KTI sungguhan

68
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan World Health Organization (WHO), upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) telah menjadi topik pembicaraan dalam konferensi internasional sejak tahun 1980. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan dan merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam Millennium Development Goals (MDGs). Dimana target yang diharapkan pada tahun 2015 angka kematian ibu menurun sebesar 75 % (WHO,2007). Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu yang masih tergolong sangat tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010, pada saat ini Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 226 per 100.0000

description

d

Transcript of KTI sungguhan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan World Health Organization (WHO), upaya untuk

meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)

telah menjadi topik pembicaraan dalam konferensi internasional sejak tahun

1980. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator untuk melihat

derajat kesehatan perempuan dan merupakan salah satu target yang telah

ditentukan dalam Millennium Development Goals (MDGs). Dimana target

yang diharapkan pada tahun 2015 angka kematian ibu menurun sebesar 75 %

(WHO,2007).

Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian

Ibu yang masih tergolong sangat tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN

lainnya. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2010, pada saat ini Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 226

per 100.0000 kelahiran hidup, diharapkan pada tahun 2015 menjadi

102/100.000 kelahiran hidup (SDKI,2007).

Penyebab langsung kematian ibu sebesar 90% terjadi pada saat

persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT,2001). Penyakit hipertensi

pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal dan

perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7% sampai 10%

seluruh kehamilan. Seluruh ibu yang mengalami hipertensi selama masa

hamil, setengah sampai dua pertiganya didiagnosa mengalami preeklamsia

atau eklamsia. Prevalansi kehamilan pada wanita dengan penyakit ginjal

kronis atau penyakit pembuluh darah seperti hipertensi essential, diabetes

mellitus dan lopus eritematosus meningkat sampai 20-40% (Bobak,2004).

Insiden hipertensi dalam kehamilan yang secara khusus preeklamsia

dan eklamsia di Negara berkembang berkisar antara 0,3-0,7%, sedangkan di

Negara-negara maju angka eklamsia lebih kecil yaitu 0,05-0,1%. Di Indonesia

preeklamsia berat dan eklamsia yang merupakan salah satu penyebab

kematian ibu berkisar 1,5-25%. Eklampsia menyebabkan 50.000

kematian/tahun di seluruh dunia, 10% dari total kematian. Banyak factor yang

menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil antara lain

nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, multifara,

hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal serta dipengaruhi oleh

paritas, genetik, dan faktor lingkungan (Djannah,2009)

Menurut Sudoyo (2006), perempuan hamil dengan hipertensi

mempunyai risiko yang tinggi untuk komplikasi yang berat seperti abruption

plasenta, penyakit serebrovaskular, gagal organ, koagulasi intravaskuler. Pada

penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang ringan didapatkan risiko

kehamilan dengan preeklamsia 10-25%, abruption 0,7-1,5%, kelahiran

premature kurang dari 37 minggu 12-34%, dan hambatan pertumbuhan janin

8-16%. Risiko pertambahan pada hipertensi kronik yang berat pada trimester

pertama dengan didapatnya preeklamsia sampai 50%. Terhadap janin

mengakibatkan retardasi perkembangan intrauterine, prematuritas dan

kematian intrauterine.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, angka

kematian ibu pada tahun 2010 relatif tinggi yaitu 321 per 100.000 kelahiran.

Sebesar 28% perdarahan, 24% hipertensi dalam kehamilan/eklamsia, 11%

infeksi, 5% abortus, 5% persalinan lama, 3% emboli obat, 8% komplikasi

masa puerperium, 11% lain-lain (Dinkes Pem.Prov Jabar,2010). Sementara

data Kabupaten Kuningan tahun 2013 terdapat kematian ibu sebanyak 16

orang dengan penyebab perdarahan 3 kasus, hipertensi dalam kehamilan 4

kasus, dan lain-lain 9 kasus (Dinkes Kab. Kuningan, 2013)

Beberapa penelitian lain tentang hipertensi dalam kehamilan

diantaranya adalah Sudarmayasa (2005) dalam penelitiannya di RS Sanglah

Denpasar tahun 2004-2005 mendapatkan angka kejadian kasus hipertensi

dalam kehamilan 468 (6,06%) dari total 7724 persalinan yang terdiri dari

(0,80%) kasus hipertensi gestasional, (0,05%) kasus hipertensi kronik,

(2,03%) kasus preeklamsia ringan, (2,49%) kasus preeklamsia berat dan

(0,29%) kasus superimposed preeklamsia serta (0,39%) kasus eklamsia.

Gambaran insidensi hipertensi dalam kehamilan di Kecamatan Cidahu

cukup tinggi. Kejadian hipertensi dalam kehamilan tahun 2013 sebesar 30

kasus dari total 400 ibu hamil, terbanyak adalah kasus preeklamsia ringan dan

berat sebesar 72,7%. Dalam hal ini hipertensi dalam kehamilan merupakan

faktor risiko pada semua ibu hamil. Sehingga pengetahuan tentang

pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh

semua tenaga medik. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 %

penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi

mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas

hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan

selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih

ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna.

Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil

sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus

benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di

daerah.

Gangguan hipertensi pada kehamilan sering terjadi dan membentuk

satu dari tiga trias mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang

merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas terkait kehamilan.

Bagaimana kehamilan memicu atau memperparah hipertensi masih belu

diketahui sepenuhnya meskipun sudah dilakukan berbagai penelitian selama

berpuluh tahun, dan gangguan hipertensif masih menjadi masalah

takterpecahkan yang paling signifikan dalam bidang obstetric (leveno,2009).

Setelah melihat data di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian

tentang “Skrining hipertensi dalam kehamilan dengan 2 alat, perbedaan

spigmomanometer dengan tensi elektrik di UPTD Puskesmas Cidahu

Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan Tahun 2013”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis

merumuskan permasalahan penelitian “Bagaimana Skrining hipertensi dalam

kehamilan dengan 2 alat, perbedaan spigmomanometer dengan tensi elektrik

di UPTD Puskesmas Cidahu Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan Tahun

2013 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Skrining hipertensi dalam kehamilan dengan 2 alat,

perbedaan spigmomanometer dengan tensi elektrik di UPTD Puskesmas

Cidahu Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan Tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kejadian hipertensi dalam kehamilan pada ibu hamil di

UPTD Puskesmas Cidahu Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan

Tahun 2013.

2. Mengetahui skrining hipertensi dalam kehamilan dengan 2 alat,

perbedaan spigmomanometer dengan tensi elektrik di UPTD

Puskesmas Cidahu Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan Tahun

2013.

