Kti Sonya Poltekkes

81
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dari menurunnya angka kesakitan, angka kematian bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Kehidupan modern kini menuntut segala sesuatu serba instant dan cepat. Baik dalam aktivitas pekerjaan, kehidupan rumah tangga dan makanan sehari-hari. Perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi serasa memperpendek jarak dan mempersingkat waktu. Manusia seolah dimanja dalam kehidupan. Oleh karena itu semua,ternyata manusia harus membayar mahal dengan kesehatan. Selain hal tersebut diatas, kebiasaan hidup juga. Sangat berpengaruh bagi kesehatan tubuh manusia, makanan yang tidak bergizi seimbang, sedikit olahraga dan kurangnya istirahat akan mendukung terjangkit penyakit yang salah satunya adalah stroke (Machio D, 2008)

Transcript of Kti Sonya Poltekkes

30

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangKeberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dari menurunnya angka kesakitan, angka kematian bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Kehidupan modern kini menuntut segala sesuatu serba instant dan cepat. Baik dalam aktivitas pekerjaan, kehidupan rumah tangga dan makanan sehari-hari. Perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi serasa memperpendek jarak dan mempersingkat waktu. Manusia seolah dimanja dalam kehidupan. Oleh karena itu semua,ternyata manusia harus membayar mahal dengan kesehatan. Selain hal tersebut diatas, kebiasaan hidup juga. Sangat berpengaruh bagi kesehatan tubuh manusia, makanan yang tidak bergizi seimbang, sedikit olahraga dan kurangnya istirahat akan mendukung terjangkit penyakit yang salah satunya adalah stroke (Machio D, 2008)

Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. Dalam jaringan otak, kekurangan aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak (Wiwit S, 2010).

Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan atau perilaku. Gejala fisik paling khas adalah paralisis, kelemahan (kadang dilaporkan oleh pasien sebagai kecanggungan), hilangnya sensasi di wajah, lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh (Feigin, 2004) Gejala lainnya yang timbul bila terjadi serangan stroke seperti lumpuh separuh badan, bicara pelo, sulit menelan, sulit berbahasa, tidak dapat membaca dan menulis, kepandaian mundur, mudah lupa, penglihatan terganggu, pendengaran terganggu, perasaaan penderita lebih sensitif, gangguan seksual, bahkan sampai mengompol dan tidak dapat buang air besar sendiri (Yerika W, 2009)Serangan stroke dapat menimbulkan cacat fisik yang permanen. Namun, cacat fisik tersebut tergantung dari berat-ringannya serangan dan di lokasi terjadi kerusakan otak. Cacat fisik dapat mengakibatkan seseorang kurang produktif (Gordon,2002)Secara global, sekitar 80 juta orang menderita akibat stroke. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan. Terdapat sekitar 250 juta anggota keluarga yang berkaitan dengan para pengidap stroke yang bertahan hidup (Feigin,2004).Data yang dilaporkan WHO (1989) menyatakan bahwa pada akhir tahun pertama klien stroke yang membutuhkan bantuan untuk aktivitas kehidupan sehari-hari sebanyak 60% dan 20% diantaranya membutuhkan bantuan untuk aktifitas secara total, 15% mengalami ketergantungan minimal kepada orang lain untuk aktivitas sehari-hari, serta 20% klien mampu mandiri.Di Amerika serikat setiap tahunnya 15.000-an orang berusia antara 30-44 tahun terserang stroke. Bahkan, dilaporkan bahwa stroke adalah penyebab kematian yang ketiga di Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya di Eropa (Wiwit S, 2010). Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina, Austria, tahun 2008 mengungkapkan bahwa di kawasan Asia terus meningkatnya jumlah kasus stroke.Indonesia adalah negara tertinggi angka stroke di Asia, lebih dari 500.000 kasus/tahun dengan angka kematian lebih dari 125.000 orang/tahun, sisanya mengalami cacat ringan atau sedang (Jurnal Polteknik Kesehatan Kalimantan Timur,2009). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat tahun 2010 didapatkan data stroke merupakan penyebab kematian nomor 5 di kota Padang setelah Ketuaan/lansia, DM, Hipertensi dan penyakit Jantung dengan persentase 8,0% dari 454 kasus (Sumber : Bidang Yankes DKK Padang).Kelumpuhan akibat stroke dapat mengurangi produktifitas masyarakat. Penderita stroke membutuhkan penanganan yang komprehensif, termasuk upaya pemulihan dan rehabilitasi dalam jangka lama, bahkan sepanjang sisa hidup penderita. Keluarga sangat berperan dalam fase pemulihan ini sehingga keluarga diharapkan terlibat dalam penanganan penderita sejak awal perawatan (Mulyatsih, 2008). Meskipun semua yang berhasil mengatasi stroke itu besar kemungkinan harus di rawat di Rumah Sakit (West,1991), lebih dari 75% tetap tinggal di rumah selama masa pemulihan. Penderita stroke cenderung dapat mempertahankan kemampuannya untuk melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari jika mereka menerima pelayanan terapi dan perawatan di rumah. Berdasarkan statistik, pasien stroke yang bertahan hidup kemungkinan besar akan dirawat dirumah (Feigin: 2004) . Terapi dan perawatan di rumah dapat menurunkan risiko kematian atau kemunduran dalam kemampuan melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari (Outpatient Service Trialist, 2003). Pemenuhan kebutuhan pasien penyandang stroke di rumah pada umumnya di bantu oleh keluarga. Hal ini dikarenakan penderita stroke pada umumnya tinggal bersama keluarga (Sonatha,2012).Keluarga diminta untuk menerima keadaan penderita stroke dan adaptasi ulang merupakan hal yang penting dalam mempertahankan kehidupan keluarga dan menghadapi keadaan baru. Keluarga lah yang perlu menghadapi keadaan realita baru tersebut (Junaidi : 2011). Friedman (1981) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga, yaitu : Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan (Effendy,1998). Pada pasien stroke terdapat tugas kesehatan untuk keluarga, yaitu tugas keluarga untuk merawat anggota keluarga yang sakit, khusus dalam merawat anggota keluarga yang terkena stroke. Dalam penelitiannya, Betty Sonatha (2012) mengatakan tingkat pengetahuan keluarga tentang stroke dan perawatannya perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien pasca stroke. Dibuktikan dengan hasil penelitiannya yang mengatakan bahwa yang mempengaruhi sikap keluarga dalam memberikan perawatan kepada pasien pasca stroke adalah tingkat penghasilan keluarga, pengalaman keluarga sebelumnya dan tingkat pengetahuan keluarga.Kemudian Sri Parwati (2010) melakukan penelitian dan hasilnya diketahui bahwa pengetahuan keluarga terhadap perawatan pasca stroke adalah baik yaitu 66,3%, dan tindakan perawatan pasca stroke oleh keluarga sebagian besar adalah baik yaitu 50,6 % dan 49,4 % sisanya adalah tidak baik.

Tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke seperti latihan fisik, perawatan kulit,mulut dan mata, kenyamanan tempat tidur, kebutuhan dasar manusia, dan masalah psikologi pasien sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap. Hal ini juga sesuai dengan Idrawati (2009) yang mengatakan bahwa pengetahuan keluarga akan mempengaruhi sikap dan prilaku keluarga dalam merawat pasien stroke. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit stroke akan mengakibatkan penyakit bertambah parah, mungkin akan terjadi serangan ulang dan mengakibatkan pasien tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri, bahkan dapat terjadi kematian (Sonatha, 2012).Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003) suatu tindakan dikatakan baik jika seseorang itu memiliki pengetahuan dan sikap yang baik pula. Benny Purwana Putra dkk (2011) melakukan penelitian dengan hasil hampir setengah anggota keluarga mempunyai pengetahuan yang kurang baik tentang stroke (43,3 %) dan sebagian kecil (10 %) mempunyai pengetahuan yang baik tentang stroke.Yuniarti Wulandari (2009) juga melakukan penelitian mengenai peran keluarga dalam perawatan penderita pasca stroke di rumah. Dalam laporan penelitiannya disebutkan bahwa keluarga pada umumnya telah memahami bagaimana cara memberikan perawatan kepada penderita stroke karena mereka telah mendapatkan penjelasan pada saat di rumah sakit. Tetapi tidak semua program perawatan penderita pasca stroke didukung oleh keluarga. Hal ini dapat dilihat dari keluarga tetap memperbolehkan penderita minum kopi dan juga merokok (Samudera, 2009).Kemudian menurut Kosassy (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan peran keluarga dalam merawat dan memotivasi penderita pasca stroke dengan kepatuhan penderita mengikuti rehabilitasi di unit rehabilitasi medik RSUP. Dr.M. Djamil Padang, keluarga memahami bagaimana melakukan latihan rentang gerak dan sendi pada penderita, tetapi keluarga tidak memberikan latihan secara rutin.RSUP Dr.M.Djamil Padang sebagai Rumah sakit Tipe B plus dan rumah sakit Rujukan di Sumatera Barat angka kunjungan penderita stroke ke poliklinik syaraf masih dalam jumlah besar. Pada tahun 2011 jumlah kunjungan sebanyak 561 kunjungan, dan tahun 2012 sebanyak 183.

Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan, yaitu wawancara awal dengan 6 orang keluarga pasien stroke yang mengalami kelumpuhan motorik, dari hasil wawancara diketahui bahwa untuk tindakan perawatan pasca stroke hanya 1 orang (16%) melakukan perawatan latihan fisik seperti menggenggam bola dan berlatih berjalan, 2 orang (33%) merawat pasien dengan menjaga kenyamanan tempat tidur bila ada waktu saja, 2 orang (33 %) ikut membantu pasien saat berlatih fisik, perawatan kulit tidak ada dilakukan, dan 1 orang (16%) memperbolehkan makan-makanan bersantan sekali-sekali. Untuk pengetahuan keluarga tentang perawatan pasca stroke 4 orang (66,6%) mengetahui perawatan kelemahan motorik dengan latihan fisik, 2 orang (33%) yang mengetahui perawatan kulit, mulut, gigi serta perawatan kenyamanan tempat tidur untuk pasien pasca stroke. Dan untuk sikap keluarga mengenai perawatan stroke 2 orang (33%) mengatakan mau melakukan latihan fisik bersama pasien pasca stroke, 2 orang (33 %) mengatakan tidak sempat melakukan perawatan kulit, mulut dan gigi, 1 orang (16 %) tidak sempat memberikan perawatan kenyamanan tempat tidur pada pasien pasca stroke, 1 orang (16 %) tidak bisa mengawasi makanan pasien dengan ketat.Berdasarkan latar belakang dan masalah diatas maka peneliti melakukan penelitian tentang Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga pasien stroke dengan tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr. M.Djamil Padang tahun 2013.B. Rumusan MasalahRumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga pasien stroke dengan tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr. M.Djamil Padang tahun 2013 ?

C. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumTujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap keluarga pasien stroke dengan tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang tahun 2013.2. Tujuan Khususa. Diketahuinya distribusi frekuensi tindakan keluarga pasien stroke dalam perawatan pasca stroke di Poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padangb. Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan keluarga pasien stroke tentang perawatan pasca stroke di Poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padangc. Diketahuinya distribusi frekuensi sikap keluarga pasien stroke terhadap perawatan pasca stroke di Poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padangd. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan tentang tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke di Poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padang.e. Diketahuinya hubungan sikap terhadap tindakan keluarga terhadap perawatan pasca stroke di Poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padang.D. Manfaat Penelitian1. Bagi Peneliti.Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dapat menerapkan serta mengaplikasikan ilmu riset keperawatan dan penelitian.2. Bagi pihak Rumah Sakit.Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai respon dan motivasi keluarga dan klien pasca stroke terhadap tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang.3. Bagi Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang.Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan informasi kesehatan, bahan bacaan di perpustakaan, dan acuan penelitian selanjutnya.4. Bagi Peneliti selanjutnya.Penelitian ini dapat menjadi acuan data dasar untuk melakukan penelitian berikutnya.E. Ruang Lingkup PenelitianRuang lingkup penelitian adalah hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr. M.Djamil Padang. Variabel independen meliputi pengetahuan dan sikap tentang perawatan pasca stroke, variabel dependen tindakan perawatan pasca stroke. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli tahun 2013. Disain penelitian menggunakan Cross sectional study. BAB II

TINJAUAN TEORITISA. Stroke1. Pengertian StrokeMenurut WHO tahun 1988, Stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun gliobal secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, akibat gangguan aliran darah otak (Junaidi, 2011)Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. Dalam jaringan otak, kekurangan aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak (Wiwit S, 2010)Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Gangguan aliran darah ke otak dapat menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke otak. Oksigen yang terpuutus selama 8-10 detik akan menyebabkan gangguan fungsi otak. Sedangkan, terputusnya aliran oksigen ke otak dalam 6-10 menit dapat merusak sel-sel otak, dan kemungkinan tidak bisa pulih kembali. (Wiwit S, 2010 : 14)2. Penggolongan Stroke

Secara garis besar stroke dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu stroke perdarahan (hemoragik) dan stroke nonperdarahan atau stroke iskemik atau infark karena sumbatan arteri otak (Junaidi, 2011).a. Stroke Perdarahan1) Perdarahan subarakhnoid (PSA). Darah yang masuk ke selapu otak.

2) Perdarahan intraserebral (PIS) : intraparenkim atau intraventrikel. Darah yang masuk ke dalam struktur atau jaringan otak.

b. Stroke nonperdarahan (Iskemik/ infark)1) Transient ischemic attack (TIA) : serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam.

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) : gejala neurologis akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari.

3) Progressing stroke atau stroke in evolution : kelainan atau defisit neurologik berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.

4) Stroke komplit atau comnpleted stroke : kelainan neurologis sudah lengkap menetap dan tidak berkembang lagi.3. Tanda dan Gejala StrokeSekitar dua pertiga stroke terjadi tanpa peringatan apapun, sekitar sepertiga memang memperlihatkan tanda-tanda peringatan, termasuk TIA (Feigin,2004)a. Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu bagian tubuh, terutama di satu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.

b. Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim lain di suatu bagian tubuh, terutama jika hanya di salah satu sisi

c. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi

d. Tidak mampu berbicara dengan benar atau memahami bahasa

e. Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap, atau jatuh tanpa sebab

f. Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing bergoyang, kesulitan menelan, kebingungan akut, atau gangguan daya ingat\

g. Nyeri kepala yang terlalu parah, muncul mendadak, atau memiliki karakter tidak lazim, termasuk perubahan pola nyeri kepala yang tidak dapat diterangkan

h. Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang.Untuk mengetahui lebih awal stroke dapat dilakukan dengan melakukan skrening sederhana pada pasien yang dicurigai stroke. Tanda atau gejala salah satu keadaaan di bawah ini yang patut di duga stroke adalah (Iskandar Junaidi, 2011 : 16) :

a. Mulut mencong (facial drop). Caranya dengan meminta penderita memperlihatkan giginya atau tersenyum.

