KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

101
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja kedepan merupakan program kesehatan yang tidak bisa dianggap program kesehatan sampingan atau tidak penting. Kalau kita runut pentingnya kesehatan kerja sangat mudah, seorang kepala rumah tangga yaitu figure Bapak atau Ibu yang bekerja tentunya merupakan kekuatan utama ekonomi sebuah keluarga. Apabila Bapak atau Ibu yang bekerja tersebut jatuh sakit maka bisa dipastikan penghasilan keluarganya juga akan berkurang, sehingga status ekonomi keluarga juga akan menurun. Apabila masyarakat pekerja sehat dan produktif akan berdampak pada produktifitas suatu perusahaaan atau masyarakat dan akhirnya berujung pada produktifitas bangsa dan negara. Dari data Biro Pusat Statistik tahun 2005, tercatat jumlah penduduk usia kerja (15 – 54 tahun) berjumlah 22.214.459 jiwa atau 10,2 % dari jumlah penduduk. Dengan rincian tempat bekerja pada sektor perdagangan (26,1 %), sektor industri (18,5 %), jasa (17 %), angkutan (13,3 %), pertanian (11 %), bangunan (9,7 %) sektor listrik, minyak dan gas (0,5 %). Dengan demikian sasaran Kesehatan kerja sangat banyak dan

description

dsdfhgjkoiytrfgv

Transcript of KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

Page 1: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan kerja kedepan merupakan program kesehatan yang tidak bisa

dianggap program kesehatan sampingan atau tidak penting. Kalau kita runut

pentingnya kesehatan kerja sangat mudah, seorang kepala rumah tangga  yaitu

figure Bapak atau Ibu yang bekerja tentunya  merupakan kekuatan utama ekonomi

sebuah keluarga. Apabila Bapak atau Ibu yang bekerja tersebut jatuh sakit maka

bisa dipastikan penghasilan keluarganya juga akan berkurang, sehingga status

ekonomi keluarga juga akan menurun. Apabila masyarakat pekerja sehat dan

produktif akan berdampak pada produktifitas suatu perusahaaan atau masyarakat

dan akhirnya berujung pada produktifitas bangsa dan negara.

Dari data Biro Pusat Statistik tahun 2005, tercatat jumlah penduduk usia

kerja (15 – 54 tahun) berjumlah 22.214.459 jiwa atau 10,2 % dari jumlah

penduduk. Dengan rincian tempat bekerja pada sektor perdagangan (26,1 %),

sektor industri (18,5 %), jasa (17 %), angkutan (13,3 %), pertanian (11 %),

bangunan (9,7 %) sektor listrik, minyak dan gas (0,5 %). Dengan demikian

sasaran Kesehatan kerja sangat banyak  dan harus ditangani secara serius.

Persentasi 10,2 % penduduk usia kerja tersebut sangat menentukan kondisi tingkat

sosial ekonomi keluarganya, masyarakat bangsa dan negara.

  Faktanya, risiko kerja menempati urutan kesepuluh penyebab terjadinya

penyakit dan kematian. Penelitian WHO pada pekerja tentang penyakit kerja di 5

(lima) benua tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit kulit pada urutan

keempat penyakit akibat kerja yang paling sering, yakni sekitar 10 % (Direktorat

Bina Kesehatan Kerja, 2008).

Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan urtikaria.

Dermatitis kontak merupakan 50 % dari semua PAK (penyakit akibat kerja),

terbanyak bersifat nonalergi atau iritan. Insidensi Dermatitis Kontak Sangat

Page 2: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

2

tinggi. Kejadian dermatitis kontak diperkirakan mencapai hampir 90 % dari

semua penyakit kulit akibat kerja (Harvell, Lammintausta, dan Maibach, 1995).

Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang

merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan

oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun

kronis. Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah bahan

kimia yang terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita, yang

berhubungan dengan pekerjaan/hobi, atau oleh bahan yang berada di sekitarnya.

Disamping bahan penyebab tersebut, ada faktor penunjang yang mempermudah

timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara, kelembaban, gesekan, dan

oklusi (Kurniawidjaja, L.M., Lestari, M., Nuraga, W., 2008). Termasuk di

dalamnya bahwa penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang

bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali,

dan serbuk kayu.

Pekerja bengkel termasuk pekerjaan yang di dalamnya memiliki risiko

terpaparnya minyak pelumas dan zat-zat kimia lainnya yang dapat menimbulkan

iritasi pada tangan pekerja itu (Djuanda, 2009). Di Indonesia, tidak sulit mencari

bengkel-bengkel kendaraan bermotor apalagi di kota besar seperti Medan. Apabila

kita amati maka di sepanjang jalan besar akan tampak bengkel-bengkel kendaraan

bermotor baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Pengetahuan mereka

tentang dermatitis kontak dapat mempengaruhi sikap dan tindakan mereka

terhadap masalah kulit yang sering terjadi di antara pekerja bengkel ini. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan

para pekerja bengkel terhadap dermatitis kontak akibat kerja.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini diarahkan

untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana pengetahuan, sikap, dan tindakan,

pekerja bengkel terhadap dermatitis kontak akibat kerja di Kecamatan Medan

baru, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011?”

Page 3: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

3

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja bengkel terhadap dermatitis kontak

akibat kerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal dan

Kecamatan Medan Helvetia, Medan tahun 2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pekerja bengkel terhadap

dermatitis kontak akibat kerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia, Medan tahun 2011.

2. Untuk mengetahui sikap pekerja bengkel terhadap dermatitis kontak

akibat kerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal,

dan Kecamatan Medan Helvetia, Medan tahun 2011.

3. Untuk mengetahui tindakan pekerja bengkel terhadap dermatitis

kontak akibat kerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan

Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia, Medan tahun 2011.

4. Untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja bengkel

terhadap dermatitis kontak akibat kerja di Kecamatan Medan baru,

Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia, dan Medan

Sunggal, Medan tahun 2011 berdasarkan karakteristik usia dan

pendidikan.

1.4. Manfaat penelitian

1. Meningkatkan pengetahuan para pekerja bengkel tentang penyakit

dermatitis kontak akibat kerja.

Page 4: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

4

2. Memotivasi para pekerja bengkel untuk mencegah terjadinya

dermatitis kontak akibat kerja.

3. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang perilaku para

pekerja bengkel terhadap kejadian dermatitis kontak akibat kerja

sekaligus mengimplementasikan pelajaran metodologi penelitian

dalam penelitian yang sebenarnya.

4. Sebagai bahan acuan atau pertimbangan bagi penelitian-penelitian

lebih lanjut mengenai perilaku pekerja bengkel terhadap dermatitis

kontak akibat kerja.

Page 5: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup)

yang bersangkutan, sementara perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan

atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat

luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca, dan sebagainya. Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007)

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). OIeh karena perilaku ini terjadi melalui proses

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau “Stimulus Organisme

Respons”. Skiner membedakan adanya dua respons:

1. Responden respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini

disebut eliciting stimulation. Oleh karena menimbulkan respon-respon yang relatif

tetap. Misalnya: Makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan,

cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang

ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons.

Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik

(respons terhadap uraian tugasnya) kemudian memperoleh penghargaan dari

atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi

dalam melaksanakan tugasnya (Notoatmodjo, 2007).

Page 6: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

6

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua:

1.Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang

yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang

lain misalnya: Seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang

pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain

misalnya: seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke

puskesmas untuk diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara teratur, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau

faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan, faktor-faktor yang membedakan

respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan

perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat given atau bawaan, misalnya: Tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering

merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang

(Notoatmodjo, 2007).

Page 7: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

7

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi

pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau

kawasan yakni: a. kognitif (cognitive), b. afektif (affective), c. psikomotor

(psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk

pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

2.1.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Notoatmodjo (2007) dalam

bukunya “Promosi Kesehatan dan Ilmu perilaku” mengemukakan bahwa

pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah (Notoatmodjo, 2007).

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar (Notoatmodjo, 2007).

3. Aplikasi (application)

Page 8: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

8

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo,

2007).

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain (Notoatmodjo, 2007).

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain synthesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2007).

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap ini tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai 3 komponen pokok:

Page 9: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

9

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek) (Notoatmodjo, 2007).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap (Notoatmodjo, 2007).

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (Notoatmodjo, 2007).

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

2.1.3. Praktik atau Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah

fasilitas (Notoatmodjo, 2007).

Page 10: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

10

Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan:

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu

dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya (Notoatmodjo,

2007).

2. Respons terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. Misalnya, seorang

ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari mencuci dan memotong-

motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan sebagainya (Notoatmodjo,

2007).

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai

praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya

pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain

(Notoatmodjo, 2007).

4. Adopsi (adoption)

Suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya

tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut (Notoatmodjo, 2007).

2.1.4. Perubahan Perilaku

Menurut WHO, perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga, yakni:

Page 11: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

11

1. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Sebagian perubahan perilaku manusia disebabkan karena kejadian

alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan

lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota

masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan (Notoatmodjo,

2007).

2. Perubahan terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh

subjek (Notoatmodjo, 2007).

3. Kesediaan untuk berubah (Readdiness to change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di

dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang lagi

sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini

disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang

berbeda-beda (Notoatmodjo, 2007).

4. Strategi Perubahan Perilaku

WHO mengelompokkan menjadi tiga:

1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan

Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga

ia mau berperilaku seperti dengan yang diharapkan (Notoatmodjo,

2007).

