Kumpulan modul

122
A. PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM RESPIRASI 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan fisik pada sistem respirasi, mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan fisik pada sistem respirasi dengan tepat dan benar. 2. Deskripsi Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada sistem respirasi yang dimulai dari pemeriksaan penampilan umum, pemeriksaan hidung, pemeriksaan thoraks dan paru dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. 3. Tujuan Mengidentifikasi keadaan anatomis dan fisiologis sistem respirasi. 4. Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi Dilakukan pada individu yang mengalami gangguan pada sistem respirasi Kontraindikasi - 5. Konsep yang Mendasari 1

Transcript of Kumpulan modul

Page 1: Kumpulan modul

A. PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM RESPIRASI

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan fisik pada sistem

respirasi, mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan fisik pada sistem

respirasi dengan tepat dan benar.

2. Deskripsi

Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada sistem respirasi yang

dimulai dari pemeriksaan penampilan umum, pemeriksaan hidung, pemeriksaan

thoraks dan paru dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

3. Tujuan

Mengidentifikasi keadaan anatomis dan fisiologis sistem respirasi.

4. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi

Dilakukan pada individu yang mengalami gangguan pada sistem respirasi

Kontraindikasi

-

5. Konsep yang Mendasari

Sistem Respirasi

Sistem respirasi di bagi menjadi saluran pernapasan atas dan saluran

pernapasan bawah. Kedua sistem tersebut berfungsi bersama-sama sebagai satu

unit, akan tetapi kondisi masing-masing tersebut berbeda dalam

perkembangannya. Sistem respirasi memungkinkan terjadinya pertukaran udara

dan turut memelihara fungsi seluler. Sistem ini terdiri dari jalan napas, paru-

paru, dan stuktur-struktur lainnya yang berhubungan.

Tujuan utama sistem respirasi adalah penyerapan oksigen dengan

memindahkan oksigen tersebut dari atmosfer udara ke alveoli, di alveoli

kemudian terjadi proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida. Gas

1

Page 2: Kumpulan modul

karbondioksida dikeluarkan dari darah kemudian diganti dengan oksigen dari

atmosfer udara luar. Struktur saluran napas atas meliputi: hidung dan sinus,

faring, laring dan trakea. Saluran napas bagian bawah terdiri dari bronchi,

bronchiolus, saluran pembuluh alveolar, dan alveoli. Struktur ini memberikan

ventilasi atau tempat pertukaran gas untuk menjaga oksigenasi bagi semua sel,

jaringan, dan organ. Kondisi yang mengganggu ventilasi dan pertukaran gas di

paru-paru bisa menyebabkan gangguan pernapasan dengan kadar yang berbeda-

beda. Pasien akan mengalami serangkaian gejala dari yang paling ringan

berawal dari timbulnya napas pendek hingga ke tahap gagal napas pada titik

kritis.

Sistem respirasi memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup

makhluk hidup termasuk manusia. Seperti sistem tubuh lainnya, fungsi sistem

respirasi harus dipertahankan integritasnya karena adanya gangguan sistem

respirasi, dimanapun lokasi kelainannya dapat mengancam kehidupan individu.

Fugsi normal pernapasan tergantung kepada tiga faktor berikut:

1. Integritas sistem jalan napas untuk transport udara dari dan ke paru-paru.

2. Fungsi sistem alveolar dalam paru-paru untuk mengoksigenasi darah vena

dan untuk mengangkut karbondioksida dari darah.

3. Fungsi sistem kardiovaskuler untuk membawa oksigen ke sel termasuk

membawa zat-zat nutrien lainnya serta dalam mengangkut produk buangan

keluar tubuh.

Adanya gangguan pada satu atau keseluruhan faktor di atas dapat

menjadi penyebab gangguan proses oksigenasi yang dalam keadaan fatal dapat

berdampak langsung kepada terancamnya kehidupan individu. Upaya

penatalaksanaan gangguan sistem respirasi sangat ditentukan kepada penguasaan

anatomi fisiologi sistem respirasi dan pemeriksaan fisik individu. Oleh karena

itu, perawat dituntut untuk dapat bertindak tepat dan cepat dengan dilandasi

kemampuan mengkaji dimana kelainan sistem respirasi terjadi. Pemeriksaan

fisik memegang kunci untuk menentukan pada fase mana klien mengalami

gangguan respirasi.

2

Page 3: Kumpulan modul

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan salah satu komponen dalam pengkajian.

Pengkajian terdiri dari pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan, dan prosedur

diagnostik. Pengkajian bertujuan untuk menggali data yang saling mendukung

sehingga dalam penentuan masalah keperawatan menjadi lebih terarah dan tepat.

Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasalis

Hidung merupakan jalan pertama yang harus dilalui udara saat masuk

kedalam sistem jalan napas. Tiga proses harus dijalani udara yang masuk yaitu

filtrasi (penyaringan), penghangatan dan pelembaban. Gangguan pada struktur

dan fisiologis pada rongga hidung menjadi penyebab terjadinya gangguan

oksigenasi pada tahapan ventilasi.

Kondisi seperti terjadinya deviasi septum nasal, pembesaran concha

(dalam upaya penghangatan dan pelembaban udara yang masuk) serta

meningkatnya sekresi membawa dampak pada penurunan kemampuan

penghantaran udara dari atmosfer ke paru-paru.

Sinus paranasalis sering mengalami peradangan dan dikenal dengan

sinusitis. Kondisi ini bisa terjadi sebagai akibat adanya peradangan pada rongga

hidung yang kemudian menyebar melalui saluran drainage ke masing-masing

sinus dan dapat disebabkan adanya obstruksi di rongga hidung sehingga sekresi

tidak dapat keluar tetapi tertahan dan bisa terjadi aliran balik menuju sinus-sinus

paranasalis.

Pemeriksaan Leher

Pemeriksaan leher ditujukan pada pemeriksaan trakea melalui palpasi.

Pada beberapa keadaan patologis, letak trakea yang asalnya berada pada garis

tengah leher dapat menyimpang sebagai respon terhadap upaya optimalisasi

penyaluran udara ke bagian paru.

Pemeriksaan Thoraks dan Paru-Paru

Thoraks dan paru-paru merupakan unit yang sangat penting untuk

diperiksa dalam pemeriksaan fisik sistem respirasi. Dalam pengkajian untuk

menentukan proses gangguan napas (ventilasi dan difusi) suara paru sangat

penting untuk diidentifikasi.

3

Page 4: Kumpulan modul

6. Alat yang Dibutuhkan

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik pada sistem respirasi, terdiri dari:

Nasal speculum

Penlight

Metline

Stetoskop

Sarung tangan (jika diperlukan)

7. Standar Operasional Prosedur

Format Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi

1. PENGKAJIAN

1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan keluarga

1.2 Memberitahu klien dan atau keluarga tentang prosedur tindakan

(pemeriksaan fisik) yang akan dilaksanakan (alasan, tujuan, kerjasama yang

diharapkan dari klien)

1.3 Mengkaji kesiapan klien

2. PERSIAPAN

2.1 Cuci tangan

2.2 Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan :

Nasal speculum

Penlight

Metline

Stetoskop

Sarung tangan (jika diperlukan)

3 PELAKSANAAN

3.1 Dekatkan troli alat pemeriksaan fisik ke dekat klien

3.2 Cuci tangan

Menggunakan sarung tangan bila pada klien yang menderita penyakit

menular (AIDS, Hepatitis B)

3.3 Menjaga privacy klien

4

Page 5: Kumpulan modul

Mendekati dan mengidentifikasi klien

Jelaskan prosedur kepada klien dengan bahasa yang jelas

Memasang sampiran

3.4 Atur posisi klien

Mengatur klien dalam posisi yang nyaman menurut klien dan perawat

3.5 Penampilan umum :

Warna kulit, warna kuku, clubbing finger, frekuensi napas, kedalaman dan

ritme pernapasan, smell of breath, CRT, konjuctiva

3.6 Pemeriksaan hidung

Inspeksi :

Eksternal hidung: bentuk, ukuran, warna kulit, adanya deformitas

(perubahan bentuk) atau inflamasi dan pernapasan cuping hidung (PCH)

Ada/tidaknya keluaran dari hidung

Secara normal tidak terdapat pengeluaran sekret.

Cek passage udara dari masing-masing lubang hidung

Periksa kepatenan rongga hidung dengan menutup satu lubang hidung,

minta klien untuk menarik napas dan mengeluarkannya. Ulangi hal

tersebut dengan menutup lubang hidung yang satunya. Udara dapat

keluar masuk melalui lubang hidung yang terbuka.

Mukosa hidung (warna, lesi, discharge, pembengkakan dan perdarahan)

Membran mukosa tampak kemerahan, biasanya lebih kemerahan

daripada membran mukosa pada mulut. Tidak terdapat pembengkakan

dan perdarahan.

Septum dan turbinate (alignment, perforasi dan perdarahan)

Nasal septum dalam keadaan normal berada pada bagian medial, posisi

tegak tanpa adanya deviasi.

Turbinate (concha) terletak pada dinding lateral rongga hidung, dalam

keadaan normal tidak terjadi pembesaran atau penonjolan. Bila terjadi

pembesaran bisa disebabkan sebagai reaksi upaya penghangatan udara

yang dingin atau karena reaksi alergi.

Lubang hidung (warna, discharge, massa, lesi, edema)

Palpasi :

5

Page 6: Kumpulan modul

Maxillary sinus dan frontal sinus

Sinus Frontalis

Lakukan penekanan langsung diatas area sinus frontalis: diatas alis

mata dengan menggunakan ibu jari.

Sinus Maksilaris

Penekanan dengan ibu jari pada tulang pipi mengarah ke bagian atas.

Dalam keadaan normal, penekanan ini tidak menimbulkan nyeri. Nyeri

dirasakan apabila pada sinus tersebut terjadi peradangan atau yang

disebut sinusitis.

Sinus ethmoidalis dan sphlenoidalis tidak dapat diperiksa melalui

palpasi ini karena letaknya yang dalam pada tulang tengkorak.

Pemeriksaan thoraks dan paru

Inspeksi:

o Bentuk dada: diameter AP-lateral (barrel, pigeon, funnel)

Bentuk dada normal memiliki diameter anterior posterior berbanding

diameter lateral, kurang lebih 2:1.

Barrel Chest : Bentuk dada ini terjadi karena hasil hiperinflasi paru.

Hiperinflasi ialah terjebaknya udara akibat saluran pernapasan yang

sempit/menyempit. Diameter anterior posterior berbanding diameter

lateral, kurang lebih 1:1.

Pigeon Chest (Dada Burung): Sternum menonjol kedepan, diameter

anterior posterior lebih dari lateral.

Funnel Chest (Dada Corong): Anterior Posterior mengecil, sternum

menonjol ke dalam

o Kesimetrisan dada (kyposis, scholiosis, kyphoscholiosis)

Kyposis suatu kelainan bentuk pada tulang belakang yang ditandai

dengan nyeri punggung dan adanya bonggol di punggung.

Scholiosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke

arah samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher),

torakal (dada) maupun lumbal (pinggang).

Kyphoscholiosis

Lordosis adalah keadaan tulang belakang yang tampak bengkok

6

Page 7: Kumpulan modul

kearah depan terutama di punggung bagian bawah .

o Pola napas : penggunaan otot-otot asesoris (sternocleidomastoid atau

otot leher, otot abdomen, trapezius atau otot bahu), retraksi sterna dan

intercoatals (penggunaan otot-otot sterna dan intercosta)

o Bulging intercostals spaces saat ekspirasi

Adanya jendolan atau benjolan di intercostals space saat ekspirasi

Palpasi :

o Posisi trachea (midline/deviasi)

Dalam keadaan normal, trakea harus berada di garis tengah leher.

o Palpasi area kulit dada (krepitasi, massa, luka)

Krepitasi: suara gesekan antara tulang

o Ekspansi dada (apex dan dasar dada) anterior dan posterior

Letakkan ibu jari masing-masing tangan pada level vertebrae ke 10,

jari-jari paralel ke arah samping. Anjurkan klien untuk menarik napas

dalam, observasi pergerakan jari-jari tangan pemeriksa.

Pada saat klien menarik napas dalam, tampak adanya pergerakan jari

pemeriksa yang meregang. Pergerakan ini dalam keadaan normal

akan simetris.

o Tactile fremitus

Anjurkan klien untuk mengucapkan ninety nine.. ninety nine.. ninety

nine.. palpasi dan bandingkan getaran yang dirasakan pada telapak

tangan pemeriksa.

