KTI Keseluruhan Rigi Ramdani '10
-
Upload
bomber-comp -
Category
Documents
-
view
5.356 -
download
2
Transcript of KTI Keseluruhan Rigi Ramdani '10
iii
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI
RELEASE KNEE BILATERAL A/C POLIOMIELITIS
DENGAN PEMASANGAN WIRE PADA 1/3 DISTAL FEMUR
BILATERAL DI BBRSBD DR. SOEHARSO SURAKARTA
Oleh :
RIGI RAMDANI
J 100 070 021
Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III jurusan Fisioterapi
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2010
iv
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah disetujui pembimbing untuk dipertahankan di depan Tim Penguji
Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pembimbing
Wahyuni, SST.FT.
v
vi
MOTTO
“ Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satu pun yang tersembunyi di bumi
dan tidak (pula) di langit.” ( Al- Quran Ali Imran : 5)
Rasulullah bersabda : “ berdoalah kamu kepada Allah swt dalam keadaan
kamu yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah sesunggunya Allah swt tidak akan
menerima do’a dari hati yang lalai lagi tidak khusuk’.” (HR. At-Tirmidzy dan
dihasankan oleh Sayikh Al-Albani dalam Shahih Jami’ no. 245)
“ hidup ini hanya ada dua pilihan yaitu menjalankan perintah Allah swt
dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala proses kehidupan serahkan saja
kepada- Nya, befikirlah positif kepada- Nya maka yakinlah akan di berikan hal
yang terbaik kepadamu.” ( Maman Sacha, bapak tercinta sekaligus motivator
dalam menjalani kehidupan)
“ Seseorang akan matang jika fikirannya telah diasah dan terus diasah,
entah bagaimana caranya, biasanya dikembalikan kepada apa kelebihan dan
kekurangan yang ada pada seseorang itu sendiri, karena dengan mengetahui
kelebihan yang ada pada dirinya sendirilah, akhirnya mengetahui apa yang perlu
dipersiapkan untuk menghadapi atau menyiapkan diri menjadi seorang yang
lebih baik.” ( Bibit Kurnia, kakak tercinta dan teman diskusi untuk segala hal)
“Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin. Dengan mencoba
sesuatu yang tidak mungkin, seseorang akan bisa mencapai yang terbaik dari
yang mungkin ia capai, tetapi saat semua hal yang manusia rencanakan tidak
sesuai dengan apa yang terjadi maka ambilah sikap sabar dan syukur.”
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena atas kesehatan,
kekuatan dan segala hal terbaik untuk bisa saya jalankan di dunia adalah
anugerah terindah- Nya kepadaku sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini. Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan Karya Tulis Ilmiah ini
kepada :
ALLAH SWT yang telah memberikan segala nikmat- Nya
kepadaku, sehingga aku dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik.
Nabi Muhammad SAW, yang selalu menjadi suri tauladan.
Abah dan mama tercinta. yang dengan penuh kasih sayang
membesarkan, membimbing dan menjadi guru dari semua bidang
ilmu. “ thank you very much for all, I love you”.
Aa ku tercinta. Yang selalu menjadi kebanggaanku dan
motivatorku yang selalu siap membantuku setiap saat. “Thank’s Aa
atas rahasia eleven questionnya” dan berbagai kata motivasinya.
Untuk diriku sendiri. Yang telah berjuang dengan sepenuh jiwa
dan raga tetep semangat ya. Allah swt selalu bersama dengan
umatnya.
viii
Seluruh keluarga besarku yang ada di Balikpapan, Bandung,
Sumedang, Subang, Bekasi, Kuningan, Bogor, Surabaya,
Semarang, Solo. Terima kasih atas supportnya.
Teman-teman AKFIS UMS 2007 seperjuangan.
Teman-teman K3 (Komunitas Kepedulian Kesehatan) maju terus.
Teman-teman MITRA ALAM dan ODHA Solo
Teman-teman REGIO-V Managament, semangat semuanya bro.
Rekan kerja di BJ (Beruwwet Juice) mas gani dan mas wahyu
Teman-teman Praktek Klinik (Mas Bam’s, Ajenk, Dwek)
Rekan kerjaku yang sangat profesional Nugroho Budi Apriliono
dan Ika Yuliana. Terima kasih atas ide pembuatan Fisioterapi and
Spa Center.
Segenap dosen Progdi Fisioterapi UMS
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
segala limpahan nikmat rahmat dan hidayah – Nya , serta kedua orang tua yang
senantiasa melimpahkan segala curahan kasih sayang dan segenap dorongan
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah tentang
“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI RELEASE
KNEE BILATERAL A/C POLIOMEILITIS DENGAN PEMASANGAN
WIRE PADA 1/3 DISTAL FEMUR BILATERAL DI BBRSBD PROF DR.
SOEHARSO SURAKARTA.”
Banyak pengalaman dan pengetahuan yang saya dapatkan selama
menyelesaikan laporan tugas akhir ini dalam kurun waktu tertentu dan
penyusunan ini di ambil sebagai salah satu syarat pelengkap dalam mengambil
Tugas Akhir. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Setiadji, MM selaku rektor Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
2. Bapak Arif Widodo, S.Kep, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Ibu Umi Budi Rahayu, SST.FT, S.Pd selaku Ketua Program Studi
Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
x
4. Ibu Sri Wahyuni, SST.FT. selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah.
5. Segenap dosen Prodi Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta
yang telah memberikan masukan, bimbingan dan nasehat.
6. Mama dan abah tercinta, yang senantiasa memberikan dukungan, kasih
sayang serta perhatian yang tak terhingga.
7. My brother Bibit Kurnia Wibowo yang selalu aku banggakan dan selalu
menjadi favoriteku.
8. Seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan nasehat dan
dukungan.
9. Seluruh kawan seperjuangan mahasiswa DIII fisioterapi terima kasih
banyak atas semua dukungan dan kehadiran kalian yang menghadirkan
keceriaan.
10. Seluruh pembimbing lahan selama 6 bulan ini yang memberikan banyak
ilmu yang sangat bermanfaat dan dengan sabar memberikan masukan,
bimbingan dan nasehat.
11. Teman- teman di REGIO-V Managament yang selalu mantap.
12. Bapak dan ibu kostku (pakde & bukde) yang memberikan tempat aku
untuk bernaung, dan memberikan makanan yang enak-enak.
13. Mas Gani selama satu bulan bareng kemana-kemana pokoknya touring
terus.
14. Laptop yang selalu memberikan kemudahan walaupun virusnya banyak,
tapi itu ciri khasmu, tanpamu “apa kata dunia”.
15. Printku yang selalu kerja keras memberikan hasil yang terbaik.
xi
16. Rekan-rekan K3 ( ulie, nugroho, wahyu tjs, erna, ratna, rahma,
rustria,dkk), Mitra Alam, ODHA, PMI, Forum Mahasiswa Lombok,
Asrama Kal-Tim, FIS-DES terima kasih untuk semua bantuannya yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Saya meyakini sepenuhnya bahwa dalam laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dan demi kemajuan
teknologi akan sangat berarti bagi saya. Atas perhatiannya, saya mengucapkan
terima kasih dan semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua, Amin.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN DEPAN ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
MOTTO ........................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ........................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
RINGKASAN ................................................................................................. xvi
ABSTRAK ....................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. . Latar Belakang .................................................................................... 3
B. Perumusan Masalah ............................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi, Fisiologi, histologi dan Biomekanik 11
a.Sitem tulang ...................................................................................... 11
xiii
b.Sistem sendi........................................................................................ 17
c.Sistem otot .......................................................................................... 23
d.Sistem syaraf ...................................................................................... 29
e.Sistem peredaran darah ...................................................................... 31
f.Biomekanik ........................................................................................ 36
B. Patologi dan problematika fisioterapi ................................................. 39
A. Definisi .......................................................................................... 39
B. Etiologi .......................................................................................... 40
C. Patologi ......................................................................................... 40
D. Tanda dan Gejala ........................................................................... 43
E. Komplikasi .................................................................................... 44
F. Prognosis ....................................................................................... 44
C. Obyek yang di bahas ........................................................................... 45
a.Nyeri .............................................................................................. 45
b.Bengkak ........................................................................................ 46
c.Spasme .......................................................................................... 47
d.LGS ............................................................................................... 47
e.Kekuatan otot ................................................................................ 48
f.Aktivitas fungsional ....................................................................... 49
D. Modalitas terapi ................................................................................... 51
a. infra merah…………………………………………………………. 51
b. terapi latihan……………………………………………………… . 54
a) Static contraktion ....................................................................... 54
xiv
b) Relaxed pasive movement ......................................................... 54
c) Aktif movement ......................................................................... 55
d) Hold relaxed .............................................................................. 56
e) Posisioning ................................................................................ 56
f) Transver dan ambulasi ............................................................... 56
E. Kerangka berfikir................................................................................... 57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian .......................................................................... 58
B. Kasus Terpilih ..................................................................................... 59
C. Variable Penelitian ............................................................................. 59
D. Definisi Konseptual ............................................................................. 59
E. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 62
F. Prosedur Pengambilan Data ................................................................ 62
G. Tehnik Analisis Data ........................................................................... 63
BAB IV PELAKSANAAN STUDI KASUS
A. Pengkajian fisioterapi .......................................................................... 64
B. Tujuan fisioterapi ................................................................................ 76
C. Penatalaksanaan fisioterapi…………………………………………… 76
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 90
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 97
B. Saran .................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Otot tungkai atas bagian anterior ....................................................... 25
Tabel 2 Otot tungkai atas bagian posterior ..................................................... 26
Tabel 3 Otot tungkai atas regio glutealis......................................................... 27
Tabel 4 Otot tulang medial paha ..................................................................... 28
Tabel 5 Kriteria nilai otot ................................................................................. 48
Tabel 6 Kriteria aktivitas fungsional ................................................................ 48
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tulang femur tampak dari depan dan belakang ............................. 12
Gambar 2 tulang tibia tampak medial, lateral, dan depan ............................... 15
Gambar 3 tulang fibula tampak medial, lateral, dan depan ........................... 16
Gambar 4 sendi panggul tampak depan dan tampak belakang ........................ 19
Gambar 5 ligamentum pembentuk sendi lutut tampak depan ........................ 22
Gambar 6 otot-otot paha dan panggul ............................................................. 24
Gambar 7 N. Femoralis dan N. obturatorius ................................................... 30
Gambar 8 pembuluh darah arteri pada sendi lutut ........................................... 34
Gambar 9 pembuluh darah vena pada sendi lutut ........................................... 35
Gambar 2.1 skema kerangka berfikir ............................................................. 57
Gambar 2.2 gerakan relaxed pasive movement ke arah
fleksi –ekstensi knee...................................................................... 79
Gambar 2.3 gerakan relaxed pasive movement ke arah
fleksi –ekstensi hip dan knee ......................................................... 79
Gambar 2.4 gerakan relaxed pasive movement ke arah
abduksi-adduksi hip....................................................................... 80
Gambar 2.5 gerakan aktive pelantar-dorsal sendi pergelangan kaki................ 81
Gambar 2.6 gerakan aktive fleksi-ekstensi sendi lutut ................................... 83
xvii
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Diagram 1 Hasil evaluasi nyeri dengan VAS ................................................. 91
Diagram 2 Hasil evaluasi penurunan bengkak ................................................ 92
Diagram 3 Hasil evaluasi peningkatan LGS dengan goniometer ................... 94
Diagram 4 Hasil evaluasi peningkatan kekuatan otot dengan MMT .............. 95
Diagram 5 Hasil evaluasi peningkatan kemampuan fungsional dengan
Indeks self kenny care ................................................................... 96
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Blangko konsultasi KTI
Lampiran 2 Daftar riwayat hidup
xix
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI RELEASE KNEE
BILATERAL A/C POLIOMIELITIS DENGAN PEMASANGAN WIRE
PADA 1/3 DISTAL FEMUR BILATERAL
DI BBRSBD DR. SOEHARSO SURAKARTA
( RIGI RAMDANI, J100 700 021)
Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan
poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini
dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan, Komplikasi ortopedik sering
ditemukan dan merefleksikan stress abnormal yang berkepanjangan karena
deformasi skeletal dan kelemahan otot. Osteotomi merupakan salah satu teknik
bedah untuk penyakit ini. Perbaikan dengan metode osteotomi umum dilakukan
dan melibatkan pemotongan bagian tulang yang tidak proporsional, menambahkan
atau mengurangi potongan tulang tertentu (tergantung pada jenis kelainannya) dan
menyesuaikan tulang kembali ke posisi semestinya.
Penanganan guna memperoleh hasil yang efektif dan efisien maka penulis
melakukan suatu metode pemeriksaan derajat nyeri dengan VAS, keterbatsan
gerak dengan goneometri, kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT),
oedema dengan antrophometri, dan keterbatsan aktifitas fungsional dengan indeks
self Kenny care. Dalam kasus ini untuk membantu mengatasi permasalahn yang
ada maka penulis menggunakan modalitas terapi latihan yang berupa relax passive
movement, relax active movement, free active movement, hold relaxed,yang
dilaksankan enam kali terapi dan mendapat hasil yang baik dengan bantuan tim
medis dan keluarga.
xx
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI RELEASE KNEE
BILATERAL A/C POLIOMIELITIS DENGAN PEMASANGAN WIRE PADA 1/3
DISTAL FEMUR BILATERAL
DI BBRSBD DR. SOEHARSO SURAKARTA
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di BBRSBD DR Soeharso Surakarta dengan
menggunakan infra merah dan terapi latihan pada penderita post operasi release
knee bilateral a/c poliomielitis dengan pemasangan wire pada 1/3 distal femur
bilateral selama enam kali terapi,penulis ingin mengetahui permasalahan yang
muncul pada kondisi tersebut.
Permasalahan yang ada adalah meliputi kapasitas fisik: Adanya nyeri pada
kedua tungkai, adanya oedema pada ankle, keterbatsan lingkup gerak sendi,
keterbatasan aktivitas fungsional sehari-hari (tranver dan ambulasi).
Metode penelitian dalam karya tulis ini adalah studi kasus dengan analisa
diskriptif .
Pembahasan ini bertujuan untuk mengungkap seberapa jauh hasil yang
didapat atau efektifitas infra merah dan terapi latihan terhadap kondisi post
operasi release knee bilateral a/c poliomielitis dengan pemasangan wire pada 1/3
distal femur bilateral pada Ny R yang berumur 28 tahun. Hasil menunjukkan
bahwa selama 6 kali terapi, didapatkan hasil nyeri berkurang dngan VAS,
bengkak berkurang dengan antropometri(mideline), spasme dari ada menjadi tidak
ada dengan palpasi, peningkatan kekuatan otot dengan MMT, peningkatan LGS
dengan goneometer dan kemampuan aktivitas fungsional dengan indek self Kenny
care menunjukan adnya peningkatan.
Kata kunci: Post operasi release knee bilateral a/c poliomielitis dengan pemasangan
wire pada 1/3 distal femur bilateral, Infra merah, terapi latiahan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Memasuki milenium ke tiga abad 21, Indonesia dihadapkan pada berbagai
tuntutan perubahan dan tantangan strategis yang mendasar baik eksternal maupun
internal yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembangunan nasional,
termasuk pembangunan dalam bidang kesehatan. Perubahan yang sangat kental
yang dapat kita rasakan adalah proses transisi menuju ke arah terbentuknya
masyarakat madani yang lebih demokratis, menjunjung tinggi hak-hak azazi
manusia. Penerapan nilai-nilai universal yang diakui masyarakat global (era
globalisasi) merupakan salah satu prasyarat untuk dapat bersaing dalam
masyarakat dunia yang semakin hari terasa tanpa ada sekat. Untuk mencapai dan
menetapkan ukuran tentang semua upaya kesehatan agar dapat diukur secara baik,
maka melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2003
telah ditetapkan indikator keberhasilan Indonesia Sehat 2010 untuk semua jenis
pelayanan kesehatan termasuk tentang indikator sumber daya kesehatan yang
merupakan kelompok indikator proses dan masukan untuk mencapai atau
melaksanakan pelayanan kesehatan dalam mencapai Indonesia Sehat 2010
(Judiono, 2006).
