kualitas air

22
STUDI KUALITAS AIR UNTUK PENGELOLAAN TAMBAK DI KABUPATEN BREBES, PROVINSI JAWA TENGAH Rezki Antoni Suhaimi* 1 1 Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jalan Makmur Daeng Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan *E-mail: [email protected] ABSTRAK: Wilayah Kabupaten Brebes terletak di bagian paling barat dari Propinsi Jawa Tengah, memiliki potensi daerah pantai yang meliputi Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Losari dengan luas lahan pertambakan 12748.16 Ha, dengan jumlah petambak sebanyak 4.027 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012, pengambilan sampel dilakukan di kecamatan yang terletak di pesisir Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tangah. Pengkuran dan pengambilan contoh air dilakukan di sungai, laut, saluran dan tambak. Peubah kualitas air yang diukur langsung dilapangan adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH, untuk parameter lainnya di analisis di laboratorium. Seluruh titik-titik pengambilan sampel ditentukan titik koordinatnya dengan menggunakan Global Position System (GPS). Nilai rata-rata Suhu, salinitas, oksigenterlarut, pH, NO3, NO2, NH3, PO4, Bahan Organik Total, Muatan Padatan Tersuspensi di air Tambak Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah berturut-turut: 30,526 o C, 39,779 ppt, 3,896 mg/L, 8,270 mg/L, 0,391 mg/L, 0,059 mg/L, 0,245 mg/L, 0,154 mg/L, 27,515 mg/L, 86,704 mg/L. secara umum kualitas air tambak di Kabupaten Brebes masih mendukung untuk dilaksanakan budidaya Udang Windu dan Ikan Bandeng. KATA KUNCI: Kabupaten Brebes, Kualitas Air, Tambak

description

kualitas air yang mendukung budidaya tambak

Transcript of kualitas air

STUDI KUALITAS AIR UNTUK PENGELOLAAN TAMBAK DI KABUPATEN BREBES, PROVINSI JAWA TENGAH

Rezki Antoni Suhaimi*11

Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jalan Makmur Daeng Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan *E-mail: [email protected]

ABSTRAK: Wilayah Kabupaten Brebes terletak di bagian paling barat dari Propinsi Jawa Tengah, memiliki potensi daerah pantai yang meliputi Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Losari dengan luas lahan pertambakan 12748.16 Ha, dengan jumlah petambak sebanyak 4.027 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012, pengambilan sampel dilakukan di kecamatan yang terletak di pesisir Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tangah. Pengkuran dan pengambilan contoh air dilakukan di sungai, laut, saluran dan tambak. Peubah kualitas air yang diukur langsung dilapangan adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH, untuk parameter lainnya di analisis di laboratorium. Seluruh titik-titik pengambilan sampel ditentukan titik koordinatnya dengan menggunakan Global Position System (GPS). Nilai rata-rata Suhu, salinitas, oksigenterlarut, pH, NO3, NO2, NH3, PO4, Bahan Organik Total, Muatan Padatan Tersuspensi di air Tambak Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah berturut-turut: 30,526 oC, 39,779 ppt, 3,896 mg/L, 8,270 mg/L, 0,391 mg/L, 0,059 mg/L, 0,245 mg/L, 0,154 mg/L, 27,515 mg/L, 86,704 mg/L. secara umum kualitas air tambak di Kabupaten Brebes masih mendukung untuk dilaksanakan budidaya Udang Windu dan Ikan Bandeng. KATA KUNCI: Kabupaten Brebes, Kualitas Air, Tambak