2. Pemberian informasi

Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai

hidup sehat, cara pemiliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit,

dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal

tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan

Page 12: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

12

menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan orang

berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu

(Notoatmodjo, 2007).

3. Diskusi partisipasi

Masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif

berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang

diterimanya (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi

yang menempel pada kulit (Djuanda dan Sularsito, 2009).

Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan

dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda

dan Sularsito, 2009).

2.2.1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

2.2.1.1. Defenisi

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit

nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses

sensitisasi (Djuanda dan Sularsito, 2009).

2.2

.1.2. Epidemiologi

Jumlah kejadian dermatitis kontak iritan (DKI) melebihi 80% dari semua

kasus dermatitis kontak (Hunter, 2002). Pada orang dewasa, DKI sering terjadi

pada telapak tangan dan punggung tangan karena sering berkaitan dengan

Page 13: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

13

pekerjaan. DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras

dan jenis kelamin. Namun, DKI dua kali lebih sering terjadi pada wanita daripada

pria. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan, bukan faktor genetik.

Pekerjaan dengan risiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong,

pekerja industri, mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning services), tukang

masak, penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja logam, penanam bunga, dan

pekerja bangunan (Hogan, 2009).

2.2.1.3. Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,

misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.

Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,

konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain.

Faktor yang dimaksud yaitu: lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau

berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula

gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan

(Sularsito dan Djuanda, 2009).

Sebuah iritan primer ialah agen yang mengakibatkan terjadinya respon

inflamasi kulit oleh paparan langsung pada kulit seseorang dengan konsentrasi

dan durasi terpapar yang cukup. Iritan primer dibagi dalam dua jenis, yaitu iritan

absolut dan iritan relatif. Iritan absolut ialah zat yang merusak, korosif yang

melukai kulit seseorang segera setelah paparan pertama, contohnya asam dan basa

kuat. Iritan relatif ialah zat yang membutuhkan paparan berulang dan lama dengan

kulit untuk dapat menimbulkan respon inflamasi, contohnya sabun dan detergen

(Adams, 1969).

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan

ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia

(anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam

Page 14: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

14

lebih tahan daripada kulit putih); jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak

daripada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang

rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatitis atopik (Sularsito

dan Djuanda, 2009).

Tabel 2.1. Iritan yang sering menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan

Iritan yang sering menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan

Asam kuat (Hidroklorida, Hidroflorida, Asam nitrat, Asam Sulfat)

Basa Kuat (Kalsium Hidroksida, Natrium Hidroksida, Kalium Hidroksida)

Detergen, Epoksi, Etilen oksida, Fiberglass, Minyak(Lubrikan), Pelarut-pelarut

organik, Agen Oksidator, Plasticizer, Serpihan Kayu

Keefner, K.P. 2004

2.2.1.4. Patogenesis

Sularsito dan Djuanda, 2009 menjelaskan bahwa kelainan kulit akibat

kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis.

Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak

lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan

(toksin) merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian

dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen

inti sehingga menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak

di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah

akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan

kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi

dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel

dibawahnya oleh iritan.

Page 15: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

15

2.2.1.5. Klasifikasi

Dermatitis kontak iritan diklasifikasikan atas dermatitis kontak iritan akut

dan dermatitis kontak iritan kronik/kumulatif (Siregar dan Roesyanto, 1990).

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Dermatitis kontak iritan akut terjadi setelah satu atau beberapa kali yang

olesan dengan bahan-bahan iritan yang kuat (absolut), sehingga menyebabkan

kerusakan epidermis yang berakibatkan peradangan. Biasanya oleh karena

kecelakaan (tidak disengaja) pada waktu bekerja.

2. Dermatitis Kontak Iritan Kronik/kumulatif

Dermatitis ini terjadi karena kulit berkontak dengan bahan-bahan iritan

yang tidak terlalu kuat.

2.2.1.6. Manifestasi Klinis

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.

Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis.

Selain itu juga banyak faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor individu

(misalnya, ras, usia, lokasi, atopi, penyakit kulit lain), faktor lingkungan

(misalnya, suhu dan kelembaban udara, oklusi) (Djuanda dan Sularsito, 2009).

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang

mengklasifikasikan DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat akut

(acute delayed Irritant Contact Dermatitis), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif,

eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, noneritematosa dan subyektif. Ada

pula yang membaginya menjadi dua kategori yaitu kategori mayor terdiri atas

DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri

atas: DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI lambat akut, reaksi

iritasi, DKI eritematosa, dan DKI subyektif (Djuanda dan Sularsito, 2009).

1. DKI akut

Page 16: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

16

Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.

Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam

hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya

terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding

dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat

kontak kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa

eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas,

dan pada umumnya asimetris (Djuanda dan Sularsito, 2009).

2. DKI akut lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8-

24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut

lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium

klorida, asam hidrofluorat. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu

serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru

merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah

menjadi vesikel atau bahkan nekrosis (Djuanda dan Sularsito, 2009).

3. DKI kumulatif.

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi; nama lain ialah DKI

kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor

fisis, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin;

juga bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah bahkan juga air. DKI

kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu

bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru

mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak

berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga

waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting (Djuanda dan Sularsito,

2009). Dapat dibagi atas dua stadium:

Page 17: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

17

1. Stadium I: kulit kering, pecah-pecah dan absorbsi perkutaneus bertambah.

Stadium ini dapat sembuh dengan sendirinya.

2. Stadium II: adanya kerusakan epidermal dan reaksi dermal. Kulit menjadi

merah, bengkak, panas dan mudah terangsang. Kadang-kadang timbul papula,

vesikula berair, dan krusta. Bila kronik timbul likenifikasi tanda-tanda garutan

(Roesyanto-Mahadi, 2000). Contoh pekerjaan yang berisiko tinggi untuk DKI

kumulatif yaitu: tukang cuci, kuli bangunan, montir di bengkel, juru masak,

tukang kebun, penata rambut (Djuanda dan Sularsito, 2009).

4. Reaksi Iritan

Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang

terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam

dalam beberapa bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa

skuama, eritema, vesikel, pustul dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri,

menimbulkan penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat berlanjut menjadi

DKI kumulatif (Djuanda dan Sularsito, 2009).

5. DKI traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi.

Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu,

paling sering terjadi di tangan (Djuanda dan Sularsito, 2009).

6. DKI Noneritematosa

Merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan fungsi sawar

stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis (Djuanda dan Sularsito, 2009).

7. DKI subyektif

Juga disebut DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita

merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah kontak dengan

bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat (Djuanda dan Sularsito, 2009).

Page 18: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

18

2.2.1.7. Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan

gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat

sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.

Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran

klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak

alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai (Sularsito

dan Djuanda, 2009).

1. Riwayat Penyakit

Gejala subjektif primer biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut:

Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulit.

Onset gejala muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam pada DKI

akut. Onset dan gejala bisa tertunda beberapa minggu pada DKI kumulatif.

Nyeri, rasa terbakar, rasa perih, dan tidak nyaman melebihi rasa gatal pada

fase awal.

Kriteria subyektif yang kurang penting pada DKI, yaitu onset dermatitis

terjadi dalam 2 minggu paparan dan adanya keluhan yang sama pada rekan kerja

atau anggota keluarga lainnya. DKI okupasional biasanya terjadi pada karyawan

baru atau mereka yang belum belajar untuk melindungi kulitnya dari iritan.

2. Pemeriksaan fisik

Kriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi makula

eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol, kulit epidermis seperti terbakar,

proses penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan iritan

serta tes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkin. Kriteria

obyektif minor meliputi batas tegas pada dermatitis, bukti pengaruh gravitasi

seperti efek menetes, kecenderungan untuk menyebar lebih rendah dibanding

Page 19: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

19

DKA, perbedaan kecil dalam waktu paparan dan konsentrasi menghasilkan

perbedaan yang besar dalam kerusakan kulit (Hogan, 2009).

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi

sekunder bakteri.

Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk

menyingkirkan infeksi tinea superfisial atau kandida, bergantung pada

tempat dan bentuk lesi.

Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi bukan untuk

membuktikan adanya iritan penyebab munculnya DKI.

Peningkatan IgE adakalanya berguna untuk memperkuat diatesis atopik

pada seseorang yang tidak mempunyai riwayat atopik pada keluarga

(Hogan, 2009).

2.2.1.8. Penatalaksanaan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan

bahan iritan, baik yang bersifat mekanis, fisis maupun kimiawi, serta

menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan

sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan

sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk

memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan

dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk

kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.

Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja

dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan (Sularsito dan Djuanda,

2009). Dapat juga diberikan kortikosteroid sistemik untuk indikasi parah

(misalnya: pasien tidak bisa melakukan bekerja sehari-hari, atau tidak bisa tidur

Page 20: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

20

karena lesi eksudatif. Prednison dimulai sebanyak 70 mg (dewasa) kemudian

berangsur 5-10 mg/hari setelah periode 1-2 minggu (Fitzpatrick, 2001).

2.2.1.9. Komplikasi

DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal. Lesi kulit bisa

mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilococcus aureus.

Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutama pada

pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik.

Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi pos inflamasi pada area terkena DKI

(Hogan, 2009).

2.2.1.10. Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan

dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi

pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi

(Sularsito dan Djuanda, 2009).

2.2.2. Dermatitis Kontak Alergik

2.2.2.1. Defenisi

Dermatitis kontak alergik (DKA) merupakan peradangan kulit akibat

reaksi hipersensitivitas tipe IV yang mengikuti paparan zat-zat topikal pada

individu yang tersensitisasi (Sterry, Paus, dan Burgdorf, 2006).

Page 21: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

21

2.2.2.2. Epidemiologi

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit,

karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).

Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan

bertambahnya jumlahnya produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai

oleh masyarakat. Dari suatu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat

kerja tiga kali lebih sering daripada DKA akibat kerja (Sularsito dan Djuanda,

2009).

DKA terjadi paling sering pada wanita dibandingkan pria. Hal ini dominan

disebabkan karena alergi pada nikel yang lebih banyak terjadi pada wanita

daripada pria di hampir semua negara (Hogan, 2009).

2.2.2.3. Etiologi

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul

umumnya rendah (<1000 Dalton), merupakan alergen yang belum diproses,

disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum

sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor

berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya, potensi sensitisasi alergen, dosis

per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu, dan

kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya

keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan

epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar

matahari). Bahan-bahan yang sering menyebabkan DKA adalah nikel, colophony,

bahan-bahan aditif karet, kromat, cat rambut, dan obat-obat topikal baik sebagai

bahan aktif utama maupun sebagai bahan dasar (Graham-Brown dan Burns,

2005).

Page 22: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

22

2.2.2.4. Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons

imun yang diperantarai sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi

imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui

dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah

mengalami sensitisasi dapat menderita DKA.

2.2.2.5. Manifestasi Klinis

1. Fase akut: merah edema, papula, vesikula, berair, krusta, gatal

2. Fase kronik: kulit tebal/likenifikasi, kulit pecah-pecah, skuama, kulit kering

dan hiperpigmentasi (Roesyanto-Mahadi, 2000).

2.2.2.6. Diagnosis

1. Riwayat Penyakit

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan

klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan

kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berukuran numular di

sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi dengan papul dan erosi,

maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat

pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga

meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat

sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit

kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun

keluarganya (Sularsito dan Djuanda, 2009).

2. Pemeriksaan Fisik

Page 23: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

23

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada

keparahan DKA. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas,

kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis

terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura,

batasnya tidak tegas.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis.

Perlu dilakukan preparat potasium hidroksida dan/atau kultur jamur untuk

menyingkirkan tinea. Tes tempel perlu dilakukan untuk mengidentifikasi bahan

kimia eksternal yang bersifat alergik bagi pasien. Tes aplikasi terbuka berulang,

tes Dimethylgloxime, ataupun biopsi kulit juga dapat dilakukan (Hogan, 2009).

2.2.2.7. Penatalaksanaan

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah

upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan

menekan kelainan kulit yang timbul. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka

pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan

eritema, edema, vesikel, atau bula, serta eksudatif (madidans), misalnya prednison

30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari.

Sedangkan kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal atau

larutan air salisil 1:1000. Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda

(setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan

kortikosteroid atau makrolaktam (pimekrolimus atau takrolimus) secara topikal

(Sularsito dan Djuanda, 2009).

Page 24: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

24

2.2.2.8. Prognosis

Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat

disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan

dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis,

atau psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya

berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan

penderita (Sularsito dan Djuanda, 2009).

2.3. Dermatitis Kontak Akibat kerja pada Pekerja Bengkel

Sularsito dan Djuanda (2009) menjelaskan bahwa penyebab munculnya

dermatitis kontak iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam,

alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran

molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi

oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu: lama kontak, kekerapan (terus-

menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,

demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga

ikut berperan, dan di dalam pekerjaan sebagai pekerja bengkel, pekerja terpapar

dengan minyak pelumas, asam, alkali, ditambah dengan kekerapan kontak dengan

panas ataupun mungkin gesekan dapat menjadi faktor penyebab terkenanya

pekerja bengkel terhadap dermatitis kontak iritan.

Juga dikatakan bahwa pada dermatitis kontak iritan kumulatif, dermatitis

ini dapat disebabkan oleh kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis,

misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga

bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah bahkan juga air). DKI kumulatif

dapat terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara

sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila

bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-

minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan

Page 25: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

25

rentetan kontak merupakan faktor penting dan hal ini pasti ditemukan pada

pekerja bengkel yang kerap sekali terpapar dengan bahan-bahan kimia dan faktor-

faktor seperti panas, gesekan yang nantinya dapat mengakibatkan dermatitis

kontak iritan.

Cycloaliphatic epoxy resin, 1,2cyclohexanedicarboxylic acid, bis

(oxiranylmethyl) ester, ditambah ke minyak sebagai penstabil (Informasi diambil

dari the European Agency for Safety and Health at Work http://a gency.osha.eu.)

ini adalah contoh-contoh bahan-bahan iritan pada pekerja bengkel yang dapat

mengakibatkan dermatitis kontak iritan pekerja bengkel tersebut (Occupational

Disease Working Group, 2006).

Page 26: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

Pengetahuan pekerja bengkel

Sikap pekerja bengkel

Tindakan pekerja bengkel

Dermatitis kontak akibat kerja

26

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka konsep

Gambar 3.1. Kerangka konsep Penelitian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Pekerja Bengkel Terhadap Dermatitis Kontak Akibat Kerja di Kecamatan Medan

Baru, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011.

3.2. Defenisi Operasional

Variabel pada penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja

bengkel terhadap dermatitis kontak akibat kerja di Kecamatan Medan baru,

Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia, Medan tahun 2011.

Page 27: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

27

Tabel 3.1. Variabel dan Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi

Operasional

Alat

Ukur

Cara

ukur

Hasil

ukur

Skala

ukur

1 Pengetahu

an

Segala

sesuatu yang

diketahui

responden

mengenai

Dermatitis

Kontak

Akibat Kerja

Kuesioner Wawancar

a

1.Baik

2.Sedang

3.Kurang

Ordinal

2 Sikap Tanggapan

atau reaksi

responden

mengenai

Dermatitis

Kontak

Akibat Kerja

Kuesioner Wawancar

a

1.Baik

2.Sedang

3.Kurang

Ordinal

3 Tindakan Segala

sesuatu yang

telah

dilakukan

responden

sehubungan

dengan

pengetahuan

dan sikap

tentang

Dermatitis

kuesioner Wawancar

a

1.Baik

2.Sedang

3.Kurang

Ordinal

Page 28: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

28

Kontak

Akibat Kerja

3.2.1. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan responden diukur melalui 7 buah pertanyaan dengan

masing-masing diberi tiga pilihan jawaban. Masing-masing diberi nilai 1 jika

jawaban benar, diberi nilai 0 jika jawaban salah sehingga skor total yang tertinggi

adalah 7.

Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden, maka tingkat pekerja

bengkel dapat dibagi dalam tiga kategori (Pratomo dan Sudarti, 1986), yaitu:

1. Tingkat pengetahuan baik, apabila responden memperoleh nilai 6-7 atau

melebihi 75% dari total nilai.

2. Tingkat pengetahuan sedang, apabila responden memperoleh nilai 3-5 atau

40%-75% dari total nilai.

3. Tingkat pengetahuan kurang, apabila responden memperoleh nilai 0-2 atau

kurang dari total nilai.

3.2.2. Sikap

Jumlah pertanyaan untuk mengukur sikap ada 4. Jawaban yang benar diberi

nilai 1 dan diberi nilai 0 jika jawaban salah sehingga skor tertinggi yang dapat

dicapai responden adalah 4.

Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden, maka sikap responden

dapat dikategorikan menjadi tiga (Pratomo dan Sudarti, 1986), yaitu:

1. Nilai baik, apabila responden memperoleh nilai 4 atau melebihi 75% dari

total nilai.

Page 29: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

29

2. Nilai sedang, apabila responden memperoleh nilai 2-3 atau 40%-75% dari

total nilai.

3. Nilai kurang, apabila responden memperoleh nilai 0-1 atau kurang dari

40% total nilai.

3.2.3. Tindakan

Jumlah pertanyaan untuk mengukur tindakan ada 6. Jawaban yang benar

diberi nilai 1 dan diberi nilai 0 jika jawaban salah sehingga skor tertinggi yang

dapat dicapai responden adalah 6.

Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden tentang tindakan

responden dikategorikan menjadi tiga (Pratomo dan Sudarti, 1986), yaitu:

1. Nilai baik, apabila responden memperoleh nilai 5-6 atau melebihi 75% dari

total nilai.

2. Nilai sedang, apabila responden memperoleh nilai 3-4 atau 40%-75% dari

total nilai.

3. Nilai kurang, apabila responden memperoleh nilai 0-2 atau kurang dari

40% total nilai.

3.2.4. Pekerja bengkel

Pekerja bengkel adalah orang yang bermatapencaharian/mencari nafkah

dengan bekerja memperbaiki kendaraan bermotor yang sedang mengalami

kerusakan pada suatu tempat yang disebut bengkel kendaraan bermotor.

3.2.5. Dermatitis Kontak Akibat Kerja

Dermatitis kontak akibat kerja adalah suatu respon inflamasi dari kulit yang

dapat berupa eritema, edema, panas, dan nyeri yang terjadi akibat paparan

langsung para pekerja terhadap bahan alergen atau iritan yang didapatkan saat

bekerja.

Page 30: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

30

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif untuk

mendeskripsikan bagaimana pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja bengkel

terhadap dermatitis kontak akibat kerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia pada tahun 2011. Pendekatan

yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional dimana

observasi (pengumpulan data) dilakukan pada satu saat tertentu.

