La Kasbah Maret 2013

32
Membangun Benteng Kreatifitas

description

Buletin La Kasbah edisi maret 2013. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama.

Transcript of La Kasbah Maret 2013

Membangun Benteng Kreatifitas

Penasehat : Husnul Amal Mas’ud,MA. Prabowo Wiratmoko Jati.

Pembina: Muannif Ridwan

Pemimpin Redaksi : Dwi Anggraeni, Lc.

Redaktur pelaksana : Khoirun Nasihin.

Keuangan : Muhammad Nurul Alim

Sidang Redaksi : Mahfudz Daud Syahid,

Aqiel Maiyatullah.

Editor : Durrotul Yatimah

Desain & Lay out : Kusnadi El-Ghezwa

Berita Utama: 01

Laporan Utama: 06

Pojok Pesantern: 10

Opini: 13

Tokoh Utama: 17

Resensi: 20

Islamologi: 23

Cerpen: 29

SEKAPUR SIRIH

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan taufi qnya kami bisa menyelesaikan “Buletin la Kasbah edisi II ”. Buletin yang sederhana ini kami maksudkan untuk sosialisasi kancah keilmuan dan kebudayaan sebagai esensi dari sebuah keberadaan dan kiprah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Maroko 2012 - 2013 yang

telah dilantik pada acara konferensi I Nahdlatul Ulama Cabang Istimewa Maroko pada tanggal 15 Juli 2012 di Auditorium Institut Pos dan Telekomunikasi Nasional, Rabat-Maroko.

Sebagaimana diketahui oleh khalayak umum, Maroko merupakan saksi kegemilangan perada-ban islam yang pernah terbit di negeri dengan sebutan matahari terbenam ini, berpadu dengan corak peradaban Andalusia di eropa. Hal itu bisa kita rasakan dalam bentuk arsitektur bangu-

nan, masjid, benteng, dan ornamen lain yang masih dipelihara dengan baik. Oleh sebab terkait, pada edisi ke II kali ini kami jajaran redaksi "La Kasbah" ingin mengulas kembali sejarah islam di bumi 1000 benteng ini, untuk dijadikan pembahasan utama dengan judul : "Mengulas per-

adaban Islam Maroko".

Pada edisi kali ini, buletin la kasbah juga menampilkan suasana baru dengan adanya tamba-han edisi "Ma'haduna (Pondok Kita)", serta penulisan kolom "Ulamauna (Ulama Kita)" dan "re-sensi" yang ditulis dengan dua bahasa asing (Arab / Inggris). Khusus buat penambahan kolom "Ma'haduna" dan "Ulamauna" dimaksudkan untuk mengenalkan beberapa pondok pesantren

dan ulama Indonesia kepada khalayak pembaca non - Indonesia. Selain, sebagai bentuk upaya memberikan wadah kepada "Remaja Nahdhiyin" Maroko untuk mengekpresikan kemampuan

bilingual mereka dalam bidang tulis menulis bahasa asing.

Disamping hal itu semua, kami jajaran redaksi memohon seribu maaf atas keterlambatan ter-bitnya buletin untuk edisi kali ini. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor internal dari para jajaran redaksi, dan faktor eksternal yang tiap kali membuat beberapa aktivitas terbengkalai.

Namun, kami berjanji untuk menerbitkan edisi selanjutnya dengan fase waktu yang telah ditetapkan, dan dengan tampilan yang semakin baik pula.

Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh pengurus NU cabang istimewa Maroko yang telah memberikan kepercayaan kepada kami selaku Lajnah Pengembangan Sum-ber Daya Manusia (Lakpesdam) untuk menyelesaikan tugas ini. Mudah-mudahan Buletin ini da-pat bermanfaat adanya. Kami sangat menantikan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca

yang budiman untuk perbaikan edisi selanjutnya. Wabillahi al-taufi q wa alhidayah.

Tanger, 10 Maret 2013/ 12 Rabiu Tsani 1434 HPENGURUS CABANG ISTIMEWA NAHDLATUL ULAMA MAROKO

Lajnah Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam)

Special Edition, Maret 2013 -01

Oleh: Durrotul Yatimah dan Alvian Iqbal Zahasfan

Kisah panjang lika-liku perjuangan menuju tegaknya Syariah Muhammadiyah di Afrika Utara diwarnai derasnya peluh dan silih berganti pemegang tampuk kekua-saan. Membawa panji Islam melebar dari Mesir; benteng terdekat menuju Maghrib, terhadang kontur alam yang tak mudah ditembus. Terbukti, jalan panjang menuju is-lamisasi Magrib nyatanya cuma bisa diretas melewati garis pantai laut Mediterania. Namun, pesisir adalah wilayah kuasa Romawi. Pasukan islam dijepit dua kekuatan besar, alam yang ganas dan tentara Romawi yang terlatih. Lalu apa yang dipilih-kan khalifah untuk para mujahidnya?. Esai ini akan mengetengahkan periodeisasi masuknya Islam dan faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap pasang surut gerakan Islamisasi Maghrib.

A. Masa Pra Islam.Sumber daya alam selalu menjadi pemikat utama untuk berhijrah ke wilayah baru dan asing. Jauh sebelum ekspedisi kafi lah Schouten dan Maire yang berangkat dari Amsterdam berhasil melewati Cape Horn di ujung Amerika Latin menuju tanah Asia, pesisir Maghrib Arabi--yang mencakup Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libia-- sudah kerap disambangi bangsa-bangsa dari benua Eropa. Ikan yang melimpah ditambah dataran hijau yang subur menjadi alasan yang kuat untuk menguasai wilayah ini. Bangsa Finiqi yang mula-mula hijrah ke wilayah ini. Kemudian bangsa Kartago menguasainya selama hampir 700 tahun sejak 814-146 SM. Setelah itu ganti Romawi menancapkan kekuasaannya selama VI abad, terhitung sejak tum-bangnya Kartago tahun 439 M saat tentara Vandal dari pesisir laut Baltik yang ber-ingas berhasil menjatuhkan Romawi. 94 tahun berselang saat Bizantium berhasil memukul mundur penguasa Vandal dan memegang tampuk kekuasaan di utara Afrika sampai tahun 646 M.

Di Pesisir Mediterania, semenjak zaman pertengahan, penduduk Mesir sudah men-genal suku kulit putih yang mendiami hampir seluruh wilayah utara benua Afrika. Orang Mesir kuno menyebut mereka Libu sementara bangsa Romawi mengenal mereka dengan sebutan Berber atau Amazigh. Banyak pendapat mengenai asal nenek moyang usul suku ini. Perbedaan yang dipicu oleh perbedaan karakter fisik, pola hidup dan bahasa yang digunakan. Bahasa Tamazigh sendiri terdiri dari 45 dialek yang berbeda-beda. Mereka yang tinggal di lereng pegunungan Atlas tidak akan paham dialek yang dipakai oleh Amazigh pesisir.

Bangsa Amazigh yang mendiami utara Afrika adalah induk dari 3 suku utama; Zena-ta, Masmuda dan Lawata. Zenata punya sub suku besar yaitu Miknasa, Maghrawa dan Bani Yafran. Suku Zenata adalah bangsa Amazigh yang mendiami Aljazair, Tunisia, Libia, daerah Rif dan wilayah selatan gunung Altas di Maroko. Orang Ze-nata punya pola kehidupan nomaden dan menggembala, persis seperti bangsa Arab di semenanjung Jazirah Arabia. Hal ini yang kemudian menjadikan banyak peneliti menasabkan nenek moyang suku ini kepada bangsa Yaman dan Himyar yang mengembara ke Afrika.

Adapun Amazigh Masmuda adalah penduduk Bilad Sus, Altas Kecil, Altas Besar dan Rif bagian barat. Ada tiga sub-suku utama bangsa Masmouda: Pertama, Burg-wata yang menempati wilayah antara sungai Om Rabi’ dan Bouregreg. Kedua, Ghumara yang mendiami daerah Rif dan pegunungan. Ketiga, Doukkala, penghuni wilayang antara sungai Om Rabi’ dan Tensift. Masmouda adalah Amazigh yang bukan nomaden, mata pencaharian utama mereka terfokus pada pertanian dan pe-ternakan. Karenanya penisbatan suku ini pada nenek moyang Arab dibantah oleh Ibnu Hazm. Diperkirakan asal muasal mereka adalah bangsa Geto dan Arya yang menyeberang dari dataran Eropa sekitar tahun 1600 SM. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat kedekatan posisi geografis antara Afrika Utara dan Eropa.