PENDAHULUAN

Wilayah Kabupaten Brebes terletak di bagian paling barat dari Propinsi Jawa Tengah dengan batas sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tegal dan Kota Tegal, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyumas dan sebelah barat

dengan Wilayah Cirebon. Secara Topografis wilayah Kabupaten Brebes memiliki potensi daerah pantai yang meliputi Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Losari dengan luas lahan pertambakan 12748.16 Ha, dengan jumlah petambak sebanyak 4.027 orang (Anonim, 2011) Produk yang dibudidayakan di Kabupaten Brebes pada umumnya adalah ikan bandeng dan udang. Bahkan sekitar tahun 1990-an, usaha tambak Bandeng dan Udang adalah primadona bagi masyarakat pesisir Kabupaten Brebes. Namun, penggunaan racun yang berlebihan telah membuat turunnya kualitas tambak di Kabupaten Brebes. Sehingga untuk selanjutnya budidaya tambak perlu memperhatikan daya dukung lahan. Pengembangan tambak yang melampaui daya dukung lingkungan akan tentunya akan membuat potensi tambak tidak akan menghasilkan output yang optimal, dan jika dibiarkan akan mempengaruhi kondisi air dan tanah pertambakan. Pengembangan budidaya ditambak masih menemui berbagai masalah di antaranya adalah tata ruang lahan untuk budidaya ditambak belum ditata dengan baik, sehingga dibutuhkan informasi tentang kondisi lahan, baik lahan yang telah ada maupun lahan potensial untuk usaha ekstensifikasi lahan budidaya ditambak. Menurut Poernomo (1988) untuk meningkatkan penanganan atau dalam upaya mengembangkan sistem pengelolaan tambak, maka perlu diukur beberapa kriteria yang meliputi beberapa parameter lingkungan yang berpengaruh dalam pengolahan tambak, sehingga lahan untuk suatu usaha budidaya ditambak harus memenuhi persyaratan teknis, fisik dan ekologis. Karena itu sangat penting untuk melakukan perencanaan dalam penetapan suatu area menjadi lahan tambak dengan cara mengevaluasi tata guna lahan dan kesesuaian lahan sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal dan tetap ramah lingkungan Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem informasi yang mampu mengintegrasikan berbagai data, baik data spasial maupun nonspasial, melalui berbagai pengolahan. Teknologi SIG dibutuhkan untuk memperbaiki kesesuaian pengolahan wilayah dan sekaligus merupakan bahan masukan bagi pengambilan keputusan dalam rangka mendukung pengembangan wilayah (Puntodewo, 2003). Anggoro (1983) menyatakan bahwa tambak merupakan suatu ekosistem perairan di wilayah pesisir yang dipengaruhi oleh teknis budidaya, tata guna lahan dan dinamika hidrologi perairan di sekitarnya. Karena organisme yang dibudidayakan ditambak hidup dalam badan air, maka kualitas air merupakan factor penentu keberhasilan budidaya di tambak. Kualitas air yang baik untuk

buddaya di tambak jika air dapat mendukung kehidupan organisme akuatik dan jasad makanannya pada setiap stadium pemeliharaan. Peubah kualitas air yang penting untuk budidaya tambak adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, kecerahan, NH4 , NO2 , NO3 , PO4 dan padatan tersuspensi (Mustafa A. et. al., 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas perairan di tambak Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan berkelanjutan terhadap budidaya tambak Udang Windu dan Ikan Bandeng di Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012, pengambilan sampel dilakukan di kecamatan yang terletak di pesisir Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tangah. Sumber data yang digunakan adalah Citra ALOS (Advanced Land Observing Satellite) AVNIR-2 akuisisi 2010, serta peta administratif dari Bakosurtanal. Pengkuran dan pengambilan contoh air dilakukan di sungai, laut, saluran dan tambak. Peubah kualitas air yang diukur langsung dilapangan adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH dengan menggunakan HydrolabMinisonde. Seluruh titik-titik pengambilan sampel ditentukan titik koordinatnya dengan menggunakan Global Position System (GPS). Contoh air untuk analisis di laboratorium diambil dengan menggunakan Kmerer Water Sampler dan direservasi mengikuti petunjuk APHA (2005). Peubah kualitas air yang dianalisis di Laboratorium BPPBAP di Maros meliputi : NH4, NO3, NO2, SO4, Fe dan padatan tersuspensi total mengikuti petunjuk mengikuti petunjuk Menon (1973), Parsons et al. (1989), APHA (2005) serta Sutrisyani dan Rohani (2009). Analisis dan pengolahan data Sistem Informasi Geografis di Lakukan di Laboratorium Pemetaan Balai penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros.

