KTI LENGKAP

download KTI LENGKAP

of 64

description

IUSCHUSAHDIAHDIAHDIUAWH DASGBFCHJYGDSYFHCGDSJYGSJHGDCJUSAGDUCJESGIUFKHCESDIUHSUHFCUJESBFC EFCHSBEFJUBGSDUJHFCBHJSDHBFCJHSDBCSDBCDSBCJHSDHBVCHJEBFCJHES FCBDHSJFVCHJDSGFVJDSUHBFVJDHJCFDBFC DHSBVHJDBVHGDSFYCGUESHDIWEHCJSHBFCJDSBFVCDJHSVBHJDSBVDSVD VFDHBVHJSGFUJEGFBJEHBFHJEBF

Transcript of KTI LENGKAP

BAB I

PAGE PAGE

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kematian Pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21 % (Unicef, 2006). Adapun angka kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan. Karenanya, kita patut mewaspadai setiap keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan memeriksakannya secara dini (Setiowulan, 2000).

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa pneumonia membunuh lebih dari 4 juta orang setiap tahunnya, dan setengah dari jumlah tersebut terdiri atas anak-anak berusia kurang dari 5 tahun (balita). Bahkan jumlah anak balita yang meninggal akibat pneumonia lebih besar dibandingkan jumlah anak balita yang meninggal akibat measles, malaria, atau penyakit lain yang menyertai AIDS. (Salma Oktaria. 2009 ).Di Amerika serikat, sekitar salah satu dan tiap-tiap 20 orang dengan pneumoeoccal radang paru-paru yang mati. Pada tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika, penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun. Kemudian pada tahun 2000, kombinasi

pneumonia dan influenza kembali menjadi merajalela dan menjadi penyebab ketujuh dinegara itu(Mardjanis.2006).

Menurut Data di Pusat Komunikasi Publik Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, sejak awal Agustus 2008, kejadian luar biasa pneumonia menyebab 104 penderita meninggal.Dari angka angka 90 sebelumnya, 10 kasus meninggal adalah laporan 9 Agustus 2008 yang diterima pusat komunikasi publik dari Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan Lingkungan( PP dan Pl Depkes, 2008).

Menurut Data Dinas Provinsi Sumatera Selatan penyakit Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dimana pneumonia menempati urutan teratas khususnya kota palembang Tahun 2007 ( 31,7 %), pada Tahun 2008 (29,4%) dan pada Tahun 2009 sebanyak (23,8%) Penyakit Pneumonia. Menurut Data Dinas Kesehatan Kota kasus penyakit pneumonia pada balita masih cukup tinggi pada 2007 jumlah penderita pada balita sekitar 1468 (20% ) balita, pada tahun 2008 jumlah penderita pada balita sekitar 1401 (19,9%) balita, dan pada tahun 2009 sebanyak 1194 (20%) balita dengan pneumonia

Berdasarkan Data Medical Recort Rumah Sakit dokter Mohammad Hoesin Palembang diketahui yang dirawat pada tahun 2007 berjumlah 230(14,1%) balita, kemudian pada tahun 2008 berjumlah 256 (15.8%) balita,pada tahun 2009 berjumlah 283(17,4%) balitaDari uraian dan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi Smasalah adalah masalah tinggi angka kejadian Pneumonia pada tahun 2007 berjumlah 230 (14,1%) balita, kemudian pada tahun 2008 berjumlah 256 (15.8%) balita,pada tahun 2009 berjumlah 283 (17,4%) balita.Sehubungan dengan kondisi tersebut maka Rumusan masalah pada penelitian yaitu bagaimana Faktor - Faktor yang berhubungan dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus1.3.2.1 Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 20101.3.2.2 Diketahuinya hubungan status gizi balita dengan kejadian Penyakit Pneumonia di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

1.3.2.3 Diketahuinya hubungan imunisasi balita dengan kejadian Penyakit Pneumonia di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

1.3.2.4 Diketahuinya hubungan pembuangan sampah dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

1.3.2.5 Diketahuinya hubungan asap rokok dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010

1.3.2.6 Diketahuinya hubungan ventilasi dengan Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Bagi Mahasiswa Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat mengaplikasikan pengetahuan secara teori dan menambah wawasan tentang kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.1.4.2 Bagi Instistusi Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu pengetahuan dan menjadi masukan informasi untuk bekal peserta didik yang akan datang di Akademi Keperawatan Pembina Palembang.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pelayanan kesehatan yang optimal tentang kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang 20101.5 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.Subjek penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita yang terdiagnosa diferensial kejadian Penyakit Pneumonia dan dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli Tahun 2010.BAB IILANDASAN TEORI2.1 Pneumonia2.1.1 Defenisi Pneumonia.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Selain gambaran umum di atas, Pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium) (Wilson, 2006).

Pneumonia adalah radangan parenhim paru disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi dan lain-lain .

( Nursalam, 2008 ).2.1.2 Etiologi

Menurut Irman Somantri 2008, etiologi pneumonia yaitu :

Streptococcus pneumonia jenis tanpa penyulit

Streptococcus pneumonia dengan penyulit

Mycoplasma pneumonia

Virus patogen

Aspirasi asam lambung

Terjadinya bila kuman menyebar ke paru-paru melalui aliran darah : staphilococcus, E.coli dan anaerob enterik.2.1.3 PatogenesisProses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keadaan, (imunitas) inang, smikroorganisme yang meneyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan klsifikasi yang berbentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannnya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta pronosis dari pasien.Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P.aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terlihat perubahan pola mikroorganisme penyebab Infeksi Saluran Napas Bawah Akut akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan kuman penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan patogenesis/jenis kuman akibat adanya berbagai mekanisme, terutama oleh S. Aureus, B. Catarrhalis, H. influenzae dan Enterobacteriacae. Juga oleh berbagai bakteri enterik gram negatif. ( Sudoyo, 2006 )2.1.4 Patofisiologi

Gambar 1.1 Patofisiologi Pneumonia

( Irman Somantri, 2008 )2.1.5 Manifestasi KlinisDalam keadaan normal, paru-paru dilindungi terhadap infeksi oleh berbagai mekanisme. Infeksi paru-paru bisa terjadi bila satu atau lebih dari mekanisme pertahanan terganggu oleh organisme secara aspirasi atau melalui penyebaran hematogen. Aspirasi adalah cara yang sering terjadi. Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi primer atau komplikasi dari satu penyakit virus, seperti morbili, atau varicella. Virus tidak hanya merusak sel epitel bersilia tetapi juga merusak sel globlet atau kelenjar mukus pada bronkus sehungga merusak clearance mukosilia. Apabila kuman patogen mencapai bronkoli terminalis, cairan edema masuk ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak. Kemudian makrofag kan membersihakan debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih jauh lagi ke segala lobus yang sama atau mungkin ke bagian yang lain dari paru-paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui saluran limfe paru bakteri dapat mencapai aliran darah atau pluro viselaris. Karena jaringan paru mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comlience paru menurun, serta aliran darah mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/shaut ke kiri dengan ventilasi perkusi yang mismatch sehingga berakibat pada hipoksia. Karena kerja jantung meningkat oleh karena saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapne. Pada keadaan yang berat dapat terjadi gagal napas. ( Nursalam, 2008 )2.1.6 Pneumonia Diklasifikasi1. Pneumonia berat atau penayakit sangat berat, bila terdapat gejala

Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menete selalu memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis / tidak sadar.

