka untuk tahun 2015 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dalam Rencana Strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk Jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6) sebesar 1.081, sampai dengan tahun 2015 Jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6) sudah mencapai 1.641 atau dengan persentase capaian kinerja 151,8%.

Tabel 3.41. Jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6) 2012-2015

No. Kegiatan/ProgramTahun/Jumlah

2012 2013 2014 2015

1 Jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6) 131 150 66 1.641

Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional (Insentif Riset SINas) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dikembangkan mempertimbangkan perlunya optimalisasi sumberdaya litbang, meningkatkan sinergi

lemlitbang dengan industri, memperkuat kapasitas iptek di lemlitbang dan industri. Insentif Riset SINas yang berupa skema bantuan pendanaan riset ini dimaksudkan untuk mengatasi persoalan-persoalan utama terkait

Page 107: lakip ristekdikti 2015

89Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

upaya penguatan Sistim Inovasi Nasional (SINas) terutama upaya untuk mendorong terjadinya sinergi antar lembaga riset, meningkatkan produktivitas penelitian dan pengembangan, dan mendorong pendayagunaan sumberdaya litbang nasional. Penyelenggaraan Insentif Riset SINas telah dimulai sejak tahun 2012 dan tetap dilanjutkan secara berkesinambungan dengan topik-topik kegiatan riset selaras dengan prioritas pembangunan nasional iptek.

Insentif Riset SINas terdiri dari 2 jenis, yaitu Riset Dasar dan Riset Terapan. Proposal dapat berbentuk lembaga individu atau konsorsium. Peserta harus memilih salah satu dari 2 jenis riset tersebut yang diuraikan berikut ini.

1. Riset Dasar (RD): RD ditujukan untuk mengejar ketertinggalan penguasaan iptek (state of the art) dan menghasilkan penemuan-penemuan baru yang berkualitas (break-through, nobel prize). Luaran berupa teori atau rumus baru yang dipublikasikan dalam jurnal nasional yang terakreditasi atau dalam jurnal internasional, paten, dan buku/scientific books.

2. Riset Terapan (RT): RT ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pengintegrasian teknologi, khususnya dalam mengaplikasikan hasil-hasil riset dasar menjadi proven technology. Luaran berupa publikasi dalam jurnal ilmiah nasional/internasional atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terdaftar.

Aktivitas insentif riset SINas diutamakan pada tujuh bidang prioritas (bidang fokus) iptek yang sudah dituangkan dalam dokumen resmi yang diacu (RPJPN, RPJMN, Jakstranas Iptek, ARN), yaitu: (1) teknologi ketahanan pangan, (2) teknologi energi, (3) teknologi transportasi, (4) teknologi informasi dan komunikasi, (5) teknologi pertahanan dan keamanan, (6) teknologi kesehatan dan obat, (7) teknologi material maju.

Program peningkatan jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6) dalam program insentif nasional riset di Indonesia, terdapat beberapa program untuk mendukung capaian yang lainnya sebagaimana tersebut pada tabel dibawah ini untuk capaian kinerja program kegiatan InSInas tahun 2015, sebagai berikut :

Tabel 3.42. Capaian Kegiatan InSinas

No. Program/kegiatan Target Capaian1 Prototipe Laboratorium 75 1152 Publikasi Jurnal Internasional 75 873 Publikasi Jurnal Nasional Terakreditasi 75 1634 Paten Terdaftar 10 265 Paket Riset 250 8886 Pelibatan Pakar Riset - 8887 Lembaga Riset - 898 Pelibatan Industri - 439 TRL Digunakan oleh Industri - 7

Sedangkan program/kegiatan yang bersumber dari fungsi Pendidikan (BOPTN Penelitian) dapat

digambarkan sebagai berikut tabel dibawah ini :

Page 108: lakip ristekdikti 2015

90 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.43. Capaian Penelitian Perguruan Tinggi

Tahun Design HKI Prototipe Teknologi Tepat Guna Grand Total2013 17 197 48 293 5552014 37 424 122 513 1.0962015 54 677 210 720 1.536

Grand Total 108 1.298 380 1.526 3.187

Gambaran tersebut merupakan rekapitulasi hasil laporan kinerja penelitian yang disampaikan perguruan tinggi pada laman simlitabmas.dikti.go.id. Laporan ini disampaikan oleh dosen peneliti yang telah mendapatkan hibah penelitian dari berbagai skema penelitian yang didapat oleh dosen peneliti. Dari keempat jumlah tipe inovasi/invensi yang dihasilkan dosen merupakan janji yang dihasilkan penelitian pada saat pengusulan proposal awal.

Dari keempat janji yang akan dihasilkan penelitiannya memang terlihat bentuk Teknologi Tepat Guna (TRL 5) mengungguli dari keempatnya, yang kedua adalah Hak Kekayaan Intelektual, ketiga adalah prototipe (atau dapat dikatan TRL 6) dan terakhir dalam bentuk design (sederhana, TRL 4).

Perguruan tinggi di Indonesia hampir sebagian besar diamanatkan atau diberikan tugas untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang bersifat dasar, dan pengembangan kurikulum nasional dan lokal, bahan

untuk penulisan buku ajar. Sedangkan bagi sebagian kecil perguruan tinggi besar (khususnya PTN BH) diarahkan untuk lebih meningkatkan hasil penelitian yang bersifat terapan, menciptakan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk dunia industri sebagaimana diamanat pada tipe TRL s.d 6 termasuk sampai dengan TRL s.d 7.

4. Jumlah Prototipe Industri TRL 7

Dari target yang ditetapkan pada tahun 2015 sebesar 5 prototipe berhasil terealisasi sebesar 4 prototipe dengan persentase capaian kinerja sebesar 80 %. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2014 sebesar 5 maka untuk tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk Jumlah Prototipe Industri (TRL 7) sebesar 15, sampai dengan tahun 2015 Jumlah Prototipe Industri (TRL 7) baru mencapai 4 atau dengan persentase capaian kinerja 26,7%.

Tabel 3.44. Jumlah Prototipe Laik Industri (TRL 7)

No. Kegiatan/ProgramTahun/Jumlah

2012 2013 2014 20151 Jumlah prototipe laik industri (TRL 7) 5 5 5 4

Untuk memperjelas gambaran tentang capaian kinerja ke-4 (empat) prototipe yang telah dihasilkan yang menyangkut hasil teknologi, keunggulannya, konsorsium

atau mitra kerja yang ikut dalam membangun serta keberlanjutan programnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 109: lakip ristekdikti 2015

91Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.45. Capaian Kinerja Prototipe Industri

No Hasil Teknologi/Prototipe Keunggulan Konsorsium/

Mitra KerjaKeberlanjutan

Program1 Pengembangan Teknologi

Naval LPI Radar Generasi Ke Empat Sebagai Teknologi Radar Maritim Generasi Ke Empat

• Tidak bisa terdeteksi oleh radar musuh, sehingga cocok untuk perang elektronika

• Resolusinya lebih tinggi dibanding radar pulsa karena menggunakan bandwith yang lebih lebar.

• Daya pancar, low power dibawah 10 Watt, tidak berbahaya bagi manusia dan maintenance-nya lebih mudah dan murah

PT. Telekomunikasi dan Radar Indonesia, PT. Dua Empat Tujuh didukung BPPT, UI dan ITB

Akan dilanjutkan pada tahun 2016

2 Program Pengembangan Teknologi Keamanan Forensik dan Pemantauan Jaringan (Network Forensic dan Monitoring Security)

•Memantau semua aliran data yang lewat di suatu jaringan, mencacahnya dan mengolahnya sehingga berguna bagi forensik dan pertahanan siber.

