Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB

6
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia. Page | 1 ESSAY ORGANISASI INTERNASIONALPERAN PBB DALAM KONFLIK GUATEMALA SELAMA PERANG DINGIN Nama : Erika NPM : 0706291243 Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB? Bipolar. Kata itulah yang tepat digunakan untuk menggambarkan keadaan dunia dan hubungan internasional pada periode 1940-an. Saat itu, dunia seakan memiliki dua poros : Amerika Serikat yang terkenal dengan paham liberalismenyadan Rusia, ketika itu bernama Uni Sovietyang terkenal dengan paham komunismenya. Kedua negara adidaya itu terus-menerus berkonflik dalam berbagai hal karena keduanya sama-sama merupakan negara dengan kondisi power yang besar. Persaingan antar kedua negara tersebut kemudian melahirkan keadaan yang penuh dengan konflik, ketegangan, dan kompetisi, yang kemudian disebut Perang Dingin. Latar belakang terjadinya Perang Dingin disebut-sebut karena ada perbedaan yang sangat mendasar antara kedua blok yang bertikai kala itu, yaitu Blok Barat yang menganut sistem politik pluralistik dan sistem ekonomi kapitalis pasar, sedang Blok Timur lebih menganut sistem politik tertutup (1 partai) dengan sistem ekonomi terpusat 1 . Perbedaan yang sangat mendasar itu kemudian melahirkan kecurigaan pada masing-masing pihak terhadap pihak lawannya, mereka saling curiga pihak lawanyang ketika itu menjadi negara superpower di duniaingin menguasai dunia dan menghancurkan pihak lainnya. Kompetisi dan persaingan antar keduanya terjadi dalam berbagai bidang: militer, teknologi, ilmu pengetahuan, industri, ideologi, pertahanan, perlombaan nuklir dan persenjataan, dan dalam banyak bidang-bidang lain. Dalam Perang Dingin, kedua negara adidaya (Amerika Serikat dan Uni Soviet) tidak pernah bertempur secara langsung, akan tetapi mereka tetap saling menyerang secara tidak langsung. Perang Dingin terjadi sejak tahun 1945, dan berakhir pada dekade 1980-an, ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin tahun 1989 dan bubarnya Uni Soviet tahun 1991 2 . Keadaan dunia yang bipolar lantas membawa kita kepada satu pertanyaan, bila dunia saat itu memang berada dalam kondisi bipolar, lantas bagaimana kedudukan dan peran PBB sebagai organisasi internasional yang seharusnya merupakan wadah kerjasama bagi negara-negara agar tidak terjadi pemusatan 1 Materi disampaikan oleh Ninok Leksono pada mata kuliah Sejarah Hubungan Internasional melalui sebuah persentasi berjudul HI Pasca PD II : Perang Dingin I (1945-1961) pada tanggal 11 September 2007. 2 „Perang Dingin‟ Baru AS-Rusia. http://www.angkasa-online.com/11/02/opini/opini1.htm, diakses pada 19 Oktober 2008, pukul 17.18.

Transcript of Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB

Page 1: Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 1

ESSAY ORGANISASI INTERNASIONAL—PERAN PBB DALAM KONFLIK GUATEMALA SELAMA PERANG

DINGIN

Nama : Erika

NPM : 0706291243

Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional

Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB?

Bipolar. Kata itulah yang tepat digunakan untuk menggambarkan keadaan dunia dan hubungan

internasional pada periode 1940-an. Saat itu, dunia seakan memiliki dua poros : Amerika Serikat—yang

terkenal dengan paham liberalismenya—dan Rusia, ketika itu bernama Uni Soviet—yang terkenal dengan

paham komunismenya. Kedua negara adidaya itu terus-menerus berkonflik dalam berbagai hal karena

keduanya sama-sama merupakan negara dengan kondisi power yang besar. Persaingan antar kedua negara

tersebut kemudian melahirkan keadaan yang penuh dengan konflik, ketegangan, dan kompetisi, yang

kemudian disebut Perang Dingin. Latar belakang terjadinya Perang Dingin disebut-sebut karena ada

perbedaan yang sangat mendasar antara kedua blok yang bertikai kala itu, yaitu Blok Barat yang menganut

