LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN...LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN USAID LESTARI:...

3
LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Cut Meurah Intan Konflik satwa dan manusia masih kerap kali terjadi. Sebagian besar dikarenakan minimnya pengetahuan tentang bagaimana menangani konflik tersebut. Inter- aksi yang tidak harmonis mengakibatkan kerugian dan ancaman besar bagi manusia dan satwa itu sendiri. Orangutan Sumatera misalnya, justru sering dianggap sebagai hama yang merusak perkebunan. Berkurang- nya habitat satwa menjadi perkebunan dan wilayah pertambangan memperparah kondisi konflik ini. Bagi orang yang tinggal jauh dari hutan maka melihat orangutan langsung di alam liar adalah pengalaman langka dan mahal. Karena itu, melihat orangutan liar seringkali menjadi paket ekowisata yang dijual para agen perjalanan. Tujuannya agar wisatawanan dapat melihat secara dekat satwa yang genetisnya dianggap sangat mirip dengan manusia ini yang konon kemiri- pan gen hingga 97%. Orang-orang dari jauh ini rela menghabiskan uang dan tenaga hanya untuk dapat melihat satwa hutan tropis yang menurut IUCN su- dah dikategorikan sebagai satwa liar yang terancam punah atau critically endangered. Namun, bagaimana dengan masyarakat yang tinggal dan berkebun di sekitar kawasan hutan?. Lahmud- din, pria usia 43 tahun yang tinggal di kawasan hutan Leuser Aceh Selatan mengungkapkan bahwa bagi sebagian masyarakat yang tinggal dan berkebun di “Tidak semua orang berani dan terpanggil jiwanya untuk sukarela dalam menyelamtkan kehidupan orangutan seperti saya. Karena itu, pemerintah atau lembaga swasta perlu memberikan pelati- han dan incentive kepada anggo- ta masyarakat yang bersedia se- bagai informan dan berpatroli dalam penyelamatan satwa ini” Ujar Lahmuddin sambil tersenyum. USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Transcript of LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN...LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN USAID LESTARI:...

Page 1: LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN...LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Cut Meurah Intan Konflik satwa dan manusia masih kerap kali

LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Cut Meurah Intan

Konflik satwa dan manusia masih kerap kali terjadi. Sebagian besar dikarenakan minimnya pengetahuan tentang bagaimana menangani konflik tersebut. Inter-aksi yang tidak harmonis mengakibatkan kerugian dan ancaman besar bagi manusia dan satwa itu sendiri. Orangutan Sumatera misalnya, justru sering dianggap sebagai hama yang merusak perkebunan. Berkurang- nya habitat satwa menjadi perkebunan dan wilayah pertambangan memperparah kondisi konflik ini.

Bagi orang yang tinggal jauh dari hutan maka melihat orangutan langsung di alam liar adalah pengalaman langka dan mahal. Karena itu, melihat orangutan liar seringkali menjadi paket ekowisata yang dijual para agen perjalanan. Tujuannya agar wisatawanan dapat melihat secara dekat satwa yang genetisnya dianggap sangat mirip dengan manusia ini yang konon kemiri-pan gen hingga 97%. Orang-orang dari jauh ini rela menghabiskan uang dan tenaga hanya untuk dapat melihat satwa hutan tropis yang menurut IUCN su-dah dikategorikan sebagai satwa liar yang terancam punah atau critically endangered.

Namun, bagaimana dengan masyarakat yang tinggal dan berkebun di sekitar kawasan hutan?. Lahmud-din, pria usia 43 tahun yang tinggal di kawasan hutan Leuser Aceh Selatan mengungkapkan bahwa bagi sebagian masyarakat yang tinggal dan berkebun di

“Tidak semua orang berani dan terpanggil jiwanya untuk sukarela dalam menyelamtkan kehidupan orangutan seperti saya. Karena itu, pemerintah atau lembaga swasta perlu memberikan pelati- han dan incentive kepada anggo- ta masyarakat yang bersedia se-bagai informan dan berpatroli dalam penyelamatan satwa ini” Ujar Lahmuddin sambil tersenyum.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Page 2: LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN...LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Cut Meurah Intan Konflik satwa dan manusia masih kerap kali

sekitar kawasan hutan, Orangutan Sumatera justru sering dianggap sebagai hama yang merusak perke-bunan. Lahmuddin menuturkan di tahun 2007 ketika bersama teman-temannya membuka areal baru un-tuk berkebun telah menyaksikan sekelompok orang-utan dengan jumlah mencapai 8 individu. (penyebu-tan individu sebagai satuan yang digunakan untuk menghitung jumlah orangutan, bukan ekor seperti yang digunakan untuk satwa pada umumnya).

Saat itu, Lahmuddin menyampaikan kepada teman- temannya untuk tidak mengganggu sekelompok orangutan tersebut dan disaat yang bersamaan muncul rasa ingin melindungi orangutan di benak laki-laki yang berasal dari Terbangan, Pasie Raja, Aceh itu. Padahal selama ini, petani yang terganggu de- ngan kehadiran orangutan seringkali berkeinginan untuk menangkap atau meracun orangutan demi menjaga tanaman di kebunnya. Namun jika Lahmud-din mengetahui hal tersebut langsung mengambil ini-siatif untuk mencegahnya.

