Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

54
Destination Management Organization Artikel 1 : Visi Pengembangan Destinasi Pariwisata Indonesia ........................ 1-2 Artikel 2 : Pengertian DMO............................................................................... 2-4 Artikel 3 : Skala dan Bentuk Pengembangan DMO .......................................... 3-5 Artikel 4 : Pembentukan dan Pengembangan DMO ......................................... 4-6 Artikel 5 : Tata Kelola Destinasi Pariwisata Berbasis Nilai : Telaah Teoritis dan Implementatif Konsep Destination Management Organization di Indonesia. ..................................................................................... 5-7 Artikel 6 : DMO Sebagai Strategi Pengelolaan Destinasi ............................... 6-20 Artikel 7 : "DMO" TIDAK BISA DIWUJUDKAN DALAM JANGKA PENDEK.... 7-23 Artikel 8 : DMO Harus Mampu Kembangkan Kreativitas Masyarakat ............. 8-25 Artikel 9 : DMO, Empat Tahap Kembangkan Wisata Unggulan ...................... 9-27 Artikel 10 : Pengelolaan wisata dengan model Destination Management Organization (DMO) ..................................................................... 10-28 Artikel 11 : DMO Cegah Ekses Negatif Pariwisata ......................................... 11-30 Artikel 12 : Bangkitkan Daerah dengan Metode Destination Management Organization ................................................................................. 12-31 Artikel 13 : Wisata Candi Borobudur Belum Sejahterakan Penduduk Sekitar . 13-33 Artikel 14 : Dua DMO di Indonesia Mulai Maju ............................................... 14-34 Artikel 15 : Kembudpar: Rp2 Miliar-Rp4 Miliar Per DMO ................................ 15-35 Artikel 16 : Ini Tipsnya, Destinasi Masuk Program DMO ................................ 16-37 Artikel 17 : DESTINASI WISATA: Butuh Waktu 15 Tahun Untuk Kelola Daerah Wisata ............................................................................. 17-39 Artikel 18 : Kemenparekraf: DMO Adalah Program Berkelanjutan ................. 18-40 Artikel 19 : Libatkan Masyarakat Lokal Bangun Destinasi Wisata .................. 19-41 Artikel 20 : DMO LINDUNGI MASYARAKAT LOKAL DARI SERBUAN INVESTOR ASING ....................................................................... 20-43 Artikel 21 : Kemenparekraf Tata Manajemen Organisasi Rinjani.................... 21-45 Artikel 22 : Pakar Pariwisata Dunia Akan Bahas Wisata RI ............................ 22-46 Artikel 23 : Danau Toba-Pangandaran Uji Coba DMO ................................... 23-48 Artikel 24 : Tata Kelola Pariwisata Indonesia ................................................. 24-49 Artikel 25 : Menerawang Pariwisata Indonesia ............................................... 25-51 Artikel 26 : Kota Tua Siap Dikelola Dengan DMO .......................................... 26-53

description

 

Transcript of Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

Page 1: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

Destination Management Organization

Artikel 1 : Visi Pengembangan Destinasi Pariwisata Indonesia ........................ 1-2 Artikel 2 : Pengertian DMO............................................................................... 2-4 Artikel 3 : Skala dan Bentuk Pengembangan DMO .......................................... 3-5 Artikel 4 : Pembentukan dan Pengembangan DMO ......................................... 4-6 Artikel 5 : Tata Kelola Destinasi Pariwisata Berbasis Nilai : Telaah Teoritis

dan Implementatif Konsep Destination Management Organization di Indonesia. ..................................................................................... 5-7

Artikel 6 : DMO Sebagai Strategi Pengelolaan Destinasi ............................... 6-20 Artikel 7 : "DMO" TIDAK BISA DIWUJUDKAN DALAM JANGKA PENDEK.... 7-23 Artikel 8 : DMO Harus Mampu Kembangkan Kreativitas Masyarakat ............. 8-25 Artikel 9 : DMO, Empat Tahap Kembangkan Wisata Unggulan ...................... 9-27 Artikel 10 : Pengelolaan wisata dengan model Destination Management

Organization (DMO) ..................................................................... 10-28 Artikel 11 : DMO Cegah Ekses Negatif Pariwisata ......................................... 11-30 Artikel 12 : Bangkitkan Daerah dengan Metode Destination Management

Organization ................................................................................. 12-31 Artikel 13 : Wisata Candi Borobudur Belum Sejahterakan Penduduk Sekitar . 13-33 Artikel 14 : Dua DMO di Indonesia Mulai Maju ............................................... 14-34 Artikel 15 : Kembudpar: Rp2 Miliar-Rp4 Miliar Per DMO ................................ 15-35 Artikel 16 : Ini Tipsnya, Destinasi Masuk Program DMO ................................ 16-37 Artikel 17 : DESTINASI WISATA: Butuh Waktu 15 Tahun Untuk Kelola

Daerah Wisata ............................................................................. 17-39 Artikel 18 : Kemenparekraf: DMO Adalah Program Berkelanjutan ................. 18-40 Artikel 19 : Libatkan Masyarakat Lokal Bangun Destinasi Wisata .................. 19-41 Artikel 20 : DMO LINDUNGI MASYARAKAT LOKAL DARI SERBUAN

INVESTOR ASING ....................................................................... 20-43 Artikel 21 : Kemenparekraf Tata Manajemen Organisasi Rinjani .................... 21-45 Artikel 22 : Pakar Pariwisata Dunia Akan Bahas Wisata RI ............................ 22-46 Artikel 23 : Danau Toba-Pangandaran Uji Coba DMO ................................... 23-48 Artikel 24 : Tata Kelola Pariwisata Indonesia ................................................. 24-49 Artikel 25 : Menerawang Pariwisata Indonesia ............................................... 25-51 Artikel 26 : Kota Tua Siap Dikelola Dengan DMO .......................................... 26-53

Page 2: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

1-2

Artikel 1 : Visi Pengembangan Destinasi Pariwisata Indonesia

http://caretourism.wordpress.com/2010/06/27/visi-pengembangan-destinasi-pariwisata-indonesia/

Dalam hal penyelenggaraan kepariwisataan, pada hakekatnya dilakukan atas dasar beberapa hal yang menjadi motivasi serta kebutuhan setiap orang yang melakukan perjalanan. Tidak peduli ia bepergian untuk keperluan keluarga, bisnis, pesiar, kesehatan, keagamaan, konferensi, pertandingan olahraga, pendidikan, atau apapun yang lainnya -, ia akan mendatangi tempat di mana keperluannya itu dapat dipenuhi. Dengan kata lain tempat yang menjadi tujuan perjalanannya memiliki sesuatu yang memotivasinya untuk berkunjung ke situ, – dalam kepariwisataan disebut sebagai daya tarik (attraction), – apakah itu motivasi keluarga, bisnis, pesiar, kesehatan, keagamaan, konferensi, olahraga, pendidikan dsb., yang ada kaitannya dengan unsur alam dan budaya serta kegiatan hidup lainnya, yang melibatkan ataupun terkait dengan masyarakat di tempat tujuan tersebut.

Oleh sebab itu, tempat tujuan perjalanan seseorang, disebut sebagai Destinasi Pariwisata, yang dalam Undang-Undang no.10/Th. 2009 didefinisikan sbb.:

“Daerah Tujuan Pariwisata, yang selanjutnya disebut DESTINASI PARIWISATA, adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan”.

Atas dasar pokok pemikiran tersebut, upaya pengembangan kepariwisataan, mau tidak mau – suka tidak suka, harus dilakukan sejalan dengan pemenuhan motivasi dan kebutuhan sang wisatawan (traveller, pelaku perjalanan) serta kepentingan dan kebutuhan hidup masyarakat yang berada di tempat tujuan perjalanan itu.

Dalam pelaksanaannya, upaya pengembangan kepariwisataan, pada dasarnya melibatkan berbagai pihak pemangku kepantingan (stakeholders), – yang saling dibutuhkan dan membutuhkan satu sama lainnnya -, yaitu: Pemerintah (Pusat & Daerah) – Pelaku Usaha (Industri) – Lingkungan (Alam & Budaya) – Masyarakat – Wisatawan (Wisman & Wisnus). Maka, pemikiran konsep pengelolaan Destinasi Pariwisata hendaknya didasarkan atas model pengelolaan yang melibatkan pemangku kepentingan di lokasi destinasi yang bersangkutan, – tidak termasuk wisatawan -, dalam suatu wadah Lembaga Pengelola Destinasi (Destination Management Organization, DMO). Agaknya tidak boleh dilupakan, bahwa berkenaan dengan pelaksanaan OTDA (otonomi daerah) DMO perlu melibatkan juga unsur Pemerintah Pusat (dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan BUDPAR) yang dapat menjadi jalur koordinasi antara Pusat dan Daerah (otonomi).

Selain itu, mengingat bahwa pengembangan kepariwisataan meliputi berbagai bidang yang berada dalam kewenangan multi sektor, pihak pemerintah – baik pusat maupun daerah -, yang terlibat pun akan terdiri dari unsur multi sektor tersebut

Page 3: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

1-3

(perhubungan, pekerjaan umum, imigrasi, bea cukai, keuangan dan perbankan, kebudayaan, keamanan & ketertiban, lingkungan hidup, kepolisian, pendidikan – terkait dengan kualitas jasa dan pelayanan -, … dsb., sehingga praktis semua sektor tidak mustahil perlu terlibat).

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (KemBudPar), mencanangkan gagasan bahwa dalam upaya Pengembangan Destinasi Pariwisata 2010-2014, mengacu pada model pengelolaan tersebut di atas dengan merinci unsur-unsur Visi Pengembangan Destinasi Pariwisata sbb.:

Unsur kepentingan wisatawan : Destinasi berkualitas dan berdaya saing internasional;

Unsur kepentingan industri : Destinasi berkualitas dan berdaya saing internasional;

Unsur kepentingan masyarakat : Destinasi berbasis masyarakat (Community Based);

Unsur kepantingan lingkungan : Destinasi Berkelanjutan (Sustainable Destination);

Unsur kepentungan Pemerintah : Destinasi berkualitas dan berdaya saing internasional serta Mendorong Pembangunan Daerah;

Maka secara ringkas dan lengkap Visi Pengembangan Destinasi Pariwisata 2010-2014, sbb.:

“Terwujudnya Destinasi Pariwisata Berkualitas Internasional dan Berdaya Saing Yang Berbasis Masyarakat, Berkelanjutan dan Mendorong Pembangunan Daerah”.

Dengan demikian, dalam melaksanakan kepentingannya, segenap pemangku kepentingan hendaknya mengacu pada visi tersebut agar tercapai sinergi yang harmonis demi “tujuan yang sama”, – mencapai kesejahteraan masyarakat melalui kepariwisataan, yang esensinya adalah “mendatangkan dan melayani wisatawan”. Jangan sampai setelah datang … diberi pelayanan yang kurang baik, atau dibiarkan tanpa pelayanan.

Page 4: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

2-4

Artikel 2 : Pengertian DMO

http://www.dmoindonesia.org/index.php?module=detailberita&id=1

Destination Management Organization (DMO) adalah struktur tata kelola destinasi pariwisata yang mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi, dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi, yang terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat di destinasi pariwisata.

Page 5: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

3-5

Artikel 3 : Skala dan Bentuk Pengembangan DMO

http://www.dmoindonesia.org/index.php?module=detailberita&id=3

DMO Lokal : Fungsi DMO pada tingkat lokal pengelolaan destinasi internal lebih besar dari eksternal.

DMO Regional : Pada tingkat regional, pengelolaan internal lebih kecil dari eksternal.

DMO Nasional : Pada tingkat nasional, pengelolaan eksternal sangat dominan dan merencanakan strategi secara keseluruhan (misalnya: pemasaran dan diplomasi pariwisata)

Page 6: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

4-6

Artikel 4 : Pembentukan dan Pengembangan DMO

http://www.dmoindonesia.org/index.php?module=detailberita&id=2

Pembentukan dan pengembangan DMO adalah kegiatan membentuk dan mengelola serta menyempurnakan destinasi melalui suatu proses yang berkesisnambungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Page 7: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-7

Artikel 5 : Tata Kelola Destinasi Pariwisata Berbasis Nilai : Telaah Teoritis dan Implementatif Konsep Destination

Management Organization di Indonesia.

http://www.dmoindonesia.org/?module=detailartikel&id=4

oleh

Frans Teguh

Abstraksi:

Konsep Destination Management Organization (DMO) sebagai instrumen manajemen diperlukan dalam sistem pembangunan destinasi pariwisata. Partisipasi, komitmen, tanggungjawab, rasa memiliki merupakan kunci untuk membangun sinergi dan konvergensi stakeholder melalui optimalisasi peningkatan peran dan fungsi untuk mencapai kesukesan tata kelola destinasi pariwisata. Kualitas pengalaman wisata dan keberlanjutan destinasi pariwisata ditentukan oleh kompetensi dan kapasitas pengelolaan entitas destinasi pariwisata. Penguatan tata kelola destinasi berbasis keseimbangan dengan muatan dimensi ekonomi, estetika, etika diarahkan untuk terwujudnya pembangunan pariwisata kontekstual berbasis nilai.

5.1. Pendahuluan

Realitas praktik tata kelola pariwisata mendorong berbagai prakarsa untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan daya saing destinasi pariwisata. Indikator rendahnya kualitas pengelolaan destinasi pariwisata dapat dilihat dari sejumlah praktik tata kelola yang belum berjalan secara optimal karena besaran perolehan pariwisata (magnitude of tourism) yang masih rendah. Konsep DMO sebagai perwujudan prinsip tata kelola untuk memecahkan persoalan pelik mengenai sinergi, tanggungjawab, kolaborasi, dan hubungan kemitraan untuk membangun kualitas dan daya saing destinasi (competitiveness).

Destinasi pariwisata terbentuk dari konstruksi ruang, sosial, budaya, lingkungan, dan sumber daya pariwisata yang saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka menciptakan pengalaman pariwisata. Oleh karena itu, pengembangan destinasi dilakukan melalui berbagai intervensi dari sejumlah stakeloder untuk meningkatkan intensitas aktivitas pariwisata.

Berbagai upaya untuk membangun daya saing dilakukan melalui knowledge creating organization and knowledge network sebagaimana diungkapkan oleh Nonaka dan Takeuchi (1996). Intinya, daya saing ditentukan oleh bagaimana organisasi itu dapat ditrasnformasikan dan diberi penilaian (judgement) hingga menjadi ide dalam konteks, sehingga menjadi pengetahuan (knowledge). Pada akhirnya, produk unggul akan selalu bertumpu pada strategi yang berbasis sumberdaya (resource-based) dan knowledge-based. Hal inilah yang

Page 8: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-8

disinggung oleh Hamel (2000) bahwa produk perlu dikelola dengan continous improvement. Refleksi perbaikan dan perubahan pendekatan pengelolaan destinasi pariwisata dalam suatu tata kelola destinasi pariwisata diperlukan untuk menciptakan: kualitas tatakelola, pertumbuhan magnitude of tourism (multiplier effect), kualitas pengelolaan dampak dan manajemen resiko terhadap lingkungan dan sosial.

5.2. Tinjauan Pustaka : Destination Management Organization

Secara teoritis, Buhalis (2000) mengemukakan bahwa destination as a geographical region which is understood by its visitors as a unique entity, with a political and legislative framework for tourism marketing and planning Destination is the focus of facilities and services designed to meet the needs of the tourist (Cooper, Fletcher, Gilbert, 1998). Dari konsep diatas, destinasi diartikan sebagai kawasan geografis yang dipandang sebagai entitas yang unik dengan kerangka politis dan peraturan untuk perencanaan dan pemasaran pariwisata.

