Kultum Tareweh

38
Hadirkan (Kembali) Ramadhan di Hari-harimu Posted on September 7, 2011 by tqar Oleh: Muhammad Hidayat Dalam beberapa hari terakhir setelah Ramadhan berlalu, saya sering membaca kiriman dari teman-teman di jejaring sosial tentang kesedihan mereka karena ditinggalkan Ramadhan. Ya! Orang beriman mana yang tidak sedih ditinggalkan Ramadhan? Satu bulan mulia yang ternyata berlalu dengan cepat dari hadapan kita. Kalau saat Ramadhan kita bisa giat beribadah, mengapa sekarang tidak? Bukanlah urusan pahala adalah haknya Allah? Tugas kita hanyalah ikhtiar dan mempersembahkan amalan terbaik kepada Allah dan disertai dengan do’a tentunya. Namun demikian, ditengah kesedihan kita tersebut, bukan berarti setelah Ramadhan berlalu kita secara keseluruhan melepaskan nilai- nilai yang terkandung didalamnya, dan hanya menyisakan kesedihan karena ditinggalkan Ramadhan. Kalau selama ini kita sering menantikan kehadiran bulan Ramadhan di hari-hari kita, mengapa tidak kita sendiri yang “menjemput”-nya? ”Menjemput” bulan Ramadhan? Mungkinkah? Kenapa tidak?! Tentunya yang saya maksud disini bukanlah bulan Hijriyah Ramadhan, melainkan menjemput dan memelihara nilai-nilai yang terkandung paada bulan tersebut. Mengapa demikian? Beberapa alasan yang menyebabkan kita berharap segera datangnya Ramadhan adalah karena banyaknya amalan yang bisa kita lakukan didalamnya dan pahala dari amalan tersebut akan dilipatgandakan sesuai mau-Nya Allah, insya Allah. Jika kita lihat dari segi jumlah,

Transcript of Kultum Tareweh

Page 1: Kultum Tareweh

Hadirkan (Kembali) Ramadhan di Hari-harimu

Posted on September 7, 2011 by tqar

Oleh: Muhammad Hidayat

Dalam beberapa hari terakhir setelah Ramadhan berlalu, saya sering membaca kiriman dari teman-teman di jejaring sosial tentang kesedihan mereka karena ditinggalkan Ramadhan. Ya! Orang beriman mana yang tidak sedih ditinggalkan Ramadhan? Satu bulan mulia yang ternyata berlalu dengan cepat dari hadapan kita.

Kalau saat Ramadhan kita bisa giat beribadah, mengapa sekarang tidak? Bukanlah urusan pahala adalah haknya Allah? Tugas kita hanyalah ikhtiar dan mempersembahkan amalan terbaik kepada Allah dan disertai dengan do’a tentunya.

Namun demikian, ditengah kesedihan kita tersebut, bukan berarti setelah Ramadhan berlalu kita secara keseluruhan melepaskan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, dan hanya menyisakan kesedihan karena ditinggalkan Ramadhan. Kalau selama ini kita sering menantikan kehadiran bulan Ramadhan di hari-hari kita, mengapa tidak kita sendiri yang “menjemput”-nya?

”Menjemput” bulan Ramadhan? Mungkinkah? Kenapa tidak?!

Tentunya yang saya maksud disini bukanlah bulan Hijriyah Ramadhan, melainkan menjemput dan memelihara nilai-nilai yang terkandung paada bulan tersebut. Mengapa demikian?

Beberapa alasan yang menyebabkan kita berharap segera datangnya Ramadhan adalah karena banyaknya amalan yang bisa kita lakukan didalamnya dan pahala dari amalan tersebut akan dilipatgandakan sesuai mau-Nya Allah, insya Allah. Jika kita lihat dari segi jumlah, hanya sedikit amalan Ramadhan yang hanya bisa kita lakukan pada bulan tersebut dan tidak bisa kita lakukan pada bulan lain, yaitu: puasa wajib, shalat tarawih, membayar zakat fitrah, dan iktikaf pada 10 malam terakhir. Sisanya: Qiyamul Lail (tahajud dan witir), tilawah Quran, bersedekah, membiasakan sholat rawatib, senyum kepada orang lain, menjaga pandangan, menjaga lidah dari ghibah, memperbanyak berbuat kebaikan dan lain-lain, bukankah amalan-amalan tersebut bisa kita lakukan sepanjang waktu?

Page 2: Kultum Tareweh

Oleh karena itu, mari kita “jemput” sendiri amalan-amalan yang dulu sering kita lakukan pada bulan Ramadhan. Jangan sampai kita beranggapan bahwa amalan-amalan tersebut hanya sanggup dilakukan saat Ramadhan, sementara jika Ramadhan berakhir, kita tidak mau lagi melaksanakannya. Bahkan, amalan-amalan tersebut mestinya lebih meningkat saat Ramadhan telah berlalu, baik secara kualitas maupun kuantitas, karena jika demikian, kita telah berhasil menjadikan Ramadhan sebagai bulan tarbiyah (pendidikan) bagi kita semua.

Kalau saat Ramadhan kita bisa giat beribadah, mengapa sekarang tidak? Bukanlah urusan pahala adalah haknya Allah? Tugas kita hanyalah ikhtiar dan mempersembahkan amalan terbaik kepada Allah dan disertai dengan do’a tentunya. Wallahua’lam.

Sempurnakan Ramadhan dengan Iktikaf

Posted on August 15, 2011 by tqar

Oleh Dr Abdul Mannan

Tadarus, salah satu kegiatan mengisi iktikaf di malam 10 hari terakhir Ramadhan

Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Sudahkah kita jadikan momentum istimewa ini sebagai media untuk benarbenar meraih predikat taqwa? Hari terakhir Ramadhan bukanlah saat untuk semata-mata mempersiapkan Lebaran, bekerja kian giat agar bisa belanja pakaian dan makanan, sampai-sampai meninggalkan ibadah iktikaf.

Bagi orang yang benar-benar merasa terpanggil oleh Allah SWT, tentu ia akan jadikan Ramadhan ini benar-benar berarti dalam hidupnya. Ia akan berusaha se mak simal mungkin meraih kerida an Allah SWT. Satu upaya yang harus dilakukan dengan penuh keimanan dan penuh semangat di bulan suci ini ialah iktikaf, terkhusus pada sepuluh hari terakhir. Di penghujung ayat tentang Ramadhan (QS 2: 187), Allah menyebut tentang iktikaf. Ini mengindikasikan bahwa iktikaf adalah hal penting untuk diutamakan seorang Muslim di bulan Ramadhan.

Selain itu, Rasulullah SAW tidak pernah melewatkan momentum Ramadhan untuk iktikaf. Bahkan, pada tahun di mana Beliau meninggalkan umatnya untuk selamalamanya. “Nabi dahulu iktikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, hingga Beliau diwafatkan Allah SWT, kemudian istri-istrinya iktikaf setelahnya.” (HR Bukhari).

Page 3: Kultum Tareweh

Secara bahasa iktikaf berarti menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada padanya, baik hal itu berupa kebajikan maupun keburukan.

Sementara secara istilah iktikaf bermakna menetapnya seorang Muslim di dalam masjid untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.

Secara historis, iktikaf dalam praktiknya juga dilakukan oleh Nabi dan umat sebelum Rasulullah SAW. Kisah ini terdapat dalam firman-Nya: “Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk, dan yang sujud.” (QS 2: 125).

Iktikaf akan membantu seorang Muslim mencapai derajat takwa dengan lebih sempurna. Sebab, dengan iktikaf, dia akan senantiasa terdorong untuk melakukan ibadahibadah dengan penuh kekhusyukan. Situasi demikian tentu akan mendorong terjadinya peningkatan kualitas iman dan takwa.

Orang yang iktikaf akan terbantu untuk melakukan shalat berjamaah tepat waktu, shalat tarawih, shalat tahajud, shalat sunah, membaca Alquran, tafakur, zikir, dan beragam bentuk ibadah lainnya. Dengan cara demikian, insya Allah orang yang beriktikaf akan terbantu untuk mendapatkan malam lailatul qadar.

Iktikaf tidak saja mendorong kesa daran untuk melakukan ba nyak ibadah, tetapi juga kesadaran untuk mencintai masjid. Kecintaan kepada masjid adalah salah satu ciri seorang yang ber iman kepada Allah dan hari akhir.

Allah berfirman, Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS 9: 18).

Jadi, marilah kita laksanakan iktikaf dengan penuh kesungguhan.

