Kurikulum Abad Ke-21
-
Upload
radius-advendra -
Category
Documents
-
view
405 -
download
80
description
Transcript of Kurikulum Abad Ke-21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan memahami kurikulum para pendidik dapat memilih dan
menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran dan alat
evaluasi pengajaran yang sesuai dan tepat. Untuk itu dalam melakukan kajian
terhadap keberhasilan sistem pendidikan ditentukan oleh tujuan yang realistis
dapat diterima oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas
pekerjaan yang relatif tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh karena itu
sudah sewajarnya para pendidik dan pihak yang bertugas dalam bidang
pendidikan memahami kurikulum serta memberikan pembahasan yang
sungguh-sungguh kepadanya.
Kurikulum pendidikan masih terkait erat dengan struktur disiplin
ilmu. Kurikulum pendidikan berbasis kompetensi pun, nuansa keilmuannya
masih sangat kental dengan pengalaman belajar yang juga dioperasionalkan
dalam substansi atau materi kajian keilmuan masing-masing program studi.
Realitas kurikulum seperti ini mengisyaratkan bahwa kurikulum abad ke-21.
dengan pendekatan eklektisisme, diharapkan struktur dasar kurikulum
pendidikan lebih bersifat integratif dan sinergis, serta mampu
mengembangkan kompetensi yang tidak hanya berdimensi keilmuan,
melainkan juga bermuatan karakter dan berbasis budaya bangsa
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas pada Mata Kuliah Pengembangan
Kurikulum Pada Jurusan PAI, STIT YAPTIP Kampus II Ujung Gading.
2. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai teori-teori yang berhubungan
dengan Kurikulum Abad Ke-21
i
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perspektif Global dalam Pengembangan Kurikulum
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, terutama
teknologi informasi dan komunikasi, telah menyebabkan dunia ini semakin
mengecil dan membentuk seperti sebuah desa dunia. Sehingga terasa tanpa
batas atau disebut globalisasi. Pada modul yang lalu sedikit gambaran
mengenai globalisasi yang diartikan sebagai suatu proses perubahan antar
negara, antar bangsa dan antar budaya tanpa mengenal batas geosiosial politik
atau geanasional idiologis. Seluruh dunia menjadi satu dan saling berkaitan
dengan erat tanpa mengenal batas-batas yang jelas, apapun sifat batas-batas
terseut. Selain itu, globalisasi menyangkut kesadaran bahwa dunia ini adalah
suatu tempat, milik besama umat manusia. Dunia ini merupakan seuah
lingkungan yang terbangun secara berkelanjutan, atau sebagai suatu proses
dimana hambatan-hambatan geografis berkaitan dengan peraturan-peraturan
sosial dan budaya semakin surut. Untuk itu diperlukan upaya-upaya
untuk mempersiapkan para siswa sekolah dasar sejak dini guna memasuki
zaman global yang menuntut kemampuan-kemampuan khusus. Yang nantinya
akan menjadi pelaku-pelaku utama pada zaman yang penuh dengan persaingan
tersebut. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiba para guru untuk
memberikan bekal kepada mereka agar bisa hidup (survei) di masa itu. Salah
satu upaya untuk mempersiapkan sisiwa memasuki zaman global tersebut ,
yaitu dengan mengembangkan kurikulum sekolah dasar yang memuat
perspektif global.
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum sekolah, ide tentang
perspektif global ini dimunculkan untuk memberikan wawasan kepada para
sisiwa dalam menghadapi kehidupan di masa mendatang yang diwarnai
dengan adanya kemajuan-kemajuan dalam bidang teknologi informasi yang
menyebabkan dunia ini mengecil cakupannya membentuk sebuah desa dunia.
Pengaruh kemajuan teknologi informasi dan transportasi saat ini
i
memungkinkan orang bisa saling berkomunikasi kapan saja dan dengan siapa
saja, misalnya melalui telepon dan surat elektronik (email) kita dapat pula
mengetahui peristiwa di belahan dunia mana saja hanya dengan menonton
siaran televisi.