4.2. Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat bengkel yang berada di

Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan

Helvetia, Medan, Sumatera Utara, mulai bulan Juli sampai dengan September

2011. Adapun alasan pemilihan tempat penelitian adalah karena di tempat ini

banyak sekali bengkel-bengkel kendaraan bermotor dimana seperti yang kita

ketahui kawasan ini adalah kawasan jalan raya yang dipenuhi oleh kendaraan

yang berjalan di sepanjang jalan. Selain itu belum pernah dilakukan penelitian

tentang pengetahuan, sikap dan tindakan pekerja bengkel terhadap dermatitis

kontak akibat kerja sebelumnya.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua pekerja bengkel yang terdapat di

Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia,

Sumatera Utara.

Page 31: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

31

4.3.2. Sampel

Menurut Sastroasmoro dan Ismael (2010), besar sampel tunggal untuk

estimasi proporsi suatu populasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

dimana n = besar sampel minimum

Zα = nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu

P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki/kesalahan (absolut) yang

dapat ditolerir

Q = (1-P)

Karena P x Q mempunyai nilai paling tinggi bila P=0,5, bila proporsi

sebelumnya tidak diketahui, maka dipergunakan P=0,5.

Bila Zα = 1,96 P=0,5 Q=0,5 d=0,1

n =

1, 962 x0,5 x 0,50,12

=97

Dengan menggunakan rumus di atas diperoleh jumlah sampel sebanyak 97 orang.

Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Consecutive sampling.

Semua subyek yang didatangi dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan

dalam penelitian sampai jumlah subyek yang dibutuhkan terpenuhi. Consecutive

sampling ini merupakan jenis nonprobability sampling yang paling baik dan

sering merupakan cara termudah (Sastroasmoro dan Ismael, 2010).

Adapun kriteria inklusi yang digunakan adalah:

Pekerja bengkel yang bekerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia yang bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian.

Page 32: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

32

Pekerja bengkel yang bekerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia yang terpapar langsung

dengan bahan-bahan iritan atau alergi di bengkel.

Pekerja bengkel yang bekerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia yang pernah mendengar atau

mengalami dermatitis kontak.

Pekerja bengkel yang bekerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia yang bisa membaca dan

menulis.

Kriteria eksklusi sampel adalah:

Pekerja bengkel yang bekerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia yang tidak bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian.

Pekerja bengkel yang bekerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia yang tidak terpapar langsung

dengan bahan-bahan iritan atau alergi di bengkel.

Pekerja bengkel yang bekerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia yang tidak pernah

mendengar atau mengalami dermatitis kontak.

Pekerja bengkel yang bekerja di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia yang tidak bisa membaca

dan menulis.

Semua pekerja bengkel yang termasuk dalam kriteria inklusi tetapi tidak

mengisi kuesioner dengan lengkap.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada

responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner terlebih dahulu akan diuji

validitas dan reliabilitasnya dengan aplikasi program Statistical Product Solution

Service (SPSS). Validitas menunjukkan sejauh mana ukuran yang diperoleh

Page 33: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

33

benar-benar menyatakan hasil pengukuran yang ingin diukur. Sedangkan

reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur

dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2009).

Uji validitas yang digunakan adalah dengan teknik moment product

correlation/pearson correlation sedangkan uji reliabilitasnya dengan

menggunakan Alpha Cronbach.

Tabel 4.1. Laporan Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Variabel Nomor Total Pearson Status Alpha Status

  Pertanyaan Correlation      

Pengetahuan 1 0,521 Valid 0,759 Reliabel

2 0,521 Valid Reliabel

3 0,458 Valid Reliabel

4 0,574 Valid Reliabel

5 0,473 Valid Reliabel

6 0,687 Valid Reliabel

  7 0,687 Valid   Reliabel

Sikap 1 0,712 Valid 0,695 Reliabel

2 0,712 Valid Reliabel

3 0,613 Valid Reliabel

  4 0,446 Valid   Reliabel

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama editing

yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta

memastikan bahwa semua jawaban telah diisi petunjuk, tahap kedua coding yaitu

memberi kode angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu

mengadakan tabulasi dan analisis, tahap ketiga entry yaitu memasukkan data dari

kuesioner ke dalam program computer dengan menggunakan program SPSS versi

17.0 tahap ke empat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data

Page 34: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

34

yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak (Wahyuni, 2008).

Untuk mendeskripsikan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja bengkel

terhadap dermatitis kontak akibat kerja di Kecamatan Medan Baru, Medan,

Sumatera Utara tahun 2011 dilakukan perhitungan frekuensi dan persentase. Hasil

penelitian ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi.

Page 35: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

35

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian mencakup tiga kecamatan di Kota Medan, yaitu:

Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan

Helvetia. Pada Kecamatan Medan Baru pengambilan data di tempat-tempat

bengkel kendaraan bermotor di sepanjang jalan Jamin Ginting, Kelurahan Padang

Bulan, pada Kecamatan Medan Sunggal pengambilan data di sepanjang jalan

Setia Budi, Kelurahan Tanjung Rejo, sementara pada Kecamatan Medan Helvetia,

pengambilan data ada di dua kelurahan yaitu: di sepanjang jalan Kapten Muslim,

Kelurahan Helvetia Timur, dan jalan Gaperta, Kelurahan Helvetia Tengah.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

5.1.2.1 Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

<20 tahun 17 17,5

20-29 tahun 57 58,8

30-39 tahun 23 23,7

Total 97 100

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden berusia 20-29

tahun yaitu 57 orang (58,8 %), sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok

usia <20 tahun yaitu sebanyak 17 orang (17,5 %). Responden paling muda berusia

16 tahun, sedangkan responden paling tua berusia 38 tahun.

Page 36: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

36

5.1.2.1 Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

Sarjana 3 3,1

SMA/sederajat 72 74,2

SMP/sederajat 17 17,5

SD/sederajat 5 5,2

Total 97 100

Dari tabel 5.2. dapat diketahui bahwa responden penelitian mayoritas

mempunyai pendidikan terakhir di jenjang SMA yaitu 72 orang (74,2 %),

sedangkan yang paling sedikit adalah jenjang pendidikan sarjana yaitu 3 orang

(3,1 %).

Page 37: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

37

5.1.3. Deskripsi Pengetahuan Responden terhadap Dermatitis Kontak Akibat

Kerja

Tabel 5.3. Distribusi Pengetahuan Responden untuk Tiap pertanyaan Pengetahuan

mengenai Dermatitis Kontak Akibat Kerja

No Pertanyaan Pengetahuan Benar Salah

N (%) N (%)

1. Mengetahui bahwa pekerja bengkel berisiko

terhadap terkenanya dermatitis kontak.

2. Mengetahui bahwa tangan adalah salah satu

bagian tubuh yang biasa menjadi tempat

terjadinya dermatitis kontak.

3. Mengetahui dermatitis kontak dapat dicegah

dengan memakai krim pelindung kulit dan

penggunaan sarung tangan.

4. Mengetahui dermatitis kontak dapat disebab-

kan bahan-bahan kimiawi yang terkandung di

dalam minyak pelumas

5. Mengetahui dermatitis kontak akibat kerja

dipengaruhi ras (warna kulit pekerja bengkel).

6. Mengetahui bahwa dermatitis kontak akibat

kerja dipengaruhi oleh suhu peralatan dan

lingkungan bengkel

7. Mengetahui dermatitis kontak akibat kerja

dapat dipengaruhi kelembaban peralatan dan

lingkungan bengkel.

74

8

4

5

8

52

3

7

5

8

59

76,3

86,

6

59,

8

53,6

38,

1

59,

8

60,8

23

1

3

39

45

6

0

3

9

38

23,7

13,

4

4

0,2

46,4

61,

9

40,

2

39,2

Page 38: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

38

Dari tabel 5.3. di atas, terlihat bahwa mayoritas responden mengetahui

bahwa tangan adalah salah satu bagian tubuh yang biasa menjadi tempat

terjadinya dermatitis kontak yaitu dengan persentase 86,6 %, namun mayoritas

responden belum mengetahui dermatitis kontak akibat kerja dipengaruhi ras

(warna kulit pekerja bengkel) yaitu 61,9 %.

Tabel 5.4. Distribusi Kategori Pengetahuan Responden terhadap Dermatitis

Kontak Akibat Kerja

Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 31 32

Sedang 48 49,5

Kurang 18 18,6

Total 97 100

Berdasarkan tabel 5.4 di atas, terlihat bahwa mayoritas responden yakni

sebanyak 48 orang (49,5 %) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang. Ada

sebanyak 31 orang (32 %) yang sudah memiliki tingkat pengetahuan baik, dan

hanya ada 18 orang (18,6 %) yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang.

Page 39: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

39

5.1.4. Deskripsi Sikap Responden terhadap Dermatitis Kontak Akibat Kerja

Tabel 5.5. Distribusi Sikap Responden untuk Tiap Pertanyaan Sikap terhadap

Dermatitis Kontak Akibat Kerja

No Pernyataan Sikap Sikap Responden

Setuju Tidak setuju

n (%) n (%)

1. Menderita dermatitis kontak menyebabkan

ketidaknyamanan kerja pekerja bengkel

2. Menderita dermatitis kontak menyebabkan

menurunnya produktivitas kerja pekerja bengkel

3. Dermatitis kontak adalah penyakit yang harus

mendapat perhatian dari para pekerja bengkel

4. Penyakit dermatitis kontak sebaiknya diketahui

oleh semua pekerja bengkel.

78 80,4 19 19,6

63 64,9 34 35,1

76 78,4 21 21,6

86 88,7 11 11,3

Dari tabel 5.5 mayoritas responden setuju bahwa penyakit dermatitis

kontak sebaiknya diketahui oleh semua pekerja bengkel, yaitu dengan persentase

88,7 %, namun mayoritas responden tidak setuju bahwa menderita dermatitis

kontak menyebabkan menurunnya produktivitas kerja pekerja bengkel, dengan

persentase 35,1 %.

Page 40: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

40

Tabel 5.6. Distribusi Kategori Sikap Responden terhadap Dermatitis Kontak

Akibat Kerja

  Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 47 48,5

Sedang 43 44,3

Kurang 7 7,2

Total 97 100

Berdasarkan tabel 5.6 di atas, dapat disimpulkan mayoritas responden yaitu

sebanyak 47 responden (48,5 %) memiliki sikap yang baik terhadap dermatitis

kontak akibat kerja. Ada sebanyak 43 responden (44,3 %) memiliki kategori sikap

yang sedang dan hanya ada 7 responden (7,2 %) yang masih memiliki sikap yang

kurang.

Page 41: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

41

5.1.5. Deskripsi Tindakan Responden terhadap Dermatitis Kontak Akibat

Kerja

Tabel 5.7. Distribusi Tindakan Responden untuk Tiap pertanyaan Tindakan

terhadap Dermatitis Kontak Akibat Kerja

No Pertanyaan Tindakan Tindakan

Ya Tidak

n % n %

1. Mencari tahu tentang penyakit dermatitis

kontak akibat kerja

2. Segera pergi berobat ke dokter ketika

mengalami gejala-gejala dermatitis kontak

akibat kerja di bengkel kendaraan bermotor

3. Selalu mencuci tangan atau membersihkan

tangan setiap kali habis kerja

4. Memakai sarung tangan atau krim pelindung

kulit untuk mencegah terjadinya dermatitis

kontak

5. Akan menyuruh rekan sekerjanya di bengkel

berobat ke dokter jika mengalami dermatitis

kontak akibat kerja

6. Mengajak rekan sekerjanya untuk mencegah

terjadinya dermatitis kontak akibat kerja di

Bengkel

38

17

87

9

42

41

39,2

17,5

89,7

9,3

43,3

42,3

59

80

10

88

55

56

60,8

82,5

10,3

90,7

56,7

57,7

Page 42: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

42

Dari tabel 5.7 mayoritas responden selalu mencuci tangan atau

membersihkan tangan setiap kali habis kerja, dengan persentase 89,7 %, namun

mayoritas responden tidak memakai sarung tangan atau krim pelindung kulit

untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, dengan persentase 90,7 %.

Tabel 5.8. Distribusi Kategori Tindakan Responden terhadap Dermatitis Kontak

Akibat Kerja

  Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 5 5,2

Sedang 37 38,1

Kurang 55 56,7

Total 97 100 

Dari tabel 5.8 di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden yakni

sebanyak 55 orang (56,7 %) memiliki kategori tindakan yang kurang terhadap

dermatitis kontak akibat kerja. Ada sebanyak 37 orang (38,1 %) yang memiliki

kategori tindakan yang sedang terhadap dermatitis kontak akibat kerja dan hanya

5 orang yang memiliki kategori tindakan yang baik.

Page 43: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

43

5.1.6. Deskripsi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap

Dermatitis Kontak Akibat Kerja Berdasarkan Usia

Tabel 5.9. Distribusi Kategori Pengetahuan Responden terhadap Dermatitis

Kontak berdasarkan usia

Usia Responden Kategori Pengetahuan Total

Baik Sedang Kurang

<20 tahun n    6 8    3  17

  %  35,3   47,1  17,6  100

20-29 tahun n  18   29  10  57

% 31,6 50,9 17,5 100

30-39 tahun n   7   11  5  23

  %  30,4   47,8  21,7 100

Total n   31   48  18  97

  %   32,0   49,5  18,6  100

Dari tabel 5.9 di atas, dapat dilihat bahwa untuk kategori pengetahuan baik,

paling banyak pada kelompok usia <20 tahun, dengan persentase 35,3 %.

Sementara untuk kategori pengetahuan kurang paling banyak pada kelompok

umur 30-39 tahun dengan persentase 21,7 %.

Page 44: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

44

Tabel 5.10. Distribusi Kategori Sikap Responden terhadap Dermatitis Kontak

berdasarkan usia

Usia Responden Kategori Sikap Total

Baik Sedang Kurang

<20 tahun n  13 4 0 17

  % 76,5 23,5 0 100

20-29 tahun n 21 32 4 57

% 36,8 56,1 7,0 100

30-39 tahun n  13 7 3 23

  % 56,5 30,4 13,0 100

Total n  47 43 7 97 

  %  48,5 44,3 7,2 100

Dari tabel 5.10 di atas, dapat dilihat bahwa kategori sikap baik paling banyak

pada kelompok usia <20 tahun, dengan persentase (76,5 %), sementara untuk

kategori sikap kurang paling banyak kelompok usia 30-39 tahun, dengan

persentase 13,0 %.

Page 45: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

45

Tabel 5.11. Distribusi Kategori Tindakan Responden terhadap Dermatitis Kontak

berdasarkan usia

Usia Responden Kategori Tindakan Total

Baik Sedang Kurang

<20 tahun n  1 10 6 17

  % 5,9 58,8 35,3 100

20-29 tahun N 3 19 35 57

% 5,3 33,3 61,4 100

30-39 tahun n  1 8 14 23

  % 4,3 34,8 60,9 100

Total n  5 37 55 97 

  %  5,2 38,1 56,7 100

Dari Tabel 5.11 di atas, dapat dilihat bahwa kategori tindakan baik paling

banyak pada pada kelompok usia <20 tahun, dengan persentase 5,9 %. Sementara

untuk kategori tindakan kurang paling banyak pada kelompok usia 20-29 tahun,

dengan persentase 61,4 %.

Page 46: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

46

5.1.7. Deskripsi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap

Dermatitis Kontak Akibat Kerja Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.12. Distribusi Kategori Pengetahuan Responden terhadap Dermatitis

Kontak berdasarkan Pendidikan

Usia Responden Kategori Pengetahuan Total

Baik Sedang Kurang

n  3 0 0 3

Sarjana % 100,0 0 0 100

N 24 35 13 72

SMA/sederajat % 33,3 48,6 18,1 100

n  4 10 3 17

SMP/ sederajat % 23,5 58,8 17,6 100

n  0 3 2 5

SD/ sederajat %  0 60 40 100 N 31   48   18 97

Total  % 32,0   49,5   18,6 100

Dari tabel 5.12 di atas, dapat dilihat bahwa kategori pengetahuan baik

paling banyak pada kelompok jenjang pendidikan sarjana, dengan persentase

(100,0 %). Sementara untuk kategori pengetahuan kurang paling banyak pada

Pada kelompok jenjang pendidikan SD/sederajat, dengan persentase 40 %.

Page 47: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

47

Tabel 5.13. Distribusi Kategori Sikap Responden terhadap Dermatitis Kontak

berdasarkan Pendidikan

Usia Responden Kategori Sikap Total

Baik Sedang Kurang

n  2 1 0 3

Sarjana % 66,7 33,3 0 100

n 35 33 4 72

SMA/sederajat % 48,6 45,8 5,6 100

n  8 6 3 17

SMP/ sederajat % 47,1 35,3 17,6 100

n  2 3 0 5

SD/ sederajat %  40 60 0 100 n 47    43   7  97

Total  %   48,5   44,3   7,2  100

Dari tabel 5.13 di atas, dapat dilihat bahwa kategori sikap baik paling

banyak pada kelompok jenjang pendidikan sarjana, dengan persentase 66.7 %.

Sementara untuk kategori sikap kurang paling banyak pada kelompok

SMP/sederajat, dengan persentase 17,6 %.

Page 48: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

48

Tabel 5.14. Distribusi Kategori Tindakan Responden terhadap Dermatitis Kontak

berdasarkan Pendidikan

Usia Responden Kategori Tindakan Total

Baik Sedang Kurang

n  0 0 3 3

Sarjana % 0 0 100 100

n 5 26 41 72

SMA/sederajat % 6,9 36,1 56,9 100

n  0 7 10 17

SMP/ sederajat % 0 41,2 48,8 100

n  0 4 1 5

 SD/ sederajat %  0 80 20 100 n   5   37   55 97

 Total  %   5,2   38,1   56,7 100

Dari tabel 5.14 di atas, dapat dilihat bahwa kategori tindakan baik paling

banyak pada kelompok jenjang pendidikan SMA/sederajat, dengan persentase 6,9

%. Sementara untuk kategori tindakan kurang paling banyak pada kelompok

jenjang pendidikan sarjana, dengan persentase 100 %.

5.2. Pembahasan

Page 49: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

49

5.2.1. Pengetahuan Responden

Dari 15 pertanyaan yang telah dirancang, dilakukan uji validitas untuk

mengukur variabel yang diinginkan oleh peneliti. Dari hasil uji validitas, didapati

7 pertanyaan yang valid. Kemudian dilakukan lagi uji reliabilitas terhadap 7

pertanyaan tersebut dan didapati ketujuhnya reliabel. Nilai maksimum yang bisa

diperoleh responden adalah 7.

Dari hasil penelitian, didapati mayoritas responden yakni 74 orang

(76,3%), mengetahui bahwa pekerja bengkel berisiko terhadap terkenanya

dermatitis kontak akibat kerja. Seperti yang dinyatakan oleh Sularsito dan

Djuanda (2009) bahwa pekerja bengkel berisiko tinggi terkena dermatitis kontak

iritan kumulatif.

Untuk pertanyaan bahwa tangan adalah salah satu bagian tubuh yang biasa

menjadi tempat terjadinya dermatitis kontak sebanyak 84 orang (86,6 %) sudah

mengetahuinya. Seperti yang dinyatakan oleh Hogan (2009) bahwa pada orang

dewasa, dermatitis kontak iritan sering terjadi pada telapak tangan dan punggung

tangan karena sering berkaitan dengan pekerjaan.

Untuk pertanyaan dermatitis kontak dapat dicegah dengan memakai krim

pelindung kulit dan penggunaan sarung tangan ada 58 orang (59,8 %) yang sudah

mengetahuinya. Hal ini mungkin dikarenakan banyaknya iklan produk-produk

kosmetik di media massa yang dapat dikonsumsi publik, dan betapa pentingnya

penggunaan sarung tangan untuk melindungi kulit tangan mereka.

Ada sebanyak 52 orang (53,6 %) mengetahui dermatitis kontak dapat

disebabkan bahan-bahan kimiawi yang terkandung di dalam minyak pelumas.

Seperti yang dinyatakan oleh Sularsito dan Djuanda (2009) bahwa penyebab

munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya

bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk kayu.

Mengetahui bahwa dermatitis kontak akibat kerja dipengaruhi oleh suhu

peralatan dan lingkungan bengkel ada sebanyak 58 orang (59,8 %). Seperti yang

Page 50: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

50

dinyatakan oleh Sularsito dan Djuanda (2009) bahwa dermatitis kontak iritan juga

dipengaruhi oleh suhu peralatan dan lingkungan bengkel.

Ada sebanyak 59 orang (60,8 %) mengetahui dermatitis kontak akibat

kerja dapat dipengaruhi kelembaban peralatan dan lingkungan bengkel. Seperti

yang dinyatakan oleh Sularsito dan Djuanda (2009) bahwa dermatitis kontak

iritan juga dipengaruhi oleh kelembaban peralatan dan lingkungan bengkel.

Namun ada sebanyak 60 orang (61,9 %) belum mengetahui dermatitis

kontak akibat kerja dipengaruhi ras (warna kulit pekerja bengkel). Seperti yang

dinyatakan oleh Sularsito dan Djuanda (2009) bahwa faktor individu juga ikut

berpengaruh pada dermatitis kontak iritan termasuk di dalamnya ras dimana kulit

hitam lebih tahan daripada kulit putih. Peneliti berasumsi ketidaktahuan ini

mungkin disebabkan para pekerja bengkel tidak terlalu mempedulikan masalah

warna kulit pekerja.

Secara umum, mayoritas pekerja bengkel di kecamatan Medan Baru

memiliki kategori pengetahuan yang sedang tentang dermatitis kontak akibat

kerja. Seperti yang dinyatakan oleh Sularsito dan Djuanda (2009) bahwa pekerja

bengkel berisiko terhadap terkenanya penyakit dermatitis akibat kerja, jadi

penyakit ini sudah cukup dikenal oleh para pekerja bengkel.

Dilihat dari distribusi kategori pengetahuan responden berdasarkan

pendidikan, responden yang memiliki pendidikan terakhir sarjana, yakni jenjang

pendidikan tertinggi, semuanya (100 %) memiliki kategori pengetahuan baik.

Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya

adalah kemudahan untuk mendapatkan informasi tentang suatu hal baik dari

lingkungan keluarga, mitra kerja ataupun lingkungan tetangga, petugas kesehatan

maupun media massa, maka semakin banyak ia mendapat maka semakin banyak

ia mengetahuinya, juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman kerja mereka,

semakin besar dan lama pengalaman kerja mereka, maka semakin banyaklah yang

mereka dapat dan pelajari mengenai suatu hal. Pendidikan juga merupakan sarana

Page 51: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

51

untuk mendapatkan informasi sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang,

semakin banyak pula informasi yang didapatkannya.

Usia tidak dapat menjadi tolak ukur untuk pengetahuan seseorang.

Seseorang yang berusia lebih tua belum tentu lebih mengetahui banyak hal

dibandingkan mereka yang berusia muda. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil

penelitian dimana persentase pengetahuan responden yang memiliki kategori

pengetahuan baik justru tertinggi pada kelompok usia yang paling muda yakni

pada kelompok umur <20 tahun dengan persentase tertinggi yaitu (35,3 %),

peneliti berasumsi bahwa pada usia yang lebih muda, mereka lebih banyak ingin

tahu dan peduli terhadap masalah kesehatan kulit mereka.

Page 52: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

52

5.2.2. Sikap Responden

Dari 7 pertanyaan yang dibuat untuk mengukur sikap responden terhadap

dermatitis kontak akibat kerja di bengkel kendaraan bermotor, ada 4 pertanyaan

yang valid dan reliabel. Nilai maksimum yang dapat diperoleh responden adalah

4.

Dari penelitian, didapatkan sebanyak 78 responden (80,4 %) setuju bahwa

menderita dermatitis kontak menyebabkan ketidaknyamanan kerja pekerja

bengkel sedangkan 19 responden (19,6 %) menyatakan tidak setuju.

Ada 63 responden (64,9 %) menyatakan menderita dermatitis kontak

menyebabkan menurunnya produktifitas kerja pekerja bengkel sedangkan 34

responden (35,1 %) menyatakan tidak setuju, ini berhubungan dengan pernyataan

Hogan (2009) bahwa pada orang dewasa, dermatitis kontak iritan sering terjadi

pada telapak tangan dan punggung tangan karena sering berkaitan dengan

pekerjaan sehingga tentunya mengakibatkan ketidaknyamanan dimana tangan

sangat diperlukan dalam pekerjaan ini dan tentunya juga dapat mengganggu

produktifitas kerja.

Ada sebanyak 76 responden (78,4 %) menyatakan bahwa dermatitis kontak

adalah penyakit yang harus mendapat perhatian dari para pekerja bengkel

sedangkan 21 responden (21,6 %) menyatakan tidak setuju. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Harvell, Lammintausta, dan Maibach (1995) bahwa kejadian

dermatitis kontak diperkirakan mencapai hampir 90 % dari semua penyakit kulit

akibat kerja, jadi penyakit ini selayaknya harus mendapat perhatian dari pekerja

bengkel tersebut.

Ada sebanyak 86 responden (88,7 %) menyatakan bahwa penyakit

dermatitis kontak sebaiknya diketahui oleh semua pekerja bengkel sedangkan 11

responden (11,3 %) menyatakan tidak setuju. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Harvell, Lammintausta, dan Maibach (1995) bahwa kejadian dermatitis kontak

Page 53: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

53

diperkirakan mencapai hampir 90 % dari semua penyakit kulit akibat kerja, jadi

penyakit ini selayaknya harus diketahui pekerja bengkel tersebut.

Secara umum, mayoritas responden yakni sebanyak 47 orang (48,5 %)

memiliki sikap yang baik terhadap dermatitis kontak akibat kerja. Peneliti

berasumsi hal ini mungkin disebabkan karena pengetahuan mereka yang juga

sudah cukup baik tentang dermatitis kontak. Namun, suatu sikap belum otomatis

terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap

menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi

yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2007).

Jika dilihat pada tabel 5.10 dan tabel 5.13, distribusi kategori sikap

responden terhadap dermatitis kontak hampir sama untuk semua kelompok usia

dan pendidikan responden. Peneliti berasumsi kurang adanya pengaruh antara usia

maupun pendidikan pekerja bengkel tersebut terhadap sikap yang mereka miliki.

5.2.3. Tindakan Responden

Tindakan diukur dengan 6 pertanyaan mengenai upaya mencari tahu,

mencari pengobatan, mencegah terjadinya penyakit dan tindakan terhadap orang

lain sehubungan dengan penyakit dermatitis kontak akibat kerja. Nilai maksimum

yang dapat diperoleh responden adalah 7.

Dari penelitian diperoleh sebanyak 59 responden (60,8 %) tidak pernah

mencari tahu tentang penyakit dermatitis kontak akibat kerja. Ada ketidaksesuaian

antara sikap dan tindakan. Jika dilihat kembali, ada sebanyak 86 responden (88,7

%) menyatakan bahwa penyakit dermatitis kontak sebaiknya diketahui oleh semua

pekerja bengkel, namun dalam pertanyaan tindakan, hanya 38 responden (39,2 %)

menjawab pernah mencari tahu tentang dermatitis kontak. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sularsito dan Djuanda (2009) bahwa banyak penderita dengan

kelainan ringan tidak mengeluh, jadi banyak pekerja yang kurang peduli untuk

mencari tahu, karena menganggap penyakit ini tidak terlalu berbahaya, apalagi

dengan kelainan ringan saja.

Page 54: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

54

Pada pertanyaan tentang upaya mencari pengobatan, mayoritas responden

yakni sebanyak 80 responden (82,5 %) tidak segera pergi berobat ke dokter ketika

mengalami gejala-gejala dermatitis kontak akibat kerja di bengkel dan hanya 17

responden (17,5 %) menyatakan segera pergi berobat ke dokter. Peneliti

berasumsi ini dikarenakan mereka menganggap penyakit ini tidak terlalu berat,

sehingga dapat berupa penyembuhan sendiri saja.

