KUALITAS TELUR ASIN PADA PEMBERIAN KOMBINASI … · mentah, penjualan telur mentah ini lebih murah...
Transcript of KUALITAS TELUR ASIN PADA PEMBERIAN KOMBINASI … · mentah, penjualan telur mentah ini lebih murah...
i
KUALITAS TELUR ASIN PADA PEMBERIAN
KOMBINASI BAWANG PUTIH ( Allium sativum)
DENGAN CABAI (Capsicum annum L) PADA LAMA
PENYIMPANAN BERBEDA
SKRIPSI
ARMIN TOMY SAPUTRA
I111 12 016
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
KUALITAS TELUR ASIN PADA PEMBERIAN
KOMBINASI BAWANG PUTIH ( Allium sativum)
DENGAN CABAI (Capsicum annum L) PADA LAMA
PENYIMPANAN BERBEDA
SKRIPSI
Oleh
ARMIN TOMY SAPUTRA
I111 12 016
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pada Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin Makassar
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Armin Tomy Saputra
NIM : I111 12 016
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli.
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama Bab
Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiat maka bersedia dibatalkan
dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Mei 2017
Armin Tomy Saputra
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Kualitas Telur Asin pada Pemberian Kombinasi
Bawang Putih ( Allium sativum) dengan Cabai (Capsicum
annum L) pada Lama Penyimpanan Berbeda
Nama : Armin Tomy Saputra
NIM : I 111 12 016
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Tanggal lulus : Mei 2017
Dr. Nahariah, S.Pt., MP Hasrah
NIP. 19740815 200812 2 002
Dekan Fakultas Peternakan
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc
NIP. 19641231 198903 1 025
Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt., MP
NIP. 19741205 200604 1 001
Ketua Program Studi Peternakan
Prof. Dr.drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc.
NIP. 19640712 198911 2 002
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu....
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanaahu Watalaa, karena
rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga
shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk manusia terindah yang pernah Allah
Subhanaahu Wataala ciptakan di muka bumi, untuk manusia yang paling baik
yang pernah menginjakkan kakinya di muka bumi, untuk nabi kita Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis haturkan
dengan penuh rasa hormat kepada :
1. Ibu Nahariah, S.Pt., MP. Selaku Pembimbing Utama dan Bapak Dr.
Muhammad Irfan Said, S.Pt., MP Selaku Pembimbing Anggota, atas segala
bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran
sejak awal hingga selesai.
2. Kedua orangtua yang sangat saya sayangi dan banggakan sampai akhir
hayatnya Ayahanda Alm. H. Tolok dan Ibunda Hj. Semmiati yang telah
melahirkan, mendidik dan membesarkan dengan penuh cinta dan kasih
sayang.
3. Kepada saudara saya Muh. Sabir dan Muliana yang selalu membantu baik
dari segi material maupun non material, mendorong dan mengarahkan penulis
selama masa perkuliahan.
vi
4. Sahabat seperjuanganku Heru Setia, Wawan Hermawan, Safril Latiff S.H,
Berti Sandana, Muharni Tuo S.Pt, Hasrah, Tilawati S.Pt, Rudol Mandak
Parintak, Amk dan Tumianti S.Pt, yang selalu ada di setiap kondisi apapun.
5. Teman teman seperjuangan Rismawati Rasyid, Fitriyanti Syam, Kartina,
Nurjannah S.Pt, Andi Sri Iftitah, Zuhranis Rustan, Zulkifli Rais S.Ip, Nur
Azizah, Megawati, Kasmita S.Pt dan Rini Ariany S. Pi
6. Sahabat Pondok Merah Jane Widny P. Panggolo, Marianto Bungka P, James,
Michael, Mami, Diva, Jawas, Awal, Memet, Joko, Irwan dan Asrianto M.
7. Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc selaku Penasehat Akademik atas
segala waktu dan bimbinganya selama ini.
8. Bapak Prof. Dr. Ir. MS. Effendi Abustam, M. Sc, bapak Dr. Wempie
Pakiding M.Sc, dan Ibu. Dr. Wahniyathi Hatta S.Pt M.Si, selaku penguji atas
waktu dan segala masukkan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.
9. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco M.Sc, selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin.
10. Ibu Prof. Dr. Drh. Hj Ratmawati Malaka M.Sc, selaku Ketua Program Studi
Peternakan.
11. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
12. Bapak/ Ibu Staff Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
13. Teman kelas A (Macet), Heru, Andita, Ayu, Dian J, Tila, Andrian, Salata,
Muharni, Jejen, Widia, Ica, Nita, Asmi, Au, Nur, Bunga, Aan, Rahma, Appe,
Hijab, Reski, Sari, Mita, Uni, Anti, Dian, Yuyu, Tina, Berti, Jannah, Mega,
Hasrah, Kila, Rika, Ririn dan Ani
vii
14. Rekan-rekan Flock Mentality yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu
terima kasih telah banyak menjadi inspirasi penulis untuk selalu belajar di
tengah tingginya perbedaan kita.
15. Keluarga KKN PPM DIKTI 2016 Limampoccoe Kab. Maros, Ade
Kurniawan, Satria, Raspowo, Emi, Arisal, Jen, Tri dan Mus.
16. Keluarga IPMIL Luwu Raya. Aidil, Kifli, Erwin, Tapa, dan Kila.
17. Keluarga INSTYD 2012. Afdalia, Ipo, Aan, Resing, Safrul, Fadli, Yayan, dan
Asrul.
18. Keluarga I LAGALIGO. Ita, Esti, Iva, Desi, Gatung, Citra, Nabila, Kabira,
Muta, Ida, Mega, Fitri, Ucam, Yuyun, Jose, Billy, Aidil, Ito, Dani, Edi, Ucu,
Gibran, Asta, Kahar, Sabar, Erwin, Andis, Dian, Wana, Suci, dan Wiwik.
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
bantunnya.
Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat diharapkan
adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri.
Makassar, Mei 2017
Armin Tomy Saputra
viii
ABSTRAK
ARMIN TOMY SAPUTRA. I 111 12 016 Kualitas Telur Asin Pada Pemberian
Kombinasi Bawang Putih (Allium Sativum) dengan Cabai (Capsicum annum L)
Pada Lama Penyimpanan Berbeda. Dibawah bimbingan NAHARIAH sebagai
Pembimbing Utama dan MUHAMMAD IRFAN SAID sebagai Pembimbing
Anggota.
Pemanfaatan telur itik yang terbatas pada pengolahan pangan disebabkan aroma
yang kurang disukai. Telur juga mudah rusak, sehingga diperlukan pengawetan
yang tepat. Salah satu cara pengawetan telur yang sudah umum dilakukan adalah
pembuatan telur asin. Penambahan bawang putih dan cabai pada telur asin
merupakan inovasi baru dalam pengolahan telur itik untuk memberikan cita rasa
bawang pedas. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap ( RAL) pola
faktorial 3x3 masing-masing 4 kali ulangan. Faktor pertama perlakuan adalah
pemberian kombinasi bawang putih dan cabai (BP 20% : C 80%, BP 50% : C
50%, BP 80% : C 20%) dan faktor kedua adalah lama penyimpanan setelah
diinjeksi ( 3 hari, 5 hari dan 7 hari ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentasi kombinasi bawang putih dan cabai yang berbeda tidak mempengaruhi
nilai kemasiran, nilai TBA dan nilai kesukaan. Lama penyimpanan 7 hari dapat
mempertahankan nilai kemasiran, nilai TBA, namun tidak mempengaruhi nilai
kesukaan. Interaksi antara kombinasi bawang putih dan cabai pada lama
penyimpanan berbeda terhadap nilai kemasiran, nilai TBA dan nilai kesukaan
tidak berpengaruh nyata.
Kata kunci: Telur Itik, Perlakuan Pemberian Kombinasi Bawang Putih dan Cabai,
Lama Penyimpanan
ix
ABSTRACT
ARMIN TOMY SAPUTRA. I 111 12 016 Quality Salted Eggs On Combination
of Garlic (Allium sativum) with Chili (Capsicum annum L) On Different Storage
Length. Under the guidance of NAHARIAH as Supervisor and MUHAMMAD
IRFAN SAID as Member Counselor.
