Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP...

35
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA KURIKULUM KATEKISASI SIDI JEMAAT GMIT KAISAREA BTN KOLHUA DITINJAU DARI PERSEPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE 3.1 Pengantar Kita tidak dapat berbicara mengenai Gereja tanpa berbicara mengenai misi. Gereja tidak hadir untuk dirinya sendiri, namun untuk suatu tugas tertentu. Misi gereja ini bersumber pada suatu visi besar yang nampak dalam pewartaan Kristus. Dalam pengajaran-Nya, Kristus memberitakan bahwa Pemerintahan Allah yang adil, yang membawa damai sejahtera dan memulihkan segenap ciptaan itu sedang datang ke dalam dunia. Seluruh daya dan upaya misi gereja diarahkan untuk melayani visi Kristus tersebut. 1 Salah satu cara gereja dalam melaksanakan misi tersebut adalah melalui kesaksian (Marturia) yang memberi ruang untuk menyaksikan nilai dan kuasa penyelamatan Kristus melalui dialog yang jujur dengan sesama. 2 Tugas kesaksian ini dapat dinyatakan melalui tugas pengajaran gereja seperti Pelayanan Anak dan Remaja, khotbah, katekisasi, dan juga berbagai bentuk kesaksian lainnya yang dapat dinyatakan dalam kehidupan bergereja maupun dalam kesaksian di tengah masyarakat Dialog tersebut hanya dapat terjadi apabila dalam menjalankan tugas pengajarannya gereja mampu memberi kebebasan bagi anggota jemaat dalam merefleksikan iman percaya mereka. Jemaat GMIT Kaisarea telah memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai pewarta Kristus di tengah dunia. Kesadaran tersebut diwujudkan dalam pelaksanakan pelayanan yang berpedoman pada Tata Dasar GMIT mengenai Panca Pelayanan gereja. Salah satu bentuk 1 Majelis Sinode GMIT, Kumpulan Tata Dasar Dan Peraturan-Peraturan GMIT, 30. 2 Kumpulan Tata Dasar Dan Peraturan-Peraturan GMIT, 31.

Transcript of Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP...

Page 1: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA KURIKULUM KATEKISASI SIDI

JEMAAT GMIT KAISAREA BTN KOLHUA DITINJAU DARI PERSEPEKTIF

PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE

3.1 Pengantar

Kita tidak dapat berbicara mengenai Gereja tanpa berbicara mengenai misi. Gereja tidak

hadir untuk dirinya sendiri, namun untuk suatu tugas tertentu. Misi gereja ini bersumber pada

suatu visi besar yang nampak dalam pewartaan Kristus. Dalam pengajaran-Nya, Kristus

memberitakan bahwa Pemerintahan Allah yang adil, yang membawa damai sejahtera dan

memulihkan segenap ciptaan itu sedang datang ke dalam dunia. Seluruh daya dan upaya misi

gereja diarahkan untuk melayani visi Kristus tersebut.1

Salah satu cara gereja dalam melaksanakan misi tersebut adalah melalui kesaksian (Marturia)

yang memberi ruang untuk menyaksikan nilai dan kuasa penyelamatan Kristus melalui dialog

yang jujur dengan sesama.2 Tugas kesaksian ini dapat dinyatakan melalui tugas pengajaran

gereja seperti Pelayanan Anak dan Remaja, khotbah, katekisasi, dan juga berbagai bentuk

kesaksian lainnya yang dapat dinyatakan dalam kehidupan bergereja maupun dalam

kesaksian di tengah masyarakat Dialog tersebut hanya dapat terjadi apabila dalam

menjalankan tugas pengajarannya gereja mampu memberi kebebasan bagi anggota jemaat

dalam merefleksikan iman percaya mereka.

Jemaat GMIT Kaisarea telah memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai pewarta

Kristus di tengah dunia. Kesadaran tersebut diwujudkan dalam pelaksanakan pelayanan yang

berpedoman pada Tata Dasar GMIT mengenai Panca Pelayanan gereja. Salah satu bentuk

1 Majelis Sinode GMIT, Kumpulan Tata Dasar Dan Peraturan-Peraturan GMIT, 30.

2 Kumpulan Tata Dasar Dan Peraturan-Peraturan GMIT, 31.

Page 2: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

pelayanan pewartaan yang dilaksanakan gereja adalah Katekisasi sidi. Katekisasi

dilaksanakan guna membekali iman dari pemuda-pemudi gereja untuk dapat bertumbuh

dewasa dalam iman sehingga mampu untuk mempertanggung-jawabkan imannya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka pada bagian ini, penulis akan memuat temuan data

empiris di lapangan mengenai Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN

Kolhua dan kemudian menganalisisnya berdasarkan teori Pedagogi Pembebasan Paulo Freire.

Pemilihan Jemaat GMIT Kaisarea didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu, yang

pertama karena berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Sinode, Penulis mendapat

informasi bahwa Jemaat Kaisarea merupakan salah satu jemaat GMIT dengan pelaksanaan

katekisasi sidi yang masih kurang baik. Yang kedua adalah, berdasarkan pengamatan Penulis,

Jemaat Kaisarea sebagai salah satu gereja yang telah cukup lama melaksanakan Katekisasi

Sidi, masih memiliki beberapa kelemahan dalam proses pengajaran katekisasi sidi yang

membebaskan.

Pembahasan bab ini dibagi menjadi beberapa bagian untuk menjawab rumusan masalah.

Bagian pertama yaitu gambaran umum Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua disertai dengan

poin-poinnya, dan analisa Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea ditinjau dari

Perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire disertai dengan poin-poin pembahasannya.

3.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

3.2.1 Profil Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua

Jemaat Kaisarea BTN Kolhua merupakan salah satu Jemaat Gereja Masehi Injili di Timor,

yang berada di wilayah pelayanan Klasis Kupang Tengah. Cikal bakal berdirinya Jemaat ini

dimulai dengan inisiatif dari tiga keluarga yang menjadi warga perumahan Lopo Indah

Page 3: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Permai BTN Kolhua, yaitu keluarga I Nyoman Mertha Yasa, keluarga Edmundus Josef Klau

dan keluarga Pieter Agustinus Ahab untuk mengadakan Kebaktian Anak dan Kebaktian

Remaja (KAKR) bagi anak-anak mereka, dengan pengajarnya pada saat itu adalah ibu

Petrosina R. Klau-Lubalu dan nona Paulina Ahab. Kebaktian ini dimulai pada 16 Oktober

1988. Selanjutnya, dimulailah pertemuan-pertemuan dalam rangka membentuk Jemaat GMIT

yang dikoordinir oleh bapak Os Mada.3

Dalam rangka melaksanakan pelayanan Firman Tuhan bagi Jemaat GMIT penghuni

Kompleks KPR BTN Kolhua dan rencana pembentukan Jemaat, maka dibentuklah Badan

Koordinasi yang diketuai oleh bapak Benny Johan Amalo. Sesuai dengan Peraturan GMIT,

maka untuk menjalankan roda pelayanan bakal jemaat ini harus berada di bawah koordinasi

salah satu Jemaat GMIT yang terdekat. Untuk itu, diadakan pendekatan kepada Ketua Majelis

Jemaat Bethesda Maulafa, Pdt. Antonia Ruth Belandina Nalle-Adutae. Dari hasil pendekatan

itu, didapatkan kesepatakan untuk memulai persekutuan Jemaat GMIT di Kompleks KPR

BTN Kolhua dalam bentuk ibadah rumah tangga dan ibadah-ibadah lainnya sesuai

kebutuhan. Ibadah rumah tangga untuk pertama kalinya dilaksanakan pada tanggal 2 Juni

1989 di rumah bapak Os Mada, dengan jumlah jemaat yang hadir sebanyak 44 orang.4

Dalam masa persiapan menuju pada pendirian Jemaat mandiri, mulai dibentuk Badan

Pengurus Pemuda dan Badan Pengurus Wanita. Keabsahan tentang pelayanan di Jemaat

GMIT Kaisarea secara de facto telah diakui terhitung sejak tanggal 17 Maret 1990.

Selanjutnya secara de jure, ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Ketua Majelis

Sinode GMIT No. 296 A/II.2/1990, tangga 30 November 1990 yang menetapkan bahwa

terhitung mulai 1 Desember 1990 status Mata Jemaat “Kaisarea” KPR BTN Kolhua, sebagai

3 Sekilas Sejarah Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua, 1.

4 Sekilas Sejarah Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua, 1.

Page 4: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Jemaat Dewasa/Mandiri. Dengan demikian, hingga saat ini perjalanan pelayanan di Jemaat

GMIT Kaisarea BTN Kolhua telah berlangsung kurang lebih 25 tahun.5

Jumlah warga Jemaat GMIT Kaisarea hingga saat ini mencapai ± 575 KK atau sekitar 2.300

jiwa. Dari jumlah ini hampir 90-95% merupakan jemaat aktif, dan sisanya 5-10% merupakan

partisipan akan tetapi tetap dilayani oleh GMIT Jemaat Kaisarea secara reguler. Para anggota

jemaat ini tersebar dalam delapan rayon pelayanan, dengan sebaran jumlah KK antara 39 KK

s/d 110 KK. Mereka berasal dari berbagai latar belakang etnis di Indonesia, yaitu: Timor,

Helong, Rote, Sabu, Alor, Sumba, Flores, Jawa, Batak, Nias, Manado, Toraja, Dayak, dan

etnis lainnya. Sejak tahun 2012, Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua dilayani oleh tiga orang

pendeta dan dibantu oleh kurang lebih 160 orang penatua, diaken dan pengajar. Bentuk

organisasi pelayanan, tetapi mengikuti Peraturan Pokok tentang Jemaat dan Tata GMIT,

yakni terdiri dari Ketua Majelis, Majelis Jemaat Harian, Badan Pembantu Pelayanan, dan

Unit Pembantu Pelayanan dan Jemaat sebagai suatu kesatuan yang utuh.6

Dalam mendukung kelancaran pelayanan organisasi dan ketatausahaan serta bentuk

pelayanan lainnya, Jemaat GMIT Kaisarea dibantu oleh sejumlah karyawan gereja yang

terdiri dari Koordinator Tata Usaha, Staf administrasi umum, Staf administrasi keuangan,

koster, operator sound system, sopir dan satuan pengamanan. Di samping pelayanan rutin,

baik oleh Majelis Jemaat Harian, Komisi-komisi, Badan Pengurus Teritorial, Kategorial dan