Gambar 1. Peta titik-titik pengambilan contoh air di kawasan pertambakan Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.

Data kualitas air dianalisis dengan metode statistik klasik untuk mendapatkan minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi berdasarkan petunjuk Sokal dan Rohlf (1981). Metode Kriging (Morain, 1999) dalam Program ArcGIS 9.3 digunakan dalam interpolasi

terhadap data air yang ada untuk mendapatkan distribusi spasial setiap peubah kualitas air.

HASIL DAN BAHASAN Kabupaten Brebes merupakan daerah yang memiliki areal tambak terluas diJateng yaitu seluas 12748.16 Ha, dengan jumlah petani tambak (petambak) sebanyak 4.027 orang (Anonim, 2011). Produk yang dibudidayakan pada umumnya adalah ikan bandeng dan udang. Wilayah perikanan budidaya tambak di Kabupaten Brebes sepanjang Pantura meliputi 5

kecamatan,yaitu Kecematan Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung dan Losari (Gambar. 1). Windu dan Bandeng adalah komoditas budidaya yang hidup di kolom air, sehingga kualitas air menjadi faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan budidaya. Peubah kualitas air yang penting untuk budidaya tambak adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, kecerahan, NH4 , NO2 , NO3 , PO4 dan padatan tersuspensi (Mustafa A. et. al., 2008).

Kondisi kualitas perairan tambak tentunya tidak lepas terhadap sumber air bagi tambak (laut dan sungai). Jarak dari sumber air tidak hanya berpengaruh terhadap kuantitas air tetapi juga kualitas air. Pengaruh jarak dari sumber air terhadap kondisi air tambak, juga ditentukan oleh kemiringan lereng, elevasi serta perbedaan pasang surut (Mustafa A. et. al., 2008). Sebagai Negara tropis, iklim juga turut mempengaruhi kondisi kualitas air pada lokasi budidaya. Akan tetapi perbedaan kondisi kualitas perairan tidak akan terlalu ekstrim walau terjadi pergantian musim.

Tabel 1. Statistik deskriptif kualitas air di kawasan pertambakan Kabupaten Brebes, {rovinsi Jawa Tengah Minimum Suhu ( c) Salinitas (ppt) Do (mg/l) pH No3 (mg/l) No2 (mg/l) Nh3 (mg/l) Po4 (mg/l) Bot (mg/l) Tss (mg/l)o

Maksimum 36.250 70.740 7.620 9.590 4.583 2.813 1.681 1.886 56.280 1662.000

Rata-rata 30.526 39.779 3.896 8.270 0.391 0.059 0.245 0.154 27.515 86.704

Standar Deviasi 2.374 12.476 1.232 6.464 0.746 0.307 0.245 0.273 11.569 203.848

24.310 14.810 1.530 6.240 0.018 0.000 0.000 0.000 2.528 2.000

Suhu Suhu air yang layak untuk budidaya udang windu berkisar antara 26 oC dan 32 oC dan optimumnya antara 29 oC dan 30 oC (Rachmansyah et. al., 2010). Lebih lanjut dikatakan bahwa pada suhu 26 oC 30 oC pertumbuhan udang windu relatif cepat dengan sintasan yang relatif tinggi. Suhu air yang baik untuk budidaya bandeng adalah 27 oC 31 oC. Sedangkan Raharjo A. B. (2003), dikatakan bahwa udang windu dapat hidup pada suhu 14 oC 40 oC, tetapi kisaran optimum untuk pertumbuhannya adalah 26 oC 32 oC. Didalam tambak suhu dapat mempengaruhi aktifitas fotosintesa alga serta kelarutan gas-gas yang berada didalamnya. Suhu air sangat berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tambak, yang akibatnya mempengaruhi fisiologis kehidupan organisme budidaya, secara umum laju

pertumbuhan udang akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai pada batas-batas tertentu (Iriani, 2004). Secara umum kondisi suhu pada air tambak Kabupaten Brebes, masih dalam kondisi yang bias digunakan untuk budidaya Windu dan Bandeng (Tabel 1, Gambar 2)