3 Hikmah penting dalam mengarungi bulan Ramadhan

Posted on July 18, 2011 by tqar

Page 4: Kultum Tareweh

Ramadhan sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia adalah momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala …

Ramadhan yang dirindukan telah menjelang. Setiap kita mempunyai beragam cara untuk menyambutnya. Musim kebaikan tahunan ini memang tak layak untuk dilewatkan begitu saja. Bahkan Rasulullah SAW sejak awal mengadakan briefing penyambutan Ramadhan di tengah-tengah para sahabat. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Sungguh telah datang padamu sebuah bulan yang penuh berkah dimana diwajibkan atasmu puasa di dalamnya, (bulan) dibukanya pintu-pintu surga, dan ditutupnya pintu-pintu neraka jahannam, dan dibelenggunya syaitan-syaitan, Di dalamnya ada sebuah malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Barang siapa diharamkan dari kebaikannya, maka telah diharamkan (seluruhnya) “(HR Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi)

Ramadhan sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia adalah momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala. Ini mirip bulan promosi dan besar-besaran yang ditawarkan di pusat-pusat perbelanjaan. Kebaikan nilai pahalanya menjadi berlipat-lipat, semua orang berburu memborongnya. Saya sering mengibaratkan Romadhon itu : Bagaikan kita mendapat ‘hadiah’ di sebuah pusat perbelanjaan. Kita diberi kesempatan untuk mengambil semua barang belanja di dalamnya, namun hanya dalam waktu beberapa saat saja ! Allah SWT menggambarkannya dalam Al-Qur’an : ” (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu” ( QS Al-Baqarah 184)

Semua kita, jika diberi kesempatan ‘gratisan’ semacam itu, pasti segera meloncat lalu berlari menuju rak-rak belanjaan untuk segera mengambil barang-barang, dari yang termahal hingga termurah. Nyaris tanpa henti hingga waktunya selesai. Lelah berkeringat bukan masalah. Apa yang dalam pikiran kita adalah ini kesempatan berharga.. Sekali lengah atau berhenti bisa berarti kerugian yang tak terbayangkan. Apa makna dari gambaran di atas ? Satu arti yang harus kita pahami dan kita catat dengan baik adalah ; bahwa Ramadhan memang benar-benar berbeda. Perlu interaksi, konsentrasi dan energi yang berbeda pula dalam menyikapinya. Jangan sekali-sekali menyamakan Ramadhan dengan sebelas bulan yang lainnya. Berbeda dan sungguh berbeda, bahkan mulai dari cara kita menyambutnya. Yang menyamakan siap-siap saja gulung tikar di hari-hari pertama.

Salah satu cara kita menyambutnya adalah dengan memahami Hikmah Ramadhan. Kita bisa sesibuk apapun dalam bulan Ramadhan, tapi tanpa menyelami hikmahnya, barangkali yang tersisa saat Syawal menjelang hanyalah kelelahan fisik yang tak terkira. Saat musim mudik usai, mungkin hanya suara parau sisa kebut-kebutan tilawah yang bersisa. Namun sebaliknya, dengan mengetahui sejuta hikmah dalam Ramadhan, maka kita akan menikmati amal-amal ibadah dalam Ramadhan dengan penuh penghayatan dan kekhusyukan. Kita menjalani paket ibadah Ramadhan lengkap dengan lebih

Page 5: Kultum Tareweh

ringan karena memahami manfaatnya buat kita. Dan lebih hebat lagi, setelah Ramadhan usai pun kita masih bisa merasakan hikmahnya dalam menjalani hari-hari selanjutnya.

Mari sejenak mengambil ibarat : seorang yang minum obat-obatan dan seorang yang minum madu atau multivitamin. Yang minum obat-obatan, biasanya sekedar ‘menggugurkan’ kewajiban agar terbebas dari rasa sakitnya. Ia sendiri tak pernah paham khasiat apa yang terkandung dalam obat tersebut. Yang jelas dokter mewajibkannya meminum obat tersebut secara rutin tiga kali sehari. Maka ia meminumnya dengan setengah hati dan terbebani. Lain lagi dengan seorang yang minum madu atau multivitamin yang sejenis. Ia tahu persis khasiat yang terkandung di dalamnya, sebagaimana ia juga meyakini manfaat besar yang akan ia dapatkan ketika meminumnya. Maka ia meminumnya dengan begitu ringan dan bersemangat. Contoh kedua inilah yang ingin kita praktekkan dalam hari-hari Ramadhan kita. Kita memahami hikmah dan ‘khasiat’ ramadhan bagi diri kita, lalu menikmati dan menjalani semua amal dan aktifitas di dalamnya dengan penuh semangat, gairah dan vitalitas !! ( ups .. mirip iklan jadinya).

Saya meyakini ada sejuta hikmah dalam Ramadhan yang mulia ini. Mari kita intip tiga di antaranya sebagai penyemangat awal sekaligus oleh-oleh Ramadhan saat telah usai nanti :

Pertama : Ramadhan sebagai Training Keikhlasan

Puasa adalah ibadah yang melatih keikhlasan. Maka puasa Ramadhan selama sebulan adalah training keikhlasan yang sangat efektif. Sejak awal Rasulullah SAW menjelaskan betapa ibadah puasa benar-benar jalur langsung antara seorang dengan Tuhannya. Puasa menjadi ibadah yang begitu mulia karena langsung dinilai oleh Allah sang Maha Mulia. Beliau meriwayatkan firman Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi : “ Setiap amal manusia adalah untuknya kecuali Puasa, sesungguhnya (puasa) itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya “ ( HR Ahmad dan Muslim).

Ibadah Puasa melatih kita untuk ikhlas dalam arti yang paling sederhana, yaitu : beramal hanya karena Allah SWT, mengharap pahala dan keridhoan-Nya. Betapa tidak ? Hampir semua ibadah bisa dideteksi dengan mudah oleh semua manusia, kecuali puasa. Orang menjalankan sholat dan zakat bisa dengan mudah terlihat dengan mata telanjang. Apalagi ibadah haji, rasa-rasanya satu kampung pun bisa mengetahui kalau salah satu kita menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan puasa, yang hampir-hampir tidak bisa diketahui oleh orang lain karena kita ‘sekedar’ menahan tidak makan minum dan berhubungan badan.

Artinya, dalam puasa kita dipaksa untuk ‘ikhlas’ menjalani itu semua hanya karena Allah SWT. Sekiranya bukan karena ikhlas, akan sangat mudah bagi seseorang untuk mengelabui keluarga atau teman-temannya. Ia bisa ikut sahur dan juga berbuka bersama keluarga, tapi di siang hari mungkin saja menyantap lahan makanan di warung langganannya. Kita semua juga bisa berakting puasa

Page 6: Kultum Tareweh

dengan mudah, tapi lihatlah : tidak pernah terbersit dalam hati kita untuk menjalani puasa dengan modus semacam itu. Subhanallah, inilah training keikhlasan terbaik yang pernah kita dapati. Sebulan penuh merasa di awasi dan beramal hanya karena Allah SWT. Mari kita sedikit berangan, seandainya kaum muslimin di Indonesia bisa mengambil sedikit saja oleh-oleh keikhlasan samacam ini untuk bulan-bulan selanjutnya, bisa kita bayangkan angka kejahatan, korupsi dan sebagainya insya Allah akan menurun drastis. Karena mereka semua merasa di awasi oleh Allah SWT, lalu menjalankan ketaatan dengan ikhlas sebagaimana meninggalkan kemaksiatan juga dengan ikhlas.

Kedua : Ramadhan untuk Training Keistiqomahan

Momentum Ramadhan yang penuh dengan berbagai amalan –dari pagi hingga malam hari- mau tidak mau, suka tidak suka, akan membuat seorang berlatih untuk istiqomah dalam hari-hari selanjutnya. Kita semua benar-benar menjadi orang yang sibuk dalam bulan Ramadhan. Bangun di awal hari untuk sholat malam dan sahur, kemudian siang hari yang dihiasi tilawah dan dakwah, belum lagi malam hari yang bercahayakan tarawih dan tadaruh. Semua kita lakukan dalam tempo sebulan penuh terus menerus. Sebuah kebiasaan tahunan yang nyaris tidak kita percaya bahwa kita bisa menjalaninya. Semangat beribadah kita benar-benar dipacu saat memulai Ramadhan. Bahkan Rasulullah SAW memberikan panduan agar melipatgandakan semangat saat akan melepas bulan mulia tersebut. Dari Aisyah ra, ia berkata : adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya (HR Bukhori dan Muslim)

Bila training keistiqomahan ini kita resapi dengan baik, maka kita akan terbiasa beramal secara terus menerus dan berkelanjutan dalam bulan yang lain. Segala halangan dan rintangan akan teratasi dengan sempurna karena semangat istiqomah yang telah tertempa dalam dada kita. Pada bulan berikutnya, saat lelah melanda, ada baiknya kita mengingat kembali semangat kita yang menyala-nyala dalam bulan Ramadhan. Untuk kemudian bangkit dan melanjutkan amal dengan penuh semangat !

Ketiga : Ramadhan sebagai Training Ihsan

Syariat kita mengajarkan untuk optimal atau ihsan dalam setiap ibadah. Tak terkecuali dengan ibadah puasa Ramadhan. Setiap kita diminta untuk meniti hari-hari puasa dengan penuh ketelitian. Menjaganya dari segala onak yang justru akan memporakporandakan pahala puasa kita. Rasulullah SAW telah mengingatkan : ” Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan dari puasanya kecuali hanya rasa lapar. Dan betapa banyak orang yang sholat malam, tapi tidak mendapatkan dari sholatnya kecuali hanya begadang ” (HR Ibnu Majah)

Ini artinya, hari-hari puasa kita haruslah penuh kehati-hatian. Menjaga lisan, pandangan dan anggota badan lainnya dari kemaksiatan. Sungguh berat, tapi tiga puluh hari latihan seharusnya akan membuat kita melangkah lebih ringan dalam hal ihsan pada bulan-bulan selanjutnya. Bahkan semestinya, perilaku ihsan ini memang menjadi branding kaum muslimin dalam setiap amalnya.

Page 7: Kultum Tareweh

Terakhir, banyak hikmah lain yang terserak sedemikian rupa dalam titian tiga puluh hari yang mulia ini. Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali mengais hikmah-hikmah tersebut dari hari ke hari Ramadhan kita, untuk kemudian menjadikannya sebagai simpanan dalam menyambut bulan-bulan berikutnya. Mari memulai dari keinginan tulus dalam hati untuk mensukseskan Ramadhan tahun ini. Lalu diikuti dengan kesungguhan dalam mengisinya bahkan hingga saat hilal Syawal menjelang. Agar kegembiraan yang dijanjikan bisa kita dapatkan. Rasulullah SAW bersabda : ” Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka ( buka puasa dan juga saat Idul Fitri) dan kegembiraan saat bertemu Tuhan mereka ” ( Hadits Bukhori & Muslim ). Wallahu a’lam bisshowab.

