KWN (OTONOMI DAERAH)
-
Upload
verga-bellany -
Category
Documents
-
view
32 -
download
6
description
Transcript of KWN (OTONOMI DAERAH)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Unsur lain dari demokrasi adalah adanya pembagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintahan. Tuntutan akan pengelolaan pemerintahan daerah yang
mandiri dengan semangat otonomi daerah ( OTDA ) semakin marak. Namun
demikian, kebijakan otda banyak disalah artikan oleh jajaran pengelola
pemerintah didaerah. Otda dipahami sebagai kebebasan mengelola sumbe daya
daerah yang cenderung melahirkan pemerintahan yang tidak professional dan
tidak terkontrol. Hal yang sangat mengkhawatirkasn, sering dengan pelaksanaan
otda adalah lahirnya perundang-undangan daerah ( perda ) yang cenderung
bertolak belakang dengan semangat konstitusi Negara dan dasar Negara yang
dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ).
Disini kami akan mencoba menjelaskan tentang otonomi daerah khususnya
kepada orang yang awam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah otonomi daerah ?
2. Apa pengertian otonomi daerah ?
3. Apa prinsip dan tujuan otonomi daerah ?
4. Apa nilai-nilai otonomi daerah ?
5. Apa syarat pembentukan daerah otonom dan asas otonomi daerah ?
6. Apa kewenangan daerah otonom dan bagaimana cara menjadikan otonomi
daerah agar Indonesia menjadi Madani ?
7. Bagaimana mengatasi kendala dalam melaksanakan otonomi daerah ?
1
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk menjelaskan sejarah otonomi daerah.
2. Untuk mengetahui pengertian otonomi daerah.
3. Apa prinsip dan tujuan otonomi daerah.
4. Untuk menyebutkankan dan menjelaskan niai-nilai otonomi daerah.
5. Untuk mengetahui syarat-syarat pembentukan daerah otonom dan asas-asas
otonomi daerah.
6. Untuk mengetahui kewenangan daerah otonom dan untuk menjelaskan cara
menjadikan otonomi daerah agar Indonesia menjadi Madani.
7. Untuk memaparkan kendala dalam mengatasi otonomi daerah.
D. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis ialah metode literatur
(mengkaji beberapa buku yang berkaitan dengan judul makalah) dan dengan cara
menggali informasi dari beberapa situs internet.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Otonomi Daerah
Peraturan perundang-undangan yang pertama kali yang mengatur tentang
pemerintahan derah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU No. 1 Tahun 1945.
Ditetapkannya undang-undang ini merupakaan hasil dari berbagai pertimbangan
pemerintahan kolonial. Undang-undang ini menekankan aspek cita-cita
kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat
Daerah. Didalam undang-undang ini ditetapkan 3 jenis daerah otonom, yaitu
keresidenan, kabupaten, dan kota. Periode berlakunya undang-undang ini sangat
terbatas. Sehingga dalam kurun waktu 3 tahun beliu ada peraturan pemerintahan
yang mengatur mengenai penyerahan urusan (desentralisasi) kepada daerah.
