KUALITAS PUPUK CAIR (BIOURINE) KELINCI YANG … fileii kualitas pupuk cair (biourine) kelinci yang...

47
KUALITAS PUPUK CAIR (BIOURINE) KELINCI YANG DIPRODUKSI MENGGUNAKAN JENIS DEKOMPOSER DAN LAMA PROSES AERASI YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh: RISMAWATI RASYID I111 12 910 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Transcript of KUALITAS PUPUK CAIR (BIOURINE) KELINCI YANG … fileii kualitas pupuk cair (biourine) kelinci yang...

KUALITAS PUPUK CAIR (BIOURINE) KELINCI YANG

DIPRODUKSI MENGGUNAKAN JENIS DEKOMPOSER

DAN LAMA PROSES AERASI YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh:

RISMAWATI RASYID

I111 12 910

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

i

KUALITAS PUPUK CAIR (BIOURINE) KELINCI YANG

DIPRODUKSI MENGGUNAKAN JENIS DEKOMPOSER

DAN LAMA PROSES AERASI YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh:

RISMAWATI RASYID

I111 12 910

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

ii

KUALITAS PUPUK CAIR (BIOURINE) KELINCI YANG

DIPRODUKSI MENGGUNAKAN JENIS DEKOMPOSER

DAN LAMA PROSES AERASI YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh:

RISMAWATI RASYID

I111 12 910

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

iii

iv

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu....

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanaahu Watalaa, karena

rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga

shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk manusia terindah yang pernah Allah

subhanaahu wataala ciptakan di muka bumi, untuk manusia yang paling baik

yang pernah menginjakkan kakinya di muka bumi, untuk nabi kita Muhammad

Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Limpahan rasa hormat, cinta dan kasih sayang serta terima kasih yang

tulus kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Abd. Rasyid dan Ibunda

Nurhayati, serta saudara dan saudariku Suardi, Obi, Megawati dan Jumriani,

yang selama ini memberikan dukungan dan semangat yang tak henti – hentinya.

Kemanakanku yang tercinta dan menggemaskan Agus Wirahadi dan Sikembar

Achmad Hakan Syukur dan Ajeng Zahra Qumairah. Terima kasih yang tak

terhingga kepada Keluarga Besarku yang salama ini telah memberikan dukungan

dan semangat. Semoga Allah senantiasa mengumpulkan kita dalam kebaikan dan

ketaatan kepada-Nya.

Terima kasih tak terhingga kepada bapak Dr. Muhammad Irfan Said, S.

Pt. M.P selaku Pembimbing Utama dan kepada ibu Dr. Ir. Anie Asriany, M.Si

selaku Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu yang telah

diluangkan untuk memberikan petunjuk dan menyumbangkan pikirannya dalam

membimbing penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya skripsi

ini.

vi

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan

segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Plubuhu, MA, selaku Rektor Universitas

Hasanuddin.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco M.Sc, selaku Dekan Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin.

3. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka M.Sc, selaku Ketua Program

Studi Peternakan.

4. Ibu Dr. A. Mujnisa, S.Pt., M.P dan Bapak Sutomo, S.Pt., M.Si., selaku

Penasehat Akademik atas segala waktu dan bimbinganya selama ini.

5. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka M.Sc., drh. Hj. Farida Nur

Yuliati, M.Si., selaku Penguji atas waktu dan segala masukan yang

bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

7. Bapak/ Ibu Staf Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

8. Sahabat seperjuangnaku Rini Ariani, Kartina, Kasmita, Megawati,

Fitriyanti Syam, Nur Azizah, Zuhranis Rustan, Andi Sri Iftitah dan

Melati Adriningsih Diponegoro, yang selalu ada di setiap kondisi apapun

dan menjadi sahabat terbaik dan mewarnai hari - hari penulis selama kuliah.

9. Teman - teman seperjuanganku Nurjannah, Reski Amaliah Samad, Eka

Murniati, Mita Arifa Hakim, Heru Setia, Armin Tomi, dan Hasrah,

vii

10. Teman kelas D, Kartina, Nis, Ainhy, Fitri,Imu, Cimo, Ega, Nisa, Mega, Rita,

Yessi, Cica, Ica, Mela, Ulfa, Unge, Nasrun, Zul, Kifli, Suprapto, Erwin Jufri,

Bambang, Fiqih, Rustan, Herdi, Uriya, Fatul, Fajrul,Aswar, Irfan dan Dayat.

11. Rekan rekan “FLOCK MENTALITY 2012” yang tidak sempat saya sebut

satu persatu terima kasih telah banyak menjadi inspirasi penulis untuk selalu

belajar di tengah tingginya perbedaan kita.

12. Teman - teman KKN PPM DIKTI “ANGGERAJA” Kasmita, Rika Hari

Lestari, Nur Azizah, Nini, kak Ukky, Zulkifli. Posko Tetangga Isnawati

Muhajir, Melati AND, Nanda, Reski Amaliah, Akmal, Kak Arif. Bapak posko

Daryatmo Hasri, Mama Iin, Iin, Ismi, Reski, Om Jabir, Paulus, Papa Pebi,

Mama Pebi.

13. Lembaga “HIMATEHATE FAPET_UH” yang telah banyak memberi

wadah terhadap penulis untuk berproses dan belajar.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih atas

bantuanya.

Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat

diharapkan adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu

pengetahuan nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga skripsi ini

dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri. Amin.

Makassar, Agustus 2017

Rismawati Rasyid

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

ABSTRAK .................................................................................................... xiii

ABSTRACT ................................................................................................... xiv

PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Pupuk Organik Cair (Biourine) ............................. 3

Kandungan Hara Pupuk Organik Cair .............................................. 5

Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair ............................ 7

Tinjauan Umum Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci ................. 8

Tinjauan Umum Jenis Dekomposer .................................................. 9

Tinjauan Umum Aerasi pada Pupuk Cair ......................................... 12

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ............................................................................. 13

Materi Penelitian ................................................................................ 13

Rancangan Penelitian ......................................................................... 15

Prosedur Pembuatan MOL feses sapi Bali dan MOL Bonggol

pisang ................................................................................................. 16

Proses Produksi dan Aerasi Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci 17

Pengukuran Parameter ....................................................................... 18

ix

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi

terhadap Nilai pH Biourine Kelinci ................................................... 21

Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi

terhadap Nilai C Organik Biourine Kelinci ....................................... 23

Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi

terhadap Nilai N Organik Biourine Kelinci ....................................... 24

Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi

terhadap Nilai Rasio C/N Biourine Kelinci ....................................... 26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ........................................................................................ 28

Saran ................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29

LAMPIRAN ................................................................................................... 32

RIWAYAT HIDUP

x

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair .................................. 7

2. Formulasi Bahan Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci ...................... 16

3. Rata-rata Nilai pH Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer

dan Lama Aerasi yang Berbeda .............................................................. 21

4. Rata-rata Nilai C Organik Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis

Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda ......................................... 23