•Menampilkan visualisasi dari kondisi jaringan yang ada

•Menangkap data yang biasanya luput dari pertahanan perimeter yang sudah ada di jaringan seperti firewall UTM,IDS/IPS dan sebagainya

•Memetakan akses dari dalam ke luar dan juga sebaliknya sebagai bagian dari monitoring

PT. Aldy Berkah Sejahtera, PT. Nusantara Sekuriti Teknologi, Pusinfolahta Mabes TNI dan Intel Indonesia

Akan dilanjutkan pada tahun 2016

3 Pengembangan Teknologi Industri Engine Rusnas untuk Kendaraan Angkutan Pedesaan

• Engine Rusnas sepenuhnya hasil rancang bangun potensi lokal (kandungan lokal lebih dari 90%)

• Engine Rusnas mempunyai torsi tinggi pada putaran rendah sehingga sesuai untuk kendaraan pedesaan

• Engine Rusnas sudah melewati uji kinerja dan uji ketahanan di Laboratorium BTMP-Puspiptek Serpong

• Sudah mendapatkan paten • Prototipe Engine Rusnas dibuat

sebagai hasil trial production industri mitra Tegal

• Kendaraan Tawon sepenuhnya dibuat lokal

PT. Supergasindo Jaya,Pusat Teknologi Material-PTM, Konventer-kit Indonesia dan ITS-Surabaya

Akan dilanjutkan pada tahun 2016

Page 110: lakip ristekdikti 2015

92 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

No Hasil Teknologi/Prototipe Keunggulan Konsorsium/

Mitra KerjaKeberlanjutan

Program4 Pengembangan Sistem

Kontrol Integrasi Kendaraan Tempur Berbasis CAN Bus

•Memberikan dampak positif bagi Pindad karena akan memberikan banyak informasi data pada beberapa subsistem, seperti,engine, transmisi, cooling sistem dan armamen.

• Penguasaan teknologi CAN-Bus ini menghilangkan ketergantungan kepada vendor asing, sehingga menjadi independen dalam menangani berbagai persoalan maupun maintenance sistem. Sehingga tidak membutuhkan biaya yang besar untuk mendatangkan tenaga ahli CAN dari luar untuk mengatasi permasalahan yang kecil sekalipun

PT PINDAD, Meppo BPPT dan BTMP BPPT

Akan dilanjutkan pada tahun 2016

Sebagaimana diketahui meskipun anggaran untuk penelitian semakin tahun semakin besar, ternyata anggaran penelitian sebelum 2015 belum mampu mendanai penelitian sampai ke hilir, yaitu penelitian yang mampu mendatangkan manfaat ekonomi secara langsung pada masyarakat luas. Hal ini disebabkan program hilirisasi penelitian membutuhkan anggaran yang besar. Sebagai akibatnya, selama ini penelitian di perguruan tinggi kebanyakan berhenti sampai menghasilkan prototipe skala laboratorium, HKI/Paten, dan publikasi internasional. Bagaimana melakukan hilirisasi penelitian yang telah dihasilkan oleh perguruan tinggi merupakan permasalahan yang harus dipecahkan bersama dengan seluruh pemangku kepentingan di masa depan, baik dari kalangan perguruan tinggi, pemerintah dan dunia usaha/dunia industri.

Program/kegiatan penelitian dosen yang menghasilkan prototipe laik industri (TRL 7), dan substansi dari TRL 7 tersebut adalah demonstrasi prototipe sistem dalam lingkungan/aplikasi sebenarnyadan kesiapan teknologi adalah : Prototipe mendekati atau sejalan

dengan rencana sistem operasionalnya. Keadaan ini mencerminkan langkah perkembangan dari TKT/TRL 6, membutuhkan demonstrasi dari prototipe sistem nyata dalam suatu lingkungan operasional, seperti misalnya dalam suatu pesawat terbang, kendaraan atau ruang angkasa. Contoh-contohnya termasuk misalnya pengujian prototipe dalam pesawat uji coba (test bed aircraft).

Di samping kendala dana yang cukup besar dan waktu yang cukup lama dalam menghasilkan prototipe laik industri (TRL 7), hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah sumberdaya manusia yang ada juga menjadi kendala, baik dari kalangan peneliti dosen maupun peneliti fungsional dari unit Lembaga Pemerintah Non Kemeterian (LPNK).

Untuk pencapaian target yang diamanatkan dalam Renstra, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan melaksanakan berbagai program dan kegiatan, seperti program prioritas pada jumlah peningkatan prototipe laik industri (TRL 7) dengan melakukan kegiatan Pengembangan Riset Iptek Industri dan Pengembangan

Page 111: lakip ristekdikti 2015

93Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Riset Iptek Strategis Nasional serta hasil riset LBM Eikjman dari dana fungsi layanan umum dan dari dana BOPTN Penelitian memfokuskan pada skema penelitian khusus Pengembangan Bidang Biomedik, skema Pusnas, skema RAPID, skema Pengembangan Iptek, dan PUPT.

Sasaran 5 : Menguatnya Kapasitas Inovasi

Pemanfaatan teknologi dalam negeri di industri masih perlu ditingkatkan. Meskipun anggaran untuk penelitian semakin tahun semakin besar, besarnya anggaran penelitan belum mampu mendanai penelitian sampai ke hilir, yaitu penelitian yang mampu

mendatangkan manfaat ekonomi secara langsung pada masyarakat luas. Pada lima tahun kedepan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui program/kegiatan pendayagunaan teknologi di industri mendorong agar teknologi yang dihasilkan lemlitbang dimanfaatkan dan didayagunakan oleh industri.

Oleh karena itu Sasaran Menguatnya Kapasitas Inovasi merupakan upaya yang harus dilakukan dengan menetapkan indikator kinerja yang harus ditingkatkan yaitu Jumlah produk inovasi (produk hasil litbang yang telah diproduksi dan dimanfaatkan pengguna).

Adapun tingkat pencapaian kinerja sasaran Menguatnya Kapasitas Inovasi adalah sebagai berikut :

Tabel 3.46. Capaian Sasaran Menguatnya Kapasitas Inovasi

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2015-2019 Realisasi 2014Tahun 2015

Target Realisasi %Meningkatnya kapasitas inovasi

Jumlah produk inovasi (produk hasil litbang yang telah diproduksi dan dimanfaatkan pengguna)

30 14 10 15 150

1. Jumlah Produk Inovasi (Produk Hasil Litbang Yang Telah Diproduksi dan Dimanfaatkan Pengguna)

Produk inovasi merupakan indikator yang menjelaskan bahwa sebuah proses inovasi telah dijalani oleh sebuah hasil litbang. Dari yang semula berupa sebuah invensi, kemudian diterima oleh industri untuk kemudian melalui proses produksi dan selanjutnya di-introdusir ke pasar sehingga sampai kepada pengguna yaitu masyarakat dan industri.