Gambar 2. Peta distribusi spasial suhu air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Salinitas Salinitas adalah jumlah total material padat dalam garam yang terkandung dalam satu kilogram air laut bila karbonat telah dikonversi menjadi oksida, bromida dan iodida diganti dengan khlorida dan bahan organik telah dioksidasi secara sempurna (Boyd, 1995). Udang windu, dan Ikan Bandeng merupakan organisme yang eurihaline, namun karena dibudidayakan untuk tujuan komersial, maka kisaran salinitas yang optimum perlu dipertahankan. Udang windu mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas 3 45 ppt, namun untuk pertumbuhan optimum diperlukan salinitas 15 -25 ppt, ikan bandeng tumbuh optimum pada salinitas 15 25 ppt (Rachmansyah et. al., 2010). Dari data pengukuran langsung di air tambak Kabupaten Brebes, diperoleh nilai suhu yang berkisar antara 18.810 70.740 ppt, dengan rata-rata salinitas sebesar 39.779 ppt (Tabel

1, Gambar 3). kadar salinitas rata-rata ini termasuk tinggi untuk budidaya Udang Windu dan ikan Bandeng. Nilai ini disebabkan pada saat pengukuran, Kabupaten Brebes sedang mengalami musim kering, sehingga penguapan yang terjadi sangat besar dan tidak sebanding dengan input air yang masuk ke tambak. Artinya, sirkulasi air tambak sangat dibutuhkan untuk menjaga nilai sallinitas tambak tetap pada kondisi yang optimal untuk budidaya.

Gambar 3. distribusi spasial salinitas air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut sangat esensial bagi pernafasan dan merupakan salah satu komponen utama dalam metabolisme akuatik. Kebutuhan organism akan oksigen terlarut sangat bervariasi tergantung pada jenis , stadium dan aktivitasnya. Kebutuhan minimum udang windu akan oksigen terlarut adalah 2 mg/L. batas oksigen terlarut untuk udang windu adalah 3 10 mg/L dan optimum 4 7 mg/L, sedangkan oksige terlarut 3 8 mg/L memberikan pertumbuhan yang baik pada ikan bandeng (Mustafa A. et. al. 2008). Dengan konsentrasi oksigen terlarut 1-5 mg/L dalam waktu yang sangat lama menyebabkan pertumbuhan udang windu menjadi lambat, konsentrasi oksigen terlarut 5 mg/L sampai jenuh adalah kondisi terbaik untuk pertumbuhan udang windu (Boyd, 1995).

Kondisi air tambak Kabupaten Brebes yang mempunyai rata-rata nilai oksigen terlarut sebesar 3.896 mg/L, tergolong masih memungkinkan untuk dilaksanakannya budidaya di Tambak Kabupaten brebes. Untuk sebaran dan spasial dari nilai oksigen terlarut air tambak kabupaten Brebes dapat dilihat pada tabel 1 dan Gambar 4.

Gambar 4.

Peta distribusi spasial Oksigen Terlarut (DO) air tambak Kabupaten Brebes,

Provinsi Jawa Tengah. Derajat keasaman (pH) Batas toleransi organisme akuatik terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas,serta jenis dan stadium organisme. Kisaran pH yang baik untuk udang windu adalah 7,5 8,5 dengan optimum 8,0 8,5. Pertumbuhan ikan bandeng yang baik dijumpai pada pH 7,0 8,5 (Mustafa A. et. al., 2008). Pada umumnya pH air yang baik bagi organism akuatik adalah 6,5 9,0, pada pH 9,5 11 dan 4,0 6,0 mengakibatkan produksi rendah dan jika lebih rendah dari 3,0 atau lebih tinggi dari 11,0 akan meracuni ikan (Rachmansyah et. al.,2010). Pengukuran insitu terhadap nilai pH air tambak Kabupaten Brebes menunjukkan nilai yang netral dan memungkinkan untuk budidaya tambak (Tabel 1, Gambar 5)