1) Normal : kedua sisi muka bergerak simetris

2) Abnormal : Salah satu sisi muka teritnggal / tidak bereaksi.

b. Gangguan bicara dan bahasa. Penderita diminta mengucapkan kata atau kalimat tertentu.1) Normal : dapat mengucapkan kata / kalimat dengan benar dan jelas.

2) Abnormal : tidak mapu/ bicara rero/pelo/cadel, kaliamt yang salah.

c. Lengan lemah (arm drift). Menahan kedua lengannya lurus kedepan sekitar 10 detik, dengan mata tertutup.

1) Normal : kedua lengan dapat bergerak bersamaan dan sejajar.

2) Abnormal : salah satu lengan bergerak turun/tidak sejajar.

d. Gangguan gerakan bola mata dan gangguan koordinasi gerak.4. Penyebab Strokea. Stroke Akut Stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otak (disebut stroke iskemik/ nonperdarahan) atau karena adanya perdarahan di otak (disebut stroke perdarahan/ hemoragik). Masyarakat menyangka bahwa makan sate kambing dan merokok sering dianggap penyebab satu-satunya pemicu stroke. Pemicu stroke ini antara lain kecendrungan menu harian berlemak, pola dan gaya hidup tidak sehat, ketidakmampuan beradaptasi dengan stres, faktor hormonal (wanita menopause, penyakit gondok,penyakit anak ginjal), dan kondisi kejiwaan (temperamen tipe A tipe orang yang tidak sabar, terburu-buru, selalu ingin cepat), dan seberapa banyak tubuh terpapar dengan radikal bebas (free radicals-oksidan) (Junaidi, 2011)b. Stroke IskemikStroke Iskemik sesuai namanya disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah otak (stroke non perdarahan = infark). Otak dapat berfungsi dengan baik jika aliran darah yang menuju ke otak lancar dan tidak mengalami hambatan. Terhalangnya aliran darah yang yang menuju ke otak dapat disebabkan oleh suatu thrombosis atau emboli. (Junaidi, 2011)1) AteromaAteroma atau endapan lemak bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis jalur utama memberikan darah ke sebagian besar otak.

2) EmboliEndapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudianmenyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau katupnya.3) Infeksi

Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak.4) Obat-obatan

Obat-obatan dapat menyebabkan stroke seperti kokain, amfetamin, epinefrin, adrenalin, dan sebagainya dengan jalan mempersempit diameter pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.

5) Hipotensi

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menymebabkan berkuranngya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

5. Faktor Resiko StrokeFaktor resiko stroke adalah suatu faktor atau kondisi tertentu yang membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke (Junaidi , 2011).a. Faktor resiko internal, yang tidak dapat dikontrol/diubah :1) Umur : makin tua kejadian stroke makin tinggi.

2) Ras/Suku bangsa . Orang yang berwatak keras terbiasa cepat atau buru-buru, seperti orang Sumatera, Sulawesi dan Madura rentan terserang stroke.

3) Jenis Kelamin : Laki-laki lebih beresiko dibanding wanita.

4) Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang pernah mengalami stroke pada usia muda maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke.

b. Faktor Resiko Eksternal, yang dapat dikontrol/ di ubah

1) Hipertensi

2) Diabetes melitus / kencing manis.

3) Transient Ischemic Attack (TIA) = Serangan lumpuh sementara.

4) Pasca Stroke. Mereka yang pernah terkena stroke.

5) Perokok

6) Peminum alkohol

7) Infeksi : virus dan bakteri.

8) Obat-obatan, misalnya obat kontrasepsi oral/pil KB

9) Obesitas/kegemukan.10) Kurang aktifitas fisik

11) Stres fisik dan mentalB. Tindakan Perawatan Pasca Stroke Oleh Keluarga

1. Pengertian TindakanSuatu sikap optimis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain ada fasilitas (Notoatmodjo, 2007)Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni : a. Praktik Terpimpin (Guided Response)\Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya, Seorang pasien pasca stroke dalam masa perawatan pemulihan rehabilitasi tetapi masih menunggu diingatkan oleh perawat atau dokternya.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism)Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya seorang pasien pasca stroke selalu mengikuti perawatan pemulihan rehabilitasi tanpa harus menunggu perintah dari Dokter atau Perawat.c. Adopsi (Adoption)Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau prilaku yang berkualitas. Misalnya, menggosok gigi, bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan teknik-teknik yang benar.2. Peran Keluarga dalam Perawatan Pasca Strokea. Pengertian Keluarga U.S Bureau of the Census (dalam Friedman,2002) menggunakan defenisi keluarga yang berorientasi tradisional, yaitu sebagai berikut : Keluarga terdiri atas individu yang yang bergabung bersama oleh ikatan pernikahan, darah, atau adopsi dan tinggal di dalam suatu rumah tangga yang sama.

Whall (1986b, dalam friedman 2002) dalam analisis konsepnya mengenai keluarga sebagai unit asuhan dalam keperawatan, mendefenisikan keluarga sebagai sebuah kelompok yang mengidentifikasi diri dan terdiri atas dua individu atau lebih yang memiliki hubungan khusus, yang dapat terkait dengan hubungan darah atau hukum atau dapat juga tidak, namun berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap dirinya sebagai keluarga.b. Fungsi KeluargaFungsi keluarga secara umum didefenisikan sebagai hasil akhir atau akibat dari struktur keluarga. Tujuan terpenting yang dipenuhi keluarga adalah menghasilkan anggota baru (fungsi reproduksi) dan melatih individu tersebut menjadi bagian dari anggota masyarakat (fungsi sosialisasi) (Kingsburg & Scanzoni, 1993)Lima fungsi keluarga menjadi saling berhubungan erat pada saat mengkaji dan melakukan intervensi dengan keluarga (Friedman : 2002):

1) Fungsi Afektif (fungsi mempertahankan kepribadian) : Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga.2) Fungsi sosialisasi dan status sosial : Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang produktif, serta memberikan status pada anggota keluarga.3) Fungsi Reproduksi : untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.4) Fungsi Ekonomi: Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.5) Fungsi perawatan kesehatan : Menyediakan kebutuhan fisik- makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan.c. Lima Tugas Kesehatan KeluargaFriedman (1981) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga, yaitu : Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya, Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit, Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan (Effendy,1998).3. Tindakan Keluarga dalam Perawatan Pasca Stroke di RumahMenurut Valery Feigin (2004) terdapat tindakan perawatan pasca stroke yang dapat dilakukan oleh keluarga adalah sebagai berikut :a. Posisi di tempat tidur dan terapi fisik.Tempat tidur yang ideal bagi pasien stroke adalah tempat tidur yang padat dengan bagian kepala cukup keras untuk menopang berat ketika disandarkan ; tempat tidur tunggal memungkinkan orang yang merawat meraih pasien dari kedua sisi.