3. Mengetahui kejadian hipertensi dalam kehamilan berdasarkan riwayat

hipertensi di UPTD Puskesmas Cidahu Kecamatan Cidahu Kabupaten

Kuningan Tahun 2013.

4. Mengetahui kejadian hipertensi pada ibu hamil berdasarkan

komplikasi penyakit lain di UPTD Puskesmas Cidahu Kecamatan

Cidahu Kabupaten Kuningan Tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan

dalam pengembangan kajian dan bahan ajar tentang ilmu kebidanan atau

asuhan kebidanan pada masa kehamilan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Ibu Hamil

Hasil penelitian ini dapat diharapkan menjadi informasi dan

menambah pemahaman ibu hamil tentang hipertensi dalam kehamilan

supaya dapat menjadi motivasi bagi ibu untuk sering memeriksakan

kehamilannya di bidan/nakes untuk mendeteksi dini terjadinya risiko

dalam kehamilan.

2. Bagi Bidan Desa

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukkan untuk

meningkatkan penggunaan dan pelayanan ANC yang lebik mengenai

hipertensi dalam kehamilan.

3. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukkan untuk lebih

meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu

hamil dalam pemeriksaan hipertensi di UPTD Puskesmas Cidahu

Kecamatan Cidahu.

4. Program Studi D-III Kebidanan STIKes Kuningan

Sebagai bahan referensi atau bacaan bagi peneliti lain di kemudian hari

terutama lebih meneliti hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian

ini serta menambah sumber referensi untuk Program Studi Diploma III

Kebidanan STIKes Kuningan, khususnya penelitian tentang masalah

patologi dalam kehamilan.

5. Bagi Penulis

Memperdalam ilmu tentang Pelayanan dan Asuhan Kebidanan,

khususnya mengenai Asuhan Kebidanan Patologi pada kehamilan serta

dapat dijadikan bekal dan mengaplikasikannya ilmu yang telah

didapat, untuk menjadi seorang bidan desa sehingga bisa menurunkan

morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Skrining

Menurut Heriana (2013 : 51) skrining merupakan suatu penerapan

tes terhadap orang yang tidak menunjukkan gejala dengan tujuan

mengelompokkan mereka ke dalam kelompok yang mungkin menderita

penyakit tertentu. Skrining adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit

yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain

yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang mungkin

menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita.

Menurut WHO, Skrining merupakan upaya pengenalan

penyakit/kelainan yang belum diketahui dengan menggunakan tes,

pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat secara cepat membedakan

orang yang tampak sehat dengan tampak sehat tapi sesungguhnya

menderita sakit (WHO-Regional committee for Europe 1957).

2.1.1 Sifat Skrining

Sifat dari skrining yaitu :

a. Merupakan deteksi dini penyakit

b. Bukan merupakan alat diagnostik

c. Bagi yang mendapatkan hasil positif dari suatu tes skrining,

harus dilakukan pemeriksaan lebih intensif untuk menentukan

apakah benar-benar sakit atau tidak.

d. Bagi yang mendapatkan hasil test positif akan mengikuti tes

diagnostik atau prosedur untuk memastikan adanya penyakit

e. Bagi yang terdiagnosis positif diobati secara intensif agar tidak

membahayakan diri ataupun lingkungannya.

2.1.2 Tujuan Skrining

Tujuan skrining adalah mendapatkan keadaan penyakit

dalam keadaan dini untuk memperbaiki prognosis, karena

pengobatan dilakukan sebelum penyakit mempunyai manisfestasi

klinik. Selain itu skrining bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi

bakteri seperti : lepra, TBC, infeksi virus seperti : hepatitis,

identifikasi non infeksi seperti : hipertensi, diabetes, jantung,

korsinoma serviks, prostat, glaucoma, identifikasi AIDS dan

lainnya.

2.1.3 Jenis Skrining

a. Jenis masal (Mass Screening)

Skrining masal adalah penyaringan yang dilakukan pada

seluruh penduduk. Misalnya, survey X-ray untuk seluruh

penduduk di suatu wilayah.

b. Skrining terpilih

Skrining terpilih adalah penyaringan yang dilakukan terhadap

kelompok penduduk tertentu. Misalnya penyaringan terhadap

ibu hamil untuk mengetahui gejala yang klinis yang

mendukung diagnosis pasti bakteri Vaginosis sehingga dapat

dilakukan pengobatan sedini mungkin.

c. Skrining satu penyakit

Skrining satu penyakit adalah penyaringan yang hanya

ditunjukan pada satu jenis penyakit. Misalnya penyaringan

untuk mengetahui karsinoma sevisis uteri.

2.1.4 Cara melakukan Skrining

Syarat-syarat melakukan skrining :

a. Penyakit harus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting

1) Merupakan penyakit yang serius

2) Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untuk dari

setelah muncul gejala

3) Prevalensi penyakit pre-klinik harus tinggi pada populasi

b. Harus ada cara pengobatan yang efektif dan ketersediaan obat

c. Tersedia fasilitas pengobatan dan diagnose

d. Diketahui stadium simptomatik dini dan masa laten

e. Dapat diterima oleh masyarakat

f. Telah dimengerti riwayat alamiah penyakitnya, skrining tidak

dilakukan pada penyakit yang memiliki prognosis baik

g. Harus ada kebijakan yang jelas

h. Penemuan kasus harus terus-menerus

i. Dengan cepat dapat memilih sasaran untuk pemeriksaan lebih

lanjut

j. Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan

k. Tidak membahayakan yang diperiksa dan pemeriksa

Contoh penyakit yang baik untuk di skrining, Hipertensi :

a. Masalah serius, karena mortalitas tinggi dan terdokumentasi

b. Pengobatan dini, dapat dilakukan untuk menurunkan mortalitas dan

morbiditas

c. Prevalensinya tinggi di populasi, yaitu sekitar 20%

2.2 Hipertensi Dalam Kehamilan

2.2.1 Definisi Hipertensi

Menurut Rukiyah, DKK ( 2010 : 167) hipertensi berasal dari

bahasa latin yaitu hiper dan tension. Hiper artinya tekanan yang

berlebihan dan tension artinya tensi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi

adalah suatu kondisi medis dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah secara kronis (dalam waktu yang lama) yang

mengakibatkan angka kesakitan dan angka kematian. Seseorang

dikatakan menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi yaitu apabila

tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolic >90 mmHg.