5. Rata-rata Nilai N Organik Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis

Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda ......................................... 24

6. Rata-rata Nilai Rasio C/N Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis

Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda ......................................... 26

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Diagram Alir Prosdur Pembuatan MOL feses sapi Bali ......................... 16

2. Diagram Alir Prosdur Pembuatan MOL Bonggol pisang ....................... 16

3. Diagram Alir Proses Produksi dan Aerasi Biourine Kelinci ................... 18

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data Hasil Analisa pH, Kandungan C Organik, N Organik dan C/N

Pupuk Cair (biourine) Kelinci yang Diproduksi Menggunakan Jenis

Dekomposer dan Lama Aerasi yang berbeda.......................................... 32

2. Hasil Analisa Sidik Ragam pH pupuk cair (biourine) Kelinci yang di

Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang

berbeda. ................................................................................................... 33

3. Hasil Analisa Sidik Ragam C Organik pupuk cair (biourine) Kelinci

yang di Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi

yang berbeda. .......................................................................................... 34

4. Hasil Analisa Sidik Ragam N Organik pupuk cair (biourine) Kelinci

yang di Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi

yang berbeda. .......................................................................................... 35

5. Hasil Analisa Sidik Ragam Rasio C/N pupuk cair (biourine) Kelinci

yang di Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi

yang berbeda.. ......................................................................................... 36

6. Dokumentasi Pembuatan pupuk cair (biourine) Kelinci yang di

Produksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi yang

berbeda... ................................................................................................. 37

xiii

ABSTRAK

RISMAWATI RASYID. I 111 12 910 Kualitas Pupuk Cair (Biourine) Kelinci

yang Diproduksi Menggunakan Jenis Dekomposer dan Lama Proses Aerasi

yang Berbeda. Dibawah bimbingan MUHAMMAD IRFAN SAID sebagai

Pembimbing Pertama dan ANIE ASRIANY sebagai Pembimbing Kedua.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas biourine kelinci

yang diproduksi menggunakan MOL feses sapi Bali, MOL Bonggol pisang dan

EM4®, serta lama proses Aerasi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan

rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2x3 dengan 3 kali

ulangan. Faktor I jenis dekomposer yaitu MOL feses sapi Bali, MOL Bonggol

pisang dan EM4®. Faktor II lama aerasi yaitu 0 jam, 48 jam dan 96 jam.

Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah pH, C Organik, N Organik dan

Rasio C/N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dekomposer berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap kandungan N Organik. Namun, tidak berpengaruh

nyata terhadap Nilai pH, C Organik dan Rasio C/N. Sedangkan, lama aerasi

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan Nilai pH, C Organik, N

Organik dan Rasio C/N. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pupuk cair

(biourine) kelinci yang diproduksi dengan menggunakan jenis dekomposer

MOL feses sapi Bali dan lama aerasi 48 jam memiliki kandungan unsur hara

yang tinggi.

Kata kunci: Biourine Kelinci, Jenis Dekomposer, Lama Aerasi.

xiv

ABSTRACT

RISMAWATI RASYID. I 111 12 910 Liquid fertilizer quality (biourine) rabbits

produced using decomposers and duration of different aeration processes. Under

the leadership of MUHAMMAD IRFAN SAID as first supervisor and ANIE

ASRIANY as second supervisor.

The purpose of this research was to determine quality biourine rabbits in

produced using MOL faeces cow Bali, MOL bananas tubers, EM4®

and the long

process of different aeration. This research uses a completely random design

(CRD) with a 2x3 factorial plane with three replications. The first factor is the

type decomposers of MOL faeces cow Bali, MOL banana tubers and EM4®

. The

second factors is long aeration 0 hour, 48 hours and 96 hours. The parameters

measured in this research were pH, C Organic, N Organic and Ratio C/N. The

results showed that the significant decomposer type (P<0.05) of N Organic

content. However, no significant effect on pH, C Organic and Ratio C/N.

Meanwhile, a greater aeration (P<0.05) the content of the pH value, C Organic, N

Organic and Ratio C/N. Conclusion of this research is the liquid fertilizer

(biourine) rabbits are produced using types of decomposers MOL faeces cow Bali

and long aeration 48 hours have a high nutrient content.

Keywords: Biourine Rabbit, Type Decomposer, Old Aeration.

1

PENDAHULUAN

Pengembangan program Go Green yang dilakukan pemerintah dapat

menjadi salah satu cara untuk mengatasi permasalahan yang diakibatkan

penggunaan pupuk anorganik. Program Go Green mengharuskan semua produk

khususnya yang dikonsumsi manusia diupayakan bersifat organik. Berdasarkan

peluang tersebut banyak kalangan (pengusaha, produsen, pedagang, dan lain-lain)

yang beralih ke produk organik dengan memanfaatkan berbagai limbah untuk

pembuatan pupuk organik khususnya limbah peternakan seperti urine kelinci.

Urin kelinci adalah salah satu bahan yang dapat dijadikan sebagai pupuk

organik cair (POC) yang memiliki kelebihan pada kandungan unsur hara baik

mikro maupun makro yang melebihi kandungan urin sapi, kambing dan domba.

POC adalah dekomposisi dari bahan - bahan organik atau proses perombakan

senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan

mikroorganisme.

Pupuk organik cair diproses melalui tahap fermentasi yang menggunakan

MOL feses sapi Bali, MOL bonggol pisang dan EM4® sebagai dekomposer.

Penggunaan MOL feses sapi Bali, MOL bonggol pisang dan EM4®

pada

pembuatan POC adalah dapat meningkatkan kandungan unsur hara yang terdapat

didalamnya. Mikroorganisme dapat diproduksi dari bahan nabati maupun hewani,

sehingga biaya produksi relatif murah dan mudah didapat.

Penambahan dari jenis dekomposer yang digunakan dalam meningkatkan

kandungan hara pada biourine kelinci, proses aerasi pada biourine kelinci juga

diharapkan dapat meningkatkan kandungan haranya. Proses aerasi berfungsi

2

untuk menambah udara atau oksigen didalamnya, sehingga kandungan haranya

meningkat. Oleh sebab itu dilakukan penelitian mengenai “Kualitas pupuk

organik cair (biourine) kelinci yang diproduksi menggunakan jenis dekomposer

dan lama aerasi yang berbeda”.