Mengacu pada daya saing industri di kawasan Asia Tenggara, posisi produk Indonesia masih di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand (Sekretariat ASEAN, 2012). Hal ini ditunjukkan nilai impor yang lebih tinggi daripada ekspornya. Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN

sekitar 41,831 miliar dolar AS. Sedangkan nilai impornya mencapai 58,823 miliar dolar AS. Masih rendahnya daya saing Indonesia ini menunjukkan hasil Litbang belum dimanfaatkan industri besar. Karena itulah, untuk memacu pendayagunaan Iptek sebagai hasil dari lembaga Litbang di indusri besar.

Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di Industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri nasional, mendorong tumbuhnya industri nasional serta meningkatkan kontribusi iptek nasional dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi yang ada saat ini adalah banyaknya hasil iptek litbang yang tidak diiringi dengan pemanfaatan secara optimal oleh industri. Beberapa industri besar mempunyai ketergantungan pada teknologi dari negara asing.

Page 112: lakip ristekdikti 2015

94 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Sementara lembaga litbang nasional belum sepenuhnya mampu menyediakan teknologi yang diperlukan oleh industri. Lembaga litbang seringkali terkendala dalam proses penerapan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Proses alih teknologi menjadi kendala kedua belah pihak untuk menerapkan hasil penelitian dalam proses produksi di industri. Pengujian skala pilot, skala produksi, standardisasi, sertifikasi, modifikasi, rekayasa teknologi, pelatihan teknis, merupakan beberapa contoh tahapan penerapan yang harus dilalui oleh hasil litbang menuju hilirisasi.

Besarnya biaya penerapan seringkali membawa industri untuk berfikir ulang dalam penerapan hasil iptek litbang dalam negeri. Industri dengan pemahaman bisnis yang kuat, beranggapan bahwa membeli teknologi dari luar negeri bisa jadi lebih menguntungkan dibanding menggunakan hasil iptek litbang dalam negeri. Ketergantungan semakin besar pada negara asing penghasil teknolgi dan kurangnya pemanfaatan teknologi hasil litbang dalam negeri, menjadi salah satu faktor lemahnya daya saing Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain.

Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2015 tingkat capaian indikator ini sudah mencapai target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 10 sudah berhasil terealisasi sebesar 15, dengan persentase capaian kinerja sebesar 150%. Jika dibandingkan dengan tahun 2014, dengan capaian sebesar 14 maka untuk tahun 2015 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam rencana strategis 2015-2019, target di akhir periode perencanaan jangka menengah untuk jumlah produk inovasi sebesar 100, sampai dengan tahun 2015 jumlah produk inovasi sudah mencapai 15 atau dengan persentase capaian kinerja 15%.

Beberapa kegiatan yang dilakukan yang dilakukan dalam upaya pencapaian target kinerja diantaranya adalah :

a. Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Industri Besar

Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di Industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri nasional, mendorong tumbuhnya industri nasional serta meningkatkan kontribusi iptek nasional dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi yang ada saat ini adalah banyaknya hasil iptek litbang yang tidak diiringi dengan pemanfaatan secara optimal oleh industri. Beberapa industri besar mempunyai ketergantungan pada teknologi dari negara asing. Sementara lembaga litbang nasional belum sepenuhnya mampu menyediakan teknologi yang diperlukan oleh industri. Lembaga litbang seringkali terkendala dalam proses penerapan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Proses alih teknologi menjadi kendala kedua belah pihak untuk menerapkan hasil penelitian dalam proses produksi di industri. Pengujian skala pilot, skala produksi, standardisasi, sertifikasi, modifikasi, rekayasa teknologi, pelatihan teknis, merupakan beberapa contoh tahapan penerapan yang harus dilalui oleh hasil litbang menuju hilirisasi.

Besarnya biaya penerapan seringkali membawa industri untuk berfikir ulang dalam penerapan hasil iptek litbang dalam negeri. Industri dengan pemahaman bisnis yang kuat, beranggapan bahwa membeli teknologi dari luar negeri bisa jadi lebih menguntungkan dibanding menggunakan hasil iptek litbang dalam negeri. Ketergantungan semakin besar pada negara asing penghasil teknolgi dan kurangnya pemanfaatan teknologi hasil litbang dalam negeri, menjadi salah satu faktor lemahnya daya saing Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain.

b. Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Industri Kecil dan Menengah (IKM)

Melalui program insentif Inkubasi Bisnis Teknologi diharapkan akan mendorong perusahaan/tenant pemula berbasis teknologi untuk dapat tumbuh dan berkembang serta memberikan konstribusi peningkatan daya saing

Page 113: lakip ristekdikti 2015

95Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

ekonomi bangsa dan negara. Kegiatan ini melibatkan 7 (tujuh) Lembaga Litbang yaitu: ITB, UI, UNS, UGM, Universitas Udayana dan Badan Litbang Provinsi Jateng, dan tersebar di 10 (sepuluh) daerah, yaitu: Bogor, Semarang, Bali, Solo, Mataram, Bandung, Yogyakarta, Jember, dan Banyuwangi. Secara khusus kegiatan Inkubasi Bisnis Teknologi ini ditujukan untuk untuk mendorong tumbuhnya perusahaan pemula berbasis teknologi (tenant) melalui proses inkubasi dan mempercepat proses komersialisasi hasil litbang nasional.

Adapun tujuan yang ingin dicapai secara umum antara lain: 1) Penumbuhkembangan wirausaha baru berbasis inovasi teknologi; 2) Penguatan peran Inkubator Bisnis Teknologi dalam melakukan inkubasi wirausaha baru berbasis teknologi; dan 3) Pemodelan inkubasi wirausaha baru berbasis inovasi teknologi melalui Inkubator Bisnis Teknologi.

Sasaran kegiatan Inkubasi Bisnis Teknologi adalah tumbuhnya tenant yang dibina untuk menjadi perusahaan pemula berbasis teknologi. Kegiatan Inkubasi Bisnis Teknologi diharapkan dapat mendorong terciptanya perusahaan pemula yang siap masuk industri sehingga berperan maksimal dalam perkembangan dunia usaha.

c. Peningkatan Promosi dan Diseminasi Iptek

Diseminasi teknologi merupakan salah satu instrumen kebijakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang dikembangkan dengan mempertimbangkan terdapatnya sektor pembangunan yang kurang berkembang dan tidak dapat bersaing kerena lemahnya penerapan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi. Hasil penelitian dan pengembangan (litbang) yang dilakukan oleh Lembaga Litbang (Lembaga Pemerintah Non Kementerian/LPNK, Lembaga Pemerintah Kementerian/LPK dan Perguruan Tinggi) belum termanfaatkan secara optimal oleh Industri. Melalui diseminasi produk teknologi ke masyarakat ini, diharapkan masyarakat terpacu untuk meningkatkan

budaya iptek serta berperan dalam aktivitas sosial ekonomi menuju Indonesia yang sejahtera.

Lembaga Litbang dan Industri sebagai pelaku kegiatan diseminasi produk teknologi ke masyarakat akan ditetapkan berdasarkan hasil seleksi melalui kompetisi oleh Tim Penilai. Kegiatan Program Insentif Diseminasi Produk Teknologi ke Masyarakat dimaksudkan untuk mempercepat diseminasi dan pemanfaatan teknologi yang potensial dari hasil riset dan inovasi lembaga litbang ke industri melalui penerapan iptek di masyarakat.