Gambar 5. Peta distribusi spasial pH air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Nitrat (NO3) Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik adalah nitrat (NO3), ammonium (NH4), dan gas nitrogen (N2). Nitrat adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan nutrient utama organisme akuatik. Nitrogen oksida berupa NO3 terdapat diatmosfer dan selanjutnya turun ke bumi bersama air hujan yang berdampak pada tingginya kandungan NO3 air pada musim hujan. Air hujan mengandung NO3 sekitar 0,3 mg/L (Effendi, 2003). Untuk melihat sebaran Nitrat pada ait tambak klabupaten Brebes, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 6.

Gambar 6. Peta distribusi spasial NItrat (NO3) air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Nitrit (NO2) Nitrit (NO2) merupakan bentuk peraliahan antara NH3 dan NO3 (nitrifikasi) dan NO3 dan N2 (denitrifikasi). Seperti halnya NH3, maka NO2 juga beracun pada terhadap ikan, karena menoksidasikan besi (Fe) di dalam hemoglobin. Dalam bentuk ini kemampuan darah untuk mengikat oksigen terlarut sangat merosot. Pada udang yang darahnya mengandung tembaga (Cu) (hemocyanin) terjadi oksidasi Cu oleh NO2 dan memberikan akibat yang sama pada ikan (Mustafa A. et. al., 2008). Perairan alami mengandung NO2 sekitar 0,001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,060 mg/L (Effendi, 2003). Diperairan, kandungan NO2 jarang melebihi 1 mg/L. kandungan NO2 yang lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik yang sangat sensitif (Mustafa A. et. al., 2008). Sedangkan di tambak nitrit (NO 2) diatas 0,1 mg/L sudah mengganggu pertumbuhan udang (Banun S. et. al., 2007). Pada air tambak Kabupaten Brebes diperoleh nilai Nitrit maksimum sebesar 2.813 mg/L dengan rata-rata 0.059 mg/L (Tabel 1, gambar 7). Nilai ini masih memungkinkan untuk dilaksanakannya budidaya Udang Windu dan Ikan Bandeng .

Gambar 7. Peta distribusi spasial Nitrit (NO2) air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Fosfor (PO4) Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada Adenosine Triphosphate (ATP) dan Adenosine Diphosphate (ADP). Fosfat (PO4) merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Kandungan fosfat pada perairan alami berkisar antara 0,005 0,020 mg/L, sedangkan pada air tanah biasanya berkisar antara 0,02 mgL (Effendi, 2003). Kandungan PO4 jarang melebihi 1 mg/L, meskipun pada perairan eutrof. Kandungan PO4 pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/L (Mustafa A. et. al., 2008). Pada perairan dengan kadar phosphate antara 0,1010 0,2000 mg/L menandakan bahwa perairan tersebut mempunyai kesuburan yang baik sekali (Raharjo A. B. 2003). Nilai rata-rata kandungan fosfor sebesar 0,154 mg/L menunjukkan bahwa kondisi kesuburan air Tambak Kabupaten Brebes tergolong baik (Tabel 1, Gambar 8).

