Kurikulum pembelajaran

22
Nama :Wida Gustian.S Kelas :II.B Prodi :Pendidikan Ekonomi Tugas : Kurikulim Pembelajaran

Transcript of Kurikulum pembelajaran

Nama :Wida Gustian.SKelas :II.B

Prodi :Pendidikan EkonomiTugas : Kurikulim Pembelajaran

Keterangan Buku

• Judul Buku : Pembelajaran Moral• Pengarang Buku : Dr. C. Asri Budiningsih• Tahun Terbit : mei 2008• Penerbit : Rineka Cipta

KARAKTERISTIK SISWA DAN

BUDAYANYA

KARAKTERISTIK BUDAYA

KARAKTERISTIK SISWA

Karakteristik siswa adalah bagian-bagian pengalaman siswa yang berpengaruh pada keefektifan proses belajar. Pemahaman tentang karakteristik siswa bertujuan untuk mendeskripsikan bagian-bagian kepribadian siswa yang perlu di perhatikan untuk kepentingan rancangan pembelajaran. Menganalis karakteristik siswa dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri perseorangan siswa. Hasil dari kegiatan ini akan berupa daftar yang memuat pengelompokan karakteristik siswa, sebagian untuk mempreskripsikan metode yang optimal untuk mencapai hasil belajar tertentu. Karakteristik siswa sebagian salah satu variabel dalam domain desain pembelajaran akan memberikan dampak terhadap keefektifan belajar.

Karakteristik Budaya merupakan suatu kesatuan yang unik dan bukan jumlah dari bagian-bagian. Budaya dapat berbentuk fisik seperti hasil seni, dapat juga berbentuk kelompok-kelompok masyarakat sebagai realitas objektif yang diperoleh dari lingkungan dan tidak terjadi dalam kehidupan manusia.

Unsur-unsur sosial dan budaya terdapat dua unsur yaitu:

1. Kerangka aspirasi-aspirasi.

2. Unsur-unsur yang mengatur kegiatan-kegiatan untuk mencapai aspirasi-aspirasi tersebut.

Nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian dari konsepsi-konsepsi dostrak yang hidup di dalam alam pikiran bagian tersebar dari warga masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk dan norma-norma yang mengatur kegiatan-kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita tersebut . Nilai sosial budaya tadi berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku individu di dalam hidupnya.

Pemahaman tentang budaya sebagai bentuk-bentuk prestasi spikologis yaitu sebagai kompleks gagasan yang bersifat abstrak, spesifik, subjektif, dan tidak teramati yang akan mewarnai kehidupan moral para remajanya, perlu dipahami oleh para guru dan pendidik moral, sebagai dasar pengembangan-pengembangan program pendidikan moral yang kontekstual.

PENALARAN MORAL

KONSEP DASAR MORAL DAN

PENALARAN MORAL

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN

MORAL

• Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena dia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena dia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Penaralan moral dipandang sebagai struktur pemikiran bukan isi, dengan demikian penaralan moral bukanlah tentang apa yang baik atau yang buruk tetapi tentang bagaimana seseorang berfikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Penalaran moral pada intinya bersipat rasional, suatu keputusan moral bukanlah soal perasaan atau nilai, melainkan selalu mengandung tafsiran kognitif yang bersifat kontruksi kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban dan keterlibatan individu atau kelompok terhadap hal-hal yang baik.

• Tahap-Tahap Perkembangan Moral

ada 3 yaitu:

1. Tingkat Pra KonvensionalPada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi, kenikmatan atau akibat-akibat fisik-fisik dari tindakannya.

Tingkat ini dibagi 2 tahap:

a) Tahap 1 : Orientasi Hukuman dan Kepatuhan

Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh akibat-akibat fisik yang akan di alami, sedangkan arti atau nilai

manusiawi tidak diperhatikan.

b) Tahap 2 : Orientasi Intrumentalistis

Pada tahap ini tindakan seseorang selalu diarahkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan memperalat orang lain.

2. Tingkat Konvensional Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bini

bangsanya

Tingkat ini terdiri dari 2 tahap :

c) tahap 3 : Orientasi kerukunan atau Orientasi good boy-nice girl

Pada tahap ini orang berpandangan bahwa tingkah laku yang baik adalah yang menyenangkan atau menolong lain serta

diakui oleh yang lain

d) tahap 4 : Orientasi Ketertiban Masyarakat

pada tahap ini tindakan seseorang didorong oleh keinginannya untuk menjaga tertib legal.

3. Tingkat Pasca – Konvensional atau Tingkat Otonom Pada tahap ini, orang bertindak sebagai subjek hukum dengan mengatasi hukum yang ada.