sistem politik pluralistik dan sistem ekonomi kapitalis pasar, sedang Blok Timur lebih menganut sistem

politik tertutup (1 partai) dengan sistem ekonomi terpusat1. Perbedaan yang sangat mendasar itu kemudian

melahirkan kecurigaan pada masing-masing pihak terhadap pihak lawannya, mereka saling curiga pihak

lawan—yang ketika itu menjadi negara superpower di dunia—ingin menguasai dunia dan menghancurkan

pihak lainnya. Kompetisi dan persaingan antar keduanya terjadi dalam berbagai bidang: militer, teknologi,

ilmu pengetahuan, industri, ideologi, pertahanan, perlombaan nuklir dan persenjataan, dan dalam banyak

bidang-bidang lain. Dalam Perang Dingin, kedua negara adidaya (Amerika Serikat dan Uni Soviet) tidak

pernah bertempur secara langsung, akan tetapi mereka tetap saling menyerang secara tidak langsung.

Perang Dingin terjadi sejak tahun 1945, dan berakhir pada dekade 1980-an, ditandai dengan runtuhnya

Tembok Berlin tahun 1989 dan bubarnya Uni Soviet tahun 19912.

Keadaan dunia yang bipolar lantas membawa kita kepada satu pertanyaan, bila dunia saat itu

memang berada dalam kondisi bipolar, lantas bagaimana kedudukan dan peran PBB sebagai organisasi

internasional yang seharusnya merupakan wadah kerjasama bagi negara-negara agar tidak terjadi pemusatan

1 Materi disampaikan oleh Ninok Leksono pada mata kuliah Sejarah Hubungan Internasional melalui sebuah persentasi berjudul HI Pasca PD

II : Perang Dingin I (1945-1961) pada tanggal 11 September 2007. 2 „Perang Dingin‟ Baru AS-Rusia. http://www.angkasa-online.com/11/02/opini/opini1.htm, diakses pada 19 Oktober 2008, pukul 17.18.

Page 2: Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 2

kekuasaan di satu/dua negara saja? Memang harus diakui bahwa dalam masa Perang Dingin, keberadaan

PBB dapat dikatakan bagai macan yang kehilangan taringnya. Selama Perang Dingin, DK PBB sebagai

pemegang otoritas penjaga perdamaian dan keamanan internasional praktis terkebiri3

. Pertentangan

kepentingan yang bersumber pada pertentangan ideologi antar dua negara pemegang kekuasaan dunia

(Amerika Serikat dan Uni Soviet)-lah yang menjadi penyebab mengapa setiap rancangan resolusi yang telah

dibuat susah payah oleh PBB lantas kandas hanya karena di-veto. Berbagai konflik yang timbul karena

sikap saling menyerang secara tidak langsung yang disebutkan sebelumnya (di antaranya adalah konflik

Perang Korea, Perang Vietnam, Krisis Rudal Kuba, sampai pada konflik Guatemala), merupakan bukti

bahwa DK PBB saat itu tidak bisa berbuat banyak melawan dua kekuatan besar dunia. Tulisan ini akan

mengkritisi anggapan mengenai ketidakmampuan bertindak PBB dalam masa Perang Dingin, dalam

kerangka konflik Kudeta Guatemala yang terjadi pada 1954.

Konflik Guatemala pada dasarnya adalah konflik yang disebabkan karena ketakutan yang

berlebihan dari Amerika Serikat akan menyebarnya paham komunisme di daerah Amerika Latin, khususnya

di Guatemala. Peristiwa dimulai pada 1931, ketika Guatemala diperintah oleh seorang diktator bernama

Jorge Ubico. Seperti para diktator lainnya, di masa pemerintahannya Ubico cenderung menekan kekuatan

dan ekspresi politik di Guatemala, serta cenderung mengontrol perkembangan buruh agar tetap terkendali.

Kontrol yang berlebih dari Ubico inilah yang lantas mendorong pemimpin selanjutnya, Juan Jose Arevalo

yang resmi memimpin sejak Desember 1944, untuk melakukan berbagai perubahan dan perombakan.

