labprk2

13
Heteroscedasticity Pengertian Pada asumsi yang kedua, , variasi dari error diharapkan konstan untuk setiap observasi. Asumsi ini disebut juga homoscedasticity. Ketika variasi dari error tidak konstan maka kita akan menemui heteroscedasticity di dalam error. Konsekuensi dari heteroscedasticity 1. Estimator yang dihasilkan tetap konsisten, tetapi tidak lagi efficient. Ada estimator lain yang memiliki variance lebih kecil dari pada estimator yang memiliki error yang heteroscedastic. 2. Standard error yang dihitung dari OLS yang memiliki error heteroscedastic tidak lagi akurat. Hal ini menyebabkan inferensi (uji hipotesis) yang menggunakan standard error ini tidak akurat. Cara mendeteksi Cara mendeteksi terjadinya heteroscedasticity bisa dilakukan dengan metode informal mapun uji formal. Pengamatan informal dilakukan dengan cara mem-plot residual kuadrat dengan atau dengan mem-plot residual kuadrat dengan salah satu variable independen. Contoh: Dengan menggunakan model CAPM excess-return dari MOBIL (lihat latihan aplikasi Kuliah 2), kita dapat men-generate residual series; Pada window equation klik Procs>Make Residuals Series, isikan Ordinary Residuals dan klik Ok.

description

mmm

Transcript of labprk2

Heteroscedasticity

PengertianPada asumsi yang kedua, , variasi dari error diharapkan konstan untuk setiap observasi. Asumsi ini disebut juga homoscedasticity. Ketika variasi dari error tidak konstan maka kita akan menemui heteroscedasticity di dalam error.

Konsekuensi dari heteroscedasticity1. Estimator yang dihasilkan tetap konsisten, tetapi tidak lagi efficient. Ada

estimator lain yang memiliki variance lebih kecil dari pada estimator yang memiliki error yang heteroscedastic.

2. Standard error yang dihitung dari OLS yang memiliki error heteroscedastic tidak lagi akurat. Hal ini menyebabkan inferensi (uji hipotesis) yang menggunakan standard error ini tidak akurat.

Cara mendeteksiCara mendeteksi terjadinya heteroscedasticity bisa dilakukan dengan metode informal mapun uji formal. Pengamatan informal dilakukan dengan cara mem-plot residual kuadrat dengan atau dengan mem-plot residual kuadrat dengan salah satu variable independen.

Contoh:Dengan menggunakan model CAPM excess-return dari MOBIL (lihat latihan aplikasi Kuliah 2), kita dapat men-generate residual series; Pada window equation klik Procs>Make Residuals Series, isikan Ordinary Residuals dan klik Ok.

Genr>resmobil2=resid01^2

Lalu pilihlah e_market dan resmobil2 secara berurutan dengan menahan tombol Ctrl>Klik kanan>Open>as Group

Pada window group: View>Scater>Simple Scater

Akan menghasilkan gambar seperti ini:

.00

.01

.02

.03

.04

.05

.06

.07

.08

-.3 -.2 -.1 .0 .1 .2

E_MARKET

RE

SM

OB

IL2

Bisa kita amati bahwa residual kuadrat secara umum tidak memiliki pola pasti, tetapi untuk dapat mengatakan error telah terdistribusi secara homoscedastic tidak dapat dibenarkan juga. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa outliers.

Ada beberapa cara formal untuk menguji apakah error terdistribusi secara homoscedastic atau tidak, kali ini yang akan dibahas adalah uji White. Kerangka uji White adalah sebagai berikut:1. Jika kita melakukan regresi sebagai berikut:

2. Selanjutnya kita melakukan auxiliary regression:

3. Rumusan uji hipotesa pada uji White adalah H0; no heteroscedasticity. Nilai yang dibandingkan adalah antara nilai table dari chi-square dengan df sama dengan jumlah regressors (intercept dikeluarkan) dengan sample size (n) dikalikan R2 dari auxiliary regression. Persamaannya dapat dirumuskan:

4. Jika hasil penghitungan pada persamaan 3.3 melebihi nilai chi-square tabel maka kita menolak null dan menyimpulkan bahwa ada heteroscedasticity.