Keutamaan 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan

Posted on August 22, 2011 by tqar

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang agung, bulan yang selalu dijadikan momentum untuk meningkatkan kebaikan, ketakwaan serta menjadi ladang amal bagi orang-orang yang shaleh dan beriman kepada Allah SwT.

Tidak terasa, Ramadhan tahun ini sudah mendekati akhir karena telah telah memasuki 10 hari terakhir. Sebagian ulama kita membagi fase bulan Ramadhan dengan tiga bagian. Fase pertama, yaitu 10 hari pertama adalah sebagai fase rahmat, 10 hari kedua atau pertengahan adalah fase maghfiroh, serta fase ketiga atau 10 hari terakhir adalah fase pembebasan dari api neraka. Maka saat ini kita berada dalam fase ketiga, yaitu fase pembebasan dari api neraka. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Salman al- farisi, “Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”

Rasulullah Muhammad Saw, yang merupakan manusia terpilih dan suri tauladan terbaik bagi kita, jika Ramadhan memasuki 10 hari terakhir, maka beliau semakin memaksimalkan diri dalam beribadah. Beliau menghidupkan malam harinya untuk mendekatkan diri kepada Allah SwT, bahkan beliau membangunkan keluarganya agar turut beribadah. Dari Aisyah r.a., ia menceritakan tentang keadaan Nabi Saw ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, “Beliau jika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang, menghidupakn malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari).

Rasulullah Saw sangat memerhatikan 10 hari terakhir bulan Ramadhan karena di dalamnya begitu banyak keutamaan yang bisa didapatkan pada waktu-waktu tersebut. Beberapa di antaranya: Pertama, sebagaimana sudah lazim kita pahami bahwa sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan adalah turunnya lailatul qadr. Malam yang sangat dinantikan untuk didapatkan oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan pengharapan ridha Allah SwT, karena

Page 8: Kultum Tareweh

pada malam tersebut siapa saja yang beribadah kepada Allah SwT dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah SwT maka nilai ibadahnya sama dengan bernilai ibadah selama 1000 bulan yang juga berarti sama dengan 83 tahun 4 bulan. Sebagaimana firman Allah SwT dalam surat Al-Qadr ayat 3: “Lailatul Qdr itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3).

Tentunya dengan mendapatkan lailatul qadr adalah suatu hal yang sangat membahagiakan bagi orang yang beriman yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan kepada Allah SwT. oleh karenanya, pada hari 10 terakhir ini tidak sedikit dari kaum muslimin yang melakukan i’tikaf di masjid agar rangkaian ibadah yang dilaksanakan, shalat malam, tadarus Al-Qur’an, berdzikir dan amalan-amalan lainnya dapat dilaksanakan dengan khusyuk, tentunya dengan tujuan lailatul qadr dapat diraih. Pada malam tersebut keberkahan Allah swT melimpah ruah, banyaknya malaikat yang turun pada malam tersebut, termasuk Jibril a.s. Allah SwT berfirman: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar.” (QS. Al-Qadr; 5).

Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw juga menyebutkan tentang keutamaan melakukan qiyamullail di malam tersebut. Beliau bersabda. “Barangsiapa melakukan shalat malam pada lailatul qadr karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keutamaan kedua adalah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan merupakan pamungkas bulan ini, sehingga hendaknya setiap insan manusia yang beriman kepada Allah SwT mengakhiri Ramadhan dengan kebaikan, yaitu dengan berupaya dengan semaksimal mungkin mengerahkan segala daya dan upayanya untuk meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Karena amal perbuatan itu tergantung pada penutupnya atau akhirnya.

Rasullah Saw bersabda: “Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku adalah penghujungnya. Dan jadikan sebaik-baik amalku adalah pamungkasnya. Dan jadikan sebaik-baik hariku adalah hari di mana saya berjumpa dengan-Mu kelak.”

Dengan demikian mari kita maksimalkan sisa-sisa bulan Ramadhan ini dengan meningkatkan amaliyah ibadah kita kepada Allah SwT dengan qiyamullail (menghidupkan malam) pada bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam penghujung bulkan ini. Semoga kita mendapatkan segala limpahan kemuliaan dari Allah SwT. Amiiiin……

Memperoleh fungsi taqwa tatkala Ramadhan

Posted on July 14, 2011 by tqar

Page 9: Kultum Tareweh

Takwa adalah bekal hidup paling berharga dalam diri seorang muslim. Tanpanya hidup menjadi tidak bermakna dan penuh kegelisahan. Sebaliknya, seseorang akan merasakan hakikat kebahagiaan hidup, baik di dunia mau pun di akhirat apabila ia berhasil menyandang sebagai orang yang bertakwa.

Kata takwa sudah amat akrab di telinga kita. Tiap khutbah Jumat sang khotib senantiasa menyerukannya. Bahkan di tiap bulan Ramadhan, kata taqwa pun menghiasi ceramah-ceramah atau kultum-kultum yang diadakan. Taqwa adalah bekal hidup paling utama.

Ketika Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat kepada baginda Rasulullah, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah takwa. Kata Rasulullah SAW, “Saya wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala perkara.” [Nasr bin Muhammad bin Ibrahim, Kitab Tanbih al-Ghofilin li Abi Laits As-Samarkindi]

Secara lughah (bahasa), takwa berarti: takut atau mencegah dari sesuatu yang dibenci dan dilarang. Sedangkan menurut istilah, terdapat pelbagai pengertian mengenai takwa. Ibn Abbas mendefinisikan, taqwa adalah takut berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya. [tafsir Ibn Katsir, hal. 71]

Imam Qurthubi mengutip pendapat Abu Yazid al-Bustami, bahwa orang yang bertakwa itu adalah: “Orang yang apabila berkata, berkata karena Allah, dan apabila berbuat, berbuat dan beramal karena Allah.” Abu Sulaiman Ad-Dardani menyebutkan: “Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang kecintaan terhadap hawa nafsunya dicabut dari hatinya oleh Allah.” [Al-Jami li Ahkamil Qur'an, 1/161]. Sedangkan Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan, bahwa hakikat taqwa adalah taqwa hati, bukan takwa anggota badan.” [lihat: Ibn Qayyim al-Jauziyyah, kitab al-Fawaid, hal.173]

Umumnya, para ulama mendefinisikan taqwa sebagai berikut: “Menjaga diri dari perbuatan maksiat, meninggalkan dosa syirik, perbuatan keji dan dosa-dosa besar, serta berperilaku dengan adab-adab syariah.” Singkatnya, “Mengerjakan ketaatan dan menjauhi perbuatan buruk dan keji.” Atau pengertian yang sudah begitu populer, taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya.

Dari definisi-definisi di atas menunjukan bahwa urgensi taqwa sudah tidak diragukan lagi, apalagi Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW. secara berulang-ulang menyeru kita supaya bertaqwa. Khusus bagi orang-orang yang bertakwa, Allah telah menjanjikan berbagai macam keistimewaan atau balasan

Page 10: Kultum Tareweh

atas mereka, di antaranya: pertama, bagi siapa saja yang bertaqwa kepada-Nya, maka akan dibukakan baginya jalan keluar ketika menghadapi pelbagai persoalan hidupnya. (QS Ath-Thalaq: 2).

Kedua, memperoleh rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka (QS At-Thalaq:3). Ketiga, dimudahkan segala urusannya (QS Al-Thalaq:4). Kelima, diampuni segala dosa dan kesalahannya, dan bahkan Allah SWT. akan melipatgandakan pahala baginya (QS Al-Thalaq: 5). Keenam, orang yang bertaqwa tidak akan pernah merasa takut, mengeluh, was-was dan sedih hati (QS Yunus: 62-63). Ketujuh, mereka yang bertaqwa akan memperoleh berita gembira (al-busyra), baik di dunia maupun di akhirat (QS Yunus: 64).

Di samping memberikan motivasi, janji-janji yang terkandung dalam ayat-ayat di atas juga menjelaskan tentang keutamaan taqwa dan fungsionalnya terhadap problematika kehidupan seorang muslim. Oleh sebab

itu, tidak semestinya bagi seorang muslim atau mukmin memandang remeh perkara ini. Pasal, taqwa berfungsi sebagai bekal hidup yang paling esensial dan substansial.

Lebih-lebih, bagi seorang pemimpin yang sedang memikul amanah dan tanggung jawab, bekal ketaqwaan tentunya sangat diperlukan. Tidak mustahil, seorang pemimpin, apa pun posisi dan levelnya akan mampu menunaikan tugas-tugasnya dengan baik, menemukan jalan keluar atas persoalan yang dihadapinya serta dapat mencapai tujuan kolektifnya, apabila pemimpin tersebut membekali dirinya dengan ketakwaan kepada Allah.

3 Hal penyemangat shaum kita di bulan Ramadhan

Posted on July 16, 2011 by tqar

1. Pengampunan Dosa

Allah dan Rasul-Nya memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan dengan menjelaskan keutamaan serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau seandainya orang yang puasa mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya akan diampuni dengan sebab ibadah yang baik dan diberkahi ini.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, (bahwasanya) beliau bersabda (yang artinya) : “ Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab (mengharap wajah ALLAH) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [Hadits Riwayat Bukhari 4/99, Muslim 759, makna "Penuh iman dan Ihtisab' yakni membenarkan wajibnya

Page 11: Kultum Tareweh

puasa, mengharap pahalanya, hatinya senang dalam mengamalkan, tidak membencinya, tidak merasa berat dalam mengamalkannya]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga, -Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda (yang artinya) : “ Shalat yang lima waktu, Jum’at ke Jum’at. Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa yang terjadi di antara senggang waktu tersebut jika menjauhi dosa besar” [Hadits Riwayat Muslim 233].