The utilization of duck eggs was limited to food processing due to the less
favorable aroma. Eggs are also easily damaged, so proper preservation is
necessary. One common ways of preserving eggs is the of salted eggs. The
addition of garlic and chili on salted eggs is a new innovation in duck egg
processing to give the taste of spicy onion. This study used a complete
randomized design (RAL) 3x3 factorial pattern each of 4 replications. The first
factor of treatment was combination of garlic and chili (BP 20% : C 80%, BP 50%
: C 50%, BP 80% : C 20%) and second factor was long after injection (3 days, 5
days and 7 days). The results showed that the percentage of different garlic and
chili combinations did not affect the value of the TBA, TBA values and favorite
values. Role of up to 7 days storage period can maintain the value of fetal, TBA
value, but does not affect the preferred value. The interaction between the
combination of garlic and chilli at different storage times against the value of
fetal, TBA value and favorite value had no significant effect.
Keywords: Duck Eggs, Treatment of Combination of Garlic and Chili,
Old Storage.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Telur Itik ...................................................................... 4
Pengawetan Telur ...................................................................................... 6
Bawang Putih (Allium sativum) ................................................................. 7
Cabai (Capsicum annum L) ....................................................................... 10
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemasiran ........................................ 12
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Ketengikan ...................................... 13
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kesukaan .......................................... 15
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ................................................................................... 17
Materi Penelitian ...................................................................................... 17
Rancangan Penelitian ................................................................................ 17
Prosedur Penelitian................................................................................... 18
Analisa Data .............................................................................................. 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemasiran .................................................................................................. 25
Kesukaan ................................................................................................... 27
Ketengikan................................................................................................. 29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................ 31
Saran .......................................................................................................... 31
xi
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 32
LAMPIRAN ................................................................................................... 36
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... 44
xii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Perbedaan Nilai Gizi Telur Ayam dan Itik ............................................... 5
2. Kandungan Zat Gizi Dalam 100 G Telur Itik ........................................... 6
3. Nilai Kemasiran Terhadap Telur Asin ...................................................... 25
4. Nilai Kesukaan Terhadap Telur Asin ........................................................ 27
5. Nilai TBA Terhadap Telur Asin ................................................................ 29
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Bawang Putih ........................................................................................... 8
2. Jenis-jenis Cabai Rawit ............................................................................ 11
3. Diagram Alir Pembuatan Telur Asin Original ......................................... 19
4. Diagram Alir Persiapan Bahan Kombinasi ............................................. 20
5. Diagram Alir Proses Penyuntikan/Injeksi ................................................ 21
6. Skala Kemasiran....................................................................................... 22
7. Skala Kesukaan ....................................................................................... 22
8. Diagram Alir Nilai Uji TBA .................................................................... 23
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Analisis Ragam Kemasiran Telur Asin yang Diberikan Kombinasi
Bawang Putih (Allium sativum) dengan Cabai (Capcisum annum L)
dengan Lama Penyimpanan Berbeda ................................................... 36
2. Analisis Ragam Kesukaan Telur Asin yang Diberikan Kombinasi
Bawang Putih (Allium sativum) dengan Cabai (Capcisum annum L)
dengan Lama Penyimpanan Berbeda ................................................... 38
3. Analisis Ragam Ketengikan Telur Asin yang Diberikan Kombinasi
Bawang Putih (Allium sativum) dengan Cabai (Capcisum annum L)
dengan Lama Penyimpanan Berbeda ................................................... 40
4. Dokumentasi Penelitian Telur Asin yang Diberikan Kombinasi
Bawang Putih (Allium sativum) dengan Cabai (Capcisum annum L)
dengan Lama Penyimpanan Berbeda.................................................. 42
1
PENDAHULUAN
Telur itik merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa
sangat lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi terutama protein, lemak, dan
karbohidrat. Pemanfaatan telur itik masih terbatas pada pengolahan pangan
disebabkan oleh aroma yang kurang disukai dan sifatnya yang mudah rusak,
sehingga diperlukan penyimpanan yang tepat. Penyimpanan yang lama dapat
menyebabkan telur membusuk atau pecah, karena kulit/cangkang telur yang
rentan terhadap benturan. Salah satu cara pengawetan telur yang sudah umum
dilakukan adalah pembuatan telur asin.
Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan dengan
garam (NaCl). Tujuan pengasinan yaitu untuk mendapatkan telur asin yang
memiliki cita rasa yang khas, disukai konsumen dan mempunyai daya awet.
Masyarakat peternak itik pada saat tertentu memperoleh telur itik dalam jumlah
yang melimpah namun pada dasarnya sebagian besar telur dijual dalam keadaan
mentah, penjualan telur mentah ini lebih murah dibandingkan dalam keadaan
matang (sebagian produk olahan telur asin), sehingga hasil penjualan telur
terkadang tidak sebanding dengan biaya pemeliharaannya. Oleh karena itu,
diperlukan inovasi baru dalam pengolahan telur itik sebagai telur asin, dengan
memberikan rasa yang belum banyak dikenal masyarakat dengan tujuan agar
menambah variasi baru produk telur asin yang sudah ada dan dapat bersaing
dengan jenis makanan lauk-pauk lainnya.
2
Pemberian cabai dalam pembuatan telur asin dapat memberikan cita rasa
pedas dan memberikan warna merah yang dihasilkan dari cabai, sedangkan untuk
pemberian bawang putih memberikan bau yang khas rasa bawang putih.
Kombinasi dari pemberian bawang putih dan cabai diharapkan dapat diperoleh
produk lain dengan sifat mutu dan cita rasa bawang putih dan cabai yang lebih
baik.
Tingkat kemasiran telur asin ditentukan oleh berapa lama waktu
penyimpanan telur dengan bahan yang terdiri dari bawang putih dan cabai.
Semakin lama proses penyimpanan, kemasiran telur asin semakin kuat.
Ketengikan telur asin ditentukan oleh lama penyimpanan disebabkan oleh proses
oksidasi yang dapat menyebabkan bau atau tengik pada telur, semakin lama
penyimpanan dapat mengurangi ketengikan.
Kombinasi dari penambahan bawang putih dan cabai tentunya dapat
mempertimbangkan kualitas telur yang digunakan. Kualitas telur dapat
dipengaruhi lama penyimpanan. Lama penyimpanan dapat mempengaruhi kualitas
yang dihasilkan dari pembuatan telur asin.
Belum banyak penelitian yang mengkaji lama penyimpanan terhadap
kualitas telur asin yang diberikan kombinasi bawang putih dan cabai, sehingga
penelitian ini dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas fisik kemasiran,
ketengikan dan kesukaan pada lama penyimpanan berbeda pada telur asin yang
diberikan kombinasi bawang putih dengan cabai. Penelitian ini juga untuk
mengetahui interaksi lama penyimpanan telur asin dengan kombinasi bawang
3
putih dengan cabai terhadap kemasiran, ketengikan dan kesukaan. Kegunaan
penelitian ini adalah untuk memberikan sumber informasi kepada masyarakat dan
mahasiswa tentang kombinasi penambahan bawang putih dan cabai serta lama
penyimpanan telur yang berbeda terhadap kualitas telur asin yang dihasilkan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Telur Itik
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-
zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur
memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap sehingga dijadikan standar
untuk menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk
peternakan yang kaya gizi juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan
pangan yang mudah rusak (Winarno dan Koswara, 2002). Keberhasilan yang
dicapai bidang peternakan unggas telah memberikan hasil panen yang
berlimpah. Hasil utama yang diperoleh dari usaha ini selain daging adalah telur
(Suprapti, 2002). Telur merupakan bahan pangan yang mengandung protein tinggi
dengan susunan asam-asam amino lengkap.
Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk pauk, bahan pencampuran berbagai
makanan, tepung telur, obat dan lain sebagainya. Nilai tertinggi telur terdapat
pada bagaian kuningnya. Kuning telur mengandung asam aminoesensial yang
dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium dan vitamin B
kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur
(Pentadi, 2009).
