Kti sarnia akbid paramata raha

105
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(RDN) PADA NEONATUS DI RUANG PERINATLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2015 KaryaTulisIlmiah Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Oleh: Sarnia PSW.1B.2013.0082 YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA KABUPATEN MUNA 2016

Transcript of Kti sarnia akbid paramata raha

Page 1: Kti sarnia akbid paramata raha

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIANRESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(RDN) PADA NEONATUS

DI RUANG PERINATLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHKABUPATEN MUNA TAHUN 2015

KaryaTulisIlmiah

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikandi Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna

Oleh:

SarniaPSW.1B.2013.0082

YAYASAN PENDIDIKAN SOWITEAKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA

KABUPATEN MUNA2016

Page 2: Kti sarnia akbid paramata raha

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan KejadianRespiratory Distress OfNewborn (RDN) pada Neonatus

di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum DaerahKabupaten Muna Tahun 2015

Telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah

Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna

Raha, Juli 2016Pembimbing I Pembimbing II

Dina Asminatalia, S.Kep., Ns Wa Ode Siti Asma, S.ST.,M.Kes

Mengetahui,Direktur Akbid Paramata RahaKabupaten Muna

Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes

Page 3: Kti sarnia akbid paramata raha

LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ini telah disetujui dan diperiksa oleh Tim Penguji Karya Tulis IlmiahAkademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna

TIM PENGUJI

1. Sartina, S.ST (……………………………….)

2. Dina Asminatalia,S.Kep.,Ns (……………………………….)

3. Wa Ode Siti Asma, S.ST.,M.Kes (……………………………….)

Raha, Juli 2016Pembimbing I Pembimbing II

Dina Asminatalia,S.Kep.,Ns Wa Ode Siti Asma, S.ST.,M.Kes

Mengetahui,Direktur Akbid Paramata RahaKabupaten Muna

Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes

Page 4: Kti sarnia akbid paramata raha

iv

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI .

Nama : Sarnia

NIM : Psw.2013.IB.0084

Tempat / Tanggal Lahir : Wabintingi , 01 Maret 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku / Bangsa : Muna / Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Desa Wabintingi, Kec. Lohia, Kab. Muna

II. PENDIDIKAN

A. SD : SD Negeri 12 Lohia 2001 – 2007

B. SMP : SMP Negeri 6 Raha 2007– 2010

C. SMA : SMA Negeri 1 Lohia 2010– 2013

D. Sejak tahun 2013 mengikuti Pendidikan Diploma III Akademi Kebidanan

Paramata Raha Kabupaten Muna dan Insya Allah akan menyelesaikannya

tahun 2016

Page 5: Kti sarnia akbid paramata raha

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Tidak ada kata yang paling indah selain mengucap puji dan syukur kepada

Sang Maha Pencipta Alloh SWT, karena hanya karena rahmat dan ridhoNya sehingga

Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul ” Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Respiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2015” dapat selesai tepat pada waktunya.

Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang tiada henti penulis

haturkan kepada Ibu Dina asminatalia, S.Kep., Ns selaku Pembimbing I dan Ibu Wa

Ode Siti Asma, SST.,M.Kes selaku Pembimbing II atas kesediaannya baik berupa

waktu, bimbingan, motivasi, petunjuk, pengarahan dan dorongan baik moril maupun

materil yang begitu sangat berharga.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini dengan penuh kerendahan

hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada.

1. Bapak La Ode Muhlisi, A. Kep., M.Kes selaku Ketua Yayasan Pendidikan

Sowite Kabupaten Muna yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten

Muna.

2. Ibu Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan

Paramata Raha, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna.

Page 6: Kti sarnia akbid paramata raha

vi

3. Ibu Sartina, SST selaku penguji Karya Tulis Ilmiah atas keikhlasan dan

bimbingannya yang sangat berharga dan tiada henti.

4. Seluruh jajaran Dosen dan para Staf Akademi Kebidanan Paramata Raha yang

telah memberikan petunjuk dan bimbingan selama mengikuti pendidikan dan

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Kepala KESBANG dan Dinas kesehatan Kabupaten Muna yang telah membantu

memberikan izin serta kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian

ini

6. Direktur dan Kepala Ruangan Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna yang telah

banyak membantu penulis dalam pemberian informasi untuk penyusunan karya

tulis ilmiah ini.

7. Seluruh Petugas Rumah Sakit Umun Daerah Kab. Muna khususnya petugas

Rekam Medik yang bersedia bekerja sama dengan penulis selama melaksanakan

penelitian.

8. Orang tuaku Ayahanda La Risale dan Ibunda Wa Maruwia yang paling kucintai,

yang telah memberikan segala dukungan baik moril maupun material serta do’a

restu dan kasih sayangnya yang tidak pernah putus selama mengikuti pendidikan

di Akademi Kebidanan Paramata Raha hingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Semoga Allah tetap menjaga orang-orang yang paling kucintai dalam balutan

rohmat dan hidayah-Nya.

9. Seluruh saudaraku (Sudin, Rusman, Ugi, Indah, Adar , dan Ayat) yang kusayangi

yang telah memberikan doa dan motivasi selama mengikuti pendidikan di

Akademi Kebidanan Paramata Raha hingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Page 7: Kti sarnia akbid paramata raha

vii

10. Yang tersayang La Ode Muh. Ade Arjuna yang telah memberikan motivasi, dan

dukungan, terima kasih atas kesetian menemani hingga penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini.

11. Teman-teman seangkatan khususnya kelas B yang namanya tak dapat saya

sebutkan satu per satu, terima kasih atas semangat yang kalian berikan dan

sahabat – sahabatku terutama kepada, Ima, Lina, Ayu, Asti, Novy, Niar, Afi,

Aisah atas persahabatan yang tulus selama ini, serta yang pernah menjadi

temanku, terima kasih telah memberi warna dalam persahabatan selama ini.

Semoga Allah SWT, memberikan imbalan yang setimpal atas segala

kebaikan dalam mewujudkan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa

Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun

penulisannya, karena ”Tak Ada Gading yang Tak Retak”. Olehnya itu, kritik dan

saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Karya Tulis

Ilmiah ini.

Wassalamu `alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Raha, Agustus 2016

Penulis

Page 8: Kti sarnia akbid paramata raha

viii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, disepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Raha, Juli 2016

Sarnia

Page 9: Kti sarnia akbid paramata raha

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i

Lembar Persetujuan.......................................................................................... ii

Lembar Pengesahan ......................................................................................... iii

Riwayat Hidup ................................................................................................. iv

Kata Pengantar ................................................................................................ v

Surat Pernyataan ............................................................................................. viii

Daftar Isi ......................................................................................................... ix

Daftar Tabel ..................................................................................................... xi

Daftar Gambar.................................................................................................. xii

Daftar Lampiran .............................................................................................. xiii

Intisari ...... .................................................................................................... xiv

Bab I Pendahuluan.................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4

1. Tujuan Umum....................................................................... 4

2. Tujuan Khusus ...................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4

1. Manfaat Teoritis ................................................................... 4

2. Manfaat Praktis ..................................................................... 5

Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................... 6

A. Telaah Pustaka ………………………………………………… 6

1. Respiratory Distress Of Newborn (RDN) …………………. 6

2. Faktor – faktor yang berhubungan dengan Kejadian

Respiratory Distress Of Newborn (RDN) ……………….. 19

B. Landasan Teori…………………………………………………. 31

C. Kerangka Konsep ……………………………………………. 37

D. Hipotesis Penelitian …………………………………………… 38

Bab III Metode Penelitian .......................................................................... 40

A. Jenis dan Rancangan Penelitan.................................................. 40

B. Subjek Penelitian ........................................................................ 40

Page 10: Kti sarnia akbid paramata raha

x

1. Populsai ............................................................................... 40

2. Sampel ................................................................................. 40

C. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 40

1. Waktu ................................................................................... 40

2. Tempat Penelitian ................................................................. 40

D. Identifikasi Variabel Penelitian.................................................... 40

E. Definisi Operasional ................................................................... 41

F. Instrumen Penelitian .................................................................. 42

G. Cara Analisis Data .................................... ................................. 42

1. Analisis Univariat ................................................................. 42

2. Analisis Bivariat ................................................................... 42

H. Jalannya Penelitian ..................................................................... 44

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan .................................................. 45

A. Hasil Penelitian .......................................................................... 45

B. Pembahasan ............................................................................... 54

Bab V Kesimpulan dan Saran ...................................................................... 65

A. Kesimpulan ................................................................................ 65

B. Saran .......................................................................................... 65

Daftar Pustaka................................................................................................ 68

Lampiran – Lampiran

Page 11: Kti sarnia akbid paramata raha

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 . Klasifikasi Gangguan Napas………………………....................... 10

Tabel 2 . Skor Down untuk Evaluasi Distress Respirasi pada Neonatus .... 11

Table 3 . Bagan Penanganan Gangguan Pernafasan pada Bayi Baru Lahir... 17

Tabel 4 . Defenisi Operasional dan Kriteria Obejektif.................................. 41

Tabel 5 . Distribusi Frekuensi bayi yang mengalami RDN di RSUDKabupaten Muna Tahun 2015........................................................ 47

Tabel 6 . Distribusi Frekuensi Usia Gestasi tentang kejadian RDN diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015............................................. 48

Tabel 7 . Distribusi Frekuensi Jenis Persalinan tentang Kejadian RDN diRSUD Kab. Muna Tahun 2015....................................................... 48

Tabel 8 . Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir tentang Kejadian RDNdi RSUD Kab. Muna Tahun 2015................................................... 49

Tabel 9 . Distribusi Frekuensi Asfiksia tentang Kejadian RDN di RSUDKab. Muna Tahun 2015................................................................. 49

Tabel 10 . Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Tentang Kejadian RDNRSUD Kab. Muna Tahun 2015....................................................... 50

Tabel 11 . Hubungan usia gestasi dengan kejadian RDN pada bayi di RSUDKabupaten Muna Tahun 2015……………………………………. 50

Tabel 12 . Hubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015…………………………… 51

Tabel 13 . Hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015…………………………… 52

Tabel 14 . Hubungan asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi di RSUDKabupaten Muna Tahun 2015…………………………………… 53

Tabel 15 . Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015…………………………… 54

Page 12: Kti sarnia akbid paramata raha

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep ......................................................................... 37

Gambar 2. Rancangan Penelitian Cross Sectional…………………………… 40

Page 13: Kti sarnia akbid paramata raha

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Master Tabel

Lampiran 3. Hasil Perhitungan Uji Statistik dengan Uji Chi Square secara Manual

Lampiran 4. Hasil Uji SPSS

Lampiran 5. Surat Bukti Penelitian

Page 14: Kti sarnia akbid paramata raha

xiv

INTISARI

Sarnia(Psw.2013.IB.0084) “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan KejadianRespiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus di Ruang Teratai RumahSakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2015”. Di bawah bimbingan DinaAsminatalia dan Wa Ode Siti Asma

Latar Belakang : Respiratory Distress of Newborn (RDN) adalah bayi baru lahiryang bernafas spontan, namun mengalami gangguan nafas atau bernafas cepat denganbatasan gangguan napas satu atau lebih dari gejala frekuensi napas > 60x/menit, ataufrekuensi napas < 30x/menit, henti napas > 20 detik dan sianosis sentral. Pada tahun2015 di RSUD Kab. Muna jumlah bayi baru lahir 542 orang jumlah kasus RDN 40orang sedangkan jumlah kematian 25 bayi yang disebabkan oleh RDN sebanyak 5bayi atau 20%.Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik denganpendekatan cross sectional dengan menggunakan teknik Purposive sampling.Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-squaredidapatkan χ2 hitung (0,153)< χ2 tabel (3,841), hal ini menunjukkan tidak adahubungan usia gestasi dengan kejadian RDN. Hasil uji statistik dengan menggunakanchi-square didapatkan χ2 hitung (5,35) > χ2 tabel (3,841), hal ini menunjukkan adahubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN. Hasil uji statistik denganmenggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung (0,37) < χ2 tabel(3,841) hal inimenunjukkan tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN. Hasil ujistatistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung (2,27) < χ2

tabel(3,841), hal ini menunjukkan tidak ada hubungan asfiksia dengan kejadian RDN.Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung (5,5) > χ2

tabel (3,841) hal ini menunjukkan ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian RDN.Kesimpulan : Ada hubungan jenis persalinan dan jenis kelamin bayi dan tidak adahubungan usia gestasi, berat badan lahir, asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015

Kata Kunci : RDN, faktor yang berhubungan dengan RDN.

Daftar Pustaka : 15 (2006 – 2015)

Page 15: Kti sarnia akbid paramata raha

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau distress pernapasan pada neonatus

adalah bayi baru lahir yang bernafas spontan, namun mengalami gangguan nafas atau

bernafas cepat dengan batasan gangguan napas satu atau lebih dari gejala frekuensi napas >

60x/menit, atau frekuensi napas < 30x/menit, henti napas > 20 detik dan sianosis sentral.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya Respiratory Distress of Newborn (RDN)

namun penanganan awal kegawatan adalah hal yang sangat penting apabila terjadi apnea

yang merupakan salah satu tanda bahaya atau Danger Sign yang harus segera ditangani

dimanapun bayi baru lahir berada karena Respiratory Distress of Newborn (RDN) adalah

salah satu gangguan napas yang merupakan kegawatan perinatal jika tidak ditangani

dengan baik maka akan berdampak pada kematian atau gejala sisa atau sekeule bila dapat

bertahan hidup (Sukarni dan Sudarti, 2014).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) prevalensi penyakit

sistem pernafasan pada bayi baru lahir mencapai 27,5% pada tahun 2009 dan meningkat

menjadi 29,5% pada tahun 2010, sebagian besar dari gangguan pernafasan tersebut

diakibatkan oleh asfiksia neonatorum dan RDN. Di negara maju seperti Amerika serikat,

penyakit ini masih mempengaruhi sekitar 40.000 bayi setiap tahunnya dan menyebabkan

20% kematian bayi. Kejadian RDN ini 60%-80% terjadi pada bayi prematur dan hanya 5%

saja kejadian pada bayi matur (Erlita,R, 2013).

Dalam profil kesehatan Indonesia dijelaskan bahwa beberapa penyebab kematian

bayi dapat bermula dari masa kehamilaan. Penyebab bayi yang terbanyak adalah

disebabkan karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran

premature, dan berat badan lahir rendah (BBLR) sedangkan penyebab lainnya yang cukup

Page 16: Kti sarnia akbid paramata raha

2

banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intauterus) dan

kegagalan nafas secara spontan dan teratur saat lahir atau beberapa saat setelah lahir

(Hamzah, 2013).

Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan bahwa kematian

bayi masih pada angka 32 per 1000 kelahiran hidup,dan hal tersebut terjadi pada minggu

pertama kelahirannya, paling besar diakibatkan karena gangguan pada sistem

pernafasannya yang mencapai 36,9%. Salah satu penyebab gangguan sistem pernafasan

pada bayi adalah RDN yang mencapai 14% (Erlita, R, 2013).

Berdasarkan data tahun 2013 di Kabupaten Muna jumlah bayi lahir hidup 5899

bayi dan dari jumlah tersebut kasus RDN 1 orang dengan jumlah bayi lahir mati 70 bayi.

Jumlah kejadian kematian bayi 0-7 hari adalah 41 bayi yang disebabkan oleh asfiksia 8

bayi atau 19,51 %, BBLR 2 bayi atau 4,88%, kelainan konegenital 6 bayi atau 14,63 % dan

lain – lain 25 bayi atau 60,98%,. Pada tahun 2014 jumlah bayi lahir hidup 5647 dan dari

jumlah tersebut kasus RDN pada tahun ini tidak ada dengan jumlah bayi lahir mati 66 bayi.

Jumlah kejadian kematian bayi 0-7 hari 44 bayi yang disebabkan oleh asfiksia 11 atau

25%, BBLR 13 bayi 29,54% dan lain – lain 20 bayi atau 45,45%,. Sedangkan pada tahun

2015 jumlah bayi lahir hidup 4245 dan dari jumlah tersebut kasus RDN pada tahun ini 4

orang, dengan jumlah bayi lahir mati 58 bayi. Dimana jumlah kejadian kematian bayi 16

bayi yang disebabkan oleh asfiksia 11 atau 66,67%, BBLR 5 bayi atau 33,33%, sedangkan

pada tahun 2016 periode Januari – Mei kasus RDN terdiri dari 2 orang dan jumlah

kematian yang disebabkan oleh RDN 2016 periode Januari – Mei terdiri dari 1 orang

(Dinkes Kab. Muna, 2015).

Berdasarkan survey data awal di rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Muna pada tahun 2014 jumlah bayi baru lahir 319 orang dengan jumlah kasus

RDN 30 orang sedangkan jumlah kematian 26 orang yang disebabkan oleh BBLR 13

Page 17: Kti sarnia akbid paramata raha

3

orang atau 50%, prematuritas 4 orang atau 15,38%, RDN 3 atau 11,53%, bayi cukup

bulan 1 orang atau 3,84%, asfiksia 2 orang atau 7,69%, curiga sepsis 1 orang atau 3,84%,

HDN 1 orang atau 3,84% dan kejang neonatorum 1 orang 3,84 % (Rekam Medik, 2014).