Hipertensi karena kehamilan yaitu tekanan darah yang lebih tinggi

dari 140/90 mmHg yang disebabkan karena kehamilan itu sendiri,

memiliki potensi yang menyebabkan gangguan serius pada kehamilan.

Nilai normal tekanan darah seseorang yang disesuaikan dengan tingkat

aktifitas dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHg. Tetapi secara

umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan

meningkat diwaktu beraktifitas atau berolahraga.

Menurut Prawirohardjo (2009 : 532) Hipertensi adalah tekanan

darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah

sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan

darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15

mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi.

Menurut Llewellyn-Jones, (2002 : 113) Antara 5 dan 8 persen

kehamilan mendapatkan komplikasi hipertensi. Hipertensi pada kehamilan

meliputi hipertensi yang diinduksi kehamilan, hipertensi esensial, dan

hipertensi yang disebabkan oleh penyakit ginjal kronik. Semua keadaan

hipertensif dapat menyebabkan eklampsia (kejang).

Hipertensi yang menyertai kehamilan adalah hipertensi yang telah

ada sebelum kehamilan. Apabila dalam kehamilan disertai proteinuria

dan edema maka disebut pre-eklamsia yang tidak murni atau

superimposed pre-eklamsia.

2.2.2 Pencegahan Penyakit Hipertensi

Menurut Rukiyah, DKK ( 2010 : 168) Pencegahan kejadian

hipertensi secara umum agar menghindari tekanan darah tinggi adalah

dengan mengubah kearah gaya hidup sehat, tidak terlalu banyak pikiran,

mengatur diet/pola makan seperti rendah garam, rendah kolesterol, dan

lemak jenuh, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, tidak

mengkonsumsi alcohol dan rokok, perbanyak makan mentimun, belimbing

dan jus apel dan seledri setiap pagi.

2.2.3 Pengobatan Penyakit Hipertensi

Menurut Rukiyah, DKK ( 2010 : 169) Jika seseorang dicurigai

hipertensi, maka dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu wawancara

(anamnesa) adakah dalam keluarga yang menderita hipertensi. Dilakukan

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pengobatan

nonfarmakologik, mengurangi berat badan bila terdapat kelebihan (indeks

masa tubuh > 27), membatasi alcohol dan menghentikan rokok serta

mengurangi makanan berkolesterol/lemak jenuh, menghentikan konsumsi

kopi yang berlebih, berolahraga ringan (jalan-jalan, jogging pagi),

mengurangi asupan natrium, mempertahankan asupan kalsium dan

magnesium adekuat, perbanyak unsure kalium (buah-buahan), tidak

banyak pikiran, istirahat yang cukup.

2.3 Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan

Menurut Prawirohardjo (2009 : 531) Klasifikasi yang dipakai di

Indonesia adalah berdasarkan Report of National High Blood Pressure

Education Program Working Group on High Blood preassure in

pregnancy tahun 2001.

2.3.1 Hipertensi Kronik

Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum

umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali

didiagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi

menetap sampai 12 minggu pasca salin (Sarwono Prawirohardjo,

2009)

Menurut Feryanto (2012 : 51) adalah Hipertensi yang telah

terjadi sebelum hamil ataupun ditemukan sebelum usia kehamilan 20

minggu atau hipertensi yang menetap 6 minggu pasca-persalinan,

apapun yang menjadi sebabnya.

Kriteria hipertensi kronik adalah sebagai berikut :

1. Tekanan darah 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau

didiagnosis sebelum gestasi 20 minggu.

2. Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20

minggu dan menetap setelah 12 minggu postpartum.

Semua teori yang menjelaskan tentang preeklamsia harus dapat

menjelaskan pengamatan bahwa hipertensi pada kehamilan jauh lebih

besar kemungkinannya timbul pada wanita dengan keadaan sebagai

berikut :

1. Terpajan ke villus korion pertama kali

2. Terpajan ke villus korion dalam jumlah yang sangat besar

3. Sudah mengidap penyakit vaskuler

4. Secara genetik rentan terhadap hipertensi yang timbul saat hamil.

Menurut Level Dkk (2009:413) diagnosis hipertensi kronis yang

menjadi komplikasi kehamilan di tegakkan jika hipertensi mendahului

kehamilan atau terjadi sebelum gestasi 20 minggu. Faktor predisposisi

hipertensi kronis antara lain adalah obesitas dan herediter. Wanita

hipertensi kronis beresiko cukup besar mengalami preeklamsia, yang

pada gilirannya secara substansial meningkatkan risiko persalinan

premature dan komplikasi kehamilan lain seperti solusio plasenta dan

hambatan pertumbuhan janin.

1. Efek Hipertensi Kronis Pada Kehamilan

a. Efek pada Ibu

Sebagian besar wanita yang mendapatkan obat antihipertensi

dan hipertensinya terkontrol baik sebelum hamil akan baik-

baik saja, meskipun mereka tetap berisiko mengalami solusi

plasenta dan preeklamsia. Pada wanita hipertensi kronik,

risiko mortalitas ibu meningkat dari 10 dalam 100.000

menjadi 230 dalam 100.000 kelahiran hidup.

b. Solusio Plasenta

Insidensi solusio meningkat dari 1 dalam 150 pada wanita

nonhipertensif menjadi 1 dalam 50 pada wanita hipertensi

kronik. Risiko ini semakin meningkat pada perokok.

c. Preeklamsia

Secara umum diterima bahwa wanita hipertensi kronis

berisiko mengalami preeklamsia dan penyulit ini timbul pada

paling sedikit 25% wanita.

d. Efek pada Janin-Neonatus

Pelahiran premature yang terpaksa dilakukan karena

preeklamsia berat dan hambatan pertumbuhan janin akibat

penyakit vaskuler hipertensif yang mengenai plasenta adalah

kausa utama mortalitas dan morbiditas perinatal pada pasien

hipertensi kronis.

Insidensi hambatan pertumbuhan janin berkaitan dengan

keparahan hipertensi dan perlunya pemberian

Menurut Leveno Dkk (2009 : 414) Tabel Klasifikasi

Darah untuk Dewasa Berusia 18 Tahun atau Lebih

Kategori Tekanan sistolik (mmHg)

Tekanan diastolic (mmHg)

Normal < 130 < 85

Normal Tinggi 130-139 85-89

HipertensiStadium 1 (ringan)Stadium 2 (sedang) Stadium 3 (berat)Stadium 4 (sangat berat)

140-159160-179180-209≥ 210

90-99100-109110-119≥ 120

Jika tekanan systole dan diastole berada dalam kategori

berbeda, kategori yang lebih tinggi digunakan untuk

mengklasifikasikan status tekanan darah. Tekanan darah

optimal dalam kaitannya dengan risiko kardiovaskuler adalah

<120/80 mmHg. Digunakan hanya untuk dewasa berusia 18

tahun atau lebih yang tidak mendapat obat antihipertensi dan

tidak sedang sakit akut.