Tingkat ini terdiri dari 2 tahap :

e) tahap 5 : Orientasi Kontrak sosial

Tindakan yang benar pada tahap ini cenderung ditafsirkan sebagai tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum.

f) tahap 6: Orientasi Prinsip Etis Universal

pada tahap ini orang tidak hanya memandang dirinya sebagai subjek hukum tetapi juga sebagai pribadi yang harus di hormati

KEPERCAYAAN EKSISTENSIAL

(IMAN)

Konsep dasar kepercayaan eksistensial (iman) menurut fowler

Hubungan kepercayaan eksistensial (iman) dengan pekembangan moral

Tahap-tahap kepercayaan eksistensial

( iman )

Kepercayaan eksistensial (iman) menurut fowler adalah suatu cara manusia bersandar atau berserah diri serta menemukan atau memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya. Kepercayaan eksistensial memiliki dimensi sosial atau relasional yang bersifat triadik atau 3 serangkai, yang meliputi kepercayaan dan kesetiaan manusia terhadap sesamannya dalam komunitas bersama serta terhadap pusat-pusat nilai dan kekuasaan akhir yang bersama-sama diyakini dan disetiai.• Tahap-Tahap Kepercayaan Eksistensial (iman)

Ada 7 tahap yaitu :

1. Tahap 0 : Kepercayaan elementer awal (prima falth)

Tahap ini timbul sebagai pratahap ( pre-strage, yaitu masa bayi 0 sampai 2 atau 3 tahun ).

Kepercayaan juga disebut pratahap “kepercayaan yang belum terdiferensiasi”. Pola

kepercayaan ini di sebut elementer.

2. Tahap 1 : Kepercayaan intuitif –proyektif ( intuitive – projective falth) menandai tahap perkembangan pertama 3-7 tahun

karena daya imajinasi dan dunia gambaran sangat berkembang. Dengan timbulnya kemampuan simbolis dan bahasa, maka

imajinasi dan dunia gambaran dirangsang oleh cerita, gerak, isyarat, upacara, simbol-simbol, dan kata-kata.

3. Tahap 2 : Kepercayaan mistis – harfiah ( misthic-literal falth)

Bentuk kepercayaan ini muncul biasanya pada umur 7-12 tahun. Seluruh bekal gambaran

emosional dan imajinal masih berpengaruh kuat, namun muncul pula operasi-operasi logis

tersebut yang melampaui tingkat perasaan dn imajinasi tahap sebelumnya.

4. Tahap 3 : Kepercayaan sintetis – konvensional ( syinthetic – convensional falth ).

Kepercayaan ini timbul pada masa adolesen (umur 12-20 tahun) anatara umur 12 tahun remaja

biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam caranya memberi arti.

5. Tahap 4 : kepercayaan individuatif –reflektif ( individuative-fefletive falth ).

Kepercayaan ini muncul pada umur 20 tahun keatas. Pola kepercayaan ini di tandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh

pendapat, keyakinan dan nilai ( religius ) lama.

6. Tahap 5 : kepercayaan eksistensialb- kongjungtif ( konjungtive falth ).

Kepercaayan ini timbul pada usiasekitar umur 35 tahun ke atas . Semua yang di upayakan dibawah kuasa kesadaran dan

pengontrolan rasio pada tahap sebelumnya.

7. Tahap 6 : kepercayaan eksistensial yang mengacu pada universalitas ( universalitas – falth ).

Kepercayaan ini ( jarang terwujud sepenuhnya ) dapat berkembang pada umur 45 tahun keatas.• Hubungan Kepercayaan Eksistensial( iman ) dengan Perkembangan

Moral. Kepercayaan keagamaan adalah persoalan alam karena menyangkut jiwa atau batin manusia. Kepercayaan merupakan cara seorang melihat seluruh nilai dan kekuatan sebagai realitas paling akhir dan pasti bagi dir dan sesamanya, dan dapat menggerakan program pendidikan moral untuk meningkatkan kepercayaan eksistensial (iman)

EM

PAT

I Konsep dasar Empati

Skala Empati

Peranan Empati Dalam Perkembangan Moral

• Empati berasal dari kata photos ( dalam bahasa yunani ) yang berarti perasaan yang mendalam. Empati pada awalnya digunakan untuk menggambarkan sesuatu pengalaman estetika kedalam berbagai bentuk kesenian empati lebih memusatkan perasaannya pada kondisiorang lain atau lawan bicaranya. Kata empati mengandung makna bahwa seseorang mencoba untuk mengerti keadaan orang lain sebagai mana orang tersebut mengertinya dan menyampaikan kepadannya.

• Skala Emapati

Tingkat 1 : Respon tidak relevan atau menyakitkan, tidak mengarah pada perasaan pembicara, jika isi pembicaraan dikomukasikan secara akurat maka dapat menaikan tingkat respon.

Tingkat 2 : Respon hanya berhubungan sedikit dengan apa yang dikatakan atau dirasakan oleh pembicara. Jika isi pembicaraan dikomunikasikan secara akurat dapat menaikan tingkat respon, sebaliknya jika tidak akurat dapat menurunkan respon.

Tingkat 3 : Respon menunjukan bahwa perasaan pembicaraan dipahami secara pribadi oleh responden. Isi pembicaraan kurang penting , tetapi ketika isi pembicaraan harus dicermati. Jika tidak akurat tingkat respon akan turun.

Tingkat 4 : Respon dapat meningkatkan kesadaran pembicara dan dapat mengidentifikasi perasaannya yang mendasar. Isi pembicaraan digunakan untuk memperdalam makna (arti). Jika isi tidak akurat, tingkat respon dapat diturunkan.

• Peranan Empati Dalam Perkembangan Moral

Dalam suatu budaya tertentu sebagai contoh budaya yogyakarta, dapat dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahwa pertimbangan-pertimbangan moral masyarat yogyakarta terkenal oleh batasan prinsip kerukunan dan prinsip hormat pertimbangan moral pribadi seseorang harus memperhatikan tuntutan-tuntutan prinsip keselarasan. Upaya pemberian bantuan kepada orang lain merupakam bentuk-bentuk empati seseorang .

Dengan kata lain, masyarat yogyakarta menuntut agar individu-individu jangan bertindak hanya berdasarkan pertimbangannya sendiri, melainkan harus memperhatikan prinsip keselarasan dalam masyarakat, dan itu berlaku pula apabila pertimbangan-pertimbangannya mangandung nilai-nilai moral.

Per

an s

osia

lInteraksi didalam situasi

kelompok sosial

Sumbangan peran sosial dalam perkembangan

moral

• Interaksi merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih dimana pelaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki prilaku individu yang lain sedangkan situasi kelompok sosial yaitu situasi yang terjadi dan sumbangan yang ditentukan dalam kelompok sosial tempat orang-orang berinteraksi dan didalam kelompok mempunyai tujuan bersama, semakin giat angota angota kolompok tersebut melaksanakan tugasnya, semakin produktif pula usaha kelompok dan semakin kokoh persatuan diantara anggotanya.

• Posisi sosial yaitu penempatan seseorang dalam kelompok masyarakat sehubungan dengan sumbangan yang ditentukan bagi suatu tata hubungan dengan orang lain yang sudah menempati tempat dalam masyarakatnya setiap posisi yang diakvi oleh angota-anggota suatu kelompok, akan mendukung tujuan-tujuan kelompok tersebut, setiap posisi merupakan bagian dari suatu sistem posisi, sehingga tidak ada posisi yang mempunyai arti bila terpisah dari posisi-posisi lainya. Pesan seseorang dalam posisinya mencakup semua pelaku yang dilakukan oleh kelompok untuk dilakukanya, ada kewajiban dan ada hak-haknya, dengan demikian maka setiap pesan merupakan bagian dan dari sistem peran yang interdependensi dan dapat berubah, jika sistem berubah.

• Faktor-faktor penentu lingkungan sosial terhadap perkembangan moral yaitu kesempatan untuk mengambil peran sosial, perkembangan moral sebagai urutan peralihan tahap merupakan proses transpormasi struktur kognitif yang berurutan. Perkembangan struktural tersebut tidak disebabkan oleh proses pematangn biologis, perkembangan merupakan hasilinteraksi antara terdensi-terdensi struktural organisasi dan ciri-ciri struktural lingkungan sekitar, dalam bahasa struktural format tahap diuraikan sebagai pola pengenalan sosial – afektif proses perkembangan pribadi yang menjadi ciri khas manusia sebagai mahluk sosial yang hidup di dalam masyarakat.

Pembelajaran moral berpijak

pada karakteristik siswa dan budayanya

Karakteristik siswa

berhubungan dengan

pemahaman/penalaran

Karakteristik siswa

berhubungan dengan

kepercayaan eksestensial

( iman)

Karakteristik siswa

berhubungan dengan

tinndakan moral (peran sosial)

Karakteristik siswa

berhubungan dengan

perasaan moral

(empati)

• Pembelajaran dalam mengembangkan model atau strategi pembelajaran moral menggunakan pendekatan struktural kognitif. Pendekatan struktural kognitif lebih menaruh perhatianpada penalaran moral dari pada tindakan moral dengan asumsi bahwa pemikiran moral akan mengarahkan tindakan moral, dan ia menganggap tahap-tahap yang lebih tinggi sebagai lebih bermoral dari pada tahap-tahap yang lebih rendah.

• Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan dengan kata-kata, aksi dan kontemplasi kepercayaan yang ada dalam diri mereka. Hal ini memungkinkan siswa untuk lebih terbuka dan sadar akan perkembangan kepercayaan mereka sendiri.

• Diperlukan suatu keadaan jiwa atau sikap batin berbudi luhur, yang artinya mempunyai perasaan yang tepat bagaimana cara bersikap terhadap orang lain, untuk itu pengelolaan pembelajaran moral yang bertujuan meningkatkan empati perlu di kembangkan

• Kesempatann untuk mengambil peran sosial tampaknya merupakan suatu yang penting dalam perkembangan moral. Memperlihatkan bahwa anak-anak yang maju dalam perkembangan moral, memiliki orang tua yang juga maju dalam penalaran moral dan berusaha mengenal pandangan anak dan yang mendorong terjadinya dialog, mempunyai anak yang secara moral lebih matang.

KOMENTAR

• Buku ini sangat bagus dan menarik untuk dibaca oleh semua orang, dengan adanya buku pembelajaran moral ini, agar para remaja memiliki kesadaran moral yaitu agar dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk dan hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Moralitas remaja ini juga perlu di perhatikan, sebab akan menentukan nasib dan masa depan mereka.

Terima Kasih