KTI Puasa Fany
-
Upload
rizka-icha-dila-pratami -
Category
Documents
-
view
13 -
download
4
description
Transcript of KTI Puasa Fany
MANFAAT BERPUASA
Kehidupan manusia modern ternyata telah menyeret manusia kepada suatu situasi
dan kondisi yang runyam. Aktivitas kita dalam segala bentuknya menjurus pada
ketidakseimbangan yang semakin rumit. Baik secara individual, sosial, maupun spiritual.
Maka kuncinya hanya satu yaitu dengan mengembalikan aktivitas-aktivitas itu
menuju pada keseimbangan alamiahnya lagi. Apakah yang mesti kita lakukan?
Jawabannya adalah berpuasa.
Puasa bukan cuma menahan lapar dan menahan haus. Puasa juga berbeda dengan
diet. Puasa memiliki dimensi kejiwaan, sedangkan diet hanya dimensi fisik. Karena itu,
aturan berdiet hanya dibatasi lewat jumlah makan dan minum, serta mengatur frekuensi
mengkonsumsinya. Sedangkan puasa bermakna lebih dalam dari itu.
Bicara tentang kesehatan secara menyeluruh, kita tidak bisa meninggalkan
keterkaitan antara jiwa dan badan. Sehat yang sesungguhnya memiliki makna lahir dan
batin sekaligus. Agar sehat, kita harus berusaha menyehatkan badan sekaligus jiwa.
Kalau hanya sehat salah satu, itu namanya belum sehat. Keseimbangan antara jiwa dan
raga itulah yang harus kita raih, karena menjadi kunci kesehatan yang sesungguhnya.
Dalam berbagai penelitian tentang puasa memang disepakati bahwa puasa adalah
aktivitas yang melibatkan dimensi fisik, jiwa, dan spiritual. Atau dalam bahasa yang lebih
sederhana: puasa adalah aktivitas yang bersifat ‘lahir dan batin’. Dengan puasa itu,
seseorang harus menjalani aktivitas mulai dari niatan yang bersifat spiritual, menahan diri
untuk tidak melakukan sesuatu temasuk makan dan minum dan memperbanyak
komunikasi dengan Tuhan.
Lapar dan dahaga dipilih sebagai cara untuk mencapai tujuan puasa. Tetapi, lapar
dan dahaga itu sendiri sebenarnya bukanlah tujuan berpuasa. Karena itu, jangan sampai
kita keliru menjadikan lapar dan dahaga sebagai tujuan puasa. Baik secara sengaja
maupun tidak sengaja.
Tujuan utama puasa adalah untuk mengubah kualitas jiwa kita agar menjadi lebih
terkendali. Atau dalam istilah agamanya lebih bertakwa.
Sarana yang dipakai adalah menciptakan kondisi lapar dan haus, plus beberapa
pantangannya yang mesti dijalankan dengan kefahaman dan keikhlasan.
Maka janganlah kita mengulang kesalahan yang sama, dengan menjadikan ‘cara’
sebagai tujuan. Tujuannya adalah mengubah kemampuan kontrol diri kita, bukan sekedar
menjalankan kewajiban.
Lantas, kenapa untuk melatih kemampuan kontrol diri, kita mesti melalui proses
lapar dan haus? Alasannya yaitu:
1. Lapar dan haus adalah sebuah proses yang membawa kesehatan kita mencapai
kondisi yang seimbang kembali, setelah sekian lama dibebani metabolisme yang
berlebihan. Ini merupakan dimensi fisik.
2. Lapar dan haus adalah kondisi kritis manusia dalam memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya, yang bisa digunakan untuk melatih pengendalian diri secara kejiwaan.
Ini merupakan dimensi psikis.
3. Lapar dan haus juga digunakan untuk mengingatkan kita tentang kondisi orang-
orang yang terpinggirkan dan kurang beruntung di sekitar kita. Ini merupakan
dimensi sosial.
4. Lapar dan haus menyebabkan kita teringat terus bahwa kita sedang dalam kondisi
berlatih untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kita yang berujung pada
penyerahan diri kepada Allah, Sang Pencipta Yang Maha Agung. Ini merupakan
dimensi spiritual.
Bertakwa adalah kemampuan mengontrol diri dari perbuatan-perbuatan yang
merugikan. Sebaliknya, mampu mengendalikan diri untuk selalu berbuat kebajikan yang
membawa manfaat bagi semuanya.
Apa sajakah yang mesti dikontrol dalam kehidupan kita? Secara umum ada empat
hal yaitu yang bersifat fisik, psikis, sosial, dan spiritual.
Menjadi bertakwa sebenarnya adalah sebuah proses untuk kembali pada fitrah kita
sebagai manusia. Bertingkah laku sebagai manusia yang berbudaya tinggi. Bukan hanya
untuk diri sendiri, melainkan untuk seluruh alam, karena kita adalah khalifah Allah di
muka bumi.
Maka manifestasi sifat takwa adalah berbuat baik pada diri sendiri, berbuat baik
pada orang lain, berbuat baik pada lingkungan, dan beramal soleh dengan mengikhlaskan
ketaatannya pada Allah semata. Semuanya berpadu dalam sebuah keseimbangan.
Dalam kaitannya dengan ibadah puasa, maka takwa yang seperti itulah yang
dipatok sebagai tujuan. Jadi, puasa yang baik dan berhasil adalah puasa yang membawa
dampak pada keempat hal tersebut, yaitu terjadi peningkatan kualitas diri sendiri,
peningkatan kualitas hubungan dengan sesama, peningkatan kualitas terhadap
lingkungannya, dan peningkatan kualitas hubungan dengan Allah.
Pada saat seseorang mencapai semua itu, maka sebenarnya ia telah kembali
kepada fitrahnya sebagai manusia yang sesungguhnya atau bisa disebut insan kamil yang
artinya manusia yang sempurna.
Tanda-tanda yang bisa kita jadikan parameter untuk mengukur keberhasilan puasa
adalah:
1. Badan lebih sehat.
2. Emosi lebih rendah.
3. Pikiran lebih jernih.
4. Sikap lebih bijaksana.
5. Hati lebih lembut.
6. Ibadah lebih bermakna.
7. Lebih tenang dan tawadhu dalam menjalani hidup.
Dan masih banyak lagi manfaat lain yang bisa kita ukur dari efek puasa. Namun,
dengan mengukur ketujuh parameter itu kita sudah bisa memperoleh gambaran yang
komprehensif tentang berhasil tidaknya puasa kita dalam mengubah karakter seseorang
menjadi lebih bertakwa.
Jadi kenapa kita mesti berpuasa? Dengan berpuasa kita bisa membangun kembali
keseimbangan kesehatan fisik dan kejiwaan kita. Dengan puasa kita juga bakal bisa
menata kembali keseimbangan sosisal. Dan akhirnya, dengan puasa kita dapat mengatur
kembali keseimbangan spiritual – hubungan kita dengan Allah Sang Maha Adil dan
Berkuasa.
Maka, marilah kita lakukan terus eksplorasi kepahaman kita terhadap ilmu-ilmu
Allah secara terus menerus. Mudah-mudahan kita semakin bisa mengungkap makna-
makna yang terkandung dalam berbagai perintah-Nya, termasuk puasa. Sungguh masih
tersimpan berjuta misteri ketika Dia mengatakan bahwa: “berpuasa adalah lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui…?!”