Telur secara umum mengandung utama yang terdiri air, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral. Perbedaan komposisi kimia anatar spesies
terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya yang
dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungan. Komposisi telur ayam dan
itik dapat disajikan pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Perbedaan Nilai Gizi Telur Ayam dan Telur Itik
Komposisi
Telur Ayam Telur Itik
Putih
Telur
Kuning
Telur
Telur
Utuh
Putih
Telur
Kuning
Telur
Telur
Utuh
Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat
Abu (%)
88,57
10,30
0,03
0,65
0,55
48,50
16,15
34,65
0,60
1,10
73,70
13,00
11,59
0,65
0,90
88,00
11,00
0,00
0,80
0,8
47,00
17,00
35,00
0,80
1,2
70,60
13,10
14,30
0,80
1,0
Sumber : Winarno dan Koswara, 2002
Bentuk telur itik yang normal sama dengan telur ayam yang oval dengan
salah satu ujung meruncing, sedang ujung yang lain tumpul. Bentuk seperti ini
berguna untuk meningkatkan daya tahan kulit telur terhadap tekanan mekanis
serta mengurangi kemungkinan tergelincir pada bidang datar (Medved, 1986).
Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa struktur fisik telur terdiri atas
kuning telur, putih telur dan kerabang telur. Sebutir telur itik terdiri dari 12%
kerabang telur, 52,6% putih telur dan 35,4% kuning telur.
Telur itik memiliki bau amis yang tajam sehingga penggunaan telur itik
dalam bahan makanan tidak seluas telur ayam.Selain baunya yang amis, telur itik
juga memiliki pori-pori kulit yang lebih besar, sehingga sangat baik untuk diolah
menjadi telur asin (Gsianturi, 2003).
Komposisi zat-zat gizi yang terkandung dalam telur itik secara langsung
dapat disajikan pada Tabel 2 berikut ini :
6
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi dalam 100 g Telur Itik
Komposisi Jumlah komposisi Jumlah
Energi
Protein
Hidrat arang total
Lemak
Serat
Abu
Kalsium
202 kal
12,5 g
16,4 g
14,4 g
0 g
1,0 g
100 g
Fosfor
Besi
Karotin total
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air
347 mg
5,5 mg
375 mg
233 S.I
0,3 mg
0 mg
70,1 g
Sumber : Karwapi (1979).
Telur yang biasa digunakan untuk pembuatan telur asin adalah telur itik.
Hal ini disebabkan karena telur itik mempunyai kadar lemak yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan telur ayam. Wulandari et al., (2002) menyatakan bahwa
kadar lemak kuning telur ayam adalah 31,9%.
Pengawetan Telur
Pengawetan telur merupakan salah satu usaha untuk mencegah
menurunnya kualitas telur. Terkadang di dalam rumah tangga, telur sering
disimpan dalam lemari pendingin/kulkas tetapi cara ini hanya dapat
mempertahankan kualitas telur selama 2-3 minggu. Berbagai metode yang sering
digunakan untuk pengawetan telur segar adalah dengan pengemasan kering yaitu
mengemas telur dengan pasir, sekam dan serbuk gergaji dengan maksud
mengurangi proses penguapan CO2 dan air. Cara yang lain dengan perendaman
menggunakan air kaca/air kapur (Marsudin, 2009).
Prinsip dari pengawetan khususnya telur konsumsi adalah mencegah
masuknya mikrobia ke dalam telur, dan mencegah penguapan air dan gas-gas dari
dalam telur yang melewati pori-pori kerabang telur yang berjumlah 7.000 sampai
17.000 dengan variasi ukuran 13 mikron pada ujung yang tumpul, dan 6 mikron
7
pada ujung yang runcing. Telur segar yang baik ditandai oleh bentuk kulitnya
yang bagus, cukup tebal, tidak cacat (retak), warnanya bersih, rongga udara dalam
telur kecil, posisi kuning telur di tengah-tengah dan tidak terdapat bercak atau
noda darah (Marsudin, 2009). Salah satu cara pengawetan telur yang sudah
banyak dilakukan oleh masyarakat sejak lama adalah pengasinan telur yang
dikenal dengan telur kamal (Thoyibah, 1998).
Salah satu metode pengawetan pada telur itik adalah pengasinan.
Pengasinan merupakan metode pembuatan telur asin dengan cara perendaman
telur dalam adonan garam dan abu gosok atau media lain seperti bubuk batu
merah serbuk kelapa. Ada banyak macam pengasinan telur, secara tradisional
masyarakat kita telah mengawetkan telur dengan cara pengasinan menggunakan
adonan garam, yaitu garam yang dicampur dengan komponen-komponen lainnya
seperti abu gosok, batu bata merah, kapur, tanah liat dan sebagainya. Selain itu
pengasinan telur juga dapat dilakukan dengan menggunakan media cair yaitu
dengan larutan garam jenuh (Astawan, 1988).
Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan
Jepang yang beriklim subtropik. Bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa,
dan akhirnya ke seluruh dunia. Bawang putih yang ada di Indonesia dibawa oleh
pedagang Cina dan Arab, kemudian dibudidayakan di daerah pesisir atau daerah
pantai. Seiring dengan berjalannya waktu kemudian masuk ke daerah pedalaman
dan akhirnya bawang putih akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia.
Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan modern sampai sekarang tidak
8
tergoyahkan oleh penyedap masakan buatan yang banyak kita temui di
pasaran yang dikemas sedemikian menariknya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Bawang putih merupakan tanaman herba parenial yang membentuk umbi
lapis. Tanaman ini tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-
75 cm. Batang yang tampak di atas permukaan tanah adalah batang semu yang
terdiri dari pelepah–pelepah daun. Dari pangkal batang tumbuh akar berbentuk
serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang dari 10 cm. Akar yang tumbuh
pada batang pokok bersifat rudimenter berfungsi sebagai alat penghisap makanan
(Santoso, 2000).
Gambar 1. Bawang putih
Taksonomi Bawang Putih (Allium sativum)
Klasifikasi bawang putih menurut Syamsiah dan Tajudin (2003).
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae
Marga : Allium
Jenis : Allium sativum
9
Umbi bawang putih berpotensi sebagai agen anti-mikroba. Kemampuannya
menghambat pertumbuhan mikrobia sangat luas, mencakup virus, bakteri,
protozoa dan jamur (Nok et al., 1996).
Aktivitas biologi umbi bawang putih terkait dengan farmakologi dalam
pengembangan ilmu mengenai khasiat bawang putih, antara lain sebagai
antidiabetes, anti-hipertensi, anti-kolesterol, antiatherosklerosis, anti-oksidan,
anti-agregasi sel platelet, pemacu fibrinolisis, anti-virus, antimikrobia dan anti-
kanker. Dari berbagai penelitian in vitro, umbi bawang putih diketahui memilki
aktivitas anti-oksidatif (Borek, 2001).
Mekanisme Antioksidan Bawang Putih
Salah satu senyawa anti oksidan pada bawang putih adalah Allisin. Allisin
merupakan anti-oksidan utama dalam umbi bawang putih. Senyawa ini mampu
menekan produksi nitrat oksida (NO), yakni dengan menghambat kerja enzim
cytokine-induced NO synthase (iNOS) melalui pengendalian iNOS mRNA dan
menghambat transport arginin (Schwartz et al., 2002).
Rustama dkk. (2005) yang menyatakan bahwa bawang putih mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kemampuan
bawang putih ini berasal dari zat kimia yang terkandung di dalam umbi. Zat
kimia tersebut adalah alil sulfida (biasa disebut alisin) yang diduga merusak
dinding sel dan menghambat sintesis protein. Allicin (diallyl thiosulfinate)
merupakan salah satu komponen biologis yang paling aktif yang terkandung
dalam bawang putih. Komponen ini bersamaan dengan komponen sulfur lain
yang terkandung dalam bawang putih berperan pula memberikan bau yang khas
10
pada bawang putih (Londhe, 2011). Allicin tidak ada pada bawang putih yang
belum dipotong atau dihancurkan (Majewski, 2014).
Cabai (Capsicum annum L)
Tanaman cabai (Capsicum annum L) berasal dari dunia tropika dan
subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan dan terus
menyebar ke Amerika Latin. Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam
tapak galian sejarah Peru dan sisaan biji yang telah berumur lebih dari 5000
tahun SM didalam gua di Tehuacan, Meksiko. Penyebaran cabai ke seluruh dunia
termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang
Spanyol dan Portugis (Dermawan, 2010).
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang
memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Menurut Rukmana (2002) secara umum buah
cabai rawit mengandung zat gizi antara lain lemak, protein, karbohidrat, kalsium,
fosfor, besi, vitamin A, B1, B2, C dan senyawa alkaloid seperti capsaicin,
oleoresin, flavanoid dan minyak esensial. Kandungan tersebut banyak
dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masak, ramuan obat tradisional, industri
pangan dan pakan unggas.