Tampak adanya ketidaksesuaian juga antara sikap dan tindakan responden

dimana mayoritas responden yakni sebanyak 78 responden (80,4 %) setuju bahwa

menderita dermatitis kontak menyebabkan ketidaknyamanan kerja pekerja

bengkel, namun hanya 17 responden (17,5 %) menyatakan segera pergi berobat ke

dokter.

Sebanyak 87 responden (89,7 %) selalu mencuci tangan setiap kali habis

kerja dan hanya 10 orang (10,3 %) yang menyatakan tidak. Peneliti berasumsi ini

dikarenakan material yang terkena tangan pekerja kelihatan sangat jorok, jadi

mereka akan selalu mencuci tangannya.

Ada sebanyak 9 responden (9,3 %) memakai sarung tangan atau krim

pelindung kulit untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak dan sebanyak 88

responden (90,7 %) yang menyatakan tidak menggunakan. Peneliti berasumsi

bahwa dengan menggunakan krim pelindung kulit dan sarung tangan itu dapat

menyulitkan mereka bekerja.

Tindakan untuk menyuruh rekan sekerja di bengkel berobat ke dokter jika

mengalami dermatitis kontak akibat kerja juga kurang dilakukan. Dimana ada 42

responden (43,3 %) yang menyatakan akan menyuruh rekan sekerja di bengkel

berobat ke dokter jika mengalami dermatitis kontak akibat kerja sementara

sebanyak 55 orang (56,7 %) menyatakan tidak.

Begitu juga dengan tindakan mengajak mitra kerja untuk mencegah

penyakit ini, hanya ada 41 responden (42,3 %) mengajak rekan sekerjanya

mencegah terjadinya dermatitis kontak akibat kerja di bengkel sementara ada

Page 55: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

55

sebanyak 56 orang (57,7 %) yang menyatakan tidak. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Djuanda dan Sularsito (2009) yang mengatakan bahwa banyak

penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak

mengeluh.

Secara umum, mayoritas responden yakni sebanyak 55 orang (56,7 %)

memiliki kategori tindakan yang kurang terhadap dermatitis kontak akibat kerja.

Tindakan merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata dan

terbuka. Orang yang berpengetahuan baik tidak selalu melakukan tindakan yang

benar.

Jika dilihat pada tabel 5.11, distribusi kategori tindakan responden

terhadap dermatitis kontak hampir sama untuk semua kelompok usia. Hal ini

menunjukkan kurang adanya pengaruh antara usia para pekerja bengkel tersebut

terhadap tindakan yang mereka lakukan terhadap dermatitis kontak. Begitu juga

dengan untuk kelompok tingkat pendidikan, distribusi kategori tindakan

responden terhadap dermatitis kontak hampir sama untuk semua kelompok

pendidikan dimana mayoritas di tiap tingkat pendidikan adalah kategori rendah

terutama pada tingkat pendidikan sarjana dimana semuanya memiliki kategori

tindakan kurang yakni 3 responden (100 %). Peneliti berasumsi bahwa tingkat

pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang lebih baik dalam melakukan

tindakan.

Page 56: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

56

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Pengetahuan pekerja bengkel di Kecamatan Medan baru, Kecamatan

Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 mayoritas

memiliki kategori pengetahuan yang sedang, yaitu sebanyak 48 orang

(49,5 %).

2. Sikap pekerja bengkel di Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan

Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 mayoritas memiliki

kategori sikap yang baik, yaitu sebanyak 47 orang (48,5 %).

3. Tindakan pekerja bengkel di Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan

Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 mayoritas memiliki

kategori tindakan yang kurang, yaitu sebanyak 55 orang (56,7 %).

4. Persentase pekerja bengkel berpengetahuan kategori baik paling banyak

terdapat diantara kelompok umur <20 tahun (35,3 %), untuk kategori

sikap baik paling banyak diantara kelompok umur <20 tahun (76,5 %)

dan untuk kategori tindakan baik paling banyak pada kelompok umur <20

tahun (5,9 %).

5. Persentase pekerja bengkel yang memiliki pengetahuan kategori baik

paling banyak terdapat diantara kelompok jenjang sarjana (100 %),

persentase untuk kategori sikap baik paling banyak diantara kelompok

pendidikan sarjana (66,7 %) dan kategori tindakan baik paling banyak

diantara kelompok jenjang pendidikan SMA/ sederajat (6,9 %).

Page 57: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

57

1.2. Saran

1. Perlu diadakan penyuluhan tentang dermatitis kontak akibat kerja terhadap

para pekerja bengkel untuk lebih meningkatkan pengetahuan mereka

mengenai penyakit tersebut dan cara pencegahannya. Dengan demikian,

para pekerja bengkel dapat mengambil sikap dan melakukan tindakan

yang benar dalam menangani penyakit tersebut.

2. Media cetak, televisi dan media-media elektronik yang biasa menjadi

konsumsi para pekerja bengkel sebaiknya lebih banyak memuat lagi

mengenai tips-tips kesehatan, seperti cara pencegahan dermatitis kontak

akibat kerja di bengkel kendaraan bermotor.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan populasi dan sampel yang

lebih besar disertai pencarian faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja bengkel terhadap dermatitis

kontak akibat kerja serta bagaimana hubungan antara ketiga variabel

tersebut.

4. Pemilik perusahaan bengkel juga sebaiknya lebih peduli juga terhadap

kesehatan para pekerja mereka termasuk di perusahaan bengkel kendaraan

bermotor dimana para pekerjanya cukup berisiko terhadap terkenanya

dermatitis kontak akibat kerja.

Page 58: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

58

DAFTAR PUSTAKA

Adams, R.M., 1969. Occupational Contact Dermatitis. London: Pitman Medical

Publishing.

.,1995. Occupational Contact Dermatitis. In: Guin, J.D., ed.

Practical Contact Dermatitis. McGraw-hill: USA, 590.

Direktorat Bina Kesehatan Kerja, 2008. Kesehatan Kerja Sangat Layak Menjadi

Program Unggulan yang Akan Datang di Indonesia. Available from:

http://binakesehatankerja.sosblog.com. [Accessed 29 Maret 2011].

Djuanda, S. dan Sularsito, S.A., 2009. Dermatitis. Dalam: Djuanda, A., Hamzah,

M., Aisah, S, (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: Jakarta, 129-153.

Fitzpatrick, T.B., Johnson, R.A., Suurmond, D., Wolff, K., 2001. Color Atlas and

Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi keempat. McGraw-Hill: USA, 25.

Graham-Brown, R. dan Burns, T., 2005. Dermatologi. Edisi kedelapan. Jakarta:

Erlangga.

Harvell, J.D., Lammintausta, K., and Maibach, H.I. 1995.Irritant Contact

Dermatitis. In: Guin, J.D.,ed. Practical Contact Dermatitis. McGraw-Hill:

USA, 7-18.

Hogan, D.J., 2009. Irritan Contact Dermatitis, Emedicine. Available from:

http://www.emedicine.com/specialties.htm. [Accessed 07 Mei 2011].

., 2010. Allergic Contact Dermatitis, Emedicine. Available from:

http://www.emedicine.com/specialties.htm. [Accessed 07 Mei 2011].

Hunter, J., Savin, J., and Dahl, M., 2002. Clinical Dermatology. 3rd ed. USA:

Blackwell.

Page 59: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

59

Keefner, K.P., 2004. Tabel Iritan Yang Sering menimbulkan Dermatitis Kontak

Iritan. Dalam: Febriani, H.T., Musa, S.T., Sumantri, M.A., Dermatitis Kontak.

Available from: http://www.pharma-c.blogspot.com. [Accessed 9 April 2011].

Kurniawidjaja, L.M., Lestari, M., Nuraga, W., 2008. Faktor-Faktor yang

mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Yang Terpajan

Dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri

Cibitung Jawa Barat. Available from: Makara, Kesehatan, Vol. 12, No. 2,

Desember 2008, 63-70. [Accessed 29 maret 2011].

Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., dan Purwanto,

S.H.,2010. Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Satroasmoro, S., dan Ismael, S.,

(eds). Dasar-dasar metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto: Jakarta, 302-

331.

Notoadmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta.

Occupational Disease Working Group, 2006. Occupational Dermatitis. Available

from: http://www.iapa.ca. [Accessed 02 April 2011].

Pratomo, H., dan Sudarti, 1986. Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan

Masyarakat dan Keluarga Berencana. Jakarta: Depdikbud.

Roesyanto-Mahadi, I.D., 2000. Ekzema dan Dermatitis. Dalam: Harahap, M., ed.

Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta, 23.

Sastroasmoro, S., 2010. Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam: Satroasmoro, S.,

dan Ismael, S., (eds). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung

Seto : Jakarta, 78-91.

Siregar, A.S., dan Roesyanto, I.D., 1990. Ekzema-Dermatitis. Dalam: Harahap,

M.,ed. Ilmu Penyakit Kulit. Gramedia: Jakarta, 17-18.

Page 60: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

60

Sterry, W., Paus, R., and Bugdorf, W., 2006. Thieme Clinical Comapnions

Dermatology. Jerman: Georg Thieme Verlag.

Wahyuni, A.S., 2008. Statistik Kedokteran. Jakarta Timur: Bamboedoea

Communication.