Di dalam Eviews prosedur ini dapat dilakukan secara otomatis, langkahnya adalah sebagai berikut:

Kembali ke contoh excess CAPM MOBIL, pada window equation klik View>Residual Tests>White heteroscedasticity (no cross term)

Akan mendapatkan output:

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 3.587532     Prob. F(2,117) 0.030751

Obs*R-squared 6.933821     Prob. Chi-Square(2) 0.031213

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2

Method: Least Squares

Date: 02/19/07 Time: 07:51

Sample: 1978M01 1987M12

Included observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

C 0.003277 0.000854 3.834663 0.0002

E_MARKET 0.031868 0.011955 2.665701 0.0088

E_MARKET^2 0.112871 0.081926 1.377722 0.1709

R-squared 0.057782     Mean dependent var 0.004037

Adjusted R-squared 0.041676     S.D. dependent var 0.008261

S.E. of regression 0.008087     Akaike info criterion -6.772333

Sum squared resid 0.007653     Schwarz criterion -6.702646

Log likelihood 409.3400     F-statistic 3.587532

Durbin-Watson stat 2.168513     Prob(F-statistic) 0.030751

Dapat dilihat pada tabel bahwa distribusi asimtotik untuk df=2 dan 5% critical value adalah 5,99147 sedangkan perhitungan = 6,93 (Obs*R-squared) membuat kita harus menolak null dan menyimpulkan bahwa error heteroscedastic. Kesimpulan yang sama juga dihasilkan jika kita menggunakan p-value untuk chi-square.

Remedial untuk HeteroscedasticityUntuk memperbaiki distribusi error yang heteroscedastic ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Cara mana yang harus diambil tergantung pada pola heteroscedasticity yang kita anggap terjadi. Pada uji White asumsi yang digunakan adalah variasi dari error/residual mengikuti pola regressors, kuadrat dari regressors dan hasil perkalian dari regressors. Nyatanya masih ada beberapa bentuk variasi error yang mungkin terjadi tetapi tidak bisa diidentifikasi.

Jika kita yakin tentang pola heteroscedasticity yang terjadi pada data set, kita dapat membagi keseluruhan model kita dengan pola data tersebut dan menerapkan Weighted Least Square. Misalnya kita yakin bahwa variasi error data mengikuti pola sebagai berikut;

Untuk meghilangkan heteroscedasticity yang perlu dilakukan adalah membagi persamaan OLS dengan zt;

Dimana error term menjadi dan variance error menjadi:

.

Tetapi yang banyak terjadi pola heteroscedasticity tidak diketahui, karena pada dasarnya data generating process dari populasi tidak dapat diamati. Ketika pola heteroscedasticity tidak diketahui kita bisa menerapkan estimasi maximum likelihood dengan melakukan generalisasi variance dari error menjadi

. Apabila dapat diestimasi maka kita dapat melakukan transformasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Cara kedua adalah dengan merubah standard error dari OLS dengan White heteroscedasticity consistent coefficient variance. Caranya adalah sebagai berikut;

Pada window equation klik Estimate>Option>Heteroscedascticity consistent coefficient variance >White>Ok

Output:

Dependent Variable: E_MOBIL

Method: Least Squares

Date: 02/19/07 Time: 08:35

Sample: 1978M01 1987M12

Included observations: 120

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

C 0.004241 0.005620 0.754602 0.4520

E_MARKET 0.714695 0.086243 8.287035 0.0000

R-squared 0.371287     Mean dependent var 0.009353

Adjusted R-squared 0.365959     S.D. dependent var 0.080468

S.E. of regression 0.064074     Akaike info criterion -2.641019

Sum squared resid 0.484452     Schwarz criterion -2.594561

Log likelihood 160.4612     F-statistic 69.68511

Durbin-Watson stat 2.087124     Prob(F-statistic) 0.000000

Dengan merubah standard error, otomatis inferensi yang kita lakukan akan lebih valid. Tetapi hasil estimasi masih belum memiliki variance terkecil (tidak efisien).