Ada dua spesies cabai yang terkenal yaitu cabai besar atau cabai merah
dan cabai kecil atau cabai rawit. Cabai yang termasuk ke dalam cabai besar atau
cabai merah adalah paprika, cabai manis dan lain-lain. Cabai yang termasuk ke
dalam golongan cabai kecil adalah cabai rawit, cabai kancing, cabai udel dan
cabai yang biasanya dipelihara sebagai tanaman hias. Pada umumnya cabai kecil
11
ini lebih panjang umurnya, lebih tahan terhadap hujan dan rasanya lebih pedas
(Sukrasno, 1997).
Cabai kecil (Jemprit) Cabai ceplik Cabai rawit putih
Gambar 2. Jenis-jenis cabai rawit.
Menurut Cahyono (2003), Kedudukan tanaman cabai rawit dalam botani
tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Capscum
Spesies : Capsicum anmum L
Komponen antioksidan cabai diantaranya vitamin C, vitamin E, seng
tembaga, selenium dan capsaicin. Bioaktif tersebut bertindak sebagai antioksidan
yang efektif untuk mengeliminasi radikal bebas. Perucka et al., (2000)
menemukan bahwa fraksi flavanoid dan kapsanoid dalam buah cabai memiliki
aktivitas antioksidan berdasarkan nilai persen inhibisi. Selain itu komponen fenol
dalam buah cabai merupakan aktitivitas antioksidan terbanyak.
12
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemasiran
Kemasiran kuning telur dipengaruhi oleh adanya garam yang masuk ke
dalam kuning telur. Suatu emulsi dapat dipecahkan dengan pemanasan dan
penambahan NaCl yaitu dengan merusak keseimbangan fase polar (protein) dan
fase non polar. (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) Tekstur masir yang ditimbulkan
dari kuning telur berhubungan erat dengan granula yang terdapat di dalam kuning
telur (Wulandari, 2002).
Tekstur masir disebabkan oleh membesarnya granula yang ada dalam
kuning telur. Membesarnya granula pada kuning telur dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu kadar garam dan kadar air. Garam akan masuk ke dalam kuning telur
dan akan merusak ikatan-ikatan yang terdapat dalam granula sehingga dapat
memperbesar diameter granula. Masuknya air akan semakin memperbesar
diameter granula. Semakin banyak air dan garam yang masuk menyebabkan
semakin banyak granula yang membesar, sehingga persentase kemasiran semakin
besar. Kemasiran merupakan salah satu hal yang paling penting pada telur asin.
Hal ini sesuai dengan pendapat Chi dan Tseng (1998) yang menyatakan bahwa
kemasiran merupakan salah satu karakteristik kuning telur asin. Tekstur masir
pada kuning telur akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Ukuran
granul diakibatkan oleh adanya air garam yang masuk ke dalam granul dan
reaksi garam dengan low density lipoprotein (LDL). Menurut Chang, Powrie
dan Fennema (1997) menambahkan garam yang masuk ke dalam kuning telur
akan bereaksi dengan lipoprotein (yang sebagian besar dalam bentuk fraksi low
densiw). Hal diatas akan membentuk tekstur masir pada kuning telur.
13
Menurut Belitz dan Grosch (1999) kuning telur merupakan suatu emulsi
lemak dalam air dengan kandungan bahan kering sekitar 50% yang terdiri dari
213 lemak dan 1/3 protein. Menurut Muchtadi (1992) suatu emulsi dapat
dipecahkan dengan pemanasan dan penambahan NaCl yaitu dengan merusak
keseimbangan fase polar (protein) dan fase non polar (lipid). Rasa masir yang
ditimbulkan dari kuning telur berhubungan erat dengan granula yang terdapat di
dalam kuning telur (Wulandari, 2002). Hal ini juga didukung oleh Chi dan
Tseng (1998) yang menyebutkan bahwa tekstur masir disebabkan oleh adanya
pembesaran granula. Menurut Chang, Powrie dan Fennema (1997) granula
merupakan butiran-butiran lipoprotein. Proses pembesaran granula dimulai dari
kuning telur bagian luar ke bagian dalam, karena bagian luar telur terlebih
dahulu bereaksi dengan garam. Granula di dalam kuning telur terdiri dari
phosvitin (12%), high density lipoprotein (8%), low density lipoprotein (1%)
dan very density lipoprotein (sekitar 1%) (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Ketengikan
Ketengikan merupakan sebagai kerusakan atau perubahan flavor dalam
lemak atau bahan pangan berlemak. Adapun faktor penyebab ketengikan
diantaranya yaitu absosrbsi bau oleh lemak, aktivitas enzim dalam jaringan bahan
mengandung lemak, aktivitas mikrobia dan oksidasi oleh oksigen udara atau
kombinasi dari dua atau lebih penyebab kerusakan. Menurut Ketaren (1986)
menyatakan bahwa komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan
dari proses oksidasi dan enzimatis, juga dihasilkan oleh hidrolisa lemak yang
mengandung lemak jenuh pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan
14
berbau tidak enak, misalnya asam butirat, asam valerat, asam kaproat dan ester
alifatis yaitu metil nonil keton.
Menurut Chayadi (2006) hidroperoksida mengalami pemecahan senyawa
organik yang lebih kecil seperti berbagai aldehid, keton, dan asam yang
memberikan bau dan citarasa tidak enak yang dikenal dengan ketengikan.
Berbeda dengan bau yang di tangkap oleh panelis juga disebabkan oleh
berbedanya molekul senyawa bau yang ditangkap panelis. Sesuai dengan
pendapat Wirnarno (1992) bahwa penerimaan akan menangkap bau dari hidung
kemudian sel olfaktori yang akan menangkap molekul senyawa bau yang bentuk
dan ukurannya cocok, sehingga timbul impuls yang menyatakan mutu bau
tersebut.
Ketengikan dapat terjadi melalui hidrolisi ikatan ester oleh lipase dan
kelembaban (ketengikan hidrolisis), autooksidasi gliserida asam lemak tak jenuh
dengan oksigen atmosfer (ketengikan oksidatif), oksidasi enzimatik gliserida asam
lemak tak jenuh (ketengikan lipoxidase), atau melalui oksidasi enzimatik gliserida
asam lemak tak jenuh tertentu (ketengikan ketonik) (Aurand, 1987). Dari
kerusakan minyak tersebut terbentuk campuran aldehid, keton dan asam lemak
bebas dengan berat molekul rendah. Campuran ini menyebabkan timbulnya bau
tengik dan rasa tidak enak yang tidak dikehendaki pada minyak. Minyak tengik
menimbulkan sensasi tidak nyaman di lidah.
15
Kesukaan
Kesukaan merupakan suatu kegiatan pengujian yang dilakukan oleh
seorang atau beberapa orang panelis yang mana memiliki tujuan untuk
mengetahui tingkat kesukaan atau tidak kesukaan konsumen tersebut terhadap
suatu produk tertentu. Uji hedonik juga disebut kesukaan. Panelis dimintakan
tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan.
Soekarto (1985) mengatakan bahwa uji hedonik menyangkut penilaian
seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang
menyenanginya. Menurut Rahardjo (1998) bahwa pada uji hedonik, panelis
mengemukakan tanggapan pribadinya yaitu berupa kesan yang berhubungan
dengan kesukanan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sfat sensori atau
kualitas yang dinilai.
Tingkat kesukaan pada uji hedonik disebut skala hedonik contoh tingkat
tersebut adalah seperti sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak
suka dan sangat tidak suka. Jenis panelis yang bisa digunakan untuk melakukan
uji hedonik ini adalah panelis yang agak terlatih dan panelis tidak terlatih.
Penilaian dalam uji hedonik ini bersifat spontan. Ini berarti panelis diminta untuk
menilai suatu produk secara langsung saat itu juga pada saat mencoba tanpa
membandingkannya dengan produk sebelum atau sesudahnya (Rahardjo, 1998).
Prinsip pada uji ini adalah panelis diminta untuk mencoba suatu produk
tertentu, kemudian setelah itu panelis diminta untuk memberikan tanggapan dan
penilaian atas produk yang baru dicoba tersebut tanpa membandingkannya dengan
yang lain. Tujuan dari uji hedonik ini adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan
16
konsumen terhadap produk dan untuk menilai komoditi jenis atau produk
pengembangan secara organoleptik. Skala hedonik dapat direntangkan atau
diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendakinya. Skala hedonik dapat
juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan.
Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan
skala hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan.
Sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai secara organoleptik
terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan. Uji hedonik banyak
digunakan untuk menilai produk akhir (Michael et al., 2009).
17
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 - Januari 2017
bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Daging dan Telur Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, ember,
sendok, timbah, timbangan (kapasitas 5 kg), plastik, gunting, blender, saringan,
mangkok, alat injeksi (spoit) ukuran 3 ml), tabung reaksi, alat destilasi, rak tabung
reaksi, gelas ukur, timbangan analitik, labu destilasi, spektofometer, panci dan
kompor.
Bahan yang digunakan adalah telur itik, garam, abu, bawang putih, cabai
rawit, label, tissue, aluminium foil, HCl 4 M, aquades, TBA (Thiobarbiturie-acid),
alkohol, garam dan air.
Rancangan Penelitian
Faktor Pertama adalah Perlakuan Pemberian Kombinasi Bawang Putih
(BP) dan Cabai (C) sebagai faktor (I) terdiri atas:
X1 = BP 20% : C 80%
X2= BP 50% : C 50%
X3= BP 80% : C 20%
Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Pola Faktorial 3 × 3 dengan 4 kali ulangan.
18
Faktor Kedua adalah Lama Penyimpanan (II), terdiri atas:
W1 = 3 hari
W2 = 5 hari
W3 = 7 hari
Prosedur Penelitian
Penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu tahap persiapan telur, tahap
pembuatan adonan telur asin, tahap persiapan bahan kombinasi (bawang putih dan
cabai), tahap injeksi (penyuntikan), tahap penyimpanan setelah injeksi, tahap
perebusan dan tahap pengujian parameter.
1. Tahap Persiapan Telur
Telur diambil dan dipilih dari salah satu petani ternak itik di Desa
Lempangan Kabupaten Maros, sebanyak 180 telur disiapkan untuk kebutuhan
perlakuan yakni 3 x 3 dengan 4 kali ulangan, setiap unit perlakuan menggunakan
5 butir telur.
2. Tahap pembuatan adonan telur asin
Terlebih dahulu bahan dan alat disiapkan, setiap ulangan menggunakan 45
butir telur itik yang akan diasinkan dengan pembuatan adonan yang terdiri dari
2.250 g abu, 1.125 g garam dan 100 ml air seperti dilakukan oleh penelitian
(Puspita 2014). Diagram alir pembuatan telur asin original seperti pada
Gambar 3.
19
Gambar 3. Diagram alir pembuatan telur asin original
3. Tahap Pembuatan Formula Bumbu (bawang putih dan cabai)
Jenis bahan utama yang digunakan adalah bawang putih (Allium sativum)
dan cabai rawit (Capsicum annum L). Bahan dicuci lalu ditimbang 30 g sesuai
yang dibutuhkan bawang putih dan cabai. Untuk perlakuan pemberian kombinasi
bawang putih dengan cabai pada formula X1 (20% bawang putih : 80% cabai),
artinya kombinasi bawang putih dan cabai sebanyak 6 g bawang putih : 24 g cabai,
pada formula X2 (50% bawang putih : 50% cabai) artinya kombinasi bawang
putih dengan cabai sebanyak 15 g bawang putih : 15 g cabai dan formula X3 (80%
bawang putih : 20% cabai) artinya kombinasi bawang putih dengan cabai
sebanyak 24 g bawang putih : 6 g cabai sebagai bahan utama, kemudian
mencelupkan bahan di dalam air mendidih selama 3 menit. kemudian masing-
Telur Itik
(180 butir)
Persiapan Adonan
Abu (2.250 g) + Garam
(1.125 g) + Air ( 100 ml Air)
Penyimpanan selama 7 hari
Pembalutan
Pencucian
Telur Asin
20
masing bahan dihaluskan dengan penambahan 36 ml air pada masing-masing
perlakuan untuk mendapatkan filtrat/sari bahan.
Gambar 4. Diagram alir persiapan bahan kombinasi (bawang putih dan cabai)
4. Tahap Injeksi (Penyuntikan)
Tahap awal mulai dari telur dilubangi pada bagian rongga udara, kemudian
dibersihkan bagian lubang injeksi menggunakan larutan alkohol sebelum
melakukan penyuntikan, larutan induk kombinasi bawang putih dan cabai 36 ml
masing-masing diinjeksi sebanyak 1 ml kedalam telur secara perlahan pada
lubang dengan gerakkan dihomogenkan secara perlahan dengan membentuk
angka delapan, kemudian tutup lubang telur dengan plester bening.
Bawang Putih Cabai
Penggilingan
Filtrat (sari)
Penyuntikan
21
Gambar 5. Diagram alir proses penyuntikan/injeksi
5. Tahap Penyimpanan Setelah Injeksi
Telur yang sudah diinjeksi kemudian disimpan pada suhu kamar selama 3,
5 dan 7 hari untuk mengamati pengaruh kombinasi bawang putih dan cabai pada
telur asin. Pada saat penyimpanan posisi telur harus dibalik rongga udara dibawah
sehingga dapat menyebar dengan baik.
6. Tahap Perebusan
Telur yang sudah disimpan setelah injeksi direbus diatas kompor dengan
suhu 1000C dengan lama 25 menit.
Telur Itik Asin
Pembersihan
Penyuntikan/Injeksi
X1 = BP20% : C80%
X2 = BP50% : C50%
X3 = BP80% : C20%
Penyimpanan
W1 = 3 hari W3 = 7 hari
Perebusan
Pengamatan
W2 = 5 hari
22
7. Tahap Pengujian Parameter
Pada tahap pengujian parameter yang akan diuji antara lain kemasiran,
ketengikan dan kesukaan pada telur asin.
8. Panelis
Panelis yang digunakan dalam pengujian organoleptik telur asin kombinasi
bawang putih dan cabai adalah mahasiswa dengan umur antara 20-25 tahun pada
jenjang pendidikan S1.
a. Nilai Kemasiran
Kemasiran merupakan salah satu karakteristik kuning telur asin.
Kemasiran kuning telur dipengaruhi oleh adanya garam yang masuk ke dalam
kuning telur. Suatu emulsi dapat dipecahkan dengan pemanasan dan penambahan
NaCl yaitu dengan merusak keseimbangan fase polar (protein) dan fase non polar.
Kemasiran
1 2 3 4 5
Gambar 6. Skala Kemasiran
b. Nilai Kesukaan
Uji hedonik juga disebut kesukaan. Panelis diminta tanggapan pribadinya
Tentang kesukaan atau ketidaksukaan (Setyaningsih et al., 2010). Disamping
panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya mereka juga
mengemukakan tingkat kesukaannya.
Kemasiran :
1. Sangat tidak masir
2. Tidak masir
3. Agak masir
4. Masir
5. Amat masir
23
Kesukaan
1 2 3 4 5
Gambar 7. Skala Kesukaan
c. Nilai uji TBA ( Thiobarbituric-acid)
Penentuan bilangan TBA dilakukan pada hari ke-3, ke-5 dan hari ke7
berdasarkan metode Apriyantono (1989). Diagram alir penentuan nilai TBA
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram alir penentuan nilai TBA
Kesukaan : 1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak suka
4. Suka
5. Amat suka
10 gram produk + 50 ml aquades dimasukkan ke dalam waring blender
dan dihancurkan selama 2 menit
Dipindahkan ke labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml aquades
Ditambahkan 2,5 ml HCl 4 M sampai pH 1,5 dan ditambahkan batu didih
Didestilasi selama 10 menit hingga diperoleh 50 ml destilat
5 ml destilat dipipet ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan 5 ml pereaksi TBA
lalu tutup dan dicampur merata lalu dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidih
Tabung reaksi didinginkan selama 10 menit dan diukur absorbansinya
Blanko dibuat menggunakan 5 ml aquades dan 5 ml pereaksi
Bilangan TBA dihitung dan dinyatakan dalam satuan mg malonaldehid per kg sampel
24
Analisa Data
Data diolah dengan analisis ragam berdasarkan rancangan acak lengkap
(RAL) pola faktorial 3 x 3 dengan 4 kali ulangan.