Pada banyak kasus, pasien yang mengalami imobilisasi dirawat secara penuh di fasilitas perawatan.

1) Penempatan posisi dan reposisi untuk hemiplegia kiri.

2) Pemijatan dari telapak tangan kesiku.

3) Pemijatan setiap jari tangan dari ujung ke pangkal dikedua sisi tangan.

4) Pemijatan di antara pangkal jari-jari kaki.

5) Sambil menahan siku, secara perlahan putar lengan bawah, kemudian angkatlah dan turunkan.

6) Gerakkan sendi-sendi jari tangan dan ibu jari secara lembut dan perlahan.

7) Gerakkan pergelangan tangan sesuai arah alaminya secara hati-hati.

8) Gerakkan lengan ke depan dan ke atas dalam gerakkan melingkar secara lembut.

9) Sambil menopang siku, angkatlah lengan secara perlahan sehingga sendi bahu tergerak.

10) Sambil menopang lutut, naikkan dan turunkan tungkai.

11) Putarlah kaki pada bagian pergelangan kaki secara perlahan.b. Membalik Pasien

Pasien yang mengalami imobilisasi perlu di balik dan diposisikan secara reguler, bahkan pada malam hari. Untuk membalik pasien di tempat tidur, orang yang merawat harus menyelipkan lengan mereka di bawah tubuh pasien dan menarik pasien ke arah mereka. Jika pasien sudah terputar, bukalah dan kencangkan seprai di bawahnya.

Perhatikan juga punggung pasien untuk melihat tanda-tanda dekubitus. Untuk mencegahnya , bersihkan kulit dengan air hangat, spons, dan sedikit antiseptik, atau sabun paling tidak sekali sehari.

c. Bridging (Gerakan di Tempat Tidur)Latihan ini dapat membantu pasien bergerak di tempat tidur. Pasien menekuk tungkai mereka yang kuat, dan orang yang merawat membantu dengan menekuk tungkai yang lemah dan menahannya dalam posisi jika dibutuhkan. Pasien kemudian mendorong kaki mereka ke tempat tidur, dan mengangkat panggul sehingga panggul dapat dipindahkan ke salah satu sisi dan menurunkan panggul ke posisi yang baru.d. Mencegah Pembentukan Bekuan Darah

Pemakaian obat anti-pembekuan, amplikasi kompresi pneumatik intermitten, dan penggunaan kaus kompresi dapat membantu mencegah terbentuknya bekuan darah.e. Duduk di tempat tidur.Berilah pasien semangat untuk duduk dan bersandar ke bagian kepala tempat tidur sesegera mungkin-sebagian besar pasien stroke yang bertahan hidup mampu melakukan ini sendiri dalam satu minggu. Mereka sebaiknya menghabiskan lebih banyak waktu duduk dari pada tidur telentang.f. Perawatan Kulit.

Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah dekubitus (luka karena tekanan) dan infeksi kulit; adanya hal-hal ini menunjukkan bahwa perawatan pasien kurang optimal.

g. Perawatan Mata dan Mulut.

Pasien yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus dibersihkan mulutnya dengan sikat lembut yang lembap atau kapas penyerap sekitar sekali satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk pasien yang sulit atau tidak dapat menelan.h. Mencegah nyeri bahu.

Nyeri bahu merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien stroke, dialami oleh sekitar 1 dari 5 pasien dalam waktu 6 bulan setelah stroke. Tindakan pencegahan terbaik adalah penempatan posisi dan reposisi di tempat tidur; menopang lengan yang lemah (lumpuh) dengan abntal atau sandaran tangan jika mungkin; menghindari peregangan sendi bahu, terutama oleh tarikan pada lengan yang lemah dan lengan yang normal atau dengan menggunakan perban suportif saat berjalan sehingga lengan tersebut tidak terkulai ke bawah.

i. Turun dari tempat tidur dan bergerak.

Peningkatan mobilitas pasien harus lambat dan bertahap, dan,jika mungkin mengikuti rangkaian berikut : bergerak di tempat tidur, duduk di tempat tidur, duduk di tempat tidur dengan tungkai ke bawah, berdiri di samping tempat tidur, berjalan ke kursi, duduk di kursi, berjalan di lantai yang rata.

j. Menelan dan Makan

k. Mengatasi masalah berbicara dan menulis.

l. Latihan bibir dan lidah

m. Pengendalian buang air kecil dan besar.

n. Latihan Bernapas

o. Mengatasi masalah sensorik

p. Menangani kehidupan sehari-hari

q. Aktivitas fisik setelah stroke

r. Mengatasi masalah emosional.Apabila stroke ringan terjadi, letakkan pasien di tempat tidur dan bawa ke dokter. Temani pasien pada kasus stroke yang terjadi secara berturut-turut. Pada kasus stroke yang berat, letakkan pasien dalam posisi pemulihan. Posisi ini mencegah pasien tersedak oleh lidahnya sendiri, akibat jatuhnya lidah kedepan secara alami, dan juga mencegahnya agar tidak tersedak oleh darah atau muntah yang dialaminya, ketika cairan muntah atau darah ini mengalir dari mulutnya (Hastings : 2006).Kebanyakan pasien stroke pada awalnya akan dirawat di rumah sakit. Pegawai rumah sakit akan berfokus pada pertolongan pasien untuk memulihkan kembali pergerakan dan kemampuan berbicara pasien yang dibantu oleh layanan fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara. Ketika pasien kembali ke rumah, pastikan ia mempunyai banyak waktu istirahat, tetapi juga tetap harus kembali menjalani rawat jalan untuk mendapatkan terapi, atau keluarga harus bertanya kepada dokter untuk mengatur jadwal seorang ahli terapi untuk mengunjungi pasien di rumah. Bantu dan dukung pasien dalam melakukan latihan yang telah di sarankan oleh ahli terapi. Pastikan bahwa pasien membawa peralatan yang sesuai, seperti kursi roda, tongkat atau walking frame (alat bantu berjalan).Keluarga juga harus membantu dengan cara membiarkan pasien untuk melakukan sesuatu sebanyak mungkin, jika perlu sesuaikan peralatan untuk mempermudah individu yang mengalami ketidakmampuan, dapat mengatasi masalah.Pertimbangkan untuk memasang hand-rails (pegangan tangan) dikamar mandi dan toilet. Keluarga mungkin perlu menyediakan sisir dan sikat bergagang panjang, dan letakkan sikat kuku yang dapat mencuci tangannya tanpa bantuan. Ganti kancing dan retsleting pada pakaian dengan perekat pengikat, seperti velcro, membuat berpakaian menjadi lebih mudah (Hastings : 2006).C. Pengetahuan 1. PengertianPengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting unutk trebentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umunya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004)2. Tingkatan pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) tingkatan sikap di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan, yaitu :a. Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan.Contoh : Dapat menyebutkan 3 tanda-tanda dan gejala penyakit stroke.b. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui.Contoh : Jelaskan proses adopsi perilaku.c. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.Contoh : Mahasiswa dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian.d. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain.e. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.Contoh : Seorang dosen dapat menyusun rencana Proses Belajar Mengajar selama setahun dalam bentuk kalender pendidikan.f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau di susun sendiri.Contoh : Seorang perawat dapat membandingkan gejala apendiksitis dengan gejala stroke.D. Sikap

1. PengertianSikap adalah respon tertutup seorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004)Skema 2.1. Sikap Campbell (1950) dalam Notoadmodjo (2010) mendefenisikan sangat sederhana, yakni : An Individuals attitude is syndrome of response consistency with regard to object. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kmupulan gejala dalam merespon stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan , perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Skema 2.2. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Sumber : Notoatmodjo 20102. Komponen Pokok Sikap Menurut Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2010) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok yakni :

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran sesEorang terhadap objek.b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.c. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau prilaku terbuka.