Didasarkan pada rata-rata dari dua atau lebih pengukuran yang dilakukan

pada dua atau lebih kunjungan setelah skrining awal.

2.3.2 Hipertensi Gestasional

Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang hanya

dijumpai dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca persalinan, tidak

dijumpai keluhan dan tanda-tanda preeklamsia lainnya. Diagnosis akhir di

tegakkan pasca-persalinan.

Menurut Leveno, Dkk (2009 : 393) hipertensi Gestasional adalah

wanita yang tekanan darahnya 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama

kali selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi

gestasional disebut hipertensi sementara jika tidak terjadi preeklamsia dan

tekanan darah kembali ke normal dalam 12 minggu pascapartum. Akan

tetapi, yang penting adalah bahwa wanita dengan hipertensi gestasional

dapat memperhatikantanda-tanda lain preeklamsia (misalnya nyeri kepala,

nyeri epigastrium, atau trombositopenia) yang memengaruhi penanganan.

2.3.3 Superimposed Preeklamsia

Superimposed Preeklamsia adalah gejala dan tanda-tanda

preeklamsia muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang

sebelumnya menderita hipertensi kronis.

Menurut Benson (2009 : 385) hipertensi dengan superimposed

preeklamsia (sekitar sepertiga dari semua hipertensi kronis dalam

kehamilan) pada perawatan dirumah sakit tampaknya stabil tetapi

kemudian dapat cepat memburuk. Salah satu komplikasi adalah pelepasan

premature plasenta yang terjadi pada > 10% pasien dengan hipertensi

kronis (>10 kali insiden pada kehamilan normal). Masalah lain meliputi

trombositopenia, oliguria dan lepasnya retina.

Pertumbuhan janin terhambat merupakan bahaya utama jika terjadi

hipertensi superimposed preeklamsia . prematuritas merupakan masalah

sering lainnya karena persalinan kurang bulan dapat terjadi secara spontan

atau jika diperlukan. Pnyakit superimposed preeklamsia terjadi paling

sedikit pada 50% kasus.

2.3.4 Preeklamsia

Menurut Leveno, Dkk (2009 : 395) Preeklamsia adalah suatu

sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat

vasospasme dan pengaktifan endotel. Dalam hal ini, proteinuria adalah

adanya 300 mg atau lebih protein urine per 24 jam atau 30 mg/dL (1+ pada

dipstick) dalam sampel urine acak. Derajat proteinuria dapat sangat

berfluktuasi dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Oleh

karena itu, satu sampel acak mungkin gagal memperlihatkan adanya

proteinuria yang signifikan. Kombinasi proteinuria plus hipertensi selama

kehamilan sangat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas perinatal.

Menurut Rukiyah, (2010 : 172) Preeklamsia adalah penyakit dengan

tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul karena

kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada

kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada molahidatidosa.

A. Jenis-Jenis Preeklamsia

1. Preeklamsia Ringan

Menurut Rukiyah, (2010 : 176) Preeklamsia ringan adalah

timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur

kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat

timbul sebelum umur umur kehamilan 20 minggu pada penyakit

trofoblas. Penyebab preeklamsia ringan belum diketahui secara jelas.

Penyakit ini di anggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat

vasospasme general dengan segala akibatnya.

Penanganan Preeklamsia Ringan dapat dilakukan dengan dua cara

tergantung gejala yang timbul yakni :

a. Rawat jalan dengan cara :

Ibu dianjurkan untuk banyak istirahat (berbaring tidur miring ), diet

cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; pemberian

sedative ringan : tablet Phenobarbital 3x2 mg peroral selama 7 hari

atas intruksi dokter), roborantia, kunjungan ulang setiap 1 minggu,

pemeriksaan laboratorium, hemoglobin, hemotokrit, trombosit,

urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.

b. Rawat tinggal pasien berdasarkan kriteria :

Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukan adanya

perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia, kenaikan berat badan ibu

1 kg atau lebih perminggunya selama 2 kali berturut-turut

( 2minggu), timbul salahsatu atau lebih gejala atau tanda-tanda

preeklamsia berat.

Menurut Feryanto, (2011 : 54) Penanganan preeklamsia Ringan

yaitu :

Jika kehamilan <37 minggu dan tidak terdapat perbaikkan,

lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan.

Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria,

reflex dan kondisi janin setiap minggu.

Lebih banyak istirahat

Diet biasa

Tidak perlu pemberian obat

Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklamsia

berat.

Jika kehamilan >37 minggu, pertimbangkan terminasi

kehamilan (kolaborasi)

Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin

5 UI dalam 500 ml RL/Dektrose 5% IV 10 tetes/menit

atau dengan prostaglandin.

Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin,

misoprostol atau kateter Foley, atau lakukan terminasi

dengan bedah SC

2. Preeklamsia Berat

Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang

ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih

disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau

lebih.

Gejala dan tanda preeklamsia berat yaitu tekanan darah sistolik > 160

mmHg, diastolic > 110 mmHg, peningkatan kadar enzim hati dan

ikterus, trombosit <100.000/mm3, Oliguria <400 ml/24 jam,

proteinuria >3gr/liter, nyeri epigastrium, skotoma, dan gangguan visus

lain atau nyeri frontal yang berat, perdarahan retina, odema pulmonum.

Penyulit lain juga bisa terjadi yaitu kerusakan organ-organ tubuh

seperti gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan

pembekuan darah, sindroma HELLP, bahkan dapat terjadi kematian

pada janin, ibu, atau keduanya bila preeklamsia tak segera diatasi

dengan baik dan benar.

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala

preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :

a. Perawatan Aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada

setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni

pemeriksaan Nonstress test (NST) dan Ultrasonografi (USG),

dengan indikasi (salah satu atau lebih) yakni :

1) Ibu : usia kehamilan 37 minggu atau lebih: adanya tanda atau

gejala impending eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu

setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan

darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal ada gejala-gejala

status quo 9tidak ada perbaikan).

2) Janin : hasil fetal assessment jelek (NST&USG): adanya tanda

intra uterin growt retardation (IUGR).