Yijk = µ + α1 + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk = Hasil Pengamatan
µ = Nilai rata- rata
αi = Perlakuan kombinasi bawang putih dan cabai ke-i (i=BP20% : C80%,
BP50% : C50% dan BP80% : C20%)
βj = Perlakuan lama penyimpanan ke-j (j= 3,5 dan 7 hari)
(αβ)ij = interaksi kombinasi bawang putih dan cabai ke-I dan lama penyimpanan
ke-j
Eijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan kombinasi ke-I,
lama penyimpanan ke- j dan ulangan ke-k
Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka
akan dilanjutkan dengan Uji Duncan (Gaspersz, 1991).
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemasiran
Hasil penelitian mengenai kualitas kemasiran telur asin yang diberikan
kombinasi bawang putih dan cabai pada lama penyimpanan berbeda melalui uji
organoleptik disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai kemasiran terhadap telur asin
Penyimpanan
(Lama)
Kombinasi Bawang Putih dan Cabai Rata-rata
X1 X2 X3
W1 3,48±0,96 3,43±0,13 3,40±0,08 3,43±0,39a
W2 3,50±0,14 3,73±0,63 3,58±0,10 3,60±0,29ab
W3 3,75±0,31 3,75±0,26 3,60±0,24 3,70±0,27b
Rata-rata 3,58±0,47 3,63±0,34 3,53±0,14
Ket :Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05). Lama penyimpanan : W1 . 3 Hari, W2. 5 Hari, W3. 7 Hari. Skala kemasiran :
1. Sangat tidak masir, 2. Tidak masir, 3. Agak masir, 4. Masir, 5. Amat masir, 6. Sangat
masir. Perlakuan : X1 = BP20% : C80% , X2 = BP50% : C50% , X3 BP80% : C20%.
Analisis ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan telur asin yang
diberikan kombinasi bawang putih dan cabai berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
kemasiran. Namun, kombinasi bawang putih dan cabai tidak berpengaruh nyata
begitu pula pada interaksi antara keduanya tidak ada pengaruh terhadap nilai
kemasiran.
Uji Duncan menunjukkan bahwa pada lama penyimpanan W2 tidak
memberikan perbedaan nyata pada lama penyimpanan W1 dan W3, sedangkan
lama penyimpanan W3 memberikan perbedaan nyata pada lama penyimpanan
W3 terhadap kemasiran. Berdasarkan Tabel 3, rata-rata nilai kemasiran
menunjukkan skala agak masir, semakin lama penyimpanan maka kemasiran telur
yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh pengaruh garam dan
26
kadar air didalam kuning telur. Garam akan masuk ke dalam kuning telur dan
akan merusak ikatan-ikatan yang terdapat dalam granula sehingga dapat
memperbesar diameter granula, masuknya air akan semakin memperbesar
diameter granula. Chang (1997) yang menyatakan bahwa tekstur masir
disebabkan oleh adanya pembesaran granula. Noviastuti (2002) menyatakan
bahwa kemasiran telur asin disebabkan oleh adanya kemampuan NaCl untuk
mengikat air yang mempunyai afinitas yang lebih besar dari pada protein. Hal ini
menyebabkan ikatan antar molekul protein semakin kuat. Ikatan yang kuat
tersebut menyebabkan protein menggumpal. Kemasiran kuning telur dipengaruhi
oleh adanya garam yang masuk ke dalam kuning telur. Suatu emulsi dapat
dipecahkan dengan pemanasan dan penambahan NaCl yaitu dengan merusak
keseimbangan fase polar (protein) dan fase non polar (Muchtadi dan Sugiyono,
1992).
Analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian kombinasi
bawang putih dan cabai tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kemasiran
telur asin. Perlakuan pemberian kombinasi X1 bawang putih dan cabai terhadap
kemasiran meningkat, pada X2 bawang putih dan cabai terhadap kemasiran
cenderung lebih meningkat, sedangkan X3 bawang putih dan cabai mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan pada allisin bawang putih belum aktif bekerja
secara menyeluruh, kemungkinan dapat mengalami reaksi lebih lanjut dan cabai
bertindak sebagai antioksidan yang efektif untuk mengeliminasi radikal bebas.
Amagase et al., (2001) mengemukakan allicin bersifat tidak stabil sehingga
mudah mengalami reaksi lanjut, tergantung kondisi pengolahan atau faktor
27
eksternal lain seperti penyimpanan, suhu, dan lain-lain.
Analisis ragam menunjukan bahwa interaksi antara kombinasi bawang
putih dan cabai pada lama penyimpanan berbeda adalah tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai kemasiran. Hal ini karena tidak ada perbedaan respon kedua faktor
terhadap kemasiran.
Kesukaan
Hasil penelitian mengenai kesukaan telur asin yang diberikan kombinasi
bawang putih dan cabai dengan lama penyimpanan yang berbeda melalui uji
organoleptik disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai kesukaan terhadap telur asin
Penyimpanan
(Lama)
Kombinasi Bawang Putih dan Cabai Rata-rata
X1 X2 X3
W1 3,38±0,51 3,78±0,50 3,93±0,72 3,69±0,57
W2 3,38±0,56 3,53±0,46 3,65±0,70 3,52±0,57
W3 3,08±0,36 3,60±0,45 3,13±0,62 3,27±0,48
Rata-rata 3,28±0,48 3,63±0,47 3,57±0,68
Ket : Lama penyimpanan. W1. 3 Hari, W2. 5 Hari, W3. 7 Hari. .Skala kesukaan : 1. Sangat tidak
suka, 2. Tidak suka, 3. Agak suka, 4. Suka, 5. Amat suka, 6. Sangat suka. Perlakuan : X1 =
BP20% : C80% , X2 = BP50% : C50% , X3 BP80% : C20%.
Analisis ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan telur asin yang
diberikan kombinasi bawang putih dan cabai pada telur asin tidak berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap kesukaan. Demikian pula, kombinasi bawang putih dan
cabai tidak berpengaruh nyata begitu pula pada interaksi antara keduanya tidak
ada pengaruh terhadap nilai kesukaan.
Lama penyimpanan W1 meningkat dan perubahan pada lama
penyimpanan W2 cenderung menurun, sedangkan W3 mengalami penurunan.
Berdasarkan Tabel 4, rata-rata nilai kesukaan menunjukkan skala agak suka,
28
semakin lama penyimpanan maka tingkat kesukaan pada panelis semakin
menurun. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesukaan panelis tidak selalu sama dan
kemampuan panelis tidak selalu singkron. Soekarto (1985) mengatakan bahwa uji
hedonik menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu
bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Wagiyono (2003)
menambahkan Keinginan konsumen dapat diketahui dengan survei konsumen,
untuk mengetahui apa kebutuhannya dan apa keinginannya, sebab antara
kebutuhan dengan keinginan dan kemampuan yang ada pada konsumen tidak
selalu singkron.
Analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi bawang putih dan cabai
tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan telur asin. Perlakuan pemberian
kombinasi X1 bawang putih dan cabai cenderung menurun dan X2 bawang
putih dan cabai mengalami peningkatan, sedangkan X3 bawang putih dan cabai
menurun. Hal ini disebabkan komponen bawang putih dan cabai memiliki sifat
yang tidak stabil sehingga mudah mengalami reaksi lanjut tergantung pada
kondisi dan faktor eksternal yang lain. Amagase et al., (2001) mengemukakan
allicin bersifat tidak stabil sehingga mudah mengalami reaksi lanjut, tergantung
kondisi pengolahan atau faktor eksternal lain seperti penyimpanan, suhu dan lain-
lain.
Analisis ragam menunjukan bahwa interaksi antara kombinasi bawang
putih dan cabai pada lama penyimpanan berbeda adalah tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai kesukaan. Hal ini karena tidak ada perbedaan respon kedua faktor
terhadap kesukaan.
29
Ketengikan
Hasil penelitian mengenai ketengikan telur asin yang diberikan kombinasi
bawang putih dan cabai pada lama penyimpanan berbeda melalui TBA disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai TBA terhadap telur asin
Penyimpanan
(Lama)
Kombinasi Bawang Putih dan Cabai Rata-rata
X1 X2 X3
W1 0,28±0,07 0,36±0,11 0,27±0,08 0,30±0,09a
W2 0,26±0,06 0,31±0,11 0,32±0,13 0,30±0,10a
W3 0,41±0,09 0,40±0,09 0,37±0,15 0,39±0,11b
Rata-rata 0,32±0,07 0,35±0,10 0,32±0,12
Ket : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05). Lama penyimpanan. W1. 3 Hari, W2. 5 Hari, W3. 7 Hari. Perlakuan : X1 =
BP20% : C80%, X2 = BP50% : C50% , X3 BP80% : C20%.