Ketiga komponen tersebut di atas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Contoh : Keluarga pasien pasca stroke (tahu) penyakit stroke (penyebabnya, tanda gejalanya, dan perawatannya). Pengetahuan ini akan membawa keluarga untuk berfikir dan berusaha supaya anggota keluarganya terutama yang terkena stroke mendapatkan perawatan yang baik pasca stroke.3. Tingkatan SikapSikap terbagi dalam 4 tingkatan (Notoatmodjo, 2003)1. Menerima (Receiving)Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap keluarga terhadap perawatan stroke dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang perawatan stroke.2. Merespon (Responding)Merespon berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.3. Menghargai (Valuing)Menghargai berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Misalnya : Keluarga mengajak anggota keluarga yang lain untuk sama-sama memberikan perawatan pasca stroke yang baik kepada salah satu anggota keluarga yang terkena stroke.4. Bertanggung Jawab (Responsible)Tingkatan sikap yang paling tinggi yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003)E. Kerangka Konsep

Variabel Independen :

Variabel Dependen :

F. Hipotesis1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke.2. Ada hubungan antara sikap dengan tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke.G. Defenisi OperasionalNoVariabelDefenisi OperasionalCara UkurAlat UkurHasil UkurSkala Ukur

1

2

3Tingkat Pengetahuan

Sikap

Tindakan

Segala sesuatu yang di ketahui oleh keluarga yang merawat klien tentang penyakit Stroke dan perawatan klien pasca stroke meliputi : pengertian, tanda gejala, penyebab, faktor resiko dan perawatan pasca stroke.Merupakan respon,reaksi dan kemauan keluarga pasien untuk memberikan perawatan pasca stroke.

Perlakuan Keluarga dalam merawat pasien pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr.M.Djamil.WawancaraWawancaraWawancaraKuesionerKuesioner

KuesionerKategori:Tinggi bila skor responden meanRendah bila skor responden < meanPositif apabila skor responden Skor TNegatif apabila skor responden < Skor TBaik apabila skor responden meanKurang baik apabila skor responden < meanOrdinalOrdinal

Ordinal

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik deskriptif yaitu melihat hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga pasien stroke dengan tindakan keluarga dalam perawatan klien pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang.B. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poli Syaraf RSUP Dr.M.djamil Padang. Dimulai dari bulan Januari-Juli 2013.C. Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi adalah wilayah generelasi yang terdiri atas : objek/ subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien stroke yang berkunjung ke Poliklinik Syaraf. Jumlah kunjungan pasien stroke di poli syaraf pada tahun 2012 sebanyak 183 kunjungan.2. SampelSampel merupakan bagian populasi yang akan di teliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul Aziz,2007). Cara pengambilan sampel dilakukan waktu penelitian pada bulan Januari sampai Juli dengan teknik Accidental Sampling.Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 8 Mei sampai dengan 12 Juni 2013 dan didapatkan sebanyak 40 sampel.Kriteria sampel :a. Keluarga pasien stroke yang berkunjung ke Poliklinik Syaraf RSUP Dr.M. Djamil Padang dan merawat pasien stroke di rumah.b. Keluarga pasien stroke yang bersedia menjadi responden.c. Keluarga pasien stroke yang kooperatif.D. Cara Pengumpulan Data1. Data PrimerData primer adalah data yang diperoleh langsung dari Rumah Sakit melalui angket dengan menggunakan kuesioner, data yang diambil adalah tentang pengetahuan keluarga tentang stroke dan perawatan pasca stroke, sikap keluarga tentang perawatan pasca stroke dan tindakan keluarga dalam perawatan klien pasca stroke.2. Data SekunderData sekunder adalah data yang diperoleh dari Medical Record (Rekam Medis) RSUP Dr.M.Djamil Padang tentang tingginya angka kejadian stroke, dan dari berbagai sumber literature.E. Pengolahan DataPengolahan data dilakukan dengan komputerisasi menggunakan program SPSS for Windows. Menurut Notoatmodjo (2010), kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi : editing, coding, entry, cleaning, dan tabulating data.1. Editing.Setelah angket dikembalikan oleh responden, peneliti memeriksa apakah jawaban pada angket sudah terisi lengkap dan benar. 2. Coding.Pada tahap ini peneliti memberikan kode pada setiap jawaban.a) Sub variabel pengetahuan jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0.Untuk kategori pengetahuan: Tinggi: Skor Responden mean diberi kode 1Rendah: Skor Responden < mean diberi kode 0b) Sub variabel sikap dengan skala likert, jawaban pada pernyataan positif: sangat setuju (SS) diberi nilai 4, setuju (S) diberi nilai 3, kurang setuju (KS) diberi nilai 2, dan tidak setuju (TS) diberi nilai 1sedangkan jawaban pada pernyataan negatif : sangat setuju (SS) diberi nilai 1,setuju (S) diberi nilai 2,kurang setuju (KS) diberi nilai 3,dan tidak setuju (TS) diberi nilai 4.Untuk kategori sikap :Positif: Skor Responden T skor diberi kode 1Negatif: Skor Responden < T skor diberi kode 0c) Sub variabel tindakan dengan skala likert,jawaban pada pernyataan positif : selalu (S) diberi nilai 4, kadang-kadang (KK) diberi nilai 3, jarang (J) diberi nilai 2, tidak pernah (TP) diberi nilai 1, sedangkan jawaban pada pernyataan yang negatif : selalu (S) diberi nilai 1, kadang-kadang (KK) diberi nilai 2, jarang (J) diberi nilai 3, tidak pernah (TP) diberi nilai 4.Untuk kategori tindakan : Baik

: Skor Responden Mean diberi kode 1

Kurang Baik : Skor Responden < Mean diberi kode 0 4. Processing atau EntriSetelah isian angket benar dan sudah dikoding data pada angket dan lembar observasi dipindahkan ke master tabel berupa microsoft office excel,selanjutnya data diolah dengan komputerisasi dan menghasilkan output.5. CleaningPada tahap ini dilakukan proses pengecekan kembali data yang telah dimasukkan ke dalam master tabel.6. Tabulating (Pentabulasian Data)Sesudah semua data dibersihkan maka data di tabulasikan dan disajikan dalam bentuk variabel distribusi frekuensi, data yang telah diolah kemudian akan dianalisa.F. Analisis Data1. Analisis Univariat Analisa data dilakukan setelah data diolah secara manual dengan teknik analisa persentase dengan menggunakan rumus. Pada analisis univariat hanya menghasilkan distribusi frekuensi tindakan keluarga pasien stroke dalam perawatan pasca stroke, tingkat pengetahuan keluarga pasien stroke tentang perawatan pasca stroke dan sikap keluarga pasien stroke terhadap perawatan pasca stroke.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis yang di lakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2005). Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Square yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel independen,yaitu pengetahuan dan sikap dengan varibel dependen, yaitu tindakan. Hasil analisis dikatakan bermakna jika nilai p dengan nilai = 0,05.BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian1. Gambaran Umum RespondenWaktu penelitian dimulai pada bulan Januari sampai Juli 2013. Pengumpulan data dari tanggal 8 Mei 2013 sampai 12 Juni 2013 di Poliklinik Syaraf RSUP. Dr. M. Djamil Padang didapatkan gambaran dari 40 orang responden mempunyai latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda. Responden yang tamat perguruan tinggi sebanyak 30 %, tamat SLTA sebanyak 47,5 %, tamat SLTP sebanyak 12,5 %, tamat SD sebanyak 7,5 % dan tidak tamat SD sebanyak 2,5 %. Kemudian responden yang bekerja sebagai PNS sebanyak 27,5 %, wiraswasta sebanyak 10 %, Buruh 2,5 %, Pegawai swasta sebanyak 12,5 % dan yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga sebanyak 47,5 %.