Mereka yang menempati daerah Sahara Barat yang melintang dari Maroko hingga Senegal disebut orang Sonhaja. Adapun Jazuli, Lamta serta Lamtuna adalah suku-suku Sonhaja yang utama. Dari pemuka-pemuka Sonhaja, kerajaan Bani Ziri dan Murabitin dirintis. Kebanyakan peneliti menisbatkan bangsa ini kepada nenek moy-ang Arab.

B. Islamisasi Maghrib (Adna, Ausath dan Aqsha).Tahun 22 H, saat Amr bin Al-Ash sukses menganeksasi Tripoli, segera ia berkirim surat kepada Umar bin Khattab, Khalifah kedua. Mengabarkan bahwa pasukan yang dipanglimainya mampu menembus ke arah barat menuju bumi Afrika dalam hitungan 9 hari. Sayangnya Khalifah tegas menahan, dalam balasan yang ia kirim, nyata titahnya bahwa tak ada yang boleh melakukan Fath ke Afrika selama ia hidup. Katanya, wilayah barat Tripoli bukan negeri Afrika, tapi alam buas tak tertembus, liar dan menyesatkan yang belum pernah ada yang bisa menaklukkannya.

Special Edition, Maret 2013 -02

Yang signifikan dari Fath Barqa dan Tripoli yang kini menjadi bagian dari Libya modern adalah bahwa pasukan Amr bin Al-Ash tak berkeinginan untuk menetap disana. Kedua kota tersebut menjadi bagian dari imperium Islam kala itu via sistem perjanjian damai dengan ketentuan bahwa penduduknya akan membayar pajak yang nantinya akan dikirim langsung ke Fustat, Kairo Lama. Dari sini bisa dis-impulkan bahwa persinggungan Arab-Berber belum mencapai tingkat kemesraan yang dalam. Relasi yang terjadi baru sebatas antara pusat dan aneks.

Fase kedua islamisasi Maghrib adalah saat tampuk kekhalifahan dipegang khali-fah Utsman bin Affan. Tahun 27 H, Abdullah Bin Abi Sa’ad membawa pasukan besar yang termasuk diantaranya Sahabat Marwan ibn Al-Hakam, Abdullah Bin Zubair, Abdullah ibn Umar serta Abdurrahman Bin Abu Bakar. Pasukan ini berhasil mengalahkan tentara Bizantium di dekat Kairuwan sehingga Bizantium terpaksa meneken perjanjian damai dengan tebusan 300 qinthar emas. Fase yang berlang-sung dari tahun 27 hingga 45 H ini bisa disebut fase persiapan untuk menembus lebih jauh ke Afrika. Pada tahun 49 H Uqbah Bin Nafi’ Al-Fihri yang sudah menjadi panglima kecil semenjak masa Amr Bin Al-Ash diangkat menjadi wali untuk Afrika. Ia kemudian melanjutkan upaya ini dan berhasil menembus hingga ke Libia. Ia juga menjadikan kota Kairuwan sebagai markas besar untuk tentara Islam.

Tahun 51 H, Muawiyah Ibn Abi Sufyan menunjuk Salmah Ibn Makhlad Al-Ansha-ri sebagai wali baru untuk Mesir dan Maghrib Arabi. Salmah lantas mengganti Uqbah Bin Nafi’ dengan Abu Muhajir. Penggantian yang dilakukan atas dasar se-teru pribadi. Hal ini yang membuat hubungan Uqbah dan Abu Muhajir menjadi bu-ruk. Namun, prestasi yag ditorehkan Abu Muhajir sungguh luar biasa. Ia berhasil masuk ke daerah pedalaman hingga mencapai Tilimsan. Ia adalah panglima islam pertama yang mampu mencapai Maghrib Al-Awsath tanpa adanya perlawanan dari tentara Bizantium maupun Berber. Abu Muhajir bisa mengislamkan Suku Au-robah yang sebelumnya memeluk agama Kristen.

Pada tahun 62 H, Uqbah kembali menggantikan Abu Muhajir sebagai Gubernur Afrika. Tentara Uqbah berhasil mencapai Maghrib Al-Aqsho. Namun prestasi ini harus dibayar mahal. Uqbah gugur dalam ekspedisi kali ini. Ia terbunuh oleh Ku-sailah, kepala suku Aurobah yang sebelumnya sudah diislamkan oleh Abu Mu-hajir. Kusailah tak bisa menerima perlakuan buruk Uqbah kepada kaumnya dan Abu muhajir. Ia lantas berbalik mengadakan pemberontakan terhadap Uqbah.

Musa Bin Nushair diutus untuk menjadi Gubernur di Maghrib tahun 89 H. pada masa Musa tak ada perlawanan yang membahayakan pasukan muslim. Musa ber-hasil menaklukkan Tanger dan menempatkan Thariq Bin Ziyad sebagai Gubernur Tanger. Bersama Thariq, ditempatkan 27 ribu muslim arab di Tanger. Hal ini ka-rena Musa berkeinginan melanjutkan fath ke Andalusia.

C . Faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap gerakan islamisasi

Special Edition, Maret 2013 -03

Maghrib.Proses Islam masuknya Islam ke Maghrib berlangsung selama lebih kurang 67 tahun. Ada beberapa hal yang sangat mempengaruhi berhasil dan tidaknya usaha ini. Berikut adalah

1. Karakter bangsa Amazigh .Bangsa Amazigh terkenal sebagai bangsa yang tak suka tunduk di bawah kekua-saan orang lain. Mereka sangat menjunjung tinggi harga diri dan kebebasan. Ke-beradaan bangsa asing yang silih berganti menancapkan kekuasaan di Magrib dan berusaha mengeruk kekayaan sebesar-besarnya membuat mereka geram. Orang Amazigh juga tak mau dianggap sebagai budak. Seringkali gerakan pemberonta-kan dilancarkan namun tidak adanya persatuan dari semua suku Amazigh mem-buat perlawanan mereka mudah dipatahkan. Suku Amazigh juga punya sifat tegas dan berani. Mereka tak segan mencopot pemimpinnya sendiri jika dirasa sudah tak lagi menjalankan pemerintahan dengan benar. Hal ini dialami sendiri oleh Maisara Al-Khofir. Ia dan kelompoknya tak puas dengan pemerintahan penguasa Tanger Umar Al-Marodi. Revolusi terjadi dan Umar digulingkan. Maisara lantas menggan-tikan posisi Umar. Tak berapa lama berselang, kawan-kawannya tak setuju dengan sistem yang dijalankan Maisara. Ia kemudian dibunuh, posisinya digantikan Khalid Ibn Hamid Al-Zanaty.

2. Lemahnya manajemen tentara Bizantium. Armada Bizantium adalah tentara hebat yang terkenal gagah berani. Mere-ka menduduki hampir sepanjang pesisir pantai Mediterania. Untuk mengislamkan Afrika, hal pertama yang harus dilakukan tentara muslimin adalah menaklukkan pasukan Bizantium. Tentu tidak mudah, karena jika terdesak Bizantium bisa segera mengirim bala bantuan dari markas besar di Sisilia, sementara jika pasukan mus-lim yang terdesak, jarak Bagdad ke Maghrib teramat jauh untuk mengirim tamba-han pasukan dan perbekalan dalam jumlah yang besar. Namun, tentara muslim diuntungkan oleh lemahnya manajemen pasukan Bizantium selepas kematian Raja Justisian. Tentara Bizantium yang berada di Afrika adalah campuran dari berbagai bangsa. Loyalitas bukan lagi hal utama bagi mereka. Yang paling penting adalah mengeruk kekayaan sebanyak-banyak untuk dikirim ke kampung halaman masing-masing. Hal ini yang menyebabkan turunnya moralitas dan meningkatnya rasio perseteruan antar sesama panglima Bizantium di Afrika.

3. Pola hubungan yang diterapkan oleh wali (penguasa). Seringkali, terdapat perbedaan sistem yang dipakai oleh wali-wali utusan dinasti Umayyah di Afrika dalam menghadapi penduduk lokal. Uqbah Bin Nafi’ dan Musa Bin Nushair misalnya, lebih memilih siasat perjanjian damai dengan ganti upeti dengan membiarkan bangsa Amazigh tetap pada kepercayaannya masing-masing daripada memerangi mereka. Saat Hassan Bin Nu’man mendirikan Jami’ (Masjid) Kairuwan dan membangun kota ini, ia membiarkan penduduknya tetap memeluk animisme dan Kristen. Banyak riyawat yang menyebutkan buruknya perlakuan wali dinasti Umayyah terhadap bangsa Amazigh. Relasi penguasa–budak meyebabkan

Special Edition, Maret 2013 -04

acap kali terjadi upaya pemberontakan. Kematian Uqbah Bin Nafi ’ ditangan Kusail-ah adalah salah satu episode yang sangat disayangkan dalam upaya penyebaran Islam di Afrika. Disebutkan bahwa alasan utama Kusailah yang waktu itu sudah menjadi muslim untuk melawan Uqbah adalah karena perlakuan buruk Uqbah ter-hadap suku Aurobah dan juga kepada Abu Muhajir, salah satu panglimanya sendiri yang sudah berhasil menampakkan wajah Islam yang ramah dan santun hingga akhirnya seluruh suka Aurobah masuk Islam.