Fungsional, dilakukan juga pengembangan pelayanan Jemaat dalam bidang pendidikan,

kesehatan dan kesaksian, didirikanlah TK Kaisarea pada tanggal 18 Agustus 1991; Pos

Pelayanan Kesehatan yang mulai dioperasikan sejak bulan Mei 2000, dan Radio Kaisarea

Voice yang didirikan pada tanggal 5 Februari 2004.7

3.2.2 Bentuk Penatalayanan Dan Pengorganisasian GMIT Jemaat Kaisarea

5 Sekilas Sejarah Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua, 2.

6 Dokumen Gereja: Program Pelayanan Majelis Jemaat Kaisarea BTN Kolhua Tahun 2015, 5.

7 Program Pelayanan Majelis Jemaat Kaisarea BTN Kolhua Tahun 2015, 5.

Page 5: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

GMIT menerima prinsip presbiterial sinodal di mana secara kelembagaan GMIT bukanlah

„gereja dunia/universal‟ seperti gereja Katolik Roma. GMIT pun tidak dipimpin secara

hirarkis oleh satu orang di puncak kepemimpinan gereja melainkan dipimpin secara kolektif

oleh beberapa/banyak orang yang disebut konsistorium/presbiterium/kemajelisan. Aspek

sinodal berarti bahwa masing-masing jemaat tidak berjalan sendiri-sendiri melainkan

berkomitmen untuk berjalan bersama dalam iman dan pelayanan. Konsekuensinya GMIT

mengenal jemaat, klasis dan sinode. Hubungan antar jemaat diatur dalam ikatan klasis dan

sinode tersebut yang diwujudkan melalui persidangan para pejabat gereja. Dalam pembagian

tugas pelayanan, tugas Majelis Jemaat adalah mengelola pelayanan di masing-masing jemaat

sedangkan tugas Majelis Klasis dan Majelis Sinode mengelola hal-hal yang berhubungan

dengan kebersamaan/keseluruhan. Klasis dan Sinode serta Badan-badan Pembantu Pelayanan

Klasis dan Sinode memiliki tugas untuk mendorong dan memfasilitasi terwujudnya bantuan

antar Jemaat-jemaat GMIT.8

Di dalam organisasi kerja Jemaat Kaisarea BTN Kolhua diberlakukan kesatuan pimpinan dan

tanggung jawab. Hal ini berarti tidak ada peluang bagi warga jemaat, baik yang berjabatan

Pendeta maupun yang bukan berjabatan Pendeta untuk bertindak di dalam organisasi Jemaat

menurut kehendaknya sendiri. Akan tetapi harus taat kepada kesepakatan berupa keputusan

dan kebijakan-kebijakan oleh Jemaat dan Majelis Jemaat/Majelis Jemaat Harian. 9

Kinerja

pelayanan yang ditampilkan mengacu pada Panca Program Pelayanan, yang meliputi bidang

Koinonia, Diakonia, Marturia, Liturgia, dan Oikonomia. Sinode GMIT kemudian

memperluas program pelayanan jemaat melalui Badan Pembantu Pelayanan dan Unit

Pembantu Pelayanan.

Secara sederhana, susunan organisasi jemaat GMIT Kaisarea terdiri dari:

1) Persidangan Jemaat;

8 Tata Dasar GMIT dan Peraturan-Peraturan GMIT, 18 – 19.

9 Program Pelayanan Majelis Jemaat Kaisarea BTN Kolhuan Tahun 2015, 16.

Page 6: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

2) Majelis Jemaat;

3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi,

BPP Radio Kaisarea Voice;

4) Unit Pembantu Pelayanan: UPP Diakonat, UPP Kesaksian, UPP

Peribadahan, UPP Musik Gereja, UPP Pembinaan Warga Jemaat (sub UPP

Pendidikan dan Pelatihan, sub UPP Katekisasi) , UPP Anak dan Remaja,

UPP Pemuda, UPP Perempuan, UPP Pria, UPP Lanjut Usia, UPP Kesehatan,

UPP Tata Usaha, UPP Perencanaan, Evaluasi dan Pengembangan, UPP

Perbendaharaan (sub UPP Harta Milik, sub UPP Kerumahtanggan)

5) Badan Pengurus Kategorial dan Fungsional Jemaat.

3.3 Dasar Pengajaran Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua

Dengan berlakunya Tata GMIT tahun 2010 yang dilengkapi dengan seperangkat Peraturan

Pokok dan Peraturan Pelaksanaan, maka dalam pembinaan kehidupan rohani para warganya,

Jemaat GMIT Kaisarea tetap berpegang teguh pada keyakinan iman bahwa:10

1. Firman Allah yang termaktub dalam Alkitab: Kitab Perjanjian Lama dan Kitab

Perjanjian Baru;

2. Pengakuan Iman Oikumenis;

3. Pengakuan Iman GMIT

4. Pengajaran yang dianut GMIT

Pengajaran yang dianut GMIT sendiri pada mulanya merupakan warisan Gereja Hervormd

Belanda yang pada abad ke-16 masuk ke Nusa Tenggara Timur. Kebiasaan yang dipakai

oleh Gereja-Gereja di Eropa dalam bidang pendidikan dan pengajaran dibawa masuk oleh

pendeta-pendeta zending ke Indonesia dan dipakai dalam Jemaat-Jemaat di sini. Pengaruh ini

10

Program Pelayanan Majelis Jemaat Kaisarea BTN Kolhuan Tahun 2015, 5.

Page 7: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

dibawa melalui pendirian sekolah oleh Belanda yang dikenal dengan nama STOVIL (School

tot Opleiding van Inlandsleeraren).

“STOVIL atau Sekolah Pelatihan Guru Pribumi di Mokdale, Baa, pulau Rote. STOVIL didirikan di

Mokdale pada tahun 1903 oleh Le Grand. Sekolah ini melatih guru-guru pribumi dan pembantu

pendeta untuk dikirim ke seluruh residensi di NTT (waktu itu disebut Sunda Kecil). Indische Kerk,

atau gereja negara pada waktu itu memang memberikan perhatian kepada pulau Rote. STOVIL

kemudian dipindahkan ke Kupang tahun 1926 dan selanjutnya ke SoE tahun 1936.”11

Pada masa VOC, gereja-gereja yang ada di Indonesia merupakan gereja negara yang

dijalankan berdasarkan tradisi dan aturan gereja Belanda. Pendeta-pendeta GMIT pada masa

itu merupakan hasil didikan dari pada zending atau pendeta Belanda yang memimpin di

GMIT. Mereka awalnya dididik dalam sekolah STOVIL untuk membantu tugas pelayanan

termasuk mengajar dari para pendeta Belanda. Lulusan STOVIL ini bertugas untuk

membantu tugas pelayanan dan pengajaran di gereja-gereja maupun sekolah rakyat yang

didirikan oleh para zending.

Awal masuknya katekisasi sendiri di Indonesia berhubungan erat dengan pengajaran agama

di sekolah. Dalam Sidang Raya Agung yang diselenggarakan pada tanggal 6 agustus – 2

Oktober 1624 di Betawi ditetapkan bahwa “anak-anak Belanda dan anak-anak yang bukan

Belanda harus dididik secara Kristen di sekolah-sekolah dan untuk mengajaran agama

selanjutnya anak-anak harus mengunjungi pengajaran katekisasi Gereja”. Pengajaran lanjutan

yang dilakukan di gereja yang diberikan oleh pendeta-pendeta.12

Seiring dengan berjalannya waktu, pengajaran warisan Belanda ini lalu berkembang secara

dinamis sesuai respon GMIT terhadap perubahan lingkungan pelayanannya dan sekaligus

dalam kesetiaan kepada tradisi reform.13

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

pelaksanaan katekisasi yang diselanggarakan di GMIT awalnya merupakan tradisi gereja

Hervormed Belanda yang dibawa oleh para zending ke Indonesia. Seiring dengan berjalannya

11

http://satutimor.com/lulusan-stovil-mokdale-baa.php diakses pada tanggal 20-09-2015 12

Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 48-50. 13 Program Pelayanan Majelis Jemaat Kaisarea BTN Kolhuan Tahun 2015, 5.

Page 8: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

waktu, katekisasi sidi kemudian mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan konteks

GMIT di mana Sinode GMIT kemudian mengambil alih tugas tersebut dengan membentuk

tim khusus pada tahun 1994 yang bertugas menyusun pedoman pelaksanaan katekisasi sidi

GMIT.

3.4 Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ditinjau dari

Perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire

Katekisasi sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua dimulai sejak tahun 1990, yaitu sejak

Jemaat Kaisarea resmi berdiri sebagai jemaat mandiri. Awal mula pelaksanaannya, Katekisasi

sidi di GMIT Kaisarea masih menggunakan materi pengajaran yang didapat secara mandiri.

Hal ini dikarenakan, pada masa itu sinode GMIT belum menyusun kurikulum katekisasi sidi.

Bahan-bahan ajar yang digunakan oleh GMIT Kaisarea pada saat itu antara lain buku

katekismus Heidelberg, sejarah suci dan sumber-sumber lainnya. Pada tahun 1994, Sinode

GMIT kemudian menerbitkan pedoman pengajaran katekisasi sidi yang kemudian digunakan

oleh seluruh anggota jemaat GMIT termasuk jemaat Kaisarea.14

Pedoman pengajaran Katekisasi sidi yang diterbitkan oleh sinode tersebut berisi materi-

materi pengajaran dan aturan-aturan umum penyelenggaran katekisasi sidi dalam lingkup

GMIT. Pedoman yang disusun oleh Sinode ini dapat kembangkan secara mandiri oleh

masing-masing jemaat, menyesuaikan dengan konteks dan kebutuhan jemaat.15

Sejak saat itu,

sinode GMIT tidak lagi menyusun pedoman pengajaran hingga akhirnya pada tahun 2013

yang lalu diterbitkan pedoman pengajaran yang baru. Walaupun demikian, masih banyak

jemaat GMIT yang masih menggunaka pedoman yang lama dalam penyusunan kurikulm

katekisasi sidi mereka, termasuk GMIT Kaisarea.

14

Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat GMIT Kaisarea, Pnt. Martha E. Terinate tanggal 17-06-2015. 15

Hasil wawancara dengan Pdt. Boy Takoy dan Studi Dokumen Sinode GMIT tanggal 17-06-2015.

Page 9: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Jemaat Kaisarea sebagai salah satu Jemaat GMIT yang menyelenggarakan Katekisasi Sidi

telah memiliki kurikulum Katekisasi Sidi yang disusun dengan mengacu pada pedoman dari

Sinode.16

Jangka waktu pelaksanaan Katekisasi Sidi yang ditetapkan oleh Sinode GMIT

adalah selama satu tahun. Dalam kurun waktu tersebut, GMIT Kaisarea mengadakan 32 kali

kegiatan belajar mengajar dan sisanya adalah ujian, praktek memimpin ibadah serta kegiatan

sosial seperti kunjungan ke Panti Asuhan dan Lembaga Pemasyarakatan. Adapun teknis

pelaksanaan katekisasi sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua tahun ajaran 2015-2016

adalah sebagai berikut:17

a. Jangka Waktu Pelaksanaan : April 2015 – April 2016

b. Durasi Pertemuan : 2 jam x 32 kali pertemuan

c. Waktu pelaksanaan : Pukul 11 – 13 WITA

d. Tempat pelaksanaan : Gedung TK Kaisarea

e. Tenaga Pengajar : Pendeta, Tenaga Magang, Pengajar, Pengajar tamu

f. Peserta Katekisasi : 54 orang

Selain hal-hal teknis di atas, sebuah kurikulum setidaknya harus memiliki 4 komponen dasar

yaitu: (1) tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) proses belajar-mengajar, dan (4) evaluasi atau

penilaian. Keempat komponen tersebut saling berhubungan. Tujuan menentukan bahan apa

yang akan dipelajari, bagaimana proses belajarnya (termasuk di dalamnya siapa yang diajar,

siapa yang mengajar dan bagaimana metodenya), dan apa yang harus dinilai. Demikian pula

penilaian dapat memengaruhi komponen lainnya.18

Walaupun Freire tidak pernah

menyebutkan secara implisit mengenai kurikulum dalam idenya, tetapi dalam pengamatan

Freire, praktek pendidikan selalu mencakup: subjek atau pelaku (orang yang mengajar dan

memberitahu); orang yang belajar, tetapi turut serta “memberi pelajaran”; objek yang harus

diajarkan atau diberitahu; metode yang digunakan oleh orang yang mengajar untuk

16

Hasil wawancara dengan Pdt. Rony Runtu (Pengajar Katekisasi dan Pendeta Jemaat) tanggal 16-06-2015. 17

Studi dokumen Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua. 18 Nasution, Asas-asas kurikulum, 17-18.

Page 10: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

menyampaikan isi pengajaran.19

Freire juga menjelaskan hubungan antara seleksi, diskusi

dan evaluasi materi pelajaran di sekolah yang melengkapi fenomena pendidikan.20

Untuk itu,

penulis akan menganalisa lebih lanjut mengenai kurikulum katekisasi sidi Jemaat GMIT

Kaisarea dalam empat poin yang terdiri dari: tujuan katekisasi sidi, materi katekisasi sidi,

proses pengajaran katekisasis sidi dan evaluasi katekisasi sidi.

3.4.1 Tujuan Pelaksanaan Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea

Secara umum, tujuan pelaksanaan Katekisasi di GMIT adalah untuk: Mengembangkan

pembinaan bagi kelompok kategorial berusia muda dalam rangka membangun ketahanan

Jemaat.21

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa

tujuan pelaksanaan Katekisasi Sidi di Jemaat Kaisarea tidak dibuat secara tertulis sehingga

untuk mengetahuinya Penulis melakukan Focus Group Disscusion dengan pengajar dan

Pendeta Jemaat GMIT Kaisarea. Salah seorang pengajar mengatakan tujuan pelaksanaan

katekisasi sidi adalah:

“untuk mempersiapkan anak memahami alkitab sebelum ditahbiskan menjadi anggota sidi. Anak-

anak remaja akan melangkah ke masa depan, mereka akan keluar untuk melanjutkan pendidikan.

dengan iman yang kuat, pemahaman alkitab yang bagus, pendidikan karakter yang kuat mereka tidak

akan terpengaruh olh lingkungan untuk pindah agama karena pasangan.”22

Selain itu, salah seorang Pendeta Jemaat juga mengatakan bahwa tujuan katekisasi yang ia

pahami adalah:

“Untuk melanjutkan tahapan-tahapan pendidikan dalam gereja, di mana Katekisasi sebagai lanjutan

dari PAR. Melalui Katekisasi sidi, jemaat diharapkan untuk tidak hanya beriman saja tetapi juga

berpengetahuan. Ketidaktahuan dapat menyebabkan jemaat mudah terpengaruh oleh ajaran lain.

Dengan demikian, jemaat tidak menjadi Kristen karena keturunan tetapi karena memahami dan

mengimaninya sendiri. Dengan demikian ia tidak mudah diombang-ambingkan.”

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa tidak ada kesepakatan bersama

mengenai tujuan pelaksanaan katekisasi di Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua. Hal ini

19

Freire, Pedagogy of hope, 108. 20

Freire, Pedagogy of hope, 11. 21

Buku Pelajaran Katekisasi Majelis Sinode GMIT edisi 1, 1. 22

Berdasarkan hasil Focus Group Discussion terhadap pengajar dan Pendeta Jemaat pada tanggal 14-06-2015.

Page 11: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

menyebabkan setiap pengajar menjalankan tugas pengajarannya dengan berlandaskan pada

pemahaman masing-masing akan tujuan pengajaran katekisasi. Selain itu, penentuan tujuan

dari masing-masing pengajar tidak didasarkan pada analisa terhadap konteks sosial, budaya,

sejarah maupun kebutuhan dari peserta didik. Hal ini sangat disayangkan mengingat tujuan

sebagai salah satu komponen dasar dari kurikulum sangat memengaruhi keseluruhan proses

pengajaran katekisasi.

Freire mengatakan bahwa pendidikan dapat terlaksana jika penyelenggara pendidikan

mengetahui karakteristik sejarah dan kebudayaan yang spesifik, bentuk-bentu kehidupang

sosial, siapa kelompok penindas dan siapa yang tertindas, sebagai titik awal melakukan

analisa.23

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penentuan tujuan kurikulum berkaitan

erat dengan analisa kebutuhan. Hal ini dibutuhkan karena setiap pendidikan yang berlangsung

tidak terlepas dari pengaruh sejarah, budaya, sosial dan politik. Pendidikan yang melibatkan

berbagai unsur ini bagaimanapun harus mampu menjawab kebutuhan dari peserta didik.

Untuk itu, penentuan tujuan suatu kurikulum tidak dapat dilakukan secara singkat dan harus

berdasarkan keputusan bersama dengan mempertimbangkan hal-hal mendasar tersebut.

Melihat dari tujuan pengajaran katekisasi sidi yang dimiliki oleh para pengajar, mereka

memiliki kecenderungan untuk menjadikan katekisasi sidi sebagai sarana indoktrinasi semata

guna mempertahankan eksistensi gereja dari “persaingan agama” yang terjadi. Pengamatan

ini berdasrkan pada hasil FGD di mana penulis tidak menemukan adanya pengajar yang

melihat tujuan pelaksanaan katekisasi sidi sebagai sarana untuk menuntun jemaat menuju

kesadaran atau refleksi kritis mereka. Pada umumnya mereka beranggapan bahwa melalui

katekisasi, gereja berusaha memberikan pengetahuan, dogma dan kisah-kisah alkitab sebagai

pengenalan dan bekal kepada jemaat akan iman percaya mereka.

23

Freire, Politik pendidikan, 18-19.

Page 12: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Bagi Freire, pendidikan bukanlah pengorganisasian fakta yang sudah diketahui sedemikian

rupa sehingga orang bodoh melihatnya sebagai sesuatu yang baru. Tugas dari pendidikan

adalah menghadirkan pertanyaan-pertanyaan, bukan menyediakan jawaban-jawaban.

Pendidikan seharusnya bersifat dialogis dan mendorong tumbuhnya hubungan-hubungan

horisontal antar individu ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Oleh karena itu,

penulis menyimpulkan bahwa tujuan pengajaran katekisasi sidi di Jemaat GMIT Kaisarea

BTN Kolhua belum sejalan dengan tujuan pendidikan pembebasan yang diusung oleh Freire.

Dalam melaksanakan pendidikan yang membebaskan, tujuan akhir dari pendidikan pertama-

tama bukan untuk kepentingan lembaga penyelenggara pendidikan itu sendiri. Pendidikan

yang membebaskan berorientasi pada kesadaran bahwa pendidikan tersebut dilaksanakan

guna menumbuhkan kesadaran kritis peserta didik akan realitas hidupnya di dunia sebagai

orang Kristen.

Katekisasi sidi merupakan sebuah kegiatan pelayanan gereja yang melibatkan dua aspek,

yaitu pendidikan dan teologi. Dalam keterlibatanya dengan teologi tersebut, harus disadari

bahwa motivasi berteologi yang membebaskan pertama-tama bukan untuk menciptakan

ideologi yang membenarkan suatu status quo.24

Karenanya, untuk menciptakan suatu

pengajaran katekisasi sidi yang membebaskan, pengajar perlu untuk memahami bahwa tujuan

katekisasi sidi pertama-tama bukan untuk meneruskan sejarah maupun dogma gereja semata

guna “mengikat” dan mempertahankan jemaat. Katekisasi sidi dilaksanakan untuk

menumbuhkan kesadaran kritis jemaat akan keberadaan, tugas dan tanggung jawabnya

sebagai orang Kristen di tengah masyarakat (untuk mencapai praksis). Ketika tujuan utama

katekisasi sidi hanya untuk meneruskan sejarah dan dogma gereja semata, yang terjadi adalah

penerusan tradisi tanpa disertai dengan perubahan cara pandang jemaat. Dengan demikian,

jemaa akan bertumbuh dengan “iman yang dibentuk” oleh gereja bukan oleh dirinya sendiri.

24 Gutierrez, A Theology of Liberation, ix

Page 13: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

3.4.2 Bahan Pelajaran Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea

Jadwal dan Materi Katekisasi Sidi tahun ajaran 2015-2016 adalah sebagai berikut:

No Tanggal Materi Pengajar

1 19-04-2015 Apa Itu Katekisasi Pdt. Roni Runtu, M.Th

2 26-04-2015 Apa Itu Katekisasi Pdt. Yohanis Bira, S. MTh

3 03-05-2015 Apa itu Alkitab, Perkembangan

Alkitab dan Pembentukan

Perjanjian Baru

Pgjr. Winarsiwi. S

4 10-05-2015 Apa itu Alkitab, Perkembangan

Alkitab Sampai Masa Kini,

bentuk dan isi Alkitab

Pgjr. Winarsiwi. S

5 17-05-2015 Kejadian, Keluaran, Ulangan Pgjr. Lusi Dimoe

6 24-05-2015 Yosua-II Samuel Pgjr. Lusi Dimoe

7 31-05-2015 1 Raja-raja – Ester Pgjr. Welmince Ataupah

8 07-06-2015 Mazmur – Kidung Agung Pgjr. Welmince Ataupah

9 14-06-2015 Yesaya – Maleakhi Laura Tanesab, S.Th

10 21-06-2015 Bentuk-bentuk Perjanjian Baru,

Markus – Lukas

Laura Tanesab, S.Th

11 28-06-2015 Yohanes – Kisah Para Rasul Pgjr. Anaci Bija

12 05-07-2015 Roma – Kolose Pgjr. Anaci Bija

13 12-07-2015 Tesalonika – II Petrus Pgjr. Norlina Lumba

14 19-07-2015 1 Yohanes – Wahyu Pgjr. Norlina Lumba

15 26-07-2015 Doa Bapa Kami Pgjr. Anita Fangidae

16 02-08-2015 Pengajaran Tentang Puji-pujian Pdt. Adriana Riwu-Riwu Ga,

M.Th

17 09-08-2015 Disiplin Gereja dan Hari Raya Pdt. Yohanes Bira, S. MTh

Page 14: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Gerejawi

18 16-08-2015 Sepuluh Hukum (1-4) Pgjr. Aletha Medah

19 23-08-2015 Sepuluh Hukum (6-10) Pgjr. Aletha Medah

20 23-08-2015 Ulangan tertulis 1 Sub UPP dan Pengajar

21 30-08-2015 Perkunjungan Ke Lapas Anak Pdt, Sub UPP dan Pengajar

22 06-09-2015 Pengakuan Iman, Theologi Pdt. Adriana Riwu-Riwu Ga,

M.Th

23 13-09-2015 Pengakuan Iman, Kristologi Pdt. Yohanis Bira, S. MTh

24 20-09-2015 Pengakuan Iman, Pneumatologi Pdt. Roni Runtu, M.Th

25 27-09-2015 Pengakuan Iman, Eklesiologi Pdt. Adriana Riwu-Riwu Ga,

M.Th

26 04-10-2015 GMIT Pdt. Yohanis Bira, S. MTh

27 11-10-2015 Denominasi/Sekte/Bidat Pdt. Roni Runtu, M.Th

28 18-10-2015 Gereja dan Agama-agama Pdt. Adriana Riwu-Riwu Ga,

M.Th

29 25-10-2015 Etika Pergaulan Muda-Mudi Pdt. Adriana Riwu-Riwu Ga,

M.Th

30 01-11-2015 Jodoh dan Pernikahan Kristen Pdt. Yohanis Bira, S. MTh

31 08-11-2015 Pergaulan Bebas Pdt. Roni Runtu, M.Th

32 15-11-2015 Narkoba, Miras, HIV AIDS Kepolisian

33 22-11-2015 IPTEK Pdt. Roni Runtu, M.Th

34 Okt-Des 2015 Memimpin Ibadah PAR Katekumen

35 29-11-2015 Kesehatan dan Reproduksi Pdt. Adriana Riwu-Riwu Ga,

M.Th

36 29-11-2015 Ulangan Tertulis 2 Sub UPP dan Pengajar

37 06-12-2015 Perkunjungan ke Panti Asuhan Pdt dan Pengajar

38 Jan-Feb 2015 Latihan Memimpin Ibadah Pdt Sub UPP dan Pengajar

Page 15: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

39 Feb-Mar Memimpin Ibadah di Rayon Katekumen

40 Maret 2015 Percakapan Pdt, Sub UPP dan Pengajar

41 Maret 2015 Malam refleksi Pdt, Sub UPP dan Pengajar

42 Maret 2015 Ibadah Pengembalaan Pdt, Sub UPP dan Pengajar

43 April 2015 Kebaktian Peneguhan Sidi Pdt, Sub UPP dan Pengajar

Berdasarkan hasil penelitian terhadap materi pengajaran katekisasi sidi Jemaat GMIT

Kaisarea BTN Kolhua, penulis menemukan bahwa dalam satu tahun ajaran terdapat 32 kali

kegiatan belajar mengajar katekisasi sidi. Dari 32 kali kegiatan belajar mengajar tersebut,

selama 26 kali tatap muka katekumen mendapat pengajaran seputar sejarah, kitab-kitab,

dogma, aturan-aturan gereja, dan enam kali tatap muka peserta mendapat materi seputar

dunia remaja (psikologis, sosial, seksualitas, hukum) dan hubungan dengan masyarakat. Jika

melihat perbandingan tersebut maka dapat dikatakan bahwa gereja lebih menitik-beratkan

pengajarannya kepada hal-hal yang bersifat indoktrinasi atau dogmatif. Hal ini tidak salah

apabila kita melihat kembali pada sejarah katekisasi itu sendiri. Jemaat gereja tentu

membutuhkan pengetahuan dasar seputar iman Kristiani. Tetapi gereja juga perlu untuk

memperhatikan kebutuhan holistik dari katekumen.

Selain itu, isi pengajaran katekisasi di GMIT Kaisarea cenderung hanya menceritakan

kembali kisah-kisah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang telah berulang kali

didengar dan dibaca oleh katekumen selama ± 10 tahun selama mengikuti sekolah minggu

dan persekutuan remaja. Materi-materi umum seputar sejarah kekristenan, dogma, perjanjian

lama dan perjanjian baru yang digunakan oleh para pengajar di Jemaat GMIT Kaisarea BTN

Kolhua adalah materi yang diterbitkan oleh Sinode GMIT sejak tahun 1994. Materi-materi ini

tidak disusun sendiri oleh pengajar melalui hasil analisa kebutuhan peserta didik maupun

Page 16: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

konteks yang ada, melainkan merupakan materi warisan yang telah turun temurun di gunakan

oleh GMIT.

Dapat dikatakan bahwa materi yang digunakan di Jemaat GMIT Kaisarea sampai saat ini

belum mengalami pembaharuan selama 11 tahun lamanya. Hal ini berarti materi pengajaran

katekisasi sidi yang diberikan tidak lagi kontekstual untuk masa sekarang. Tugas penyusunan

materi katekisasi memang menjadi tanggung jawab dari Sinode, tetapi setiap Jemaat tetap

diberi kebebesan untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum mereka masing-masing.

Inisiatif ini tidak nampak dalam Jemaat GMIT Kaisarea sehingga dalam pengajaran

katekisasi sidinya, mereka tetap menggunakan materi “warisan” dari Sinode.

Jika melihat kembali pada sejarah perkembangan Katekisasi maka dapat dikatakan bahwa

pengajaran katekisasi sejak semula ditujukan untuk memperkenalkan generasi-generasi muda

Kristen mula-mula pada tradisi agama dan budaya mereka. Pengajaran ini awalnya bersifat

lisan, di mana orang tua mewariskan tradisi kepada anak-anak mereka melalui cerita.

Pengajaran lambat laun mulai dilakukan di tempat-tempat khusus (sinagoge), di mana anak-

anak kecil mendapat pengajaran dari guru Torah. Maksud pengajaran ini bukan untuk

memberikan pengetahuan umum kepada anak-anak, tetapi pengetahuan tentang Torah.25

Seiring dengan berjalannya waktu, Katekisasi kemudian mengalami pergeseran makna dan

tujuan. Katekisasi tidak lagi menjadi sekedar sebuah pengajaran untuk meneruskan tradisi,

tetapi lebih daripada itu, katekisasi menjadi suatu bentuk pendidikan yang berusaha untuk

mengkonkritkan pemahaman setiap orang tentang apa artinya menjadi anak Allah dan

memungkinkan mereka untuk rela memikul tanggung jawab pribadi dan kolektif dari

hubungan itu.26

Melihat perkembangan katekisasi sejak awal hingga sekarang, dapat

dikatakan bahwa telah terjadi perubahan-perubahan dalam isi maupun bentuk katekisasi.

25

J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi: Pedoman Guru (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 1-3. 26

Eva Lumas, “Catechesis in a Multicultural Church” . Journal New Theology Review. (Berkeley: Februari 2011), 32.

Page 17: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Perubahan-perubahan ini menunjukkan bahwa katekisasi bersifat dinamis dan dapat

disesuaikan dengan konteks jaman dan budaya.

Walaupun sejak zaman Perjanjian Lama sampai sekarang katekisasi diperuntukkan bagi

anak-anak muda yang berada dalam usia remaja, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi

orang dewasa untuk dapat mengikutinya juga.27

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa

anak-anak muda yang menjadi sasaran utama dari pengajaran Katekisasi Sidi? Penulis

berasumsi hal ini dikarenakan masa remaja adalah masa terpenting dalam kehidupan

manusia. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju kedewasaan, masa di

mana mereka bertanya tentang segala sesuatu, masa dimana mereka lebih terbuka dalam

menerima hal-hal baru dan masa dimana mereka belajar mengambil keputusan pribadi.28

Di dalam masa remaja, seseorang berusaha mencari jati diri dan pengakuan dari lingkungan.

Dalam pencarian ini mereka menjadi tidak menentu bahkan seringkali salah dalam

mengambil keputusan. Untuk itu, dalam usia ini remaja membutuhkan bimbingan dan

pengarahan yang lebih dalam mencari jati diri maupun tujuan hidupnya.29

Dalam masa

remaja, seseorang seringkali ingin mendapatkan kebebasan baik itu dalam lingkungan

pergaulan maupun dalam lingkungan belajar. Karenanya, pendidikan terhadap remaja tidak

tepat jika bersifat indoktrinasi yang membatasi ruang gerak mereka dalam berefleksi.

Melihat latar belakang dan kebutuhan dari peserta katekisasi tersebut, maka seharusnya isi

pengajaran yang diberikan dalam Katekisasi bukan hanya sekedar membekali pengetahuan

sejarah agama maupun dogma semata tetapi harus juga mampu menjawab kebutuhan holistik

dari para remaja dan membawa mereka untuk menemukan jati diri dan refleksi diri mereka.

Untuk bisa menjawab kebutuhan remaja dalam pengajaran katekisasi, pengajar perlu untuk

27

Keterangan mengenai usia peserta katekisasi dalam perjanjian lama, lihat Ulangan 6:20-25; Mazmur 78:1-7; dan lain-lain. 28

Daniel Nuhamara, PAK Remaja (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 10-15. 29

Dobson, Menjelang Masa Remaja, 1-3.

Page 18: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

terlebih dahulu melakukan Need Assessment (analisis kebutuhan). Need Assesment sendiri

merupakan proses dimana seseorang (pengajar) melihat kebutuhan dari peserta didik dan

memutuskan apa prioritas mereka (apa yang hendak dicapai) dalam proses pendidikan

tersebut.30

Dengan melakukan Need Assesment, pengajar dapat merumuskan tujuan dan isi

dari pengajaran katekisasi sehingga pengajaran tersebut menjadi tepat sasaran.

Secara umum, Penulis melihat bahwa materi tambahan yang dibuat oleh pengajar cukup

berkaitan erat dengan kehidupan dan kebutuhan remaja. Tetapi berdasarkan hasil diskusi

kelompok terarah (FGD) dengan 10 orang anggota sidi dan juga hasil observasi yang

dilakukan, Peneliti menemukan bahwa sebagian besar katekumen merasa materi yang

disampaikan masih sangat kurang mengingat masing-masing tema hanya diberikan dalam

satu satu kali pertemuan saja. Hal ini semakin diperparah dengan metode yang dipakai dalam

pengajaran. Di mana katekumen sebagai subjek yang mengalami langsung realitas kehidupan

remaja tidak dilibatkan dalam menyampaikan pengalaman maupun pemahaman mereka.

Tidak ada hubungan timbal balik dalam kegiatan belajar mengajar katekisasi sidi di sini.

Pengajar sebagai satu-satunya subjek yang mengetahui “kebenaran” dari pengajaran tersebut

bertugas untuk menyampaikan dan katekumen hanya bertugas untuk mendengar dan

mencatat.

Berdasarkan temuan-temuan di atas, penulis menyimpulkan bahwa materi atau isi pengajaran

Katekisasi yang dipakai oleh Jemaat Kaisarea belum relevan dengan teori pedagogi

pembebasan yang diperkenalkan Paulo Freire. Bagi Freire, pendidikan bukan sekedar

kegiatan meneruskan warisan dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Pendidikan

adalah proses penyadaran yang membawa setiap peserta didik masuk kedalam refleksi kritis

mereka masing-masing. Bahan pelajaran yang digunakan oleh Jemaat GMIT Kaisarea yang

hanya bersifat meneruskan sejarah membuktikan bahwa katekisasi sidi di Jemaat GMIT

30

John D. McNeil, Contemporary Curriculum, 91-92.

Page 19: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Kaisarea belum mampu membawa katekumen untuk masuk kedalam refleksi kritis mereka

guna mencapai praksis.

Dalam kritiknya, Freire mengatakan bahwa setiap orang memiliki kemungkinan untuk

mentransformasikan sejarah dan menjadi subjek-subjek melalui suatu refleksi yang kritis.

Freire beranggapan bahwa mereka dapat menemukan diri mereka sendiri. Setiap orang datang

untuk melihat dunia bukan sebagai realitas statis tetapi sebagai realitas dalam proses

transformasi. Berangkat dari kritik Freire ini, penulis melihat bahwa materi pengajaran

katekisasi tidak cukup jika hanya menjadi sekedar sarana meneruskan sejarah keKristenan

semata tanpa disertai refleksi kritis. Dengan menitikberatkan pengajaran pada sejarah

keKristenan, gereja secara tidak langsung telah berusaha “membutakan” jemaat terhadap

realitas-realitas kehidupan yang ada. Gereja hanya berusaha membentengi jemaat dari

“pengaruh luar” melalui pengenalan dogma dan sejarah tanpa menuntun jemaat untuk

“menemukan dirinya sendiri”.

Jika pengajaran katekisasi ingin menjadi pendidikan yang membebaskan, maka dalam

pelaksanaannya tugas pengajar adalah untuk mendorong katekumen merefleksikan materi

pengajaran yang diberikan untuk kemudian dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-

hari. Refleksi ini yang akan membawa manusia sampai pada fitrahnya. Katekisasi sidi tidak

dapat berhenti pada meneruskan warisan-warisan Kekristenan saja, tetapi untuk menuntun

jemaat mencapai kesadaran tertinggi akan makna dan tujuan hidupnya sebagai orang Kristen.

Pemilihan materi katekisasi sebaiknya didasarkan pada apa yang menjadi kebutuhan holistik

dari peserta katekisasi, bukan didasarkan pada keinginan dan kesepakatan pendidik secara

sepihak. Dalam menyusun materi pembelajaran, mengenal dan memahami latar belakang dari

peserta didik merupakan kunci utama terciptanya suatu pembelajaran yang tepat sasaran.

Page 20: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

3.4.3 Proses Belajar Mengajar Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea

Proses belajar mengajar secara umum melibatkan tiga aspek yang saling berhubungan. Tiga

aspek tersebut adalah pendidik, peserta didik dan metode/strategi didik. Berdasarkan hasil

observasi yang dilakukan, proses pengajaran Katekisasi Sidi GMIT Kaisarea dimulai pada

pukul 11.00 WITA, bertempat di gedung Taman Kanak-kanak Kaisarea BTN Kolhua.

Katekisasi diawali dengan ibadah yang dipimpin oleh salah seorang katekumen. Mereka

sebelumnya telah diberikan jadwal untuk memimpin ibadah pembukaan katekisasi secara

bergiliran. Setelah selesai ibadah, kelas katekisasi dilanjutkan dengan absen yang dilakukan

oleh Pengajar. Selanjutnya diadakan pengumpulan buku mingguan yang akan diperiksa oleh

para pengajar. Buku mingguan merupakan buku yang berisi ringkasan khotbah dan tanda

tangan Pendeta yang memimpin kebaktian minggu (katekumen diwajibkan untuk mengikuti

kebaktian setiap minggu). Kelas kemudian dilanjutkan oleh pembawa materi yang memulai

kelas dengan menanyakan kembali pembahasan pada Minggu yang lalu. Setelah itu kelas

dilanjutkan dengan penyampaian materi.31

1) Metode Pengajaran Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea

Metode pengajaran secara umum melibatkan relasi antara pendidik dan naradidik dalam

proses pengajaran. Berdasarkan hasil observasi, penulis menemukan bahwa metode yang

digunakan oleh pengajar adalah ceramah, di mana pengajar membaca materi dan peserta

didik mencatat kembali dalam buku catatan mereka (buku catatan ini suatu waktu akan

diperikan oleh pengajar, sehingga katekumen wajib untuk mencatat).32

Dalam wawancara

yang Penulis lakukan terhadap tiga orang Pengajar dan dua orang Pendeta Jemaat, mereka

mengatakan bahwa metode diskusi juga sering dipakai dalam katekisasi. Hal ini bertentangan

dengan hasil wawancara dalam bentuk Focus Group Discussion yang dilakukan terhadap 10

31 Hasil Observasi pelaksanaan Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea tanggal 14-06-2015 32

Hasil observasi pelaksanaan Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea tanggal 14-06-2015.

Page 21: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

orang Katekumen dan 10 orang anggota Sidi Jemat Kaisarea yang pernah mengikuti

katekisasi sidi. Sebagian besar informan kunci ini mengatakan, metode yang sering bahkan

hampir selalu digunakan oleh pengajar adalah ceramah. Diskusi hanya digunakan oleh

beberapa pembawa materi yang diundang dari luar untuk membawakan materi seputar

kehidupan remaja dan bukan oleh pengajar Jemaat.33

Ketika melakukan observasi, Penulis mengamati pengajar dalam membawa materi tentang

kitab-kitab dalama Perjanjian Lama. Salah satu kitab yang dibahas pada saat itu adalah kitab

Yunus di mana pengajar menceritakan kisah Yunus yang diutus oleh Tuhan ke Niniwe tetapi

ia melarikan diri dan kemudian ditelan oleh ikan.34

Pengajar membaca kalimat perkalimat

dan katekumen mencatatnya dalam buku mereka. Setelah Pengajar menyampaikan materi

pengajaran, Katekumen tidak diajak untuk berdialog maupun merefleksikan apa yang telah

disampaikan, misalnya saja apa yang dimaksud dengan Yunus berada di perut ikan? Apakan

secara harafiah ia berada dalam perut ikan atau ada maksud lain? Bagaimana jika kita yang

mendapat tugas itu di masa kini? Apakah kita sanggup melakukannya atau kita melakukan

seperti yang Yunus lakukan? Dalam pengajarannya, Pengajar hanya menyampaikan kembali

kisah-kisah yang ada dalam alkitab seperti yang dilakukan dalam sekolah minggu dan

peserta mencatatnya kembali.

Ini adalah konsep pendidikan “gaya bank” yang dimaksud oleh Paulo Freire, di mana ruang

gerak yang disediakan bagi kegiatan para murid hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan

menyimpan. Model pengajaran ini bersifat naratif dengan ciri utamanya adalah guru sebagai

subyek bercerita dan murid-murid sebagai obyek yang patuh dan mendengarkan. Isi pelajaran

yang diceritakan, baik yang menyangkut nilai-nilai maupun segi-segi empiris dari realitas,

dalam proses cerita cenderung menjadi kaku dan tidak hidup. Guru menceritakan sebuah

33

Berdasarkan hasil FGD pada tanggal 16-06-2015 dengan sepuluh orang anggota jemaat yang mengikuti katekisasi dalam tahun ajaran yang berbeda-beda, tidak semua pembicara tamu menggunakan metode diskusi dalam kegiatan belajar mengajar. Setiap tahun ajaran, pengajar mengundang pembicara yang berbeda-beda, sehingga penggunaan metode belajar mengajar yang variatif bergantung kepada penguasaan metode dari pembicara. 34

Hasil Observasi pelaksanaan Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea tanggal 14-06-2015.

Page 22: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

topik yang asing bagi pengalaman eksistensial para murid. Tugasnya dalah “mengisi” para

murid dengan segala bahan yang dituturkan, bahan-bahan yang lepas dari realitas, terpisah

dari totalitas yang melahirkan dan dapat memberinya arti. Murid mencatat, menghafal dan

mengulangi apa yang diceritakan oleh guru tanpa memahami apa arti sesungguhnya.35

Menurut Freire, pendidikan seharusnya bersifat praksis dimana pendidikan diselenggarakan

untuk membebaskan naradidik merefleksikan apa yang mereka dapat dalam pendidikan

tersebut. Pendidikan yang bersifat praksis tidak hanya menekankan pada teks-teks yang

bersifat klasik tetapi juga memperhatikan realitas-realitas masa kini dan kemungkinan yang

terjadi masa depan.36

Katekumen membutuhkan lebih dari sekedar cerita-cerita sejarah yang

telah berulang kali mereka baca dan dengar. Dalam masa remaja, katekumen berada pada

fase pencarian jati diri dan filosofi hidup. Tugas dari pengajar adalah menjadikan isi

pengajaran sebagai suatu sarana bagi katekumen untuk menemukan filosofi hidupnya dan

merefleksikan apa yang menjadi tujuan hidupnya.

Pendidikan tidak hanya berhenti pada tahap refleksi semata tetapi untuk menuntun manusia

dalam menemukan tujuan hidupnya. Jika dalam proses pengajaran, Pengajar tidak

memberikan kesempatan kepada Katekumen untuk berdiskusi maupun merefleksikan

pengajaran yang diberikan maka yang terjadi ialah katekumen menjadi sekedar objek yang

akhirnya tidak mampu mempertanggung jawabkan imannya. Ini bukan berarti sejarah, dogma

dan aturan gereja tidak penting untuk disampaikan tetapi bagaimana isi pengajaran tersebut

dikemas dan disajikan dengan baik agar dapat direfleksikan dan memberi manfaat bagi

pertumbuhan iman katekumen. Sebagai subjek yang mengalami secara langsung persoalan-

persoalan remaja yang diajarkan, tentu saja timbul berbagai macam tanda tanya dan rasa

ingin tahu dari dalam diri katekumen. Proses pengajaran yang berlangsung di GMIT Kaisarea

35

Freire, Pendidikan kaum tertindas, 52. 36 Stephen B. Bevans. Models of Contextual Theology (USA: Orbis Books, 2002)

Page 23: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

pada akhirnya mengabaikan hasrat atau rasa keingintahuan dari katekumen yang lambat laun

mematikan kesadaran kritis dari jemaat.

Beberapa pengajar memang memberi kesempatan kepada katekumen untuk bertanya tentang

hal-hal yang belum dimengerti. Tetapi penulis melihat, kesempatan ini tidak pakai dengan

efektif oleh katekumen. Dari hasil observasi, Peneliti melihat ada beberapa alasan: pertama,

katekumen merasa jenuh karena katekisasi dilaksanakan pada siang hari; kedua, adanya jarak

dan suasana yang kaku antara pengajar dan katekumen. Ketiga, kecenderungan katekumen

untuk fokus dalam mencatat sehingga tidak memahamai materi yang diberikan.37

Kurikulum yang efektif dapat tercipta apabila pendidik mengetahui bagaimana bahan

pelajaran disajikan, proses belajar berlangsung dan dalam keadaan yang bagaimana belajar

itu memberi hasil yang sebaik-baiknya. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan,

pengajar katekisasi sidi di Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua cenderung terfokus pada apa

yang mereka baca dalam buku pengajaran. Apakah materi tersebut dapat diterima dengan

baik atau tidak, dapat memengaruhi kehidupan peserta katekisasi atau tidak, dapat dipahami

atau tidak, bukan menjadi persoalan bagi pengajar katekisasi.

Dalam proses belajar mengajar, suasana dan kondisi kelas sangat memengaruhi proses belajar

mengajar. Suasana kelas yang baik dan nyaman akan membuat peserta didik merasa nyaman

dan fokus dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, demikian pula sebaliknya. Hal ini juga

yang telah diabaikan oleh pengajar katekisasi sidi di Jemaat GMIT BTN Kolhua. Kondisi

kelas yang tidak tertata rapi, tertutup dan panas membuat peserta didik menjadi kehilangan

konsentrasi. Hal-hal teknis seperti ini dapat memengaruhi efektifitas pengajaran. Pada

akhirnya katekisasi sidi hanya menjadi sekedar formalitas belaka. Katekisasi dilaksanakan

37

Asumsi ini berdasarkan pada pengamatan Penulis terhadap pola tingkah laku katekumen selama mengikuti kegiatan katekisasi sidi. Hasil Observasi pelaksanaan Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea tanggal 14-06-2015.

Page 24: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

hanya sebagai sebuah tradisi tanpa memberi kontribusi bagi perkembangan iman dan

pengetahuan jemaat.

Penulis melihat, ada kecenderungan para pengajar menjadikan diri mereka sebagai pusat

pengajaran. Tidak ada dialog atau diskusi antara pengajar dan katekumen. Menurut Freire,

pendidik dan naradidik memiliki kedudukan yang setara dalam proses pendidikan yaitu

sebagai subjek yang sadar dan aktif. Metode pengajaran katekisasi sidi di GMIT Kaisarea ini

menunjukkan adanya “penindasan” dalam proses pendidikan. Kesadaran kritis anak-anak

“dibutakan” melalui pengajaran satu arah yang menekankan pada hafalan. Metode pengajaran

yang digunakan pengajar katekisai di GMIT Kaisarea juga telah menciptakan jarak antara

pengajar dan katekumen. Keikutsertaan remaja pada katekisasi sidi pada akhirnya hanya

menjadi formalitas belaka guna menjadi bagian utuh dari gereja tersebut.

Freire mengatakan, tanpa usaha mencari, tanpa praksis, manusia tidak akan menjadi benar-

benar manusiawi. Gereja dalam menjalankan fungsi pengajarannya tidak bisa lagi naif

dengan menganggap bahwa naradidik dalam hal ini katekumen adalah bejana-bejana kosong

yang belum terisi sehingga tugas gereja adalah untuk mengisi. Gereja tidak bisa lagi

menganggap kisah-kisah alkitab sebagai sesuatu yang tidak perlu dikritisi dan direfleksikan.

Anak-anak bertumbuh dengan berbagai macam pengalaman hidup yang memberi mereka

pengetahuan. Mereka adalah subjek-subjek yang telah merasakan dan mengalami realita

kehidupan. Berbagai macam pengalaman yang mereka alami mungkin saja menimbulkan

tanda tanya dan kegelisahan dalam diri mereka. Hal ini yang kemudian membuat mereka

mencari jawaban atas pergumulan hidup mereka. Tanpa bimbingan yang tepat, anak-anak ini

akan terjerumus dalam pergaulan yang salah.

Penulis menyimpulkan bahwa metode pengajaran yang dipakai oleh Pengajar Katekisasi

Jemaat Kaisarea tidak sesuai dengan pedagogi pembebasan yang diperkenalkan oleh Freire.

Metode ceramah yang digunakan tidak lagi sesuai untuk diterapkan pada saat ini. Dewasa ini

Page 25: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

anak-anak bertumbuh dan berkembang dengan pemikiran-pemikiran yang luas dan kritis.

Mereka mempelajari banyak hal dari pengalaman-pengalaman di dalam pergaulan mereka.

Untuk itu, anak-anak membutuhkan sarana untuk mengembangkan dan menyalurkan

pemikiran atu ide-ide mereka. Jika gereja membatasi diri dengan anak-anak, yang terjadi

adalah mereka mencari jawaban dan pemenuhan keinginan mereka dari lingkungan

sekitarnya. Hal ini tentu saja dapat berakibat buruk jika mereka salah dalam mencari tempat

untuk menjawab berbagai kebutuhan mereka.

Setiap naradidik datang dengan berbagai macam pegalaman dan pengetahuan mereka.

Katekisasi diselenggaran bukan untuk mengisi sepenuh-penuhnya naradidik (katekumen)

dengan doktrin-doktrin, sejarah dan aturan gereja yang ada. Sebelum berada dalam kelas

katekisasi, katekumen telah berulangkali belajar dan menghafal di sekolah minggu,

persekutuan remaja maupun di sekolah tentang jumlah kitab, kisah tentang Yesus, 10 hukum

Allah dan lain sebagainya. Untuk itu, katekisasi diselenggarakan guna menumbuhkan

kesadaran kritis jemaat terhadap realita-realita kehidupan dengan merefleksikan kebenaran

Firman Allah.

Freire menawarkan model pendidikan hadap masalah untuk menggantikan model pendidikan

gaya bank yang selama ini berlangsung. Dengan menerapkan model pendidikan hadap

masalah, jemaat (dalam hal ini katekumen) diajak untuk melihat isi pengajaran sebagai

sebuah pertanyaan yang membutuhkan refleksi kritis. Dengan demikian, pengajaran

katekisasi tidak lagi menjadi sekedar penghafalan kisah-kisah alkitab, dogma-dogma Kristen,

disiplin gereja saja tetapi menjadi sarana bagi katekumen untuk merefleksikan ajaran-ajaran

tersebut guna menjadikan mereka sebagai manusia seutuhnya.

Page 26: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

2) Tenaga Pengajar Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea

Pengajar katekisasi sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua dipilih berdasarkan keputusan

rapat Majelis Jemaat, mengacu kepada Tata Aturan GMIT mengenai jabatan gerejawi.

Mereka yang dipilih haruslah merupakan Sarjana PAK dan Teologi.38 Berikut ini adalah

daftar Pemimpin Katekisasi Sidi GMIT Jemaat Kaisarea tahun ajaran 2015-2016:

1. Pdt. Ronny S. Runtu, M.Th

2. Pdt. Yohanes Bira, Sm.Th

3. Pdt. Adrianan R-Riwu Ga, M.Th

4. Laura Tanesab, S.Th

5. Pgjr. Winarsiwi Sindupadmi

6. Pgjr. Lusi Dimoe

7. Pgjr. Anaci Bija

8. Pgjr. Norlina Luma

9. Pgjr. Aletha Medah

Dari hasil wawancara dan juga analisa dokumen pengajaran Katekisasi sidi GMIT Jemaat

Kaisarea, Penulis menemukan bahwa tidak semua pengajar memiliki latar belakang Sarjana

PAK dan Teologi. Sebagian dari mereka adalah sarjana pendidikan umum. Mengingat

terbatasnya tenaga PAK yang dimiliki oleh gereja maka gereja memutuskan untuk memilih

tenaga pengajar umum. Pengajar-pengajar ini dipilih dengan pertimbangan karena mereka

adalah orang-orang yang memiliki ketertarikan dalam pengajaran di gereja.39

Berdasarkan hasil analisa dokumen kurikulum katekisasi sidi Jemaat GMIT Kaisarea penulis

juga menemukan bahwa posisi Pendeta dalam pengajaran katekisasi cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan pengajar lainnya. Hal ini dapat dilihat dari pembagian materi dan

38

Hasil wawancara Pdt. Rony Runtu, M.Th tanggal 16-06-2015. 39

Hasil wawancara Pdt. Yohanis bira, SM.Th tanggal 18-06-2015.

Page 27: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

jadwal pengajar, dimana materi-materi seperti dogma, disiplin gereja, sakramen menjadi

tugas dari pendeta. Para Pendeta dianggap memiliki pengetahuan yang lebih dibanding

dengan pengajar. Hal ini tidak sepenuhnya salah, mengingat latar belakang pendidikan dari

para pendeta tentu saja berpengaruh pada penguasaan materi-materi tersebut. Tetapi dalam

pelaksanaannya, penulis melihat bahwa latar belakang pendidikan dari para Pendeta tidak

memberi kontribusi yang berarti dalam proses pengajaran. Mereka tetap menggunakan materi

yang disiapkan gereja dan menggunakan metode yang sama dengan pengajar lainnya.40

Dari hasil observasi lapangan, penulis menemukan bahwa latar belakang pengajar yang

sebagian adalah guru sekolah cenderung memengaruhi proses pengajaran katekisasi. Hal ini

dapat dilihat dari kecenderungan pengajar membawa model belajar tradisional di sekolah ke

dalam kelas katekisasi. Ketika melakukan observasi, penulis melihat bahwa pengajar selalu

menjadi pusat dari kegiatan pengajaran katekisasi. Katekumen pada akhirnya cenderung

menjadi pasif dan kurang mendapat kesempatan untuk menyampaikan ide-ide maupun

refleksi mereka terhadap pengajaran yang diberikan. Walaupun saat ini pendidikan nasional

telah mengalami banyak perubahan termasuk dalam metode pengajaran, masih banyak guru-

guru sekolah yang mempertahankan metode pengajaran tradisional yang bersifat naratif dan

penghafalan dalam pengajaran mereka.

Dalam konteks Brasil pada masa penjajahan, gereja-gereja tradisional menurut Freire, telah

bersekutu dengan kelompok penguasa, baik secara sadar maupun tidak. Oleh karena itu,

peranan yang dapat dimainkan oleh gereja dalam bidang pendidikan tergantung pada cara

pandang mereka terhadap dunia, agama manusia dan takdir.41

Pengaruh dari penjajahan ini

terus dibawa oleh para pemimpin pemerintahan maupun pendidikan. Dengan demikian, telah

terjadi penerusan warisan penjajahan yang turut memengaruhi proses pendidikan. Warisan

40

Untuk materi-materi tambahan seperti IPTEK, pergaulan muda-mudi dan lain sebagainya, pengajar yang bertugas menyampaikan materi mencari bahan secara mandiri dan tidak disusun bersama dengan pengajar yang lain. 41 Smith, Conscientizacao, 220.

Page 28: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

penjajahan ini kemudian ikut memengaruhi hubungan antara pendidik dan naradidik dalam

kegiatan pendidikan di gereja-gereja.

Jika dibawa dalam konteks Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan agama

Kristen di Indonesia merupakan warisan dari masa penjajahan sehingga dalam

perkembangannya, disadari maupun tidak warisan-warisan penjajahan tersebut masih nampak

dan bertahan. Pada masa penjajahan, masyarakat pribumi disekolahkan oleh pada zending

bukan untuk meningkatkan status atau taraf hidup mereka, tetapi untuk dijadikan tenaga

pembantu bagi kegiatan pelayanan maupun pengajaran gereja negara yang saat itu dikuasai

Belanda. Oleh karena itu, proses pengajaran yang berlangsung pada masa itu tidak

melibatkan diskusi antara pendidik dan naradidik. Tugas dari naradidik adalah untuk

menerima dan memahami aturan, sistem kerja dan ajaran gereja negara untuk kemudian

mereka ajarkan kepada jemaat.

Sejarah pengajaran gereja yang terjadi di Indonesia khususnya di GMIT ini tidak jauh

berbeda dengan yang terjadi di Brasil ketika Freire melancarkan kritiknya terhadap sistem

kelas yang mewarnai dunia pendidikan Brasil. Brasil pada masa itu hampir tidak memiliki

cita-cita demokrasi. Yang ada ialah kepatuhan yang telah diciptakan oleh metropolit Portugal.

Mereka yang memerintah sesudah masa kemerdekaan hanya menirukan cara penjajah

pemerintah.42

Jadi, sekalipun negara tersebut telah merdeka, tetapi sistem pemerintahan dan

pendidikan yang berlangsung di dalamnya masih meneruskan warisan dari masa penjajahan.

Demikian pula dengan yang terjadi di GMIT dalam masa sekarang. Sekalipun telah terlepas

dari penjajahan Belanda, disadari maupun tidak, sistem pendidikan dan bergereja yang ada

dan bertahan hingga sekarang masih diwarnai oleh pengaruh kolonialisme. Warisan-warisan

tersebut masih terus dipertahankan dan digunakan dalam proses pendidikan dan bergereja.

42

Freire, Pendidikan sebagai praktik pembebasan, 25.

Page 29: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Warisan-warisan ini terlihat dari terciptanya jarak dan kelas yang membedakan status atau

kedudukan dari guru dan murid. Sistem pendidikan pada masa kolonial yang tanpa bantahan

dan berisfat indoktrinasi ini masih tetapi digunakan, sehingga menyebabkan relasi antara

pengajar dan katekumen menjadi relasi antara subjek dan objek.

Hubungan antara Pengajar dengan Katekumen di Jemaat Kaisarea ini sesuai dengan

gambaran keadaan pendidikan gaya bank yang dikemukakan oleh Freire di mana Guru

mengajar, murid diajar; Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa; Guru

berpikir, murid dipikirkan; Guru bercerita, murid patuh mendengarkan; Guru menentukan

peraturan, murid diatur; Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid menyesuaikan diri

dengan pelajaran itu; Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka.43

Penulis melihat bahwa adanya pengaruh latar belakang pengajar terhadap cara pengajaran

mereka menyebabkan katekisasi sidi menjadi sekedar kegiatan memindahkan (transfer)

pengetahuan alkitab dari pengajar kepada katekumen. Latar belakang pendidikan agama

Kristen di gereja yang diwarnai oleh warisan-warisan penjajahan Belanda juga turut

memengaruhi proses pengajaran katekisasi. Untuk itu, agar gereja terutama pengajar dapat

meninggalkan kebiasaan lama yang dipengaruhi oleh warisan penjajahan, para pengajar perlu

untuk disadarkan kembali akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik.

Metode indoktrinasi dan dogmatif yang merupakan warisan penjajahan sudah tidak

kontekstual untuk digunakan di masa sekarang. Para pengajar perlu mengingat bahwa

pengajar bukan pusat dari pengajaran katekisasi. Pengajar dan katekumen memiliki

kedudukan yang sama dalam ruang katekisasi sidit. Setiap orang merupakan subjek yang

memiliki pengalaman hidup dan pengalaman iman masing-masing. Untuk itu, setiap orang

yang terlibat dalam katekisasi sidi memiliki kedudukan yang setara. Pengajar bisa menjadi

orang yang belajar dan orang yang belajar juga bisa memberi pelajaran.

43

Freire, Pendidikan kaum tertindas, 53-54.

Page 30: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

3) Peserta Katekisasi Sidi GMIT Jemaat Kaisarea

Dari hasil analisa dokumen dan observasi lapangan, Penulis menemukan bahwa peserta

katekisasi sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua pada tahun ajaran 2015-2016 berasal dari

berbagai latar belakang. Katekumen-katekumen ini memiliki latar belakang budaya, ekonomi,

usia, maupun tingkat pendidikan yang berbeda. Walaupun sebagian besar katekumen berada

dalam tingkat pendidikan menengah keatas, ternyata terdapat juga beberapa katekumen

lulusan SD, SMP dan kuliah. Dengan berbagai macam latar belakang dari katekumen,

pengajar seharusnya mampu untuk menciptakan kurikulum katekisasi sidi dengan sebaik

mungkin sehingga pengajaran yang diberikan mampu diterima dengan baik oleh semua

katekumen.

Katekumen umumnya adalah anak-anak remaja usia 16 tahun ke atas. Usia ini adalah masa

terpenting dalam perkembangan manusia di mana mereka belajar untuk mengenal diri mereka

sendiri, orang lain dan apa yang menjadi pilihan hidup mereka. Ketika berada dalam usia

remaja, seseorang berada dalam tahap kepercayaan sintetis-konvensional. 44

Menurut Fowler,

dalam tahap ini terjadi perombakan baru dalam struktur pengertian remaja. Kemampuan

berpikir remaja yang sedang berkembang ini membuat mereka mulai mengkritisi berbagai hal

yang mereka alami. Muncul berbagai macam pertanyaan dalam diri remaja. Hal ini pula yang

membuat seseorang dalam usia remaja mulai mencari jati diri. Pencarian ini tidak hanya

melibatkan pengalaman pribadi mereka tetapi juga berhubungan erat dengan orang-orang lain

di sekelilingnya.

44

Cremers, Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler, 134-135.

Page 31: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Perkembangan remaja ini pula yang memengaruhi mereka dalam proses pendidikan. Remaja

tidak lagi percaya pada apa yang dikatakan atau diajarkan sebelum mereka mendapatkan

kepastian bahwa nilai-nilai serta kepercayaan tadi mempunyai validitas bagi kehidupan

mereka yang mulai memasuki kedewasaan.45

Dengan demikian, kisah-kisah alkitab yang dulu

diterima begitu saja di sekolah minggu, dalam usia remaja mulai dikritisi oleh mereka.

Dalam usia ini terjadi berbagai gejolak dalam diri mereka. Hal-hal yang ketika kanak-kanak

mereka terima sebagai suatu kebenaran, dalam usia ini mulai dipertanyakan. Mereka

berusaha mencari kebenaran dari sesuatu yang dikatakan maupun diajarkan. Keputusan-

keputusan yang mereka ambil tidak didasarkan oleh pertimbangan yang matang. Oleh sebab

itu, di dalam usia ini, seringkali remaja salah dalam melangkah dan mengambil keputusan

yang memengaruhi masa depan mereka.

Oleh sebab itu, Pendidikan terhadap remaja tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Peserta

didik dalam hal ini katekumen merupakan bagian penting dari gereja. Remaja adalah

generasi-generasi muda yang akan meneruskan misi gereja di kemudian hari. Jika sejak dini

mereka tidak dituntun untuk menjadi kritis, di kemudian hari mereka akan terbentuk menjadi

orang-orang dewasa yang apatis terhadap persoalan-persoalan di sekitarnya karena

kehilangan kesadaran kritis mereka. Untuk itu, pengajar sebaiknya memahami apa dan

bagaimana kebutuhan remaja. Pendidikan bukan persoalan bagaimana guru memberi tetapi

bagaimana murid dapat menerima pengajaran tersebut.

Selain mengenal latar belakang dan kebutuhan katekumen, Pengajar sebaiknya menghindari

pandangan bahwa pengajar adalah satu-satunya “sumber pengetahuan”. Model pengajaran

yang bersifat satu arah dengan pengajar sebagai pusatnya menjadikan katekumen sebagai

objek-objek “patuh” yang menerima pengajaran “tanpa bantahan”. Pendidikan seperti ini

yang dikatakan oleh Freire sebagai pendidikan yang menindas. Melalui pendidikan seperti

45 Daniel Nuhamara, PAK Remaja, 11-12.

Page 32: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

ini, anak-anak telah dibentuk untuk memiliki mental-mental “patuh” yang terjebak dalam

kesadaran magis maupun kesadaran naif mereka. Katekumen mungkin saja pada akhirnya

mampu menghafal semua cerita alkitab, jumlah kitab dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian

Baru, bunyi hukum yang pertama dan terutama tetapi katekumen tidak mampu mencapai

kesadaran tertinggi (konsientisasi) akan makna dan tujuan pengajaran tersebut bagi hidupnya.

3.4.4 Evaluasi Katekisasi Sidi GMIT Jemaat Kaisarea

Jemaat GMIT Kaisarea menggunakan model evaluasi dengan bentuk ujian/tes (measurment

model). Ujian yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada pertengahan dan akhir

pembelajaran. Katekumen akan diberikan pertanyaan-pertanyaan tertulis seputar isi

pengajaran yang telah diberikan. Selain ujian, jumlah kehadiran, keaktifan dalam paduan

suara, keikutsertaan dalam praktek memimpin ibadah juga menjadi syarat bagi katekumen

untuk diteguhkan menjadi anggota sidi. Tetapi, ujian menjadi penilaian tunggal pengajar

terhadap keberhasilan pengajaran yang diberikan.

Evaluasi pendidikan pada dasarnya merupakan pengukuran terhadap berbagai aspek dengan

tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individual atau kelompok. Evaluasi yang

dilakukan mencakup baik aspek kognitif maupun afektif para siswa.46

Evaluasi sendiri

merupakan salah satu aspek penting dalam suatu pelaksanaan pendidikan. Evaluasi tidak

hanya dapat dilakukan di akhir atau penutup dari suatu proses pendidikan tertentu tapi juga

dapat dilakukan pada awal, maupun pada saat pelaksanaan pendidakan/pembelajaran. Ada

berbagai macam model evaluasi yang bisa dijumpai dalam dunia pendidikan, mulai dari

model yang paling paling tua yang fokus pengukurannya dilakukan secara kuantitatif seperti

measurment model hingga model yang menggunakan pendekatan kualitatif seperti

illuminative model.47

46

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP –UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (IMTIMA: 2007), 107. 47

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP –UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, 106.

Page 33: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Penulis melihat bahwa dengan diberlakukannya ujian sebagai model evaluasi pengajaran,

katekumen secara tidak langsung dituntut untuk mampu mengingat materi-materi pengajaran

yang diberikan agar dapat memperoleh hasil yang maksimal dalam ujian. Model evaluasi ini

cenderung “memaksa” katekumen untuk menghafal isi pengajaran yang diberikan agar

mereka dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.

Model evaluasi pendidikan yang dipakai dalam katekisasi Jemaat Kaisarea semakin

menegaskan bentuk pendidikan gaya bank yang diterapkan dalam proses pengajaran

katekisasi. Katekumen “dipaksa” untuk menerima apa yang diberikan oleh pengajar lalu

menyimpannya sebanyak mungkin. Pengetahuan-pengetahuan yang diberikan tersebut

kemudian akan keluarkan kembali dalam ujian. Model evaluasi dalam bentuk ujian seperti ini

seringkali dijadikan indikator keberhasilan pengajaran. Semakin banyak katekumen

menjawab dengan benar, semakin baik pula proses pengajaran tersebut.

Model evaluasi ini secara tidak langsung telah mengabaikan tujuan dari pendidikan yang

dikemukakan oleh Freire yaitu menuntun manusia untuk sampai pada pengenalan realitas

dirinya hingga sampai pada penyadaran (konsientisasi) yang merupakan proses inti atau

hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Pengajar hanya mengukur keberhasilan pengajaran

dari kemampuan katekumen mengulang kembali apa yang disampaikan oleh pengajar. Pada

saat dipertimbangkannya evaluasi dalam bentuk ujian, maka timbul kecenderungan untuk

menjadikan bahan ujian sebagai tujuan kurikulum. Hal ini yang menyebabkan proses belajar

mengajar cenderung mengutamakan latihan dan hafalan. Yang harus disadari ketika

menyelenggaran pendidikan agama Kristen adalah, kualitas iman seseorang tidak dapat

diukur secara kuantitas. Di dalam pendidikan agama Kristen, hal utama yang harus diingat

Page 34: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

ialah bahwa tujuan pendidikan Agama Kristen adalah agar manusia mengalami hidupnya

sebagai respon terhadap kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus.48

Pemilihan ujian sebagai cara evaluasi menurut penulis adalah hal yang kurang tepat. Pengajar

sepatutnya menyadari bahwa pengajaran katekisasi bukan semata-mata sebagai wadah

mewariskan kisah-kisah Alkitab, dogma-dogma maupun aturan gereja semata. Lebih

daripada itu, gereja secara umum dan pengajar secara khusus selayaknya menyadari bahwa

setiap anak memiliki pengalaman masing-masing akan kehadiran Allah dalam hidupnya.

Gereja patut untuk melihat kembali perannya sebagai setting Pendidikan Agama Kristen.

Pendidikan berbeda dengan pewartaan (penyampaian firman) di mana pemimpin/Pendeta

menjadi pusat dari pewartaan. Di dalam pendidikan terjadi komunikasi dua arah. Pendidik

dan peserta didik adalah dua subjek hidup yang sama-sama memiliki pengetahuan dan

pengalaman hidup. Untuk itu, gereja melalui tugas pendidikan dan pengajarannya dituntut

untuk mampu membimbing jemaatnya menjadi lebih kritis dalam merespon panggilan Allah

di dalam dunia. Gereja tidak dapat membentuk jemaat, tetapi gereja dapat menuntun jemaat

untuk membentuk dirinya sendiri.

Freire memadukan sejarah dan teologi untuk membuat dasar teoritis bagi sistem pendidikan

radikal yang mencakup tumbuhnya harapan, refleksi kritis dan perjuangan bersama.49

Kesadaran kritis terhadap realitas akan membawa manusia masuk ke dalam proses kesadaran,

bukan proses menghafal semata. Menghafal hanya akan menjadikan manusia mampu

menyatakan pengetahuannya tanpa memahami atau menyadari makna yang sesungguhnya.

Untuk itu, yang perlu diingat dalam melaksanakan pendidikan agama Kristen ialah

pendidikan agama Kristen lebih merupakan kegiatan refleksi daripada pembuktian empiris.50

48

Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: Ditjen Bimas Kristen Protestan dan Universitas Terbuka, 1992), 27. 49

Freire, Politik pendidikan, 13-14. 50 Nitiprawiro, Teologi Pembebasan, 133.

Page 35: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ......3) Badan Pembantu Pelayanan: BPP Pembangunan, BPP Hari Raya Gerejawi, BPP Radio Kaisarea Voice; 4) Unit Pembantu Pelayanan:

Katekisasi sidi seharusnya menjadi sebuah proses untuk menuntun jemaat menjadi manusia

yang seutuhnya. Katekisasi sidi yang membebaskan dapat tercapai jika gereja, terutama

pengajar membawa jemaat mencapai fase-fase kesadaran dalam dirinya (kesadaran magis,

nai, hingga akhirnya mencapai kesadaran kritis). Katekisasi sidi tidak bisa lagi menyajikan

jawaban-jawaban yang harus diterima “tanpa bantahan” oleh katekumen untuk tetapi

membawa jemaat merefleksikan pertanyaan-pertanyaan eksistensial mengenai apa masalah-

masalah yang dijumpai melalui pengajaran tersebut? (penamaan); apa penyebab dan

konsekuensi dari masalah-masalah tersebut? (berpikir); dan apa yang dapat dilakukan untuk

memecahkan masalah-masalah tersebut? (aksi).51

Jika Katekisasi Sidi Jemaat Kaisarea dilakukan dengan cara demikian maka jemaat akan

sampai pada titik akhir dari proses pendidikan yaitu kesadaran tertinggi. Pada titik ini jemaat

tidak hanya sadar akan keberadaan dan tugasnya sebagai orang Kristen, tetapi mampu

merealisasikan imannya ke dalam hidup bermasyarakat. Proses penyadaran merupakan proses

inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Freire mengatakan bahwa dunia kesadaran

seseorang tidak boleh berhenti, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas

dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingat “kesadaran naif” sampai ke tingkat “kesadaran

kritis”, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni

“kesadaran-nya kesadaran” (the consice of the consciousness).

51

Smith, Conscientizacao, 54.