Cara yang lain adalah dengan mengubah variabel menjadi log, karena ada kemungkinan variabilitas data akan membuat banyak outliers dan transformasi data diharapkan mampu memperkecil range data. Contoh; untuk meneliti variabel ukuran perusahaan biasanya digunakan ln(total asset). Transformasi bisa juga dilakukan berdasarkan satuan ukuran.

Autocorrelation

PengertianPada bagian ini asumsi yang dilanggar adalah . Diharapkan error tidak berkorelasi (uncorrelated) antar satu observasi dengan observasi lainnya. Adanya korelasi error antar observasi menyebabkan timbulnya autokorelasi.

Konsekuensi autokorelasiSama seperti heteroscedasticity, konsekuensi dari error yang ber-autokorelasi adalah:1. Estimator yang dihasilkan tetap konsisten, tetapi tidak lagi efficient. Ada

estimator lain yang memiliki variance lebih kecil dari pada estimator yang memiliki error yang heteroscedastic.

2. Standard error yang dihitung dari OLS yang memiliki error yang ber-autokorelasi tidak lagi akurat. Hal ini menyebabkan inferensi (uji hipotesis) yang menggunakan standard error ini akan menyebabkan hasil uji hipotesa tidak akurat.

Cara mendeteksiCara pertama adalah dengan menggunakan uji Durbin Watson (uji-DW). Uji-DW menguji autokorelasi order pertama (antara error sekarang dengan error satu periode kebelakang). Hipotesis null-nya adalah tidak ada autokorelasi. DW-table dapat dicari dengan T=jumlah observasi, dan k=jumlah variabel independen (tidak termasuk intercept). Contoh; untuk 150 observasi dan satu variabel independen maka dL=1,72 dan dU=1,746. Sehingga jika kita mendapatkan DW-stat sekitar 2 bisa disimpulkan error tidak memiliki autokorelasi. Adapun secara lengkap pengujian DW memiliki are ragu-ragu dimana tidak ada kesimpulan yang bisa diambil.

Ada beberapa syarat untuk melakukan uji-DW;1. Harus ada intercept/konstan pada regresi.2. Variabel independen harus non-stochastic.3. Tidak ada lag dari dependen variable pada regresi.

Pada ouput estimasi OLS excess return CAPM untuk MOBIL dapat ditemukan DW-stat pada bagian bawah sebelah kiri. Untuk excess CAPM MOBIL ditemukan DW-stat=2,087. Dengan DW-stat yang berada disekitar 2 kita dapat menyimpulan bahwa error tidak ber-autokorelasi.

Untuk menguji autokorelasi dengan tingkat yang lebih tinggi kita bisa menggunakan uji residual pada Eviews:

Pada window equation>View>Residuals Tests> Correlogram Q-stat, masukkan 10 untuk lag specification.

Output

Dapat dilihat bahwa untuk tingkat yang lebih tinggi tidak ditemukan adanya p-value dari Q-stat yang signifikan (lebih kecil dari 0,025; dua tail pada 5%).

Remedial untuk autocorrelationSama seperti pada remedial untuk heteroscedaticity kita dapat menggunakan penyesuaian pada standard error untuk meningkatkan akurasi uji hipotesis yang kita lakukan untuk parameter yang diestimasi. Harus diingat bahwa hasil estimasi walaupun sudah konsisten dan uji hipotesa yang dilakukan lebih valid, hasil estimasi masih belum efisien.

Untuk melakukan perubahan standard error prosedurnya sama dengan penyesuaian standard error White tetapi kalo ini box yang di-tick adalah Newey-West. Perlu diketahui bahwa untuk peneyesuaian White mengasumsikan bahwa error tidak ber-autokorelasi, tetapi pada penyesuaian Newey-West tidak ada asumsi tentang autokorelasi. Penyesuaian Newey-West sudah mengakomodasi bentuk heteroscedasticity dan autokorelasi yang ‘unknown’.