Hu and Ritchie (1993:26) merumuskan secara konsepsional tentang destinasi sebagai: a package of tourism facilities and services, which like any other consumer product, is composed of a number of multi-dimensional attributes". Buhalis, (2000) claims that destinations are amalgams of tourism products, offering an integrated experience to consumers. Based on the various models of tourism development outlined by Pearce (1992), it is sensible to define a destination as an amalgam of products and services available in one location that can draw visitors from beyond its spatial confines. Bieger (1998:7) specifies that " ...a destination can therefore be seen as the tourist product that in certain markets competes with other products". The Ritchie/Crouch model of destination competitiveness differentiates the destination infrastructure (water, sewer, roads, etc.) from the destination superstructure (tourist services such as hotels, restaurants, information centres, etc.) both of which are obviously important to the concept of the destination.

Dari pengertian diatas, destinasi dipahami sebagai kesatuan fasilitas dan pelayanan yang terbentuk dari berbagai atribut multi-demensi. Buhalis (2000) menyatakan bahwa destinasi merupakan elemen dari produk pariwisata yang menawarkan pengalaman menyeluruh kepada konsumen. Berdasarkan beberapa jenis pengembangan pariwisata oleh Pearce (1992), destinasi merupakan gabungan dari produk dan pelayanan yang tersedia di satu lokasi yang dapat menarik pengunjung diluar wilayah bersangkutan.

Franch and Martini menjelaskan pengertian manajemen destinasi: as the strategic, organizational and operative decisions taken to manage the process of definition, promotion and commercialisation of the tourism product [originating from within the destination], to generate manageable flows of incoming tourists that are balanced, sustainable and sufficient to meet the economic needs of the local actors involved in the destination (2002:5). Inti

Page 9: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-9

pemikiran diatas menegaskan bahwa manajemen destinasi berkenaan dengan keputusan strategis, organisasional dan operatif yang dilakukan untuk mengelola proses pendefinisian, promosi dan komersialisasi produk pariwisata untuk mewujudkan arus turis yang seimbang, berkelanjutan dan berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi disuatu destinasi.

Pemikiran DMO diuraikan oleh Bruen and Anderson (1998) yang mengemukakan bahwa DMO sebagai sistem pengelolaan terpadu memiliki fungsi sebagai economic driver, community marketer, industry coordinator, quasi-public representative dan builder of community pride. Pendapat Buhalis (2000) menekankan bahwa "the tourist destination management organisation takes the entire responsibility for the tourist products of the whole destination, for their development through controlling, encouraging and other means and for the development of a partnership that is able to provide positive experience for the tourist. Hal ini sejalan dengan pendapat Badan Pariwisata Dunia (WTO) pada tahun 2004 yang mengemukakan bahwa DMO adalah badan yang bertanggungjawab atas tata kelola dan/atau pemasaran destinasi.

Angelo Presenza, Lorn sheehan, J.R.Brent Ritchie (2005) menegaskan bahwa: DMO activities organized into two significant functions: 1) External Destination Marketing (EDM) : web marketing, events,conference and festivals, cooperative programs, direct mail, direct sales, sales blitzes, trade shows, advertising, familiarization tours, publications and brochures and 2) Internal Destination Development (IDD) : visitor management, information/research, coordinating tourism stakeholders, crisis management, human resources development, finance and venture capital, resource stewardship, quality of the visitor experience. Secara ringkas, pemahaman tentang DMO dikategorikan sebagai kegiatan pembenahan dan penataan pengembangan destinasi secara internal dan pengembangan pemasaran secara eksternal.

Lebih lanjut, Angelo Presenza (2005) menjelaskan ada tiga komponen penting dalam DMO, yaitu Coordination tourism stakeholder, yang merupakan inti sistem DMO. Komponen ini menjadi kunci sukses karena menitik beratkan pada hubungan jejaring yang membentuk sistem DMO; Destination crisis management memberikan pengawasan dari sistem dengan pelaksanaan dan pengelolaan mulai perencanaan hingga implementasi program; Destination marketing, menjadi ujung tombak dalam komponen DMO. Lebih lanjut, UNWTO (2007) mengemukaan bahwa DMO is in charge of the tourism destination "factory" and is responsible for achieving an excellent return on investment, market growth, quality products, a brand of distinction and benefits to all "shareholders" yet, the DMO does not own the factory, neither does it employ the people working in it, nor does it have control over its processes.

Dengan konsep diatas dapat ditegaskan bahwa DMO merupakan salah satu konsep pengelolaan dalam sistem pengelolaan kawasan berbasis

Page 10: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-10

kewilayahan/daerah yang memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai komponen secara internal dan eksternal, koalisi dan kerjasama stakeholder serta sistem pengelolaan pariwisata. DMO secara esensi bertugas dan bekerja di dalam entitas fabrikasi (baca: pengelolaan) destinasi pariwisata, dan bertanggungjawab untuk mencapai pengembalian nilai investasi yang unggul, pertumbuhan pasar, produk yang berkualitas, merek yang berbeda, serta manfaat bagi seluruh shareholders. DMO tidak memiliki pabrik tersebut, tidak memperkerjakan orang-orang di dalamnya, dan bukan pula mengontrol proses pelaksanannya di lapangan (UNWTO, 2007: 12)

Dalam konteks ini, DMO merupakan satu kesatuan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terlibat dalam suatu pariwisata seperti perusahan wisata, operator wisata, provider pelayanan dan lainnya yang cukup kompleks. Dalam DMO terdapat satu tujuan dan arahan untuk mencapai pengelolaan dari sebuah destiniasi yaitu adanya sebuah kelembagaan yang mengelola destinasi. Hal ini ditentukan oleh kapasitas pengembangan, pertumbuhan aktivitas wisata saa ini yang merujuk pada tatanan daur hidup destinasi (destination life cycle (Butler, 1992) yaitu: (1) perintisan; (2) pembangunan (3) pemantapan , (4) rejuvenasi/revitalisasi.

5.3. Praktik Terbaik Tata Kelola Pariwisata

Beberapa pola pengelolaan pariwisata di suatu negara dapat dijadikan referensi dengan penyesuaian berdasarkan skala dan kepentingan sebagai berikut:

5.3.1. Scotland Tourism Board

STB merupakan lembaga yang bekerjasama dengan pelaku usaha pariwisata, agen perjalanan dan otoriras lokal dalam mewujudkan kualitas berwisata di Skotlandia dengan memberdayakan sumberdaya wisata yang ada. Langkah ini ditempuh melalui pemasaran pariwisata Skotlandia ke seluruh dunia, menyediakan informasi dan arahan kepada wisatawan sehingga wisatawan mendapatkan pengelaman yang terbaik saat berkunjung, memberikan jaminan kualitas berwisata kepada wisatawan dan dukungan regulasi terhadap pelaku industri pariwisata lokal dan pada akhirnya mewujudkan sinergi antara kebutuhan wisatawan, pelaku industri pariwisata dan pemerintah.

5.3.2. Maldives Tourism Department

MTD bertugas untuk menyusun dan mengimplementasikan kebijakan pariwisata, perencanaan jangka panjang pengembangan pariwisata dalam skala nasional, mengkoordinasikan kegiatan pengembangan yang berlangsung, membuat sistem administrasi dalam standard fasilitas dan pelayanan, memastikan adanya pengembangan yang tetap memperhatikan lingkungan, menyusun data statistik pariwisata, melakukan penelitian terkait pengembangan pariwisata, perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia dibidang pariwisata, menyusun standar kompetensi dan pelatihan

Page 11: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-11

untuk tenaga kerja pariwisata, penyewaan lahan untuk kegiatan pariwisata dan pendaftaran secara resmi fasilitas dan operator terkait pariwisata.

5.3.3. Amsterdam Tourism and Convention Board

ATCB merupakan lembaga yang menyusun strategi pemasaran dan komunikasi dalam industri pariwisata untuk mendorong tingkat kunjungan ke Amsterdam melalui kegiatan promosi, inovasi produk, penelitian dan press-trips. Kegiatan ATCB bekerjasama dengan Amsterdam Partner, Amsterdam Convention Board, Amsterdam Cruise Port. Kegiatan ATCB ditujukan untuk mengoptimalkan jumlah pengeluaran wisatawan yang pada akahirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan pekerjaan. Beberapa kegiatan ATCB lainnya adalah pembangunan citra pariwisata, kegiatan pemasaran yang berkesinambungan dan pada tahun 2009 ATCB menetapkan standar minimum kunjungan ke Amsterdam akibat dari krisis ekonomi di Eropa.

5.3.4. Victoria Tourism Board

VTB merupakan partner industri pariwisata yang bertujuan untuk mengembangkan potensi pasar wisatawan lokal dan dunia sesuai dengan karakteristik sumber daya pariwisata Victoria. Tourism Victoria merupakan motor pemerintah dalam kegiatan pariwisata dan industri perjalanan dengan tujuan memasarkan Victoria sebagai destinasi pariwisata dalam skala nasional dan internasional, meningkatkan jumlah kunjungan, meningkatkan pemanfaatan fasilitas pariwisata, meningkatkan kualitas fasilitas pariwisata, mendukung dan mengkoordinasikan jumlah fasilitas wisata, menyediakan cara yang efektif dan efisien dalam investasi di bidang parwisata. Salah satu tujuan pokok VTB adalah memastikan implementasi kebijakan dan aturan pemerintah dalam kegiatan pariwisata.

5.3.5. CTDC - Canada

Canadian Tourism Development Corporation (CTDC) merupakan lembaga independen yang ikut serta dalam usaha menumbuhkan pengembangan industri pariwisata di Kanada. CTDC bekerjasama dengan rekan industri untuk menyediakan tenaga ahli pariwisata bagi anggotanya, menyediakan peluang pemasaran, konsultasi dan dampingan dalam pengelolaan kegiatan dan fasilitas wisata. Misi dari CTDC adalah memfasilitasi pertumbuhan industri pariwisata yang baik (kuat) melalui kerjasam dengan semua partner strategis untuk memberikan dampak positif dalam pengembangan kegiatan pariwisata. CTDC tidak di danai oleh pemerintah atau instansi lain terkait di bidang pariwisata.

5.3.6. Lucerne Tourism Ltd.

Lucerne Tourism Ltd. merupakan pusat kompetensi dalam kegiatan positioning, kehumasan, pemasaran dan menawarkan jasa pelayanan pariwisata di sekitar destinasi Lucerne-Wilayah Danau Lucerne, Swiss.

Page 12: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-12

5.4. Permasalahan

Pengembangan tatakelola destinasi pariwisata di Indonesia masih belum dilakukan secara optimal. Berbagai permasalahan konkrit yang mempengaruhi perkembangan kepariwisataan seperti belum optimalnya tata kelola, kurangnya sinkronisasi dan koordinasi, cenderung bersifat parsial, kurangnya pengemasan produk wisata, terbatas penerapan dan pemanfaatan ICT, rendahnya SDM dan pelayanan umum dan pelayanan di bidang pariwisata, terbatasnya promosi, serta belum sinkronnya regulasi di tingkat daerah untuk invetasi dan pembinaan industri pariwisata.

Pembahasan permasalahan dalam artikel ini bertujuan untuk menggambarkan kerangka teoritis dan adaptasi model dalam konteks Indonesia dan difokuskan kepada : (1) bagaimana pendekatan sistemik dan kovergensi dalam DMO, (2) bagaimana orientasi tata kelola destinasi pariwisata ke depan, (3) bagaimana penguatan stakeholder pariwisata, dan (4) sejauhmana optimasi keseimbangan dimensi ekonomi, estetika dan etika dalam tata kelola pariwisata.

5.5. Metode Penelitian

Untuk mendalami permasalahan ini diperlukan metode kualitatif melalui kajian literatur dan pengamatan. Metode penelitian literatur dipakai untuk memahami pendekatan DMO di negara-negara lain sesuai dengan tingkat perkembangan destinasi. Literatur yang digunakan terutama berkenaan dengan literatur yang membahas mengenai DMO (Destination Management Organization). Karena sebelumnya, literatur DMO menggunakan Destination Marketing Organization (Morrison, 1998; Pike, 2004) serta publikasi DMO oleh UNWTO, dan berbagai sumber referensi sejak tahun 1998. Teknik pengamatan awal dilakukan terhadap penerapan konsep DMO di Indonesia tahun 2011.

5.6. Pembahasan dan Implikasi

5.6.1. Pendekatan Sistemik dan Konvergensi

Pengelolaan kepariwisataan di suatu destinasi pariwisata diarahkan secara sistemik, konvergen dan dikelola dalam kerangka mencapai tujuan. Untuk itu diperlukan system thinking yang menjelaskan kerangka sistem melalui mata rantai input, system, dan output. Kompleksitas sistem diuraikan dalam urutan, keterkaitan, peran, fungsi yang saling melengkapi dan saling mempengaruhi dari hulu ke hilir (linkage). Konvergensi melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang diarahkan kepada fokus dan sinergi sistem yang dapat menciptakan peluang untuk meningkatkan kapasitas dan tata kelola destinasi pariwisata.

Sistem manajemen destinasi menguraikan setiap sel atau subsistem untuk membangun kualitas destinasi pariwisata. Sistem tersebut mengandung pengertian adanya sub-sistem yang tidak bersifat sub-ordinat tapi memiliki pengaruh dalam pembangunan pariwisata. Kualitas destinasi ditentukan oleh

Page 13: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-13

bekerjanya suatu tatanan dan keteraturan untuk mengelola setiap bagian (parsial) melalui komunikasi antar muka (interface, dialog, bilateral, multilateral) sehingga tercipta suatu kesatuan. Analisis sistem kepariwisataan yang dikembangkan oleh Leiper (1990) menempatkan destinasi pariwisata sebagai bagian dari kerangka manajemen pembangunan kepariwisataan harus didasarkan pada prinsip kolaboratif, berkelanjutan dan partisipatif.

Hal ini dilakukan melalui peningkatan akuntabilitas pengelolaan pariwisata, koordinasi lintas sektor, dan peran aktif masyarakat lokal. Untuk itu diperlukan sistem manajemen destinasi yang mencakup sistem pengelolaan destinasi dengan melibatkan stakeholder melalui data base, marketing, dan visitor information dan manajemen (Cooper, 2005). Dengan demikian diperlukan pemahaman terhadap tingkat social carrying capacity, kualitas relasi, dan pemahaman yang tepat terhadap penerapan nilai-nilai dalam kepariwisataan yang terjadi di suatu destinasi (Cooper, et al., 1993) sehingga dapat dibuatkan kebijakan dan manajemen pembangunan kepariwisataan dan tata kelola di daerah wisata secara tepat sebagai tindakan antisipatif dan proaktif untuk meningkat kualitas kepariwisataan yang sustainable, responsible, dan balanced. Untuk itu fragmentasi dan faksi-faksi di destinasi harus direduksi dan dihilangkan, sebaliknya harus terbangun inter-koneksi, keterkaitan dan matarantai (value-chain) dari destinasi pariwisata dalam pembentukan dan pengembangan DMO. Misalnya, pertumbuhan destinasi pariwisata di suatu tempat, perlu didukung dengan terbangunnya cluster ekonomi, dan terkait dengan pembangunan wilayah sehingga tercipta suatu keterkaitan antar wilayah dalam mata rantai pelayanan terhadap wisatawan.