Catat area-area dimana terjadi peningkatan atau penurunan getaran

yang dirasakan.

Fremitus seimbang pada kedua sisi paru yang simetris, dapat

meningkat pada daerah bronchus dan semakin menurun ke daerah

perifer paru.

Perkusi :

Seperti pada palpasi, dada depan dan dada belakang atau punggung di

perkusi. Perkusi area-area secara sistematis dan bandingkan antara

kedua sisi yang diperkusi. Mulai dari bagian atas terus ke bagian bawah.

Perkusi di atas permukaan paru dalam keadaan normal menimbulkan

7

Page 8: Kumpulan modul

suara resonance.

Dullness pada area dimana terdapat akumulasi cairan atau massa solid.

o Area intercostals anterior (resonance, hipersonance, dullness)

Resonance : ic 1-2 kiri dan ic 1-4 kanan

Dullness : ic 3-5 kiri (jantung) dan ic 5 ke bawah (liver)

o Area lateral

Resonance : sampai ic ke 8

o Area posterior

Resonance: sampai T10-T12

Auskultasi :

o Suara nafas

Bronchial : dibagian leher anterior dan posterior

Inspirasi lebih pendek dari ekspirasi. Ekspirasi panjang, rendah,

dan higher pitched daripada inspirasi.

Bronchovesicular: ic 1-2 anterior dan antara scapula

posterior

Rasio inspirasi dan ekspirasi sama

Vesicular : diseluruh area paru

Inspirasi lebih panjang, keras, dan higher pitched dari ekspirasi.

o Deteksi adanya suara napas yang abnormal (ronchi, crackle,

wheezing, friction rub)

Ronchi: suara napas yang terjadi pada keadaan menyempitnya

saluran napas yang besar. Terdengar pada saat inspirasi da ekspirasi.

Crackle disebut juga rales: suara yang timbul pada saat inspirasi

ketika udara melewati saluran napas yang mengandung sekret dimana

saluran napas menjadi sempit dan lembab.

Wheezing: suara yang muncul pada saat inspirasi dan ekspirasi,

teruitama terdengar saat ekspirasi, timbul karena jalan udara

menyempit misalnya karena dindingnya mengalami spasme seperti

pada kasus asma.

Friction rub: suara nafas karena adanya gesekan.

8

Page 9: Kumpulan modul

4. DOKUMENTASI

Mencatat hasil pemeriksaan fisik dan respon klien selama tindakan dan

kondisi setelah tindakan

Catatan dapat dibaca dengan jelas dan menggunakan bahasa yang baku

serta mudah dipahami, ditandatangani disertai nama jelas

Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dengan disertai paraf

Catatan dibuat dengan tinta/ballpoint

9

Page 10: Kumpulan modul

FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI

NO TINDAKAN 0 1 2

1. PENGKAJIAN

Memberi salam terapeutik kepada klien dan keluarga

Memberitahu klien dan/keluarga tentang prosedur

tindakan (pemeriksaan fisik) yang akan dilaksanakan

(alasan, tujuan, kerjasama yang diharapkan dari klien)

Mengkaji kesiapan klien

2. PERSIAPAN

Cuci tangan

Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan :

Nasal speculum

Penlight

Metline

Stetoskop

Sarung tangan (jika diperlukan)

3. PELAKSANAAN

Dekatkan troli alat pemeriksaan fisik ke dekat klien

Cuci tangan

Menjaga privacy klien

Atur posisi klien

Penampilan umum :

Warna kulit, warna kuku, clubbing finger, frekuensi

napas, kedalaman dan ritme pernapasan, smell of

breath, CRT, konjuctiva

Pemeriksaan hidung

Inspeksi :

o Eksternal hidung: bentuk, ukuran, warna kulit,

adanya deformitas atau inflamasi dan

pernapasan cuping hidung (PCH)

10

Page 11: Kumpulan modul

o Ada/tidaknya keluaran dari hidung:

o Cek passage udara dari masing-masing lubang

hidung

o Mukosa hidung (warna, lesi, discharge,

pembengkakan dan perdarahan)

o Septum dan turbinate (alignment, perforasi dan

perdarahan)

o Lubang hidung (warna, discharge, massa, lesi,

edema)

Palpasi

o Maxillary sinus dan frontal sinus

Pemeriksaan thoraks dan paru

Inspeksi:

o Bentuk dada: diameter AP-lateral (barrel,

pigeon, funnel)

o Kesimetrisan dada (kyposis, scholiosis,

kyphoscholiosis)

o Pola napas : penggunaan otot-otot asessoris

(sternocleidomastoid, otot abdomen, trapezius),

retraksi sterna dan intercoatals

o Bulging intercostals spaces saat ekspirasi

Palpasi :

o Posisi trachea (midline/deviasi)

o Palpasi area kulit dada (krepitasi, massa, luka)

o Ekspansi dada (apex dan dasar dada)

anterior dan posterior)

o Tactile fremitus

Perkusi :

o Area intercostals anterior (resonance,

hipersonance, dullness)

11

Page 12: Kumpulan modul

Resonance : ic 1-2 kiri dan ic 1-4 kanan

Dullness : ic 3-5 kiri (jantung) dan ic 5

ke bawah (liver)

o Area lateral

Resonance : sampai ic ke 8

o Area posterior

Resonance: sampai T10-T12

Auskultasi :

o Suara nafas

Bronchial : dibagian leher anterior dan

posterior

Bronchovesicular: ic 1-2 anterior dan

antara scapula posterior

Vesicular : diseluruh area paru

o Deteksi adanya suara nafas yang abnormal

(ronchi, crackle, wheezing, friction rub)

4. DOKUMENTASI

Mencatat hasil pemeriksaan fisik

Catatan dapat dibaca dengan jelas dan menggunakan

bahasa yang baku serta mudah dipahami

Catatan dibuat dengan tinta/ballpoint

Keterangan :

0 : tidak dilakukan

1 : dilakukan tidak sempurna

2 : dilakukan dengan sempurna

Nilai batas lulus > 80%

Jumlah nilai yang didapat

Nilai = ---------------------------------- X

100%

Jumlah aspek yang dinilai

MAHASISWA PENGUJI

12

Page 13: Kumpulan modul

Daftar Pustaka

Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart,

Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.

13

Page 14: Kumpulan modul

B. NEBULIZER

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang tindakan nebulizer, mahasiswa

mampu melakukan prosedur nebulizer dengan benar dan tepat.

2. Deskripsi

Melakukan nebulasi dengan nebulizer.

3. Tujuan

Nebulasi bertujuan untuk:

1. Membuat sekret menjadi lebih encer dan mudah dikeluarkan

2. Memperlebar jalan napas agar pernapasan menjadi lebih lega

3. Membuat selaput lendir pada saluran napas menjadi lebih lembab

4. Mengobati peradangan pada saluran pernapasan bagian atas

5. Memperbaiki pertukaran gas

4. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi

Nebulasi dilakukan pada:

1. Klien yang mengalami kesulitan mengeluarkan sekret

2. Klien yang mengalami penyempitan jalan napas (Misal: pada klien dengan asma

atau empisema)

Kontraindikasi

Nebulasi tidak dilakukan pada klien dengan:

1. Tekanan darah tinggi (Autonomic Hiperrefleksia)

2. Nadi yang meningkat atau takikardi

3. Riwayat reaksi yang tidak baik dari pengobatan

14

Page 15: Kumpulan modul

5. Konsep yang Mendasari

A. NEBULIZER

1. Definisi

Pengertian Inhalasi Nebulizer :

Inhalasi adalah menghirup udara atau uap ke dalam paru-paru.

Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat menggunakan nebulizer.

Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat melalui saluran pernapasan

bagian atas.

Pengertian Nebulizer :

Nebulizer merupakan alat yang digunakan untuk merubah obat dari

bentuk cair ke bentuk partikel aerosol. Bentuk aerosol ini sangat bermanfaat

apabila dihirup atau dikumpulkan dalam organ paru. Efek dari pengobatan ini

adalah untuk mengembalikan kondisi spasme bronkus.

2. Jenis-jenis nebulizer

Disposible nebulizer, sangat ideal apabila digunakan dalam situasi

kegawatdaruratan di rumah sakit dengan perawatan jangka pendek. Apabila

nebulizer di tempatkan di rumah dapat digunakan beberapa kali, lebih dari satu

kali, apabila dibersihkan setelah digunakan. Dan dapat terus dipakai sampai

dengan 2 minggu apabila dibersihkan secara teratur.

Re-usable nebulizer, dapat digunakan lebih lama sampai kurang lebih 6 bulan.

Keuntungan lebih dari nebulizer jenis ini adalah desainnya yang lebih komplek

sehingga meningkatkan efektivitas dari dosis pengobatan. Keuntungan kedua

adalah dapat direbus untuk proses desinfeksi. Digunakan untuk terapi setiap hari.

3. Model-model Nebulizer :

Nebulizer dengan penekan udara (Nebulizer compressors), memberikan tekanan

udara dari pipa ke tutup (cup) yang berisi obat cair yang akan memecah cairan

ke dalam bentuk partikel-partikel uap kecil yang dapat dihirup secara dalam ke

saluran pernafasan.

15

Page 16: Kumpulan modul

Nebulizer ultrasonik (ultrasonic nebulizer), menggunakan gelombang

ultrasound, untuk secara perlahan mengubah dari bentuk obat cair ke bentuk uap

atau aerosol basah.

Nebulizer generasi baru (a new generation of nebulizer), digunakan tanpa

menggunakan tekanan udara maupun ultrasound. Alat ini sangat kecil,

dioperasikan dengan menggunakan baterai, dan tidak berisik.

4. Dosis Nebulizer :

BB Sol. Berotec 0,1% Bisolvon Drops NaCL 0.9%

10 Kg 0,2 ml (4 tts) 1 ml 1,8 ml

15 Kg 0,3 ml (6 tts) 1 ml 1,7 ml

20 Kg 0,4 ml (8 tts) 1 ml 1,6 ml

25 Kg 0,5 ml (10 tts) 1,5 ml 1,5 ml

Dewasa 0,5-0,8 ml (10-16 tts) 1,5 ml 2,3 ml

5. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi dari tindakan nebulasi, diantaranya:

Henti nafas.

Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam menggunakan alat ataupun

tekniknya.

Kurang dalam pemberian obat karena malfungsi dari alat.

Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan efek yang tidak baik

pada sistem sekunder penyerapan dari obat. Hipokalemia dan atrial atau

ventricular disritmia dapat ditemui pada klien dengan kelebihan dosis.

Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan .

6. Hal-hal yang perlu diperhatikan :16

Page 17: Kumpulan modul

Reaksi klien sebelum, selama dan sesudah pemberian inhalasi nebulizer

Nebulizer harus diberikan sebelum waktu makan

Setelah nebulizer klien disarankan postural drainase dan batuk efektif untuk

membantu dalam pengeluaran sekresi.

B. ASMA

1. Definisi Asma

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri

bronkospasme periodik (kontriksi spasme pada saluran pernapasan) terutama

pada percabangan trakeobronkial akibat adanya stimulus seperti oleh faktor

biochemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.

Asma adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan intermitten

yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan dispneu, batuk dan

mengi. Eksarbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam, bergantian

dengan periode bebas gejala.

2. Klasifikasi Asma

Dibagi berdasarkan penyebab, terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan non alergik:

a.      Asma alergik/ekstrinsik:

Suatu bentuk asma dengan alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung

sari, dan makanan. Alergen terbanyak adalah airbone dan musiman (seasonal).

Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat pengobatan eksim atau

rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi dapat mencetuskan serangan asma.

Biasanya pada anak-anak sampai usia remaja.

b.      Idiopatik atau non alergik asma intrinsik

Tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor

seperti common cold, ISPA, aktivitas, emosi atau stres dan polusi lingkungan

akan mencetuskan serangan asma. Beberapa agen farmakologi: seperti antagonis

β – adregenik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor

penyebab. Bila asma idiopatik sering terjadi dan lebih berat maka dapat

menyebabkan bronkitis dan emfisema. Biasanya asma ini dimulai ketika dewasa

(> 35 tahun).

c.       Asma campuran (mixed asma)

17

Page 18: Kumpulan modul

Merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikan dengan bentuk

kedua jenis asma alergi dan idiopatik.