Tahun 2015 jumlah bayi baru lahir 542 orang dengan jumlah kasus RDN 40 orang

sedangkan jumlah kematian 25 orang yang disebabkan oleh BBLR 8 orang atau 32%,

RDN 5 atau 20%, asfiksia 3 orang atau 12%, sepsis neonatorum 2 orang atau 8%

dehidrasi berat 2 orang atau 8%, kejang neontaorum 1 orang, bayi cukup bulan 2 orang

atau 8%, labio palatokisis bilateral 1 orang atau 4%, UBS dispnue 1 orang atau 4%

sedangkan pada tahun 2016 periode Januari – mei jumlah neonatus yaitu 196 bayi dan ada

16 bayi yang terdiagnosa RDN. Pada periode ini jumlah kematian bayi baru lahir 11 orang

yang disebabkan oleh BBLR , sepsis neonatorum , asfiksia,bayi cukup bulan, suspek HDN

serta premature (Rekam Medik, 2015).

Berdasarkan data – data bahwa kejadian RDN masih banyak di Kabupaten Muna,

serta merupakan penyebab kematian terbesar kedua setelah BBLR hal ini diperlukan

deteksi dini dan pencegahan awal untuk mengurangi kejadian RDN. Berdasarkan hal

tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2015”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Apakah Ada Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress Of

Newborn (RDN) pada Neonatus Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun

2015”.

Page 18: Kti sarnia akbid paramata raha

4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of

Newborn) pada neonatus di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun

2015.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of

Newborn pada Neonatus berdasarkan usia gestasi

b. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of

Newborn pada Neonatus berdasarkan jenis persalinan

c. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of

Newborn pada Neonatus berdasarkan berat badan lahir

d. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of

Newborn pada Neonatus berdasarkan asfiksia neonatorum

e. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of

Newborn pada Neonatus berdasarkan jenis kelamin

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong

perkembangan ilmu pengetahuan khusus serta sebagai referensi bagi peneliti

selanjutnya dan sumbangan pengembangan dan penyempurnaan ilmu pengetahuan

yang sudah ada yang terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada neonatus.

Page 19: Kti sarnia akbid paramata raha

5

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi profesi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi

penentu kebijakan baik di Rumah sakit, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan,

dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program kesejahteraan

ibu dan anak yang terkait dengan permasalahan ketuban pecah dini dengan

kejadian Respiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus

b. Manfaat bagi institusi

Sebagai tambahan literatur dan referensi bagi mahasiswa kebidanan dalam rangka

peningkatan pengetahuan khususnya tentang faktor faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada neonatus.

c. Manfaat bagi peneliti

Sebagai wahana latihan untuk menambah wawasan dalam pembuatan Karya Tulis

Ilmiah dan bahan pengetahuan bagi peneliti tentang permasalahan bayi khususnya

yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada neonatus.

d. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan menjadi salah satu sumber informasi dalam

memperkaya wawasan ilmu pengetahuan dan bahan kepustakaan sekaligus dapat

dijadikan acuan untuk penelitian yang berhubungan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada

neonatus.

Page 20: Kti sarnia akbid paramata raha

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Respiratory Distress of Newborn (RDN)

a. Pengertian

Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Distress

Respiratory Syndrom (RDN) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease

(HMD) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi dengan tanda-

tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap

atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik,

sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDN (Lissuer

dan Fanaroff, 2009).

Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau distress pernapasan pada

neonates adalah bayi baru lahir yang bernafas spontan, namun mengalami

gangguan nafas atau bernafas cepat dengan batasan gangguan napas satu atau lebih

dari gejala frekuensi napas > 60x/menit, atau frekuensi napas < 30x/menit, henti

napas > 20 detik dan sianosis sentral (Sukarni dan Sudarti, 2014).

Respiratory Distress of Newborn adalah penyakit yang disebabkan oleh

ketidak maturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk

menghasilkan surfaktan yang memadai. Sindrom ini terdiri atas dispue,

merinti/gruncing, tachipnue, retraksi dinding dada serta sianosis. Gejala ini timbul

biasanya dalam 24 jam pertama setelah lahir dengan degradasi yang berbeda-

beda,namun yang selalu adalah dispnue yang Merupakan tanda kesulitan ventilasi

paru (Williams dan Wilkins, 2011).

Page 21: Kti sarnia akbid paramata raha

7

Berdasarkan dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa Respiratory

Distress of Newborn (RDN) adalah sekumpulan gejala gangguan napas pada bayi baru

lahir dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada dan sianosis yang

disebabkan oleh ketidak maturan dari sel tipe II untuk menghasilkan surfaktan yang

memadai.

b. Etiologi

Hal yang menyebabkan terjadinya RDN atau sindrom gawat napas neonates

(SGNN) adalah kelainan intra paru dan kelainan ekstra paru.

1) Kelainan intra paru diantaranya penyakit mebran hialin(pada bayi prematur),

Transist Tachypnue Of The Newborn (pada bayi aterm), pneumonia, hipertensi

pulmonal dan lain – lain.

2) Kelainan ektra paru diantaranya kelainan otak/syaraf (perdarahan, meningitis,

asfiksia dan lain – lain ), kelainan kongenital (hernia diafragmatika) kelainan

kardiovaskular (gagal jantung, syok hipovolemik, anemia dan lain – lain )

(Muslihatun, 2010).

c. Tanda dan Gejala

Gejala utama pada RDN/gawat nafas pada neonatus adalah :

1) Dispnea, merintih/grunting, tachipnea, retraksi dinding dada, serta sianosis

2) Frekuensi nafas > 60x/menit atau <30x/menit dan henti napas > 20 detik

3) Retraksi pada sternum dan kosta pada saat inspirasi

4) Pernafasan cuping hidung

5) Penurunan produksi urine

6) Penggunaan otot bantu nafas

7) Foto thorax memperlihatkan atelektasis alvoelar, goresan hitam atau bronkogram

8) Stridor atau suara napas yang tidak normal (Lissuer dan fanaroff, 2009).

Page 22: Kti sarnia akbid paramata raha

8

d. Patofisiologi

Penyebab utama dari RDN adalah tidak adekuat jumlah surfaktan dalam paru.

Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas yang disebut sel

pneumosit tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai aktif pada

gestasi 24-26 minggu serta berfungsi pada gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan

pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel

pneumosit tipe II. Zat ini terdiri dari fosfolipid (90%) dan protein (10%). Peranan

surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi

kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps

paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia retensi

CO2 dan asidosis (Lissuer dan fanaroff, 2009).

Hipoksia akan menyebabkan terjadinya oksigenasi jaringan menurun dan

mengakibatkan metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat asam organik

sehingga terjadi asidosis metabolik. Kemudian kerusakan endotel kapiler dan epitel

duktus alveolaris menyebabkan transudasi kedalam alveoli dan terbentuk fibrin, lalu

fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik menyebabkan terbentuknya lapisan membran

hialin.

Manifestasi RDN disebabkan oleh adanya atelektasis alveoli, udema dan

kerusakan sel yang selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein kedalam alveoli

dan menghambat kerja surfaktan. Secara histologis adanya atelektasis menyebabkan

udema interstitial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari

dinding sel epitel sel pneumosit tipe II. Dengan adanya atelektasis yang progresif

dengan barotrauma serta toksisitas oksigen menyebabkan kerusakan pada endothelial

dan epitelial sel jalan nafas bagian distal menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang

berasal dari darah (Erlita,R, 2013)..

Page 23: Kti sarnia akbid paramata raha

9

e. Diagnosa

Diagnosis dini perlu segera ditegakkan mengingat bahaya hipoksia akibat dari

gangguan ventilasi paru. Diagnosis bisa ditegakkan dari anamnesis riwayat kehamilan,

persalinan, gejala klinis,dan pemeriksaan penunjang. Sindrom ini paling sering

didapatkan ditempat praktik sehari-hari dan sering. Merupakan kegawatan neonatus

yang berakibat kematian atau cacat fisik dan mental dimasa mendatang. Sering kali

sindrom ini sebagai suatu fase adaptasi sistem pernapasan, sehingga akan pulih menjadi

normal lagi (Muslihatun, 2010).

Uji diagnostik dapat dilakukan dengan :

1) Sinar – X dada bisa normal selama 6 – 12 jam pertama (pada 50% neonates

penderita RDN) tetapi kemudian menunjukan pola retikulonodular yang jelas dan

coretan gelap yang mengindikasikan bronkiola yang berdilasi dan berisi udara.

2) Analisis darah arterial (Arterial Blood Gas- ABG) menunjukan tekanan oksigen

arterial parsial (PaO2) turun: tekanan karbondikoksidaarterial parsial normal, turun

atau naik, pH turun (akibat asiodosis respiratorik atau metabolic atau keduanya)

3) Jika diperlukan operasi cesar sebelum gestasi memasuki usia 36 minggu,

amnionitis menentukan perbandingan lesitin-sfingomielin yang membantu

mengkaji perkembangan paru – paru prenatal dan resiko RDN (Wiliams dan

Wilkins, 2011).

f. Manifestasi Klinis

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDN ini sangat dipengaruhi

oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin

berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDN disebabkan adanya atelektasis

alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum

protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang

Page 24: Kti sarnia akbid paramata raha

10

timbul iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai

dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding

dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDN yaitu :pertama,

terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak

retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram

udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung

dengan penurunan aerasi paru. ketiga, alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua

lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,

bronchogram udara lebih luas keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung)

sehingga jantung tak dapat dilihat (Silumut, P, 2013)

g. Klasifikasi Gangguan Nafas

Tabel 1Klasifikasi Gangguan Nafas

Frekuensinafas

Gejala tambahan gangguan nafas Klasifikasi

>60kali/menit

Dengan Sianosi sentral dan tarikan dindingdada atau merintih saat ekspirasi

>90kali/menit

Dengan Sianosis sentral atau tarikan dindingdada atau merintih saat ekspirasi

Gangguannafas berat

<30kali/menit

Dengan atautanpa

Gejala lain dari gangguan nafas

60-90kali/menit

Dengan terapitanpa

Tarikan dinding dada atau merintihsaat ekspirasi sianosis sentral

>90kali/menit

Tanpa Tarikan dinding dada atau merintihsaat ekspirasi sianosis sentral

Gangguannafas sedang

60-90kali/menit

Tanpa Tarikan dinding dada atau merintihsaat ekspirasi sianosis sentral

Gangguannafas ringan

60-90kali/menit

Dengan terapitanpa

Sianosis sentral tarikan dinding dadaatau merintih

Kelainanjantungkongenital

(Sumber : Sudarti dan Fauziah, 2013)

Page 25: Kti sarnia akbid paramata raha

11

Tabel 2Skor Down untuk Evaluasi Distress Respirasi Pada Neonatus

Skor 0 1 2

Frekuensi Nafas < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit

Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak Sianosis hilang denganO2

Sianosis menetapwalaupun diberi O2

Jalan masuk udara Udara masukbilateral baik

Suara napas menurun Suara napas negatif

Merintih Tidak ada Dapat didengar denganstetoskop

Terdengar tanpastetoskop

Skor < 4 : Tidak ada distress respirasiSkor 4-7 : Distress respirasiSkor >7 : Ancaman gagal napas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan) (Sukarni danSudarti, 2014).

h. Komplikasi RDN

1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :

a) Kebocoran alveoli : apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi

dengan RDN yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,

atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

b) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya

perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana

tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.

c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan

intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak

pada bayi RDN dengan ventilasi mekanik.

Page 26: Kti sarnia akbid paramata raha

12

2) Komplikasi jangka panjang

a) Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,

memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ

lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

(1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik

yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36

minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang

digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,

inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan

menurunnya masa gestasi.

(2) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70%

bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi

intrakranial, dan adanya infeksi (Wiliams dan Wilkins, 2011).

i. Penatalaksanaan RDN

1) Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan meliputi:

a) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat

b) Mempertahakan keseimbangan asam basa.

c) Mempertahankan suhu lingkungan netral.

d) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.

e) Mencegah hipotermia.

f) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.

2) Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan meliputi :

a) Bebaskan jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan pernapasan

b) Jika terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus

c) Pertahankan kadar gula agar tidak turun

Page 27: Kti sarnia akbid paramata raha

13

d) Beri dosis pertama antibiotic intramuscular

e) Anjurkan agar bayi tetap hangat

f) Lakukan rujukan segera

3) Penatalaksanaan secara umum meliputi :

a) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan

bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %

b) Pantau selalu tanda vital

c) Jaga kepatenan jalan nafas

d) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

e) Jika bayi mengalami apnea

f) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.

g) Lakukan penilaian lanjut

h) Bila terjadi kejang potong kejang.

i) Segera periksa kadar gula darah.

j) Pemberian nutrisi adekuat.

k) Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan

kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik

atau menajemen lanjut (Hivanyislamaulita, 2014)

4) Gangguan nafas ringan

Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu

lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tachypnea of the Newborn” (TTNB).

Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan

sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.

Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

a) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.

Page 28: Kti sarnia akbid paramata raha

14

b) Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis

lainya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan sedang atau

berat seperti tersebut diatas

c) Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak,berikan ASI peras dengan

menggunakan salah satu cara alternaatif pemberian minuman

d) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan nafas,

hentikan pemberian O2 jika frekuensi nafas antara 30-60 kali/menit.

e) Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas menetap antaran 30-

60kali/menit,tidak ada tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan

perawatan,bayi dapat dipulangkan

5) Gangguan nafas sedang

a) Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang.

b) Bayi jangan diberi minum.

c) Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic

(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.

(1) Suhu aksiler <35 derajat celcius atau >39 derajat celcius.

(2) Air ketuban bercampur mekonium.

(3) Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah

dini (>18 jam).

d) Bila suhu aksiler 34-36,5 derajat celcius atau 37,5-39 derajat celcius tangani untuk

masalah suhu abnormal,dan nilai ulang setelah 2 jam.

e) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, ambil

sempel darah, dan berikan antibiotic untuk terapi kemungkinan besar sepsis.

f) Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi

tahapan diatas

Page 29: Kti sarnia akbid paramata raha

15

g) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,nilai kembali bayi setelah 2jam. Apabila

bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda prburukan setelah 2 jam,terapi

untuk kemungkinan besar sepsis

h) Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun,

tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang)

(1) Kurangi terapi O2 secaraa bertahap.

(2) Jangan memberikan terapi O2 yang tidak perlu secara terus menerus. Hentikan

pemberian O2 bilamana bayi tidak ada gangguan nafas dan diudara ruangan

tanpa pemberian O2 bayi tampak kemerahan.

(3) Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2jam

(4) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui. Bila bayi

tak bisa menyusui, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif

cara pemberian minum

i) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan.jika bayi

kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selam 3 hari, minum baik dan

tidak ada alasan bayi tetap tinggal dirumah sakit dirumah sakit, bayi dapat

dipulangkan.

6) Gangguan nafas berat

Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin sering dan

semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <37

minggu) gangguan nafas kering memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak

banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik

pada hari ke 4-7.

a) Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan

tinggi,lihat terapi oksigen)

Page 30: Kti sarnia akbid paramata raha

16

b) Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.

c) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap sianosis

sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi

semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila

kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu

memakai ventilator mekanik.

d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng pipa lambung untuk

mengosongkan cairan lambung dan udara.

e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.

f) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan

dinding dada berkurang, warna kulit membaik)

(1) Kurangi pemberian O2

Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu hentikan pemberian O2 bila bayi

diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O2 tidak mengalami gangguan

nafas dan tampak kemerahan.

(2) Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.

(3) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih dengn menggunakan salah

satu alternafif cara pemberian minum.

(4) Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:

(a) Frekuensi nafas

(b) Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.

(c) Episode apnea

(5) Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah kebutukan minum dapat

dipenuhi secara oral.

Page 31: Kti sarnia akbid paramata raha

17

(6) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Jika bayi

tampak kemerahan tanpa terapi O2 sselama 3 hari, minum baik dan tidak ada

masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan

(Sudarti dan Fauziah, 2013)

Tabel 3Bagan Penanganan Gangguan Pernafasan Bayi Baru Lahir

Tanda- TandaPernafasan cuping hidung, sianosis atau pucat, tarikan kedalamdinding iga bagian bawah, merintih, pernafasan cepat > 60/menit,aktivitas menurun disertai atoni atau hipotonoi.