Pupuk organik cair (POC) difermentasi dari bahan-bahan yang banyak

tersedia di lingkungan sekitar. Biourine merupakan hasil fermentasi dari urin

kelinci, mikroorganime dan berbagai tambahan lainnya yang kemungkinan dapat

menambah kandungan unsur hara. Penambahan MOL feses sapi Bali, MOL

bonggol pisang dan EM4® sebagai dekomposer berguna untuk mempercepat

pemecahan bahan organik yang dapat bekerja efektif dalam menambah kandungan

unsur hara. Namun, mikroorganisme yang ada dalam biourine membutuhkan

nutrisi yang cukup. Salah satu metode yaitu dengan melakukan penambahan

oksigen yang disebut aerasi. Aerasi pada biourine kelinci tergantung pada

lamanya waktu yang digunakan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas biourine kelinci yang di

produksi menggunakan MOL feses sapi Bali, MOL bonggol pisang dan EM4®,

serta lama proses aerasi yang berbeda.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi yang

mampu memperkaya konsep dan teori dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

dan teknologi untuk membangun sumber daya manusia yang produktif.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Pupuk Organik Cair (Biourine)

Pupuk merupakan bahan tambahan yang dibutuhkan oleh tumbuhan

seperti halnya manusia yang membutuhkan makanan untuk energi, tumbuh dan

berkembang. Pupuk dapat menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan.

Pupuk organik dapat dijadikan salah satu alternatif pengganti pupuk anorganik

yang selama ini umum digunakan oleh para petani. Salah satu pupuk organik yang

dapat digunakan adalah pupuk organik cair (Susila, 2016).

Pupuk organik cair adalah larutan yang sebagian besar atau seluruhnya

terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang

berbentuk padat dan mudah larut, serta berisi satu atau lebih pembawa unsur yang

dibutuhkan tanaman (Gustia, 2016). Selanjutnya Rizqiani et al. (2007)

menyatakan bahwa POC kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut

sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P,

K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik).

Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat, diantaranya dapat

mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun, dan pembentukan

bintil akar pada tanaman leguminosae, sehingga meningkatkan kemampuan

fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan

vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya

tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen

penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta

4

meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya

daun, bunga dan bakal buah (Rizqiani et al., 2007).

Hasil pembuatan POC pada prinsipnya ditentukan oleh bahan baku (urine,

dolomit dan gula merah), mikroorganisme pengurai, proses pembuatan, produk

akhir dan pengemasan. Bahan baku dengan kondisi yang masih segar dan semakin

beragamnya jenis mikroorganisme, maka akan membuat kualitas POC yang

dihasilkan menjadi semakin baik. Sehingga, untuk mendapatkan mutu POC dapat

ditafsirkan dari jumlah karbon dan nitrogen (C/N ratio) dengan nilai antara 12 –

15 kandungan unsur hara. Jika C/N ratio tinggi berarti bahan penyusun POC

belum terurai secara sempurna. Hal ini disebabkan, bahan baku C/N ratio yang

tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan baku

C/N rendah (Pancapalaga, 2011).

Sawitri (2016) menambahkan bahwa kelebihan POC adalah mampu

memberikan hara bagi tanaman tanpa merusak unsur hara di dalam tanah dan

lebih mudah diserap oleh tanaman. Sampurno et al.,(2016) menyatakan bahwa

POC menguntungkan karena tidak merusak tanah dan tanaman walaupun

digunakan sesering mungkin. Selain itu, POC memiliki bahan pengikat, sehingga

larutan pupuk yamg diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh

tanaman.

Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa penggunaan POC lebih

memudahkan pekerjaan, dan penggunaan POC berarti melakukan tiga macam

proses dalam sekali pekerjaan, yaitu memupuk tanaman, menyiram tanaman dan

mengobati tanaman. Hartatik dan Setyorini (2011) menyatakan bahwa peranan

5

POC terhadap sifat kimia tanah adalah sebagai: (a) penyedia hara makro (N, P,

K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), (b) meningkatkan

Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, dan (c) dapat membentuk senyawa

kompleks dengan ion logam beracun seperti Al, Fe, dan Mn sehingga logam-

logam ini tidak meracuni. Peranan pupuk organik terhadap sifat fisika tanah

antara lain adalah: (a) memperbaiki struktur tanah karena bahan organik dapat

“mengikat” partikel tanah menjadi agregat yang mantap, (b) memperbaiki

distribusi ukuran pori tanah sehingga daya pegang air tanah menjadi lebih baik

dan pergerakan udara (aerasi) di dalam tanah juga menjadi lebih baik, dan (c)

mengurangi fluktuasi suhu tanah. Peranan pupuk organik terhadap sifat biologi

tanah adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikro dan makro tanah.

Dengan cukupnya tersedia bahan organik maka aktivitas organisme tanah yang

juga mempengaruhi ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro

dan makro tanah menjadi lebih baik.

Kandungan Hara Pupuk Organik Cair (POC)

Pupuk cair mengandung unsur hara makro dan mikro, dimana unsur hara

mikro berfungsi sebagai activator sistem enzim atau dalam proses pertumbuhan

tanaman, seperti fotosintesis dan respirasi. Begitu juga dengan kandungan hara

makro yang cukup tersedia bagi kebutuhan tanaman, dapat meningkatkan panjang

malai serta mampu meningkatkan hasil tanaman (Sitompul et al., 2014).

Pupuk cair mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan tanaman. Unsur-unsur itu terdiri dari

nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Nitrogen digunakan untuk pertumbuhan

6

tunas dan batang dan daun. Fosfor (P) digunakan untuk merangsang pertumbuhan

akar, buah, dan biji. Sementara kalium (K) digunakan untuk meningkatkan

ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Setiawan, 2007).

Hadi (2005) menambahkan bahwa, pupuk organik cair mengandung unsur

kalium yang berperan penting dalam setiap proses metabolisme tanaman, yaitu

dalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ion ammonium. Unsur kalium

juga berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan baik sehingga

memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme dan menjamin

kesinambungan pemanjangan sel. Unsur fosfor berperan dalam menyimpan dan

memindahkan energi untuk sintesis karbohidrat, protein, dan proses fotosintesis.

Senyawa-senyawa hasil fotosintesis disimpan dalam bentuk senyawa organik

yang kemudian dibebaskan dalam bentuk ATP untuk pertumbuhan tanaman.

Asam folat dan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam POC akan

mendukung dan mempercepat pertumbuhan tanaman.

7

Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair (POC)

Persyaratan teknis minimal POC telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang pupuk organik, pupuk

hayati dan pembenahan disajikan pada Tabel 1:

Tabel 1. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair

No Parameter Satuan Standar Mutu

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

C-Organik

Bahan ikutan :

(plastik, kaca, krikil)

Logam berat :

- As

- Hg

- Pb

- Cd

pH

Hara makro :

- N

- P2O5

- K2O

Mikroba kontaminan :

- E. coli

- Salmonella sp

Hara mikro :

- Fe total

- Fe tersedia

- Mn

- Cu

- Zn

- B

- Co

- Mo

Unsur lain :

- La

- Ce

%

%

ppm

ppm

ppm

ppm

%

%

%

MPN/ml

MPN/ml

ppm

ppm

ppm

ppm

ppm

ppm

ppm

ppm

Ppm

Ppm

Min 6

Maks 2

Maks 2,5

Maks 0,25

Maks 12,5

Maks 0,5

4-9

3-6

3-6

3-6

Maks 102

Maks 102

90-900

5-50

250-5000

250-5000

250-5000

125-2500

5-20

2-10

0

0

Sumber : Permentan No 70/Permentan/SR.140/10/2011dalam Dewi et al., 2012.