Klasifikasi Asma

Derajat Serangan Asma Akut

Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

SesakMasih jalan,

berbaring

Bila bicara

duduk

Pada istirahat

miring ke

depan

BicaraMasih dalam

kalimatKata-kata Kata

KesadaranMungkin

gelisah

Biasanya

gelisahGelisah

Ngantuk,

menurun

Frekuensi nafas Meningkat Meningkat ≥ 30 x / menit

Otot nafas

tambahan

Tidak

digunakanBiasanya ada Gelisah

Gerakan nafas

paradoks

Mengi Sedang NyaringBiasanya

nyaring

Sering tidak

terdengar

mengi

Nadi < 100 100-200 >120 Bradikardi

Per (100x/menit) > 80% 60-80% < 60%

Pa O2 tanpa O2 Normal > 60 mmHg < 60 mmHg

Pa O2 <45 mmHg < 45 mmHg ≥ 45 mmHg

Sa O2 >95% 91-95% < 90%

3. Penyebab Asma

a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik atau asma alergi)

- Reaksi antigen-antibodi

- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)

b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi atau asma non alergi)

18

Page 19: Kumpulan modul

- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal

- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur

- Iritan : kimia

- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum

- Emosional : takut, cemas dan tegang

- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.

4. Tanda dan Gejala Asma

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi

(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk

kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak

dan berat di dada.

Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :

a. Asma tingkat I

Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma

atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma

akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes

provokasi bronchial di laboratorium.

b. Asma tingkat II

Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada

kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran

pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.

c. Asma tingkat III

Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik

dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa

tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.

d. Asma tingkat IV

Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu

dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini

dapat dilihat yang berat dengan gejala yang makin banyak antara lain :

1). Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus

2). Sianosis

3). Silent chest

19

Page 20: Kumpulan modul

4). Gangguan kesadaran

5). Tampak lelah

6). Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

e. Asma tingkat V

Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa

serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan

yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam

kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal.

5. Pemeriksaan Diagnostik Asma

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a.   Spirometri : untuk menunjukkan adaya obstruksi jalan nafas

b.   Tes provokasi :

Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus

Dilakukan apabila tidak menggunakan spirometri

Tes provokasi bronkial seperti: histamin, metalkolin, allergen, kegiatan

jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi udara dengan

aqua destilata

Tes kulit: menunjukkan adanya antibodi Ig E yang spesifik dalam tubuh

c.   Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum

d.  Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen dada normal

e.   Pemeriksaan eosinofil total dalam darah

f.   AGD dilakukan pada asma berat:

AGD pada umumnya normal tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,

hiperkapnea, asidosis

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15.000/mm3

dimana menandakan terdapat suatu infeksi

Pada pemeriksaan faktor-faktor energi terjadi peningkatan dari Ig E pada

waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan

g.   Pemeriksaan Sputum

20

Page 21: Kumpulan modul

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal

eosinofil

Spiral chrusmann yakni yang merupakan chast cell (sel cetakan) dari

cabang bronkus

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

Neotrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat

mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug

6. Komplikasi Asma

Pneomothoraks

Ateletaksis

Gagal napas

Bronkitis kronik

Fraktur iga

Status asmatikus

7. Penatalaksanaan Asma

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:

a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara

b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan

asma

c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai

penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya

sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan

bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik:

Memberikan penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pemberian cairan

Fisiotherapy

Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik :

21

Page 22: Kumpulan modul

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2

golongan :

a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :

- Orsiprenalin (Alupent)

- Fenoterol (Berotec)

- Terbutalin (Bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,

suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler).

Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan

Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma

serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel

yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

b. Santin (Teofilin)

Nama obat :

- Aminofilin (Amicam supp)

- Aminofilin (Euphilin Retard)

- Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara

kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling

memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai

pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh

darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya

diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit

lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obatini. Teofilin ada juga dalam

bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.

Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum

teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.

Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin

22

Page 23: Kumpulan modul

biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru

terlihat setelah pemakaian satu bulan.

Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya

diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat

diberikan secara oral.

6. Alat yang Dibutuhkan

1. Set nebulizer

2. Masker atau mouthpiece

3. Bengkok 1 buah

4. Syringe atau pipet

5. Tissue

6. Obat bronkodilator

7. NaCl 0,9%

7. Standar Operasional Prosedur

NO PROSEDUR

1. PENGKAJIAN

1.1. Memberikan salam terapeutik

1.2. Mengkaji obat-obatan yang digunakan (albuterol : ventolin ®, proventil ®

atau airet ® atau atrovent ®)

1.3. Kaji riwayat alergi dan hipersensitivitas

1.4. Mengidentifikasi alat dan bahan yang diperlukan

2. PERSIAPAN

2.1. Cuci Tangan

2.2. Persiapan alat :23

Page 24: Kumpulan modul

Set Nebulizer portable :

Nebulizer Nebulizer Cup Selang

Masker atau mouthpiece

Masker Mouthpiece

Bengkok 1 buah

Syringe atau pipet

Tissue

Obat bronkodilator

NaCl 0,9%

2.3. Persiapan lingkungan :

a. Mengatur pencahayaan ruangan

b. Memasang tirai (untuk menjaga privasi klien)

3. PELAKSANAAN

3.1. Cuci tangan

3.2. Dekatkan alat ke dekat klien dan alat compressor nebulizer pada area yang

datar

24

Page 25: Kumpulan modul

3.3. Buka bagian atas cup nebulizer

3.4. Masukkan obat-obatan yang digunakan ke dalam cup nebulizer

Obat yang dimasukkan sesuai jumlah yang dibutuhkan ke dalam cup

nebulizer secara hati-hati hingga batas maksimal (apabila terjadi perubahan

warna atau menjadi kristal, segera buang dan ganti dengan obat yang baru)

3.5. Hubungkan bagian atas cup nebulizer dengan cup mouthpiece atau masker

3.6. Sambungkan selang aerosol dengan compressor nebulizer

3.7. Nyalakan compressor nebulizer

3.8. Posisikan klien dikursi dengan nyaman

3.9. Jika menggunakan masker, perhatikan posisi yang nyaman dan aman untuk

muka klien (ukuran masker disesuaikan dengan kebutuhan)

3.10. Jika menggunakan mouthpiece, letakkan antara gigi dan bibir25

Page 26: Kumpulan modul

3.11. Tarik nafas dalam melalui mulut. Jika memungkinkan tahan nafas 2-3 detik

untuk memfasilitasi obat masuk ke saluran pernafasan

3.12. Lanjutkan tindakan sampai obat habis (kurang lebih 7-10 menit)

3.13. Jika klien merasa pusing, hentikan tindakan dan istirahatkan sekitar 5 menit.

Kemudian lanjutkan kembali tindakan sambil bernafas secara perlahan-lahan

3.14. Matikan compressor nebulizer

3.15. Informasikan untuk menarik nafas dalam dan batuk untuk

membersihkan sekresi di saluran pernafasan

3.16. Setelah digunakan lepaskan masker atau mouth piece. Pindahkan selang dan

rapikan disekitarnya. Selang tidak boleh dicuci atau dibilas. Bilas masker

atau mouthpiece dan bagian penghubung dengan air hangat

3.17. Keringkan masker atau mouthpiece dengan tissue atau diangin-anginkan

3.18. Rangkai kembali bagian-bagian tersebut seperti semula dan bereskan alat

3.19. Cuci tangan

4. EVALUASI

4.1. Respon klien setelah tindakan

4.2. Menanyakan kepada klien apa yang dirasakan setelah tindakan

5. DOKUMENTASI

5.1. Mencatat semua yang dilakukan dan respon klien selama prosedur

5.2. Catat pada catatan keperawatan, keterampilan yang diajarkan dan

kemampuan klien menggunakan nebulizer

5.3. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas

5.4. Catatan menggunakan tinta atau ballpoint dan tidak ada bekas penghapus

Format Penilaian

26

Page 27: Kumpulan modul

NEBULIZER

NO PROSEDURNILAI

0 1 2

1. PENGKAJIAN

1.1. Memberikan salam terapeutik

1.2. Mengkaji obat-obatan yang digunakan

1.3. Kaji riwayat alergi dan hipersensitivitas

1.4. Mengidentifikasi alat dan bahan yang diperlukan

2. PERSIAPAN

2.1. Cuci Tangan

2.2. Persiapan alat :

Set Nebulizer portable

Masker atau mouthpiece

Bengkok 1 buah

Syringe atau pipet

Tissue

Obat bronkodilator

NaCl 0,9%

2.3. Persiapan klien :

a. Memberi penjelasan tentang prosedur dan tujuan

pelaksanaannya

b. Mengatur posisi klien agar nyaman baik bagi klien atau

perawat

c. Meminta persetujuan klien untuk dilakukannya tindakan dan

menjelaskan kerjasama yang diharapkan

2.4. Persiapan lingkungan :

a. Mengatur pencahayaan ruangan

b. Memasang tirai (untuk menjaga privasi klien)

3. PELAKSANAAN

3.1. Cuci tangan

3.2. Dekatkan alat ke dekat klien dan alat compressor nebulizer

pada area yang datar

27

Page 28: Kumpulan modul

3.3. Buka bagian atas cup nebulizer

3.4. Masukan obat-obatan yang digunakan ke dalam cup nebulizer

3.5. Hubungkan bagian atas cup nebulizer dengan cup mouthpiece

atau masker

3.6. Sambungkan selang aerosol dengan compressor nebulizer

3.7. Nyalakan compressor nebulizer

3.8. Posisikan klien di kursi dengan nyaman

3.9. Jika menggunakan masker, perhatikan posisi yang nyaman dan

aman untuk muka klien

3.10.Jika menggunakan mouthpiece, letakkan antara gigi dan bibir

3.11.Tarik nafas dalam melalui mulut. Jika memungkinkan tahan

nafas 2- 3 detik untuk memfasilitasi obat masuk ke saluran

pernafasan

3.12.Lanjutkan tindakan sampai obat habis (kurang lebih 7-10

menit)

3.13.Jika klien merasa pusing, hentikan tindakan dan istirahatkan

sekitar 5 menit. Kemudian lanjutkan kembali tindakan sambil

bernafas secara perlahan-lahan

3.14.Matikan compressor nebulizer

3.15. Informasikan untuk menarik nafas dalam dan batuk untuk

membersihkan sekresi di saluran pernafasan

3.16.Setelah digunakan lepaskan masker atau mouth piece.

Pindahkan selang dan rapikan disekitarnya. Selang tidak

boleh dicuci atau dibilas. Bilas masker atau mouthpiece dan

bagian penghubung dengan air hangat

3.17. Keringkan masker atau mouthpiece dengan tissue atau diangin-

anginkan

3.18.Rangkai kembali bagian-bagian tersebut seperti semula dan

bereskan alat

3.19.Cuci tangan

4. EVALUASI

28

Page 29: Kumpulan modul

4.1. Respon klien setelah tindakan

4.2. Menanyakan kepada klien apa yang dirasakan setelah tindakan

5. DOKUMENTASI

5.1. Mencatat semua yang dilakukan dan respon klien selama

prosedur

5.2. Catat pada catatan keperawatan, keterampilan yang diajarkan

dan kemampuan klien menggunakan nebulizer

5.3. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai

nama jelas

5.4. Catatan menggunakan tinta atau ballpoint dan tidak ada bekas

penghapus

Keterangan :

0 = tidak dikerjakan

1 = dikerjakan dengan tidak sempurna

2 = dikerjakan sempurna

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka

29

Nilai :

Penguji,

……………………………..…………….

Page 30: Kumpulan modul

Dewanti, Santi. 2002. Exercise – Induced Asthma. Jakarta.

Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Heru, Sundaru. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi 3. Jakarta : Media.

Mangunnegoso, H., dkk. 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart,

Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.

C. CHEST PHYSIOTHERAPI

1. Tujuan Pembelajaran30

Page 31: Kumpulan modul

Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang chest physiotherapi mahasiswa

mampu melakukan tindakan chest physiotherapi secara benar dan tepat.

2. Deskripsi

Melakukan chest physiotherapy yang terdiri dari prosedur postural drainase, perkusi

dada, vibrasi, napas dalam dan batuk efektif.

3. Tujuan

Chest physiotherapy dilakukan untuk:

a. Memperbaiki efisiensi kerja sistem pernapasan

b. Meningkatkan ekspansi rongga dada

c. Menguatkan otot pernapasan

d. Mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan

e. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup

4. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi klien yang mendapat postural drainase:

a. Mencegah penumpukan sekret yaitu pada:

Klien yang memakai ventilasi

Klien yang melakukan tirah baring yang lama

Klien dengan produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik,

bronkiektasis

b. Mobilisasi sekret yang tertahan:

Klien dengan atelektasis yang disebabkan oleh penumpukan sekret

Klien dengan abses paru

Klien dengan pneumonia

Klien pre dan post operatif

Klien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk

Kontraindikasi

Chest physiotherapi tidak dilakukan pada klien dengan:

Tension pneumothoraks

31

Page 32: Kumpulan modul

Hemoptisis

Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard,

aritmia

Edema paru

Efusi pleura

Tekanan tinggi intracranial

5. Konsep yang Mendasari

Chest Physiotherapi

Definisi

Chest physiotherapi merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang

mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan

untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi.