Perubahan yang ia lakukan salah satunya adalah perubahan dalam pemenuhan hak sipil masyarakatnya,

seperti kebebasan untuk berpolitik, dan perubahan di bidang perburuhan dan reformasi tanah

(land-reforming). Hal inilah yang membuatnya mendapat cap komunis dari Amerika Serikat, walaupun

ternyata Amerika tidak/belum melakukan apa-apa sehubungan dengan cap komunis tersebut. Pemimpin

selanjutnya yang kemudian memimpin Guatemala adalah Jacobo Arbenz Huzman, yang memerintah sejak

1951. Di masa kepemimpinan Arbenz inilah, banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang kemudian memakan

banyak korban.

Inti dari semua konflik pada masa kepemimpinan Arbenz adalah mengenai pemerintahannya yang,

melanjutkan pemerintahan Arevalo, cenderung ke arah kiri. Tidak seperti Arevalo yang kurang begitu

sukses mereformasi pemerintahan dan kondisi masyarakat Guatemala, berbagai perubahan berhasil

3 A. Agus Sriyono. Indonesia dan DK PBB. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0610/18/opini/3040691.htm, diakses pada 21 Oktober

2008, pukul 17.10.

Page 3: Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 3

dilakukan Arbenz selama masa kepemimpinannya. Arbenz memulai perubahannya dengan melakukan

reformasi pada pajak progresif, program-program kesejahteraan sosial baru, dan peningkatan upah buruh4.

Tidak hanya berhenti sampai di situ saja, Arbenz pun memutuskan untuk mengurangi kurang lebih 400.000

akre dari lahan United Fruit Company (UFCO) yang tidak digunakan. Sebagai penjelasan, UFCO adalah

sebuah perusahaan milik Amerika Serikat yang memperdagangkan buah-buahan tropis (dalam kasus

Guatemala, pisang) yang ditanam di perkebunan negara-negara Dunia Ketiga dan diperjualbelikan di

Amerika dan di Eropa.

Keputusan Arbenz untuk mengurangi 400.000 akre dari lahan UFCO kemudian mengundang

protes dan reaksi negatif dari sisi petinggi-petinggi UFCO. UFCO pun kemudian melaporkan hal tersebut

pada Amerika Serikat, lalu melobi Amerika Serikat untuk memboikot pemerintahan Arbenz dengan berdalih

pemerintahan Arbenz adalah pemerintahan komunis, dan menyebutkan bahwa Guatemala merupakan benih

komunisme bagi wilayah Barat. Lobi yang dilakukan UFCO itu berhasil, yang kemudian berbuntut pada

perintah dari Eisenhower, selaku perdana menteri Amerika Serikat saat itu, pada CIA (Central Intelligence

Agency) untuk mengalahkan rezim Guatemala. Menanggapi perintah itu, CIA pun membuat training camp

pada tahun 1953-1954 yang dilatih oleh Castillo Armas. Langkah CIA mengadakan training camp itu lantas

diikuti oleh langkah Amerika Serikat memberhentikan semua bantuan yang diberikan untuk Guatemala,

serta dengan mengumumkan pada OAS (Organization of American States-Organisasi Negara-Negara

Amerika) bahwa komunisme adalah ancaman bagi keamanan wilayah seluruh negara di Blok Barat.

Arbenz, yang ketika itu mulai dilanda kepanikan karena diserang oleh pasukan bentukan Armas

yang ditunggangi CIA dan Amerika Serikat, mulai berusaha mencari bantuan dengan menghubungi

Moskow. Namun sayangnya, langkah Arbenz meminta bantuan pada Moskow ini tidak ditanggapi positif

oleh Moskow. Saat PGT (Partido Guatemalteco del Trabajo—Partai Komunis Guatemala) meminta

bantuan dan saran pada Soviet, Moskow menolak dengan alasan tidak tertarik5. Tidak putus asa dengan

penolakan Soviet tersebut, Guatemala lantas meminta Czechoslovakia untuk membuat perjanjian pemberian

bantuan senjata perang, yang lantas semakin dijadikan alasan bagi CIA dan Amerika Serikat untuk

meneruskan cap “komunis” pada pemerintahan Arbenz. Amerika Serikat dan CIA melalui Armas pun

melakukan berbagai upaya propaganda untuk semakin menyudutkan pemerintahan Arbenz, melalui siaran

4 Anthony Best, et.al. International History of the Twentieth Century. Hal 367. 5 Stephen M. Streeter . Interpreting the 1954 U.S. Intervention in Guatemala: Realist, Revisionist, and Postrevisionist Perspectives.

http://www.jstor.org/stable/3054375, diakses pada 16 Oktober 2008, pukul 13:08, hal. 67.