5.6.2. Orientasi Menuju Tata Kelola Pariwisata

Transformasi konsep DMO di Indonesia diarahkan untuk pembentukan dan pengembangan tata kelola pariwisata yang menerapkan prinsip manajerial, akuntabel, berorientasi manfaat kepada masyarakat lokal serta terjaminnya lingkungan fisik, sosial dan budaya (Budpar, 2010). Tata kelola mengandung pengertian governance : mengelola, mengatur, menata. Karena itu tata kelola destinasi sebagai destination governance mengandung pengertian : rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu destinasi. Tata kelola destinasi juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan destinasi. Pihak-pihak utama dalam tata kelola destinasi adalah pemangku kepentingan termasuk masyarakat lokal di destinasi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk pemda, dunia usaha, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.

Oleh karena itu, DMO sebagai produk kebijakan merupakan salah satu alat manajemen untuk membangun keterkaitan (linkage) tersebut yang

Page 14: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-14

diibaratkan sebagai satu kesatuan dalam persepktif orkestra pariwisata. Guru Manajemen Peter Drucker menekankan perlunya tata kelola dalam pengembangan sumber daya ekonomi di daerah. Hal ini relevan dengan pendekatan pengelolaan destinasi pariwisata ke depan yang memperhatikan kecenderungan dan fenomena pasar, perubahan lingkungan, dan tata kelola yang bersumber dari unsur sumber daya dan kapasitas lokalitas (Susanto, 2010;Gunn, 2002; Cooper, 2005). Dalam perspektif ini, pengelolaan destinasi pariwisata merupakan rangkaian tindakan dan upaya untuk meningkatkan kapasitas destinasi melalui perencanaan yang matang, implementasi yang konsisten dan pengendalian yang cermat untuk mengoptimalkan daya tarik, aksesibilitas, dan fasilitas serta masyarakat dalam rangka perolehan manfaat secara ekologis, sosial dan ekonomis.

Berbagai opsi model peningkatan tata kelola destinasi (destination management governance) diperlukan untu meningkatkan koordinasi elemen destinasi dengan strategi untuk menghubungkan berbagai rangkaian aktivitas secara sistematis tidak duplikatif berkenaan dengan promosi, pelayanan pengunjung, pelatihan, dukungan dunia usaha. Opsi jenis kelembagaan dapat berupa : otoritas publik, kemitraan dengan publik, unit pengelolaan, outsourcing swasta, kemitraan pubplik dan privat, dsbnya.

Keberlanjutan organisasi/unit usaha/entitas bisnis ditentukan oleh kualitas titik temu antara kebutuhan pasar dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu modal pengelolaan destinasi adalah unsur lokalitas yang ada di destinasi termasuk masyarakat. Otoritas dan kedaulatan lokalitas merupakan salah satu kunci sukses untuk meningkatkan kualitas keberlanjutan destinasi. Kekuatan lokal ditentukan oleh kualitas kehidupan masyarakat lokal. Unusr lokalitas ini berkenaal dengan relasi yang seimbang, kecukupan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan air minum, pendidikan, dll. Hal ini relevan dengan prinsip penerapan corporate social responsibility (CSR) dan good governance tourism (Drucker, 2010).

Dalam konteks ini, diperlukan pola manajemen berbasis nilai yang oleh Drucker dalam Pearce (2010), dijelaskan sebagai upaya mengelola sumber daya secara arif dengan tantangan keberlanjutan sosial, ekonomi dan lingkungan sebagai entitas yang saling berkaitan untuk meningkatkan kapasitas kegiatan usaha ekonomi, masyarakat dan lingkungan. Dalam perspektif manajerial moderen, pemikiran yang humanis dan membumi dalam praktik pengelolaan berbasis nilai tidak hanya berorientasi ekonomi , namun bekerja dengan bertanggungjawab terhadap masyarakat. Dengan demikian, orientasi tata kelola pariwisata ke depan memerlukan nilai organisasi yang mempertimbangkan manfaat secara berkelanjutan.

5.6.3. Penguatan Model Tripple Bottomline Stakeholder Pariwisata

Model pengelolaan dengan menggunakan triple bottom line ditujukan untuk mengintegrasikan kemampuan kewirausahaan setiap stakeholder di tingkat

Page 15: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-15

lokal dalam format : manusia (people), bumi (planet) dan keuntungan (profit) (Hammel dan Denhart, 2006). Berdasarkan pendekatan ini, maka reposisi destinasi dan produk pariwisata berorientasi kepada upaya menempatkan produk kepariwisataan lebih berfokus pada kegiatan yang melibatkan masyarakat (inter-active tourism), kepariwisataan bertema produktif yang berkelanjutan dan tidak konsumtif; keseimbangan kepentingan ekonomis dan pelestarian nilai-nilai lokal. Pengembangan kepariwisataan di Indonesia menyingkap tantangan dan problematika terhadap upaya reposisi pengembangan kepariwisataan dan penataan struktur dan organic dalam rangka menformulasikan nilai-nilai dalam kegiatan kepariwisataan. Dengan demikian tatanan pluralistik,keanekaragaman sumber daya kepariwisataan dan kebhinekaan merupakan salah satu modal inovasi dan diversifikasi produk kepariwisataan.

Dalam pandangan Page (2007), kerangka tata kelola destinasi pariwisata mengandung fungsi manajerial dengan distribusi tanggungjawab, kewenangan, kemitraan dengan berbagai tingkat di level bisnis, pemerintah termasuk kontrol masyarakat. Cooper, et al. (2005) dan UNWTO (2000) menegaskan konsep destinasi berkenaan dengan kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas kepariwisataan, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Secara konsepsional, destinasi pariwisata merupakan rangkaian keterpaduan entitas ruang (geospasial), entitas bisnis (ekonomi), entitas sosial (sosial budaya, politik), entitas lingkungan (perubahan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan).

Dalam konteks penguatan konsep sustainability dalam pengelolaan aktivitas usaha, Kotler (1997) menekankan strategi untuk memperhatikan stakeholder seperti karyawan, pemerintah, supplier, dan lingkungan. Kotler menegaskan agar perilaku prososial perusahaan diwujudkan melalui pengelolaan lingkungan, kesehatan, pendidikan dan produk organis atau ekologis. Hal ini perlu didukung dengan perilaku prososial konsumen yang antara lain memperhatikan dampak produk yang dikonsumsi, penghematan energi, melakukan daur ulang, membeli produk organik dan memanfaatkan secara cerdas dan bijak.

Format tata kelola (Cooper, 2005;) yang lebih memfokuskan penguatan struktur dan standar prosedur kerja dapat mendorong munculnya formalisme kelembagaan destinasi yang ada. Bahkan disinyalir dapat menimbulkan benturan kepentingan dan bahkan akan muncul persaingan yang tidak sehat di destinasi pariwisata. Kondisi tersebut selanjutnya akan berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan dan kualitas daya saing destinasi (Budpar, 2010). Selain itu, penerapan informasi dan teknologi dalam pengelolaan destinasi harus dikaitkan dengan mata rantai kepariwisataan dan penguatan actor-aktor lokal yang ada di destinasi dalam penciptaan pengalaman (Gunn,

Page 16: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-16

1988; Middleton and Clark, 2001).

Namun, yang perlu dicatat disini, model ini dapat menjadi dynamic model untuk menentukan kualitas pengelolaan manajemen di destinasi pariwisata di Indonesia. Pengelolaan destinasi yang tepat dan efektif merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan daya tarik (attraction management), pengunjung (visitor management) dan lingkungan sosial budaya di destinasi pariwisata. Pengembangan dan pengelolaan destinasi tidak saja dengan pendekatan nilai ekonomis namun berimbang menerapkan nilai ekonomi, nilai etika, dan nilai estetika.

Dalam pandangan Cooper (2005) dan Page (2007), prinsip dasar yang harus dijadikan norma dalam penyusunan kebijakan pengembangan destinasi kepariwisataan adalah mencakup dimensi posisi kapasitas masyarakat, lingkungan, pelibatan masyarakat, dan pertimbangan politik pembangunan. Lingkungan merupakan salah satu ekosistem yang sangat rawan terhadap intervensi yang menyebabkan hilangnya daya tarik yang dimiliki (Inskeep, 1992). Untuk meminimalisasi dampak yang terjadi maka konsep daya dukung (physical and social carrying capacity) mutlak diterapkan pada semua destinasi pariwisata (Wall, 1994; Inskeep, 1992).

5.6.4. Optimasi Keseimbangan Dimensi Ekonomi, Estetika, Etika Dalam Tata Kelola Pariwisata

Penguatan tata kelola pariwisata yang berkeseimbangan harus mampu menerapkan tiga pilar nilai yaitu nilai ekonomi, estetika dan etika yang mendorong perwujudan pariwisata kontekstual berbasis lokalitas. Dalam perspektif ini, keberlanjutan pengelolaan destinasi pariwisata ditentukan melalui penerapan nilai domestik atau nilai lokal yang ada di masyarakat. Karena itu, tata kelola berbasis keseimbangan nilai lokal terhadap intruisi nilai terinduksi dan keseimbangan asimetris nilai ekonomi, nilai estetika dan etika merupakan kunci kesuksesan pengelolaan destinasi ke depan (Teguh, 2011).

Penerapan dimensi nilai diadopsi sebagai proses manajerial untuk menghasilkan kesuksesan destinasi pariwisata yang mempertahankan dan melestarikan sumber daya lokal di destinasi sebagai katalist pembangunan kepariwisataan di daerah. Penerapan opsi pembangunan pariwisata berkelanjutan diarahkan pada pengembangan pariwisata yang bertanggungjawab yang mempertimbangkan komponen komunitas sebagai unsur utama dalam sistem pengelolaan destinasi. Karena itu, dengan menerapkan opsi tersebut dapat dihasilkan kontribusi terhadap keseimbangan nilai terinduksi dan nilai lokal yang bertujuan untuk memperkuat penerapan pariwisata berbasis masyarakat sebagai model pengelolaan detinasi ke depan.

Kepuasan masyarakat sebagai perwujudan persepsi masyarakat dan kepuasan wisatawan seyogyanya diperlakukan secara berimbang dalam

Page 17: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-17

rangka mendorong peningkatan kontribusi terhadap kesuksesan pengelolaan destinasi. Indikator kesuksesan destinasi sebagai gambaran nyata kinerja pengembangan pariwisata di daerah perlu memprioritaskan indicator-indikator penting seperti : daya dukung sosial, daya dukung fisik, kualitas pelayanan dan peran serta masyarakat. Nilai ekonomis lokal, estetis lokal dan etis lokal sebagai bentuk otentisitas dan kedaulatan masyarakat di destinasi perlu diterapkan sesuai pendekatan pariwisata masyarakat, keberlanjutan domestic, dan praktik pariwisata yang berkeseimbangan.

Destinasi merupakan entitas sosial, budaya, ruang, ekonomis/bisnis, dan keseimbangan ekosistem dan lingkungan yang saling mempengaruhi, saling melengkapi dan saling berkaitan dengan kekuatan utama masyarakat. Pendekatan metode untuk menilai persepsi dengan pengukuran kuantitatif dapat dipertimbangkan sebagai kontribusi ntu membuat berbagai keputusan dalam pembangunan destinasi. Kesuksesan pengelolaan destinasi ditentukan oleh faktor internal (pengembangan destinasi secara internal) dan eksternal (komunikasi dan pemasaran). Karena itu, diperlukan penerapan pengelolaan yang komprehensif, sistemis, konvergen, berkaitan dan interkoneksi (Teguh, 2011).

5.7. Implementasi Program DMO di Indonesia

Untuk Indonesia, tata kelola pariwisata melalui DMO tidak dimaksudkan untuk menciptakan struktur dan tatanan organisasi baru, namun lebih diarahkan untuk meningkatkan pola dan struktur yang ada, memperkuatkan basis masyarakat, memperkokoh fungsi dan optimasi stakeholder, memberikan ruang inovasi dan kreatitivitas serta inisiatif lokal, juga melalui pemanfaatan jejaring dan teknologi.

Sebagai konsep kerja (working definition), DMO dipahami sebagai tata kelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi yang terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah yang memiliki tujuan, proses dan kepentingan bersama dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat lokal (Budpar, 2009).

Sedangkan pembentukan dan pengembangan DMO mengacu pada prinsip partisipatif, kolaboratif, keterpaduan dan berkelanjutan yang dilakukan melalui pendekatan proses, manajerial dan sistemik. Rangkaian aktivitas DMO mencakup konsultasi dan advokasi, standardisasi dan pelayanan, penelitian, pemberdayaan masyarakat, investasi, pemasaran, kordinasi, kemitraan dan jejaring, manajemen krisis, penyusunan program innovasi, survey indeks pelayanan, dan monitoring dan evaluasi.

Transformasi pembentukan dan pengelolaan DMO di Indonesia tetap merujuk

Page 18: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-18

pada kapasitas, karakteristik destinasi dan kondisi sosiologis serta analisis pasar (market intelligent). Karena itu, untuk skema pengembangan DMO tahun 2011, Indonesia mendorong pengembangan DMO di 15 titik (hotspot destinasi) yang juga berkorelasi dengan pusat pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Operasionalisasi pembentukan dan pengembangan DMO di Indonesia dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

5.7.1. Tahap Peningkatan Gerakan Kesadaran Kolektif Stakeholder:

Intervensi aktivitas mencakup: assessment, baseline destinasi, melakukan stakeholder meeting, convergence meeting, membangun komitmen kerja dalam bentuk rencana aksi.

5.7.2. Tahap Pengembangan Manajemen Destinasi:

Intervensi aktivitas mencakup: penyusunan destination management plan (Blue Print, Roadmap, Master Plan), sinkronisasi kerjasama dengan pihak lain (badan/lembaga internasional), penguatan kapasitas stakholder : pemerintah, dunia usaha dan masyarakat Pelaksanaan Bimtek, Penyusunan Alternatif Institusi/Kelembagaaan, Alat Monitoring dan Evaluasi, Penataan Daya tarik, aksesibilitas, fasilitas dan masyarakat.

5.7.3. Tahap Pengembangan Bisnis:

Intervensi Aktivitas : penyusunan business plan, mata rantai bisnis, financial sustainability, pengembangan kemasan, product enchancement, quality control, supply-value chain dan investasi.

Dalam rangka menjabarkan transformasi dan tahapan tersebut diatas, setiap cluster DMO menyusun skema kerja pengembangan DMO di Indonesia. Beberapa langkah dilakukan seperti : 1. Penyusunan baseline destinasi yang digunakan untuk memotret

pemetaan dan profil, karakter, posisi dan kapasitas destinasi, 2. Pemetaan stakeholder kunci dan pendukung (key and supporting

stakeholder) 3. Penyelesaian blueprint, roadmap action plan dan workplan, 4. Model koordinasi dan sinkronisasi program termasuk project conference, 5. Ketepatan pelaksanaan dukungan dan fasilitasi, pengembangan model

manajemen, 6. Pembentukan dan pengembangan komponen bisnis 7. Mekanisme pemantauan dan eveluasi, 8. Indikator keberhasilan Dmo dengan parameter magnitude of tourism,

kualitas tata kelola, manfaat lokalitas, 9. Analisa dampak (ekonomi, sosial, budaya, lingkungan) 10. Exit strategy.