Dalam situasi banyaknya orang tidak peduli terhadap kehidupan satwa liar, beruntung sekali ada orang-orang seperti Pak Lahmuddin yang hadir di masya- rakat dan menyampaikan bahwa orangutan adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang juga berhak hidup. Terlebih satwa liar memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Keterbatasan ilmu tentang orangutan yang dimiliki beliau ternyata tidak menyurutkan niat baiknya untuk melindungi orang-utan yang merupakan satwa kunci penghuni hutan itu.

Ketika mengetahui ada orang yang ingin membunuh dan meracun orangutan, Lahmuddin bersigap dan langsung melaporkannya ke instansi terkait. Awal-nya ia melaporkan setiap kasus ke BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam). Namun dalam per- kembangannya setelah Lahmuddin mengetahui lem-baga pelestarian orangutan OIC (Orangutan Informa- tion Centre) maka ia lebih banyak berkoordinasi de- ngan lembaga ini.

“Saya sering koordinasikan dengan OIC karena mereka memiliki alat evakuasi orangutan.” terang Lahmuddin.

Ironisnya, inisiatif yang dilakukan untuk melaporkan setiap kasus ke instansi terkait dan kemudian diikut-kan kedalam tim rescue/penyelamatan orangutan sering tidak mendapat cemohan dari masyarakat. Bahkan beliau diduga mendapatkan bayaran sekitar Rp 1 juta dari OIC untuk setiap laporannya. Namun cemohan ini bukannya menyurutkan langkahnya un-tuk tetap melindungi orang utan, tetapi sebaliknya semakin menguatkan keyakinannya. Beliau merasa yakin bahwa Tuhan memerintahkan umatnya untuk menyayangi semua makhluk hidup, termasuk hewan. Bergabung dengan Tim Rescue Orangutan sejak Tahun 2012 dengan senang dijalani.

“Sebagian masyarakat masih ada yang beranggapan bahwa orangutan adalah hama yang menggangu sehingga harus dibunuh, tapi sekarang sudah ada ke-giatan sosialisasi ke sekolah dasar sampai sekolah lan-jutan dari lembaga seperti OIC, sehingga masyarakat sudah mengerti,” kata Pak Lahmuddin.

Orangutan sejatinya hidup di hutan. Hanya dengan semakin tingginya alih fungsi hutan leuser menjadi perkebunan, telah menyebabkan ruang gerak kehi- dupan orangutan terbatas. Habitat orangutan men-jadi terpecah-pecah sehingga memperkecil peluang orangutan untuk bertahan hidup dalam jangka waktu panjang. Selain dibunuh karena dianggap hama, orang-utan juga harus menghadapi ancaman perburuan. Di banyak kasus, induk orangutan sengaja dibunuh hanya untuk mengambil anak orangutan untuk dipe-lihara atau diperdagangkan. Sekalipun menurut UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya, pelaku perda-

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Foto: Lahmuddin, sejak 2007aktif melaporkan konflik orangutan manusia kepada OIC (Orangutan Information Centre) di Aceh Selatan dan terlibat dalam kegiatan penyelamatan orangutan bersama lembaga perlindungan Orangutan Sumatera.

Page 3: LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN...LAHMUDDIN – RELAWAN PENJAGA ORANGUTAN USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Cut Meurah Intan Konflik satwa dan manusia masih kerap kali

gangan orangutan bisa dikenakan sanksi hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Cukup lama dengan denda yang cukup besar namun hidup orang-utan di hutan tidak lagi aman, karena lemahnya pe- negakan hukum oleh aparat.

Berbicara tentang sosok Lahmuddin menyadarkan pada kita bahwa untuk menyelamatkan hidup orang-utan ternyata tidak harus bekerja di kantor kehuta- nan, bekerja di organisasi penyelamatan lingkungan maupun tidak perlu menunggu dibayar. Laki-laki ini bukan pegawai kehutanan dan tak menyebut diri- nya aktivis lingkungan, namun kesukarelawannya tan-pa pamrihnya sebagai informan telah membantu menyelamatkan hidup banyak orangutan. Ia dulunya sebatas pegawai honorer dan sekarang diangkat pegawai tetap. di Kantor Urusan Agama (KUA). Namun pengabdiannya untuk ikut menyelamatkan kehidupan orang utan dari kepunahan tidak lepas dari kemudahan dalam pekerjaannya di KUA. Di kantor- nya tidak kaku dalam mengatur waktu kerja sepan-jang pekerjaan yang dibebankan dapat diselesaikan.

Ayah dari 2 orang anak ini hanya berharap ada dukungan dari para pihak agar anggota masyarakat yang dilatih dan diberi gaji.

“Tidak semua orang berani dan terpanggil jiwanya un-tuk sukarela dalam menyelamtkan kehidupan orang-utan seperti saya. Karena itu, pemerintah atau lemba-ga swasta perlu memberikan pelatihan dan incentive kepada anggota masyarakat yang bersedia sebagai informan dan berpatroli dalam penyelamatan satwa ini ” Ujar Lahmuddin sambil tersenyum.

Mungkin yang dilakukan Lahmuddin hanyalah hal sederhana. Namun motivasinya yang tiada nilainya. Ia tidak menunggu sebagai ahli orangutan untuk me- nyampaikan ke masyarakat di sekitarnya tentang

nilai penting satwa langka ini. Begitu hatinya tergerak, ia langsung bertindak.

“Jadi janganlah mengeluh kalau orang utan masuk kebun. Itu risiko yang harus diterima karena kita membuka kebun di hutan yang menjadi rumah mere- ka”(Lahmuddin).

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3

Foto: Aksi penyelamatan orangutan yang dilakukan Tim Penyelamat Orangutan OIC (Orangutan Information Centre) bersama para relawan