Kategori Gangguan pernafasan sedang Gangguan pernafasan beratPenilaian

1. Pernafasan2. Biru (sianosis)

1. >60/menit2. Biru disekitar mulut

1. 0(apnu)-<40/menit2. Biru sentral lidah biru)

Puskesmas 1. Bersihkan jalan nafas2. Pertahankan tetap hangat3. Beri O2, kalau perlu dengan

masker4. Lanjutkan pemberian ASI

dengan cara diteteskan ataudengan sonde bila tidak maumenelan

5. Beri antibiotic ampisilin dangentamisin

6. Perawatan tali pusat bersih7. Amati terhadap tanda-tanda

kegawatan/sakit berat (rujukke rumah sakit)

1. Berikan jalan nafas2. Pertahankan tiap hangat3. Ventilasi tekanan positif

dengan pernafasan darimulut ke mulut ataumenggunakan balon dansungkup dengan oksigen

4. Bila perlu pijat jantung luar5. Beri antibiotic ampisilin dan

gentamisin6. Perawatan tali pusat bersih7. Amati terhadap tanda-tanda

gawatan/sakit berat (rujuk kerumah sakit)

Puskesmas Bila terpaksa tidak dirujuk :1. Beri antibiotic2. Bila perlu beli oksigen3. ASi diteruskan4. Infuse bila ada masalah minum

Rumah Sakit 1. X-ray toraks2. Infuse3. Cegah hipotermi4. Oksigen5. Antibiotic

1. X-ray toraks2. VTP : balon-sungkup

ventilator3. Infuse4. Cegah hipotermi5. Antibiotic

(Hivanyislamaulita, 2014)

Page 32: Kti sarnia akbid paramata raha

18

j. Peran Bidan terhadap Kejadian RDN Pada Bayi

Bidan sebagai tenaga medis di lini terdepan diharapkan peka terhadap

pertolongan persalinan sehingga dapat mencapai well born baby dan well health

mother. Oleh karena itu bekal utama sebagai Bidan adalah :

1) Melakukan pengawasan selama hamil

2) Melakukan pertolongan hamil resiko rendah dengan memsnfaatkan partograf WHO

3) Melakukan perawatan Ibu dan janin baru lahir

Berdasarkan kriteria nilai APGAR maka bidan dapat melakukan penilaian

untuk mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medik sehingga

keselamatan bayi dapat ditingkatkan (Hivanyislamaulita, 2014)

Penatalaksanaan RDN atau Sindrom gangguan napas adalah yang dilakukan

oleh bidan adalah sebagai berikut :

1) Bersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan kasa steril

2) Mertahankan suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan kaki hangat

3) Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas dengan leluasa

4) Apabila terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut

5) Longgarkan pakaian bayi

6) Beri penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke rumah sakit

7) Bayi rujuk segera ke rumah sakit (Sukarni, IK dan Wahyu P, 2013)

k. Pencegahan RDN

Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada

bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan

seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen

yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.

Tindakan yang efektif untuk mencegah RDN adalah:

Page 33: Kti sarnia akbid paramata raha

19

1) Mencegah kelahiran < bulan (premature)

2) Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis

3) Management yang tepat

4) Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.

5) Optimalisasi kesehatan ibu hamil

6) Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam

7) Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh :

Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (untuk asma: 5 mg/ml)

untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml

dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dengan kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn

monitoring cardial efek. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan

atau obat dihentikan

8) Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap

12 jam untuk 4 x pemberian)

9) Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio lesitin/spingomielin

: > 2 dinyatakan mature lung function) (Silumut, P, 2013)

2. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress of Newborn(RDN)

Faktor yang mempengaruhi terjadinya RDN pada bayi terdiri dari faktor ibu dan

faktor janin. Faktor ibu terdiri dari, usia gestasi, perdarahan antepartum, diabetes

mellitus, jenis persalinan, sedangkan pada faktor bayi tediri dari, berat badan lahir,

asfiksia neonatorum dan jenis kelamin (Silumut, P, 2013).

a. Faktor ibu

1) Usia gestasi

Usia kehamilan atau usia gestasi adalah ukuran lama waktu seorang

Page 34: Kti sarnia akbid paramata raha

20

janin berada dalam rahim. Usia janin dihitung dalam minggu dari hari pertama

haid terakhir terakhir (HPHT) ibu sampai hari kelahiran. Periode ini lebih lama

dari usia pembuahan. Kehamilan cukup bulan (terin /aterm) adalah masa gestasi

37-42 minggu (259-294 hari) lengkap. Kehamilan kurang bulan (preterm)

adalah masa gestasi kurang dari 37 minggu 259 hari. Kehamilan lewat waktu

(Possterm) adalah masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari). Bayi cukup

bulan (term infant) adalah bayi dengan usia gestasi 37-42 minggu. Bayi kurang

bulan (preterm infant) adalah bayi dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu

(Muslihatun, 2010).

Kejadian RDN pada bayi aterem disebakan oleh takipnea transisnten

pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB yang

merupakan penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang

disebabkan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria

maupun secara spontan. Takipneu pada bayi digambarkan sebagai peningkatan

pernafasan tiba-tiba segera setelah lahir dan biasanya berlanjut hingga 2-5 hari

pertama kehidupan namun membutuhkan oksigen ringan dan memerlukan

beberapa hari untuk sembuh (Lissuer dan Fanaroff, 2009).

Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam

paru-parunya yang mengakibatkan cairan dalam paru-paru keluar dari alveoli

ke jaringan interstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol

pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu

maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi, alveoli tetap terisi cairan dan

pembuluh darah sistemik tidak mendapat oksigen (Muslihatun, 2010).

Kejadian RDN pada bayi sering menyerang bayi yang lahir premature.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tamad dan Supriyanto, 2012

Page 35: Kti sarnia akbid paramata raha

21

insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada

bayi 32-36 minggu dan 5% pada bayi kurang dari 37 minggu. Sangat jarang

terjadi pada bayi yang matur. Tonjolan paru-paru pada janin mulai terbentuk

pada usia gestasi 6 minggu dan akan terus berlanjut sedangkan surfaktan akan

mulai tumbuh pada usia gestasi 22-24 minggu dan baru mulai aktif pada usia

gestasi 24-26 minggu sedangkan surfaktan tersebut baru akan berfungsi pada

usia gestasi 32-36 minggu. Pada usia gestasi 24 minggu paru-paru mulai

mengambil oksigen meski bayi masih menerima oksigen dari plasenta. Untuk

persiapan hidup di luar rahim, paru-paru bayi mulai menghasilkan surfaktan

yang menjaga kantung udara tetap mengembang. Organ paru-paru mulai

terbentuk aktif pada usia gestasi 25-28 minggu yaitu pada permulaan trimester

ketiga. Surfaktan terdiri dari 90% fosfolipid dan 10% protein. Lesitin dan

sfingomielin adalah 2 komponen utama dalam surfaktan. Lesitin adalah

gliserofosfolipid surfaktan utama sedangkan sfingomielin adalah fosfolipid

yang berasal dari jaringan tubuh kecuali paru-paru. Rasio L/S adalah 1:1 pada

usia gestasi 31-32 minggu, 2:1 pada usia gestasi 35 minggu. Sebelum

kehamilan mencapai usia 34 minggu, lesitin dan sfingomielin berada dalam

konsentrasi yang sama tetapi pada kehamilan 34 minggu konsentrasi lesitin

mulai naik dan sfingomielin tetap. Jika perbandingan L/S menunjukkan angka

2:1 berarti paru-paru telah matang sempurna. Untuk rasio L/S >2 maka resiko

RDN ditemukan kecil kecuali pada ibu yang menderita diabetes mellitus

(Erlita,R, 2013)..

Kejadian RDN pada bayi posterem disebakan oleh aspirasi mekonium saat lahir

dan meningkat sesuai usia gestasi, terjadi 20-25% kelahiran pada usia gestasi 42

minggu, sebelum persalinan saat terjadi aspirasi mekonium maka bayi akan terajdi

Page 36: Kti sarnia akbid paramata raha

22

asfiksia mengalami sesak napas (gasping). Saat lahir bayi dapat menginhalasi

mekonium kental yang dapat menyebakan obstruksi mekanis penumonistis kimiawi,

dan inaktivasi surfaktan. Pada saat dilakukan rontgen pada saat terjadi aspirasi

meconium terdapat hipreinflasi paru, pendataran diafragma, dan perluasan area bercak

pada daerah yang kolaps dengan deinsitas irregular kasar an area – area inflasi

berlebihan (Lissuer dan Fanaroff, 2009).

2) Perdarahan antepartum

Perdarahan antepartum pertama – tama harus diperhatikan dan selalu dipikirkan

karena umumnya bersumber pada kelainan plasenta dan berbahaya yang dapat

mengancam nyawa ibu maupun janin meningkatkan indikasi untuk mengakhiri

persalinan yang berdampak pada persalinan preterm. Jenis perdarahan antepartum

terdiri dari solusio plasenta, plasenta previa dan insersio valamentosa. Solusio plasenta

adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari temapt implantasi

normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.

Plasenta previa adalah plsenta yang berimplantasi pada segmen bawah arhim dan

menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Yantina dan Maternity, 2014).

Perdarahan retroplasenta dapat mengurangi sirkulasi uteroplasenta yang

normalnya 500-750mL jika kurang dari itu maka akan menyebabkan hipoksia janin.

Darah yang keluar juga dapat melepas selaput ketuban sehingga cairan amnion

berwarna merah karena bercampur dengan darah. Karena perdarahan tersebut dan

lepasnya plasenta dari tempatnya menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen dari ibu

terhambat dan janin dapat mengalami hipoksia serta gangguan pertumbuhan intrauterin

khusunya pada organ vital seperti paru-paru. Perdarahan ini dapat menghambat

perkembangan dan proses pematangan paru dikarenakan suplai nutrisi yang dibutuhkan

tidak adekuat dan juga perdarahan ini berdampak pada persalinan prematur dimana

Page 37: Kti sarnia akbid paramata raha

23

pada saat itu juga organ vital bayi seperti paru-paru belum berkembang sempurna

(Erlita,R, 2013)..

3) Jenis persalinan

Persalinan berdasarkan cara persalinan terbagi menjadi persalinan normal,

persalinan buatan dan persalinan anjuran. Persalinan normal adalah proses lahirnya

bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta

tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan

buatan adalah proses persalinan dengan bantuan dari tenaga luar sedangakan persalinan

anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar

dengan jalan rangsangan

Persalinan menurut usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan terbagi 3

yaitu abortus, persalinan prematur dan persalinan matur. Abortus (keguguran) adalah

terhentinya suatu kehamilan pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu

(dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir) dengan penegluaran hasil konsepsi

dengan berat < 500 gram (Nugroho, T, 2012).

Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37

minggu atau berat badan lahir rendah 500 – 2499 gram Sedangkan persalinan matur

adalah persalinan dengan usia kehamilan 37-42 minggu dan berat janin diatas 2500

gram (Yantina dan Maternity, 2014)

Pada proses persalinan terkadang janin tidak bisa lahir secara normal, tindakan

medis berupa sectio cesarea merupakan prosedur efektif untuk mengatasi permasalahan

yang ada tetapi dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada ibu dan bayi. Komplikasi

akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi adalah bayi menjadi kurang aktif

karena efek dari obat anastesi. Bayi yang dilahirkan melalui SC sering mengalami

gangguan pernafasan karena kelahiran terlalu cepat sehingga tidak mengalami adaptasi

Page 38: Kti sarnia akbid paramata raha

24

atau transisi antara dunia rahim dan luar rahim ini menyebabkan nafas bayi terlalu

cepat.

Awal adanya nafas pada bayi yaitu tekanan terhadap rongga dada yang terjadi

karena kompresi paru-paru selama persalinan normal yang merangsang masuknya

udara kedalam paru-paru secara mekanis. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama

persalinan, 1/3 cairan diperas keluar dari paru-paru tetapi pada bayi yang dilahirkan

sectio cesarea tidak dapat mengeluarkan cairan dari paru-paru ke interstitial

disekitarnya. Bayi ini akan mengalami kesulitan dalam meningkatkan respirasi karena

paru-paru masih berisi cairan dan hal ini jelas akan menyebabkan hipoksia pada bayi

dan pembuluh darah paru akan kontriksi. Agar alveoli dapat berfungsi optimal maka

dibutuhkan surfaktan dan aliran darah yang cukup. Jika perdaran darah terhambat maka

akan mempengaruhi juga pengembangan alveoli. Udara dalam alveoli akan terserap

kedalam pembuluh darah sehingga alveoli menciut dan memadat. Jaringan paru-paru

yang mengkerut biasa berisi dengan sel darah, serum, dan lendir yang akan

menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin. Kerusakan sel yang selanjutnya

menyebabkan bocornya serum protein kedalam alveoli dan menghambat kerja

surfaktan yang dapat mempengaruhi pernafasan bayi dan menyebabkan terjadinya

RDN (Erlita,R, 2013)..

4) Diabtes mellitus

Diabetes mellitus dalam kehamilan ialah gangguan toleransi glukosa berbagai

tingkat yang terjadi (atau pertama kali dideteksi) pada kehamilan. Batas ini tanpa

melihat dipakai atau tidaknya insulin atau menyingkirkan kemungkinan adanya

gangguan toleransi glukosa yang mendahului kehamilan. Diagnosis diabetes mellitus

sering dibuat untuk pertama kali dalam kehamilan karena penderita untuk pertama kali

datang kepada dokter atau diabetesnya menjadi lebih jelas oleh kehamilan

Page 39: Kti sarnia akbid paramata raha

25

Klasifikasi Diabetes Melitus gestasional adalah diabetes gestasional dimana

Diabetes Melitus terjadi hanya pada waktu hamil, diabetes pregestasional dimana

Dibetes Melitus sudah ada sebelum hamil dan berlanjut sesudah kehamilan dan

diabetes pregestasional yang disertai komplikasi penyakit pembuluh darah seperti

retinopati, neuropati, dan pembuluh darah perifer. Kadar glukosa darah maternal

dicerminkan dalam kadar glukosa darah janin, karena glukosa melintasi plasenta

dengan mudah. Insulin tidak melintasi barrier plasenta, sehingga kelebihan produksi

insulin oleh ibu atau janin tetap tinggal bersama yang menghasilkan. Akhirnya,

glukosuria lebih sering terjadi pada wanita hamil dibandingkan wanita tidak hamil.

Fetus normal mempunyai sistem yang belum matang dalam pengaturan kadar

glukosa darah. Fetus normal adalah penerima pasif glukosa dari ibu. Glukosa melintasi

barrier plasenta melalui proses difusi dan kadar glukosa janin sangat mendekati kadar

glukosa ibu. Mekanisme transport glukosa melindungi janin terhadap kadar maternal

yang tinggi. Pada kehamilan normal, pancreas janin tidak dirangsang secara berlebihan

oleh puncak postprandial kadar glukosa darah ibu.

Bila kadar glukosa darah ibu tinggi melebihi batas normal/tidak terkontrol, akan

menyebabkan dalam jumlah besar glukosa dari ibu menembus plasenta menuju fetus

dan terjadi hiperglikemia pada fetus. Tetapi kadar insulin ibu tidak dapat mencapai

fetus sehingga kadar glukosa ibulah yang mempengaruhi kadar glukosa fetus. Sel beta

pancreas fetus kemudian akan menyesuaikan diri terhadap tingginya kadar glukosa

darah. Hal ini akan menimbulkan fetal hiperinsulinemia yang sebanding dengan kadar

glukosa darah ibu dan fetus. Hiperinsulinemia bertanggung jawab terhadap terjadinya

makrosomia oleh karena meningkatnya lemak tubuh. Janin yang lahir akan memiliki

masalah karena pancreas dari bayi terus memproduksi insulin dalam jumlah besar

untuk mengatasi kadar glukosa darah yang tinggi. Jika tidak diatasi makan bayi akan

Page 40: Kti sarnia akbid paramata raha

26

mengalami hipoglikemia dan komplikasi serius lainnya.

Persalinan prematur umumnya dihubungkan dengan timbulnya sindrom gawat

nafas yang sering diakibatkan oleh penyakit membrane hialin atau RDN. Penyakit ini

pada bayi dari ibu diabetes mellitus bukan karena prematuritas tetapi juga karena

maturasi paru yang terhambat akibat hiperinsulinemia janin yang menghambat

produksi surfaktan. Hiperinsulinemia juga mengganggu pengaruh pematangan paru

dari kortisol. Usaha untuk mencegah terjadinya sindrom gawat nafas pada bayi adalah

kontrol glukosa darah ibu, persalinan spontan saat preterm, persalinan pervaginam dan

monitor keadaan janin selama kehamilan. Terapi pemberian kortikosteroid 7 hari

sebelum kelahiran pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi RDN atau premature

merupakan salah satu faktor protektif untuk mencegah bayi tersebut menderita RDN

karena belum matangnya paru-paru (Erlita,R,2013)

b. Faktor bayi

1) Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum merupakan keadaan kegagalan napas secara spontan dan

teratur segera setelah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia

primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa

saat setalah lahir (asfiksia sekunder) (Sudarti dan Fauziah, 2013).

Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan

nutrisi, dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah

umbilikal maupun plasenta hampir selalu akan menyebabkan asfiksia. Bayi dapat

mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan ataupun setelah lahir.

Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau setelah persalinan

biasanya akan menimbulkan gangguan pada aliran darah diplasenta atau tali pusat.

Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang

Page 41: Kti sarnia akbid paramata raha

27

dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan nafas atau paru-

paru

Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada

organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit namun demikian aliran darah ke jantung

dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen.

Manifestasi dari asfiksia yaitu terjadinya hipoksia, asidosis metabolik dan

atelektasis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya oksigenasi jaringan menurun

dan mengakibatkan metabolism anaerobik dengan penimbunan asam laktat asam

organik sehingga terjadi asidosis metabolik. Kemudian kerusakan endotel kapiler

dan epitel duktus alveolaris menyebabkan transudasi kedalam alveoli dan terbentuk

fibrin, lalu fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik menyebabkan terbentuknya

lapisan membran hialin. Terjadinya RDN pada bayi yang mengalami asfiksia

tergantung dari apgar score atau ringan beratnya asfiksia itu sendiri,

Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung,

penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan

surfaktan oleh sel pneumosit tipe II yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel

penumosit tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada

periode perinatal dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine

(Erlita,R, 2013)..

2) Berat badan lahir

Berat badan lahir adalah berat badan neonates pada saat kelahiran, ditimbang

dalam waktu satu jam setelah lahir. Bayi berat lahir cukup dengan usia kehamilan

37—42 minggu adalah bayi dengan berat lahir 2500 – 4000 gram. Berat Bayi lahir

rendah (BBLR) / Low Birthweight infant adalah bayi denngan berat badan lahir 1500

gram sampai kurang dari 2500 gram. Bayi beart lahir sangat rendah (BBLSR)/ Very

Page 42: Kti sarnia akbid paramata raha

28

Low Birthweight infant adalah bayi dengan berat badan lahir 1000-15000 gram. Bayi

berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) Extremely Very Low Birthweight infant

adalah bayi lahir hidp dengan berat badan lahir kurang dari 1000 gram

Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam paru-

parunya yang mengakibatkan cairan dalam paru-paru keluar dari alveoli ke jaringan

interstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan

menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal

akan tetap konstriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah sistemik tidak

mendapat oksigen (Muslihatun, 2010 ).

Kejadian RDN pada bayi cukup bulan /aterm disebakan oleh takipnea

transisnten pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB

yang merupakan penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang

disebabkan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria

maupun secara spontan. Takipneu pada bayi digambarkan sebagai peningkatan

pernafasan tiba-tiba segera setelah lahir dan biasanya berlanjut hingga 2-5 hari

pertama kehidupan namun membutuhkan oksigen ringan dan memerlukan beberapa

hari untuk sembuh (Lissuer dan fanaroff, 2009).

Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya

karena mempunyai kecenderungan kearah peningkatan terjadinya infeksi kesukaran

mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita sindrom gawat napas atau

RDN. Hubungan antara umur kehamilan dengan berat bayi lahir rendah

mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterine dan dapat dibedakan menjadi

sesuai masa kehamilan (SMK), kurang masa kehamilan (KMK) dan besar masa

kehamilan (BMK). Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi 3 yaitu kelompok

bayi kurang bulan adalah bayi yang lahir denga usia gestasi kurang dari 37 minggu

Page 43: Kti sarnia akbid paramata raha

29

(259 hari), bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan masa kehamilan dari 37

minggu sampai dengan 40 minggu (259-283 hari) dan bayi lebih bulan adalah bayi

dengan usia gestasi mulai 40 minggu atau lebih. Berat Bayi lahir rendah (BBLR)

terdiri dari 2 macam yaitu :

(1) Bayi Kurang Bulan (KB) : Umur kehamilan 37 minggu

(2) Bayi kecil masa kehamilan (KMK) : bayi dilahirkan kurang dari percentil ke – 10

kurva pertumbuhan janin (Sudarti dan Fauziah, 2013)

Berat bayi rendah khususnya yang mengalami prematuritas murni

menyebabkan berbagai permasalahan akibat belum maturnya organ tubuh bayi. Salah

satu penyebab yang sering muncul adalah kesulitan bernafas seperti RDN. Penyakit

ini terjadi dikarenakan paru yang belum matur, produksi surfaktan yang kurang

sempurna, alveoli yang masih sangat kecil dan sulit berkembang dan pengembangan

paru yang kurang sempurna karena dinding thoraks masih lemah. Sedangkan dismatur

dapat terjadi pada bayi preterm, aterm dan postterm. Karakteristik bayi dismatur sama

dengan yang ada pada bayi prematur, pada bayi dismatur terjadi retardasi

pertumbuhan intrauterine dan wasting. Pada bayi dismatur yang aterm mengalami

gangguan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin sehingga terjadi hipoksia dan

memperlambat proses pematangan organ-organ vital dalam tubuh janin salah satunya

adalah paru-paru dan dapat menyebabkan APGAR score rendah pada saat lahir dan

mengalami distress pernafasan. (Erlita,R, 2013).

3) Jenis kelamin bayi

Kelamin janin sudah ditentukan sejak awal konsepsi. Secara normal

perkembangan prenatal organ genital laki-laki dan perempuan merupakan proses yang

sangat kompleks. Jenis kelamin ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu faktor

kromosaom, faktor gonad dan faktor hormonal. Penentuan fenotipe seks dimulai dari

Page 44: Kti sarnia akbid paramata raha

30

seks genetik yang kemudian diikuti oleh suatu kaskade yaitu kromosom seks

menentukan jenis gonad, gonad menentukan diferensiasi/regresi duktus internal.

Perkembangan gonad dimulai pada sekitar minggu ke 7 masa gestasi dari

mesoderm intermediat dan bersifat bipotensial yaitu dapat berdiferensiasi menjadi

testis dan ovarium. Telah dipahami bahwa pada saat konsepsi, kromosom kelamin telah

terbentuk. Pada individu dengan kromosom seks XY, gonad indiferen akan

berkembang menjadi testis dan akan menimbulkan maskulinisasi. Sedangkan pada

individu XX akan terbentuk ovarium

Jika ada jaringan testis maka akan terbentuk 2 produk yaitu testosteron dan

subtansi penghambat yaitu mulleri inhibition stimulation (MIS) atau anti-mulleri

hormon yang disekresikan oleh sel sertoli testis yang berada dalam tubulus seminiferus.

Peran utama MIS adalah merepresi perkembangan duktus mulleri (tuba falopii, uterus,

vagina atas). Pada fetus laki-laki dengan fungsi testis normal, maka MIS merepresi

perkembangan duktus mulleri sedangakn testosterone menstimulasi perkembangan

duktus wolfii. Perkembangan testis diatur oleh gen testis determining faktor (TDF) atau

disebut sex determining region (SRY). Testosteron diproduksi oleh testis akibat

rangsangan hCG dan LH. Sebaliknya apabila tidak terdapat testis akan terbentuk gonad

dan fenotipe perempuan. Pada kondisi janin perempuan, akibat terpapar androgen

berlebihan akan timbul genitalia ambiguitas, misalnya pada hiperplasia adrenal,

luteoma, arenoblastoma atau ibu yang memakai steroid

Terdapat 2 organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu medulla dan korteks.

Korteks adrenal, gonad dan plasenta berbagi kemampuan untuk mensistesis hormon

steroid. Semua jaringan penghasil steroid dapat membuat androgen dan estrogen tetapi

hanya korteks adrenal yang memiliki enzim yang diperlukan untuk pembentukan

kortisol. Zona retikularis pada korteks adrenal merupakan suatu bagian berupa jala-jala

Page 45: Kti sarnia akbid paramata raha

31

yang membatasi medulla dan membentuk kortisol, androgen dan estrogen. Hormon

androgen pada laki-laki dapat menunda terjadinya matutasi paru dengan menurunkan

produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Kortisol meningkat secara dramatis

dalam cairan amnion dimulai minggu 34-36 dan dihubungkan dengan kematangan

paru-paru.

Paru-paru janin mempunyai kemampuan dalam merubah kortison menjadi

kortisol dan ini mungkin sebagai sumber kortisol yang penting untuk paru-paru. Pada

kejadian RDN, hormon androgen mengahambat perkembangan paru dan menurun

produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II dengan mempengaruhi reseptor kortisol

pada sel pneumosit tipe II (Erlita,R, 2013).

B. Landasan Teori

1. Respiratory Distress of Newborn (RDN)

Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory

Distress of Newborn (RDN) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD)

adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi dengan tanda-tanda takipnue

(>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk

pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang

lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDN (Lissuer dan fanaroff, 2009)

2. Hubungan antara Usia Gestasi, Jenis Persalinan, Berat Badan Lahir, AsfiksiaNeonatorum dan Jenis Kelamin dengan Kejadian Respiratory Distress Of Newborn(RDN) Pada Neonatus

a. Usia kehamilan atau usia gestasi

Usia kehamilan atau usia gestasi adalah ukuran lama waktu seorang janin

berada dalam rahim yang terdiri dari kehamilan cukup bulan atau aterm( 37-42

minggu), kurang bulan atau preterm (>37) dan lewat bulan atau posterm (<42

minggu). Pada ketiga usia kehamilan memiliki hubungan untuk terjadinya RDN

Page 46: Kti sarnia akbid paramata raha

32

pada bayi. Pada usia kehamilan cukup bulan apabila pada bayi mengalami takipnea

transisten pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB

biasa disebut dengan peningkatan pernafasan tiba – tiba segera setalah lahir yang

disebakan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria

maupun secara spontan. Hal ini merupakan penyebab paling utama pada bayi

aterem sehingga terjadi RDN pada bayi (Erlita,R, 2013).

Kejadian RDN pada bayi sering menyerang bayi yang lahir premature.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh insidensinya sebesar 60-80% pada bayi

kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu dan 5% pada bayi kurang

dari 37 minggu. Salah satu penyebab gawat napas pada bayi preterm adalah

sindrom gawat napas atau RDN yang disebabkan oleh defisiensi surfaktan.

Keadaan ini menyebakan kompliansi paru yang buruk (yaitu paru menjadi kaku)

yang kemudian menyebabkan kolaps alveolar dan mengganggu pertukaran gas

sehingga perubahan ini menyebabkan peningkatan kerja pernapasan dan

hipoksemia. Sedangkan pada bayi posterem hubungannya dengan kejadian RDN

pada bayi disebakan oleh aspirasi mekonium saat lahir dan meningkat sesuai usia

gestasi. Pada saat terjadi aspirasi mekonium maka bayi akan terjadi asfiksia dan

mengalami sesak napas (gasping). Pada saat lahir bayi dapat menginhalasi

mekonium kental yang dapat menyebabkan obstruksi mekanis dan inaktifasi

surfaktan sehingga dengan hal itu dapat menyebabkan RDN pada bayi (Lissuer dan

fanaroff, 2009).

b. Jenis persalinan

Persalinan berdasarkan cara persalinan terbagi menjadi persalinan normal,

persalinan buatan dan persalinan anjuran. Perbedaan persalinan normal dengan

persalinan SC. Pada persalinan normal pada saat bayi melalui jalan lahir selama

Page 47: Kti sarnia akbid paramata raha

33

persalinan, 1/3 cairan diperas keluar dari paru-paru sedangkan pada bayi yang

dilahirkan seksio secaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dan

dapat menderita paru – paru basah dalam jangka waktu lebih lama dengan sisa

caran didalam paru – paru dikeluarkan dari paru – paru dan diserap oleh pembuluh

limfe dan darah serta semua alveolus paru – paru akan berkembang terisi udara

sesuai dengan perjalanan waktu (Sangadah, S, 2014)

Namun pada proses persalinan terkadang janin tidak bisa lahir secara

normal, tindakan medis berupa sectio cesarea merupakan prosedur efektif untuk

mengatasi permasalahan yang ada tetapi dapat menimbulkan berbagai komplikasi

pada ibu dan bayi. Komplikasi akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi

adalah bayi menjadi kurang aktif karena efek dari obat anastesi. Bayi yang

dilahirkan melalui SC sering mengalami gangguan pernafasan karena kelahiran

terlalu cepat sehingga tidak mengalami adaptasi atau transisi antara dunia rahim

dan luar rahim ini menyebabkan nafas bayi terlalu cepat. Pada bayi yang dilahirkan

sectio cesarea tidak dapat mengeluarkan cairan dari paru-paru ke interstitial

disekitarnya. Bayi ini akan mengalami kesulitan dalam meningkatkan respirasi

karena paru-paru masih berisi cairan dan hal ini jelas akan menyebabkan hipoksia

pada bayi dan pembuluh darah paru akan kontriksi. Agar alveoli dapat berfungsi

optimal maka dibutuhkan surfaktan dan aliran darah yang cukup. Jika peredaran

darah terhambat maka akan mempengaruhi juga pengembangan alveoli. Udara

dalam alveoli akan terserap kedalam pembuluh darah sehingga alveoli menciut dan

memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasa berisi dengan sel darah, serum,

dan lendir yang akan menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin.

Kerusakan sel yang selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein kedalam

Page 48: Kti sarnia akbid paramata raha

34

alveoli dan menghambat kerja surfaktan yang dapat mempengaruhi pernafasan bayi

dan menyebabkan terjadinya RDN (Erlita,R, 2013).

3. Berat badan lahir

Pada bayi dengan berat badan normal pada saat lahir mengalami takipnea

transisten pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB

biasa disebut dengan peningkatan pernafasan tiba – tiba segera setalah lahir yang

disebakan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria

maupun secara spontan. Hal ini merupakan penyebab paling utama pada bayi

aterem sehingga terjadi RDN pada bayi.

Pada bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam

pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan kearah peningkatan terjadinya

infeksi sehingga menyebabkan kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah

untuk menderita sindrom gawat napas atau RDN sedangkan pada bayi yang

mengalami prematuritas murni menyebabkan berbagai permasalahan akibat belum

maturnya organ tubuh bayi. Salah satu penyebab yang sering muncul adalah

kesulitan bernafas seperti RDN dikarenakan paru yang belum matur, produksi

surfaktan yang kurang sempurna, alveoli yang masih sangat kecil dan sulit

berkembang dan pengembangan paru yang kurang sempurna karena dinding

thoraks masih lemah. Sedangkan dismatur dapat terjadi pada bayi preterm, term dan

postterm. Karakteristik bayi dismatur sama dengan yang ada pada bayi prematur,

pada bayi dismatur terjadi retardasi pertumbuhan intrauterine dan wasting. Pada

bayi dismatur yang term mengalami gangguan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke

janin sehingga terjadi hipoksia dan memperlambat proses pematangan organ-organ

vital dalam tubuh janin salah satunya adalah paru-paru dan dapat menyebabkan

APGAR score rendah pada saat lahir dan mengalami distress pernafasan (Erlita,R,

Page 49: Kti sarnia akbid paramata raha

35

2013).

4. Asfiksia neonatorum

Asfiksia neonatorum merupakan keadaan kegagalaan napas secara spontan

dan teratur segera setelah lahir yang diakibatkan oleh pasukan oksigen berkurang

sehingga banyak berkaitan dengan gangguan jalan napas atau paru – paru.

Hubungannya dengan kejadian RDN pada bayi pada saat pasokan oksigen

berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan

kulit namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat

untuk mempertahankan pasokan oksigen. Manifestasi dari asfiksia yaitu terjadinya

hipoksia, asidosis metabolik dan atelektasis. Hipoksia akan menyebabkan

terjadinya oksigenasi jaringan menurun dan mengakibatkan metabolism anaerobik

dengan penimbunan asam laktat asam organik sehingga terjadi asidosis metabolik.

Kemudian kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris menyebabkan

transudasi kedalam alveoli dan terbentuk fibrin, lalu fibrin dan jaringan epitel yang

nekrotik menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin sedangkan asidosis

dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke

paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan oleh sel pneumosit tipe

II yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel penumosit tipe II ini sangat

sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal dan

kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine (Erlita,R, 2013).

5. Jenis kelamin

Kelamin janin sudah ditentukan sejak awal konsepsi. Secara normal

perkembangan prenatal organ genital laki-laki dan perempuan merupakan proses

yang sangat kompleks. Terdapat 2 organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu

medulla dan korteks. Korteks adrenal, gonad dan plasenta berbagi kemampuan

Page 50: Kti sarnia akbid paramata raha

36

untuk mensistesis hormon steroid. Semua jaringan penghasil steroid dapat membuat

androgen dan estrogen tetapi hanya korteks adrenal yang memiliki enzim yang

diperlukan untuk pembentukan kortisol. Zona retikularis pada korteks adrenal

merupakan suatu bagian berupa jala-jala yang membatasi medulla dan membentuk

kortisol, androgen dan estrogen.