Undang-undang ini kemudian diganti dengan undang-undang Nomor 22 Tahun
1948.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang
susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam undang-undang ini
ditetapkan 2 jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom
istimewa, serta 3 tingkatan daerah otonom , yaitu provinsi, kabupaten/kota besar,
dna desa/kota kecil. Mengacu pada ketentuan undang-undang Nomor 22 Tahun
1948, penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah telah mendapat
perhatian dari pemerintah. Pemberian otonom kepada daerah berdasarkan undang-
undang tentang pembentukan daerah, telah dirinci lebih lanjut pengaturannya
melalui peraturan pemarintahan tentang penyarahan sebagian urusan
pemerintahan tertentu kepada daerah. Perjalanan sejarah otonomi daerah di
Indonesia selalu ditandai dengan lahirnya suatu produk perundang-undangan yang
menggantikan produk sebelumnya. Perubahan tersebut pada satu sisi menandai
dinamika orientasi pembangunan daerah di Indonesia dari masa ke masa. Akan
tetapi. Di sisi lain hal ini bisa pula dipahami sebagai bagian dari eksperimentasi
3
politik penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Periode otonomi daerah di
Indonesia pasca UU No. 22 tahun 1948 diisi denagn munculnya beberapa UU
tentang pemerintahan daerah, yaitu UU No. 1 Tahun 1957, UU No. 18 Tahun
1965, dan UU No. 5 Tahun 1974. UU yang disebut terakhir mengatur pokok-
pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di
daerah bukan lagi otonomi yang riil dan seluas-luasnya dapat menimbulkan
kecebdrungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan Negara Republik
Indonesia dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan otonomi kepada daerah
sesuai denagn prinsip-prinsip yang digariskan dalam GBHN yang berorientasi
pada pembangunan dalam arti luas. Undang-undang ini berumur paling panjang,
yaitu 254 tahun, dan baru diganti denagn undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
dan undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 setekah tuntutan reformasi berakhir.
Kehadiran undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak terlepas dari
perkembangan situasi yang terjadi pada masa itu lengsernya rezim otoriter orde
baru dan munculnya kehendak masyarakat untuk melakukan reformasi disemua
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan kehendak reformasi itu,
siding istimewa MPR tahun 1998 yang lalu menetapkan ketetapan MPR Nomor
XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan,
pemanfaatan, dan pembagiaan. Momentum otonomi daerah di Indonesia semakin
mendapatkan tempatnya setelah MPR RI melakukan amandemen pada pasal 18
UUD 1945 dalam perubahan kedua yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan
bahwa Negara Indonesia memakai prinsipo otonomi daerah dan desentralisasi
politik.
B. Pengertian Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan
namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Otonomi daerah adalah hak
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur mengatur dan mengurus
4
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan
bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna
kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan
memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa
otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah
nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan
Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu
pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya
terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan
sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Kemudian, Vincent Lemius (1986) mengemukakan bahwa otonomi daerah
merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi,
dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan.
C. Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu dipahami oleh
masyarakat. Padahal sebagaimana pengertian otonomi daerah di atas, jelas bahwa
untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah dengan batas
administrasi pemerintahan yang jelas.
5
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan
kependudukan yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Dengan demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian,
walau titik berat pelaksanaan otonomi daerah dilimpahkan pada pemerintah
kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi secara terbatas yakni
menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yang
dilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu
dilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi.
Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka
memang masih lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi
maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kota yang daerah
otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan pemerintahan, maka akan
sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab di masa mendatang.
Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang Nomor 22 tahun
1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu
untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman
daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah
otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi maupun kewenangan
yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata
ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan
6
yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa
perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul
oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsip pemberian otonomi
daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan
keanekaragaman daerah yang terbatas.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada
daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi
merupakan otonomi yang terbatas.
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara
sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
serta antar daerah.
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota
tidak ada lagi wilayah administrasi.
f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
g. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan
kewenangan sebagai wakil daerah.
h. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah
7
kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana,
serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan
dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman
(1987) mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a. Mengemukakan kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam
kepada rakyat diseluruh tanah air Indonesia.
b. Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama
dalam bidang perekonomian.
D. Nilai-Nilai Otonomi Daerah
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan
dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak
mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan
negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan
pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang
Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah
bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan
desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan
penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke
8
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan
dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah
pada Daerah Tingkat II (Dati II) ]dengan beberapa dasar pertimbangan:
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan
sehingga resiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi
federalis relatif minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati
II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi
obyektif di daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk
memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih
baik dan maju
E. Syarat Pembentukan Daerah Otonom dan Asas Otonomi Daerah
1. Syarat-syarat Pembentukan daerah Otonom
Wilayah Negara kesatuan RI dapat dijadikan sebagai daerah otonom
apabila daerah tersebut memenuhi persyaratan, yaitu :
a. Kemampuan Ekonomi
Untuk menjadi daerah otonom, suatu daerah harus
mempunyai kemampuan ekonomi yang memadai agar jalannya
9
pemerintahn tidak tersendat-sendat dan pembangunan dapat
terlaksana dengan baik
b. Luas Daerah
Untuk menjadikan daerah otonom diperlukan luas wilayah
tertentu, sehingga keamanan dan stabilitas serta pengawasan dari
pemerintah daerah dapat dijalani dengan baik.