3) Hasil laboratorium: adanya “Help Syndrome” (hemolisis dan

peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)

b. Pengobatan Medisinal, pasien preeklamsia berat (dilakukan

dirumah sakit dan atas intruksi dokter) yaitu : segera masuk rumah

sakit, tirah baring miring kesatu sisi, tanda vital diperiksa setiap 30

menit, reflek patella setiap jam, infuse dextrose 5% dimana setiap 1

liter diselingi dengan infuse RL (60-125 cc/jam) 500 cc, berikan

antasida, diet cukup protein, rendah garam, lemak dan karbohidrat,

pemberian anti kejang MgSO4, diuretika tidak diberikan kecuali

bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau

edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.

Menurut Feryanto, (2011 : 50) preeklamsia adalah

peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia kehamilan

mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat badan ibu

yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan

laboratorium dijumpai protein di dalam urine (proteinuria).

Menurut Leveno, Dkk (2009 : 395) Insidensi preeklamsia

sering mencapai sekitar 5 persen meskipun angkanya sangat

bervariasi dalam berbagai laporan. Insidensi dipengaruhi oleh paritas,

dengan wanita nulipara memiliki risiko lebih besar (7 sampai 10

persen) jika dibandingkan dengan wanita nulipara. Factor risiko lain

yang berkaitan dengan preeklamsia antara lain adalah kehamilan

multiple, riwayat hipertensi kronis, usia ibu lebih dari 35 tahun, berat

ibu berlebihan, dan etnis Afro-Amerika. Keparahan preeklamsia

dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas kelainan yang tercantum

di Tabel 49-2. Semakin parah kelainannya, semakin besar keharusan

menghentikan kehamilan. Hal yang penting, perbedaan antara

preeklamsia ringa dan berat dapat menyesatkan karena penyakit yang

tampak ringan dapat cepat berkembang menjadi parah.

Tabel 1 Gangguan Hipertensif Selama Kehamilan Indikasi Keparahan

Kelainan Ringan BeratTekanan darah diastole <100 mmHg 110 mmHg atau lebihProteinuria Sekelumit sampai 1+ Menetap 2+ atau lebihSakit kepala Tidak ada Ada Gangguan penglihatan Tidak ada Ada Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada Oliguria Tidak ada Ada Kejang Tidak ada Ada (eklamsia)Kreatinin serum Normal Meningkat Trombositopenia Tidak ada Ada Peningkatan enzim hati Minimal Nyata Hambatan pertumbuhan janin

Tidak ada Jelas

Edema paru Tidak ada Ada

Menurut Feryanto (2011 : 54) Preeklamsia ringan, berat, dan

eklamsia. Apabila tekanan darah ≥140/90 mmHg, proteinuria, dan edema.

Akan tetapi, sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam criteria

diagnosis karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.

Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah

diastole ≥90 mmHg digunakan sebagai pedoman.

a. Preeklamsia ringan adalah jika tekanan darah ≥140/90 mmHg,

tetapi ≤160/110 mmHg, dan proteinuria +1.

b. Preeklamsia berat adalah jika tekanan darah adalah ≥160/110

mmHg, proteinuria ≥+2, dapat disertai keluhan subjektif seperti

nyeri epigastrium, sakit kepala, gangguan penglihatan dan

oliguria.

B. Pencegahan Preeklamsia

Menurut Wiknjosastro (2007 : 290) pemeriksaan antenatal yang

teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklamsia, dalam

hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Penerangan tentang

manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak harus

berbaring ditempat tidur namun pekerjaan sehari-hari harus dikurangi dan

dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan

rendah lemak, karbohidrat dan garam, dan penambahan berat badan yang

tidak berlebihan.

C. Penanggulangan Preeklamsia

Pengobatan hanya dilakukan secara simtomatis karena etiologi

preeklamsia dan factor-faktor dalam kehamilan yang menyebabkannya

belum diketahui. Penanganannya : mencegah terjadinya preeklamsia berat

dan eklamsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin dengan trauma

sekecil-kecilnya.

2.3.5 Eklamsia

Menurut Nugroho (2011 : 87) eklamsia adalah kelainan akut pada

wanita hamil, pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih atau masa nifas

yang ditandai dengan adanya kejang dan atau koma, sebelumnya didahului

oleh tanda-tanda preeklamsia.

Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan

atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan/atau koma.

Sebelumnya wanita ini menunjukkan gejala-gejala preeklamsia berat

(kejang timbul bukan akibat kelainan neurologis).

Menurut Leveno, Dkk (2009 : 404) eklamsia adalah preeklamsia

yang mengalami penyulit kejang tonik klonik generalisata disebut

eklamsia. Jika telah terjadi eklamsia, risiko bagi ibu dan janin meningkat

secara bermakna. Hamper tanpa pengecualian, preeklamsia mendahului

awitan kejang eklamtik. Eklamsia disebut antepartum, intrapartum atau

pascapartum, bergantung pada apakah kejang muncul sebelum, selama

atau setelah persalinan. Eklamsia sering terjadi pada trimester terakhir dan

menjadi semakin sering menjelang aterm.

A. Gejala dan Tanda

Menurut Rukiyah ( 2010 : 187) pada umumnya kejangan didahului oleh

makin memburuknya preeklamsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala

di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan

hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak diobati akan timbul

kejang terutama pada persalinan bahaya ini besar. Konvulsi eklamsia

dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :

1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung 30 detik. Mata terbuka

tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala berputar kekanan

dan kiri.

2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30

detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan

kaku, tangan menggengga, kaki membengkok kedalam, pernafasan

berhenti, muka mulai menjadi sistolik, lidah dapat tergigit

3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang berlangsung

antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan

berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup,

bola mata menonjol, mulut berbusa.

4. Tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara

perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula

bahwa sebelum ini timbul serangan baru yang berulang,sehingga ia tetap

dalam koma.

5. Selama tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai

40 derajat celcius. Sehingga akibat serangan dapat terjadi komplikasi

seperti lidah tergigit, sehingga terjadi perlukaan dan fraktura, gangguan

pernapasan, solusio plasenta, dan perdarahan otak.

B. Pencegahan Eklamsia

Menurut wiknjosastro (2007 : 297) pada umumnya timbulnya eklamsia

dapt dicegah atau frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan

frekuensi eklamsia terdiri atas :

1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar

semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda

2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklamsia dan

mengobatinya segera apabila ditemukan

3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu

keatas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklamsia tidak juga dapat

dihilangkan.