Adapun tujuan yang ingin dicapai secara umum dalam kegiatan Program Insentif Diseminasi Produk Teknologi ke Masyarakat ini antara lain: 1) Memfasilitasi proses komersialisasi produk inovatif dan hasil riset ke industri, melalui usaha berbasis iptek di masyarakat; 2) Meningkatkan sinergi kelembagaan iptek pada berbagai tingkatan baik pusat maupun daerah; 3) Meningkatkan produktivitas, nilai tambah, kualitas maupun daya saing produk berbasis iptek; dan 4) Membentuk dan memperkuat jaringan antara penghasil teknologi dan pengguna iptek.

Sasaran program insentif ini antara lain dalam rangka mempercepat diseminasi dan pemanfaatan teknologi hasil riset dan inovasi Lembaga Litbang di Perguruan Tinggi di masyarakat. Kegiatan Program Insentif Diseminasi Produk Teknologi ke Masyarakat ini diharapkan dapat mendorong upaya percepatan diseminasi teknologi hasil penelitian lembaga litbang yang sudah berkerjasama dengan industri kepada masyarakat. Dengan demikian akan diperoleh dua manfaat sekaligus yaitu nilai tambah di masyarakat dan nilai tambah bagi di industri yang mendayagunakan teknologi tersebut. Selain itu, melalui diseminasi produk teknologi ke masyarakat diharapkan masyarakat terpacu untuk meningkatkan budaya iptek serta berperan dalam aktivitas sosial ekonomi menuju Indonesia yang sejahtera.

Adapun rincian dari 15 produk inovasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

Page 114: lakip ristekdikti 2015

96 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

1. Memenuhi Kebutuhan VP Shunt Di Indonesia dengan Produksi Dalam Negeri: Semilunar Flushing Valve Device

Sistem yang dikembangkan merupakan sistem pirau katup semiluner ventrikulo peritoneal atau Semilunar Flushing Valve Device yang merupakan sistem (alat)

pirau dengan katup yang mempunyai bentuk celah setengah lingkaran (halfmoon shape valve flap) atau semilunar slit (flap) valve, yang digunakan dalam sistem alat pirau (shunt device sistem) yang berfungsi untuk mengalirkan cairan otak searah dari rongga ventrikel menuju ke rongga perut (peritoneal) pada pasien hidrosefalus.

Gambar 3.31. Semilunar Flushing Valve Device

Keunggulan :

• Mempunyai kualitas yang bagus dibandingkan kompetitor.

• Bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasien (penyesuaian usia dan panjang tubuh).

• Mempunyai kisaran harga yang lebih murah dibandingkan kompetitor dari luar negeri. Produk kompetitor yang sekarang banyak digunakan di Indonesia merupakan produk impor dari India, Jepang maupun Amerika Serikat yang dijual dengan harga tinggi sekitar 6-30 juta.

• Produk kompetitor lain menggunakan sistem longitudinal yang mempunyai risiko tinggi terjadi komplikasi pasca bedah karena sulit dilakukan pengaturan pembukaan dan penutupan katub

Pengembang/Pemilik Teknologi : UGM (Sertifikat Paten dari Kementerian Hukum dan HAM RI dengan nomor Paten ID P 0024118 atas nama Dr. dr. P. Sudiharto, Sp., BS.).

Industri yang Memproduksi : PT. Swayasa Prakarsa.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Rumah sakit, BPJS dan pasien hidrosefalus.

Manfaat Ekonomi dan Sosial : Kapasitas produksi saat ini sekitar 500 unit/bulan atau 5.000 unit/tahun. PT Swayasa kerjasama dengan PT Phapros dalam pemasarannya. Harga jual di tingkat konsumen Rp 2,5 juta, produk kompetitor yang sekarang banyak digunakan di Indonesia merupakan produk impor dari India, Jepang maupun Amerika Serikat yang dijual dengan harga berkisar 6-30 juta.

2. Pemanfaatan Teknologi Greenhouse dan Aeroponik dari UNSOED untuk Peningkatan Produksi Benih Pada Industri/Penangkar Benih Kentang APBKB

Teknologi yang diterapkan :Aeroponik (35-40 Knol/Tan); Tekanan 1.5-2 Atm; Ukuran Butiran Kabut; Sanitasi; Filter; Bak Nutrisi; Formulasi Nutrisi; Teknologi Greenhouse; Solar Sel Sebagai Sumber Listrik Alternatif.

Page 115: lakip ristekdikti 2015

97Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Gambar 3.32. Teknologi Greenhouse dan Aeroponik

Kelebihan:Peningkatan benih (17 menjadi 35-40); Harga benih bersertifikat menjadi lebih terjangkau; SDA efisien; Mandiri benih; Mandiri formulasi nutrisi.

Pengembang/Pemilik Teknologi : Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED).

Industri yang Memproduksi : Kospara.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Petani Kentang, Masyarakat.

Manfaat Ekonomi dan Sosial : Kebutuhan benih kentang nasional setiap tahunnya diprediksi mencapai 128.613.000 ton dengan nilai Rp 1,29 trilyun, jika harga benih Rp 10.000/kg. Kebutuhan benih yang sehat dan bermutu hanya dapat tercukupi sekitar 6.430 ton (4,5%), termasuk import (BPS, 2012). Harga benih import sangat mahal, dapat mencapai Rp

20.000/kg untuk benih sebar (G4). Kebutuhan bibit kentang di Jawa Tengah mencapai 12.000 ton per tahunnya, namun baru dapat dipenuhi sebanyak 250 ton (2,1%). Dengan demikian terdapat kekurangan benih kentang sebanyak 97,9%. Harga benih berkisar Rp 1 500 - Rp 2 000 per biji; jika dapat dihaislkan dari penangkar kentang dengan teknologi ini dapat dijual dengan harga Rp 500/biji.

3. Pengujian Skala Produksi Hasil Riset LPPM – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Berupa Mesin Dan Alat Bantu Pembelajaran Mekatronika Berbasis Mesin Perkakas Mini Berteknologi CNC untuk Pasar Institusi Pendidikan dan Lembaga Pelatihan Demi Memperkuat Kompetensi SDM Berbasis Teknologi Tinggi dan Daya Saing Industri Lokal

MTU (Mechatronic Training Unit): Adalah alat bantu pembelajaran terpadu “multidisiplin ilmu”

Page 116: lakip ristekdikti 2015

98 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

berbasiskan mesin perkakas berteknologi CNC dan Mekatronika yang merupakan miniatur dari mesin-mesin yang umum dipakai di dunia industri, sehingga mampu memproduksi komponen standar industri yang berukuran relatif kecil.

MTU dihasilkan dari kolaborasi riset perguruan tinggi (ITS) dengan industri (PT.CNC Controller Indonesia) untuk “menjawab” kebutuhan industri dan masyarakat Indonesia bahkan dunia, melalui perwujudan sektor pendidikan dan pelatihan menjadi lebih baik.

Pengembang/Pemilik Teknologi : Riset perguruan tinggi (Institut Teknologi Sepuluh November).

Industri yang Memproduksi : PT.CNC Controller Indonesia.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Pemerintah dan lembaga pendidikan keahlian, antara lain : Dinas Pendidikan, Politeknik.

Manfaat Ekonomi dan Sosial : Peralatan ajar produksi dalam negeri; belum ada peralatan ajar yang mini, selama ini menggunakan perlatan yang sebenarnya; sehingga biaya pembeliannya mahal.

Gambar 3.33. Mechatronic Training Unit-CNC

4. Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B)

ADS-B ini merupakan sistem navigasi dalam dunia penerbangan yang dengan frekuensinya dapat di deteksi oleh radar dengan berbagai data yang dapat ditampilkan dalam bentuk text, visual 2D dan 3D. Data yang ditampilkan lebih rinci dan lengkap, termasuk informasi pesawatnya. ADS-B yang dikembangkan mampu menangkap signal dari transponder yang dimiliki setiap pesawat sipil dalam radius 200 mil, sehingga setiap pergerakan pesawat akan terdeteksi.

Gambar 3.34. Sistem Automatic Dependant Surveillance-Broadcast (ADS-B)

Sistem avionik dari suatu pesawat dapat memancarkan secara terus menerus informasi penting (kecepatan, ketinggian, dan parameter lainnya) secara lengkap.

Pengguna :

• Operator dan pemeliharaan: PT. Angkasa Pura I dan II; UPT HUBUD.

Page 117: lakip ristekdikti 2015

99Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

• Pembangunan prasarana: Kemenhub.

Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) : Reciever (RX) 11%; Data Processor 10 %; HMI 15 %; Power Supply Unit 11%; Perkiraan TKDN 47% .

Pengembang/Pemilik Teknologi : BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).

Industri yang Memproduksi : PT. INTI.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) :

• Operator dan pemeliharaan: PT. Angkasa Pura I dan II; UPT HUBUD

• Pembangunan Prasarana: Kementerian Perhubungan

• PT. Airnav

Manfaat Ekonomi dan Sosial : Instrumen yang memandu pesawat yang naik turun di Bandara Perintis; Selama ini belum ada yang memandu dan biaya lebih murah.

5. Persiapan Produksi Brake Unit Lokomotif Pada Sistem Pencegah Pelanggaran Sinyal Kereta Api

Brake Unit merupakan bagian dari sistem pencegah pelanggaran sinyal. Sistem bekerja secara otomatis apabila kereta api terdeteksi melanggar sinyal atau kecepatan yang telah ditentukan. Sistem memberikan peringatan dini kepada masinis, jika masinis tidak memberikan aksi, maka sistem akan melakukan pengereman secara bertahap secara otomatis.

Sistem Pengereman: bertahap dan emergency yang bekerja secara otomatis.

Gambar 3.35. Brake Unit Lokomotif

137

Gambar 3.35. Brake Unit Lokomotif

Pengembang/Pemilik Teknologi : PT. INTI.

Industri yang Memproduksi : PT. INTI.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : PT. Kereta Api Indonesia.

Manfaat Ekonomi dan Sosial : Harga yang lebih murah karena produksi dan ide

teknologi dari dalam negeri.

6. Audit Teknologi Dan Sertifikasi Computer Based Interlocking (CBI)

CBI adalah system interlocking yang dikembangkan oleh industri dalam negeri

dengan kemampuan menangani sistem persinyalan dimulai dari stasiun dengan skala

kecil, menengah sampai dengan stasiun besar, didesain sebagai solusi yang tepat dengan

produk interlocking berbasis mikroprosesor pertama di Indonesia.

Pengembang/Pemilik Teknologi : PT. INTI. Industri yang Memproduksi : PT. INTI.Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : PT. Kereta Api Indonesia.

Manfaat Ekonomi dan Sosial : Harga yang lebih murah karena produksi dan ide teknologi dari dalam negeri.

Page 118: lakip ristekdikti 2015

100 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

6. Audit Teknologi Dan Sertifikasi Computer Based Interlocking (CBI)

CBI adalah system interlocking yang dikembangkan oleh industri dalam negeri dengan kemampuan

menangani sistem persinyalan dimulai dari stasiun dengan skala kecil, menengah sampai dengan stasiun besar, didesain sebagai solusi yang tepat dengan produk interlocking berbasis mikroprosesor pertama di Indonesia.

Gambar 3.36. Sistem Computer Based Interlocking (CBI)

Pengembang/Pemilik Teknologi : BPPT, ITS dan ITB.

Industri yang Memproduksi : PT. LEN.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : PT. Kereta Api Indonesia.

Manfaat Ekonomi dan Sosial : Mengatur headway lalu-lintas kereta api terutama untuk stasiun pada jalur mainline. Dengan produk yang sama buatan luar negeri, harga relatif bersaing.

7. PINDAD Hydraulic Excavator 20 Ton

Excavator adalah jenis alat berat banyak digunakan di sektor industri. Hydraulic Excavator, khususnya Hydraulic Excavator kelas 20 ton, merupakan Excavator yang penggunaannya paling banyak di banding jenis alat berat lainnya, dan diperkirakan mencapai hampir setengah dari seluruh kebutuhan alat berat di Indonesia.

Page 119: lakip ristekdikti 2015

101Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Gambar 3.37. Prototipe Pindad Excavator

Pengembang/Pemilik Teknologi : PT. PINDAD.

Industri yang Memproduksi : PT. PINDAD.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Industri pertambangan; Industri Perkebunan; Kemen PUPR; Industri Konstruksi.

Manfaat Ekonomi dan Sosial : Permintaan alat berat dalam negeri didominasi oleh jenis Excavator. Pada tahun 2012, permintaan Hydraulic Excavator mencapai 11.424 unit kemudian meningkat hingga mencapai 15.995 unit pada tahun 2016. Selain itu kebutuhan alat berat konstruksi diperkirakan naik hingga 20% dalam 2 tahun ke depan seiring dengan rencana pembangunan infrastruktur nasional. Dengan adanya excavator ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan alat berat konstruksi secara nasional.

8. Melon Varietas Kinanti, Barata dan Ceria

Gambar 3.38. Melon Varietas Kinanti, Barata dan Ceria

Produk teknologi varietas melon Kinanti, Barata dan Ceria merupakan hasil riset PT. Tunas Agro Persada, lokasi di Desa Brajan, Kecamatan Mojowongso, Kabupaten Boyolali, diharapkan mampu memenuhi selera konsumen melon di Indonesia. Keunggulan hasil riset varietas melon meliputi tekstur, rasa serta peningkatan produksinya.

Dengan adanya program dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek, Asdep Iptek Masyarakat, diharapkan mampu untuk mendukung dalam Diseminasi produk teknologi ke masyarakat. Diseminasi teknologi ke masyarakat merupakan suatu upaya dalam memperkenalkan produk hasil riset dan pengembangan ke petani. Terlebih lagi petani tidak percaya kalau mereka tidak melihat sendiri. Solusi paling tepat adalah dengan melakukan demonstrasi

Page 120: lakip ristekdikti 2015

102 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

plot (demplot) dengan demplot petani oci melihat proses penanaman (dari persiapan lahan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman sampai panen dan mengetahui hasil panen tersebut). Hasil kegiatan disemninasi varietas melon Kinanti, Barata dan Ceria beserta metode penanamannya akan berfungsi dan bermanfaat sebagai salah satu pilihan.

Pengembang/Pemilik Teknologi : Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan PT. Tunas Agro Persada, lokasi di Desa Brajan, Kecamatan Mojowongso, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Industri yang Memproduksi : PT. Tunas Agro Persada, lokasi di Desa Brajan, Kecamatan Mojowongso, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Petani

holtikultura dan masyarakat konsumen buah melon.

Manfaat Ekonomi dan Sosial :

- Ekonomi: Petani akan mendapat keuntungan yang lebih dari usaha taninya. Pendapatan yang meningkat akan berdampak pada peningkatan kesejahteraaan petani.

- Sosial: Peningkatan pengetahuan, wawasan, ketrampilan petani dalam membudidayakan tanaman melon. Dapat meningkatkan kesempatan kerja, memecahkan permasalahan sosial seperti pengangguran.

9. Aplikasi Teknologi Pengolahan Tepung Porang Bebas Kalsium Oksalat untuk Bahan Baku Glukomanan di Wilayah Nglanggeran, Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul

Gambar 3.39. Teknologi Pengolahan Tepung Porang

Diseminasi teknologi pengolahan tepung porang bebas kalsium oksalat kepada masyarakat tani, dapat mendukung kegiatan budidaya pertanian guna mengembangkan potensi produk pangan lokal. Fungsi dan manfaat adalah peningkatan nilai tambah

tepung porang, peningkatan keamanan pangan tepung porang, dan pemenuhan persyaratan mutu tepung porang.

Pengembang/Pemilik Teknologi : Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Page 121: lakip ristekdikti 2015

103Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Industri yang Memproduksi : Kelompok Tani “Sido Muncul” Desa Nglanggeran, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Petani Umbi Porang di Desa Nglanggeran, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul, DI. Yogyakarta dan Eksportir Glukomanan di wilayah DI. Yogyakarta dan sekitarnya.

Manfaat Ekonomi dan Sosial :

• Peningkatan keamanan pangan dari tepung porang, dan pemenuhan persayaratan mutu tepung porang.

• Peningkatan pendapatan petani, peningkatan kepedulian masyarakat terhadap potensi pangan lokal.

10. Pengembangan dan Diseminasi Produk Inovasi Parapodium Dinamik sebagai Alat Bantu Jalan Pasien Paraplegi di RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soerharso Surakarta

Perkembangan Iptek peralatan kedokteran sangat pesat dan Indonesia perlu mengejar ketertinggalan agar tidak hanya menjadi importir, baik alat lab maupun alat bantu pasien disable.

Desain parapodium bersifat mobile-flexible yang memungkinkan penderita lumpuh kedua kakinya bisa bergerak dan beraktifitas secara mandiri seperti orang normal meski terbatas, antara lain: badan bisa berdiri tegak, kedua kaki bisa melangkah maju atau mundur, memutar badan 360o dan gerakan-gerakan lainnya. Dimensi alat disesuaikan dengan ukuran dan bentuk badan pasien, khusus orang Indonesia ini adalah lebar korset atas : 290 – 430 mm, tebal korset bawah : 230 – 340 mm, lebar kaki : 520 – 790 mm, panjang kaki : 830 – 880 mm, tinggi parapodium dinamik : 930 – 1200 mm.

Gambar 3.40. Alat Bantu Jalan-Parapodium Dinamik

Pengembang/Pemilik Teknologi : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Industri yang Memproduksi : PT. Renes Pangudi Mukti, Divisi Manufacturing Peralatan Rumah Sakit, Jl, Jend. Ahmad Yani no. 128 Gilingan Surakarta.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso, Rehabilitasi Medik, Jl. Jend. Ahmad Yani Pabelan Surakarta.

Manfaat Ekonomi dan Sosial :

Dengan merekayasa parapodium dinamik secara mandiri di dalam negeri maka harga produk juga akan menjadi jauh lebih murah dan terjangkau sehingga keinginan untuk memiliki peralatan ini secara mandiri untuk setiap pasien menjadi semakin tinggi. Hal ini diyakini akan meringankan beban keluarga pasien dan juga meringankan beban psikologis pasien.

Page 122: lakip ristekdikti 2015

104 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Produk Parapodium ini dapat dijual dengan harga 50% dari harga Parapodium Dinamik impor (Polandia), yaitu dari harga Rp 65.000.000/unit, menjadi Rp 25.000.000/unit.

11. Ledikan: Kombinasi Lumensi Led Untuk Mengumpulkan Ikan Di Alat Tangkap Ikan

Rekayasa LED pada ledikan berguna untuk mengumpulkan sekumpulan ikan dirancang dengan sirkuit elektronik yang dapat meningkatkan hasil tangkapan ikan. Dikembangkan oleh CV. TRISANUSA (Agus Cahyadi, M.Si) bekerja sama dengan Pusat Inkubator Bisnis dan Pengembangan Kewirausahaan (Incubie) LPPM IPB. LED memancarkan cahaya lewat aliran listrik yang relatif tidak menghasilkan banyak panas. Melalui pengaturan lumensi LED dengan perangkat lunak menghasilkan pola tertentu untuk mengumpulkan ikan pada malam hari. Pola zig-zag dengan variasi pengulangan mampu menarik perhatian ikan.

Pengembang/Pemilik Teknologi : CV. TRISANUSA (Agus Cahyadi, MSi) bekerja sama dengan Pusat Inkubator Bisnis dan Pengembangan Kewirausahaan (Incubie) LPPM IPB.

Industri yang Memproduksi : CV. TRISANUSA.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Nelayan.

Manfaat Ekonomi dan Sosial :

• Sosial: Ledikan yang ramah lingkungan tidak merusak ekosistem bawah laut.

• Ekonomi : Meningkatkan jumlah tangkapan ikan sehinga akan meningkatkan pendapatan nelayan.

12. STI Smart Home/Building

STI Smart home/building system adalah sebuah sistem berbasis mikrokontroler yang memberikan kenyamanan, keselamatan, keamanan dan penghematan energi, yang berlangsung secara otomatis dan terprogram melalui mikrokontroler, pada gedung atau rumah tinggal untuk mengendalikan hampir semua perlengkapan dan peralatan di rumah, mulai dari pengaturan tata lampu hingga ke berbagai alat-alat rumah tangga, yang perintahnya dapat dilakukan dengan menggunakan suara, sensor ultrasonic, sensor PIR motion, sensor cahaya, sensor real time clock, sensor suhu dan lain-lain, atau melalui kendali jarak jauh (remote control).

Pengembang/Pemilik Teknologi : Ir. Nur Khakim.

Industri yang Memproduksi : Ir. Nur Khakim.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Pengelola gedung dan bangunan, dan perumahan.

Gambar 3.41. Kombinasi Lumensi Led - Ledikan

Page 123: lakip ristekdikti 2015

105Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Manfaat Ekonomi dan Sosial :

• Sosial : Memudahkan masyarakat memonitor perangkat elektronik yang ada didalam rumah, yang perintahnya dapat dilakukan dengan menggunakan suara, sensor ultrasonic, sensor PIR motion, sensor cahaya, sensor real time clock, sensor suhu dan lain-lain.

Mengurangi resiko kebakaran dan kemalingan yang berdampak pada kerugian ekonomi serta dapat mengurangi pemakaian energi listrik.

• Ekonomi : Meningkatkan efisiensi penggunaan beban listrik serta keamanan pada rumah/ bangunan.

13. Pencegahan Inveksi Nosokomial Dan Polusi Udara Dalam Ruangan Berteknologi Plasma

Teknologi pembersih polusi dalam ruangan (seperti asap rokok, bakteri, jamur dan virus). Dikembangkan oleh PT. Dipo Technology bekerja sama dengan Klinik Kewirausahaan Inkubator Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Pembersih udara dalam ruangan dengan teknologi plasma yang hemat energi dapat merubah asap rokok menjadi aerosol yang tidak berbahaya (efisiensi 99%), menghilangkan bau dan di ruang merokok mata pengguna tidak perih, menghasilkan ion generator dan plasma cluster untuk pembunuh kuman, bakteri, jamur dan mikroorganisme.