8

Tinjauan Umum Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci

Kotoran kelinci merupakan salah satu alternatif sebagai pupuk organik.

Selain dari pada itu kotoran kelinci merupakan sumber pupuk kandang yang

baik karena mengandung unsur hara N, P dan K yang cukup baik dan karena

kandungan proteinnya yang tinggi (18% dari berat kering) sehingga kotoran

kelinci masih dapat diolah menjadi pakan ternak (Sitompul et al., 2014).

Pupuk kandang seperti kotoran dan urine kelinci adalah pupuk yang

memiliki kandungan unsur N=2,72%, P=1,1%, K=0,5% yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kotoran ternak lain seperti kuda, kerbau, sapi, domba, babi

dan ayam Nurrohman et al. (2014). Selanjutnya Rosdiana (2015) menambahkan

bahwa urin kelinci adalah salah satu pupuk organik cair yang memiliki kandungan

nitrogen (N) =2,72%, yang penting bagi tanaman. Unsur N diperlukan oleh

tanaman untuk pembentukan bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan

akar serta berperan vital pada saat tanaman melakukan fotosintesa, sebagai

pembentuk klorofil.

Menurut Mutryarny et al. (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

respon pertumbuhan dan produksi yang baik pada pemberian POC urin kelinci

disebabkan oleh adanya nutrisi yang berupa hara yang terkandung didalam POC

urin kelinci. Pupuk organik cair urine kelinci yang mengandung unsur makro N,

P, K yang cukup tinggi dibandingkan POC urine ternak lainnya.

Pupuk organik cair urine kelinci dapat meningkatkan perkembangbiakan

mikroorganisme dalam tanah yang aktif merombak dan melepaskan unsur hara

dalam proses pelapukan, sehingga proses dekomposisi akan menggabungkan butir

9

-butir tanah lepas yang menyebabkan daya serap air menjadi lebih baik.

Pemberian POC urin kelinci mampu menyediakanan hara untuk menunjang

pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman serta meningkatkan kandungan

unsur hara dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Tinjauan Umum Jenis Dekomposer

Mikroorganisme Hewani dan Nabati

Pembuatan pupuk cair tidak lepas dari perananan mikroorganisme hewan,

nabati yang akan membantu dalam proses fermentasi (Susila, 2016). Selanjutnya

Handayani et al. (2015) menambahkan bahwa saat ini penggunaan larutan

mikroorganisme hewani dan nabati sebagai pupuk organik cair sudah berkembang

tidak hanya untuk tanaman padi tetapi juga tanaman pertanian lainnya seperti

sayuran, palawija dan buah-buahan. Larutan mikroorganisme hewani dan nabati

merupakan larutan hasil fermentasi dengan bahan baku berbagai sumber daya

yang tersedia di sekitar lingkungan, diantaranya yaitu bonggol pisang dan urin.

Bahan-bahan tersebut merupakan tempat yang disukai oleh mikroorganisme

sebagai media untuk hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna

dalam mempercepat penghancuran bahan-bahan organik (dekomposer) atau

sebagai tambahan nutrisi bagi tanaman. Larutan mikroorganisme heani dan nabati

mengandung unsur hara makro, mikro, dan mengandung mikroorganisme yang

berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen

pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai

dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik.

10

Mikroorganisme hewani dan nabati terbuat dari bahan-bahan alami,

sebagai media hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk

mempercepat penghancuran bahan organik. Mikroorganisme hewani dan nabati

dapat juga disebut sebagai bioaktivator yang terdiri dari kumpulan

mikroorganisme hewani, nabati dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam

setempat. Mikroorganisme hewani dan nabati dapat berfungsi sebagai perombak

bahan organik dan sebagai pupuk cair melalui proses fermentasi (Budiyani, 2016).

Mikroorganisme dapat bersumber dari bermacam-macam bahan lokal,

antara lain urin sapi, batang pisang, daun gamal, buah-buahan, nasi basi, sampah

rumah tangga, rebung bambu, serta rumput gajah dan dapat berperan dalam proses

pengelolaan limbah ternak, baik limbah padat untuk dijadikan kompos, serta

limbah cair ternak untuk dijadikan biourine (Budiyani, 2016).

Kandungan bakteri dalam mikroorganisme hewani dan nabati dapat

dimanfaatkan sebagai starter pembuatan biourin, pupuk hayati, bahkan pestisida

organik. Dengan menggunakan bahan yang tersedia di lingkungan sekitar,

Pemakaian pupuk organik yang dikombinasikan dengan mikroorganisme hewani

dan nabati dapat menghemat penggunaan pupuk kimia hingga 400 kg per musim

tanam pada 1 Ha sawah. Waktu pembuatan relatif singkat dan cara pembuatannya

pun mudah. Selain itu, mikroorganisme hewani dan nabati juga ramah lingkungan

(Adiatma, 2016).

11

EM4®

Teknologi EM4® adalah teknologi fermentasi yang dikembangkan

pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari University Of The Ryukyus, Okinawa

Jepang sejak tahun 1980. EM4® merupakan kultur campuran dari beberapa

mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

Mikroorganisme alami yang terdapat dalam EM4® bersifat fermentasi

(peragian) terdiri dari empat kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik

(Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharonzyces sp.), bakteri asam

laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes. EM4® merupakan biofertilizer

yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi

mikroorganisme di dalam tanah. EM4® mampu mempercepat dekomposisi

limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, dan

menekan aktivitas mikroorganisme pathogen. Pembuatan pupuk organik tidak

terlepas dari peranan mikroba yang bertindak sebagai pengurai atau dekomposer

berbagai limbah organik yang dijadikan bahan pembuat pupuk organik. Aktivator

mikroba memiliki peranan penting karena digunakan untuk mempercepat

pembuatan pupuk organik (Huda, 2013). Mikroorganisme yang terdapat dalam

EM4® dapat bekerja efektif menambah unsur hara apabila bahan organik dalam

keadaan cukup. Bahan organik tersebut merupakan bahan makanan dan sumber

energi. Dalam penggunaan EM4® memerlukan dedak sekitar 10% dari jumlah

bahan. Sebagai sumber makanan bakteri maka pada tahap awal diperlukan

molases atau gula sebanyak 0,1% dari jumlah bahan (Fitria, 2008).

12

Tinjauan Umum Aerasi pada Pupuk Cair

Pupuk cair mengandung berbagai macam unsur hara yang bermanfaat

bagi tanaman, namun masih perlu perlakuan khusus agar dapat dimanfaatkan oleh

tanaman secara maksimal. Adapun caranya adalah menambah udara (aerasi) atau

oksigen di dalamnya agar memudahkan perombakan zat-zat nutrisi yang tersisa.

Namun jumlah udara yang diperlukan belum diketahui (Junus et al., 2014).