Anatomi Percabangan Trakheobronkhial

Lobus paru

Lobus Kanan Atas:

a. Segmen apical

b. Segmen posterior

c. Segmen anterior

Lobus Kanan Tengah:

a. Segmen lateral

b. Segmen medial

Lobus Kanan Bawah:

a. Segmen superior

b. Segmen basal anterior

c. Segmen basal lateral

d. Segmen basal posterior

e. Segmen basal medial

Teknik Chest Physiotherapi

Chest physiotherapy mencakup tiga teknik, yaitu postural drainase, perkusi

dada, dan vibrasi.

32

Page 33: Kumpulan modul

a. Postural Drainase

Postural drainase adalah pembersihan berdasarkan gravitasi sekret pada jalan napas dari

segmen bronkus khusus. Hal ini dicapai dengan melakukan satu atau lebih dari 10 posisi

tubuh yang berbeda. Tiap posisi mengalirkan sekret khusus dari percabangan

trakeobronkial, area paru atas, tengah, bawah, ke trakea. Batuk atau pengisapan kemudian

dapat menghilangkan sekret dari trakea.

Postural draunase juga merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan

mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret. Pembersihan dengan cara ini dicapai

dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi

mengalirkan sekret dari pohon trakheobronkhial ke dalam trakea. Batuk dan penghisapan

kemudian dapat membuang sekret dari trakea.

Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak postural drainase lebih efektif bila

disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.

Posisi untuk Postural Drainase

Bronkus Apikal Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas

Minta klien duduk di kursi, bersandar pada bantal

Bronkuas Apikal Lobus Posterior Kanan dan Kiri Atas

Minta klien duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal atau meja

Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas

Minta klien berbaring datar dengan bantal kecil di bawah lutut

Bronkus Lobus Lingual Kiri Atas

Minta klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas kepala pada posisi

Trendelenburg, dengan kaki tempat tidur di tinggikan 30 cm (12 inci). Letakkan

bantal di belakang punggung, dan gulingkan klien seperempat putaran ke atas

bantal

Bronkus Kanan Tengah

Minta klien berbaring miring ke kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm (12

inci). Letakan bantal di belakang punggung dan gulingkan klien seperempat

putaran ke atas bantal

Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Bawah

33

Page 34: Kumpulan modul

Minta klien berbaring terlentang dengan posisi trendelenburg, kaki tempat tidur

di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci). Biarkan lutut menekuk di atas

bantal

Bronkus Lobus Lateral Kanan Bawah

Minta klien berbaring miring ke kiri pada posisi trendelenburg dengan kaki tempat

tidur di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 samapi 20 inci)

Bronkus Lobus Lateral Kiri Bawah

Minta klien berbaring ke kanan pada posisi trendelenburg denan kaki di tinggikan

25 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci)

Bronkus Lobus Superior Kanan dan Kiri Bawah

Minta klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah lambung

Bronkus Basalis Posterior Kanan dan Kiri

Minta klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat

tidur di tinggikan 45 sampai 50 (18 sampai 20 inci)

b. Clapping/Perkusi

Perkusi adalah tepukan yang dilakukan pada dinding dada atau punggung

dengan tangan dibentuk seperti mangkuk degan tujuan untuk melepaskan sekret

yang tertahan atau melekat pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik

34

Page 35: Kumpulan modul

pada dada yang diteruskan pada saluran napas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan

membentuk kedua tangan seperti mangkuk.

lndikasi untuk perkusi :

Perkusi secara rutin dilakukan pada klien yang mendapat postural drainase, jadi

semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.

Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :

a. Patah tulang rusuk

b. Emfisema subkutan daerah leher dan dada

c. Skin graf yang baru

d. Luka bakar, infeksi kulit

e. Emboli paru

f. Pneumotoraks tension yang tidak diobati

Alat dan bahan :

Handuk kecil

Prosedur kerja :

1) Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk untuk mengurangi

ketidaknyamanan

2) Anjurkan klien untuk rileks, napas dalam dengan purse lips breathing

3) Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit dengan kedua tangan

membentuk mangkok

c. Vibrating

Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping. Selama postural

drainase terapis biasanya secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi untuk

mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan sekret ke jalan

napas yang besar sedangkan perkusi melepaskan atau melonggarkan sekret. Vibrasi

dilakukan hanya pada waktu klien mengeluarkan napas. Klien disuruh bernapas

dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan

dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan

tangan bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar. Vibrasi

tidak boleh dilakukan pada klien dengan patah tulang dan hemoptisis.

35

Page 36: Kumpulan modul

Prosedur kerja :

1) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area paru yang akan

dilakukan vibrasi dengan posisi tangan terkuat berada di luar

2) Anjurkan klien napas dalam dengan purse lips breathing

3) Lakukan vibrasi atau menggetarkan tangan dengan tumpuan pada pergelangan

tangan saat klien ekspirasi dan hentikan saat klien inspirasi

4) Istirahatkan klien

5) Ulangi vibrasi hingga 3 kali. Setelah itu anjurkan klien untuk napas dalam dan

batuk efektif

36

Page 37: Kumpulan modul

6. Alat yang Dibutuhkan

Alat yang dibutuhkan untuk chest physiotherapi, diantaranya:

Stetoskop

Tempat sputum yang sudah diisi dengan desinfektan (savlon) dan penutup

Bengkok

Handuk kecil

Bantal

Tissue

7. Standar Operasional Prosedur

NO LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN

1 PERSIAPAN

a. Memberikan salam terapeutik pada klien/keluarganya

b. Mendiskusikan rencana tindakan dengan klien/keluarga meliputi

tujuan dan prosedur tindakan

c. Mengkaji kebutuhan klien : tanda hypoxemia ( penurunan status

mental, dyspnea, perubahan nadi, disritmia, sianosis sentral,

diaphoresis (pengeluaran keringat) dan akral dingin)

d. Memastikan prosedur tindakan dilakukan 1 jam sebelum atau 1-3 jam

setelah klien makan

e. Bila diperlukan lakukan nebulasi atau berikan bronchodilator 15 menit

sebelum tindakan

2 PERENCANAAN

a. Mencuci tangan

b. Menyiapkan alat : tissue, bengkok, tempat sputum yang sudah diisi

dengan desinfektan dan penutup, handuk kecil, stetoskop dan bantal

c. Membawa alat ke dekat klien

3 PELAKSANAAN

37

Page 38: Kumpulan modul

a. Cuci tangan

b. Pilih area yang tersumbat yang akan dilakukan chest physiotherapi

berdasarkan pengkajian semua lapang paru dengan auskultasi dan

perkusi, data klinis dan gambaran foto dada.

c. Baringkan klien dalam posisi postural drainase yang tepat

d. Minta klien untuk mempertahankan posisi ini selama 10 – 15 menit

e. Observasi toleransi klien selama melakukan prosedur terutama

observasi perubahan suara nafas, dan perubahan warna kulit/pucat

pada wajah

f. Bantu klien untuk mengambil napas dalam melalui perut

g. Perkusi area yang tepat selama 1 – 2 menit (area perkusi dilapisi

handuk kecil)

h. Vibrasi area yang sama pada saat ekspirasi setelah 4 – 5 kali napas

i. Bantu klien duduk dan batuk. Tampung sekresi yang dikeluarkan

dalam wadah yang telah disiapkan. Bila klien tidak dapat batuk bantu

dengan suctioning

j. Minta klien istirahat sebentar bila perlu

k. Berikan minum air hangat

l. Ulangi tindakan c – k. setiap tindakan tidak lebih dari 30 – 60 menit

m. Setelah tindakan selesai lakukan pengkajian ulang

n. Kembalikan posisi klien, berikan posisi yang nyaman

o. Monitor hypoxemia (penurunan status mental, dyspnea, perubahan

nadi, disritmia, sianosis sentral, diaphoresis (pengeluaran keringat)

dan akral dingin)

p. Bereskan alat

q. Cuci tangan

4 EVALUASI

a. Evaluasi pada saat prosedur dilakukan terutama kemampuan toleransi

b. Evaluasi setelah tindakan dilakukan (bersihan napas, hypoxemia,

TTV)

38

Page 39: Kumpulan modul

5 DOKUMENTASI

a. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon pasien selama

prosedur

b. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani, disertai nama

jelas

c. Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dan diparaf

d. Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

39

Page 40: Kumpulan modul

FORMAT PENILAIANCHEST PHYSIOTHERAPI

NO LANGKAH-LANGKAH KEGIATANPENILAIAN

0 1 2

1 PERSIAPAN

a. Memberikan salam terapeutik pada klien/keluarganya

b. Mendiskusikan rencana tindakan dengan klien/keluarga meliputi tujuan dan prosedur tindakan

c. Mengkaji kebutuhan klien : tanda hypoxemia ( penurunan status mental, dyspnea, perubahan HR, disritmia, sianosis sentral, diaphoresis dan akral dingin)

d. Memastikan prosedur tindakan dilakukan 1 jam sebelum atau 1-3 jam setelah klien makan

e. Bila diperlukan lakukan nebulasi atau berikan bronchodilator 15 menit sebelum tindakan

TOTAL NILAI = 10

2 PERENCANAAN

a. Mencuci tangan

b. Menyiapkan alat : tissue, bengkok, tempat sputum yang sudah diisi dengan desinfektan dan penutup, handuk kecil, stetoskop dan bantal

c. Membawa alat ke dekat klien

TOTAL NILAI = 6

3 PELAKSANAAN

a. Cuci tangan

b. Pilih area yang tersumbat yang akan dilakukan chest physiotherapy berdasarkan pengkajian semua lapang paru dengan auskultasi dan perkusi, data klinis dan gambaran foto dada.

c. Baringkan klien dalam posisi postural drainase yang tepat

d. Minta klien untuk mempertahankan posisi ini selama 10 – 15 menit

40

Page 41: Kumpulan modul

e. Observasi toleransi klien selama melakukan prosedur terutama observasi perubahan suara nafas, dan perubahan warna kulit/pucat pada wajah

f. Bantu klien untuk mengambil nafas dalam melalui perut

g. Perkusi area yang tepat selama 1 – 2 menit (area perkusi dilapisi handuk kecil)

h. Vibrasi area yang sama pada saat ekspirasi sebanyak 4 – 5 kali nafas

i. Bantu klien duduk dan batuk. Tamping sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang telah disiapkan. Bila klien tidak dapat batuk bantu dengan suctioning

j. Minta klien istirahat sebentar bila perlu

k. Berikan minum air hangat

l. Ulangi tindakan c – k. setiap tindakan tidak lebih dari 30 – 60 menit

m. Setelah tindakan selesai lakukan pengkajian ulang

n. Kembalikan posisi klien, berikan posisi yang nyaman

o. Monitor hypoxemia

p. Bereskan alat

q. Cuci tangan

TOTAL NILAI = 34

4 EVALUASI

a. Evaluasi pada saat prosedur dilakukan terutama kemampuan toleransi

b. Evaluasi setelah tindakan dilakukan (bersihan nafas, hypoxemia, TTV)

TOTAL NILAI = 4

5 DOKUMENTASI

a. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon pasien selama prosedur

b. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani, disertai nama jelas

c. Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dan diparaf

41

Page 42: Kumpulan modul

d. Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

TOTAL NILAI = 8

Keterangan :

0 = Tidak dikerjakan1 = Dikerjakan dengan tidak sempurna2 = Dikerjakan sempurna

NILAI = N/62 X 100 PENGUJI

( )

42

Page 43: Kumpulan modul

Daftar Pustaka

Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart, Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.

43

Page 44: Kumpulan modul

D. SUCTIONING

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang tindakan suctioning, mahasiswa

mampu melakukan prosedur tindakan suctioning dengan benar dan tepat.

2. Deskripsi

Suctioning merupakan suatu tindakan keperawatan yang diberikan pada klien yang

mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen karena ketidakmampuan

membersihkan sekret di jalan napas dan terdapat akumulasi sekret di area nasofaring

dan orofaring dengan cara memasukkan kateter untuk menghisap sekret tersebut

melalui area nasofaring atau orofaring.