Page 19: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

5-19

5.8. Penutup

Pada tataran praksis implementatif, penerapan DMO harus diterjemahkan secara konstektual sesuai kaidah yang berlaku, berbasis lokalitas agar tidak menimbulkan friksi, perang kepentingan, egosektoral serta tidak kontraproduktif terhadap eksistensi fungsi kelembagaan yang sudah ada. Sebagai konsep, DMO berperan menjadi katalisator, motivator dan spirit untuk menggerakkan seluruh kontruksi dan entitas destinasi. Prasyaratnya adalah : komitmen dan tanggungjawab. Instrumen yang digunakan adalah melalui perencanaan sinergis, koordinasi, konsistensi dalam implementasi dan audit dampak manfaat bagi masyarakat lokal dan destinasi. Baik-buruknya pengelolaan ini akan menentukan seberapa kuat daya tarik suatu destinasi bagi pasar wisatawan, pertumbuhan kerja, lama kerja, besaran pengeluaran, kunjungan berulang dan seberapa lama manfaat dan keberlanjutannya (sustainability).

Pendekatan quality control, quality assurance dan quality management berfokus kepada pengendalian kualitas destinasi, manajemen, produk dan pelayanan pada destinasi pariwisata serta peningkatan secara berkelanjutan produk dan jasa kepariwisataan. Fakta membuktikan bahwa destinasi pariwisata yang dikelola dengan prinsip-prinsip keberlanjutan sangat efektif memberikan keuntungan jangka panjang, baik secara ekonomi, sosial maupun ekologi. Di tingkat yang lebih praksis, tata kelola destinasi pariwisata berbasis nilai merupakan faktor determin dan strategis terhadap peningkatan daya saing pariwisata. Untuk itu diperlukan pola dan kiat berbagai perangkat manajemen dalam pembangunan pariwisata termasuk tata kelola destinasi pariwisata.

Page 20: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

6-20

Artikel 6 : DMO Sebagai Strategi Pengelolaan Destinasi

http://jejakwisata.com/tourism-studies/tourism-planning-and-development/188-dmo-sebagai-strategi-pengelolaan-pariwisata.html

Oleh Nurdiyansah Dalidjo

Pariwisata (tourism) merupakan sebuah konsep multi-dimensi yang kompleks. Melihat pariwisata sebagai keilmuan, membuat kita menyadari bahwa sebuah perjalanan (tour atau travel), bukanlah sesuatu yang sederhana, tetapi hal yang begitu luas sehingga dapat melibatkan banyak persoalan dan penemuan. Sebagai implikasi dari perjalanan manusia tersebut – dengan berbagai motivasi – maka, pariwisata merupakan sebuah studi yang mampu menjelaskan berbagai hal, mulai dari kegiatan ekonomi, sosial-budaya, lingkungan, politik, hukum dan kebijakan, maupun fenomena global lainnya.

Mengapa Perlu Pengelolaan Destinasi?

Keberadaan pariwisata, tak dapat dapat ditampik, pula menimbulkan dampak buruk secara ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan. Namun di sisi lain, pariwisata juga dapat dipandang sebagai jalan keluar bagi persoalan kemiskinan, konservasi, pemberdayaan, dan lainnya. Melalui pertimbangan untuk meminimalkan atau bahkan menghapus kesenjangan antara keuntungan dan kerugian terhadap pengembangan sektor pariwisata, dibutuhkan sebuah pengelolaan (manajemen) yang baik layaknya tata kelola terhadap berbagai bentuk pengembangan lainnya. Karena masa depan adalah sesuatu yang tidak pasti, pengelolaan terhadap destinasi pariwisata juga memiliki fungsi dalam prediksi maupun mengupayakan tindakan preventif terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.

Pengelolaan juga dibutuhkan sebagai jawaban atas tuntutan keberlanjutan industri secara ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan. Melihat pariwisata sebagai industri, tentu saja, memiliki kecenderungan terhadap eksploitasi (touristfication) dari sumber daya alam maupun manusia yang memainkan peran penting dalam elemen-elemen pariwisata, seperti atraksi (alam dan budaya). Kritik pun telah muncul mengenai bagaimana pariwisata akan mengalokasikan sumber daya secara tepat, termasuk manusia sebagai pekerja/buruh, serta pola konsumsi terhadap relasi yang dibentuk, yang menurut Marxisme adalah sebuah relasi eksploitatif antara kapitalis dan buruh, juga manusia terhadap alam. Untuk itulah kemudian, manajemen keorganisasian terhadap sebuah destinasi pariwisata menjadi suatu keharusan, bukan sebagai bentuk implementasi dari perencanaan semata, melainkan suatu tata kelola yang berkelanjutan secara keseluruhan dengan keterlibatan semua pihak (stakeholders), khususnya masyarakat lokal.

Sejalan dengan pandangan Inskeep (1991: 27), partisipasi masyarakat lokal untuk mengutarakan pandangan dan pendapatnya dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, merupakan aspek penting terkait pengelolaan destinasi guna menghindari terjadinya resistensi, konflik, sekaligus memberdayakan dan

Page 21: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

6-21

memberikan keuntungan (profit) bagi mereka. Dengan terbukanya ruang bagi masyarakat lokal, akan menjadi alternatif upaya untuk menghindari adanya relasi eksploitatif yang memposisikan masyarakat lokal di sekitar destinasi pariwisata, bukan hanya sebagai buruh yang bekerja untuk pengelola, tetapi justru mereka-lah bagian dari aktor tersebut.

DMO: Definisi dan Implikasi

Menurut UNWTO (2008), DMO memiliki fungsi untuk memimpin dan mengkoordinasikan elemen destinasi (atraksi, amenitas, aksesibilitas, SDM, citra/image, harga), marketing, maupun lingkungan yang berkelanjutan (sustainable). Dalam hal ini, DMO menjadi sebuah perspektif yang hendak memberikan ruang partisipasi bagi semua pihak untuk terlibat dalam mengelola sebuah destinasi pariwisata. DMO tidak hanya berperan guna pengembangan produk, marketing dan promosi, serta perencanaan dan penelitian saja, melainkan memainkan peran sebagai pembentukan tim dan kemitraan, jalinan masyarakat (community relation), serta koordinasi dan kepemimpinan. (Destination Consultancy Group, 2010)

Dalam publikasi Pembentukan dan Pengembangan DMO yang dikeluarkan Kemenbudpar (sekarang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia), DMO didefinisikan sebagai:

Tata kelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi, dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi, yang terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah yang memiliki tujuan, proses dan kepentingan bersama dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat lokal.

Untuk mencapai tahapan tertinggi dalam destination management, Alastair Morrison dalam Konferensi Nasional DMO di Jakarta (Agustus, 2010), menjelaskan bahwa panduan DMO dimulai dari product development, marketing, riset, komunikasi, community relations, pengembangan sumber daya, hingga kemudian tahapan pengelolaan (governance) dan pelaporan.

Untuk mengaplikasikan konsep-konsep pengembangan yang berkelanjutan melalui DMO, terdapat pembagian tiga skala, meliputi skala lokal, nasional, dan regional. Tak berbeda jauh dengan penjelasan dan panduan mengenai DMO yang telah lebih dulu dipaparkan oleh UNWTO, DMO versi Kemenbudpar pun menerapkan prinsip partisipatif, keterpaduan, kolaboratif, dan berkelanjutan.

Cesar Castaneda (2010) dalam The Role of DMO yang dipresentasikan juga pada Konferensi Nasional DMO, menjelaskan bahwa keuntungan yang bisa digali dari DMO adalah establishing a competitive edge, ensuring tourism sustainability, spreading the benefits of tourism, improving tourism yield, dan building a strong and vibrant brand identity. Di Indonesia sendiri DMO diarahkan untuk bisa berfungsi

Page 22: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

6-22

sebagai penggerak ekonomi lokal, pemasar lokal, koordinator industri, lembaga yang mewakili pengelola, dan membangun nilai unik (kebanggan) komunitas lokal.

Memperkaya khasanah mengenai DMO, Myra P. Gunawan dan Helmi Himawan (2010) dalam Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Inovasi dalam Sistem Pengelolaan Destinasi – sebagai suatu sistem – DMO memiliki 3 karakter penting yang mencakup hierarki (destinasi utama dan penunjang, skala kecil dan besar), struktur, dan jejaring (hubungan keterkaitan, baik fisik maupun non-fisik). Karena kelembagaan DMO bersifat sebagai suatu institusi sosial – tidak selalu menjadi organisasi formal - maka, DMO akan tergantung pada peran aktor-aktor kunci di dalamnya dalam menjalankan nilai, norma, keyakinan, dan tujuan yang dianut serta hendak dicapai bersama (Phil Janianton Damanik dalam Pengembangan Organisasi Manajemen Destinasi: Tinjauan Sosial Budaya, 2010)

Sebagai suatu kebijakan yang diinisiasikan dan diimplementasikan oleh Pemerintah, realisasi DMO terhadap 15 destinasi yang terpilih (Pangandaran, Danau Toba, Komodo-Kelimutu, Java promo-Borobudur, Bunaken, Bali-Danau Batur, Rinjani, Kota Tua Jakarta, Toraja, Bromo-Tengger-Semeru, Raja Ampat, Wakatobi, Tanjung Puting, Derawan dan Sabang), tidak semuanya berjalan lancar sesuai rencana. Kini, program DMO yang berada di bawah Dirjen Pengembangan Destinasi, Kemenbudpar (2010) ini menemui sejumlah kendala dan masalah, meliputi persoalan implementasi, strategi komunikasi (sosialisasi), koordinasi, skema kerja sama kolaboratif pihak-pihak terkait, kebijakan pendukung, dana, komitmen, hingga masalah monitoring-evaluasi.

DMO memang berupaya untuk menjawab berbagai tantangan industri pariwisata ke depannya, namun untuk menjadikan DMO sebagai suatu paradigma dan strategi, tidak akan terlepas dari upaya terhadap bagaimana seharusnya menjadikan industri pariwisata lebih berkelanjutan (ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan). Pariwisata sebagai industri yang miltidimensional dan lintas sektor, mendesak kerja sama semua pihak, mulai dari pemerintah, swasta, masyarakat, akademisi, aktivis (organisasi non-pemerintah), serta media massa untuk terlibat ke dalam sebuah “kapal” dengan keberlanjutan industri sebagai dermaganya. Bagi negara berkembang dengan kekayaan alam dan budaya yang begitu besar, konsep pengembangan pariwisata melalui DMO benar-benar diperlukan menjaga keberlangsungan secara menyeluruh bagi semua pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dari kedatangan wisatawan di sebuah destinasi pariwisata.

Page 23: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

7-23

Artikel 7 : "DMO" TIDAK BISA DIWUJUDKAN DALAM JANGKA PENDEK

http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/38491/dmo-tidak-bisa-diwujudkan-dalam-jangka-pendek

Program "Destination Management Organization:DMO" yang telah ditetapkan pemerintah di 15 lokasi tujuan wisata tidak bisa diwujudkan dalam jangka pendek, kata Kepala Bagian Perencanaan dan Kerjasama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Frans Teguh.

Usai menghadiri seminar "Peran Industri Perjalanan Dalam Mendukung Pariwisata Kreatif di Indonesia" di Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung, Jumat, ia mengatakan dibutuhkan waktu sekitar 10-15 tahun bagi setiap lokasi DMO untuk menjadi daerah tujuan wisata berkualitas.

"Pengalaman-pengalaman di negara lain sebetulnya suksesnya sebuah DMO itu tidak bisa lima tahun, tapi mungkin butuh 10-15 tahun menjadikan destinasi itu berkualitas dan berdaya saing dengan tata kelola yang baik," tuturnya.

Target DMO hingga 2014, menurut Frans, hanya disesuaikan dengan akhir masa bakti Kabinet Indonesia Pembangunan II. Namun, lanjut dia, DMO sebenarnya suatu program yang harus dilanjutkan hingga terwujudnya tata kelola pengelolaan suatu destinasi wisata yang berkualitas.

"Sebenarnya tumbuhnya destinasi-destinasi ini dalam konteks penerapan model DMO tidak bisa dengan target waktu yang pendek, tetapi bahwa cara kerjanya periode kementerian ini dengan target sampai 2014 harus menjadi program yang dilanjutkan atau didukung sampai terwujudnya tata pengelolaan destinasi wisata yang berkualitas," tuturnya.

DMO adalah tata kelola destinasi pariwisata yang mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi, dan pengendalian organisasi pariwisata di Indonesia yang ditetapkan pada 2010.

Terdapat 15 lokasi DMO yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rencana strategis industri pariwisata untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata yang dikelola secara profesional dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokal, yaitu Sabang, Danau Toba.

Selanjutnya, kawasan kota tua Jakarta, Tanjung Puting, Pangandaran, Borobudur, Bromo dan Semeru serta kawasan Tengger, Danau Batur, Rinjanji, Pulau Komodo, Wakatobi, Derawan, Tana Toraja, Bunaken, serta Raja Ampat.

Menurut Frans, tujuan DMO di setiap destinasi itu adalah untuk menjembatani berbagai aktor dan pemangku kepentingan dalam pengembangan industri pariwisata sehingga tidak terjadi rivalitas atau duplikasi peran.

"Jadi semua pihak merasa punya kontribusi, manfaat, dan fungsi yang jelas dalam

Page 24: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

7-24

pengelolaan destinasi pariwisata, tidak hanya diambilalih atau dikendalikan oleh satu pihak karena pariwisata itu wataknya multi disiplin, multi aktor, dan multi stakeholder," ujarnya.

Setidaknya, jelas Frans, terdapat empat tahap dalam pengembangan DMO yaitu gerakan peningkatan kesadaran kolektif dari berbagai pemangku kepentingan pada tahap pertama sehingga memiliki persepsi yang sama dalam membangun destinasi pariwisata.

Tahap kedua, menurut Frans, adalah pengembangan manajemen yang meliputi penataan dan perencanaan peta jalan pembangunan destinasi pariwisata.

Sedangkan tahap ketiga adalah pengembangan bisnis untuk mendorong kemampuan wirausaha sehingga masyarakat lokal mendapat manfaat dari aktivitas pariwisata.

Tahap terakhir adalah penguatan organisasi atau kelembagaan sehingga setiap pemangku kepentingan mempunya rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap destinasi wisata tersebut.

Page 25: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

8-25

Artikel 8 : DMO Harus Mampu Kembangkan Kreativitas Masyarakat

http://travel.kompas.com/read/2012/04/04/22282335/DMO.Harus.Mampu.Kembangkan.Kreativitas.Masyarakat

beradaan Destination Management Organization (DMO) dalam pengembangan pariwisata Indonesia harus mampu mengembangkan masyarakat kreatif sebagai bagian penting, sekaligus menjadi daya tarik utama suatu daerah tujuan wisata.

Hal itu dikemukakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu ketika memberikan sambutan dalam acara peresmian sekretariat dan pengukuhan anggota DMO Flores, Rabu (4/4/2012), di Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Mari hadir bersama rombongan, di antaranya Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Firmansyah Rahim.

"Di tiap tempat wisata ada industri kreatif, dan yang menjadi pusatnya adalah masyarakat. Ini perlu diperhatikan, dan saya titip juga kepada DMO Flores agar memperhatikan aspek ini, sebab masyarakat kreatif itu akan menjadi daya tarik utama suatu destinasi wisata," kata Mari.

Mari mencontohkan, dari 14 penari Wanda Pala, yang menyambut kedatangannya di sekretariat DMO Flores masing-masing penari mengenakan sarung tenun dengan corak yang berbeda-beda. Hal itu mencerminkan kekayaan dan kearifan tradisional yang begitu kaya, juga menunjukkan masyarakat yang kreatif, yang perlu terus diperhatikan dan dibina agar mereka makin berkembang.

"Perancang busana Oscar Lawalata dalam satu pameran pernah menyampaikan ada sekitar 600 corak dan warna sarung tenun yang berbeda-beda untuk kawasan Flores saja, belum termasuk yang di Sumba dan Timor. Ini cerminan begitu kayanya kearifan tradisional, dan masyarakat yang kreatif di Flores," ungkap Mari.