Analisis ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan telur asin yang
diberikan kombinasi bawang putih dan cabai berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
ketengikan. Namun, kombinasi bawang putih dan caba tidak berpengaruh nyata
begitu pula pada interaksi antara keduanya tidak ada pengaruh terhadap nilai
ketengikan.
Uji Duncan menunjukkan bahwa pada lama penyimpanan W1 dan
W2 memberikan perbedaan nyata pada lama penyimpanan W3, sedangkan lama
penyimpanan W1 tidak memberikan pengaruh nyata pada lama penyimpanan W2
terhadap ketengikan. Berdasarkan Tabel 5, rata-rata nilai TBA menunjukkan
bahwa semakin lama penyimpanan maka ketengikan telur yang dihasilkan
semakin meningkat dan semakin tinggi nilai TBA maka semakin tinggi pula
tingkat ketengikan atau proses oksidasi yang terjadi. Sanger (2010) menyatakan
bahwa semakin lama penyimpanan suatu bahan maka semakin besar nilai TBA,
hal ini disebabkan karena terurainya lipida menjadi peroksida-peroksida dan
30
selanjutnya menjadi aldehid, keton dan alkohol. Ketaren (1986) menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang mempercepat oksidasi dapat dibagi menjadi 4 kelas,
yaitu:1). radiasi, misalnya oleh panas atau cahaya, 2). bahan pengoksidasi,
misalnya peroksida, ozon, asam nitrat, 3). katalis metal, khususnya garam mineral
dari beberapa jenis logam berat, dan 4). sistem oksidasi, misalnya adanya katalis
organik yang labil terhadap panas.
Analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi bawang putih dan cabai
tidak berpengaruh nyata terhadap ketengikan telur asin. Perlakuan pemberian
kombinasi X2 bawang putih dan cabai sudah mampu menekan proses terjadinya
oksidasi, X1 dan X3 bawang putih dan cabai belum mampu menekan proses
oksidasi. Kecenderungan nilai TBA menunjukkan, semakin tinggi bawang putih
dan caba i yang diberikan maka semakin rendah ketengikan. Hal ini
disebabkan bawang putih mengandung senyawa antioksidan yaitu allisin.
Schwartz et al., (2002) mengemukakan bahwa selain allisin, bawang putih
memiliki senyawa alil yang berkhasiat obat. Senyawa alil paling banyak
terdapat dalam bentuk dialiltrisulfida. Kandungan antioksidan pada bawang putih
adalah senyawa fenol, khususnya alliksin, N-fruktosil, glumat, N-fruktosil
arginine dan selenium dan cabai mengandung senyawa antioksidan seperti
capsaicin dan minyak esensial.
Analisis ragam menunjukan bahwa interaksi antara kombinasi bawang
putih dan cabai pada lama penyimpanan berbeda adalah tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai ketengikan. Hal ini karena tidak ada perbedaan respon kedua faktor
terhadap ketengikan.
31
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Persentase kombinasi bawang putih dan cabai yang berbeda tidak
mempengaruhi nilai kemasiran, kesukaan dan ketengikan.
2. Peran lama penyimpanan hingga 7 hari dapat meningkatkan nilai kemasiran,
dan nilai ketengikan, namun tidak mempengaruhi nilai kesukaan.
3. Interaksi antara kombinasi bawang putih dan cabai pada lama penyimpanan
berbeda terhadap nilai kemasiran, nilai ketengikan dan nilai kesukaan tidak
berpengaruh nyata.
Saran
Pembuatan olahan telur asin dengan pemberian kombinasi bawang putih
dan cabai, sebaiknya menggunakan BP50% : C50% pada lama penyimpanan 7
hari untuk mempertahankan kualitas nilai kemasiran, nilai kesukaan dan nilai
ketengikan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Amagase, L, Ide, S. Nagae, T. Morigachi, H. Matsuura, and Y. Itakura. 1994.
Antioxidant and Radical Scavenging Effects Of Aged Garlic Extract
and Its Copnstituents. Planta Medica 60 (5): 417-120.
Astawan, M. W. dan Astawan, M. 1988. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. CV. Akamedia Presindo, Jakarta.
Apriyantono A., D. Fardiaz, N. L.Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto.
1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB, Bogor.
Aurand, L. W. 1987. Food Competition and Analysis, Van Nostrand Reinhold.
Company inc, New York.
Belitz, H. D and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Germany.
Borek, 2001. Antioxidant health effects of aged garlic extract. Journal of nutrition
131 : 1015-1015.
Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit. Yogyakarta: Kanisius. p. 28-32.
Chang, C. M., W. D. Powrie and O. Fennema. 1977. Microstructure of egg yolk.
J. Food Sci. 42: 1193-1200.
Chayadi. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta :
Bumi Aksara.
Chi, S. P and K. H. Tseng. 1998. Physicochemical properties of salted pickled
yolk from duck and chicken eggs. J. Food Sci. 63 : 27-30.
Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggu ( Cabai besar,Cabai kriting, Cabai rawit
dan paprika). Penebar Swadaya, Jakarta.
Gaspersz. 1991. Metode Rancangan percobaan . Armico. Bandung.
Gsianturi. 2003.“Reptensi Kandungan Iodium”,. Kualitas sensori dan Antioksidan
Telur asin dengan pencampuran KCI dan ekstrak daun jati. Skripsi Nur,
2010. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian.
Surakarta.
Karwapi. E. 1979. Pendidikan Keterampilan dan Peternakan.Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
33
Ketaren. 1986. Penghantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesian Press, Jakarta.
Londhe. 2011. Role of Garlic (Allium Satium) in varios Disense : an overview. J
Pham Res Opin.
Majekwski. 2014. Pengolahan Pangan dan Nabati (Hortikultural). Lembaga
Pendidikan dan Latihan Peningkatan Industri. Bogor.
Marsudin, S. 2009. Pengaruh Beberapa Bahan Pengawet Nabati Terhadap Nilai
Haugh Unit, Berat Dan Kualitas Telur Konsumsi Selama Penyimpanan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung.
Medved, E. 1986. Food : Preparation and Theory. Prentice-Hall. Englewood
Cliffs, New Jersey.
Mikaili. 2013. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta, Jakarta.
Michael et al,. 2009. Basic Medical Biochemistry : a Climical Approach. Third
edition. Wolters Kluwer, Lippincott williams & Wilkins : Philadelphia,
Baltimore, New York, London, Buenos aries, Hongkong. Sydney. Tokyo
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
North. 1990. Commercial Chicken Production Manual. The AVI Publishing
Company orth, M.O. 1990. C Inc, Wesport, Connecticut.
Noviastuti, B. 2002. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Mahoni sebagai Sumber
Tanin dalam Adonan Pengawet dan Lama Penyimpanan Terhadap
Kualitas Telur Asin. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Pentadi. 2009. Kualitas sensori dan Antioksidan Telur Asin dengan Pencampuran
KCI dan Ekstrak Daun Jati. Skripsi Nur, 2010. Program studi teknologi
hasil pertanian, Fakultas Pertanian. Surakarta.
Perucka, I. and Materska,M. 2001. Phenylalanine ammonia-1yase and antioxidant
activities of liphopilic fraction of fress paper fruit Capsicum annum L.
Journal Of Innovative Food Science & Emerging Tecnologis 2: 189-192.
34
Puspita, C. 2014. Pengaruh kombinasi media dan kosentrasi iodium pada dua jenis
garam (NaCl dan Kcl) terhadap kadar iodium dan kualitas sensoris telur
asin. jurnal teknosains pangan 3 (4).
Rahardjo, J. T. M. 1998. Uji Inderawi. Penerbit Universitas Jenderal Soedirman:
Purwokerto.
Romanoff, A.L and A. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons,
New York.
Rukmana RH. 2002. Usaha Tani Cabai Rawit. Kanisius, Yogyakarta.