3. Tujuan

Tindakan suctioning bertujuan untuk:

Membersihkan jalan napas

Meningkatkan oksigenasi

4. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi

a. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)

Klien tidak mampu batuk efektif

Klien yang diduga mengalami aspirasi

b. Membersihkan jalan napas bila ditemukan :

Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara  napas

tambahan

Di duga ada sekresi mukus di dalam saluran napas

Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan

c. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium

d. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi

e. Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal

44

Page 45: Kumpulan modul

Kontraindikasi

Suctioning tidak dilakukan pada:

a. Klien dengan stridor.

b. Klien dengan kekurangan cairan cerebrospinal.

c. Klien dengan pulmonary edema.

d. Klien post pneumonectomy atau ophagotomy

5. Konsep yang Mendasari

Terdapat tiga tipe intervensi yang digunakan untuk mempertahankan

kepatenan jalan napas yaitu teknik batuk efektif, pengisapan (suctioning), dan

insersi jalan napas buatan.

1. Teknik Batuk Efektif

Rangkaian normal peristiwa dalam mekanisme batuk adalah inhalasi dalam

penutupan glotis, kontraksi otot-otot ekspirasi, dan pembukaan glotis. Inhalasi

dalam meningkatkan volume paru dan diameter jalan napas memungkinkan

udara melewati sebagian plak lendir yang mengobstruksi atau melewati benda

asing lain. kontraksi otot-otot ekspirasi yang melawan glotis yang menutup

menyebabkan terjadinya tekanan intratoraks yang tinggi. Saat glotis membuka

aliran udara yang besar keluar dengan kecepatan tinggi, memberikan

kesempatan kepada mukus untuk bergerak ke jalan napas bagian atas, tempat

mukus dapat dicairkan dan ditelan. Keefektifan batuk klien dievaluasi dengan

melihat apakah ada sputum cair (ekspektorasi sputum), laporan klien tentang

sputum yang ditelan, atau terdengarnya bunyi napas tambahan yang jelas saat

klien diauskultasi.

Teknik batuk mencakup teknik napas dalam dan batuk efektif untuk klien

pascaoperasi, batuk cascade, batuk huff, dan batuk quad. Pada batuk cascade,

klien mengambil napas dalam dengan lambat dan menahannya selama dua detik

sambil mengontraksikan otot-otot ekspirasi, kemudian klien membuka mulut

dan melakukan serangkaian batuk melalui ekshalasi. Batuk huff menstimulasi

batuk refleks alamiah dan umumnya efektif hanya untuk membersihkan jalan

napas pusat. Saat mengeluarkan udara klien membuka glotis dengan mengatakan

huff. Sedangkan batuk quad digunakan untuk klien tanpa kontrol otot abdomen,

45

Page 46: Kumpulan modul

seperti pada klien yang mengalami cedera medulla spinalis. Saat klien ekspirasi

secara maksimal, klien atau perawat mendorong ke luar dan ke atas pada otot-

otot abdomen melalui diafragma sehingga menyebabkan batuk.

2.  Teknik Pengisapan (Suctioning)

Ada tiga teknik pengispan (suctioning) primer yaitu :

a. Pengisapan orofaring dan nasofaring. Digunakan saat klien mampu batuk efektif

tetapi tidak mampu mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum atau

menelannya. Prosedur digunakan setelah klien batuk.

b. Pengisapan nasotrakea dan orotrakea. Dibutuhkan pada klien dengan sekresi

pulmonary yang tidak mampu batuk dan tidak menggunakan jalan napas buatan.

Prosedur pelaksanaan sama dengan prosedur pengisapan nasofaring, tetapi ujung

kateter diinsersikan lebih jauh kepada tubuh klien supaya dapat mengisap sekret

di trakea. Keseluruhan prosedur mulai memasukkan kateter sampai

mengeluarkannya tidak boleh lebih dari 15 detik karena oksigen tidak mencapai

paru-paru selama pengisapan.

c. Pengisapan jalan napas buatan. Diindikasikan untuk klien yang mengalami

penurunan tingkat kesadaran, klien yang menngalami obstruksi jalan napas,

klien yang menggunakan ventilasi mekanis, dan mengangkat sekresi trakea-

bronkial.

3.  Insersi Jalan Napas Buatan

Bentuk jalan napas buatan ada tiga macam yaitu:

a. Pengisapan trakea, dengan menginsersikan kateter pengisap dengan diameter

tidak boleh lebih dari setengah diameter internal jalan napas buatan. Selain itu,

sewaktu menginsersi kateter jangan pernah melakukan pengisapan, hal ini untuk

menghindari trauma.

b. Jalan nafas oral, untuk mencegah obstruksi trakea dengan memindahkan lidah ke

dalam orofaring. Jalan napas ini diinsersikan dengan menekuk lekukannya

kearah pipi dan menempatkannya di atas lidah. Saat jalan napas di dalam

orofaring, perawat membelokkannya sehingga muaranya mengarah ke bawah.

46

Page 47: Kumpulan modul

c. Jalan napas trakea, meliputi selang endotrakea, selang nasotrakea, dan selang

trakea. Selang-selang ini memungkinkan akses yang mudah ke trakea klien

sehingga pengisapan trakea dapat dilakukan dengan dalam. Karena ada jalan

nafas buatan, mukosa trakea klien tidak lagi dihumidifikasi secara normal.

Perawat harus memastikan bahwa nafas dilembabkan dengan melakukan

nebulisasi atau dengan sistem pemberian sistem oksigen.

6. Alat yang Dibutuhkan

a. Steril

Bak steril

Kom 2 buah

Sarung tangan

Tongue spatel

Pinset

Kateter suction

Kassa steril

b. Tidak Steril

Mesin suction

Korentang

Cairan Nacl 0,9%

Cairan savlon

Handuk atau alas

Bengkok

47

Page 48: Kumpulan modul

7. Standar Operasional Prosedur

1. PENGKAJIAN

1.1 Melihat catatan keperawatan (kaji program perawatan klien)

1.2 Memberi salam terapeutik kepada klien dan atau keluarga

1.3 Mengkaji kondisi klien (status penapasan, kesadaran, auskultasi dada, dan

status jalan napas)

Kaji nadi, bunyi jantung dan irama jantung, frekuensi napas, irama,

kedalaman, dan suara napas yang berhubungan dengan kebutuhan suction

2. PERSIAPAN

2.1 Mencuci tangan

2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:

Dalam bak Steril: Paket tidak steril:

- Bak steril - Mesin suction

- Kom dua buah - Korentang

- Sarung tangan steril - Cairan Nacl 0,9%

- Slang Suction dalam kemasan - Cairan savlon

- Tongue spatel - Handuk atau alas

- Pinset - Bengkok

Tissue

3 PELAKSANAAN

3.1 Mencuci tangan

3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan tindakan (untuk

membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigenasi)

3.3 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang diharapkan

3.4 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien

3.5 Mengatur pencahayaan ruangan

3.6 Memasang handuk di dada klien

3.7 Mendekatkan bengkok ke samping klien

3.8 Buka paket steril dan tuangkan cairan NaCl 0.9 % ke dalam kom dan cairan

savlon ke dalam kom yang lain

3.9 Membuka dan masukkan kateter suction ke dalam bak steril (bila kateter

masih dalam kemasan)

48

Page 49: Kumpulan modul

3.10 Mengecek mesin suction

3.11 Jika pasien mendapatkan therapi oksigen, lakukan hiperventilasi

(meningkatkan jumlah oksigen yang diberikan 2 kali lipat)

3.12 Memasang sarung tangan steril

3.13 Menyambungkan kateter suction ke mesin suction dengan cara pangkal

kateter suction dipegang tangan kanan (dominan) dan ujung slang dari

mesin suction dengan tangan kiri (tangan tidak dominan) kemudian

sambungkan (jangan sampai tangan kanan bersentuhan dengan tangan

kiri)

3.14 Nyalakan mesin suction dan cek tekanannya dengan menutup thumb

control (dengan ibu jari kiri) dan menyedot sejumlah cairan NaCl 0,9%

dari dalam kom

3.15 Ukur panjang kateter suction yang akan dimasukkan (sepanjang hidung –

daun telinga) ± 10-15 cm

49

Page 50: Kumpulan modul

3.16 Masukkan kateter suction ke hidung atau mulut, dimana thumb control

dalam kondisi terbuka

Jika suction akan dilakukan ke hidung dan mulut, dahulukan hidung

terlebih dahulu kemudian mulut

3.17 Tutup thumb control (dengan ibu jari kiri) dan tarik keluar kateter suction

secara perlahan dan diputar-putar (lama kateter suction di dalam hidung

atau mulut tidak lebih dari 10-15 detik)

3.18 Bilas kateter suction dengan menyedot sejumlah cairan savlon dan

kemudian cairan NaCl 0,9% dalam kom sesuai kebutuhan (sampai

sekret/lendir masuk ke tabung dalam mesin suction)

Saat membilas, selang kateter suction yang masuk ke hidung atau

mulut terendam dalam cairan NaCl 0,9% maupun savlon

3.19 Ulangi tindakan sampai sekret dalam jalan napas bersih. Bila sekret

banyak, di antara suction yang satu ke suction berikutnya berikan waktu

klien untuk istirahat (± 30 detik) atau beri oksigen melalui nasal

kateter/sungkup bila perlu

3.20 Bila klien sadar dan mampu, anjurkan klien melakukan napas dalam dan

batuk sebelum dilakukan tindakan suction berikutnya

3.21 Bila sekret di area mulut banyak, lakukan hal yang sama pada area mulut

dan daerah bawah lidah

3.22 Bilas kateter suction dengan cairan NaCl 0.9% dan savlon (sampai bersih)

3.23 Matikan mesin suction, gulung kateter suction dan buka sarung tangan

steril sedemikian rupa sehingga kateter suction berada dalam sarung tangan 50

Page 51: Kumpulan modul

tersebut. Kemudian rendam sarung tangan beserta kateter suction dalam

kom yang diberi savlon

3.24 Kembalikan jumlah oksigen yang diberikan pada pasien seperti semula

3.25 Membersihkan muka klien dangan handuk

3.26 Membereskan dan rapihkan alat serta posisikan kembali klien ke posisi

yang paling nyaman menurut klien

3.27 Mencuci tangan

4 EVALUASI

4.1 Evaluasi status pernapasan klien (pola napas dan suara napas klien)

4.2 Evaluasi kenyamanan klien

4.3 Evaluasi karakteristik sekret (jumlah, warna, dll)

5 DOKUMENTASI

5.1 Mencatat tindakan yang dilakukan, respon klien selama dan sesudah

prosedur tindakan, sekret yang keluar (warna dan jumlah), pola napas,

bersihan jalan napas dan suara napas sebelum dan sesudah tindakan serta

waktu melakukan tindakan

5.2 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda

tangani dan disertai nama jelas

5.3 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,

dibenarkan dan diparaf

5.4 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

FORMAT PENILAIAN

51

Page 52: Kumpulan modul

SUCTIONING

NO. ELEMEN KEGIATAN SKOR

0 1 2

1 Pengkajian 1.1 Melihat catatan keperawatan (kaji program perawatan

klien)

1.2 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/ keluarga

1.3 Mengkaji kondisi klien (status penapasan, kesadaran,

auskultasi dada, dan status jalan napas)

2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan

2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:

Dalam bak Steril: Paket tidak steril:

- Bak steril - Mesin suction

- Kom dua buah - Korentang

- Sarung tangan steril - Cairan Nacl 0,9%

- Slang suction dalam kemasan - Cairan savlon

- Kasa steril

- Tongue spatel - Handuk atau alas

- Pinset - Bengkok

3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan

3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan

tujuan tindakan

3.3 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang

diharapkan

3.4 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien

3.5 Mengatur pencahayaan ruangan

3.6 Memasang handuk di dada klien

3.7 Mendekatkan bengkok ke samping klien

3.8 Buka paket steril dan tuangkan cairan NaCl 0.9 %

ke dalam kom dan cairan savlon ke dalam kom

yang lain

3.9 Membuka dan masukkan kateter suction ke dalam

52

Page 53: Kumpulan modul

bak steril (bila kateter masih dalam kemasan)

3.10 Mengecek mesin suction

3.11 Jika pasien mendapatkan therapi oksigen, lakukan

hiperventilasi (meningkatkan jumlah oksigen yang

diberikan 2 kali lipat)

3.12 Memasang sarung tangan steril

3.13 Menyambungkan kateter suction ke mesin suction

dengan cara pangkal kateter suction dipegang

tangan kanan (dominan) dan ujung slang dari mesin

suction dengan tangan kiri (tangan tidak dominan)

kemudian sambungkan (jangan sampai tangan

kanan bersentuhan dengan tangan kiri)