2. Analisa UnivariatAnalisa Univariat yang dibahas dalam penelitian ini adalah tindakan keluarga pasien stroke tentang perawatan pasca stroke, tingkat pengetahuan keluarga pasien stroke tentang perawatan pasca stroke dan sikap keluarga pasien stroke dalam perawatan pasca stroke. Berikut adalah tabel distribusi frekuensi responden dari masing-masing variabel tersebut.

a. Tindakan Keluarga Pasien Stroke dengan Perawatan Pasca Stroke.

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Dalam

Perawatan Pasca Stroke di Poliklinik Syaraf

RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Tahun 2013NoTindakan Keluargaf%

1Baik1640

2Kurang Baik2460

Jumlah40100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden (60%) memiliki tindakan perawatan yang kurang baik terhadap pasien pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013.b. Tingkat Pengetahuan Keluarga Pasien Stroke dengan Perawatan Pasca StrokeTabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tentang Perawatan Pasca Stroke di Poliklinik Syaraf

RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Tahun 2013NoPengetahuan Keluargaf%

1Tinggi1742.5

2Rendah2357,5

Jumlah40100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden (57,5 %) memiliki pengetahuan yang rendah tentang perawatan pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013.

c. Sikap Keluarga Pasien Stroke tentang Perawatan Pasca Stroke.

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap

Terhadap Perawatan Pasca Stroke di Poliklinik Syaraf

RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Tahun 2013NoSikap Keluargaf%

1Positif1845

2Negatif2255

Jumlah40100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden (55 %) memiliki sikap yang negatif terhadap perawatan pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013.3. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dari penelitian ini adalah hubungan tingkat pengetahuan keluarga pasien stroke dengan tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke dan hubungan sikap keluarga pasien stroke terhadap perawatan pasca stroke. Berikut adalah tabel distribusi frekuensinya :

a. Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Pasien Stroke dengan Tindakan Keluarga dalam Perawatan Pasca Stroke.Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Tindakan Perawatan Pasca Stroke Responden

Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Poliklinik Syaraf

RSUP Dr. M. Djamil Padang

Tahun 2013NoTingkat PengetahuanTindakan Perawatan Pasca StrokeTotalp value

BaikKurang Baik

f%f%f%0,267

1Tinggi952,9847,116100

2Rendah730,41669,624100

Jumlah1640246040100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa proporsi tindakan perawatan pasca stroke yang kurang baik lebih banyak pada responden yang tingkat pengetahuan rendah (69,6 %) di bandingkan dengan tingkat pengetahuan tinggi (47,1 %).

Berdasarkan uji statistik dengan nilai p 0,267 > 0,05 yang artinya tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga pasien stroke dengan tindakan perawatan pasca stroke di Poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2013.

b. Hubungan Sikap Keluarga Pasien Stroke dengan Tindakan Keluarga dalam Perawatan Pasca Stroke.Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Tindakan Perawatan Pasca Stroke RespondenBerdasarkan Tingkat Sikap di Poliklinik Syaraf

RSUP Dr. M. Djamil Padang

Tahun 2013NoTingkat SikapTindakan Perawatan Pasca StrokeTotalp value

BaikKurang Baik

f%f%f%0,711

1Positif95095018100

2Negatif731,81568,222100

Jumlah1640246040100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa proporsi tindakan perawatan pasca stroke yang kurang baik lebih banyak pada sikap responden yang negatif (68,2 %) di bandingkan dengan sikap responden yang positif (50 %).

Berdasarkan uji statistik dengan nilai p 0,399 > 0,05 yang artinya tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara sikap keluarga pasien stroke dengan tindakan perawatan pasca stroke di Poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2013.B. Pembahasan1. Tindakan Keluarga Dalam Perawatan Pasca Stroke.Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga (60%) memiliki tindakan perawatan yang kurang baik terhadap pasien pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013.Aspek yang yang menyebabkan tindakan kurang baik pada pertanyaan nomor satu terdapat 14 orang responden (35%) yang jarang dan terdapat 19 orang responden (47,5%) yang kadang-kadang membantu melatih gerakan fisik, seperti mengunyah dan menelan / menggenggam bola pada keluarganya yang terkena stroke. Sesuai teori Feigin (2004) tanda-tanda pasien kesulitan makan atau minum antara lain adalah bicara pelo, suara yang basah dan serak, atau mengeluarkan liur di salah satu sisi mulut.Aspek selanjutnya dilihat pada pertanyaan nomor dua terdapat 4 orang responden (10%) yang selalu dan 11 orang responden (27,5%) yang kadang-kadang tidak menganjurkan keluarganya yang terkena stroke untuk terus berlatih bicara dan menggerakkan kaki tangan. Pada pertanyaan nomor tiga terdapat 24 orang responden (60%) yang tidak pernah dan 4 orang responden (10%) yang jarang melakukan perawatan kulit,seperti memberikan lotion pada daerah punggung, kaki, leher, siku pada keluarganya yang terkena stroke. Menurut teori Feigin (2004) Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah dekubitus (luka karena tekanan) dan infeksi kulit, perawatan mulut yang teratur sangat penting terutama untuk pasien yang sulit atau tidak dapat menelan.Pada pertanyaan nomor empat terdapat 12 orang responden (30%) yang selalu dan 12 orang responden (30%) yang kadang-kadang tidak melakukan membersihkan mulut,membantu menyikat gigi dan membersihkan mata pada keluarga yang terkena stroke. Sesuai dengan teori Feigin (2004) pasien yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus dibersihkan mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar sekali satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk pasien yang sulit atau tidak dapat menelan.Pada pertanyaan nomor lima terdapat 13 orang responden (32,5%) yang tidak pernah dan 18 orang responden (45%) yang jarang menyediakan tempat tidur yang bersih, padat dan di bagian kepala cukup keras untuk keluarganya yang menderita stroke. Sesuai dengan teori Feigin (2004) mengatakan tempat tidur yang ideal bagi pasien stroke adalah tempat tidur yang padat dengan bagian kepala cukup keras untuk menopang berat ketika disandarkan.Pada pertanyaan nomor enam terdapat 19 orang responden (47,5%) yang tidak pernah dan 16 orang responden (40%) yang jarang memberikan makanan tinggi lemak dan rendah serat kepada keluarganya yang terkena stroke. Pada pertanyaan nomor tujuh terdapat 1 orang responden (2,5%) yang tidak pernah dan 8 orang responden (20%) yang kadang-kadang membatasi pemberian garam dapur menjadi 1 sendok teh untuk keluarganya yang menderita stroke.Pada pertanyaan nomor delapan terdapat 8 orang responden (20%) yang jarang untuk membantu kebutuhan dasar seperti, memandikan, BAK dan BAB pada keluarganya yang terkena stroke. Sesuai dengan teori Feigin (2004) Meskipun masalah buang air kecil dan besar (inkotinensia atau retensi) relatif biasa pada minggu-minggu pertama setelah stroke, sebagian besar pasien pulih sempurna pengendaliannya dalam beberapa minggu. Pemakaian kateter sesekali merupakan suatu pilihan bagi orang yang terus mengalami inkotinensia atau retensi.Kemudian pada pertanyaan nomor sembilan terdapat 4 orang (10%) yang selalu dan 5 orang (12,5 %) yang kadang-kadang tidak melarang keluarganya yang menderita stroke untuk mengkonsumsi rokok. Aspek terakhir pada pertanyaan nomor sepuluh, terdapat 3 orang responden (7,5%) yang selalu dan 8 orang responden (20 %) yang kadang-kadang tidak selalu menyemangati dan memberi dukungan kepada keluarganya yang menderita stroke untuk sembuh dan tetap hidup sehat. Sesuai dengan teori Feigin (2004) mengatakan hampir 70% pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah emosional, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung atau depresi. Namun,jika pasien dan orang yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal-hal yang dapat dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut.Hal semua diatas dikarenakan karena responden banyak yang tidak mempunyai kemauan dan kesadaran dalam melakukan perawatan pasca stroke. Faktor lain penyebab kurang baiknya tindakan perawatan pasca stroke oleh keluarga adalah pekerjaan keluarga yang sekitar 27,5 % adalah PNS. Ini memungkinkan kesibukan membuat keluarga tidak mempunyai banyak waktu untuk mengurus dan merawat anggota keluarganya yang sakit. Sekitar 47,5% responden tidak bekerja dan sebagai Rumah Tangga, seharusnya keluarga lebih memiliki banyak waktu di rumah untuk memberikan perawatan pada anggota keluarga yang terkena stroke tapi kenyataannya dari tanya jawab dengan beberapa responden, mereka mengatakan pasien sendiri telah memiliki keinginan kuat dan kemauan untuk merawat dirinya sendiri (self care), contohnya melatih gerak fisik. Jadi beberapa responden menganggap ini sesuatu hal yang membosankan untuk terus menerus membantu melatih gerak fisik pasien sementara pasien bisa mandiri.2. Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasca Stroke