Musa Ibn Nushair walaupun sudah menaruh kepercayaan terhadap suku Amazigh sehingga hampir seluruh pasukan ekspedisi menuju Andalusia adalah Amazighy, bahkan panglima ekspedisi ini pun seorang Amazigh, Tariq Bin Ziyad. Namun tetap mempunyai pola pikir yang sama. Terbukti, lambat laun kepercayaan Musa terha-dap Tariq pun pupus. Pamor Tariq yang terus naik adalah salah satu pemicunya. Ia lantas diasingkan ke Andalusia.

Jika saja sistem yang diterapkan oleh para penguasa bani Umayyah di Afrika adalah penyebaran Islam dengan jalan damai dan tidak bertentangan dengan ajaran Kitab dan Sunnah, tentu proses fath Afrika tidak akan berlangsung lama. Ketidakadilan yang dialami oleh banyak suku Amazigh dan penguasa yang lebih memilih sistem pembayaran pajak daripada penyebaran agama membuat Islam tak segera dimi-nati di Afrika. Fenomena penyelewengan agama seperti yang di lakukan oleh suku Burghwata yang membuat Qur’annya sendiri serta hanya melakukan shalat 2 kali dalam sehari serta banyaknya praktek sihir adalah salah satu akibat dari penomor-duaan peyebaran dan pengajaran Islam yang benar di Maghrib.

Dalam konteks Maghrib, setidaknya ada 2 hal yang bisa jadi pelajaran bagi Indone-sia, pertama menyangkut desentralisasi dan kedua mengenai moralitas penguasa. Sistem politik yang sehat, sebagaimana menyitir Cak Nun, adalah sistem yg jauh dari bentuk tumpeng, mengerucut di pusatnya. Harusnya ia lebih mengikuti model ambeng, dimana nasi dan lauk ditata melebar dalam wadah, tak ada bagian yg meninggi melebihi bagian sekitarnya. Persamaan dan keadilan menjadi inti. Wal-lahu a’lam.

1. Ibrahim Harakat; Al-Magrib Abra Tarikh, hal.71

* Mahasiswia s1 universitas Imam Nafi e, Tanger.

ambeng, dimana nasi dan lauk ditata melebar dalam wadah, tak ada bagian yg meninggi melebihi bagian sekitarnya. Persamaan dan keadilan menjadi inti. Wal-lahu a’lam.

1. Ibrahim Harakat; Al-Magrib Abra Tarikh, hal.71

* Mahasiswia s1 universitas Imam Nafi e, Tanger.

Special Edition, Maret 2013 -05

Pendahuluan Pembagian nama menjadi Masyriq (Wilayah Timur) Maghrib (Wilayah Barat) dalam kekuasaan islam dimulai semenjak meluasnya agama yang dibawa oleh Muham-mad ShallaAllahu ‘alaihi wasalaam, kemudian Maghrib sendiri terbagi menjadi; Maghrib al Adna (Tunis), Maghrib al Awshat (Libya Al jazair) dan Maghrib al Aqsha (Maroko, Muritania).1

Eksistensi Maghrib al Aqsha (Maroko) sebagai suatu kedaulatan yang independ-en sudah dimulai sejak dinasti Abbasyiah dengan letak geogafi s yang strategis Maghrib merupakan pionir penting penyebaran islam di wilayah Afrika dan Eropa. Menurut Ibnu Khaldun dalam magnum opus-nya Al Muqaddimah, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting; kemampuan manusia untuk berfi kir yang menghasilkan sains dan teknologi, kemampuan ber-organisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan kesanggupan berjuang untuk hidup.2 Kemampuan berfi kir merupakan elemen asas suatu peradaban.

Maroko sebagai mutiara yang terpendam merupakan salah satu bukti dimana keil-muan merupakan asas terpenting pembentukan peradaban.

Dinasti-dinasti islam ; peletak batu pertama.Dalam perjalananya, berbagai bangsa yang sempat menduduki Maroko memberi-kan corak khas sehingga membentuk larik tersendiri dalam tenunan peradaban di Maroko. Di mulai dari peradaban Romawi hingga masuknya islam ke bumi seribu zawiyah 3 ini.

Sebagian besar sejarawan berpendapat bahawa penduduk asli wilayah utara Afrika terkhusus Maroko dan Aljazair adalah suku barbar. Asal kalimat “Barbar” menurut Ibnu Khaldun : berasal dari perkataan raja Yaman Ifriqasy bin Shaifi ketika mel-akukan ekpansi ke wilayah Maghrib dan Afrika saat itu ia mendengar percakapan penduduk asli yang tak dimengerti, kemudian ia berkata “kalian ini banyak sekali barba-rnya”. Barbar/Barbarah bermakna pencampuran suara yang tidak difahami.4 Sedang para orientalis lebih condong berpendat bahwa barbar berarti orang yang

Special Edition, Maret 2013 -06

tak memiliki budaya, hidup diluar kekuasaan Romawi, namun penduduk Maroko lebih senang dengan nama Amazigh yang artinya yang merdeka5 dibanding nama Barbar. Berikut beberapa nama peradaban yang sempat menguasai Maghribi se-bagai mana yang di utarakan Ibrahim Harakat dalam kitabnya “Al Maghrib ‘abra at-tarikh”;

1. Bangsa Carthaginian 814-146 SM, bangsa ini memperkenalkan mereka dengan bahasa Phoenicia bahkan ditetapkan sebagai bahasa resmi mereka, selain itu mere-ka juga dikenalakan dengan sastra dan filsafat yang nantinya akan dikembangkan oleh romawi yang merupakan dinasti setelahanya.2. Bangsa Romawi barat/Romawi Yunani (146 SM-439M) yang mengenalkan pen-duduk Maroko bahasa latin, dilanjutkan dengan 3. Bangsa Vandal yang berasal dari jerman bagian timur.4. Bizantiyum (531-646 M) atau romawi timur yang beribu kota di Konstantinopel merupakan kelanjutan dari kerajaan Romawi barat yang runtuh.5. Al Adarisah (788-985 M)6. Al Murabitun (1038-1147 M)7. Al Muahhidun (1147-1262 M)8. Al Mariniyyin (1270-1465 M)9. Al Wathasiyyin (1471-1553 M)10. As Sa’diyyin (1514-1658 M)11. Al ‘Alawiyyin (1959 M-hingga sekarang)

Masuknya islam ke Maghrib 681-682 M, melalui Uqbah bin Nafi belum memberikan kesempatan untuk mendirikan dinasti sendiri, pada saat itu Maroko masih berafiliasi ke Mesir sebagai wilayah kekuasaan Bani Abbasyiah, lalu ketika terjadi perseteruan antara Abbasiyah- penguasa saat itu- dan Al ‘Alawiyyin6 pada169 H/784 M. Banyak dari mereka yang melarikan diri dari kejaran penguasa, Idris bin Abdullah adalah salah satunya, beliau ini yang nantinya menjadi pendiri dinasti Idrissyah (788-985M), dinasti islam pertama yang berdiri sendiri lepas dari kekhalifahan Abbasyiyah. Layaknya tabiat para pendahulu, dinasti Islam di Maroko yang dimulai sejak dinasti Idrissiyah memiliki peran penting dalam membentuk karakter khas dari peradaban keilmuan di Maroko terutama dalam menjadikan Maroko sebagai basis penerapan madzhab Maliki yang di bawa oleh para ulama lokal saat mereka berhaji selain sebab kedudukan Imam Malik sebagai Mujtahid Mutlaq dan Persamaan keadaan lingkungan antara Maroko dan tanah Hijaz.

Dalam sejarahnya kemajuan peradaban keilmuan pada pemerintahan Bani Marin (1270-1465 M), seakan menjadi puncak sedang dinasti-dinasti sebelumya menjadi anak tangga hal ini antara lain disebabkan banyaknya para ilmuan yang bermigrai baik dari Andalusia (Spanyol) maupun Kayrawan (Tunis) dan kondisinya yang relatif lebih stabil.