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin” Ditanyakan kepadanya : “Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?” Beliau bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya Jibril ‘Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : “Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan “Amin”, maka akupun mengucapkan Amin….” [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246 dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih, asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak hadits dari beberapa orang sahabat, lihatlah dalam Fadhailu Syahri Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin].

2. Dikabulkannya Do’a dan Pembebasan Api Neraka

Rasullullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam dalam bulan Ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo’a akan dikabulkan do’anya” [Hadits Riwayat Bazzar 3142, Ahmad 2/254 dari jalan A'mas, dari Abu Shalih dari Jabir, diriwayatkan oleh Ibnu Majah 1643 darinya secara ringkas dari jalan yang lain, haditsnya shahih. Do'a yang dikabulkan itu ketika berbuka, sebagaimana akan datang penjelasannya, lihat Misbahuh Azzujajah no. 60 karya Al-Bushri]

3. Orang yang Puasa Termasuk Shidiqin dan Syuhada

Dari ‘Amr bin Murrah Al-Juhani[1] Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Datang seorang pria kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata : “Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah, engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu, aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di malam harinya, termasuk orang yang manakah aku ?” Beliau menjawab (yang artinya) : “ Termasuk dari shidiqin dan syuhada” [Hadits Riwayat Ibnu Hibban (no.11 zawaidnya) sanadnya Shahih]

Source : Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H.

Page 12: Kultum Tareweh

Edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.

Berkahnya waktu sahur

Posted on August 15, 2011 by tqar

Oleh Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc

Waktu adalah ibarat pisau atau pedang yang sangat tajam. Jika Anda tidak bisa menggunakannya dengan baik dan tepat, bisa jadi pisau atau pedang itu akan melukai diri Anda sendiri. Itulah salah satu nasihat bijak dari Ali bin Abi Thalib tentang urgensi waktu dalam kehidupan umat manusia.

Karena pentingnya masalah waktu ini, sehingga Allah SWT pun sering bersumpah di dalam Alquran dengan mempergunakan kata-kata waktu. Misalnya “Demi masa.” (QS [103]: 1), “Demi waktu dhuha.” (QS [93]: 1), “Demi waktu malam.” (QS [92]: 1), dan “Demi waktu fajar.” (QS [89]: 1).

Di antara waktu yang mendapatkan perhatian Alquran dan as-sunnah adalah waktu sahur. “Orang-orang yang sabar, orang-orang yang jujur, orang-orang yang tunduk dan patuh (pada ketentuan Allah dan Rasul-Nya), orang-orang yang menginfakkan sebagian hartanya, dan orang-orang yang memohon ampun kepada Allah pada waktu sahur.” (QS Ali Imran [3]: 17).

Maksudnya, orang-orang yang memiliki kebiasaan atau perilaku tersebut adalah orang-orang yang akan mendapatkan keselamatan dan kesuksesan dalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat nanti, salah satunya adalah dengan selalu beristighfar.

Mereka itulah orang-orang yang punya kesadaran tauhid yang tinggi kepada-Nya, kesadaran yang menempatkannya pada posisi merendahkan diri dan selalu merasa banyak dosa di hadapan-Nya. Dengan istighfar ini, orang tersebut ingin membersihkan hati, pikiran, dan perilakunya dari perbuatan maksiat kepada Allah SWT. Apalagi dilakukannya pada waktu sahur, suatu waktu yang tidak banyak orang yang mampu bermunajat dan beristighfar kepada-Nya.

Dalam sebuah hadis Qudsi digambarkan bahwa pada waktu sahur tersebut, Allah dengan para malaikat-Nya turun ke langit dunia sambil berfirman, “Adakah di antara hamba-Ku yang memohon

Page 13: Kultum Tareweh

ampun, pasti akan Kuampuni. Adakah di antara hamba-Ku yang memohon pertolongan, pasti akan Kuberikan pertolongan kepadanya.”

Salah satu amaliyah di dalam bulan Ramadhan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW (sunnah muakadah) adalah makan pada waktu sahur. “Makan sahurlah kamu sekalian, karena di dalamnya terdapat keberkahan.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Makna keberkahan ini bukan hanya terbatas semata-mata pada makan dan minumnya, tetapi juga pada aktivitas ibadah lainnya yang dilakukan pada waktu sahur tersebut, seperti shalat tahajj\ud, bermunajat kepada Allah SWT, dan membaca Alquran.

Jika bangun pada waktu sahur ini dilakukan satu bulan terus-menerus, diharapkan akan menjadi suatu kebiasaan sekaligus kebutuhan bagi orang-orang yang beriman. Waktu sahur adalah waktu emas (golden time) yang sangat berharga yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin karena di dalamnya terdapat berbagai macam keberuntungan, keindahan, dan kenikmatan. Orang akan khusyu dalam bermunajat kepada Allah SWT, akan khusyu pula dalam beribadah kepada Allah SWT, dan khusyuk pula dalam berzikir kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, mari kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya waktu sahur yang sangat berharga ini. Semoga Allah SWT melimpahkan keberkahan hidup kepada kita semua. Amien. Wallahu a’lam.

Pelajaran Berdisiplin dari Berpuasa

Posted on August 22, 2011 by tqar

Oleh Prof. Dr. H. Imam Suprayogo

.

.

Ada pertanyaan menarik dari salah seorang teman, yaitu apakah ada kaitan antara puasa di bulan Ramadhan dengan upaya membangun kedisiplinan. Selama ini ditengarai bahwa, dalam hal berdisplin, ummat Islam masih tampak rendah. Padahal setiap tahun mereka selalu menjalankan

Page 14: Kultum Tareweh

ibadah puasa. Puasa dikenal sebagai ibadah yang mendatangkan rahmat, maghfirah dan menjauhkan dari siksa neraka. Akan tetapi, aneh kalau tidak memberi dampak apa-apa pada kehidupan sosial sehari-hari, termasuk di antaranya adalah hidup berdisiplin itu.

Menjawab pertanyaan tersebut, tentu tidak mudah. Sebab, pada kenyataannya sudah menjadi pemandangan umum, bahwa disiplin di negeri ini masih belum bisa disebut hebat. Tampak misalnya di jalan raya, pengendara kendaraan sering menyerobot, memarkir kendaraan di tempat sembarangan, dan bahkan juga di tempat terlarang. Lebih-lebih lagi, kalau kita pergi ke kota besar, Jakarta misalnya, masih melihat banyak penumpang kereta bergelayutan, hingga mengabaikan keselamatan dirinya sendiri. Disiplin berkendaraan, baik pribadi atau umum, belum kelihatan mendapatkan perhatian.

Kedisiplinan tampak hanya di kelompok-kelompok tertentu, misalnya di kalangan tentara, polisi, dan juga lembaga pelayanan masyarakat yang membutuhkan professional tinggi, seperti di kalangan pegawai bank, pesawat terbang, dan sejenisnya. Lembaga pendidikan yang diharapkan berhasil membangun kedisiplinan, tetapi nyatanya juga belum semua berhasil mewujudkannya.

Komunitas yang berhasil membangun kedisiplinan itu kiranya belum tentu sebagai hasil dari pelaksanaan ibadah puasa. Di kalangan tentara dan polisi misalnya, mereka berdisiplin oleh karena telah dibentuk oleh kesatuannya. Dengan begitu mereka tampak berdisiplin. Akan tetapi, dalam kehidupan di luar kesatuan, ternyata masih terdengar kasus-kasus adanya polisi atau tentara yang berani melanggar kedisiplinan.

Jika demikian itu kenyataannya, maka cara mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus dibawa pada tataran yang bersifat idealis normatif. Pada tataran impirik selama ini masih agak sulit dijelaskan, karena belum ditemukan keterangan, bahwa puasa benar-benar memberikan dampak pada upaya membangun kedisiplinan, kecuali sebatas terkait dengan kegiatan ritual puasa itu sendiri. Bahkan, agaknya lebih aneh, sekalipun di bulan Ramadhan orang berdisiplin shalat berjama’ah ke masjid, namun begitu Ramadhan berlalu, tempat-tempat ibadah tersebut menjadi sepi kembali, sebagaimana sebelum masuk bulan Ramadhan.

Keadaan tersebut jika diamati secara seksama, menunjukkan bahwa kegiatan ritual belum memberi dampak pada perilaku sosial, termasuk dalam hal berdisiplin. Bahkan hal itu tidak saja pada ibadah puasa, tetapi juga kegiatan ritual lainnya. Padahal sebenarnya, semua kegiatan ritual selalu dijelaskan ada kaitannya dengan perilaku sosial. Shalat misalnya, selain harus dilaksanakan pada waktunya, juga seharusnya mencegah perbuatan keji dan mungkar. Puasa selain harus dilakukan mengikuti waktu yang ditentukan, juga agar para pelakunya mendapatkan derajad taqwa.

Page 15: Kultum Tareweh

Disiplin dalam menjalankan ritual sudah dijalankan secara baik, dan bahkan kadang berlebih-lebihan. Dalam memasuki dan mengakhiri bulan Ramadhan misalnya, karena terlalu berhati-hati, hingga sementara orang berselisih. Ada sementara yang menggunakan rukyat dan lainnya menggunakan hisab. Mereka ingin agar puasa dilakukan dengan penuh disiplin dan setepat mungkin. Artinya, mereka ingin memegangi ketentuan tentang berpuasa secara tepat, dan atau tidak mau mengalami kesalahan sedikitpun.