Pengembang/Pemilik Teknologi : Ridhuwan-PT. Dipo Technology bekerja sama dengan Klinik

Gambar 3.42. Switch Remote Bluetooth untuk Lampu Gambar 3.43.Sensor Kebakaran

Kewirausahaan Inkubator Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Industri yang Memproduksi :PT. Dipo Technology

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Pelanggan fasilitas umum seperti rumah sakit, kantor-kantor pemerintah, stasiun, bandara.

Gambar 3.44. Zeta Green (Ukuran Two level Reactor dan Single Level

Reactor)

Page 124: lakip ristekdikti 2015

106 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Manfaat Ekonomi dan Sosial :

• Sosial : Mampu meningkatkan kualitas udara didalam ruangan serta membunuh jamur, bakteri dan virus sehingga dapat mengurangi penyebaran penyakit.

Sterilisasi jasad renik, virus, dan bakteri dan pembersih udara dari gas polutan terutama asap rokok.

• Ekonomi : Teknologi hemat energi dapat mengurangi pemakaian listrik dan menghemat biaya.

14. Flying-BTS Sebagai Terobosan Wahana Penghubung Jaringan Internet Kompetitif

Merupakan sistem wahana penghubung jaringan internet daerah terpencil menggunakan teknologi

High Altitude Platforms (HAPs). Dikembangkan oleh PT. Integrasi Sinergi Teknologi (INSITEK) bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK ITB). Sebagai Flying-BTS yang mampu menghubungkan banyak user di suatu wilayah dengan jaringan internet, terutama untuk wilayah terpencil dan sulit dijangkau. Masalah utama ketersediaan jaringan internet adalah sulitnya memasang instalasi internet kabel dan memakan biaya yang besar ketika suatu wilayah memiliki jarak yang cukup jauh dari kota besar. Melalui Flying-BTS jaringan internet dapat dihubungkan dalam jangakauan wilayah yang lebih luas karena produk yang dibuat berada pada ketinggian tertentu di atas permukaan bumi.

Gambar 3.45. Teknologi Flying-BTS

Pengembang/Pemilik Teknologi : Hagorly Mohamad Hutasuhut-PT. Integrasi Sinergi Teknologi (INSITEK) bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK ITB).

Industri yang Memproduksi :

PT. Integrasi Sinergi Teknologi (INSITEK).

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Daerah terpencil yang tidak memiliki akses kepada jaringan internet.

Manfaat Ekonomi dan Sosial :

• Sosial : Mampu memberikan akses jaringan internet untuk wilayah terpencil dan sulit dijangkau sehingga masyarakat bisa

Page 125: lakip ristekdikti 2015

107Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Gambar 3.46. Ultimate Surface Aerator (USA)

mendapatkan informasi secara cepat, tepat dan akurat dan menghubungkan wilayah kepulauan Indonesia yang mengandung banyak potensi agar dapat meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia

• Ekonomi : Dengan lancarnya alur informasi maka transaksi dan proses bisnis akan berjalan dengan mudah dan berdampak pada peningkatan kesejahterahan masyarakat.

Nilai Komersial : Harga sewa Flying-BTS untuk event adalah Rp 20.000.000 sampai dengan Rp 30.000.000. Harga jual adalah $40.000 atau sekitar Rp 400.000.000.

15. Ultimate Surface Aerator (USA) Sebagai Solusi Penanganan Limbah Cair

Produk aerator USA memiliki potensi yang cukup tinggi seperti industri garmen (tekstil), industri pakaian jadi, dan industri makanan dan minuman. Dikembangkan oleh APPA INDUSTRIES bekerja sama dengan Pusat Inkubator Bisnis dan Pengembangan Kewirausahaan (Incubie) LPPM IPB.

Aerator USA memiliki potensi teknologi anti-clogging yang dapat mencegah penggumpalan limbah disekitar propeller yang dapat menurunkan kinerja aerator.

Pengembang/Pemilik Teknologi : Agoeng Prayitno L S.TP-APPA INDUSTRIES bekerja sama dengan Pusat Inkubator Bisnis dan Pengembangan Kewirausahaan (Incubie) LPPM IPB.

Industri yang Memproduksi : APPA INDUSTRIES.

Penerima Manfaat (Pasar/Pengguna) : Industri pengolahan yang menghasilkan limbah cair.

Manfaat Ekonomi dan Sosial :

Produk ini mewakili keinginan konsumen akan

ketersediaan produk ini bagi kelestarian lingkungan.

Posisi USA sebagai aerator untuk unit pengolahan limbah cair yang handal dan memiliki harga yang terjangkau. Positioning ini strategis karena dapat mendobrak paradigma bahwa mesin aerator identik dengan produk impor dan berharga tinggi.

Nilai Komersial :Rp 15.000.000 sampai dengan Rp 30.000.000 per unit.

Adapun kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian target indikator ini, diantaranya:

a. Belum dijadikannya Kebijakan Strategis Nasional Iptek (Jakstranas Iptek) sebagai acuan tentang iptek (iptek nasional).

b. Belum adanya peta tentang kebutuhan teknologi baik untuk masyarakat maupun industri.

Page 126: lakip ristekdikti 2015

108 Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

c. Belum adanya database yang terintegrasi tentang hasil litbangyasa iptek nasional.

d. Belum adanya kesepakatan tentang definisi produk hasil litbang yang dimanfaatkan itu seperti apa.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :

a. Menjadikan Jakstranas Iptek sebagai produk undang-undang yang menjadi acuan para pelaku iptek.

b. Melakukan pemetaan, penguasaan dan perkembangan, transfer, serta diseminasi hasil litbang Iptek untuk didayagunakan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

c. Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat (termasuk pasar) dalam rangka mengarahkan aktivitas litbang Iptek (demand-driven approach).

3.6. Realisasi Anggaran

Pagu awal belanja Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam DIPA 2015 yang digunakan untuk mendukung pencapaian sasaran strategis sebagaimana ditetapkan dalam penetapan kinerja kementerian tahun 2015 sebesar Rp 44.203.570.494.000. Pagu sebesar tersebut dilaksanakan untuk membiayai dua fungi yang ada Kemenristekdikti yaitu fungsi layanan umum dan fungsi pendidikan tinggi. Dalam pelaksanaanya total pagu yang telah dialokasikan tersebut mengalami perubahan menjadi sebesar Rp 46.638.632.038.000.

Dari pagu anggaran Rp 46.638.632.038.000 yang dianggarkan untuk mencapai target yang ditetapkan berhasil terserap sebesar Rp 38.453.779.810.642 sehingga persentase daya serap anggaran Kemenristekdikti sampai Desember 2015 adalah sebesar 82,45%.

Tabel 3.47. Realisasi Anggaran Kemenristekdikti Tahun 2015 Berdasarkan Unit

No Unit Pagu Realisasi % Realisasi

1 Setjen 2.928.682.102.000 2.449.786.276.856 83,65

2 Itjen 2.309.635.000 2.206.012.791 95,51

3 Ditjen Belmawa 4.432.550.807.000 3.034.660.235.203 68,46

4 Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti 259.769.437.000 123.744.176.469 47,64

5 Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti 1.844.487.444.000 1.483.644.134.860 80,44

6 Ditjen Penguatan Risbang 1.560.133.811.000 1.391.211.806.193 89,17

7 Ditjen Penguatan Inovasi 53.992.670.000 48.574.564.378 89,97

8 PTN dan Kopertis 35.556.706.132.000 29.919.942.062.492 84,15

Grand Total 46.638.632.038.000 38.453.779.810.642 82,45

Dari sisi jenis belanja realisasi Kemenristekdikti tahun 2015 untuk belanja pegawai persentase realisasi anggaran sebesar 93,91%, belanja barang sebesar

80,56%, belanja modal sebesar 69,28% dan belanja bantuan sosial sebesar 98,67%.