DMO Flores merupakan salah satu dari 15 DMO di Indonesia yang dikembangkan oleh Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata. Program itu untuk menyinergikan antara aksesibilitas, infrastruktur publik dan pariwisata, masyarakat, serta daya tarik obyek wisata.

Di sekretariat DMO Flores, Mari juga melihat-lihat sejumlah hasil kerajinan dari kelompok perajin tenun ikat, kelompok kuliner pangan lokal, maupun kelompok perajin kain bordir di Ende.

Ketua Tim Pengelola Kerajinan Desa Raporendu Ende, Dewi Sri (31) mengatakan, kelompok perajin binaannya mendapat dana pengembangan kelompok sebesar Rp 70 juta dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pariwisata. Anggotanya meliputi 15 kelompok perajin tenun ikat (tiap kelompok beranggotakan 10-20 orang), lalu 15 orang kelompok kuliner pangan lokal, dan perajin kain bordir 10 orang.

"Kami telah mengembangkan pembuatan sajadah dari kain tenun ikat bermotif

Page 26: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

8-26

masjid. Kami juga membuat tudung saji, tas, tempat tisu, baju bodo, dengan kombinasi kain tenun dan bordiran. Kami membuat pula produk kuliner seperti rolade ikan, bakso ikan, dan abon ikan," kata Dewi Sri.

Ketua DMO Flores, Yakobus Mbira mengatakan, keberadaan DMO Flores agak berbeda dengan 14 DMO lain. DMO Flores merupakan destinasi wisata yang paling besar wilayahnya, sebab mencakup 8 kabupaten, yakni dari Manggarai Barat hingga Flores Timur. DMO lainnya, di antaranya adalah Rinjani, Bali, Toba, Bunaken, Sabang, Wakatobi, Raja Ampat, Kota Tua Jakarta, Pangandaran, dan Bromo-Tengger-Semeru.

Chief Executive Officer (CEO) DMO Flores, Adi Soenarno mengemukakan, DMO Flores mempunyai visi menjadikan Pulau Flores sebagai destinasi wisata petualangan dan budaya terbaik di Asia Tenggara pada tahun 2020.

Page 27: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

9-27

Artikel 9 : DMO, Empat Tahap Kembangkan Wisata Unggulan

http://www.bandungoke.com/index.php?page=view&class=Berita&id=120714165114

ADA empat tahap dalam intervensi pengembangan DMO. Pertama, peningkatan kesadaran kolektif para stakeholder. "Di sini stakeholder

dituntut untuk melakukan koordinasi dengan pihak-piak terkait untuk menyamakan persepsi tujuan pembanguna pariwisata," jelas Frans Teguh, Kepala Bagian Perencanaan dan Kerjasama, di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB), Jumat (13/7).

Kedua, tahap pengembangan manajemen. Dalam tahap ini, jelasnya, para stakeholder harus melakukan penataan perencanaan atau roadmap yang jelas ke depannya.

Ketiga, tahap pengembangan bisnis. "Masyarakat lokal harus bisa didorong jiwa kewirausahawannya agar dapat ikut serta merasakan proses pengelolaan DMO," paparnya.

Terakhir, tata pengelolaan dalam penguatan organisasi atau kelembagaan. Yang ditekankan bukan sisi kelembagaannya. Tapi sisi pengelolaan destinasi yang tumbuh dan menjadi bagian seluruh pihak, baik dari pihak swasta maupun pemerintah.

“Sehingga seluruh pihak memiliki konstitiusi, fungsi dan wewenang dalam mengelola DMO tersebut," tambahnya,

Sementara itu menurut Ketua STPB, Noviendi Makalam, kajian-kajian yang dilakukan oleh para akademisi dalam hal ini mahasiswa harus bisa dibuat sebagai indikator kinerja bagi para pihak.

"Ini untuk melihat apakah dalam lima tahun ke depan ada berapa DMO yang bisa dikembangkan," ujarnya.

Ke-15 DMO ini, sambung Makalam, harus bisa menjadi output di tahun 2014. "Sehingga nantinya ada destinasi-detinasi unggulan yang akan berkembang sebagai kawasan pariwisata utama di Indonesia," tambahnya.

Page 28: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

10-28

Artikel 10 : Pengelolaan wisata dengan model Destination Management Organization (DMO)

http://m.antaranews.com/berita-fokus.php?url=unas&newsid=1281338132&t=pengelolaan-wisata-model-dmo-perlu-30-tahun

Pengelolaan wisata dengan model Destination Management Organization (DMO) yang akan segera diterapkan pada beberapa obyek wisata tanah air memerlukan waktu setidaknya 30 tahun.

"Pengelolaan wisata model DMO ini memerlukan waktu dan tahapan yang lama setidaknya 30 tahun," kata Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Firmansyah Rahim, di Jakarta, Jumat, dalam acara Konferensi Nasional DMO. Ia mengatakan, melalui penerapan DMO tersebut pihaknya belum bisa menargetkan terjadinya peningkatan kunjungan wisatawan dalam waktu dekat.

Menurut Firman, hal terpenting dalam jangka pendek melalui penerapan DMO adalah menata dan mengelola destinasi sehingga terjadinya tata kelola yang baik dan menguntungkan semua pemangku kepentingan termasuk keberlanjutan alam. "Jika semua telah berjalan baik, pelayanan meningkat, otomatis wisatawan ingin datang lagi ke destinasi itu," katanya.

Berbagai pemangku kepentingan segera membahas konsep pengelolaan kawasan wisata secara Destination Management Organization (DMO) pada konferensi nasional DMO di Jakarta pada 6-7 Agustus 2010. "Berbagai pemangku kepentingan membahas konsep DMO dalam konferensi nasional ini sekaligus sebagai ajang untuk `sharing best practices` dari sejumlah pengelola destinasi pariwisata di antaranya Swisscontact Indonesia yang mengembangkan destinasi pariwisata Flores, NTT," kata Firmansyah.

Pertemuan itu bertujuan untuk meningkatkan keterpaduan dan kualitas pengelolaan destinasi dalam kegiatan "destination management system" melalui konsep DMO. "Kegiatan konferensi ini juga untuk menyusun pola pembentukan dan pengembangan, menyusun indikator, kriteria dan model pengembangan, serta pengelolaan destinasi melalui konsep DMO," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenbudpar, Winarno Sudjas, mengatakan, melalui pertemuan itu diharapkan akan menghasilkan sejumlah rumusan pola pengelolaan destinasi secara terpadu serta teknik-teknik pengelolaan destinasi yang nantinya akan disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan. "Hasil konferensi juga akan digunakan untuk mempercepat pembentukan dan pengembangan 15 DMO di Indonesia dalam lima tahun ke depan," katanya seperti dikutif Antaranews.

Pihaknya memang menargetkan sampai 2014, sebanyak 15 kawasan wisata dikelola secara DMO meliputi Kota Tua Jakarta, Pangandaran, Danau Toba,

Page 29: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

10-29

Bunaken, Tana Toraja, Mentawai, Bukittinggi, Borobudur, Rinjani, Raja Ampat, Wakatobi, Tanjung Puting, Derawan, Danau Batur-Kintamani, dan Pulau Komodo-Kelimutu-Flores, serta Bromo-Tengger-Semeru.

Sejumlah pemangku kepentingan hadir dalam pertemuan itu di antaranya kalangan ahli, praktisi, akademisi, pejabat pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat yang terlibat langsung dalam DMO. DMO merupakan pola pengelolaan atau manajemen sebuah kawasan wisata melalui keterlibatan seluruh pemangku kepentingan mulai masyarakat, pengusaha, sampai pemerintah daerah dan pusat dengan menggunakan pola partisipatif dengan sasaran memberikan benefit kepada semua pihak.

Bagi masyarakat pola pengelolaan DMO diharapkan akan memberikan kesejahteraan, bagi pengusaha akan memberikan keuntungan yang wajar, dan bagi pemerintah akan memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).Selain itu melalui pola DMO juga diharapkan lingkungan terpelihara serta kearifan lokal di sekitar kawasan wisata semakin terjaga.

Page 30: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

11-30

Artikel 11 : DMO Cegah Ekses Negatif Pariwisata

http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=32&id=39897

Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenbudpar, Firmansyah Rahim mengatakan, Destination Management Organization (DMO) atau tata kelola daerah tujuan wisata akan dapat mencegah terjadi ekses negatif pariwisata. Selain diharapkan tumbuhnya benafid atas perkembangan kepariwisataan di suatu daerah. Hal itu dikatakannya saat Konferensi Nasional DMO di Jakarta, Jumat (6/8) kemarin.

Menurut Firmansyah, DMO akan mendorong pengelolaan kepariwisataan yang lebih baik, dan pada gilirannya wisatawan yang datang akan terkesan dan kembali lagi untuk menikmati nuansa yang ada. ''Karena mereka terkesan, tentu mereka akan kembali dan mengajak yang lain untuk datang,'' paparnya.

Yang pasti, DMO dimaksudkan untuk meningkatkan keterpaduan dan kualitas pengelolaan destinasi. Komponen yang terlibat, kata dia, nantinya berkomitmen untuk menjaga agar distinasi tidak rusak dan terus dikelola dalam rangka peningkatan kualitas destinasi.

Kegiatan konferensi diharapkan menghasilkan sejumlah rumusan pola pengelolaan destinasi secara terpadu, serta teknik-teknik pengelolaan destinasi yang nantinya disosialisasikan kepada stekeholder. Hasil konferensi diharapkan menjadi acuan untuk mempercepat pembentukan dan pengembangan 15 DMO di Indonesia dalam lima tahun ke depan 2010-2014.

Page 31: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

12-31

Artikel 12 : Bangkitkan Daerah dengan Metode Destination Management Organization

http://www.indopos.co.id/index.php/arsip-berita-indopos/34-berita-nasional/14392-bangkitkan-daerah-dengan-metode-destination-management-organization.html

SEKTOR pariwisata merupakan salah satu komponen pembangunan nasional dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Untuk mengoptimalkan kontribusi manfaat pariwisata, diperlukan pola perencanaan dan pengolaaan yang berkesinambungan. Pengolahan pariwisata tidak mudah karena bersifat multidimensi dan multisektor sehingga memerlukan dukungan dan keterpaduan dan sistem kepariwisataan. Pola manajemen destinasi di daerah yang dinilai belum maksimal, membuat pemerintah menerapkan metode destination management organization (DMO). Pola tersebut dinilai cukup ampuh, karena melibatkan langsung semua pihak yang terkait pemangku kebijakan dan kepentingan.

Mulai dari pemerintah daerah sampai ke pengusaha yang menanamkan modal. Tujuan DMO sendiri adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga destinasi bisa berkembang dengan baik dan maksimal. ’’Kami tidak membentuk badan baru, akan tetapi menyinergikan seluruh kekuatan atau pelaku-pelaku yang ada. Untuk meningkatkan destinasi agar bisa maksimal harus bekerja saling terkait dalam kondisi yang sama. Semua pihak dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga tejadi aktivitas yang sehat di daerah tersebut dan destinasi layak untuk dikunjungi,’’ urai Ketua Tim DMO Frans Teguh yang diamini oleh Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Firmansyah Rahim. Keuntungan DMO masuk daerah adalah adanya pihak yang bisa menjembatani atau menjadi tim koordinasi pada destinasi yang bersangkutan. Untuk mengetahui siapa saja stakeholder yang beperan bekerja di lokasi, sudah maksimalkah potensi destinasi, bagaimana dengan masyarakat sekitar, dan bisa menikmati hasil pengembangan destinasi tersebut. ’’Progam ini, secara esensi, prinsip pengelolaan sudah pernah ada.

Praktik pengelolaan destinasi seperti ini pun sudah pernah ada, destinasi manajemen konsep atau dengan nama lain. Hanya DMO memaksimalkan, selama ini kalau misalnya destinasi itu disebut sudah bekerja dengan maksimal, yang jadi pertanyaan, pengelolaannya sudah benar belum. Seberapa besar potensi pariwisata, adakah koordinasi yang baik dengan pihak lain (lintas kementerian) yang mendukung suksesnya pariwisata pada destinasi terkait,” urai Frans. Sekali lagi Frans menegaskan, DMO bukan perkara bikin badan. Tersendatnya pengembangan destinasi pariwisata pada salah satu daerah tak lepas dari adanya konflik kepentingan. Hadirnya DMO berharap bisa saling melengkapi. Sebagai produk yang menjembatani, tim DMO harus bisa berbicara dengan pemerintah daerah. Karena destinasi itu milik daerah, bukan pemerintah pusat. Fungsi lain DMO adalah mengsinkronkan dan menyusun rencana yang terarah, agar tidak timbul persoalan. Frans menggambarkan, konsep DMO tersebut sama saja dengan

Page 32: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

12-32

membuat orkestra. Di mana semua pihak pemain di dalamnya harus sepakat, lagunya naskah sampai iramanya. Sehingga ada kesinambungan.

Sejauh ini Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata melalui Ditjen Pengembangan Destinasi menerapkan DMO pada15 titik. Daerah yang menjadi proyeksi hingga 2014 meliputi Pangandaran, Danau Toba, Komodo- Kelimutu-Flores, Borobudur, Bunaken, Bali, Rinjani, Kota Tua Jakarta, Toraja, Bromo- Tengger- Semeru, Raja Ampat, Wakatobi, Tanjung Putting, Derawan, dan Sabang Aceh. Pola penembangan satu satu destinasi ke destinasi lain berbeda kajian yang diterapkan. DMO menjadi alat mulai dari menilai, sampai kapasitas, termasuk melihat apa potensi dan daya tarik lain, dari yang selama ini sudah menjadi alasan pengujung untuk datang. Even apa yang bisa dilakukan di daerah tersebut. Siapa pemain utamanya dan siapa pemain pendukung yang membangkitkan destinasi tersebut. ”Pola DMO mengajak semua pihak untuk bisa saling bertukar pikiran.

Mulai dari penata sampai dengan promosi, meski promosi bisa berjalan setelah semua sudah baik. Tapi bisa juga ada daya tarik yang perlu dipromosikan saat masih proses berlangsung. Artinya destinasi kita akan semakin tertata dengan baik seperti negara- negara maju,” tambahnya. Pada dasarnya destinasi itu milik daerah, pusat (Kemenbudpar) sebagai alat koordinasi. Tim DMO pun menjemput bola menyambangi siapa saja yang berkepentingan di sana. Mulai dari pekerjaan umum, PLN, pihak kebersihan, hingga pengembangan SDM. Hal ini bertujuan agar mata rantai terbangun. Fase DMO itu terkait gerakan kesadaran kolektif, pendidikan, dan manajemen. Cara pendekatan pemilihan destinasi menjadi proyeksi DMO melalui ketertarikan pasar dan dorongan produk.

Page 33: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

13-33

Artikel 13 : Wisata Candi Borobudur Belum Sejahterakan Penduduk Sekitar

http://jogja.tribunnews.com/2012/07/26/wisata-candi-borobudur-belum-sejahterakan-penduduk-sekitar

Keberadaan Candi Borobudur sebagai obyek wisata, dikatakan Direktur Perancangan dan Investasi Pariwisata, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Drs. Lokot Akhmad Enda, MM, masih sangat kecil pengaruhnya dalam meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Karena itu, menurut Lokot, perlu digalakkan penataan sumber daya manusia, kualitas lingkungan, kualitas budaya, fasilitas pariwisata serta sarana prasarananya melalui konsep Destination Management Organization (DMO).

