KUALITAS PENERJEMAHAN PERIBAHASA ARAB POPULER...
-
Upload
duongquynh -
Category
Documents
-
view
250 -
download
2
Transcript of KUALITAS PENERJEMAHAN PERIBAHASA ARAB POPULER...
KUALITAS PENERJEMAHAN PERIBAHASA ARAB POPULER DALAM BUKU
MAHFUZHAT KARYA TIM REDAKSI TUROS
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana (S.S)
Disusun Oleh: Adelia Febry Gatari
1111024000009
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah dicantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarih Hidayatullah.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau jiplakan
orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah.
Jakarta, 8 Mei 2015
Adelia Febry Gatari
KUALITAS PENERJEMAHAN PERIBAHASA ARAB POPULER DALAM BUKU
MAHFUZHAT KARYA TIM REDAKSI TUROS
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh:
ADELIA FEBRY GATARI
1111024000009
Dosen Pembimbing:
Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum.
NIP: 197912292005011004
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
i
ABSTRAK
ADELIA FEBRY GATARI
Kualitas Penerjemahan Peribahasa Arab Populer dalam Buku Mahfuzhat Karya Tim
Redaksi Turos
Kualitas penerjemahan sangat penting dalam dunia penerjemahan. Sebab, dari situlah
kita dapat mengetahui apakah terjemahan tersebut termasuk penerjemahan yang baik atau
buruk. Dengan kata lain pesan yang disampaikan dapat terpahami atau tidak. Pada
kesempatan kali ini penulis melakukan penilaian terhadap peribahasa populer yang terdapat
dalam buku Mahfuzhat karya tim redaksi Turos.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana kualitas terjemahan peribahasa Arab
populer karya tim redaksi Turos. Melalui pemilihan peribahasa Arab populer yang terdapat
dalam buku Mahfuzhat, kemudian diteliti kualitas terjemahannya menggunakan cara
Rochayah Machali.
Setelah melakukan penelitian, penulis dapat mengukur kualitas terjemahan peribahasa
populer dalam buku Mahfuzhat. Terjemahan dalam buku tersebut tergolong penerjemahan
yang cukup, yang dimaksud dengan penerjemahan cukup adalah terjemahan terasa sebagai
terjemahan, ada distorsi makna, ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku tetapi relatif
tidak lebih dari 25%, ada beberapa kesalahan idiom atau tata bahasa tetapi relatif tidak lebih
dari 25% keseluruhan teks, ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku atau tidak umum
dan atau kurang jelas.
ii
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang dengan izin serta karuniaNya, sehingga
penulisan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Tarjamah
Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dapat
diselesaikan.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan baginda Nabi Muhammad SAW,
keluarga dan para sahabatnya semoga kita mendapatkan curahan syafa’atnya di hari akhir
keak.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Sastra di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas
akademika UIN Syarif Hidayatullah khususnya kepada: Prof. Dr. Sukron Kamil, MA selaku
Dekan Fakultas adab dan Humaniora, Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku Ketua
Jurusan Tarjamah, Rizki Handayani, MA selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah, serta seluruh
dosen jurusan Tarjamah. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat dan menjadi bekal bagi
penulis untuk bisa diaplikasikan di masa mendatang.
Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Moch.
Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu di
tengah kesibukannya serta kesabarannya untuk membaca, mengoreksi, serta memotivasi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada dosen penguji yang menilai, mengoreksi,
dan membimbing, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
iii
Kepada ibu tercinta, Puji Lestari sosok yang sangat berjasa selama ini. Terima kasih
atas doa dan motivasi yang tiada henti. Juga kepada apak Ahmad Prihawandono, papi Ari
Setiawan, mbah pi, mbak Tika, serta adik-adik yang ikut berperan memberikan semangat.
Terima kasih kepada Penerbit Turos yang dengan ramah menerima saya untuk
mendapatkan informasi terkait buku yang saya teliti. Terima kasih juga kepada Darti, kak
Mutia, kak Farhan yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam mencari
referensi. Kepada teman-teman seperjuangan penulis, terima kasih atas kebersamaan selama
bersama-sama menimba ilmu.
Semoga skripsi yang masih banyak kekurangan ini dapat bermanfaat untuk kita semua
khususnya bagi yang berkecimpung dalam dunia penerjemahan.
Jakarta, 8 Mei 2015
Adelia Febry Gatari
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ABSTRAK......................................................................................................................... i
PRAKATA......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah.............................. 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................... 4
D. Tinjauan Pustaka............................................................................. 4
1. Kualitas Penerjemahan........................................................ 4
a. Amir Hamzah................................................................. 4
b. Siti Nur Asiah................................................................. 5
2. Peribahasa............................................................................ 6
v
a. Badriah........................................................................... 6
b. Siti Hamidah.................................................................. 6
c. Nadia Wirda Ummah..................................................... 6
3. Padanan................................................................................ 7
a. Rumsari Marjatsari......................................................... 7
4. Penerjemahan....................................................................... 7
a. John Richard Moston Gledhill........................................ 7
b. Inge Nurina Felistyana.................................................... 8
c. Nurul Istiqomah............................................................. 8
d. Frans I Made Brata........................................................ 8
E. Metode Penelitian............................................................................ 9
1. Sumber Data........................................................................ 10
2. Metode Analisis Data........................................................... 11
F. Sistematika Penulisan....................................................................... 12
BAB II KERANGKA TEORI................................................................................ 14
A. Penilaian Penerjemahan................................................................... 14
1. Aspek Penilaian.................................................................... 14
2. Model Penilaian.................................................................... 18
B. Pedoman Penilaian Penerjemahan.................................................... 22
1. Benny Hoedoro Hoed........................................................... 22
2. Moch. Syarif Hidayatullah................................................... 25
3. Rochayah Machali................................................................ 26
vi
C. Peribahasa........................................................................................ 33
1. Definisi Peribahasa.............................................................. 33
2. Macam-macam Peribahasa Indonesia.................................. 36
3. Macam-macam Peribahasa Arab.......................................... 37
4. Unsur Budaya Arab dalam Peribahasa................................ 39
5. Metafora............................................................................... 42
D. Teori Ekuivalen dalam Penerjemahan............................................. 46
BAB III GAMBARAN TENTANG BUKU MAHFUZHAT................................... 51
A. Buku Mahfuzhzat............................................................................. 51
1. Definisi Mahfuzhat............................................................. 52
2. Cakupan Buku Mahfuzhat................................................... 53
3. Biografi Penyusun dan Penerjemah Buku Mahfuzhat......... 53
a. Penyusun............................................................................ 53
b. Penerjemah......................................................................... 54
c. Gambaran Umum tentang Penerjemahan dalam Buku
Mahfuzhat............................................................................... 55
BAB IV ANALISIS KUALITAS PERIBAHASA ARAB POPULER DALAM
BUKU MAHFUZHAT KARYA TIM REDAKSI TUROS.................... 56
A. Kualitas Peribahasa Arab Populer dalam Buku Mahfuzhat tentang:
1. Ilmu..................................................................................... 56
2. Perilaku............................................................................... 62
3. Persaudaraan....................................................................... 70
4. Kesungguhan...................................................................... 71
5. Waktu................................................................................. 73
vii
6. Keberhasilan....................................................................... 75
7. Cinta................................................................................... 76
8. Haram ................................................................................. 76
9. Harta .................................................................................... 77
10. Agama.................................................................................. 79
11. Sabar.................................................................................... 80
12. Ujian .................................................................................... 80
BAB V PENUTUP................................................................................................... 82
A. Kesimpulan............................................................................................. 82
B. Saran....................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 84
LAMPIRAN........................................................................................................................ 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam penerjemahan, penilaian hasil penerjemahan menjadi sangat penting. Karena
akan menentukan kualitas terjemahan tersebut. Kemampuan seseorang dalam
menerjemah diukur dari kemampuannya menghasilkan terjemahan yang baik. Menurut
Larson yang dikutip oleh Sayogie, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
penilaian, yaitu (1) ketepatan, dikatakan memiliki ketepatan bila tidak menyimpang dari
isi atau informasi yang terdapat di dalam teks asli bahasa sumber. (2) Kejelasan,
maksudnya adalah bahwa tersebut dapat dimengerti dan dipahami dengan mudah oleh
pembaca. (3) Kewajaran, artinya terjemahan tersebut menggunakan kalimat-kalimat yang
tunduk terhadap aturan kaidah bahasa sasaran dan tidak asing bagi pembaca. 1
Di Amerika, kualitas penerjemah asal Indonesia masih kalah bersain dengan
penerjemah asal Malaysia. Hal ini dikarenakan penerjemah Indonesia banyak yang
berbelit-belit dan bertele-tele, kadang hal atau data yang penting tidak diterjemahkan,
diksi dan ungkapannya kurang tepat, dan ejaannya kadang tidak diperiksa kebenarannya.2
Dalam penilaian hasil terjemahan, menurut Hoed terdapat beberapa aspek yang perlu
diperhatikan oleh penilai, yaitu ketepatan reproduksi makna (meliputi aspek linguistik,
semantik dan pragmatik), kewajaran ungkapan, peristilahan, dan ejaan. Dalam kriteria
penerjemahan ini , ditentukan aspek yang dinilai mencakup (a) kesepedaan makna pada
1 Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Tangerang Selatan: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.145 2 Ratih Wijaya, Kualitas Penerjemah di Indonesia, (Sukoharjo: Universitas Veteran Bandung Nusantara)
2
aspek linguistis, semantis dan pragmatis, (b) tingkat kewajaran, (c) penggunaan gaya
bahasa, (d) peristilahan khusus, (e) penggunaan ejaan baku, dan (f) kesepadanan teks. 3
Dalam penerjemahan peribahasa Arab kerap kali ditemukan terjemahan yang kaku
dan asing bagi pembaca, maka dari itu penilaian kualitas penerjemahan menjadi penting.
Peribahasa dalam bahasa Arab disebut dengan amtsal. Amtsal adalah ungkapan yang
beredar di masyarakat yang berisi tentang pikiran yang bijak dan tentang aspek kehidupan
manusia, biasanya berbentuk kata-kata majaz yang cenderung imajinatif dan mudah
dihafal, bertujuan sebagai perbandingan dan nasehat kehidupan. Secara definitif amtsal
merupakan sebuah ungkapan yang tidak mementingkan keindahan alam segi uslub dan
maknanya, ia mengandung nasihat dan sekaligus bersumber dari kejadian yang sesuai
dengan realitasnya. Hal ini sesuai dengan definisi yang diungkapkan oleh Ibrahim Ali
Abu al Khasyab dalam bukunya Turatsuna al-Adaby:
لصح أ دادثح ٠شث تا داي از دى١د ف١ تذاي ئاألثاي ج سص١ح جضج ذش١ش
از ل١د ألج
Amtsal adalah kalimat singkat yang diucapkan berdasarkan cerita atau peristiwa
yang menyerupai keadaan asal di mana matsal tersebut diucapkan.
Dengan kata lain amtsal muncul di tengah masyarakat berdasarkan suatu peristiwa dan
tidak mesti dengan lafaz yang indah, tetapi ia diucapkan sesuai dengan peristiwa yang terjadi
pada saat itu. 4
3 Frans Sayogie, h.147
4 Yaniah Wardani dan Cahya Buana, Pengaruh Unsur Ekstrinsik Terhadap Diksi Peribahasa Arab dan
Indonesia (Analisis Sastra Banding), (Tangerang Selatan: Transpustaka, 2013) h. 25
3
Penerjemahan peribahasa sama halnya dengan penerjemahan metafora. Penerjemah perlu
mengukur tingkat popularitas peribahasa tersebut. Jika peribahasa tersebut sudah dikenal
luas, maka cukup diterjemahkan apa adanya. Namun, apabila peribahasa tersebut tidak
dikenal oleh masyarakat Indonesia, maka penerjemah harus mencarikan padanan peribahasa
yang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Jika tidak ditemukan padanannya dalam bahasa
Indonesia, maka bisa diterangkan dengan catatan.5
Berdasarkan paparan di atas, peneliti akan melakukan penelitian terhadap peribahasa
populer dalam buku Mahfudzat. Atas dasar tersebut, peneliti menulis skripsi yang berjudul
KUALITAS PENERJEMAHAN PERIBAHASA ARAB POPULER DALAM BUKU
MAHFUDZAT KARYA TIM REDAKSI TUROS.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memfokuskan diri pada peribahasa bahasa
Arab yang terdapat dalam buku Mahfudzat.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas penerjemahan peribahasa Arab populer dalam buku
Mahfuzhat?
5 Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia, (Tangerang
Selatan: Penerbit Dikara, 2010) h. 64
4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai:
1. Mengetahui bagaimana kualitas penerjemahan peribahasa Arab populer dalam
buku Mahfuzhat.
Manfaat dari penelitian ini adalah peneliti ingin memberikan sumbangsih bagi semua
pihak yang menggeluti dunia penerjemahan khususnya mahasiswa Tarjamah agar dapat
menilai terjemahan peribahasa Arab yang baik agar menghasilkan terjemahan yang
berkualitas.
D. Tinjauan Pustaka
1. Kualitas Penerjemahan
a. Amir Hamzah (2011)
Skripsi berjudul “Penilaian Kualitas Terjemahan (Studi Kasus Terjemahan
Fiqh Al Islam Wa Adillatuh Bab Salat Pasal 1 Karya Dr. Wabbah Al-Zuhaili”
karya Amir Hamzah tahun 2011 ini sama dengan yang peneliti lakukan. Yaitu
mengeksplorasi ketepatan, kejelasan dan kewajaran terjemahan meliputi struktur
bahasa, pemakaian ejaan, penilaian diksi, dan kefektifan kalimat yang digunakan.
kemudian hasil penelitian akan dimasukan kedalam hitungan matmatis, yaitu
menganalisis setiap halamannya dengan memperhatikan kategori-kategori
pengalihan Bsu kepada Bsa dengan teknik ekuivalensi dalam bahasa Indonesia
yang baik dan benar serta memberikan solusi terjemahan lain.
5
Namun skripsi ini tidak meneliti peribahasa seperti yang peneliti lakukan,
melainkan meneliti Fiqh Al Islam Wa Adillatuh Bab Salat Pasal 1 Karya Dr.
Wabbah Al-Zuhaili.
b. Siti Nur Asiah (2014)
Skripsi berjudul “Kualitas Terjemahan Subtitel Film Omar” ini melakukan
penelitian dengan (1) membandingkan makna kata, frasa, klausa, dan kalimat
bahasa sumber dengan maknakata, frasa, klausa, dan kalimat terjemahan untuk
menentukan tingkat keakuratan terjemahan. (2) menentukan tingkat keberterimaan
terjemahan, yang didasarkan pada instrumen pengukur tingkat keberterimaan
terjemahan. (3) menetapkan tingkat keterbacaan terjemahan yang didasarkan pada
tanggapan pembaca perihal seberapa mudah atau seberapa sulit mereka dalam
memahami terjemahan. Penilaian terhadap tingkat keterpahaman terjemahan
subtitel fil Omar sepenuhnya diserahkan kepada pemirsa bahasa sasaran, dalam
hal ini menunjuk 14 mahasiswa dari COFFE TAR (Community of Arabic Movie
Translator). Pemirsa bahasa sasaran menentukan apakah terjemahan yang mereka
baca mudah dipahami.
Hal ini berbeda dengan yang peneliti lakukan, peneliti meneliti tingkat
ketepatan, kejelasan, dan kewajaran dari peribahasa Arab populer yang terdapat
dalam buku Mahfuzhat karya tim Redaksi Turos. Peneliti memilah peribahasa
mana saja yang tergolong populer, lalu menilai kualitas terjemahan tersebut.
6
1. Peribahasa
a. Badriah (2008)
“Penerjemahan Peribahasa Arab ke Peribahasa Indonesia Analisis
Terhadap Lima Belas Peribahasa Arab”, yang ditulis oleh Badriah padat
tahun 2008 silam. Skripsi tersebut secara garis besar membahas tentang
analisis terhadap peribahasa yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa
Indonesia. Namun skripsi ini hanya menganalisis lima belas peribahasa. Maka
dari itu, peneliti akan melakukan penelitian terhadap sebagian besar
peribahasa yang terdapat di buku Mahfudzat yaitu peribahasa Arab populer.
b. Siti Hamidah (2010)
Skripsi berjudul “Peribahasa Arab dalam Buku Bahasa Gaul Ikhwan
Akhwat” karya mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Adab dan
Humaniora ini juga meneliti tentang penilaian terjemahan peribahasa Arab
dalam buku „Bahasa Gaul Ikhwan Akhwat‟ namun tidak meneliti peribahasa
populer seperti yang peneliti lakukan. Siti Hamidah menggunakan buku
Bahasa Gaul Ikhwan Akhwat karya Syarif Hade Masyah sebagai korpus,
sedangkan yang peneliti gunakan adalah buku Mahfuzhat karya redaksi
Turos.
c. Nadia Wirda Ummah (2014)
Nadia Wirda Ummah, mahasiswi Program Studi Sastra dan Bahasa Jepang
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi tersebut
berjudul “Analisis Sintaksis dan Semantik Leksem Sake di dalam Kalimat
Peribahasa Jepang”. Secara garis besar menjelaskan tentang peribahasa
Jepang dengan analisis sintaksis dan semantik. Hal ini berbeda dengan yang
7
peneliti lakukan, peneliti meneliti tentang penilaian kualitas terjemahan
peribahasa Arab populer karya Tim Redaksi Turos.
2. Padanan
a. Rumsari (2010)
Menganalisis padanan bukanlah hal yang pertama kali dilakukan. Peneliti
menemukan karya ilmiah berjudul “Analisis Semantik Leksikal pada Padanan
Arab-Indonesia Dalam Kamus Al-Munawwir dan Al-Ashri”, ditulis oleh
Rumsari Marjatsari pada tahun 2010. Secara garis besar skripsi ini meneliti
tentang perpadanan kamus Al-Munawwir dan Al-Ashri dalam memberikan
padanan pada kata istilah tertentu dan meneliti ketepatan pemadanan
maknanya dilihat dari sisi analisis semantik leksikal. Skripsi ini hanya meneliti
perpadanan antar kata, sedangkan yang peneliti teliti adalah perpadanan antara
peribahasa Arab dengan bahasa Indonesia.
3. Penerjemahan
a. John Richard Moston Gledhill (2001)
Disertasi Universitas Erfurt ini berjudul “Strategis In Translation: A
Comparison of The Helen Lowe-Porter and David Luke Translations of
Thomas Mann‟s Tonio Kroger, Tristan and Der Tod in Venedig Within The
Context of Contemporary Translation Theory”. Secara garis besar disertasi ini
meneliti tentang penerjemahan dalam konteks teori penerjemahan
kontemporer. Namun tidak melakukan penilaian terhadap penerjemahan
8
peribahasa. Disertasi ini juga tidak meneliti dari sebuah buku, melainkan
melakukan perbandingan antara dua penerjemah.
b. Inge Nurina Felistyana (2008)
Skripsi karya mahasiswi Universitas Indonesia Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya ini berjudul “Analisis Penerjemahan Kosakata
Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke Bahasa Indonesia dalam Cerita Pendek
Imogayu”. Secara garis besar, skripsi ini meneliti tentang penerjemahan
kosakata kebudayaan fisik. Namun tidak meneliti tentang penilaian kualitas
penerjemahan peribahasa. Skripsi ini juga meneliti tentang bahasa Jepang
dalam cerita pendek Imogayu, sementara yang peneliti teliti adalah peribahasa
bahasa Arab dalam buku Mahfuzhat karya redaksi Turos.
c. Nurul Istiqomah (2008)
Skripsi ini hampir sama dengan yang peneliti lakukan. Yaitu
penerjemahan idiom. Karena peribahasa juga termasuk idiom. Namun skripsi
ini melakukan penilaian terhadap kualitas peribahasa Arab yang populer.
Skripsi ini juga meneliti tentang idiom bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Jepang. Penelitian yang saya lakukan adalah meneliti tentang peribahasa Arab
ke dalam bahasa Indonesia. skripsi ini berjudul “Analisis Penerjemahan Idiom
Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jepang”.
d. Frans I Made Brata (2010)
Judul seminar dan lokakarya nasional penelitian kelas dalam perspektif
etnografi program magister linguistik Universitas Udayana Denpasar, Bali
9
karya Frans I Made Brate adalah “Teknik Pergeseran dalam Penerjemahan
Sistem Sapaan Dalam Budaya Religi”. Frans menjelaskan tentang pergeseran
dalam penerjemahan, tetapi tidak menjelaskan tentang penerjemahan
peribahasa. Dia juga meneliti tentang sistem sapaan dalam budaya religi. Lain
halnya dengan yang peneliti lakukan. Dalam skripsi ini, peneliti tentang
peribahasa dalam buku Mahfuzhat disertai budaya Arab.
b. Metode Penelitian
Metode penelitian data sangat penting dalam penelitian. Keberhasilan suatu
penelitian sangat bergantung pada sikap yang dikembangkan oleh peneliti, yaitu teliti,
intensif, aktif, terperinci, mendalam, dan lengkap dalam mencatat setiap informasi
yang ditemukan.
Metode penelitian merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang
dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan
simpulan agar dapat memahami, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan
keadaan. Metode juga merupakan cara kerja untuk memahami dan mendalami objek
yang menjadi sasaran. Melalui metode yang tepat, seorang peneliti tidak hanya
mampu melihat fakta sebagai kenyataan, tetapi juga mampu memperkirakan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi melalui fakta itu. Meskipun bekal
pengetahuan bahasa mencukupi, tetapi pemahaman metodologi penelitian bahasanya
sempit, seorang peneliti bahasa akan melakukan penelitian dengan persiapan yang
dangkal. 6
6 Syamsuddin dan Vismaia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006),
h. 14
10
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kepustakaan. Yaitu
dengan buku Mahfuzhat sebagai primer, dan buku-buku lainnya yang bersangkutan
dengan penelitian ini sebagai sekunder.
1. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah peribahasa yang sudah diterjemahkan dari
bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang terdapat dalam buku Mahfuzhat karya tim
redaksi Turos. Kemudian dicari peribahasa mana saja yang tergolong populer lalu
diberikan penilaian terhadap kualitas penerjemahannya. Peribahasa populer yang
dimaksud adalah peribahasa yang sering dikaji di pesantren-pesantren.
2. Metode Analisis Data
Metode analisis data penelitian ini menggunakan mixed methods. Karena
peneliti ingin melengkapi hasil penelitian kuantitatif yang diperkaya dengan data-data
yang bersifat kualitatif yang tidak bisa digali dengan metode kuantitatif. Peneliti juga
ingin melakukan penelitian yang bersifat proses dengan metode kualitatif, dan
meneliti produk dengan metode kuantitatif.7
Metode ini mempunyai dua model urutan penelitian, yaitu model urut
pembuktian (Sequential Explanatory) dan model urutan penemuan (Sequential
Explanatory). Proses penelitian model urut pembuktian yaitu penelitian pada tahap
awal baik dalam pengumpulan data maupun analisisnya menggunakan metode
kuantitatif, dan dilanjutkan dengan kualitatif. Pengumpulan data dan analisis kedua
metode dilakukan secara terpisah, tetapi dibuat bersambung. Sedangkan model urut
penemuan adalah kebalikan dari model urut pembuktian, bobot metode lebih pada
7 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2011), h.48
11
metode tahap pertama yaitu metode kualitatif dan selanjutnya dilengkapi dengan
metode kuantitatif. Kombinasi data kedua metode bersifat connecting. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode urutan penemuan.8
c. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah peneliti dalam penyusunan skripsi ini, maka secara
sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab yaitu:
Bab I pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah yang di dalamnya
peneliti sedikit membahas tentang problematika yang di hadapi dalam pembelajaran
bahasa. Pada bab 1 ini terdapat batasan dan rumusan masalah agar pokok
permasalahan yang akan peneliti tulis tidak berarut-larut. Ada juga tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Pada bab II ini peneliti ingin menjelaskan seputar teori penilaian
penerjemahan, peribahasa, teori padanan, budaya, dan metafora. Pada masing-masing
sub bab akan dijelaskan lebih terperinci mengenai teori penilaian penerjemahan,
peribahasa, teori padanan, budaya, dan metafora.
Sebelum melanjutkan pada tahap analisis, maka pada bab III peneliti ingin
mengulas sekilas tentang buku mahfuzhat karya tim redaksi Turos.
Pada bab IV masuklah kita pada tahap analisis yang merupakan analisis data,
menganalisis kualitas peribahasa Arab Populer dalam Buku Mahfuzhat. Data
dianalisis dari aspek linguistis, pragmatis, semantis, kewajaran ungkapan. Serta
ditentukan menggunakan penerjemahan apa. Hingga kemudian dihitung presentase
yang akan menentukan apakah penerjemahan tersebut baik atau tidak.
8 Sugiyono, h.38-39
12
Bab V penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Pada halaman
terakhir peneliti melampirkan daftar pustaka yang menjadi acuan peneliti dalam
penyusunan skripsi ini.
13
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Penilaian Kualitas Penerjemahan
Aspek penilaian pada bahasa tulis berlaku pula dalam penilaian penerjemahan
karena terjemahan pada hakikatnya tertuang dalam bahasa tulis. Penilaian
penerjemahan merupakan bagian penting dalam konsep teori penerjemahan. Karena
itu aspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan yang berbeda-beda
dan penilaian yang berbeda pula. Namun diharapkan penilaian yang diberikan dapat
menilai terjemahan dengan baik karena untuk menentukan kualitas terjemahan.9
Kualitas penerjemahan berhubungan dengan fungsi penerjemahan sebagai
penghubung komunikasi yang melibatkan bahasa sumber dan bahasa target.
Praktiknya bisa dilakukan dengan cara menghadirkan one-to-one correspondence -
„padanan satu lawan satu‟. ini memang sulit. Namun, menghadirkan kesepadanan
makna atau pesan selalu bisa dilakukan. Dalam kaitan inilah para pakar menyodorkan
metode, prosedur, dan teknik penerjemahan yang dapat digunakan untuk
menghasilkan terjemahan yang berkualitas.10
1. Aspek Penilaian
Dalam penilaian hasil terjemahan, menurut Hoed terdapat beberapa aspek
yang perlu diperhatikan oleh penilai, yaitu (1) ketepatan reproduksi makna
(meliputi aspek linguistik, semantik, dan pragmatik), (2) kewajaran ungkapan, (3)
peristilahan, dan (4) ejaan.
9 Frans Sayogi, h.145
10 M. Zaka Alfarisi, Pedoman Penerjemahan Arab-Indonesia, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.175
14
Dalam kriteria penilaian penerjemahan ini, ditentukan aspek yang dinilai
mencakup (a) kesepadanan makna pada aspek linguistis, semantis dan pragmatis,
(b) tingkat kewajaran, (c) penggunaan gaya bahasa, (d) peristilahan khusus, (e)
penggunaan ejaan baku, dan (f) kesepadanan teks.11
Menurut Larson terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian,
yaitu (1) ketepatan, (2) kejelasan, dan (3) kewajaran. 12
Suatu terjemahan dikatakan memiliki ketepatan bila tidak menyimpang dari isi
atau informasi yang terdapat di dalam teks asli bahasa sumber. Aspek keakuratan
mengacu pada sejauh mana tingkat kesepadanan pesan antara teks sumber dan
teks target. Dalam penerjemahan, aspek keakuratan harus dijadikan prioritas
utama. Sebab, keakuratan merupakan konsekuensi logis dari konsep dasar
penerjemahan bahwa suatu teks disebut terjemahan kalau teks tersebut memiliki
hubungan padanan dengan teks sumber. 13
Carrol menunjukkan salah satu cara untuk mengukur ketepatan dalam
terjemahan dengan mengukur ketidaktepatan yang disebutnya informativeness
(keinformativan) sebagai berikut. Seandainya seseorang, yang dapat membaca
teks asli di dalam Bsu dan juga terjemahannya, membaca terjemahannya terlebih
dulu, lalu membandingkannya dengan dengan teks aslinya, maka dia mungkin
menemukan tiga kemungkinan. (1) Dia tidak memperoleh keterangan tambahan
setelah membaca teks aslinya, terjemahan demikian dianggap baik; (2) setelah
membaca teks aslinya, keterangan yang diperolehnya sama sekali tidak sesuai atau
bertolak belakang dengan keterangan yang diperolehnya dari terjemahannya,
terjemahan demikian dianggap tidak baik; (3) kemungkinan ketiga ialah
11
Frans Sayogie, Teori dan Praktik Penerjemahan , (Pamulang: Transpustaka, 2014), h.137 12
Frans Sayogie, h.145 13
M. Zaka Alfarisi, h.179
15
keterangan yang diperolehnya setelah membaca teks aslinya terletak di antara
keinformativan yang minimal dan keinformativan yang maksimal. Ketiga
kemungkinan ini dapat dinyatakan dengan skala 1 sampai 9. 14
Suatu terjemahan memiliki kejelasan yang baik maksudnya adalah bahwa
terjemahan tersebut dapat dimengerti dan dipahami dengan mudah oleh pembaca.
Aspek kejelasan ini menyangkut tingkat keterbacaan hasil terjemahan. Dan tingkat
keterbacaan ini bersinggungan dengan aspek-aspek linguistik, semisal penggunaan
kategori sintaksis (verba, nomina, ajektiva, pronomina, numeralia); penempatan
fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap); serta pemilihan
diksi, preposisi, kopula, kolokasi, pungtuasi, dan semacamnya.
Tingkat keterbacaan sebuah teks terjemahan dapat diukur dengan parameter
berikut, yaitu (1) mendaftar kosakata, (2) menganalisis secara subjektif dengan
mempertimbangkan aspek-aspek yang memengaruhi tingkat keterbacaan, (3)
menggunakan close procedure dengan memakai tes pemahaman terhadap teks
terjemahan, dan (4) menggunakan formula untuk mengukur keterbacaan.15
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah segmentasi pembaca.
Penerjemah seharusnya mempertimbangkan peruntukan teks terjemahan yang
dibuat. Sebab, bisa jadi hasil terjemahannya baik, tetapi kurang memenuhi aspek
„kejelasan‟ lantaran pemakaian bahasa yang tidak mempertimbangkan segmentasi
pembaca. Terjemahan yang dihadirkan untuk segmen anak-remaja tentu harus
menggunakan bahasa yang sesuai untuk mereka. Begitu pun bahasa yang
diperuntukkan bagi segmen dewasa-orangtua juga harus memperhitungkan kadar
intelektualitas mereka. Untuk segmen pembaca umum sebaiknya menggunakan
14
Maurits Simatupang, Enam Makalah Tentang Penerjemahan, (Jakarta: UKI Press, 1993), h.14 15
M. Zaka Alfarisi, h.182-183
16
bahasa yang lebih populer dan tidak terlalu banyak menggunakan istilah-istilah
teknis-akademis.16
Suatu terjemahan memiliki kewajaran artinya terjemahan tersebut mematuhi
aturan kaidah bahasa sasaran dan tidak asing bagi pembaca. 17
Aspek kewajaran ini bersifat subjektif, sebab tidak terkait dengan persoalan
benar-salah hasil terjemahan. Kewajaran berkenaan dengan nuansa kenyamanan
pembaca terjemahan. Cara pandang yang pas untuk menakar aspek kewajaran
ialah trasnslation as a taste, yang melihat terjemahan sebagai sebuah pilihan
berdasarkan selera. Selera pembaca tentu beragam. Yang paling penting, hasil
terjemahan memenuhi aspek kealamiahan atau kesesuaian dengan alam bahasa
target. Ketakalamiahan bahasa terjemahan akan melahirkan kejanggalan dan
kerancuan.18
Syihabuddin menggambarkan aspek yang dianggap paling menentukan
pemahaman pembaca, yaitu (1) struktur kalimat. Pada umumnya pembaca
mengatakan bahwa terjemahan yang mudah dipahami ialah yang disusun dalam
kalimat sederhana, tidak rumit, dan tidak berbelit-belit. (2) Pemakaian ejaan. Para
pembaca juga berpandangan bahwa pemakaian ejaan sangat membantu
pemahaman mereka akan maksud dan makna terjemahan. (3) Pemilihan kosakata
yang lazim dipakai. Sebagian pembaca mengemukakan bahwa membaca
terjemahan Depag seperti membaca buku cerita tempo dulu, karena dijumpainya
kata yang tidak lazim, tidak cocok, dan tidak sesuai. Hal ini sangat mengganggu
pemahaman mereka. (4) Penjelasan istilah khusus. Pemahaman para pembaca juga
terganggu oleh istilah-istilah khusus yang tidak diketahuinya, sedangkan dalam
16
M. Zaka Alfarisi, h.185 17
Frans Sayogie, h.135 18
M. Zaka Alfarisi, h.186
17
terjemahan istilah itu tidak dijelaskan. (5) Kelewahan pemakaian kosakata.
Pemakaian preposisi yang tidak tepat, penyebutan kata secara berulang-ulang, dan
pengulangan kata untuk menunjukan jamak bagi kata yang dianggap jamak. (6)
Pemanfaatan kata-kata bahasa Arab yang sudah masuk bahasa Indonesia. dalam
bahasa Indonesia ditemukan kata serapan dari bahasa Arab. Sebagian pembaca
berpandangan bahwa sebaiknya penerjemah memanfaatkan kata serapan ini.19
2. Model Penilaian
Model merupakan realisasi teori berupa objek yang dapat diukur. Model
adalah acuan dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan dengan karakteristik
tertentu, dalam hal ini model penilaian penerjemahan yang didasari oleh teori-
teori penerjemahan.
Williams membagi model penilaian terjemahan ke dalam dua kelompok,
yaitu model dengan pengukuran kuantitatif dan kualitatif. Model-model yang
termasuk kategori model kuantitatif adalah (1) Canadian Language Quality
measurement Sistem (Sical). Model ini dikembangkan oleh Kantor Penerjemahan
Pemerintah Kanada yang digunakan sebagai alat ujian maupun membantu menilai
kualitas 300 juta kata terjemahan instrumental setiap tahunnya. Teks dianggao
berterima, dapat direvisi atau tidak berterima tergantung pada jumlah kesalahan
mayor dan minor dalam 400 kata suatu teks. Terjemahan yang berterima dapat
mengandung 12 kesalahan transfer tanpa kesalahan mayor. Sistem kualitas
difokuskan pada kata dan kalimat.
19
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: HUMANIORA, 2005), h.218
18
(2) The Council of Translator and Interpreter of Canada (CTIC). CTIC
merupakan model yang menggunakan perbandingan model sebagai ujian
fertifikasi penerjemah. Setiap jenis kesalahan diberi nilai kuantitatif, seperti: -10, -
5 dan jumlah kesalahan total dalam kertas kandidat dikurangi 100. Kandidat
dengan nilai 75% atau lebih dinyatakan lulus.
(3) Analisis Wacana oleh Bensoussan dan Rosenhouse. Model ini
diusulkan oleh Bensoussan dan Rosenhouse untuk mengevaluasi terjemahan siswa
dan digunakan untuk menilai pemahaman diasumsikan terjadi secara simultan
pada tingkat makro dan mikro sehingga kesalahan dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu (a) kesalahan interpretasi struktur makro seperti: kerangka dan skema; (b)
kesalahan menerjemah tingkat mikro seperti: kandungan proposisi tingkat struktur
kata, termasuk morfologi sintaksis dan kohesi.
(4) Tekstologi oleh Larose. Model ini berupa kisi-kisi bersusun terdiri dari
faktor mikro struktur, makro struktur, superstruktur, peritekstual atau
ekstratekstual termasuk konsisi produksi, tujuan, latar belakang sosial kultural,
dan lain-lain. Tahun 1994 dalam artikel terbaru mengusulkan kisi-kisi lebih
eksplisit untuk analisis multikriteria. Terjemahan dievaluasi lalu dibandingkan
dengan setiap kriteria kualitas secara terpisah dan nilai ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.20
Selanjutnya, William menyatakan bahwa model kualitatif terdiri dari (1)
model skopostheory. Model ini berdasrakan fungsi dan tujuan teks bahasa sasaran
dalam budaya sasaran dan dapat diaplikasikan secara pragmatik seperti pada
dokumen sastra. Evaluator harus mengukur penilaian kualitas terjemahan
20
Frans Sayogie, h.139-140
19
berdasarkan teks bahasa sasaran. Analisis kesalahan tidak diperlukan. (2) Model
penjelasan deskripstif (descriptive explanatory). House menghadirkan model ini
dengan menggunakan teks fungsional yang dieksplorasi oleh Halliday, Crystal,
dan Davey. Ia menolak bahwa penilaian kualitas terjemahan secara alami terlalu
subjektif. Penilaian kualitas terjemahan tidak harus menghasilkan penilaian
mengenai apakah terjemahan menemukan standar kualitas khusus.21
Model penilaian terjemahan yang telah disebutkan di atas memiliki
kelemahan-kelemahan. Williams menyebutkan kelemahan model-model tersebut
dalam menilai hasil terjemahan. Kelemahan kuantitatif adalah (1) karena
keterbatasan waktu, hanya dapat menilai probabilitas statistik dasar dan tidak
dapaat menilai hasil terjemahan seluruhnya. (2) analisis mikrotekstual tidak dapat
menghindari beberapa penilaian serius terhadap kandungan makrostruktur
terjemahan. (3) adanya ambang keberterimaan berdasarkan jumlah kesalahan
khusus tidak dapat dikritisi baik dengan teori. Sedangkan kelemahan kualitatif
adalah tidak dapat menawarkan ambang keberterimaan yang meyakinkan,
diperkirakan karena model ini tidak dapat mengajukan boobot kesalahan dan
hitungan untuk teks individu.
Model-model tersebut sebagian besar diaplikasikan pada teks pendek
bahkan hanya dalam bentuk kalimat-kalimat. Namun, model
Bensoussan/Rosenhouse, Larose, dan House, diterapkan pada wacana dan analisis
teks penuh dan faktor dalam fungsi dan tujuan teks.
Pendekatan instruksi penerjemahan Nord dirancang untuk mengetahui
permasalahan keseragaman standar dengan menilai kualitas yang bertentangan
21
Frans Sayogie, h.141
20
suatu pernyataan kerja khusus yang dipersiapkan untuk suatu proyek khusus.
Pendekatan ini memperkirakan bahwa penggagas memiliki waktu, ketertarikan
dan pengertian tentang proses dan produk penerjemahan untuk menghasilkan
terjemahan sesuai dengan pesanan.
Bensoussan/Rosenhouse dan Larose menggabungkan penilaian kualitatif
dan kuantitatif. Mereka mengaplikasikan penilaian ini pada teks singkat,
sedangkan Larose tidak dijelaskan mengenai aplikasinya. Model tekstologi yang
mengusulkan dengan jelas batas kualitas atau tingkat toleransi terjemahan. House
menolak semua model penilaian yang ada, sedangkan Nord, model penilaiannya
tidak berhubungan dengan skala nilai yang dapat diukur dalam suatu penilaian.
Evolusi Sical mengilustrasikan semua permasalahan yang tidak dapat
dipisahkan dalam suatu model standar maupun berdasarkan norma dan
pengukuran kuantitatif. Tujuan penghitungan adalah untuk menciptakan penilaian
yang lebih objektif, transparan, dan dapat bertahan. Namun penilaian tersebut
sangat transparan sehingga membuka celah penilaian yang lebih luas.
Peneliti dalam pembuatan model penilaian ini hanya mengaplikasikannya
pada karya sastra, iklan, teks jurnalistik, dan tidak ada bukti bahwa model-model
ini dapat diaplikasikan pada teks yang panjang. Uji coba model penilaian tersebut
tak satupun yang dilakukan pada para penerjemah profesional dan siswa. Dengan
alasan ini, Williams mencoba untuk mengajukan model yang merupakan aplikasi
dan teori argumentasi yang dikemukakan oleh Stephen Toulmin. Model yang
diusulkan oleh Williams ini adalah gabungan antara penilaian kualitatif dan
kuantitatif.
21
B. Pedoman Penilaian Penerjemahan
1. Benny Hoedoro Hoed
Newmark menyebutkan, dari sifatnya, ada empat jenis cara menilai
terjemahan. Dengan menggolongkan cara menilai terjemahan menjadi empat jenis
ini, diharapkan kita memperoleh pedoman dalam melakukan penilaian.
(1) Translation as a science. Kita melihat dari segi kebahasaan murni, yakni
yang hasilnya dapat kita nilai betul-salahnya berdasarkan kriteria kebahasaan.
Misalnya, menerjemahkan Uncle Tom‟s Cabin dengan Kabin Paman Tom. Ini
sebuah kesalahan yang tidak “relatif” karena cabin disini berrti gubug atau
pondok, sedangkan kabin dalam bahasa Indonesia berarti „kamar di kapal‟ atau
„bagian pesawat terbang tempat para penumpang‟. Dengan demikian, kesalahan
semacam ini sifatnya “mutlak”. (2) Translation as a craft. Disini terjemahan
dipandang sebahai hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk mencapai
padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam Bsa. Rekayasa
kebahasaan menjadi penting dan dapat berakibat menyimpang jauh dan
kesejajaran formal.
(3) Translation as an art. Ini menyangkut penerjemahan estetis, yakni apabila
penerjemahan tidak merupakan proses pengalihan pesan, tetapi juga “penciptaan”
(“contextual re-creation”) yang biasanya terjadi pada penerjemahan sastra atau
tulisan yang bersifat liris. Disini kita sudah berbicara tentang “baik-buruk”, bukan
“betul-salah”.
(4) Translation as a taste. Ini menyangkut pilihan terjemahan yang bersifat
pribadi, yakni apabila pilihan terjemahan merupakan hasil pertimbangan
22
berdasarkan selera. Misalnya saja kata however yang dapat diterjemahkan dengan
namun, atau akan tetapi sesuai dengan selera penerjemah. Bedanya dengan
penerjemahan estetis adalah bahwa untuk yang ini tidak harus didasari oleh
kriteria estetika. Disini masalag “baik-buruk” makin menonjol dan mempunyai
warna subjektif yang kuat.22
Apa yang dikemukakan diatas dapat dimanfaatkan untuk menilai terjemahan
mahasiswa dalam kelas tambahan. Ketiga golongan penerjemahan dapat kita
letakkan pada sebuah continuum yang berkisar dari “non-pribadi A” ke “pribadi
B” sebagai berikut:
Continuum peran pribadi penerjemah
“Sangat kecil” “Sangat besar”
A peran pribadi penerjemah dalam memilih padanan B
“science” “craft” “art” “taste”
[kebahasaan murni] [ retorika bahasa ]
Dari bagan diatas, terlihat bahwa peran penerjemah sebagai pribadi sangat
kecil pada titik A (science) dibandingkan dengan pada titik B (taste, sangat besar).
Diantaranya terdapat “craft” dan “art”, dengan catatan bahwa “craft” lebih dekat
pada A dan “art” lebih dekat pada B. Oleh karena itu, konsep “betul-salah” hanya
berlaku untuk kutub A (science). Ini merupakan masalah kebahasaan murni: tata
bahasa dan semantik. Selanjutnya, dari “craft” sampai ke “taste” kita hanya
berbicara tentang “baik-buruk”. Disini kita memasuki retorika bahasa. Continuum
diatas mempengaruhi cara kita memberikan nilai kepada hasil pekerjaan
penerjemahan mahasiswa/peserta kursus atau ujian. Salah satu cara yang
diharapkan memberikan penilaian yang adil adalah sebagai berikut:
22
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Bandung: Dunia Pustaka Jaya, 2006), h.91-95
23
Tabel 1
“science” “craft” “art” “taste” Hasil perhitungan
1 2 3 4
Contoh:
80 x 6 =
480
Contoh:
75 x 3 =
225
Contoh:
80 x 2 =
160
Contoh:
50 x 1 =
50
915 = 228,75 = 76,25
4 3
Catatan: (1) nilai = 0-100; (2) nilai untuk kolom 2 s.d. 4 diberikan berdasarkan
pertanggungjawaban atau argumentasi (biasanya lisan) peserta ujian yang dapat
diterima oleh pengajar; (3) nilai diberikan kepada setiap kelompok kasus
(“science”, “craft”, “art”, “taste”) berdasarkan presentase. Jadi, kolom 1 = 80
artinya 80% dari semua kasus translation as a science adalah “benar”, kolom 3 =
80 artinya 80% dari semua kasus translation as an art dapat
dipertanggungjawaban.
Dengan membedakan empat tolok ukur, yakni melihat penerjemahan sebagai
(1) science, (2) craft, (3) art, (4) taste, diharapkan kita dapat memberikan suatu
penilaian yang didasari objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam
memberikan penilaian atas sebuah terjemahan. Kita dapat menyimpulkan bahwa
betul-salah dapat “pasti” pada (1), tetapi makin relatif pada (2), (3), dan (4)
sehingga tidak mudah bagi kita untuk menilainya. Disini berlaku konsep “baik-
benar”. Biasanya pada tiga jenis terakhir kita harus bertanya apa alasan
24
penerjemah memilih terjemahannya atau diminta kepada penerjemahnya untuk
memberikan catatan tentang dasar pilihan terjemahannya.
Tujuan upaya penilaian atas terjemahan adalah agar terjadi cara penilaian yang
adil sesuai dengan sifat-sifat penerjemahan, yakni yang sesuai dengan kadar
peran pribadi penerjemah dalam proses penerjemahan.23
2. Moch. Syarif Hidayatullah
Untuk menilai sebuah terjemahan, kita dapat langsung menilainya hanya
dengan mengamatinya dengan cermat. Namun penilaian matematis juga harus
dilakukan. Penilaian ini dapat digunakan untuk mengukur penerjemahan yang
dihasilkan mahasiswa atau penerbitan.
Pedoman penilaian yang Hidayatullah tawarkan yaitu (1) kalimat yang tidak
diterjemahkan, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 10 poin. (2) metode
yang dipilih tidak sesuai dengan peruntukan teks, berakibat pada pengurangan 9
poin. (3) klausa tidak diterjemahkan, berakibat pada pengurangan skor sebanyak
8 poin. (4) terjemahan tidak sesuai topik, berakibat pada pengurangan skor 7
poin. (5) padanan budaya tidak tepat, dikurangi 6 poin. (6) nama diri, peristiwa
sejarah, dan kata-kata asing tidak tepat, dikurangi 5 poin. (7) tata bahasa yang
tidak sesuai dengan kaidah Bsa, dikurangi 4 poin. (8) terjemahan frasa, idiom,
atau makna figuratif tidak tepat, dikurangi 3 poin. (9) diksi, konotasi, atau
kolokasi tidak tepat, dikurangi 2 poin. (10) kesalahan ejaan, penyingkatan, dan
tanda baca, dikurangi 1 poin. 24
23
Benny Hoedoro Hoed, h.96-98 24
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer, (Tangerang Selatan: UIN Press, 2014), h.143-144
25
Untuk menggunakan model penilaian tersebut, penilai harus memperhatikan
beberapa hal, yaitu (a) penilaian di atas dipergunakan untuk tiap 10 kalimat. (b)
setiap 10 kalimat hasil terjemahan diberi skor awal 100 poin. (c) skor kesalahan
dihitung sesuai dengan pedoman di atas. (d) lalu, jumlahkan semua skor
kesalahan dalam setiap 10 kalimat yang dinilai. (e) skor awal setiap 10 kalimat
kemudian dikurangi skor kesalahan. (f) setelah itu, nilai akhir itu dipergunakan
untuk menilai apakah terjemahan tersebut termasuk terjemahan istimewa (90-
100); sangat baik (80-89), baik (70-79), sedang (60-69), kurang (50-59), buruk
(0-49).25
3. Rochayah Machali
Tabel 2
Segi dan aspek Kriteria
A Ketepatan reproduksi makna
1 Aspek linguistis
a. Transposisi Benar, jelas,
Wajar
b. Modulasi
c. Leksikon
d. Idiom
2 Aspek semantis
a. makna referensial Menyimpang?
b. Makna interpersonal (lokal/total)
25
Moch Syarif Hidayatullah, h.144
26
i. Gaya bahasa
ii. Aspek interpersonal lain
(misalnya, konotatif-
denotatif)
Berubah?
(lokal/total)
3 Aspek pragmatis
a. Pemadanan jenis teks (termasuk
tujuan penulis)
Menyimpang?
(lokal/total)
b. Keruntutan makna pada tataran
kalimat dengan tataran teks
Tidak runtut?
(lokal/total)
B Kewajaran ungkapan Wajar dan atau
harfiah?
(dalam arti kaku)
C Peristilahan Benar, baku, jelas
D Ejaan Benar, baku
Catatan: (1) “lokal” maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam
perbandingannya dalam jumlah kalimat seluruh teks (persentase); (2) “total
maksudnya menyangkut 75% atau lebih bila dibandingkan dengan jumlah kalimat
seluruh teks; (3) runtut maksudnya sesuai atau cocok dalam hal makna; (4) wajar
artinya alami, tidak kaku (suatu penerjemahan yang harfiah bisa kaku atau wajar
bisa juga tidak; (5) “penyimpangan” selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak
demikian halnya untuk “perubahan” (misalnya perubahan gaya).
Cara penilaian terbagi menjadi cara umum dan cara khusus. Cara umum
adalah yang secara relatif dapat diterapkan pada segala jenis terjemahan,
27
sedangkan cara khusus adalah yang khusus bagi suatu teks tertentu. Misalnya teks
hukum, teks yang berfungsi estetis.
Kriteria yang sudah ditetapkan pada tabel diatas dapat diterapkan pada suatu
skala penilaian umum kompetensi. Penting untuk diingat disini bahwa dalam
penggolongan, kita berangkat dari asumsi berikut: (a) tidak ada penerjemahan
sempurna, yang berarti bahwa dalam teks Bsa itu sedikitpun tidak ada kehilangan
informasi, pergeseran makna, transposisi, atau modulasi. Dengan kata lain, tidak
ada keruntutan sempurna dalam penerjemahan. Maka, penerjemahan yang “paling
bagus” harus diartikan sebagai “hampir sempurna”; (b) penerjemahan semantik
dan komunikatif ialah reproduksi pesan yang umum, wajar, dan alami dalam Bsa;
(c) penilaian penerjemahan disini adalah penilaian umum dan relatif.26
Tabel 3
Kategori nilai Indikator
Terjemahan hampir
sempurna
86-90
(A)
Penyampaian wajar; hampir tidak terasa
seperti terjemahan, tidak ada kesalahan
ejaan; tidak ada keslaahan atau
penyimpangan tata bahasa; tidak ada
kekeliruan penggunaan istilah.
Terjemahan sangat bagus 76-85
(B)
Tidak ada distorsi makna; tidak ada
terjemhan harfiah ynag kaku; tidak ada
kekeliruan penggunaan istilah; ada satu-dua
kesalahan tata bahasa atau ejaan (untuk
bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan
26
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah, (Bandung: Kaifa, 2009) h. 153-154
28
ejaan)
Terjemahan baik 61-75
(C)
Tidak ada distorsi makna; ada terjemahan
harfiah yang kaku; tetapi relatif tifak lebih
dari 15% dari keseluruhan teks, sehingga
tidak tertalu terasa seperti terjemahan;
kesalahan tata bahasa idiom relatif tifak
lebih dari 15% dari keseluruhan teks, ada
satu-dua penggunaan istilah yang tidak
baku atau umum. Ada satu-dua kesalahan
tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh
ada kesalahan ejaan)
Terjemahan cukup 46-60 Terasa sebagai terjemahan; ada distorsi
makna; ada beberapa terjemahan harfiah
yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari
25%. Ada beberapa kesalahan idiom dan
atau tata bahasa, tetapi relatif tidak lebih
dari 25% keseluruhan teks. Ada satu-dua
penggunaan istilah yang tidak baku atau
tidak umum dan atau kurang jelas.
Terjemahan buruk 20-45 Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu
banyak terjemahan harfiah yang kaku
(relatif lebih dari 25% keseluruhan teks);
distorsi makna dan kekeliruan penggunaan
istilah lebih dari 25% keseluruhan teks.
29
Catatan: (1) nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen. (2) istilah “wajar”
dapat dipahami sebagai “wajar dan komunikatif”.27
Penting untuk diingat bahwa rambu-rambu diatas hanyalah pedoman, bukan
“harga mati”. Sebelum membahas isi rambu-rambu tersebut, ada tahap yang perlu
dilalui terlebih dahulu. Penilaian dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (1)
penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum
penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap kedua dan
ketiga. (2) penilaian terperinci berdasarkan segi-segi dan kriteria yang sudah
dibahas sebelumnya pada tabel pertama. (3) penilaian terperinci pada tahap kedua
tersebut digolong-golongkan dalam suatu skala atau kontinuum dan dapat dubah
menjadi nilai. Untuk memudahkan penempatan atau kategori, kriteria terperinci
pada tahap kedua diwujudkan dalam indikator umum seperti yang terdapat pada
tabel kedua.
Dapat dilihat pada tabel kedua tersebut bahwa kategori terjemahan dapat
“dikonversikan” menjadi rentangan nilai yang didasarkan pada prinsip piramida,
semakin baik suatu kategori (yaitu semakin ke atas arahnya), semakin kecil
rentangan angka atau nilainya.
Hal lain yang perlu diingat pada tabel kedua tersebut adalah perbedaan istilah
“salah dan “keliru”. Suatu kesalahan adalah teori yang jelas letaknya dalam
oposisi “benar-salah”, misalnya “kesalahan ejaan”. Sebaiknya, “keliru” tidak ada
oposisi langsungnya, karena istilah tersebut dimaksudkan disini agar dapat
mencakup kriteria penilaian untuk “ketidakjelasan”, “ketidakwajaran”, dan
“ketidakbakuan” (apabila yang baku sudah tersedia, misalnya dalam kamus).
27
Rochayah Machali, h. 156-157
30
Dalam penilaian teks-teks yang khusus, segi-segi berikut harus diikutsertakan
dalam penilaian: (a) bentuk; (b) sifat; (c) fungsi. Kriteria yang dapat digunakan
adalah apakah ada pengubahan atau tidak, menyeluruh atau tidak, jelas atau tidak,
baku atau tidak (yang emnyangkut, misalnya formula), wajar atau tidak (misalnya
puisinya mengandung penggambaran metaforik), serta benar atau tidak (misalnya
yang menyangkut reproduksi makna referensial). Kemudian semua segi dan
kriteria dasar ini dapat “diterjemahkan” menjadi indikator-indikator seperti pada
tabel kedua sebagai rambu-rambu penilaian, dan untuk memudahkan penilai
menentukan kategori terjemahan apabila terdapat lebih dari satu versi BSa dari
BSu yang sama.28
C. Prinsip-Prinsip Penerjemahan yang Baik
Seperti yang dikutip oleh Sayogie, Savori menawarkan dua belas prinsip
penerjemahan yang berkaitan erat dengan penerjemahan yang baik. Prinsip-
prinsip tersebut adalah (1) penerjemahan harus mengekspresikan kata-kata dari
teks aslinya; (2) penerjemahan harus mengungkapkan gagasan dari teks aslinya;
(3) terjemahan hendaknya terbaca seperti karya aslinya; (4) terjemahan
hendaknya terbaca sebagai terjemahan; (5) penerjemahan hendaknya
mencerminkan gaya dari teks aslinya; penerjemahan hendaknya memiliki gaya
penulisan yang dipakai oleh penerjemah, (7) terjemahan hendaknya terbaca
sebagaimana teks aslinya yang memakai bahasa kontemporer; (8) terjemahan
hendaknya terbaca sebagaimana bahasa kontemporer penerjmah; (9) penerjemah
boleh menambah atau mengurangi bagian dari teks asli; (10) penerjemah sama
sekali tidak boleh menambah atau mengurangi teks aslinya; (11) penerjemahan
28
Rochayah Machali, h.158-159
31
prosa hendaknya berbentuk prosa; (12) penerjemahan puisi hendaknya berbentuk
puisi.29
Wills menyatakan bahwa relativitas (norma penerjemahan) menunjukkan
bahwa sejauh ini tidak ada teoretikus dan praktisi penerjemahan yang mampu
menemukan jawaban yang lebih umum, objektif dan terbukti benar bagi masalah
yang agak kompleks dalam penerjemahan antarteks. Ini berarti bahwa mungkin
tidak ada teori penerjemahan yang dapat diterapkan secara semesta, tetapi akan
sangat baik jika ada teori penerjemahan yang spesifik terhadap jenis teks dan
akibatnya ada konsep padanan penerjemahan yang spesifik terhadap jenis teks.
Dari uraian diatas, Sayogie menarik kesimpulan tentang prinsip-prinsip
terjemahan yang baik, yaitu (1) terjemahan yang baik adalah terjemahan yang
tidak menyimpang dari isi yang terdapat dalam teks bahasa sumber, (2)
terjemahan yang baik adalah terjemahan yang dapat dimengerti dan mudah
dipahami pembaca, (3) terjemahan yang baik adalah terjemahan yang
menggunakan kalimat-kalimat yang mengikuti aturan kaidah tata sasaran dan
tidak asing bagi pembaca, (4) terjemahan yang baik adalah terjemahan yang lebih
mementingkan pengungkapan isi teks daripada persamaan bentuk ujaran, dan (5)
terjemahan yang baik adalah terjemahan yang tidak tampak sebagai terjemahan
tetapi sebagai karya asli. 30
29
Frans Sayogi, h.147-148 30
Frans Sayogi, h.149
32
D. Teori Peribahasa
1. Definisi Peribahasa
Kata matsal (ث) atau “perumpamaan” dalam kamus bahasa Arab, Lisan al-
Arab dan al-Qamus al-Muhith, mempunyai bermacam-macam makna, antara lain:
nazhir (“sifat”, “seperti”), atau „ibrah (“peringatan”, “pelajaran”. Makna kata
matsal yang lain adalah “yang menjadi contoh bagi yang lain” atau “yang ditiru”.
Fairuz mengatakan “kata „mitsl‟ berarti „syibh‟ atau „serupa‟. Bentuk jamak mitsl
adalah amtsal. Kata matsal berarti hujjah (bukti, alasan, sifat). Sedangkan kata
mitsal berarti „miqdar‟ atau „ukuran‟ yang juga berarti „qishas‟ atau „pembalasan
yang sepadan‟.31
Amtsal adalah ungkapan yang beredar di masyarakat yang berisi tentang
pikiran yang bijak dan tentang aspek kehidupan manusia, biasanya berbentuk
kata-kata majaz yang cenderung imajinatif dan mudah dihafal, bertujuan sebagai
perbandingan dan nasehat kehidupan. Dalam bahasa Indonesia, amtsal disebut
juga peribahasa. 32
Dalam istilah Inggris disebut juga proverb/saying dan istilah Prancis proverbe
yaitu (1) ungkapan yang ringkas padat yang berisi kebenaran yang wajar, prinsip
hidup, atau aturan tingkah laku. (2) ungkapan pendek yang mengandung aturan
tingkah laku sebagai prinsip hidup. Contoh: (a) malu bertanya sesat di jalan. (b)
bermain air basah, bermain api terbakar. 33
Adapun definisi peribahasa dalam bahasa Indonesia tidak jauh berbeda
dengan amtsal Arab. Menurut KBBI, ada dua definisi peribahasa:
31
Ja’far Subhani, Wisata Al-Quran Tafsir Ayat-Ayat Metafora, (Jakarta Selatan: Al-Huda, 2007) h. 1 32
Yaniah Wardani dan Cahya Buana, h. 25 33
Hasanuddin WS, dkk, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu, 2004), h. 718
33
(1) Peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya,
biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalam peribahasa termasuk juga bidal,
ungkapan, perumpamaan).
(2) Ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan,
nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.34
Secara etimologis pengertian amtsal ada tiga macam. Pertama, bisa berarti
perumpamaan, gambaran, atau penserupaan. Kedua, bisa berarti kisah atau cerita
yang sifatnya menakjubkan. Ketiga, bisa berarti sifat keadaan atau tingkah laku.
Sedangkan secara terminologis amtsal didefinisikan oleh para ahli sastra adalah
ungkapan yang sifatnya menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Penggunaan ungkapan itu dimaksudkan untuk mempengaruhi dan menyentuhkan
kesan, seakan si pembuat perumpaaan mengetuk telinga si pendengar sehingga
pengaruhnya menembus kalbu.35
Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan, baik secara
leksikal maupun gramatikal, makna peribahasa masih bisa diramalkan karena
adanya asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur
bentuk peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya. Umpamanya
hal dua orang yang selalu „bertengkar‟ dikatakan dalam bentuk peribahasa bagai
anjing dengan kucing. Kucing dan anjing dalam sejarah kehidupan kita memang
merupakan dua ekor binatang yang tidak pernah rukun. Entah apa sebabnya.
Contoh lain „keadaan pengeluaran belanja lebih besar jumlahnya daripada
pendapatan‟ dikatakan dalam bentuk peribahasa besar pasak daripada tiang.
34
Harimurti Kridalaksana, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1055
35Yaniah Wardani dan Cahya Buana, h. 26-27
34
Seharusnya pasak harus lebih kecil daripada tiang, jika pasak itu lebih besar, tentu
tidak mungkin dapat dimasukkan pada lubang tembus yang ada pada tiang.
Karena peribahasa ini bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan
maka dapat juga disebut dengan nama perumpamaan. Kata-kata seperti, bak,
laksana, dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa. Memang banyak juga
peribahasa yang tanpa menggunakan kata-kata tersebut, namun kesan
peribahasanya itu tetap saja nampak. Misalnya tong kosong nyaring bunyinya.
Peribahasa tersebut bermakna „orang yang tiada berilmu biasanya banya
cakapnya‟. Di sini orang yang tiada berilmu itu diperbandingkan dengan tong
yang kosong. Hanya tong yang kosong yang kalau dipukul akan berbunyi nyaring;
tong yang berisi penuh tentu tidak akan berbunyi nyaring. Sebaliknya orang
pandai, orang yang banyak ilmunya biasanya pendiam, merunduk dan tidak
pongah. Keadaan ini disebutkan dengan peribahasa yang berbunyi bagai padi,
semakin berisi, semakin merunduk.36
Contoh dalam bahasa Arab, peribahasa س ال ٠ثم ال ٠ز bermakna واجشاد
„Bagaikan belalang yang tidak memberi sisa apapun‟. Makna peribahasa ini
merupakan kiasan bagi seseorang yang kehabisan harta bendanya karena sebab
apapun, misalnya gemar berjudi, kebakaran atau kecurian, sehingga tidak ada
sedikitpun yang tertinggal yang masih dimilikinya.
Contoh lain, وأ ػ سؤع اط١ش artinya „Seolah-olah ada burung di
kepalanya‟. Orang yang dihingapi burung di kepalanya agaknya takut dan sayang
kalau burung itu terbang. Jadi, ia diam saja. Pepatah ini adalah kiasan bagi
seseorang atau suatu golongan yang patuh, taat dan selalu mengikuti saja perintah
36
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 76
35
yang dikatakan pimpinannya. Juga dikiaskan bagi orang yang berhati lemah,
penyantun dan sabar.37
2. Macam-Macam Peribahasa Bahasa Indonesia
Peribahasa Indonesia dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
(1) Bidal adalah peribahasa atau pepatah yang mengandung nasihat,
sindiran, dan sebagainya.
(2) Pepatah, merupakan perbahasa yang mengandung nasihat atau ajaran
dari para sesepuh (biasanya dipakai atau diucapkan untuk mematahkan lawan
bicara).
(3) Ungkapan adalah kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan
makna khusus (makna unsur-unsurnya sering kali menjadi kabur).
(4) Perumpamaan adalah peribahasa yang berisikan perbandingan-
perbandingan atau sering juga diartikan sebagai peribahasa yang berupa
perbandingan. Biasanya menggunakan kata-kata seperti, bak, laksana, ibarat,
umpama, bagai.
(5) Ibarat adalah berkataan atau cerita yang dipakai sebagai perumpamaan
(perbandingan, lambang).
(6) Tamsil adalah (i) persamaan dengan umpama (misal), contoh: dia
hidupnya seperti katak dalam tempurung (ii) ajaran yang terkandung dalam cerita,
37
Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 92
36
ibarat; lukisan (sesuatu sebagai contoh), banyak cerita yang mengandung untuk
kanak-kanak.
(7) Pemeo adalah (i) ejekan (olok-olok, sindiran) yang menjadi buah
mulut orang (ii) perkataan yang lucu (untuk menyindir dsb., misalnya undang-
undang hanya berlaku untuk rakyat kecil, atau bisa juga merupakan peribahasa
yang berupa semboyan, berfungsi untuk mengobarkan semangat atau
menghidupkan suasana
.
3. Macam-macam Amtsal Arab (Peribahasa Bahasa Arab)
Seperti dikutip oleh Yaniah, Sayyid Syakir membagi amtsal ke dalam lima
bagian, yaitu: al-amtsal al-hikmiyyah, al-amtsal al-tarikhiyyah, al-amtsal al-
khurafiyyah, al-amtsal al-sairah (asy-sya‟biyyah) dan al-amtsal al-fukahiyyah:
(1) Al-amtsal al-hikmiyyah yaitu amtsal yang menyerupai kata hikmah (kata
mutiara atau nasihat) baik dari keindahan lafaznya maupun maknanya.
(2) Al-amtsal al-tarikhiyyah yaitu amtsal yang muncul berdasarkan hikayat
atau sejarah pembesar atau penguasa suatu kaum dalam melaksanakan sikap
politiknya terhadap bawahannya, misalnya:
جع وثه ٠رثؼه
Laparkanlah anjingmu maka ia akan mengikutimu
(3) Al-amtsal al-khurafiyyah adalah amtsal yang muncul berdasarkan cerita
binatang, yang mengandung i‟tibar nasihat dan ajaran-ajaran yang baik, misalnya
amtsal yang terdapat pada kisah Kalilah wa Dimnah karangan inbu muqaffa yang
terdapat pada cerita seribu satu malam. Asal mula dari pepatah ini adalah tiga
37
orang pemburu binatang di hutan. Yang seorang mendapatkan kelinci, yang
seorang lagi kijang, dan yang ketiga keledai hutan. Yang pertama dan kedua
merasa bangga dengan hasilnya masing-masing. Yang ketiga diam saja, tetapi
tiba-tiba ia berkata: aah apa yang kalian dapat itu? Lihat hasilku ini, semua buruan
ada di tengah keledai hutan. Ia berkata demikian dengan apa yang ia hasilkan
dengan sebaik-baiknya, dan kalau sudah mendapatkan itu, tidak lagi memerlukan
yang lain. Jadi, pepatah ini diangkat dari cerita tentang binatang yang mereka
dapatkan, sehingga menjadi i‟tibar dan nasehat yang baik.
(4) Al-amtsal al-sairah (al-sya‟biyyah) yaitu amtsal yang menggambarkan
suatu adat dan perilaku serta kemuliaan suatu bangsa (masyarakat), baik
kehidupan pedesaan ataupun perkotaan. Kalimah sairah juga berarti kata yang
beredar dan umum dikenal di tengah masyarakat dan berlaku dalam bahasa
komunikasi mereka. 38
Misalnya ض١ؼد اث artinya, engkau (perempuan) اص١ف
telah sia-siakan air susu pada musim kemarau. Matsal ini ditujukan kepada orang
yang melewatkan kesempatan yang baik.
(5) Al-amtsal al-fukahiyyah ialah amtsal yang menggambarkan kehidupan
perilaku manusia berupa keinginan ataupun harapan pada masa lampau, lalu
kemudian akhirnya terwujud, misalnya افك ش طثمح menggambarkan keserasian
pasangan sebagai realisasi dari sebuah harapan dari seorang laki-laki (syann) yang
mencari pasangan hidup (thabaqah).39
38
Ja’far Subhani, Wisata Al-Quran Tafsir Ayat-Ayat Metafora, (Jakarta Selatan: Al-Huda, 2007) h. 8 39
Yaniah Wardani dan Cahya Buana, h. 29-42
38
4. Unsur Budaya
Pada saat menerjemahkan, penerjemah bukan hanya mengoperasikan satu
bahasa ke bahasa lainnya. Melainkan juga harus menyepadankan kedua
budaya negara dari bahasa yang diterjemahkan.40
Dalam menerjemahkan bahasa yang bersifat kultural, penerjemah dituntut
untuk cerdas dalam mengidentifikasi, memaknai, dan kemudian
merekonstruksikannya dalam bahasa target.. Penerjemahan secara harfiah
hanya akan menimbulkan kebingungan di kalangan pembaca teks terjemahan.
41
Menurut Hidayatullah, dalam menerjemahkan peribahasa, unsur budaya
tidak bisa dipisahkan dalam hal ini. Ada sebelas aspek budaya yang harus
diperhatikan saat hendak menerjemahkan. Berikut sepuluh aspek budaya itu:
(1) Kata ٠ dalam bahasa Arab sering kali dipadankan dengan kata hari
dalam bahasa Indonesia, padahal sebenarnya makna dua kata tersebut tidak
sama persis. Frasa أدذ ٠ misalnya, tidak bisa diterjemahkan secara sembrono
dengan hari ahad. Karena, frasa tersebut pada konteks tertentu juga bermakna
waktu perang uhud.
(2) Ungkapan stereotip. Yang dimaksud ungkapan stereotip adalah
ungkapan-ungkapan seperti أػروثش, عثذا اتاهلل, هللا أ . Padanan untuk
ungkapan-ungkapan semacam ini tampaknya mudah dan sederhana, padahal
sering kali terjadi perbedaan konsep. Dalam kasus عثذا هللا misalnya,
ungkapan ini biasanya dipadankan dengan mahasuci Allah. Namun, konsep
40
Inge Nurina, Analisis penerjemahan Kosakata Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke Bahasa Indinesia dalam Cerita Pendek Imogayu, Skripsi S1, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2008
41 M. Zaka Al Farisi, h. 139
39
dalam bahasa Arab tidak selalu sama dengan konsep mahasuci Allah عثذا هللا
dalam bahasa Indonesia. karena, ungkapan itu sering kali bisa diterjemahkan
dengan luar biasa. Ihwal semacam ini kadang-kadang mnimbulkan kesulitan
bagi penerjemah.
(3) Peristiwa budaya. Tiap-tiap negara mempunyai apa yang disebut
dengan “peristiwa budaya”. Di Arab Saudi, peristiwa tahunan ibadah haji,
merupakan peristiwa budaya, selain terkait dengan ritual keagamaan umat
islam. Di Iran, peristiwa budaya juga bisa ditemui pada peringatan karbala,
setiap tanggal 10 Muharam. Dalam peristiwa-peristiwa budaya semacam itu
penerjemah juga akan menjumpai banyak kesulitan dalam menerjemahkannya
karena dalam peristiwa-peristiwa budaya seperti itu akan ditemukan istilah-
istilah budaya yang tidak akan dapat ditemukan di negara lain.
(4) Bangunan tradisional. Di setiap negara sekarang ini banyak bangunan
yang sama dengan bangunan yang terdapat di negara lain. Fenomena semacam
ini barangkali karena adanya film-film di TV. Namun demikian masing-
masing negara masih banyak terdapat bangunan yang mempunyai ciri khas
lokal, dan tidak terdapat di negara atau daerah lain. Misalnya di Mesir dapat
ditemui األشا ; di Arab Saudi dapat ditemui وؼثح. Bangunan semacam itu dalam
penerjemaha nmenimbulkan banyak kesulitan. Frasa اتشا١ juga tidak bisa ما
serta-merta bisa diterjemahkan dengan makam Nabi Ibrahim, karena ternyata
maksudnya justru pahatan bekas telapak kaki Nabi Ibrahim a.s, berdiri saat
membangun Kakbah, yang terdapat di Masjidilharam. 42
42
Moch Syarif Hidayatullah, h. 45
40
(5) Kekerabatan. Setiap bangsa di suatu negara mempunyai sistem
kekerabatan. Sistem kekerabatan ini tampaknya sederhana bagi yang
memilikinya. Tetapi yang tampaknya sederhana itu ternyata menimbulkan
banyak kesulitan bagi seorang penerjemah karena sistem kekerabatan ini
berbeda dari bangsa atau etnik yang satu dengan yang lain. Seperti contoh
sistem kekerabatan Arab dikenal istilah ػح –ػ dan خاح –خاي . Penyebutan ػ
ػح – dipergunakan untuk paman-bibi yang dari jalur bapak, sementara خاي–
dipergunakan untuk paman-bibi yang dari jalur ibu. Ini jelas akan خاح
menimbulkan banyak kesulitan bagi seorang penerjemah.
(6) amiyyah-fushha. Seperti bahasa lain, bahasa Arab juga mengenal
bahasa standar dan bahasa nonstandar. Fushha merupakan bahasa standar,
sementara amiyyah merupakan bahasa nonstandar. Untuk kasus fushha,
seorang penerjemah biasanya tidak terlalu mengalami kesulitan, karena sistem
tata bahasa dan sistem kosakatanya telah terstruktur. Hal yang sama tidak
terjadi pada bahasa amiyyah. Penerjemah yan tidak terlalu mengenali sistem
budaya dan bahasa Arab, tentu akan kesulitan mengalihbahasakannya.
Meskipun ragam amiyyah ini lebih sering ditemui pada kegiatan informal dan
tuturan, namun tidak jarang juga ragam ini bisa ditemui pada kegiatan formal
dan tulisan.
(7) Idiom. Sebuah idiom tidak mungkin diterjemahkan secara harfiah
alias kata demi kata. Ungkapan-ungkapan idiomatik yang bersifat kultural
semacam ini mesti diterjemahkan sebagai satu kesatuan makna. Oleh karena
itu, penerjemah tidaklah cukup menjadi seorang bilingual, tetapi juga mesti
menjadi seorang bikultural yang memahami dua budaya sekaligus. Dengan
41
kata lain, penerjemah sejatinya memiliki wawasan budaya yang luas, bauk
yang berkenaan dengan bahasa sumber maupun bahasa target.43
(8) Ekologi seperti flora, fauna, angin, lembah, gunung. Sebagai
contoh masyarakat Arab mempunyai aneka kosakata berkenaan dengan unta,
seperti ع١ „anak unta yang belum jelas jantan atau betinanya‟, داس „anak unta
yang belum disapih‟, ات خاض„anak unta jantan berumur satu tahun‟, تد
anak unta betina berumur„تد ث ,‟anak unta betina berumur satu tahun„خاض
dua tahun‟, dan seterusnya. 44
(9) budaya material. Budaya material itu meliputi makanan seperti ،
ثش٠ذدجاج تاث , pakaian seperti تشلغ، الءج، جالت١ح، جثاب، خف، وف١ح، ػماي, senjata
seperti ج١ك.
(10) isyarat dan kebiasaan. Dalam bahasa Arab, hal ini bisa kita
temukan pada ayat yang artinya: janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu mengulurkannya karena kamu
menjadi tercela dan menyesal (Q.S Al-Isra [17]: 29). “tangan terbelenggu
pada leher” adalah simbol kikir yang bersumber pada isyarat tangan yang
dikenal di kalangan bangsa Arab. Simbol ini ternyaa tidak dikenali dalam
budaya bahasa Indonesia.45
43
M. Zaka Al Farisi, h. 146 44
M. Zaka Al Farisi, h. 140 45
Moch Syarif Hidayatullah, h. 45-47
42
5. Metafora
Metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang
sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan, misal tulang punggung di kalimat pemuda adalah tulang punggung
negara.46
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa metafora adalah
semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam
bentuk singkat. Di dalam bahasa Indonesia, metafora sebagai perbandingan
langsung tidak menggunakan kata pembanding seperti bak, bagai, umpama,
bagaikan, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua.
Metafora merupakan bahasa bermajas yang digemari oleh para penyair di dalam
penulisan sajak. Bahkan, sajak identik dengan bahasa bermajas metafora.
Keunggulan sebuah sajak dapat dikatakan adalah keunggulan sang penyair
menampilkan metafor-metafor.47
Metafora merupakan salah satu majas perbandingan yang berfungsi untuk
mengungkapkan sebuah ungkapan perasaan secara langsung berupa perbandingan
analogis. Seperti kalimat “Rian Novianto memang seorang bintang kelas.” 48
Kiasan atau metafora ialah perbandingan yang implisit, jadi tanpa kata
„seperti‟ atau „sebagai' di antara dua hal yang berbeda. Misalnya, sumber ilmu,
kuli di antara bangsa-bangsa, buah hati, mata jarum, anak emas. 49
46
Hasanuddin WS, dkk, h. 908 47
Hasanuddin WS, dkk, h. 605-606 48
Abraham Panumbangan, Majas, Peribahasa, Pembentukan Istilah, Antonim-Sinonim, (Yogyakarta: Buku Pintar, 2013), h. 153
49 Alex dan Achmad, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana Predana Media Group,
2010), h. 237
43
Ada dua tataran metafora, yaitu metafora konseptual dan metafora linguistik.
Metafora konseptual digunakan untuk mengaitkan dua wilayah simentatik di
dalam pikiran, misalnya, kemarahan dan api. Metafora konseptual biasa ditulis
dengan huruf besar, seperti „hidup itu bekerja‟. Dengan membayangkan bahwa
hidup itu seperti seorang petani yang menggarap ladangnya, dari metafora
konseptual ini dapat diturunkan berbagai macam metafora linguistik yang biasa
digunakan sehari-hari, seperti dia menanam kebaikan, dia menuai jerih payahnya,
dan usahanya telah berbuah. 50
Metafora dari suatu bahasa terkadang dipinjam oleh bahasa yang lain, bahkan
efek metafora pinjaman dapat langsung mempengaruhi struktur konseptual
pemakainya, karena sebenarnya metafora bukan saja bersifat kebahasaan, tetapi
juga pemetaan konseptual. Karena, metafora mempengaruhi pikiran dalam
menangkap pemahaman tentang dunia dan bagaimana mengaitkan diri sendiri
dengan dunia.
Di Indonesia metafora waktu adalah pedang telah menggantikan waktu adalah
harmoni. Metafora waktu adalah pedang sebenarnya dari metafora berbahasa
Arab الد واغ١ف, tetapi sudah sangat dikenal di Indonesia. di dalam budaya orang
Arab pedang merupakan simbol pertahanan dan perlindungan atas sesuatu yang
sangat penting. Karenanya, orang Arab akan memperjuangkan segala hal
dianggap mulia dan istimewa dengan pedang. Ini tentu saja berbeda dengan
struktur budaya Indonesia.
Keberhasilan pinjaman terhadap metafora ini ditentukan oleh beberapa faktor
yang dominan. Salah atunya adalah faktor kepraktisan. Di Indonesia keberhasilan
50
Moch Syarif Hidayatullah, h. 63
44
selain ditentukan kepraktisan, juga faktor identitas diri, karena kebanyakan
metafora pinjaman itu meupakan kata-kata akaemis dan teknis yang ada dalam
wilayah keahlian yang dikuasai oleh masyarakat Arab yang berhubungan dengan
agama dan moral. Kemudian, dengan melalui buku, ceramah, khutbah, dan pidato,
kata-kata pungutan itu menyebar.51
Ada sejumlah komposisi nominal yang salah satu unsurnya digunakan secara
metaforis, yakni dengan mengambil salah satu komponen makna yang dimiliki
oleh unsur tersebut. Umpamanya unsur kaki pada komposisi kaki gunung diberi
makna metaforis dari komponen makna kaki, yaitu terletak pada bagian bawah.
Sedangkan pada komposisi kaki meja diberi makna metaforis dari komponen
makna kaki, yaitu penunjang berdirinya tubuh. Contoh-contoh komposisi nominal
metaforis lainnya adalah kaki mobil, catatan kaki, kepala surat, dll. 52
Untuk menerjemahkan metafora dalam bahasa Arab ke dalam bahasa
Indonesia perlu terlebih dahulu mengukur tingkat popularitas metafora itu. Bila
metafora itu sudah dikenal luas, maka cukup diterjemahkan apa adanya. Namun,
bila metafora itu tidak dikenal oleh masyarakat Indonesia, maka penerjemah harus
mencarikan padanan metafora yang dikenal oleh penutur bahasa Indonesia.53
Bila
tidak ada juga, maka penerjemah perlu menerjemahkan apa adanya dengan
memberi catatan kaki atau informasi mengenai maksud metafor tersebut.54
Dalam bahasa Arab, kajian metafora masuk ke dalam ruang lingkup ilmu
bayan, yang merupakan bagian dari kajian ilmu balaghah, di samping ilmu al-
ma‟ani dan al-badi. Menurut kamus lisan al-arab, al-bayan berarti fashahah atau
51
Moch. Syarif Hidayatullah, h. 88-89 52
Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 223 53
Moch Syarif Hidayatullah, h. 64 54
Moch. Syarif Hidayatullah, h. 90
45
kefasihan bicara. Secara etimologis, al-bayan berarti (اىشف) „membuka‟ atau
„menyatakan‟, bisa juga berarti (اإل٠ضاح) „menerangkan‟. Adapun secara
terminologis, para ahli menyebutkan bahwa al-bayan adalah dasar-dasar dan
kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan satu makna dengan
beberapa cara yang berbeda satu dengan yang lain dalam menjelaskan segi
penunjukan makna tersebut. 55
E. Padanan (Ekuivalen) dalam Penerjemahan
Terjemahan adalah penggantian representasi teks dalam satu bahasa dengan
representasi teks setara dalam bahasa kedua.56
Padanan berarti (1) keadaan seimbang (sebanding, senilai, seharga, sederajat,
sepadan, searti): dalam terjemahan yang dicari bukanlah bentuk yang sama,
melainkan padanan maknanya; (2) kata atau frasa dalam sebuah bahasa yang
memiliki kesejajaran makna dengan kata atau frasa dalam bahasa lain, misal maison
dalam bahasa Perancis padanannya rumah dalam bahasa Indonesia; ekuivalen.57
Padanan adalah satuan leksikal bahasa sasaran yang mempunyai makna
leksikal yang sama dengan masing-masing satuan leksikal bahasa sumber. Satuan
leksikal yang dimaksud adalah padanan. Padanan berbeda dengan terjemahan.
Terjemahan atau penerjemahan adalah proses pengalihan untuk mendapatkan hasil
yang sama yang hampir mendekati bentuk aslinya di dalam bahasa sumber dan yang
memiliki makna yang sama dengan bahasa sasarannya. 58
55
Agus Tricahyo, Metafora Dalam Al-Quran, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), h. 11 56
Roger Thomas, Translation and Translating: Theory and Practice, (New York: Longman House, 1993) h.6 57
Harimurti Kridalaksana, dkk., h. 808 58
Zgusta Ladislav, manual of Lexicography, (Paris: Walter de Gruyter, 1971), h. 312
46
Zgusta membedakan padanan secara khusus menjadi padanan sisipan dan
padanan deskriptif. Padanan sisipan mempunyai kelebihan dalam hal kemampuannya
untuk dapat langsung digunakan kedalam kalimat serta dapat juga langsung disisipkan
kedalam konteks kalimat bahasa sasaran. Sebaliknya padanan deskriptif mempunyai
kelebihan dalam memberikan penjelasan atau informasi yang lebih lengkap terhadap
satuan leksikal bahasa sasaran.
Zgusta juga menerangkan bahwa pada dasarnya terdapat padanan yang dapat
dikombinasikan. Padanan kombinasi (padanan gabung) yang dimaksud adalah
padanan penerjemahan (sisipan) atau padanan penjelasan (Deskriptif) yang dapat
disertai keterangan penjelas. Padanan gabungan ini timbul akibat kedua padanan
terdahulu terkadang tidak mampu untuk memberikan makna padanan yang jelas.
Sehingga untuk mencegah keambiguan makna. Maka muncullah padanan-padanan
yang disertai dengan keterangan penjelas. 59
Dalam bahasa Inggris, padanan berarti equivalent. Ada peneliti yang terkecoh
dengan dengan equivalence. Equivalence adalah persamaan. Dia menyebutkan dalam
penelitiannya kalau padanan adalah nama lain dari sinonim. Padahal hal ini adalah hal
yang berbeda. Yang berhubungan dengan sinonim adalah equivalence seperti
dijelaskan dalam arti semantik bahwa equivalence corresponds to the conventional
truth-functional semantic relation of sinonimy. 60
Sinonim adalah persamaan kata
namun dalam bahasa yang sama. Sedangkan padanan adalah persamaan makna
namun dalam bahasa yang berbeda.
59
Zgusta Ladislav, h. 319 60
Hadumon Bussman, Dictionary of Language and Linguistics, (New York: Routledge, 1996), h. 151
47
Seperti contoh padanan cerita. Padanan cerita adalah cerita yang mirip atau
sejalan dengan cerita yang terdapat dalam bahasa lain. Misalnya cerita sang kancil di
Indonesia mirip dengan cerita Rubah dalam sastra Eropa.61
Dalam metode padanan para siswa mulai belajar sejumlah kosakata yang
sepadan dalam bentuk dan makna dengan bahasa para siswa atau bahasa ibu/bahasa
kuasa. Semua pengajaran dengan padanan bentuk dan makna antara bahasa ajaran dan
bahasa kuasaan langsung dipergunakan dalam komunikasi lisan dan tulis. 62
Nida memberikan dua orientasi dasar atau tipe padanan, yaitu (1) padanan
formal, dan (2) padanan dinamis. Padanan formal memfokuskan perhatiannya pada
pesan itu sendiri, baik bentuk maupun isi, pesan dalam bahasa sasaran harus
mencocokkan sedekat mungkin unsur-unsur yang berbeda dalam bahasa sumber.
Pemadanan formal telah lama dipertentangkan oleh Nida dengan teori pemadanan
dinamis. Parameter pemadanan dinamis menilai terjemahan bukan lagi hanya kriteriaa
padanan formal antarteks, tetapi lebih terfokus pada sudut pandang pembaca sehingga
hasil yang dicapai adalah makna tekstual dan kontekstual. Teori pemadanan dinamis
thought for thought translation lebih cenderung mengunglap fenomena sosial dalam
meanings potential; terhadap makna sosial what its mean in the text and context yang
terealisasi dalam new information. 63
Padanan dinamis berdasarkan pada prinsip pengaruh padanan hubungan antara
penerjemah dan pesan secara substansi sama seperti yang ada antara penulis dengan
pesan. 64
61
Hasanuddin WS, dkk, h. 672 62
Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta: Erlangga, 1997), h. 65-66 63
Frans I Made Brata, Teknik Pergeseran Dalam Penerjemahan Sistem Sapaan Dalam Budaya Religi, Universitas Udayana Bali.
64 Eddy Setia, Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan, Skripsi S1 Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara, 2007.
48
Nida mengemukakan teori penerjemahan dynamic-equivalent pada tahun 1964
yang kemudian bersama Jan de Waard direvisi menjadi functional-equivalent pada
tahun 1986.
Teori ini mengusung konsep bahwa terjemahan yang baik adalah terjemahan
yang memiliki kesetaraan fungsi baik dalam Bsu maupun dalam Bsa. Kesetaraan
fungsi tersebut berarti memiliki makna yang paling mendekati. Proses penerjemahan
menurut teori functional equivalent dijabarkan menjadi sebagai berikut: (1) analisis
teks bahasa sumbe berdasarkan tata bahasa dan makna. Kalimat-kalimat Bsu dipecah-
pecah menjadi komponen-komponen bermakna misal menjadi kata atau frase,
kemudian komponen-komponen tersebut dicari maknanya dengan menggunakan
teknik analisis komponen makna. (2) pengalihbahasaan dari Bsu menjadi Bsa.
Komponen-komponen tersebut dialihkan ke bahasa sasaran dengan
mempertimbangkan kesesuaian makna. (3) penyusunan ulang teks terjemahan. Dalam
tahap ini, komponen-komponen tersebut disusun kembali menjadi satu kalimat utuh
dengan catatan harus mempertimbangkan prinsip kewajaran bahasa sasaran.
Thobita Shigeo mengembangkan proses penerjemahan dengan basis teori
ekuivalen-fungsional menjadi enam tahap, yaitu (1) membaca materi asli dengan
teliti. (2) menganalisis dan mengemukakan isi pesan atau informasi dalam materi asli.
(3) mengalihkan materi dari Bsu ke dalam bahasa yang digunakan. (4) menyusun
ulang stilistika bahasa yang digunakan. (5) memeriksa ulang dan memoles hasil
terjemahan. (6) melakukan minimal tiga kali revisi.
Terjemahan harus menyampaikan pesan yang sama dengan nilai-nilai estetika
yang sama yang disampaikan oleh teks asli.65
65
Zgusta Ladislav, Translational Equivalence in the Bilingual Dictionary, h. 151
49
Dalam teknik penerjemahan, ada penerjemahan yang tidak diberikan padanan
dan ada pula penerjemahan yang diberikan padanan budaya. Penerjemahan yang tidak
diberikan padanan yaitu penerjemahan yang dikutip dari bahasa aslinya, biasanya
dilengkapi dengan catatan kaki. Teknik ini digunakan saat penerjemah tidak dapat
menemukan terjemahan dalam Bsa. Padanan budaya yaitu menerjemahkan dengan
memberikan padanan dengan unsur budaya yang ada dalam Bsa. Dalam
menerjemahkan peribahasa, kedua teknik seperti di atas bisa dipergunakan.
F. Sintesis
Setelah menyebutkan teori penilaian kualitas penerjemahan dari beberapa ahli
diatas, peneliti memilih untuk menggunakan teori Rochayah Machali. Karena, teori
ini lebih mudah dibanding dengan teori-teori yang lain dan menghasilkan data yang
akurat. Cara menghitung data dari teori ini yaitu jumlah data yang memiliki kesalahan
dikalikan seratus lalu dibagi dengan jumlah seluruh data. Dari proses tersebut dapat
diketahui apakah kualitas penerjemahan peribahasa Arab populer dalam buku
Mahfuzhat tergolong baik atau buruk.
50
BAB III
GAMBARAN TENTANG BUKU MAHFUZHAT
A. Buku Mahfuzhat
Buku Mahfuzhat ini adalah saduran dari buku pelajaran di sebuah pesantren
dan kitab-kitab klasik. Di antaranya adalah kitab Imam Syafii, Hasan Basri, Abu
Nawas, dan lain sebagainya.
Buku ini disusun oleh tim redaksi penerbit Turos, yakni Luqman Hakim
Arifin, Wiyanto Suud, Teuku Rusydi Khairi, Amir Abdullah sebagai penyusun. Yaitu
yang mengumpulkan kata-kata dari berbagai sumber yang sudah dijelaskan di atas.
Kemudian diterjemahkan oleh Fuad Syaifuddin Nur, AN Ubaedy.
Diterbitkannya buku ini guna untuk menjadikan Mahfuzhat yang terdapat di
pesantren menjadi familiar di khalayak umum.66
1. Definisi Mahfuzhat
Mahfuzhat merupakan istilah dalam tradisi literatur di pesantren untuk
menyebut kalimat-kalimat indah yang berisi kata-kata mutiara, pepatah bijak, hikmah
dan falsafah hidup. Ditulis dalam teks bahasa Arab, Mahfuzhat terseleksi dari
berbagai nasihat Rasulullah SAW, para sahabat, ulama salaf, sufi dan penyair, serta
kata-kata yang bersifat anonim.
Buku ini berjudul al-Mahfuzhat atau Mahfuzhat. Secara bahasa, artinya materi
yang harus dihafal, dijaga atau dipertahankan. Mahfuzhat berisi kata mutiara dan
falsafah hidup yang sudah dikapsul menjadi seperti motivational quotes (kutipan-
kutipan motivasi yang inspiratif) sehingga enak dan muda dihafal.
66
Wawancara pribadi dengan Agus Khudlori, Jakarta, 27 Januari 2015.
51
Buku ini sudah menjadi pelajaran wajib, terutama di pesantren-pesantren
modern dan di sejumlah cabangnya. Yang disebut pesantren modern di Indonesia
adalah Pondok Modern Gontor dan sejumlah pesantren yang menginduk atau
mengkiblatkan sistem pendidikannya ke Gontor. Modern disini adalah brand yang
diberikan oleh masyarakat. Tidak hanya modern, buku ini juga dipergunakan di
pesantren tidak modern.67
2. Cakupan Buku Mahfuzhat
Buku ini menyajikan peribahasa Arab beserta artinya yang disusun
berdasarkan alfabetis Arab. Yakni dari ا sampai . Selain itu buku ini juga dilengkapi
dengan ayat, hadis, dan bait-bait hikmah.
Bagian pertama berisi peribahasa-peribahasa Arab, yang disusun berdasarkan
alfabetis arab dari ا hingga . Contoh peribahasa Arab yaitu اذما اضاح فاا دمح ذسز
yang artinya Jauhilah gurauan, karena gurauan itu kebodohan yang ضغ١ح
mewariskan kedengkian.68
Bagian kedua berisi ayat, hadis, dan bait-bait hikmah. ayat, hadis dan bai-bait
hikmah disusun berdasarkan masing-masing tema, misalnya santun dan marah, rendah
hati dan sombong, munafik, kesaksian palsu, anjuran untuk menuntut ilmu, tolong
menolong, akhlak mulia, berinfak di jalan kebaikan, dermawan dan kikir, hemat, dsb.
Sedangkan bagian ketiga berisi tentang nasihat-nasihat ulama dan para pujangga.
Nasihat-nasihat ini disusun berdasarkan nama tokoh ulama dan para pujangga. Seperti
Imam Syafi‟i, Ali bin Abi Thalib, Amru bin al-Wardi, Abu Atahiah, Mahmud Syami
Basya, Basyar bin Burd, Mutanabbi, Abu Tamam, Abu Muslim al-Khurasani, dll.
67
Luqman Hakim Arifin, dkk, Mahfuzhat, (Jakarta Selatan: Turos, 2013), h. 6-7 68
Luqman Hakim Arifin, dkk, h. 29
52
3. Biografi Penyusun dan Penerjemah Buku Mahfuzhat
Untuk mengetahui kualitas dan profesionalitas tim redaksi Turos yang menyusun
buku Mahfuzhat, peneliti menghadirkan biografi tim redaksi Turos yang menyusun
buku Mahfuzhat. Biografi ini didapatkan melalui curiculum vitae yang dikirim oleh
tim redaksi Turos kepada peneliti, namun dikarenakan sibuknya pekerjaan beberapa
tim penyusun, peneliti mengambil biografi dari akun official facebook mereka.
a. Penyusun
1) Lukman Hakim Arifin
Ia adalah Pimpinan Redaksi Majalah Gontor dan Pimpinan Redaksi Renebook
Publisher. Setelah lulus dari Pondok Modern Gontor, ia melanjutkan studinya di
Universitas Gadjah Mada dan kemudian bekerja di Majalah Gatra dan PT. Era Media.
Beberapa karyanya adalah: Mukjizat Bersyukur, Tanpa Tutup.69
2) Wiyanto Suud
Seorang editor dan penerjemah lepas. Ia lulusan Pondok Modern Gontor
kemudian melanjutkan studinya di Universitas Jember Jurusan Hubungan
Internasional. Ia saat ini bekerja sebagai editor lepas di Losari, dan bekerja di Rene
Publishing.
Beberapa buku karyanya adalah: Buku Pintar Wanita-Wanita dalam Alquran,
Misteri Dajjal, 100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah.
69
Wawancara Pribadi dengan Anis Maftuhin, Jakarta Selatan, 11 Februari 2015.
53
3) Amir Abdullah
Pria kelahiran Pemalang 14 September 1989 ini kini menjadi teknisi di sebuah
perusahaan telekomunikasi yang cukup terkenal.
Setelah lulus dari pondok pesantren, Amir melanjutkan studinya ke Institut Studi
Islam Darussalam Gontor. Namun hanya sampai semester dua. Kemudian pindah ke
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kusuma Negara.
Sebelum menyusun buku Mahfuzhat, pria yang bertempat tinggal di kawasan
Pondok Gede ini pernah berprofesi sebagai guru bahasa Arab dan Inggris di beberapa
sekolah, yaitu ITTC (Islamic Teacher Training College) Gontor, SMP-SMA Al
Manaar, dan Al Marjan Islamic School.
b. Penerjemah
1) A.N Ubaedy
Aktivitas sehari-harinya adalah sebagai penulis, fasilisator training, learning
motivator, konselor, dan praktisi bidang pengembangan SDM. Buku-buku yang
ditulisnya fokus pada pengalaman, learning and education, agama dan spiritualitas,
MSDM, psikologi terapan, dan catatan para praktisi di berbagai bidang.
Ia mulai berkarir sebagai guru di SMA, SMEA, dan pesantren di Jakarta,
kemudian sempat beberapa tahun bekerja sebagai tenaga recruitment and selection
untuk kru hotel dan kapal pesiar di Eropa dan Timur Tengah. Pengalamannya ini yang
menjadikan modal utamanya untuk menulis artikel dan kolom di majalah-majalah
54
SDM dan pendidikan. Hingga kemudian bergabung dengan beberapa lembaga
konsultan psikologi dan manajemen.
Pada tahun 2001, ia dipercaya menjadi penulis tetap, konselor, dan tim konsultan
di www.e-psikologi.com, fasilitator pengembangan soft skill di Track-one researh and
training, fasilitator training di Safaro Consulting, senior learning facilitator di Data
Group Consulting, dan lain-lain. Samapi sekarang ia masih bergabung di Sahabat
Nestle sebagai penulis tetap dan konselor.
Sejak kecil ia akrab dengan dunia pesantren. Terakhir ia lulus dari Pondok
Modern Gontor lalu melanjutkan program diploma bidang manajemen di PPM
Manajemen. Sekarang ia aktif di Faraidh Center (lembaga konsultan kewarisan Islam
Indonesia), JIN (Jaringan Islam Nasionalis, NCMS (Nurcholis Madjid Society), AI
(Aspirasi Indonesia), Action Learning, dan World Education.
Buku-buku karyanya antara lain: Mengubah Takdir, Refleksi Kehidupan,
Mendobrak Kegagalan, Kompetensi Kunci dalam Berprestasi, Mukjizat Puasa
Ramadhan, Dahsyatnya Tahajud, Baca Dirimu Temukan Takdirmu.70
Menurut saya, penerjemah yang dipilih oleh tim redaksi Turos adalah penerjemah
yang mumpuni.
c. Gambaran Umum Terjemahan dalam Buku Mahfuzhat
Tim redaksi Turos mengatakan penerjemahan Buku Mahfuzhat menggunakan
konsep penerjemahan komunikatif. Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang
penerjemah mereproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa. Aspek
70
A.N Ubaedy, “profil saya,” dari ubaedy.blogspot.com/p/profil-saya.html?m=1
55
kebahasaan dan aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Metode ini
mengharuskan penerjemah memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi.
Penerjemah dihimbau tidak menerjemahkan dengan menggunakan google
translete melainkan menggunakan kemampuannya dalam berbahasa Arab dan dibantu
dengan kamus. Google translete boleh digunakan hanya untuk pembanding saja.71
Setelah diteliti, mayoritas penerjemahan memang menggunakan penerjemahan
komunikatif. Namun, banyak ditemukan kata-kata yang membuat hasil terjemahan
menjadi kaku dan sangat terasa sebagai terjemahan sehingga akan sulit dipahami oleh
pembaca.
71
Wawancara Pribadi dengan Aang Arif Amrullah, Jakarta, 27 Januari 2015.
56
BAB IV
ANALISIS KUALITAS PERIBAHASA ARAB POPULER DALAM BUKU
MAHFUZHAT KARYA TIM REDAKSI TUROS
A. ILMU
1. Peribahasa tentang Syarat Mencari Ilmu
ئال تغرح أخ : رواء ذاي اؼ ا تث١ا صثذح عأث١ه ػ ذفص١ دس اد اجر دشص
ا طي ص أعرار
wahai saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam
perkara yang akan kukabarkan berikut perinciannya dengan jelas: kecerdasan,
ketamakan (terhadap ilmu), kesungguhan, harta benda (bekal), bergaul dengan
guru, serta waktu yang panjang.72
Hasil terjemahan tersebut sangat kaku. Kata “wahai” seharusnya tidak perlu
digunakan karena akan membuat kaku terjemahan. Kemudian kata “engkau”, ini juga
menjadikan terjemahan terlalu kaku, kata “engkau” menurut peneliti lebih pas
diartikan dengan kata “kamu”.
Redaksi Turos juga menerjemahkannya secara harfiah. Yaitu dengan
menerjemahkan kata demi kata. Seperti pada arti “yang akan kukabarkan berikut
perinciannya dengan jelas”. Dalam kamus munawwir, kata فص dapat berarti
menerangkan.73
72
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.33 73
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.1058
57
Akan lebih baik jika terjemahannya diganti dengan “yang akan aku terangkan
dengan jelas”
Lalu kata طي disini diartikan sebagai “panjang”. Menurut peneliti, kata “panjang”
kurang pantas jika disandingkan dengan kata “waktu”. Sehingga yang lebih tepat
adalah menggunakan kata “lama”.
Dari keterangan di atas, peneliti mengartikan peribahasa tersebut dengan
“saudaraku, kamu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara yang
akan aku terangkan dengan jelas: kecerdasan, ketamakan (terhadap ilmu),
kesungguhan, harta benda (bekal), bergaul dengan guru, serta waktu yang lama.”
2. Peribahasa tentang Mencari Ilmu ke Cina
١ تاص اطة اؼ
Tuntutlah ilmu walaupun sampai di negeri Cina.74
Kalimat tersebut bisa berarti „walaupun sudah sampai di negeri Cina tetap harus
menuntut ilmu‟ atau „tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina.”
Untuk tidak membuat pembaca menjadi tidak paham, maka kata sambung “di”
sebaiknya dengan kata “ke”. Sehingga terjemahannya menjadi “tuntutlah ilmu
walaupun sampai ke negeri Cina.”
3. Peribahasa tentang Bukti Kecerdasan dan Keilmuan Manusia
ل ػ ١ د شء فؼ ا ػم ١ د
Bukti kecerdasan seseorang dapat dilihat dari perbuatannya, dan bukti keilmuan
seseorang dapat dilihat dari pembicaraannya.75
74
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.44 75
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.91
58
Peneliti menemukan dua kesalahan. Yaitu kata شء yang diartikan sebagai ا
“seseorang”. Dalam kamus munawwir, kata شء diartikan dengan “orang”. Dalam ا
kamus mutarjim, kata „seseorang‟ dalam bahasa Arab adalah اشؤ. Kata “seseorang”
dengan “orang” itu berbeda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “orang”
berarti manusia, dirinya sendiri, kata penggolong untuk manusia, anak buah, rakyat,
suku bangsa, manusia lain. Sedangkan kata “seseorang” berarti seorang yang tidak
dikenal.76
Tetapi kata “orang” akan lebih baik jika diganti dengan “seorang”.
Kemudian kalimat “dapat dilihat dari” sebanyak dua kali ini merupakan
pemborosan kata. Sebaiknya hanya diartikan dengan kata “adalah”. Sehingga arti
peribahasa tersebut yang peneliti sarankan sebaiknya adalah “bukti kecerdasan
manusia adalah perbuatannya, dan bukti keilmuan manusia adalah perkataannya”.
4. Peribahasa tentang Menuntut Ilmu dari Buaian sampai Liang Lahat
ذ ئ اذذ ا اطة اؼ
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian (ibu) hingga ke liang lahat.77
Terjemahan tersebut sudah benar dan mudah dipahami. Bentuk peribahasa ini adalah
jumlah fi‟liyah. اطة adalah fi‟il, اد dikira-kirakan, maf‟ulnya adalah ذ dan ,اؼ ا
adalah اد ,adalah maf‟ul fih. Sedangkan dalam susunan bahasa Indonesia ئ اذذ
subjek, اطة adalah predikat, ذ ئ اذذ adalah objek, dan اؼ ا adalah keterangan
waktu. Jadi, susunan SPOK nya juga sudah baik dan benar.
76
Harimurti Kridalaksana, dkk, h.986-987 77
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.44
59
5. Peribahasa tentang Sekolah yang Paling Utama
ذسعح األ األ
Ibu merupakan sekolah yang paling utama.78
Peribahasa ini merupakan jumlah ismiyah. ذسعح ,adalah mubtada األ adalah khobar,
adalah keterangan. Pesan dalam terjemahan sudah tersampaikan dan tidak ada األ
kata-kata yang kaku.
6. Peribahasa tentang Perintah Menuntut Ilmu dan Berinteraksi dengan Ulama
اء ذؼ ا خاب لظ ث١ة جاظ اؼ غ جا ظ ف اج اؼ
Tuntutlah ilmu dan duduklah di majelis-majelisnya. Karena tidak ada kegagalan
bagi orang berakal yang berinteraksi dengan ulama.79
Dalam kamus mutarjim, kata جاظ berarti „yang duduk‟, namun penerjemah
mengartikannya dengan „berinteraksi‟ karena disesuaikan dengan konteks. Menurut
peneliti, penerjemah berhasil menerjemahkan peribahasa ini secara komunikatif.
7. Peribahasa tentang Belajar di Waktu Kecil
غش واامش ػ اذجش ف اص ارؼ
Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu.80
Tidak ditemukan kesalahan dalam terjemahan peribahasa ini. Maksud dari peribahasa
ini adalah anak kecil gampang menghafal sesuatu sehingga membekas di ingatannya.
8. Peribahasa tentang Pentingnya Mencatat
اثمح اىراتح ل١ذ ل١ذ ص١دن تاذثاي ا ص١ذ اؼ
78
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.50 79
Luqman Hakim Arifin, dkk, h. 72 80
Luqman Hakim Arifin, dkk, h. 73
60
Ilmu itu ibarat buruan, dan tulisan itu ibarat talinya. Ikatlah buruanmu dengan
tali yang kuat.81
Terdapat pemborosan kata dalam penerjemahan di atas. Tanpa adanya kata „itu‟
terjemahan juga tetap dapat dipahami. Maka, akan lebih baik jika kata „itu‟
dihilangkan. Sehingga terjemahannya menjadi ilmu ibarat buruan, dan tulisan ibarat
talinya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.
9. Peribahasa tentang Ilmu ada di Hati
س رف اصذس ال ف اغ اؼ
Ilmu itu berada di hati, tidak di atas tulisan82
Kata ف diterjemahkan menjadi „di atas‟, akan lebih baik jika diterjemahkan menjadi
„dalam‟. Sehingga alternatif yang peneliti berikan adalah ilmu berada dalam hati,
bukan dalam tulisan.
10. Peribahasa tentang Manusia Tanpa Ilmu
ائ ااط واث ىا ال اؼ
Kalau bukan karena ilmu, manusia itu seperti binatang.83
Tidak ada kesalahan dalam terjemahan ini. tidak ada pemborosan kata, pemilihan
diksinya pun tepat, dan tidak diterjemahkan secara harfiah sehingga pesan yang
disampaikan sesuai dengan pesan yang ditulis dalam peribahasa Arabnya.
81
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.120 82
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.120 83
Luqman Hakim Arifin, dkk, h. 154
61
B. PERILAKU
1. Peribahasa tentang Berhati-hati dengan Lisan
٠ؼطة تغا شء ٠غ فا فظ ادرشص غاه ادفع
Jagalah lisanmu dan berhati-hatilah dengan perkataannya, karena seseorang
itu dapat selamat dengan lisan dan dapat celaka dengan lisan.84
Seperti kasus sebelumnya, kata شء diartikan sebagai “seseorang”, maka sebaiknya
diganti dengan kata “manusia”. Selain itu terdapat pemborosan kata pada kalimat
“dapat selamat dengan lisan dan dapat celaka dengan lisan.” Kalimat tersebut bisa
diubah menjadi “dapat selamat dan celaka dengan lisan”. Hingga terjemahannya
menjadi “jagalah lisanmu dan berhati-hatilah dengan perkataannya, karena manusia
dapat selamat dan celaka dengan lisan.”
2. Peribahasa tentang Menghormati Guru dan Dokter
ئ ئ ا ال ٠صذا اطث١ة وال ؼ ا ا ا ٠ىش را
Sesungguhnya guru dan dokter itu tidak akan memberi nasihat kalau keduanya
tidak dihormati.85
Kata sebaiknya tidak perlu diterjemahkan kaena akan menimbulkan kesan ئ
terjemahan yang kaku. Maka, arti yang menurut peneliti lebih baik adalah “guru dan
dokter tidak akan memberi nasihat jika keduanya tidak dihormati.”
84
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.31 85
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.57
62
3. peribahasa tentang Bergaul dengan Orang yang Berkedudukan Tinggi
دذثا اجؼ ئرا غ دذ٠ث اع إدتا. اي تاى ظ ئ١ فاج ا جاي ر دذ٠ثه ئ ئ أد جاغد اش
زتا طمد
Jika kau bergaul dengan orang yang berkedudukan tinggi, maka duduklah di
antara mereka dengan sopan dan beradab. Dengarkanlah pembicaraan mereka
apabila mereka bicara, dan santunkanlah omonganmu jika hendak bicara.86
Dalam kamus munawwir, kata جاظ berarti “duduk”, sedangkan disini diartikan
“bergaul”. Walaupun semisal penerjemah dari tim redaksi Turos bermaksud untuk
menyesuaikan dengan konteks, tetapi tidak nyambung jika diganti dengan kata
“bergaul” sementara kalimat setelahnya membahas tentang “duduk”. Maka, sebaiknya
terjemahan dari peribahasa tersebut adalah “jika kamu duduk dengan orang yang
berkedudukan tinggi, maka duduklah di antara mereka dengan sopan dan beradab.
Dengarkanlah pembicaraan mereka apabila mereka berbicara, dan santunkanlah
omonganmu jika hendak bicara.”
11. Peribahasa tentang Ciri-ciri Orang Bodoh
١ فؼ ر ، ا ف ئغشاء، فم عم١ اء، ج ف ئغ اجا
Orang bodoh adalah orang yang kebodohannya ada pada bujukan, dan hawa
nafsunya pada kegemaran. Ucapannya dusta, dan perbuatannya tercela.87
Peribahasa ini diterjemahkan secara harfiah. Hal ini terbukti pada kalimat “hawa
nafsunya pada kegemaran” dan huruf yang selalu diartikan sebagai “dan”. Menurut
peneliti, terjemahan yang seharusnya adalah “orang bodoh adalah orang yang
kebodohannya ada pada bujukan, gemar pada hawa nafsu, ucapannya dusta, dan
perbuatannya tercela.”
86
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.59 87
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.78
63
12. Peribahasa tentang Menggali Lubang
ا لغ ف١ دفش دفشج
Barang siapa menggali lubang, maka ia akan terjerumus sendiri ke dalamnya.88
Peneliti melihat terjemahan ini terlalu kaku dikarenakan terdapat kata “barang siapa”.
Maka, sebaiknya “barang siapa” tersebut diubah menjadi “siapapun”. Sehingga
artinya menjadi “siapapun yang menggali lubang, maka ia akan terjerumus sendiri ke
dalamnya.
13. Peribahasa tentang Adab Lebih Berharga daripada Emas
ث ا ر شء خ١ش أدب
Adab seseorang itu jauh lebih berharga daripada emas.89
Seperti kasus sebelumnya, kata شء diartikan sebagai “seseorang” akan lebih baik ا
jika diganti dengan “manusia”. Penerjemahan dalam peribahasa ini menggunakan
metode penerjemahan komunikatif. Hal ini ditandai dengan penambahan kalimat
“jauh”. Lalu kata خ١ش yang diartikan sebagai “berharga”.
Menurut peneliti, kata خ١ش sudah cocok jika diartikan sebagai “berharga”, karena jika
diartikan dengan “baik” maka taste dalam maknanya akan kurang terasa. Namun, jika
dirtambahkan dengan kata “jauh”, penerjemahan ini terasa berlebihan. Maka, saran
peneliti untuk terjemahan peribahasa ini adalah adab manusia itu lebih berharga
daripada emas yang dimilikinya.
88
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.179 89
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.33
64
14. Peribahasa tentang Perintah Beribadah
س د١ان فاصة ف ػثادج ستى أ افشغد ئر
Jika kau telah menyelesaikan semua urusan duniamu, maka segera sibukkanlah
dirimu untuk ibadah kepada Tuhanmu.90
Pesan dari Bsu sudah tersampaikan, hanya saja pemakaian kata “kau” menjadikan
peribahasa ini terasa seperti terjemahan. Ada baiknya jika kata “kau” dirubah menjadi
kata “kamu”. Lalu kata “ س ش adalah bentuk jamak dari ”أ yang berarti urusan. Akan أ
lebih baik jika kita menerjemahkannya menjadi “semua urusan”. Sehingga
terjemahannya menjadi jika kamu telah menyelesaikan semua urusan duniamu, maka
segera sibukkanlah dirimu untuk ibadah kepada Tuhanmu.
15. Peribahasa tentang Tanggapan Terbaik Terhadap Orang Dungu
اغىخ ئجاتر ئرا طك اغف١ فال ذجث فخ١ش
Jika orang dungu berbicara, maka jangan menanggapinya. Karena sebaik-baik
tanggapan bagi orang dungu adalah diam.91
Tidak ditemukan kesalahan pada terjemahan ini. Terjemahan pada peribahasa ini
menggunakan metode komunikatif. Hal ini ditandai dengan kata ذجث yang tidak selalu
diartikan dengan “menjawab” melainkan diganti dengan kata “menanggapi”.
16. Peribahasa tentang Angan-angan
دجاب األج األ
Angan-angan adalah tirai kematian.92
90
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.38 91
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.41 92
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.50
65
Bentuk dari peribahasa ini adalah jumlah ismiyah. األ adalah mubtada dan دجاب
adalah khabar. Penerjemah mungkin bermaksud menjadikan terjemahan ini األج
mudah dipahami dengan mengganti arti dari kata ,Dalam kamus mutarjim .األ
kata -berarti “harapan” namun penerjemah menggantinya dengan “angan األ
angan”.
Dalam KBBI, kata „angan-angan‟ dan „harapan‟ mempunyai arti yang berbeda.
Arti kata „angan-angan‟ adalah (1) pikiran; ingatan; (2) cita-cita; (3) maksud;niat;
(4) gambaran dalam ingatan; harapan sendiri dalam ingatan; khayal; (5) proses
berpikir yang dipengaruhi oleh harapan-harapan terhadap kenyataan yang logis.93
Sedangkan „harapan‟ adalah (1) sesuatu yang dapat diharapkan; (2) keinginan
supaya menjadi kenyataan.94
Maka, akan lebih baik jika kata „angan-angan‟ diubah menjadi „harapan‟.
Sehingga terjemahan dari peribahasa ini adalah harapan adalah tirai kematian.
17. Peribahasa tentang Perkataan
لاي ظشأ ال ذظش ا لاي
Lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan.95
Tidak ditemukan kesalahan dalam terjemahan peribahasa ini. pesan yang
disampaikan dapat diterima, tidak ada distorsi makna, dan tidak diterjemahkan
secara harfiah sehingga tidak membingungkan pembaca.
93
Harimurti Kridalaksana, dkk, h.63 94
Harimurti Kridalaksana, dkk, h.482 95
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.63
66
18. Peribahasa tentang Ciri-ciri Orang Bakhil
اث سثر خاص ، ر داسط ؼ خ١
Orang bakhil adalah penjaga kenikmatannya, dan penyimpan harta yang akan
diwariskannya.96
Tidak ada kesalahan dalam terjemahan ini. tidak ada pemborosan kata, pemilihan
diksinya pun tepat, dan tidak diterjemahkan secara harfiah sehingga pesan yang
disampaikan sesuai dengan pesan yang ditulis dalam peribahasa Arabnya.
19. Peribahasa tentang Akhlak Mulia
اخك اثش دغ
Berbuat baik merupakan akhlak mulia.97
Susunan kalimat peribahasa ini adalah jumlah ismiyah. اثش adalah mubtada, dan
اخك ,dalam kamus mutarjim berarti derma, kebaikan اثش .adalah khobar دغ
sumbangan, keikhlasan. Tetapi tidak masalah jika penerjemah mengartikannya
dengan berbuat baik. Jadi, tidak ditemukan kesalahan dalam terjemahan ini.
20. Peribahasa tentang Rendah Hati
ذاج شءج ار اضغ ا
Mahkota kemanusiaan itu rendah hati.98
Pada peribahasa ini, kata شءج diartikan sebagai „kemanusiaan‟, dalam kamus ا
mutarjim, kata شءج ,diartikan sebagai keluhuran budi, kedermawanan ا
kehormatan, keperwiraan, kewibawaan. Maka, sebaiknya peribahasa ini
diterjemahkan menjadi mahkota kehormatan itu rendah hati.
96
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.67 97
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.67 98
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.70
67
21. Peribahasa tentang Perintah Bergaul dengan Orang Jujur
ظ فاء جا ا ذق اص أ
Bergaullah dengan orang-orang yang jujur dan selalu menepati janji.99
Penerjemah berhasil menerjemahkan peribahasa ini. penerjemah menyesuaikan
kata ظ dengan konteks dengan mengartikannya menjadi „bergaul‟, padahal جا
dalam kamus munawwir, kata ظ .‟berarti „duduk جا100
22. Peribahasa tentang Mencoba
الدع ذى ػاس فا ب جش
Coba dan perhatikanlah, niscaya kau akan tahu.101
Kata „niscaya‟ dalam terjemahan ini membuat penerjemahan menjadi kaku. Akan
lebih baik jika diganti dengan kata „maka‟. Sehingga terjemahannya menjadi coba
dan perhatikanlah, maka kau akan tahu.
23. Peribahasa tentang Ciri Manusia Terbaik
خما خ١ش ااط أدغ
Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya.102
Terjemahan tersebut terdengar kaku karena ada kata „sebaik-baik‟. Sebaiknya kata
tersebut diganti dengan kata „terbaik‟. Sehingga terjemahannya menjadi manusia
terbaik adalah yang paling baik akhlaknya.
99
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.77 100
Ahmad Warson Munawwir, h.202 101
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.79 102
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.89
68
24. Peribahasa tentang Manusia Bermanfaat
اط خ١ش ااط أفؼ
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.103
Kasus ini sama seperti kasus sebelumnya, yaitu terdapat kata yang membuat
terjemahan menjadi kaku. Maka, sebaiknya terjemahan ini diubah menjadi
manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
25. Peribahasa tentang Dusta
ب وزب سأط ازث
Pangkal dosa adalah dusta.104
Tidak terdapat kesalahan dalam terjemahan peribahasa ini. tidak terdapat
pemborosan kata, distorsi makna, serta bahasa yang kaku sehingga pembaca
mudah memahami pesan yang disampaikan oleh penulis.
26. Peribahasa tentang Menjaga Lisan
غا ف دفع ا اإلغا ح عال
Keselamatan seseorang terletak pada penjagaan lisannya105
Terjemahan peribahasa diatas menggunakan metode penerjemahan komunikatif.
Namun, kata akan lebih tepat jika diartikan dengan „manusia‟. Sehingga اإلغا
terjemahan yang lebih baik menjadi keselamatan manusia terletak pada
penjagaan lisannya. Dalam peribahasa dalam bahasa Indonesia, peribahasa ini
sering disebut dengan mulutmu harimaumu.
103
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.89 104
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.95 105
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.104
69
27. Peribahasa tentang Ciri Kurangnya Sopan Santun
لح االدب ذه تال عثة اض
Tertawa tanpa sebab adalah pertanda kurangnya sopan santun106
.
Penerjemahan peribahasa ini menggunakan metode penerjemahan komunikatif.
Hal ini ditandai dengan adanya penambahan kata „pertanda‟ untuk memudahkan
pembaca memahami maksud yang disampaikan oleh penulis.
28. Peribahasa tentang Akal Tanpa Adab
دب وا اشجش اؼالش تال أ اؼم
Akal tanpa adab itu seperti pohon yang gersang. 107
Terjemahan pada peribahasa ini juga tidak ditemukan kesalahan. Pesan yang
disampaikan sudah jelas, wajar dan mudah dipahami. Juga tidak ditemukan kata
yang membuat terjemahan menjadi kaku.
C. PERSAUDARAAN
1. Peribahasa tentang Ciri Saudara Sejati
اعه تغة اعه تشة ال أخن
Saudaramu (yang sejati) adalah orang yang menolongmu dengan kepedulian,
bukan yang menolongmu dengan nasabnya. 108
106
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.110 107
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.117 108
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.32
70
Kata “nasab” disini, jika dibaca oleh pembaca yang awam terhadap istilah-istilah
agama maka akan menimbulkan ketidakpahaman. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, kata “nasab” berarti “keturunan; pertalian keluarga”.109
Maka, terjemahan yang lebih baik adalah “saudaramu (yang sejati) adalah orang
yang menolongmu dengan kepedulian, bukan yang menolongmu karena pertalian
keluarga.”
2. Peribahasa tentang Menjaga Sahabat
ف اذش٠ك ذ٠ك دافع ػ اص
Lindungilah sahabatmu, sekalipun dalam kebakaran.110
Tidak ada kesalahan dalam terjemahan peribahasa ini. penerjemah berhasil
menerjemahkan dengan penerjemahan komunikatif ditandai dengan kata ,
dalam kamus berarti „walaupun‟ namun penerjemah ganti dengan „sekalipun‟.
Tujuannya untuk menegaskan makna agar nyaman dibaca pembaca.
D. KESUNGGUHAN
1. Peribahasa tentang Kenikmatan Setelah Bersusah Payah
ا ازج ئال تؼذ ارؼة
Tidak ada suatu kenikmatan yang dapat diperoleh kecuali sesudah bersusah-
payah.111
Peribahasa ini memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Maka, akan lebih baik
jika dipadankan dengan peribahasa Indonesia. sehingga artinya menjadi “berakit-
109
Harimurti Kridalaksana, dkk, h.952 110
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.81 111
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.160
71
rakit dahulu berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang
kemudian.”
2. Peribahasa tentang Keberhasilan
جذ جذ
Barang siapa bersungguh-sungguh pasti berhasil.112
Seperti kasus sebelumnya, terdapat kata “barang siapa”. Walaupun pesan dari Bsu
sudah tersampaikan, tetapi dengan adanya kata “barang siapa” menjadikan
terjemahan ini menjadi kaku dan terlalu terdengar seperti terjemahan. Kata
“barang siapa” dapat dialihkan menjadi “siapapun”. Maka, terjemahan yang lebih
baik dan tidak kaku adalah “siapapun yang bersungguh-sungguh pasti berhasil.”
3. Peribahasa tentang Perintah Untuk Tidak Malas dan Lengah
ذ ٠رىاعاج ح اؼمث ال ذىغ ال ذه غافال فذا
Bersungguh-sungguhlah! Jangan malas dan jangan lengah! Karena
penyesalan merupakan akibat bagi orang-orang yang malas113
Pada terjemahan ini, tim redaksi menerjemahkannya dengan metode komunikatif.
Dikatakan komunikatif karena pada terjemahan peribahasa ini, huruf tidak
melulu diartikan “dan”. Serta menambahkan kata “merupakan akibat” untuk
membuat pembaca semakin paham pada pesan yang terkandung dari Bsu.
4. Peribahasa tentang Tekad
ضخ اغث١ صذق اؼض ئرا
112
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.178 113
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.29
72
Jika tekadnya benar, maka akan terang jalannya.114
Peribahasa ini memiliki padanan dalam peribahasa bahasa Indonesia. Maka, akan
lebih baik jika terjemahannya dipadankan dengan peribahasa dalam bahasa
Indonesia. padanan peribahasa ini berasal dari bahasa Inggris, yaitu there is a will
there is a way. Maka, terjemahan yang lebih baik adalah dimana ada kemauan
disitu ada jalan.
5. Peribahasa tentang Kegigihan
ؼ اىذ ذىرغة ا تمذس
Sejauh mana kegigihan diupayakan, sejauh itu kemuliaan dicapai115
Dalam kamus mutarjim, kata لذس berarti jumlah,kuantitas, ukuran, kadar, tingkat,
derajat, harga, nilai, gengsi. Kata اىذ berarti bekerja keras, membanting tulang,
mengerahkan kemampuan. Menurut peneliti, penerjemah mampu memilih diksi
yang baik untuk kata لذس yang diartikan menjadi „sejauh mana‟, namun pada kata
„kegigihan diupayakan‟ akan lebih baik jika diganti dengan „kemampuan
dikerahkan‟. Sehingga terjemahan yang lebih baik adalah sejauh mana
kemampuan dikerahkan, sejauh itu kemuliaan dicapai.
E. WAKTU
1. Peribahasa tentang Waktu Lebih Berharga daripada Emas
لد ا از ة أث
Waktu itu lebih berharga daripada emas116
114
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.38 115
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.68 116
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.200
73
Kata “waktu itu” menimbulkan kesan ambigu. Kita sering menyebut peristiwa
yang telah berlalu dengan kata “waktu itu”. Untuk tidak menimbulkan kesan
ambigu, maka kata “itu” sebaiknya dibuang saja. Sehingga arti yang lebih tepat
adalah “waktu lebih berharga daripada emas.”
2. Peribahasa tentang Memanfaatkan Waktu
لد واغ١ف ئ ذمطؼ لطؼه ا
Waktu itu bagaikan pedang, jika kau tak memanfaatkannya, maka ia akan
menebasmu.117
Seperti kasus sebelumnya, kata “waktu itu” adalah kata yang ambigu sehingga
diganti dengan kata “waktu” saja.
Selain ambigu, terdapat perbedaan budaya antara Arab dan Indonesia. di negara
Arab, mereka menggunakan kata “pedang” karena menurut mereka pedang adalah
simbol pertahanan atas sesuatu yang sangat penting. Karenanya, orang Arab akan
memperjuangkan segala hal yang dianggap mulia dan istimewa dengan pedang.
118
Dalam budaya Indonesia, yang dianggap mulia dan istimewa adalah uang. Maka,
akan lebih tepat jika peribahasa tersebut diartikan menjadi “waktu adalah uang.”
3. Peribahasa tentang Menunda Pekerjaan
دجاجح اغذ خ١ش ا١ ت١ضح
Telur hari ini lebih baik daripada ayam esok hari.119
117
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.200 118
Moch. Syarif Hidayatullah, h.63 119
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.69
74
Peribahasa ini diterjemahkan secara harfiah, namun pesan yang disampaikan tidak
menyimpang. Maksud dari peribahasa ini menjelaskan tentang tidak baik jika kita
menunda-nunda pekerjaan.
4. Peribahasa tentang Buku
وراب خ١ش ا ١ظ ف اض ج
Sebaik-baik teman duduk di setiap waktu adalah buku
Terjemahan ini terasa kaku karena ada kata „sebaik-baik‟, sebaiknya kata tersebut
diubah menjadi „terbaik‟.Sehingga terjemahannya menjadi teman duduk terbaik di
setiap waktu adalah buku. 120
F. KEBERHASILAN
1. Peribahasa tentang Persatuan
أعاط اجاح الذذادا
Persatuan adalah asas keberhasilan121
Kata االذذاد menjadi mubtada, dan أعاط اجاح menjadi khobar. Sehingga susunan
dari peribahasa ini adalah jumlah ismiyah. Tidak terjadi kesalahan dalam
penerjemahannya. Pesan dari peribahasa ini sudah tersampaikan tanpa ada kata-
kata yang membuat kaku.
2. Peribahasa tentang Bergantung pada Diri Sendiri
120
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.90 121
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.29
75
اد ػ افظ أعاط اجخ االػر
Bergantung pada diri sendiri merupakan asas keberhasilan. 122
Terjemahan pada peribahasa ini sudah benar. Tidak ada distorsi makna,
diterjemahkan dengan metode komunikatif, tidak ada kata yang tidak umum, dan
terjemahannya tidak menggunakan kata-kata yang kaku.
G. CINTA
1. Peribahasa tentang Buta karena Cinta
اذة أػ
Cinta itu buta.123
Kalimat ini berbentuk jumlah ismiyah. اذة adalah mubtada dan adalah أػ
khobar. Tidak ada kesalahan dalam penerjemahan ini. sebab makna dari
terjemahan sudah tersampaikan, dan tidak ada kesalahan dari aspek leksikon.
2. Peribahasa tentang Cinta Kekuasaan
اء ئاعح داء ال د دة اش
Cinta kekuasaan adalah penyakit yang tidak ada obatnya.124
Terjemahan pada peribahasa ini juga tidak ditemukan kesalahan. Pesan yang
disampaikan sudah jelas, wajar dan mudah dipahami. Juga tidak ditemukan kata
yang membuat terjemahan menjadi kaku.
H. HARAM
122
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.44 123
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.81 124
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.81
76
1. Peribahasa tentang Kejelasan Haram
ت١ اذشا
Haram itu jelas.125
Kalimat ini berbentuk jumlah ismiyah. Kata merupakan mubtada, dan kata اذشا
menjadi khobar. Bisa dilihat terjemahan yang penerjemah lakukan tidak ت١
terdapat kesalahan. Tidak terdapat distorsi makna, tidak kaku, dan tidak terdapat
pemborosan kata.
I. HARTA
1. Peribahasa tentang Tamak
ا اذشص لائذ اذش
Tamak adalah pangkal penyesalan126
Kata اذشص diartikan sebagai „tamak‟, padahal di dalam kamus mutarjim berarti
kekikiran, sifat pelit, sifat berhemat, pengiritan, penghematan. Lalu kata ا اذش
diartikan sebagai „penyesalan‟, sedangkan dalam kamus berarti perampasan,
pencabutan hak milik, pengingkaran, kekurangan, kemiskinan.
Kata „tamak‟ dengan „kikir‟ berbeda maknanya dalam kamus besar bahasa
Indonesia. tamak berarti selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri; loba;
serakah. Sedangkan kikir berarti terlampau hemat memakai harta bendanya; pelit;
lokek;kedekut.
Selanjutnya, kata „penyesalan‟ dengan „kemiskinan‟ juga terlampau jauh
maknanya.
125
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.81 126
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.82
77
Setelah dipaparkan beberapa kesalahan di atas, maka terjemahan alternatif yang
peneliti berikan adalah kikir adalah pangkal kemiskinan.
2. Peribahasa tentang Kekayaan Terbaik
خ١ش اغ امع
Sebaik-baik kekayaan adalah qanaah.127
Terdapat dua kesalahan dalam peribahasa ini. pertama, terjemahan terasa kaku
karena adanya kata „sebaik-baik‟, akan lebih baik jika kata-katanya diganti dengan
„terbaik‟. Kedua, kata „qanaah‟ tidak terdapat dalam KBBI. Sebaiknya, kata
„qanaah‟ diberi penjelasan yang lebih detail sehingga pembaca yang awam akan
istilah ilmu agama tetap memahami pesan yang hendak disampaikan. Terjemahan
ini menggunakan metode penerjemahan harfiah.
Terjemahan alternatif yang peneliti berikan adalah kekayaan terbaik adalah
qanaah (puas atas yang dimilikinya).128
3. Peribahasa tentang Utang
ػغش اذ٠
Utang itu kesulitan.129
Kalimat ini berbentuk jumlah ismiyah. sebagai ػغش sebagai mubtada dan اذ٠
khobar. Tidak terdapat kesalahan pada terjemahannya. Pesan yang disampaikan
mudah dimengerti, tidak ada distorsi makan, serta tidak ada kata-kata yang baku.
127
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.89 128
Ahmad Warson Munawwir, h.1162 129
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.93
78
4. Peribahasa tentang Orang Kaya Sebenarnya
١ظ اغ ػ وثشج اؼشض ى اغ غ افظ
Orang kaya itu bukan yang melimpah hartanya, tetapi orang yang kaya
jiwanya.130
Tidak ada kesalahan dalam terjemahan ini. tidak ada pemborosan kata, pemilihan
diksinya pun tepat, dan tidak diterjemahkan secara harfiah sehingga pesan yang
disampaikan sesuai dengan pesan yang ditulis dalam peribahasa Arabnya.
J. AGAMA
1. Peribahasa tentang Agama itu Nasihat
ص١ذح ٠ اذ
Agama itu nasihat.
Pesan yang disampaikan oleh penulis telah disampaikan dengan benar oleh
penerjemah. Terjemahan tidak terasa seperti terjemahan, tidak ada kesalahan
diksi, dan mudah dipahami oleh pembaca.131
2. Peribahasa tentang Agama itu Mudah
٠غش ٠ اذ
Agama itu mudah. 132
Sama seperti peribahasa sebelumnya, peribahasa ini tidak terddapat kesalahan.
Karena dengan sekali membaca terjemahannya, para pembaca langsung
memahami apa maksud yang disampaikan oleh penulis.
130
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.155 131
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.93 132
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.93
79
K. SABAR
1. Peribahasa tentang Sabar Berbuah Manis
اؼغ الث أد ى ػ زالر ش ف ثش ثش واص اص
Sabar itu bagaikan pohon jadam, yang pahit rasanya. Tapi buahnya lebih
manis daripada madu.133
Walaupun terjemahan ini menggunakan metode penerjemahan harfiah, tetapi
pesan yang dimaksud tidak menyimpang sehingga tidak menimbulkan efek
kebingungan terhadap pembaca.
2. Peribahasa tentang Sabar Menolong Pekerjaan
ػ و ٠ؼ١ ػ ثش اص
Kesabaran itu menolong setiap pekerjaan. 134
Terjemahan ini juga tidak terddapat kesalahan. Tidak ada pemborosan kata, kata
yang kaku, atau distorsi makna.
L. UJIAN
1. Peribahasa tentang Ujian Membuat Manusia Dihormati atau Dicela
ا شء أ ٠ ا ٠ىش ػذ االرذا
Dalam ujianlah seseorang akan dihormati atau dicela. 135
133
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.108 134
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.109
80
Seperti kasus sebelumnya, kata شء diartikan menjadi „seseorang‟, dalam kamus ا
mutarjim, kata „seseorang‟ berarti اشؤ. Maka akan lebih baik jika diganti dengan
kata „manusia‟. Sehingga terjemahannya menjadi dalam ujianlah manusia akan
dihormati atau dicela.
135
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.123
81
Tabel 4. Hasil Presentase Penilaian Terjemahan
NO Data Korpus
Segi Penilaian Jumlah Tidak
Akurat
Presentase
1 Ketepatan Reproduksi
Makna
195 12 6%
2 Peristilahan 54 2 4%
3 Kewajaran Ungkapan 54 16 30%
TOTAL 40%
1. Segi Ketepatan Reproduksi Makna Dalam Aspek Leksikon
Peneliti akan memaparkan data dari analisis peneliti mengenai leksikon yang
disajikan dalam bentuk tabel serta kesalahan-kesalahannya. Dalam hal ini, leksikon yang
diperoleh peneliti dari hasil analisis adalah 195 kosa kata, sedangkan kesalahan yang
diperoleh sebanyak 12 kosa kata. Jadi presentase perhitungan matematis pada aspek
leksikon adalah sebagai berikut;
x 100% = 6% presentase kesalahan pada aspek leksikon
Berikut isi tabel leksikon serta kesalahan-kesalahannya yang peneliti sajikan dalam
bentuk tabel;
1 persatuan اإلذذاد
26 perinciannya ذفص١ا
2 asas أعاط
27 dengan jelas ت١ا
3 keberhasilan اجاح
28 kecerdasan رواء
4. bersungguh- دشص اجذ
82
sungguhlah 29 ketamakan
5. malas ذىغ
30 harta benda دس
6. lengah غافال
31 bergaul صثذح
7. karena penyesalan فذاح
32 guru أعرار
8. akibat اؼمث
33 panjang طي
9 jagalah ادفع
34 waktu صا
10 lisan غا
35 adab أدب
11 berhati-hatilah ادرشص
36 lebih baik خ١ش
12 dengan 37 emas yang
dimilikiya
رث
13 perkatannya فظ
38 tekad صذق
14 seseorang ءاش
39 benar اؼض
15 selamat kau telah 40 ٠غ
menyelesaikan فشؽ
16 celaka ٠ؼطة
41 semua urusan أس
17 saudaraku أخ
42 dunia د١ا
18 yang sejati اعان
43 sibukkanlah فاصة
19 dengan
kepedulian تشة
44 ibadah ػثادج
20 bukan ال
45 Tuhanmu سته
21 dengan nasab تغة
46 orang dungu مظ
22 mendapatkan ذاي
47 berbicara اغف١
23 enam perkara تغرح
48 tanggapan ذجث
24 akan kukabarkan عأث١ه
49 diam اغىخ
25 tuntutlah اطة
50 baik دغ
51 terang ضخ
74 kegigihan لذس
52 buaian اذ
75 diupayakan اىذ
53 liang lahat اذذ
76 kemuliaan ذىرغة
83
54 Cina اص١
77 dicapai اؼا
55 ibu األ
78 telur ت١ضح
56 sekolah ذسعح
79 hari ini ا١
57 utama األ
80 ayam دجاجح
58 angan-angan األ
81 esok hari اغذ
59 tirai دجاب
82 mahkota ذاج
60 kematian األج
83 rendah hati اراضغ
61 guru اؼ
84 kegagalan خاب
62 dokter اطث١ة
85 ulama
ػاء
63 memberi nasihat ٠صذا
86 kecil اصغش
64 orang اشجاي
87 mengukir امش
65 berkedudukan
tinggi ر ا
88 di atas ػ
66 sopan تاىاي
89 batu اذجش
67 dengarkanlah اعغ
90 jujur اصذق
68 omongan selalu menepati 91 دذز
janji افاء
69 lihatkan اظش
92 orang bodoh اجا
70 perkatan لاي
93 bujukan ئغاء
71 orang bakhil اثخ١
94 hawa nafsunya ا
72 penjaga داسط
95 kegemaran عم١
73 penyimpan خاص
96 tercela ر١
97 coba جشب
122 mudah ٠غش
98 perhatikan ال دع
123 pangkal سأط
99 tahu اػاسف
124 dosa ازب
وزب دافع
84
100 menjaga 125 dusta
101 sahabat اصذ٠ك
126 sabar اصثش
102 kebakaran اذش٠ك
127 dihormati ٠ىش
103 cinta اذة
128 pahit ش
104 buta أػ
129 pohonnya زالر
105 kekuasaan اشئاعح
130 buahnya ػالث
106 penyakit داء
131 lebih manis أد
107 haram اذشا
132 madu اؼغ
108 jelas ت١
133 tertawa اضذه
109 tamak اذشص
134 sebab عثة
110 pangkal لائذ
135 pohon اشجش
111 penyesalan اذشا
136 buruan ص١ذ
112 kekayaan اغ
137 talinya ل١ذ
113 qanaah امع
138 dengan tali تاذثاي
114 tulisan وراب
139 hati اصذس
115 bukti د١
140 di atas ف
116 yang kuat ااثمح
141 tulisan اغرس
117 صائح
142 dicela ٠ا
118 agama اذ٠
143 harta اؼشض
119 kesulitan ػغش
144 bersusah payah ارؼة
120 nasihat -bersungguh 145 ص١ذح
sungguh جذ
121 waktu الد
146 pedang ١فاغ
147 bicara لطغ
170 kepedulian
صة
148 kuat
ل
171 nasabnya
شة
149 jika
ئ
172 sopan
واي
85
150 keduanya
والا
173 selamat
٠غ
151 jika
ئرا
174 berhasil
اجاح
152 sesungguhnya
ئ
175 ujian
اإلرذا
153 kamu
أد
176 jiwanya
افظ
154 kecerdasan
ػم
177 perbuatannya
اصح
155 gersang
اؼالش
178 jalannya اغث١
156 kurangnya
اعه
179 walaupun
157 menolong
٠ؼ١
180 ilmu اؼ
158 obat
داء
181pembicaraannya
صائح
159 kesungguhan
ئجراد
182 santunkanlah
اجؼ
160 jiwa
افظ
183 tidak akan
161 ujian
اإلرذا
184 tentang
ػ
162
menggunakannya
ذمطؼ
185 manusia
اإلغا
163 pedang اغ١ف
186 bermanfaat
افؼ
164 lebih berharga أث
187 akhlak mulia
اخك
165 emasnya
ازة
188 bukan
166 kenikmatan
ازج
189 kecuali
ئال
167 dengan
ب
190 berbuat baik
اثش
168 setelah
تؼذ
191 kenikmatannya
ؼر
169 selamat
عالح
192 diwariskannya
سثر
193 menggali lubang
دفش
914 terjerumus
لغ
915 manusia
ااط
86
Berikut adalah 12 penjelasan kata yang salah:
1. Pada arti “yang akan kukabarkan berikut perinciannya dengan jelas”. Dalam
kamus munawwir, kata فص dapat berarti menerangkan.136
Akan lebih baik jika terjemahannya diganti dengan “yang akan aku terangkan
dengan jelas”
2. Lalu kata طي diartikan sebagai “panjang”. Menurut peneliti, kata “panjang”
kurang pantas jika disandingkan dengan kata “waktu”. Sehingga yang lebih
tepat adalah menggunakan kata “lama”.
3. kata شء yang diartikan sebagai “seseorang”. Dalam kamus munawwir, kata ا
شء diartikan dengan “orang”. Dalam kamus mutarjim, kata „seseorang‟ dalam ا
bahasa Arab adalah اشؤ. Kata “seseorang” dengan “orang” itu berbeda. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “orang” berarti manusia, dirinya sendiri,
kata penggolong untuk manusia, anak buah, rakyat, suku bangsa, manusia lain.
Sedangkan kata “seseorang” berarti seorang yang tidak dikenal.137
Tetapi kata
“orang” akan lebih baik jika diganti dengan “seorang”.
4. Kata ف diterjemahkan menjadi „di atas‟, akan lebih baik jika diterjemahkan
menjadi „dalam‟.
5. Dalam kamus munawwir, kata جاظ berarti “duduk”, sedangkan disini diartikan
“bergaul”. Walaupun semisal penerjemah dari tim redaksi Turos bermaksud
untuk menyesuaikan dengan konteks, tetapi tidak nyambung jika diganti
dengan kata “bergaul” sementara kalimat setelahnya membahas tentang
“duduk”
136
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.1058
137 Harimurti Kridalaksana, dkk, h.986-987
87
6. kata “ س ش adalah bentuk jamak dari ”أ yang berarti urusan. Akan lebih baik أ
jika kita menerjemahkannya menjadi “semua urusan”.
7. kata شءج diartikan sebagai „kemanusiaan‟, dalam kamus mutarjim, kata ا
شءج ,diartikan sebagai keluhuran budi, kedermawanan, kehormatan ا
keperwiraan, kewibawaan.
8. kata ا إلغا diartikan sebagai “seseorang”, akan lebih tepat jika diartikan dengan
„seorang‟.
9. kata لذس berarti jumlah,kuantitas, ukuran, kadar, tingkat, derajat, harga, nilai,
gengsi
10. Kata اىذ berarti bekerja keras, membanting tulang, mengerahkan kemampuan
11. Kata اذشص diartikan sebagai „tamak‟, padahal di dalam kamus mutarjim
berarti kekikiran, sifat pelit, sifat berhemat, pengiritan, penghematan.
12. kata ا diartikan sebagai „penyesalan‟, sedangkan dalam kamus berarti اذش
perampasan, pencabutan hak milik, pengingkaran, kekurangan, kemiskinan.
2. Segi Kewajaran Ungkapan
Dari 54 peribahasa, diperoleh 16 kesalahan. Jadi presentase perhitungan matematis
pada segi kewajaran ungkapan adalah sebagai berikut;
x 100% = 30% presentase kesalahan pada segi kewajaran ungkapan
88
Berikut adalah kesalahan yang terdapat dalam segi kewajaran ungkapan;
1. Peribahasa tentang syarat mencari ilmu
ئال تغرح أخ ذاي اؼ دس اد اجر دشص : رواء ا تث١ا صثذح عأث١ه ػ ذفص١
ا طي ص أعرار
wahai saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam
perkara yang akan kukabarkan berikut perinciannya dengan jelas: kecerdasan,
ketamakan (terhadap ilmu), kesungguhan, harta benda (bekal), bergaul dengan
guru, serta waktu yang panjang.138
Hasil terjemahan tersebut sangat kaku. Kata “wahai” seharusnya tidak perlu
digunakan karena akan membuat kaku terjemahan. Kemudian kata “engkau”, ini juga
menjadikan terjemahan terlalu kaku, kata “engkau” menurut peneliti lebih pas
diartikan dengan kata “kamu”.
Redaksi Turos juga menerjemahkannya secara harfiah. Yaitu dengan
menerjemahkan kata demi kata. Seperti pada arti “yang akan kukabarkan berikut
perinciannya dengan jelas”. Dalam kamus munawwir, kata فص dapat berarti
menerangkan.139
Akan lebih baik jika terjemahannya diganti dengan “yang akan aku terangkan
dengan jelas”
Lalu kata طي disini diartikan sebagai “panjang”. Menurut peneliti, kata “panjang”
kurang pantas jika disandingkan dengan kata “waktu”. Sehingga yang lebih tepat
adalah menggunakan kata “lama”.
Dari keterangan di atas, peneliti mengartikan peribahasa tersebut dengan
“saudaraku, kamu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara yang
138
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.33 139
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.1058
89
akan aku terangkan dengan jelas: kecerdasan, ketamakan (terhadap ilmu),
kesungguhan, harta benda (bekal), bergaul dengan guru, serta waktu yang lama.”
2. Peribahasa tentang Bukti Kecerdasan dan Keilmuan Manusia
ل ػ ١ د شء فؼ ا ػم ١ د
Bukti kecerdasan seseorang dapat dilihat dari perbuatannya, dan bukti keilmuan
seseorang dapat dilihat dari pembicaraannya.140
Peneliti menemukan dua kesalahan. Yaitu kata شء yang diartikan sebagai ا
“seseorang”. Dalam kamus munawwir, kata شء diartikan dengan “orang”. Dalam ا
kamus mutarjim, kata „seseorang‟ dalam bahasa Arab adalah اشؤ. Kata “seseorang”
dengan “orang” itu berbeda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “orang”
berarti manusia, dirinya sendiri, kata penggolong untuk manusia, anak buah, rakyat,
suku bangsa, manusia lain. Sedangkan kata “seseorang” berarti seorang yang tidak
dikenal.141
Tetapi kata “orang” akan lebih baik jika diganti dengan “seorang”.
Kemudian kalimat “dapat dilihat dari” sebanyak dua kali ini merupakan
pemborosan kata. Sebaiknya hanya diartikan dengan kata “adalah”. Sehingga arti
peribahasa tersebut yang peneliti sarankan sebaiknya adalah “bukti kecerdasan
manusia adalah perbuatannya, dan bukti keilmuan manusia adalah perkataannya”.
3. Peribahasa tentang Pentingnya Mencatat
اىراتح ل١ذ ل١ذ ص١دن تاذثاي ا اثمح ص١ذ اؼ
Ilmu itu ibarat buruan, dan tulisan itu ibarat talinya. Ikatlah buruanmu dengan
tali yang kuat.142
140
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.91 141
Harimurti Kridalaksana, dkk, h.986-987 142
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.120
90
Terdapat pemborosan kata dalam penerjemahan di atas. Tanpa adanya kata „itu‟
terjemahan juga tetap dapat dipahami. Maka, akan lebih baik jika kata „itu‟
dihilangkan. Sehingga terjemahannya menjadi ilmu ibarat buruan, dan tulisan ibarat
talinya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.
4. Peribahasa tentang Berhati-hati dengan Lisan
٠ؼطة تغا شء ٠غ فا فظ ادرشص غاه ادفع
Jagalah lisanmu dan berhati-hatilah dengan perkataannya, karena seseorang
itu dapat selamat dengan lisan dan dapat celaka dengan lisan.143
Seperti kasus sebelumnya, kata شء diartikan sebagai “seseorang”, maka sebaiknya
diganti dengan kata “manusia”. Selain itu terdapat pemborosan kata pada kalimat
“dapat selamat dengan lisan dan dapat celaka dengan lisan.” Kalimat tersebut bisa
diubah menjadi “dapat selamat dan celaka dengan lisan”. Hingga terjemahannya
menjadi “jagalah lisanmu dan berhati-hatilah dengan perkataannya, karena manusia
dapat selamat dan celaka dengan lisan.”
5. Peribahasa tentang Menghormati Guru dan Dokter
ا ال ٠ص ئ اطث١ة وال ؼ ا ا ا ٠ىش ئرا ذا
Sesungguhnya guru dan dokter itu tidak akan memberi nasihat kalau keduanya
tidak dihormati.144
Kata sebaiknya tidak perlu diterjemahkan kaena akan menimbulkan kesan ئ
terjemahan yang kaku. Maka, arti yang menurut peneliti lebih baik adalah “guru dan
dokter tidak akan memberi nasihat jika keduanya tidak dihormati.”
143
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.31 144
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.57
91
6. Peribahasa tentang Menggali Lubang
ا لغ ف١ دفش دفشج
Barang siapa menggali lubang, maka ia akan terjerumus sendiri ke
dalamnya.145
Peneliti melihat terjemahan ini terlalu kaku dikarenakan terdapat kata “barang siapa”.
Maka, sebaiknya “barang siapa” tersebut diubah menjadi “siapapun”. Sehingga
artinya menjadi “siapapun yang menggali lubang, maka ia akan terjerumus sendiri ke
dalamnya.
7. Peribahasa tentang Perintah Beribadah
س د١ان فاصة ف ػثادج ستى أ افشغد ئر
Jika kau telah menyelesaikan semua urusan duniamu, maka segera sibukkanlah
dirimu untuk ibadah kepada Tuhanmu.146
Pesan dari Bsu sudah tersampaikan, hanya saja pemakaian kata “kau” menjadikan
peribahasa ini terasa seperti terjemahan. Ada baiknya jika kata “kau” dirubah menjadi
kata “kamu”. Lalu kata “ س ش adalah bentuk jamak dari ”أ yang berarti urusan. Akan أ
lebih baik jika kita menerjemahkannya menjadi “semua urusan”. Sehingga
terjemahannya menjadi jika kamu telah menyelesaikan semua urusan duniamu, maka
segera sibukkanlah dirimu untuk ibadah kepada Tuhanmu.
145
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.179 146
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.38
92
8. Peribahasa tentang Mencoba
الدع ذى ػاسفا ب جش
Coba dan perhatikanlah, niscaya kau akan tahu.147
Kata „niscaya‟ dalam terjemahan ini membuat penerjemahan menjadi kaku. Akan
lebih baik jika diganti dengan kata „maka‟. Sehingga terjemahannya menjadi coba
dan perhatikanlah, maka kau akan tahu.
9. Peribahasa tentang Ciri Manusia Terbaik
خما خ١ش ااط أدغ
Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya.148
Terjemahan tersebut terdengar kaku karena ada kata „sebaik-baik‟. Sebaiknya kata
tersebut diganti dengan kata „terbaik‟. Sehingga terjemahannya menjadi manusia
terbaik adalah yang paling baik akhlaknya.
10. Peribahasa tentang Manusia Bermanfaat
اط خ١ش ااط أفؼ
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.149
Kasus ini sama seperti kasus sebelumnya, yaitu terdapat kata yang membuat
terjemahan menjadi kaku. Maka, sebaiknya terjemahan ini diubah menjadi
manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
147
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.79 148
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.89 149
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.89
93
11. Peribahasa tentang Keberhasilan
جذ جذ
Barang siapa bersungguh-sungguh pasti berhasil.150
Seperti kasus sebelumnya, terdapat kata “barang siapa”. Walaupun pesan dari Bsu
sudah tersampaikan, tetapi dengan adanya kata “barang siapa” menjadikan
terjemahan ini menjadi kaku dan terlalu terdengar seperti terjemahan. Kata
“barang siapa” dapat dialihkan menjadi “siapapun”. Maka, terjemahan yang lebih
baik dan tidak kaku adalah “siapapun yang bersungguh-sungguh pasti berhasil.”
12. Peribahasa tentang Tekad
ضخ اغث١ صذق اؼض ئرا
Jika tekadnya benar, maka akan terang jalannya.151
Peribahasa ini memiliki padanan dalam peribahasa bahasa Indonesia. Maka, akan
lebih baik jika terjemahannya dipadankan dengan peribahasa dalam bahasa
Indonesia. padanan peribahasa ini berasal dari bahasa Inggris, yaitu there is a will
there is a way. Maka, terjemahan yang lebih baik adalah dimana ada kemauan
disitu ada jalan.
13. Peribahasa tentang Memanfaatkan Waktu
لد واغ١ف ئ ذمطؼ لطؼه ا
Waktu itu bagaikan pedang, jika kau tak memanfaatkannya, maka ia akan
menebasmu.152
Seperti kasus sebelumnya, kata “waktu itu” adalah kata yang ambigu sehingga
diganti dengan kata “waktu” saja.
150
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.178 151
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.38 152
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.200
94
Selain ambigu, terdapat perbedaan budaya antara Arab dan Indonesia. di negara
Arab, mereka menggunakan kata “pedang” karena menurut mereka pedang adalah
simbol pertahanan atas sesuatu yang sangat penting. Karenanya, orang Arab akan
memperjuangkan segala hal yang dianggap mulia dan istimewa dengan pedang.
153
Dalam budaya Indonesia, yang dianggap mulia dan istimewa adalah uang. Maka,
akan lebih tepat jika peribahasa tersebut diartikan menjadi “waktu adalah uang.”
14. Peribahasa tentang Buku
وراب خ١ش ا ١ظ ف اض ج
Sebaik-baik teman duduk di setiap waktu adalah buku
Terjemahan ini terasa kaku karena ada kata „sebaik-baik‟, sebaiknya kata tersebut
diubah menjadi „terbaik‟.Sehingga terjemahannya menjadi teman duduk terbaik di
setiap waktu adalah buku. 154
15. Peribahasa tentang Menjaga Lisan
غا ف دفع ا اإلغا ح عال
Keselamatan seseorang terletak pada penjagaan lisannya155
Terjemahan peribahasa diatas menggunakan metode penerjemahan komunikatif.
Namun, kata akan lebih tepat jika diartikan dengan „manusia‟. Sehingga اإلغا
terjemahan yang lebih baik menjadi keselamatan manusia terletak pada
penjagaan lisannya. Dalam peribahasa dalam bahasa Indonesia, peribahasa ini
sering disebut dengan mulutmu harimaumu.
16. Peribahasa tentang Kenikmatan Setelah Bersusah Payah
153
Moch. Syarif Hidayatullah, h.63 154
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.90 155
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.104
95
ا ازج ئال تؼذ ارؼة
Tidak ada suatu kenikmatan yang dapat diperoleh kecuali sesudah bersusah-
payah.156
Peribahasa ini memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Maka, akan lebih baik
jika dipadankan dengan peribahasa Indonesia. sehingga artinya menjadi “berakit-
rakit dahulu berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang
kemudian.”
3. Segi Peristilahan
Selanjutnya, Dari 54 peribahasa, diperoleh 2 kesalahan. Jadi presentase perhitungan
matematis pada segi kewajaran ungkapan adalah sebagai berikut;
x 100% = 4% presentase kesalahan pada segi peristilahan
Berikut adalah kesalahan yang terdapat dalam segi peristilahan;
3. Peribahasa tentang Ciri Saudara Sejati
اعه تغة اعه تشة ال أخن
Saudaramu (yang sejati) adalah orang yang menolongmu dengan kepedulian,
bukan yang menolongmu dengan nasabnya. 157
Kata “nasab” disini, jika dibaca oleh pembaca yang awam terhadap istilah-istilah
agama maka akan menimbulkan ketidakpahaman. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, kata “nasab” berarti “keturunan; pertalian keluarga”.158
156
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.160 157
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.32 158
Harimurti Kridalaksana, dkk, h.952
96
Maka, terjemahan yang lebih baik adalah “saudaramu (yang sejati) adalah orang
yang menolongmu dengan kepedulian, bukan yang menolongmu karena pertalian
keluarga.”
4. Peribahasa tentang Kekayaan Terbaik
خ١ش اغ امع
Sebaik-baik kekayaan adalah qanaah.159
Terdapat dua kesalahan dalam peribahasa ini. pertama, terjemahan terasa kaku
karena adanya kata „sebaik-baik‟, akan lebih baik jika kata-katanya diganti dengan
„terbaik‟. Kedua, kata „qanaah‟ tidak terdapat dalam KBBI. Sebaiknya, kata
„qanaah‟ diberi penjelasan yang lebih detail sehingga pembaca yang awam akan
istilah ilmu agama tetap memahami pesan yang hendak disampaikan. Terjemahan
ini menggunakan metode penerjemahan harfiah.
Terjemahan alternatif yang peneliti berikan adalah kekayaan terbaik adalah
qanaah (puas atas yang dimilikinya).160
159
Luqman Hakim Arifin, dkk, h.89 160
Ahmad Warson Munawwir, h.1162
97
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis, ditemukan 54 peribahasa populer yang peneliti jadikan
objek penilaian, setelah itu peneliti dapat memberikan kualitas maupun nilai sekaligus
menjawab perumusan pembatasan masalah yang peneliti ajukan.
Setelah di analisis, ditemukan jumlah presentase kesalahan yaitu 40%. Berarti,
jumlah presentase nilai kualitas penerjemahan peribahasa Arab populer dalam buku
Mahfuzhat adalah 60%.
Menurut Rochayah Machali, angka 46-60 tergolong terjemahan cukup.
Terjemahan cukup itu terasa sebagai terjemahan; ada distorsi makna; ada beberapa
terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 25%. Ada beberapa
kesalahan idiom dan atau tata bahasa, tetapi relatif tidak lebih dari 25% keseluruhan
teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku atau tidak umum dan atau
kurang jelas.
Setelah menganalisis terjemahan peribahasa populer dalam buku Mahfuzhat
karya tim redaksi Turos, maka peneliti dapat menyimpulkan hasil terjemahan buku
tersebut memiliki beberapa kekurangan dan dibutuhkan peninjauan kembali guna
menghasilkan terjemahan yang lebih baik. Hasil terjemahan peribahasa tim redaksi
Turos sudah baik, karena mayoritas menggunakan metode penerjemahan komunikatif,
namun banyak kata yang menjadikan terjemahan menjadi kaku sehingga
menjadikannya sangat terasa sebagai terjemahan.
98
B. Saran
Ada beberapa saran yang dapat peneliti berikan, yaitu:
1. Seandainya buku ini akan diterbitkan untuk kedua kalinya, sebaiknya diteliti
kembali terjemahan di dalamnya agar memenuhi kriteria keterbacaan dan
komunikatif yang baik.
2. Disarankan agar penerjemah untuk memilih pemadanan teks yang sesuai bahasa
sasaran sehingga tidak kaku dan mudah dipahami bagi pembaca teks.
99
DAFTAR PUSTAKA
Alex dan Achmad. 2010. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana
Predana Media Group
Alfarisi, Zaka. 2011. Pedoman Penerjemahan Arab-Indonesia, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Bussman, Hadumon. 1996. Dictionary of Language and Linguistics. New York: Routledge
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Daniel Parera, Jos. 1997. Linguistik Edukasional. Jakarta: Erlangga
Hakim Arifin, Luqman, dkk. 2013. Mahfuzhat. Jakarta Selatan: Turos
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Bandung: Dunia Pustaka Jaya
I Made Brata, Frans. Teknik Pergeseran Dalam Penerjemahan Sistem Sapaan Dalam Budaya
Religi. Universitas Udayana Bali.
Kridalaksana, Harimurti, dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Ladislav, Zgusta . 1917. Manual of Lexicography. Paris: Walter de Gruyter
Ladislav, Zgusta. Translational Equivalence in the Bilingual Dictionary
Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: Kaifa
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Nurina, Inge. 2008. Analisis penerjemahan Kosakata Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke
Bahasa Indinesia dalam Cerita Pendek Imogayu. Skripsi S1, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia
Panumbangan, Abraham .2013. Majas, Peribahasa, Pembentukan Istilah, Antonim-Sinonim.
Yogyakarta: Buku Pintar
Sayogie, Frans. 2008. Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Tangerang
Selatan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sayogie, Frans. 2014. Teori dan Praktik Penerjemahan. Pamulang: Transpustaka
Setia, Eddy. 2007. Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan. Skripsi S1
100
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Simatupang, Maurits. 1993. Enam Makalah Tentang Penerjemahan. Jakarta: UKI Press
Subhani, Ja‟far. 2007. Wisata Al-Quran Tafsir Ayat-Ayat Metafora. Jakarta Selatan: Al-Huda
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi, Bandung: Alfabeta
Syamsuddin dan Vismaia. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Syarif Hidayatullah, Moch. 2010. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab
-Indonesia. Pamulang Barat: Penerbit Dikara
Syarif Hidayatullah, Moch. 2014. Seluk-Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer.
Tangerang: Penerbit Alkitabah
Syihabuddin. 2005. Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek). Bandung:
HUMANIORA
Taufiqurrochman. 2008. Leksikologi Bahasa Arab. Malang: UIN Malang Press
Thomas, Roger. 1993. Translation and Translating: Theory and Practice. New York:
Longman House
Tricahyo, Agus. 2009. Metafora Dalam Al-Quran. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press
Ubaedy, A.N. “profil saya,” dari ubaedy.blogspot.com/p/profil-saya.html?m=1
Wardani, Yaniah dan Buana, Cahya. 2013. Pengaruh Unsur Ekstrinsik Terhadap Diksi
Peribahasa Arab dan Indonesia (Analisis Sastra Banding). Tangerang Selatan:
Transpustaka
WS, Hasanuddin, dkk. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu
Wawancara Pribadi dengan Aang Arif Amrullah, Jakarta, 27 Januari 2015
Wawancara Pribadi dengan Agus Khudlori. Jakarta. 27 Januari 2015
101
LAMPIRAN
No Bahasa Indonesia Bahasa Arab 1 Persatuan adalah asas keberhasilan اإلذذاد أعاط اجاح 2 Bersungguh-sungguhlah, jangan
malas, dan jangan lengah! Karena
penyesalan merupakan akibat bagi
orang-orang malas.
اجذ ال ذىغ ال ذه غافال فذاح اؼمث
٠رىاع
3 Jagalah lisanmu dan berhati-hatilah
dengan perkataannya, karena
seseorang itu dapat selamat dengan
lisan dan dapat celaka dengan lisan.
درشص فظ فاء ٠غ ادفع غاه ا
تاغا ٠ؼطة
4 Saudaramu (yang sejati) adalah orang
yang menolongmu dengan kepedulian,
bukan yang menolongmu dengan
nasabnya.
أخن اعان تشة ال اعان تغة
5 Wahai saudaraku, engkau tidak akan
mendapatkan ilmu, kecuali dengan
enam perkara yang akan kukabarkan
berikut perinciannya dengan jelas:
kecerdasan, ketamakan (terhadap
ilmu), kesungguhan, harta benda
(bekal), bergaul dengan guru, serta
waktu yang panjang.
أخ ذاي اؼ ئال تغرح عأث١ه ػ
اجراد ذفص١ا تث١ا: رواء دشص
دس صثذح أعرار طي صا
6 Adab seseorang itu jauh lebih berharga
daripada emas yang dimilikinya. أدب اشء خ١ش ث
7 Jika tekadnya benar, maka akan terang
jalannya. ئرا صذق اؼض ضخ اغث١
8 Jika kau telah menyelesaikan semua
urusan duniamu, maka segera
sibukkanlah dirimu untuk ibadah
kepada Tuhanmu.
ئرا فشغد أس د١ان فاصة ف ػثادج
سته
1 Jika orang dungu berbicara, maka
jangan menanggapinya. Karena
sebaik-baik tanggapan bagi orang
dungu adalah diam.
اجاتر ئرا مظ اغف١ فال ذجث فخ١ش
اغىخ
10 Tuntutlah ilmu sejak dari buaian (ibu)
hingga liang lahat. اطة اؼ اذ ا اذذ
11 Tuntutlah ilmu walaupun sampai
negeri Cina. اطة اؼ ا تاص١
12 Ibu merupakan sekolah yang paling
utama. األ ذسعح األ
13 Angan-angan adalah tirai kematian. األ دجاب األج 14 Sesungguhnya guru dan dokter itu
tidak memberi nasihat, kalau keduanya ئ اؼ اطث١ة والا ال ٠صذا
ئراا ٠ىشا
102
tidak dihormati.
15 Jika kau bergaul dengan orang yang
berkedudukan tinggi, maka duduklah
di antara mereka dengan sopan dan
beradab. Dengarkanlah pembicaraan
mereka apabila mereka berbicara, dan
santunkanlah omonganmu jika hendak
bicara.
ئ اد جاغد اشجاي ر ا فاجظ
ئ١ تاىاي إدتا. اعغ دذ٠ث ئ١
ئ طمد زتادذثا اجؼ دذ٠ثه
16 Lihatlah apa yang dikatakan, jangan
lihat siapa yang mengatakan. اظش ا لاي ال ذظش لاي
17 Orang bakhil adalah penjaga
kenikmatannya, dan penyimpan harta
yang akan diwariskannya.
اثخ١ داسط ؼر، خاص سثر
18 Berbuat baik merupakan akhlak mulia. اثش دغ اخك 19 Sejauh mana kegigihan diupayakan,
sejauh itu kemuliaan dicapai. تمذس اىذ ذىرغة اؼا
20 Telur hari ini lebih baik ayam esok
hari. ت١ضح ا١ خ١ش دجاجح اغذ
21 Mahkota kemanusiaan itu rendah hati. اراضغذاج اشءج 22 Tuntutlah ilmu dan duduklah di
majelis-majelisnya. Karena tidak ada
kegagalan bagi orang berakal yang
berinteraksi dengan ulama.
ذؼ اؼ اجظ ف جاغ اخاب لظ
ث١ة جاظ اؼاء
23 Belajar di waktu kecil bagai mengukir
di atas batu ارؼ ف اصغش وامش ػ اذجش
24 Bergaullah dengan orang-orang yang
jujur dan selalu menepati janji. جاظ أ اصذق افاء
25 Orang bodoh adalah orang yang
kebodohannya ada pada bujukan., dan
hawa nafsunya pada kegemaran.
Ucapannya dusta, dan perbuatannya
tercela.
اجا ج ف ئغاء، ا ف
ئغشاء، فم عم١، فؼ ر١
26 Coba dan perhatikanlah, niscaya kau
akan tahu. جشب ال دع ذى ػاسفا
27 Lindungilah sahabatmu, sekalipun
dalam kebakaran. دافع ػ اصذ٠ك ف اذش٠ك
28 Cinta itu buta. اذة أػ 29 Cinta kekuasaan adalah penyakit yang
tidak ada obatnya. دة اشئاعح داء ال داء
30 Haram itu jelas. اذشا ت١ 31 Tamak adalah pangkal penyesalan. اذشص لائذ اذشا 32 Sebaik-baik kekayaan adalah qana‟ah. خ١ش اغ امع 33 Sebaik-baik manusia adalah yang
paling baik akhlaknya. خ١ش ااط أدغ خما
34 Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi manusia
lainnya.
خ١ش ااط أفؼ اط
35 Sebaik-baik teman duduk di setiap خ١ش ج١ظ ف اضا وراب
103
waktu adalah buku.
36 Pelajaran itu untuk dijaga. اذسط ذفظ 37 Bukti kecerdasan seseorang dapat
dilihat dari perbuatannya, dan bukti
keilmuan seseorang dapat dilihat dari
pembicaraannya.
د١ ػم مح اصح، ئا ؼح صائح
38 Uang itu kesulitan. اذ٠ ػغش Agama itu nasihat. اذ٠ ص١ذح
40 Agama itu mudah. اذ٠ ٠غش 41 Pangkal dosa adalah dusta سأط ازب وزب 42 Keselamatan seseorang terletak pada
penjagaan lisannya. عالح اإلغا ف دفع اغا
43 Sabar itu bagaikan pohon jadam, yang
pahit rasanya. Tapi buahnya lebih
manis daripada madu.
اصثش واصثش ش ف زالر ى ػالث
أد اؼغ
44 Kesabaran itu menolong setiap
pekerjaan. اصثش ٠ؼ١ ػ و ػ
45 Tertawa tanpa sebab adalah pertanda
kurangnya sopan santun. اضذه تال عثة لح األدب
66 Akal tanpa adab itu seperti pohon
gersang. اؼم تال أدب واشجش اؼالش
47 Ilmu itu ibarat buruan, dan tulisan itu
ibarat talinya. Ikatlah buruanmu
dengan tali yang kuat.
اؼ ص١ذ اىراتح ل١ذ ل١ذ ص١دن تاذثاي
ااثمح
48 Ilmu itu berada di hati, tidak di atas
tulisan. اؼ ف اصذس ال ف اغرس
49 Dalam ujianlah seseorang akan
dihormati atau dicela. ػذ االرذا ٠ىش اشء أ ٠ا
50 Orang kaya itu bukan yang melimpah
hartanya, tetapi orang yang kaya
jiwaya.
١ظ اغ ػ وثشج اؼشض ى اغ
غ افظ
51 Tidak ada suatu kenikmatan yang
dapat diperoleh kecuali bersusah-
payah.
ا ازج ئال تؼذ ارؼة
52 Barang siapa bersungguh-sungguh
pasti berhasil. جذ جذ
53 Waktu itu bagaikan pedang, jika kau
tak memanfaatkannya, maka ia akan
menebasmu.
مطؼ لطؼهالد واص١ف ئ ذ
54 Persatuan itu kuat اإلذذاد ل