Gambar 8. Peta distribusi spasial fosfor (PO4) air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Amonia (NH3) Amonia dapat berada dalam bentuk molekul (NH3) atau bentuk ion NH4, dimana NH3 lebih beracun daripada NH4 (Poernomo, 1988). NH3 dapat menembus bagian membran sel lebih cepat daripada NH4. KandunganNH3 0,05-0,20 mg/L sudah menghambat pertumbuhan organisme akuatik pada umumnya. Apabila kandungan NH3 lebih dari 0,2 mg/L, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Swayer dan McCarty, 1978). Kandungan NH3 air tambak di Kabupaten Brebes berkisar 0,000 sampai 1,681 mg/L dengan rata-rata 0,245 mg/L (Tabel 1, Gambar 9). Chanratchakool et al. (1995) menyatakan bahwa kandungan amonia yang diperkenankan untuk budidaya udang windu adalah kurang dari 0,1 mg/L. Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kandungan NH3 yang terlalu tinggi, karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan sufokasi.

Gambar 9. Peta distribusi spasial Amonia (NH3) air tambak pertambakan Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.

Padatan Tersuspensi Total Padatan tersuspensi total dapat mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Konsentrasi padatan tersuspensi total yang disarankan adalah tidak melebihi 1.000 mg/L untuk menjamin keberhasilan usaha budidaya perikanan (Mustafa A. et. al., 2008). Padatan tersuspensi total berupa lumpur, pasir halus dan jasad renik yang melayanglayang di perairan. Pada air tambak kabupaten Brebes, didapat nilai TSS antara 2,000 mg/L sampai dengan 1662 mg/L dengan rata-rata 86.704 mg/L (Tabel 1, Gambar 10). Jika dilihat secara umum, air tambak Kabupaten Brebes masih mempunyai nilai TSS yang wajar untuk budidaya, walau ada beberapa yang mempunyai kadar TSS yang tinggi.

Gambar 10.

Peta distribusi spasial Muatan Padatan Tersuspensi (TSS) air tambak

pertambakan Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.

Bahan Organik Total Kondisi bahan organik total dalam air tambak Kabupaten Brebes berkisar antara 2,528 mg/L sampai 56,280 mg/L dengan rata-rata sebesar 27,15 mg/L (Tabel 1, Gambar 11). Bahan organik total dalam tambak dapat berasal dari pakan yang tidak dikonsumsi oleh organisme yang dibudidayakan, kotoran organisme yang dibudidayakan, kematian plankton atau tanaman air, dan bahan organik yang masuk pada saat pergantian air. Kandungan bahan organik total yang melebihi 60 mg/L sudah menunjukkan kualitas air tambak yang menurun (Mustafa A. et. al., 2008). Bahan organik total merupakan sumber terjadinya senyawa yang dapat meracuni organisme yang dibudidayakan dalam proses anaerob atau reaksi reduksi. Nilai bahan organik total yang tinggi akan meningkatkan populasi Vibrio sp. yang menguraikan sampah organik tersebut. Sulfur reducing bacteria (SRB) merupakan bakteri anaerob yang hanya mampu menguraikan asam lemak rantai pendek dan alkohol sederhana yang diproduksi oleh bakteri fermentasi sebagai sumber karbon organik. Selanjutnya hasil fermentasi ditransportasi menuju zona reduksi sulfat dan bakteri menggunakan sulfat sebagai oksidan untuk mengoksidasi hasil fermentasi menjadi CO2 dan selanjutnya melepaskan asam sulfida

(H2S) sebagai hasil akhirnya (Boyd, 1995). Asam sulfida dapat menyebabkan warna hitam pada lumpur yang tidak teroksidasi, sifatnya racun bagi organisme akuatik karena mampu menyumbat insang (Devaraja et al., 2002).

Gambar 11.