“Menurut beberapa peneliti, pengaruh Borobudur memang masih sangat kecil terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar lingkungan candi. Dengan prinsip-prinsip DMO, yaitu partisipatif, kolaboratif, keterpaduan, dan berkelanjutan, diharapkan akan tercapai target pada sisi ekonomi, lingkungan, sosial budaya, dan kualitas pengelolaan destinasi,” ujarnya saat beraudiensi dengan Bupati Magelang Ir. Singgih Sanyoto beserta jajarannya, kemarin (25/7/2012).

Turut serta dalam audiensi terseut, Sekda Kabupaten Magelang, Drs. H. Utoyo, tim ahli DMO Cluster Budaya Prof. Yuana Mardjuka serta tim teknis DMO Borobudur. DMO menurut Lokot adalah program baru rencana strategis Kemenparekraf. DMO disampaikannya memiliki pengertian tata kelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis. Mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistematik melalui pemantauan jejaring informasi dan teknologi.

“Konsep ini secara terpadu menyatu dengan peran masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah yang berkepentingan bersama untuk meningkatkan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat lokal,” kata Lokot.

Sementara itu, Bupati Magelang Ir Singgih sanyoto menyataka mengapresiasi dan mendukung program DMO untuk pengembangan destinasi obyek wisata Candi Borobudur tersebut. Ia berharap, nantinya program tersebut tetap memperhatikan budaya dan kearifan lokal dan kesakralan candi Borobudur sebagai tempat suci untuk beribadat umat Budha. “Jangan sampai di sisi lain terkesan bahwa candi Borobudur hanya dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi saja,” tandasnya.

Page 34: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

14-34

Artikel 14 : Dua DMO di Indonesia Mulai Maju

http://www.globalfmlombok.com/content/dua-dmo-di-indonesia-mulai-maju

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berupaya untuk terus fokus memaksimalkan 15 Destination Management Organization (DMO) di tahun 2012 ini. Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional 2010 hingga 2025. Dari 15 DMO yang sedang dikembangkan, 2 diantaranya mengalami kemajuan cukup baik, yakni Pangandaran Jawa Barat dan Danau Toba Sumatera Utara.

"Dalam pengembangannya, pemerintah sangat memperhatikan kondisi lingkungan, sehingga cocok untuk jenis wisata alam, budaya, atau pun wisata buatan,” kata Kepala Subdit Kawasan Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenparekraf, Torang Nasution, kepada wartawan, disela acara Workshop Penyusunan DMO, Identifikasi Potensi Pegembangan Produk Ekonomi, Tata Kelola Kawasan Rinjani, di Hotel Lombok Raya, Mataram, Selasa (17/7).

Torang menyebutkan, 15 DMO yang akan dikembangkan di Indonesia, yaitu Sabang Aceh, Danau Toba Sumut, Kota Tua Jakarta, Tanjung Putting Kalimantan, Pangandaran Jabar, Borobudur Jateng dan Gunung Bromo Jatim. Selain itu, Gunung Semeru Jateng, Engger, Danau Batur Bali, Gunung Rinjani NTB, Pulau Komodo Flores, Wakatobi Sulteng, Derawan Kaltim, Tana Toraja Sulsel, Bunaken Sulut, dan Raja Ampat Papua Barat.

Setidaknya lanjut Torang, terdapat empat tahap dalam intervensi pengembangan DMO. Keempat tahapan tersebut, yakni peningkatan kesadaran kolektif para stakeholder, pengembangan manajemen. Dalam tahap ini para stakeholder harus melakukan pentaan perencanaan atau roadmap yang jelas kedepannya. Tahap ketiga, yaitu pengembangan bisnis dan terakhir tahap tata pengelolaan dalam penguatan organisasi atau kelembagaan.

“DMO sendiri merupakan tata kelola destinasi pariwisata yang mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi dan pengendalian organisasi pariwisata di Indonesia yang ditetapkan pada 2010 hingga 2014. Dalam hal ini, Kemenparekraf hanya sekedar memfasilitasi perkembangan DMO tersebut di 15 daerah yang telah ditetapkan,” tuturnya.

Page 35: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

15-35

Artikel 15 : Kembudpar: Rp2 Miliar-Rp4 Miliar Per DMO

http://jambitourism.co.id/kembudpar-rp2-miliar-rp4-miliar-per-dmo/

Pedoman utama Destination Management Organization (DMO) atau tata kelola destinasi adalah perlu adanya komitmen dan rasa memiliki dari semua elemen yang terlibat, mulai dari masyarakat, pemerintah, dan industri pariwisata.

Dirjen Pengembangan Destinasi Wisata Kemenbudpar Firmansyah mengatakan, pihaknya tidak bisa mendikte, hanya bisa bersifat memfasilitasi. “Kita datang ke daerah dan melakukan pendekatan kepada mereka, apakah mau kembangkan daerahnya yang destinasi wisata. Karena destinasi wisata bukan punya pusat, daya tarik wisata kan punya daerah,” katanya di Gedung Sapta Pesona.

Pihaknya secara terus menerus perlu melakukan pendekatan. Hal ini yang mereka lakukan saat uji coba DMO di Danau Toba dan Pangandaran. Ia menambahkan pendekatan tidak bisa dari level atas ke level bawah, melainkan harus bersifat partisipasi dan bottom up (dari level bawah ke level atas).

“Jadi harus dari masyarakat dulu. Kalau semua sudah mau, baru bisa jalan. Pendekatan terus-menerus, jadi bisa berkali-kali. Pendekatan juga ke ketua adat atau tokoh yang dihormati, harus didatangi juga. Masyarakat setempat kita kumpulin. Kalian sepakat gak tempat dijadikan wisata. PHRI juga ditanya mau gak buat hotel. Asita dan pemerintah daerah juga ditanya. Sehingga pada akhirnya ada kesepakatan di antara stakeholder semua,” jelasnya.

Jika telah terjadi kesepakatan bersama, baru kemudian dibuat rencana kerja. Selain itu juga dibuat kesepakatan untuk target dan indikator keberhasilan.

“Indikator keberhasilan dilihat dari tingkat kunjungan, pelayanan yang baik, lingkungan tetap terjaga, kesejahteraan masyarakat naik, aktivitas pariwisata naik. Tapi kan daari awal ini komitmen masyarakat. Jadi disepakati bersama juga target waktu dan apa yang mau diukur kalau DMO berhasil,” katanya.

Sebagai contoh di Danau Toba, menurut Firmansyah semua pihak akhirnya sepakat menetapkan target sebagai ukuran keberhasilan, yaitu jumlah kunjungan mencapai 300 ribu wisatawan mancanegara dalam setahun. Mereka juga menetapkan jangka waktu program selama lima tahun.

“Mereka menyatakan sanggup mendapatkan wisman 300 ribu di tahun 2014. Dulu Danau Toba dikunjungi sampai 300 ribu wisman. Tapi beberapa tahun belakangan cuma 100 ribuan saja,” katanya. Staf dan Tenaga Ahli

Kemenbudpar menganggarkan Rp 2 miliar-Rp 4 miliar per DMO untuk memfasilitasi pertemuan. Untuk tenaga ahli, bisa berasal dari swasta, LSM, lembaga pendidikan pariwisata, atau tokoh masyarakat. Tenaga ahli yang dipilih adalah yang sudah terbiasa di kalangan masyarakat setempat dan mengerti budaya dan bahasa setempat. Serta berpengetahuan tentang pengembangan pariwisata. Firmansyah juga menjelaskan bahwa instansi pemerintah lain pun dilibatkan.

Page 36: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

15-36

“Dinas Pekerjaan Umum, Perhubungan, Kelautan, dan lain-lain. Misalnya ada jalan perlu diperbaiki berarti berhubungan dengan PU,” tuturnya.

Saat ditanya apakah yang menjadi kesulitan utama, Firmansyah menjawab, kesulitan ada di pendekatan. “Pendekatan yang paling sulit, salah masuk bisa keliru. Banyak yang kita dekati merasa ini proyek. Kita perlu ownership dari masyarakat. Masyarakat harus merasa memiliki dulu. Ini pedomannya membangun kesadaran adanya ownership dan trust. Perlu proses untuk mendapatkan inisiatif dan partisipasi dari masyarakat,” jelasnya.

Ia menambahkan jika sebatas proyek dari pemerintah cenderung mendapatkan penolakan. “Karena masyarakat tidak merasa memiliki. Misalnya pemerintah pusat membangun obyek wisata, dia merasanya itu milik pusat. Jadi ini kita memulai dari yang punya tempat. Nantinya yang dapat dia juga. Kalau berhasil yang dapat daerah juga,” ungkapnya.

Sebagai gambaran, di Danau Toba memerlukan sampai 15 pertemuan untuk mencapai kesepakatan.

Page 37: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

16-37

Artikel 16 : Ini Tipsnya, Destinasi Masuk Program DMO

http://jambitourism.co.id/ini-tipsnya-destinasi-masuk-program-dmo/

da 15 destinasi wisata yang masuk dalam Destination Management Organization (DMO) atau tata kelola destinasi. Jika dibandingkan dengan luasnya Indonesia, angka lima belas terkesan sedikit.

“Dalam Rensra kita untuk tahun 2011-2014 terdapat 29 destinasi wisata untuk dibenahi. Ada yang kita akan biayai dan harus cepat itu masuk ke dalam DMO. Yang 15 masuk program DMO. Yang 14 kita kembangkan dulu daya tariknya,” kata Dirjen Pengembangan Destinasi Wisata Kemenbudpar, Firmansyah di Gedung Sapta Pesona Jakarta belum lama ini.

Sementara itu, Deputi Direktur Perencanaan dan Hukum Ditjen Pengembangan Destinasi Wisata, Frans Teguh mengatakan 14 destinasi tersebut diantaranya adalah Mentawai, Nias, Karimunjawa, Gunung Tambora, Kepulauan Seribu, Tanjung Lesung, Togian, Pulau Abang, Sleman, Dieng, dan lain-lain.

“Sebanyak 29 destinasi yang akan dibenahi itu ada di 22 provinsi. Padahal kita punya 33 provinsi. Yang 11 provinsi masuk dalam PNPM Desa Wisata,” jelas Frans.

Firmansyah mengatakan kajian DMO telah dilakukan pihaknya sejak 2007. Berbagai pertimbangan membuat pihaknya mengerucutkan destinasi yang perlu dibenahi.

“Indonesia memiliki 200 lebih destinasi wisata. Saya juga maunya semua ikut DMO. Tapi uang terbatas, kapasitas terbatas, dan punya waktu terbatas. Kita harus pilih destinasi untuk jadi lokomotif dan mendorong destinasi yang lain,” katanya.

Pemilihan destinasi yang perlu dibenahi, menurut Firmansyah, berdasarkan tarikan pasar atau dorongan produk. Ia menjelaskan untuk memoles destinasi yang sudah ada kunjungan maka memerlukan biaya yang lebih rendah.

“Jadi pasarnya sudah ada, tinggal kita menyempurnakan dan membenahi. Harapannya dengan modal sedikit, kunjungan bisa naik. Contohnya adalah Danau Toba dan Toraja,” tuturnya. Pertimbangan lain adalah destinasi yang didorong karena produk.

“Mana daerah yang punya daya tarik tinggi, berkualitas internasional. Tapi kunjungan belum banyak atau masih minim dibandingkan kualitas daya tariknya. Umumnya destinasi dengan wisata bahari,” tambahnya. Ia memberi contoh daerah Raja Ampat, Derawan, Wakatobi, dan Togian.

“Kalau jumlah kunjungan kita naikkan 50 persen lagi, masih bisa daya tampungnya. Belum crowded,” ungkapnya. Sebagai uji coba dan pembelajaran, pihaknya telah memulai DMO di Danau Toba dan Pangandaran sejak 2010. Pengalaman tersebut, lanjut Firmansyah, akan dipakai untuk mengembangkan 13 destinasi DMO lainnya.

“Di tahun 2011 kita langsung mengerjakan semua 15. Tadinya mau dicicil. Tapi

Page 38: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

16-38

kami kemudian yakin untuk langsung mengerjakan DMO 15 destinasi,” katanya.

Lima belas destinasi yang masuk program DMO antara lain Pangandaran (Jawa Barat), Danau Toba (Sumatera Utara), Komodo-Kelimutu-Flores (NTT), Java Promo-Borobudur (Jawa Tengah), Bunaken (Sulawesi Utara), Regional Bali-Danau Batur (Bali), Rinjani (NTB), Kota Tua Jakarta (DKI Jakarta), Toraja (Sulawesi Selatan), Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Raja Ampat (Papua Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Tanjung Puting (Kalimantan Tengah), Derawan (Kalimantan Timur), dan Sabang (Aceh).

Page 39: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

17-39

Artikel 17 : DESTINASI WISATA: Butuh Waktu 15 Tahun Untuk Kelola Daerah Wisata

http://www.bisnis.com/articles/destinasi-wisata-butuh-waktu-15-tahun-untuk-kelola-daerah-wisata

menterian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengungkapkan pengembangan Destination Management Organization butuh waktu panjang sekitar 10--15 tahun agar terbentuk tata kelola destinasi pariwisata yang komprehensif.

Frans Teguh, Kepala Bagian Perencanaan dan Kerjasama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyatakan program DMO harus berkelanjutan hingga terwujud. "Untuk itu perlu koordinasi dan kemitraan dengan para stakeholder," katanya di Bandung, Kamis (13/7/2012).

DMO adalah tata kelola destinasi pariwisata yang mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi dan pengendalian organisasi pariwisata di Indonesia. Saat ini program DMO untuk sementara dicanangkan pada periode 2010-2014. Berdasarkan pengalaman negara lain, ujarnya, DMO dapat terwujud dalam waktu 10 hingga 15 tahun.

Terdapat 15 DMO yaitu Sabang, Toba, Kota Tua, Pangandaran, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Batur, Rinjani, Flores, Tanjung Puting, Derawan, Toraja, Bunaken, Wakatobi, dan Raja Ampat. Semua wilayah itu termasuk kawasan strategis pariwisata nasional seperti Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2011.

Ada beberapa tahap dalam intervensi DMO. Tahap pertama merupakan gerakan peningkatan ketahanan stakeholder misalnya melalui diskusi bilateral untuk membangun kesadaran kolektif dalam membangun pariwisata.

Tahap berikutnya pengembangan manajemen. Hal ini untuk menata perencanaan peta jalan agar jelas apa yang harus dilakukan ke depan.

Tahap ketiga pengembangan bisnis. Yaitu untuk memunculkan kemampuan bisnis dan kewirausahaan. Tahap terakhir adalah penguatan organisasi kelembagaan.

Page 40: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

18-40

Artikel 18 : Kemenparekraf: DMO Adalah Program Berkelanjutan

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/kemenparekraf-dmo-adalah-program-berkelanjutan

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menganggap tumbuhnya Destination Management Organization tidak dapat langsung terwujud dalam jangka waktu pendek.

Frans Teguh Kepala Bagian Perencanaan dan Kerjasama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyatakan program DMO harus berkelanjutan hingga terwujud.

“Untuk itu perlu koordinasi dan kemitraan dengan para stakeholder,” katanya di Bandung, Kamis (13/7).

Saat ini program DMO untuk sementara dicanangkan pada periode 2010-2014. Dia menyebutkan berdasarkan pengalaman di negara lain, DMO dapat terwujud dalam waktu 10 hingga 15 tahun.