Hasil estimasi penyesuaian standar error:

Dependent Variable: E_MOBIL

Method: Least Squares

Date: 02/19/07 Time: 09:20

Sample: 1978M01 1987M12

Included observations: 120

Newey-West HAC Standard Errors & Covariance (lag truncation=4)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

C 0.004241 0.005130 0.826596 0.4101

E_MARKET 0.714695 0.090799 7.871135 0.0000

R-squared 0.371287     Mean dependent var 0.009353

Adjusted R-squared 0.365959     S.D. dependent var 0.080468

S.E. of regression 0.064074     Akaike info criterion -2.641019

Sum squared resid 0.484452     Schwarz criterion -2.594561

Log likelihood 160.4612     F-statistic 69.68511

Durbin-Watson stat 2.087124     Prob(F-statistic) 0.000000

Multicollinearity

PengertianMulitocollinearity dapat didefinisikan secara ‘loose’ sebagai suatu situasi dimana terjadi hubungan linear antar variabel independen. Hal ini melanggar asumsi regresi dimana disyaratkan sebaliknya.

Konsekuensi multicollinearity1. Jika terdapat multicollinearity parameter yang di-estimasi akan bersifat

BLUE tetapi estimator akan memiliki variance dan standard error yang besar sehingga uji hipotesis kurang akurat. Karena standard error yang besar maka interval pengujian akan besar sehingga hipotesa nol akan sering ditolak.

2. T-stat akan banyak yang tidak signifikan walaupun R2 tinggi.3. Estimator OLS akan sensitif terhadap perubahan kecil pada data.

Cara mendeteksi1. Menghitung koefisien korelasi antar variabel independen.2. Melihat apabila R2 tinggi tetapi tidak ada atau sedikit t-stat yang signifikan. 3. Melakukan regresi antar satu variabel independen dengan variabel

independen lainnya. Jika terdapat hasil regresi yang R2 tinggi maka ada kemungkinan multicollinearity.

Pengujian untuk melihat secara pasti jenis multicollinearity yang terjadi belum ada di dalam literatur. Masih banyak perdebatan tentang hal ini. Cara-cara di atas merupakan cara sederhana yang masih banyak kekurangan.

Remedial untuk multicollinearity1. Melakukan transformasi data (kemungkinan non-stationarity).2. Men-drop variabel.3. Do nothing multicollinearity is God’s will (Blanchard, seperti dikutip oleh

Gujarati hal. 363).

Aplikasi Eviews

Latihan 1

Dalam file labprk2.wf1 terdapat data yang dibutuhkan dalam estimasi CAPM dengan tambahan data:

INF : inflasi yang tidak diantisipasi OIL : return dari fluktuasi harga minyak yang tidak diantisipasi INDPROD : tingkat pertumbuhan yang tidak diantisipasi

Sebagai review kuliah sebelumnya, untuk setiap saham estimasi model CAPM dan APT menggunakan faktor-faktor di atas!

Latihan 2

Dalam file gold_prk2.wf1 terdapat data bulanan untuk periode January 1976 s.d. December 1986 untuk variabel berikut:

GOLD : return dari komoditas emas MARKET : return market RISKFREE : risk-free return

1. Buatlah estimasi CAPM excess return untuk emas2. Estimasi model CAPM excess return untuk periode January 1976 s.d.

December 1979 dan untuk periode January 1980 s.d. December 1985.3. Bandingkan beta pada kedua periode, bagaimanakah kualitas emas sebagai

instrument hedging?

Latihan 3

1. Periksalah model excess CAPM salah satu dari lima perusahaan pada Latihan 1 apakah model tersebut memiliki error yang heteroscedasticity dan autocorrelation. Apa saran Saudara untuk memperbaikinya?

2. Lakukan hal yang sama untuk model excess CAPM Gold.