Namun berdisiplin dalam berpuasa dan juga kegiatan ritual lainnya itu belum diikuti oleh perilaku sosial lainnya sehari-hari. Padahal umpama saja disiplin dan atau kehati-hatian dalam menjalankan ritual tersebut juga dilakukan dalam kegiatan lainnya, ——– dalam mencari rizki misalnya, selalu menghitung halal dan haram, maka kehidupan kaum muslimin akan menjadi luar biasa baiknya. Korupsi, kolusi dan nepotisme tidak akan terjadi lagi, utamanya di kalangan umat Islam, sebab dalam mencari rizki, mereka harus melakukannya dengan penuh disiplin.

Rupanya antara kehidupan ritual dan kehidupan sosial masih berjarak. Kegiatan ritual belum berdampak pada perilaku sosial secara lebih nyata. Atas dasar kenyataan seperti itu, maka seringkali memunculkan pertanyaan yang bernada menggugat, yaitu mengapa banyak orang berpuasa, shalat dan bahkan juga naik haji, akan tetapi perilakunya sehari-hari belum menunjukkan kualitas yang seharusnya, sebagaimana yang diharapkan dari kegiatan ritual itu. Masih banyak orang yang sehari-hari shalat, pada setiap bulan Ramadhan menjalankan puasa, naik haji dan bahkan berkali-kali umrah, tetapi masih berperilaku tidak semestinya.

Keadaan tersebut menggambarkan bahwa, pemahaman secara utuh antara kegiatan ritual, intelektual dan sosial masih belum sepenuhnya dihayati. Puasa yang seharusnya juga berhasil membangun hidup berdisiplin ternyata masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, adalah menjadi tugas para tokoh, pendidik dan atau guru, memberikan penjelasan dan ketauladan secara terus menerus tentang kaitan antara kegiatan ritual dengan kehidupan lain yang lebih luas, agar Islam dilihat dan dihayati secara sempurna, hingga melahirkan pribadi yang utuh dan sempurna. Wallahu a’lam.

Penulis adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim

Fitnah sebagai salah satu penguji iman

Posted on June 16, 2011 by tqar

Fitnah dalam bahasa Alquran sangat berbeda pengertiannya dengan fitnah dalam bahasa kita (Indonesia). Menurut pakar bahasa, al-Ishfahani, dalam bahasa Arab, fitnah mengandung makna (dasar) pembakaran emas (logam mulia) agar bersih dan terlepas dari unsur-unsur yang rendah

Page 16: Kultum Tareweh

(idzkhal al-zhahab al-nar litadzhar jaudatuh min rada’atih). Selanjutnya, kata fitnah digunakan untuk arti sesuatu yang berat dan yang memberatkan (al-syiddah). Dalam Alquran, kata fitnah dalam berbagai bentuknya diulang sebanyak 44 kali dan digunakan untuk beberapa makna. Pertama, fitnah berarti al-ikhtibar, yaitu ujian dan cobaan, seperti pada ayat, “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan.” (QS al-Anfal [8]: 28) dan ayat “Wa fatannaka futuna” yang artinya, “Dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.” (QS Thaha [20]: 40). Kedua, fitnah berarti al-bala’, yaitu bencana (QS al-Anfal [8]: 25) atau siksaan dan penganiayaan yang sangat kejam dan melampaui batas-batas peri kemanusiaan, seperti interogasi disertai penyiksaan yang biasa dilakukan di tempat tahanan atau penjara. Pernyataan Alquran bahwa “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan” (QS al-Baqarah [2]: 191) dimaksudkan untuk makna kedua ini. Hal ini disebabkan mati (dibunuh) tentu lebih ringan daripada dibiarkan hidup, tetapi disiksa secara biadab. Ketiga, makna lain dari fitnah adalah al-’adzab, yaitu siksa Allah di akhirat. Ayat “Fadzuqu fitnatakum”, menurut Imam Zamahsyari, pastilah bermakna azab. Jadi, ayat itu berarti, “Rasakanlah siksaanmu itu. Inilah azab yang dulu kamu minta untuk disegerakan.” (QS al-Dzariyat [51]: 14).

Lain dalam bahasa Arab, lain pula dalam bahasa Indonesia. Kata fitnah, meskipun diserap dari bahasa Arab apa adanya, makna dan penggunaannya dalam bahasa kita sangat berbeda. Dalam bahasa kita, fitnah diartikan sebagai perkataan (tanpa dasar) yang dilancarkan untuk menjatuhkan atau merendahkan martabat seseorang. Fitnah berintikan kebohongan yang diciptakan untuk membunuh karakter (character assassination) seseorang karena persaingan ekonomi (bisnis) atau terutama karena persaingan dalam politik. Meskipun fitnah dalam arti ini sangat tercela, bahkan keji, perbuatan semacam itu sering terjadi, baik dalam bisnis maupun ranah politik. Oleh sebab itu, para elite politik harus siap menghadapinya, tak perlu terlalu gusar, resah, apalagi berkeluh kesah. Namun, fitnah itu lebih banyak digunakan untuk sesuatu yang tidak benar. Bahkan, fitnah bisa menimbulkan malapetaka yang lebih besar. Karena fitnah, seseorang dapat membunuh. Karena fitnah pula, kehidupan rumah tangga bisa menjadi rusak. Karena fitnah juga, manusia bisa menjadi pendendam. Kalau kembali ke makna dasarnya dalam bahasa Arab, fitnah tak lain merupakan proses alamiah (sunatullah) untuk menguji kualitas iman seseorang, apakah ia mukmin sejati (emas) atau ia orang munafik (hanya besi rongsokan) yang dipermak biar kelihatan cantik. Wallahu a`lam.

Oleh Dr A Ilyas Ismail

Kenapa kita tidak bisa bersabar?

Posted on July 16, 2011 by tqar

Oleh Syamsul Arifin

Kesabaran itu susah. Menjalani takdir yang diberi; berusaha terus melaju dengan apa yang ada, tanpa pernah putus asa, bukan suatu hal yang mudah.

Page 17: Kultum Tareweh

Kesabaran bukan hanya kita praktekkan ketika menerima musibah, tapi juga harus bisa kita usahakan dalam bentuk yang aktif.

Secara umum, kesabaran itu terdiri dari tiga jenis:

(1) Kesabaran ketika ditimpa musibah, (2) Kesabaran agar bisa terus menjalankan kebaikan, dan

(3) Kesabaran untuk bisa menghindari diri dari keburukan.

Orang-orang yang bersabar harus mampu menjaga dirinya dari melakukan perbuatan yang dilarang, dan harus juga bisa mengarahkan dirinya agar bisa terus berada di koridor kebaikan sebagaimana telah diperintahkan.

Penyebab ketidaksabaran

Dari dialog antara Nabi Musa AS dan Khidhr, kita bisa mengetahui salah satu penyebab kita tidak sabar. Kisah perjalanan mereka berdua bisa kita lihat di surat Al-Kahfi. Salah satu potongan perkataan Khidhr kepada Nabi Musa AS yaitu:

“Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (QS. Al-Kahfi: 68)

Jika kita tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, terbentur kondisi realita tidak sesuai pengharapan/usaha, terkadang bisa menyebabkan ketidaksabaran. Akhirnya mempertanyakan keputusan Tuhan. Nnaudzubillah.

Maha Suci Allah dengan segala Kesempurnaan-Nya

Kita lupa bahwa Allah memiliki sifat Al `Adl (maha adil), Al `Aliim (maha mengetahui/memiliki ilmu), Al Hakiim (maha bijaksana), juga Ar Rahman (Maha Pengasih) dan Ar Rahiim (Maha Penyayang).

Lupa seakan-akan tidak ada kekuasaan Ilahi yang mengawasi kita, yang maha memelihara dan menjaga.

Page 18: Kultum Tareweh

Kita merasa yakin bahwa apa yang kita rencanakan, inginkan, usahakan, merupakan satu-satunya hal yang terbaik bagi diri kita di dunia dan akhirat. Padahal dengan keterbatasan ilmu yang kita miliki, hal ini belum tentu 100 persen benar.

Bisa jadi Allah menetapkan suatu hal yang jauh lebih baik di balik kegagalan kita, mengatur skenario yang lebih indah dari apa yang telah kita sangka, menjaga dan mengarahkan diri kita dari keterpurukan di dunia dan kerugian di akhirat –karena sekali lagi, Allah maha mengetahui dan janganlah ragu, karena Dia juga maha penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.

Yang perlu kita lakukan cukuplah sederhana, bersyukur ketika diberi nikmat, dan bersabar ketika diuji. Bersabarnya bukan hanya pasif, tapi juga aktif, terus mencari jalan keluar lainnya, terus mencari solusi, berusaha lagi tanpa pernah mengenal putus asa.

Ketika setan pun menyuruh ibadah

Posted on June 20, 2011 by tqar

Abu Hurairah justru ditanya oleh Nabi SAW. “Apa yang kamu lakukan terhadap orang yang kamu tangkap tadi malam?”

Sahabat Abu Hurairah RA pernah diamanati Nabi SAW untuk menjaga gandum hasil zakat. Tiba-tiba di malam hari, ada lelaki yang mencuri gandum itu. Ia lalu ditangkap oleh Abu Hurairah RA. “Kamu akan kubawa kepada Nabi SAW,” kata Abu Hurairah kepada pencuri itu. Namun, pencuri itu memelas. Dengan bujuk rayunya, dia mengatakan, sudah seminggu anak dan istrinya belum makan. Abu Hurairah akhirnya melepaskan pencuri itu, dan memintanya agar tidak mencuri lagi.

Esoknya sehabis shalat Subuh, sebelum sempat melapor, Abu Hurairah justru ditanya oleh Nabi SAW. “Apa yang kamu lakukan terhadap orang yang kamu tangkap tadi malam?” Abu Hurairah kemudian menjelaskan apa yang terjadi. “Ingat, nanti malam ia akan datang lagi,” kata Nabi SAW. Benar, malam kedua pencuri tadi datang lagi. Dan, setelah mengambil gandum, ia ditangkap oleh Abu Hurairah. Ia juga memelas lagi dan Abu Hurairah pun tidak tahan sehingga pencuri itu dilepaskan lagi.

Esoknya, Nabi SAW bertanya lagi kepada Abu Hurairah, seperti kemarin. Abu Hurairah juga menjawab seperti itu. Nabi SAW mengingatkan lagi, pencuri itu nanti malam akan datang lagi. Dalam hati, Abu Hurairah RA berkata, “Nanti malam, dia tidak akan aku lepaskan lagi.” Benar saja, pencuri itu datang untuk yang ketiga kalinya dan kembali mencuri gandum. Abu Hurairah kembali

Page 19: Kultum Tareweh

menangkapnya. “Sekarang, tidak mungkin aku lepaskan kamu. Kamu harus saya bawa kepada Nabi SAW.”

Pencuri tadi sangat cerdik. Kepada Abu Hurairah, ia mengatakan, “Saya siap dibawa kepada Nabi SAW, tapi bolehkah saya berbicara, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah berkata, “Silakan, mau bicara apa?” Si pencuri tadi berucap, “Wahai Abu Hurairah, maukah kamu saya beri wiridan?” “Tentu mau, wiridan apakah itu?” jawab Abu Hurairah penasaran. Memang, para sahabat senang dengan wiridan dan bacaan. Pencuri itu berkata, “Bacalah ayat kursi sebelum kamu tidur, Allah akan menjaga kamu dari godaan setan.”

Mendengar kata-kata pencuri itu, Abu Hurairah terkesima, “Rupanya pencuri ini seorang ustaz.” Akhirnya tanpa basa-basi lagi, Abu Hurairah melepaskan pencuri itu. Esoknya, Nabi SAW bertanya seperti pertanyaan yang kemarin. Abu Hurairah pun menjawab, “Pencuri tadi malam itu memberi wiridan kepada saya. Saya disuruh membaca ayat kursi sebelum tidur malam. Insya Allah, Allah akan menjaga saya dari gangguan setan,” jawab Abu Hurairah. Nabi SAW berkata, “Apa yang dia katakan itu adalah benar, tetapi dia itu bohong.” “Tahukah kamu, wahai Abu Hurairah, siapa pencuri itu? Dia adalah setan,” kata Rasulullah SAW.

Kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari itu memberikan pelajaran bagi kita. Pertama, setan dari jenis jin dapat menjelma menjadi manusia. Kedua, setan dapat menyuruh manusia untuk beribadah, membaca Alquran, shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Abu Hurairah telah diluruskan oleh Nabi SAW sehingga ia tidak membaca ayat kursi karena mengikuti perintah setan, tetapi mengikuti perintah Nabi SAW. Sekiranya seseorang menjalankan ibadah tetapi dia mengikuti perintah setan dan bukan perintah Allah, maka dia telah beribadah kepada setan. Wallahu a’lam.

Oleh Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub

Jangan Salah Berdoa

Posted on July 15, 2011 by tqar

Oleh: Prof Dr Yunahar Ilyas

Saya memiliki sahabat yang sangat beruntung. Tidak hanya kuliah di luar negeri, tetapi juga mendapat kesempatan bermukim di dua kota suci yang menjadi idaman banyak orang Islam. Selama empat tahun belajar di Madinah, dia dapat sepuasnya shalat di Masjid Nabawi, bahkan tidak terhitung shalat di Raudhah, satu taman surga di dunia ini. Begitu juga setelah bermukim di Makkah,

Page 20: Kultum Tareweh

dia dapat melaksanakan shalat berjamaah lima waktu, kecuali Ashar, karena lebih banyak dilaksanakan di kampus.

Setiap habis shalat, dia tak pernah lupa berdoa. Yang paling sering dia minta dalam doanya adalah semoga Allah SWT memudahkan jalan baginya menghajikan kedua orang tuanya. Tatkala melepas kepergiannya dulu ke Tanah Suci, sang ibu berkata dengan suara lirih: “Nak, apakah Ibu suatu saat mungkin sampai ke Tanah Suci itu, mencium Hajar Aswad dan berdoa di Multazam?” Setiap kali ingat pertanyaan ibunya itu, dia semakin khusyuk berdoa agar Allah memperkenankan doanya.

Alhamdulillah, doa sahabat saya terkabul. Dari hasil menyisihkan beasiswa setiap bulan, dan sambil bisnis kecil-kecilan pada musim haji, dia dapat menghajikan kedua orang tuanya. Tidak henti-henti dia mensyukuri nikmat Allah yang tak terhingga itu. Sekarang musim haji sudah berlalu, kedua orang tuanya sudah kembali ke Tanah Air, sahabat saya konsentrasi menghadapi ujian yang sangat menentukan.

Semester ini, sahabat saya hanya mengambil satu mata kuliah. Jika satu mata kuliah ini tidak lulus juga, dia masih diberi kesempatan untuk menempuh ujian sekali lagi. Jika tidak lulus, dia akan drop out (DO). Dia optimistis lulus karena satu semester ini hanya belajar satu mata kuliah. Semua buku wajib dan yang dianjurkan profesor sudah dipelajarinya. Tetapi sayang, setelah nilai diumumkan, dia tetap tidak lulus.

Akhirnya, dia belajar lagi untuk persiapan ujian ulangan sebulan lagi. Ini ujian sangat menentukan nasibnya, terus kuliah apa pulang kampung. Profesor mata kuliah itu sudah didatanginya, memohon pengertian. Dengan dingin sang profesor menjawab: “Biasa, ujian itu ada yang lulus ada yang tidak”. Apa yang dia khawatirkan itu, terjadi juga, dia tetap tidak lulus dan akhirnya apa boleh buat, dia DO.

Sebelum meninggalkan Kota Makkah, sahabat saya itu mencoba mengingat-ingat apa kesalahannya, mengapa dia sampai DO. Tiba-tiba dia ingat, suatu hari pernah berdoa di Multazam dengan penuh kekhusyukan: “Ya Allah. Izinkan aku menghajikan kedua orang tuaku. Kumohon ya Allah. Asal aku dapat menghajikan kedua orang tuaku, kuliahku DO juga tidak apa-apa ya Allah.”

Sahabat saya sadar dia telah salah berdoa. Akhirnya, dia berdoa lagi dengan sepenuh hati di Multazam, memohon ampun atas kesalahannya dalam berdoa. Harusnya dia meminta kedua-duanya, dapat menghajikan kedua orang tua dan lulus ujian dengan nilai baik. Setelah memperbaiki doanya, dia coba lagi melamar strata dua di universitas lain di Arab Saudi.

Page 21: Kultum Tareweh

Alhamdulillah, dengan karunia dan izin Allah, dia diterima lagi kuliah S2 di kampus lain. Sekarang sahabat saya itu sudah menyelesaikan pendidikan doktornya dan berkiprah di Tanah Air. Itulah pelajaran dari sahabat saya, jangan salah berdoa, memohon kepada Allah.

Lailatul Qadar Vs Budaya Konsumerisme

Posted on July 15, 2011 by tqar

Namun, fakta yang ada di masyarakat justru sebaliknya. Pada sepuluh hari terkahir ramadhan, masyarakat Indonesia di sibukkan oleh persiapan menjelang hari lebaran.

Puasa ibarat sebuah kompetisi. Pada sepuluh hari pertama adalah babak penyisihan. Dalam babak penyisihan ini, semua peserta ambil bagian, baik itu sebagai peserta yang memang benar-benar serius dalam mengikuti kompetisi dan mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelumnya. Dan juga peserta yang hanya sekedar peserta yang tidak mempunyai persiapan apapun.

Sepuluh hari kedua, masuk babak perempat final dan semifinal. Pada babak ini, hanya tinggal beberapa peserta yang telah melewati babak penyisihan. Dan sepuluh hari ketiga, adalah babak final. Sudah barang tentu, peserta yang masuk babak final adalah peserta yang sudah mempersiapkan diri secara maksimal jauh sebelum kompetisi dimulai.

Sesuai tahapan-tahapan tersebut, maka fase sepuluh hari ketiga adalah fase akhir dari kompetisi yang sedang kita lalui. Sebagaimana biasanya sebuah kompetisi, maka ganjaran dan hadiah yang diberikan pada babak akhir kompetisi sangat besar dan banyak. Apalagi bila menjadi juara, fasilitas yang didapatkan akan begitu besar dan banyak.

Sepuluh hari ketiga pada bulan Ramadhan, Allah SWT menjanjikan pahala yang begitu besar bagi ummatnya. Bahkan ada satu malam yang sangat istimewa, yaitu malam lailatul Qadar. Lailatul qadar adalah malam yang lebih mulai dari pada seribu bulan.

Para ulama pada akhir-akhir bulan ramadhan, selalu mengajak kepada kaum muslim untuk terus meningkatkan intensitas dan frekwensi beribadahnya. Bahkan kita diajak untuk melakukan beri’tikaf dimesjid demi untuk mendapatkan malam lailatul qadar.