Hormon androgen pada laki-laki dapat menunda terjadinya maturasi paru

dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Kortisol

meningkat secara dramatis dalam cairan amnion dimulai minggu 34-36 dan

dihubungkan dengan kematangan paru-paru karena Paru-paru janin mempunyai

kemampuan dalam merubah kortison menjadi kortisol dan sebagai sumber kortisol

yang penting untuk paru-paru. Hubungannya dengan kejadian RDN, hormon

androgen menghambat perkembangan paru dan menurun produksi surfaktan oleh

sel pneumosit tipe II dengan mempengaruhi reseptor kortisol pada sel pneumosit

tipe II.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Tamad, Supriyanto, &

Rosanti, 2011) menjelaskan berbagai faktor resiko yang berhubungan dengan

kejadian RDN diantaranya adalah prematuritas dan BBLR. Selain itu penelitian

yang dilakukan oleh (Damanik & Indarso, 2008) menyebutkan bahwa faktor yang

paling berpengaruh besar terhadap kejadian RDN adalah usia gestasi dan berat

badan lahir. Dan penelitian yang dilakukan oleh (Hasan, 2012) menjelaskan faktor

yang berhugungan dengan RDN yaitu usia gestasi, berat badan lahir dan asfiksia

neonatorum.

Berdasarkan penelitian, (Hasan, 2012), persalinan sectio cesarean merupakan

salah satu faktor yang tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian

RDN pada bayi Sedangkan menurut (Damanik & Indarso, 2008) asfiksia neonatorum

Page 51: Kti sarnia akbid paramata raha

37

merupakan salah satu faktor yang tidak memiliki hubungan dengan kejadian RDN

karena menurut penelitian yang dilakukannya, asfiksia neonatorum merupakan

manifestasi dari RDN itu sendiri. Faktor yang memiliki hubungan sangat erat yaitu

usia gestasi dan berat badan lahir rendah (Erlita,R, 2013).

Ketika peneliti membandingkan beberapa pendapat penelitian ini bahwa yang

paling mempengaruhi adalah usia gestasi, berat badan lahir mempunyai resiko 2x

lipat dibandingkan dengan faktor lain untuk terjadinya RDN pada bayi. Meskipun

demikian, penelitian lanjutan diperlukan guna memastikan apakah faktor usia

gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksa neonatorum, dan jenis kelamin

memang memiliki faktor langsung terjadinya RDN pada bayi yang menimbulkan

kematian pada bayi.

C. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independent

: Hubungan variabel yang diteliti

: Variabel Dependent

: Variabel yang tidak diteliti

Kejadian RespiratoryDistress of Newborn

(RDN)

Usia Gestasi

Asfiksia neonatorum

Berat badan lahir

Jenis kelamin

Perdarahan Antepartum

Jenis persalinan

Diabetes Mellitus

Page 52: Kti sarnia akbid paramata raha

38

D. Hipotesis Penelitian

1. : Tidak ada hubungan antara usia gestasi dengan kejadian Respiratory

Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna

tahun 2015

: Ada hubungan antara usia gestasi dengan kejadian Respiratory Distress

of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna tahun 2015

2. : Tidak ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian

Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD

Kabupaten Muna tahun 2015

: Ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian Respiratory

Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna

tahun 2015

3. : Tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian

Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD

Kabupaten Muna tahun 2015

: Ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian Respiratory

Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna

tahun 2015

4. : Tidak ada hubungan asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory

Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna

tahun 2015

: Ada hubungan antara asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory

Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna

tahun 2015

Page 53: Kti sarnia akbid paramata raha

39

5. : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Respiratory

Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna

tahun 2015

: Ada hubungan antara jenias kelamin dengan kejadian Respiratory

Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna

tahun 2015

Page 54: Kti sarnia akbid paramata raha

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yaitu penelitian yang bertujuan untuk

memberikan gambaran tentang kenyataan atau data objektif, dengan pendekatan cross

sectional. Pengukuran variabel dilakukan pada suatu saat artinya subyek hanya diobservasi

pada saat yang sama dan pengukuran variabel dilakukan pada saat pemeriksaan atau

pengkajian (Nursalam, 2016).

Populasi

(sampel)

faktor risiko (+) faktor risiko (-)

efek (+) efek (-) efek(+) efek (-)

Gambar 2. Rancangan Penelitian Cross Sectional

B. Subyek Penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua bayi yang di rawat di ruang perinatologi Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna pada tahun 2015 sebanyak 542 orang.

Keterangan:n = Jumlah sampelN= Jumlah populasid2= Presisi yang ditetapkan (0,05) (Nursalam, 2016)

Page 55: Kti sarnia akbid paramata raha

41

Maka didapatkan :

n = .( , )n = .( , )n = ,n = ,n = 230,14 = 230

Setelah dihitung menggunakan rumus diatas maka sampel didapatkaan 230

bayi.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 6 – 7 bulan Juli tahun 2016.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Muna tahun 2016.

D. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel.

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kejadian Respiratory Distress of

Newborn (RDN), Sedangkan Usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksia

neonatorum, dan jenis kelamin bayi menjadi variabel independent dalam penelitian ini.

Page 56: Kti sarnia akbid paramata raha

42

E. Defenisi Operasional

Tabel 4Tabel Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif

No Variabel Defenisi

Operasional Kriteria Obyektif Alatukur Skala

1. DependentRespiratoryDistress ofthe Newborn(RDN)

Semua bayi yangterdiagnosa RespiratoryDistress of the Newborn(RDN) berdasarkandiagnose doketr di ruangbayi RSUD kabupatenmuna tahun 2015 yangtertulis di buku rekammedic

Ya : bila tertulis RespiratoryDistress of the Newborn(RDN) sesuai dengandiagnose dokter yang tercatatdirekam medicTidak : bila tidak tertulisRespiratory Distress of theNewborn (RDN) sesuaidengan diagnose dokter yangtercatat direkam medic

Checklist Nominal

2 IndependentUsia gestasi

Usia gestasi adalah usiakehamilan ibu yangtertulis BCB dan BKBsesuai diagnosa dokteryang tercatat di rekammedik yang menderitaRDN

BCB : Jika tertulis BCBBKB : Jika tertulis BKB Checklist Nominal

Jenispersalinan

Jenis persalinan adalahjenis persalinan yangtertulis SPT, SCberdasarkan diagnosedokter yang tertulisdirekam medic

SC: jika tertulis SC sesuaidiagnose dokter yang tertulisdi rekam medicSPT : jika tertulis SPT dansesuai diagnose dokter yangtertulis di rekam medic

Checklist Nominal

Berat badanlahir

Berat badan lahiradalah berat badannormal termasuk BBLRyaitu premature murnidan dismatur yangtertulis pada catatanrekam medic

BBLR : jika tertulis BBLR,BBLSR, BBLSARTidak BBLR : jika tidaktertulis BBLR, BBLSR,BBLSAR

Checklist Nominal

Asfiksianeonatorum

Asfiksia neonatorumadalah kegagalan napaspada bayi yang tertulispada rekam medicsesuai diagnose dokterbaik asfiksia ringan,sedang maupun berat

Asfiksia : jika tertulisasfiksia, asfiksia ringan,asfiksia sedang, asfiksia beratdan post asfiksiaTidak asfiksia : jika tidaktertulis asfiksia, asfiksiaringan, asfiksia sedang,asfiksia berat dan postasfiksia

Checklist Nominal

Jeniskelamin

Jenis kelamin adalahjenis kelamin bayi padasaat dilahirkan yangtercatat di rekam medik

Beresiko : jika bayi yangdilahirkan laki – lakiTidak beresiko : jika bayiyang dilahirkan perempuan

Checklist Nominal

Page 57: Kti sarnia akbid paramata raha

43

F. Instrumen Penelitian

Sampel penelitian menggunakan data sekunder. Data sekunder yaitu data bayi yang

mengalami Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada tahun 2015 berdasarkan

diagnose dokter yang tertulis di buku rekam medik. Pada penelitian ini, instrumen yang

akan digunakan adalah checklist.

G. Cara Analisis Data

1. Analisis Univariat

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan grafik. Dalam penelitian ini dilakukan analisis univariat secara

deskriptif sederhana berupa presentasi.

Rumus yang digunakan adalah :

= 100%Keterangan:

f = Frekuensi

P = Persentasi

n = Jumlah sampel (Putri Ariani, 2014)

2. Analisis Bivariat

Uji statistik dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan chi square untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel dengan confidence interval

(CI) 95 %. Rumus yang digunakan adalah:

= ∑( − )Keterangan:∑ = JumlahX = Statistik Chi Square HitungO = Nilai frekuensi yang diobservasiE = Nilai frekuensi yang diharapkan=

Page 58: Kti sarnia akbid paramata raha

44

Kriteria pengujian :

1. Jika X2 hitung ≥ X2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada

hubungan antara usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksia neonatorum

dan jenis kelamin bayi dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada

bayi di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.

2. Jika X2 hitung < X2 tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada

hubungan antara usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksia neonatorum

dan jenis kelamin bayi dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada

bayi di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 (Putri Ariani, 2014)

H. Jalannya Penelitian

1. Tahap Persiapan

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan mempersiapkan/mengurus surat izin penelitian

pada institusi Akademi Kebidanan Paramata Raha Kab. Muna guna melaporkannya k

Kesbang Pol dan Linmas serta Dinas Kesehatan sebelum memulai kegiatan

pengumpulan data di lapangan.

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaannya dimulai dengan mencatat semua hasil dari data yang diperoleh di

lapangan dengan menggunakan teknik purposive sampling.

3. Tahap Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis dan disajikan secara analitik dalam

bentuk narasi, tabel dan gambar.

4. Tahap Penulisan Laporan

Pada tahap ini disajikan laporan sebagai tahap akhir penulisan ini.

Page 59: Kti sarnia akbid paramata raha

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi tenggara

terletak di ibukota kabupaten tepatnya di jalan Sultan Syahrir Kelurahan Laende

Kecamatan Katobu Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini

mudah dijangkau dengan kendaraan umum dengan batas sebagai berikut :

1) Sebelah utara : Jl. Basuki Rahmat

2) Sebelah Timur : Jl. Sultan Hasanudin

3) Sebelah selatan : Jl. Laode Pandu

4) Sebelah Barat : Jl. Ir. Juanda

b. Sejarah Singkat

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna didirikan pada masa

penjajahan Belanda oleh mantri yang berkebangsaan Belanda. Pada saat itu mantri

berkebangsaan belanda hanya dibantu oleh seorang asistennya dan dua orang

perawat. Setelah 11 tahun berlalu mantri tersebut pulang kembali ke negerinya dan

tepat pada tahun 1928 beliau diganti oleh seorang dokter dari Jawa yang bernama

dokter Soeparjo. Masyarakat muna mengenal dokter Soeparjo dengan sebutan

dokter jawa. Beliau tamatan dari sekolah belanda yaitu Nederlandhes In Launshe

Aonzen School (NIAS).

Masa kepemimpinan dokter Soeparjo hanya berlangsung selama tujuh tahun,

kemudian beliau digantikan oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter

Hyaman. Selang 5 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1940 seorang dokter asal

Page 60: Kti sarnia akbid paramata raha

46

China bernama dokter Pang Ing Ciang menggantikan kepemimpinan dokter

Hyaman. Pada masa kepemimpinan dokter Pang Ing Ciang sangat disukai oleh

masyarakat Muna sebab beliau sangat memperhatikan kesehatan masyarakat Muna

pada saat itu.

Pada tahun 1949, saat peralihan pemerintahan Belanda ke pemerintahan

Republik Indonesia masa pemerintahan dokter Pang Ing Cian berakhir dan beliau

diganti oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter Post. Dokter Post

mempunyai dua orang asisten sehingga sebagian besar pekerjaannya diserahkan

pada kedua asistennya. Namun kepemimpinan dokter Post tidak berlangsung lama,

beliau hanya satu tahun lamanya.

Pada tahun 1950 dokter Post digantikan oleh dokter Lemens yang berasal dari

Belgia. Dokter Lemens memimpin selama 10 tahun yakni pada tahun 1950 sampai

dengan tahun 1960. Pada tahun 1965 dilakukan rehabilitasi yang di prakarsai oleh

Bupati Muna Laode Rasyid, SH. Ini merupakan rehabilitasi pertama selama Rumah

sakit tersebut didirikan tahun 1965-1970. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Muna dipimpin oleh dokter Ibrahim Ahtar Nasution. Masa kepemimpinannya

berlangsung selama 3 tahun dan sejak itu tahun masa kepemimpinan Rumah Sakit

Umum Kabupaten Muna ditetapkan setiap 3 tahun sekali memimpin.

Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna dijadikan sebagai

salah satu rumah sakit yang merupakan lahan praktek dan kajian ilmiah bagi

mahasiswa Akademi Keperawatan Kabupaten Muna dan Mahasiswa Akademi

Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna.

c. Lingkungan Fisik

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara berdiri

diatas lahan seluas 10.740 Ha.

Page 61: Kti sarnia akbid paramata raha

47

d. Fasilitas pelayanan kesehatan

Fasilitas/sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara adalah :

1) Pelayanan kesehatan rawat jalan yakni poliklinik penyakit dalam, poliklinik

umum, poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan, poliklinik gigi dan

mulut, poliklinik bedah, poliklinik saraf, poliklinik dalam, instalasi rehabilitasi

medik, dan instalasi gawat darurat, poliklinik mata, poliklinik THT, dan

poliklinik psikiatri.

2) Pelayanan kesehatan rawat inap yakni kebidanan dan kandungan, perawatan

bayi/perinatologi dan perawatan umum, ICU

3) Pelayanan medik yakni fisioterapi, rontgen, apotik, laboratorium klinik dan

instalasi gizi.

e. Ketenagaan

Jumlah ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna saat ini adalah

529 orang (terdiri atas paramedis sebanyak 430 dan non paramedis sebanyak 73

orang) serta dokter dan dokter ahli sebanyak 26 orang. Dengan jumlah bidan di

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna adalah sebanyak 128 orang, yang

bekerja di Ruang kebidanan sebanyak 38 orang dan terdapat 2 orang dokter ahli

kandungan sedangkan di ruang perinatology sebanyak 26 orang dan 2 orang dokter

ahli anak.

2. Analisis Data

Data sekunder register di Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna tahun 2015,

terdapat 40 kasus kejadian RDN. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 230 orang

dengan 40 kasus kejadian RDN dan 190 bukan kejadian RDN.

Page 62: Kti sarnia akbid paramata raha

48

Data yang diperoleh dengan cara manual dan komputerisasi, selanjutnya hasil

pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel. Analisis data terdiri atas analisis

univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat untuk mendeskripsikan masing-

masing variabel dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, sedangkan analisis bivariat

untuk mengetahui besarnya faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian

kejadian RDN pada bayi dengan menggunakan tabel 2x2 dan uji Chi Square . Hasil

pengolahan data tersebut diuraikan sebagai berikut :

a. Analisis Univariat

Dalam penelitian ini dilakukan analisis univariat secara deskriptif sederhana berupa

presentasi.

1) Respiratory Distress Of Newborn (RDN)

Distribusi frekuensi bayi yang mengalami RDN di Ruang Teratai Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Muna 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.Distribusi Frekuensi Bayi terhadap Kejadian RDN

di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna

Tahun 2015

Bayi Frekuensi (f) Persentase (%)

RDN 40 17,39Tidak RDN 190 82,61

Jumlah (n) 230 100

Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015

Tabel 5 memperlihatkan bahwa dari jumlah 230 bayi mayoritas yang tidak

mengalami RDN adalah 190 (82,61%) dan yang mengalami RDN adalah 40 bayi

(17,39%)

Page 63: Kti sarnia akbid paramata raha

49

2) Usia Gestasi

Distribusi frekuensi usia gestasi di Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Muna 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6.Distribusi Frekuensi Usia Gestasi di Ruang Teratai RSUD

Kabupaten MunaTahun 2015

Usia Gestasi Frekuensi (f) Persentase (%)

BCB 197 85,65BKB 33 14,35

Jumlah (n) 230 100

Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015

Tabel 6 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan Usia Gestasi

mayoritas dengan diagnosa BCB sebanyak 197 orang (85,65%) sedangkan diagnosa

BKB sebanyak 33 orang (14,35%).

3) Jenis Persalinan

Distribusi bayi berdasarkan Jenis Persalinan tentang Kejadian RDN di Ruang

Kebidanan RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7Distribusi Frekuensi Jenis Persalinan di Ruang Teratai

RSUD Kab. MunaTahun 2015

Jenis Persalinan Frekuensi (f) Persentase (%)

SPT 91 39,56SC 139 60,45

Jumlah (n) 230 100

Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015

Tabel 7 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan jenis persalinan

tertinggi dengan diagnosa SC sebanyak 139 orang (60,45%) dan terendah dengan

diagnose SPT sebanyak 91 orang (39,56%).

Page 64: Kti sarnia akbid paramata raha

50

4) Berat Badan Lahir

Distribusi bayi berdasarkan berat badan lahir tentang kejadian RDN di Ruang Teratai

RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir

di Ruang Teratai RSUD Kab. MunaTahun 2015

Berat badan lahir Frekuensi (f) Persentase (%)

BBLR 38 16,52Tidak BBLR 192 83,48

Jumlah (n) 230 100

Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015

Tabel 8 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan berat badan lahir

mayoritas dengan diagnosa tidak BBLR sebanyak 192 orang (83,48%) dan minoritas

dengan diagnosa BBLR sebanyak 38 orang (16,52%).