Terdapat 15 DMO yaitu Sabang, Toba, Kota Tua, Pangandaran, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Batur, Rinjani, Flores, Tanjung Puting, Derawan, Toraja, Bunaken, Wakatobi, dan Raja Ampat.

Semua wilayah itu termasuk kawasan strategis pariwisata nasional seperti Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2011. (k60/ajz)

Page 41: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

19-41

Artikel 19 : Libatkan Masyarakat Lokal Bangun Destinasi Wisata

http://travel.kompas.com/read/2012/07/18/17132696/Libatkan.Masyarakat.Lokal.Bangun.Destinasi.Wisata

gembangan pariwisata harus melibatkan masyarakat lokal. Hal tersebut menjadi salah satu prinsip penting dalam tata kelola destinasi pariwisata atau Destination Management Organization (DMO).

“Membangun kepariwisataan daerah harus dimulai dari masyarakat lokal. Mereka yang lebih tahu daerahnya,” ungkap Kasubdit Kawasan Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Torang Nasution, di Jakarta, Rabu (18/7/2012).

Ia menjelaskan tata kelola suatu destinasi pariwisata harus berbasis pada masyarakat dan kepuasan wisatawan. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan DMO harus melibatkan pemangku kepentingan mulai dari masyarakat lokal, industri pariwisata, pemerintah daerah setempat, dan pemerintah pusat.

Torang mengungkapkan bahwa manajemen destinasi pariwisata di Indonesia masih rendah. Tata kelola destinasi pariwisata pun harus melalui beberapa tahap, dengan tahap pertama berupa penguatan gerakan kesadaran kolektif pemangku kepentingan. “Banyak daerah yang belum paham pentingnya pengembangan pariwisata daerah,” ungkapnya.

Torang merujuk kepada pemerintah daerah yang belum memiliki kesadaran pariwisata sehingga daerahnya belum berkembang sebagai destinasi wisata.

Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonom Kreatif telah menetapkan 15 destinasi sebagai tempat pelaksanaan DMO. Destinasi tersebut untuk Pulau Sumatera antara lain Danau Toba (Sumatera Utara) dan Sabang (Aceh).

Sementara Pulau Jawa antara lain Pangandaran (Jawa Barat), Java Promo-Borobudur (Jawa Tengah), Kota Tua Jakarta (DKI Jakarta), dan Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur). Daerah Bali dan Nusa Tenggara antara lain Regional Bali-Danau Batur (Bali), Rinjani (NTB), dan Komodo-Kelimutu-Flores (NTT).

Sedangkan untuk Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, dan Indonesia bagian timur antara lain Bunaken (Sulawesi Utara), Toraja (Sulawesi Selatan), Raja Ampat (Papua Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Tanjung Puting (Kalimantan Tengah), dan Derawan (Kalimantan Timur).

Agar memudahkan dalam pelaksanaan DMO, 15 kawasan ini dibagi ke dalam empat cluster yaitu kluster heritage (situs bersejarah atau budaya) seperti Kota Tua dan Toraja, kluster ekowisata seperti Tanjung Puting dan Pangandaran, kluster geopark seperti Danau Toba dan Danau Batur, dan kluster marine (bahari) seperti Bunaken.

Page 42: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

19-42

Program tersebut telah berlangsung sejak 2010 dan direncanakan akan terus berjalan hingga 2014. Sejauh ini, Danau Toba dan Pangandaran menjadi dua DMO yang dinilai sudah memasuki tahap pengembangan manajemen berupa pembuatan rencana pengelolaan, dan peningkatan kapasitas pengembangan pariwisata, revitalisasi destinasi, fasilitas, dan akses.

Page 43: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

20-43

Artikel 20 : DMO LINDUNGI MASYARAKAT LOKAL DARI SERBUAN INVESTOR ASING

http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/38486/dmo-lindungi-masyarakat-lokal-dari-serbuan-investor-asing

Program Destination Management Organization (DMO) yang dikembangkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif diharapkan dapat melindungi masyarakat lokal di daerah tujuan wisata dari serbuan investor asing.

Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Noviendi Makalam dalam seminar "Peran Industri Perjalanan Dalam Mendukung Pariwisata Kreatif Indonesia" di STP Bandung, Jumat, mengatakan peran pemerintah dalam DMO tersebut hanya menjadi fasilitator dan harus minimal.

"Jadi nanti yang benar-benar menggerakkan adalah unsur masyarakat sendiri. Bagi saya ini adalah penyangga dari serbuan investor atau pelaku usaha pariwisata dari luar daerah itu," ujarnya.

DMO adalah tata kelola destinasi pariwisata yang mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi, dan pengendalian organisasi pariwisata di Indonesia yang ditetapkan pada 2010.

Terdapat 15 lokasi DMO yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rencana strategis industri pariwisata untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata yang dikelola secara profesional dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokal, yaitu Sabang, Danau Toba, kawasan kota tua Jakarta, Tanjung Puting, Pangandaran, Borobudur, Bromo dan Semeru serta kawasan Engger, Danau Batur, Rinjanji, Pulau Komodo, Wakatobi, Derawan, Tana Toraja, Bunaken, serta Raja Ampat.

Menurut Noviendi, penelitian tentang 15 lokasi DMO itu sedang berjalan dan diharapkan dapat menghasilkan pengelolaan objek wisata yang profesional di masing-masing tempat pada 2014.

"Semakin lama bergulirnya semakin kencang sehingga akhirnya masyarakat yang bisa mengambilalih," ujarnya.

Guna mewujudkan pengelolaan profesional dari masyarakat setempat di masing-masing obyek wisata, Noviendi menjelaskan, masyarakat lokal perlu diberikan penguatan pengetahuan, keterampilan, serta perilaku.

Sedangkan kendala permodalan, menurut dia, sebenarnya tidak terlalu menjadi hambatan karena masyarakat lokal bisa menjadi penggerak pariwisata dengan membangun fasilitas akomodasi yang bercirikhas keunikan kawasan setempat.

"Itu yang lebih menguntungkan bagi daerah setempat ketimbang hotel-hotel besar di sana yang investornya dari luar. Kita sekarang masuk ke alam di mana proteksi itu agak sukar dilakukan, tapi yang perlu kita lakukan adalah kreativitas dari masyarakat setempat sehingga nilai kompetitifnya meningkat," tuturnya.

Page 44: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

20-44

STP Bandung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ditugasi untuk melakukan kajian ilmiah terhadap 4 lokasi DMO yaitu Gunung Batur di Kabupaten Bangli, Bali, Borobudur di Magelang, Rinjani di Pulau Lombok, serta Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo.

Kajian ilmiah tersebut melibatkan para mahasiwa STP Bandung jurusan perjalanan Program Studi Industri Perjalanan yang didampingi oleh dosen pembimbing untuk melakukan penelitian lapangan selama 4 pekan di masing-masing lokasi.

Hasil penelitian tersebut kemudian disajikan pada seminar berlangsung di Dome STP Bandung, Jumat, yang langsung ditanggapi oleh masing-masing pemangku kepentingan di daerah terkait seperti Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bangli I Wayan Gobang Adi Sucipto, Kepala Desa Probolinggo Supoyo, RTMB Gunung Rinjani RTMB, dan pengelola unit taman wisata Candi Borobudur.

Kepala Bagian Perencanaan dan Kerjasama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Frans Teguh, mengatakan hasil kajian mahasiswa STP Bandung tersebut akan menjadi bahan bagi pemerintah untuk menyusun kebijakan.

Page 45: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

21-45

Artikel 21 : Kemenparekraf Tata Manajemen Organisasi Rinjani

http://www.suarantb.com/2012/07/18/Sosial/detil1%203.html

Besarnya potensi yang dimiliki Gunung Rinjani di bidang pariwisata dan sektor lain membutuhkan penataan di berbagai bidang dan sektor. Adanya penataan di kawasan Rinjani, khususnya Destination Management Organization (DMO) atau penataan manajemen organisasi, Rinjani sebagai kawasan wisata strategis nasional akan menjadi lebih berkembang.

Menurut Tim Ahli DMO Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Ary Suhadi, Rinjani menjadi 1 daerah destinasi wisata di Indonesia yang akan segera ditata manajemen organisasinya. ‘’Sekarang ini, Rinjani sudah masuk tahap dua. Apalagi Rinjani merupakan salah satu model, karena sudah ada RTMB (Rinjani Trekking Management Board). Selama ini, RTMB hanya fokus di trekking saja,’’ ungkapnya pada wartawan usai acara Workshop Penyusunan DMO, Identifikasi Potensi Pegembangan Produk Ekonomi, Tata Kelola Kawasan Rinjani di Mataram, Selasa (17/7) kemarin.

Adanya penataan manajemen ini, ungkapnya, Rinjani tidak lagi hanya terfokus pada pengelolaan trekking semata, tapi fokus pada objek lain yang mampu memberikan nilai tambah pada pengembangan Rinjani ke depan. Terlebih, kawasan Rinjani tidak dikelola oleh satu daerah, tapi ada 4 daerah yang terlibat di dalamnya, yakni Lombok Timur, Lombok Utara, Lombok Barat dan Pemprov NTB

Dari penataan ini, harapnya, 4 daerah yang terlibat langsung dalam pengelolaan ini bisa merasakan manfaat dari perkembangan objek wisata Rinjani di masa mendatang. Adanya kesamaan program dari 4 pemerintah daerah dengan pihak yang terlibat di DMO Rinjani bisa menghasilkan tata kelola destinasi yang baik dan diakui dunia.

Ary mencontohkan, tata kelola DMO Langkawi Malaysia. Penataan objek wisata yang sudah mendunia ini memiliki sistem terpusat, sehingga perkembangan objek wisata ini menjadi kebanggaan warga Malaysia. Meski demikian, pihaknya tidak akan mengikuti sistem tata kelola di luar, tapi bagaimana mampu menjadikan objek wisata di Indonesia banyak dikunjungi wisatawan. ‘’Kita akan berusaha mengelola dengan cara kita sendiri. Tapi khusus untuk Rinjani, kita targetkan 2014 sudah selesai. Tapi tidak menutup kemungkinan bisa saja selesai 10 tahun,’’ ujarnya.

Selain Rinjani, Kemenparekraf juga menata 14 kawasan lain, yakni Danau Toba – Sumatera Utara, Sabang di Aceh, kawasan Kota Tua Jakarta, Tanjung Putting, Borobudur, Gunung Bromo, Gunung Semeru dan Gunung Tengger, Danau Batur, Pulau Komodo, Wakatobi, Derawan, Tana Toraja, Bunaken dan Raja Ampat.

Page 46: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

22-46

Artikel 22 : Pakar Pariwisata Dunia Akan Bahas Wisata RI

http://travel.kompas.com/read/2011/09/13/15024871/Pakar.Pariwisata.Dunia.Akan.Bahas.Wisata.RI

Para pakar pariwisata dunia dari berbagai negara akan kumpul di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Mereka hadir untuk memberikan masukan dan membahas tata kelola destinasi pariwisata yang tengah dan akan diterapkan di beberapa destinasi wisata Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Firmansyah Rahim dalam jumpa pers rencana Konferensi Nasional DMO 2011 di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Selasa (13/9/2011). Pihaknya akan kembali melaksanakan Konferensi Nasional Destination Management Organization (DMO) atau Organisasi Tata Kelola Destinasi Pariwisata.

Tahun ini, konferensi tersebut dilaksanakan di Hotel Jayakarta Suites, Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 21 hingga 22 September 2011 mendatang. Sebelumnya di tahun 2010, Kemenbudpar pernah mengadakan konferensi serupa.

"Tujuan pembentukan DMO ini supaya destinasi pariwisata Indonesia dikelola lebih profesional, bermutu, dan memiliki daya saing global," kata Firmansyah. Ia menuturkan model pengelolaan destinasi dengan konsep DMO telah diterapkan di berbagai negara dan akan dipresentasikan dalam pertemuan tersebut.

Ia menjelaskan konferensi DMO 2011 bertemakan "Project Conference on Destination Management in Flores". Melalui tema ini diharapkan para peserta bisa memperoleh penguatan dan solusi alternatif terhadap kendala teknis, manajerial, dan finansial dalam pengembangan DMO. Rencananya, lanjut Firmansyah, konferensi akan dihadiri oleh 150 peserta pemangku kepentingan pariwisata di seluruh Indonesia.

Sementara itu narasumber internasional yang akan hadir antara lain Alastair Morisson dari Belle Tourism, Ly Vanna (Ankor Museum APSARA), Juergen Nauber (UNWTO Consulting Unit), dan dari Swisscontact and Cluster Flores. Selain itu, konferensi ini juga menghadirkan narasumber lain di bidang pariwisata.

Beberapa tokoh lain yang akan memaparkan pemikirannya adalah I Gde Ardika, Fr Philipus Tule, Yuwana Mardjuka, Bupati Manggarai Barat, Dr Baiquni, dan dari sejumlah kementerian RI.

Yuwana Mardjuka selaku fasilitator program DMO Kota Tua (Jakarta) dan pakar pariwisata, mengungkapkan bahwa rangkaian acara konferensi ini akan menjadi pematangan tata kelola organisasi di daerah-daerah pariwisata Indonesia.

“Proses pendewasaan konsep DMO ini diharapkan dapat mematangkan pelaksanaan pengembangan 15 daerah pariwisata yang dilakukan dari, oleh, dan untuk masyarakat lokal,” ungkap Yuwana.

Page 47: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

22-47

Terdapat 15 destinasi pariwisata yang akan dikembangkan dengan menerapkan konsep DMO dalam kurun waktu 2010 hingga 2015 mendatang. Destinasi pariwisata tersebut antara lain Kota Tua (Jakarta), Pangandaran (Jabar), Borobudur (Jateng), Bromo-Tengger-Semeru (Jatim), Toba (Sumut), Sabang (NAD), Danau Batur (Bali), Rinjani (NTB), Komodo-Kelimutu-Flores (NTT), Tanjung Puting (Kalteng), Derawan (Kaltim), Toraja (Sulsel), Bunaken (Sulut), Wakatobi (Sulawesi Utara), dan Raja Ampat (Papua).

Saat penyelenggaraan konferensi nanti, beberapa perwakilan dari 15 kawasan DMO akan menyajikan pameran mengenai destinasi wisata di masing-masing daerahnya. Dalam konferensi tersebut para peserta akan difasilitasi untuk melakukan technical visit. Kegiatan technical visit tersebut antara lain mengunjungi Pulau Komodo dan Pulau Rinca, kegiatan ekowisata di Desa Tado, dan lain sebagainya.

“Salah satu sektor paling potensial untuk mempercepat penyerapan tenaga kerja dengan cepat adalah sektor pariwisata. Kemudian Kemenbudpar ditugaskan untuk mempercepat pertumbuhan pariwisata di daerah-daerah Indonesia,” jelas Firmansyah.

DMO hadir karena perkembangan pariwisata Indonesia yang semakin pesat. Setiap destinasi diperlukan tata kelola yang terarah dan profesional untuk menaikkan daya saing global. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kemenbudpar melaksanakan program pengembangan dan pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan berbasiskan proses yang dikenal sebagai DMO.

Salah satu titik berat agar DMO berhasil adalah partisipasi langsung dari masyarakat setempat. Juga perlu adanya kerjasama antara masyakarat, tokoh adat, industri pariwisata lokal, dan juga instansi pemerintah setempat. Kemudian secara bersama-sama mereka menetapkan target keberhasilan DMO dalam jangka waktu tertentu. Serta program-program apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai target itu.