Hasil penelitian diperoleh data bahwa lebih dari separuh keluarga (57,5 %) memiliki pengetahuan yang rendah tentang perawatan stroke terhadap keluarga pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013.

Aspek yang menyebabkan pengetahuan keluarga rendah dalam perawatan pasca stroke adalah kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit stroke itu sendiri. Pada kuesioner pertanyaan nomor satu di dapatkan lebih dari separuh responden (57,5%) memiliki pengetahuan yang rendah tentang penyakit stroke itu sendiri. Aspek kedua adalah kurangnya pengetahuan responden mengenai penyebab terjadinya penyakit stroke. Pada kuesioner pertanyaan nomor dua di dapatkan lebih dari separuh responden (52,5%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyebab terjadinya stroke. Pada kuesioner pertanyaan nomor tiga tentang tanda dan gejala stroke, terdapat sama besar jumlah responden (50%) yang memberikan jawaban benar dan salah.Aspek selanjutnya pada kuesioner pertanyaan nomor empat tentang makanan yang harus di batasi oleh pasien pasca stroke. Dari hasil analisa data di dapatkan lebih dari separuh responden (67,5%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang makanan yang harus di batasi oleh pasien pasca stroke. Kemudian di kuesioner pertanyaan nomor lima tentang perawatan kulit mulut dan mata pada pasien stroke di dapatkan lebih dari separuh responden (65%) salah dalam memberikan jawaban. Hal ini di sebabkan responden banyak yang tidak tahu mengenai perawatan kulit mulut dan mata pada pasca stroke.Pada kuesioner pertanyaan nomor delapan tentang olahraga pada pasien stroke di dapatkan data lebih dari separuh responden (67,5%) memberikan jawaban yang salah. Pada kuesioner pertanyaan nomor sembilan tentang bentuk tempat tidur yang baik untuk pasien stroke di dapatkan data hampir separuh dari responden (37,5%) memberikan jawaban yang salah. Kemudian terakhir pada kuesioner pertanyaan nomor sepuluh tentang masalah psikologi yang umumnya terjadi pada pasien pasca stroke di dapat kan data lebih dari separuh (85%) memberikan jawaban yang masih kurang tepat.Ketidaktahuan responden salah satunya dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan responden yang rata-rata tamat SLTA (47,5%). Responden masih banyak yang tidak mengenal apa itu penyakit stroke, apa penyebab dan bagaimana gejalanya. Responden umumnya hanya mengetahui bahwa tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelumpuhan tangan dan kaki. Responden kebanyakan mengetahui bahwa perawatan yang di butuhkan oleh pasien pasca stroke itu adalah latihan fisik yaitu menggerak-gerakkan kedua tangan dan kaki, kemudian olahraga seperti senam, dan tempat tidur yang di butuhkan hanya tempat tidur yang bersih dan padat padahal perawatan kulit, mulut dan mata juga perlu. Hal ini sesuai dengan teori yang terdapat dalam Feigin (2004), Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah dekubitus (luka karena tekanan) dan infeksi kulit, perawatan mulut yang teratur sangat penting terutama untuk pasien yang sulit atau tidak dapat menelan. Selanjutnya perawatan mata, pada pasien yang mengantuk terus membuka mata dalam jangka panjang, mata mereka dapat mengering,yang bisa menyebabkan infeksi dan ulkus kornea, terjadinya hal-hal ini menunjukkan bahwa perawatan pasien kurang optimal.Dampak kurangnya pengetahuan responden terhadap perawatan stroke menyebabkan kurangnya tindakan keluarga dalam memberikan perawatan stroke. Solusi yang dapat dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien stroke mengenai perawatan stroke secara lebih mendetail khusus perawatan kulit, mulut dan mata.

3. Sikap Keluarga Terhadap Perawatan Pasca StrokeHasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga (55%) memiliki sikap yang negatif terhadap perawatan stroke terhadap pasien pasca stroke di Poli Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013.

Aspek yang di anggap bernilai negatif terdapat pada pertanyaan nomor dua ada sebanyak 3 orang responden (7,5 %) yang setuju tidak mau menganjurkan keluarga yang terkena stroke untuk terus berlatih bicara dan menggerakkan kaki dan tangan. Aspek selanjutnya pada pertanyaan nomor tiga terdapat 2 orang responden (5 %) yang sangat tidak setuju dan 16 orang responden (40 %) tidak setuju melakukan perawatan kulit seperti memberi lotion pada daerah punggung,kaki dan siku pada penderita stroke.

Pada pertanyaan nomor empat terdapat 5 orang responden (12,5%) yang tidak mau melakukan perawatan mulut dan mata pada penderita stroke. Selanjutnya pada pertanyaan nomor lima terdapat 1 orang responden (2,5%) yang tidak setuju menyediakan tempat tidur yang bersih, padat dan di bagian kepala cukup keras untuk penderita stroke.