5) Asfiksia

Distribusi kejadian Asfiksia tentang kejadian RDN di Ruang Teratai RSUD

Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 9Distribusi Frekuensi Asfiksia di Ruang Teratai

RSUD Kab. MunaTahun 2015

Asfiksia Frekuensi (f) Persentase (%)

Asfiksia 33 14,16Tidak asfiksia 197 85,64

Jumlah (n) 230 100

Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015

Tabel 9 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan asfiksia mayoritas

dengan diagnose tidak asfiksia sebanyak 197 orang (85,64%) dan diagnosa asfiksia

sebanyak 33 orang (14,16%).

Page 65: Kti sarnia akbid paramata raha

51

6) Jenis kelamin

Distribusi jenis kelamin tentang kejadian RDN di Ruang Teratai RSUD Kabupaten

Muna tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 10Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin di Ruang Teratai

RSUD Kab. MunaTahun 2015

Jenis kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)

Berisiko 100 43,48Tidak berisiko 130 56,52

Jumlah (n) 230 100

Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015

Tabel 10 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan jenis kelamin yang

tidak berisiko terbanyak yaitu 130 orang (56,52%) dan jenis kelamin yang berisiko

terendah yaitu 100 orang (43,48%).

b. Analisis Bivariat

Setelah di lakukan analasis univariat dengan deskriptif sederhana maka akan dilakukan

Uji statistik dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan chi square untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan dua variabel.

1) Faktor usia gestasi dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD

Kabupaten Muna tahun 2015

Analisis Hubungan usia gestasi dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang

Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil

perhitungan pada tabel 11 berikut.

Page 66: Kti sarnia akbid paramata raha

52

Tabel 11Hubungan Usia Gestasi dengan Kejadian RDN

pada Bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna

Tahun 2015

KejadianRDN

Usia GestasiJumlah χ2

BCB BKB

f % f % n % Hit. Tab.

RDN 35 15,22 5 2,17 40 17,39

0,153 3,841Tidak RDN 162 70,43 28 12,17 190 82,60

Jumlah (n) 197 85,64 33 14,35 230 100

Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 197 orang yang terdiagnosa BCB, mayoritas

yang tidak mengalami RDN yaitu 162 orang (70,43%) dan terdapat 35 orang (15,22%),

yang mengalami RDN. Sedangkan dari 33 orang yang terdiagnosa BKB, terbanyak

yang tidak mengalami RDN 28 orang (12,17%) dan terendah yang mengalami RDN

yaitu 5 orang (2,17%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2

hitung = 0,153. Oleh karena nilai χ2 hitung kecil dari pada χ2 tabel , maka H0 di terima

dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan usia gestasi dengan kejadian

RDN.

2) Faktor jenis persalinan dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD

Kabupaten Muna tahun 2015

Analisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang

Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil

perhitungan pada tabel 12 berikut.

Page 67: Kti sarnia akbid paramata raha

53

Tabel 12Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian RDN

pada Bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna

Tahun 2015

KeajadianRDN

Jenis persalinanJumlah χ2

SPT SC

f % f % n % Hit. Tab.

RDN 25 10,87 15 6,52 40 17,39

5,35 3,841Tidak RDN 66 28,69 124 53,93 190 82,61

Jumlah (n) 91 43,47 139 56,52 230 100

Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 91 orang yang terdiagnosa SPT, mayoritas

yang tidak mengalami RDN yaitu 66 orang (28,69%) dan yang mengalami RDN yaitu

25 orang (10,87%). Sedangkan dari 139 orang yang terdiagnosa SC, mayoritas yang

tidak mengalami RDN yaitu 124 orang (53,93%) dan yang mengalami RDN yaitu 15

orang (6,52%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2

hitung = 5,35. Oleh karena nilai χ2 hitung lebih besar dari pada χ2 tabel , maka H0

ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan ada hubungan jenis persalinan dengan

kejadian RDN

3) Faktor berat badan lahir dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD

Kabupaten Muna tahun 2015

Analisis hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang

Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil

perhitungan pada tabel 13 berikut.

Page 68: Kti sarnia akbid paramata raha

54

Tabel 13Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian RDN

pada Bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna

Tahun 2015

KeajadianRDN

Berat badan lahirJumlah χ2

BBLR Tidak BBLR

f % f % n % Hit. Tab.

RDN 8 3,48 32 13,91 40 17,39

0,37 3,841Tidak RDN 30 13,04 160 69,56 190 82,61

Jumlah (n) 38 16,52 192 83,47 230 100

Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 38 orang yang terdiagnosa BBLR ,

terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 30 orang (13,04%) dan terendah yang

mengalami RDN yaitu 8 orang (3,48%). Sedangkan dari 192 orang yang terdiagnosa

tidak BBLR, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 160 orang (69,56%) dan

minoritas yang mengalami RDN yaitu 32 orang (13,91%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2

hitung = 0,37. Oleh karena nilai χ2 hitung kecil dari pada χ2 tabel , maka H0 diterima

dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan berat badan lahir dengan

kejadian RDN.

4) Faktor Asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten

Muna tahun 2015

Analisis hubungan asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai

RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil perhitungan pada

tabel 14 berikut.

Page 69: Kti sarnia akbid paramata raha

55

Tabel 14Hubungan Asfiksia dengan Kejadian RDN

pada bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna

Tahun 2015

KeajadianRDN

AsfiksiaJumlah χ2

Asfiksia Tidak asfiksia

f % f % n % Hit. Tab.

RDN 9 3,91 31 13,48 40 17,39

2,27 3,841Tidak RDN 24 10,30 166 72,17 190 82,61

Jumlah (n) 33 13,91 197 85,65 230 100

Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 33 orang yang terdiagnosa Asfiksia,

tertinggi yang tidak mengalami RDN yaitu 24 orang (10,30%) dan terendah yang

mengalami RDN yaitu 9 orang (3,91%). Sedangkan dari 197 orang yang terdiagnosa

tidak asfiksia, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 166 orang (72,17%) dan

minoritas yang mengalami RDN yaitu 31 orang (13,48%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2

hitung = 2,27. Oleh karena nilai χ2 hitung lebih kecil dari pada χ2 tabel, maka H0

diterima dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan asfiksia dengan

kejadian RDN.

5) Faktor jenis kelamin dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD

Kabupaten Muna tahun 2015

Analisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang

Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil

perhitungan pada tabel 15 berikut.

Page 70: Kti sarnia akbid paramata raha

56

Tabel 15Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian RDN

pada Bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna

Tahun 2015

KeajadianRDN

Jenis kelaminJumlah χ2

Berisiko Tidak berisiko

f % f % n % Hit. Tab.

RDN 24 10,43 16 6,95 40 17,39

5,5 3,841Tidak RDN 76 33,04 114 49,56 190 82,61

Jumlah (n) 100 43,47 130 56,52 230 100

Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terdiagnosa berisiko,

terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 76 orang (33,04%), dan yang terendah

yang mengalami RDN yaitu 24 orang (10,43%). Sedangkan dari 130 orang yang

terdiagnosa tidak berisiko, terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 114 orang

(49,56%) dan terendah yang mengalami RDN yaitu 16 orang (6,95%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2

hitung = 5,5. Oleh karena nilai χ2 hitung lebih besar dari pada χ2 tabel , maka H0

ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan ada hubungan jenis kelamin dengan

kejadian RDN.

B. Pembahasan

1. Usia gestasi

Hasil pengamatan pada tabel 11 menunjukkan bahwa dari 197 orang yang

terdiagnosa BCB, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 162 orang (70,43%) dan

terdapat 35 orang (15,22%), yang mengalami RDN. Sedangkan dari 33 orang yang

terdiagnosa BKB, terbanyak yang tidak mengalami RDN 28 orang (12,17%) dan

terendah yang mengalami RDN yaitu 5 orang (2,17%). Berdasarkan hasil uji statistik

dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 0,153. Oleh karena nilai χ2

Page 71: Kti sarnia akbid paramata raha

57

hitung kecil dari pada χ2 tabel , maka H0 di terima dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan

tidak ada hubungan usia gestasi dengan kejadian RDN.

Berdasarkan teori seperti yang dikemukakan Oleh Lissuerr dan Fannarof,

(2009) bahwa Kejadian RDN pada bayi aterem disebakan oleh takipnea transisnten

pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB yang

merupakan penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang disebabkan oleh

keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria maupun secara spontan.

Kejadian RDN pada bayi posterem disebakan oleh aspirasi mekonium saat lahir dan

meningkat sesuai usia gestasi, terjadi 20-25% kelahiran pada usia gestasi 42 minggu,

sebelum persalinan saat terjadi aspirasi mekonium maka bayi akan terajdi asfiksia

mengalami sesak napas (gasping). Kemudian menurut penelitian yang dilakukan oleh

Tamad dan Supriyanti, (2011 ) kejadian RDN pada bayi sering menyerang bayi yang

lahir premature. insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-

30% pada bayi 32-36 minggu dan 5% pada bayi kurang dari 37 minggu. Sangat jarang

terjadi pada bayi yang matur. Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa RDN bisa saja

terjadi pada bayi yang usia gestasinya < 37 minggu, > 37 minggu ataupun > 42

minggu.

Erlita (2013) mengatakan bahwa usia gestasi yang berisiko adalah usia gestasi

<37 minggu karena fungsi paru-paru dan surfaktan belum berkembang sempurna,

surfaktan baru akan berfungsi sempurna pada usia gestasi > 36 minggu. Namun,

menurut Tamad dan Supriyanto, (2011) usia gestasi kurang bukanlah menjadi

penyebab utama kejadian RDN walaupun usia gestasi dapat mempengaruhi matangnya

fungsi organ bayi saat dilahirkan. Proses kelahiran, berat badan lahir bayi dan ibu yang

berisiko dapat menjadi salah satu faktor bahwa usia gestasi berisiko tidak sepenuhnya

menjadi penyebab kejadian RDN.

Page 72: Kti sarnia akbid paramata raha

58

Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara usia gestasi dengan

kejadian RDN, dimana didapatkan hasil sebesar 15,22% responden bayi yang lahir

dengan usia gestasi >37 minggu yang mengalami RDN. Dari 35 (15,22%) responden

ini disertai masalah – masalah lain seperti bayi yang di lahirkan BCB dari data,

dilahirkan dengan tindakan SC sebanyak 14 orang dan TTNB 1 orang, kemudian dari

35 bayi yang mengalami RDN itu 23 memiliki jenis kelamin laki – laki, dimana dari

ketiga penyebab ini berisiko untuk terjadinya RDN sehingga dengan hal itu bisa

menyebabkan RDN pada bayi itu sendiri. Selain itu hal ini terjadi disebabkan karena

sampel yang digunakan dalam penelitian lebih banyak bayi yang normal daripada bayi

yang mengalami RDN yaitu hanya 2,17% responden bayi dengan usia gestasi <37

minggu yang mengalami RDN.

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningrum

dan Santosa, (2012) yang mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara usia gestasi

dengan kejadian RDN pada bayi baru lahir di RS.Muhammadiyah Yogyakarta dimana

responden bayi dengan RDN hanya sebesar 18,6% yang didapatkan lahir dari usia

gestasi kurang dari 37 minggu. Data yang didapatkan bahwa bayi RDN yang lahir

dengan usia gestasi <37 minggu sebanyak 18 responden dan dari 18 orang tersebut

didapatkan 22,2% karena ibu mengalami partus lama, 16% ibu yang mengalami

plasenta previa, 22% ibu mengalami perdarahan antepartum, 61% bayi lahir dengan

berat badan lahir kurang dan 77% bayi dilahirkan dengan sectio cesarea. Partus lama

dapat menyebabkan ibu kelelahan dan bayi menjadi stress serta kekurangan oksigen

dan menyebabkan asfiksia janin, sedangkan plasenta previa dapat menyebabkan

penurunan kadar Hb pada ibu dan menghambat suplai oksigen dan nutrisi ke janin

sehingga menghambat pematangan paru – paru dan hambatan intrauterine. Sedangkan

untuk bayi yang lahir dengan usia gestasi lebih dari 37 minggu dan mengalami RDN

Page 73: Kti sarnia akbid paramata raha

59

sebanyak 65 responden dan didapatkan data bahwa 15,3% bayi lahir dengan berat

badan kurang, 40% ibu mengalami partus lama, 6,1% ibu mengalami ketuban pecah

dini, sedangkan ibu dengan diabetes mellitus sebanyak 4,6% dan hanya 1,5% ibu yang

mengalami chepalopelvik disorders. Dari semua gejala yang disebutkan diatas, dapat

dijelaskan bahwa proses kelahiran yang sulit dapat menyebabkan stress janin pada saat

kelahiran dan dapat menimbulkan hipoksia. Peningkatan kadar glukosa pada ibu juga

dapat mempengaruhi maturasi paru janin. Faktor lain seperti perdarahan antepartum

yang disebabkan oleh plasenta previa 9,2% dan solutio plasenta 3%, juga dapat

berdampak pada bayi yang dilahirkan karena mempengaruhi suplai darah, nutrisi dan

proses pematangan paru-paru. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

kejadian RDN pada bayi berdasarkan usia gestasi tidak hanya di pengaruhi oleh Usia

gestasi tetapi dipengaruhi oleh faktor lain dalam hal ini faktor ibu yang berisiko yang

bisa menimbulkan bayi mengalami kejadian RDN.

2. Jenis persalinan

Hasil pengamatan pada tabel 12 menunjukkan bahwa dari 91 orang yang

terdiagnosa SPT, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 66 orang (28,69%) dan

yang mengalami RDN yaitu 25 orang (10,87%). Sedangkan dari 139 orang yang

terdiagnosa SC, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 124 orang (53,93%) dan

yang mengalami RDN yaitu 15 orang (6,52%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan

menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 5,35. Oleh karena nilai χ2 hitung lebih

besar dari pada χ2 tabel , maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan ada

hubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN

Pada proses persalinan terkadang janin tidak bisa lahir secara normal, tindakan

medis berupa sectio cesarea merupakan prosedur efektif untuk mengatasi permasalahan

yang ada tetapi dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada ibu dan bayi. Komplikasi

Page 74: Kti sarnia akbid paramata raha

60

akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi adalah bayi menjadi kurang aktif

karena efek dari obat anastesi. Bayi yang dilahirkan melalui SC sering mengalami

gangguan pernafasan karena kelahiran terlalu cepat sehingga tidak mengalami adaptasi

atau transisi antara dunia rahim dan luar rahim ini menyebabkan nafas bayi terlalu

cepat. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama persalinan, 1/3 cairan diperas keluar

dari paru-paru tetapi pada bayi yang dilahirkan sectio cesarea tidak dapat

mengeluarkan cairan dari paru-paru ke interstitial disekitarnya. Bayi ini akan

mengalami kesulitan dalam meningkatkan respirasi karena paru-paru masih berisi

cairan dan hal ini jelas akan menyebabkan hipoksia pada bayi dan pembuluh darah

paru akan kontriksi (Erlita, R, 2013)

Hal ini sama dengan penelitian yang di lakukan oleh Erlita, (2013) bahwa

didapatkan hasil ada hubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN. Dimana jumlah

yang berisiko dan mengalami RDN sebanyak 34,3% dan yang tidak berisiko serta

mengalami RDN sebesar 15,7%.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tahir, Rismayanti, &

Ansar (2012 ) yang mendapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan dari jenis

persalinan dengan kejadian RDN pada bayi baru lahir di RS.Wahidin Sudirohusodo

dikarenakan data yang didapatkan oleh peneliti yaitu lebih dari 50% ibu melahirkan

yang dijadikan sampel melahirkan dengan sectio cesarea dan didapatkan bayi yang

mengalami RDN.

3. Berat badan lahir

Hasil pengamatan tabel 13 menunjukkan bahwa dari 38 orang yang terdiagnosa

BBLR , terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 30 orang (13,04%) dan terendah

yang mengalami RDN yaitu 8 orang (3,48%). Sedangkan dari 192 orang yang

terdiagnosa tidak BBLR, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 160 orang

Page 75: Kti sarnia akbid paramata raha

61

(69,56%) dan minoritas yang mengalami RDN yaitu 32 orang (13,91%).Berdasarkan

hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 0,37. Oleh

karena nilai χ2 hitung kecil dari pada χ2 tabel , maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hal ini

menunjukkan tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Lissuer dan Fannarof, (2009),

kejadian RDN pada bayi cukup bulan /aterm disebakan oleh takipnea transisnten pada

bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB yang merupakan

penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang disebabkan oleh

keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria maupun secara spontan.

Takipneu pada bayi digambarkan sebagai peningkatan pernafasan tiba-tiba segera

setelah lahir dan biasanya berlanjut hingga 2-5 pertama kehidupan namun

membutuhkan oksigen ringan dan memerlukan beberapa hari untuk sembuh.