c. Pertahanan dan Keamanan Nasional
Hankam suatu daerah merupakan modal penting utama
bagi jalannya sebuah pemerintahan.
d. Syarat-Syarat Lain
Artinya yaitu segala sesuatu yang memungkinkan daerah
untuk dapat melaksanakan pembangunan dan pembinaan
kestabilan politik serta persatuan dan keatuan bangsa dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung
jawab.
2. Asas-Asas Otonomi Daerah
a. Asas Sentralisasi adalah pemusatan seluruh penyelenggaraan
pemerintah Negara dengan pemerintah pusat.
b. Asas Desentralisasi adalah segala pelimpahan kewenangan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah.
c. Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah
gubernur sebagai wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah.
d. Asas Pembantuan adalah asas yang menyatakan turut serta dalam
pelaksanaan urusan pemerintah yang ditugaskan kepada pemerintah
daerah dengan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada
yang memberi tugas.
10
F. Kewenangan Daerah Otonom dan Menjadikan Otonomi Daerah Agar
Indonesia Menjadi Madani
1. Kewenangan Daerah Otonom
a. Kewenangan Politik
Adanya otonomi daerah, rakyat melalui DPRD memiliki
kewenangan memilih kepala daerah sendiri.
b. Kewenangan Administrasi
Menyangkut keuangan pemerintah pusat dengan memberikan uang
kepada daerah untuk mengelola karyawan dan organisasi.
2. Menjadikan Otonomi Daerah Agar Indonesia Menjadi Madani
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional tidak lepas dari prinsip otonomi daerah, sebagai implementasi
dari UU No. 22 Tahun 1999. Berdasarkan prinsip otonomi daerah tersebut,
daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan
pemerintahan. Wewenang daerah dilaksanakan dalam rangka mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat di daerah sesuai aspirasi
masyarakat. Adapun hal yang sangat fundamental yang tersirat di dalam
UU No. 22 Tahun 1999 tersebut adalah upaya pemberdayaan masyarakat,
peningkatan partisipasi masyarakat secara aktif serta peningkatan peran
dan fungsi DPRD pada setiap tingkatan. Di dalam otonomi, pemerintah
daerah berkewajiban membangun interaksi atau kompabilitas di antara
komponen-komponen publik, private dan community daripada hanya
menfokuskan kepada otoritas. Kendatipun demikian, banyak orang
beranggapan bahwa perspektif tersebut masih jauh dalam realitasnya,
otonomi daerah masih lebih dirasakan sebagai harapan ketimbang
kenyataan yang telah terjadi. Anggapan ini cukup beralasan mengingat,
sudah tiga tahun otonomi daerah diimplementasikan, namun dalam
pelaksanaannya, penuh disesaki dengan tuduhan-tuduhan pemerintah pusat
terhadap daerah.
11
Daerah dituduh tidak "becus" menjalankan otonomi daerah
sehingga otonomi menjadi kebablasan, atau otonomi daerah memunculkan
"raja-raja kecil". Nayaris seluruh energi pemerintah daerah tertuju pada
melawan tuduhan pemerintah pusat yang juga tidak kalah sengitnya.