Namun, fakta yang ada di masyarakat justru sebaliknya. Pada sepuluh hari terkahir ramadhan, masyarakat Indonesia di sibukkan oleh persiapan menjelang hari lebaran. Persiapan lebaran mulai

Page 22: Kultum Tareweh

dari mempersiapkan baju baru untuk anak, ibu, suami atau istri dan untuk keluarga lainnya. Sementara persiapan yang lainnya adalah persiapan mudik. Hampir semua masyarakat Indonesia, disibukkan oleh dua hal tersebut. Tak heran jika pada akhir Ramadhan, sebahagian umat Islam lebih memilih pusat perbelanjaan dan tempat penjualan tiket, baik itu agen perjalanan, terminal, stasiun, dan pelabuhan penyeberangan. Setali tiga uang dengan budaya masyarakat, pusat perbelanjaan pun menawarkan penawaran-penawaran yang menarik bagi pengunjungnya. Sehingga mampu meraup keuntungan yang besar.

Fakta ini menunjukkan bahwa, budaya konsumerisme dalam masyarakat begitu menonjol. Dan budaya ini telah mengalahkan janji-janji pahala yang sudah dijanjikan oleh Allah SWT. Akibanya frekweksi dan intensitas beribadah masyarakat Islam pada akhir ramadhan bukannya semakin meningkat bahkan sebaliknya semakin menurun.

Di Mesjid-mesjid, baik itu di Mesjid-mesjid besar hingga mushalla dan surau-surau, jamaah mesjid semakin sedikit. Dan menjelang hari lebaran, hanya akan tinggal beberapa orang saja. Dalam sebuah kompetisi, yang beberapa orang inilah yang masuk babak final dan kemungkinan akan menjadi juara.

Puasa adalah tempat training bagi segenap umat Islam, untuk bisa konsisten dalam melakukan segala hal. Tempat pelatihan dimana setiap orang diajarkan untuk bisa melawan segala hawa nafsunya. Jika pada akhir bulan Ramadhan kita tidak lagi mampu untuk menjaga konsistensi beribadah kita dan larut dalam menuruti keinginan untuk keinginan kita semata, maka training yang kita lakukan pada bulan ramadhan telah gagal menghasilkan sesuatu bagi diri kita.

Inilah Keajaiban Puasa Bagi Tubuh dan Pikiran

Posted on July 20, 2011 by tqar

Banyak orang berlomba-lomba datang ke salon kecantikan atau ke dokter bedah plastik demi terlihat memikat dan awet muda meski harus merogoh ongkos banyak karena tak ingin ada kerutan di wajah. Padahal muda dan tua adalah sunnahtullah yang harus dialami.

Tapi bagi yang ingin tetap awet muda, anda tak perlu mengeluarkan uang banyak untuk membayar jasa kecantikan atau untuk membeli produk kecantikan. Cukup dengan memanfaatkan bulan puasa. Apa bukti ilmiahnya?

Puasa akan mengurangi atau menghentikan sementara proses-proses fisiologis atau metabolisme didalam tubuh kita, khususnya disaluran pencernaan. Penghentian proses metabolisme itu membawa empat rangkaian proses yang berdampak besar pada kesehatan. Bila seseorang bepuasa

Page 23: Kultum Tareweh

berarti ia, pertama membatasi jumlah makanan yang masuk dalam saluran pencernaan, kedua, ia telah menurunkan intensitas kerja sistem pencernaan kita.

Lalu ketiga, dengan turunnya intensitas kerja itu, turun pula kemungkinan adanya racun dari dalam tubuh, baik endotoksin (racun dari dalam tubuh sendiri) maupun eksotoksin (racun dari luar tubuh). Berkurangnya bahan yang harus dicerna juga akan membuat tubuh kita tidak memaksakan diri untuk mengeluarkan hormon dan enzim pencernaan secara besar-besaran.

Bayangkan sebaliknya bila anda tidak berpuasa. Yang pasti semua makanan yang masuk dalam tubuh harus dicerna. Mau tidak mau, kita akan memaksa organ pencernaan kita bekerja lebih keras.

Menurut para pakar, yang disebut awet muda pada dasarnya adalah proses penuaan dini yang dihambat. Diantara beberapa teori penuaan salah satu yang paling terkenal pada tahun 1950-an adalah teori radikal bebas. Teori radikal bebas berbunyi,” kalau didalam tubuh kita banyak radikal bebas, maka radikal bebas itu secara seluler (arahnya ke sel-sel tubuh) akan merusak dinding sel. Perusakan dinding sel itu akan mempercepat penuaaan.”

Puasa ternyata ampuh melindungi dinding sel. Dinding sel bisa dipertahankan karena radikal bebasnya tidak ada atau dikurangi (karena puasa), maka orang menjadi awet muda”

Ada sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa pada orang yang berpuasa, MDA (melondealdehid) yang sifatnya radikal bebas, ternyata berkurang hingga 90%. Bersama dengan itu, disisi lain puasa meningkatkan pembuatan antioksidan hingga 15%. “Jadi disatu sisi radikal bebas itu dipangkas, disisi lain musuh radikal bebas (antioksidan) ditingkatkan” Oleh karena itu, kita tak perlu heran lagi kenapa rajin berpuasa bisa bikin awet muda

Pikiran Lebih Tajam

Bukan hanya awet muda, puasa pun memiliki dampak luar biasa terhadap pikiran. “Puasa ibarat mata air. Semakin digali airnya semakin deras,” kata seorang master trainer sekaligus pakar Neuro-Linguistic Programming (NLP), Ikhwan Sofa. “Begitu juga dalam ilmu modern, setiap hari manfaat puasa dapat ditemukan dari berbagai aspek,” ujarnya. Pengaruh puasa pada pikiran dan mental itu pula yang mempengaruhi tampilan muda seseorang.

Page 24: Kultum Tareweh

Ia mengungkapkan selama berpuasa, kerja pikiran melambat. Pelambatan tersebut, menurut Ikhwan, membuat pikiran lebih jernih karena berpikir lebih dalam.

Secara ilmiah, ungkap Ikhwan, pikiran yang melambat ketika lapar, ternyata menjadi lebih tajam, juga secara instingtif. Bukti ilmiah ini bisa diterima terkait dengan fakta bahwa masalah lapar adalah masalah kelanjutan hidup. Jadi wajar saja, jika rasa lapar membuat pikiran semakin tajam dan kreatif.

Ikhwan menunjukkan sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat. Sekelompok mahasiswa di University of Chicago diminta berpuasa selama tujuh hari. Selama masa itu, terbukti bahwa kewaspadaan mental mereka meningkat dan progres mereka dalam berbagai penugasan kampus mendapat nilai tinggi.

Dengan demikian, menurut Ikhwan, dapat disimpulkan, bahwa fisik dan mental mengalami kenaikan tingkat saat berpuasa. Salah satu yang paling menonjol adalah kestabilan emosi, yang disebabkan oleh terbebasnya mereka dari ketergantungan pada makanan, terutama dari makanan dan minuman pemicu emosi seperti kopi, coklat, gula, dan lemak yang telah terbukti punya dampak buruk untuk kestabilan emosi.

Selain itu, imbuh Ikhwan, orang yang berpikir jernih akan lebih terbuka menerima firman Tuhan. “Dunia ini dipenuhi oleh hiruk pikuk teknologi yang sangat hebat dalam hal menarik perhatian kita. Semuanya berlomba-lomba tak kenal lelah. Dan Tuhan, jelas tidak termasuk dalam kompetisi ini. Dia tetap menunggu kita, sampai kita mengheningkan jiwa, sampai kita siap untuk mendengar-Nya,” ungkapnya.

Kultum Ramadhan (5) Melatih Anak Berpuasa

3 komentar

Kultum Ramadhan edisi kelima kali ini mengangkat tentang Anak-anak dan Puasa Ramadhan. Untuk rangkaian judul Kultum Ramadhan sebelumnya bisa Anda lihat kembali seputar Keutamaan Ramadhan, Kiat Sukses Ramadhan, Kesalahan Orang Berpuasa, dan Janji Allah kepada Orang Berpuasa. Selamat menyimak edisi kultum ramadhan kali ini . Semoga bermanfaat dan salam Optimis.

Alhamdulillah, segala puji hanya kepada Allah SWT. Kita bersyukur hingga hari ini diberi kekuatan dan kesempatan untuk menjalani hari-hari Ramadhan dengan penuh amal kebaikan. Sholawat dan salam kepada Rasulullah SAW nabi junjungan kita semua, yang mengisi Ramadhan dengan sepenuh

Page 25: Kultum Tareweh

amal yang berkah. Memberikan contoh kepada kita beragam amal yang disyariatkan dalam Ramadhan yang mulia. Semoga kita mampu meniru dan menjalankannya.

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya ingin membahas tentang puasa Ramadhan dan anak-anak kita. Sebuah gambaran yang unik seringkali ditemui di jalan-jalan dan sekolahan. Kita melihat anak usia sepuluh tahunan, atau bahkan lebih dari itu yang dengan ringan menikmati makanan dan minuman yang segar di siang hari Ramadhan. Tentu kita bertanya-tanya dalam hati, apakah yang membuat sang anak tersebut tidak berpuasa di hari-hari Ramadhan ini ?. Seandainya saja karena sakit dan kondisi fisik yang lemah, tentulah kita tidak akan mempermasalahkannya.Karena jangankan anak kecil, orang dewasa yang sakitpun dibolehkan untuk berbuka oleh syariat Islam yang indah dan manusiawi. Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah anak tersebut tidak pernah dilatih dan diperintahkan berpuasa oleh orang tua mereka ? Inilah yang akan sedikit kita bahas dan renungkan pada kesempatan kali ini. Bagaimana sesungguhnya Islam memberikan pandangan seputar anak-anak dan puasa Ramadhan.