Peta distribusi spasial Bahan Organik Total (BOT) air tambak pertambakan

Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. KESIMPULAN DAN SARAN Pengembangan budidaya ditambak masih menemui berbagai masalah di antaranya adalah tata ruang lahan untuk budidaya ditambak belum ditata dengan baik, sehingga data pendukung masih sangat dibutuhkan dalam pengelolaan. Nilai rata-rata Suhu, salinitas, oksigenterlarut, pH, NO3, NO2, NH3, PO4, Bahan Organik Total, Muatan Padatan Tersuspensi di air Tambak Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah berturut-turut: 30,526 oC, 39,779 ppt, 3,896 mg/L, 8,270 mg/L, 0,391 mg/L, 0,059 mg/L, 0,245 mg/L, 0,154 mg/L, 27,515 mg/L, 86,704 mg/L. dari data tersebut, secara umum buidaya Udang Windu dan Ikan Bandeng masih memungkinkan untuk diusahakan. Kabupaten Brebes memiliki potensi luas lahan pertambakan 12748.16 Ha, dengan jumlah petambak sebanyak 4.027 orang (Anonim, 2011). Dari luasnya tambak tersebut sangat sedikit didapat data mengenai kondisi air tambak secara umum. Untuk

lebih mengoptimalkan data, penelitian lanjutan dilaksanakan agar mewakili musim yang ada di Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, S. 1983. Permasalahan Kesuburan Perairan Bagi Peningkatan Produksiikan di Tambak. Paper Kolokium. Jurusan Ilmu Perairan. Fakultas PascaSarjana. IPB. Bogor. Anonim. 2011. Data potensi kelautan dan perikanan kabupaten brebes tahun 2010. Dinas kelautan dan perikanan kabupaten brebes. Brebes. APHA (American Public Health Association). 2005. Standard Methods for Examination of Water and Wastewater. Twentieth edition APHA-AWWA-WEF, Washington, 1185 pp. Banun S., Arthana W., dan Suarna W. 2007. Kajian ekologis pengelolaan tambak udang di Dusun Dangin Marga Desa Delodbrawah Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana Bali. Ecotrophic . 3 (1).: 10 15. Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment and Pond Aquaculture. Chapman and Hall, New York, 348 pp. Chanratchakool, P., Turnbull, J.F., Funge-Smith, S., and Limsuwan, C. 1995. Health Management in Shrimp Ponds. Second edition. Aquatic Animal Health Research Institute, Department of Fisheries, Kasetsart University Campus, Bangkok, 111 pp. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 258 hlm. Irianti D. 2004. Evaluasi kesesuaian lahan pesisir untuk pengembangan budidaya tambak di kabupaten Purworejo. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang. Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis: A Laboratory Manual for the Analysis of Soil and Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang, 190 pp. Morain, S. 1999. GIS Solution in Natural Resource Management: Balancing the Technical Political Equation. On Word Press, USA, 361 pp. Mustafa A., Paena M., Tarunamulia, dan Sammut J. 2008. Hubungan antara faktor kondisi lingkungan dan produktivitas tambak untuk penajaman criteria kesesuaian lahan:2. Kualitas Tanah. Jurnal riset akuakultur. 3 (1) hal.105 121. Mustafa A., Hasnawi, Paena M., Rachmansyah. 2008. evsyah. 2008. Evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya tambak di Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal riset akuakultur. 3 (2). Hal. 241 - 261.

Parsons, T.R., Maita, Y., and Lalli. C.M. 1989. A Manual of Chemical and Biological Methods for Seawater Analysis. Pergamon Press, Oxford, 173 pp. Poernomo A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros Puntedewo. A., 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Centre for International Forestry Research. Jakarta. Rachmansyah, Mustafa A., dan Paena M. 2010. Karakteristik, kesesuaian lahan dan pengelolaan lahan tambak di Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. 23 hlm. Raharjo A. B. 2003. Pengaruh kualitas air pada tambak tidak bemangrove dan bermangrove terhadap hasil udang alam di Desa Grinting Kabupaten Brebes. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. edition. McGraw-Hill Book Company, New York, 532 pp.

Third

Sokal, R.R. and Rohlf, F.J. 1981. Biometry: The Principles and Practice of Statistics in Biological Research. Second edition: W.H. Freeman and Co., New York, 859 pp. Sutrisyani dan Rohani, S. 2009. Panduan Praktis Analisis Kualitas Air Payau. Diedit: Rachmansyah, M. Atmomarsono, dan A. Mustafa. Cetakan kedua. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta, 55 hlm.