Kurikulum yang bercorak perspektifglobal adalah kurikulm yang juga
memuat wawasan global, bukan hanya nasinal ataupun lokal. Kurikulum
tersebut haus mampu membawa siswa untuk berpikir global dalam arti siswa
mampu mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dan informasi terseut
dapat digunakan sebagai pajangan yang mengarahkan mereka menjadi warga
negara yang produktif dan menjadi insan yang mempunyai kepedulian sosial
terhadap orang lain di sekitarnya mampu bekerja sama, saling ketergantungan
secara harmonis.1
B. Kurikulum Abad Ke-21
Dalam dunia pendidikan kita dewasa ini, perlu dikaji beberapa
kemungkinanan modal kurikulum yang bisa diterapkan di sekolah sebagai
upaya untuk mencari pendekatan pemecahan masalah pendidikan, khususnya
masalah pengembangan kurikulum sekolah yang lebih cocok diterapkan pada
era sekarang dan masa datang. Di sini kita akan diperkenalkan dengan tiga
model kurikulum yang bisa diterapkan di sekolah masa depan. Agar kita dapat
memutuskan kurikulum mana yang cocok diterapkan disekolah..
1. Kurikulum berbasis kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi sebenarnya sudah berkembang
sejak lama dan merupakan pengaruh daari munculnya pendidikan
berdasarkan kompetensi yang menekankan pada
pengembangankemampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu sesuai
dengan standar performans yang telah ditetapkan. Pada tahun 1970-an
konsep pendidikan berdasarkan kopetensi (PBK) atau campetency-based
education (CBE) mulai banyak digunakan di dunia pendidikan.
1 Suryanto, Persoalan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Kompas, 2006), h. 8
i
Kurikulum yang diterapkan dalam proses pendidikan di negara kita
pada semua jenjang pendidikan, yaitu kurikulum KBK. Model kurikulum
tersebut dibutuhkan di masa mendatang dengan harapan akan mampu
membekali para siswa dalam menghadapi tantangan hidupnya di kemudian
hari secara mandiri, cerdas kritis, rasinal dan kreatif. Kompetensi-
kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut diarahkan
untuk memberikan bekal keterampilan hidup di era globalisasi yang penuh
dengan perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidak pastian dan
kerumitan –kerumitan dalam kehidupan.2
2. Kurikulum berbasis masyarakat
Pendidikan pada dasarnya merupakan upaya mengembangkan
manusia yang memiliki karakteristik dan sifat-sifat yang diperlukan baik
oleh dirinya sebagai pribadi maupun oleh masyarakatnya. Pemahaman dan
proses pengembangan diri di kelas, lingkungan sekolah dan lingkungan
lainnya sangat ditentukan oleh pengetahuan dan kepribadian dasar yang
terbentuk oleh budaya yang ada dilingkungan masyarakat di mana siswa
itu berada.
Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang,
perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nnilai-nilai
iptek, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat untuk terciptanya proses
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka
diperlukan rancangan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya
memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.
Kurikulum berbasis masyarakat bisa dikembangkan baik dalam
lingkup nasinal, regional, maupun lingkup lokal oleh guru di sekolah.
Apabila kurikulum itu dikembangkan oleh guru tanpa kaitan dengan
kurikulum manapun, maka guru tersebut melakukan pendekatan
pengembagnan kurikulum yang bersifat grass-root.
Ciri utama kurikulum berbasis masyarakat yaitu keterkaitan
berbagai komponen kurikulum dengan berbagai aspek dan dimensi 2 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik dan Implementasi,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), h. 14
i
kehidupan masyarakat, baik dalam bentuk kurikulum sebagai
dokumen/rencana tertulis maupun dalam bentuk proses pembelajarannya.
Tujuan yang ingin dicapai kurikulum, yaitu manusia yang memiliki
kualitas yang diperlukan untuk pelestarian dan pengembangan kehidupan
masyarakat.3
3. Kurikulum Konstruktivistik
Kurikulum ini dilatarbelakangi oleh munculnya filsafat
pengetauhan yang banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan
(terutama sains dan matematika) yaitu filsafat konstruktivisme. Aliran
filsafat ini menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi
(buatan) manusia. Dalam filsafat konstruktuivisme, pengetahuan tidak
dapat ditransfer bigut saja dari seorang kepada yang lainnya, tetapi harus
diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing orang. Setiap orang harus
mengkonstruksi pengetahuannya masing-masing orang dan setiap orang
harus mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu
yang sudah jadi melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.
Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat
berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Pengetahuan tidak lepas
dari subjek yang sedang belajar, pengetauhan lebih dianggap sebagai
proses pembentukan (konstruksi_ yang terus menerus, berkembang dan
berubah. Teori yang dulu dianggap sudah kuat an tetap, bisa saja berubah
karena tidak lagi dapat memberikan penjelasan yang memadai.4
Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan
keimanan. Pendidikan di sekolah juga demikian. Sejarah telah membuktikan
bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan
keimanan akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya. Akhlak
yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama, dapat
menghancurkan sendi-sendi kehidupan bersama, bahkan dapat menghancurkan
3 Adimiharja, Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung : Humaniora, 2004), h. 52
4 Sri Anita, Pembelajaran Terpadu; Implementasi Paradigma Kontstruktivistik Dalam Rangka Pengembangan Kecerdasaran, (Surakarta : Sebelas Maret University Pers, 2003), h. 32
i
negara bahkan dunia. Lulusan sekolah yang kurang kuat imannnya akan sangat
sulit menghadapi kehidupan pada zaman global.
Berdasarkan pemikiran yang berperspektif Islam tersebut, pendidikan
sekolah untuk masa depan haruslah memiliki kurikulum utama yang terdiri
atas:5
a. Pendidikan agama, agar lulusan beriman kuat, dari iman inilah akan
tertanam akhlak mulia, pendidikan keimanan Islam akan memberikan
kemampuan kepada lulusan untuk mampu hidup di zaman global yang
penuh dengan tantangan dan kompetisi yang ketat, lulusan harus mampu
mengatasi tantangan dan jadicompetitors sukses.
b. Pendidikan bahasa, agar mampu berkomunikasi dan bekerjasama ditingkat
dunia pada zaman global ini, untuk mencapai ini sebaiknya sejak SLTA
digunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.
c. Pendidikan keilmuan, agar lulusan mampu meneruskan pendidikannya ke
tingkat lebih tinggi, di tingkat perguruan tinggi harus sampai ke tingkat ahli
yaitu ia mampu mengembangkan ilmu atau mampu mengerjakan sesuatu
keahlian tingkat tinggi.
d. Pendidikan ketrampilan kerja sekurang-kurangnya satu macam, agar
lulusan dapat mencari kehidupan bila tidak bekerja pada sektor formal
sesuai keahlian.
Berdasarkan itu, agaknya perlu dipertimbangkan model-model kurikulum
sekolah berikut yang pada dasarnya ditujukan ke dua arah, kemampuan kerja
dan keilmuan :6
1. Model Pembelajaran Afektif (Sikap)
Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk
memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik
aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam
praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung
5 Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama berwawasan Multikultural, (Jakarta : Erlangga, 2007), h. 32
6 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2006), h. 89-90
i
menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang
dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model
pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus
mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat
perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek
pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang
disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran
kognitif atau pembelajaran psikomotor.Secara konseptual maupun emprik,
diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting
terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan
secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih
banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah.
Salah satunya yang sangat populer adalah model pelatihan
kepemimpinan ESQ ala Ari Ginanjar.
Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan
keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah
berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal diatas
menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang
berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model
pemebelajaran afektif.
2. Model Konsiderasi
Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan,
mementingkan, dan sibuk dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui
penggunaan model konsiderasi (consideration model) siswa didorong untuk
lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat
bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi: (1) menghadapkan siswa
pada situasi yang mengandung konsiderasi, (2) meminta siswa menganalisis
situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan
dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (3) siswa
menuliskan responsnya masing-masing, (4) siswa menganalisis respons
i
siswa lain, (5) mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya, (6)
meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.
3. Model pembentukan rasional
Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai
standar bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan
ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat
multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model
pembentukan rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan
kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.
Langkah-langkah pembelajaran rasional: (1) menigidentifikasi
situasi dimana ada ketidakserasian atu penyimpangan tindakan, (2)
menghimpun informasi tambahan, (3) menganalisis situasi dengan
berpegang pada norma, prinsip atu ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
masyarakat, (4) mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-
akibatnya, (5) mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau
ketentuen-ketentuan legal dalam masyarakat.