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Mungkin ada sebagian orang tua yang akan dengan mudah beralasan bahwa syariat Islam tidak mewajibkan anak-anak untuk berpuasa, sehingga tidak perlu tergesa-gesa menyuruh mereka berpuasa sebelum waktunya atau sampai usia baligh. Alasan ini memang terlihat benar pada satu sisi, karena tidak ada kewajiban ibadah apapun –begitu pula puasa Ramadhan- kepada mereka yang belum baligh atau bermimpi basah. Rasulullah SAW bersabda :

ف�ع� �م� ر� �ق�ل �ة� ع�ن� ال �ث �ال �ون� ع�ن� ث ن �م�ج� �م�غ�ل�وب� ال �ه� ع�ل�ى ال �ى ع�ق�ل �ف�يق� ح�ت � و�ع�ن� ي �م �ائ �ى الن ت �ق�ظ� ح� �ي ت �س� �ى( و�ع�ن� ي الص�ب�ى ت �م� ح� �ل ت �ح� ي

Diangkat pena catatan amal dari tiga orang : orang gila yang hilang akalnya sampai sadar kembali, orang tidur sampai ia bangun, dan anak kecil sampai ia bermimpi (baligh) “ (HR Abu Daud)

Lalu apakah kemudian kita berdiam diri tidak mengenalkan dan melatih anak kita berpuasa hingga waktunya tiba ? . Tidak dan sekali-kali tidak. Ibadah dijalankan dengan ringan karena ada latihan dan pembiasaan. Begitu pula dan apalagi ibadah puasa yang sangat dominan sisi fisiknya. Jika tidak dibiasakan sejak dini, maka penundaan dari tahun ke tahun hanyalah mengakibatkan kesulitan yang bertambah-tambah. Pepatah hikmah mengatakan dengan indahnya, bahwa mendidik anak saat kecil

Page 26: Kultum Tareweh

bagaikan mengukir di atas batu. Susah memang tapi masih memungkinkan untuk dilakukan. Sedangkan mendidik orang tua bagaikan mengukir di atas air, hampir-hampir tidak pernah kita bayangkan bagaimana melakukannya.

Jamaah sekalian yang dirahmati oleh Allah SWT

Rasa-rasanya tidak berlebihan jika kita mengatakan, bahwa anak-anak memang belum wajib untuk berpuasa, tapi sungguh para orang tua mempunyai kewajiban untuk mulai mengenalkan dan melatih anak-anaknya berpuasa. Kewajiban ini sudah diisyaratkan begitu jelas dalam Al-Quran, sebagai panduan bagi orang tua untuk melakukan langkah-langkah yang jelas dalam mengarahkan anaknya dalam beribadah. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “(QS At-Tahrim : 6). Setiap orang tua yang mentadabburi dan memahami ayat ini tentulah segera tergerak dan merasa bertanggung jawab untuk mengenalkan ibadah puasa kepada anak-anaknya.

Kita juga mempunyai contoh teladan dari Rasulullah yang mulia dalam masalah ini. Bukan hanya dalam masalah ibadah, bahkan dalam masalah etika dan akhlak pun beliau telah mengajarkan kepada anak-anak yang belia, tanpa memandang usia apalagi baligh tidaknya. Dalam suatu kesempatan makan bersama anak kecil, beliau mengajarkan kepada seorang anak tentang bagaimana adab makan. Beliau bersabda : ““Wahai anakku, sebutlah nama Allah , makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah yang dekat terlebih dahulu (HR Muslim). Hadits diatas menunjukkan bagaimana urgensinya memulai mengenalkan kebaikan sejak kecil.

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Lalu bagaimanakah cara kita untuk mengenalkan dan melatih anak-anak kita berpuasa ? Setidaknya ada lima hal yang perlu kita cermati dalam masalah ini. Semoga kita bisa menjalankannya dengan baik dan istiqomah.

Pertama : Memberikan pemahaman ringan seputar Puasa dan Urgensinya

Sungguh anak kecil usia tujuh tahun bahkan kurang, pada saat ini telah mampu dengan mudah untuk diajak dialog. Semakin ia mengetahui alasan dan pentingnya berpuasa, maka akan semakin mudah melatihnya berpuasa. Anak-anak kita pun akan menjalankannya dengan lebih ringan saat meyakini apa yang dilakukannya berpahala. Saya jadi ingat lirik lagu Bimbo seputar anak-anak dan puasa, tentu kita semua masih mengingatnya dengan baik setiap Ramadhan hadir. “ Ada anak bertanya pada bapaknya .. buat apa berlapar-lapar puasa ? “. Dijawab oleh sang ayah : “ lapar

Page 27: Kultum Tareweh

mengajarkan rendah diri selalu .. “. Demikian seterusnya, kita bisa membahasakan urgensi puasa dalam ungkapan yang menggugah anak-anak kita dalam berpuasa.

Kedua : Memberikan Motivasi dalam Berpuasa

Motivasi disini memang sangat unik jika terkait dengan anak-anak. Kebiasaan yang berlaku di sekitar kita adalah memberikan hadiah kepad a mereka yang bisa menuntaskan puasanya dengan sempurnya. Maka jumlah hadiah disesuaikan dengan jumlah hari mereka berpuasa. Kebiasaan ini tidak sepenuhnya salah, namun motivasi disini tidak harus berupa barang dan materi yang itu-itu saja. Mungkin saja kita bisa arahkan ke hadiah yang lebih baik dari itu semua, misalnya diberikan uang untuk bersedekah, uang untuk membeli buku, uang untuk infaq palestina. Jadi pada satu sisi kita memotivasi, sisi yang lain juga mengarahkan kemana sebaiknya hadiah tersebut digunakan. Ini hanya sekedar contoh ringan, saya yakin bapak dan ibu sekalian lebih tahu hadiah yang terbaik buat anak-anaknya.

Ketiga : Persiapan Puasa yang Matang

Anak-anak kita dalam masa pertumbuhan yang sangat sensitif, mereka membutuhkan asupan gizi yang cukup. Jangan jadikan puasa sebagai hal yang membuat mereka kekurangan gizi dan menjadi lemah. Karenanya para orangtua hendaknya berlaku serius dalam mempersiapkan hidangan sahur bagi putra-putrinya.Pastikan bahwa mereka akan mampu menjalaninya dengan baik,karena kita telah menghidangkan modal yang cukup saat sahur dan berbuka.

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Langkah yang keempat adalah : Membuat Kesibukan yang Menyenangkan

Berpuasa seharian bagi sebagian besar anak kecil adalah sesuatu yang berat dan sangat menyiksa diri. Kita tidak bisa membiarkan mereka larut dalam kondisi sedemikian. Karenanya perlu dilakukan langkah dan upaya untuk menyibukkan mereka agar lalai dari rasa lapar dan dahaga. Inspirasi semacam ini bisa kita dapatkan dari bagaimana cara sahabat mendidik anak-anaknya untuk berpuasa. Sebuah riwayat shohih dari Rubayyi binti Muawidz, ia berkata:

” Di pagi Asyura’ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke kampung-kampung Anshar :” Siapa yang pagi ini dalam keadaan puasa maka sempurnakanlah puasanya, dan barangsiapa yang pagi ini dalam keadaan tidak berpuasa, maka berpuasalah pada sisa hari ini. Dan kamipun melakukan puasa Asyura’. Sebagaimana kami menyuruh puasa anak-anak kecil kami, dan kami beserta putra-putra kami berangkat ke masjid dengan menjadikan mainan dari kapas buat mereka, jika ada salah seorang dari mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan itu kepadanya sampai masuk waktu berbuka” (HR Bukhari dan Muslim)

Page 28: Kultum Tareweh

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Yang terakhir tentu saja kita harus meyakini pentingnya : Bertahap dalam Latihan berpuasa.

Rasulullah SAW telah memberikan panduannya saat memerintahkan kita untuk mengajarkan anak kita melakukan ibadah sholat . Beliau bersabda dari lisannya yang mulia :

وا �م� م�ر� �د�ك و�ال� �ة� أ �الص�ال �اء� و�ه�م� ب �ن �ب �ع� أ ب �ين� س� ن �وه�م� س� �ه�ا و�اض�ر�ب �ي �اء� و�ه�م� ع�ل �ن �ب ر� أ ع�ش�

“perintahkanlah anak-anakmu untuk sholat saat usia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mengerjakannya) saat usia sepuluh tahun “ (HR Abu Daud)

Maka hendaknya latihan puasa dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan, dari tahun ke tahun ditargetkan ada peningkatan. Karenanya memulai sejak usia dini merupakan salah satu langkah sukses menuju tahapan-tahapan selanjutnya. Kebiasaan masyarakat kita yang mengistilahkan “ puasa sambung “ dan “puasa mbedhug” atau berbuka saat dhuhur menjelang dan melanjutkan puasa setelahnya, ini menunjukkan sebenarnya langkah positif ini sudah dianut masyarakat kita dalam mengenalkan anak-anaknya berpuasa.

Sekarang tinggal kita kembali menganjurkan kepada mereka yang masih acuh tak acuh dan meremehkan masalah ini, agar segera tersadar dan bersegera melatih anaknya untuk berpuasa. Semoga Allah SWT memudahkan niatan dan langkah kita ini. Wallahu a’lam bisshowab