Sistem aerasi yang baik dapat didukung dengan memanfaatkan

porositas bahan, terowongan angin dibawah tumpukan, dan pembalikan

tumpukan yang reguler. Ketersediaan nutrien dapat dicukupi dengan mengatur

rasio karbon dan nitrogen (C/N ratio) (Wahyono, 2011).

Aerasi diperlukan untuk menjamin kebutuhan oksigen baik dari organisme

budidaya maupun biomas bakteri. Selain berperan dalam penyediaan oksigen,

aerasi juga berfungsi untuk mengaduk (mixing) agar suspensi tidak mengendap

(Ekasari, 2009).

Penelitian menggunakan aerasi sebagai penambah udara atau oksigen

diharapkan dapat mengetahui perbedaan kandungan unsur hara pupuk cair yang

diareasi. Selanjutnya hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai acuan pijakan

dalam meningkatkan kandungan unsur hara pupuk cair melalui penambahan

udara (Junus et al., 2014).

13

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2017 dengan tiga

tahapan prosedur. Prosedur pertama yaitu proses pembuatan mikroorganisme

hewani dan nabati. Prosedur kedua yaitu proses pembuatan biourine dan proses

aerasi pada biourine kelinci yang telah difermentasi selama 4 minggu di

Laboratorium Valorisasi Limbah Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,

Makassar. Prosedur ketiga yaitu analisis Nitrogen di Laboratorium Kimia dan

Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar dan

analisis C Organik di Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Bahan yang digunakan pada pembuatan MOL feses sapi Bali yaitu feses

sapi Bali, gula merah dan air. Alat yang digunakan pada pembuatan MOL feses

sapi Bali yaitu botol, pisau, ember, saringan dan timbangan.

Bahan yang digunakan pada pembuatan MOL bonggol pisang yaitu

bonggol pisang, gula merah dan air cucian beras. Alat yang digunakan pada

pembuatan MOL bonggol pisang yaitu botol, ember, pisau, saringan dan

timbangan.

Bahan pada pembuatan pupuk organik cair (biourine) yaitu urin kelinci,

MOL feses sapi Bali, MOL bonggol pisang, EM4®, kapur pertanian/dolomit dan

gula merah. Alat yang digunakan untuk pembuatan pupuk organik cair (biourine)

14

kelinci yaitu ember, timbangan, saringan, gelas ukur dan alat pengukur pH, serta

termometer.

Bahan yang digunakan pada proses aerasi yaitu biourine kelinci yang telah

difermentasi selama 4 minggu. Alat yang digunakan pada proses aerasi yaitu

botol, aerator, selang, batu gelembung, sambungan T, pH meter dan termometer

untuk mengukur suhu selama proses aerasi.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan pola faktorial 2 x 3 x 3 (2 faktor, 3 perlakuan dan 3 kali ulangan)

a. Faktor pertama adalah jenis dekomposer (A)

1. Mol bonggol pisang

2. EM4®

3. Mol feses sapi Bali

b. Faktor kedua adalah lama aerasi (B)

1. 0 Jam

2. 48 Jam

3. 96 Jam

Rancangan penelitian yang digunakan dengan model matematika sebagai

berikut: (Adiatma, 2016)

Keterangan :

i : Jenis dekomposer(1,2,3)

j : Lama aerasi(1,2,3)

k : Ulangan (1,2,3)

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk

15

Yijk : Nilai pengamatan biourin ke-k yang menggunakan perbedaan jenis

dekomposer ke-i dan lama Aerasi ke-j.

µ : Nilai rata-rata perlakuan.

αi : Pengaruh perbedaan jenis Dekomposer ke-i terhadap kualitas Biourine

ke-k.

βj : Pengaruh fermentasi yang berbeda ke-j terhadap kualitas biourin ke-k.

(αβ)ij : Pengaruh interaksi perbedaan jenis dekomposer ke-i terhadap aerasi yang

berbeda ke-j.

€ijk : Pengaruh galat yang menerima perlakuan jenis dekomposer ke-i dan

aerasi yang berbeda ke-j.

Prosedur Pembuatan MOL feses sapi Bali dan MOL Bonggol pisang

Gula merah dan feses sapi Bali yang masih baru masing-masing sebanyak

1 kg dan air sebanyak 1 liter dicampur kemudian disaring dan dimasukkan ke

dalam botol. Selanjutnya, dilakukan fermentasi selama 14 hari. Setelah selesai

proses fermentasi MOL feses sapi Bali disaring kembali dan MOL siap

digunakan.

16

Diagram alir pembuatan MOL feses sapi Bali sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram alir prosedur pembuatan starter MOL feses sapi Bali.

Bonggol pisang dihaluskan dan dicampur air cucian beras dan gula merah

masing-masing sebanyak 1 kg. Selanjutnya, disimpan dalam botol dan

difermentasi selama 14 hari. Setelah selesai proses fermentasi MOL Bonggol

pisang disaring kembali dan MOL siap digunakan.

Diagram alir pembuatan MOL Bonggol pisang sebagai berikut:

Gambar 2. Diagram alir prosdur pembuatan MOL Bonggol pisang.

17

Proses Produksi dan Aerasi Biourine Kelinci

Proses produksi biourine kelinci dengan formulasi bahan yang dapat

dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Formulasi Bahan Pupuk Organik Cair (Biourine) Kelinci.

Bahan Biourine Persentase Bahan

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3

Urine (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Dolomit (g) 9 9 9 9 9 9 9 9 9

Gula merah (g) 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5

Mikroorganisme hewani (ml) 45 45 45 - - - - - -

EM4 (ml) - - - 45 45 45 - - -

Mikroorganisme nabati (ml) - - - - - - 45 45 45

Keterangan:

A1 : MOL Bonggol pisang dan 0 Jam

A2 : MOL Bonggol pisang dan 48 Jam

A3 : MOL Bonggol pisang dan 96 Jam

B1 : EM4®

dan 0 Jam

B2 : EM4®

dan 48 Jam

B3 : EM4®

dan 96 Jam

C1 : MOL feses sapi Bali dan 0 Jam

C2 : MOL feses sapi Bali dan 48 Jam

C3 : MOL feses sapi Bali dan 96 Jam

Tahap selanjutnya yakni setiap sampel biourine kelinci difermentasi 4

minggu (sesuai prosedur). Kemudian mengambil sampel biourine kelinci yang

telah difermentasi selama 4 minggu kemudian diaerasi selama 48 dan 96 jam

(sesuai prosedur) dengan menggunakan aerator. Selanjutnya mengambil sampel

biourine kelinci yang telah diaerasi dari setiap ulangan untuk dianalisis nilai pH,

kadar C organik, N organik dan rasio C/N pada setiap perlakuan.

18

Diagram alir proses produksi biourine kelinci sebagai berikut:

Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Biourine Kelinci.