4. Klarifikasi nilai
Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau
terselubung, disadari atau tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model)
merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau
proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai
keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan
model ini bertujuan, agar para siwa menyadari nilai-nilai yang mereka
miliki, memunculkan dan merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki
keterampilan proses menilai.
Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai: (1) pemilihan: para
siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif
tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya, (2)
mengharagai pemilihan: siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-
mempertegas pilihannya, (3) berbuat: siswa melakukan perbuatan yang
berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya pada hal lainnya.
i
5. Pengembangan moral kognitif
Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi
atau reorganisasi kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui
tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca konvensi. Model ini bertujuan
membantu siswa mengembangkan kemampauan mempertimbangkan nilai
moral secara kognitif.
Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif: (1) menghadapkan
siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan
nilai, (2) siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai
moral tertentu, (3) siswa diminta mendiskusikan/ menganalisis kebaikan dan
kejelekannya, (4) siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang
lebih baik, (5) siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.
6. Model nondirektif
Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang
sendiri. Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana
permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai potensi dan
kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator/konselor dalam
pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan
membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.
Langkah-langkah pembelajaran nondirekif: (1) menciptakan sesuatu
yang permisif melalui ekspresi bebas, (2) pengungkapan siswa
mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang
dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi, (3) pengembangan
pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah, guru memberrikan
dorongan, (4) perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan
dan menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi, (5) integrasi,
siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-
kegiatan positif.
i
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum yang bercorak perspektifglobal adalah kurikulm yang juga
memuat wawasan global, bukan hanya nasinal ataupun lokal. Kurikulum
tersebut haus mampu membawa siswa untuk berpikir global dalam arti siswa
mampu mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dan informasi terseut
dapat digunakan sebagai pajangan yang mengarahkan mereka menjadi warga
negara yang produktif dan menjadi insan yang mempunyai kepedulian sosial
terhadap orang lain di sekitarnya mampu bekerja sama, saling ketergantungan
secara harmonis.
Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan
pendidikan keimanan. Pendidikan di sekolah juga demikian. Sejarah telah
membuktikan bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan
pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya.
Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama, dapat
menghancurkan sendi-sendi kehidupan bersama, bahkan dapat
menghancurkan negara bahkan dunia. Lulusan sekolah yang kurang kuat
imannnya akan sangat sulit menghadapi kehidupan pada zaman global.
.
B. Saran
Demikianlah penulisan makalah ini, namun penyajian makalah ini
masih banyak kelemahannya, karena kami masih dalam tahap pembelajaran,
kami selaku penulis menyadari adanya kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari teman-teman mahasiswa sekalian demi kesempurnaan isi makalah ini.
i
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Adimiharja, Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, Bandung : Humaniora, 2004
Anita, Sri, Pembelajaran Terpadu; Implementasi Paradigma Kontstruktivistik Dalam Rangka Pengembangan Kecerdasaran, Surakarta : Sebelas Maret University Pers, 2003
Baidhawy, Zakiyuddin, Pendidikan Agama berwawasan Multikultural, Jakarta : Erlangga, 2007
Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002
Suryanto, Persoalan Implementasi Kurikulum, Jakarta : Kompas, 2006
Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2006
i
KATA PENGANTAR
Puji sukur kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmad dan karunianya kepada kita semua dan dengan rahmad-Nya jualah
pemakalah dapat menyusun makalah ini dengan sedemikian rupa.
Salawat berangkai salam penulis mohon kepada Allah untuk rasulnya
muhammad SAW, semoga dengan adanya uswatun hasanah, makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Selanjutnya penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran kepada kita
semua dan tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis sudah membuatnya dengan baik,
namun apabila masih ada kekurangan penulis mengharapkan kritik dan saran guna
kesempurnaan makalah ini
Ujung Gading Juni 2012
Penulis
(Kelompok X)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan..................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Perspektif Global dalam Pengembangan Kurikulum.............. 2
B. Kurikulum Abad Ke-21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 10
B. Saran.......................................................................................... 10
DAFTAR KEPUSTAKAAN
i