Terdapat tarikan dinding dada ke dalam

Terdapat stridor ( suara napas bunyi grok-grok saat inpirasi)

2. Pneumonia apabila terdapat gejala napas cepat. Batasan napas cepat adalah

Anak usia 2-12 bulan apabila frekuensi napas 50x / menit atau lebih

Anak usia 12 bulan-5 tahun apabila frekuensi napas 40x / menit atau lebih

3. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat. ( Nursalam, 2008 )

2.1.7 Tanda dan GejalaTanda dan Gejala menurut Irman Somantri, 2008 yaitu;

Mendadak dingin, menggigil, demam ( 39-40C )

Nyeri dada

Batuk produktif, sputum hijau, furulen, dan mengandung bercak merah serta hidung kemerahan

Retraksi interkostal penggunaan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis

Malaise, nyeri kepala, nyeri tenggorokan dan batuk kering

Gajala pulmonal timbul minimal dibandingkan gejal septikimia

Batuk non produktif dan nyeri pleuritik sama dengan yang terjadi pada emboli paru-paru2.1.8 Komplikasi

Dapat terjadi komplikasi pneumonia, misalnya pada pneumonia,pneumokokkus dengan bakteriemi dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Dapat terjadi komplikasi lain berupa acute respiratory distress syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial. ( Sudoyo, 2006 )2.1.9 Pencegahan

Mengingat Pneumonia adalah Penyakit berisiko tinggi yang tanda awalnya sangat mirip dengan Flu, alangkah baiknya para orangtua tetap waspada dengan memperhatikantipss berikut ini:

1. Menghindarkan bayi(anak)dari paparan asap rokok, populasi udara, dan tempat keramaian yang berpotensi penularan.2. Menghindarkan bayi ( anak ) dari kontak dengan penderita ISPA.3. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami,panas, batuk,pilek terlebih jika disertai suara serak,sesak nafas,dan adanya tarikan pada otot diantara rusuk ( retraksi ) .4. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkanperbaikan,dan segera Kerumah Sakit jika kondisi anak memburuk. 5. Imunisasi Hib ( untuk memberi kekebalan terhadap Haemophilus Influenzae,vaksin pneumokokal Heptavalen ( Mencegah IPD = invasive pneumococcal disease ) dan vaksinasi influenzae pada anak resiko tinggi,terutama usia 6-23 bulan. Sayang sekali vaksin ini belum dapat dinikmati oleh semua anak karna harganya yang cukup mahal.

( Misnadiarly, 2008 )2.1.10 Penatalaksanaan Medis

Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak pada rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus (pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan akan beragam tergantung pada keparahan pneumonia. Temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, krekles, peningkatan fremitus, egofoni positif, dan pekak pada perkusi.

Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin Gmerupakan antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. Pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya, dan trimetoprimsulfametoksazol (Bactrim).

Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukan tanda-tanda penyembuhan. Jika di rawat di rumah sakit, pasien diamati dengn cermat dan secara kontinu sampai kondisi klinis membaik.

( Monica. 2002 )2.2 Faktor-Faktor yang berhubungan Penyakit Pneumonia Menurut Gardon dan lericht (1950) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa timbul tidaknya suatu penyakit pada manusia dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :

2.2.1 Agent ( bibit penyakit)

Agent adalah subtansi tentang kehadirannya atau tidak hadirnya menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit, faktor agent pada penyakit Pneumonia antara lain adalah faktor virus, faktor bakteri

1. Infeksi virusVirus yang paling menimbulkan Pneumonia adalah virus patogen. Virus ini terkontaminasi 15 25 % Pneumonia pada anak usia 6 49 bulan.

2. Infeksi Bakteri Bakteri seperti S. Aureus, B. Catarrhalis, H. influenzae dan Enterobacteriacae. Juga oleh berbagai bakteri enterik gram negatif merupakan penyebab Pneumonia pada buah hati anda. Anak anda kemungkinan mengalami Pneumonia akibat infeksi bakteri jika Pneumonia yang dialaminya sangat hebat, di ikut dengan kejang, terdapat sputum yang tercampur darah2.2.2 Host ( Pejamu)

Host adalah faktor yang terdapat pada semua manusia yang mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit, faktor ini meliputi pengetahuan Ibu, status gizi, imunisasi2.2.2.1 Pengetahuan Ibu

Pengetahuan merupakan hasil dari apa yang diketahi seseorang dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Sebagaimana besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2007 : 139).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengatahuan yang kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan yang terdiri dari.1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (reccal) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahasa yang dipelajari atau rangsangan yang telah di terima.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya

4. Analisa (Analysis)

Kemampuan menjabarkan materi kedalam struktur komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesa (Syntesis)

Kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek (Notoadmojo, 2007 : 140)

2.2.2.2 Status Gizi

Ilmu gizi adalah cabang pengetahuan yang khusus mempelajari hubungan antara makanan yang kita makan dan kesehatan tubuh.(Sjahmien Moehji 2009).Status gizi adalah suatu tingkat kesehatan fisik yang merupakan akibat dari konsumsi dan penggunaan semua nutrisi yang terdapat dalam makanan sehari-hari. Intake makanan sehari-hari merupakan dasar yang menunjukkan keadaan gizi yang baik, hal ini dapat terjadi karena kemungkinan gangguan dalam penyerapan (absorbsi) atau penggunaan (ultilisasi) dari pada berbagai zat makanan. (Sediaoetama, 2000).

Status gizi dapat diklasifikasikan menjadi : gizi kurang, gizi buruk dan gizi lebih. Sampai saat ini dikenal kurang lebih 45 jenis zat gizi dan dikelompokan kedalam zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral dan makro nutrien gizi makro.

Berbagai factor yang secara tidak langsung menndorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita antara lain sebagai berikut:

1. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan

2. Prasangka buruk terhadap bahn makanan tertentu.

3. Adnya kebisaan atau pantangan yang merugikan .

4. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu

5. Kerterbatasan penghasilan keluarga

6. Jarang kelahiran yang terlalu rapat(Sjahmien Moehji 2009)2.2.2.3 Imunisasi

Imunisasi berasaldari kata imun, kebal atau residen. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.

1. Macam-macam kekebalan

Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :1. Kekebalan tidak spesifik (non-speesifik resistance)

Yang di maksudcdengan faktor-faktor non-khusus adalah melindungi badan dari suatu penyakit, misalnya, kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya reflek-reflek tertentu misalnya batuk, besin, dan sebagainya.

2. Kekebalan spesifik (specipik resistance)Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari dua sumber yakni

Genetik

Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya yang berhubungan dengan ras (warna kulit), dan kelompok etnis misalnya orang kulit hitam (Negro) cenderung lebih resistan terhadap penyakit. Kekebalan yang diperoleh (acquaied immunity)

Diperoleh dari luar tubuh anak yang bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif, dan dapat bersifat pasif.

Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan, antara lain umur, seks, kehamilan, gizi, trauma. Kekebalan yang terjadi pada tingkat komuniti disebut heard immunity. Dimasyarakat rendah, masyarakat tersebut akan mudah terjadi wahab, sebaliknyan apabila heard immunity tinggi, maka wahab jarang terjadi pada masyarakat tersebut.2. Jenis- jenis ImunisasiPada dasarnya ada 2 ( dua) jenis imunisasi.

Imunisasi pasif ini adalah inmuno globulin jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles) pada anak-anak.

Imunisasi aktif (active imunization)Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :

BCG, untuk penyakit TBC.

DPT, untik mencegah penyakit penyakit diptheri, partus, partusis dan tetanus

Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis

Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles). Imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin adalah immunisasi tetanus toxoid . Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan (Notoadmodjo. 2007)2.2.3 Environment (lingkungan) Environment adalah segala sesuatu yang diluar diri host baik itu benda mati, benda hidup, nyata abstrak. Faktor ini meliputi pembungan sampah, asap rokok, ventilasi.2.2.3.1 Pembuangan Sampah

Sampah ialah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sampah ada yang mudah membusuk dan ada pula yang tidak membusuk. Membusuk terdiri dari zat-zat organik seperti sayuran, sisa daging, daun, dan lain-lain sedangkan tidak membusuk dapat berupa plastik, kertas, karet, logam, bahan bangunan bekas dan lain-lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sampah:

1. Jumlah penduduk, semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampah.

2. Keadaan sosial ekonomi, semakin tinggi sosial ekonomi masyarakat, semakim banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang.

3. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.

Pengaruh sampah dalam kesehatan dapat dikelompokan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung.

Yang dimaksud dengan efek langsung adalahefek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut penyakit bawaan sapah sangat luas, dan dapat berupa penyakit menular, tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan, dan lain-lain. Penyakit-penyakit ini tidak banyak berbeda dari yang telah sebelumnya, terutama yang menyebar lewat lalat. Penyebabnya, dapat berupa bakteri, jamur, cacing, dan zat kimia. (Slamet, 2009 ).

2.2.3.2 Asap rokokMenurut WHO Sekitar 700 juta anak atau sekitar setengah dari seluruh anak di dunia terpaksa menghirup udara yang di cemari asap rokok. Asap rokok yang sangat berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Di daerah perkotaan pada umumnya, 80% dari kehidupan suatu individu tinggal di dalam ruangan (Indoor). Khususnya balita waktu tinggal di dalam ruangan.

Lebih banyak bahan polutan di dalam rumah, kadarnya bebeda dengan bahan polutan di luar ruangan. Meningkatnya kadar bahan polutan di dalam ruangan, selain dapat berasal dari peneterasi polutan dari luar ruangan, dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam ruangan seprti asap rokok, asap yang berasal dari dapur atau pemakaian obat anti nyamuk. Sumber lain dari bahan polutan di dalam ruangan adalah perlengkapan pekerja seperti pemakaian pakaian, sepatu ataupun perlengkapan lainnya yang di bawa masuk kedalam ruangan dari tempat kerja (Mukono, 2000).

Asap rokok dari orang tua atau orang lain di dalam rumah, tidak saja merupakan bahan pencemaran dalam ruangan yang serius, tetapi juga akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik lainnya (Kusnoputranto, 1995). Riyadina menyatakan bahwa pada balita paparan asap rokok (Side Stream Smoke) dapat menimbulkan gangguan pernapasan akut terutama memberatkan timbulnya infeksi saluran pernapasan akut dan gangguan fungsi paru paru pada waktu dewasa nanti.

Hasil penelitian Herlina (2006) menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita. Balita yang anggota keluarganya mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah mempunyai peluang 16,404 kali untuk terkena penyakit pneumonia dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak merokok.

2.2.3.3 Ventilasi Rumah

Ventilasi adalah lubang penghawaan pada ruangan agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi baik. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah, luas ventilasi permanen minimal 10% dari luas lantai dan sebaiknya udara yang masuk adalah segar dan bersih (Ditjen PPM dan PLP, 2005).

Ada 2 macam ventilasi yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi alamiah, dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angina, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Sedangkan ventilasi buatan yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angina dan mesin penghisap udara (Notoatmodjo, 2003).

Ventilasi yang baik harus memenuhi syarat atau peraturan antara lain : luas lubang ventilasi tetap minimum 5% dari lantai ruangan, sedangkan untuk ventilasi yang dapat dibuka / tutup minimum 5% dari luas lantai, jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan, udara yang masuk harus udara yang bersih, aliran udara jangan menyebabkan orang masuk angin, aliran udara diusahakan berhadapan antara dua dinding ruangan.

Pengaruh berkurangnya ventilasi adalah kurangnya kadar O2 dan bertambahnya kadar gas CO2, adanya bau pengap, suhu ruangan naik dan kelembaban udara ruangan bertambah. Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan terjadinya kesulitan bernafas, sehingga benda asing termasuk bakteri, virus, dan mikro organisme lainnya tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2000).

Suatu studi melaporkan bahwa upaya penurunan angka kesakitan Pneumonia berat dan sedang dapat dilakukan diantaranya dengan membuat ventilasi yang dapat atau cukup untuk mengurangi asap dapur dan mengurangi polusi udara lainnya termasuk asap rokok (Depkes RI, 2004).

Hasil penelitian Herlina (2006) menyimpulkan bahwa ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 2,245 kali untuk terkena penyakit pneumonia dibandingkan dengan ventilasi rumah yang memenuhi syarat. Sedangkan pada penelitian Meriyana (2006) hasil uji stastiknya menyatakan adanya hubungan antara luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita.2.3 Kerangka Teori

Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agent atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai pejamu atau host dan faktor lingkungan yang mendukung, ketiga faktor tersebut dikenal dengan trias penyebab penyakit. Proses interaksi ini disebabkan adany agent penyebab penyakit kontak dengan manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan. Agent sebagai faktor panyebab penyakit dapat berupa usur hidup atau matiyang terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan. Penjamu sendiri adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor resiko untuk terjadi penyakit, faktor ini disebut faktor instrintik. Sedangkan lingkungan merupakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadi penyakit, faktor ini disebut sebagai faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan fisik, biologis, dan lingkungan sosial ekonomi (Gordon dan Lericth, 1950 dalam Buku Notoadmodjo, 2007).Hubungan ketiga factor tersebut dapat dilihat pada skema 2.1 berikut :

Skema 2.1

Hubungan Pejamu, Bibit Penyakit dan Lingkungan

Untuk Terjadinya Kejadian Penyakit

Variabel Independent

Variabel Dependent

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tentang factor-faktor yang berhubungan denan kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita : meliputi variabel independent (factor host : pengetahuan, status gizi, imunisasi, factor lingkungan ; pembuangan sampah, asap rokok, ventilasi) menggunakan konsep penelitian yang dirumuskan oleh Gordon dan Lericht, 1950 dalam Notoadmodjo, 2007 sebagai berikut : Kerangka konsep penelitian tentang factor-faktor yang berhungan dengan kejadian Penyakit Pneumonia dapat dilihat pada skema 2.2 berikut :

Skema 2.1

Hubungan antara factor-faktor independen dengan kejadian

Penyakit Pneumonia

Variabel Independent

VariabelDependent

3.2 Definisi OperasionalNOPengukuran

VariabelDefenisi OperasionalCara ukurAlat ukurHasil ukurSkala Ukur

(1)(2)(3)(4)(5)(6)

Penyakit Pneumonia pada balitaSemua kasus Pneumonia dan bukan pnemonia pada balita diIRNA Anak Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.ObservasiDilihat dari diagnosa Penyakit Pneumonia di IRNA Anak Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang1. Penderita Pneumonia2. Penderita bukan Pneumonia.Nominal

1.

2.

3

4.5

6.

Pengetahuan Ibu

Pembuangan sampahVentilasi

Asap rokokStatus giziImunisasiKemampuan dan pemahaman ibu tentang Penyakit Pneumonia meliputi pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pengobatan dan pencegahan,

Kondisi keadaan lingkungan dimana pembungan sampah yang tidak tercemar oleh penyakit

Kondisi kesehatan lingkungan dimana tempat keluar masuknya udara di rumah

Kondisi keadaan lingkungan yang berbahaya bagi kesehatan tubuhKeadaan gizi anak yang catat hasil penimbangan balita Imunisasi yang diberikan pada saat lahirWawancara

WawancaraWawancara

Wawancara

Observasi KMSWawancara

Kuisioner

Kuisioner

Kuisioner

KuisionerKMS (Kartu menuju Sehat )Kuisioner

1. Baik bila Skor mean

2. Kurang bila Skor < mean

1. Tempat sampah,dikubur skor > mean

2. Disembangan tempat bila skor < mean1. Baik bila ada skor

> mean 2. kurang bila tidak

ada skor < mean

1. Ada Bila keluarga

dirumah yang

merokok

2. Tidak ada bila

keluarga dirumah

yang tidak merokok1. Baik bila berat

Badan diatas garis

Merah

2. Buruk bila berat

Badan dibawah

Garis merah

1. lengkap bila mendapatkan semua imunisasi2. tidak lengkap bila tidak mendapatkan semua imunisasiOrdinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

NominalOrdinal

3.3 HIPOTESIS

3.3.1 Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010

3.3.2 Ada hubungan status gizi balita dengan Penyakit Pneumonia di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

3.3.3 Ada hubungan imunisasi balita dengan Penyakit Pneumonia di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

3.3.4 Ada hubungan pembuangan sampah dengan Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

3.3.5 Ada hubungan asap rokok dengan Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010

3.3.6 Ada hubungan ventilasi dengan Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain Penelitian kuantitatif adalah menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan Cross Section dimana pengamatan dan pengukuran seluruh variabel dilakukan pada saat yang sama pada saat penelitian dilakukan baik variabel dependen maupun independen atau dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang sama(Notoatmodjo,2002).