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan
“Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai
kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat.
1
2
Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma
Sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada
upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan
(Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1059/MENKES/SK/IX/2004).
Undang-Undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah, Poliomielitis termasuk
dalam daftar penyakit wabah dan wajib dilaporkan, Poliomielitis (polio) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan sebagian besar menyerang
anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Virus ini menyerang sistem saraf dan bisa
menyebabkan kelumpuhan seumur hidup (Promosi Kesehatan, 2005).
Peran fisioterapi memberikan layanan kepada individu atau kelompok
individu untuk memperbaiki, mengembangkan, dan memelihara gerak dan
kemampuan fungsi yang maksimal selama perjalanan kehidupan individu atau
kelompok tersebut. Layanan fisioterapi diberikan dimana individu atau kelompok
individu mengalami gangguan gerak dan fungsi pada proses pertambahan usia dan
atau mengalami gangguan akibat dari injuri atau sakit. Gerak dan fungsi yang
sehat dan maksimal adalah inti dari hidup sehat (Depkes, 2008).
3
A. Latar Belakang
Pencegahan dan pemberantasan penyakit, merupakan prioritas
pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini tidak hanya terbatas
pada upaya pemulihan (rehabilitatif), melainkan juga pencegahan terhadap
kematian dan kecacatan. Menurut WHO, Polio merupakan salah satu penyakit
penyebab kecacatan. Pada tahun 1992, diperkirakan adanya 140.000 kasus baru
kelumpuhan akibat poliomielitis diseluruh dunia, dimana jumlah anak-anak yang
menderita lumpuh sebesar 10 sampai 20 juta orang. Sedangkan jumlah kasus AFP
(Accute Placcid Paralysis yaitu kasus lumpuh layuh yang belum tentu polio) yang
ditemukan sampai dengan tanggal 15 Desember 2005 adalah 1.351 anak di bawah
usia 15 tahun (Depkes, 2005).
Penyakit ini terutama banyak terdapat di negara yang sedang berkembang.
Di Indonesia tercatat beberapa kali wabah polio, misalnya di Belitung tahun 1948,
di Semarang tahun 1954, di Medan Tahun 1957. (A.H. Markum, 2002). Kasus
polio ditemukan lagi di Indonesia pada 13 Maret 2005, setelah sebelumnya selama
10 tahun tidak didapati lagi. Penyakit ini menyebar dengan cepat sehingga sampai
Februari 2006 menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 48 kabupaten di
Provinsi yang ada di Indonesia dan mengakibatkan kelumpuhan pada 305 anak
dan 6 kematian. (Keith, 2007).
Kelumpuhan yang terjadi dapat mengenai otot-otot di manapun, seperti
otot bahu, otot di belakang lengan, otot punggung, atau otot ibu jari, tetapi yang
paling sering di tungkai. Ada sebagian anak yang hanya mengalami sedikit lemah
otot, sementara yang lain mengalami lumpuh berat/lunglai (Salim, 2006).
4
Mengapa terjadi kelumpuhan pada bentuk ini tidak lain karena virus
berhasil melewati dinding pembuluh darah usus, untuk berangkat menuju sel-sel
saraf di tulang belakang. Di sana, virus menghancurkan suatu sel saraf bernama
sel tanduk anterior, yang berfungsi mengontrol pergerakan pada tangan dan kaki.
Pada penderita yang tidak memiliki kekebalan (belum divaksin) virus akan
menyerang seluruh sel saraf terutama sel saraf motorik (sel yang mengatur
pergerakan otot). Sel saraf motorik ini tidak punya kemampuan regenerasi hingga
jika terinfeksi sifatnya akan permanen. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan kaki
menjadi lemas. Kondisi ini terjadinya cepat (dalam hitungan jam), disebut acute
flaccid paralysis (AFP). Pada keadaan yang sangat parah, batang otak dapat ikut
terserang. Di batang otak terdapat saraf motorik yang mengatur berbagai fungsi
vital kehidupan manusia, terutama fungsi pernafasan. Jika batang otak terserang,
seseorang dapat meniggal karena gagal bernafas.
Ada beberapa gejala kelainan utama dan penyerta pada anak poliomielitis
yang mungkin dapat dilakukan identifikasi, yaitu: (1) Kelumpuhan dan/atau
pengecilan otot anggota gerak tubuh, (2) Kontraktur atau kekakuan sendi, seperti
sendi paha melipat ke depan, sendi lutut melipat ke belakang, sendi telapak kaki
jinjit, melipat ke atas, ke luar, ke dalam, sendi tulang belakang skoliosis, (3)
Atropi otot, sehingga kekuatan otot hilang, (4) Pemendekan otot di sekitar sendi,
sehingga terjadi deformitas sendi. Ada beberapa kemungkinan “lebih lanjut” yang
terjadi pada anak polio: (a) sembuh total (30%), (b). lumpuh tingkat ringan (30%),
(c) lumpuh moderat/berat (30%) dan (d) meninggal dunia (10%).(Werner, 2002).
5
Komplikasi ortopedik sering ditemukan dan merefleksikan stress
abnormal yang berkepanjangan karena deformasi skeletal dan kelemahan otot.
Abnormalitas meliputi deformitas fleksi yang terfiksasi, hiperekstensi atau
instabilitas ke samping pada lutut atau pinggul, instabilitas progresif pada sendi,
osteoporosis, patah tulang, osteoarthrosis, dan skoliosis. Spondilosis servikal
akan bermanifestasi sebagai nyeri leher, dan gangguan sensorik pada beberapa
pasien. Efek penyakit polio pada pertumbuhan sangat penting. Polio yang
terjadi sebelum masa cepat pertumbuhan biasanya menyebabkan skoliosis
progresif dan pemendekan anggota gerak, yang berakumulasi menjadi retardasi
pertumbuhan. kelainan tulang karena umumnya cacat bawaan lahir, infeksi,
cedera, atau kondisi lainnya yang menyebabkan tulang panjang pada kaki
(tulang kering dan tulang paha) tumbuh tidak proporsional. Pertumbuhan yang
tidak proporsional ini sering kali menyebabkan kelainan pada kedua kaki yang
dikenal dengan valgus (lutut bersinggungan) atau varus (kaki bentuk O).
Berjalan atau berlari dalam kondisi seperti ini sangat menyakitkan dan
mengganggu fungsi penggunaan kaki secara normal. Kelainan panjang tungkai
adalah keadaan saat satu tungkai lebih panjang ataupun lebih pendek dibanding
yang lain. Polio merupakan penyebab utama kondisi ini walaupun ada banyak
lagi kelainan bawaan menunjukkan hal serupa (Graham, 2004).
Dalam beberapa kasus tersebut, teknik bedah ortopedi menjadi cara
penyembuhan yang bisa dilakukan. Bedah ortopedi atau orthopaedi (juga dieja
orthopedi) ialah cabang ilmu bedah yang mempelajari tentang cedera. Dokter
bedah ortopedi menghadapi sebagian besar penyakit muskuloskeletal termasuk
6
artritis, trauma, dan kongenital menggunakan peralatan bedah dan nonbedah.
Ortopedi adalah ilmu bedah tulang, sedangkan osteotomi adalah bagian kecil
dari ortopedi. Osteotomi sendiri ditempuh sebagai salah satu alternatif operasi
bedah tulang korektif.
Osteotomi merupakan salah satu teknik bedah tulang korektif Perbaikan
dengan metode osteotomi umum dilakukan dan melibatkan pemotongan bagian
tulang yang tidak proporsional, menambahkan atau mengurangi potongan
tulang tertentu (tergantung pada jenis kelainannya) dan menyesuaikan tulang
kembali ke posisi semestinya. Tulang yang telah disesuaikan kemudian harus
dipertahankan letaknya menggunakan fiksator eksternal berupa lempeng dan
sekrup diakhiri dengan pemasangan gips (Howard, 2005).
Melihat kompleknya permasalahan yang timbul akibat poliomielitis
terutama pada kasus ini Post Operasi Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis
Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral, dibutuhkan tim yang
terdiri dari multi disiplin yang memberikan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Tim tersebut terdiri dari dokter,
perawat, fisioterapis, okupasiterapis, psikolog, dan orthosis prostesis. Dalam hal
ini fisioterapis berperan dalam pemeliharan dan peningkatan kapasitas fisik dan
kemampuan fungsional. Dimulai sejak penderita berada dalam stadium tirah
baring hingga pasien menjalani program rehabilitasi. Sehingga penderita mampu
untuk kembali beraktifitas secara mandiri dengan mengoptimalkan kemampuan
yang ada.
7
B. Perumusan Masalah
Dalam kasus ini ditemukan perumusan permasalahan sebagai berikut :
1) Apakah modalitas IR & Terapi Latihan dapat mengurangi nyeri pada kondisi
Post Operasi Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan
Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral?
2) Apakah modalitas Terapi Latihan dapat mengurangi oedema, pada kondisi
Post Operasi Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan
Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral?
3) Apakah modalitas IR & Terapi Latihan dapat mengurangi spasme otot paha,
pada kondisi Post Operasi Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan
Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral?
4) Apakah modalitas Terapi Latihan dapat meningkatkan kekuatan otot, pada
kondisi Post Operasi Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan
Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral?
5) Apakah modalitas Terapi Latihan dapat meningkatkan LGS, pada kondisi Post
Operasi Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire
Pada 1/3 Distal Femur Bilateral?
6) Apakah Terapi Latihan dapat meningkatkan aktivitas fungsional?
8
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri atas 2 hal yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus.
1) Tujuan umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan Fisioterapi pada kondisi Post Operasi
Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3
Distal Femur Bilateral.
2) Tujuan khusus
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis mempunyai tujuan khusus
antara lain sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaruh modalitas Fisioterapi berupa IR dan Terapi
Latihan dapat mengurangi nyeri pada kondisi Post Operasi Release Knee
Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal
Femur Bilateral.
b. Untuk mengetahui pengaruh modalitas Fisioterapi berupa terapi latihan
dapat mengurangi oedema, pada kondisi Post Operasi Release Knee
Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal
Femur Bilateral.
c. Untuk mengetahui pengaruh modalitas Fisioterapi berupa terapi latihan
dapat mengurangi spasme otot paha , pada kondisi Post Operasi Release
Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3
Distal Femur Bilateral.
9
d. Untuk mengetahui pengaruh modalitas Fisioterapi berupa terapi latihan
dapat meningkatkan kekuatan otot, pada kondisi Post Operasi Release
Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3
Distal Femur Bilateral.
e. Untuk mengetahui pengaruh modalitas Fisioterapi berupa terapi latihan
dapat meningkatkan LGS, pada kondisi Post Operasi Release Knee
Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal
Femur Bilateral.
f. Untuk mengetahui pengaruh modalitas Fisioterapi IR & Terapi Latihan
dapat meningkatkan aktivitas fungsional.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang ingin dicapai penulis pada kondisi Post Operasi
Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3
Distal Femur Bilateral dengan menggunakan IR dan Terapi Latihan adalah
sebagai berikut:
1) Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai khasanah ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan yang memberikan gambaran
bahwa IR dan Terapi Latihan sebagai modalitas fisioterapi dapat digunakan
sebagai alternatif untuk diterapkan pada pasien dengan kondisi Post Operasi
Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3
Distal Femur Bilateral untuk menyelesaikan problem pada kapasitas fisik dan
10
kemampuan fungsional pasien. Dimana dalam pelaksanaannya dengan tidak
mengindahkan atau tetap mengacu pada keterampilan dasar dari praktek klinik
dan pengembangan ilmu.
2) Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk institusi
pendidikan sebagai sarana pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik
dilingkungan pendidikan fisioterapi untuk memahami serta melaksanakan
proses fisioterapi dengan modalitas yang ada khususnya IR dan Terapi
Latihan.
3) Bagi penulis
Memperdalam dan memperluas wawasan mengenai hal – hal yang
berhubungan dengan penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi Post Operasi
Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3
Distal Femur Bilateral.
4) Bagi pasien
Untuk membantu mengatasi masalah yang timbul pada penderita
Post Operasi Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan
Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral.
5) Bagi masyarakat
Menyebarluaskan informasi kepada pembaca maupun masyarakat
tentang peran fisioterapi pada kasus Post Operasi Release Knee Bilateral A/C
Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penulis ingin menguraikan landasan teori yang mendasar proses
pemecahan permasalahan dari kasus Post Operasi Release Knee Bilateral A/C
Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral.
Dimana landasan teori ini antara lain: (1) anatomi, fisiologi, histologi, dan
biomekanika, (2) patologi, (3) permasalahan yang dibahas, (4) modalitas
fisioterapi yang digunakan yaitu infra red dan terapi latihan.
A. Anatomi, Fisiologi, Histologi dan Biomekanik
1. Anatomi, Fisiologi dan Histologi
Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain
(1) sistem tulang, (2) sisitem sendi, (3) sistem otot, (4) sistem saraf.
A. Sistem Tulang
a. Os. Femur
Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput
Carpus dan Colum dengan ujung distal dan proximal. Tulang ini
bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan
bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut (syaifudin, B.AC 1995).
Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan
terbesar pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang
tubuh.
11
Gambar 1
Tulang femur dilihat dari depan dan belakang (Putz and Pabst, 2000)
b. Os. Patella
Tulang patella merupakan tulang dengan bentuk segitiga pipih
dengan apeks menghadap ke arah distal. Pada permukaan depan kasar
sedangkan permukaan dalam atau dorsal memiliki permukaan sendi
yaitu fades articularis lateralis yang lebar dan fades articulararis
medialis yang sempit (Platser, 1993).
c. Os. Tibia
Tulang tibia terdiri dan epiphysis proximalis, diaphysis
distalis. Epiphysis proximalis pada tulang tibia terdiri dari dua bulatan
yang disebut condylus lateralis dan condylus medialis yang atasnya
terdapat dataran sendi yang disebut fades artikularis lateralis dan
medialis yang dipisahkan oleh ementio iniercondyloidea (Evelyn,
2002).
Lutut merupakan sendi yang bentuknya dapat dikatakan
tidak ada kesesuaian bentuk, kedua condylus dari femur secara
bersama sama membentuk sejenis katrol (troclea), sebaiknya dataran
tibia tidak rata permukaanya, ketidak sesuaian ini dikompensasikan
oleh bentuk meniscus (Platser, 1993).
Hubungan-hubungan antara tulang tersebut membentuk
suatu sendi yaitu: antara tulang femur dan patella disebut articulatio
patella femorale, hubungan antara tibia dan femur disebut articulatio
tibio femorale. Yang secara keseluruhan dapat dikatakan sebagai sendi
lutut atau knee joint (Evelyn, 2002).
14
d. Os. Fibula
Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang terletak disebelah
lateral dan tibia juga terdiri dari tiga bagian yaitu: epiphysis
proximalis, diaphysis dan epiphysis distalis.
Epiphysis proximalis membulat disebut capitulum fibula
yang ke proximalis meruncing menjadi apex capitulis fibula. Pada
capitulum terdapat dua dataran yang disebut fades articularis capiluli
fibula untuk bersendi dengan tibia.
Diapiphysis mempunyai empat crista lateralis, crista
medialis, crista lateralis dan fades posterior. Epiphysis distalis ke arah
lateral membulat disebut maleolus lateralis (mata kaki luar) (Evelyn,
2002).
15
Gambar 2
Tulang tibia tampak medial, lateral dan depan ( Sobotta, 2002)
16
Gambar 3
Tulang fibula tampak medial, lateral dan depan ( Sobotta, 2002)
17
B. Sistem sendi
Sendi adalah hubungan antara dua tulang atau lebih dari sistem
sendi, disini meliputi sistem sendi panggul dan sendi lutut.
a. Sendi Panggul
Sendi panggul dibentuk oleh caput femoris dan fossa acetabuli.
Struktur femur terdiri dari caput, collum, shaft yang menyerupai katrol
penggantung. Collum femur membentuk sudut 125 dengan shaft, dan
membentuk sudut 10 hingga 30 dengan bidang frontal. Acetabulum
merupakan pertemuan dari tulang – tulang coxae dan dilapisi oleh
tulang rawan yang berbentuk tapal kuda. Ditepi acetabulum terdapat
jaringan fibrocartilago yang berfungsi menambah dalamnya cekungan
pada acetabulum sehingga caput femoris masuk ke dalam acetabulum
sebanyak 2/3 bagian (Kapandji, 1987). Gerakan yang terjadi pada
sendi panggul adalah fleksi, ekstensi, medial rotasi, lateral rotasi,
adduksi dan abduksi. Caput femoris merupakan perpotongan tiga aksis
yaitu horizontal, vertikal dan anteroposterior (Kapandji, 1987).
Osteokinematika gerakan fleksi dan ekstensi adalah pada
bidang sagital (S). lingkup Gerak Sendi (LGS) pada gerakan fleksi
sendi panggul 90 , apabila posisi lutut fleksi penuh bias mencapai
120 . Sedangkan LGS panggul pada gerakan ekstensi adalah 20 , jika
dengan lutut fleksi maka akan menjadi lebih rendah yaitu 10 . Hal ini
disebabkan oleh karena kelompok hamstring tereliminir sehingga kerja
otot ekstensor tidak cukup kuat. Sedangkan osteokinematika pada
18
gerakan adduksi dan abduksi adalah pada bidang frontal (F). LGS pada
saat adduksi berkisar antara 15 sampai 20 , sedangkan LGS pada saat
abduksi adalah 45 . Untuk gerakan rotasi, jika tidur tengkurap dan
lutut fleksi 90 , maka LGS pada gerakan medial rotasi berkisar 30
sampai 40 dan LGS pada saat lateral rotasi adalah 60 . Jika duduk
ditepi meja/bed dengan lutut fleksi, maka LGS untuk medial rotasi
adalah 30 , sedangkan LGS untuk lateral rotasi adalah 60 (Kapandji,
1987).
Pada arthrokinematika (tanpa menumpu berat badan), caput
femur yang berbentuk konvek slide ke arah acetabulum yang
berbentuk konkaf pada arah yang berlawanan dari shaft femur. Pada
gerakan fleksi, caput femur slide ke posterior dan inferior pada
acetabulum, saat gerakan ekstensi, caput femur slide slide ke anterior
dan superior. Pada gerakan medial rotasi, caput femur slide ke
posterior pada acetabulum. Pada gerakan lateral rotasi, caput femur
slide ke anterior. Pada gerakan abduksi, caput femur slide ke inferior.
Pada gerakan adduksi, caput femur slide ke superior (Norkin, 1995).
Sendi lutut terdiri dari hubungan antara : (1) os femur dan os tibia
(tibio femorale joint), (2) os femur dan os patella (patello femorale joint) dan
(3) os tibia dan os fibula (tibia fibulare proximalis joint).
19
Gambar 4
Sendi panggul tampak depan dan tampak belakang (Sobotta, 2002)
20
b. Sendi Lutut
Sendi lutut (knee joint) merupakan sendi yang paling unik
dibandingkan sendi-sendi yang lain dalam tubuh manusia, karena
tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada
kesesuaian bentuk seperti pada persendian yang lain. Sebagai
kompensasi ketidaksesuaian bentuk persendian ini terdapat meniskus,
kapsul sendi, bursa dan diskus yang memungkinkan gerakan sendi ini
menjadi luas, sendi ini juga diperkuat oleh otot-otot besar dan berbagai
ligamen sehingga sendi menjadi kuat dan stabil (Tajuid, 2000).
Otot disekitar lutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif
sekaligus sebagai penggerak dalam aktifitas sendi lutut, otot tersebut antara
lain: m.quadriceps femoris (vastus medialis, vastus intermedius, vastus
lateralis, rectus femoris). Keempat otot tersebut bergabung sebagai grup
ekstensor sedangkan grup fleksor terdiri dari: m.gracilis, m.sartorius dan
m.semi tendinosus. Untuk gerak rotasi pada sendi lutut dipelihara oleh otot-
otot grup fleksor baik grup medial/ endorotasi (m.semi tendinosus, semi
membranosus, sartorius, gracilis, popliteus) dan grup lateral eksorotasi
(m.biceps femoris, m.tensor fascialata) (Pudjianto, 2002).
Untuk memperkuat stabilitas pergerakan yang terjadi pada sendi
lutut maka di dalam sendi lutut terdapat beberapa ligamen, yaitu ligamen
cruciatum anterior dan posterior yang berfungsi untuk menahan
hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia ke depan (eksorotasi). Ligamen
cruciatum posterior berfungsi untuk menahan bergesernya tibia ke arah
belakang. Pada gerakan endorotasi kedua ligamen cruciatum menyatu, yang
mengakibatkan kedua permukaan sendi tertekan, sehingga saling mendekat
21
dan kemampuan bergerak antara tibia dan femur berkurang. Pada gerakan
eksorotasi, kedua ligamen cruciatum saling sejajar, sehingga pada posisi ini
sendi kurang stabil. Di sebelah medial dan lateral sendi lutut terdapat
ligamen collateral medial dan lateral. Ligamen collateral medial menahan
gerakan valgus serta eksorotasi, sedangkan ligamen collateral lateral hanya
menahan gerakan ke arah varus. Kedua ligamen ini menahan bergesernya
tibia ke depan dari posisi fleksi lutut 900 (De Wolf, 1974).
Sedangkan dalam hubungan yang simetris antara condylus
femoris dan condylus tibia dilapisi oleh meniskus dengan struktur
fibrocartilago yang melekat pada kapsul sendi. Meniskus medialis
berbentuk seperti cincin terbuka “C” dan meniscus lateralis berbentuk cincin
“O”. Meniskus ini akan membantu mengurangi tekanan femur atas tibia
dengan cara menyebarkan tekanan pada cartilago articularis dan
menurunkan distribusi tekanan antara kedua condylus, mengurangi friksi
selama gerakan berlangsung, membantu kapsul sendi dan ligamen dalam
mencegah hiperekstensi lutut dan mencegah capsul sendi terdorong melipat
masuk ke dalam sendi (Tajuid, 2000).
Sendi lutut juga memiliki kapsul sendi artikularis yang melekat
pada cartilago artikularis, di dalam sendi, synovial membran melewati
bagian anterior dari perlekatan ligamen cruciatum sehingga ligamen
cruciatum dikatakan intraartikuler tetapi extracapsuler (Tajuid, 2000).
22
Gambar 5
Ligamentum Pembentuk Sendi Lutut Tampak dari Depan (Putz and Pabst, 2000).
19
18
16
17
13
14
15
10
11
12
8
9
5
6
7
3
4
1
2
23
C. Sistem Otot
Otot yang akan dibahas hanya berhubungan dengan kondisi
pasien Post Operasi Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan
Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral adalah otot yang
berfungsi ke segala arah seperti region hip untuk gerakan fleksi-ekstensi,
abduksi-adduksi dan eksterna rotasi-internal rotasi dan region knee untuk
gerakan fleksi-ekstensi.
24
Gambar 6
Otot-otot paha dan pinggul, setelah sebagian M. gluteus maximus
dan Medius diangkat, tampak belakang (Putz and pabst, 2000)
1
2
3 4
5
6
7
9
10
11
12
11 13
11
14
11
15
11 16
17
18
19 20 21 22 23
24
25 26
27
30
31
32
33
34
35
8
28
29
25
Tabel 1
Otot Tungkai Atas Bagian Anterior (Richard, 1986).
No Otot Region Inserto Fungsi Inverse
Sartorius Spina illiaca anterior
superior ( SIAS )
Permukaan
medial tibia
Flexi, abduksi
rotasi, lateral arc,
coxae
N.
femoralis
illiacus Fossa illiaca di
dalam abdomen
Throchantor
femur
flexi N.
femoralis
pectineus Ramus superior
pubis
Ujung atas linea
aspera femur
Flexi, adduksi
arc, coxae
N.
femoralis
Quadriceps
femoralis
Rectus
femoris
( SIAS ) Tendorotasi M.
quadriceps pada
patella, via
ligamentum
patellae ke dalam
Flexi arc, coxae N.
femoralis
Vatus
lateralis
Ujung atas dan
batang femur,
septum, facialis,
lateral dalam
Tuberositas tibia Extensi lutut N.femoralis
Vatus
medialis
Ujungan atas dan
batang femur
Tuberositas tibia Extensi lutut dan
menstabilkan
patella
N.
femoralis
Vatus
intermediaus
Permukaan anterior
dan lateral batang
femur
Tuberositas tibia Extensi lutut N.
femoralis
26
Tabel 2
Otot Tungkai Atas Bagian Posterior (Richard, 1986).
No Otot Region Inserto Fungsi Inverse
Biceps
femoralis
Caput longum
tuber
ischiadikum
Caput breve
linee aspera,
crista
supracondilair
lateral batang
femur
Permukaan
medial
tibia
Flexi, abduksi,
rotasi lateral
arc coxae
Ramus
tibialis N.
ischiadicum
Semi
tendonosus
Tuber
ischaidicum
Medial
tibia
Flexi dan rotasi
medial sendi
tutut serta arc,
coxae
Ramus
tibialis N.
ischiadicum
Semi
membranosus
Tuber
ischiadicum
Condylus
medialis
tibia
Flexi dan rotasi
medial sendi
lutut serta
extensi are
coxae
Ramus
tibialis N.
ischiadicum
Adductor
magnus
Tuber
ischiadicum
Tubrculum
adctor
femur
Extensi arc
coxae
Ramus
tibialis N.
ischiadicum
27
Tabel 3
Otot Tungkai Atas Regio Glutealis (Richard, 1986).
No Otot Region Insertio fungsi Inverse
Gutues
Maximus
Permuknaan
luar illium
sacrum,
coccyx,
ligament
sacrotubelare
Tractus
illitibilais dan
tuberrositas
gluteus femoris
Extensi
dan rotasi
lateral arc
coxae
N. gluteus
inferior
Gluteus
medius
Permukaan
luar illium
Lateral
trochantor
mayor femoris
Abduksi
arc, coxae
N. gluteus
inferior
Gluteus
minimus
Permukaan
illium
Anterior
trochantor
mayor femoris
Abdukasi
arc, coxae
N. gluteus
inferior
Priformis Permukaan
anteriror
sacrum
Irochantor
mayor femoris
Rotasi
lateral
N. gluteus
inferior
Obturatorius
internus
Permukaan
dalam
membrane
obturatoria
Tepian atas
trachantor
mayor femoris
Rotasi
lateral
Plexus scralis
28
Tabel 4
Otot Tulang Medial Paha (Richard, 1986).
No Nama otot Orogio insertio Persyaratan Fungsi
M. gracilis Ramus
inferior ossis
pubis ossis
ischi
Tuberosits
tibia
dibelakang
m sartorium
Ramus anterior
N. obturatoria
L,2-4
Abdutkor flexor
hip flexor dan
internal rotator
tungkai bawah
M.
adductor
logus
Dataran
anterior
ramus
superior
ossis pubis
Labium
mediale
linea aspera
1/3 medial
Ramus anterios
N. abtoritorium
L,2-3
Abductor flexor
hip
M.
adductor
bravis
Lateral
ramus
interior ossis
pubis
Labium
medial linea
aspera
Ramus anterior
danposterior N.
abturotoial L 2-
4
Adductor flexor
internal rotasi
hip
M.
obturatoirus
mogus
Dataran
anterior
ramus
inferior osis
ischi dan
tuber
ischiadicum
Labium
medial linea
aspera
Ramus posterior
N.abturatoria
dan N. tibialis
dari L, 2-5 dan
S1
Adductor dan
ekstensor hip
M.
obturatoirus
externus
Dataran
anterior
membrane
abturatoria,
foramen
abturatorium
Fossa
trachantorica
femoris
Ramus
muscularis
pexus sacralis
S,1-3
Exernal rorator
hip membantu
extensor hip
29
D. Sistem Persyarafan
1. Nervus Femoralis
Merupakan cabang terbesar dari plexus lumbalis. Nervus ini
berisi dari tiga bagian plexus yang berasal dari nervus lumbalis (L2, L3
dan L4). Nervus ini muncul dari tepi lateral psoas di dalam abdomen
dan berjalan ke bawah melewati M, psoas dan M. illiacus ia terletak di
sebelah fasia lllica dan memasuki pada lateral terhadap anterior
femoralis dan selubung femoral dibelakang ligament inguinal dan pecah
menjadi devisi anterior dan posterior nervus femoralis mensyarafi
semua otot anterior paha (Evelin, 1993).
2. Nervus Obturatorius
Berasal dari plexus lumbalis (L2,L3,L4) dan muncul pada
bagian tepi m. psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke bawah
dan depan pada lateral pelvis untuk mencapai bagian atas foramen
abturatorium, yang mana tempat ini pecah menjadi devisi anterior dan
posterior. Devisi anterior memberi cabang-cabang muscular pada M.
gracillis, M. adductor brevis, dan longus. Sedangkan devisi posterior
mensyarafi articulates guna memberi cabang-cabang muscular kepada
M. obturatorius exsternus, dan adductor magnus (Evelin, 1993).
3. Nervus Gluteus Superior dan Inferior
Cabang nervus sacralis meninggalkan pelvis melalui bagian
atas dan bawah foreman ischiadicus majus diatas m. priformis dan
mensyarafi gluteus medius dan minimus serta maximus (Evelin, 1993)
30
Gambar 7
N. Femoralis dan N. Obturatorius (Chusid, 1991).
31
E. Sistem Peredaran Darah
Disini akan dibahas sistem peredaran darah dari sepanjang
tungkai atas atau paha yaitu pembuluh darah arteri dan vena.
1 Pembuluh Darah Arteri
Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan
arteri ini selalau membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri
pulmonale yang membawa darah kotor yang memerlukan oksigenisasi.
Pembuluh darah arteri pada tungkai antara lain yaitu :
a. Arteri Femoralis
Arteri femaralis memasuki paha melalui bagian belakang
ligament inguinale dan merupakan lanjutan arterial illiaca externa,
yang terletak dipertengahan antara (SIAS) Spina Illiaca anterior,
superior dan symphisis pubis. Arteri Femoralis merupakan pemasok
darah utama bagian tungkai berjalan menurun hampir bertemu ke
tuberculum adductor femoralis dan berakhir pada lubang otot magnus
dengan memasuki spatica poplitea sebagai arteris poplitea.
Pada bagian atas perjalannya, ia terletak superficial dan
ditutupi kulit dan fascia pada bagian bawah perjalannya ia melalui
bagian belakang otot sartorius, ia berhubungan dengan dinding
selubung femoral dan silang oleh nervus qutaneus femoris dan nervus
saphenus bawah.
32
b. Arteria Profunda Femoralis
Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri
femoralis dari trigonum femorale, ia keluar dari anterior paha melalui
bagian belakang otot adductor, berjalan turun diantara otot adductor
brevis dan kemudian terletak pada otot adductor magnus.
c. Arteria Obturatoria
Merupakan cabang arteria illiaca interna ia berjalan ke bawah
dan kedepan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus
abturatoria melalui canalis obturatorius, yaitu bagian atas foramen
abturatorum.
d. Arteri Poplitea
Arteri poplitea berjalan melalui canalis adduktorius masuk ke
fossa bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam fossa
poplitea dari fossa lateral ke medial adalah nervus tibialis, vena
poplitera, arteri poplitea.
F. Pembuluh Darah Vena
Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain:
a. Vena Femoralis
Vena femoralis memasuki paha mealalui lubang pada otot
adductor magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, menaiki paha
mula-mula pada sisi lateral dari arteri. Kemudian posterior darinya,
dan akhirnya pada sisi medialnya meninggalkan paha dalam ruang
33
medial dari selubung femoral dan berjalan dibelakang ligamentum
ingunale menjadi vena illiaca externa.
b. Vena Profunda Femoralis
Vena profunda femoris menampung cabang yang dapat
disamakan dengan cabang-cabang arterinya ia mengalir ke dalam vena
femoralis.
c. Vena Obturatoria
Vena obturatoria menampung cabang yang dapat disamakan
dengan cabang arterianya dimana mencurahkan isinya kedalam vena
illiaca internal.
d. Vena Saphena Magna
Mengangkut perjalanan darah dari ujung medial arcus venosum
dorsalis pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolus medialuis,
venosum dorsalis vena, ini berjalan di belakang lutut menelengkung ke
depan melalui sisi medial paha. Berjalan melalui bagian bawah N.
sphenosus pada fascia profunda dan bergabung dengan vena femoralis.
34
Gambar 8
Pembuluh darah arteri, pada sendi lutut (Corola, R,1999).
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
15
16
35
Gambar 9
Pembuluh darah vena pada sendi lutut (Corola, R, 1999).
1
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
13
1
3
2
12
13
14
13
36
G. Biomekanik
Merupakan suatu ilmu yang mempelajari gerakan tubuh pada
manusia pada bab ini, penulis berusaha menjelaskan gerakan yang
dilakukan oleh sendi panggul dan lutut. Anggota gerak bawah (paha):
1. Sendi Hip
a. Gerakan Fleksi
Flexi adalah gerakan pada bidang sagital dengan axis frontal
yaitu dari posisi anatomi bagian anterior paha mendekat arah perut.
Dengan mempunyai lingkup gerak sendi dari 0 sampai 1250 gerakan
tersebut dilaksanakan oleh otot-otot illiacus, psoas mayor, rectus
femoris, tensor fasialata, sartorius dan adductor magnus (Kapanji,
1987)
b. Gerakan Extensi
Extensi adalah gerak pada bidang sagital dengan axis frontal
dimulai dari posisi anatomi bagian anterior paha menjauhi perut.
Dengan mempunyai lingkup gerak sendi dari 0 sampai 150 gerakan
tersebut dilaksanakan oleh otot biceps femoris, semi membranus,
gluteus maximus dengan dibantu oleh otot-otot minus, tensor
fasialata, dibatasi oleh ligamentum pubofemorale (Kapanji, 1987)
c. Gerakan Abduksi
Abduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis
sagital dengan gerakan garis tengah tubuh. Mempunyai LGS dari 0
sampai 450 gerakan ini dilakukan oleh otot-otot gluteus medius,
37
tensor fasialata, dibantu oleh otot-otot gluteus minimus yang dibatasi
oleh ligamentum pubofemorale (Kapanji, 1987)
d. Gerakan Adduksi
Adduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis
sagital dengan gerakan mendekati garis tengah tubuh mempunyai
lingkup gerak sendi dari 0 sampai 250. Gerakan ini dilaksanakan
oleh otot-otot gluteus medius, adductor magnus, adductor brevis,
adductor longus, pectineus, dan dibantu oleh otot-otot gracilis
dibatasi oleh ligementum illiotrochanerica (Kapanji, 1987)
e. Gerakan Exorotasi
Gerakan exorotasi, bentuk gerakan dimulai dari posisi
anatomi memutar kesamping luar dengan lingkup gerak sendi 0
sampai dengan 900 dengan otot-otot penggeraknya yaitu m.
piriformis, m. abturatorius, m. Sartorius, gemellus superior, dan m.
gemellus inferior. Dibatasi oleh ligamentum ischiofemorale
(Kapanji, 1987)
f. Gerakan Endorotasi
Gerakan endorotasi bentuk gerakan dimulai dari posisi
anatomis memutar kesamping dalam dengan lingkup gerak sendi. 0
sampai 45º dengan otot-otot pengerakanya yaitu m. qudricerps
femoris, m. obturatorium internus (Kapanji, 1987)
38
2. Sendi Lutut
Hubungan antara tulang tibia, fibula yang merupakan
syndesmosis yang kuat dengan memperkuat beban yang diterima lutut
sebesar 1/16 dari berat badan.
a. Gerakan Fleksi
Penggerak fleksi lutut adalah otot-otot hamstring, salain itu fleksi lutut
juga dibantu oleh grastrocnemius, popliteus, dan gracilis. Lingkup
gerak sendi pada saat flexi berkisar antara 1200 sampai 130
0 (Kapanji,
1987).
b. Gerakan Ekstensi
Penggerak gerakan extensi adalah otot-otot quadriceps yang terdiri
dari empat otot rectus femoris, vastus medialis, vastus lateralis dan
vastus intermedius. Lingkup gerak sendi pada saat ekstensi berkisar
antara 50 hyprerxtrensi atau 0
0 selain itu pada gerakan flexi dan extensi
adalah terletak diatas permukaan sendi yaitu melewati condylus
femoris (Kapanji, 1987).
Dilihat dari segi anthrokinematika, pada permukaan femur cembung
(konvek) bergerak maka gerakan sliding dan rolling berlawanan arah.
Saat gerak flexi femur rolling kearah belakang dan sleddingnya ke
belakang. Dan pada permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, flexi
ataupun extensi menuju ke depan atau ventral ( Mudatsir, 2006)
39
B. Patologi Dan Probelematika Fisioterapi
1. Definisi
a. Post operasi
Post berarti sesudah (Ramali, 1997). Sedangkan operasi berarti
tindakan pembedahan (Dorland, 1994). Sehingga dapat diartikan sebagai
suatu keadaan sesudah dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan operasi
yang dilakukan adalah osteotomi atau release pemanjangan tulang
sehingga tungkai dapat lurus dengan pemasangan internal fiksasi berupa
wire (kawat).
b. Wire
Wire berasal dari bahasa inggris yang artinya kawat yang
digunakan untuk memfiksasi fragmen tulang (Dorland, 1998).
c. IR ( Infra Merah)
Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang 7700 A° -4 juta A°, letak diantara sinar merah
dan hertzain. (Sujatno, 2003).
d. Terapi latihan
Terapi latihan adalah salah satu upaya dalam pemulihan dalam
fisioterapi yang pelaksanaanya yang menggunakan alat-alat gerakan tubuh
baik aktif atau pasif.
40
2. Etiologi
Etiologi adalah ilmu pengetahuan atau teori tentang faktor penyebab
suatu penyakit atau asal mula penyakit, Dorland (2002). Pada kondisi setelah
dilakukan tindakan operasi akan dilakukan incisi yang akan yang
menyebabkan bengkak dan nyeri. Hal ini akan mengakibatkan pasien
mengalami keterbatasan fisik dan keterbatasan fungsional.
3. Patologi
Patologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari sifat
penyakit terutama struktur dan perubahan fungsi dalam jaringan tubuh dan
organ yang menyebabkan atau disebabkan oleh penyakit, Dorland(2002).
Menurut Appley(1995) pada kekakuan sendi post operasi terjadi karena adanya
oedema dan fibrosis pada kapsul, ligamen, dan otot disekitar sendi atau terjadi
perlengketan jaringan lunak satu dengan yang lain. Keadaan ini akan lebih
buruk apabila tidak digerakkan pada waktu yang lama.
Penumpukan cairan dari intravaskuler ke dalam jaringan interstitial,
yang salah satu penyebabnya adalah karena reaksi inflamasi (radang) akibat
cidera jaringan. Vasokonstriksi sementara pada arteriole dilanjutkan dengan
vasodilatasi arteriole dan venule serta membukanya pembuluh darah kapiler
dan menyebabkan hyperemia. Adanya vasodilatasi mengakibatkan pembuluh
darah kapiler menjadi lebih permeable terhadap cairan dan molekul yang
besar, sehingga menyebabkan terjadinya cairan produksi exudat yang
berlebihan. Pada saat yang bersamaan, muncul leukosit di sepanjang pinggiran
lumen, kemudian menyebar melalui dinding pembuluh darah ke jaringan, di
41
bawah stimulus zat kimia yang keluar dari jarinagn yang rusak, yang pada
akhirnya akan menimbulkan pembengkakan.
Menurut Kisner (1996) nyeri merupakan adanya kerusakan
jaringan, dimana jaringan akan mengeluarkan zat kimia seperti bradikinin,
serotonin, histamine sebagai reaksi dari kerusakan jaringan, zat kimia tersebut
akan merangsang nociseptik yang akan menambah nyeri daerah tersebut.
Nyeri berasal dari adanya iritasi serabut saraf sensoris karena adanya
penekanan oleh cairan yang menetap.
Dengan keadaan tersebut maka pasien biasanya akan membatasi
setiap gerakan yang berhubungan dengan nyeri, sendi-sendi menjadi kaku,
oedema, kulit basah, bergaris- garis, halus, dan mengkilap. Latihan dan
pengompresan dapat mengurangi gejala- gejala tersebut.
Menurut Apley (1995) proses penyambungan tulang dibagi dalam lima
tahap yang terdiri dari :
a. Hematoma
Tahap hematoma terjadi dalam waktu 1-3 hari(Gartland, 1974).
Hematoma adalah suatu proses perdarahan dimana darah pada pembuluh
darah tidak sampai pada jaringan sehingga osteocyt mati, akibatnya terjadi
necrose. . Setelah 24 jam suplai darah ke area fraktur mulai meningkat.
b. Proliferasi
Tahap proliferasi terjadi dalam waktu 3 hari-2 minggu(Gartland,
1974). Proliferasi adalah proses dimana jaringan seluler yang berisi
cartilage keluar dari ujung – ujung fragmen sehingga tampak di beberapa
42
tempat bentukan pulau – pulau cartilage. Pada stadium ini terjadi
pembentukan granulasi jaringan yang banyak mengandung pembuluh
darah, fibroblast dan osteoblast.
c. Pembentukan callus atau kalsifikasi
Pembentukan callus terjadi dalam waktu 2-6 minggu
(Gartland,1974). Pembentukan callus atau kalsifikasi adalah proses dimana
setelah terjadi bentukan cartilago yang kemudian berkembang menjadi
fibrous callus sehingga tulang akan menjadi sedikit osteoporotik.
Pembentukan ini terjadi setelah granulasi jaringan menjadi matang. Jika
stadium putus maka proses penyembuhan luka menjadi lama.
d. Konsolidasi
Tahap konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu-6 bulan.
Konsolidasi adalah suatu proses dimana terjadi penyatuan pada kedua
ujung tulang. Callus yang tidak diperlukan mulai diabsorbsi (Gartland,
1974). Pada tahap ini tulang sudah kuat tapi masih berongga.
e. Remodeling
Tahap remodeling adalah proses dimana tulang sudah terbentuk
kembali atau tersambung dengan baik. Pada tahap ini tulang semakin
menguat secara perlahan – lahan terabsorbsi dan terbentuk canalis
medularis. Tahap ini berlangsung selama 6 minggu sampai 1 tahun
(Gartland, 1974). Menurut Michlovitz (1996) terdapat 4 tahap
penyembuhan cidera jaringan lunak yaitu : (1) tahap injury, (2)
inflammation, (3) proliferation dan (4) remodeling.
43
(1) Injury
Pada tahap ini, otot dan jaringan lunak disayat pada proses
operasi yang menyebabkan luka, perdarahan dan pembekuan darah
pada area luka. Darah akan keluar dari pembuluh darah yang rusak
dan mengisi jaringan interstitial. Pada tahap ini juga terjadi kerusakan
pada sel dan struktur ekstraseluler (Michlovitz, 1996).
(2) Inflamation (1 – 10 hari)
Dalam 24 jam akan terjadi reaksi radang mendadak / acute
inflamation. Reaksi ini sebagai bentuk pertahanan diri yang
melibatkan beberapa sistem di dalam tubuh seperti : sistem vaskuler,
hemostatic, celluler dan sistem imun (Michlovitz, 1996). Pada masa
ini terdapat tanda – tanda radang seperti nyeri, bengkak, kemerah –
merahan, teraba terasa panas, dan gangguan fungsi. Kerusakan
jaringan akan merangsang pengeluaran zat – zat kimiawi dari dalam
tubuh seperti histamine dan prostagladin yang membuat nyeri. Pada
masa ini juga terjadi fase penyembuhan melalui proses fagositosis
jaringan yang nekrotik oleh sel radang seperti leukosit maupun
makrofag (Michlovitz, 1996).
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul akibat post operasi release knee
bilateral a/c poliomielitis dengan pemasangan wire pada 1/3 distal femur
bilateral adalah: nyeri, bengkak, spasme, penurunan LGS, penurunan kekuatan
otot, penurunan aktivitas fungsional.
44
5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi post operasi release knee bilateral a/c
poliomielitis dengan pemasangan wire pada 1/3 distal femur bilateral; (1) deep
venous trombosis (DVT) yang terjadi pada tungkai bawah (Apply, 1995),
(2).infeksi yang terjadi pada luka terbuka yang terkontaminasi dari luar tubuh
dan penanganan opersi yang kurang steril (Adam, 1992), (3).non union yang
terjadi apabila kedua ujung fragmen tulang tidak sambung yang di sebabkan
adanya celah yang agak lebar dan inter posisi jaringan (Appley 1995),
(4).mall union:bila terjadi penyambunganyang salah.
6. Prognosis
Prognosis merupakan perkiraan dari perkembangan penyakit yang
diderita (Hudaya, 1996). Prognosis pada penderta post operasi release knee
bilateral a/c poliomielitis dengan pemasangan wire pada 1/3 distal femur
bilateral adalah:(1)quo ad vitam yaitu mengenai hidup dan mati penderita, quo
ad vitam baik karena itdak mengancam jiwa penderita.(2) quo ad sanam
mengenai penyembuhan.quo ad sanam baik apabila pada proses penyembuhan
tidak terjadi komplikasi. (3) quo ad fungsionam yaitu menyangkut
kemampuan fungsional penderita, quo ad fungsioanam baik apabila terdapat
proses penanganan yang tepat dan benar. (4) quo ad cosmetikam yaitu di
tinjau dari segi cosmetik, akan baik apabila setelah penanganan setelah operasi
tidak terjadi deformitas sehingga tidak mengganggu penampilan penderita.
\
45
C. Obyek yang Dibahas
Di sini penulis akan membahas masalah yang terjadi pada Post Operasi
Release Knee Bilateral A/C Poliomielitis Dengan Pemasangan Wire Pada 1/3
Distal Femur Bilateral.
1) Nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan jaringan yang rusak atau jaringan yang
cenderung rusak (Widiastuti, 1991).
The International Association For The Study Of Pain (IASP)
menyebutkan bahwa nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak nyaman, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi
merusak jaringan. Nyeri pada osteoarthritis knee terjadi karena adanya proses
degradasi, reparasi dan inflamasi, dalam jaringan ikat, lapisan rawan,
sinovium dan tulang subchondral (Nugroho, 2001).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007)
Teori gerbang control (gate control teory), teori ini afferent terdiri dari
dua kelompok serabut yaitu yang berukuran besar (A-Beta) dan serabut yang
berukuran kecil (A-delta dan C). Kedua kelompok afferent ini berinteraksi
dengan substancia gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup. Sebaliknya
jika SG menurun aktivitasnya maka gerbang membuka. SG menjadi rangsang
46
yang menuju pusat melalui transiting cell (T- celli) berhenti, serabut A-
beta adalah penghantar rangsang nociceptif, misalnya sentuhan propioceptive.
Apabila kelompok afferent berdiameter kecil (A-delta dan C) terangsang SG
menurun aktivitasnya, sehingga gerbang membuka A-delta dan C serabut
pembawa syaraf nociceptive sehingga kalau serabut ini terangsang gerbang
akan membawa dan rangsangan nyeri diteruskan ke pusat (Michlovitz, 1996).
Nyeri dibedakan menjadi 3 yaitu: (1) nyeri diam, (2) nyeri tekan dan
(3) nyeri gerak. Skala nyeri dapat diukur menggunakan skala VAS (Visual
Analoque Scale) dengan menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri (0 –
10), dengan angka 0 merupakan titik tidak nyeri dan 10 menunjukkan nyeri
tak tertahankan. Tujuan pengukuran tingkat nyeri adalah untuk mengetahui
tingkatan nyeri yang dirasakan oleh pasien, membantu diagnosis,
meningkatkan motivasi pasien dan juga sebagai dokumentasi untuk melihat
apakah nyeri sudah berkurang dari nyeri saat pasien pertama pertama. Nyeri
diartikan sebagai respon sensorik normal terhadap kerusakan jaringan
(Melzack, 1999).