Nama-nama seperti Ibnu batutah, Ibnu Rayid dan al’Abdari merupakan para petu-

Special Edition, Maret 2013 -07

alang yang berasal dari dinasti yang didirikan oleh ini, pada masa ini pula dikenal Al Jurumiyyah karya Abu Abdullah bin Ajurum w733 H, komentar Kitab Sibawaih karya Ibnu Rayid dan Komentar akan kitab Alfiyah Ibnu Malik karya Al Makudi. Ibnu Khaldun pun menyelesaikan kitab Tarikhnya yang berjumlah 7 jilid.

Kolonialisme dan Interpretasi baru. Jika Renaisans adalah abad pencerahan bagi Eropa, maka bagi kekhilafaan Islam abad itu merupakan proses kemunduran, setelah lebih dari 7 abad menjadi trend-setter dalam peradaban dunia, tak terkecuali bagi Maroko terutama saat penjajah mulai menggrogoti baik dalam segi fisik maupun mental.

Pada abad itu pula mulai terjadi pembagian wilayah menjadi Barat dan Timur, Mutsa’mir (Penjajah) dan Musta’mar (yang dijajah) dimana kebutuhan akan sumber daya alam yang hanya dimiliki oleh wilayah Asia dan Afrika menjadi faktor terkuat terjadinya kolonialisme. Portugal adalah negara yang menjajaki Maghribi dengan membawa bendera kolonialisme hingga dilanjutkan oleh Spanyol dan Francis den-gan pembagian wilayah utara Maghribi di kuasai Francis dan wilayah selatan di miliki Spanyo.7

Merupakan suatu kemutlakan jika persentuhan Maghribi dengan peradaban eropa memberikan sedikit banyak pengaruh dalam perkembangan keilmuaan di Maroko, dengan penguasaan akan berbahasa asing arus keilmuaan dari barat mengalir deras terutama dalam sastra dan filsafatnya.

Kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan moderen untuk mengimbangi ke-majuan Eropa terlebih dalam mliter dan ilmu hitung telah dirasakan semenjak kekuasan Abdurrahma bin Hisyam dari dinasti Al ‘Alawiyyin dan tiga penguasa setelahnya8 ini di buktikan dengan:

- Penerjemahan literatur Eropa ke bahasa arab yang semakin gencar - Pengadaan institusi ilmah- Penyesuaian kurikulum- Pengiriman pelajar ke luar negeri

Di sisi lain pengaruh Harakah Islamiyyah atau pergerakan islam yang di komandoi Mesir mulai menyebar di wilayah al gharb al islamy, seakan menjadi kutub penyeim-bang atas dominasi kolonialism, nama-nama seperti Abu Muhammad al ma`mun bin umar al kattani (w.1892) dan Abu hasan ‘ala bin abdullah alfasi (w.1896) adalah beberapa tokoh pergerakan yang bertujuan mengembalikan kejayaan para penda-hulu tanpa mengadopsi produk asing, dengan hunusan pena dan gemuruh khut-bah mereka berjuang.

Walhasil dua kubu ini menambahkan pattern baru dalam tenunan peradaban keil-muan Maroko yang memungkinkan terjadinya calsh, kolaborasi ataupun evolusi namun tetap memberikan interpertasi baru dalam peradaban keilmuan dunia.

Special Edition, Maret 2013 -08

Maroko sebagai Alternatif.Ketika bebicara tentang kemajuan keilmuan pada wilayah Gharb islami atau kebu-dayaan islam pada masa lalu perlu kita garis bawahi bahwa pada masa itu belum ada dikotomi ilmu, antara ilmu umum dan ilmu agama. Hal ini bisa dibuktikan den-gan profil para ilmuan Islam pada masa keemasan yang tidak hanya hafal Al Quran dan mengerti agama namun juga pintar dalam mengolah kata dan rumus-rumus hitungan.Dan hal ini yang tengah diterapkan oleh Maroko, dengan mengadopsi sistem pen-didikan Francis namun tetap mempertahankan akar panjang tradisi intelektual Is-lamnya, terbukti kini berbagai tokoh dalam berbagai disiplin ilmu, mulai bermuncu-lan dari negeri yang di Turki terkenal dengan nama Fes ini. Sebutlah Allal al-Fasi (tokoh kemerdekaan dan ensiklopedis keilmuan Islam Maroko), al-Jabiri di kritik nalar, Salim Yafut di epistemologi, Abdussalam Benab-delali di filsafat kontemporer, Abdullah al-Arawi di sejarah, Taha Abdurrahman di filsafat bahasa dan akhlak, Bensalem Himmich (filosof dan sastrawan), ar Raisuni (pakar maqashid), Muhammad ar-Rougi (Faqih), keluarga Bin as-Shiddiq (kelu-arga muhaddits, tinggal di kota Tanger) dan masih banyak lagi.

Hingga kini, dalam mendeskripsikan asas peradaban Maroko dalam bidang keil-muan Maroko menganut madzhab Maliki dalam fiqh, Asy’ariyyah dalam ilmu kal-am, dan Imam Junaidi dalam bidang Tasawuf, ditambah dengan keterbukaannya akan ide-ide baru yang menambah nilai plus dalam sekala keilmuan.

Penutup.Keberagamaan penduduk Maroko merupakan tata kelakuan melalui jalur inheret dari guru ke murid, dengan memberikan ruang gerak bagi pemeluknya untuk mel-akukan penghayatan sesuai realitas. 9

Di tambah posisi geo-politik yang di miliki Maghribi, menempatkan nya sebagai kandidat pelopor kemajuan islam dalam bidang keilmuan, meski belum sekaliber Arab Saudi. Yang sempat menjadi kiblat intelektual ulama Nusantara abad ke-17 s/d 19 atau Mesir pada Akhir abad ke-19, namun penulis optimis kedepan Maroko akan menjadi kiblat intelektual ulama Nusantara.

1. Al Hasan assaih, Al Hadarah al islamiyyah fil Maghib, 1986, Dar atsaqafah, maroko, hal. 1172. The Muqaddimah: an Introduction to history (1978 : 54-57)3. Zawiyah bermakna tempat berdzikir dan bermujahadah para pengikut tarikat sufi.4. Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, VI, Dar Kutub al ilmiyyah 1992 hal 1765. Harakat, Ibrahim, Al Maghrib ‘abra attarikh ,Jilid 2, Dar arrasyad al haditsah, 2009, Maroko, hal. 19.6. Merupakan sebutan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad.

Special Edition, Maret 2013 -09

7. Assarjani, Raghib, Al Mauu’ah al muyassarah fi attarikh al islamy ,Jilid 2, Muassa-sah iqraa, 2007, Kairo, hal. 289.8. Mohammad al Mannouni, Madzahir yaqadzat almaghrib al hadits, I, dar algharab al islamy1985.9. Hammadah, Muntashir, Wahabiyyah fil Maghrib, Dar toubkal li Nashr, 2012, Casa-blanca, halaman 22.

Special Edition, Maret 2013 -10

Special Edition, Maret 2013 -11

Special Edition, Maret 2013 -12

Permasalahan kehidupan yang begitu kompleks telah memberikan warna bagi kead-aan dan peristiwa perjalanan kehidupan manusia di muka bumi ini tidak lepas dari ideology, Guna memuluskan jalan menuju kebangkitan peradaban Islam. Peradaban akan terwujud jika manusia memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu mening-katkan taraf kehidupannya. Sebuah pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana yakni superstruktur dan infrastruktur yang memadai.

Berdasarkan pandangan Ibnu Khaldun, bahwa peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu, kemampuan manusia untuk berfi kir yang meng-hasilkan sains dan teknologi, kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan kesanggupan berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfi kir merupakan elemen mendasar dalam sebuah peradaban. Suatu bangsa dinyatakan beradab (berbudaya) jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. karna kesempurnaan manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya. Bertolak dari landasan ini, marilah kita bersama-sama mengkaji kembali sejarah Maroko serta peradaban yang dimilikinya. Dimana banyak pelajaran yang perlu di-gali kembali seperti keilmuan serta para ulama kontemporernya.

Para sejarahwan dan geografer pada abad pertengahan menyebut “Al-Maghrib al Aqşá” yang berarti terjauh di Barat untuk merujuk Maroko. Hal ini tidak lepas dari sejarah bahwa Magrib pada permulaan masuknya Islam dibagi menjadi tiga ka-wasan yakni “Al Magrib al Adna” (Al jazair) dan “Al Magrib al Awsat”(Tunisia). Maroko memilki nama lengkap “Al Mamlaka Al Magribiya”. Sementara dalam bahasa Inggris menyebutnya “Morocco”, dalam bahasa Spanyol “Marruecos “, dalam bahasa Latin pada abad pertengahan menyebut “Morroch”, yang dinisbatkan kepada ibukota dinasty Almoravid and Almohad yakni Marrakesh. Di dalam bahasa Persi dan Urdu, Maroko disebut Marrakesh yang berasal dari bahasa Barbar “ mur n akush” yang artinya Tanah Tuhan. Lain halnya dalam bahasa Turki, Maroko disebut Fez hal ini dinisbatkan kepada ibukota dinasty Idrisid dan Marinid. Itu sejarah ringkas tentang penamaan Kerajaan Maroco.