Pengukuran Parameter

Menurut Page et al., (1982) bahwa analisis data yang dilakukan pada

penelitian ini yakni pH, C organik, N organic dan Rasio C/N yang dapat

dilakukan dengan cara berikut:

19

1. Analisis pH

Analisis pH dapat dilakukan dengan cara memasukkan sampel ke dalam

botol sebanyak 100 ml, lalu kocok kemudian ditambah 50 ml air bebas ion,

dikocok dengan mesin kocok selama 30 menit. Kemudian mengukur sampel

dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan

pH 4,0

2. Analisis Kadar C Organik

Analisis kadar C organik dapat dilakukan dengan cara menimbang sampel

sebanyak 50 ml ke dalam labu takar volume 100 ml. Ditambahkan berturut-turut 5

ml larutan K2Cr2O7 2 N, dikocok, dan 7 ml H2SO4 pa. 98%, dikocok lagi,

dibiarkan 30 menit dan jika perlu sekali-kali dikocok. Untuk standar yang

mengandung 250 ppm C, dimasukan 5 ml larutan standar 5000 ppm ke dalam labu

takar volume 100 ml, kemudian menambahkan 5 ml H2SO4 dan 7 ml larutan

K2Cr2O7 2 N dengan pengerjaan seperti di atas. Blanko digunakan sebagai standar

0 ppm C. Masing-masing diencerkan dengan air bebas ion dan setelah dingin,

volume ditepatkan hingga tanda tera 100 ml, dikocok bolak-balik hingga

homogen dan biarkan semalam. Besoknya diukur dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 651 nm.

Keterangan:

ppm kurva : Kadar contoh yang didapat dari kurva regresi

hubungan antar kadar deret standar dengan pemba

-caanya setelah dikurangi blanko.

Fk : Faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

Kadar bahan organik (%) : 100/58 x kadar C-org (%)

100/58 adalah faktor Van Bemmelen

Kadar C-organik ( % ) = ppm kurva x100/ mg contoh x fk

20

3. Analisis Kadar N Organik

Sampel ditimbang sebanyak 5 ml ke dalam labu Kjeldahl/tabung digestor yang

ditambahkan 0,25 – 0,50 g selenium mixture dan 3 ml H2SO4 pa, dikocok hingga

campuran merata dan biarkan 2 – 3 jam. Didestruksi sampai sempurna dengan

suhu bertahap dari 150 oC hingga akhirnya suhu maks 350

oC dan diperoleh cairan

jernih (3 –3,5 jam). Setelah dingin diencerkan supaya tidak mengkristal. Larutan

dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih destilator volume 250 ml,

kemudian ditambahkan air bebas ion hingga setengah volume labu didihdan

sedikit batu didih. Penampung destilat disiapkan yaitu 10 ml asam borat 1 %

dalam erlenmeyer volume 100 ml yang dibubuhi 3 tetes indikator conway. 105

Didestilasi dengan menambahkan 20 ml NaOH 40 %. Destilasi selesai bila

volume cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai sekitar 75 ml. Destilat dititrasi

dengan H2SO40,05 N, hingga titik akhir (warna larutan berubah dari hijau menjadi

merah jambu muda)= A ml, penetapan blanko dikerjakan = A1 ml.

Keterangan : BST N = Berat Setara Nitrogen (N)

4. Rasio C/N

Pengukuran rasio C/N dapat dilakukan dengan menghitung perbandingan

nilai Total C organik dan Nitrogen Organik yang diperoleh dari data hasil analisis.

Nilai rasio urin terbaik di bawah 18.

Rasio C/N= Nilai C Organik

Nilai N Organik

% 𝑁 = 𝑚𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑟 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑟 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × N × BST N

berat sampel (mg)× 100

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai

pH Biourine Kelinci

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis

dekomposer dan lama aerasi terhadap nilai pH biourine kelinci disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Nilai pH Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis Dekomposer dan

Lama Aerasi yang Berbeda

Lama Aerasi

Jenis Dekomposer

Rata-rata MOL Bonggol

pisang (%) EM4

® (%)

MOL feses sapi

Bali (%)

0 Jam 6,63 6,63 6,53 6,60a

48 Jam 9,70 9,76 9,63 9,70b

96 Jam 10,10 10,20 10,06 10,12c

Rata-rata 8,81

8,86

8,74

Ket: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan

yang nyata (P<0,05)

Analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis dekomposer yang

berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH yang dihasilkan, rata - rata

presentase nilai yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Kondisi ini diduga

disebabkan adanya penambahan dolomit pada setiap perlakuan yang berperan

sebagai penetralisir pH. Hal ini sesuai dengan pendapat Junus et al., (2014), yang

menyatakan bahwa kapur pertanian dalam proses fermentasi pupuk organik cair

berfungsi sebagai penetralisir pH dengan cara melarutkan serta melepaskan zat-zat

yang dapat menurunkan keasaman sehingga pH mendekati netral.

Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lama aerasi

yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai pH biourine yang

dihasilkan. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) terhadap perlakuan lama

22

aerasi 0 jam memberikan perbedaan 48 jam dan 96 jam, semakin lama waktu

aerasi yang digunakan maka semakin meningkat nilai pH yang dihasilkan. Hal ini

diduga, bahwa adanya aktivitas mikroorganisme dalam kondisi yang aerob serta

adanya perombakan yang mempercepat peningkatan pH pada biourine saat aerasi

berlangsung. Hal ini sejalan dengan Junus et al., (2014) bahwa aerasi pupuk cair

dapat memudahkan tumbuhnya mikroorganisme aerob sehingga mempercepat

pemanfaatan asam-asam organik dan dengan mudah meningkatkan kenaikan pH

pada pupuk cair. Selain itu disebabkan oleh munculnya mikroorganisme lain

bahwa dari bahan yang diuraikan seperti bakteri metana yang mampu memecah

asam asetat menjadi gas metana, sehingga pH akan kembali meningkat.

Mikroorganisme ini akan memanfaatkan asam-asam organik yang dihasilkan

sehingga pH bahan akan kembali naik setelah beberapa hari (Fitria, 2008).

Budiyani et al., (2016) menyatakan bahwa perombakan akan menghasilkan

nitrogen dan amonia, sehingga perombakan ini akan menyebabkan nilai pH

menjadi meningkat.

Analisis ragam pada Tabel 3 menujukkan bahwa interaksi antara jenis

dekomposer dan lama aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH biourine

yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer dengan lama

aerasi tidak memberikan pengaruh terhadap nilai pH yang dihasilkan.

23

Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai

C Organik Biourine Kelinci

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis

dekomposer dan lama aerasi terhadap nilai C Organik biourine kelinci disajikan

pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Nilai C Organik Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis

Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda

Lama Aerasi

Jenis Dekomposer

Rata-rata MOL Bonggol

pisang (%) EM4

® (%)

MOL feses sapi

Bali (%)

0 Jam 2,44 2,40 2,37 2,40a

48 Jam 2,46 2,63 3,07 2,72b

96 Jam 2,26 2,62 2,40 2,43 a

Rata-rata 2,39 2,55 2,61

Ket: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan

yang nyata (P<0,05)

Hasil analisis ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis dekomposer

yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap nilai C Organik biourine kelinci

yang didapatkan. Hal ini diduga, karena terjadinya proses dekomposisi bahan

organik menjadi senyawa sederhana dan adanya pelepasan karbon dioksida. Hal

ini sesuai pendapat Handayani et al., (2015) bahwa C organik dan bahan organik

telah mengalami perubahan struktur oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang

lebih sederhana.

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa lama aerasi yang berbeda

berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap nilai C organik biourine yang dihasilkan.

Hasil uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) terhadap perlakuan lama aerasi 0 dan

96 jam tidak memberikan perbedaan nilai, namun memberikan perbedaan nilai

pada lama aerasi 48 jam, kondisi ini mungkin disebabkan karena adanya

pelepasan karbon yang mengakibatkan nilai yang didapatkan mengalami

24

penurunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sufianto (2014) yang menyatakan

bahwa perubahan struktur bahan organik atau karbon (C) mengalami pembakaran

dengan O2 menjadi kalori dan karbon dioksida (CO2) dan dilepas dalam bentuk

gas sehingga kandungan karbon menjadi rendah.

Analisis ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis

dekomposer dan lama aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai C organik

biourine. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer lama aerasi tidak

memberikan pengaruh terhadap nilai C organik biourine kelinci.

Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai

N Organik Biourine Kelinci

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis

dekomposer dan lama aerasi terhadap nilai N Organik biourine kelinci disajikan

pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Nilai N Organik Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis

Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda

Lama Aerasi

Jenis Dekomposer

Rata-rata MOL Bonggol

pisang (%) EM4

® (%)

MOL feses sapi

Bali (%)

0 Jam 1,83 2,26 2,44 2,18a

48 Jam 2,11 2,19 2,51 2,27ab

96 Jam 2,28 2,44 2,27 2,48b

Rata-rata 2,07a 2,30

b 2,55

c

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan

perbedaan yang nyata (P<0,05)

Analisis ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jenis dekomposer yang

berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai N organik biourine yang

dihasilkan. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa

biourine kelinci dengan menggunakan jenis dekomposer yang berbeda

25

memberikan perbedaan nilai N organik. Dimana, mikroorganisme hewan lebih

tinggi dari jenis dekomposer lainnya. Hal ini diduga, karena penggunaan bahan

baku pada pembuatan biourine. Semakin banyak penggunaan bahan baku asal

limbah ternak maka semakin baik kualitas pupuk cair yang dihasilkan hal ini

disebabkan karena nutrisi feses ternak dipengaruhi saat ternak tersebut masih

hidup yaitu konsumsi ternak , alat pencernaan dan umur ternak Pancapalaga

(2011). Penambahan feses sapi sebagai bahan dekomposisi juga mampu

meningkatkan kandungan nitrogen pada pupuk cair, karena didalam feses sapi

terkandung makronutrien seperti nitrogen, fosfor, dan kalium (Marlina, 2016).

Berdasarkan Tabel 5 menunjukan bahwa lama aerasi yang berbeda

berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap nilai N organik biourine yang dihasilkan.

Hasil uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) terhadap perlakuan lama aerasi 0 jam

memberikan perbedaan 48 jam dan 96 jam, semakin lama waktu aerasi yang

digunakan maka semakin meningkat nilai N organik yang dihasilkan. Hal ini

diduga karena adanya aktivitas mikroorganisme dari proses penguraian bahan

organik yang mampu meningkatkan kandungan N organik pada biourine. Hal ini

sejalan dengan pernyataan Hidayati et al. (2008) bahwa kandungan N organik

dalam biourine berasal dari bahan organik yang didegradasi oleh mikroorganisme,

sehingga berlangsungnya proses degradasi sangat mempengaruhi kandungan N

organik dalam biourine.

Analisis ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis

dekomposer dan lama aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai N organik

26

biourine. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer lama aerasi tidak

memberikan pengaruh terhadap nilai N organik biourine kelinci yang dihasilkan.

Pengaruh Penggunaan Jenis Dekomposer dan Lama Aerasi terhadap Nilai

Rasio C/N Biourine Kelinci

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis

dekomposer dan lama aerasi terhadap nilai Rasio C/N biourine kelinci disajikan

pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Nilai Rasio C/N Biourine Kelinci Berdasarkan Jenis

Dekomposer dan Lama Aerasi yang Berbeda

Lama Aerasi

Jenis Dekomposer

Rata-rata MOL Bonggol

pisang (%) EM4

® (%)

MOL feses sapi

Bali (%)

0 Jam 1,32 1,06 0,97 1,12b

48 Jam 1,16 1,19 1,23 1,19b

96 Jam 1,00 1,07 0,88 0,98a

Rata-rata 1,16 1,11 1,03

Ket: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan

yang nyata (P<0,05)

Hasil analisis ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis dekomposer

yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Rasio C/N biourine kelinci

yang didapatkan. Hal ini diduga, karena kandungan C organik pada biourine

rendah, sehingga rasio C/N pada biourine rendah. Hal ini sesuai pendapat Budiarta

(2017) bahwa kadar C organik yang rendah akan mempengaruhi rasio C/N.

Biourine dengan kandungan C organik yang rendah menghasilkan rasio C/N

yang rendah pula. Kandungan C organik yang rendah disebabkan fermentasi

bahan yang tidak cukup memiliki sumber karbon, sehingga pertumbuhan

mikroorganisme menjadi terhambat karena tidak memiliki sumber energi yang

cukup (Cesaria, et al., 2012).

27

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa lama aerasi yang berbeda

berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap nilai Rasio C/N biourine yang dihasilkan.

Hal ini diduga, karena adanya pelepasan karbon selam proses aerasi berlangsung.

Hal ini sesuai pendapat Ismayana et al., (2012) bahwa perubahan rasio C/N

dipengaruhi oleh kadar karbon organik bahan yang cenderung menurun dan

perubahan kadar nitrogen yang relative konstan, sehingga rasio C/N akan

menurun pada akhir proses aerasi.

Analisis ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis

dekomposer dan lama aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Rasio C/N

Biourine. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer dengan lama aerasi tidak

memberikan pengaruh terhadap nilai Rasio C/N yang dihasilkan. Interaksi antara

jenis dekomposer dan lama aerasi menunjukkan penurunan. Adanya kandungan

karbon yang lebih rendah pada rasio C/N, menghasilkan perubahan nilai C/N

yang berbeda nyata. Lama aerasi menunjukkan pengaruh terhadap laju penurunan

C/N karena oksidasi dan metabolisme mikroorganisme (Ismayana et al., 2012).

28

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

bahwa pupuk cair (biourine) kelinci yang diproduksi dengan menggunakan jenis

dekomposer MOL feses sapi Bali dan lama aerasi 48 jam memiliki kandungan

unsur hara yang tinggi.

Saran

Proses aerasi pada biourine diupayakan tidak melebihi 48 jam, karena akan

meningkatkan kandungan pH yang terdapat di dalamnya.

29

DAFTAR PUSTAKA

Adiatma, R. 2016. Karakteristik dan Analisis Keuntungan Pupuk Organik Cair

Biourine Sapi Bali yang Diproduksi Menggunakan Mikroorganisme Lokal

(Mol) dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Skripsi. Universitas

Hasanuddin Makassar.

Budiarta I. W., Sumiyati dan Setiyo Y., 2017. Pengaruh Saluran Aerasi pada

Pengomposan Berbahan Baku Jerami. BETA (Biosistem dan Teknik

Pertanian). 5 (1): 68 – 75.

Budiyani N. K., Soniari N. N. dan Sutari N. W. S., 2016. Analisis Kualitas

Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang. E-Jurnal

Agroekoteknologi Tropika. 5 (1): 63-72.

Cesaria R. Y., Wirosoedarmo R. dan Suharto B., 2012. Pengaruh Penggunaan

Starter Terhadap Kualitas Fermentasi Limbah Cair Tapioka sebagai

Alternatif Pupuk Cair. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Hal. 8 -

14.

Dewi T., Anas I., Suwarno dan Nursyamsi D., 2012. Evaluasi Kualitas Pupuk

Organik yang Beredar di Pulau Jawa Berdasarkan Permentan No.

70/Sr.140/10 Tahun 2011 . Jurnal Tanah Lingkungan. 14 (2): 79-83.

Ekasari J., 2009. Teknologi Biotlok: Teori dan Aplikasi dalam Perikanan

Budidaya Sistem Intensif. Jumal Akuakultur Indonesia. 8 (2): 117-126.

Fitria Y., 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri

Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (Effective

Microorganisme 4). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Hadi P., 2005. Abu Sekam Padi Pupuk Organik Sumber Kalium Alternatif pada

Padi Sawah. GEMA. Hal 38 – 45.

Handayani S. H., Yunus A. dan Susilowati A., 2015. Uji Kualitas Pupuk Organik

Cair dari Berbagai Macam Mikroorganisme Lokal (Mol). El-Vivo. 3(1):

54 – 60.

Hardjowigeno dan Sarwono., 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo.

Jakarta.

Hartatik W. dan Setyorini D., 2011. Pemanfaatan Pupuk Organik untuk

Meningkatkan Kesuburan Tanah dan Kualitas Tanaman. Peneliti Badan

Litbang Pertanian. Bogor.

30

Hidayati, YA. Bento TB., Kunarni A., Marlina E.T., dan Harlina E. 2008.

Kualitas pupuk cair hasil pengolahan feses sapi potong menggunakan

saccharomyces cerevisiae. Jurnal Ilmu Ternak. 11 (2): 104 –107.

Ismayana A., Indrasti N. S., Suprihatin, Maddu A. dan Fredy A., 2012. Faktor

Rasio C/N Awal dan Laju Aerasi pada Proses Co-Composting Bagasse

dan Blotong. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 22 (3):173-179.

Junus M., Widodo A. S., Suprapto W dan Zamrudy W., 2014. Peranan Aerasi dan

Silika serta Lama Pemeraman Terhadap Kandungan Pupuk Cair Lumpur

Organik Unit Gas Bio. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (1): 82 – 92.

Marlina S., 2016. Analisis N dan P Pupuk Organik Cair Kombinasi Daun Lamtoro

Limbah Tahu dan Feses Sapi. Publikasi Ilmiah. Universitas

Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Mutryarny E., Endriani dan Lestari S. U., 2014. Pemanfaatan Urine Kelinci Untuk

Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea

L.) Varietas Tosakan. Jurnal Ilmiah Pertanian. 11(2) : 23 – 34.

Nurrohman M., Suryanto A. dan Karuniawan P. W., 2014. Penggunaan

Fermentasi Ekstrak Paitan (Tithonia Diversifolia L.) dan Kotoran Kelinci

Cair Sebagai Sumber Hara pada Budidaya Sawi (Brassica Juncea L.)

Secara Hidroponik Rakit Apung. Jurnal Produksi Tanaman. 2(8): 649 –

657.

Page, A.L., R.H. Miller, and D.R. Keeney (Eds.). 1982. Methods of Soil Analysis,

Part2- Chemical and microbiological properties, 2nd Edition. American

Society of Agronomy, Madison, Wisconsin.

Pancapalaga W., 2011. Pengaruh Rasio Penggunaan Limbah Ternak dan Hijauan

Terhadap Kualitas Pupuk Cair. GAMMA. 7 (1): 61- 68.

Rizqiani N. F., Ambarwati E. dan Yuwono N. W., 2007. Pengaruh Dosis dan

Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Buncis (Phaseolus Vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah

dan Lingkungan. 7(1): 43-53.

Rosdiana., 2015. Pertumbuhan Tanaman Pakcoy Setelah Pemberian Pupuk Urin

Kelinci. Jurnal Matematika, Saint, dan Teknologi. 16 (1): 1-8.

Setiawan A. I., 2007. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sitompul H. F., Simanungkalit T. dan Mawarni L., 2014. Respons Pertumbuhan

Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) Terhadap Pemberianpupuk Kandang

31

Kelinci dan Pupuk NPK (16:16:16). Jurnal Online Agroekoteknologi . 2(3)

: 1064 – 1071.

Sufianto. 2014. Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah

Organik dan Aplikasinya Terhadap Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis

L.). GAMMA. 9 (2): 77 – 94.

Supartha I. N. Y., Wijana G. dan Adnyana G. M., 2012. Aplikasi Jenis Pupuk

Organik pada Tanaman Padi Sistem Pertanian Organik. E-Jurnal

Agroekoteknologi Tropika. 1(2): 98-106.

Susila S., 2016. Pengaruh Penggunaan Pupuk Cair Daun Kelor dengan

Penambahan Kulit Buah Pisang Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung.

Publikasi Ilmiah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Wahyono S., 2011. Pengolahan Sampah Organik dan Aspek Sanitasi. Jurnal

Teknologi Lingkungan. 2 (2) : 113-118.

RIWAYAT HIDUP

Rismawati Rasyid, lahir di Kampung Parang pada tanggal 05

Juni 1995, sebagai anak ke empat dari bapak Abdul Rasyid

dan Nur Hayati.

Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah

Sekolah dasar, SD Negeri Sabbala. Kemudian setelah lulus,

melanjutkan di SMPN 3 Galesong Selatan di Kabupaten Takalar, lulus tahun 2009

dan SMKN 3 Takalar di Kabupaten Takalar, lulus pada tahun 2012.

Setelah menyelesaikan Tingkat Menengah Atas, penulis diterima di

Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur Prestasi Olah Raga, Seni dan

Keilmuan (POSK) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar.