kualitas pelayanan

45
9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1 Definisi Kualitas Definisi kualitas berdasarkan sudut pandang tiga pakar kualitas tingkat internasional, yaitu mengacu pada pendapat Crosby, dkk (dalam Yamit, 2005, p7) antara lain : 1. Deming mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. 2. Crosby mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan. 3. Juran mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi, jika dilihat dari sudut pandang produsen. Sedangkan secara obyektif kualitas menurut Juran, (dalam Yamit, 1996, p337) adalah : suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance), kendalannya (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability) dan karakteristiknya dapat diukur.

Transcript of kualitas pelayanan

Page 1: kualitas pelayanan

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas Pelayanan

2.1.1 Definisi Kualitas

Definisi kualitas berdasarkan sudut pandang tiga pakar kualitas

tingkat internasional, yaitu mengacu pada pendapat Crosby, dkk (dalam

Yamit, 2005, p7) antara lain :

1. Deming mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi

kebutuhan dan keinginan konsumen.

2. Crosby mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan

dan kesesuaian terhadap persyaratan.

3. Juran mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian terhadap

spesifikasi, jika dilihat dari sudut pandang produsen.

Sedangkan secara obyektif kualitas menurut Juran, (dalam

Yamit, 1996, p337) adalah :

suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability),

kinerja (performance), kendalannya (reliability), kemudahan

pemeliharaan (maintainability) dan karakteristiknya dapat

diukur.

Page 2: kualitas pelayanan

  10

Menurut Davis, (dalam Yamit, 2005, p8) membuat definisi

kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu

kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,

proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Pendekatan yang digunakan Davis ini menegaskan bahwa

kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk

dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas lingkungan.

Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas

tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.

Menurut Gaspersz (2002, p181) mendefinisikan kualitas adalah :

Totalitas dari karakteristik suatu produk (barang dan atau jasa) yang

menunjang kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang

dispesifikasikan. Kualitas seringkali diartikan sebagai segala sesuatu

yang memuaskan pelanggan atau kesesuaian terhadap persyaratan atau

kebutuhan. Perusahaan jasa dan pelayanan lebih menekankan pada

kualitas proses, karena konsumen biasanya terlibat langsung dalam

proses tersebut. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk lebih

menekankan pada hasil, karena konsumen umumnya tidak terlibat

secara langsung dalam prosesnya. Untuk itu diperlukan sistem

manajemen kualitas yang dapat memberikan jaminan kepada pihak

konsumen bahwa produk tersebut dihasilkan oleh proses yang

berkualitas.

Page 3: kualitas pelayanan

  11

David Garvin, (dalam Yamit, 2005, p9) mengidentifikasikan lima

pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi

bisnis, yaitu :

1. Transcendental Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan,

tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan maupun diukur.

Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti musik,

seni tari, seni drama dan seni rupa. Dimana untuk produk dan jasa

pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan

pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit

(sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima

(bank) dan tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti

ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam

manajemen kualitas.

2. Product-based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut

yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya

perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi

pendekatan ini dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan

preferensi individual.

3. User-based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa

kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk

Page 4: kualitas pelayanan

  12

yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan

selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas paling

tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang

berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula,

sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang

dapat dirasakannya.

4. Manufacturing-based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari

sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai

sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality)

dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi

yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang

menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan

perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya.

5. Value-based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi

nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai ”affordable

excellence”, oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat

relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum

tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai

adalah produk yang paling tepat dibeli.

Meskipun sulit mendefinisikan kualitas dengan tepat dan tidak

ada definisi kualitas yang dapat diterima secara universal, dari perspektif

Page 5: kualitas pelayanan

  13

David Garvin tersebut dapat bermanfaat dalam mengatasi konflik-

konflik yang sering timbul diantara para manajer dalam departemen

fungsional yang berbeda. Misalnya, departemen pemasaran lebih

menekankan pada aspek keistimewaan, pelayanan, dan fokus pada

pelanggan. Departemen perekayasaan lebih menekankan pada aspek

spesifikasi dan pada pendekatan product-based. Sedangkan departemen

produksi lebih menekankan pada aspek spesifikasi dan proses.

Menghadapi konflik seperti ini sebaiknya pihak perusahaan

menggunakan perpaduan antara beberapa perspektif kualitas dan secara

aktif selalu melakukan perbaikan yang berkelanjutan atau melakukan

perbaikan secara terus menerus.

Menurut Purnama (2006, p15) menentukan kualitas produk harus

dibedakan antara produk manufaktur atau barang (goods) dengan produk

layanan (service) karena keduanya memilki banyak perbedaan.

Menyediakan produk layanan (jasa) berbeda dengan menghasilkan

produk manufaktur dalam beberapa cara.

Perbedaan tersebut memiliki implikasi penting dalam

manajemen kualitas. Perbedaan antara produk manufaktur dengan

produk layanan adalah :

1. Kebutuhan konsumen dan standar kinerja sering kali sulit

diidentifikasi dan diukur, sebab masing-masing konsumen

mendefinisikan kualitas sesuai keinginan mereka dan berbeda satu

sama lain.

Page 6: kualitas pelayanan

  14

2. Produksi layanan memerlukan tingkatan ”customization atau

individual customer” yang lebih tinggi dibanding manufaktur.

Dalam manufaktur sasarannya adalah keseragaman. Dokter, ahli

hukum, personal penjualan asuransi, dan pelayanan restoran, harus

menyesuaikan layanan mereka terhadap konsumen individual.

3. Output sistem layanan tidak terwujud, sedangkan manufaktur

berwujud. Kualitas produk manufaktur dapat diukur berdasar

spesifikasi desain, sedangkan kualitas layanan pengukurannya

subyektif menurut pandangan konsumen, dikaitkan dengan harapan

dan pengalaman mereka. Produk manufaktur jika rusak dapat

ditukar atau diganti, sedangkan produk layanan harus diikuti dengan

permohononan maaf dan reparasi.

4. Produk layanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersama – sama,

sedangkan produk manufaktur diproduksi sebelum dikonsumsi.

Produk layanan tidak bisa disimpan atau diperiksa sebelum

disampaikan kepada konsumen.

5. Konsumen seringkali terlibat dalam proses layanan dan hadir ketika

layanan dibentuk, sedangkan produk manufaktur dibentuk diluar

keterlibatan langsung dari konsumen. Misalnya konsuman restoran

layanan cepat menempatkan ordernya sendiri atau mengambil

makanan sendiri, membawa makanan sendiri kemeja, dan

diharapakan membersihkan meja ketika setelah makan.

Page 7: kualitas pelayanan

  15

6. Layanan secara umum padat tenaga kerja, sedangkan manufaktur

lebih banyak padat modal. Kualitas interaksi antara produsen dan

konsumen merupakan faktor vital dalam penciptaan layanan.

Misalnya kualitas layanan kesehatan tergantung interaksi pasien,

perawat, dokter, dan petugas kesehatan lain. Di sini perilaku dan

moral pekerja merupakan hal yang kritis dalam menyediakan

kualitas layanan.

7. Banyak organisasi layanan harus menangani sangat banyak

transaksi konsumen. Misalnya pada hari-hari tertentu, sebuah bank

mungkin harus memproses jutaan transaksi nasabah pada berbagai

kantor cabang dan mesin bank atau barangkali Perusahaan jasa

kiriman harus menangani jutaan paket kiriman diseluruh dunia.

Menurut Zeithaml, dkk, (dalam Yamit, 2005, p10) telah

melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil

mengidentifikasi lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para

pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi

karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah :

1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan

pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan telah

yang dijanjikan.

2. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan

tanggap.

Page 8: kualitas pelayanan

  16

3. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan

sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya,

resiko ataupun keragu-raguan.

4. Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap

kebutuhan pelanggan.

5. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik,

perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

Dimensi kualitas yang dikemukakan oleh Zeithaml, dkk tersebut

berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka

terima. Jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan melebihi

harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya

berkualitas dan jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan

kurang atau sama dari harapannya, maka pelanggan akan mengatakan

pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan.

2.1.2 Definisi Jasa Pelayanan

Menurut Yamit, (2005, p21) meskipun terjadi beberapa

perbedaan terhadap pengertian jasa pelayanan dan secara terus menerus

perbedaan tersebut akan mengganggu, beberapa karakteristik jasa

pelayanan berikut ini akan memberikan jawaban yang lebih mantap

terhadap pengertian jasa pelayanan.

Page 9: kualitas pelayanan

  17

Karakteristik jasa pelayanan tersebut adalah :

1. Tidak dapat diraba (intangibility). Jasa adalah sesuatu yang sering

kali tidak dapat disentuh atau tidak dapat diraba. Jasa mungkin

berhubungan dengan sesuatu secara fisik, seperti pesawat udara,

kursi dan meja dan peralatan makan direstoran, tempat tidur pasien

di rumah sakit. Bagaimanapun juga pada kenyataannya konsumen

membeli dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat diraba. Hal ini

banyak terdapat pada biro perjalanan atau biro travel dan tidak

terdapat pada pesawat terbang maupun kursi, meja dan peralatan

makan, bukan terletak pada tempat tidur di rumah sakit, tetapi lebih

pada nilai. Oleh karena itu, jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi

penyebab khusus yang secara alami disediakan.

2. Tidak dapat disimpan (inability to inventory). Salah satu ciri khusus

dari jasa adalah tidak dapat disimpan. Misalnya, ketika kita

menginginkan jasa tukang potong rambut, maka apabila pemotongan

rambut telah dilakukan tidak dapat sebagiannya disimpan untuk

besok. Ketika kita menginap di hotel tidak dapat dilakukan untuk

setengah malam dan setengahnya dilanjutkan lagi besok, jika hal ini

dilakukan konsumen tetap dihitung menginap dua hari.

3. Produksi dan Konsumsi secara bersama (inacceparability). Jasa

adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama dengan produksi.

Misalnya, tempat praktek dokter, restoran, pengurusan asuransi

mobil dan lain sebagainya.

Page 10: kualitas pelayanan

  18

4. Memasukinya lebih mudah. Mendirikan usaha dibidang jasa

membutuhkan investasi yang lebih sedikit, mencari lokasi lebih

mudah dan banyak tersedia, tidak membutuhkan teknologi tinggi.

Untuk kebanyakan usaha jasa hambatan untuk memasukinya lebih

rendah.

5. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar. Jasa sangat dipengaruhi

oleh faktor dari luar seperti: teknologi, peraturan pemerintah dan

kenaikan harga energi. Sektor jasa keuangan merupakan contoh

yang paling banyak dipengaruhi oleh peraturan dan perundang-

undangan pemerintah, dan teknologi komputer dengan kasus

mellinium bug pada abad dua satu.

Karakteristik jasa pelayanan tersebut di atas akan menentukan

definisi kualitas jasa pelayanan dan model kualitas jasa pelayanan.

Mendefinisikan kualitas jasa pelayanan membutuhkan pengetahuan dari

beberapa disiplin ilmu seperti: pemasaran, psikologi, dan strategi bisnis.

Olsen dan Wiyckoff (dalam Yamit, 2005, p22) melakukan pengamatan

atas jasa pelayanan dan mendefinisikan jasa pelayanan adalah

sekelompok manfaat yang berdaya guna baik secara eksplisit maupun

inplisit atas kemudahan untuk mendapatkan barang maupun jasa

pelayanan.

Olsen dan Wyckoff (dalam Yamit, 2005, p22) juga

memasukkan atribut yang dapat diraba (tangible) dan yang tidak dapat

diraba (intangible). Definisi secara umum dari kualitas jasa pelayanan

Page 11: kualitas pelayanan

  19

ini adalah dapat dilihat dari perbandingan antara harapan konsumen

dengan kinerja kualitas jasa pelayanan.

Collier (dalam Yamit, 2005, p22) memiliki pandangan lain dari

kualitas jasa pelayanan ini, yaitu lebih menekankan pada kata

pelanggan, kualitas dan level atau tingkat. Pelayanan terbaik pada

pelanggan (excellent) dan tingkat kualitas pelayanan merupakan cara

terbaik yang konsisten untuk dapat mempertemukan harapan konsumen

(standar pelayanan eksternal dan biaya) dan sistem kinerja cara

pelayanan (standar pelayanan internal, biaya dan keuntungan).

Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, memuaskan

kebutuhan pelanggan berarti perusahaan harus memberikan pelayanan

berkualitas (service quality) kepada pelanggan. Terdapat dua pendekatan

pelayanan berkualitas yang populer digunakan kalangan bisnis Amerika

dan kini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Pendekatan

pertama dikemukakan oleh Karl (dalam Yamit, 2005, p23) yang

mendasarkan pendekatan pada dua konsep pelayanan berkualitas, yaitu

1) service triangle dan 2) total quality service diterjemahkan sebagai

layanan mutu terpadu oleh Soetjipto (dalam Yamit, 2005, p23).

1) Service Triangle

Sevice triangle adalah suatu model interaktif manajemen pelayanan

yang menghubungkan antara perusahaan dengan pelanggannya.

Model tersebut terdiri dari tiga elemen dengan pelanggan sebagai

Page 12: kualitas pelayanan

  20

titik fokus Albrecht and Zemke, dalam Budi W.Soetjipto (yang

dikutip dari Yamit, 2005, p23) yaitu :

a. Strategi pelayanan (service strategy)

Strategi pelayanan adalah strategi untuk memberikan pelayanan

kepada pelanggan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar

yang telah ditetapkan perusahaan. Standar pelayanan ditetapkan

sesuai keinginan dan harapan pelanggan sehingga tidak terjadi

kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan

pelanggan. Strategi pelayanan harus pula dirumuskan dan

diimplementasikan seefektif mungkin sehingga mampu membuat

pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tampil beda dengan

pesaingnya. Untuk merumuskan dan mengimplementasikan

strategi pelayanan yang efektif, perusahaan harus fokus pada

kepuasan pelanggan sehingga perusahaan mampu membuat

pelanggan melakukan pembelian ulang bahkan mampu meraih

pelanggan baru.

b. Sumberdaya manusia yang memberikan pelayanan (service

people) Orang yang berinteraksi secara langsung maupun tidak

berinteraksi langsung dengan pelangan harus memberikan

pelayanan kepada pelanggan secara tulus (empathy), responsif,

ramah, fokus, dan menyadari bahwa kepuasan pelanggan adalah

segalanya. Untuk itu perusahaan harus pula memperhatikan

kebutuhan pelanggan internalnya (karyawan) dengan cara

Page 13: kualitas pelayanan

  21

menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam

bekerja, penghasilan yang wajar, manusiawi, sistem penilaian

kinerja yang mampu menumbuhkan motivasi. Tidak ada

gunanya perusahaan membuat strategi pelayanan dan

menerapkannya secara baik untuk memuaskan pelanggan

eksternalnya, sementara pada saat yang sama perusahaan gagal

memberikan kepuasan kepada pelanggan internalnya, demikian

pula sebaliknya.

c. Sistem pelayanan (service system)

Sistem pelayanan adalah prosedur pelayanan kepada pelanggan

yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumberdaya

manusia yang dimiliki perusahaan. Sistem pelayanan harus

dibuat secara sederhana, tidak berbelit-belit dan sesuai standar

yang telah ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus

mampu melakukan desain ulang sistem pelayanannya, jika

pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pelanggan. Desain

ulang sistem pelayanan tidak berarti harus merubah total sistem

pelayanan, tapi dapat dilakukan hanya bagian tertentu yang

menjadi titik kritispenentu kualitas pelayanan. Misalnya, dengan

memperpendek prosedur pelayanan atau karyawan diminta

melakukan pekerjaan secara cepat dengan menciptakan one stop

service.

Page 14: kualitas pelayanan

  22

2) Total Quality Service

Pelayanan mutu terpadu adalah kemampuan perusahaan untuk

memberikan pelayanan berkualitas kepada orang yang

berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan,

pegawai dan pemilik.

Pendekatan kedua adalah conceptual model of service quality

yang dikemukakan oleh tiga tiga orang akademisi Amerika dengan

nama PBZ yang merupakan singkatan dari tiga nama penemunya, yaitu

A. Parasuraman, Leonard L. Berry and Valerie A. Zaithaml.

Pasa pada dasarnya memiliki tujuan yang hampir sama dengan

pelayanan produk. Hampir semua perusahaan menawarkan manfaat dan

penambahan nilai untuk kepuasan dan loyalitas pelanggan. Beberapa

pendapat tentang pengertian jasa, yaitu menurut Stanton (1992, p220)

jasa adalah semua kegiatan atau aktivitas yang dapat diidentifikasikan

secara tersendiri yang pada hakikatnya bersifat tak bisa diraba

(intangible) yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus

terikat pada penjualan produk atau jasa lain.

Kotler (2000, p486) merumuskan jasa sebagai setiap tindakan

atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain,

yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan

kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan

pada satu produk fisik.

Page 15: kualitas pelayanan

  23

Terdapat lima penentu mutu jasa. Menurut tingkat

kepentingannya, jasa dapat dibedakan menjadi: (1) keandalan, yaitu

kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan secara terpercaya ,

akurat dan memuaskan ; (2) daya tangkap, yakni kemauan (daya

tanggap) untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa secara cepat;

(3) kepastian, yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta

kemampuan mereka untuk menimbulkan perlindungan dan kepercayaan;

(4) empati, yaitu kemauan untuk peduli dan memberi perhatian secara

individu kepada pelanggan; dan (5) bukti fisik, yaitu penampilan

fasilitas fisik, peralatan, pegawai, dan materi komunikasi (Parasuraman,

et.al. dalam Kotler, 2008, p455).

2.1.3 Definisi Kualitas Jasa Pelayanan

Kualitas jasa pelayanan sangat dipengaruhi oleh harapan

konsumen. Harapan konsumen dapat bervariasi dari konsumen satu

dengan konsumen lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten.

Kualitas mungkin dapat dilihat sebagai suatu kelemahan kalau

konsumen mempunyai harapan yang terlalu tinggi, walaupun dengan

suatu pelayanan yang baik. Menurut Wyckof dalam Lovelock (yang

dikutip dari Nursya’bani, 2006, p19) memberikan pengertian kualitas

layanan sebagai tingkat kesempurnaan tersebut untuk memenuhi

keinginan konsumen, sedangkan menurut Parasuraman, et al. Kualitas

layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan

Page 16: kualitas pelayanan

  24

(persepsi) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan

konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi

kualitas layanan yang diharapkan, maka layanan dikatakan berkualitas

dan memuaskan.

Menurut Gronroos (dalam Purnama, 2006, p20) menyatakan

kualitas layanan meliputi :

1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan,

terdiri dari : dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku,

hubungan internal, penampilan, kemudahan akses, dan service

mindedness.

2. Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan konsumen,

meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika

output.

3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan

reputasi di mata konsumen.

Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapat

memenuhi keinginan konsumen/pelanggan yang diberikan oleh suatu

organisasi. Kualitas pelayanan diukur dengan lima indikator pelayanan

(keandalan, daya tanggap, kepastian, empati, dan bukti fisik).

Page 17: kualitas pelayanan

  25

2.1.4 Gap ( kesenjangan ) Kualitas Layanan

Menurut Nursya’bani Purnama ( 2006, p33 ) Harapan

konsumen terhadap kualitas layanan sangat dipengaruhi oleh informasi

yang mereka peroleh. Dari sudut pandang konsumen, sumber informasi

bisa berasal dari internal maupun eksternal. Sumber informasi internal

misalnya pengalaman pembelian masa lalu, pengamatan atau percobaan

pembelian. Sumber informasi eksternal merupakan informasi dari luar

konsumen, misalnya dari konsumen lain melalui informasi getok tular (

dari mulut ke mulut ) atau informasi dari pemasar melalui promosi yang

disampaikan dengan media tertentu.

Harapan konsumen terhadap terhadap layanan yang dijabarkan

kedalam lima dimensi kualitas layanan harus bisa dipahami oleh

perusahaan dan diupayakan untuk bisa diwujudkan. Tentunya hal ini

merupakan tugas berat bagi perusahaan, sehingga dalam kenyataannya

sering muncul keluhan yang dilontarkan konsumen karena layanan yang

diterima tidak sesuai dengan layanan yang mereka harapkan. Hal inilah

yang disebut dengan gap ( kesenjangan ).

Page 18: kualitas pelayanan

  26

kualitas pelayanan sebagaimana yang disajikan dalam gambar berikut

ini :

CONSUMER

PERUSAHAAN

Gambar 2.1 Model Kualitas Pelayanan

Komunikasi dari mulut ke mulut 

Kebutuhan pribadi

Kebutuhan pribadi

Harapan konsumen terhadap pelayanan

Persepsi konsumen Terhadap pelayanan

Komunikasi perusahaan

dengan konsumen Cara pelayanan 

Desain pelayanan dan standar pelayanan

Persepsi perusahaan atas harapan konsumen

Gap 5

Gap 4Gap 1  Gap 3

Gap 2

Page 19: kualitas pelayanan

  27

Gap 1

Gap antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen, yang

disebabkan oleh kesalahan manajemen dalam memahami harapan

konsumen. Misalnya sebuah bank memberikan layanan dengan tempat

yang nyaman dan peralatan yang canggih, namun ternyata nasabah

berharap mendapat layanan dengan persyaratan mudah dan cepat.

Gap 2

Gap antara persepsi manajemen atas harapan konsumen dengan

spesifikasi kualitas layanan, yang disebabkan oleh kesalahan manajemen

dalam menterjemahkan harapan konsumen ke dalam tolok ukur atau

standar kualitas layanan. Misalnya petugas teller bank diinstruksikan

melayani nasabah dengan cepat, namun tidak ada standar waktu

pemberian layanan.

Gap 3

Gap antara spesifikasi kualitas layanan dengan layanan yang diberikan,

yangdisebabkan oleh ketidakmampuan sumber daya manusia ( SDM )

perusahaan dalam memenuhi standar kualitas layanan yang telah

ditetapkan. Misalnya petugas teller bank diinstruksikan untuk melayani

nasabah dengan cepat, namun disisi lain juaga harus mendengarkan

keluhan nasabah, sehingga standar waktu layanan yang telah ditetapkan

seringkali harus dilanggar.

Page 20: kualitas pelayanan

  28

Gap 4

Gap antara layanan yang diberikan dengan komunikasi eksternal yang

disebabkan ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi janji yang

telah dikomunikasikan secara eksternal. Misalnya sebuah bank dalam

promosinya menjanjikan layanan kredit yang cepat dengan persyaratan

yang mudah, namun dalam kenyataannya para nasabah harus

melengkapi beberapa persyaratan yang rumit.

Gap 5

Gap antara harapan konsumen dengan layanan yang diterima ( dirasakan

) konsumen yang disebabkan tidak terpenuhinya harapan konsumen.

Gap 5 merupakan gap yang disebabkan oleh gap 1, 2, 3, dan 4.

Zeithaml dan Bitner ( dalam Nursya’bani Purnama , 2006,p35 )

menyebutkan bahwa gap yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor

(lihat tabel 2.1)

Tabel 2.1 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Gap Kualitas Layanan

Gap Faktor Penyebab

Gap 1 1. Orientasi riset pemasaran tidak seimbang 2. Kurang komunikasi keatas 3. Fokus yang kurang mencukupi

Gap 2 1. Tidak ada standar yang berorientasi kepada konsumen 2. Kepemimpinan yang tidak memadai 3. Desain layanan yang tidak baik

Gap 3 1. Penyimpanan kebijakan sumber daya manusia 2. Kegagalan menyesuaikan permintaan dan penawaran

Page 21: kualitas pelayanan

  29

3. Konsumen tidak memainkan peran

Gap 4 1. Manajemen harapan konsumen yang tidak akurat 2. Janji yang berlebihan 3. Komunikasi horizontal ( perusahaan-konsumen ) tidak memadai.

2.1.5 Langkah-langkah untuk Mengurangi Gap Kualitas Layanan

Idealnya kualitas layanan yang diterima oleh konsumen sama

dengan kualitas layanan yang mereka harapkan. Oleh karena itu agar

konsumen puas terhadap layanan yang diberikan perusahaan, maka

menjadi keharusan bagi perusahaan untuk menghilangkan gap yang

terjadi. Namun jika upaya menghilangkan gap sulit dilakukan, paling

tidak perusahaan harus berupaya mengurangi gap seminimal mungkin.

Berry (dalam Nursya’bani Purnama, 2006,p36 ) memberikan kerangka

komprehensif dan runtut untuk menghilangkan gap 1 hingga gap 4.

Terdapat empat langkah untuk menghilangkan gap kualitas layanan,

yaitu :

1. Menumbuhkan kepemimpinan yang efektif Kepemimpinan

merupakan pengerak utama perbaikan layanan. Tanpa layanan yang

efektif, kepemimpinan tanpa visi dan arah yang jelas, serta tanpa

bimbingan manajemen puncak, upaya pemberian layanan yang

berkualitas tidak bisa diciptakan. Untuk mengembangkan

kepemimpinan yang efektif, empat cara berikut bisa ditempuh, yaitu :

Page 22: kualitas pelayanan

  30

a. Mendorong kelancaran proses pembelajaran di kalangan top

manajemen

b. Promosi orang yang tepat pada jabatan eksekutif puncak

c. Mendorong peran individu

d. Mengembangkan budaya saling percaya

2. Membangun sistem informasi layanan Sistem informasi layanan yang

efektif akan mengakomodasikan keinginan dan harapan konsumen,

mengidentifikasi kekurangan yang diberikan perusahaan, memandu

alokasi sumber daya perusahaan untuk kepentingan peningkatan

kualitas layanan dan memungkinkan perusahaan mamantau layanan

pesaing.

3. Merumuskan strategi layanan

Strategi layanan adalah strategi untuk memberikan layanan dengan

kualitas sebaik mungkin kepada konsumen. Strategi layanan harus

menjadi pedoman bagi pekerja sehingga pelaksanaan pekerjaan harus

mengacu tujuan yang ditetapkan.

4. Implementasi strategi layanan

Strategi layanan dapat diimplementasikan dengan efektif jika syarat-

syarat berikut ini dipenuhi :

a. Struktur organisasi yang memungkinkan berkembangnya budaya

perusahaan dengan titik berat pada perbaikan berkelanjutan,

menjadi pedoman bagi perbaikan kualitas layanan, peningkatan

kemampuan teknis sumber daya yang mendukung perbaikan

Page 23: kualitas pelayanan

  31

kualitas layanan, serta memeberikan solusi terhadap setiap

persoalan yang menyangkut kualitas layanan.

b. Teknologi yang applicable untuk memperbaiki sumber daya,

metode kerja, dan sistem informasi yang mendukung upaya

perbaikan kualitas layanan.

c. Sumber daya manusia yang memiliki sikap, perilaku, pengetahuan,

dan kemampuan yang mendukung efektivitas realisasi strategi

layanan.

2.2 Citra

2.2.1 Definisi Citra

Dalam membicarakan citra, maka biasanya bisa menyangkut

citra produk, perusahaan, merek, partai, lembaga, orang atau apa saja

yang terbetuk dalam pikiran maupun benak seseorang. Dalam Simamora

(2004, p124) dijelaskan bahwa ada dua pendekatan yang dapat

digunakan dalam mengukur citra. Pertama adalah merefleksikan cira di

benak konsumen menurut mereka sendiri. Pendekatan ini disebut

pendekatan tidak terstruktur (unstructure approach) karena memang

konsumen bebas menjelaskan citra suatu objek di pikiran dan benak

mereka. Cara yang kedua adalah peneliti menyajikan dimensi yang jelas,

kemudian responden berespons terhadap dimensi-dimensi yang

dinyatakan itu. Ini disebut pendekatan terstruktur (stuctured approach).

Page 24: kualitas pelayanan

  32

Citra didefinisikan sebagai kesan yang diperoleh sesuai

pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang sesuatu. Citra dibentuk

berdasarkan impresi, berdasar pengalaman yang dialami seseorang

terhadap sesuatu untuk mengambil keputusan (Buchari, p317).

Sedangkan menurut Lawrence yang dikutip Sutojo (2004, p1), citra

adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan,

benda atau organisasi.

2.2.2 Terbentuknya Sebuah Citra

Soleh Soemirat (2002) mengemukakan bahwa untuk

mengetahui citra seseorang terhadap suatu obyek dapat diketahui dari

sikapnya terhadap obyek tersebut. Sementara itu semua sikap bersumber

pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Efek kognitif dari

komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra. Citra

terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang

diterima seseorang. Singkatnya citra suatu objek lahir dari pengetahuan

dan sikap orang terhadap objek tersebut dan pengetahuan serta sikap

tersebut dipengaruhi oleh informasi yang diterima.

Kottler (2008) mengemukakan dua teori pembentukan citra :

a. Memberlakukan bahwa citra adalah sebagian besar object-

determined, yaitu bahwa orang-orang dengan mudah merasakan

realitas objek itu. Jika suatu panti perawatan berlokasi di tepi danau

Page 25: kualitas pelayanan

  33

dan dikelilingi oleh pepohonan yang indah. Akan membuat kesan

orang-orang sebagai panti perawatan yang indah. Beberapa individu

mungkin menggambarkan buruk, namun hal ini disebabkan oleh

kurangnya pengalaman nyata mereka dengan objek tersebut.

Pandangan object determined ini akan citra mengasumsikan bahwa :

1. Orang-orang cenderung memiliki pengalaman langsung dengan

bojek-objek itu.

2. Orang memperoleh data inderawi yang handal dari objek

tersebut.

3. Orang-orang cenderung memproses data inderawi itu dalam

suatu cara tersendiri meskipun memiliki latar belakang dan

kepribadian yang berbeda-beda.

b. Teori yang lain memberlakukan bahwa citra adalah sebagian besar

person determined. Mereka yang memegang pendangan ini

beragumentasi bahwa :

1. Orang-orang memiliki tingkat-tingkat kontak dengan objek

tersebut, yang berbeda.

2. Orang-orang yangada dihadapan objek itu akan dengan selektif

merasakan aspek-aspek yang berbda dari objek tersebut.

3. Orang-orang memiliki cara tersendiri pemrosesan data inderawi,

menimbulkan distorsi selektif.

Page 26: kualitas pelayanan

  34

Untuk alasan-alasan ini, orang-orang mungkin mempunyai citra-

citra yang sangat berbeda dari suatu objek yang sama. Itu berarti

terdapat hubungan yang lemah antara citra dengan objek aktualnya.

Suatu citra dipengaruhi baik oleh ciri-ciri objektif objek tersebut dan

ciri-ciri subjektif dari yang merasakannya.

2.2.3 Faktor Penunjang Keberhasilan Citra

Keberhasilan perusahaan membangun citra dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor menurut Sutojo (2004, p45), dari sekian banyak

faktor tersebut lima diantaranya besar pengaruhnya. Kelima faktor

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Citra dibangun berdasarkan orientasi terhadap manfaat yang

dibutuhkan dan diinginkan kelompok sasaran.

Contohnya : Perusahaan boleh saja mempromosikan citra

apapun tentang diri dan produknya. Walaupun demikian

akhirnya kelompok sasaran jual yang akan menentukan

apakah citra itu nyata atau hanya “pepesan kosong” belaka.

2. Manfaat yang ditonjolkan cukup realistis.

Citra perusahaan yang ditonjolkan kepada kelompok sasaran

hendaknya realistis sehingga mudah dipercaya. Kelompok

sasaran cenderung bersikap sinis atau negatif terhadap

penonjolan citra perusahaan yang tidak realistis.

Page 27: kualitas pelayanan

  35

3. Citra yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan

perusahaan.

Oleh karena itu manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan

segmen-segmen kelompok sasaran dari perusahaan atau

produk beraneka warna. Idealnya perusahaan yang ingin

menarik beberapa segmen sekaligus menonjolkan lebih dari

saru jenis citra.

4. Mudah dimengerti kelompok sasaran

Kelompok sasaran tidak mempunyai banyak waktu untuk

memahami arti berbagai macam citra yang ditonjolkan oleh

banyak perusahaan. Oleh karena itu setiap perusahaan yang

ingin menonjolkan citranya wajib berusaha agar citra itu

mudah dipahami kelompok sasaran mereka. Salah satu cara

memudahkan kelompok sasaran memahami citra yang

ditonjolkan adalah membuat ilustrasi citra yang ditampilkan

sesingkat dan sesederhana mungkin.

5. Citra adalah sarana, bukan tujuan usaha

Faktor penting lainnya yang wajib disadari para pengusaha

adalah citra perusahaan atau produk/jasa yang mereka

bangun adalah sarana untuk mencapai tujuan usaha, dan

bukan tujuan usaha itu sendiri.

Page 28: kualitas pelayanan

  36

2.2.4 Citra Perusahaan

Citra Perusahaan (Corporate image) adalah citra dari suatu

organisasi secara keseluruhan. Citra perusahaan ini terbentuk oleh

banyak hal natara lain sejarah perusahaan, keberhasilan dibidang

keuangan, keberhasilan ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi

sebagai pencipta tenaga kerja, tanggung jawab sosial, komitmen

terhadap riset, dsb. Citra yang positif jelas akan menunjang dibidang

keuangan.

Menurut Lawrence L.Steinmetz yang dikutip Sutojo (2004,p1)

bagi perusahaan, citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat

terhadap jati diri perusahaan. Lawrence mengemukakan persepsi

seseorang terhadap perusahaan didasari atas apa yang mereka ketahui

atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Citra

perusahaan dibangun dan dikembangkan di dalam benak pelanggan

melalui sarana komunikasi dan pengalaman pelanggan (Andreasen,

1998, p11).

Mengembangkan citra yang kuat membutuhkan kreativitas dan

kerja keras. Citra tidak dapat ditanam dalam pikiran pelanggan dalam

waktu semalam dan disebarkan melalui satu media saja. Sebaliknya citra

itu harus dismpaikan melalui tiap sarana komunikasi yangtersedia dan

disebarkan terus-menerus. Citra mempunyai dampak pada persepsi

konsumen dan komunikasi dan operasi organisasi dalam berbagai hal

(Sutisna, 2001). Terdapat empat manfaat dari citra, antara lain :

Page 29: kualitas pelayanan

  37

1. Citra menceritakan harapan bersama dengan kampanye pemasar

eksternak seperti iklan, penjualan pribadi, dan komunikasi dari

mulut ke mulut. Citra berdampak pada adanya pengharapan.

2. Citra sebagai penyaring mempengaruhi persepsi pada kegiatan

perusahan, kualitas teknis dan khususnya fungsional dilihat dari

melalui saringan itu. Jika citra baik, maka citra menjadi pelindung.

3. Citra adalah fungsi dari pengalaman dan juga harapan konsumen.

4. Citra mempunyai pengaruh penting pada manajemen. Dengan kata

lain citra mempunyai dampak internal.

Menurut LeBlanc dan Nguyen (1998,p45) terdapat lima faktor

yang dapat mempengaruhi citra perusahaan pada perusahaan jasa :

1. Identitas perusahaan (Corporate Identity)

Dalam bukunya the company image, Elanor Selame mengatakan

identitas perusahaan adalah apa yang senyatanya ada pada atau

ditampilkan oleh perusahaan. Identitas merupakan pernyataan

singkat perusahaan kepada masyarakat tentang apa dan siapa mereka

itu. Identitas perusahaan dapat membedakan perusahaan yang satu

dengan yang lain. James R Gregory menyatakan identitas

perusahaan terdiri dari dua elemen pokok, yaitu nama dan logo

(Sutojo, 2004, p14). Menurut Sutojo (2004, p18) identitas

merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

keberhasilan pembentukan citra perusahaan di masyarakat. Identitas

Page 30: kualitas pelayanan

  38

perusahaan yang baik dan kuat merupakan pra-syarat membangun

citra baik perusahaan dikemudian hari.

2. Reputasi (Reputation)

Menurut LeBlanc dan Nguyen (1998, p47) di dalam International

journal of service industry management, reputasi adalah hal-hal yang

telah dilakukan oleh perusahaan. Menurut Shirley Harrison

(1998,p71) reputasi adalah hal yang telah dilakukan perusahaan dan

diyakini publik sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun

pihak lain seperti kinerja transaksi sebuah bank. Charles Frombun

(Frombun dan Van Riel, 2003) mendefinisikan reputasi perusahaan

sebagai gabungan antara tindakan masa lalu perusahaan.

3. Lingkungan fisik (Physical Environment)

Menurut LeBlanc dan Nguyen (1998, p47), lingkungan fisik dimana

pelayanan dihasilkan dan dikonsumsi sangatlah mempengaruhi

persepsi konsumen terhadap citra perusahaan.

4. Karyawan (Contact Personnel)

Performa karyawan dan interaksi karyawan melalui sikap mereka

yang berlangsung pada saat pelayanan diberikan mempengaruhi

hasil dari evaluasi pelayanan.Bitner et al. (1990), yang dikutip oleh

LeBlanc dan Nguyen (1998, p47), interaksi karyawan menjadi salah

satu hal penting dalam citra perusahaan.

Page 31: kualitas pelayanan

  39

Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang atau buruk.

Citra buruk dapat melahirkan dampak negatif bagi operasi bisnis

perusahaan. Ia juga melemahkan kemampuan perusahaan bersaing.

Citra perusahaan yang baik dan kuat mempunyai manfaat-manfaat

seperti berikut :

1. Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap

2. Menjadi perisai selama masa krisis

3. Menjadi daya tarik eksekutif handal

4. Penghematan efektifitas strategi pemasaran

5. Penghematan biaya operasional.

2.3 Kepuasan Pelanggan

2.3.1 Definisi Kepuasan Pelanggan

Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau

membuat sesuatu memadai (Tjiptono, 2005, p195). Sedangkan Kotler

(2003, p61) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau

kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi

kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Dari

definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan, yaitu adanya

perbandingan antara harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan

pelanggan. Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa

Page 32: kualitas pelayanan

  40

faktor, di antaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman

dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing.

Kepuasan merupakan sebuah fungsi persepsi terhadap suatu

produk atau jasa dan pengharapannya terhadap performance produk atau

jsa tersebut. Kotler (2000, p36) menyebutkan bahwa :

”Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or

disappointment resulting from comparing a product’s perceived

perfomance (or outcome) in relation to his or her expectations”.

Lebih jauh Assael (1994, p426) menyebutkan bahwa “A satisfied

customer is yout best sales person. Satisfied customer influence friends

and relative to buy, dissatisfied customers inhibitsales”.

Kepuasan pada pelanggan pada indusri jasa dipengaruhi oleh

kinerja karyawannya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Jati Pantja

(2005) yaitu kinerja karyawan berpengaruh secara signifikan terhadap

kepuasan pelanggan. Selanjutnya, kepuasan pelanggan berpengaruh

secara signifikan terhadap kepercayaan pelanggan dan kemudian

kepercayaan pelanggan berpengaruh secara signifikan terhadap

kesetiaan pelanggan.

Kotler (2000) menyebutkan bahwa apabila pelayanan berada

dibawah standar, maka pelanggan akan kehilangan kepuasannya,

sebaliknya kepuasan akan mencapai titik optimalnya apabila apa yang

didapatkannya sebanding atau lebih besar dari harapannya. Sementara

itu Kotler & Amstrong (1994) mengatakan bahwa mengukur kepuasan

Page 33: kualitas pelayanan

  41

konsumen bukan pekerjaan mudah, hal ini disebabkan karena, pertama

belum adanya tolak ukur kepuasan yang diberikan sebuah produk atau

jasa pada individu atau yang diberikan oleh aktivitas pemasaran, kedua

kepuasan yang diperoleh individu dari produk atau jasa yang baik harus

diimbangi oleh yang jelek, ketiga kepuasan yang dialami sewaktu

mengkonsumsi barang atau jasa tertentu, tergantung pada jumlah

pemilik lain terhadap barang atau jasa tersebut.

Pengukuran kepuasan pelanggan, Kotler (2000, p38) menyebut

sebagai “Tools for tracking and measuring customer satisfaction” dan

Tjiptono (1997, p34) dapat didefinisikan kedalam 4 metode sebagai

berikut yang salah satunya adalah survei kepuasan pelanggan. Metode

ini dilakukan oleh perusahaan dengan melakukan survei terhadap

pelangganya untuk mengukur kepuasannya terhadap produk asa yang

telah diterimanya. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan umpan balik

dari pelanggan, selanjutnya dapat dijadikan dasar pemikiran bagi

perusahaan untuk menentukan program perusahaan di masa mendatang.

Kotler (1995), menyebutkan survei adalah salah satu metode yang

paling banyak dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur kepuasan

pelanggan.

Teknik pengukuran kepuasan dapat dilakukan dengan beberapa

cara antara lain :

Page 34: kualitas pelayanan

  42

a. Responden diberikan kuesioner yang diisi dengan pertanyaan-

pertanyaan mengenai hal-hal yang diberikan dan berapa besat

penilaiannya terhadap jasa tersebut.

b. Responden diminta memberikan saran atau pendapat sehubungan

dengan pelayanan jasa yang diberikan perusahaan kepadanya.

c. Dengan membuat ranking atas pelayanan jasa yang diberikan

beserta saran dan komentar atas pelayanan tersebut (metode

importance analysis).

d. Secara langsung dengan memberikan pernyataan : sangat puas,

puas, cukup puas, hampir puas tidak puas dan sangat tidak puas.

Kotler (2008) menyebutkan bahwa, perusahaan yang ingin

unggul dalam pasar harus mengamati harapan pelanggannya, kinerja

perusahaan serta kepuasan pelanggan. Kepuasan merupakan sebuah

fungsi persepsi terhadap suatu produk atau jasa dan pengharapannya

terhadap performance produk atau jasa tersebut.

Perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal terutama

dengan berkembangnya teknologi transportasi telah melahirkan

paradigma baru dalam jasa trasnportasi. Persaingan telah memotivasi

manajemen untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan dengan

mengacu pada reorientasi management (management of change).

Daniels (2001, p465) menyebutkan bahwa “Companies should consider

different ways to pruduce the same product”.

Page 35: kualitas pelayanan

  43

Kepuasan pelanggan merupakan faktor terpenting dalam

berbagai kegiatan bisnis. Kepuasan pelanggan adalah tanggapan

konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara

harapan yang sebelumnya dengan kinerja produk/jasa yang dirasakan.

Menurut Willie dalam Tjiptono (1997, p24) mendefinisikan

bahwa kepuasan pelanggan sebagai “suatu tanggapan emosional pada

evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa”.

Sedangkan menurut Gerso Ricard (2000, p3) menyatakan bahwa

“Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya

telah terpenuhi atau terlampaui.” Kesimpulan yang dapat diambil dari

definisi-definisi di atas adalah bahwa pada dasarnya pengertian

kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dengan hasil

dari kinerja yang dirasakan.

Kotler (2004, p10) yang menyatakan bahwa kepuasan

pelanggan yaitu tingkatan dimana anggapan kinerja (perceived

performance) produk akan sesuai dengan harapan seorang pelanggan.

Bila kinerja produk jauh lebih rendah dibandingkan harapan pelanggan,

pembelinya tidak puas. Sebaliknya bila kinerja sesuai dengan harapan

atau melebihi harapan, pembelinya merasa puas atau merasa puas atau

merasa amat gembira.

Seiring dengan pendapat diatas Purnomo (2003, p195)

mengartikan kepuasan pelanggan sebagai “Perbedaan antara harapan

dan kinerja atau hasil yang diharapkan”, maksudnya bahwa kepuasan

Page 36: kualitas pelayanan

  44

pelanggan tercipta jika pelanggan merasakan output atau hasil

pekerjaan sesuai dengan harapan, atau bahkan melebihi harapan

pelanggan.

Definisi kepuasan pelanggan juga dipaparkan oleh Tse dan

Wilson (dalam Nasution, 2004, p104) bahwa kepuasan atau

ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi

ketidaksesuaian atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan

sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah

pemakaian. Artinya bahwa pelanggan akan merasa puas bila hasilnya

sesuai dengan yang diharapkan dan sebaliknya pelanggan akan merasa

tidak puas bila hasilnya tidak sesuai dengan harapan, sebagai contoh

seorang pelanggan puas dengan kinerja sebuah bank maka pelanggan

tersebut tidak akan terus menabung maka sebaliknya bila tidak puas

maka akan menutup rekening di bank tersebut dan pindah ke bank yang

lain. Sesuai dengan pendapat Kuswadi (2004, p6) kepuasan pelanggan

yaitu perbedaan antara harapan pelanggan dan persepsi pelanggan

terhadap apa yang diberikan perusahaan.

Menurut Amir (2005, p13) kepuasan pelanggan adalah sejauh

mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived) sesuai dengan apa

yang diharapkan pelanggan. Kemudian secara sederhana kepuasan

pelanggan adalah sebuah produk atau jasa yang dapat memenuhi atau

melampaui harapan pelanggan, bisanya pelanggan merasa puas

Page 37: kualitas pelayanan

  45

(Gerson, 2002, p5), contohnya seorang pelanggan akan selalu membeli

di toko A karena memenuhi semua kebutuhan atau harapannya.

Dari berbagai pendapat yang dilontarkan para ahli bisa

disimpulkan definisi kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku

yang ditunjukkan oleh pelanggan dengan membandingkan antara

kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang

dirasakan dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, kurang puas

bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila sesuai dengan harapan,

pelanggan akan puas dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan

sangat puas.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

Menurut Zheithaml and Bitner (2003, p87) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, antara lain:

1. Fitur produk dan jasa. Kepuasan pelanggan terhadap produk atau

jasa secara signifikan dipengaruhi oleh evaluasi pelanggan terhadap

fitur produk atau jasa. Untuk jasa perbankan, fitur yang penting

meliputi karyawan yang sangat membantu dan sopan, ruang

transaksi yang nyaman, sarana pelayanan yang menyenangkan, dan

sebagainya. Dalam melakukan studi kepuasan, banyak perusahaan

menggunakan kelompok fokus untuk menentukan fitur dan atribut

penting dari jasa dan kemudian mengukur persepsi pelanggan

terhadap fitur tersebut. Penelitian juga menunjukkan bahwa

Page 38: kualitas pelayanan

  46

pelanggan jasa akan membuat trade-off antara fitur jasa yang

berbeda (misalnya, tingkat harga dengan kualitas, atau dengan

keramahan karyawan), tergantung pada tipe jasa yang dievaluasi

dan tingkat kekritisan jasa.

2. Emosi pelanggan. Emosi juga dapat mempengaruhi persepsi

pelanggan terhadap produk atau jasa. Emosi ini dapat stabil, seperti

keadaan pikiran atau perasaan atau kepuasan hidup. Pikiran atau

perasaan pelanggan (good mood atau bad mood) dapat

mempengaruhi respon pelanggan terhadap jasa. Emosispesifik juga

dapat disebabkan oleh pengalaman konsumsi, yang mempengaruhi

kepuasan pelanggan terhadap jasa. Emosi positif seperti perasaan

bahagia, senang, gembira akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Sebaliknya, emosi negatif seperti kesedihan, duka, penyesalan dan

kemarahan dapat menurunkan tingkat kepuasan.

3. Atribusi untuk keberhasilan atau kegagalan jasa. Atribusi –

penyebab yang dirasakan dari suatu peristiwa – mempengaruhi

persepsi dari kepuasan. Ketika pelanggan dikejutkan dengan hasil

(jasa lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan), pelanggan

cenderung untuk melihat alasan, dan penilaian mereka terhadap

alasan dapat mempengaruhi kepuasan. Misalnya, ketika nasabah

gagal menarik uang dari ATM maka ia akan mencari alasan

mengapa ATM tidak dapat berfungsi. Apabila tidak berfungsinya

Page 39: kualitas pelayanan

  47

ATM disebabkan oleh matinya aliran listrik PLN maka hal ini tidak

akan mempengaruhi kepuasannya terhadap bank tertentu.

4. Persepsi terhadap kewajaran dan keadilan (equity and fairness).

Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh persepsi pelanggan

terhadap kewajaran dan keadilan. Pelanggan bertanya pada diri

mereka: Apakah saya diperlakukan secara baik dibandingkan

dengan pelanggan lain? Apakah pelanggan lain mendapat

pelayanan yang lebih baik, harga yang lebih baik, atau kualitas jasa

yang lebih baik? Apakah saya membayar dengan harga yang wajar

untuk jasa yang saya beli? Dugaan mengenai equity dan fairness

adalah penting bagi persepsi kepuasan pelanggan terhadap produk

atau jasa.

5. Pelanggan lain, keluarga, dan rekan kerja. Kepuasan pelanggan

juga dipengaruhi oleh orang lain. Misalnya, kepuasan terhadap

perjalanan liburan keluarga adalah fenomena yang dinamis,

dipengaruhi oleh reaksi dan ekspresi oleh anggota keluarga selama

liburan. Kemudian, apakah ekspresi kepuasan atau ketidakpuasan

anggota keluarga terhadap perjalanan dipengaruhi oleh cerita yang

diceritakan kembali diantara keluarga dan memori mengenai suatu

peristiwa.

Page 40: kualitas pelayanan

  48

2.4 Loyalitas Pelanggan

2.4.1 Definisi Pelanggan

Definisi customer (pelanggan) berasal dari kata custom, yang

didefinisikan sebagai “membuat sesuatu menjadi kebiasan atau biasa”

dan : mempraktikan kebiasan”. Pelanggan adalah seseorang yang

menjadi terbiasa untuk membeli. Kebiasan itu terbentuk melalui

pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu,

tanpa adanya hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang

tersebut bukanlah pelanggan, ia adalah pembeli. Pelanggan yang sejati

tumbuh seiring dengan waktu (Griffin, 2005, p31).

2.4.2 Definisi loyalitas Pelanggan

Menurut Oliver (1996) dalam Hurriyati (2005, p128)

mengungkapkan definisi loyalitas pelanggan sebagai berikut

“Customer loyalty is deefly held commitment to rebuy or

repartronize a preferred product or service consistenly in the

future, despite situational influences and marketing efforts

having the potential to cause swtiching behaviour”

Dari definisi di atas terlihat bahwa loyalitas adalah komitmen

pelanggan yang bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali

atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten

Page 41: kualitas pelayanan

  49

dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha

pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku.

Menurut Griffin (2004) yang dikutip oleh Hurriyati (2005, p129)

definisi loyalitas adalah :

“Loyalty is defined as non random purchase expressed over time

by some decision making unit” berdasarkan definisi tersebut

dapat di jelaskan bahwa loyalits lebih mengacu pada wujud

perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan

pembelian secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu

perusahaan yang dipilih.

Loyalitas dapat dicapai melalui dua tahap : (1) perusahaan harus

mempunyai kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada

konsumennya agar konsumen mendapatkan suatu pengalaman positif,

berarti pembelian ulang diprioritaskan pada penjualan sebelumnya. (2)

perusahaan harus mempunyai cara untuk mempertahankan hubungan

yang lebih jauh dengan konsumennya dengan menggunakan strategi

Forced Loyalty (kesetiaan yang dipaksa) supaya konsumen mau

melakukan pembelian ulang, (Kotler, 2001).

Menurut Griffin (2005, p11) loyalitas yang meningkat dapat

menghemat biaya perusahaan sedikitnya di 6 bidang :

1. Biaya pemasaran menjadi berkurang (biaya pegambil alihan

pelanggan lebih tinggi daripada biaya mempertahankan

pelanggan).

Page 42: kualitas pelayanan

  50

2. Biaya transaksi menjadi lebih rendah, seperti negosiasi

kontrak dan pemrosesan order.

3. Biaya perputaran pelanggan (customer turnover) menjadi

berkurang (lebih sedikit pelanggan hilang yang harus

digantikan).

4. Keberhasilan cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan

pangsa pelanggan lebih besar.

5. Pemberitahuan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif;

dengan sumsi para pelanggan yang loyal juga merasa puas.

6. Biaya kegagalan menjadi menurun (seperti biaya

penggantian).

2.5 Hasil Penelitian Relevan

Kajian terhadap hasil penelitian terdahulu yang relevan dimaksudkan untuk

memberikan gambaran tentang posisi dan kelayakan penelitian tennag kontribusi

Kualitas Pelayanan dan Citra Perusahaan Terhadap Kepuasan Pasien Pada Rumah

Sakit Pusat Pertamina. Selain itu dimaksudkan pula untuk memberi gambaran tentang

perbedaan fokus masalah dan hasil dari penelitian.

1. Rustika (2008) hasil penelitian tentang “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan

Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Matahari Departement Store Matahari di

Solo Grand Mall” ditemukan bahwa :

Page 43: kualitas pelayanan

  51

Berdasarkan hasil analisis regresi binary logistic diperoleh bahwa variabel

independen yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan

empati berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Hasil uji

koefisien regesi diperoleh bahwa semua variabel independen yang terdiri dari

bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati signifikan terhadap

kepuasan konsumen. Dari hasil uji ekspektasi B atau Exp (B) diketahui bahwa

kontribusi yang diberikan variabel empati terhadap kepuasan konsumen yang

paling besar dibandingkan variabel bukti fisik, keandalan, daya tanggap, dan

jaminan. Hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai Exp (B) = 2,489 yang paling

besar dari nilai Exp (B) variabel yang lain. Hal ini juga dapat dilihat dari besarnya

nilai koefisien beta variabel empati paling besar yaitu 0, 912.

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yaitu dalam pemilihan variabel

yang seperti disebutkan dalam penelitian ini, hal tersebut disebabkan masih

terbatasnya penelitian yang menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap

kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen yang diteliti dalam penelitian ini

terbatas hanya pada satu tempat, sehingga peneliti tidak melakukan uji

perbandingan kepuasan konsumen lebih dari satu tempat penelitian.

Untuk meningkatkan kepuasan konsumen Matahari Departemen Store di Solo

Grand Mall perlu adanya tindakan antara lain:

a. Saran untuk perusahaan

Dikarenakan empati adalah faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi

tingkat kepuasan konsumen, maka disarankan kepada seluruh pegawai

Matahari Departemen Store di Solo Grand Mall untuk lebih memperhatikan

Page 44: kualitas pelayanan

  52

pendekatan individu dengan konsumen, sehingga dapat terjadi hubungan

emosional yang baik dengan konsumen. Rasa tanggap terhadap kebutuhan

konsumen harus dimiliki oleh setiap pegawai sehingga konsumen tidak perlu

repotrepot menanyakan barang yang diinginkan, tetapi karyawan telah

menyediakan sebelum konsumen menanyakannya. Pelayanan konsumen lebih

ditingkatkan dengan tidak membedakan status sosial.

b. Meningkatkan kondisi gedung Matahari Departemen Store yang bersih,

nyaman dengan interior yang menarik, melengkapi fasilitas pendukung

(kamar pas, kasir, parkir, escalator, keamanan, AC), menjaga penampilan dan

ketrampilan pegawai.

c. Meningkatkan pelayanan yang tepat waktu, kemudahan pembayaran di kasir

yang dapat dilakukan secara cash atau menggunakan kartu kredit dan kartu

ATM, program promosi (diskon, program pada eventevent tertentu)

dilaksanakan sesuai program yang diadakan, fasilitas kartu member/anggota

(MCC) dapat digunakan sesuai dengan fungsinya (mendapatkan poin untuk

kemudian dapat ditukar dengan voucer belanja).

d. Meningkatkan kecepatan pegawai dalam menanggapi permintaan konsumen,

selalu bersedia membantu kesulitan konsumen, menyelesaikan keluhan

konsumen dengan tepat, memberikan informasi dengan jelas sesuai dengan

kebutuhan konsumen.

e. Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam menangani keluhan

konsumen, memberikan pelayanan dengan ramah dan sopan, kualitas produk

Page 45: kualitas pelayanan

  53

yang dijual sesuai dengan yang dipromosikan, harga yang terpasang pada

produk sesuai dengan harga yang dibayarkan.

2. Hatane (2005) hasil penelitian tentang “Pengaruh Kepuasan Konsumen terhadap

Kesetiaan Merek pada Restoran the Prime Steak & Ribs, ditemukan bahwa :

Penelitian kepuasan konsumen diukur melalui Attributes related to the product,

Attributes related to the service, Attributes related to the purchase, kesetiaan

merek diukur melalui habitual behaviour switching cost, satisfaction, liking of the

brand, dan commitment. Hasil penelitian mengungkapakan bahwa kepuasan

konsumen di The Prime Steak & Ribs mendapat penilaian yang cenderung baik,

beberapa atribut masih mempunyai variasi penilaian yang tinggi, dan terdapat

hubungan pengaruh positip yang signifikan antara kepuasan konsumen dengan

kesetiaan merek, dengan demikian hasil penelitian mendukung konsep teori

tentang kesetiaan merek.