Wilayah yang kini dikenal dengan sebutan Maroko telah dihuni sejak zaman Neoli-tikum, sekitar 8.000 sebelum Masehi. Di masa itu, kawasan ini tidak setandus yang kita kenal sekarang. Di zaman klasik, Maroko juga dikenal sebagai Mauritania (yang

Special Edition, Maret 2013 -13

namanya mirip dengan nama negara di Laut India). Penelitian yang dilakukan se-lama berpuluh tahun menemukan suku bangsa yang memberikan sumbangan ge-netik kepada manusia Maroko saat ini, mulai dari Amazir /Berbers yang merupan suku bangsa asli, kemudian Arabs, Iberians, Phoenicians, Yahudi Sephardik, dan Afrika Sahara.Sejarah mencatat bahwa Maroko yang merupakan bagian dari Afrika Utara terin-tegrasi dengan kawasan perdagangan Mediterania yang dikendalikan pedagang dan pemukim Phoenician pada permulaan zaman kuno. Kehadiran orang-orang Phoenician di kawasan itu memberikan bukti bahwa sejak lama Maroko terlibat ak-tif dalam perdagangan yang melibatkan Kekaisaran Romawi dan dikenal sebagai Mauretania Tingitana.

Di abad ke-5 , bersamaan dengan kehancuran Kekaisaran Romawi, kawasan ini jatuh ke tangan suku-suku Vandals, Visigoths, dan kemudian Yunani-Bizantium. Sepanjang masa ini, kawasan pegunungan Maroko tidak dapat ditaklukkan oleh pendatang. Wilayah di pegunungan Maroko tetap dikusai suku Berber.

Di abad ke-7 M, tepanya pada tahun 670 M, pasukan Umayyah yang dipimpin Uqba ibn Nafi menaklukkan Afrika Utara. Orang-orang Arab membawa adat kebiasaan, budaya dan agama Islam. Orang-orang Berber beramai-ramai memeluk Islam dan beberapa kerajaan Islam seperti Kerajaan Nekor dan Kerajaan Barghawata.

Di bawah Idris ibn Abdallah, pendiri Dinasti Idrisiyah, kawasan yang telah dipersat-ukan itu segera memutus hubungan mereka dengan Bani Abassiyah yang berada di Baghdad dan Bani Umayyah di Damaskus yang menguasai kekuasaan Islam hingga Andalusia.

Setelah kekuasaan Bani Idrisiyah memudar, orang-orang Arab mulai kehilangan kontrol politik di Maroko. Sementara orang-orang Berber setelah memeluk Islam membentuk pemerintahan dan mulai mengambil alih kekuasaan. Maroko menca-pai puncak keemasannya di bawah kekuasaan Berber setelah abad ke-11 M. Di-nasti Almoravids, Almohads, kemudian Marinid dan dinasty Saadiyah berusaha mengembangkan pengaruh Maroko ke seluruh Barat laut Afrika. Menyusul pem-bantaian dan pengusiran di Eropa yang dikenal dengan Reconquista di Semenan-jung Iberia, orang-orang Muslim, bersama orang-orang Yahudi, melarikan diri ke Maroko. Prancis mulai memperlihatkan keinginan mereka menaklukkan Maroko pada ta-hun 1830. Kekuasaan Prancis di Maroko yang diakui Inggris pada tahun 1904, me-mancing reaksi keras dari Jerman. Krisis yang terjadi di tahun 1905 menghasilkan Konferensi Algeciras di Spanyol pada tahun 1906. Dalam konferensi itu, menyat-akn bahwa kekuasaan Prancis di Maroko semakin diakui.

Di dalam Perjanjian Fez itu juga disebutkan bahwa bahwa Spanyol memperoleh hak menguasai kawasan selatan Maroko.

Special Edition, Maret 2013 -14

Maroko berstatus sebagai sebuah negara yang berada di bawah perlindungan Prancis, namun kehidupan politik di Maroko pada masa itu sangat beragam. Politi-si-politisi Maroko memanfaatkan Atlantik Charter yang ditandatangani oleh pem-impin AS dan Inggris yang isinya antara lain memberikan hak bagi setiap orang untuk menentukan kedaulatan.

Pada bulan Agustus 1953, Ahmed Belbachir Haskouri, salah seorang tangan kanan Sultan Muhammad V memproklamirkan Sultan Muhammad V sebagai penguasa Maroko yang sah.

Pada Oktober 1955, kelompok Jaish al-Tahrir atau Pasukan Pembebasan yang dibentuk oleh Komite Pembebasan Arab Maghrib melancarkan serangan ke jan-tung pertahanan dan pemukiman Prancis di kota-kota besar di Maroko.

Peristiwa di atas, bersama peristiwa lain di masa itu telah meningkatkan solidaritas di kalangan orang Maroko. Masyarakat Maroko mengenal masa itu sebagai masa revolusi yang digerakkan oleh Raja dan Rakyat yang disebut “Taourat al-Malik wa Shaab” dan dirayakan setiap tanggal 20 Agustus.

“Al-Garb al-Islami” satu istilah di Maroko yang lazim dipakai untuk menunjuk wilayah yang mewarisi kejayaan peradaban Islam yang berpusat di Andalusia, meliputi Spanyol, Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya dan Mauritania. Dunia intelek-tual Arab memang mengakui Maroko sebagai gudang para pemikir dan penulis produktif.

Nama al-Qurthubi, Ibnu al-Arabi sang Mufassir, Ibnu Arabi tokoh Sufi, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dan as-Syathibi merupakan Ulama-Ulama Andalusia pada masa keg-emilangan Islam. Saat ini kita akan mengenal semakin banyak nama pemikiran dan intelektual di Maroko, kita mengenal nama-nama ulama semacam Abu Madyan (sufi amali), Qadli Iyadl (muhaddits, mufassir), Ibnu Abdil Barr (muhad-dits), Ibnu Athiyah (mufassir), Imam Sahnun (faqih); atau yang lebih belakangan: Abu Hasan al-Yusi (ensiklopedis, salah seorang pensyarah Jam’ul Jawami’), Thahir Bin Asyur (mufassir), Allal al-Fasi (tokoh kemerdekaan dan ensiklopedis keilmuan Islam Maroko); atau yang lebih gress lagi Ahmad ar-Raisuni (pakar maqashid), Muhammad ar-Rougi (Faqih), keluarga Bin as-Shiddiq (keluarga muhaddits, ting-gal di kota Tanger), Syekh Hamzah (guru spiritual Tarekat Qadiriyah Butsyisyiah), Ahmad Taufiq (sejarawan) dan masih banyak lagi.

Satu nama lagi yang tidak boleh dilupakan Ibnu Batutah, petualang besar yang mampir dua kali di nusantara dalam perjalanannya ke China dan kembali ke Maroko. Kisah perjalanannya keliling dunia itu, dituangkannya dalam kitab yang berjudul “Rihlah Ibnu Batutah”. Kitab ini sekarang menjadi lebih lengkap setelah di-tahqiq oleh Dr. Abdul Hadi at-Tazi, sejarawan Maroko dan merupakan mantan Duta Besar Maroko di Irak.

Special Edition, Maret 2013 -15

Apa yang dilakukan oleh Vasco de Gama dan Christopher Columbus, sebenarnya telah didahului oleh petualangan para pejuang dan ulama Islam. Inilah salah satu sebab, mengapa Islam begitu cepat merambah dunia. Lagi-lagi Maroko menyerta-kan nama besar dalam bidang ini.

Saat ini, Marrakech menjadi salah satu kota budaya dibawah naungan Unesco. Di Marrakakech banyak berdiri masjid serta madrasah peninggalan masa kejayaan Islam antara lain; Masjid Koutoubia, Madrasah Ben Youssef, Masji Casbah, Masjid Mansouria, Masjid Bab Doukkala, Masjid Mouassine, serta banyak lagi yang lain-nya.pada eramodern, Fez juga melahirkan banyak cendekiawan. Seperti Alal al Fasi, ahli Ushul Fiqh yang terkenal dengan bukunya, Maqasid as Syariah ai Islamiyyah wa Makarimuha. Juga ada Fatima Mernissi, tokoh feminisme yang sudah tak as-ing lagi dalam dunia pemikiran Islam kontemporer. Fez pada masa dulu, adalah pusat peradaban Islam dan kota ilmu. Di kota ini, terdapat Mesjid Qurawiyyin. Al Qarawiyyin: Universitas dan Masjid Tertua sepanjang sejarah Islam.