Sedangkan menurut Erlita, (2013) berat bayi rendah khususnya yang mengalami

prematuritas murni menyebabkan berbagai permasalahan akibat belum maturnya organ

tubuh bayi. Salah satu penyebab yang sering muncul adalah kesulitan bernafas seperti

RDN. Penyakit ini terjadi dikarenakan paru yang belum matur, produksi surfaktan yang

kurang sempurna, alveoli yang masih sangat kecil dan sulit berkembang dan

pengembangan paru yang kurang sempurna karena dinding thoraks masih lemah.

Hal ini tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh peneliti bahwa tidak ada

hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian RDN pada bayi dimana didapatkan

data responden 40 bayi, BBLR yang mengalami RDN hanya 8 bayi (3,48%) dari

13,91% dari jumlah sampel yang mengalami RDN. Dari 13,91% yang mengalami RDN

ini disertai masalah – masalah lain yang bisa mengakibatkan RDN ]terjadi pada bayi

yang tidak BBLR. Masalah yang menyertai bayi yang dilahirkan tidak BBLR dari

jumlah 32 bayi yang di lahirkan secara SC 14 bayi dan sebanyak 20 jenis kelamin yang

Page 76: Kti sarnia akbid paramata raha

62

berisiko untuk terjadinya RDN pada bayi. Selain itu faktor bayi yang lain kebanyakan

yaitu curiga sepsis dimana salah satu penyebab curiga sepsis adalah ibu yang

mengalami perdarahan. Dimana perdarahan pada ibu selama persalinan merupakan

salah satu faktor yang dapat menyebabkan RDN pada bayi itu sendiri. Selain itu itu

juga disebabkan karena ketidaksesuaian data antara jumlah sampel dengan kejadian

kasus yang diteliti yang jumlahnya sedikit.

Hal ini sependapat juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Kosim, (2008)

yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara berat badan

lahir dan kejadian RDN pada bayi baru lahir dimana responden yang diteliti sebanyak

13,5% memiliki berat badan kurang dari 2500 gram pada hari ke 3 kelahiran dan

mengalami RDN. Berdasarkan hasil penelitiannya bahwa bayi yang lahir dengan berat

badan <2500gram dan mengalami RDN sebanyak 21 responden, dan data yang

didapatkan dari 21 responden tersebut ada pengaruh dari faktor lain yaitu terdapat 23%

ibu yang mengalami plasenta previa, 9% karena partus lama, 23% karena perdarahan

antepartum, 53% bayi lahir dengan usia gestasi <37 minggu, kelahiran dismatur

sebanyak 47% dan ibu yang melahirkan dengan sectio sebanyak 61,9%. Bayi yang

dilahirkan prematur memang memiliki fungsi organ vital khususnya pernafasan yang

masih belum sempurna sehingga bayi akan mengalami kesulitan untuk bernafas

sedangkan kelahiran dismatur, menunjukkan bahwa janin mengalami gangguan

pertumbuhan intrauterine sehingga pada saat dilahirkan organ pernafasan tidak

mengalami maturasi yang sempurna.

Bayi yang dilahirkan dengan berat badan >2500gram tetapi mengalami RDN

sebanyak 62 responden, dan dari 62 responden tersebut didapatkan bahwa 41,9% ibu

mengalami plasenta previa, 29% ibu mengalami partus lama, 4,8% ibu dengan kadar

glukosa tinggi, dan 16,1% ibu yang mengalami perdarahan antepartum. Plasenta previa

Page 77: Kti sarnia akbid paramata raha

63

dan partus lama dapat menyebabkan salah satunya yaitu gangguan pertumbuhan janin

dalam kandungan karena terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin

yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan memperlambat pematangan organ

vital bayi sehingga pada saat lahir dapat menyebabkan distress pernafasan.

Berdasarkan penelitian tersebut bahwa faktor lain yang dapat memperburuk

keadaan bayi dengan berat badan lahir pada saat dilahirkan seperti partus lama dan

plasenta previa juga dapat berdampak langsung pada bayi karena dapat menghambat

aliran nutrisi serta oksigen kepada janin.

Penelitian ini bertolak belakang dengan peneltian yang di dapatkan oleh Erlita,

(2013) didapatkan ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian RDN.

Dimana jumlah bayi yang berisiko dan terjadi RDN sebanyak 12,7% dan bayi yang

tidak berisiko tetapi mengalami RDN sebesar 37,3%.

4. Asfiksia Neonatorum

Hasil pengamatan tabel 14 menunjukkan bahwa dari 33 orang yang terdiagnosa

Asfiksia, tertinggi yang tidak mengalami RDN yaitu 24 orang (10,30%) dan terendah

yang mengalami RDN yaitu 9 orang (3,91%). Sedangkan dari 197 orang yang

terdiagnosa tidak asfiksia, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 166 orang

(72,17%) dan minoritas yang mengalami RDN yaitu 31 orang (13,48%). Berdasarkan

hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 2,27. Oleh

karena nilai χ2 hitung lebih kecil dari pada χ2 tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.

Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan asfiksia dengan kejadian RDN.

Berdasarkan teori menurut Erlita, (2013) bahwa asfiksia pada bayi dapat

menyebabkan hipoksia dan menurunkan kadar oksigen darah, asidosis dan atelektasis.

Aliran darah ke paru akan berkurang dan terjadi hambatan pembentukan surfaktan oleh

sel pneumosit tipe II yang sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia

Page 78: Kti sarnia akbid paramata raha

64

pada periode perinatal. Nilai apgar merupakan metode praktis yang digunakan secara

sistematis untuk menilai bayi baru lahir segera setelah lahir untuk membantu

mengidentifikasi bayi yang memerlukan resusitasi akibat asidosis hipoksik. Terjadinya

RDN pada bayi yang mengalami asfiksia tergantung dari apgar score atau ringan

beratnya asfiksia itu sendiri.

Hal ini tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh peneliti bahwa tidak ada

hubungan antara asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi dimana didapatkan data

responden 40 bayi yang mengalami RDN seperti yang dikemukakan oleh Erlita (2009)

bahwa terjadinya RDN pada bayi yang mengalami asfiksia tergantung dari apgar score

atau ringan beratnya asfiksia itu sendiri sementara dari data peneliti tidak di tentukan

dengan apgar skor hanya berupa asfiksia ringan, sedang dan berat dan hanya 3 bayi

yang mengalami asfiksia berat dari 9 bayi asfiksia yang mengalami RDN. Selain itu

faktor bayi yang lain kebanyakan yaitu curiga sepsis dimana salah satu penyebab

curiga sepsis adalah ibu yang mengalami perdarahan yang diakibatkan oleh plasenta

previa dan solusio plasenta. Dimana perdarahan pada ibu selama persalinan merupakan

salah satu faktor yang dapat menyebabkan RDN pada bayi itu sendiri. Selain itu itu

juga disebabkan karena ketidaksesuaian data antara jumlah sampel dengan kejadian

kasus yang diteliti yang jumlahnya sediktit.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian menurut Damanik & Indarso (2008)

bahwa asfiksia merupakan salah satu faktor yang tidak memiliki hubungan dengan

kejadian RDN. Hal ini dikarenakan menurut penelitian yang dilakukannya, asfiksia

neonatorum merupakan manifestasi dari RDN itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori

yang di utarakan oleh Erlita (2013) bahwa manifestasi dari asfiksia yaitu terjadinya

hipoksia, asidosis metabolik dan atelektasis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya

oksigenasi jaringan menurun dan mengakibatkan metabolisme anaerobik dengan

Page 79: Kti sarnia akbid paramata raha

65

penimbunan asam laktat asam organik sehingga terjadi asidosis metabolik. Kemudian

kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris menyebabkan transudasi

kedalam alveoli dan terbentuk fibrin, lalu fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik

menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin.

Penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Hasan, (2013)

menemukan adanya hubungan dari asfiksia neonatorum dengan kejadian RDN di

RS.Wahidin Sudirohusodo. Dalam penelitiannya mengatakan bahwa dari bayi yang

mengalami asfiksia terjadinya RDN disebabkan karena pengaruh faktor lain dalam hal

ini faktor bayi dan faktor ibu yang mendukung untuk terjadinya RDN pada bayi

tersebut.

5. Jenis kelamin

Hasil pengamatan tabel 15 menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terdiagnosa

berisiko, terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 76 orang (33,04%), dan yang

terendah yang mengalami RDN yaitu 24 orang (10,43%). Sedangkan dari 130 orang

yang terdiagnosa tidak berisiko, terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 114 orang

(49,56%) dan terendah yang mengalami RDN yaitu 16 orang (6,95%). Berdasarkan

hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 5,5. Oleh

karena nilai χ2 hitung lebih besar dari pada χ2 tabel , maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Hal ini menunjukkan ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian RDN

Kelamin janin sudah ditentukan sejak awal konsepsi. Secara normal

perkembangan prenatal organ genital laki-laki dan perempuan merupakan proses yang

sangat kompleks. Pada individu dengan kromosom seks XY, gonad indiferen akan

berkembang menjadi testis dan akan menimbulkan maskulinisasi. Sedangkan pada

individu XX akan terbentuk ovarium

Page 80: Kti sarnia akbid paramata raha

66

Hal ini sesuai dengan yang di utarakan oleh Erlita, (2013) hormon androgen

pada laki-laki dapat menunda terjadinya maturasi paru dengan menurunkan produksi

surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Kortisol meningkat secara dramatis dalam cairan

amnion dimulai minggu 34-36 dan dihubungkan dengan kematangan paru-paru. Paru-

paru janin mempunyai kemampuan dalam merubah kortison menjadi kortisol dan ini

mungkin sebagai sumber kortisol yang penting untuk paru-paru. Pada kejadian RDN,

hormon androgen mengahambat perkembangan paru dan menurun produksi surfaktan

oleh sel pneumosit tipe II dengan mempengaruhi reseptor kortisol pada sel pneumosit

tipe II .

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningrum dan

Sentosa (2012) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan

kejadian gawat nafas pada bayi baru lahir di RS.Muhammadiyah Yogyakarta.

Page 81: Kti sarnia akbid paramata raha

67

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :

1. Tidak ada hubungan usia gestasi dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn

(RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015

2. Ada hubungan jenis persalinan dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn

(RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015

3. Tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian Respiratory Distress of

Newborn (RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015

4. Tidak ada hubungan asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory Distress of

Newborn (RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015

5. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn

(RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan yang telah diuraikan dapat

diberikan beberapa saran kepada pihak yang terkait antara lain :

1. Dari penelitian didapatkan hasil tidak ada hubungan usia gestasi, berta badan lahir

dan asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN)

pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015, hal ini dikarenakan

jumlah sampel yang tidak sesuai dengan jumlah pembanding, maka di harapkan

kepada peneliti selanjutnya bisa mengambil judul yang sesuai dengan kasus dan

pembandingnya.

2. Dari penelitian didapatkan hasil ada hubungan jenis persalinan dan jenis kelamin

Page 82: Kti sarnia akbid paramata raha

68

dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada bayi di Ruang Teratai

RSUD Kabupaten Muna tahun 2015, di harapakan kepada peneliti selanjutnya bisa di

jadikan acuan untuk pembuatan karya tulis selanjutnya

3. Bagi Rumah Sakit perlu adanya peningkatan sumber daya manusia utamanya tenaga

kesehatan melalui peningkatan pendidikan serta pelatihan – pelatihan untuk

peningkatan pengetahuan dan ketrampilan khususnya dalam melakukan intervensi bayi

baru lahir terutama BBLR dan Asfiksia sehingga dapat mengurangi angka morbiditas

dan mortalitas bayi.

4. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan seharusnya memberikan informasi kepada ibu

hamil maupun keluarga mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

RDN seperti ibu yang mengidap diabetes melitus dan perdarahan antepartum, bagi ibu

yang mengalami kehamilan mengancam dan di prediksi akan melahirkan bayi prematur

dan bidan harus lebih tanggap untuk memperhatikan ibu-ibu hamil yang berisiko.

Page 83: Kti sarnia akbid paramata raha

69

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, A.P (2014) Aplikasi Metodologi Penelitian Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi.Jakarta : Nuha Medika

Erlita, R (2013) Faktor – Factor Yang Berhubungan Dengan Kejadian RespiratoryDistress Of Newborn di BRSD Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi SulawesiTengah. http://www.rizkaerlit-3412-1-14-rizka-7/ diakses tanggal 19 juni 2016

Hamzah, A (2013) Sosiologis Pengasuhan Anak. Makassar : Masagena Press

Hivanyislamaulita (2014) Gangguan Pernapasan.https://hivanyislamaulita041.wordpress.com/2014/06/27/gangguan-pernafasan/diakses tanggal 18 Juli 2016

Lissauer, T & fanaroff, A. (2009). At a Glance Neonatolgi. Jakarta : Erlangga

Maternity, D., Yantina Y., Putri, RD. (2014). Asuhan Kebidanan Patologis. BandarLampung : Binarupa Aksara Publisher

Muslihatun, WN. (2010) Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya

Nugroho, T. (2012) Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika

Nursalam, (2016) Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara (2012) Angka Kematian Bayi di Provinsi SulawesiTenggara Tahun 2014 http://sultra.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/20 di aksestanggal 21 juni 2016

Sangadah, S (2014) Asuhan Keperawatan Anak Dengan RDS.http://sitisangadah25.blogspot.co.id/2014/04/asuhan-keperawatan-anak-dengan-rds.html=2 di akses tanggal 18 Juli 2016

Silumut, P. (2013). Faktor - Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian RDN Pada Bayi,http://puputsilumut.blogspot.com/2014/03/rds-respiratory-distress-syndrome_6.html di akses tanggal 20 juni 2016

Sudarti & fauziah, A. (2013). Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi Dan Kegawatan .Yogyakarta: Nuha Medika

Sukarni, I,. Sudarti. (2014) Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas Dan Neonatus ResikoTinggi . Yogyakrata : Nuha Medika

Sukarni, IK,. Wahyu, P. (2013) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakrata : NuhaMedika

William & Wilkins (2011). Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta barat :PT Indeks Jakarta

Page 84: Kti sarnia akbid paramata raha

Lampiran 1.PEMERINTAH KABUPATEN MUNA

BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIKJLN. M.H THAMRIN NO.8 TELP/FAKS. (0403) 2521 427

R A H A

Raha, 06 Juli 2016

Nomor : 070/230 KepadaLampiran : Yth. Direktur RSUD Kab. MunaPerihal : Izin Penelitian di –

R a h a

Menunjuk surat Direktur AKBID Paramata Raha Nomor 256.B/AKBID-PM/VIII/2016Tanggal 4 Juli 2016 perihal Izin Penelitian, maka dengan ini memberikan izin penelitiankepada :

Nama : S A R N I ANIM : PSW.B.2013.IB.0082Jurusan : DIII Kebidanan Akademi Kebidanan Paramata Raha Kab.

Muna

Yang bersangkutan di atas akan mengadakan penelitian/pengambilan data dalam rangkapenyusunan Skripsi/Tesis dengan Judul :

“FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN (RDN) PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAHSAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2015”

Lokasi Penelitian : RSUD Kab. MunaWaktu Penelitian : 06 Juli 2016 sampai selesai

Kepada yang bersangkutan agar memperhatikan hal – hal sebagai berikut :

1. Senantiasa menjaga keamanan dan ketertiban serta mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Tidak mengadakan kegiatan lain yang bertentangan dengan rencana semula.3. Dalam setiap kegiatan di lapangan, agar pihak Peneliti senantiasa koordinasi dengan

pemerintah setempat.4. Wajib menghormati adat istiadat yang berlaku didaerah setempat.5. Menyerahkan 1 (satu) examplar copy hasil penelitian kepada bupati Muna Cq. Kepala

Badan Kesbang dan Politik Kab. Muna.6. Surat izin akan dicabut kembali dan dinyatakan tidak berlaku apabila ternyata surat

pemegang surat izin ini tidak mentaati ketentuan tersebut diatas.

Demikian disampaikan untuk menjadi perhatian dan maklum.

Tembusan : Disampaikan Kepada :1. Bupati Muna (Sebagai Laporan di Raha) ;2. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Muna di Raha ;3. Direktur AKBID Paramata Raha Kab. Muna di Raha ;4. Mahasiswa yang bersangkutan ( S A R N I A ).

Page 85: Kti sarnia akbid paramata raha

Lampiran 2.DAFTAR CHEKLIST

FACTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN RESPIRATORY DISTRESS OF NEWBORN (RDN)PADA BAYI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA

TAHUN 2015

SPT/Rujukan

1 By.Ny I √ √ √ √ √ √2 By Ny. R √ √ √ √ √ √3 By Ny. J √ √ √ √ √ √4 By Ny. M √ √ √ √ √ √5 By.Ny.V √ √ √ √ √ √6 by. Ny. S √ √ √ √ √ √7 By. A √ √ √ √ √ √8 By Ny. L √ √ √ √ √ √9 By MW √ √ √ √ √ √10 By. Ny H √ √ √ √ √ √11 By Hr √ √ √ √ √ √12 By. Ny Hs √ √ √ √ √ √13 By Ny. Sr √ √ √ √ √ √14 By. Ny Lt √ √ √ √ √ √15 By Ny. Ai √ √ √ √ √ √16 By. Ny H √ √ √ √ √ √17 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √18 By. Ny Sd √ √ √ √ √ √19  By.Ny SR √ √ √ √ √ √20 By Ny. NH √ √ √ √ √ √21 By Ny. HR √ √ √ √ √ √22 By Ny. TM √ √ √ √ √ √23 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √24 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √

BBLRTidakBBLR

asfiksiaNo Nama

RDN Usia getasi Jenis Berat badan lahir

Ya Tidak BCB BKB SCTidak

asfiksiaBeresiko(L)

Tidakberesiko

Jenis kelaminAsfiksia

Page 86: Kti sarnia akbid paramata raha

25 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √26 By Ny. RS √ √ √ √ √ √27 By Ny. RM √ √ √ √ √ √28 By. AR √ √ √ √ √ √29 By Ny. NB √ √ √ √ √ √30 By. Ny IR √ √ √ √ √ √31 By Ny. ST √ √ √ √ √ √32 By. Ny AD √ √ √ √ √ √ √33 By Ny. AD 2 √ √ √ √ √ √34 By. Ny NL √ √ √ √ √ √35 By Ny. ND √ √ √ √ √ √36 By. Ny SL √ √ √ √ √ √37 By Ny. IM √ √ √ √ √ √38 By. Ny NB √ √ √ √ √ √39 By Ny. IK √ √ √ √ √ √40 By. Ny SN √ √ √ √ √ √41 By Ny. HM √ √ √ √ √ √42 By Ny. HB √ √ √ √ √ √43 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √44 by. Ny. SD √ √ √ √ √ √45 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √46 By Ny. RS √ √ √ √ √ √47 By Ny. RM √ √ √ √ √ √48 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √49 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √50 By. Ny. LD √ √ √ √ √ √51 By Ny. RM √ √ √ √ √ √52 By Ny. RM √ √ √ √ √ √53 By. Ny. KAR √ √ √ √ √ √54 By Ny. NB √ √ √ √ √ √55 By. Ny IR √ √ √ √ √ √56 By Ny. ST √ √ √ √ √ √57 By. Ny AW √ √ √ √ √ √

Page 87: Kti sarnia akbid paramata raha

58 By Ny. ADQ √ √ √ √ √ √59 By. Ny WE √ √ √ √ √ √60 By Ny. ND √ √ √ √ √ √61 By. Ny OP √ √ √ √ √ √62 By Ny. LM √ √ √ √ √ √63 By. Ny NB √ √ √ √ √ √64 By Ny. GB √ √ √ √ √ √65 By. Ny FH √ √ √ √ √ √66 By Ny. JU √ √ √ √ √ √67 By Ny. KY √ √ √ √ √ √68 By Ny. KD √ √ √ √ √ √69 By Ny. DG √ √ √ √ √ √70 By Ny. OK √ √ √ √ √ √71 By Ny. BH √ √ √ √ √ √72 By. Ny DF √ √ √ √ √ √73 By .Ny. GG √ √ √ √ √ √74 By. Ny Hs √ √ √ √ √ √75 By Ny. Sr √ √ √ √ √ √76 By. Ny Lt √ √ √ √ √ √77 By Ny. Ai √ √ √ √ √ √78 By. Ny H √ √ √ √ √ √79 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √80 By. Ny Sd √ √ √ √ √ √81  By.Ny SR √ √ √ √ √ √82 By. Ny Hr √ √ √ √ √ √83 By Ny. Srt √ √ √ √ √ √84 By. Ny Hn √ √ √ √ √ √85 By Ny. AKL √ √ √ √ √ √86 By. Ny K √ √ √ √ √ √87 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √88 By. Ny Sw √ √ √ √ √ √89  By.Ny SR √ √ √ √ √ √90 By Ny. NH √ √ √ √ √ √

Page 88: Kti sarnia akbid paramata raha

91 By Ny. HR √ √ √ √ √ √92 By Ny. Tn √ √ √ √ √ √93 By.Ny.Gn √ √ √ √ √ √94 By.Ny.LM √ √ √ √ √ √ √95 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √96 By Ny. LP √ √ √ √ √ √97 By Ny. FK √ √ √ √ √ √98 By Ny. ML √ √ √ √ √ √99 By Ny. RK √ √ √ √ √ √100 By Ny. VB √ √ √ √ √ √101 By Ny. VG √ √ √ √ √ √102 By Ny. DR √ √ √ √ √ √103 By Ny. PO √ √ √ √ √ √104 By Ny. LP √ √ √ √ √ √105 By Ny. DE √ √ √ √ √ √106 By Ny. GT √ √ √ √ √ √107 By Ny. MK √ √ √ √ √ √108 By Ny. LO √ √ √ √ √ √109 By Ny. GY √ √ √ √ √ √110 By Ny. DR √ √ √ √ √ √111 By Ny. SD √ √ √ √ √ √112 By Ny. WE √ √ √ √ √ √113 By Ny. QW √ √ √ √ √ √114 By Ny. SA √ √ √ √ √ √115 By Ny. SD √ √ √ √ √ √116 By Ny. FT √ √ √ √ √ √117 By Ny. HF √ √ √ √ √ √118 By Ny. RT √ √ √ √ √ √119 By Ny. RL √ √ √ √ √ √120 By. Ny Hr √ √ √ √ √ √121 By Ny. SRT √ √ √ √ √ √122 By. Ny Hn √ √ √ √ √ √123 By Ny. AD √ √ √ √ √ √

Page 89: Kti sarnia akbid paramata raha

124 By. Ny KD √ √ √ √ √ √125 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √126 By. Ny SS √ √ √ √ √ √127  By.Ny WE √ √ √ √ √ √128 By Ny. NH √ √ √ √ √ √129 By Ny. HR √ √ √ √ √ √130 By Ny. TT √ √ √ √ √ √131 By.Ny.GR √ √ √ √ √ √132 By.Ny.LM √ √ √ √ √ √133 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √134 By Ny. LP √ √ √ √ √ √135 By Ny. FK √ √ √ √ √ √136 By Ny. NH √ √ √ √ √ √137 By Ny. BG √ √ √ √ √ √138 By Ny. FD √ √ √ √ √ √139 By Ny. DW √ √ √ √ √ √140 By Ny. WR √ √ √ √ √ √141 By Ny. YU √ √ √ √ √ √142 By Ny. OU √ √ √ √ √ √143 By Ny. PG √ √ √ √ √ √144 By Ny. GB √ √ √ √ √ √145 By Ny. DW √ √ √ √ √ √146 By Ny. SW √ √ √ √ √ √147 By Ny. CD √ √ √ √ √ √148 By Ny. RFR √ √ √ √ √ √149 By Ny. GTU √ √ √ √ √ √150 By Ny. JL √ √ √ √ √ √151 By Ny. LM √ √ √ √ √ √152 By. Ny NB √ √ √ √ √ √153 By Ny. GB √ √ √ √ √ √154 By. Ny FH √ √ √ √ √ √155 By Ny. JU √ √ √ √ √ √156 By Ny. KY √ √ √ √ √ √

Page 90: Kti sarnia akbid paramata raha

157 By Ny. KD √ √ √ √ √ √158 By Ny. DG √ √ √ √ √ √159 By Ny. OK √ √ √ √ √ √160 By. Ny SL √ √ √ √ √ √161 By Ny. IM √ √ √ √ √ √162 By. Ny NB √ √ √ √ √ √163 By Ny. IK √ √ √ √ √ √164 By. Ny SN √ √ √ √ √ √165 By Ny. HM √ √ √ √ √ √166 By Ny. HB √ √ √ √ √ √167 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √168 by. Ny. SD √ √ √ √ √ √169 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √170 By Ny. RS √ √ √ √ √ √171 By Ny. RM √ √ √ √ √ √172 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √173 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √174 By. Ny H √ √ √ √ √ √175 By Ny. HRS √ √ √ √ √ √176 By. Ny Hs √ √ √ √ √ √177 By Ny. SRW √ √ √ √ √ √178 By. Ny Lt √ √ √ √ √ √179 By Ny. AGH √ √ √ √ √ √180 By. Ny HRT √ √ √ √ √ √181 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √182 By. Ny Sd √ √ √ √ √ √183  By.Ny SR √ √ √ √ √ √184 By Ny. NH √ √ √ √ √185 By Ny. HR √ √ √ √ √ √186 By Ny. TM √ √ √ √ √ √187 By. Ny SN √ √ √ √ √ √188 By Ny. HM √ √ √ √ √ √189 By Ny. HB √ √ √ √ √ √

Page 91: Kti sarnia akbid paramata raha

190 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √191 by. Ny. SD √ √ √ √ √ √192 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √193 By Ny. RS √ √ √ √ √ √194 By Ny. RM √ √ √ √ √ √195 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √196 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √197 By. Ny. LD √ √ √ √ √ √198 By Ny. RM √ √ √ √ √ √199 By Ny. RM √ √ √ √ √ √200 By. Ny. KAR √ √ √ √ √ √201 By Ny. NB √ √ √ √ √ √202 By. Ny IR √ √ √ √ √ √203 By Ny. ST √ √ √ √ √ √204 By. Ny AW √ √ √ √ √ √205 By Ny. ADQ √ √ √ √ √ √206 By. Ny WE √ √ √ √ √ √207 By Ny. ND √ √ √ √ √ √208 By Ny. AKL √ √ √ √ √ √209 By. Ny K √ √ √ √ √ √210 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √211 By. Ny Sw √ √ √ √ √ √212  By.Ny SR √ √ √ √ √ √213 By Ny. NH √ √ √ √ √ √214 By Ny. HR √ √ √ √ √ √215 By Ny. Tn √ √ √ √ √ √216 By.Ny.Gn √ √ √ √ √ √217 By.Ny.LM √ √ √ √ √ √218 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √219 By. Ny. L √ √ √ √ √ √220 By Ny. FK √ √ √ √ √ √221 By Ny. ML √ √ √ √ √ √222 By Ny. LO √ √ √ √ √ √

Page 92: Kti sarnia akbid paramata raha

223 By Ny. SW √ √ √ √ √ √224 By Ny. CD √ √ √ √ √ √225 By Ny. RFR √ √ √ √ √ √226 By Ny. GTU √ √ √ √ √ √227 By Ny. JL √ √ √ √ √ √228 By Ny. LM √ √ √ √ √ √229 By. Ny NB √ √ √ √ √ √230 By Ny. GB √ √ √ √ √ √

Page 93: Kti sarnia akbid paramata raha

Lampiran 3.Hasil Perhitungan Uji Statistik

1. Hubungan kejadian RDN dengan Usia GestasiKejadian

RDNUsia gestasi Jumlah

BCB BKBRDN 35 5 40

Tidak RDN 162 28 190Jumlah 197 33 230

E hitung adalah:

Ea =( )( )

Eb =( )( )

Ec=( )( )

Ed =( )( )

Maka E hitung :

Ea =( )( )

= = = 34,2

Eb =( )( )

= = = 5,74

Ec =( )( )

= = = 162,74

Ed =( )( )

= = = 27,26

X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

= 0,02+ 0,11+0,003+ 0,02

= 0,153

Page 94: Kti sarnia akbid paramata raha

2. Hubungan kejadian RDN dengan jenis persalinanKejadian

RDNJenis persalinan Jumlah

SPT SCRDN 25 15 40

Tidak RDN 66 124 190Jumlah 91 139 230

E hitung adalah:

Ea =( )( )

Eb =( )( )

Ec=( )( )

Ed =( )( )

Maka E hitung :

Ea =( )( )

= = = 15,83

Eb =( )( )

= = = 24,17

Ec =( )( )

= = = 75,17

Ed =( )( )

= = = 114,83

X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

= 3,36+ 0,04+1,27+ 0,68

= 5,35

Page 95: Kti sarnia akbid paramata raha

3. Hubungan kejadian RDN dengan Berat Badan LahirKejadian

RDNBerat badan lahir Jumlah

BBLR Tidak BBLRRDN 8 32 40

Tidak RDN 30 160 190Jumlah 38 192 230

E hitung adalah:

Ea =( )( )

Eb =( )( )

Ec=( )( )

Ed =( )( )

Maka E hitung :

Ea =( )( )

= = = 6,61

Eb =( )( )

= = = 33,39

Ec =( )( )

= = = 31,39

Ed =( )( )

= = = 158,61

X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

= 0,24+ 0,06+0,06+ 0,01

= 0,37

Page 96: Kti sarnia akbid paramata raha

4. Hubungan kejadian RDN dengan AsfiksiaKejadian

RDNAsfiksia Jumlah

Asfiksia Tidak asfiksiaRDN 9 31 40

Tidak RDN 24 166 190Jumlah 33 197 230

E hitung adalah:

Ea =( )( )

Eb =( )( )

Ec=( )( )

Ed =( )( )

Maka E hitung :

Ea =( )( )

= = = 5,56

Eb =( )( )

= = = 34,43

Ec =( )( )

= = = 26,43

Ed =( )( )

= = = 163,56

X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

= 1,31+ 0,38+0,51+ 0,07

= 2,27

Page 97: Kti sarnia akbid paramata raha

5. Hubungan kejadian RDN dengan jenis kelaminKejadian

RDNJenis kelamin Jumlah

Berisiko Tidak berisikoRDN 24 16 40

Tidak RDN 76 114 190Jumlah 100 130 230

E hitung adalah:

Ea =( )( )

Eb =( )( )

Ec=( )( )

Ed =( )( )

Maka E hitung :

Ea =( )( )

= = = 17,39

Eb =( )( )

= = = 22,61

Ec =( )( )

= = = 82,61

Ed =( )( )

= = = 107,39

X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )

= 1,82+ 2,73+0,57+0,38

= 5,5

Page 98: Kti sarnia akbid paramata raha

Lampiran 4.Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kejadian RDN * Usia gestasi 230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%

Kejadian RDN * Jenis

Persalinan

230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%

Kejadian RDN * Berat badan

Lahir

230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%

Kejadian RDN * Asfiksia 230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%

Kejadian RDN * Jenis kelamin 230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%

Kejadian RDN * Usia gestasi

Crosstab

Count

Usia gestasi Total

BCB BKB

Kejadian RDNRDN 35 5 40

Tidak RDN 162 28 190

Total 197 33 230

Page 99: Kti sarnia akbid paramata raha

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square ,154a 1 ,714

Continuity Correctionb ,014 1 ,906

Likelihood Ratio ,139 1 ,710

Fisher's Exact Test ,809 ,468

Linear-by-Linear Association ,153 1 ,714

N of Valid Cases 230

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,74.

b. Computed only for a 2x2 table

Kejadian RDN * Jenis Persalinan

Crosstab

Count

Jenis Persalinan Total

SC SPT

Kejadian RDNRDN 15 25 40

Tidak RDN 124 66 190

Total 139 91 230

Page 100: Kti sarnia akbid paramata raha

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5,348a 1 ,001

Continuity Correctionb 6,522 1 ,002

Likelihood Ratio 8,426 1 ,001

Fisher's Exact Test ,001 ,001

Linear-by-Linear Association 5,351 1 ,001

N of Valid Cases 230

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,83.

b. Computed only for a 2x2 table

Kejadian RDN * Berat badan Lahir

Crosstab

Count

Berat badan Lahir Total

BBLR Tidak BBLR

Kejadian RDNRDN 8 32 40

Tidak RDN 30 160 190

Total 38 192 230

Page 101: Kti sarnia akbid paramata raha

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square ,375a 1 ,515

Continuity Correctionb ,474 1 ,676

Likelihood Ratio ,408 1 ,523

Fisher's Exact Test ,490 ,328

Linear-by-Linear Association ,371 1 ,515

N of Valid Cases 230

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,61.

b. Computed only for a 2x2 table

Kejadian RDN * Asfiksia

Crosstab

Count

Asfiksia Total

Asfiksia Tidak asfiksia

Kejadian RDNRDN 9 31 40

Tidak RDN 24 166 190

Total 33 197 230

Page 102: Kti sarnia akbid paramata raha

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 2,271a 1 ,084

Continuity Correctionb 2,176 1 ,140

Likelihood Ratio 2,676 1 ,102

Fisher's Exact Test ,127 ,075

Linear-by-Linear Association 2,271 1 ,085

N of Valid Cases 230

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,57.

b. Computed only for a 2x2 table

Kejadian RDN * Jenis kelamin

Crosstab

Count

Jenis kelamin Total

Beresiko Tidak beresiko

Kejadian RDNRDN 24 16 40

Tidak RDN 76 114 190

Total 100 130 230

Page 103: Kti sarnia akbid paramata raha

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5,507a 1 ,028

Continuity Correctionb 4,069 1 ,044

Likelihood Ratio 4,783 1 ,029

Fisher's Exact Test ,035 ,022

Linear-by-Linear Association 5,512 1 ,029

N of Valid Cases 230

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,74.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 104: Kti sarnia akbid paramata raha

Lampiran 1. Tabel Nilai – Nilai Chi Kuadrat

Page 105: Kti sarnia akbid paramata raha