3.14 Nyalakan mesin suction dan cek tekanannya dengan

menutup thumb control (dengan ibu jari kiri) dan

menyedot sejumlah cairan NaCl 0,9% dari dalam

kom

3.15 Ukur panjang kateter suction yang akan

dimasukkan (sepanjang hidung – daun telinga) ±

10-15 cm

3.16 Masukkan kateter suction ke hidung atau mulut,

dimana thumb control dalam kondisi terbuka

Jika suction akan dilakukan ke hidung dan

mulut, dahulukan hidung terlebih dahulu

kemudian mulut

3.17 Tutup thumb control (dengan ibu jari kiri) dan tarik

keluar kateter suction secara perlahan dan diputar-

putar (lama kateter suction di dalam hidung/mulut

tidak lebih dari 10-15 detik)

3.18 Bilas kateter suction dengan menyedot sejumlah

cairan savlon dan kemudian cairan NaCl 0,9%

dalam kom sesuai kebutuhan (sampai sekret/lendir

masuk ke tabung dalam mesin suction)

53

Page 54: Kumpulan modul

Saat membilas, selang kateter suction yang

masuk ke hidung/mulut terendam dalam cairan

NaCl 0,9% maupun savlon

3.19 Ulangi tindakan sampai sekret dalam jalan napas

bersih. Bila sekret banyak, di antara suction yang

satu ke suction berikutnya berikan waktu klien

untuk istirahat (± 30 detik) atau beri oksigen

melalui nasal kateter/sungkup bila perlu

3.20 Bila klien sadar dan mampu, anjurkan klien

melakukan napas dalam dan batuk sebelum

dilakukan tindakan suction berikutnya

3.21 Bila sekret di area mulut banyak, lakukan hal yang

sama pada area mulut dan daerah bawah lidah

3.22 Bilas kateter suction dengan cairan NaCl 0.9% dan

savlon (sampai bersih)

3.23 Matikan mesin suction, gulung kateter suction dan

buka sarung tangan steril sedemikian rupa sehingga

kateter suction berada dalam sarung tangan

tersebut. Kemudian rendam sarung tangan beserta

kateter suction dalam kom yang diberi savlon

3.24 Kembalikan jumlah oksigen yang diberikan pada

pasien seperti semula

3.25 Membersihkan muka klien dangan handuk

3.26 Membereskan dan rapihkan alat serta posisikan

kembali klien ke posisi yang paling nyaman

menurut klien

3.27 Mencuci tangan

4 Evaluasi 4.1 Evaluasi status pernapasan klien (pola napas dan

suara napas klien)

4.2 Evaluasi kenyamanan klien

4.3 Evaluasi karakteristik sekret (jumlah, warna, dll)

5 Dokumentasi 5.1 Mencatat tindakan yang dilakukan, respon klien

54

Page 55: Kumpulan modul

selama dan sesudah prosedur tindakan, sekret yang

keluar (warna dan jumlah), pola napas, bersihan

jalan napas dan suara napas sebelum dan sesudah

tindakan, serta waktu melakukan tindakan.

5.2 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda

tangani dan disertai nama jelas

5.3 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,

dibenarkan dan diparaf

5.4 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau

ballpoint

Ket: 0 : Tidak dilakukan

1 : Dilakukan tapi tidak sempurna

2 : Dilakukan dengan sempurna

Nilai Batas Lulus = ≥ 80%

Bandung,…………

Peserta ujian : Evaluator :

Daftar Pustaka

55

Page 56: Kumpulan modul

Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Volume

2, Edisi 4. Jakarta : EGC.

E. PROSEDUR PERAWATAN TRACHEOSTOMY

56

Page 57: Kumpulan modul

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang perawatan tracheostomy, mahasiswa

mampu melakukan prosedur perawatan tracheostomy dengan benar dan tepat.

2. Deskripsi

Perawatan tracheostomy merupakan pembersihan sekret atau biasa disebut

trakeobronkial toilet, perawatan luka pada trakeostomy, perawatan anak kanul, dan

humidifikasi untuk menjaga kelembapan.

3. Tujuan

Perawatan tracheostomy bertujuan untuk:

Mencegah sumbatan pipa trakeostomy (Pluging)

Mencegah infeksi

Meningkatkan fungsi pernapasan (ventilasi dan oksigenasi)

Bronkial toilet yang efektif

4. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi

Perawatan tracheostomy dilakukan pada:

Klien pasca trakeostomy

Daerah tarkeostomy yang kotor dan penuh sekret

Dilakukan minimal 7 kali dalam seminggu

Kontraindikasi

-

5. Konsep yang Mendasari

57

Page 58: Kumpulan modul

Tracheostomy

Pengertian Tracheostomy

Tracheostomy adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan atau

anterior trakea untuk mempertahankan jalan napas agar udara dapat masuk ke paru-

paru dan memintas jalan napas bagian atas. Tracheostomy adalah prosedur dimana

dibuat lubang kedalam trakea (Smeltzer & Bare, 2002). Ketika selang indwelling

dimasukkan kedalam trakea, maka istilah tracheostomy digunakan. Tracheostomy

dapat menetap atau permanent. Tracheostomy dilakukan untuk memintas suatu

obstuksi jalan napas atas, untuk membuang sekresi trakeobronkial, untuk

memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang, untuk mencegah

aspirasi sekresi oral atau lambung pada klien tidak sadar atau paralise (dengan

menutup trakea dari esophagus), dan untuk mengganti selang endotrakea, ada

banyak proses penyakit dan kondisi kedaruratan yang membuat tracheostomy

diperlukan.

Tracheostomy dilakukan jika terdapat sumbatan mekanis pada jalan napas

dan gangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi. Gejala-gejala yang

mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan napas, diantaranya:

Timbulnya dispneu dan stridor eskpirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau

di bawah glotis

Klien tampak pucat atau sianotik

Disfagia

Tindakan tracheostomy akan menurunkan jumlah udara residu anatomis paru

hingga 50 persennya. Sebagai hasilnya, klien hanya memerlukan sedikit tenaga

yang dibutuhkan untuk bernapas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tetapi hal

ini juga sangat tergantung pada ukuran dan jenis pipa tracheostomy.

Gangguan yang mengindikasikan perlunya tracheostomy, diantaranya:

Terjadinya obstruksi jalan napas atas

Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya

pada klien dalam keadaan koma. Untuk memasang alat bantu pernapasan

(respirator). Apabila terdapat benda asing di subglotis. Penyakit inflamasi yang

menyumbat jalan napas (misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler,

neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa mengurangi

58

Page 59: Kumpulan modul

ruang rugi (dead air space) di saluran napas atas seperti rongga mulut, sekitar

lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada klien dengan kerusakan paru, yang

kapasitas vitalnya berkurang.

Indikasi lain yaitu:

Cedera parah pada wajah dan leher

Setelah pembedahan wajah dan leher

Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga

mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

Klasifikasi Tracheostomy

Menurut Sakura (2009), tracheostomy dibagi atas 2 (dua) macam, yaitu

berdasarkan letak tracheostomy dan waktu dilakukan tindakan. Berdasarkan letak

tracheostomy terdiri atas letak rendah dan letak tinggi dan batas letak ini adalah cincin

trakea ketiga. Sedangkan berdasarkan waktu dilakukan tindakan maka tracheostomy

dibagi dalam:

Tracheostomy darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana sangat

kurang)

Tracheostomy berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.

Kegunaan Tracheostomy

Kegunaan dilakukannya tindakan tracheostomy antara lain adalah:

Mengurangi jumlah ruang hampa dalam traktus trakheobronkial 70 sampai 100 ml.

Penurunan ruang hampa dapat berubah ubah dari 10% sampai 50% tergantung pada

ruang hampa fisiologik tiap individu.

Mengurangi tahanan aliran udara pernapasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan

yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan

regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang tracheostomy

cukup besar (paling sedikit pipa 7).

Proteksi terhadap aspirasi.

Memungkinkan klien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada klien

dengan gangguan pernapasan.

Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan.

59

Page 60: Kumpulan modul

Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus.

Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan sekret ke perifer oleh

tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.

Jenis Tindakan Tracheostomy

a. Surgical Tracheostomy

Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi

dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.

b. Percutaneous Tracheostomy

Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan

pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena

lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan

tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.

c. Mini Tracheostomy

Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan tracheostomy mini ini

dimasukan menggunakan kawat dan dilator.

Komplikasi Tracheostomy

Komplikasi yang terjadi pada tindakan tracheostomy dibagi atas:

Perdarahan

Pneumothoraks terutama pada anak-anak

Aspirasi

Henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi

Paralisis saraf rekuren

Jenis Pipa Tracheostomy

a. Cuffed Tubes: Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga

memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

b. Uncuffed Tubes: Digunakan pada tindakan tracheostomy dengan penderita yang

tidak mempunyai risiko aspirasi.

60

Page 61: Kumpulan modul

c. Tracheostomy Dua Cabang (dengan kanul dalam): Dua bagian tracheostomy ini

dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan

dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.

d. Silver Negus Tubes: Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk

tracheostomy jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan

penderita dapat merawat sendiri.

e. Fenestrated Tubes: Tracheostomy ini mempunyai bagian yang terbuka di

sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernapas melewati

hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat

berbicara.

6. Alat yang Dibutuhkan

Alat Seril:

Bak alat steril 1 buah

Kom steril 2 buah

Pinset anatomis 2 buah

Pinset Chirurgis 1 buah

Lidi Kapas (sesuai kebutuhan)

Kapas dan kasa (sesuai kebutuhan)

Sarung tangan steril

61

Alat Tidak Steril:

Korentang

Bengkok (2 buah)

Alas perlak atau handuk

Cairan NaCl 0,9 %

Cairan savlon

Mesin suction (bila diperlukan)

Page 62: Kumpulan modul

7. Standar Operasional Prosedur

NO. KEGIATAN

1. Pengkajian

1.1 Mengkaji program perawatan dari catatan keperawatan atau rekam medis.

(Identitas klien, nama, usia, no rekam medis, jenis balutan, frekuensi penggantian,

dan kondisi luka terakhir).

Jenis balutan lembab, kering.

Frekuensi 2 x sehari atau bergantung dari kondisi luka klien dan produksi sekret

yang ada.

Kondisi luka terakhir luka mulai mengering, masih basah, kondisi hecting

tracheostomy bagaimana.

1.2 Memberikan salam terapeutik kepada klien dan atau keluarga pada saat bertemu.

Kaji juga identitas klien, nama, usia, no rekam medis, untuk memastikan kebenaran

tindakan pada klien yang tepat

1.3 Mengkaji kondisi klien

(Kaji pulse oximetry atau saturasi oksigen klien, frekuensi napas atau respiratory

rates dan bunyi napas, tingkat kesadaran, kemampuan koordinasi, kondisi luka, dan

peralatan yang dibutuhkan).

Tingkat kesadaran: composmentis/ somnolen/ stupor/ coma

Kemampuan koordinasi: cek kemampuan klien untuk bekerja sama dan

berkomunikasi, memberikan tanda, karena beberapa klien dengan tracheostomy

mengalami kesulitan bicara/ tidak mampu mengeluarkan pembicaraan dengan

62

Page 63: Kumpulan modul

sempurna.

2. 2.1 Mencuci tangan

2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan pada trolley/ baki yang berisi:

Alat Seril:

- Bak alat steril 1 buah

- Kom steril 2 buah

- Pinset anatomis 2 buah

- Pinset Chirurgis 1 buah

- Lidi Kapas (sesuai

kebutuhan)

- Kapas dan kasa (sesuai

kebutuhan)

- Sarung tangan steril

- Selang suction bila perlu

Tidak Steril:

- Korentang

- Bengkok (2 buah)

- Alas perlak/ handuk

- Cairan NaCl 0,9 %

- Cairan savlon

- Mesin suction (bila

diperlukan)

3. 3.1 Memenuhi privacy klien (tutup tirai)

3.2 Memberikan penjelasan kepada klien tentang prosedur, tujuan tindakan, kerjasama

dibutuhkan, serta meminta kesediaan klien untuk pelaksanaan prosedur

Prosedur tindakan mengganti balutan tracheostomy

Tujuan tindakan untuk menjaga balutan dan luka tracheostomy bersih dari

produksi secret berlebihan atau salivasi klien yang dapat meningkatkan risiko infesi

luka tracheostomy.

Kerjasama yang dibutuhkan diskusikan dengan klien hal-hal apa saya yang

harus klien lakukan pada saat melakukan tindakan penggantian balutan, seperti jika

klien merasakan nyeri, ingin batuk berikan tanda kepada perawat.

Meminta klien melaksanakan prosedur.

63

Page 64: Kumpulan modul

3.3 Mengatur posisi klien agar nyaman bagi klien dan nyaman bagi perawat saat bekerja

3.4 Mengatur pencahayaan ruangan

3.5 Mencuci tangan

3.6 Mendekatkan bengkok ke dekat klien (1 untuk sampah dan satu lagi untuk alat

bekas pakai)

3.7 Memasang perlak/ handuk di dada klien

3.8 Membuka paket alat steril dengan benar

3.9 Menuangkan cairan NaCl 0,9 % kedalam kom secukupnya

3.10 Memakai sarung tangan steril

3.11 Menyiapkan kapas dan kasa lembab sesuai jumlah yang dibutuhkan (kasa lembab

di lipat/dibentuk sesuai kebutuhan

Siapkan kassa dan kapas lembab yang akan digunakan untuk membersihkan dan

mengeringkan luka, dan siapkan pula kassa yang akan digunakan untuk membalut

luka 2 buah (1 untuk luka tracheostomy, satu lagi untuk menutupi trachesotomy

tube. Pada beberapa klien, terkadang ada alat penutup tracheostomy yang di sebut

T-Piece pada tracheostomy tubenya, sehingga kita tidak perlu menyediakan

penutup kassanya.

3.12 Mengkaji sekret (bila terdapat banyak sekret di dalam tracheostomy tube, minta

64

Page 65: Kumpulan modul

klien untuk batuk atau lakukan suction bila klien tidak mampu batuk)

Suctionnya harus steril, menggunakan Handscoon Steril pula.

Maka dari itu harus disiapkan di awal dan siapkan handscoon lebih

3.13 Melonggarkan fiksasi eksternal tracheostomy tube

3.14 Membuang balutan lama dan mengkaji luka tracheostomy

3.15 Membersihkan luka tracheostomy menggunakan kapas lembab secara lembut dan

hati-hati hingga bersih (setiap kapas lembab digunakan hanya satu kali hapus

saja).

3.16 Bersihkan tracheostomy tube menggunakan kapas lembab

65

Page 66: Kumpulan modul

3.17 Membersihkan bagian lubang tracheostomy menggunakan lidi kapas lembab

3.18 Memasang kassa lembab (yang sudah dibentuk sebelumnya) ke luka tracheostomy

(perhatikan kesterilan kassa dan semua permukaan luka harus tertutup kassa

lembab)

3.19 Kencangkan kembali tali fiksasi eksternal

3.20 Menutup lubang tracheostomy menggunakan kassa lembab (1 lapis) untuk filter

udara dan mencegah menyebarnya sekret/ sputum saat klien batuk

3.21 Mengempeskan balon fiksasi internal untuk mengurangi risiko iritasi dan

penekanan berlebih pada dinding trachea (pengembangan dan pengempesan balon

bisa dilakukan secara berkala misal setiap 2 jam)

Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan balon fiksasi di dalam tenggorokan

klien, karena balon tersebut berfungsi untuk memfiksasi tracheostomy tube dari

dalam, sehinga sesekali harus diistirahatkan dengan mengempiskan balon di

dalam dan meningkatkan sirkulasi untuk mencegah luka akibat penekanan yang

terlalu lama.

3.22 Memposisikan klien kembali sehingga nyaman.

3.23 Bereskan alat

3.24 Membuka sarung tangan

66

Page 67: Kumpulan modul

3.25 Mencuci tangan

4. 4.1 Mengevaluasi pola napas klien (frekuensi, kedalaman, suara napas)

4.2 Mengevaluasi respon klien selama dan sesudah tindakan dilakukan (batuk berdarah,

nyeri pada daerah pemasangan tracheostomy)

4.3 Mengevaluasi kondisi luka tempat pemasangan tracheostomy (tanda infeksi,

perdarahan, nanah, nyeri)

4.4 Evaluasi keamanan dan kepatenan fiksasi tracheostomy

(internal maupun eksternal)

5. 5.1 Mencatat tanggal dan jam perawatan luka dan penggantian balutan

5.2 Mencatat hasil evaluasi (pola napas, kondisi luka, respon klien)

5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda tangani dan disertai nama jelas

perawat.

5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret, dibenarkan, dan diparaf

5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

67

Page 68: Kumpulan modul

FORMAT PENILAIAN

PROSEDUR PERAWATAN TRACHEOSTOMY

NO ELEMEN KEGIATAN SKOR

0 1 2

1. Pengkajian 1.1 Mengkaji program perawatan dari catatan keperawatan/

rekam medis (jenis balutan, frekuensi penggantian,

kondisi luka terakhir, dll)

1.2 Memberikan salam terapeutik kepada klien dan/

keluarga pada saat bertemu

1.3 Mengkaji kondisi klien (tingkat kesadaran, kemampuan

koordinasi, kondisi luka, peralatan yang dibutuhkan, dll)

2. Persiapan 2.1 Mencuci tangan

2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan pada trolley/ baki yang

berisi:

Alat Seril:

- Bak alat steril 1 buah

- Kom steril 2 buah

- Pinset anatomis 2 buah

- Pinset Chirurgis 1 buah

- Lidi Kapas (sesuai kebutuhan)

- Kapas dan kassa (sesuai

kebutuhan)

- Sarung tangan steril

Tidak Steril:

- Korentang

- Bengkok (2 buah)

- Alas perlak/handuk

- Cairan NaCl 0,9 %

- Cairan savlon

- Mesin suction

(bila diperlukan)

3. Pelaksanaan 3.1 Memenuhi privacy klien (tutup tirai)

3.2 Memberikan penjelasan kepada klien tentang prosedur,

68

Page 69: Kumpulan modul

tujuan tindakan, kerjasama dibutuhkan, serta meminta

kesediaan klien untuk pelaksanaan prosedur

3.3 Mengatur posisi klien agar nyaman bagi klien dan

nyaman bagi perawat saat bekerja

3.4 Mengatur pencahayaan ruangan

3.5 Mencuci tangan

3.6 Mendekatkan bengkok ke dekat klien (1 untuk sampah

dan satu lagi untuk alat bekas pakai)

3.7 Memasang perlak/ handuk di dada klien

3.8 Membuka paket alat steril dengan benar

3.9 Menuangkan cairan NaCl 0,9 % ke dalam kom

secukupnya

3.10 Memakai sarung tangan steril

3.10 Menyiapkan kapas dan kasa lembab sesuai jumlah

yang dibutuhkan (kassa lembab di lipat/dibentuk sesuai

kebutuhan

3.11 Mengkaji slem/ sekret (bila banyak sekret di dalam

tracheostomy tube, minta klien untuk batuk/lakukan

suction bila klien tidak mampu batuk)

3.13 Melonggarkan fiksasi eksternal tracheostomy tube

3.14 Membuang balutan lama dan mengkaji luka

tracheostomy

3.15 Membersihkan luka tracheostomy menggunakan kapas

lembab secara lembut dan hati-hati hingga bersih

(setiap kapas lembab digunakan hanya satu kali hapus

saja)

3.16 Bersihkan tracheostomy tube menggunakan kapas

lembab

3.17 Membersihkan bagian lubang tracheostomy

menggunakan lidi kapas lembab

3.18 Memasang kasa lembab (yang sudah dibentuk

sebelumnya) ke luka tracheostomy (perhatikan

69

Page 70: Kumpulan modul

kesterilan kassa dan semua permukaan luka harus

tertutup kassa lembab)

3.19 Kencangkan kembali tali fiksasi eksternal

3.20 Menutup lubang tracheostomy menggunakan kasa

lembab (1 lapis) untuk filter udara dan mencegah

menyebarnya sekret/sputum saat klien batuk

3.21 Mengempeskan balon fiksasi internal untuk mengurangi

risiko iritasi dan penekanan berlebih pada dinding

trachea (pengembangan dan pengempesan balon bisa

dilakukan secara berkala misal setiap 2 jam)

3.22 Memposisikan klien kembali sehingga nyaman.

3.23 Bereskan alat

3.24 Membuka sarung tangan

3.25 Mencuci tangan

4. Evaluasi 4.1 Mengevaluasi pola napas klien (frekuensi, kedalaman,

suara napas, dll)

4.2 Mengevaluasi respon klien selama dan sesudah tindakan

dilakukan (batuk berdarah, nyeri pada daerah

pemasangan tracheostomy, dll)

4.3 Mengevaluasi kondisi luka tempat pemasangan

tracheostomy (tanda infeksi, perdarahan, nanah, nyeri,

dll)

4.4 Evaluasi keamanan dan kepatenan fiksasi tracheostomy

(internal maupun eksternal)

5. Dokumentasi 5.1 Mencatat tanggal dan jam perawatan luka dan

penggantian balutan

5.2 Mencatat hasil evaluasi (pola napas, kondisi luka, respon

klien, dll)

5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda

tangani dan disertai nama jelas perawat.

5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,

dibenarkan, dan diparaf

70

Page 71: Kumpulan modul

5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta/ ballpoint

JUMLAH

Ket: 0: tidak dikerjakan

1: dikerjakan tidak sempurna

2: dikerjakan secara sempurna

Daftar Pustaka

Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart,

Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.

71

Page 72: Kumpulan modul

F. TUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan tuberculin test /

PPD test / mantoux test, mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan

tuberculin test / PPD test / mantoux test dengan tepat dan benar.

2. Deskripsi

Melakukan pemeriksaan tuberculin test / PPD test / mantoux test dengan

memberikan obat PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU sebanyak 0,1

ml melalui injeksi intra cutan di lengan bawah klien.

3. Tujuan

Tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan untuk mengidentifikasi

apakah klien mempunyai kekebalan terhadap basil TBC, sehingga sangat baik

untuk mendeteksi infeksi TBC.

4. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi

Dilakukan pada klien anak-anak yang dicurigai terkena infeksi TBC dan yang

memiliki risiko tinggi terkena TBC

Kontraindikasi

-

5. Konsep yang Mendasari

Tuberculosis

72

Page 73: Kumpulan modul

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit yang disebabkan kuman

Mycrobacterium tuberculosis. Kuman ini ditemukan oleh Robert Koch pada

tahun 1882 dan bisa juga disebabkan oleh kuman Mycobacterium bovis yang

terdapat pada susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Untuk menegakkan diagnosis

TBC secara pasti pada anak sangat sulit sehingga sering terjadi overdiagnosis,

dimana tenaga medis terlalu cepat memvonis padahal data yang dimilikinya

masih minim.

Hal ini kemudian sering kali diikuti overtreatment atau pengobatan yang

berlebihan. Akibatnya, konsekuensi yang diterima anak tidak ringan karena anak

harus mengonsumsi 2-3 jenis obat sekaligus minimal selama 6 bulan atau lebih.

Pengobatan yang tidak tepat ini tentu saja amat berisiko mengganggu fungsi

hati, saraf pendengaran, dan organ-organ tubuhnya yang lain.

Selain itu, ditemukan juga underdiagnosis yaitu diagnosis yang terlambat

sehingga menjadi undertreatment. Hal ini sama-sama bisa membahayakan anak

karena anak penderita TBC perlu mendapat penanganan segera secara tepat. Bila

tidak, jiwa anak pun menjadi taruhannya. Untuk mendapatkan diagnosis tepat,

tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan jika anak menujukkan gejala-

gejala berikut:

MMBB (Masalah Makan dan Berat Badan)

Bila anak sulit makan dan memiliki berat badan yang kurang dari rata-rata

anak seusianya, orangtua patut waspada, atau ada peningkatan berat badan

tetapi tidak sesuai atau masih di bawah jumlah yang semestinya (tidak sesuai

dengan yang tertera pada KMS/Kartu Menuju Sehat).

Mudah sakit

Anak sakit batuk pilek. Anak yang terinfeksi TBC akan lebih mudah tertulari

penyakit. Jika orang di lingkungan sekitarnya batuk pilek, anak mudah

tertulari. Kondisi ini harus mendapat perhatian.

Lemah, letih, lesu dan tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas

Anak-anak dengan TBC, umumnya terlihat berbeda dari anak kebanyakan

yang sehat dalam beraktivitas. Ia tampak lemah, lesu dan tidak bersemangat.

Reaksi cepat BCG

73

Page 74: Kumpulan modul

Pada lokasi suntik vaksin BCG akan timbul tanda menyerupai bisul. Jika

reaksi ini muncul lebih cepat, misalnya seminggu setelah pemberian, berarti

tubuh anak sudah terinfeksi TBC. Padahal normalnya, tanda itu paling cepat

muncul pada 2 minggu setelah anak divaksinasi BCG. Namun rata-rata,

benjolan pada kulit muncul setelah 46 minggu.