Page 4: Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 4

radio, menyebarkan pamflet, stiker, dan berbagai media lain yang menyebutkan pemerintahan Arbenz

adalah pemerintahan komunis yang harus dibasmi. Juni 1954, Castillo Armas dan pasukannya menyerang

dari Honduras, sementara pesawat Amerika Serikat mulai mem-bom kota Guatemala. Penyerangan ini

membuat keadaan Guatemala menjadi kacau. Pemerintahan Guatemala kacau dan terbagi menjadi orang

yang pro dengan Arbenz dengan orang yang mulai meninggalkan Arbenz. Begitu pula dengan kondisi

angkatan daratnya. Tak lama kemudian, angkatan darat Guatemala pun menyatakan menyerah pada pasukan

Armas. Melihat gelagat yang tidak baik, Arbenz lantas mengumumkan pengunduran dirinya pada 27 Juli

1954.

Pengunduran diri Arbenz lantas dengan sigak disikapi oleh Armas dengan mengambil tampuk

kekuasaan dan berkuasa di Guatemala. Selama Armas berkuasa—yaitu sejak 1954 sampai 1957 ketika ia

dibunuh, Guatemala tampak seperti kembali pada keadaannya yang normal : lahan milik UFCO

dikembalikan, hubungan Guatemala dan Amerika Serikat makin dekat yang ditandai dengan disediakannya

Guatemala sebagai lahan berlatih bagi anggota CIA pada awal 1960-an. Namun tidak bisa dipungkiri,

peristiwa kudeta di Guatemala pada 1954 banyak mengundang reaksi negatif dari masyarakat Amerika

Latin. Bagi rakyat Amerika Latin, sumber permasalahan ekonomi dan sosial terletak pada Utara. Bersamaan

dengan semakin menguatnya hubungan antara Armas, UFCO, dan CIA, semakin menguat pula rasa

nasionalisme dan rasa anti-Amerika rakyat Amerika Latin, juga semakin bertambahnya keinginan dari

masyarakat untuk kembali melakukan reformasi sosial dan ekonomi. Slogan „Yankee go home‟ pun menguat

dan tersebar luas di kalangan masyarakat6.

Terlepas dari masalah respon negatif yang timbul dari masyarakat Amerika Latin paska kudeta di

Guatemala 1954, sebenarnya ada satu masalah besar yang sudah disinggung di awal tulisan ini : di mana

peran PBB, sebagai organisasi internasional berbasis perdamaian yang seharusnya bertugas memelihara

perdamaian dunia dan menentang upaya agresi serta intervensi suatu negara pada negara lain, dalam

menyikapi peristiwa kudeta Guatemala yang ditunggangi oleh Amerika Serikat dan CIA ini? Jika dilihat

dari penjelasan sebelumnya, sepertinya PBB memang belum, bahkan tidak ada, perannya dalam

penyelesaian masalah kudeta Guatemala ini. Akan tetapi, tidaklah benar bahwa PBB bersikap tidak peduli

dan menutup mata pada peristiwa ini. Seperti yang terdapat dalam Resolusi PBB tanggal 20 Juni 1954, PBB

pernah mengeluarkan satu resolusi sehubungan dengan konflik Guatemala ini (yang kemudian tidak

6 Best, op.cit., hal. 367.

Page 5: Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 5

dijalankan karena diveto oleh Uni Soviet, akan tetapi veto ini tidak akan dibahas lebih lanjut), yaitu resolusi

yang menghendaki setiap negara untuk tidak berpartisipasi dalam konflik Guatemala, sehubungan dengan

prinsip dasar PBB yang menginginkan terciptanya perdamaian dunia. Namun peran PBB dalam mengatasi

konflik Guatemala hanya berhenti sampai dikeluarkannya Resolusi tersebut saja. PBB hanya melarang

negara-negara anggotanya untuk ikut membantu Amerika Serikat dalam meng-intervensi situasi politik

dalam negeri Guatemala. Hal ini sangat mengherankan dan mengecewakan, mengingat jelas-jelas Amerika

Serikat melalui CIA-nya telah melanggar salah satu prinsip dasar PBB yaitu prinsip non-intervensi.