2) Bengkak
Bengkak adalah pengumpulan cairan yang berlebihan pada sela-sela
jaringan atau rongga tubuh. Bengkak timbul oleh karena pecahnya pembuluh
darah arteri yang menyertai pelaksanaan operasi sehingga aliran darah menuju
jantung tidak lancar, maka timbul bengkak disekitar luka incisi. Pengukuran
bengkak dapat dilakukan dengan antropometri. Antropometri adalah suatu
ilmu dalam pengukuran komposisi tubuh manusia dan bagian-bagiannya.
47
Karakteristik Antropometri adalah semua ciri yang menggambarkan dimensi
tubuh, seperti tinggi, berat, lingkar tubuh dan komposisi lemak tubuh.
Pengukuran bengkak pada ankle menggunakan patokan maleolus lateral 5 cm
dan 10 cm ke distal dan proksimal ( Lesmana, 2002 ).
3) Spasme
Spasme merupakan ketegangan otot. Spasme timbul sebagai reaksi
terhadap kerusakan jaringan. Mekanisme terjadinya spasme adalah dimulai
dari adanya oedem (pembengkakan) karena terus menerus maka sirkulsi darah
tidak lancar karena inaktifitas, untuk mengetahui adanya spasme dilakukan
dengan pemeriksaan palpasi pada daerah disekitar luka incisi dengan ditekan
maka akan timbul nyeri tekan.apabila nyeri di biarkan terus menerus maka
akan menggangu proses latihan atau terapi,menyebabkan kekakuan sendi
,spasme otot,pemendekan otot dan gangguang fungsi tungkai kiri.
4) LGS (Lingkup Gerak Sendi)
LGS adalah lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi.
Alat yang digunakan adalah goneometer yang merupakan salah satu teknik
evaluasi yang paling sering digunakan dalam praktek fisioterapi.
Tujuannya adalah : (1) untuk mengetahui besarya LGS pada suatu
sendi dan membandingkan dengan LGS pada sendi normal yang sama, (2)
membantu diagnosis dan menentukan fungsi sendi pasien, apakah
hipomobilitas atau hipermobilitas yang dapat mempengaruhi fungsi pasien
dalam aktivitas keseharian, (3) untuk meningkatkan motivasi dan semangat
pasien dalam menjalani program terapi, (4) untuk evaluasi terhadap pasien
48
setelah terapi dan membandingkannya dengan hasil penilaian sebelumnya.
Cara pengukuran menurut International Standart Orthopedic Measurement
(ISOM) yaitu ( 1 ) Neutral Zero Starting Position (NZSP), ( 2 ) 3 bidang basis
sagital, frontal, transversal dan gerak rotasi, ( 3 ) nilai ditulis 3 angka di awali
dengan gerakan yang menjauhi tubuh, gerak normal, gerakan yang mendekati
tubuh, kecuali pada sendi yang mengalami kekakuan, penulisan bisa 2 angka.
Alat ukur yang digunakan adalah Goniometer.
5) Kekuatan Otot (MMT)
Tes kekuatan otot yang digunakan adalah dengan menggunakan MMT
(Manual Muscle Testing). MMT adalah suatu usaha untuk menentukan/
mengetahui kemampuan seseorang dalam mengontraksikan otot / group
ototnya secara voluntair. Validasi MMT dapat dilakukan dengan jalan
mempalpasi otot yang di tes menstabilisasi segmen proximal dan mencegah
substitusi otot-otot ataupun pola geraknya. Kriteria penilaian kekuatan otot
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Kreteria Penilaian Kekuatan Otot
Lovett, Daniel, dan Worthingham Medical Research
Council
N (normal) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan
gravitasi dan melawan tahanan maximal
5
G+ (Good plus) subyek bergerak dengan LGS penuh
melawan gravitasi dan tahanan hampir maksimal
4+
G (Good) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan
gravitasi dan tahanan sedang moderat
4
49
G- (Good minus) subyek bergerak dengan LGS penuh
melawan gravitasi dan tahanan minimal
4-
F+ (Fair plus) subyek bergerak dengan LGS penuh
melawan gravitasi tanpa melawan tahanan
3+
F (Fair) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan
gravitasi tanpamelawan tahanan
3
F- (Fair minus) subyek bergerak mealawan tahanan denan
LGS lebih besar dari posisi middle range
3-
P+ (Poor plus) subyek bergerak sedikit dengan melawan
gravitasi atau bergerak dengan LGS penuh dengan tahnan
tanpa melawan gravitasi
2+
P (Poor) subyek bergerak dengan lgs penuh tanpa melwan
gravitasi
2
P- (Poor minus) subyek bergerak dengan LGS tidak penuh
tanpa melawan gravitasi
2-
T (Trace) kontraksi otot bisa dipalpasi tetapi tidak ada
gerakan sendi
1
0 (Zero) kontraksi otot tidak terdeteksi dengan dilakukan
palpasi
0
(Clarkson, 2000)
6) ADL (Activity Daily Living)
Pengukuran kemampuan fungsional bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar kemungkinan pasien dalam melakukan aktivitas pasien sehari-
hari. Pengukurannya menggunakan skala indek self kenny care.
50
Tabel 2.2
Pengukuran Kemampuan Fungsional skala Self Kenny Care
Criteria
1 Aktivitas di tempat tidur
a Bergeser di bed
b Bangun dan duduk
2 Transfer dalam posisi
a Duduk
b Berdiri
c Penggunaan toilet
3 Ambulasi
a Berjalan
b Naik turun tangga
c Penggunaan kurusi roda
4 Berpakaian
a Anggota atas dan trun bagian atas
b Anggota bawah dan trunk bagian bawah
c kaki
5 Higine
a Wajah, rambut, lengan
b trunk
c Anggota bawah
d Blader dan bowel
6 Makan
SKALA PENILAIAN
0 : Ketergantungan penuh
1 : Perlu bantuan banyak
2 : Perlu bantuan sedang
3 : Perlu bantuan minimal/pengawasan
4 : Mandiri penuh
D. Teknologi Interverensi Fisioterapi
1. IR (Infra Merah)
a. Definisi
Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang 7700 A° -4 juta A°, letak diantara sinar merah
dan hertzain. (Sujatno, 2003).
Klasifikasi berdasarkan panjang gelombangnya, infra merah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Gelombang Panjang
Panjang gelombang diatas 12.000 Ao - 150.000 A
o. Daya
penetrasinya hanya sampai lapisan superfisial epidermis, yaitu sekitar
0,5 mm.
2) Gelombang Pendek
Panjang gelombang antara 7.700 Ao - 12.000 A
o. Daya
penetrasinya lebih dalam dari pada panjang gelombang panjang, yaitu
sampai jaringan subcutan dan dapat berpengaruh secara langsung
terhadap pembuluh darah kapiler, pembuluh limfe, ujung- ujung
syaraf, dan jaringan lain dibawah kulit, yaitu sekitar 3 mm.
b. Efek Fisiologis
1) Meningkatkan proses metabolisme
Suatu reaksi kimia dapat dipercepat dengan adanya panas atau
kenaikan temperatur akibat pemanasan.Sehingga proses metabolisme
yang terjadi pada lapisan superficial kulit akan meningkat sehingga
52
pemberian oksigen dan nutrisi kepada jaringan lebih lancar, begitu
juga pengeluaran sampah-sampah pembakaran.
2) Vasodilatasi pembuluh darah
Dilatasi pembuluh darah kapiler dan arteriole akan terjadi segera
setelah penyinaran. Kulit akan mengadakan reaksi dan berwarna
kemerah-merahan yang disebut eritema. Sehingga pembuluh darah
mengalami pelebaran sehingga nutrisi dan oksigen dapat beredar
keseluruh tubuh.
3) Pengaruh terhadap saraf sensoris
Mild heating mempunyai pengaruh terapeutik terhadap ujung-
ujung saraf sensoris.
4) Pengaruh terhadap jaringan otot
Kenaikan temperatur membantu terjadi rileksasi otot,
pemanasan juga akan mengaktifkan terjadinya pembuangan sisa-sisa
metabolisme.
5) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
Pengaruh rangsangan panas yang dibawa ujung-ujung saraf
sensoris dapat mengaktifkan kerja kelenjar keringat.
c. Efek terapeutik
1) Mengurangi rasa sakit
Mild heating menimbulkan efek sedatif pada superficial sesori
nerve ending, stronger heating dapat menyebapkan counter irritation
53
yang akan menimbulkan pengurangan nyeri. Karena zat “P” penyebab
nyeri akan terbuang.
2) Relaksasi otot
Relaksasi otot mudah dicapai bila jaringan otot dalam keadaan
hangat dan rasa nyeri tidak ada.
3) Meningkatkan suplai darah
Adanya kenaikan temperatur akan menimbulkan vasodilatasi,
yang akan menyebapkan terjadinya peningkatan darah kejaringan
setempat.
4) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme
Penyinaran didaerah yang luas akan mengaktifkan glandula
gudoifera diseluruh badan, sehingga dengan demikian akan
meningkatkan pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme melalui
keringat.
d. Indikasi
1) Penyakit kulit
2) Arthritis seperti rematoid arthritis, osteoarthritis, myalgia
3) Kondisi peradangan seperti kontusio, muscle strain, muscle sprain
e. Kontra indikasi
1) Daerah dengan insufisiensi pada darah
2) Gangguan sensibilitas kulit
3) Adanya kecenderungan terjadi pendarahan
54
2. Terapi Latihan
Terapi latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang
dalam pelaksanaanya menggunakan latihan –latihan gerak tubuh baik secara
aktif atau pasif (Kisner, 1996) secara umum tujuan terapi latihan adalah
meliputi pencegahan disfungsi dengan pengembangan ,peningkatan,perbaikan
atau pemeliharaan kekuatan daya otot. kemampuan kardiovaskuler, mobilitas
dan fleksibilitas jaringan lunak, stabilitasm, rileksasi, koordinasi,
keseimbangan dan kemampuan fugsional, (Kisner, 1996).
modalitas fisioterpi yang dapat di gunakan pada kasus ini yaitu:
1) Static contraction
Static contraksi merupakan kontraksi otot tanpa di sertai perubahan
panjang otot dan perubahan LGS, statik kontrasi dapat mengurangi oedem
sehingga nyeri berkurang dan dapat memperlancar aliran darah dan
menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi atropi (Kisner 1996).
2) Relaxed pscsive movement.
Relaxed passive movement adalah suatu gerakan yang di lakukan
sepenuhnya oleh terapis dan pasien dalam posisi yang rileks serta tidak
ikut bagian tubuh yang akan di gerakan. efek yang di dapat dari terapi ini
adalah melancarkan sirkulasi darah, sebagai rileksasi otot, mencegah
terjadinya perlangkatan jaringan dan untuk memelihara LGS yang telah di
capai.( Kisner 1996).
55
3) Active Movement
Active movement merupakan gerakan yang timbuldari kekuatan
kontraksi otot pasien sendiri secara volunter / sadar (Kisner 1996) dengan
gerakan movemen maka akan timbulkontraksi otot, meningkatkan nutrisi
dan jaringan lunak ke sekitar fraktur, termasuk pada fraktur itu sendiri,
sehingga proses penyembuhan tulang dapat berjalan dengan baik.teknik
aktif movement yang di lakukan yaitu:
a. Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif dengan bantuan
dari luar, sedangkan pasien tetap mengkontraksikan ototnya secara
sadar, bantuan dari luar dapat berupa tangan terpis,papan,maupun
suspensionterapi latihan jenis ini dapat membantumempertahankan
fungsi sendi dankekuatan otot setelah terjadi fraktur.(Apply 1995)
b. Free active movement yaitu: suatu gerakan aktif yang di lakukan oleh
adanya kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan,
gerakan yang di hasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh
gravitasi. adanya gerakan yang melibatkan gerakan otot ini maka akan
mempengaruhi kelancaran pada sirkulasi darah yang kemudian bisa
mempengaruhioedema pada tungkai,dengan berkurangnya oedema
pada daerah fraktur maka akan mengurangi rasa nyeri yang di
sebabkan oleh adanya oedema.
c. Ressisted passive movement yaitu gerak aktif dengan tahanan dari luar
terhadap gerakan yang dilakukan oleh pasien. Tahanan dapat berasal
dari terapis, pegas maupun dari pasien itu sendiri, salah satu cara untuk
56
meningkatkan kekuatan otot adalah dengan meningkatkan tahanan
secara bertahap dengan pengurangan gerakan di kurangi.
4) Hold Relaxed
Merupakan teknik dari PNF yaitu metode memajukan atau
mempercepat respon dari mekanisme neuro muskular melalui rangsangan
pada propioseptor .dalam pelakasanaan hold relaxed sebelum otot
antagonis di lakukan penguluran,otot antagonis di kontraksikan secara
isometrik melawan tahanan dari terapis kerah agonis kemudian di susul
dengan rileksasi dari otot –otot tersebut (wahyono, 2002), hold relaxed
berfungsi untuk merileksasikan otot-otot ,menambah LGS dan dapat
mengurangi nyeri.
5) Positioning
Yaitu perubahan posisi anggota gerak badan yang sakit,untuk
mengurangi oedema pada tungkai,maka tungkai di elevasikan dengan cara
di ganjal bantal setinggi 300-45
0 .
6) Latihan transver, Ambulasi
Latihan transver di lakukan secara bertahap seperti miring ke
duduk,dari posisi terlentang, ambulasi pasien masih menggunakan kursi
roda.
57
POLIOMIELITIS
E. Kerangka Berfikir
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berfikir
INTERVENSI
FISIOTERAPI
Deformitas
Pada Tungkai
TERAPI
LATIHAN
IR
(Infra Red)
POST OPERASI RELEASE KNEE
BILATERAL A/C POLIOMIELITIS
DENGAN PEMASANGAN WIRE PADA
1/3 DISTAL FEMUR BILATERAL
Operasi Release
(Osteotomy)
Impairment :
Nyeri pada tungkai
Kekuatan otot menurun
Keterbatasan LGS
Terdapat Oedema dan
spasme
Funtional Limitation:
Pasien kesulitan saat ADL
Pasien kesulitan saat
pindah dari kursi roda ke
bad
Disability:
Gangguan aktivitas
bersekolah dan
bermasyarakat
Hasil Terapi :
Nyeri berkurang
LGS meningkat
Oedema dan spasme menurun
Kekuatan otot meningkat
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
1. Pendekatan
Rancangan penelitian karya tulis ilmiah ini menggunakan metode studi kasus.
2. Desain penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan interview dan
observasional pada seorang pasien dengan kondisi post operasi release knee
bilateral a.c poliomeilitis Desain penelitian digambarkan sebagai berikut:
X0
Y
X1
Keterangan:
X0
: Keadaan pasien sebelum diberikan program fisioterapi
X1
: Keadaan pasien setelah diberikan program fisioterapi
Y : Program fisioterapi
Permasalahan yang timbul sebelum pasien menjalankan program
fisioterapi adalah pasien merasakan sakit dan merasa lemah pada kedua
tungkainya. Kemudian pasien di periksa dengan dermatom test dan
pengukuran kekuatan otot.
59
Pasien mulai diberi tindakan fisioterapi setelah dikonsulkan oleh dokter
yang bertujuan untuk menjaga kondisi umum pasien dan menjaga masa otot,
mencegah kontraktur, memelihara ekspansi thorak. Dengan pemberian
modalitas fisioterapi seperti breathing exercise, terapi latihan, latihan transfer
dan ambulasi, diharapkan pasien ada peningkatan kapasitas fisik dan
kemampuan fungsional.
A. Kasus Terpilih
Dalam penelitian karya tulis ini penulis memilih kondisi FT B,
Penatalaksanaan fisioterapi Post Operasi Release Knee Bilateral a/c Poliomeilitis
dengan Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral dengan Modalitas IR
dan TL di BBRSBD Prof Dr. Soeharso Surakarta.
B. Instrument Penelitian
1. Nyeri diukur dengan (Verbal Analog Scale) VAS
VAS dapat dikonversikan keformat numerical sehingga manipulasi
aritmatik dapat dilakukan. Dari beberapa peneliti dapat disimpulkan bahwa
VAS lebih baik berupa garis kosong, posisi horizontal, lurus sepanjang 10 cm
(100 mm). VAS merupakan metode yang baik, sensitif, dan dapat diulang
untuk mengekspresikan nyeri. Alat ukur ini bisa diterapkan pada semua
pasien tanpa memandang bahasa dan dapat dipakai untuk anak umur 5 tahun
keatas namun usia lanjut atau mereka yang kurang berpendidikan mungkin
60
bisa mnengalami kesulitan dalam menggunakan alat ukur VAS tersebut.
(Dowel MC, Newell, 1996)
a. Nyeri diam, jika saat diam penderita merasakan sakit pada punggungnya
kemudian pasien disuruh menunjukkan seberapa besar derajat nyeri,
dengan menggunakan VAS.
b. Nyeri tekan, kita dapat memberikan palpasi dengan penekanan pada
daerah yang diperkirakan timbul sakit dan penderita diminta untuk
menyebutkan berapa nyeri yang dirasakan dengan menggunakan VAS.
c. Nyeri gerak, terapis dapat melakukan saat pemeriksaan gerak dimana
penderita juga diminta untuk merasakan seberapa sakit yang dirasakan
dengan skala VAS.
2. Pemeriksaan anthropometri (lingkar segmen tubuh) untuk mengetahui
adanya oedem
Pada pemeriksaan lingkar segmen tubuh alat ukur yang digunakan
adalah pita ukur. Pada kaki titik patokan pada malleolus lateralis ke distal dan
proksimal.
3. Spasme
Spasme otot terjadi oleh karena proteksi oleh adanya nyeri. Reaksi
proteksi lain adalah penderita berusaha menghindari gerakan yang
menyebabkan nyeri apabila dibiarkan terus meneruskan menyebabkan
kekakuan sendi, pemendekan otot, atropi otot dan gangguan fungsi pada
panggul dan paha kanan dan kiri.
61
4. Kekuatan Otot dengan MMT
MMT adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui
kemampuan seseorang dalam mengontraksikan otot atau group secara
voluntary. Tes kekuatan otot ini dilakukan dengan manual pada sendi. Hasil
manual test dinyatakan dalam bentuk angka (0-5) pada pemeriksaan ini perlu
diperhatikan posisi pasien dan pemeriksa dalam melakukan gerak dan letak
fiksasi.
5. LGS (Lingkup Gerak Sendi)
LGS adalah lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu
sendi. Alat yang digunakan adalah goneometer yang merupakan salah satu
teknik evaluasi yang paling sering digunakan dalam praktek fisioterapi.
Tujuannya adalah : (1) untuk mengetahui besarya LGS pada suatu sendi dan
membandingkan dengan LGS pada sendi normal yang sama, (2) membantu
diagnosis dan menentukan fungsi sendi pasien, apakah hipomobilitas atau
hipermobilitas yang dapat mempengaruhi fungsi pasien dalam aktivitas
keseharian, (3) untuk meningkatkan motivasi dan semangat pasien dalam
menjalani program terapi, (4) untuk evaluasi terhadap pasien setelah terapi
dan membandingkannya dengan hasil penilaian sebelumnya.
6. Kemampuan Fungsional dengan Indek Self Kenny Care
Merupakan pemeriksaan fungsional untuk mengetahui kemampuan
pasien dalam melakukan aktifitas spesifik dalam hubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Penilaian berdasarkan indeks status fungsional Self Kenny Care
62
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dilakukan di BBRSBD Prof dr Soeharso Surakarta, waktu
pelaksanaan 12 januari 2010 sampai dengan 19 januari 2010 dengan tindakan
terapi sebanyak 6 kali terapi (t0-t
6) dimana T
0 adalah data-data awal yang
diperoleh, dan T6
hasil akhir yang diperoleh.
D. Prosedur Pengambilan Data
Prosedur pengambilan atau pengumpulan data dalam menyusun karya
tulis ilmiah ini mencakup:
1. Data primer
a. Pemeriksaan fisik
Bertujuan untuk mengetahui keadaan fisik pasien. Pemeriksaan ini
terdiri dari: vital sign, inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan dasar,
kemampuan fungsional dan lingkungan aktifitas.
b. Interview
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan jalan tanya
jawab antara fisioterapi dengan sumber data: anamnesis dilakukan tidak
hanya pada pasien tetapi juga dapat dilakukan dengan keluarga, teman dan
orang lain yang mengetahui keadaan pasien yang bisa menjadi sumber
data.
c. Observasi
Dilakukan untuk mengamati perkembangan pasien selama diberikan
terapi.
63
2 Data Sekunder
a. Studi dokumentasi
Dalam studi dokumentasi penulis mengamati dan mempelajari data
status pasien di BBRSBD Prof. dr Soeharso Surakarta dan catatan
pemeriksaan Rontgen.
b. Studi Pustaka
Didapatkan dari buku-buku, internet, majalah, artikel dan kumpulan
jurnal yang berkaitan dengan operasi release knee bilateral a/c
poliomeilitis.
E. Teknik Analisa Data
Maksud analisis data adalah penganalisaan terhadap data – data yang
diperoleh dari hasil penelitian. Dalam menganalisa data, metode yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif yaitu data yang bersifat kuantitatif berbentuk
tabel, gambar dan grafik kemudian dianalisis dengan teknik pemikiran : (1)
deduktif adalah penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan khusus
menuju ke pernyataan umum, (2) induktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan
yang dimulai dari pernyataan umum menuju ke pernyataan yang bersifat khusus.
64
BAB IV
PELAKSANAAN STUDI KASUS
A. Analisis Penelitian
1. Pengkajian
Dalam pemecahan masalah terhadap kondisi Post Operasi Release
Knee Bilateral a.c Poliomeilitis dan beberapa kondisi lain yang
mempunyai data serta gejala klinis yang hampir sama, sebelum melakukan
tindakan pada kondisi tersebut maka terlebih dahulu melaksanakan
pemeriksaan yang teliti melalui prosedur yang benar. Hal ini bertujuan
untuk menegakkan diagnosa dan menentukan jenis modalitas fisioterapi
yang tepat. Prosedur pemeriksaan tersebut antara lain :
a. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan merupakan hal yang sangat penting pada tindakan
fisioterapi selanjutnya. Dengan pemeriksaan yang baik akan didapat
permasalahan yang ada, guna mempermudah diagnosa fisioterapi dan
menetapkan langkah-langkah yang benar dan tepat. Pemeriksaan ini
meliputi:
1) Anamnesis
Merupakan suatu pengumpulan data dengan wawancara atau
tanya jawab antara fisoterapis dengan sumber data dengan cara auto
anamnesis atau hetero anamnesis. Auto anamnesis adalah bila tanya
jawab dilakukan dengan penderita sendiri sedangkan hetero anamnesis
64
65
yaitu bila tanya jawab dilakukan dengan orang lain yang dianggap
mengetahui keadaan penderita. Anamnesis pada kasus ini dilakukan
dengan metode auto anamnesis yaitu mengadakan tanya jawab secara
langsung dengan pasien. Secara sistematis anamnesis dapat dibagi atau
dikelompokkan menjadi:
a. Anamnesis Umum Dari anamnesis umum ini didapatkan data
pribadi penderita sebagai berikut : (1) Nama : Nn. Raguan Asegaf,
(2) Umur : 28 tahun, (3) Jenis kelamin : Perempuan, (4) Agama :
Islam, (5) Pekerjaan: Penjahit, (6) Alamat Kampung Ngarep
Cikditiro Lumajang, Jawa Timur.
b. Anamnesis Khusus
Dari anamnesis khusus ini kita dapat memperoleh keterangan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan keadaan / penyakit penderita
seperti keluhan utama yang dialami yaitu nyeri pada kedua kaki Selain
itu juga diperoleh informasi tentang riwayat penyakit yang dialami
pasien seperti kualitas keluhan yang dirasakan pasien. Anamnesis juga
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit atau keluhan
kelainan yang dapat menyertai keluhan utama.
Dalam anamnesis khusus didapatkan keterangan mengenai:
i. Keluhan Utama
Merupakan satu atau lebih keluhan atau gejala yang
mendorong atau membawa penderita mencari pertolongan atau
66
nasehat medik. Keluhan utama pada pasien pada kondisi adalah
nyeri pada kedua lutut.
ii. Riwayat Penyakit Sekarang
Menggambarkan riwayat penyakit secara kronologis dengan
jelas dan lengkap. Pada kasus ini diperoleh informasi. Riwayat
penyakit sekarang yaitu desember 2009 datang ke BBRSBD untuk
dilakukan operasi osteotomi untuk di harapkan dapat lurus, Px
sering mengeluh kejang pada kedua kaki, dokter mengkhawatirkan
ada saraf yang terganggu, kemudian dilakukan operasi ke dua pada
bulan november 2009 dengan pemasangan wire dan di fiksasi
eksternal dengan gips tanggal 11 januari 2010 datang ke poliklinik
fisioterapi BBRSBD untuk membuka gips.
iii. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit baik fisik
maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Dari riwayat
dahulu didapat hasil pasien menderita poliomielitis sejak usia 4
tahun yang menyebabkan deformitas pemendekan otot anggota
gerak bawah kedua sendi lutut kearah fleksi, diabetes (-), hipertensi
(+).
iv. Riwayat Penyakit Penyerta
Riwayat penyakit penyerta adalah penyakit yang timbul
karena penyakit yang di derita sekarang. Disini pasien mempunyai
riwayat hipertensi (+) dan diabetes (-)
67
v. Riwayat Pribadi
Ditanya mengenai kehidupan sehari-hari pasien yang
kemungkinan ada hubungannya dengan penyakit penderita. Dari
riwayat pribadi diperoleh keterangan bahwa pasien adalah anak ke 4
dari 6 saudara kegiatan sehari-hari menjahit.
vi. Riwayat Keluarga
Diperoleh informasi bahwa penyakit yang diderita bukan
penyakit menular atau herediter. Dari riwayat keluarga diketahui
bahwa keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit yang
sama dengan pasien
c. Anamnesis Sistem
Anamnesis sistem ini dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya keluhan atau gangguan yang menyertai keluhan utama
i. Kepala dan leher
Pasien tidak merasakan pusing dan leher tidak terasa kaku.
ii. Sistem kardiovaskuler
Pasien tidak merasakan jantungnya berdebar-debar dan tidak
merasa nyeri dada
iii. Sistem respirasi
Pasien tidak merasa sesak nafas dan keluhan respirasi lainnya.
iv. Sistem gastrointestinal
BAB lancar, teratur dan terkontrol
68
v. Sistem urogenitalis
BAK lancar,teratur dan terkontrol
vi. Sistem musculoskeletal
Nyeri saat lutut digerakkan dan ditekuk,nyeri hilang saat
istirahat, ada keterbatasan gerak pada lutut dan paha, terdapat
bengkak pada kedua ankle dan spasme pada otot gastroc,
hamstring, quadricep.
vii. Sistem nervorum
Tidak ada rasa kesemutan, dan juga nyeri menjalar.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik di sini meliputi :
(a) Pemeriksaan Vital Sign
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pengukuran tekanan
darah, denyut nadi, pernafasan, temperatur, tinggi badan dan berat
badan. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan pada
tanggal 12 Januari 2010 diperoleh data sebagai berikut : Tekanan darah
: 140/110 mmhg, Denyut nadi : 86x/menit, Pernapasan : 21x/menit,
Temperature : 36o C, Tinggi badan : 157 cm, Berat badan
(b) Inspeksi
Inspeksi adalah suatu pemeriksaan dengan cara melihat dan
mengamati keadaan pasien secara langsung. Inspeksi dibagi menjadi 2,
yaitu : (1) Statis : dari inspeksi statis di dapatkan kondisi umum pasien
baik, tampak oedem pada ankle kiri, terpasang bandage dari paha
69
sampai dengan pergelangan kaki. (2) Dinamis : dari inspeksi dinamis
di peroleh hasil tanpak ekspresi wajah menahan nyeri saat kedua
tungkai di gerakkan oleh fisioterapis, tampak keterbatasan gerak pada
kedua AGB.
(c) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara
meraba,menekan,memengang organ atau bagian tubuh pasien.dari
palapsi di peroleh hasil suhu tungkai kiri lebih hangat di banding
tungkai kanan, adanya pitting oedema pada ankle kiri, Adanya nyeri
tekan pada daerah sekitar luka operasi di sekitar lutut, adanya spasme
otot quadricep femoris, hamtrisng, gastrocnemius kiri dan kanan.
(d) Perkusi
Perkusi yaitu pemeriksaan yang di lakukan dengan cara
mengetuk suatu bagian organ tubuh. dalam pemeriksaan ini tidak di
lakukan.
(e) Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan yang di lakukan dengan cara
mendengarkan dengan stetoskop. dalam pemeriksaan ini tidak di
lakukan.
70
(f) Gerak dasar
Tabel 4.1
Pemeriksaan gerak dasar
No Gerak aktif Gerak pasif Gerak isometric
melawan tahanan
1 Anggota gerak bawah Anggota gerak bawah Anggota gerak
2 Hip : pasien mampu secara
aktif menggerakkan
kesemua gerak bidang
sendi, tidak full rom dan
ada nyeri
Hip : mampu di
gerakakn ke semua arah
bidang gerak sendi,
tidak full rom dan ada
nyeri, pada semua
gerakan.
Hip : pasien belum
mampu melawan
tahanan yang di
berikan terapis,
nyeri masih ada.
3 Knee : pasien belum
mampu menggerakkan
semua bidang gerak sendi,
tidak full rom masih ada
nyeri
Knee : mampu di
gerakkan kesemua arah
bidang gerak sendi,tidak
full rom
Knee : pasien
belum mampu
melawan tahanan
yang di berikan
terapis, nyeri masih
ada.
4 Ankle : Pasien tidak
mampu menggerakkan
secara aktif kesemua arah
bidang gerak sendi.
Ankle : mampu di
gerakkan ke semua arah
bidang gerak sendi .full
rom soft endfell.
Ankle : pasien
belum mampu
melawan tahanan
yang di berikan
terapis.
3) Kognitif, intra personal, inter personal
Dalam pemeriksaan di peroleh data :
a) Kognitif : pasien mampu menceritakan kronologis penyakit secara
terperinci
71
b) Intra personal : Px memiliki motivasi untuk sembuh
c) Inter personal : px sangat kooperatif dan mampu diajak bekerja
sama dengan fisioterapi.
4) Kemampuan fungsional
a) Kemampuan fungsional dasar
Px belum mampu duduk secara mandiri, jongkok dan berdiri.
b) Aktivitas fungsionaal
Px belum mampu berjalan secara mandiri.
c) Lingkungan aktivitas
Px belum mampu melakukan atau mengerjakan pekerjaan sosial
seperti biasa.
5) Pemeriksaan spesifik
a) Pemeriksaan nyeri dengan VAS
0 100mm
Tidak nyeri Nyeri tidak tertahankan
Nyeri tekan pada daerah incisi
0 100mm
Tidak nyeri Nyeri tidak tertahankan
30
72
Nyeri gerak
0 100mm
Tidak nyeri Nyeri tidak tertahankan
b) Pemeriksaan Antropometer (bengkak) dengan medline
Tabel 4.4
Pegukuran Antropometri (oedema)
Maleolus Lateral Ke Distal 5 cm
Kiri 21,5
Kanan 21
Maleolus Lateral ke Proksimal 5 cm
Kiri 21
kanan 19
Maleolus Lateral ke Distal 10 cm
Kiri 23,5
Kanan 21,5
Maleolus Lateral ke Proksimal 10 cm
Kiri 24
Kanan 21,5
40
0
73
c) Pemeriksaan LGS dengan menggunakan goneometer
Tabel 4.2
Pemeriksaan lingkup gerak sendi (LGS)
Sendi Kanan Kiri
Aktif Hip S = 5-0-30
F = 20-0-15
S = 10-0-30
F = 20-0-15
Pasif Hip S = 10-0-45
F = 25-0-25
S= 10-0-50
F = 25-0-20
Aktif Knee S = 0-0-25 S = 0-0-30
Pasif Knee S = 0-0-30 S= 0-0-35
Aktif Ankle S = 5-0-30 S = 5-0-25
Pasif Ankle S = 20-0-35 S= 20-0-30
74
d) Pemerikasaan kekuatan otot dengan MMT
Tabel 4.3
Pengukuran kekuatan otot (MMT)
Fleksor hip kiri 2-
Ekstensor hip kiri 2-
Adduktor kiri 2-
Abduktor hip kiri 2-
Eksorotator hip kiri 2-
Endorotator hip kiri 2-
Fleksor knee kiri 2-
Ekstensor knee kiri 2-
Dorsi fleksi 1
Plantar fleksi 2
Inversi 3
eversi 3
75
Tabel 4.5
Pemeriksaan dengan indek self kenny care
Criteria
1 Aktivitas di tempat tidur
a Bergeser di bed 0
b Bangun dan duduk 0
2 Transfer dalam posisi
a Duduk 0
b Berdiri 0
c Penggunaan toilet 0
3 Ambulasi
a Berjalan 0
b Naik turun tangga 0
c Penggunaan kurusi roda 0
4 Berpakaian
a Anggota atas dan trun bagian atas 1
b Anggota bawah dan trunk bagian bawah 1
c kaki 1
5 Higine
a Wajah, rambut, lengan 2
b trunk 1
c Anggota bawah 1
d Blader dan bowel 4
6 Makan 2
SKALA PENILAIAN
0 : Ketergantungan penuh
1 : Perlu bantuan banyak
2 : Perlu bantuan sedang
3 : Perlu bantuan minimal/pengawasan
4 : Mandiri penuh
A. Diagnosa fisioterapi
1. Impairment
Nyeri pada kedua tungkai , oedem pada ankle kiri, spasme, keterbatasan
LGS, penurunan kekuatan otot menurun.
2. Fungsional limitation
Gangguan fungsional dasar dan aktivitas fungsional. Pasien dapat
melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri tetapi pada aktivitas
ambulasi, pasien menggunakan kursi roda.
3. Disability
Lingkungan pasien sekarang adalah lingkungan asrama, pasien mampu
mengikuti kegiatan kurikulum dan ekstrakulikuler d BBRSBD dengan baik,
tetapi Pasien tidak dapat melakukan pekerjaan sehari - hari seperti biasa untuk
menjahit.
B. Tujuan Fisioterapi
Tujuan fisioterapi pada kasus ini dapat berupa tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu : mengurangi nyeri pada kedua
lutut, mengurangi oedem pada ankle kiri, mengurangi spasme, meningkatkan
LGS, meningkatkan kekuatan otot kedua tungkai. Sedangkan untuk tujuan
jangka panjang yaitu mengembalikan kemampuan gerak dan aktifitas
fungsional pasien.
C. Penatalaksanaan Fisioterapi
Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi Post Operasi Release Knee Bilateral
a/c Poliomeilitis dengan Pemasangan Wire Pada 1/3 Distal Femur Bilateral
77
menggunakan infra merah dan terapi latihan di berikan pada tanggal 12, 14, 16,
18, 19, 20 Januari 2010.:
Terapi pertama hari selasa tanggal 12 Januari 2010
1. Infra Red
a. Persiapan alat
Persiapan yang dilakukan meliputi pengecekan kabel, pengecekan
perlengkapan lampu.
b. Persiapan pasien
Posisikan pasisen senyaman mungkin. Sebelum pelaksanaan terapi
dilakukan tes sensibilitas pada daerah lutut kanan. Caranya dengan tes panas dan
dingin. Dengan mata terpejam pasien disuruh merasakan sensasi yang terjadi di
lututnya adalah rasa panas dan dingin. Terapis memberikan informasi rasa hangat
yang muncul pada Infra Red, apabila pasien merasakan panas yang berlebihan
saat terapi berlangsung diharapkan dapat memberitahukan kepada terapis.
c. Pelaksanaan terapi
Alat diatur sedemikian rupa, sehingga lampu infra red dapat menjangkau
daerah kedua tungkai dengan jarak 45 cm atau toleransi pasien. Posisi lampu
infra red tegak lurus daerah kedua tungkai. Area yang diterapi adalah sekitar
paha, lutut bagian depan . Setelah semuanya siap alat dihidupkan, kemudian atur
waktu 10 menit.
Selama proses terapi berlangsung fisioterapi harus mengontrol perasaan
yang diterima pasien, jika selama pengobatan rasa nyeri, pusing, ketegangan otot
meninggi. Dosis harus dikurangi dengan menurunkan intensitasnya, dengan
78
sedikit menjauhkan infra red. Hal ini berkaitan dengan adanya over dosis. Setelah
proses terapi selesai matikan alat dan alat dirapikan seperti semula (Sujatno,2002).
2. Terapi Latihan
a. Static Contraction otot Quadriceps dan Hamstring
Posisi pasien : posisi pasien senyaman mungkin berbaring atau tidur
terlentang di bed.
Posisi terapis : posisi terapis berdiri di samping kiri bed pasien
Pelaksanan : untuk otot quadriceps, satu tangan terapis di letakkan di
bawah sendi lutut kiri pasien, pasien di suruh menekankan tangan terapis
dengan cara meluruskan tungkai kirinya kuat – kuat dan di tahan selama 6
hitungan kemudian rileks. Untuk otot hamstring, satu tangan terapis di
letakkan di bawah sendi pergelangan kaki (ankle) kemudian pasien di
suruh menekankan tumit kirinya pada bed sekuat – kuatnya dan ditahan
selama 6 hitungan. Untuk lebih jelas, lihat pada gambar.
Dosis : pengulangan sebanyak 5 kali tiap satu sesi terapi
Gambar 2.1
Statik kontraksi otot quadriceps (Kisner, 1996).
79
b. Relaxed passive movement knee kiri
Posisi pasien : berbaring terlentang
Posisi terapis : berdiri di samping kiri pasien
Pelaksanaan : tangan kanan terapis di letakkan di bawah fraktur sebagai
fiksasi dan tangan kiri terapis memegang tungkai bawah pasien sebagai
tuas gerak kemudian terapis menggerakkan knee pasien ke arah fleksi,
ekstensi, eksorotasi dan endorotasi sampai seberapa besar keluhan yang di
rasakan hingga mencapai rasa
batas nyeri yang di rasakan pasien. Untuk lebih jelas lihat pada gambar.
Dosis : pengulangan masing – masing gerakan 8 kali setiap sesi
terapi.
Gambar 2.2
Relaxed pasif movement ke arah fleksi-ekstensi knee (Kisner, 1996)
Gambar 2.3
Relaxed passive movement kearah fleksi-ekstensi hip dan knee (Kisner, 1996)
80
Gambar 2.4
Relaxed passive movement kearah abduksi-adduksi hip (Kisner, 1996)
c. Active pada sisi yang sehat
Posisi pasien : berbaring terlentang
Posisi terapis : berdiri di samping kiri pasien
Pelaksanaan : pasien menggerakkan siku kanan dan kiri ke arah fleksi
dan ekstensi, gerakan menggenggam jari – jari tangan kanan dan kiri,
gerakan mendekatkan lutut kanan ke perut, gerakan plantar dan dorsal
fleksi pada ankle kanan dan kiri.
Dosis : pengulangan masing – masing gerakan 8 kali setiap sesi
terapi.
2. Terapi kedua hari kamis tanggal 14 Januari 2010
a. Static Contraction otot Quadriceps dan hamstring
Posisi pasien, terapis dan pelaksanaan terapi sama dengan terapi pertama.
b. Active pada sisi yang sehat
Posisi pasien, terapis dan pelaksanaan terapi sama dengan terapi pertama
81
c. Relaxed passive movement knee kiri
Posisi pasien, terapis dan pelaksanaan terapi sama dengan terapi pertama
d. Aktif pumping action ankle (free aktif movement)
Posisi pasien tidur terlentang, terapis berada disamping kanan pasien.
Pelaksanaannya adalah terapis memberikan fiksasi pada proksimal ankle
kanan pasien, kemudian pasien diminta menggerakkan sendi pergelangan
kaki kearah dorsal fleksi plantar fleksi, inversi dan eversi. Latihan
dilakukan sebanyak 5 kali hitungan dengan 1 kali pengulangan
Gambar 2.5
Gerakan active plantar-dorsal fleksi sendi pergelangan kaki kanan
(kisner, 1996).
e. Latihan duduk di tunda karena pasien masih merasa pusing.
3. Terapi ketiga hari Sabtu tanggal 16 Januari 2010
a. Static Contraction otot Quadriceps dan hamstring
Posisi pasien, terapis dan pelaksanaan terapi sama dengan terapi pertama.
b. Active pada sisi yang sehat
Posisi pasien, terapis dan pelaksanaan terapi sama dengan terapi pertama
82
c. Relaxed passive movement knee kiri
Posisi pasien, terapis dan pelaksanaan terapi sama dengan terapi pertama
d. Aktif pumping action ankle
Posisi pasien, terapis dan pelaksanaan terapi sama dengan terapi pertama
4. Terapi keempat hari Senin tanggal 18 Januari 2010
a. Transfer dari “long sitting“ ke duduk di tepi bed
Posisi pasien : long sitting
Posisi terapis : berada di samping kiri pasien
Pelaksanaan : Dari posisi “long sitting“ pasien secara aktif melakukan
“bridging” menuju tepi bed dan terapis membantu mengangkat tungkai
kiri pasien keluar dari bed hingga pasien duduk di tepi bed. Perlahan –
lahan tungkai kiri pasien di turunkan pelan – pelan keluar dari bed. Jika
pasien masih merasa nyeri maka tungkai kiri pasien dapat dapat di
letakkan di atas stool.
Dosis : 1 kali.
b. Latihan duduk dan keseimbangan (sitting balance).
Posisi pasien : duduk di tepi bed
Posisi terapis : berada di depan pasien
Pelaksanaan dari posisi duduk di tepi bed lalu pasien di goyangkan ke
kanan dan kekiri,ke depan dan ke belakang.lalu sabil di suruh untuk
mempertahjankan diri agar tidak jatuh baik ke kanan/ ke kiri,ke depan / ke
belakang.untuk melatih keseimbangan pasien.
83
c. Free active assisted
Posisi pasien duduk ditepi bed, posisi terapis berada disamping kanan
pasien. Terapis memfiksasi pada ujung distal tungkai atas pasien,
kemudian pasien diminta menggerakkan sendi lutut ke arah fleksi dan
ekstensi. Latihan dilakukan sebanyak 8 kali hitungan dengan 1 kali
pengulangan.
Gambar 2.6
Gerakan active fleksi-ekstensi pada sendi lutut kiri (Kisner, 1996)
5. Terapi kelima hari Selasa tanggal 19 Januari 2010
Sama dengan terapi sebelumnya tanggal 12, 14, 16, 18 januari 2010
6. Terapi keenam hari Rabu tanggal 20 Januari 2010
Sama dengan terapi sebelumnya
D. EDUKASI
1. Pasien di minta untuk mengulangi gerakan yang telah di ajarkan
fisiotherapi. Jika pasien sudah merasa lelah maka latihan di hentikan
dahulu.
84
2. Memposisikan kaki yang bengkak lebih tinggi dari tubuh, posisi tidur
terlentang kaki diganjal dengan bantal
3. Dalam setiap latihan di lihat kondisi umum pasien dulu.
E. RENCANA EVALUASI
Evaluasi nyeri : Vas
Evaluasi antropometri (odema) : Mide line
Evaluasi spasme : Palpasi
Evaluasi LGS : Goneometri
Evaluasi kekuatan otot : MMT
ADL : Indek kenny self care
F. EVALUASI HASIL TERAPI
Pasien pada kondisi post operasi release knee bilateral a/c
poliomeilitis dengan pemasangan wire pada 1/3 distal femur bilateral, dengan
nama Nn Raguan Asegaf 28 tahun setelah diberi intervensi fisioterapi dengan
modalitas infra merah dan terapi latihan sebanyak 6x didapat hasil sebagai
berikut :
Tabel 4.6
EVALUASI NYERI DENGAN VISUAL ANALOC SCALE
Rasa nyeri T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nyeri diam 3 3 2 2 2 2
Nyeri gerak 5 5 5 5 4 4
Nyeri tekan 5 5 4 4 3 3
85
Tabel 4.7
EVALUASI ANTROPOMETRI (OEDEMA) DENGAN MIDLINE
Maleolus Lateral ke Distal +5
Kiri T1 T2 T3 T4 T5 T6
21,5 21,5 21,5 21 21 21
Kanan T1 T2 T3 T4 T5 T6
21 21 21 21 21 21
Maleolus Lateral ke Proksimal +5
Kiri T1 T2 T3 T4 T5 T6
21 21 20,5 20,5 20 20
Kanan T1 T2 T3 T4 T5 T6
19 19 19 19 19 19
Maleolus Lateral ke Distal +10
Kiri T1 T2 T3 T4 T5 T6
23,5 23,5 23,5 22 22 21,5
Kanan T1 T2 T3 T4 T5 T6
21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5
Maleolus Lateral ke Proksimal +10
Kiri T1 T2 T3 T4 T5 T6
24 24 24 24 23,5 23
Kanan T1 T2 T3 T4 T5 T6
21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5
86
Tabel 4.8
EVALUASI LGS DENGAN GONEOMETER
HIP Kanan
Aktif S = 5-0-30
F = 20-0-15
S = 5-0-30
F = 20-0-15
S = 5-0-35
F = 20-0-15
S = 5-0-40
F = 20-0-15
S = 5-0-40
F = 20-0-20
S = 5-0-40
F = 20-0-20
Pasif S = 10-0-45
F = 25-0-25
S = 10-0-45
F = 25-0-25
S = 10-0-45
F = 25-0-25
S = 10-0-45
F = 25-0-25
S = 10-0-55
F = 25-0-25
S = 10-0-60
F = 25-0-30
HIP Kiri
Aktif S = 10-0-30
F = 20-0-15
S = 10-0-30
F = 20-0-15
S = 10-0-35
F = 20-0-15
S = 10-0-40
F = 20-0-20
S = 10-0-40
F = 20-0-20
S = 10-0-45
F = 20-0-20
Pasif S= 10-0-50
F = 25-0-20
S= 10-0-50
F = 25-0-20
S= 10-0-50
F = 25-0-30
S= 10-0-60
F = 25-0-30
S= 10-0-65
F = 25-0-35
S= 10-0-65
F = 25-0-35
Knee Kanan
Aktif S = 0-0-25 S = 0-0-25 S = 0-0-25 S = 0-0-40 S = 0-0-45 S = 0-0-55
Pasif S = 0-0-30 S = 0-0-30 S = 0-0-30 S = 0-0-50 S = 0-0-55 S = 0-0-65
Knee Kiri
Aktif S = 0-0-30 S = 0-0-30 S = 0-0-30 S = 0-0-30 S = 0-0-40 S = 0-0-55
Pasif S = 0-0-35 S = 0-0-35 S = 0-0-35 S = 0-0-35 S = 0-0-45 S = 0-0-65
Ankle Kanan
Aktif S = 5-0-30 S = 5-0-30 S = 5-0-30 S = 5-0-35 S = 5-0-35 S = 5-0-35
Pasif S = 20-0-35 S = 20-035 S = 20-035 S=20-0-35 S=20-0-35 S=20-0-45
Ankle Kiri
Aktif S = 5-0-25 S = 5-0-25 S = 5-0-25 S = 5-0-30 S = 5-0-35 S = 5-0-35
Pasif S= 20-0-30 S= 20-0-30 S= 20-0-35 S= 20-0-35 S= 20-0-40 S= 20-0-40
87
Tabel 4.9
EVALUASI KEKUATAN OTOT DENGAN MMT
HIP
GERAKAN T1 T2 T3 T4 T5 T6
Flesor 2- 2 3 3 3- 3-
Ekstensor 2- 2 3- 3 3- 3-
Abductor 2- 2- 3 3 3- 3-
adduktor 2- 2 3 3 3- 3-
KNEE
GERAKAN T1 T2 T3 T4 T5 T6
fleksor 2- 2 3- 3- 3- 3-
ekstensor 2- 2 3 3 3 3
ANKLEE
GERAKAN T1 T2 T3 T4 T5 T6
Dosi flexsi 1 1 2 2 3 3
Plantar
flexsi 2 2 3- 3- 3- 3-
88
Tabel 4.10
EVALUASI ADL DENGAN INDEK SELF KENNY CARE
Criteria T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 Aktivitas di tempat tidur
a Bergeser di bed 0 1 2 3 3 4
b Bangun dan duduk 0 0 0 2 3 3
2 Transfer dalam posisi
a Duduk 0 0 1 2 2 3
b Berdiri 0 0 0 0 1 1
c Penggunaan toilet 0 0 0 0 0 0
3 Ambulasi
a Berjalan 0 0 0 0 0 0
b Naik turun tangga 0 0 0 0 0 0
c Penggunaan kurusi
roda
0 0 0 0 0 2
4 Berpakaian
a Anggota atas dan
trun bagian atas
1 1 3 3 4 4
b Anggota bawah
dan trunk bagian
bawah
1 1 1 1 2 3
c kaki 1 1 1 1 2 3
5 Higine
a Wajah, rambut, 2 2 3 3 3 4
89
lengan
b trunk 1 2 2 3 3 3
c Anggota bawah 1 1 1 1 2 2
d Blader dan bowel 4 4 4 4 4 4
6 Makan 2 2 3 4 4 4
SKALA PENILAIAN
0 : Ketergantungan penuh
1 : Perlu bantuan banyak
2 : Perlu bantuan sedang
3 : Perlu bantuan minimal/pengawasan
4 : Mandiri penuh
90
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seorang pasien berusia 28 tahun dengan kondisi post operasi release knee
bilateral a/c poliomielitis dengan pemasangan wire pada 1/3 distal femur bilateral:
nyeri tekan pada daerah operasi, spasme otot penggerak sendi panggul dan lutut
tungkai kiri, bengkak pada daerah pergelangan kaki, keterbatasan gerak sendi
panggul lutut dan ankle. penurunan kekuatan otot penggerak sendi panggul, lutut
kiri dan ankle. penurunan kemampuan fungsional setelah di lakukan interverensi
fisioterapi sebanyak 6x dalam 1 minggu dengan modalitas Infra Red dan terapi
latihan:
1) Nyeri
Nyeri dirasakan sebagai suatu perasaan yang tidak mengenakkan yang
merupakan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan
jaringan aktual dan potensial atau sering dideskripsikan sebagai istilah adanya
kerusakan jaringan (Michlovitz, 1990). Nyeri di anggap sebagai proses
normal pertahanan yang di perlukan untuk tanda alami bahwa telah terjadi
kerusakan jaringan dan hasil terakhir di dapatkan bahwa nyeri menurun,
disini penulis akan membuat dalam bentuk grafik bahwa nyeri menurun, skala
nyeri sebagai berikut:
90
91
Grafik 5.1 Evaluasi nyeri dengan VAS
Penurunan tingkat nyeri dengan skala VAS adanya nyeri dan spasme,
dan setelah mendapatkan terapi sebanyak 6x, hasil yang didapatkan yaitu
nyeri dan spasme berkurang. Nyeri diam dari T1 = 3 menjadi T6 = 2 , Nyeri
gerak T1 = 5 menjadi T6 = 4, Nyeri tekan T1 =5 menjadi T6 = 3. Nyeri
tersebut dapat berkurang karena telah di lakukan penatalaksanaan infra red
yaitu Mild heating menimbulkan efek sedatif pada superficial sesori nerve
ending, stronger heating dapat menyebapkan counter irritation yang akan
menimbulkan pengurangan nyeri. Karena zat “P” penyebab nyeri akan
terbuang. Terapi latihan yaitu statik kontraksi, latihan gerak aktif dan latihan
gerak pasif.karena menurut melszac dan wall, menyeimbangkan aktivitas
stressor dan depressor pada jaringan uang mengalami cidera sehingga hal
tersebut dapat mengurangi nyeri.