Page 61: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

61

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Samuel Frengki Pakpahan

Tempat/Tanggal Lahir : Duri, 22 Juli 1989

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Jamin Ginting Gg Golf No.7 Padang Bulan

Riwayat Pendidikan :

1. SDN 068 Duri Riau 1995-2001

2. SMPN 04 Duri Riau 2001-2004

3. SMAN 02 Duri Riau 2004-2007

4. Pendidikan Dokter FK USU 2008-sekarang

Riwayat Pelatihan :

1. Evangelism Explosion USU 2009

2. Light Nation Conference USU 2010

3. Kaliurang Camp Antar Kampus se-Indonesia 2010

Riwayat Organisasi :

1. Panitia Persekutuan Mahasiswa Kristen Stambuk 2008 FK USU

2. Panitia Perayaan Hari Natal Mahasiswa Kristen FK USU 2009

3. Panitia Bakti Sosial Mahasiswa Kristen FK USU 2010-2011

4. Anggota persekutuan Mahasiswa Kristen KMK UP FK USU

Page 62: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

62

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEKERJA BENGKEL TERHADAP DERMATITIS KONTAK AKIBAT

KERJA DI KECAMATAN MEDAN BARU, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL, DAN KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2011

IDENTITAS RESPONDEN

No. responden : Tanggal survey : Usia : Pendidikan :

Petunjuk: Beri tanda ( √ ) A. PENGETAHUAN

No Pernyataan Ya Tidak Tidak tahu

1. Pekerja bengkel berisiko terhadap terkenanya dermatitis kontak.

2. Tangan adalah salah satu bagian tubuh yang biasa menjadi tempat terjadinya dermatitis kontak.

3. Dermatitis kontak dapat dicegah dengan memakai krim pelindung kulit dan penggunaan sarung tangan.

4. Dermatitis kontak adalah penyakit yang disebabkan bahan-bahan kimiawi yang terkandung di dalam minyak pelumas.

5. Dermatitis kontak akibat kerja dipengaruhi oleh ras (warna kulit tertentu pekerja bengkel).

6. Dermatitis kontak akibat kerja dipengaruhi oleh suhu peralatan dan lingkungan bengkel

7. Dermatitis kontak akibat kerja dipengaruhi oleh kelembaban peralatan dan lingkungan bengkel

Page 63: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

63

B.SIKAP

No Pernyataan Setuju Tidak setuju

1. Menderita dermatitis kontak menyebabkan ketidaknyamanan kerja pekerja bengkel

2. Menderita dermatitis kontak menyebabkan menurunnya produktivitas kerja pekerja bengkel.

3. Dermatitis kontak adalah penyakit yang harus mendapat perhatian dari para pekerja bengkel.

4. Penyakit dermatitis kontak sebaiknya diketahui oleh semua pekerja bengkel.

C.TINDAKAN

No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah Anda pernah mencari tahu tentang penyakit dermatitis kontak akibat kerja ?

2. Apakah anda akan segera pergi berobat ke dokter ketika mengalami gejala-gejala dermatitis kontak akibat kerja di bengkel kendaraan bermotor ?

3. Apakah anda selalu mencuci tangan atau membersihkan tangan setiap kali habis kerja?

4. Apakah anda memakai sarung tangan atau krim pelindung kulit untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak ?

5. Apakah Anda akan menyuruh rekan sekerja Anda di bengkel berobat ke dokter jika mengalami dermatitis kontak akibat kerja ?

6. Apakah anda juga mengajak rekan sekerja Anda untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak akibat kerja di Bengkel?

Lampiran 3

Page 64: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

64

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Dengan hormat,

Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih kepada

Bapak/Ibu/Saudara/Saudari atas kesediaannya meluangkan waktu untuk mengisi

surat persetujuan dan kuesioner ini.

Saya Samuel Frengki Pakpahan, mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara stambuk 2008. Saat ini saya sedang mengerjakan

penelitian guna melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya

untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran USU. Adapun judul

penelitian saya adalah Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pekerja Bengkel

terhadap Dermatitis Kontak akibat kerja di Kecamatan Medan baru,

Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011.

Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk ikut

serta dalam penelitian ini, yaitu sebagai responden. Saya akan menanyakan

beberapa hal seputar identitas, pengetahuan, sikap dan tindakan

Bapak/Ibu/Saudara/Saudari mengenai Dermatitis Kontak Akibat Kerja. Informasi

yang diberikan saya jamin kerahasiaannya.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesediaan

waktu, saya ucapkan terima kasih. Semoga partisipasi

Bapak/Ibu/Saudara/Saudari/Saudari dalam penelitian ini bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, 2011

Peneliti,

(Samuel Frengki Pakpahan)

Page 65: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

65

Lampiran 4

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan di bawah ini,

Nama :

Alamat :

Setelah mendapatkan penjelasan dan memahami sepenuhnya tentang penelitian,

Judul Penelitian : Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pekerja bengkel

terhadap Dermatitis Kontak Akibat Kerja di Kecamatan

Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan

Medan Helvetia tahun 2011

Nama Peneliti : Samuel Frengki Pakpahan

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Jenis Penelitian : Deskriptif dengan pendekatan cross sectional

Lokasi Penelitian : Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal, dan

Kecamatan Medan Helvetia, Medan, Sumatera Utara

Dengan ini menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara sukarela

sebagai reponden penelitian.

Medan, ………………2011

( )

Page 66: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

66

ABSTRAK

Insidensi dermatitis kontak sangat tinggi. Kejadian dermatitis kontak diperkirakan mencapai hampir 90% dari semua penyakit kulit akibat kerja (Harvell, Lammintausta, dan Maibach, 1995). Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda dan Sularsito, 2009). Pekerja bengkel termasuk pekerjaan yang di dalamnya memiliki risiko terpaparnya minyak pelumas dan zat-zat kimia lainnya yang dapat menimbulkan iritasi pada tangan pekerja itu (Djuanda dan Sularsito, 2009). Kodisi ini dapat mengganggu kualitas hidup dan kapasitas pendapatan mereka. Untuk mencegah terjadinya penyakit dermatitis kontak, salah satu faktor yang sangat mempengaruhi ialah perilaku pekerja salon tersebut.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pekerja bengkel di Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011. Subyek penelitian sebanyak 97 orang dengan teknik penarikan sampel Consecutive sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

Dari hasil penelitian diperoleh pengetahuan responden mayoritas memiliki kategori pengetahuan yang sedang (49,5 %) dengan kategori baik paling banyak terdapat diantara kelompok umur <20 tahun (35,3 %) dan kelompok jenjang sarjana (100 %). Sikap responden mayoritas dalam kategori sikap yang baik (48,5 %) dengan kategori sikap baik paling banyak diantara kelompok umur <20 tahun (76,5 %) dan kelompok pendidikan sarjana (66,7 %). Tindakan responden mayoritas pada kategori tindakan yang kurang (56,7 %) dengan persentase kategori tindakan baik pada kelompok umur <20 tahun (5,9 %) dengan kategori tindakan baik paling banyak diantara kelompok jenjang pendidikan SMA/ sederajat (6,9 %).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pekerja bengkel di Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 memiliki kategori pengetahuan sedang, sikap baik, dan kategori tindakan kurang terhadap dermatitis kontak akibat kerja. Umur dan pendidikan kurang berpengaruh terhadap ketiga variabel tersebut. Diharapkan adanya penyuluhan-penyuluhan yang dapat meningkatkan pemahaman dan aplikasi mereka tentang dermatitis kontak akibat kerja.

Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Pekerja Bengkel, Dermatitis Kontak Akibat Kerja

Page 67: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

67

ABSTRACT

Incidence of contact dermatitis was very high. Contact dermatitis was estimated almost 90% of all occupational disease (Harvell, Lammintausta, dan Maibach, 1995). It is known two kinds of contact dermatitis those are irritant contact dermatitis which is nonimunological response and allergic contact dermatitis due to specific immunological mechanism. Both of those can be acute and chronic (Djuanda and Sularsito, 2009). Machinist has a risk to expose to lubricant oil and another chemical subtstances which are irritative to their hands (Djuanda and Sularsito, 2009). This condition may disrupt the machinist’s quality of life and reduce their income. To prevent contact dermatitis, a factor which influence quietly is the machinist’s behavior.

This study method is descriptive with cross sectional design. The purpose of this study is to know about the knowledge, attitude, and action of machinist about contact dermatitis in Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal, and Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011. The subjects are 97 machinists that were obtained Consecutive sampling technique. Data was accumulated by direct interview with questionare

The result of this study shows the knowledge category of majority subjects are in moderate category (49,5 %) with highest percentage of good category is among under 20 years old (35,3 %) and scholar group (100 %). The attitude category of majority subjects are in good category (48,5 %) with highest percentage of good category is among under 20 years old (76,5 %) and scholar group (66,7 %). And the action category of majority subjects are in low category (56,7 %) with highest percentage of good category is among under 20 years old (5,9 %) and Senior High School Group (6,9 %).

From the whole study result, we can conclude that machinists in Kecamatan Medan baru, Kecamatan Medan Sunggal, and Kecamatan Medan Helvetia in 2011 have moderate category of knowledge, good category of attitude and low category of action to occupational contact dermatitis. Their age and education apparently not influence these three variables. It is hoped that elucidations were given to increase the machinist’s knowledge and applications about occupational contact dermatitis.

Keyword: Knowledge, Attitude, Action, Machinists, Occupational Contact Dermatitis

Page 68: KTI Beserta Abstrak Samuel Terbaru 2

68