Sejarah peradaban Islam di Afrika Utara, termasuk sejarah yang tidak boleh dilupa-kan oleh umat Islam, karena banyak yang dapat di ilhami dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di Afrika Utara zaman dahulu bahwa islam pernah Berjaya pada masa khulafaur rasyidin dan masa berbagai Dinasty. Terlebih lagi Afrika Utara merupa-kan pintu gerbang penyebaran Islam ke Eropa. Dari Afrika Utara lalu ke Spanyol yang termasuk benua Eropa. Penyebaran Islam ke Afrika Utara sudah dimulai se-jak khulafaurrasyidin, yaitu pada masa Umar bin Khattab. Pada tahun 640 M Pan-glima Amr bin Ash berhasil memasuki Mesir. Kemudian pada masa halifah Utsman bin Affan penyebaran Islam meluas ke Barqah dan Tripoli.

Demikianlah berbagai muatan nilai yang dapat dipetik dari Maroko, mulai dari penamaan negri “Tanah Tuhan”, letak starategis Maroko sebagai pintu gerbang perdagangan dan hubungan antara dua benua, Afrika dan Eropa, serta nilai-nilai budaya dan sejarah yang menghasilkan para cendekia serta pemikir yang intelek, serta berbagai dinasty yang tumbuh dan berkembang di Maroko dari mulai awal masuknya islam hingga sampai ke Andalusia tidak dapat dinafi kan bahwa semua ini merupakan faktor dari beberapa faktor yang menjunjung Maroko sebagai ne-gara yang kaya akan peradaban Islam.

* Mahasiswi s1 universitas Imam Nafi e, Tanger.

penamaan negri “Tanah Tuhan”, letak starategis Maroko sebagai pintu gerbang perdagangan dan hubungan antara dua benua, Afrika dan Eropa, serta nilai-nilai budaya dan sejarah yang menghasilkan para cendekia serta pemikir yang intelek, serta berbagai dinasty yang tumbuh dan berkembang di Maroko dari mulai awal masuknya islam hingga sampai ke Andalusia tidak dapat dinafi kan bahwa semua ini merupakan faktor dari beberapa faktor yang menjunjung Maroko sebagai ne-gara yang kaya akan peradaban Islam.

* Mahasiswi s1 universitas Imam Nafi e, Tanger.

Special Edition, Maret 2013 -16

Special Edition, Maret 2013 -17

Special Edition, Maret 2013 -18

Special Edition, Maret 2013 -19

Written by : Prof. dr. Syed Muhammad al- Attas“ No civilization can prosper - or even exist, af-ter having lost this pride and the connection with its own past.” (Islam at the Crossroads, Leopold Weiss)

An amazing piece written by a historian from Mel-ayu "Syed Muhammad al-Attas," in which to review the history of Islam in the archipelago. To criticize the justifi ed Islamic history in nusantara which has been considered as patent by most of In-donesian people, the history that sourced from scientists and western historians who cannot es-cape their political and economic interests.

The book is presented in coincide with the in-auguration of that intellectual as a great teacher (Professor of Malay Literature at Universiti Ke-bangsaan Malaysia on January 24, 1973). In this book, Syed Alatas skinning sharply the scientifi c and engineering views -particularly by orientalis- from Dutch historians like Van Leur and Snouck

“ No civilization can prosper - or even exist, af-ter having lost this pride and the connection with its own past.” (Islam at the Crossroads, Leopold

An amazing piece written by a historian from Mel-ayu "Syed Muhammad al-Attas," in which to review the history of Islam in the archipelago. To criticize the justifi ed Islamic history in nusantara which has been considered as patent by most of In-donesian people, the history that sourced from scientists and western historians who cannot es-

The book is presented in coincide with the in-auguration of that intellectual as a great teacher (Professor of Malay Literature at Universiti Ke-bangsaan Malaysia on January 24, 1973). In this book, Syed Alatas skinning sharply the scientifi c and engineering views -particularly by orientalis- from Dutch historians like Van Leur and Snouck Hugronje- for overturning the history of Islam in Indonesia-Malay.The book consists of 70 pages, range from 5 major chapters which will be ex-plained below.

Chapter 1The chapter begins with Voltaire’s statement that said : the fact that is micro point in history can not be used as a benchmark in reading the history of civilization. De-spite that remote fact shows and declared to be true and applicable in history, but when we see it from the point view of natural history, it will be a fake and have an antinomy in the philosophy of history.

Special Edition, Maret 2013 -20

Chapter 2Syed Naguib opens with the History of Europe Civilization by Henri Pirenne.

The Process of incarnate the spirit of the Middle Ages European is not marked by the conquest of Germans who attacked and conquered Roman Imperium. That's because they can not bring a new culture in the society of Roma. In fact, they must be willing to abandon their native culture i.e. the German culture to apply the Ro-man’s.

They have failed to break the fusion that exists between the West and the East. Despite the upheavals to conquered the country being in theirselves, the people are united in hearts to mixed the bond. Church still maintain and strengthen the Roman influence. This group succeeded in forcing the Germany to admit Christian culture.From the Middle East, Islam came and spread all over the world. After the spread of Islam, a fusion between the Western and Eastern world torn apart. So the spirit of the European Middle Ages began when Islam spread and separate the West and the East.

Chapter 3In this chapter, Syed Naguib detailing Hinduism and Buddhism that arrived earlier before Islam. Hinduism is only embraced by the king, the nobility and the clergy. Meanwhile, as the people do not care about the Hindu, It happens, because the Indonesian people are still applying the ancestor ritual existed before the arrival of Hinduism, and only the literary field are demanded by the public.

Furthermore, Buddhism arrived, but the relics of this religion is only can be seen in the architectural field, for example Borodudur temple. It said two Chinese nomads Fa-Hsien (5th century) and I-Tsing (6th century), had stopped in the land of Suma-tra and Java. They both have the same opinion, saying Hinduism and Buddhism is muddled . I-Tsing also said the language that used in Java and Sumatra is a foreign language that is Sanskrit language, not Indonesian language.

Then he proceed with the description of the arrival of Western colonial around the 19th century. Western colonial who come with it selfishness and carrying the impre-alism mindset, considered to have succeeded in modernizing literature of Malay, but the reality is not so. Syed Naguib insisted that only prose that's modern, and not on the content it contains.

Chapter 4 and Chapter 5In this last two chapters, Syed Naguib delivers his inspiration to the people of the Malay archipelago and Indonesia, to be aware and rise up to fighting for the history of the spread of Islam in Southeast Asia.

Because the history we learn today comes from the Colonial, then there is some

Special Edition, Maret 2013 -21

path of history that is covered. Syed Naguib wants the men of Malay-Indonesian islands to know and be aware of the history of Islam, and not just blindly accept the history we learned today, without any critical of historical review inside it.

For example, famous teory said that Islam arrived in Southeast Asia through 3 places, namely India, Arabia and China. However, Syed Naguib insisted that Islam only come from Arab. India and China's are only route of trade traversed by the traders from Arab land.

This book is very important to read by the country young men of "Malay Descend-ants", in particular for Muslims region. To be more able to recognize their identity from a phase of enlightenment, for rationalism and left the phase of aestheticism, for repeating the history of the mother land relied on the language of its natural descendants.

Wallahu a'lamDowload Buku : http://www.ukm.my/penerbit/syed-naquib-sp.pdf

*Anash, Student of Imam Nafi e Tanger.

Special Edition, Maret 2013 -22

Sinis, itulah yang akan terjadi pertama kali pada raut muka para pembaca yang budiman ketika membaca judul diatas, khususnya bagi para pembaca dari neg-eri Arab, atau negeri lain, bahkan mungkin dari orang Indonesianya sendiri, kalau Pembaca dari negeri Arab sinis itu wajar, karena memang Nabi Muhammad dan Agama Islamnya sendiri itu Lahirnya di Negeri Arab, kalau pembaca dari negeri lain sinis wajar juga, karena memang Penulisnya suku bangsanya Indonesia, jadi mungkin dianggap kurang obyektif, lah kalau pembacanya dari Indonesia sinis Saya juga nggak kaget, karena memang karakter Bangsa Indonesia akhir-akhir ini senan-tiasa merasa minder, loyo, dan nggak pede jadi Bangsa Indonesia jadi wajar kalau sinis ketika membaca judul diatas yang kayaknya nggak mungkin sekali dan dirasa mustahil. Dan penulis setelah ini nggak lagi ‘ngigau’ bercerita tentang keunggulan keislaman di Indonesia dari berbagai aspek yang mungkin akan sulit kita temukan di Negara-negara Besar Islam lainnya baik Saudi Arabia, Mesir, Turki, atau Negara Islam manapun di muka bumi ini.