0
1
2
3
4
5
6
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nyeri Diam
Nyeri Tekan
Nyeri Gerak
92
2) Antropometri (Oedema)
Merupakan mekanisme luka dari pada jaringan saat di lakukan
opersi,sehingga terlepasnya jaringan plasma darah oleh vasodilatasi yang
bersifat local ke dalam jaringan namun tidak di imbangi oleh kontraksi otot
secara optimal, dari hasil evaluasi terakhir didapatakan hasil bahwa bengkak
berkurang maka penulis membuat dalam bentuk table dan grafik penurunan
bengkak sebagai berikut :
Grafik 5.2 Evaluasi Oedema dengan midline
Adanya odema pada pergelangan kaki kiri, dan setelah mendapatkan
terapi sebanyak 6x, hasil yang didapatkan yaitu : maleolus lateral ke distal
5cm T1 = 21,5 cm menjadi T6 = 21 cm, maleolus lateral ke distal 10 cm T1
= 23,5 menjadi T6 = 21,5, maleolus lateral ke proksimal 5cm T1 = 21
menjadi T6 = 20, maleolus lateral ke proksimal 10cm T1 = 24 menjadi T6 =
23 bengkak dapat berkurang karena dilakukan aktif movement menurut
(basjamin 1978) dengan kontraksi otot dapat meningkatkan pumping action
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Maleolus Lateral ke distal +5cm
Maleolus Lateral ke Proksimal
+5cm
Maleolus Laterel ke Distal +10cm
Maleolus Lateral ke Proksimal
10cm
T1
T2
T3
T4
T5
T6
93
dan elevasi dapat mempercepat aliran darah balik dari tungkai ke jantung
dengan memanfaatkan efek gravitasi.
3) Spasme
Spasme timbul sebagai reaksi terhadap suatu kerusakan jaringan
terjadi karena adanya luka incise yang menyebabkan sirkulasi darah tidak
lancer sehingga timbul spasme disekitar luka.
Tabel 5.5 Evaluasi spasme otot
Spasme otot tungkai T1 T2 T3 T4 T5 T6
Quadriceps + + + + + -
Hamstring + + + + - -
Gastroknemius + + + + - -
Adanya penurunan spasme pada tungkai atas kiri dari T1
Quadriceps(+), hamtring(+) gastrocnemius (+) menjadi T6 Quadriceps (-
),hamtring (-) gastrocnemius (-) terapi dengan berbagai gerakan dengan
adanya kekuatan dari luar maupun dari kerja otot tubuh itu sendiri serta di
beri penekanan,gerakan ini dapat mengurangu spasme dan melancarakan
sirkulasi darah dan relaksasi otot.
4) Lingkup gerak sendi (LGS)
Penurunan kekuatan otot berpengaruh terhadap LGS akibat beberapa
hal ini maka pasien akan membatasi gerakan –gerakan maka LGS akan
terbatas,dari hasil evaluasi di dapatkan adanya peningkatan LGS dalam
bentuk grafi sebagai berikut:
94
Grafik 5.3 Evaluasi LGS dengan Goneometer
LGS sendi panggul meningkat karena menggunakan terapi latihan
passive movement dan active movement secara dini. mencegah perlengketan
jaringan ,menjaga elastisitas dan kontraktilitas jaringan otot serta mencegah
pembentyukan inflamasi dalam rongga persendian sehingga lingkup gerak
sendi terpelihara (kisner,1996).
5) Kekuatan otot
Akibat rasa nyeri pasien membatasi gerakan – gerakan sehingga
LGS otomatis akan terbatas.dalam jangka waktu yang lama hal ini
berpengaruh pada kekuatan otot, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot
.dari hasil evaluasi maka di dapatkan hasil adanya peningkatan kekuatan otot
daalam bentuk grafik sebagai berikut:
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
Fleksi
ekstensi2
Dorsal Fleksi
Plantar Fleksi
95
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Grafik 5.4 Evaluasi Kekuatan Otot dengan MMT
Tabel 5.4 Evaluasi Kekuatan Otot dengan MMT
Adanya penurunan kekuatan otot-otot hamstrings, quadriceps dan
gastroknimeus, dan setelah mendapatkan terapi sebanyak 6x, hasil yang
didapatkan yaitu : meningkatnya kekuatan otot-otot hip: flexor T1: 2- menjadi
T6:3-, extensor T1:2- menjadi T6:3-, abduktor T1:2- menjad T6:3-, adduktor
T1:2- menjadi T6:3-,otot knee: flexor T1:2- menjadi T6:3-,extensor T1:2-
menjadi T6: 3. kekuatan otot-otot ankle dorsi fleksi T1:1 menjadi T6:3
plantar fleksi :2 menjadi T6 :3-. Pengaruh terapi latihan terhadap kekuatan
otot berdasarkan data di atas, menurut(w.f.ganon 1995)bahwa dengan terapi
latihan secara aktif dapat meningkatkan kekuatan otot, kontraksi otot
tergantung banyaknya motor unit yang terangsang.maka daya dan kekuatan
otot dapat meningkat
96
6).Aktivitas fungsional
Pasien merasa nyeri sehingga sehingga membatasi aktivitas yang
berpengaruh pada kemampuan fungsional
Grafik 5.5 Evaluasi ADL dengan Indek Self Kenny Care
Adanya peningkatan aktivitas fungsional pertama kali terapi
dengan nilai 13 yang berarti bantuan berat ,menjadi 40 bantuan sedang
latiahan transver terhadap seperti miring dan terlentang,dari posisi miring ke
duduk.
00,5
11,5
22,5
33,5
44,5
T1
T2
T3
T4
T5
T6
97
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa poliomielitis
kronis yang mengakibatkan deformitas setelah dilakukan operasi berupa
osteotomi release knee bilateral dengan pemberian internal fiksasi berupa
wire, maka salah satu keuntungan yang di peroleh pasien adalah proses
penyambungan tulang yang lebih cepat. Dari tindakan operasi tersebut akan
muncul problem fisioterapi di antaranya nyeri, oedem, penurunan LGS, serta
penurunan kemampuan fungsional. Sesuai dengan problematika di atas, maka
fisioterapi dapat berperan dengan pemberian modalitas infra red dan terapi
latihan yang dapat berupa statik kontraksi, latihan gerak pasif dan aktif, serta
hold relax serta latihan transfer dan ambulasi. Pada kasus ini post operasi
release knee bilateral a/c poliomielitis dengan pemasangan wire pada 1/3
distal femur bilateral, setelah dilakukan terapi latihan sebanyak enam kali
selama enam hari disamping pemberian medika mentosa didapatkan hasil
berupa penurunan nyeri dan oedem, peningkatan LGS, serta peningkatan
kemampuan fungsional.
97
98
B. Saran
Dalam hal ini keberhasilan ditentukan oleh tim medis dan penderita
sendiri. Untuk mendukung lancarnya pelaksanaan program fisioerapi yang
telah ditetapkan maka latihan di rumah sesuai dengan yang dianjurkan terapis
seperti gerakan menekuk dan meluruskan paha dan lututnya dan gerakan
aktifitas seperti menyisir rambut, makan, menggosok gigi, mandi, berpakaian
dan berpindah. Dalam melakukan pemberian tindakan, fisioterapi tidak dapat
bekerja sendiri dan diperlukan kerjasama antara dokter dan tim medis lainnya
demi keberhasian penyembuhan pasien.
1. Kepada Pasien
Dalam melakukan latihan dan menjalankan home program yang
diberikan oleh terapis harus dilakukan secara rutin dengan kesungguhan
dan semangat sehingga keberhasilan akan dicapai.
2. Kepada Fisioterapi
Dalam melakukan pelayanan hendaknya sesuai prosedur yang ada
sebelum melakukan tindakan terapi. Fisioterapi mengadakan pemeriksaan
yang teliti dan sistematis sehingga dapat memecahkan permasalahan
pasien secara rinci dan untuk itu perluasan dan penambahan ilmu
pengetahuan yang sesuai degan kondisi pasien atau suatu masalah
diperlukan dengan memanfaatkan kemajuan IPTEK. Fisioterapis dapat
memilih teknologi intervensi yang paling sesuai dengan hasil yang
memuaskan bagi pasien dan terapis sendiri dan hal ini juga tidak lepas dari
tim medis lain agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan.
99
3. Kepada Masyarakat
Apabila mengalami ataupun menjumpai kasus akibat poliomielitis
kronis berupa kmplikasi ortopedik karena deformitas skeletal dan
kelemahan otot supaya lebih memanfaatkan adanya institusi kesehatan
yang ada dengan memeriksakan diri ke Rumah Sakit terdekat untuk
mendapatkan pertolongan / tindakan yang benar yang sesuai dengan
permasalahan yang ada secara dini. Dalam untuk menolong sebaiknya
jangan gegabah, karena mungkin saja kondisi korban akan lebih fatal, jadi
mungkin kita bisa mencari orang yang lebih berpengalaman.
4. Kepada Tim Medis
Bagi tim medis, baik dokter, perawat dan petugas medis lain supaya
memberikan kenyamanan dan pelayanan yang lebih baik agar dapat teracai
keberhasilan dalam kesehatan masyarakat.
100
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C. J, 1992; Outline of Fracture Including Joint Injuries; Tenth Edition,
Churchill Livingstone, New York, Hal 3, 41.
Salim, A 2006. Kebutuhan dan Hambatan Anak Tunadaksa, Makalah disampaikan
pada Kegiatan Pelatihan Teknis Dosen PLB Bidang Kekhususan Tunadaksa
Ditnaga Dirjenden Dikti Depdiknas
Appley, G.A & Solomon, Louis, 1995; Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley ;
Terjemahan Widya Medika, Jakarta, Hal 238 – 284.
Awori, Nelson et all, 1995; Bedah Primer : Trauma ; Terjemahan Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, Hal 355.
Basmajian, John, 1978; Therapeutic Exercise ; Third Edition, The William and
Wilkins, Sidney.
Bloch, Bernard, 1986; Fraktur dan Dislokasi ; Yayasan Essentia Medica,
Yogyakarta.
Depkes RI, 1992; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 23 tahun 1992
Tentang Kesehatan; Jakarta; Hal 1.
Depkes RI, 1992; Kesehatan Lingkungan; Oktober, 31, 2006, dari http :
//www.pdpersi.co.id/ ; Jakarta.
Dorland, 1994; Kamus Kedokteran ; Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Garrison, S. J, 1996; Dasar – Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik ; Terjemahan
Hipokrates, Jakarta, Hal 152 – 157.
Graham JM. 2004. Post-polio deterioration. Pract Neurol. 4:58-9.
Priatna, H, 2001; Fisioterapi Millenium III. Heri Priatna, dkk; Fisioterapi : Jurnal
Ikatan Fisioterapi Indonesia; Ikatan Fisioterapi Indonesia; Jakarta; Hal.5.
101
Howard RS. 2005. Poliomyelitis and the postpolio syndrome. BMJ. 330: 1314-
1318.
Kapandji, I. A, 1987; The Physiology of The Joint, Volume 2 Lower Limb; Fifth
Edition, Churchill Livingstone, Melbourne and New York.
Kisner Carolyn and Lynn Colby, 1996; Therapeutic Exercise Foundations and
Tecniques; Third Edition, F A Davis Company, Philadelphia, Hal 25 – 57.
Mardiman, S. (1994) Dokumentasi Persiapan Praktek Professional Fisioterapi;
Akademi Fisioterapi Surakarta, Depkes RI, Surakarta
MENKES RI. (2004) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentangRegestrasi dan Ijin Praktek Fisioterapi, Nomor 1059/ MENKES/ SK
IX/2004
Melzack and Will: diedit oleh Slamet Parjoto. (1996) Pelatihan
PenatalaksanaanKomprehensif Pada Nyeri. Surakarta
Mc. Roe, Ronald. (1994) Practical Fracture Treatment. Third Edition. ELBS,
United Kingdom
Prianta H,1985,Exercise Therapy,Akademi Fisioterapi Surakarta hal 3.
Pearce, Evelyn C. (2002) Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia,
Jakarta
Putz and Pabst, (2000) ,Atlas Anatomi Manusia ,Edisi 2, penerbit buku
kedokteran EGC, Jakarta.hal 276,310,320.
Syaifuddin (1995) Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat,Penerbit Buku
Kedokteran ,EGC ,Jakarta.
Magee, J. D, 1987; Orthopedic Physical Assesment ; Philadelphia, Hal 267 – 277.
102
Sri Mardiman, dkk, 1994; Dokumentasi Persiapan Praktek Professional
Fisioterapi; Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi dan Okupasi
Terapi; Hal 26-28.
Parjoto; 2000; Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri, Semarang ; hal 18-20.