4.2 Populasi Penelitian

Populasi Penelitian yaitu semua ibu yang mempunyai Balita Penderita Pneumonia di Rawat di Irna Anak Sayap B RSUP dr.Mohammad Hosien Palembang Tahun 2010.

4.3 Sampel Penelitian

Menurut Nursalam (2008) bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti. Agar his dapat dianalisa dengan uji statistic untuk penelitian kuantitatif.jumlah sampel minimal 30 sample. Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 sampel. Tehnik pengambilan sampel secara accidental sampling yaitu suatu rancangan pengambilan sampel secara seadanya dengan menemukan kasus yang kebetulan terjadi yaitu semua ibu yang mempunyai Balita menderita Pneumonia yang akan berobat di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang pada Juni sampai dengan Juli 2010.4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

4.4.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan lebih kurang satu bulan di mulai dari bulan Juni sampai dengan Juli 2010.

4.5. Tehnik Pengumpulan Data

4.5.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada ibu yang mempunyai anak yang menderita pneumonia berusia 0-59 bulan yang berdomisili RSUP dr. Mohammad hoesin Palembang, selama penelitian berlangsung, yaitu pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010.

Data primer yang dikumpulkan meliputi data kejadian Pneumoni pada balita (Variabel dependen) adalah Faktor genetik serta faktor lingkungan yang meliputi jenis ventilasi yang kurang, pengasapan rokok dan pembuangan sampah.(variabel Independen).

4.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui data dari RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang, dan data ini digunakan untuk memperoleh faktor-faktor Penyakit Pneumonia di RSUP Palembang.4.6.Tehnik Pengolahan Data

Data dapat diperiksa kembali sehingga dapat terbebas dari kesalahan dan dapat diuji kebenarannya. Disini dapat disimpulkan bahwa pengolahan data bermaksud untuk mengorganisasi data.Langkah langkah dalam pengolahan data menurut Notoatmodjo,(2005) yaitu :

1. Editing(Pengelolahan Data)

Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuisioner apakah jawaban yang ada sudah lengkap,jelas, relevan dan konsisten

2. Coding(Pengkodean Data)

Coding adalah kegiatan mengubah data dalam bentukhuruf menjadi bentuk bilangan atau angka.Kegunaannya dalah untuk mempermudahkan pada saat analisis data dan juga mempercepat saat entry data.3. Tranfering (Penyusunan)Tranfering yaitu proses pemindahan atau penyusunan data yang telah diberikan kode sesuai kelompok masing-masing untuk mempermudah penglolahan data.4. Entri Data(Pemasukan Data)Setelah semua isian kuisioner terisi penuh, benar dan telah melewati pengkodean,maka langkh selanjutnya adalah nemproses data agar dapat dianalisis.Proses data dilakukan memasukan data dari formulir ketabulasi.5. Cleaning Data (Pembersihan Data)

Merupakan data pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.

4.7 Tehnik Analisis Data

Setelah melalui tahapan tersebut, data kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat.

4.7.1 Analisa Univariat

Data dianalisis untuk melihat distribusi frekuensi yang dilakukan terhadap variabel factor-faktor yang berhubungan dengan penyakit pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayab B RSUP dr. Mohammad hoesin Palembang Tahun 2010.

4.7.2.Analisa Bivariat

Merupakan analisa hasil dari variabel-variabel yang diteliti (Independen). Yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat (Dependen). Adapun dalam analisa ini digunakan tabulasi silang dari masing-masing variabel dengan menggunakan uji Chi-square sehingga dapt diketahui ada tidaknya perbedaan proporsi masing0masing variable bebas (Independen) dengan variabel terikat (Dependen) yang bermakna. Untuk menguji kemaknaan tersebut digunakan tingkat kepercayaan 95%.

Menurut Hastono (2001 :117) rumus Uji Chi Square sebagai berikut :

Keterangan :

X hitung = Nilai pada distribusi frekuensi Chi square

O = frekuensi Nilai Observasi

E = Frekuensi nilai expected

Batas kemaknaan yang digunakan dalam penelitian adalah 0,05.

Pembagian keputusan statistic dilakukan dengan membandingkan p value > dengan nilai (0,05) dengan ketentuan :

1. Bila p value nilai (0,05) maka ada hubungan antar variable independen dengan variabel dependen.2. Bila p value > nilai (0,05) maka tidak ada hubungan antara variable independen dengan variabel dependen.BAB V

HASIL PENELITIAN

5. 1 Gambaran umum RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang didirikan pada tahun 1953 atas prakarsa Menteri Kesehatan RI dr. Mohammad Ali (Dr. Lee Kiat Teng) engan biaya Pemerintah Pusat. Pada tanggal 03 Januari 1957 rumah sakit ini mulai operasional, yang dapat melayani masyarakat se Sumatra Bagian Selatan dimana saat itu meliputi Propinsi Sumatra Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Bangka Belitung. RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang baru memiliki Pelayanan Rawat Jalan dan Rawat Inap. (Fasilitas 78 TT), beberapa waktu kemudian memiliki pelayanan Laboratorium, Apotik, Radiologi, Emergency dan peralatan Penunjang Medik lainnya.

Tahun 1993-1994 RSUP Palembang mengubah status dari RS Vertikal (RS Penerima Negara Bukan Pajak) menjadi RS Swadana. Sesuai SK Menkes RI no. 1279/SK/1997: RSUP Palembang resmi bernama RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Tahun 2000 dengan PP No 122/2000, RSUP dDr. Mohammad Hoesin Palembang ditetapkan menjadi salah satu dari 13 Rumah Sakit Perusahan Jawatan di Indonesia dan operasionalnya dimulai tanggal 01 Januari 2002. Sebagai Rumah Sakit Perjan secara operasional RSMH Palembang masih tetap melaksanakan fungsi pelayanan sosialnya bagi masyarakat ekonomi kurang mampu melalui program JPSBK (Gakin), sejak tahun 2005 dikelolah oleh PT. ASKES Indonesia menjadi program ASKES dan ASKIN.

Terakhir pada tahun 2005 berdasarkan PP 23/2005 tanggal 13 Juni 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dengan SK Menkes RI no. 1243/Menkes/SK/VIII/2005, tanggal 11 Agustus 2005 tentang Penepatan 13 eks Rumah Sakit Perjan statusnya menjadi Unit Pelaksanaan Tekhnis Depkes RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang sebagai Badan Pelayanan Umum (BLU) diatur dengan Permenkes RI No. 1680/Menkes/ Pek/XII/2005 tanggal 27 Desembar 2005, sedangkan untuk fasilitas patologi anatomi dan rehabilitasi medis akan ditempatkan pada bangunan lain setelah direnovasi pada tahun 2007, demikian juga pembuatannya akan dilengkapi sesuai dengan standar pelayanan.

Pengembangan yang dilakukan pada awal tahun 2007 meliputi :

Kontruksi: Gedung COT, Power House, Water Tower, serta renovasi gedung lainnya.

Infranstruktur:Jalan lingkar, Listrik, air bersih, telekomunikasi lagi. Equipment: Peralatan COT, CSSD, Radiologi, Patologi, Patologi Anatomi, dan Patologi Klinik.

HMIS: Hospital Management Information System.Direktur Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palemban sejak berdiri tahun 1957 sampai dengan sakarang :

1. Dr. Mohammad Hoesin (Periode 1954-1959)

2. Dr. E. Winnce (Periode 1959-1969)

3. Dr. Irsan.P. Radjamin (Periode 1969-1979)

4. Dr. H. Seni Sutedjo, Sp.B (Periode 1979-1989)

5. Dr. H. Sulaiman.AS.M.Sc.MBA (Periode 1989-1995)

6. Dr. Mgs. Johant. Saleh, M.sc (Periode 1995-2001)

7. Dr. Hj. Ratna Dewi Umar, M.kes (Periode 2001-2005)

8. Dr. H. M. Basir Palu, Sp.A. MHA (Periode 2005-Juli 2008)

9. Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM, SPOG (Periode Juli 2008 sampai sekarang)Visi Rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah : Menjadi Rumah Sakit Pusat pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian terbaik dan bermutu se Sumatra.

Misi RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah :

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan berkualitas tinggi.

2. Menyelenggarakan jasa pendidikan dan penelitian dalam bidang kedokteran dan kesehatan.

3. Menjadi pusat promosi kesehatan.Standar pelayanan rumah sakit meliputi administrasi manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, rehabilitasi medik, farmasi, keselamatan kecelakaan kerja (K3), radiologi, laboratorium, kamar operasi, pengendalian infeksi di RS, perinatologi resiko tinggi, pelayanan rehabilitasi medik, pelayanan gizi, pelayanan intensif, pelayanan darah.

Jenis pelayanan yang ada di RSMH Palembang, terdiri dari pelayanan spesialistik bedah, pelayanan spesialistik penyakit dalam, pelayanan spesialistik kebidanan dan penyakit kandungan, pelayanan spesialistik penyakit anak, pelayanan spesialistik penyakit saraf, pelayanan spesialistik penyakit THT, pelayanan spesialistik mata, pelayanan spesialistik anastesi, pelayanan spesialistik radiologi, pelayanan spesialistik laboratorium, pelayanan spesialistik patologi anatomi, pelayanan pemulangan jenazah dan kedokteran kehakiman (forensik).

Adapun jumlah dan jenis ketenagaan yang ada pada RSMH Palembang antara lain :NoJenis KetenagaanJumlah

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.Dokter Spesialis

Dokter Spesialis Gigi

Dokter PPDS

Dokter Umum

Dokter Brigade Siaga Bencana

Dokter Gigi

Apoteker

Perawat/Bidan

Para Medis Non KeperawatanTenaga Non Kesehatan140 Orang1 Orang

238 Orang

37 Orang

3 Orang

5 Orang

11 Orang

558 Orang

169 Orang

551 Orang

Jumlah 1.723 Orang

(Bagian Kepegawaian RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, 2009)

Dari keterangan diatas tenaga kerja tertinggi adalah perawat/bidan dengan jumlah total 558 orang, sedangkan tenaga kerja yang terendah dokter spesialis gigi yang hanya berjumlah 1 orang.

(Profil RSUP dr. mohammad Hoesin Palembang, 2010)

5.2 Karakteristik Responden

5.2.1 Umur

Distribusi frekuensi responden menurut kelompok umur di IRNA Sayap B RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.1Distribusi frekuensi responden ibu menurut kelompok umur di IRNA Anak

Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

No Kelompok UmurFrekuensiPersentase

1.

2.

3.

4.20 25 tahun

26 31 tahun

32 43 tahun

38 43 tahun13

15

5

435,1

40,5

13,5

10,8

Jumlah 37 100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)Berdasarkan pengumpulan data yang berkaitan dengan umur termuda 20 - 25 tahun sebanyak 13 orang (35,1 %), umur 26 31 tahun 15 orang (40,5 %), umur 32 43 tahun sebanyak 5 orang (13,5 %), sedangkan 38 43 tahun sebanyak 4 orang (10,8 %). Kemudian dikelompokan dengan interval 5 dengan jumlah responden 37 orang (100 %).5.2.2 Pendidikan

Distribusi frekuensi responden menurut pendidikan di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang, dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2Distribusi frekuensi responden menurut pendidikan di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hosein Pelambang.No Pendidikan FrekuensiPersentase

1.

2.

3.

4.Tamat SD

Tamat SLTP

Tamat SMU

Tamat DIII / S157 16913,51943,224,3

Jumlah 37100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)

Bedasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden pendidikan tamatan SD sebanyak 5 orang ( 13,5 %), tamat SLTP sebanyak 7 orang (19 %), tamat SMU sebanyak 16 orang (43,2 %),dan tamat DIII / SI 9 orang (24,3 %). dengan jumlah responden 37 orang (100 %).

5.2.3 Pekerjaan

Distribusi frekuensi responden menurut pekerjaan diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohamamad Hoesin Palembang Tahun 2010.Tabel 5.3Distribusi frekuensi responden menurut pekerjaan diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hosein Palembang Tahun 2010.

No Pekerjaan FrekuensiPersentase

1.

2.

3.

4.

5.

6.Tidak Bekerja

Petani

Karyawan

PNS

Buruh Harian

Wiraswasta655489 16,213,513,510,821,724,3

Jumlah37100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 6 orang (16,2 %), petani sebanyak 5 orang (13,5%), karyawan sebanyak 5 orang ( 13,5 %), PNS sebanyak 4 orang (10,8 %), buruh harian sebanyak 8 orang (21,7 %) , wiraswasta sebanyak 9 orang (24,3 %) dengan jumlah responden 37 orang (100 %).5.3 Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan terhadap variabel independen yaitu pengetahuan, status gizi, imunisasi, faktor lingkungan, pembuangan sampah, asap rokok, ventilasi.

Variabel dependen yaitu kejadian penyakit pnemonia:5.3.1. Pengetahuan

Distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan ibu di wilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. Dapat dilihat pada tabel berikut ini :Tabel 5.4Distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan ibu di wilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

No Pengetahuan IbuFrekuensiPersentase

1.

2.Baik

Kurang201754,145,9

Jumlah 37100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)

Nilai pengetahuan ibu yang dicapai responden dalam penelitian ini adalah baik Sebanyak 20 orang (54 %), kurang sebanyak 17 orang (46 %) dengan jumlah responden 37 orang (100 %) di wilayah kerja di IRNA anak sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.5.3.2 Status Gizi

Distribusi Frekuesi responden menurut status gizi balita diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.5Distribusi Frekuesi responden menurut status gizi balita diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

NoStatus gizi balitaFrekuensiPersentase

1.

2.Baik

Buruk 21

1656,8

43,2

Jumlah37100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)

Berdasarkan hasil observasi Kartu Menuju Sehat (KMS) menunjukan bahwa sebagian besar balita mempunyai status gizi baik sebesar sebanyak 21 orang (56,8 %) sedangkan status gizi buruk sebesar 16 orang (43,2 %). Dengan jumlah responden 37 orang (100 %) di wilayah kerja di IRNA anak sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.5.3.3 Imunisasi

Distribusi Frekuesi responden menurut imunisasi balita diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini:Tabel 5.6Distribusi Frekuesi responden menurut Imunisasi balita diwilayah kerjadi IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad HoesinPalembang Tahun 2010.

NoImunisasiFrekuensiPersentase

1.

2.LengkapTidak lengkap132435,164,9

Jumlah37100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukan bahwa sebagian besar balita mempunyai imunisasi lengkap sebesar 13 orang (35,1 %), dan imunisasi yang tidak lengkap sebanyak 24 orang (64,9 %). Dengan jumlah responden 37 orang (100 %) di wilayah kerja di IRNA anak sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.5.3.4 Pembuangan Sampah

Distribusi Frekuesi responden menurut pembuangan sampah diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini :Tabel 5.7Distribusi Frekuesi responden menurut pembuangan sampah diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010NoPembuangan SampahFrekuensiPersentase

1.

2.Baik

Kurang 112629,7

70,3

Jumlah37 100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)

Berdasarkan tabel menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki pembuangan sampah baik sebesar 11 orang (29,7 %) , sedangkan pembuangan sampah kurang sebesar 26 orang (70,3 %.). Dengan jumlah responden 37 orang (100 %) di wilayah kerja di IRNA anak sayap B RSUP dr. Mohammad HoesinPalembang Tahun 2010.

5.3.5 Asap Rokok Distribusi Frekuesi responden menurut asap rokok diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini :Tabel 5.8 Distribusi Frekuesi responden menurut asap rokok diwilayah kerja

di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010

No.Asap RokokJumlahPersentase

1.

2.Ada

Tidak ada 122532,467,6

Jumlah37100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukan bahwa sebagian besar responden asap rokok dirumah ada sebesar orang (32,4 %,) sedangkan tidak ada sebesar orang (67,6 %.). Dengan jumlah responden 37 orang (100 %) di wilayah kerja di IRNA anak sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.5.3.6 Ventilasi

Distribusi Frekuesi responden menurut ventilasi diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini:Tabel 5.9Distribusi Frekuesi responden menurut ventilasi diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010No.VentilasiJumlahPersentase

1.

2.Baik

Kurang 1027 2773

Jumlah37 100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)Berdasarkan tabel menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki ventilasi dirumah sebesar orang (27 %), sedangkan kurang sebesar orang (73 %.). Dengan jumlah responden 37 orang (100 %) di wilayah kerja di IRNA anak sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.5.3.7 Penyakit Pneumonia

Distribusi Frekuesi responden menurut penyakit pneumonia diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini:Tabel 5.9Distribusi Frekuesi responden menurut penyakit Pneumonia diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010

No.Penyakit PneumoniaJumlahPersentase

1.

2.Pneumonia

Bukan Pneumonia172045,954,1

Jumlah37 100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)

Berdasarkan tabel 5.9 menunjukan bahwa penyakit pneumonia sebesar orang (45,9 %), sedangkan yang bukan penyakit pneumonia adalah sebesar orang (54,1 %). Dengan jumlah responden 37 orang (100 %) di wilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad HoesinPalembang Tahun 2010.5.4 Analisis Bivariat

Hasil analisis bivariat dibuat berdasarkan tabulasi silang antara dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen disaji pada tabel berikut ini :5.4.1 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan penyakit Pneumonia Hubungan pengetahuan Ibu dengan penyakit Pneumonia dapat dilihat pada tabel 10 berikut iniTabel 5.10Distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan ibu di wilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.Pengetahuan

IbuPenyakit PneumoniaJumlahKemaknaan

PneumoniaBukan Pneumonia

n%n%n%

Kurang1376,5 4 23,517100P= 0,002

Baik 420168020100OR = 0,077

Jumlah 1745,92054,137100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)Berdasarkan tabel menunjukan bahwa ada kecenderungan balita yang mempunyai pengetahuan ibu kurang tentang penyakit pneumonia lebih tinggi (76,5%) menderita penyakit pneumania dibandingkan dengan balita yang mempunyai pengetahuan ibu baik (20 %) . Berdasarkan Prevalence Odd Ratio (POR) didapatkan hasil bahwa penyakit Pneumonia balita dengan pengetahuan ibu kurang 0,077 kali lebih banyak balita dibandingkan pengetahuan ibu yang baik.Berdasarkan analisis dengan uji statistik untuk penelitian kuntitatif. Jumlah sampel minimal 30 sampel. Tehnik pengambilan sample secara accidental sampling. Dengan demikian ada hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan penyakit Pneumonia.5.4.2Hubungan Status Gizi dengan penyakit Pneumonia Hubungan Status Gizi dengan penyakit Pneumonia dapat dilihat pada tabel 11 berikut iniTabel 5.11Distribusi frekuensi responden menurut status gizi di wilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.Status GiziPenyakit PneumoniaJumlahKemaknaan

PneumoniaBukan Pneumonia

n%n%n%

Buruk127542516100P= 0,001

Baik 523,81676,221100OR= 0,104

Jumlah1745,92254,137100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)Berdasarkan tabel menunjukan bahwa ada kecenderungan balita yang mempunyai status gizi buruk tentang penyakit pneumonia lebih tinggi (75%) menderita penyakit pneumania dibandingkan dengan balita yang mempunyai status gizi baik (23,8%) . Berdasarkan Prevalence Odd Ratio (POR) didapatkan hasil bahwa penyakit Pneumonia balita dengan status gizi kurang 0,104 kali lebih banyak dibandingkan dengan balita status gizi baik.Berdasarkan analisis dengan uji statistik untuk penelitian kuntitatif. Jumlah sampel minimal 30 sampel. Tehnik pengambilan sample secara accidental sampling. Dengan demikian ada hubungan bermakna antara status gizi dengan penyakit Pneumonia.5.4.3Hubungan Imunisasi dengan penyakit Pneumonia Hubungan Imunisasi dengan penyakit Pneumonia dapat dilihat pada tabel 12 berikut iniTabel 5.12Distribusi frekuensi responden menurut imunisasi di wilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.ImunisasiPenyakit PneumoniaJumlahKemaknaan

PneumoniaBukan Pneumonia

n%n%n%

Tidak lengkap 1562,5937,524100P= 0,004

Lengkap215,41184,613100OR= 0,109

Jumlah 1745,92254,137100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)Berdasarkan tabel menunjukan bahwa ada kecenderungan balita yang mempunyai imunisasi lengkap tentang penyakit pneumonia lebih tinggi tidak lengkap (15,4 %) menderita penyakit pneumonia dibandingkan dengan balita yang mempunyai imunisasi tidak lengkap (62,5 %) . Berdasarkan Prevalence Odd Ratio (POR) didapatkan hasil bahwa penyakit Pneumonia balita dengan imunisasi kurang 0,109 kali lebih banyak dibandingkan dengan balita imunisasi baik.

Berdasarkan analisis dengan uji statistik untuk penelitian kuntitatif. Jumlah sampel minimal 30 sampel. Tehnik pengambilan sample secara accidental sampling. Dengan demikian ada hubungan bermakna antara dengan imunisasi penyakit Pneumonia.5.4.4 Hubungan Pembuangan Sampah dengan Penyakit Pneumonia Hubungan Pembuangan Sampah dengan penyakit Pneumonia dapat dilihat pada tabel 13 berikut ini

Tabel 5.13Distribusi frekuensi responden menurut pembuangan sampah di wilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

Pembuangan SampahPenyakit PneumoniaJumlahKemaknaan

PneumoniaBukan Pneumonia

n%N%n%

Kurang 1661,51038,524100P= 0,002

Baik 19,11090,913100OR= O,063

Jumlah 1745,92054,137100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)Berdasarkan tabel menunjukan bahwa ada kecenderungan balita yang mempunyai pembuangan sampah kurang tentang penyakit pneumonia lebih tinggi (61,5%) menderita penyakit pneumonia dibandingkan dengan yang mempunyai pembuangan sampah baik (9,1%). Berdasarkan Prevalence Odd Ratio (POR) didapatkan hasil bahwa penyakit Pneumonia balita dengan pembuangan sampah kurang 0,063 kali lebih banyak dibandingkan dengan pembuangan sampah baik.Berdasarkan analisis dengan uji statistik untuk penelitian kuntitatif. Jumlah sampel minimal 30 sampel. Tehnik pengambilan sample secara accidental sampling. Dengan demikian ada hubungan bermakna antara dengan pembuangan sampah penyakit Pneumonia.

5.4.5 Hubungan Asap Rokok dengan Penyakit Pneumonia Hubungan Asap Rokok dengan penyakit Pneumonia dapat dilihat pada tabel 14 berikut ini

Tabel 5.14Distribusi frekuensi responden menurut asap rokok di wilayah

kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

Asap RokokPenyakit PneumoniaJumlahKemaknaan

PneumoniaBukan Pneumonia

n%n%n%

Tidak ada522,7777,312100P=0,002

Ada 1280 132025100OR=0,056

Jumlah 1745,92054,137100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang)Berdasarkan tabel menunjukan bahwa ada kecenderungan balita yang meghirup asap rokok dirumah ada , tentang penyakit pneumonia lebih tinggi (80 %) menderita penyakit pneumania dibandingkan dengan yang tidak menghirup asap roko ada (22,7 %) . Berdasarkan Prevalence Odd Ratio (POR) didapatkan hasil bahwa penyakit Pneumonia balita dengan menghirup asap rokok 0,056 kurang kali lebih banyak dibandingkan dengan menghirup asap rokok baik.Berdasarkan analisis dengan uji statistik untuk penelitian kuntitatif. Jumlah sampel minimal 30 sampel. Tehnik pengambilan sample secara accidental sampling. Dengan demikian ada hubungan bermakna antara dengan menghirup asap rokok penyakit Pneumonia.5.4.6 Hubungan Ventilasi dengan Penyakit Pneumonia Hubungan Ventilasi dengan penyakit Pneumonia dapat dilihat pada tabel 15 berikut ini

Tabel 5.15Distribusi frekuensi responden menurut ventilasi di wilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

VentilasiPenyakit PneumoniaJumlahKemaknaan

PneumoniaBukan Pneumonia

n%n%n%

Kurang 1763103727100P= 0.002

Baik 001010010100

Jumlah 1745,92054,137100

( Data sumber : Penelitian pada bulan juni 2010 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang) Berdasarkan tabel menunjukan bahwa ada kecenderungan balita yang mempunyai ventilasi kurang tentang penyakit pneumonia lebih tinggi (63%) menderita penyakit pneumania dibandingkan dengan balita dengan ventilasi yang mempunyai (0%) . Berdasarkan Prevalence Odd Ratio (POR) didapatkan hasil bahwa penyakit Pneumonia balita dengan ventilasi kurang kali lebih banyak dibandingkan dengan ventilasi baik.

Berdasarkan analisis dengan uji statistik untuk penelitian kuntitatif. Jumlah sampel minimal 30 sampel. Tehnik pengambilan sample secara accidental sampling. Dengan demikian ada hubungan bermakna antara dengan ventilasi penyakit Pneumonia.BAB VI

PEMBAHASAN6.1 Keterbatasan PenelitianAdapun keterbatasan penelitian meliputi keterbatasan kualitas data yang didapatkan tergantung motivasi dari responden dalam menjawab kuesioner tersebut secara jujur, selain itu tergantung pada responden terhadap tingkat pemahamanya tentang kuesioner yang akan dijawab oleh mereka dan kemungkinan responden menjawab pertanyaan tidak sesuai keadaan sebenarnya. Adapun dari keterbatasan penelitia tersebut dapat diatasi dengan cara pendekatan terlebih dahulu dengan responden menjelaskan maksud dari penelitian tersebut dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh responden

6.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan juni 2010 tentang faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

6.2.1 Hububgan Pengetahuan Ibu Dengan Kasus Penyakit Pneumonia

Hasil uji stastik menunjukan bahwa ada hubungan bermakna pengetahuan ibu dengan kejadian penyakit pneumonia.

Dari hasil penelitian univariat didapatkan distribusi frekuensi status pengetahuan ibu dengan katagori baik yaitu sebesar (54,1 %), sedangkan katagori kurang sebanyak (45,9 %). Dari annalisis persentase gari didapatkan balita dengan kejadian Pneumonia dan status pengetahuan ibu baik sebanyak (20%) dibandingkan balita dengan status pengetahuan ibu kurang (76,5 %).

Hasil analisis bivariat P. Value 0,002 menunjukan bahwa ada hubungan antara status pengetahuan ibu dengan kejadian Pneumonia diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Dan didapatkan nilai OR sebesar artinya balita yang mempunyai status ventilasi yang kurang mempunyai peluang sebesar 0,077 kali untuk terkena penyakit Pneumonia.

Berdasarkan penelitian Notoadmodjo (1994) bahwa hasil penelitiannya terbukti perilaku yang disadari pengetahuan akan bertahan lama dari padayang tidak disadari pengetahuan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian penyakit Pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Untuk itu sangat disarankan kepada rumah sakit setempat agar mengoptimalkan penyuluhan tentang Pneumonia pada balita dan memperdayakan masyarakat kader serta memberi pengetahuan ibu yang baik guna untuk mencegah penyakit pneumonia pada balita.6.2.2 Hubungan Status Gizi Kasus Penyakit Pneumonia

Hasil ujian statistik menunjukan bahwa ada hubungan status gizi dengan kejadian Penyakit Pneumonia.Hal ini sesuai dengan teori Suharyono (1998) bahwa Penyakit Pneumonia yang diderita oleh balita dipengaruhi oleh status gizi. Balita yang mempunyai status gizi baik tidak mudah untuk mengalami Pneumonia. Hal ini kemungkinan disebabkan pada balita yang mempunyai status gizi kurang baik cendrung akan mempunyai daya tahan tubuh yang baik. Pada balita yang mempunyai status gizi kurang baik cenderung untuk menderita Pneumonia karena daya tahan tubuhnya kurang sehingga lebih rentan untuk terkena kuman Pneumonia.Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Suharyono (1988) yang menyatakan bahwa makin buruk gizi anak makin banyak episode diare yang dialami.Hal senada juga sependapat dengan Morley (1979) bahwa status gizi buruk (malnutrisi), menyebabkan anak rentan terhadap penyakit infeksi misalnya Penyakit Pneumonia atau Pneumonia biasa menjadikan anak manutrisi dan kematian pada anak-anak terutama pada anak pra sekolah.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status gizi dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada balita. Menurunnya status gizi memberikan konstribusi meningkatnya kejadian Penyakit Pneumonia. 6.2.3 Hubungan Imunisasi Kasus Penyakit Pneumonia

Dari hasil penelitian univariat didapatkan distribusi frekuensi status imunisasi dengan katagori lengkap yaitu sebesar (35,1 %), sedangkan katagori tidak lengkap sebanyak (64,9 %). Dari analisis persentase garis didapatkan balita dengan kejadian Pneumonia dan status imunisasi tidak lengkap lebih banyak (62,5 %) dibandingkan balita dengan status imunisasi lengkap (15,4 %).

Hasil analisis bivariat P. Value 0,004 menunjukan bahwa ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian Pneumonia diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Dan didapatkan nilai OR sebesar artinya balita yang mempunyai status imunisasi yang kurang mempunyai peluang sebesar 0,109 kali untuk terkena penyakit Pneumonia.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian penyakit Pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Untuk itu sangat disarankan kepada rumah sakit setempat agar mengoptimalkan penyuluhan tentang Pneumonia pada balita dan memperdayakan masyarakat kader serta memberi imunisasi secara lengkap kepada balita. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan antara imunisasi dengan kejadian penyakit Pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Untuk itu sangat disarankan kepada rumah sakit setempat agar mengoptimalkan penyuluhan tentang Pneumonia pada balita dan memperdayakan masyarakat kader serta memberi saran tentang imunisasi sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh terutama balita.6.2.4 Hubungan Pembuangan Sampah Kasus Penyakit Pneumonia

Hasil uji stastik menunjukan bahwa ada hubungan bermakna pembuangan sampah dengan kejadian penyakit pneumonia.Hal ini sesuai dengan pernyataan Ditjen P2M dan PLP Jakarta (1994) kesehatan lingkungan merupakan faktor dominan yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit pneumonia didalam masyarakat khususnya menyerang pada kelompok usia balita. Keadaan pembuangan sampah sangat pengaruh tinggi rendahnya angka kejadian angka tingkat penyakit pneumonia. (Depkes RI, 1990)Balita yang mempunyai pembungan sampah rumah dengan katagori baik tidak mudah mengalalami pneumonia dibandingkan dengan balita yang mempunyai pembuangan sampah yang kurang baik. Hal ini kemungkinan disebabkan karena apabila faktor lingkungan tidak sehat karena kuman pneumonia serta berakomodasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat seperti melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan penyakit pneumonia.Hasil penelitian ini juga sependapat dengan sunoto (1987) yang menyatakan bahwa di Indonesia banyak faktor yang secara tidak langsung dapat memyebabkan Pneumonia salah satunya adalah keadaan kesehatan perorangan dan pembuangan sampah yang kurang baik. Beberapa study yang dilakukan oleh Esrey dkk. Melaporkan pembuangan sampah dapat menurunkan insiden penyakit pneumonia. Dengan demikian upaya pembuangan lingkungan dalam pencegahan penyakit pneumonia dapat dilakukan penyedian tempat sampah, serta peningkatan prilaku hidup bersih dan sehat.

6.2.5 Hubungan Asap Rokok dengan Kasus Penyakit Pneumonia

Dari hasil penelitian univariat didapatkan distribusi frekuensi status asap rokok dengan katagori ada yaitu sebesar (45,9 %), sedangkan katagori tidak ada sebanyak (54,1 %). Dari analisis persentase garis didapatkan balita dengan kejadian Pneumonia dan status asap rokok ada lebih banyak (80 %) dibandingkan balita dengan status asap tidak ada ( 22,7 %). Hasil analisis bivariat P. Value 0,002 menunjukan bahwa ada hubungan antara status asap rokok dengan kejadian Pneumonia diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Dan didapatkan nilai OR sebesar artinya balita yang mempunyai status asap rokok yang kurang mempunyai peluang sebesar 0,056kali untuk terkena penyakit Pneumonia.Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian penyakit Pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Untuk itu sangat disarankan kepada rumah sakit setempat agar mengoptimalkan penyuluhan tentang Pneumonia pada balita dan memperdayakan masyarakat kader serta membuat ventilasi yang baik guna untuk keluar masuk udara dalam rumah karena samngat baik untuk kesehatan tubuh balita.

Hasil penelitian Herlina (2006) menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita. Balita yang anggota keluarganya mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah mempunyai peluang 16,404 kali untuk terkena penyakit pneumonia dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak merokok.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan antara asap rokok dengan kejadian penyakit Pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Untuk itu sangat disarankan kepada rumah sakit setempat agar mengoptimalkan penyuluhan tentang Pneumonia pada balita dan memperdayakan masyarakat kader serta memberi saran tentang asap rokok sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh terutama balita.6.2.6 Hubungan Ventilasi dengan Kasus Penyakit Pneumonia Dari hasil penelitian univariat didapatkan distribusi frekuensi status ventilasi dengan katagori baik yaitu sebesar (27%), sedangkan katagori kurang sebanyak (73%). Dari analisis persentase gari didapatkan balita dengan kejadian Pneumonia dan status ventilasi kurang lebih banyak (63%) dibandingkan balita dengan status ventilasi baik (0 %). Hasil analisis bivariat P. Value 0,002 menunjukan bahwa ada hubungan antara status ventilasi dengan kejadian Pneumonia diwilayah kerja di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Dan didapatkan nilai OR sebesar artinya balita yang mempunyai status ventilasi yang kurang mempunyai pekang sebesar kali untuk terkena penyakit Pneumonia. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Herlina (2006) menyimpulkan bahwa ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 2,245 kali untuk terkena penyakit pneumonia dibandingkan dengan ventilasi rumah yang memenuhi syarat. Sedangkan pada penelitian Meriyana (2006) hasil uji stastiknya menyatakan adanya hubungan antara luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian penyakit Pneumonia pada balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010. Untuk itu sangat disarankan kepada rumah sakit setempat agar mengoptimalkan penyuluhan tentang Pneumonia pada balita dan memperdayakan masyarakat kader serta membuat ventilasi yang baik guna untuk keluar masuk udara dalam rumah karena samngat baik untuk kesehatan tubuh balita.BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:7.1.1 Adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010

7.1.2 Adanya hubungan status gizi balita dengan kejadian Penyakit Pneumonia

di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

7.1.3 Adanya hubungan imunisasi balita dengan kejadian Penyakit Pneumonia

di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

7.1.4 Adanya hubungan pembuangan sampah dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

7.1.5 Adanya hubungan asap rokok dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010

7.1.6 Adanya hubungan ventilasi dengan kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di IRNA Anak Sayap B RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.

7.2 Saran

Memiliki dari hasil penelitian diatas, ada bebrapa saran yang perlu diperhatikan dan ditindak lanjuti, anatara lain sebagai berikut :7.2.1 Bagi Peneliti

Diharapkan menambah pengetahuan, pengalaman serta wawasan dalam melakukan penelitian selanjutnya tentang penyakit Pneumonia.7.2.2 Bagi Intitusi Pendidikan

Diharapkan agar pendidikan dapat melengkapi buku-buku ilmu pengetahuan tentang Pneumonia agar dapat mempermudah mahasiswa dalam mencari referensi buku-buku penunjang yang berhubungan dengan penelitian bagi mahasiswa.7.2.3 Bagi rumah sakit

Diharapkan dapat meningkatkan dan memberi pelayanan kesehatan yang optimal serta melengkapi alat alat kesehatan demi mendukung kesembuhan pasien terutama pada penyakit Pneumonia.

Faktor Agent

Agent berupa unsur hidup

Virus, Bakteri, Jamur, Parasit, Protozoa,Metazoa

Agent berupa unsur

Fisika: Sinar, Radioaktif.

Kimia: Karbon Monoksida, Obat-obatan,

Pestisida, Hg, Cadmium, Arsen.

Keadaan Fisiologis: Kehamilan dan Persalinan.

Kebiasaan Hidup: Merokok, Alkohol, Narkotika.

Perubahan Hormonal: Diabetes Mellitus, Hipertiroid.

Kelainan Genetika: Down Sindrom.

Faktor Host

Pengetahuan Ibu

Status gizi

Imunisasi

Faktor Agent

Agent berupa unsur hidup

Virus, Bakteri, Jamur, Parasit, Protozoa, Metazoa

Agent berupa unsur

Fisika: Sinar, Radioaktif.

Kimia: Karbon Monoksida, Obat-obatan,

Pestisida, Hg, Cadmium, Arsen.

Keadaan Fisiologis: Kehamilan dan Persalinan.

Kebiasaan Hidup: Merokok, Alkohol, Narkotika.

Perubahan Hormonal: Diabetes Mellitus, Hipertiroid.

Kelainan Genetika: Down Sindrom.

Faktor Lingkungan

Pembuangnan sampah

Asap Rokok

Ventilasi

Kejadian Penyakit

Pneumonia

Faktor Host

Genetik

Umur

Jenis Kelamin

Keadaan Fisiologis

Kekebalan

Penyakit yang diderita sebelumnya

Sifat-sifat manusia

Faktor Lingkungan

Lingkungan Fisik:

Geografis dan Keadaan Semusim

Lingkungan Biologis:

Flora dan Fauna

Lingkungan Sosial Ekonomi:

Pekerjaan

Urbanisasi

Perkembangan Ekonomi

Bencana Alam

Kejadian Penyakit

Inhalasi mikroba dengan jalan

Melalui udara

Aspirasi organisme dari naso faring

Hematogen

Reaksi inflamasi hebat

Nyeri dada

Panas dan demam

Anoreksia pausea vomit

Nyeri pleuritis

Hepatitis merah

Membran paru-paru meradang dan berlubang

Sekresi, edema, ddan pronchospasme

Partial oclusi

Dispanea

Sianosis

Batuk

Daerah paru menjadi padat (konsolidasi)

Luas permukaan membran respirasi

Penurunan ratio ventilasi-perfusi

Kapasitas difusi menurun

hipoksemia

Red Blood Count (RBC), White Blood Count (WBC), dan cairan keluar masuk alveoli

55

1

PAGE

_1336375454.unknown

_1336375636.unknown