C. Penanggulangan Eklamsia

Tujuan utama pengobatan eklamsia ialah menghentikan berulangnya

serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang

aman setelah keadaan ibu mengizinkan.

Pengawasan dan perawatan yang intensif sangan penting bagi penanganan

penderita eklamsia, sehingga ia harus dirawat dirumah sakit. Biasanya

diberikan obat diazepam 20mg IM. Selain itu penderita harus disertai

seorang tenaga yang trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah

terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejangan. Pertolongan yang

perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan napas

bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga

agar penderita tidak mengalami trauma.

2.4 Alat Ukur Spigmomanometer Dan Tensi Elektrik

2.4.1 Tensi Spigmomanometer

A. Definisi

Tensi meter dikenalkan pertama kali oleh dr. Nikolai Korotkov,

seorang ahli bedah Rusia, lebih dari 100 tahun yang lalu. Tensimeter adalah

alat pengukuran tekanan darah sering juga disebut spigmomanometer \.

Tensimeter pada walnya menggunakan air raksa sebagai pengisi alat ukur

ini. Sekarang kesadaran akan masalah konservasi lingkungan meningkat dan

penggunaan dari air raksa telah menjadi perhatian seluruh dunia.

Bagaimanapun sphygmomanometer air raksa masih digunakan sehari-hari

bahkan banyak dinegara modern. Para dokter tidak meragukan untuk

menempatkan kepercayaan mereka kepada tensimeter air raksa ini

(http://tensimeterspyghmomanometer, diunduh 25 desember 2013)

Sfigmomanometer atau tensimeter adalah instrumen yang seringkali

dilampirkan ke manset kantung udara dan digunakan dengan stetoskop

untuk mengukur tekanan darah di arteri. (http:// kamuskesehatan.com/

arti/sfigmomanometer/, diunduh 1 januari 2014).

Sfigmomanometer adalah alat ukur tekanan darah. Nama ini

berasal dari kata Yunani sphygmós (pulsa), dan kata manometer (pengukur

tekanan). Alat ukur ini dibuat pertama kali oleh Samuel Siegfried Karl

Ritter von Basch pada tahun 1881, dan dikembangkan lebih lanjut oleh

Scipione Riva-Rocci (1896), dan Harvey Cushing (1901). Alat ini

memiliki 2 versi, yaitu digital dan analog. Sphygmomanometer digital

menggunakan layar untuk menunjukkan tekanan darah seseorang,

sedangkan versi analognya menggunakan air raksa atau jarum untuk

menunjukkan tekanan darah. http://id. wikipedia.org/ wiki/

Sfigmomanometer, diunduh 1 januari 2014).

Tensimeter adalah alat kesehatan yang berfungsi untuk mengukur tekanan

darah . Aalat ini pun ada dua jenis aitu tensimeter manual dan tensi meter

digital.

Tensimeter manual adalah tensimeter yang cara penggunaannya dengan

cara manual. Jenis tensimeter ini lebih umum digunakan oleh

tenaga medis, karena keakuratannya jauh lebih tinggi dari tensimeter

digital.

B. Cara Mengukur Tekanan Darah Yang Benar

Mengukur tekanan darah secara benar sangatlah penting untuk

mendiagnosis adanya hipertensi dan mengevaluasi respon pengobatan

antihipertensi.

dr Sari menuturkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum dan saat

melakukan pemeriksaan tekanan darah, yaitu:

1. Pastikan kandung kemihnya kosong dan usahakan untuk tidak dalam

kondisi menahan kemih.

2. Menghindari konsumsi kopi, alkohol dan rokok, karena semua hal tersebut

dapat meningkatkan tekanan darah.

3. Sebaiknya istirahat terlebih dahulu selama 5 menit sebelum diperiksa,

serta jangan memeriksa saat kondisi tubuh baru sampai dan napasnya

terengah-engah.

4. Jangan berbicara atau bercanda selama melakukan pengukuran.

5. Tenangkan pikiran, karena pikiran yang tegang dan stres akan

meningkatkan tekanan darah dari yang seharusnya.

6. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi duduk dengan siku menekuk di atas

meja dan telapak tangan menghadap ke atas.

7. Gunakan manset sesuai dengan pasien dan jangan menggunakan manset

anak-anak untuk orang dewasa.

8. Letakkan stetoskop tepat di atas arteri brakialis. Saat bunyi pertama

terdengar dicatat sebagai tekanan sistolik dan bunyi terakhir yang didengar

dicatat sebagai tekanan diastolik.

Tekanan darah memiliki beberapa klasifikasi berdasarkan nilai dari tekanan

sistolik dan diastoliknya, yaitu:

1. Tekanan darah normal, jika sistoliknya kurang dari 120 mmHg dan

diastoliknya kurang dari 80 mmHg.

2. Prehipertensi, jika sistoliknya 120-139 mmHg dan diastoliknya 80-89

mmHg.

3. Hipertensi stage 1, jika sistoliknya 140-159 mmHg dan diastoliknya 90-99

mmHg.

4. Hipertensi stage 2, jika sistoliknya lebih dari 160 mmHg dan diastoliknya

lebih dari 100 mHg.

(http://health.detik.com/read/2010/07/12/160040/1397639/766/mengukur-

tekanan-darah-yang-benar, diunduh 1 januari 2014).

Kelebihan:

- Merupakan Golden Standart pemeriksaan Tekanan Darah.

- Hasil Yang di dapat Akurat.

- Tahan lama.

Kekurangan:

- Memerlukan Tenaga Ahli untuk melakukan pemeriksaan.

- Dapat terkontaminasi logam berat seperti merkuri, jika air raksanya bocor atau

pecah.

2.4.2 Tensi Elektrik / Digital

Alat tensi darah digital merupakan alat tensi yang dipergunakan pada

lengan tangan. Mudah pemakaiannya dan bentuknya kecil, sehingga anda dapat

memonitor kesehatan keluarga anda setiap saat.

Pengertian Tensi Digital adalah Alat yang berfungsi untuk dapat

memantau tekanan darah, karena tensi ini adalah model digital maka

penggunaannya alat tensi ini sangat mudah, Alat ukur tensi digital sangatlah

berguna bagi kita, yaitu untuk mengetahui dan memonitor tekanan darah yang

cepat dan akurat.Kita dapat dengan mudah mengatur pola makan, olahraga.Untuk

kebaikan dan kesehatan tubuh kita yang maksimal. Alat tekanan darah digital ini

umumnya digunakan oleh para ahli medis untuk mengukur kebugaran / kesehatan.