Masyarakat Muslim Indonesia terkenal dengan Akhlakul Karimahnya, Masyarakat Muslim Indonesia terkenal dengan Jiwa sosialnya, Masyarakat Muslim Indonesia terkenal dengan kebersamaan dalam keberagamannya.

Akhlakul KarimahPenulis katakan Masyarakat Indonesia terkenal dengan Akhlakul Karimahnya, sebab tiap kali penulis berjumpa dengan orang-orang Arab di Negara tempat penu-lis sedang melakukan studi, yang telah melakukan ibadah haji dan ketemu langsung dengan jamaah Haji asal Indonesia di Makkah sana, mereka pasti akan katakan kepada penulis: “Akhlakul karimah Orang Indonesia luar biasa”, dan adapula dari mereka yang menambahi dengan kalimat:”Berbeda dengan jamaah dari negara-negara lain” Bahkan sampai ada yang sampai memperagakan dari cara jalannya, ramah tamahnya.Selama ini penulis amati di Negara Arab tempat penulis studi Masyarakatnya sedikit yang menjalankan prinsip Saling Menghormati dan Menyayangi yang mana kata guru saya, Kyai Asep Saifuddin Halim sebagai inti dari Akhlakul Karimah, sesuai hadits Nabi:”Laysa minna man lam yarham shoghirona wa yuwaqqir kabirona” “bu-

Special Edition, Maret 2013 -23

kan termasuk golongan kami yang tidak menyayangi kepada yang lebih muda dan yang tidak menghormati kepada yang lebih tua. Sering penulis lihat di Negeri arab anak Balita dibentak-bentak oleh ibunya han-ya karena saat dituntun jalannya kurang cepat, sering juga penulis lihat sampai diseret-seret tangannya, pernah juga ada yang sampai dipukul, dan banyak hal-hal lain yang mengabaikan prinsip-prinsip kasih sayang yang sepertinya sudah membudaya secara turun-temurun dan dinilai sebagai perkara yang biasa, lum-rah, dan lazim padahal tanpa mereka sadari dengan cara seperti itu berakibat pada tercetaknya generasi yang sepi dari nilai-nilai kasih sayang dan kelembutan keesokan harinya, perkara-perkara seperti itu sulit ditemukan di Indonesia, karena memang prinsip-prinsip kasih sayang lebih dikedepankan, kalaupun ada itu jum-lahnya sedikit dan jadi gunjingan, dan tentu akan kena semprit komisi nasional perlidungan anak, penulis sampai berandai-andai agar ada sosok seperti Kak Seto di Negeri Arab.

Begitu juga contoh kecil sikap menghormati kepada yang lebih tua seakan-akan belum membudaya di Negeri Arab, di Indonesia penghormatan kepada yang lebih tua menjadi sebuah kearifan lokal yang harus ditanamkan dan ditekankan sejak dini, mulai dari sikap, cara bicara, bahasa, sampai penyebutan nama, yang mung-kin menurut budaya negara lain disepelekan sedangkan di Indonesia hal seperti ini sangat diperhatikan, satu contoh kecil ketika berbicara dengan seseorang yang lebih tua, nada yang tinggi sangat dihindari, agar tidak terkesan menantang dan untuk menjaga perasaan, begitu pula dalam penyebutan nama jika seseorang leb-ih tua biasa dipanggil ‘Kakak’ atau ‘Bapak’ agar ada bedanya dengan memanggil sesamanya, uniknya kearifan lokal seperti ini ada di dalam Al-Qur’an: ”laa tarfa’uw aswaatakum fawqa shawtinnabiy wa la tajharu lahu bil qawli kajahri ba’dhikum liba’dhin” “jangan mengangkat suaramu lebih tinggi dari suara Nabi dan jangan memanggil Nabi seperti kamu memanggil sesamamu”

Ayat ini dulunya diturunkan karena ada sahabat yang berbicara suaranya lebih keras dibanding suara Nabi, adab bicaranya nggak ada bedanya ketika berbicara dengan Nabi dan sesamanya dan perilaku seperti ini terkesan menantang dan ta-kutnya bisa menyakiti perasaan Nabi, lah, sama orang Indonesia adab kesopanan yang pantas kepada Nabi ini dilakukan pula kepada orang yang lebih tua, guru, dan kepada seseorang yang dihormati, untuk menghindari kesan menantang dan menyakiti perasaan. Berbeda dengan yang terjadi di Negeri Arab sering Saya li-hat seseorang yang lebih muda meninggikan suaranya walaupun lawan bicaranya lebih tua dan memang terkesan mengejek dan menantang, begitu juga adatnya disini pemanggilan namapun tanpa penambahan ‘Kakak’ atau ‘Bapak’, adat sep-erti ini, mengabaikan perbedaan antara yang tua dan yang muda sehingga tanpa disadari akan mengabaikan prinsip-prinsip penghormatan “dalam perkara lain” ke-pada yang lebih tua.

Meskipun begitu ada juga diantara mereka yang memegang prinsip-prinsip meng-hormati dan menyayangi, dan penulis sangat mengaguminya, sehingga mereka

Special Edition, Maret 2013 -24

pantas menjadi Uswatun Hasanah bagi masyarakat disekelilingnya sebagaimana Nabi Muhammad menjadi Uswatun Hasanah bagi ummatnya.

Jiwa SosialRohingya memanas, rohingya bergeming, konflik yang menimpa masyarakat mus-lim Rohingya Myanmar memaksa mereka mengungsi ke daerah aman, bagaimana mungkin mereka bisa bertahan di tanah mereka, sedang rumah-rumah mereka di-rusak, dan dibakar, Merekapun tak luput dari pembantaian, mereka mencoba men-gungsi ke Bangladesh yang termasuk Negara Islam, alih-alih pemerintah Bangla-desh menerimanya malah mereka ditolak mentah-mentah, setelah gagal mengungsi ke Bangladesh merekapun mencoba mengungsi ke Negara Singapura, dan Sri Langka tapi sikap yang sama diterima oleh para pengungsi Rohingnya, malahan Indonesia yang secara posisi geografis jauh dari Myanmar menawarkan para pen-gungsi Rohingya untuk mengungsi ke Indonesia, "Kami tidak mendapat pertolongan dimana-mana, di dalam, maupun di luar tanah air kami dan hanya saudara-saudari Muslim Indonesia yang kami lihat ada secercah cahaya harapan dan mengungkap-kan persaudaraan kemanusiaan pada kami, yang kami cari selama ini," kata Imam Ahmed pemimpin Etnis Muslim Rohingya yang saya kutip dari situs Republika. Bahkan organisasi pertama yang berhasil masuk ke wilayah konflik pun dari Indo-nesia, yakni Palang Merah Indonesia (PMI) sehingga dengan masuknya PMI ke wilayah konflik Rohingnya bantuan sosial dan medis yang sebelumnya terhambat akhirnya dapat teratasi, Pernah suatu ketika Kami, Mahasiswa Asing asal Indonesia, dijamu makanan oleh Imam Masjid di rumah beliau, Imam Masjid itu menegur Kami agar tidak sungkan-sungkan dan malu-malu di rumah beliau, beliau bilang:”Jangan malu-malu di rumah saya, Saya membantu kalian seperti halnya kalian telah mem-bantu para pengungsi Rohingya”. Kamipun sontak geer ketika itu.

Organisasi Mer-C Indonesia sedang sibuk-sibuknya membangun Rumah Sakit In-donesia di wilayah rawan konflik Gaza Palestina yang dananya berasal dari sum-bangan Masyarakat Indonesia, begitu juga relawan-relawannya juga datang lang-sung dari Indonesia, masyarakat Indonesia nggak tega melihat saudaranya, rakyat Palestina, menjadi korban keberingasan Rezim zionis, meskipun rudal-rudal Israel meledak di kanan-kirinya, tidak melemahkan semangat relawan-relawan dari Indo-nesia itu untuk segera menyelesaikan Rumah Sakit tersebut.

"Mungkin uang yang dikumpulkan rakyat Indonesia tak seberapa nilainya. Tapi ruh perjuangan dan semangat untuk membantu saudaranya di Palestina itulah yang patut kita syukuri,"kata Dr. JoseRizal Pendiri Organisasi Mer-C Indonesia di dalam situsnya.