Walaupun Amerika Serikat menggunakan tameng “untuk menyelamatkan Guatemala dari pemerintahan

komunis”—yang pada masa Perang Dingin seakan menjadi pembenaran setiap tindakan penyerangan

Amerika Serikat yaitu dengan melakukan containment policy, tetap saja apa yang dilakukan Amerika

Serikat itu telah melanggar kedaulatan Guatemala sebagai negara yang merdeka. PBB, sebagai organisasi

internasional yang seharusnya memperjuangkan nasib anggotanya, seharusnya berbuat lebih dari sekedar

mengecam dan menganjurkan anggotanya untuk membantu Amerika Serikat.

Namun sayangnya, seperti anggapan kaum realis, PBB seperti hanya merupakan perpanjangan

tangan dari negara-negara dominan, dalam kasus ini Amerika Serikat. PBB seperti lupa akan prinsip

dasarnya dan tidak berbuat apa-apa terhadap kudeta Armas yang ditunggangi oleh CIA dan Amerika Serikat

itu. Padahal jika mau ditilik lebih lanjut, Pembukaan Piagam PBB menyebutkan bahwa “..., that armed

force shall not be used, ...” yaitu bahwa PBB tidak mengijinkan penggunaan kekerasan dalam bentuk

kekuatan bersenjata untuk dilakukan, yang berarti seharusnya PBB dapat lebih menghukum Amerika

Serikat karena turut campur dalam memberikan bantuan senjata bagi peristiwa kudeta di Guatemala. Artikel

1 Pasal 1 Piagam PBB juga menyebutkan mengenai Tujuan dan Prinsip PBB, yaitu bahwa tujuan dari PBB

adalah “to maintain international peace and security, ..., and for the suppression of acts of aggression or

other breaches of the peace, ...”—untuk membangun perdamaian internasional dan keamanan, ..., serta

pencegahan terhadap bentuk-bentuk agresi dan bentuk-bentuk pengkhianatan terhadap perdamaian. Dalam

pasal tersebut, secara jelas PBB mengutarakan bahwa dirinya tidak menyetujui anggotanya melakukan

segala bentuk penyerangan yang dapat mengganggu ketertiban dunia. Anehnya, bentuk campur tangan

Amerika Serikat ketika membantu kudeta Guatemala 1954 seakan tidak dihiraukan oleh PBB, padahal jelas

apa yang dilakukan Amerika Serikat tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap upaya perdamaian

dunia. Tindakan PBB ini seakan membuktikan bahwa pada masa itu, PBB memang tidak dapat berbuat

Page 6: Kudeta Guatemala 1954, Signifikankah Peran PBB

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia.

Page | 6

banyak dalam menghadapi kekuatan negara dominan, dalam hal ini Amerika Serikat. Ke mana peran DK

PBB, yang seharusnya berperan sebagai pilar dunia untuk menjaga stabilitas dan perdamaian internasional?

Apakah kekuatan Amerika Serikat begitu besarnya sehingga PBB tidak kuasa melawannya? Mungkin

jawabannya adalah, PBB tidak memiliki power yang cukup signifikan kala itu, mungkin disebabkan karena

umurnya yang masih muda pada saat itu, atau mungkin pula disebabkan karena PBB memang tidak

sanggup dan tidak cukup berani berhadapan dengan salah satu negara adidaya kala itu, Amerika Serikat.

Bisa jadi, PBB ketika itu memang bersembunyi di balik jubah Amerika Serikat. Atau bisa jadi,

ketidakberperanan PBB pada konflik kudeta Guatemala itu memang sudah direncanakan oleh Amerika

Serikat. Apapun penyebabnya, penulis beranggapan ketidakberperanan PBB dalam konflik kudeta

Guatemala 1954 tersebut sekali lagi menunjukkan kebobrokan PBB pada masa Perang Dingin.