Page 127: lakip ristekdikti 2015

109Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2015

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Tabel 3.48. Realisasi Anggaran Kemenristekdikti Tahun 2015 Berdasarkan Jenis Belanja

Belanja Pagu Realisasi %Pegawai 12.364.015.609.000 11.610.671.351.803 93,91Barang 20.385.930.561.000 16.423.874.385.984 80,56Modal 11.175.299.457.000 7.741.996.224.562 69,28Bansos 2.713.386.411.000 2.677.233.898.293 98,67

Total 46.638.632.038.000 38.453.779.810.642 82,45

Page 128: lakip ristekdikti 2015
Page 129: lakip ristekdikti 2015

111Bab IV Penutup

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Laporan kinerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015 ini menyajikan informasi atas hasil-hasil kinerja yang dicapai periode Tahun Anggaran 2015 secara menyeluruh, dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi dan hilirisasi hasil-hasil penelitian agar dapat memberikan nilai tambah dan kemanfaatan secara riil bagi masyarakat. Berbagai keberhasilan maupun kekurangan sebagaimana tercermin dalam capaian kinerja Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicators), telah tergambarkan secara rinci pada tabel, gambar dan uraian penjelasan diatas.

Tahun 2015 merupakan tahun pertama Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melaksanakan Rencana Strategis 2015-2019. Beberapa kendala dalam rangka pencapaian kinerja optimal antara lain proses penataan organisasi pasca penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang berlangsung lama. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi ditetapkan berdasarkan Permenristekdikti Nomor 15 Tahun 2015 tanggal 15 Mei 2015. Sedangkan pengisian jabatan mulai Eselon I, II, III sampai Eselon IV baru rampung tanggal 15 Oktober 2015. Oleh karena itu diperlukan upaya dan kerja keras seraya melakukan konsolidasi dan sinergi pada semua lini, sehingga semua target-target yang diperjanjikan semaksimal mungkin dapat terealisasi.

Secara umum target-target sasaran yang tercermin dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) berhasil dicapai dan bahkan beberapa diantaranya berhasil melebihi yang ditargetkan. Terhadap indikator kinerja yang tidak

Bab IV Penutup

mencapai target, untuk meningkatkan capaian indikator outcome yang telah diperjanjikan dalam Perjanjian Kinerja (PK), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi kedepan akan berupaya meningkatkan fungsi koordinasi, pelaksanaan kebijakan dan meningkatkan efektivitas instrumen kebijakan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar pencapaian outcome bisa disinergikan dengan kebijakan dan program dari Kementerian/Lembaga terkait dan stakeholder.

Beberapa capaian kinerja yang kedepan perlu ditingkatkan dan menjadi perhatian diantaranya : Lulusan bersertifikat kompetensi, hal ini menjadi perhatian dan kebijakan dalam rangka meningkatkan lulusan perguruan tinggi Indonesia agar memiliki daya saing untuk masuk dalam pasar kerja nasional, regional, ataupun internasional. Sertifikat kompetensi kini menjadi kebutuhan bagi lulusan institusi pendidikan vokasi, menantang lembaga pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran berbasis kompetensi. Demikian halnya upaya meningkatkan Prodi dan Perguruan Tinggi terakreditasi unggul, diantaranya melalui peningkatan program pembinaan bagi perguruan tinggi atau program studi yang diarahkan untuk membangun dan mengimplementasikan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi atau program studi, serta pembinaan yang berkelanjutan.

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi juga berkomitmen pada pengembangan STP untuk mendukung salah satu agenda prioritas pemerintah (nawacita), yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional, melalui Peningkatan

Page 130: lakip ristekdikti 2015

112 Bab IV Penutup

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

Kapasitas Inovasi dan Teknologi dengan membangun Techno Park di kabupaten/kota, dan Science Park di setiap provinsi. Demikian pula halnya terus mendorong peningkatan perolehan HKI, diantaranya melalui instrumen kebijakan Insentif Riset SINas, disamping riset-riset dasar dan terapan untuk meningkatkan academic excellence juga mendorong lebih banyak lagi pelaksanaan riset melalui pola konsorsium yang melibatkan lembaga litbang, pemerintah dan dunia usaha/industri sehingga menghasilkan prototipe yang dapat diadopsi oleh industri.

Dimasa mendatang dengan berbekal komitmen, kesamaan persepsi dan kekuatan, serta sumberdaya yang ada, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan terus meningkatkan kinerjanya sesai peran dan tanggungjawab yang diembannya, sehingga amanah RPJMN 2015-2019 dan Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015-2019 di bidang pendidikan tinggi dan iptek optimis dapat dicapai dan ditingkatkan kinerjanya.

Page 131: lakip ristekdikti 2015

113Lampiran

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

No Sasaran Strategis Indikator Target

(1) (2) (3) (4)

1 Meningkatnya kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi

Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi 26.86%

Jumlah mahasiswa yang berwirausaha 2.000

Persentase lulusan bersertifikat kompetensi 55%

Jumlah Prodi terakreditasi unggul 10.800

Jumlah mahasiswa peraih medali emas tingkat nasional dan internasional

380

Persentase lulusan yang langsung bekerja 50%

Jumlah LPTK yang meningkat mutu penyelenggaraan pendidikan akademik

17

Jumlah calon pendidik mengikuti Pendidikan Profesi Guru 4.458

2 Meningkatnya kualitas kelembagaan Iptek dan Dikti

Jumlah Perguruan Tinggi masuk top 500 dunia 2

Jumlah Perguruan Tinggi berakreditasi A (Unggul) 29

Jumlah Taman Sains dan Teknologi (TST) yang dibangun 77

Jumal Taman Sains dan Teknologi yang mature 6

Jumlah Pusat Unggulan Iptek 12

3 Meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya Iptek dan Dikti

Jumlah dosen Berkualifikasi S3 23.500

Jumlah SDM Dikti yang meningkat kompetensinya 2.000

Jumlah pendidik mengikuti sertifikasi dosen 8.000

Jumlah SDM Litbang berkualifikasi Master dan Doktor 3.350

Jumlah SDM Litbang yang meningkat kompetensinya 95

Jumlah revitalisasi sarpras lemlitbang dan PTN 126

Lampiran

Page 132: lakip ristekdikti 2015

114 Lampiran

Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI

4 Meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan

Jumlah publikasi internasional 5.008

Jumlah HKI yang didaftarkan 1.580

Jumlah prototipe R&D 50

Jumlah prototipe industri 5

5 Menguatnya kapasitas inovasi

Jumlah produk inovasi 10

Program Anggaran

1. Program Peningkatan Kemampuan Iptek Untuk Penguatan Rp. 862.533.162.000 Sistem Inovasi Nasional2. Program Pendidikan Tinggi Rp. 43.341.037.332.000

Rp. 44.203.570.494.000

Jakarta, Oktober 2015Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Mohamad Nasir