Rustama, M. M. dan Lingga, L. E. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri dan Ekstra Air
dan Etanol Bawang Putih (Allium sativum L) Terhadap Bakteri Gram
Negative dan Gram Positif yang Diisolasi dari Udang Dogol
(Metapenaeus monoceros), Udang Lobster (Panulirus Sp), dan Udang
Rebon (Mysis dan Acetes). Jurusan Biologi FMIPA, Universitas
Pajdjaran. Jatinangor.
Sanger. 2010. Mutu kesegaran ikan tongkol selama penyimpanan dingin, Warta
WIPTEK. 35 : 1-2.
Santoso, H.B. 2000. Bawang Putih. Edisi ke-12.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Schwartz. 2002. Garlic attenuates nitric oxide production in rat cardiac myocytes
through inhibition of inducible nitric oxide synthase and the
argininetransporter CAT-2 (Cationie Amino Acid Transporter-2). Clinical
Science 102: 487-93.
Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M. P.Sari. 2010. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Stadelmen dan Cottrill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed. Food
Products Press. An Imprint of the Haworth Press, Inc., New York.
Sukrasno. 1997. Kandungan Kapsaisin dan Hidrokapsaisin Pada Berbagai Buah
Capsicum. Fakultas Matematika dan IPA. Jurusan Farmasi. ITB. Bogor.
Suprapti, M. Lies. 2002. Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius.
35
Syamsiah dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Jakarta :
Agromedia Pustaka.
Thoyibah. 1998. “ Pengaruh Konsentrasi Garam Dapur, Jenis Medium,dan Lama
Perendaman Terhadap Kadar NaCl Telur Asin “. Skripsi Fakultas
Peternakan. UGM. Yogyakarta.
Wagiyono. 2003. Menguji Kesukaan Secara Organoleptik. Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan. Jakarta.
Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno dan Koswara. 2002. Telur : Komposisi.Penanganan dan Pengolohannya.
Bogor : M. Brio Press.
Wulandari, Z., Y. Haryadi dan P. S. Hardjosworo. 2002. Sifat organoleptik dan
karakteristik mutu telur itik asin hasil penggaraman dengan tekanan.
Media Peternakan. 25 (1). Institut Pertanian Bogor, Bogor
36
Tabel Lampiran 1. Analisis Ragam Kemasiran Telur Asin yang Diberikan
Kombinasi Bawang Putih (Allium sativum) dengan Cabai
(Capcisum annum L) pada Lama Penyimpanan Berbeda
Descriptive Statistics
Dependent Variable:kemasiran
kombinasi
bawang
putih/cabai
Lama
penyimpanan Mean Std. Deviation N
x1 3 hari 3.4750 .09574 4
5 hari 3.5000 .14142 4
7 hari 3.7500 .31091 4
Total 3.5750 .22613 12
x2 3 hari 3.4250 .12583 4
5 hari 3.7250 .26300 4
7 hari 3.7500 .26458 4
Total 3.6333 .25702 12
x3 3 hari 3.4000 .08165 4
5 hari 3.5750 .09574 4
7 hari 3.6000 .24495 4
Total 3.5250 .17123 12
Total 3 hari 3.4333 .09847 12
5 hari 3.6000 .19069 12
7 hari 3.7000 .25937 12
Total 3.5778 .21923 36
37
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kemasiran
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .612a 8 .077 1.931 .096
Intercept 460.818 1 460.818 1.163E4 .000
faktor_a .071 2 .035 .890 .422
faktor_b .436 2 .218 5.495 .010
faktor_a * faktor_b .106 4 .027 .669 .619
Error 1.070 27 .040
Total 462.500 36
Corrected Total 1.682 35
a. R Squared = .364 (Adjusted R Squared = .175)
Homogeneous Subsets
Kemasiran
Lama
penyimpanan N
Subset
1 2
Duncana 3 hari 12 3.4333
5 hari 12 3.6000 3.6000
7 hari 12 3.7000
Sig. .050 .229
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .040.
38
Tabel Lampiran 2. Analisis Ragam Kesukaan Telur Asin yang Diberikan
Kombinasi Bawang Putih (Allium sativum) dengan Cabai
(Capcisum annum L) pada Lama Penyimpanan Berbeda
Descriptive Statistics
Dependent Variable:kesukaan
kombinasi
bawang putih
dan cabai
Lama
penyimpanan Mean Std. Deviation N
x1 3 hari 3.3750 .50580 4
5 hari 3.3750 .56199 4
7 hari 3.0750 .35940 4
Total 3.2750 .46147 12
x2 3 hari 3.7750 .49917 4
5 hari 3.5250 .45735 4
7 hari 3.6000 .45461 4
Total 3.6333 .43970 12
x3 3 hari 3.9250 .71822 4
5 hari 3.6500 .70475 4
7 hari 3.1250 .61847 4
Total 3.5667 .70754 12
Total 3 hari 3.6917 .58069 12
5 hari 3.5167 .54076 12
7 hari 3.2667 .50692 12
Total 3.4917 .55671 36
39
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kesukaan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.565a 8 .321 1.045 .428
Intercept 438.902 1 438.902 1.431E3 .000
faktor_a .872 2 .436 1.421 .259
faktor_b 1.095 2 .548 1.785 .187
faktor_a * faktor_b .598 4 .150 .488 .745
Error 8.282 27 .307
Total 449.750 36
Corrected Total 10.847 35
a. R Squared = .236 (Adjusted R Squared = .010)
40
Tabel Lampiran 3. Analisis Ragam Ketengikan Telur Asin yang Diberikan
Kombinasi Bawang Putih (Allium sativum) dengan Cabai
(Capcisum annum L) pada Lama Penyimpanan Berbeda
Descriptive Statistics
Dependent Variable:ketengikan
kombinasi
bawang putih
dan cabai
Lama
penyimpanan Mean Std. Deviation N
x1 3 hari .2800 .06782 4
5 hari .2625 .06292 4
7 hari .4125 .08539 4
Total .3183 .09600 12
x2 3 hari .3575 .10996 4
5 hari .3050 .10847 4
7 hari .4000 .09129 4
Total .3542 .10211 12
x3 3 hari .2675 .07890 4
5 hari .3175 .13124 4
7 hari .3675 .14683 4
Total .3175 .11871 12
Total 3 hari .3017 .08932 12
5 hari .2950 .09793 12
7 hari .3933 .10263 12
Total .3300 .10442 36
41
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:ketengikan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .102a 8 .013 1.239 .315
Intercept 3.920 1 3.920 379.190 .000
faktor_a .011 2 .005 .509 .607
faktor_b .072 2 .036 3.505 .044
faktor_a * faktor_b .019 4 .005 .471 .757
Error .279 27 .010
Total 4.302 36
Corrected Total .382 35
a. R Squared = .268 (Adjusted R Squared = .052)
Homogeneous Subsets
ketengikan
Waktu
penyimpanan N
Subset
1 2
Duncana 5 hari 12 .2950
3 hari 12 .3017
7 hari 12 .3933
Sig. .874 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .010.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
42
Tabel Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian Telur Asin yang Diberikan Kombinasi
Bawang Putih (Allium sativum) dengan Cabai (Capcisum
annum L) pada Lama Penyimpanan Berbeda
Pembersihan telur asin
Persiapan
bahan dan
alat
Pencucian
bawang putih
dan cabai
Menimbang
bawang putih dan
cabai
Penggilingan/
blender Injeksi
telur/menyuntik
Perebusan Panelis/orlep
43
Alat dan bahan
Uji TBA
Alat destilasi
Uji TBA dengan
Spektrofotometer Hasil akhir spektrofotometer
44
RIWAYAT HIDUP
ARMIN TOMY SAPUTRA. Lahir di Tanggaruru pada
tanggal 06 Februari 1993, sebagai anak ketiga dari tiga
bersaudara dari pasangan Alm. H. Tolo dan Hj.
Semmiati. Jenjang pendidikan formal yang pernah
ditempuh adalah Sekolah Dasar di SD N 205 Lamaeto Kab.Luwu Timur, lulus
tahun 2006. Setelah lulus di SD, kemudian melanjutkan di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama di SMP N 3 Malili Kec. Malili Kab.Luwu Timur, lulus tahun
2009. Setelah lulus di SMP, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas
(SMA) di SMA Negeri 1 Angkona Kab. Luwu Timur, lulus pada tahun 2012.
Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN
Undangan) di Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Makasssar.