Melihat kenyataan seperti ini, maka tidak heran jika ada orang yang
mengatakan bahwa otonomi daerah sebenarnya belumlah terwujud
sebagaimana yang diharapkan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
mejemuk yang terdiri dari tidak kurang 300 kelompok etnis suku dengan
berbagai identitas kulturalnya yang tersebar luas di berbagai pelosok
daerah. Sementara itu, kesenjangan antara daerah juga mewarnai
kehidupan bangsa ini. Dari daerah yang kaya raya, yang memiliki sumber
daya melimpah, sampai daerah yang miskin yang sama sekali tidak
memiliki sumber daya alam. Sedangkan kompenen masyarakat yang hidup
di dalamnya juga memiliki keanekaragaman. Fenomena tersebut
merupakan gambaran dari pluralistiknya bangsa Indonesia, Oleh
karenanya adalah suatu anugerah yang tiada terkira jikalau kemajemukan
yang begitu kompleks dapat ditata dalam sebuah tatanan masyarakat yang
hidup dalam keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran, dalam sebuah
tatanan masyarakat yang bernama "masyarakat madani." Dalam sebuah
tatanan masyarakat madani, rakyat memiliki kedudukan yang
emansipatoris terhadap negara (pemerintah). Kedudukan yang
emansipatoris ini memberikan peluang bagi rakyat untuk memberikan
peran yang sama sebagaimana peran yang dilakukan oleh negara. Di lain
pihak, kedudukan yang emansipatoris ini, rakyat juga memiliki peluang
untuk berbeda pendapat terhadap pemerintah. Dalam perspektif
masyarakat madani, demokrasi mengandaikan adanya civil yang
berkembang sedemikian rupa sehingga punya otonomi dan independensi
terhadap negara. Dalam perspektif masyarakat madani, peran civil yang
pada masa orde baru sebagian besar dikuasai oleh negara, harus kembali
diposisikan segingga memiliki peran menjadi sederajat. Kondisi
masyarakat seperti inilah yang diinginkan dan diperjuangkan oleh para
12
pejuang reformasi. Dalam perkembangannya , perspektif masyarakat
madani menginginkan adanya kesamaan dalam hal derajat, hak dan
kewajiban, adanya kebebasan dalam masyarakat yang pluralis baik ras,
suku dan agama, adanya sikap dan moral yang menjunjung tinggi martabat
manusia (human dignity), adanya kedaulatan rakyat (populer
sovereignity), dan adanya hukum yang dijunjung tinggi (rule of law).
Untuk mencapai kemandirian masyarakat dan kemandirian daerah
dibutuhkan dasar yang kuat di antaranya; kesadaran yang tinggi bahwa
Indonesia adalah masyarakat majemuk yang harus diakomodir
kemajemukannya, kesadaran dari pemerintah pusat bahwa formulasi dan
implementasi demokrasi juga harus ditempatkan dalam kerangka
demokrasi di tingkat lokal, kesadaran dari pemerintah pusat dan daerah
bawah pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapai melalui suatu tahapan.
Dengan demikian pengimplementasian otonomi daerah merupakan
tuntutan dari masyarakat yang memiliki diversity (keragaman) untuk
mewujudkan civi society dan democratization. Otonomi tidak hanya
sekedar penyerahan pelaksanaan urusan tetapi lebih mendekati makna
yang sesungguhnya ialah kewenangan pemerintah untuk menerapkan lokal
democrasy. Artinya, dengan melaksanakan otonomi daerah maka
pemerintah akan menjadi lebih demokratis. Pelaksanaan otonomi daerah
akan membawa efektifitas dalam pemerintahan, sebab wilayah negara
Indonesia terdiri dari berbagai satuan daerah yang masing-masing
memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang disebabkan oleh faktor-faktor
geografi, adat istiadat, kehidupan ekonomi, bahasa, tingkat pendidikan dan
sebagainya. Suatu harapan kita semua, bahwa otonomi daerah segera
terwujud dan berjalan baik. Otonomi daerah merupakan suatu tantangan
dan kesempatan yang baik bagi penyelenggara pemerintahan daerah dalam
menampilkan kinerja pelayanan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintah
dan pembangunan di daerah diharapkan lebih adil, demokratis,
memberdayakan masyarakat di segala aspek dan tingkatan.
13
G. Mengatasi Kendala dalam melaksanakan otonomi daerah
Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat
mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara
optimal.Dimana untuk mewujudkan keadaan tersebut,berlaku proposisi bahwa
pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk
mengidentifikasikan,merumuskan,dan memecahkannya,kecuali untuk persoalan-
persoalan yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam
perspektif keutuhan negara-bangsa.
1. Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam pemberian otonomi daerah :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi
yang terbatas.
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara.
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih mengikatkan kemandirian daerah
otonomi.
f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi
badan legislatif daerah.
g. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam
kedudukannya sebagai daerah administrasi.
14
h. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dari pemerintah dan daerah ke desa
disertai pembiayaan sarana dan prasarana serta SDM dengan kewajiban
melaporkan dan bertanggung jawab kepada yang menugaskan.
2. Kendala/ketimpangan-ketimpangan yang sering terjadi dalam penerapan
kebijakan otonomi daerah :
a. High Cost Economic dalam bentuk pungutan-pungutan yang membabi buta.
Otonomi daerah dapat berubah sifat menjadi “Anarkisme Financial”.
b. High Cost Economic dalam bentuk KKN.
c. Orientasi Pemda pada Cash Inflow, bukan pendapatan.
d. Pemda bisa menjadi “drakula” bagi anak-anak mereka sendiri yaitu BUMD-
BUMD yang berada dibawah naungannya. Modusnya bisa jadi bukan
melalui penjualan aset, melainkan melalui kebijakan penguasa daerah yang
sulit ditolak oleh jajaran pimpinan BUMD.
e. Karena terfokus pada penerimaan dana Pemda bisa melupakan kriteria
pembuktian berkelanjutan.
f. Munculnya hambatan bagi mobilitas sumber daya.
g. Potensi konflik antar daerah menyangkut pembagian hasil pungutan.
h. Bangkitnya egosentrisme.
i. Karena derajat keberhasilan otonomi lebih dilandaskan pada aspek-aspek
finansial pemerintah daerah bisa melupakan misi dan visi otonomi
sebenarnya.
j. Munculnya bentuk hubungan kolutif antara eksekutif dan legislatif di
daerah.
15
3. Upaya pejabat daerah untuk mengatasi ketimpangan yang terjadi :
a. Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang
berada di pusat dapat terdistribusi ke daerah.
b. Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat dilakukan
melalui pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya masyarakat,
media massa dan lainnya.
c. Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.
d. Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.
e. Dan yang menjadi prioritas adalah pejabat daerah harus bisa memahami
prinsip-prinsip otonomi daerah.
4. Analisis langkah-langkah yang harus diambil pemerintah dalam mengontrol
otonomi daerah :
a. Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di
tingkat propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara
bertahap.Untuk itu perlu dipersiapkan revisi UU No.22 dan No.25 ,termasuk
usaha sosialisasi besar-besaran pada masyarakat dan parlemen di tingkat
pusat maupun daerah.
b. Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan
memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut penjaminan kesinambungan
pelayanan pada masyarakat,perlakuan perimbangan antara daerah-
daerah,dan menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan.
c. Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu
menjalankan segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-
sektor yang jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat
segera diserahkan.
16
d. Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung
jawab dari menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi
menuntut koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet
(Ekuin,Kesra & Taskin, dan Polkam).
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban
yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
B. Saran
Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di
seluruh pelosok Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan
bangsa maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar
keutuhan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang dapat
menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-
sama dengan dekonsentrasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kewarganegaraan.com/order2.php (diakses, 12 Desember 2012)
http://khazanna032.wordpress.com/2009/07/16/kendalaotonomidaerah/
(diakses, 12 Desember 2012)
http://makalah-creator.blogspot.com/2012/02/pelaksanaan-otonomi-daerah-dalam-
tata.html (diakses, 12 Desember 2012)
Kusumah, mulya W. Perspektif, teori dan kebijaksanaan hukum. Jakarta:
Rajawalu pers, 1986 (diakses, 12 Desember 2012)
Ubaedillah dan Abdul Rozaq, 2010. Pendidikan kewarganegaraan, cetakan ke-5,
Jakarta:ICCE UIN Jakarta. (diakses, 12 Desember 2012)
19