Batuk berulang

Batuk berkepanjangan merupakan gejala yang paling dikenal di masyarakat

sebagai pertanda TBC. Batuk yang awalnya berupa batuk kering kemudian

lama-kelamaan berlendir dan berlangsung selama 2 minggu lebih, merupakan

salah satu tanda TBC. Gejala ini akan muncul bila sudah terdapat gangguan di

paru-paru. Hanya saja, bedakan dari batuk alergi dan asma.

Benjolan di leher

Pembesaran kelenjar getah bening di leher samping dan di atas tulang

selangkangan bisa saja merupakan tanda TBC. Kelenjar getah bening

merupakan salah satu benteng pertahanan terhadap serangan kuman. Kelenjar

ini akan membesar bila diserang kuman. Namun, meski merupakan salah satu

gejala TBC, tidak semua pembengkakan kelenjar getah bening adalah gejala

penyakit TBC. Bisa jadi pembengkakan itu karena adanya infeksi atau radang

di tenggorokan.

Demam dan berkeringat di malam hari

Gejala awal TBC biasanya muncul demam pada sore dan malam hari, disertai

keluarnya keringat. Gejala ini dapat berulang beberapa waktu kemudian.

Namun hal ini tetap belum dapat memastikan kalau anak menderita TBC.

Tidak selalu anak-anak yang berkeringat di malam hari menderita TB.

Keringat tidur justru merupakan pertanda sistem metabolisme yang sedang

aktif bekerja. Pada saat tidurlah anak-anak mengalami metabolisme yang

pesat.

Diare persisten

Diare akibat TBC biasanya tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa.

Cara Pemberian tuberculin test / PPD test / mantoux test

74

Page 75: Kumpulan modul

Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml PPD secara intradermal

(dengan metode Mantoux) di volar / permukaan belakang lengan bawah. Injeksi

tuberkulin menggunakan jarum gauge 27 dan spuit tuberculin. Saat melakukan

injeksi harus membentuk sudut 10-15° antara kulit dan jarum. Penyuntikan

dianggap berhasil jika pada saat menyuntikkan didapatkan indurasi diameter 6-

10 mm. Uji ini dibaca dalam waktu 48-72 jam setelah suntikan. Hasil uji

tuberkulin dicatat sebagai diameter indurasi bukan kemerahan dengan cara

palpasi. Standarisasi digunakan diameter indurasi diukur secara transversal dari

panjang axis lengan bawah dicatat dalam milimeter. Bila nilai indurasinya 0-4

mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di

atas 10 mm dinyatakan positif.

Setelah hasil tuberculin test / PPD test / mantoux test dinyatakan positif,

anak sebaiknya diikutkan pada serangkaian pemeriksaan lainnya. Salah satunya

adalah rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih detail lewat kondisi paru

yang tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah. Tuberculin test / PPD

test / mantoux test dilakukan lebih dulu karena hasil rontgen tidak dapat

diandalkan untuk menentukan adanya infeksi kuman TB. Bercak putih yang

mungkin terlihat pada hasil foto bisa memiliki banyak penyebab. Anak yang

sedang menderita batuk pilek pun kemungkinan memiliki bercak putih di paru.

Jadi, tuberculin test / PPD test / mantoux test sangat perlu, tidak cukup hanya

rontgen paru.

Mungkin saja hasil tes menunjukkan negatif, tetapi sebenarnya anak

menderita TBC. Hal ini bisa terjadi pada anak-anak yang kondisi tubuhnya

sangat buruk, seperti anak yang mengalami kekurangan gizi atau sedang

menderita sakit berat. Disamping pemeriksaan di atas, ciri-ciri lain dari TBC pun

harus dicermati. Misalnya apakah anak kurus, sering sakit, dan mengalami

pembesaran kelenjar getah bening.

6. Alat yang Digunakan

- Alas

- Bengkok

- Bak Instumen kecil

75

Page 76: Kumpulan modul

- Kapas alkohol pada tempat tertutup

- Syringe/spuit 1 ml

- PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU 0,1 ml

- Sarung tangan (jika diperlukan)

7. Standar Operasional Prosedur

1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga

1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien

2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan

2.3 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:

- Alas

- Bengkok

- Bak Instrumen kecil

- Kapas alkohol pada tempat tertutup

- Syringe/spuit 1 ml

- PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU 0,1 ml

- Sarung tangan (jika diperlukan)

3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan

Menggunakan sarung tangan bila pada klien yang menderita

penyakit menular (AIDS dan Hepatitis B)

3.2 Mengambil PPD dengan tepat :

- Membersihkan bagian atas botol dengan kapas alkohol dan

membiarkan kering sendiri

- Membuang kapas alkohol ke bengkok

- Memasukkan jarum melalui karet penutup botol ke dalam

botol

- Memegang botol dengan tangan yang tidak dominan

- Menarik sejumlah PPD yang diperlukan (0,1ml)

- Memeriksa adanya udara dalam syringe/spuit, bila ada

keluarkan dengan posisi tepat

76

Page 77: Kumpulan modul

- Mengecek ulang volume dengan tepat

- Melepas jarum dari spuit dan menggantinya dengan jarum

yang baru

3.3 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan tindakan

3.4 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang diharapkan

3.5 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien

3.6 Mengatur pencahayaan ruangan

3.7 Menentukan area penyuntikan pada permukaan lengan bagian

bawah

Pada saat penyuntikan, jarum dimasukkan dengan bevel ke

arah atas dengan sudut 10-15°. Jangan lakukan aspirasi. Hasil

tes dibaca dalam waktu 48-72 jam setelah injeksi intradermal.

3.8 Memasang alas perlak di bawah tangan klien

3.9 Mendekatkan bengkok ke samping klien

3.10Bersihkan lokasi injeksi dengan alkohol dengan tehnik sirkuler

atau atas ke bawah sekali hapus dan biarkan mongering

3.11Membuang kapas alkohol ke dalam bengkok

3.12Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang jarum

mengarah ke atas. Suntikan yang benar akan menghasilkan

benjolan pucat, pori-pori tampak jelas seperti kulit jeruk,

berdiameter 6-10 mm

3.13Mendorong obat secara perlahan-lahan dan tepat

3.14Mencabut jarum

3.15Menginformasikan klien/keluarga klien untuk datang lagi

77

Page 78: Kumpulan modul

(membaca hasil PPD) antara 48-72 jam kemudian

3.16Mencuci tangan

4 Evaluasi 4.1 Melihat respon klien

4.2 Evaluasi kemungkinan penyuntikan tidak berhasil (terlalu

dalam atau cairan terbuang keluar)

5 Dokumentasi 5.1 Mencatat lokasi suntikan dan waktu penyuntikan

5.2 Mencatat respon klien selama dan sesudah prosedur tindakan,

5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda

tangani dan disertai nama jelas

5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,

dibenarkan dan diparaf

5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

PEMBACAAN HASIL TUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST

1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga

1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien

2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan

2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:

- Pulpen

- Meteran (dalam mm)

3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan

3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan tindakan

3.3 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien

3.4 Mengatur pencahayaan ruangan

3.5 Tentukan indurasi (bukan eritema) dengan cara palpasi dan

tandai batas indurasi dengan pulpen

78

Page 79: Kumpulan modul

3.6 Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan

3.7 Interpretasikan hasil indurasi :

a. 0–4mm : negatif

Arti klinis : tidak ada infeksi TB

b. 3–9mm : meragukan.

Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan

Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.

c. ≥ 10mm : positif.

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi TB

Catatan :

Pasien TB dengan anergi hasil PPD test negatif

(malnutrisi, penyakit sangan berat, pemberian

imunosupresif, dll)

3.8 Mencuci tangan

4 Evaluasi 4.1 Evaluasi kemungkinan hasil yang meragukan

4.2 Evaluasi respon klien (gatal, dll)

5 Dokumentasi 5.1 Mencatat hasil pengukuran indurasi dan tanggal pembacaan hasil

5.2 Mencatat respon klien

5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda tangani dan

disertai nama jelas yang membaca hasil

5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret, dibenarkan dan

79

Page 80: Kumpulan modul

diparaf

5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

FORMAT PENILAIANTUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST

NO

ELEMEN KEGIATAN SKOR0 1 2

1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien

2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:

- Alas- Bengkok- Kapas alkohol pada tempat tertutup- Syringe/spuit 1 ml- PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU 0,1 ml

3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan3.2 Mengambil PPD dengan tepat :

- Membersihkan bagian atas botol dengan kapas alkohol dan membiarkan kering sendiri

- Membuang kapas alkohol ke bengkok- Memasukkan jarum melalui karet penutup botol ke

dalam botol- Memegang botol dengan tangan yang tidak dominan- Menarik sejumlah PPD yang diperlukan (0,1ml)- Memeriksa adanya udara dalam syringe/spuit, bila

80

Page 81: Kumpulan modul

ada keluarkan dengan posisi tepat- Mengecek ulang volume dengan tepat- Melepas jarum dari spuit dan menggantinya dengan

jarum yang baru3.3 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan

tindakan3.4 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang

diharapkan3.5 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien3.6 Mengatur pencahayaan ruangan3.7 Menentukan area penyuntikan pada permukaan lengan

bagian bawah3.8 Memasang alas perlak di bawah tangan klien3.9 Mendekatkan bengkok ke samping klien3.10 Bersihkan lokasi injeksi dengan alkohol dengan

tehnik sirkuler atau atas ke bawah sekali hapus dan biarkan mongering

3.11 Membuang kapas alkohol ke dalam bengkok3.12 Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang

jarum mengarah ke atas. Suntikan yang benar akan menghasilkan benjolan pucat, pori-pori tampak jelas seperti kulit jeruk, berdiameter 6-10 mm

3.13 Mendorong obat secara perlahan-lahan dan tepat3.14 Mencabut jarum3.15 Menginformasikan klien/keluarga klien untuk datang

lagi (membaca hasil PPD) antara 48-72 jam kemudian

3.16 Mencuci tangan4 Evaluasi 4.1 Melihat respon klien

4.2 Evaluasi kemungkinan penyuntikan tidak berhasil (terlalu dalam atau cairan terbuang keluar)

5 Dokumentasi 5.1 Mencatat lokasi suntikan dan waktu penyuntikan5.2 Mencatat respon klien selama dan sesudah prosedur

tindakan, 5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda

tangani dan disertai nama jelas5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,

dibenarkan dan diparaf5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

81

Page 82: Kumpulan modul

Keterangan :3 : tidak dilakukan4 : dilakukan tidak sempurna5 : dilakukan dengan

sempurna

Jumlah nilai yang didapatNilai = ---------------------------------- X 100% Jumlah aspek yang dinilai

= …………………………………………..

MAHASISWA, PENGUJI,

FORMAT PENILAIANPEMBACAAN HASIL TUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST

NO

ELEMEN KEGIATAN SKOR0 1 2

1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien

2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:

- Pulpen- Meteran (dalam mm)

3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan

tindakan3.3 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien3.4 Mengatur pencahayaan ruangan3.5 Tentukan indurasi (bukan eritema) dengan cara palpasi

dan tandai batas indurasi dengan pulpen3.6 Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan 3.7 Interpretasikan hasil indurasi :

a. 0–4mm : negatif Arti klinis : tidak ada infeksi TB

b. 3–9mm : meragukan.Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.

c. ≥ 10mm : positif.Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi TB

82

Page 83: Kumpulan modul

Catatan :Pasien TB dengan anergi hasil PPD test negatif(malnutrisi, penyakit sangan berat, pemberianimunosupresif, dll

3.8 Mencuci tangan4 Evaluasi 4.1 Evaluasi kemungkinan hasil yang meragukan

4.2 Evaluasi respon klien (gatal, dll)5 Dokumentasi 5.1 Mencatat hasil pengukuran indurasi dan tanggal

pembacaan hasil5.2 Mencatat respon klien 5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda

tangani dan disertai nama jelas yang membaca hasil5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,

dibenarkan dan diparaf5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

Keterangan :1 : tidak dilakukan2 : dilakukan tidak sempurna3: dilakukan dengan sempurna

Jumlah nilai yang didapatNilai = ---------------------------------- X 100% Jumlah aspek yang dinilai

= …………………………………………..

MAHASISWA, PENGUJI,

83

Page 84: Kumpulan modul

Daftar Pustaka

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart, Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.

84