Alat Tensi Digital adalah sebuah alat canggih untuk mengukur angka tensi

tekanan darah. Dengan menggunakan alat ini maka akan lebih mudah dan akurat

untuk pengecekan tekanan darah. Tensi Digital ini bekerja secara otomatis

menggunakan baterai, dan hasilnya dapat segera muncul pada monitor berupa

angka tekanan darah. Bahkan akan sangat penting jika sudah divonis memiliki

penyakit tekanan darah tinggi, karena harus selalu mengecek tekanan darahnya

sendiri agar dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Untuk Bagi

Penderita hipertensi,sangatlah membutuhkan tensimeter untuk mengetahui

tekanan darahanya dengan cepat dan akurat.dengan tensi digital dapat

mempermudah melihat hasil dengan cepat dan akurat.Tensi Digital ini bisa

digunakan sendiri untuk mengukur tekanan darah tanpa harus repot-repot pergi ke

rumah sakit. Apalagi bago penderita penyakit darah tinggim kronis, yang memang

sangat penting untuk bisa mengontrol tekanan darahnya. Dengan alat tensi digital

ini maka bisa diketahui secara cepat berapa angka tekanan darahnya dan bisa

dilakukan penanganan secara segera sehingga bisa mengurangi risiko kejadian

yang tidak kita inginkan bersama.Tensi digital ini bekerja secara otomatis

menggunakan baterai, dan hasilnya dapat segera muncul pada layar monitor

berupa angka tekanan darah sebagai signal

WHO ( World Health Organization ) mengklasifikasikan kategori tekanan

darah sebagai berikut:

Kategori Sistolik Diastolik

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal-Tinggi 130 – 139 85 – 89

Hipertensi ringan 140 – 159 90 – 99

Hipertensi Sedang 160 – 179 100-109

Hipertensi Berat >=180 >110

Cara menggunakan Tensi Darah Digital

1. Kenakan manset pas melingkar pada bagian lengan kiri atas.

2. Atur letak manset,hingga 1-2cm diatas siku lengan.

3. Rekatkan manset hingga pas di lengan.

4. Duduklah dengan posisi badan tegak.

Kelebihan:

- Praktis, dan mudah dibawa kemana-mana

- Tidak Takut terkontaminasi logam berat

- Tidak memerlukan tenaga ahli untuk mendapatkan hasil pemeriksaan tekanan

darah

Kekurangan:

- Hasil tekanan darah di perngaruhi beberapa faktor, seperti:

1. Cara menggunakan alat

2. Pergerakan saat melakukan pemeriksaan

3. Kekuatan Baterai yang di pakai

Hasil tekanan darah di perngaruhi beberapa faktor, seperti:

1. Cara menggunakan alat

2. Pergerakan saat melakukan pemeriksaan

3. Kekuatan Baterai yang di pakai

Langkah-Langkah menggunakan Tensi Digital yaitu :

Langkah 1. Kenakan manset pas melingkar pada bagian lengan kiri atas.

Langkah 2. Atur letak manset, hingga 1-2 cm dari siku lengan.

Langkah 3. Rekatkan manset hingga pas di lengan. usahakan selang berada tepat

pada bagian tengah siku sebelah dalam.

Langkah 4.

- Duduk dengan posisi badan tegak lurus

- letakan tangan pada meja seperti gambar di bawah ini.

- Usahakan posisi manset sejajar dengan Jantung.

- Hindari pergerakan tubuh saat dilakukan pemeriksaan.

- Lalu pencet tombol pada tensimeter digital anda.

- Ada baiknya pengukuran di lakukan 2x untuk emndapatkan hasil yang maksimal

Tensimeter digital adalah alat kesehatan yang berfungsi untuk mengukur tekanan

darah yang bekerja secara digital . Keunggulan tensimeter digital antara lain,

1. Aman

2. Praktis

3. Multifitur

4. Tidak butuh keahlian khusus

namun demikian, tensimeter digital juga memiliki kelemahan yaitu tingkat akurasi

pengukurannya lebih rendah dari tensimeter manual disebabkan oleh banyak

faktor, antara lain faktor baterai dan usia pemakaian.

(http://achmadtematika.wordpress.com/2012/08/30/penggunaan-tensimeter-

digital-dalam-kedokteran/ , diunduh 1 januari 2014).

Tensi spigmomanometer

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan dapat

disimpulkan bahwa skrining penting pada ibu hamil yang hipertensi.

Skrining merupakan suatu penerapan tes terhadap orang yang tidak

menunjukkan gejala dengan tujuan mengelompokkan mereka ke dalam

kelompok yang mungkin menderita penyakit tertentu. Terdapat

beberapa tujuan pelaksanaan skrining pada ibu hamil yang hipertensi

diantaranya mendapatkan keadaan penyakit dalam keadaan dini untuk

memperbaiki prognosis, karena pengobatan dilakukan sebelum

penyakit mempunyai manisfestasi klinik. Pada penelitian ini peneliti

hanya meneliti skrining hipertensi dengan 2 alat, perbedaan

spigmomanometer dan tensi elektrik.

variabel bebas variabel terikat

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Tensi elektrik

Hipertensi dalam kehamilan

3.2 Definisi Operasional

Menurut Badriah (2008 : 97) definisi operasional adalah suatu

definisi mengenai variable yang dirumuskan berdasarkan

karakteristik-karakteristik variable tersebut yang dapat diamati

dan benar-benar dilakukan oleh peneliti sesuai dengan variable

yang terlibat dalam penelitian. Definisi operasional dalam

penelitian ini, dapat dirumuskan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.2 defiisi operasional variable penelitian

No Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur

Cara Ukur Hasil Ukur

Skala

1 Variable Bebas 1.Alat

Spigmomanometer

2.Alat tensi elektrik

Alat pengukuran tekanan darah yangdilampirkan ke manset kantung udara dan digunakan dengan stetoskop untuk mengukur tekanan darah di arteri.

Alat untuk pemeriksaan tekanan darah yang secara otomatis, yang bekerja secara digital

Spigmomanometer

Tensi elektrik

Mengukur dan melihat hasil pemeriksaan hipertensi

Mengukur dan melihat hasil pemeriksaan hipertensi

0=tepat1=tdk tepat

0=tepat1=tdk tepat

Nominal

Nominal

II Variable Terikat Skrining Hipertensi dalam kehamilan

Suatu cara untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatu tes

Buku KIA

Melihat hasil pemeriksaan tekanan darah

0=tepat1=tdk tepat

Interval

3.3 Hipotesis

Jawaban sementara dari suatu penelitian biasanya disebut

hipotesis. Jadi hipotesis di dalam suatu penelitian berarti

jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil

sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2005 : 72).

Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis membuat hipotesis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : skrining hipertensi

dalam kehamilan dengan alat tensi spigmomanometer lebih

tepat dibandingkan dengan alat elektrik.

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti ialah deskriptif analitik.

Menurut Badriah, (2012 : 20) deskriptif analitik yaitu suatu metode

penelitian yang manganalisis dan menyajikan data secara sistematik

sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan

korelasional. Menurut badriah, (2012 : 36) penelitian korelasional

yaitu suatu penelitian untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi

pada suatu faktor berhubungan dengan variasi-variasi pada satu atau

lebih faktor lain tanpa melakukan intervensi tertentu terhadap variasi

variable-variabel yang bersangkutan. Keeratan hubungan didasarkan

pada koefisien koralasi yang diperoleh dari setiap variable penelitian

yang dianalisis.

4.2 Populasi dan Teknis Sampling

Menurut Badriah, (2012 : 101), populasi adalah kelompok subjek yang

hendak dikenai generalisasi hasil penelitian populasi yang ditentukan

sebagai subjek penelitian ini adalah ibu hamil yang mempunyai

penyakit hipertensi sebanyak 30 orang di UPTD Puskesmas Cidahu

Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan Tahun 2014.

Menurut Badriah, (2012 : 102) sampel adalah sebagian dari populasi,

karena ia merupakan bagian dari populasi tentulah ia memiliki ciri-ciri

yang dimiliki oleh populasinya. Pada penelitian ini, menggunakan

teknik total sampling sehingga subjek dari peneliti ini adalah semua

ibu hamil yang mempunyai penyakit hipertensi dengan jumlah 30

orang.

4.3 Variabel Penelitian

Menurut Notoatmodjo, (2005 : 70) variable adalah sesuatu yang

digunakan sebagai cirri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau

didapatkan oleh satuan peneliti tentang suatu konsep pengertian

tertentu. Menurut Badriah, (2012 : 91) Variabel dapat di artikan

sebagai ukuran atau cirri yang dimiliki oleh kelompok yang lain.

4.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi

variabel lain. Dalam penelitian ini yang termasuk kedalam variabel

bebas adalah alat spigmomanometer dan tensi elektrik.

4.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel penelitian yang diukur untuk

mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah skrining hipertensi dalam kehamilan.

4.4 Instrumen yang Digunakan

Instrument yang digunakan adalah alat spigmomanometer, tensi

elektrik dan catatan status pasien atau buku KIA pasien.

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini dengan melakukan

pengamatan. Menurut Notoatmodjo (2003 : 93) pengamatan adalah

suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat dan

mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya

dengan masalah yang diteliti.

4.5.1 Sifat Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini bersifat data primer dan

sekunder.

4.5.2 Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data primer diambil dengan

cara melakukan pemeriksaan tekanan darah pada ibu hamil yang

mempunyai penyakit hipertensi, sedangkan data sekunder diambil

dengan cara melihat hasil dari buku catatan pasien ibu hamil.

4.6 Rancangan Analisis Data

Menurut Badriah, (2012 : 56) rancangan analisis data adalah data yang

dapat disesuaikan dengan tujuan dan cakupan permasalahan.

4.6.1 Rencana Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan melalui

tahap-tahap sebagai berikut :

1) Pemeriksaan Data (Editing)

Memeriksa data yang telah dikumpulkan dari pencatatan hasil

pemeriksaan.

2) Penandaan Data (Coding)

Data yang telah ada setelah dilakukan koreksi ketepatan dan

kelengkapannya, kemudian ditandai agar memudahkan dalam

proses memasukan data yang akan dilakukan.

3) Memasukan Data (Entry)

Data yang telah ditandai kemudian dimasukan kedalam format

tabulasi pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak

komputer.

4) Pembersihan Data (Cleaning)

Setelah data mulai dimasukkan kedalam format tabulasi komputer,

kemudian dilakukan pembersihan data dengan maksud untuk

pemeriksaan terhadap adanya kesalahan.

5) Tabulasi Data (Tabulating)

Untuk mengelompokkan data dengan mengguanakan table

distribusi yang dihitung dengan presentase.

4.6.2 Rencana Analisis Data

Arikunto (2006) mengemukakan klasifikasi analisis dalam tabulasi

data (the tabulation of the data), penyimpulan data ( the summarizing

of the data), analisis data untuk tujuan testing hipotesis, analisis data

untuk tujuan penarikan kesimpulan.

Tahapan analisis data mencakup tabulasi data dan perhitungan-

perhitungan statistik, bila diperlukan uji statistik. Analisis data juga

dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel yang diamati

dan hasil penelitian. Pada umumnya hasil semua variabel berskala

kategorik, kecenderungan pemusatan data dianalisis dengan cara

menentukan proporsi (persentase) dari masing-masing kategori

pengamatan pada tiap variabel.

Menurut Budiarto (2003), dibuat tabel frekuensi yang terdiri dari

dua kolom yaitu jumlah frekuensi dan persentase untuk setiap

kategori dengan rumus :

Keterangan :

P = persentase

F = jumlah setiap kategori

N = jumlah responden

P= FN

x 100 %

2. Analisis bivarat

Analisis ini dilakukan terhadap dan variabel yang diduga

berhubungan satu sama lain, dapat dalam kedudukan yang sejajar

dan kedudukan ini merupakan kedudukan yang merupakan sebab

akibat (eksperimentasi). Misalnya, pada penelitian ini adalah

variabel spigmomanometer dengan skrining hipertensi dalam

kehamilan, dan variabel tensi elektrik dengan skrining hipertensi

dalam kehamilan. Analisis yang digunakan oleh peneliti dalam

penelitian ini yaitu dengan 1 test. Adapun rumus 1 test adalah :

Keterangan :

t = distribusi

d = rata-rata deviasi / selisih sampel 1 dengan sampel 2

S_d = standar deviasi dari deviasi/selisih sampel 1dan sampel 2

N = banyaknya data

4.7 Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan di UPTD Puskesmas Cidahu Kecamatan

Cidahu Kabupaten Kuningan, waktu pelaksanaan yaitu 02 November

2013.

t = d

sd/√n