Kebersamaan Dalam Keberagaman Konflik Syiah-Sunni lagi panas-panasnya di Timur Tengah yang Sunni ngebom

Special Edition, Maret 2013 -25

Masjidnya Syiah saat Orang Syiah lagi sholat Jumat, lah yang Syiah nggak terima balik ngebom, yang satu Membunuh yang lainnya balas bunuh, konflik-konflik seperti itu parahnya malah dihalalkan oleh Ula-ma dari masing-masing pihak dan Saya Tanya kepada pembaca:”Siapakah peme-nangnya?” jelas, bukan dari kedua belah pihak yang bertikai akan tetapi pihak-pihak Asing pemenangnya, dan dengan banyaknya ekstrimis-ekstrimis yang suka ngebom itu berakibat pada kacaunya kondisi Negara sehingga memuluskan lang-kah Pihak Asing terlebih Amerika yang ngaku-ngaku Polisi Dunia untuk mengin-vasi dan merampas kekayaan alam Negara tersebut dengan dalih; “memerangi ekstrimis”.

Indonesia yang ‘adem-adem ayem’, tentram, damai, menyulitkan pihak As-ing untuk meng-Irak-kan Indonesia, atau meng-Afghanistan-kan Indonesia, atau mem-Pakistan-kan Indonesia, makanya kemarin ada konflik Syiah di Madura itu sangat menguntungkan pihak Asing yang berhasrat mengacak-acak Indonesia, mereka tentunya berharap konflik-konflik seperti itu meluas ke daerah-daerah lain sehingga memudahkan langkah mereka menjadikan Indonesia sebagai ‘mangsa berikutnya’,dengan kekayaan alam yang melimpah dan menggiurkan. Tapi say-ang impian itu sulit terwujud karena Kyai-kyai Indonesia lebih suka menyelesai-kan masalah dengan jalan dialog dan jauh dari tindak kekerasan dan itu berhasil, karena cara seperti itu mengikuti pesan Allah dalam Al-Quran:”ud’u ila sabiili rob-bika bil hikmati wal maw’idhoh hasanah ” “Ajaklah pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan perkataan yang baik” dan hubungan antara masyarakat dan Kyainya begitu kuat, karena memang kyai-kyai di Indonesia itu membaur, istilah jawanya ‘nggrappyak’ sehingga memudahkan untuk ‘liyundzira Qowmahum’ mengarahkan masyarakatnya.

Penulis katakan berhasil karena peran Kyai-kyai di Indonesia mampu mengalah-kan Ulama-ulama di Timur Tengah, bayangkan berapa banyak Ulama-ulama di Timur Tengah tapi tidak mampu mengarahkan masyarakatnya menghindari keka-cauan di negerinya sana, mulai dari Arab Spring, konflik lintas aliran agama, atau intimidasi terhadap non-muslim, sedangkan Kyai-kyai di Indonesia mampu men-garahkan umatnya untuk menghindari kekacauan-kekacauan dan konflik yang tidak diperlukan seperti itu.

Kerja keras Kyai-kyai di Indonesia pun bertambah semenjak masuknya fa-ham-faham Islam garis keras atau istilah kerennya Islam Radikal, yang diimpor ke Indonesia akhir-akhir ini, faham yang mengkafirkan muslim diluar kelompoknya, ada pula yang sampai menghalalkan darahnya, dan bahkan nyawa orang non-muslimpun dihargai murah dengan diledakkannya bom-bom teror di tempat iba-dah, semua itu merubah wajah Indonesia yang awalnya ‘adem-adem ayem’ men-jadi mengerikan, dan sekali lagi siapa yang diuntungkan? Siapa lagi kalau bukan pihak Asing. Untuk Apa? Apalagi kalau bukan mengacaukan kondisi Indonesia kemudian mengeruk kekayaan Alam Indonesia seperti negara lain yang sudah-

Special Edition, Maret 2013 -26

sudah. Tapi tetap semua bisa diatasi oleh Kyai-kyai Indonesia yang mampu men-garahkan masyarakatnya, sehingga Indonesia tidak bisa di-Irak-kan, di-libya-kan, atau di-pakistan-kan, apalagi di-afghanistan-kan. Karena itulah Kyai Musthofa Bisri yang akrab dipanggil Gus Mus, sering diundang mengisi seminar ke berbagai ne-gara untuk menjelaskan keberhasilan Indonesia menanangkal faham-faham Islam radikal.

Penulis sangat mendukung sekali kegiatan-kegiatan ‘Banser’, salah satu badan otonom organisasi masa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, salah sa-tunya menjaga tempat ibadah non-muslim yang memang minoritas dari serangan-serangan teror, ketika mereka sedang melaksanakan ibadah, dan perlakuan seperti ini sulit kita temukan di Negara-negara Islam lainnya. Mungkin pembaca bertanya-tanya apa saja sih sisi positif kegiatan banser tersebut? dan sayapun balik bertanya kepada para pembaca, bukankah Muslim Indonesia juga memiliki saudara-saudara Islam di Negara-negara lain dan jumlahnya itu minoritas? Kalau Muslim yang me-mang mayoritas di Indonesia mengintimidasi keberadaan non-muslim yang minori-tas, tentu saudara muslim yang minoritas di Negara lain akan diusik pula, begitu juga sebaliknya kalau Muslim Indonesia menghargai dan menghormati mereka yang minoritas di Indonesia, tentu perlakuan yang sama akan diterima saudara-saudara muslim yang minoritas di Negaranya.

Penulis mewanti-wanti Muslim Indonesia agar tidak terkikis kearifan lokalnya, sebab kearifan lokal Indonesia itu Kearifan Islam yang diidam-idamkan, dan Masyarakat Muslim Indonesia adalah Masyarakat Muslim yang sebenarnya.

Guru saya, Pak Gunawan beliau bekerja di Bank Indonesia bidang Ekonomi Sya-riah, sering mengisi seminar diberbagai negara, bahkan Eropa sekalipun, pernah beliau mengatakan bahwa beliau punya kawan dari Australia, kawannya sering berkelana mempelajari Islam ke berbagai negara, dan kawannya mengatakan kalau Masyarakat Muslim Indonesia-lah muslim yang sebenarnya.

Jadi nggak usah minder-minder lagi, atau ‘melu-melu’ budaya negara lain atau bu-daya impor, apalagi faham impor, sebab Indonesianya sendiri sudah luar biasa, kearifan lokalnya luar biasa, masyarakatnya luar biasa, Muslimnya luar biasa, me-mang Indonesia pantas jadi tujuan studi banding Muslim Sedunia.

Penulis : Muhammad (Nama pena), Mahasiswa s1 di Maroko.

Masyarakat Muslim Indonesia-lah muslim yang sebenarnya.

Jadi nggak usah minder-minder lagi, atau ‘melu-melu’ budaya negara lain atau bu-daya impor, apalagi faham impor, sebab Indonesianya sendiri sudah luar biasa, kearifan lokalnya luar biasa, masyarakatnya luar biasa, Muslimnya luar biasa, me-mang Indonesia pantas jadi tujuan studi banding Muslim Sedunia.

Penulis : Muhammad (Nama pena), Mahasiswa s1 di Maroko.

Special Edition, Maret 2013 -27

Special Edition, Maret 2013 -29

Ilmu Bukanlah Beban

Sejalan bergulirnya sang waktu diusia remajamuHilangkanlah rasa ragu yang ada pada dirimu

Hiasilah hari-harimu dengan senyum penuh ceriaSambutlah kehidupan nanti dengan sebuah cita

Rapikanlah pakainmuTatalah indah rambutmuSiapkanlah mentalmuBacalah pelajaranmu

Jangan berfi kir engkau menjadi apaAtaupun dapatkah mendapat kerja

Apalagi takut tidak punya hartaHidup miskin penuh cerca dan hina

Namun berfi kirlah.......Apa yang akan kau perbuatApa yang akan kau berikanApa yang akan kau sajikan

Apa yang akan kau suguhkanApa yang akan kau hidangkan

Di hari kehidupanmu nanti

Cita-cita harus adanyaNamun tidak harus menjadi nyata

Kegagalan bukan berarti sirnaMelainkan kenyataan tertunda

Apapun yang terjadi, belajarlah selaluJangan pernah patah semangatmu

Kuatkanlah iman dan taqwa dihatimuJadikanlah sabar sebagai penawar kegagalanmu

Ilmu adalah keadilan dan cahaya TuhanJangan kau jadikan beban yang menakutkanGali dan raihlah meski harus ke negeri senjaSemoga Tuhan selalu meridhoi langkah kita

Bersama alunan adzan subuh di Hay Riyad, Rabat.Maroko,20, April, 2012.

Sejalan bergulirnya sang waktu diusia remajamu

By:

Kus

nadi

El-G

hezw

a.