Pada pertanyaan nomor enam terdapat 22 orang responden (55%) yang tidak setuju dan 13 orang responden (32,5%) yang sangat tidak setuju untuk tidak akan memberikan makanan tinggi lemak dan rendah serat kepada keluarga yang menderita stroke. Pada pertanyaan nomor delapan terdapat 1 orang responden (2,5%) yang tidak setuju untuk membantu kebutuhan dasar penderita stroke seperti memandikan,BAK dan BAB. Selanjutnya pada pertanyaan nomor sembilan terdapat 2 orang responden (5 %) yang sangat setuju dan 2 orang responden (5%) lainnya setuju untuk tidak akan melarang keluarga yang menderita stroke untuk mengkonsumsi rokok.Terakhir pada pertanyaan nomor 10 terdapat 1 orang responden (2,5%) sangat setuju dan 6 orang responden (15%) setuju tidak bisa selalu menyemangati dan memberi dukungan kepada keluarga yang menderita stroke. Hal semua di atas dikarenakan tidak ada respon atau kesediaan keluarga dalam perawatan pasca stroke. Keluarga mengatakan bahwa kesibukan terhadap pekerjaan di rumah maupun di luar rumah menyebabkan keluarga tidak bisa selalu menyemangati dan memberi dukungan kepada keluarga yang terkena stroke. Sesuai dengan Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak.Dampak tingginya sikap negatif responden terhadap perawatan stroke menyebabkan kurangnya tindakan keluarga dalam memberikan perawatan stroke. Solusi yang dapat dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien stroke mengenai perawatan stroke secara lebih mendetail sehingga dapat mengubah respon responden dari yang negatif menjadi kearah positif.4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Pasien Stroke tentang Tindakan Perawatan Pasca StrokeHasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tindakan perawatan pasca stroke yang kurang baik lebih banyak pada responden yang tingkat pengetahuan rendah (69,6%) di bandingkan dengan tingkat pengetahuan tinggi (47,1%).Berdasarkan uji statistik dengan nilai p 0,267 > 0,05 yang artinya tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga pasien stroke dengan tindakan perawatan pasca stroke di Poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2013.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Parwati yang berjudul Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan tindakan perawatan pada pasien pasca stroke di Kec. Jumo Temanggung Tahun 2010 bahwa sebagian besar pengetahuan keluarga adalah baik yaitu 66,3%, dan tindakan perawatan sebagian besar adalah baik yaitu 50,6%. Hasil uji chi square didapatkan nilai 8,562 nilai p sebesar 0,014 (P< 0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan keluarga dengan tindakan keperawatan terhadap pasien pasca stroke. Hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan responden di Poli Syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang lebih banyak tamat SLTA yaitu sebanyak 47,5%Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004 : 25)

Sesuai dengan Notoatmodjo (2003), yaitu pengetahuan yang tinggi tidak akan ada artinya bila tidak diikuti motivasi dan kemauan untuk melaksanakannya. Hasil penelitian ini walaupun tidak berhubungan pada tingkat pengetahuan keluarga pasien stroke dengan tindakan keluarga dalam melakukan perawatan pasca stroke, tetapi ada kecendrungan pada responden yang pengetahuannya tinggi memberikan tindakan perawatan pasca stroke yang baik (52,9%) dari pada responden dengan pengetahauan rendah (30,4%).

5. Hubungan Sikap Keluarga Pasien Stroke dengan Perawatan Pasca Stroke.Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tindakan perawatan pasca stroke yang kurang baik lebih banyak pada sikap responden yang negatif (68,2%) di bandingkan dengan sikap responden yang positif (50%).

Berdasarkan uji statistik dengan nilai p 0,399 > 0,05 yang artinya tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara sikap keluarga pasien stroke dengan tindakan perawatan pasca stroke di Poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2013.Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Irdawati dan Winarsih Nur Ambarwati yang berjudul Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dengan Perilaku Dalam Meningkatkan Kapasitas Fungsional Pasien Pasca Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura, sikap keluarga dalam kategori kurang; 87,5% atau 21 orang pada sikap keluarga dalam kategori sedang dan 12,5 % atau 3 orang pada sikap keluarga dalam kategori baik. Sehingga sebagaian responden dalam kategori sedang sebanyak 87,5%. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap keluarga dengan perilaku dalam perawatan pasien pasca stroke. Hal ini dikarenakan tidak ada respon atau kesediaan keluarga pasien stroke di Poli Syaraf RSUP DR.M.Djamil Padang dalam perawatan pasca stroke.Sikap merupakan respon seseorang yang masih tertutup dan merupakan stimulasi suatu objek (Notoatmojo,1997). Sikap seseorang sangat ditentukan oleh kepribadian dirinya dan sikap itu sendiri dapat diukur dengan kepedulian atau sosialisasi terhadap sesama di lingkungan.Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.Hasil penelitian ini tidak ada hubungan antara sikap keluarga pasien stroke dengan tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke, tetapi ada kecendrungan yang nampak bahwa responden dengan sikap positif memberikan tindakan perawatan lebih baik (50%) dari pada responden dengan sikap negatif (31,8%).BAB VKESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Hasil penelitian mengenai Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga Pasien Stroke Dengan Tindakan Keluarga Dalam Perawatan Pasca Stroke di Poli Syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2013 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :1. Lebih dari separuh keluarga pasien stroke (60 %) memiliki tindakan perawatan yang kurang baik terhadap keluarga pasca stroke.2. Lebih dari separuh keluarga pasien stroke (57,5 %) memiliki pengetahuan yang rendah tentang perawatan stroke. 3. Lebih dari separuh keluarga pasien stroke (55 %) memiliki sikap yang negatif terhadap perawatan stroke terhadap keluarga pasca stroke.

4. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga pasien stroke tentang tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke.

5. Tidak ada hubungan antara sikap keluarga pasien stroke terhadap tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke.B. Saran

Setelah dilakukan penelitian mengenai Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga Pasien Stroke Dengan Tindakan Keluarga Dalam Perawatan Pasca Stroke di Poli Syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2013 maka peneliti mengajukan beberapa saran yaitu :

1. Kepada Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk dapat mengoptimalkan fungsi PKMRS (Promosi Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit) yang ada pada setiap instalasi rawat jalan maupun rawat inap syaraf dalam memberikan penyuluhan tentang stroke serta tindakan keluarga dalam memberikan perawatan pasca stroke di rumah khususnya untuk pengetahuan,sikap dan tindakan keluarga pasien mengenai perawatan kulit,mulut dan mata, membantu melatih gerak fisik, memberikan kenyamanan tempat tidur pada pasien stroke dan membatasi penggunaan garam serta makanan berlemak dengan menggunakan media yang dapat menarik minat pengunjung Rumah Sakit seperti leaflet, poster atau majalah dinding.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya diharapkan agar meneliti tentang Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kurangnya tindakan Keluarga dalam perawatan pasca stroke dirumah.

1

STIMULUS

Proses Stimulus

Reaksi tingkah laku terbuka

Sikap (Tertutup)

Stimulus (Rangsangan)

Proses Stimulus

Reaksi Terbuka (Tindakan)

Reaksi Tertutup

(Pengetahuan dan sikap)

Tindakan keluarga dalam perawatan pasca stroke

Pengetahuan keluarga

Sikap keluarga

10

50

35

30