Page 48: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

23-48

Artikel 23 : Danau Toba-Pangandaran Uji Coba DMO

http://travel.kompas.com/read/2011/02/24/09201543/Danau.Toba-Pangandaran.Uji.Coba.DMO

Danau Toba, Sumatera Utara dan Pangandaran, Jawa Barat menjadi uji coba program Destination Management Organization (DMO) atau organisasi tata kelola destinasi. Program tersebut dijalankan Kemenbudpar untuk meningkatkan kualitas dan daya saing destinasi pariwisata Indonesia.

"Tahun lalu untuk Danau Toba kita kumpulkan stakeholder, pelaku pariwisata, masyarakat setempat, pemda. Telah terjadi diskusi-diskusi mulai dari tingkat masyarakat. Total ada 15 pertemuan di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional," ungkap Dirjen Pengembangan Pariwisata, Firmansyah pada acara pelaporan Rapat Kerja Teknis Destinasi Pariwisata, di Hotel Alila Jakarta, Rabu (23/2/2011).

Diskusi yang muncul, lanjutnya, untuk mencari rekomendasi apa yang dibutuhkan Danau Toba agar dikunjungi wisatawan lagi. "Dulu Danau Toba dikunjungi 300 ribu wisatawan mancanegara. Tapi tahun 2008 drop jadi cuma 50 ribu. Sekarang 150 ribu wisman," katanya.

Ia menambahkan DMO kemudian melakukan kajian bahwa masyarakat sekitar Danau Toba kurang mendapat manfaat dari pariwisata. Selain itu, infrastruktur seperti jalan tidak memadai, serta hotel dan biro perjalanan tidak sinergi. Hasil dari pertemuan-pertemuan tersebut kemudian dibuat action plan yang merupakan kesepakatan bersama segala pihak.

"Action plan mulai dijalankan tahun ini. Untuk satu DMO perlu waktu 5-10 tahun pengembangan. Kesepakatan bersama untuk Danau Toba, ukuran keberhasilan 2014 harus bisa mencapai 360 ribu kunjungan wisman," jelasnya.

Sementara itu Pangandaran dulu ramai dikunjungi wisatawan. Menurut Firmansyah saat tsunami kunjungan anjlok. Kini sudah mulai meningkat walau tidak seramai sebelum tsunami.

Ia menambahkan di Pangandaran akan ada beberapa lokasi yang dikembangkan pembangkit listrik menggunakan tenaga angin. Karena salah satu kendala wisata di kawasan ini adalah ketersediaan pasokan listrik. Di tahun 2011, terdapat 15 destinasi sebagai tempat pelaksanaan DMO.

Destinasi tersebut antara lain Pangandaran (Jawa Barat), Danau Toba (Sumatera Utara), Komodo-Kelimutu-Flores (NTT), Java Promo-Borobudur (Jawa Tengah), Bunaken (Sulawesi Utara), Regional Bali-Danau Batur (Bali), Rinjani (NTB), Kota Tua Jakarta (DKI Jakarta), Toraja (Sulawesi Selatan), Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Raja Ampat (Papua Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Tanjung Puting (Kalimantan Tengah), Derawan (Kalimantan Timur), dan Sabang (Aceh).

Page 49: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

24-49

Artikel 24 : Tata Kelola Pariwisata Indonesia

http://www.dmoindonesia.org/index.php?module=detailberita&id=63

Pariwisata Indonesia tumbuh pesat. Kian diperlukan tata kelola yang profesional, supaya pariwisata Indonesia memiliki daya saing global.

Pohon yang buahnya melimpah tidak semata karena dari bibit yang baik. Sebab, bila tidak dirawat secara apik, tunas yang berasal dari bibit yang baik pun akan mudah terserang penyakit. Bibit unggulan pun bila dibiarkan tumbuh secara liar tidak akan berkembang menjadi tanaman yang segar. Bahkan, bias dipenuhi belukar. Pariwisata Indonesia pun sama. Meski Indonesia memiliki berbagai potensi pariwisata yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara, tapi bila tidak dikelola secara profesional, tentu tidak memberikan hasil yang maksimal.

Untuk lebih memajukan pariwisata Indonesia, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Ir. Jero Wacik, SE. mengingatkan, "Pembangunan pariwisata Indonesia harus dirancang dan dikembangkan berdasarkan tata kelola destinasi pariwisata yang baik, benar, dan profesional, sehingga bias memberikan hasil yang maksimal." Terlebih lagi, industri Pariwisata Indonesia tidak bias dipisahkan dari empat jalur pembangunan yang telah digariskan Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu pro growth (meningkatkan pertumbuhan), pro job (meningkatkan lapangan kerja), pro poor (mengurangi kemiskinan), dan pro environment (melestarikan lingkungan).

Tidak bisa dipungkiri, industri pariwisata Indonesia tumbuh pesat dan memiliki prospek yang cerah sebagai penopang perekonomian negara setelah minyak dan gas. Itulah sebabnya, dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, sektor pariwisata mendapatkan tempat khusus dengan memilih Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional. Di dalam MP3EI yang menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak dimaksudkan untuk menggantikan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Nasional tersebut, telah ditetapkan 8 program utama, 2 program kegiatan ekonomi utama, dan 6 koridor ekonomi sebagai pusat-pusat pertumbuhan. Kesemuanya itu diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi di seluruh wilayah Nusantara. Dengan demikian, ujar Kepala Negara, "Para pelaku ekonomi dapat memilih bidang usahanya secara jelas sesuai dengan minat maupun keunggulan potensi wilayahnya." Selain itu, "Perbaikan iklim investasi menjadi salah satu agenda utama dalam MP3EI."

Industri pariwisata memang kian mendapatkan tempat dalam perekonomian Indonesia. Terbukti, investasi di bidang industri pariwisata di Indonesia kini semakin berkelas. Contohnya, untuk mengembangkan tiga kawasan wisata saja, yakni Tanjung Lesung (Ujung Kulon, Banten), Bangka-Belitung, dan kawasan Mandalika (Lombok, NTB), diperlukan investasi sebesar Rp 120 trilyun. Jadi, ungkap Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata (PDP) Kemenbudpar Ir. Firmansyah Rahim,

Page 50: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

24-50

MM., "Bisa dihitung, berapa besar investasi yang diperlukan untuk mengembangkan industri pariwisata di seluruh Indonesia? Selain itu, dengan semakin membaiknya iklim investasi di Indonesia, kapasitas dan diversifikasi destinasi pariwisata Indonesia yang memiliki daya saing internasional juga akan semakin banyak dan variatif."

Firmansyah Rahim menambahkan, industri pariwisata Indonesia telah memasuki era baru, bersekala besar, global, dan memberikan kontribusi nyata terhadap prekonomian Indonesia. Untuk itulah, pengelolaan pariwisata Indonesia tidak semestinya dilakukan secara konvensional dan tradisional. Sebaliknya, harus dilaksanakan dengan Tata Kelola Destinasi Pariwisata (Destination Management Organization/DMO) yang terencana, terukur, lentur, padu, dan prospektif. Sebab, tandas Firmansyah Rahim, "Prinsip DMO adalah partisipatif, kolaboratif, keterpaduan, dan berkelanjutan. Tanpa tata kelola yang baik, pengembangan destinasi pariwisata Indonesia akan sulit senafas dan selaras dengan tuntutan zaman."

Menyadari tuntutan itu Menbudpar Jero Wacik mempercayakan kepada Firmansyah Rahim beserta jajarannya untuk mengembangkan DMO berdasarkan analisis pasar dan potensi pariwisata di seluruh Indonesia. Melalui tata kelola destinasi pariwisata Jero Wacik berharap, akan mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, memperbesar kunjungan berulang (repeater), menambah lama tinggal wisatawan, dan meningkatkan belanja wisatawan di suatu destinasi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selama kurun waktu 2010-2014, Ditjen PDP Kemenbudpar melakukan program pengembangan 15 DMO pariwisata di seluruh Indonesia. Keberhasilan pelaksanaan DMO ini, ucap Firmansyah Rahim, "Sangat ditentukan oleh keseriusan dan komitmen dari semua pihak, yaitu masyarakat setempat, pemerintah daerah, pemerintah pusat lintas sektoral, dan dunia usaha.

Page 51: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

25-51

Artikel 25 : Menerawang Pariwisata Indonesia

http://www.dansapar.com/2012/07/31/menerawang-pariwisata-indonesia/

Menerawang Pariwisata Indonesia merupakan sedikit opini saya terkait analisis berjudul ‘Pariwisata RI Butuh Infrastruktur’ yang diusung Vivanews di paruh awal tahun ini. Sudah basi, sih! Mading sudang terbit kalo kata Cinta.

Namun coba dibaca terlebih dahulu analisis pariwisata hasil wawancara dari Vivanews dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Marie Elka Pangetsu dalam menyikapi prospek industri pariwisata dan ekonomi kreatif selama 2012. Kebetulan pula tahun ini sudah melewati separuh perjalanannya, sehingga sedikit banyak bisa pula dilihat bagaimana hasil sementara dari wawancara di awal tahun tersebut. Terlebih hasil wawancara tersebut memang cukup menarik untuk disimak makanya saya pun rela menjadikannya salah satu bookmark di Chrome.

Pariwisata Indonesia di tahun 2011 telah berhasil tumbuh dengan bagus dengan hasil mentereng sebanyak 7,6 juta wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. Hasil tersebut telah melebihi target yang dicanangkan, yakni sebesar 7,1 juta wisatawan. Dan, perolehan jumlah wisatawan itu tumbuh 8,5 persen dibanding 2010 serta perolehan devisa pariwisata selama 2011 tercatat mencapai US$8,5 miliar, atau tumbuh 11,8 persen dibanding tahun sebelumnya US$7,6 miliar. Cukup menggembirakan, bukan?

Melihat hasil ini, saya hanya ingin mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh pemerintah. Selama ini kritikan bernada sinis acap kali dialamatkan kepada Pemerintah lantaran diduga tidak becus mengurus industri pariwisata. Keluhan-keluhan kecil sepanjangan perjalanan, bahkan debat-debat panjang hasil dari sebuah trip di Indonesia kerap menjadi perbincangan hangat.

Namun kali ini saya benar-benar ingin memberikan sebentuk dukungan untuk kemajuan industri pariwisata di Indonesia. Ya, memang hanya sebentuk dukungan kecil dari seorang warga negara untuk Pemerintah, namun setidaknya bahwa saya sudah sadar bahwa mengurus pariwisata Indonesia itu tidak semudah yang dibayangin. Dan, atas hasil yang telah dicapai di tahun 2011, secara garis besar saya pun bisa mengambil sikap bahwa Pemerintah tidak tinggal diam mengurus pariwisata. Pertumbuhan pariwisata Indonesia di tahun 2011 merupakan kerja nyata dari segala pihak, baik pemerintah maupun masyarakat yang bergerak di industri pariwisata.

Pada wawancara di awal tahun ini, Ibu Marie Elka Pangestu sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah membeberkan program kementeriannya untuk tahun 2012. Salah satu program yang saya suka adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah sadar bahwa wisatawan nusantara juga memiliki potensi yang luar biasa. Ya, apalagi traveling semakin menggeliat akhir-akhir ini sehingga menjaring wisatawan dalam negeri adalah pilihan yang tepat.

Selain itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga telah sadar untuk

Page 52: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

25-52

menggiatkan destinasi wisata baru selain Bali. Pemerintah telah membuat 15 destinasi wisata unggulan Indonesia atau Destination Management Organization (DMO) , yakni: 1. Sabang 2. Danau Toba 3. Kota Tua Jakarta 4. Pangandaran 5. Borobudur 6. Bromo – Tengger –

Semeru 7. Batur, Bali 8. Rinjani 9. Flores 10. Tanjung Puting 11. Derawan

12. Toraja 13. Bunaken 14. Wakatobi 15. Raja Ampat

Di Artikel terbaru dari Indonesia.Travel per 24 Juli 2012 destinasi yang dikembangkan menjadi 16 dengan tambahan Togean Islands (sebenarnya juga masih agak rancu, sih, soalnya di artikel tersebut Togean Islands dimasukin Central Kalimantan, sedangkan Taman Nasional Tanjung Puting yang berada di Kalimantan Tengah tidak masuk. Bisa jadi, sih, mungkin ada kesalahan karena Togean ada di Sulawesi Tengah)

Dengan keseriusan yang diperlihatkan Pemerintah untuk mengembangkan pariwisata di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini semoga saja target di tahun 2012 tercapai dan industri pariwisata Indonesia semakin menggeliat.

Dan, satu hal yang disoroti Ibu Menteri terkait dengan pariwisata adalah kendala infrastruktur. Dalam hal ini sebenarnya Pemerintah juga menyadari bahwa terdapat hambatan dalam hal insfrastruktur pendukung industri pariwisata. Masalah aksesibiltas ke tempat-tempat wisata menjadi masalah klasik. Memang tidak sepatutnya untuk mengharapkan jalanan mulus ke semua tempat wisata ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, karena urusan jalan bukan menjadi domain khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Memang masih perlu koordinasi dengan kementerian lain atau dinas-dinas daerah setempat untuk memajukan industri pariwisata Indonesia yang luar biasa ini. Namun bukan berarti tidak mungkin untuk menciptakan kondisi pariwisata Indonesia yang kondusif. Tantangan dalam memajukan pariwisata Indonesia sungguh besar, mengingat betapa luasnya negeri ini. Namun melihat semangat generasi muda yang mulai doyan traveling bukan hal mustahil jika tercipta pula akar semangat independen memajukan pariwisata Indonesia. Semoga!

Page 53: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

26-53

Artikel 26 : Kota Tua Siap Dikelola Dengan DMO

http://sabangtourism.asia/2011/09/kota-tua-siap-dikelola-dengan-dmo/

Kota Tua Jakarta menyimpan misteri dan sejarah sendiri bagi bangsa Indonesia. Terutama objek wisata Kota Tua di Jakarta yang ditetapkan sebagai kluster wisata untuk dikembangkan dengan tata kelola model Destination Management Organization (DMO) yang sukses dikembangkan di berbagai negara di dunia.

Untuk itu Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meluncurkan (kick off) DMO sebagai terobosan tata kelola daerah tujuan wisata. Selain kota Tua ada 14 destinasi lainnya.

Dirjen Pengembangan Destinasi Kemenbudpar, Firmansyah Rahim mengatakan para stakeholder kawasan Kota Tua Jakarta melakukan deklarasi untuk komitmen menata kelola kawasan Kota Tua. Mereka yang berkomitmen terdiri dari unsur Pemerintah, BUMN, BUMS, Komunitas/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat lokal, pemerhati kawasan kota tua, dan wisatawan.

“Program kegiatan DMO kota tua Jakarta pada tahap awal membentuk kesamaan persepsi dan komitmen para stakeholder dalam mengelola kawasan kota tua Jakarta sebagai pariwisata untuk meningkatkan daya saing pariwisata secara berkelanjutan,” katanya disela acara peluncuran soft launching Kota Tua Jakarta, di Museum Bank Mandiri, Beos Kota, Jakarta, Jumat, (22/7).

Menurut Firmansyah, kawasan kota tua Jakarta merupakan satu diantara 15 destinasi pariwisata di seluruh Tanah Air yang terpilih sebagai destinasi yang akan dikembangkan melalui program DMO untuk lima tahun kedepan.

Kemenbudpar memfasilitasi para stakeholder untuk mengawali proses assesment dan kajian-kajian, kemudian dilanjutkan dengan menyatukan kepentingan dalam perencanaan pengembangan kota tua Jakarta hingga nantinya menjadi destinasi yang mandiri dan berdaya saing global.

Page 54: Kumpulan Artikel Terkait Destination Management Organization

DMO

26-54

= = = = = =

normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal