KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS ETIKA BERBICARA...
Transcript of KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS ETIKA BERBICARA...
KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS ETIKA BERBICARA
PERSEPEKTIF AL-GHÂZALI
DALAM KITAB IHYÂ ‘ULŪM AL-DĪN
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Maulana Iskandar
NIM 1112034000036
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‟AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440/2019 M
i
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman
pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015.
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te خ
Ts te dan es ث
J Je ج
H h dengan garis di bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ر
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
ḏ ض de dengan garis di bawah
ṯ ط te dengan garis di bawah
ẕ ظ zet dengan garis di bawah
koma terbalik di atas hadap kanan „ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
ii
M Em م
N En ى
W We و
H Ha
Apostrof ` ء
Y ye ي
2. Vokal Tunggal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U ḏ و ammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ي
Au a dan u و
3. Vokal panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan garis di atas ا
Ī i dengan daris di atas ي
Ū u dengan garis di atas و
iii
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan asy-syamsiyyah,
al-rijāl bukan ar-rijāl.
5. Tasydīd
Huruf yang ber-tasydīd ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-
turut, seperti السح = al-sunnah.
6. Ta marbūṯ ah
Jika ta marbūṯ ah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialih-aksarakan menjadi huruf /h/, seperti أتو هريرج = Abū Hurairah.
7. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf
awal atau kata sandangnya, seperti الثخاري = al-Bukhāri.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf miring (italic) atau
cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak miring,
maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari
dunia Nusantara sendirim disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak „Abd al-Samad al-Palimbânî, Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânirî
iv
ABSTRAK
Maulana Iskandar: Kritik Sanad Dan Matan Hadis Etika Berbicara
Persepektif Al-Ghâzali Dalam Kitab Ihyâ ‘Ulūm Al-Dīn
Berbicara merupakan salah satu fungsi penting bagi setiap manusia,
berbicara adalah adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Dengan berbicaralah pertama-tama di penuhi kebutuhan berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak pernah luput dari
peran lisan untuk berbicara yakni sarana untuk berkomunikasi dengan yang
lainnya. Berbicara ibarat dua mata pedang yang pada sisi lain bisa membawa
manfaat dan di sisi lain bisa membawa mudharat.
Dalam kitab Ihyâ`„Ulûm al-Dîn karya Imam al-Ghazali terdapat
pembahasan yang membahas tentang bahaya lisan, salah satu poinnya adalah etika
berbicara khususnya bab mencela dan mencaci maki. Dalam hal etika berbicara
tentunya kita harus menjaga berbicara dengan tidak mencela dan menyakiti.
Namun dalam berbicara juga harus memperhatikan etika-etika agar tidak
menyinggung pihak lain khusunya bab etika berbicara dalam mencela. Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan library research yaitu dengan mengumpulkan
data-data yang terdapat dalam sumber primer yaitu kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn dan
sumber sekunder yaitu buku-buku, kitab Rijal al-Hadis dan kitab-kitab takhrij
hadis, artikel, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pembahasan
penelitian ini.
Dalam kajian terhadap hadis Nabi, penulis menemukan hadis-hadis yang
berhubungan dengan larangan berbicara yang terdapat dalam kitab Ihyâ` „Ulûm
al-Dîn pada bab Bahaya Lisan. Dari sekian banyak hadis Nabi yang menjadi
pembahasan tentang etika berbicara mecaci maki, penulis hanya meneliti 4 hadis
sebagai sampel dari 15 hadis etika berbicara mecaci maki yang terdapat dalam
kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn. Setelah ditelusuri kualitas hadis tersebut melalui metode
takhrij hadis, ditemukanlah sebagai berikut: hadis pertama menjelaskan bahwa
Nabi juga melakukan berbicara akan tetapi Nabi berkata tentang kebenaran dan
kualitas hadis adalah shahih. hadis kedua menjelaskan bahwa nabi menegaskan
pada umatnya: takutlah kalian terhadap perkataan kotor karena sesungguhnya
Allah SWT tidak menyukai kata-kata kotor dan berkata kotor. dan kualitas hadis
tersebut adalah dhaif, hadis ketiga menjelaskan bahwa nabi bersabda Seorang
mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berperprasangka buruk,
dan mengucapkan ucapan yang kotor. Dan kualitas hadis adalah shahih, hadis
keempat menjelaskan bahwa nabi mengatakan bahwa Sifat pemalu dan sedikit
bicara adalah dua cabang keimanan, sedangkan ucapan buruk dan banyak bicara
adalah dua cabang kemunafikan. Dan kualitas hadisnya adalah shahih
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Yang senantiasa melimpahkan segala nikmat dan pertolongannya kepada penulis.
Berkat izin dari-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Semoga kita
termasuk umatnya yang istiqamah menjalani perintahnya, dan mendapatkan
syafa‟ at pada hari kiamat kelak.
Penulis menyadari betul bahwa skripsi yang berjudul Kritik Sanad Dan
Matan Hadis Etika Berbicara Persepektif Al-Ghâzali Dalam Kitab Ihyâ
‘Ulūm Al-Dīn. Ini tidak akan selesai jika hanya mengandalkan daya yang penulis
miliki. Ada banyak sosok, kerabat, dan orang-orang yang secara langsung maupun
tidak langsung telah banyak membantu penulis. Maka dalam pengantar skripsi ini
penulis mengucapkan banyak terimaksih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A.,selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., Selaku Ketua Jurusan Ilmu al-
Qur‟an dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd., selaku
Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur‟ an dan Tafsir Fakultas Usshuluddin UIN
Syarif Hidyatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Faizah Ali Syibromalisi selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan banyak nasihat dan kemudahan bagi penulis
dalam mengurus administrasi dan penyelesaian skripsi.
vi
5. Bapak Drs. Harun Rasyid, MA selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan
mengoreksi dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Dr. M. Suryadinata, MA., Bapak Dr. Ahmad Fudhaili, M.Ag., Ibu
Lisfa Sentosa Aisyah, MA., selaku tim penguji skripsi.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmu dan pengalaman
berharga kepada penulis.
8. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama, Perpustakaan
Fakultas Ushuluddin, dan Perpustakaan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Kedua orang tua tercinta, Bapak Sunandar dan Ibu Darsinah, yang selalu
mendoakan kebaikan dalam setiap aktifitas penulis, yang tidak akan
mampu terbalaskan dengan apapun. Juga tidak henti-hentinya
memberikan motivasi, menginspirasi nasihat-nasihat istimewa kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yang dengan sabar menunggu
dalam menyelesaikan masa studi penulis. Juga kakak dan adik-adik
tercinta yang selalu memberikan senyuman berkat merekalah aku
semangat menyelesaikan Skripsi ini, kepada Mba Rindih Ulandari, Mas
Rinto Agus Salam, Aji Muhammad Iskandar, dan Nur Saidatina. Serta
ponakanku M. Fadilah Abiya dan Kirena Safira Nabila Ayu.
10. Habibati Najiyah yang selalu memberikan support, kekuatan serta
semangat dalam menyusun skripsi ini hingga selesai.
vii
11. Ibu Mertua Umi Suparmi Ningsih (Zaenab) dan Bapak Mertua Abi
Jajang Suparman (Ahmad Faishal) yang selalu memberikan sumbangsih
motivasi serta Doa kepada penulis.
12. KH. Ahmad Nur Satria (Kyai Shoim) selaku guru kemahabahan dan
spiritual, yang selalu memberikan arahan, wejangan kehidupan kepada
penulis dalam menyusun skripsi.
13. Teman-teman angkatan 2012 Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, terkhusus bagi
kawan- kawan TH A, semoga silaturrahim kita tetap selalu terjaga dan
takkan retak walaupun jarak memisahkan kita. Dan kawan-kawan
seperjuangan diskusi dan ngopi Asep muhammad fajaruddin, Ali
Muharam, Riswan sulaiman, Ahmad Nur kholis, M. Arif Maulana.
14. Kawan-kawan Pasukan Inti Pagar Nusa Jakarta pusat, Istikmal Tegal,
Istikmal Jabodetabek yang telah banyak berkontribusi dalam membangun
keintelektualan penulis dengan kajian dan diskusi, serta kesadaran
penulis agar selalu peka dan peduli terhadap lingkungan, baik lokal
maupun nasional.
Semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan dalam pemahaman hadis dan perkembanganya. Di lain waktu,
semoga tulisan ini tersempurnakan oleh siapapun yang berminat
mengkaji materi ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang
telah di lakukan dengan pahala yang berlipat ganda, di dunia dan di
akhirat. Amin
Jakarta, 06 Mei 2019
viii
DAFTAR ISI
PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………………… i
ABSTRAK……………………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………… v
DAFTAR ISI…………………………………………………………….......... viii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusuan Masalah.................................................... 11
1. Pembatasan Masalah........................................................................... 11
2. Perumusan Masalah ............................................................................ 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 12
1. Tujuan Penelitian ................................................................................ 12
2. Manfaat Penelitian .............................................................................. 13
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 13
E. Metodologi Penelitian ............................................................................. 15
1. Metodologi Penelitian ........................................................................ 15
a. Jenis Penelitian ............................................................................ 15
b. Metode Pembahasan .................................................................... 15
c. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 15
d. Pengolahan Analisa Data ............................................................. 17
2. Teknik Penulisan ................................................................................ 18
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 19
BAB II SEKILAS TENTANG IMAM AL-GHAZALI.................................. 20
A. Biografi al-Ghazali…………………………………………………….. 20
B. Karya-karya Al-Ghazali……………………………………………….. 25
C. Pengaruh Pemikiran Al- Ghazali (Pasca Sepeninggalanya)................... 30
D. Tinjauan kitab Ihyâ „Ulūm Al-Dīn......................................................... 31
E. Etika Berbicara dalam Kitab Ihyâ „Ulūm Al-Dīn.................................. 34
BAB III KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS ETIKA
BERBICARA DALAM KITAB IHYA ULUM AL-DIN
(Bab Mencaci Maki, Berkata Kotor Dan Cabul)........................................... 39
A. Hadis ke-1............................................................................................... 44
1. Teks dan Takhrij Hadis.................................................................... 44
ix
2. Skema Sanad ....................................................................................46
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis.....................................................47
4. Kritik Matan Hadis.......................................................................... 68
B. Hadis ke-2 ...............................................................................................69
1. Teks dan Takhrij Hadis ....................................................................69
2. Skema Sanad ...................................................................................71
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis.....................................................72
4. Kritik Matan Hadis ...........................................................................78
C. Hadis ke-3 ...............................................................................................79
1. Teks dan Takhrij Hadis ....................................................................79
2. Skema Sanad ....................................................................................81
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis.....................................................82
4. Kritik Matan Hadis ...........................................................................105
D. Hadis ke-4 ...............................................................................................106
1. Teks dan Takhrij Hadis .....................................................................106
2. Skema Sanad .....................................................................................108
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ......................................................109
4. Kritik Matan Hadis ............................................................................115
BAB IV PENUTUP ...........................................................................................116
A. Kesimpulan .............................................................................................116
B. Saran-saran ..............................................................................................117
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 118
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang didesain secara sempurna melebihi
dari makhluk-makhluk lainnya. Ciri sempurna yang menjadi pembeda dengan
makhluk-makluk lainnya adalah ditinjau dari sisi akalnya. Dengan akal manusia
mampu melakukan segala aktivitas kesehariannya melalui pertimbangan dan
keputusan daya pikirnya secara cepat dan tepat.Artinya melalui daya pikir,
manusia mampu mengetahui dan memahami apa yang dipikirkan. Sedangkan
hasil yang diperoleh daya pikir tersebut adalah ilmu atau pengetahuan, yang
kemudian mengejawantah dalam prilaku atau tindakan.1 Salah satu tindakan
manusia, bahkan yang sering dilakukan oleh dirinya adalah tindakan bertutur atau
berbicara. Berbicara merupakan suatu konsep yang memiliki batasan tersendiri.
Sehingga tidak heran jika banyak pakar atau ahli yang telah mengemukakan
pendapatnya tentang batasan berbicara dari sudut pandang dan kapasitasnya yang
berbeda-beda.
Secara umum, berbicara merupakan proses penuangan gagasan dalam
bentuk ujaran-ujaran. Ujaran-ujaran yang muncul merupakan perwujudan dari
gagasan yang sebelum berada pada tataran ide. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh
Suhendar, Berbicara adalah proses perubahan wujud pikiran atau perasaan
1Amroeni Drajat, “Suhrawardi” Kritik Falsafah Peripatetik, (Yogyakarta, LKis, 2005),
hal. 01. Selanjutnya disebut: Amroeni Drajat, “Suhrawardi” Kritik Falsafah Peripatetik
2
menjadi wujud ujaran.2 Ujaran yang dimaksud adalah bunyi-bunyi bahasa yang
bermakna. Kebermaknaan menjadi suatu keniscayaan jika bunyi bahasa tersebut
ingin dikategorikan sebagai aktivitas berbicara.
Kepribadian seseorang dapat dilihat dari segi pembicraannya. Ketika
seseorang berbicara pada saat itu dia sedang mengekspresikan dirinya. Dari
bahasa yang digunakan pembicara, dapat diketahui mentalnya. Kemarahan,
kesedihan, kebahagiaan, bahkan ketidakjujuran seseorang tidak dapat
disembunyikan selama dia masih berbicara. Hal ini sejalan dengan pendapat Ton
Kartapati yang mengatakan bahwa berbicara merupakan ekspresi diri. dengan
berbicara seseorang dapat menyatakan kepribadiannya, dan pikirannya, berbicara
dengan dunia luar, atau hanya sekedar pelampiasan uneg-uneg.3
Berbicara juga tidak hanya melibatkan kerjasama alat-alat ucap secara
harmonis untuk menghasilan bunyi bahasa, tetapi berbicara juga melibatkan aspek
mental. Kemampuan mengaitkan bahasa dengan bunyi bahasa (dalam hal ini kata)
yang tepat merupakan hal yang cukup mendukung keberhasilan berbicara. Dalam
hal ini, diperlukan keseimbangan antara tumpukan-tumpukan gagasan yang ada
dalam pikiran dengan kemampuan menentukan kata yang tepat. Ibarat sebuah
saluran, gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran dan perasaan pembicara
memerlukan saluran yang baik agar gagasan tersebut dapat keluar dengan baik
dan sempurna.
2M.E. Suhendar, Sari Mata Kuliah MKDU Bahasa Indonesia I, (Bandung: Pioner jaya,
1992), hal. 20. Selanjutnya disebut: Sari Mata Kuliah MKDU Bahasa Indonesia I 3Ton Kartapati, Bunga Rampai Asas-asas Penerapan dan Komunikasi, (Jakarta: Aksara,
1991), hal. 9
3
Berbicara juga harus memperhatikan ruang dan waktu. Tempus dan lokus
terjadinya pembicaraan memiliki efek makna pembicaraan. Topik-topik yang
lazim diperbincangkan di rumah, tempat kerja, atau tempat hiburan, akan kurang
sopan jika dibicarakan di majelis ta‟lim atau di masjid. Orang-orang yang
mendengar percakapan tersebut, akan mempersepsikan kurang baik terhadap
orang yang terlibat dalam percakapan tersebut. Demikian pula waktu juga akan
mempengaruhi makna ucapan seseorang. Misalnya mengucapkan
“assalamu‟alaikum” bagi seseorang yang berkunjung pada saat siang atau sore
hari, berbeda dengan pada waktu tengah malam.
Manusia sebagai mahluk sosial, menjadikan aktivitas berbicara sebagai
sarana untuk membangun konsep diri, eksistensi diri, kelangsungan hidup,
memperoleh kebahagiaan, dan menghindari tindakan represif serta ketegangan.4
Demikian pula orang lain mengungkapkan keinginannya melalui bahasa lisan di
situ terjadi suatu kesepahaman bahwa di antara mereka saling membutuhkan.
Selain itu, berbicara tentu tidak lepas dari bahasa, dan bahasa memiliki
fungsi ekspresif atau bisa digunakan untuk mengekspresikan perasaan pembicara
kepada orang lain, seperti perasaan simpatik, empatik, antipati dan sebagainya.
Dengan bahasa yang penuh kasih sayang, seorang mengungkapkan perasaan
kepada orang lain dengan penuh santun, kasih dan bijak, begitu pula sebaliknya.
Dalam rangka melakukan interaksi atau hubungan komunikasi, sesorang
tidak hanya berkaitan dengan masalah cara berbicara secara efektif, melainkan
juga mempertimbangkan etika berbicara. Dalam al-Qur‟an Allah ternyata telah
4Deddy Mulyana, Ilmu komunikasi : Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001) hal. 10
4
memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah etika berbicara ini.
Bahkan ucapan yang baik dipandang lebih mulia dari pada shadaqah yang disertai
dengan menyakiti hati pihak penerima. Hal ini sebagaimana firman Allah yang
tersebut di bawah ini:
“Perkataan mulia dan memberi maaf itu lebih baik dari pada shodaqoh
yang yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah maha kaya dan maha
Penyantun”. (QS. Al-Baqoroh: 263)5
Sementara dalam Surat al-Baqarah dengan ayat yang berbeda, Allah juga
memerintahkan hambanya untuk berkata baik kepada sesama manusia:
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu
bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada
kamu, dan kamu selalu berpaling (QS. Al Baqoroh ayat 83) 6
5Tim Depag RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Cet.
ke-3, jilid. 1, hal. 390 6Tim Depag RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Cet.
ke-3, jilid. 1, hal. 140
5
Selain berkata baik, Allah juga memerintahkan untuk berkata benar
sebagaimana dinyatakan dalam ayat sebagai berikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
ucapkanlah perkataan yang benar”. (QS. Al-Ahzab: 70)7
Terkait dengan ayat tersebut, Hamka memberikan pandangan bahwa di
antara sikap hidup karena iman dan taqwa adalah jika kata-kata yang terucap itu
tepat.8 Dalam kata-kata yang tepat itu terkandung kata-kata yang benar.
Sementara Hasbi ash-Shidiqi berpendapat bahwa ucapakanlah perkataan-
perkataan yang benar yang mengandung kebijakan bagimu, dan jauhilah ucapan-
ucapan yang salah, yang menyebabkan kamu mendapatkan adzab di akhirat
kelak.9 Dengan perkataan yang tepat atau baik yang terucapkan dengan lisan dan
didengar banyak orang, maka akan tersebar luas informasi dan pengaruh yang
besar bagi jiwa dan dan pikiran manusia. Artinya kalau ucapan itu baik, maka
akan baik pengaruhnya, demikan pula sebaliknya.10
Al-Qur‟an menyuruh kita untuk selalu berkata benar. Kejujuran
melahirkan kekuatan, sementara kebohongan mendatangkan kelemahan. Biasa
7Tim Depag RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Cet.
ke-3, jilid. 1, hal. 46 8Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1986), hal. 109
9Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidiqi, Tafsir Al-qur‟anul Majid An-Nuur, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2000), hal. 3315 10
M. Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 33
6
berkata benar mencerminkan keberanian. Bohong sering lahir karena rendah diri,
pengecut, dan ketakutan. Dalam firman Allah SWT :
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-
orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-
orang pendusta.”11
(QS. An-Nahl:105)
Nabi Muhammad saw dengan mengutip al-Qur'an menjelaskan orang
beriman tidak akan berdusta. Dalam perkembangan sejarah, umat Islam sudah
sering dirugikan karena berita-berita dusta. Berita-berita dusta tentang Nabi sangat
berbahaya, karena umat Islam merujuk pada Nabi dalam perilaku mereka. Sunah
Nabi menjadi dasar hukum yang kedua setelah al-Qur‟an. Oleh karena itu, ilmu-
ilmu hadis sangat berharga untuk memelihara kemurnian Islam. Studi kritis
terhadap sejarah Rasulullah akan disambut oleh setiap muslim yang mencintai
kebenaran dan sekaligus dibenci oleh orang-orang yang mau mencemari Islam.
Perintah berkata baik dan benar dalam al-Qur‟an dan hadis menjadi sebuah
indikasi wajibnya bagi muslim mengaplikasikan sifat kejujuran dan perkataan
benar yang dalam konsep al-Qur‟an dikenal dengan istilah qaulan sadidan.
Meski demikian, realitasnya tidak sedikit perselisihan, konflik, perhelatan,
permusuhan dan pertengkaran yang disebabkan oleh perkataan buruk yang tidak
terkontrol. Bahkan tidak jarang pertumpahan darah yang mengerikan muncul dari
kata-kata yang tercela dan menyakitkan. Dalam sabda Rasulallah, Ia menegaskan
melalui hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari di bawah ini :
11
Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012), hal. 380
7
“Diriwayatkan oleh Abu Hurairoh r.a bahwa Rosulallah saw. bersabda:
“Barang siapa beriman kepada Allah swt. dan hari kiamat, maka ia hendaknya
berkata hanya perkara yang baik atau diam, dan barang siapa beriman kepada
Allah dan hari kiamat, maka ia hendaklah tidak menyakiti tetangganya, dan
barang siapa beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka muliakanlah
tamunya”.12
Dalam riwayat lain di tegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda
tentang bahaya berbicara yang bisa menyebabkan dirinya tertimpa musibah besar
di neraka jika berbicara salah:
“Telah menceritakan kepada saya Ibrahim bin Hamzah, telah
menceritakan kepada saya Ibn Abi Hazim dari Yazid dari Muhammad bin Ibrahim
dari „Isa bin Tholhah bin „Ubaidillah dari Abu Hurairah r.a bahwa ia mendengar
Rosulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba, bisa jadi ia
mengungkapkan suatu kalimat (satu kata) yang tampak dari perkataannya bahwa
12
Abū „Abd Allāh Muḥ ammad ibn Ismā„īl ibn Ibrāhīm ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah
al-Ju„fī al-Bukhārī, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1989), Juz. 1, hal. 11
8
ia akan tergelincir ke dalam neraka yang sangat jauh (sangat dalam) sejarak
timur dan barat”.13
Memandang hadits-hadits tersebut jelaslah bahwa islam memberikan
perhatian khusus terhadap pembicaraan, bahkan dipandang sebagai salah satu
perkara yang akan menyelamatkan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Pembicaraan yang dimaksud tentunya adalah pembicaraan yang penuh etika,
sehingga proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan terciptanya jalinan
hubungan yang harmonis antara komunikator (Pembicara) dan komunikan
(pendengar)
Dalam kitab Ihyâ „Ulūm Al-Dīn al-Ghazali banyak menyinggung
persoalan berbicara baik dari sisi tatanan moral-etik maupun dari segi efeknya.
Hal ini mengingat betapa signifikan dalam pergaulan sosial untuk memelihara dan
menjaga perasaan antar sesama manusia, melalui ujaranyang harus disampaikan
kepada pihak lawan bicara. Al-Ghazali banyak mengutip hadits Nabi mengenai
bagaimana seharusnya berbicara yang baik dan benar, atau bahkan sebaiknya
diam jika harus menyakiti pihak lain dengan ungkapan kata-kata. Situasi dan
kondisi tersebut tentunya pernah dialami pada masa para sahabat, sehingga hal itu
menjadi perhatian Nabi untuk memerintahkan berbicara secara proporsional
sesuai perintah Allah dan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi.
Menyikapi problem tersebut, al-Ghazali mengutip hadits yang semakna
dengan hadits di atas, bahwa Nabi Muhammad saw. pernah bersabda sebagai
berikut:
13
Abū „Abd Allāh Muḥ ammad ibn Ismā„īl ibn Ibrāhīm ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah al-
Ju„fī al-Bukhārī, Shahih Bukhari (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1989), Juz.1 , hal. 118
9
Rasulullah bersabda Barang siapa yang beriman kepada allah dan hari
akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.”14
Lisan adalah instrumen berbicara untuk menerjemahkan apa yang
terkandung dalam hati dan akalnya.15
Orang-orang yang beriman, menurutnya
lebih mengedepankan sisi hatinya, sehingga ketika akan berbicara selalu
mempertimbangkan isi hati dan akalnya, agar yang tersampaikan mengandung
kebenaran dan kebijaksanaan. Berbeda dengan orang-orang munafik yang selalu
menyembunyikan kebenaran hati, lalu berbicara sesuai selera lidahnya. Makna
baik dan benar dalam berbicara di sini tentu berkaitan erat dengan konteks moral-
etik. Adapun etika yang dimaksud dalam kajian ini adalah yang berdimensi moral
dan khususnya bersandarkan pada Hadits-hadits Nabi. Berkaitan dengan etika
bebicara bagaimanapun juga seorang muslim harus berpedoman pada sumber
utama Islam, yakni al-Qur‟an dan sunnah Nabi. Sebab akhlak Nabi sebagaimana
yang telah dikatakan oleh Aisyah yang diriwayatkan oleh imam Hambal adalah
al-Qur‟an.16
Dengan demikian penulis berinisiatif untuk meneliti hadis hadis yang
berada di dalam kitab ihya ulum al-din khususnya dalam poin etika berbicara
dalam bab mencaci maki berkata keji serta cabul, karena kitab ini sering di sajikan
dalam pembelajaran oleh kyai/ustadz kepada masyarakat atau para santri dengan
14
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, (Semarang:
Karya Toha Putra, t.th), Juz. 03, hal. 106 15
Abu hamid muhammad bin muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, (Semarang:
Karya Toha Putra, tt), Juz. 03, hal. 101 16
Muhammad Nawawi al-Jawi, Muraqi al-Ubudiyyah, (Jakarta: Dar al-Kutub al-
Islamiyah,2007), hal. 46
10
harapan masyarakat dan santri dapat memiliki moral yang tinggi. Akan tetapi
yang patut di perhatikan juga adalah apakah hadis hadis tersebut dapat di amalkan
atau tidak.
Penulis akan mencoba meneliti apa saja bahaya lisan yang di paparkan al
ghazali dalam kitabnya, dan dalam penelitian penulis, hal ini akan menjelaskan
bagaimana kritik sanad hadis etika berbicara khusunya bab mencaci maki berkata
keji serta cabul dalam kitab ihya ulum al-din, mengangkat konsep skripsi ini
merupakan hal yang cukup relevan. Karena seperti yang kita saksikan mengenai
fenomena kekinian, masyarakat Indonesia sedang berada dalam suasana euforia,
saling melaporkan kesalahan pihak lain yang masih bersifat asumtif, bebas
berbicara serta mencaci maki tentang apa saja, terhadap siapapun, dengan cara
bagaimanapun. Hal ini dimungkinkan terjadi, setelah mengalami kehilangan
kebebasan bicara selama beberapa dekade di masa Orde Baru. Memasuki era
reformasi hingga kini, orang menemukan suasana kebebasan berbicara sehingga
tidak jarang cara maupun muatan pembicaraan bersebarangan dengan etika
ketimuran, bahkan etika Islam, sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk
Indonesia. Melalui pengkajian ini diharapkan dapat diketahui secara jelas
bagaimana sebaiknya bagi kita, khususnya umat Islam dalam etika berbicara yang
baik sebagaimana dianjurkan dalam al-Qur‟an dan Hadits Rasulallah.
Berdasarkan pembahasan secara deskriptif di atas, maka penulis akan
mengajukan penelitian tentang
“KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS ETIKA BERBICARA PERSPEKTIF
AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA ‘ULUM AL-DIN ”
11
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Masalah berbicara merupakan masalah yang cukup luas dan penting dalam
kehidupan bermasyarakat, dan di dalam hadis banyak sekali yang menjelaskan
mengenai bahaya lisan. Namun demikian untuk menghindari pembahasan yang
tidak mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi, maka penulis
perlu membatasi permasalahan skripsi ini, yang di maksud etika berbicara disini
adalah lebih menitik beratkan pada poin afatul al-lisan (bahaya lisan) dalam bab
“mencaci maki berkata keji serta cabul”, menurut penulis pembahasan poin ini
menarik jika di telusuri lebih dalam, karena banyak orang orang yang
meremehkan tentang berbicara dari segi mencaci maki serta mengatakan kata yag
kotor.
Di dalam kitab ihya ulum al-din terdapat 15 hadis hadis tentang etika
berbicara mengenai bab mencaci maki berkata keji serta cabul akan tetapi penulis
akan membatasi 4 hadis saja yang akan di teliti kualitasnya kritik sanad dan matan
karena ke empat hadis tersebut menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam skripsi
ini dan tentu kualitas hadis tersebut masih dipertanyakan di dalam kitab ihya ulum
al-din itu sendiri, adapun kitab rujukan hadis yang diutamakan adalah al-kutub al-
Sittah selain Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim,yaitu Sunan Abu Dawud, Sunan
al-Tirmidzi, Sunan al-Nasai, Sunan Ibnu Majjah. Jika hadis tersebut tidak terdapat
pada kitab kitab tersebut, maka merujuk kepada al- Kutub al-Tis‟ah di tambah
Kitab al-Muwatta, Musnad Imam Ahmad dan Sunan al-Darimi.
12
Berikut hadis-hadis yang alan di teliti tersebut :
١
٢
٣
٤
2.Perumusan Masalah
Dari pembatasan tersebut, kemudian penulis merumuskan permasalahan
utama dalam skripsi ini di rumuskan dengan :
Bagaimana kualitas kritik sanad dan matan hadis di atas yang terdapat dalam kitab
ihya‟ ulum al-din tentang etika berbicara khusunya dalam bab mencaci maki
berkata keji serta cabul ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian:
Pertama, mengetahui secara mendalam hadis tentang etika dalam hal
berbicara mencaci maki berkata keji serta cabul melalui pandangan al ghazali.
Kedua, agar dapat mengungkapkan data-data hadis yang berkaitan dengan
berbicara pada point mencaci maki berkata keji serta cabul, dan juga
membuktikan data kualitas hadis yang terdapat dalam kitab ihya ulum al-din.
ketiga, untuk memenuhi tugas akhir perkuliyahan untuk mencapai gelar
kesarjanaan strata satu (S-1) Sarjana Agama (S.Ag) pada Jurusan Ilmu Al- Qur‟an
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
13
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah memberikan pengetahuan dan
informasi umum mengenai etika berbicara khususnya mengenai bab mencaci
maki berkata keji serta cabul. dengan harapan dapat menjadi kajian keislaman
khususnya di bidang hadis. Di harapkan dapat memberikan masukan yang berarti
bagi masyarakat luas maupun masyarakat akademis dalam memahami konsep
etika berbicara yang baik dalam kehidupan sehari-hari. kemudian penelitain ini di
harapkan mendorong umat islam untuk tidak berbicara yang tidak sepantasnya di
lakukan dan menyakiti hati orang lain, sekaligus penulis memberikan sumbangsih
dalam khazanah ilmu pengetahuan islam.
D. Tinjauan Pustaka (Literature Review)
Telaah pustaka berikut untuk mendisplay karya terdahulu yang terkait atau
diduga memiliki kaitan dengan topik yang akan dibahas. Hal ini diproyeksikan
untuk memperoleh kepastian orisinilitas serta jaminan tidak adanya duplikasi
dengan penulisan atau penelitian terdahulu. Diakui ada beberapa tulisan atau
penelitian terdahulu yang membahas tentang persoalan berbicara, namun dari sisi
yang berbeda. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk
tidak mengangkat persoalan yang sama, sehingga kajian ini tidak dianggap
sebagai hasil plagiasi dari kajian sebelumnya.
Sepanjang penelaahan penulis, belum ada penelitian ilmiah yang secara
spesifik mengkaji masalah kritik hadis etika berbicara persepektif al-Ghazali
dalam kitab ihya ulum al-Din. Namun demikian, banyak peneliti lain yang
menyinggung masalah berbicara dalam arti tertentu, meskipun dari sudut pandang
14
yang berbeda. Diantara yang penulis temukan adalah, Buku “Bahaya Lisan”.17
Buku ini sedikit banyak menyinggung bagaimana efek dari perbuatan lidah,
namun murni terjemahan dari ihya „ulum al-Din ke bahasa Indonesia. Skripsi oleh
Dikalustian Rizkiputra 18
dengan judul “Bahaya Lisan dan Pencegahannya dalam
al-Qur‟an”, tahun 2011, no. 2886, namun konten dalam skripsi ini hanya
himpunan ayat-ayat Qur‟an yang barkaitan dengan bahaya lisan. Skripsi oleh
Zainuri dengan judul : Studi Kualitas Hadits dalam Ihyâ` Ulûm al-Dîn”, tahun
2014.19
Dalam skripsi ini, isi hanya dibatasi pada pembicaraan yang sifatnya
sendau gurau dan akibatnya. Skripsi oleh Eneng Maria Ulfa 20
dengan judul “Etika
Menjaga Lisan Dalam Al Qur‟an; Kajian Terhadap Qs. Al-Nisa Ayat 114 Dan
Qs. Al- Hujaraat Ayat 12”, tahun 2005, no.429, skripsi ini sendiri adalah hanya
kajian dari beberapa ayat al qur‟an saja yang tercantum dalam judul. Skripsi oleh
Amir Mu‟min Sholihin 21
dengan judul “ Etika Komunikasi Lisan Menurut Al
Qur‟an : Kajian Tafsir Tematik” tahun 2011, Dalam skripsi ini hanya
menjelaskan fokus dalil dalil al qur‟an bukan pada hadis nabi. Buku karya Imam
al-Ghazali, ”Bahaya Lidah”, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), isi buku Bahaya
Lidah karya Imam al-Ghazali ini hanya menerjemahkan apa yang ada di kitab
Ihyâ` Ulûm al-Dîn menjadi bahasan Indonesia saja.
17
Al-Ghazali, Bahaya Lisan, terj. Said Ali bin al-Qahatami, (Jakarta: Aqwam Jembatan
Ilmu, 2006) 18
Dikalustian Rizkiputra, Bahaya Lisan dan Pencegahannya Dalam al-Qur‟an, (Skripsi
Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) 19
Zaenuri, Kualitas Hadits dalam Kitab Ihya „Ulum al-Din, (Skripsi Ilmu Al- Qur‟an dan
Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) 20
Eneng Maria Ulfa, Etika Menjaga Lisan Dalam Al Qur‟an; Kajian Terhadap Qs. Al-
Nisa Ayat 114 Dan Qs. Al- Hujaraat Ayat 12, (Skripsi Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005) 21
Amir Mu‟min Sholihin, Etika Komunikasi Lisan Menurut Al Qur‟an : Kajian Tafsir
Tematik, (Skripsi Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011)
15
Mencermati karya-karya di atas, tidak terlihat adanya duplikasi, meski
terdapat kesepadanan makna, istilah, Hadits, bahkan kesamaan literatur yang
dikaji, tetapi sudut pandang maupun fokusnya berbeda jauh.
E. Metodologi Penelitian
1. Metodologi Penelitian
a. Jenis Penelitian
Sumber penelitian skripsi ini adalah library Research, dalam arti semua
sumber data berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik yang
dibahas., Karena studi ini menyangkut al-Hadits, khususnya dalam perspektif al-
Ghazali, maka sumber utama dan pertama sumber primer22 yang dijadikan rujukan
adalah Kitab ihya „ulum ad-Din karya Imam al-Ghazali.23
b. Metode Pembahasan
Dalam pembahasan skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif-
analitis.24
Yaitu pengumpulan data dan beberapa pendapat ulama dan pakar untuk
kemudian di teliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan.
c. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data berdasarkan dua Sumber, yaitu sumber premier yang
dalam penelitian ini adalah kitab ihya ulum al-Din karya al-Ghazali yang di
dalamnya terdapat hadis sebanyak 15 hadis berkaitan dengan tema skripsi ini
dengan bab afatu al-lisan khususnya etika berbicara, dalam hadis hadis yang
22
Sumber primer merupakan sumber data yang secara langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Selengkapnya lihat Sugiyono, Memahami Penulisan Kualitatif, (Bandung: CV.
Afabeta, 2005), hal. 62 23
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, jilid III
(Beirut: Daar al-Salam, Kairo ,2002) juz 2 h.987 24
Metode deskriptif adalah menguraikan secara sistematis seluruh konsep yang akan
dikaji. selengkapnya lihat Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metode Penulisan Filsafat,
(Yogyakarta: Kanisius, 1994), hal. 65
16
tercantum pada kitab ihya ulum al-din tidak ada keterangan terkait rangkaian
periwayat, keterangan shahih atau tidaknya hadis tersebut. Dalam hal ini perlu
adanya penelitian terkait rangkaian dan kualitas sanad dari setiap hadis yang di
cantumkan agar di ketahui apakah hadis-hadis tersebut shahih tidaknya.adapun
jumlah hadis yang akan di teliti ada 4 hadis yang di ambil,penulis merujuk pada
sugiono25
, untuk menentukan sampelyang akan di gunakan dalam penelitian,
terdapat berbagai teknik sampling yang di gunakan. Diantaranya Probability
Sampling dan Non Probability Sampling.
Peneliti memilih teknik Sampling Puposive26
yang termasuk dalam
kategori Non Probability Sampling. adapun pengertian teknik Non Probability
Sampling adalah teknik yang tidak memberi peluang atau kesempatan bagi setiap
unsure atau anggota populasi untuk di pilih menjadi sample.27
Kedua yaitu sumber sekundernya adalah kitab-kitab Rijal al-Hadis, kitab –
kitab takhrij hadis, kitab-kitab hadis serta data pendukung berupa buku-buku,
yang berkaitan dengan skripsi ini.28
Pendekatan seperti ini digunakan untuk
menguraikan hadits-hadits yang berkaitan dengan etika berbicra dalam kitab ihya
25
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,kualitatifdan R&D),
(Bandung : Alfabeta, 2010),h, 117. 26
Teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu, pemilihan sekelompok subjek
dalam Purposive Sampling. Di dasarkan atas cirri tertentu yang di pandang mempunyai sangkut
paut yang erat dengan cirri-ciri populasi yang sudah di ketahui sebelumnya. maka dengan kata
lain, unit sampel yang di hubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang di terapkan
berdasarkan tujuan penelitian atau permasalahan penelitian. Lihat Sugiono, Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,kualitatifdan R&D), (Bandung : Alfabeta, 2010),h, 212. 27
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,kualitatifdan R&D),
(Bandung : Alfabeta, 2010),h, 212. 28
Sumber sekunder adalah sumber data yang tidak secara langsung memberikan data
kepada pengumpul data, namun mengutip dari sumber lain, sehingga tidak bersifat orisinil atau
otentik karena sudah diperoleh sumber kedua dan ketiga. Lihat Sugiyono, Memahami Penulisan
Kualitatif, hal. 62
17
ulum al-Din. Pendekatan analitis ditujukan untuk membentuk analisis-analisis
secara konfrehensif bagi masalah yang dikaji.29
d.Pengolahan dan Analisa Data
dalam pengolahan data, langkah pertama yang di tempuh adalah mentakhrij hadis
hadis yang terdapat dalam kitab ihya ulum al-Din untuk menunjukan sumber dan
hadis yang bersangkutan adapun metode takhrij hadis yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah
Pertama, Metode takhrij dengan mengetahui kata-kata yang jarang di
gunakan dari suatu bagian matan hadis, menggunakan kitab Al-Mu‟jam al-
Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi karya AJ wensick. 30
dan menggunakan
kitab Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-Nabâwî al-Syarîf karya Muhammad Sa‟id ibn
Basyuni.
langkah kedua yaitu menyusun sanad dalam sebuah skema sanad (dengan
tujuan memudahkan pembacaan jaringan sanad hadis yang sedang di teliti).31
Langkah ketiga yaitu melakukan kritik sanad dan matan, yakni segala
syarat atau kkriteria yang harus di penuhi oleh sanad hadis yang berkualitas
sahih.32
Adapun dalam melakukan kritik Keshahihan hadis, menurut al- Nawawi,
bahwa yang di sebut sebagai hadis shahih adalah hadis yang bersambung
29
Metode Analitis adalah metode yang digunakan untuk melakukan investigasi secara
konseptual berdasarkan data-data yang ada, kemudian diklasifikasikan sesuai konteks
permasalahan, dengan tujuan untuk memperoleh kejelasan atas data yang sebenarnya. Lihat Lois O
Kastoff, Pengantar Filsafat, terj. Suyono Sumargono, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992), hal. 18 30
Mahmud al-Thahan, Usl al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, (Riyadh : Maktabah al-
Ma‟arif 1991) , h.35 31
Hasaan As‟ari Ulama‟i, melacak Hadis Nabi Saw : Cara cepat mencari Hadis dari
Manual hingga Digital, (Semarang : RASAIL, 2006) h. 25 32
Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihah Sanad Hadis : Tela‟ah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta : Bulan Bntang, 2004 ) h. 123
18
sanandnya oleh rawi-rawi yang „adil dan dhabit serta terhindar dari syadz dan
illat.33
Dalam kritik sanad hadis berikut beberapa hal yang akan di telusuri terkait
periwayat hadis :
1. Mencatat semua nama lengkap perawi dalam sanad yang akan di teliti,
mencatat biografi masing masing periwayat ( tahun lahir wafat guru dan
murid dan sighat (kata-kata) dalam proses Tahamul wa al-ada‟ al-hadits
(menerima dan menyampaikan hadis) hal ini di lakukan mengetahui
persambungan sanad hadis.
2. Pendapat para ulama hadis berupa penerapan kaidah al-jarh wa al- ta‟dil.
Hal ini di lakukan mengetahui keadilan dan kedhabitan para periwayat
hadis.34
3. terkait syarat terhindar dari syad dan illat, sekiranya unsur sanad
bersambung dan rawi dabt telah di laksanakan dengan semestinya, niscaya
umsur terhindar dari syadz dan „illat telah terpenuhi juga.35
2. Tekhnik penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini mengambil dari referensi Buku“Pedoman
Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2017
”yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.36
33
Hasaan As‟ari Ulama‟i, melacak Hadis Nabi Saw.,h.26-30, dan lihat Hasaan As‟ari
Ulama‟i, melacak Hadis Nabi Saw h.128 34
Hasaan As‟ari Ulama‟i, melacak Hadis Nabi Saw : Cara cepat mencari Hadis dari
Manual hingga Digital, (Semarang : RASAIL, 2006) h. 26-30 35
Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihah Sanad Hadis : Tela‟ah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta : Bulan Bntang, 2004 ) h. 123 36
Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta 2017, (Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan UIN Jakarta, 2017).
19
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini di susun dalam beberapa bab dsn setiap bab terdari dari
beberapa bab dan setiap babnya terdiri dari beberapa subbab yang sesuai dengan
keperluan kajian yang akan di lakukan. Dengan tujuan untuk mendapatkan hasil
yang utuh dan sistematis dengan perincian sebagai berikut
Bab pertama adalah pendahuluan, memuat seputar tentang latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfat penelitian,
metode penelitian, Kajian Pustaka, dan Sistematika Penulisan. Bab ini berusaha
memberikan gambaran singkat tentang masalah yang akan di bahas pada bab-bab
selanjutnya.
Bab kedua akan menguraikan riwayat hidup singkat Al-Ghazali, karya-
karya utama Al-Ghazali, serta pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran
Islam secara luas (pasca sepeninggalan-nya), tinjauan kitab Ihya Ulum al-Din, dan
dan etika berbicara dalam kitab Ihya Ulum al-Din.
Bab ketiga adalah Membahas menegenai takhrij hadis, dan skema sanad
dan kritik sanad dan matan hadis dalam kitab ihya ulum al-din.
Bab keempat adalah penutup yang merinci sejumlah simpulan dari
keseluruhan skripsi ini, terkait kualitas sanad dan hadis-hadis etika berbicara
dalam kitab ihya ulum al-Din.
20
BAB II
SEKILAS TENTANG IMAM AL-GHAZALI
A.Biografi Al-Ghazali
Nama lengkap dari Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad at-Thusi al-Ghazali. Beliau lahir di Thus, Khurasan, suatu tempat di
kira-kira sepuluh mil dari Naizabur, Persia. Beliau lahir pada tahun 450 Hijriyah,
Bertepatan dengan 1059 M di Ghazalah suatu kota kecil yang terletak di Thus
yang merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia islam.37
Dan beliau
wafat pada tahun 505 Hijriyah bertempat di tanah kelahirannya tersebut.38
Al Ghazali di kenal sebagai seorang ahli ketuhanan dan seorang filosof
besar di masa hidupnya. Beliau pun juga di kenal sebagai seorang yang masyhur
dalam ahli fiqih dan tasawuf yg tidak ada tandinganya di masa itu. Sehingga karya
tulisanya yg berupa kitab Ihya Ulum al- din di pakai oleh seluruh dunia islam
hingga saat ini.39
Ayahnya tergolong orang yang shaleh dan hidupnya yang serba sederhana.
Kesederhanaanya di nilai dari sikap hidup yang tidak mau makan kecuali atas dari
usahanya sendiri yang ia peroleh. Ayahnya juga sering berkomunikasi dengan
para ulama pada majelis-majelis pengajian. Ayahnya juga sangat pemurah dalam
memberikan sesuatu yang di miliki kepada ulama yang di datangi sebagai rasa
simpatik dan terima kasih. Sebagai orang yang sangat dekat dan menyenangi
ulama, ia berharap anaknya suatu saat nanti menjadi ulama‟ yang ahli dalam
37
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Enslikopedi Islam. (Jakarta : Van Hoeve Letiar Baru,
1997), Cet. Ke 4, hal. 25 38
A.Mudjab Mahali, Pembinaan Moral Di Mata Al-Ghazali,BPFE : Yogyakarta, 1984,
hal 1 39
A.Mudjab Mahali, Pembinaan Moral Di Mata Al-Ghazali,BPFE : Yogyakarta, 1984,
hal 1
21
agama.40
Ayahnya sebelum wafat menitipkan anaknya (Imam Al-Ghazali) kepada
teman ayahnya, seorang ahli tasawuf untuk mendapatkan bimbingan dan
didikan.41
Walaupun beliau di besarkan dalam keadaan keluarga yang sederhana
tidak menjadikan beliau merasa rendah atau malas. Justru beliau semangat dalam
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, dan di perkirakan beliau hidup dalam
kesederhanaan sebagai seorang sufi sampai usia 15 tahun (450-456) Hijriyah.42
Sebelum dia meninggal dunia, dia menitipkan kedua anaknya kepada
seorang sufi (sahabat karibnya) sambil mengungkapkan kalimat bernada
menyesal: ”Nasib saya sangat malang, karena tidak mempunyai ilmu
pengetahuan, saya ingin supaya kemalangan saya dapat ditebus oleh kedua
anakku ini. Peliharalah mereka dan pergunakanlah sampai habis harta warisan
yang aku tinggalkan ini untuk mengajar mereka.”43
Akan tetapi hal ini tidak berjalan lama. Harta warisan yang ditinggalkan
untuk kedua anak itu habis, sufi yang juga menjalani kecenderungan hidup
sufistik yang sangat sederhana ini tidak mampu memberikan tambahan nafkah.
Maka al-Ghazali dan adiknya diserahkan ke suatu madrasah yang menyediakan
biaya hidup bagi para muridnya. Di madrasah inilah al-Ghazali bertemu dengan
Yusuf al-Nassaj, seorang guru sufi kenamaan pada saat itu, dan dari sini pulalah
awal perkembangan intelektual dan spiritualnya yang kelak akan membawanya
40
Syamsul Rijal, Bersama Al-Ghazali Filosof Alam (Upaya Meneguhkan Keimanan),
Arruz : Yogyakarta, 2003, hal.50 41
Imam Al-Ghazali, Pembuka Pintu Hati, (Bandung : MQ Publishing, 2004), Cet. 1, hal.4 42
Imam Al-Ghazali, Pembuka Pintu Hati, (Bandung : MQ Publishing, 2004), Cet. 1, hal.4 43
Zaky Mubarak, Al-Akhlāk “Inda al-Ghazāli (Mesir: Dar al-Kitab al-Arabiy al-Taba‟at
al-Nasyr, 1968), h. 47
22
menjadi ulama terkenal di dunia Islam bahkan sampai disebut sebagai Hujjatul
Islam dan Zain ad-Dîn.44
Dia mulai memasuki pendidikan di daerahnya yaitu belajar kepada Ahmad
ibnu Muhammad al-Razkani al-Thusi. Setelah dirasa cukup, dia pindah ke Jurjan
dan memasuki pendidikan yang dipimpin oleh Abu Nashr al-Isma‟ili dengan mata
pelajaran yang lebih luas meliputi semua bidang agama dan bahasa. Setelah tamat
di sini, dia kembali ke Thus dan mengkaji ulang atas semua yang telah
dipelajarinya sambil belajar tasawuf dengan syekh Yusuf al-Nassaj (wafat 487 H).
Al-Ghazali belajar pada gurunya tersebut selama 20 tahun.45
Setelah dua atau tiga tahun dia di Thus, dia berangkat kembali
melanjutkan pelajaran ke Nisyapur dan belajar pada Abul Ma‟al al-Juwaini (wafat
478 H) yang bergelar Imam al-Haramain, dalam beberapa ilmu keislaman. Di
Nisyapur dia juga melanjutkan pelajaran tasawwuf kepada Syekh Abu Ali al-
Fādhil ibnu Muhammad ibnu Ali al-Farmadi (wafat 477 H). Di samping belajar
tersebut dia juga mulai mengajar dan menulis dalam ilmu fiqhi. Pada tahun 478
H/1085 M, al-Ghazali pergi ke kampus Nizam al-Mulk, yang menarik banyak
sarjana dan di sana dia diterima dengan kehormatan dan kemuliaan. Pada suatu
saat yang tidak bisa dijelaskannya secara khusus, tetapi dapat dipastikan sebelum
perpindahannya dari Baghdad, al-Ghazali mengalami fase skeptisisme, dan
menimbulkan awal pencarian yang penuh semangat terhadap sikap intelektual
yang lebih memuaskan dan cara hidup yang lebih berguna.46
Paham ini kemudian
dianut oleh para sarjana Eropa pada masa berikutnya.47
44
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya „Ulum al-Din, (Juz I; Beirut: Dar al-Fikr, 1991), h. 3. 45
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya „Ulum al-Din, (Juz I; Beirut: Dar al-Fikr, 1991), h. 3. 46
M. Amin Abdullah, Antara al-Ghazali dan Kant, Filsafat Etika Islam (Cet.II; Bandung:
Mizan, 2002), h. 28-29.
23
Setelah Imam al-Juwaini wafat dan pelajaran tasawuf sudah cukup
dikuasainya, dia pindah ke Mu‟askar mengikuti berbagai forum diskusi dan
seminar di kalangan ulama dan intelektual.
Pada tahun 483 H/1090 M, dia diangkat menjadi Guru Besar di
Universitas Nizamiyah Baghdad, tugas dan tanggung jawabnya itu dia laksanakan
dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad selain mengajar, juga mengadakan
bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan batiniyah, ismailiyah,
filsafat dan lain-lainya.48
Para mahasiswa sangat menyukai kuliah-kuliah yang disampaikan oleh al-
Ghazali oleh karena begitu dalam dan luas ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Para mahasiswa yang jumlahnya ratusan tersebut sering terpukau dengan kuliah-
kuliah yang disampaikan. Bahkan para ulama dan masyarakat pun mengikuti
perkembangan pikiran dan pandangannya, sehingga tidak heran jika dia menjadi
sangat masyhur dan popular dalam waktu yang relatif tidak lama.
Al-Ghazali mencapai kejayaan tertinggi sebagai ulama dilihat dari segi
lahirnya saja, tetapi dari segi batinnya ia mulai mengalami krisis intelektual dan
kerohanian yang amat dalam. Keraguannya pada persoalan-persoalan yang ada
mulai muncul dan ilmu-ilmu yang tadinya diajarkan mulai dikritiknya. Dia merasa
kekosongan dalam uraian-uraian dan pikiran-pikiran di kalangan para fuqaha.
Pemikiran di kalangan ahli kalam mengenai perkara-perkara doktrinal tidak
47
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Cet. III; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h.
78 48
A. Hanafi, Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 197
24
memberinya keyakinan karena hal tersebut hanya membawa agama pada sistem
ortodoksi dan perbincangan yang ada menjadi sangat dangkal.49
Pada tahun 488 H/1095 M ia menderita penyakit jiwa yang membuat
dirinya secara fisik tak dapat lagi memberi kuliah. Beberapa bulan kemudian ia
meninggalkan Baghdad dengan dalih untuk melaksanakan haji, tetapi sebenarnya
itu hanya dalih untuk meninggalkan status guru besarnya dan karirnya secara
keseluruhan selaku ahli hukum dan teolog.50
Perjalanannya setelah meninggalkan
Baghdad dan pergolakan batinnya menuju sufistik, akan dijelaskan pada
pembahasan selanjutnya.
Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadis dan
berkumpul dengan ahlinya. Berkata Imam Adz-Dzahābi, “Pada akhir
kehidupannya, beliau tekun menuntut ilmu hadis dan berkumpul dengan ahlinya
serta menelaah shahihain (Shahīh Bukhāri dan Muslim). Seandainya beliau
berumur panjang, niscaya dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat.
Beliau belum sempat meriwayatkan hadits dan tidak memiliki keturunan kecuali
beberapa orang putri.”51
Abul Faraj Ibnu al-Jauzi menceritakan tentang kisah kematian imam al-
ghazali, bahwa hari senin dini hari menjelang subuh,beliau bangkit dari tempat
tidurnya lalu menunaikan sholat shubuh.setelah itu menyuruh seorang pria untuk
membawakan kain kafan,setelah kain kafan itu di berikan kepadanya,beliau
mengangkatnya hingga ke mata lalu beliau berkata.”perintah tuhan di titahkan
49
Muhammad Uthman el-Muhammady, Pemurnian Tasawuf oleh Imam Al-Ghazali,
www/Scribd/com/doc/2917072/ (22 februari 2019). 50
M. Amin Abdullah, Antara al-Ghazali dan Kant, Filsafat Etika Islam (Cet.II; Bandung:
Mizan, 2002), h. 28-29 51
Kholid Syamhudi, Imam al-Ghazali, http://www.muslim.or.id (22 februari 2019).
25
untuk di ta‟ati.”setelah itu,beliau meluruskan kakinya dan bernafas untuk yang
terakhir kalinya.
Imam Al-ghazali meninggal dunia dalam usia 55 tahun pada hari senin
tanggal 14 jumadil akhir tahun 505 H (1111 M) di Thus.dan beliau meninggalkan
tiga orang anak laki laki yang bernama Hamid.yang telah meniggal dunia sebelum
Imam Al-Ghazali. Karena anak laki lakinya inilah kemudian Imam Al-Ghazali di
beri gelar (bapaknya si Hamid) “Abu Hamid”.52
B. Karya – Karya Utama Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama‟ yang teku belajar,mengajar dan
tekun dalam beribadah dan juga dikenal sebagai sosok intelektual multidimensi
dengan penguasaan ilmu multidisiplin. Hampir karya - karya imam al ghazali dari
semua aspek keagamaan dikajinya secara mendalam. Tidak heran jika berbagi
gelar disandingkan kepadanya. Ia dikenal dengan Hujjatul Islam (Pembela Islam),
juga „Alim al-Ulama‟ (doktor keislaman) dan Warits al-Anbiya‟ (pewaris para
Nabi).53
Sebagai tokoh besar Al ghazali mempunyai tulisan-tulisan yang cukup
banyak. Ali al-Jumbulati.54
menyebutkan karya Al ghazali sebanyak 70 buah,
sementara menurut Abdurrahman Badawi dalam bukunya Muallafah Al-Ghazālī
menyebutkan karya al-Ghazālī mencapai 457 judul. Al-Washiti dalam al-
Thobaqot al-„Aliyah fi Manaqib al-Syafi‟iyah menyebutkan 98 judul buku.
Musthofa Ghollab menyebut angka 228 judul buku. Al-Subki dalam al-Thobaqot
a-Syafi‟iyah menyebut 58 judul buku. Thasy Kubro Zadah dalam Miftah al-
52
Zainudin Dkk, Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali. (Jakarta : Bumi
Aksara,1991).h.10 53
Hussein Bahreisj, Ajaran-ajaran Akhlaq Imam Ghozali, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1981)
h.12 54
Ali al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, (Kudus: al hikmah,1990), h.133
26
Sa‟adah wa Misbah al-Siyadah menyebut angka 80 judul.55
Michael Allard,
seorang orientalis barat,56
menyebutkan angka 404 judul. Sedangkan Fakhruddin
al-Zirikli dalam al-„A‟lam menyebut kurang lebih 200 judul buku. Kitab tersebut
terdiri dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan
Menurut Waryono Abdul Ghafur, periodesasi kronologis penulisan karya
karya imam Al ghazali, secara garis besar dibagi menjadi dua; Periode Baghdad
dan sebelumnya, serta periode pasca Bagdad sampai meninggal. Karya tulis yang
dihasilkan pada periode Baghdad dan sebelumnya adalah; Mizan al-„Amal, al-
„Iqtisad fi al-I‟tiqad, Mahkan Naza fi al-Manthiq, al-Musfazhiri fi al-Rad „ala al-
Batiniyyah, Hujjat al-Haq, Qawasim al-Batiniyyah, Jawab Mafsal al-Khilaf, al-
Durj al-Marqum bi al-Jadawil, Mi‟yar al-„Ilmi, Mi‟yar al-„Uqul, Maqasid al-
Falasifah,Tahafut al-Falasifah, al-Mankhul fi al-Ushul, al-Basit, al-Wasit, al-
Wajiz, Khulasaf al-Mukhtasar, Qawa‟id al-Qawa‟id, „Aqaid al-Sughra, Ma‟khaz
al-Khilaf, Lubnab al-Nazar, Tahsin al-Ma‟khadh, al-Mabadi wa al-Ghayat,
Muqaddamat al-Qiyas, Shifa al-Ghali/‟Alil fi al-Qiyas wa al-Ta‟wil, al-Lubab al-
Muntakhal fi al-Jidal dan Ithbat al-Nazar
Adapun karya tulis yang dihasilkan periode pasca Baghdad sampai
meninggal adalah; al-Risalah al-Qudsiyyah, Ihya „Ulum al-Din, al-Rad al-Jami‟ li
Ilahiyat Isa bi Sharih al-Injil, Kimiya al-Sa‟adah, al-Maqasad al-Asna fi Asma‟
Allah al-Husna, al-Madnun bihi „ala Ghair Ahlih, al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-
Muluk, Bidayat al-Hidayah, Mafsal al-Khilaf fi Usul al-Din, Jawahir al-Quran, al-
55
Asrorun Ni‟am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam,( Jakarta: Elsas,tt),h.42 56
Orientalis menurut sebagian sumber adalah Ilmuan barat yang memang sengaja
mendalami islam dan mengkajinya dengan maksud mencari kelemahan. Ada Dalam khazanah
Islam dikenal istilah auksidentalisme yang pertama kali digagas oleh Hassan Hanafi.
27
Arba‟in fi Usul al-Din, Asrar al-Ittiba‟ al-Sunnah, al-Qistas al-Mustaqim, Asrar
Mu‟amalat al-Din, Faysal al-Tafriqah bayn al-Islam wa al-Zanadiqah, al-Munqiz
min al-Dhalal, Qanun al-Ta‟wil, al-Risalah al-Laduniyyah, al-Hikmah fi
Makhluqat Allah, al-Mustasfa fi „ilmi al-Ushul, al-„Imla „an Mushkil al-Ihya,
Ma‟arij al-Quds, Misykat al-Anwar, al-Darurah al-Fakhirah fi Kasyf „Ulum al-
Akhirah, Mi‟raj al-Saliqin, Tabliis Iblis, Ayyuha al-Walad, Kitab al-Akhlaq al-
Abrar wa al-Najah min al-Shar, al-Gayah al-Quswa, Iljam al-„Awam „an „Ilm al-
Kalam dan Minhaj al-„Abidin.57
Jika diklasifikasikan sesuai dengan dengan bidang ilmu pengetahuannya,
antara lain : Teologi Islam (ilmu kalam), hukum Islam (fikih), tasawuf, filsafat,
akhlak dan autobiografi. Sebagaian besar karangannya itu ditulis dalam bahasa
Arab dan Persia.58
1. karya imam al ghazali Bidang Teologi
a. Al-Munqidh min adh-Dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini
merupakan sejarah perkembangan alam pikiran Al Ghazali sendiri dan
merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam ilmu serta jalan
mencapai Tuhan.
b. Al-Iqtishad fi al-I`tiqad (modernisasi dalam aqidah)
c. Al ikhtishos fi al „itishod (kesederhanaan dalam beri‟tiqod)
d. Al-Risalah al-Qudsiyyah
e. Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din
f. Mizan al-Amal
g. Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah
57
Waryono Abdul Ghafur, M.Ag, Kristologi Islam ,(Semarang,Jalabia,2003) h.63 58
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996),h.136.
28
2. karya imam al ghazali Bidang Tasawuf
a. Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama), merupakan karyanya
yang terkenal. menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini
merupakan karyanya yang terbesar selama beberapa tahun ,dalam keadaan
berpindah-pindah antara Damakus, Yerusalem, Hijaz, Dan Thus yang
berisi panduan fiqh,tasawuf dan filsafat.
b. Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan)
c. Misykah al-Anwar (The Niche of Lights /(lampu yang bersinar), kitab ini
berisi pembahasan tentang akhlak dan tasawuf.
d. Minhaj al abidin (jalan mengabdikan diri terhadap Tuhan)
e. Akhlak al abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan
kesalamatan dari kejahatan).
f. Al washit (yang pertengahan)
g. Al wajiz (yang ringkas).
h. Az-zariyah ilaa‟ makarim asy syahi‟ah (jalan menuju syariat yang mulia)
3. karya imam al ghazali Bidang Filsafat
a. Maqasid al-Falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama
dan berisi masalah-masalah filsafat
b. Tahafut al-Falasifah, buku ini membahas kelemahan-kelemahan para
filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rusd dalam buku
Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence).
29
4. karya imam al ghazali Bidang Fiqih
a. Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul
b. Al mankhul minta‟liqoh al ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda
ushul fiqih).
c. Tahzib al ushul (elaborasi terhadap ilmu ushul fiqiha).
5. karya imam al ghazali Bidang Logika
a. Mi`yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge/ kriteria ilmu-ilmu).
b. al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance)
c. Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic)
d. Al-ma‟arif al-aqliyah (pengetahuan yang nasional)
e. Assrar ilmu addin (rahasia ilmu agama)
f. Tarbiyatul aulad fi islam (pendidikan anak di dalam islam)
beberapa karya-karya imam al ghazali lain yang tidak termasuk dalam ke-
lima bidang tersebut seperti : al-hibr al-masbuq fi nashihoh al-muluk (barang
logam mulia uraian tentang nasehat kepada para raja). Syifa al-qolil fi bayan
alsyaban wa al-mukhil wa masalik al- ta‟wil (obat orang dengki penjelasan
tentang hal-hal samar serta cara-cara penglihatan ), Yaaqut al- ta‟wil (permata
ta‟wil dalam menafsirkan al qur‟an) dan lain-lain.59
Al-Ghazālī menggunakan
bahasa dan metode yang berbeda dalam menulis sebuah kitab berdasarkan objek
yang dihadapinya. Jika kitab itu ditulis untuk kalangan awam, maka bahasa dan
metodenya berbeda dengan kitab yang ditulis untuk kalangan khawas, kalangan
filosof, dan yang semisalnya. Karenanya, tidaklah mengherankan bila antara satu
kitab dengan kitab lainnya yang ditulis al-Ghazālī terdapat perbedaan-perbedaan.
59
Hasyim Nasution, Filsafat Islam, ( Jakarta : Gaya Media Pratama, tth ), hal. 155
30
C. Pengaruh Pemikiran Al- Ghazali (Pasca Sepeninggalanya)
Menurut yusuf Qhardhwi yang mengutip kitab ma‟arijul al-kuds di
dalamnya terdapat penjelasan bahwa akal tidak akan mendapat petunjuk kecuali
dengan syara dan syara tidak akan jelas kecuali dengan akal. Akal bagaikan
landasan sedangkan syara bagaikan bangunan. Al-Ghazali itu menentang filsafat,
berfilsafat itu menggunakan logika.
Filsafat menurut al-ghazali terbagi enam bagian, ilmu pasti, ilmu logika,
ilmu alam, ilmu ketuhanan, ilmu politik, dan ilmu akhlak. Menurut al-
ghazali,secara teoritis akal dan syara tidak bertentangan secara hakiki dari segi
praktis tidak ada hakikat agama yang bertentangan dengan hakikat ilmiah.60
Menurut Al-ghazali akal bagaikan penglihatan sehat,sedangkan Al-Quran
bagaikan matahari yang menebarkan sinarnya yang saling membutuhkan.Mereka
bagaikan orang yang melihat cahaya matahari dengan menutup kelopak mata
tidak ada bedanya antara orang seperti ini dengan orang buta‟. Akal tidak
mungkin menetapkan suatu kebenaran yang di nafikan syara dan syara tidak akan
membawa suatu keyakinan yang tidak dapat di terima oleh akal.
Selanjutnya Al-ghazali menjelaskan bahwa akal dan syara memiliki
keistimewaan dan memiliki bidang kompetensi yang tidak pernah di langgar nya.
Apa yang tidak dapat di tetapkan oleh akal, tidak dapat di tetapkan oleh syara.61
Al-ghazali berpendapat bahwa tugas akal adalah untuk membenarkan syara lewat
penetapan pencipta alam, kenabian yang di berikan kepada hamba yang dipilih-
nya. Al-ghazali melihat bahwa dalam bidang amaliah ini ada bidang yang haram
60
S.Praja, Juhaya. Pengantar Filsafat Islam. (Bandung: Pustaka Setia,2009) hlm.156 61
S.Praja, Juhaya. Pengantar Filsafat Islam. (Bandung: Pustaka Setia,2009) hlm.157
31
yang dimasuki akal. Yaitu mengetahui hukum terinci dari ibadat-ibadat syari‟ah
akal tidak dapat memahami mengapa sujud dalam shalat jumlahnya dua kali lipat
ruku. Ilmu logika (akal) menurut al-ghazali merupakan instrumen untuk
memahami dalil-dalil syariat.
Pengaruh filsafat dalam diri beliau begitu kentalnya. Beliau menyusun
buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At Tahafut yang
membongkar kejelekan filsafat. Akan tetapi beliau menyetujui mereka dalam
beberapa hal yang disangkanya benar. Hanya saja kehebatan beliau ini tidak
didasari dengan ilmu atsar dan keahlian dalam hadits-hadits Nabi yang dapat
menghancurkan filsafat. Beliau juga gemar meneliti kitab Ikhwanush Shafa dan
kitab-kitab Ibnu Sina. Hal ini jelas terlihat dalam kitabnya Ihya‟ Ulumuddin
Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, Perkataannya di Ihya
Ulumuddin pada umumnya baik. Akan tetapi di dalamnya terdapat isi yang
merusak, berupa filsafat, ilmu kalam, cerita bohong sufiyah dan hadits-hadits
palsu. Demikianlah Imam Ghazali dengan kejeniusan dan kepakarannya dalam
fikih, tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang ilmu hadits
dan sunah Rasulullah yang seharusnya menjadi pengarah dan penentu kebenaran.
D. Tinjauan kitab Ihya Ulum al-Din
Al-gozali membagi kitabnya pada empat bagian yaitu: Pertama Rub „Al-
Ibadat. Bagian mengenai ibadah ini terdiri dari sepulu pembahasan yaitu, kitab
Ilmu, kitab Kaidah-kaidah I‟tikat, kitab Rahasia (Hikmah) bersuci, kitab Hikmah
solat, kitab Hikmah zakat, kitab Hikmah puasa, kitab Haji, kitab Adab pembacaan
32
Al-Qur‟an, kitab Dzikir dan do‟a, dan kitab tartib wirid pada masing-masing
waktunya.62
Kedua, Rub Al-Adat, bagian kedua ini merupakan pembahasan yang
terkait dengan pekerjaan sehari-hari. Terdapat sepuluh hal adat yang dibahas pada
bagian ini, yaitu: kitab adab makan, kitab adab perkawinan, kitab hukum
berusaha, kitab halal dan haram, kitab adab berteman dan bergaul, kitab uzlah
(Pengasingan diri), kitab adab musafir, kitab mendengar dan merasa, kitab amar
ma‟ruf nahi munkar, dan kitab adab kehidupan dan akhlak kenabian.63
Ketiga, Rub Al-Muhlikat, bagian ketiga ini merupakan bahasan yang
terkait dengan perbuatan-perbuatan yang membinasakan. Ada sepuluh bab yang
mengisi pada bagian bab ini, yaitu: kitab menguraikan keajaiban hati, kitab latihan
diri, kitab bahaya hawa nafsu perut dan kemaluan, kitab bahaya lidah, kitab
bahaya marah, kitab dendam dan dengki, kitab tercelanya dunia, kitab tercelanya
harta dan kikir, kitab tercelanya sifat suka kemegahan dan cari muka, kitab
tercelanya sifat takabbur dan menyombongkan diri, dan kitab sifat tertipu dengan
kesenangan duniawi.64
Keempat, Rub Al-Munziat, bagian keempat ini merupakan seperempat
bagian terakhir yang ada dalam kitab ihya ulum al-din. Isinya terkait dengan
perbuatan yang dianggap melpaskan dari perbuatan yang tercela, atau dengan kata
lain budi pekerti yang terpuji. Ada sepuluh bab dalam bagian ini, yaitu: kitab
tobat, kitab sabar dan syukur, kitab, tajud dan harap, kitab fakir dan zuhud, kitab
62
Abu Hamid Algozali, Ihya Ulum Al-din, Tahqiq: Badawi Thibanah, Juz 1 (Pengarang:
Krya Thoha Putra, pt) 63
Abu Hamid Algozali, Ihya Ulum Al-din, Tahqiq: Badawi Thibanah, Juz 1 (Pengarang:
Krya Thoha Putra, pt), hal. 389 64
Abu Hamid Algozali, Ihya Ulum Al-din, Tahqiq: Badawi Thibanah, Juz 1 (Pengarang:
Krya Thoha Putra, pt), hal. 402
33
tauhid dan tawakkal, kitab cinta, kasih, rindu, lembut hati dan rela, kitab niat
benar dan ikhlas, kitab muroqqobah dan menghitung amalah, kitab tafakur dan
kitab ingat mati.65
Ada 15 hadis yang menjelaskan tentang etika berbicara dalam bab mencaci
maki, berkata keji dan cabul yang terdapat dalam kitab ihya ulum al-din, adapun
redaksi semua hadis adalah sebagai berikut:
No. Teks Hadis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
65
Abu Hamid Algozali, Ihya Ulum Al-din, Tahqiq: Badawi Thibanah, Juz 1 (Pengarang:
Krya Thoha Putra, pt), hal. 535
34
15.
Dan berikut adalah redaksi hadis yang dipilih untuk diteliti berdasarkan
tema etika berbicara dalam hal mencaci maki berkata keji dan cabul:
١
٢
٣
٤
E. Etika Berbicara dalam Kitab ihya ulumuddin
Tiada hari kita tanpa berbicara, karena itu menjadi salah satu cara manusia
saling berkomunikasi. Dan pastinya tiada luput pula kita dalam berbicara entah
yang di sengaja atau tidak, yang disadari atau tidak. Ada saja yang penting atau
tidak penting yang dibicarakan setiap harinya. Hingga tanpa sadar kita telah
melebihi batasnya.
Persoalan lisan dimasukan al-Ghazali ke dalam bagian al-muhlikaat,
bagian ketiga dari tetralogi dalam Ihya „Ulum al-Din. Lisan, dalam konsep al-
Ghazali adalah alat wicara apa yang terdapat di dalam hati. Kata al-Ghazali,
35
(Allah) telah penuhi hati manusia dengan gudang-gudang ilmu dan Dia
sempurnakannya. Kemudian, Allah turunkan tabir untuk apa yang ada dalam hati
itu sebagai bagian dari kasih sayang-Nya. Allah rentangkan dari hati berupa
lisan yang mewicarakan apa yang terkandung dalam hati dan pikiran. Lewat
lisan dapat menyingkap tabir yang dia turunkan tadi. Sehingga, lisan bisa
berucap kebenaran. Bersyukur atas apa yang dikaruniai. Dimudahkan untuk
mengungkapkan ilmu yang didapat dan berbicara dengan baik.”66
Metode berbicara menurut Imam Al Ghazali bahwa bahaya lisan itu sangat
besar sekali dan tiada suatu yang dapat menyelamatkannya melainkan berkata
dengan baik. Dalam sabda Rosulallah, Ia menegaskan melalui hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori di bawah ini :
Diriwayatkan oleh Abu Hurairoh r.a bahwa Rosulallah saw. bersabda:
“Barang siapa beriman kepada Allah swt. dan hari kiamat, maka ia hendaknya
berkata hanya perkara yang baik atau diam, dan barang siapa beriman kepada
Allah dan hari kiamat, maka ia hendaklah tidak menyakiti tetangganya, dan
barang siapa beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka muliakanlah tamunya
(Riwayat Bukhori dan Muslim).67
66
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, jilid III
(Beirut: Daar al-Salam, Kairo ,2002) juz 2 h.987 67
Muhammad bin Isma‟il bin al-Mugirah al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibn
Katsir, 1989), Juz. 20, hal. 11
36
kemampuan berbicara adalah salah satu kelebihan yang Allah berikan
kepada manusia, untuk berkomunikasi dan menyampaikan keinginan-keinginanya
dengan sesama manusia. Ungkapan yang keluar dari mulut manusia bisa berupa
ucapan baik,buruk serta keji.
Etika berbicara dalam kitab ihya ulum al-din terdapat di dalam bab Afatul
al-Lisan dan ada 20 larangan bahaya berbicara dalam bab ini di antaranya
berbicara yang tidak perlu, berlebihaan dalam berbicara, melibatkan diri dalam
pembicaraan yang bathil, berbantahan dan perbedatan, pertengkaran, menekan
ucapan, berkata keji, jorok dan mencaci maki, kutukan, nyanyian dan syair,
sendau gurau, ejekan/cemoohan, menyebarkan rahasia, janji palsu, bohong dalam
berbicara dan bersumpah, bergunjing, adu dhomba, perkataan yang berlidah dua,
menyanjung, kurang cermat dalam berbicara, melibatkan diri secara bodoh pada
beberapa pengetahuan dan pertanyaan yang menyulitkan.68
Dalam hal ini penulis Menurut al-Ghazali, ini adalah kelebihan lisan yang
tidak dimiliki anggota tubuh manapun. Mari kita perhatikan pernyataan beliau
soal terbatasnya anggota tubuh yang lain
“Sesungguhnya mata hanya bisa menerima warna dan gambar/citra yang wujud,
68
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, jilid III
(Beirut: Daar Al-Fikr,2002) hal.116
37
telinga hanya menerima suara, tangan hanya bisa menyentuh yang konkrit/fisik,
begitu juga dengan anggota tubuh yang lain.”69
Sementara, kalau lisan dalam berbicara, menurut al-Ghazali adalah
anggota tubuh yang lapang untuk selalu bergerak, bahkan tidak ada akhirnya.
Lisan bisa sangat lancar digunakan untuk kebaikan, di saat yang sama untuk
kejahatan. Di bagian lain, al-Ghazali menegaskan kalau lisan adalah organ yang
tidak ada kata lelah untuk bergerak (la ta‟ba fi ithlaaqihi), tidak membutuhkan
energi (dalam jumlah besar) untuk menggeraknya (la mu‟nata fi tahriikihi),
banyak orang yang menyepelakan untuk mengendalikan dampak buruk dari
ucapan (qad tasaahala al-khalqu fi al-ihtiraaz „an aafatihi wa ghawaailihi), dan
lisan menjadi alat terbaik bagi setan untuk menjerumuskan manusia (a‟zhamu
aalatin li al-syaithaan fi istighwaai al-lisaan).
Setelah berbicara soal ini, al-Ghazali menyatakan bahwa ia bersyukur
dianugerahi Allah untuk mengendalikan lisan serta diberi kemampuan
menjelaskan persoalan-persoalan soal bahaya lisan ini. Ada banyak sekali yang
berhasil beliau inventarisir terkait soal lisan. Dari mulai berbicara yang tidak
manfaat, debat, bersenandung, joke/gurauan, lain orang lain ucapan, sampai hal
yang mendalam seperti larangan orang awam berbicara atau mempersoalkan sifat-
sifat Allah terlalu dalam.
Manusia dianugerahi kemampuan untuk berbicara lewat lisan. Lisan,
adalah seperangkat bagian tubuh yang memiliki kemampuan luar biasa berupa
berbicara. Terbangun atas mulut, lidah, sampai pita suara, kita bisa mengeluarkan
suara. Setelah kita mengenal yang namanya bahasa, lalu kita mulai mengucap
69
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, jilid III
(Beirut: Daar al-Salam, Kairo ,2002) juz 2 h.987
38
kata, lalu kalimat. Dari situ, kita dapat berinteraksi dengan orang dengan aneka
ragam bentuk. Ciptaan Allah yang luar biasa ini, meniscayakan segera dua hal,
mengarahkannya untuk hal yang baik atau yang buruk. Baik dan buruk adalah dua
pilihan yang senantiasa melekati kita sebagai manusia selama hidup di dunia.70
70
Muhammad Masrur, Khazanah Perspektif al-Ghazali, Peneliti di el-Bukhari Institute,
Alumni Pesantren Ilmu Hadis Darus-Sunnah dan Dirasat Islamiyah UIN Jakarta
39
BAB III
KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS ETIKA BERBICARA DALAM
KITAB IHYA ULUM AL-DIN
(Bab Mencaci Maki, Berkata Kotor Dan Cabul)
Dalam Kitab Ihya Ulum al-Din karya Imam al-Ghazali, fokus penelitian
penulis yang berkaitan dengan subab etika berbicara bab mencaci maki, berkata
kotor dan cabul, adapun jumlahnya ada 15 hadis, dan yang akan dicantumkan
sebanyak 4 hadis yang berkaitan dengan tema. Jadi, dalam penelitian ini, hadis
yang akan ditelusuri dan diteliti kesahihan sanadnya yaitu sebanyak 5 hadis.
Adapun metode yang digunakan dalam menelusuri keberadaan hadis yaitu
menggunakan metode takhrij hadis. Pengertian takhrij yang diperlukan untuk
maksud kegiatan penelitian hadis lebih lanjut ialah penelusuran atau pencarian
hadis dari berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang
di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang
bersangkutan.71
Metode takhrîj hadîts yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Metode takhrîj dengan mengetahui lafaz pertama dari matan hadis,
menggunakan kitab Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-Nabâwî al-Syarîf karya
Muhammad Sa‟id ibn Basyuni. Kitab ini memuat indeks lafaz pertama
matan hadis yang terdapat dalam 150 kitab.72
Berikut ini salah satu contoh
cara membaca rumus yang terdapat di dalam kitab ini, yaitu:
71
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), h.
41. 72
Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id bin Basyuni Zaghlul, Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-
Nabawwî al-Syarîf, Juz 1, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t.), h. 16-21.
40
(dibaca: hadis dengan lafaz tersebut terdapat dalam Kitab
Ittihâf Sâdat al Mutqîn, juz atau jilid ke-6, halaman 550).73
2. Metode takhrij dengan mengetahui kata-kata yang jarang digunakan dari
suatu bagian matan hadis, menggunakan kitab Mu‟jam al-Mufahras li
Alfâz al-Hadîts al-Nabâwî karya A.J. Wensinck.74
Kitab ini memuat
indeks kata yang terdapat dalam sembilan sumber hadis atau Kutub al-
Tis‟ah. Berikut ini salah satu contoh cara membaca rumus yang terdapat di
dalam kitab ini, yaitu:
81ادب خ : (dibaca: hadis dengan lafaz tersebut terdapat dalam Kitab
Sahîhal-Bukhârî, Kitab Adab, nomor urut bab 18). Hal ini berlaku untuk
selain Kitab Sahîh Muslim, karena untuk kitab ini, nomor urut bab dibaca
sebagai nomor urut hadis.
3. Jika tidak ditemukan pada dua metode takhrij di atas, akan saya lakukan
pencarian melalui Maktabah al-Syamilah. Seperti hanya pada hadis
pertama.
Setelah semua hadis terkumpul, langkah selanjutnya yaitu menyusun
skema sanad hadis dan dilanjutkan dengan kritik sanad hadis. Dalam melakukan
kritik sanad hadis, menurut al-Nawawi, bahwa yang disebut sebagai hadis sahîh
adalah hadis yang bersambung sanadnya oleh rawi-rawi yang „adil dan dâbit serta
terhindar dari syâz dan „illat.75
73
Keterangan nama-nama kitab yang dimaksud di dalam rumus terdapat dalam bagian
Muqaddimah Kitab Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawwî al-Syarîf pada juz ke-1 halaman 16-
21. 74
Mahmud al-Thahhan, Usl al-Takhrîj wa Dirâsah al-Asânid, (Riyadh: Maktabah al-
Ma‟arif, 1991), h. 35. 75
Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw., h. 26-30, dan lihat Syuhudi Ismail,
Kaidah Kesahihan Sanad, h. 128.
41
Berikut ini kriteria dari kelima syarat tersebut:
1. Sanad bersambung. Yaitu tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima
riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya; keadaan itu berlangsung
demikian sampai akhir sanad dari hadis itu. Jadi, seluruh rangkaian
periwayat dalam sanad, mulai dari periwayat yang disandari oleh al-
mukharrij (penghimpun riwayat hadis dalam karya tulisnya) sampai
kepada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis yang bersangkutan
dari Nabi Saw., bersambung dalam periwayatan.76
2. Rawi „adil. Yaitu orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas
dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya.77
Menurut
Ibnu al-Sam‟anî, harus memenuhi syarat: selalu memelihara perbuatan taat
dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat
menodai agama dan sopan santun, tidak melakukan perkara-perkara
mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan
penyesalan, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang
bertentangan dengan dasar syara‟.78
3. Rawi dâbit. Yaitu orang yang kuat ingatannya.79
Orang yang benar-benar
sadar ketika menerima hadis, paham ketika mendengarnya dan
menghafalnya sejak menerima sampai menyampaikannya. Perawi harus
76
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), h. 131. 77
Muhammad „Ajaj al-Khathib, Ushul al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2013), h. 276. 78
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, h. 119. 79
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, h. 121.
42
hafal dan mengerti apa yang diriwayatkannya (bila ia meriwayatkan dari
hafalannya) serta memahaminya (bila meriwayatkannya secara makna).80
4. Terhindar dari syâz. Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang
tsiqah(orang adil dan teliti), namun riwayatnya itu berbeda dengan yang
diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah darinya.81
Menurut al-Syafi‟i,
suatu hadis tidak dinyatakan sebagai hadis yang mengandung syâz bila
hadis itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang
periwayat tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Barulah suatu hadis
dinyatakan mengandung syâz, bila hadis yang diriwayatkan oleh seorang
periwayat yang tsiqah tersebut bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.82
Jika
periwayatan seorang yang da‟îf bertentangan dengan periwayatan orang
tsiqah, maka tidak dinamakan syâz.83
5. Terhindar dari „illat. Yaitu hadis yang mengandung cacat tersembunyi
yang mencemari validitas hadis tersebut, misalnya meriwayatkan hadis
secara muttasil (bersambung) terhadap hadis yang mursal (yang gugur
seorang sahabat yang meriwayatkannya) atau terhadap hadis munqati‟
(yang gugur salah seorang rawinya) dan sebaliknya.84
Menurut Ibnu al-
Salah dan al-Nawawî yaitu sebab yang tersembunyi yang merusakkan
kualitas hadis. Keberadaannya menyebabkan hadis yang pada lahirnya
80
Muhammad „Ajaj al-Khathib, Ushul al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits, h. 276-277. 81
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, (Jakarta: Referensi, 2012), h. 156. 82
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 144. 83
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, h. 171. 84
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, h. 157 dan Fatchur Rahman, Ikhtisar
Mushthalahul Hadits, h. 122-123.
43
tampak berkualitas sohih menjadi tidak sahih, karena hadis yang ber‟illat
tampak berkualitas sahih.85
Berikut beberapa hal yang akan ditelusuri terkait periwayat hadis:
1. Mencatat semua nama lengkap periwayat dalam sanad yang diteliti,
mencatat biografi masing-masing periwayat (tahun lahir/wafat, guru dan
murid), dan sighat (kata-kata) dalam proses tahammul wa al-ada‟ al-
hadîts (menerima dan menyampaikan hadis). Hal ini dilakukan dalam
rangka mengetahui persambungan sanad hadis; dan
2. Pendapat para ulama hadis berupa penerapan kaidah al-jarh wa al-ta‟dil86
.
Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui ke‟adilan dan kedâbitan para
periwayat hadis.87
3. Terkait syarat terhindar dari syâzdan „illat, sekiranya unsur sanad
bersambung, rawi dabt telah dilaksanakan dengan semestinya, niscaya
unsur terhindar dari syâz dan „illat telah terpenuhi juga.88
85
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 152-153. 86
Jika di dalam penilaian al-jarh wa al-ta‟dîl, terdapat perlawanan antara jarhdan ta‟dîl
(ta‟arud) dalam seorang rawi, yakni sebagian ulama menta‟dilkan dan sebagian lain menjarhkan,
maka di dalam karya tulis ini, penulis mendahulukan jarh secara mutlak, walaupun jumlah
mu‟addilnya lebih banyak daripada jarhnya. Sebab bagi jarhtentu mempunyai kelebihan ilmu
yang tidak diketahui oleh mu‟addil, dan kalau jarrih dapat membenarkan mu‟addil tentang apa
yang diberitakan menurut lahirnya saja, sedang jarrih memberitakan urusan batiniyah yang tidak
diketahui oleh mu‟addil. Pendapat ini dipegang oleh jumhur ulama. Lihat: Fatchur Rahman,
Ikhtisar Mushthalahul Hadits, h. 312-313 dan Muhammad „Ajaj al-Khathib, Ushul al-Hadits:
Pokok-pokok Ilmu Hadits, h. 241. 87
A. Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw. Cara Cepat Mencari Hadis dari
Manual hingga Digital, (Semarang: RaSAIL, 2006), h. 26-30. 88
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 177-178.
44
A. Hadis pertama
1. Teks hadis dan Takhrij Hadis
Dalam kegiatan takhrij ini penulis menelusuri melalui penggalan lafadz
matan hadis dengan menggunakan kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazh al-
Hadits al-Nabawi, dengan penelusuran kata داعة ditemukan data sebagai berikut
۵٧ بر ,ت89
٢,٣٤٣,٣٦٣ ,حم90
Dari hasil takhrij di atas, berikut ini adalah teks hadis yang berhasil di
temukan di dalam kitab-kitab rujukan yang di temukan (tidak semua informasi
dari rumus takhrij yang terdapat hadis yang di maksud di dalam rujukan.
a. Redaksi hadis dari kitab Sunan al-Tirmidzi
89
Winsink, al-Mu‟jam al-Mufahras Liahfaz al-Hadits al-Nabawi, (Leiden : Beiril, 1936),
Juz 1, h.89 90
Winsink, al-Mu‟jam al-Mufahras Liahfaz al-Hadits al-Nabawi, (Leiden : Beiril, 1936),
Juz 3, h.253 91
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dlahhak, Sunan Tirmidzi (Kairo : Daar
el-Hadis,2010),Juz.IV, h. 357
45
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abbas bin Muhammad Ad
Duri Al Baghdadi, telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Hasan, telah
mengabarkan kepada kami Abdullah bin Mubarak dari Usamah bin Zaid dari
Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah ia berkata; Mereka (para sahabat) berkata,
Sesungguhnya rasulullah bersabda: "Sesungguhnya aku tidaklah mengatakan
sesuatu kecuali yang benar.”
b. Redaksi hadis berdasarkan riwayat Ahmad bin Hambal
Artinya : Yunus telah menceritakan kepada Laits dari Muhammad dari
Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "Aku tidak berkata kecuali kebenaran,” sebagian
sahabatnya berkata; "Sesungguhnya engkau bercanda dengan kami wahai
Rasulullah, " maka beliau bersabda: "Aku tidak berkata kecuali kebenaran”
92
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, Musnad Imam Ahmad ibn Hanbal (Beirut: al-
Maktabah al-Islamī, 1398) Juz 14, h.185
46
2. Skema Sanad
(W.57 H)
(w.123 H)
( W.153 H) ( W.148 H)
( w. 181 H) ( w. 175 H)
(W. 215 H) (w. 207 H)
( W.271 H)
( w.279 H)
(w.241 H)
47
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Dalam kritik sanad hadis ini, penulis menelusuri sanad yang dari jalur al-
Tirmidzi, adapun rincian sanadnya adalah sebagai berikut:
1. Al-Tirmidzi93
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad bin Isa bin
Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli
hadits kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur wafat pada 279 H
di kota Tirmiz.
Guru-gurunya: Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Qutaibah bin Saudi
Arabia‟id, Ishaq bin Musa, Abbas bin Muhammad bin Hatim, Mahmud bin
Gailan. Said bin Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, Ali bin Hajar,
Ahmad bin Muni‟, Muhammad bin al- Musanna.
Murid-murid beliau di antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin
Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-
Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-Abbas
Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Pendapat ulama Hadis :
Al- Dhahabi : al-Hafiz
Ibn Hajar : ahad al- aimmah
93
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid 14
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), h. 250-253
48
2. Abbâs bin Muhammad94
Nama lengkapnya: Abbas bin Muhammad bin Hatim bin Waqid al-Dauri, Abu
al- Fadhli al-Baghdadi, Maula Bani Hasyim, asli Khawarizimi. Wafat pada
tahun 271 H.
Guru-gurnya: Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Mashur al-Sululi, Abi Ma‟mar
Ismail bin Ibrahim al-Hudzali, Hasan bin Musa al-Asyyab, Husain bin Ali al-
Ju‟fi, Husain bin Muhammad al-Marwazi, Khalid bin Makhlad, Khalaf bin
Tamim Sa‟ di bin Amir a-Dhuba‟i, Sulaiman bin Daud al-Hasyimi, Ali bin al-
Hasan bin Syaqiq al-Marwazi, Muhammad bin Qosim al-Asadi, Abi
Salamah Musa bin Ismail dan Yahya bin Ishaq al-Sailahini.
Murid-muridnya: al-Arba‟ah, Al-Tirmidzi, Abu Husai Ahmad bin Ja‟far bin
Muhammad bin Ubaidillah ibn Munadi, Abu Abbas Ahmad bin Umar bin Suroj
al-Qodhi, Abu Husain Ahmad bin Yahya bin Utsman al-Adami dan Ismail bin
Muhammad al- Shoffari.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Pendapat Ulama:
Abdurrahman bin Abi Hatim al-Rozi : shaduq
Al- Nasai: Tsiqah.
3. Ali bin al-Hasan95
Nama lengkapnya adalah Ali bin al-Hasan bin Syaqiq bin Dinar bin Misy‟ab
al-Abdi, Abu Abdurrahman maula Abdul Qais. Wafat pada tahun 215 H.
94
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, (Beirut:
Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 14 h. 245-249 95
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, (Beirut:
Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 17 h. 440
59
Guru-gurunya: Ibrahim bin Sa‟id, Ibrahim bin Tahman, Israil bin Yunus, Ja‟far
bin Sulaiman al-Dhuba‟ i, Husain bin Waqid, Hamad bin Zaid, Kharijah bin
Mush‟ab, Sufyan bin Uyaynah, Syarik bin Abdullah, Abdullah bin Mubarak,
Abdul Warats bin Sa‟id, Awan bin Musa, Qois bin Rabi‟, Abi Bakr bin Ayyasy,
Abi Hamzah al-Sukkari, Abi Munib al-Ataki.
Murid-muridnya: al-Bukhori, Ibrahim bin Ya‟ qub al-Juzajani, Ahmad bin
Hanbal al-Marwazi, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Yassar al-Marwazi,
Hisyam bin Abi Daaroh, Abu Khoisyamah Zuhair bin Harb, Abbas bin
Muhammad ad-Dauri, Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi
Syaibah, Muhammad bin Hatim bin Yazi , Ali bin Hasan bin Syaqiq dan
Muhammad bin Musa bin Hatim.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : ahbarana
Pendapat Ulama:
Abu Daud: Syaqiq
Abu Hatim: Dia lebih dicintai dari Ali bin Husain.
4. Abdullah bin Mubârak (w.181 H)96
Guru-guru Abdullah bin Mubârak bin Wâdih al-Handzalî al-Tamîmî,
diantaranya adalah: Abân bin Taghlîb, Abân bin Abdullah, Abân bin Yazîd,
Ibrâhîm bin Saad, Ibrâhîm bin Tahmân, Ibrâhîm bin Abî Ablah, Ibrâhîm bin
Uqbah, Ibrâhîm bin Nâfi, Ibrâhîm bin Nasyît, Usâmah bin Zaid al-Laitsî,
Ismâ‟ îl bin Muslim al-Abd, Aswad bin Syaibân, Basyîr bin Muhâjir, Basyîr
Abî Ismâ‟îl, Habîb bin Sulaim, Harmalah Ja‟far m bin Imrân, Hazm bin
96
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, (Beirut:
Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 20 h. 552
60
Mihrân, Hasan bin Amr, Usamah bin Said, Zubair bin Abdullah, Zuhair bin
Muâwiyah, Sa‟îd bin Ayyûb, Saîd bin Iyyas, dan Abî Sinân Sa‟îd bin Sinân
Adapun murid-muridnya adalah: Abû Ishâq Ibrâhîm bin Ishâq, Ibrâhîm bin
Syammâs, Abdullah al-Khalâl, Ibrâhîm bin Musyajjar, Ahmad bin Jamîl,
Ahmad bin al-Hajjâj, Bisyr bin al-Sariyy, Bisyr bin Muhammad, Hasan bin
Rabî, Hasan bin Arafah, Hasan bin Îsâ, Husain bin Hasan, Alî bin Hasan, Sa‟îd
bin Rahmah, Sa‟îd bin Sulaimân, Salamah bin Sulaimân.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Komentar ulama hadis terhadapnya:
Ahmad bin Hanbal : ia adalah seorang yang hafidz
Abû Hâtim : ia adalah faqih,alim, ahli ibadah, zuhud, pemberani, dan penyair
Ahmad bin Muharraz : ia adalah seorang yang pemberani
5. Usamah bin Zaid (w.153 H)97
Guru-guru Usamah bin Zaid al-Laitsi, Abu Zaid al-Madani: Aban bin Salih,
Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Ishaq maula Zaidah, Ba‟jah bin Abdullah bin
Badr al-Juhani, Ja‟far bin Amr bin Ja‟far bin Amr bin Umiyyah adh- Dhumri,
Hafsh bin Ubaidillah bin Anas bin Malik, Salim bin Saroj, Sa‟id bin Abi Sa‟id
al-Maqburi, Sa‟id bin Musayyab, Sulaiman bin Yassar, Salih ibn Kaisan,
Safwan bin Sulaim, Abdullah ibn Hanin, Abdullah bin Rafi‟ dan Qasim bin
Muhammad bin Abi Bakr al-Shidiq.
Murid-muridnya: Abû Samrah Anas bin Iyadh al-Laitsi, Ayyûb bin Suwaib al-
ramli, Ja‟far bin Aun, Hatim bin Ismail al-Madani, Abu Usamah Hammad bin
Usamah, Abdullah bin Mubarok, Abdullah bin Wahab, Abdul aziz bin
97
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, (Beirut:
Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 10 h. 556
61
Abdullah bin Abi Salamah al-Majisyun, Utsman bin Amr bin Faris dan Isa bin
Yunus.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat Ulama:
Abu Bakr al-Atsram: Tsiqah98
6. Sa‟id al-Maqburi
Nama lengkap beliau adalah Sa‟id bin Abi Sa‟id, Kaisaan al-Maqburi, Abu
Sa‟id al-Madani. Wafat pada tahun 123 H.
Guru-gurunya: Anas bin Malik, Basyir bin Muharir, Jabir bin Abdullah, Jubair
bin Muth‟im, Salim maula an-Nashrobin, Said bin Abi Waqash, Syarik bin Abi
Namir, Abdullah bin Rofi maula Umu Salamah, Urwah bin Zubair, Atho
maula ibn Abi Ahmad, Ka‟ab bin Ujroh, Yazid bin Hurmuz dan Abi Ishaq al-
Qurasyi.
Murid-muridnya: Ibrahim bin Thohman, Abu Ishaq Ibrahim bin Fadhli al-
Makhzumi, Usamah bin Zaid al-Laitsi, Ishaq bin Abi Furot, Ismail bin
Umayyah, Ayyub bin Musa, Khalifah bin Ghoib al-Laitsi, Daud bin Khalid al-
Laitsi, Zaid bin Abi Unaisah, Abu Hazim Salamah bin Dinar al-Madani,
Syu‟bah bin Hajjaj, Abdullah bin Abdul Aziz al-Laitsi, Ali bin Urwah ad-
Damasqi, Laits bin Sa‟id, Muhammad bin Ajlan dan Abu Uwais al-Ashbahi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat Ulama:
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal: shalih
Utsman bin Sa‟id ad-Darimi: tsiqah
98Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ`al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 15 h. 347-354
62
Ali bin al-Madini: Tsiqah
Abu Hatim: Saduq
7. Abu Hurairah
Nama lengkapnya adalah al-Dausi al-Yamani,99 salah satu sahabat Rasulullah,
seorang sahabat yang hafidz, ada beberapa perbedaan tentang namanya, ada
yang menyebutnya Ibn Ghanam, Abdullah Ibn Amir, Ibn Shakhir, beliau wafat
pada tahun 57 H.100
Guru-gurunya adalah: Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Fadhl bin Abbas,
Sa‟id bin Musayyab, Usamah bin Zaid, Abu Rafi‟.
Adapun murid-murid beliau diantaranya: Abu Qais Ziyad bin Rabbah, Salim
bin Abdullah, Abu Sa‟id al-Maqburi, Abu Sannan, Amir bin Sa‟ad, Mujahid,
Ikrimah, Abu al-Walid, Sa‟id bin Sam‟an.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Penilaian para ulama hadis terhadapnya, Ibnu Mas‟ud berkata bahwa Abu
Hurairah adalah sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dan ia shalih. Jabir
bin Abdullah berkata ia adalah Hafidz.
Kesimpulan pribadi penilaian Abu Hurairah adalah berdasarkan penelusuran
melalui kitab rijal hadis bahwa ia adalah salah satu sahabat Nabi yang banyak
meriwayatkan hadis dan ia shalih, sedangkan kullu shahabah udul (semua
sahabat adalah udul).
99
Syihabuddin Ahmad bin Faharis Ibn Hajar al-„Atsqalani Al –Ishabah fi Tamyiz as-
Shahabah Juz 1, ( Daar Kutub al-Ilmiyyah, 1852) 100
Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizyi, Tahdzib al-Kamal Juz 12, (Beirut:
Mu`assasah Risalah, 1988), h. 290
63
Penilaian Hadis
Kriteria kesahihan hadis terdapat beberapa syarat yaitu: bersambungnya sanad,
diriwayatkan oleh perawi yang dhabit, tidak ada kejanggalan (Syadz) maupun
cacat (illat)101
. Sesuai dengan penjelasan kritik hadis diatas dapat disimpulkan
bahwa: pertama, semua sanad mempunyai hubungan antara guru dan murid
sehingga bisa di pastikan bahwa semuanya adalah bersambung sanadnya dari
awal hingga akhir (ittishal al-sanad); kedua, ditinjau dari segi intelektual
(dhabith) para perawi pada hadis tersebut baik (tam al-dhabt); ketiga, ditinjau
dari segi kredibilitas semua sanad dari hadis tersebut di pandang positif (ta‟dil),
jadi kualitas hadis tersebut adalah shahih.
Adapun penelusuran pada riwayat Ahmad bin Hanbal sebagai berikut:
1. Ahmad bin Hanbal102
Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Ahmad bin Muhammad bin Hambal
bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau seorang komandan
pasukan di Khurasan di bawah kendali Dinasti Abbasiyah. Kakeknya mantan
Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah, dan di masa Dinasti
Abbasiyah menjadi da‟i yang kritis.103
Wafat pada tahun 241 H.
Guru-guru Beliau: Imam Ahmad bin Hanbal berguru kepada banyak ulama,
jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri,
seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di
antara merekaadalah: Ismail bin Ja‟far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin
101
Dr.Bustamin M. SI, Metode Kritik Hadis, di terbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 102
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ`al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), h. 347-354 103
Muqaddimah kitab Ahmad bin Hanbal, Musnad li Imam Ahmad bin Hanbal,
Beirut:1996
64
Abdillah bin Khalid Abu Muhammad al-Mu‟dib, Husyaim bin Basyir bin
Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Asy-Syafi‟i, Waki‟bin Jarrah, Ismail bin
Ulayyah, Sufyan bin Uyainah, Abdurrazaq, dan Ibrahim bin Ma‟qil.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : hadatsana
2. Yunus
Nama lengkapnya adalah Yunus bin Muhammad bin Muslim al-Baghdadi, Abu
Muhammad al-Mu‟dib. Wafat pada tahun 207 H.
Guru-gurunya: Harb bin Maymun al-Kabir, Hamad bin Zaid, Salih bin Ruman,
Laits bin Sa‟ad, Fulaih bin Sulaiman, Mush‟ab bin Hayan, Mu‟ tamar
sulaiaman Hayaj bin Bisthom dan Ya‟ qub bin Abdullah a-Qummi.
Murid-muridnya: Ibrahim bin Ya‟qub al-Juzjani, Ahmad bin Hanbal, Hajjaj
bin Sya‟ir, Abbas bin Muhammad al-Dauri, Ali ibn Madani, Mujahid bin
Musa, Muhammad bin Ismail bin Ulayyah dan Ya‟qub bin Syaibah al-Sadusi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : hadatsana
Komentar Ulama:
Utsman bin Sa‟id: Tsiqah
Ya‟qub bin Syaibah: Tsiqah
Abu Hatim: Saduq
Ahmad bin Khalil: Saduq104
3. Laits105
Nama lengkap: Laits bin Sa‟ad bin Abdurrahman al-Fahmi, Abu al-Harits al-
Mishri, maula Abdurrahman bin Khalid. Wafat pada tahun 175 H.
104
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ`al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 24 h. 376 105
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 14 h. 249
65
Guru-gurunya: Ibrahim bin Abi Ablah, Ayyub bin Musa, Bakr bin Sawadah,
Jafar bin Rabiah, Harits bin Yazid al-Hadhromi, al-Harits bin Ya‟qub, Khalil bin
urroh, Muhammad bin Ajlan, Mu‟awiyah bin Salih dan Hisyam bin Urwah.
Murid-muridnya: Ahmad bin Abdullah bin Yunus, Yunus bin Muhammad al-
Mu‟adib, Adam bin Abi Iyas, Asyhab bin Abdul Aziz, Hajjaj bin Muhammad,
Daud bin Manshur an-Nasai, Sa‟id bin al-Hakam bin Abi Maryam, Abdullah bin
Abdul Hakam, Abdullah bin Mubarak, Yunus bin Muhammad al-Muadib.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : hadatsana
Pendapat Ulama:
Ahmad bin Saad: Tsiqah Tsubut
Abu Daud: Tsiqoh
Ali bin al-Madani: Tsubut al- Ijli: Tsiqah
Ibnu Khirosy: Saduq
4. Muhammad (w.148 H)106
Nama lengkapnya: Muhammad bin Ajlan al-Qurasyi, Abu Abdullah al-
Madani, Maula Fatimah bintu Walid bin Utbah. wafat pada tahun 148 H.
Guru-gurunya: Abaan bin Salih, Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Anas bin
Malik, Bukair bin Abdullah bin Asyaj, Roja bin Haywah, Zaid bin Aslam,
Sa‟id bin Abi Sa‟id al-Maqburi, Sulaiman Abi Hazim al-Asyja‟i, Suhail bin Abi
Salih, Ashim bin Umar bin Qotadah dan Ubaidullah bin Miqsam.
Murid-muridnya: Ibrahim bin Abi Ablah al-Maqdasi, Asbath bin Muhammad
al- Qurasyi, Ismail bin Ja‟far, Bakr bin Mudar, Hatim bin Ismail, Laits bin
Sa‟ad, Ma‟di bin Sulaiman dan Yahya bin Ayyub al-Mishri.
106
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ`al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), h.567
66
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat Ulama:
Salih bin Ahmad bin Hanbal: Tsiqah
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal: Tsiqah
Uyaynah: Tsiqah
Ishaq: Tsiqah
Abu Hatim dan al-Nasai: Tsiqah
5. Said al-Maqburi107
Nama lengkap beliau adalah Sa‟id bin Abi Sa‟id, Kaisaan al-Maqburi, Abu S a‟id
al-Madani. Wafat pada tahun 123 H.
Guru-gurunya: Anas bin Malik, Basyir bin Muharir, Jabir bin Abdullah, Jubair
bin Muth‟im, Salim maula al-Nashrabin, Sa‟id bin Abi Waqash, Syarik bin
Abdullah bin Abi Namir, Abdullah bin Rafi‟ maula Umu Salamah, Urwah bin
Zubair, Atha maula ibn Abi Ahmad, Ka‟ab bin Ujroh, Yazid bin Hurmuz dan
Abi Ishaq al-Qurasyi.
Murid-muridnya: Ibrahim bin Thahman, Abu Ishaq Ibrahim bin Fadhli al-
Makhzumi, Usamah bin Zaid al-Laitsi, Ishaq bin Abi Furat, Ismail bin
Umayyah, Ayyub bin Musa, Khalifah bin Ghaib al-Laitsi, Daud bin Khalid al-
Laitsi, Zaid bin Abi Unaisah, Abu Hazim Salamah bin Dinar al-Madani,
Syubah bin Hajjaj, Abdullah bin Abdul Aziz al-Laitsi, Ali bin Urwah ad-
Damasqi, Laits bin Said, Muhammad bin Ajlan dan Abu Uwais al-Ashbahi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
107Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ`al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), h.432
67
Pendapat Ulama:
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal: tsiqah
Utsman bin Sa‟id al-Darimi: tsiqah
Ali bin al-Madini: Tsiqah
Abu Hatim: Saduq
6. Abu Hurairah108
Nama lengkapnya adalah al-Dausi al-Yamani, salah satu sahabat Rasulullah,
seorang sahabat yang hafidz, ada beberapa perbedaan tentang namanya, ada
yang menyebutnya Ibn Ghanam, Abdullah Ibn Amir Ibn Shakhir, beliau wafat
pada tahun 57 H.
Guru-gurunya adalah: Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Fadhl bin Abbas,
Sa‟id bin Musayyab, Usamah bin Zaid, Abu Rafi.
Adapun murid-murid beliau diantaranya: Abu Qais Ziyad bin Rabbah, Salim
bin Abdullah, Abu Sa‟id al-Maqburi, Abu Sannan, Amir bin Sa‟ad, Mujahid,
Ikrimah, Abu al-Walid, Sa‟id bin Sam‟an.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Penilaian para ulama hadis terhadapnya, Ibnu Mas‟ud berkata bahwa Abu
Hurairah adalah sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dan ia shalih. Jabir
bin Abdullah berkata ia adalah Hafidz.
Kesimpulan pribadi penilaian Abu Hurairah adalah berdasarkan penelusuran
melalui kitab rijal hadis bahwa ia adalah salah satu sahabat Nabi yang banyak
meriwayatkan hadis dan ia shalih, sedangkan kullu shahabah udul (semua
sahabat adalah udul).
108
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ`al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz.34 h. 366
68
Penilaian Kualitas Hadis
Kriteria kesahihan hadis terdapat beberapa syarat yaitu: bersambungnya sanad,
diriwayatkan oleh perawi yang dhabit, tidak ada kejanggalan (Syadz) maupun
cacat (illat)109
. Sesuai dengan penjelasan kritik hadis diatas dapat disimpulkan
bahwa: pertama, semua sanad mempunyai hubungan antara guru dan murid
sehingga bisa di pastikan bahwa semuanya adalah bersambung sanadnya dari
awal hingga akhir (ittishal al-sanad); kedua, ditinjau dari segi intelektual
(dhabith) para perawi pada hadis tersebut baik (tam al-dhabt); ketiga, ditinjau
dari segi kredibilitas semua sanad dari hadis tersebut di pandang positif (ta‟dil),
jadi kualitas hadis tersebut adalah shahih.
4. Kritik Matan
Kandungan hadis di atas adalah tentang pernyataan nabi bahwa nabi tidak
pernah mengatakan apa-apa kecuali kebenaran. Dalam kritik matan ini penulis
akan menjabarkan dengan berbagai pendekatan yaitu :
a. Pendekatan melalui bahasa110
Bahasa yang di gunakan oleh nabi Muhammad SAW adalah bahasa yang
sopan, tidak bertele-tele dalam pemakaian bahasa Arab, serta fokus dalam satu
masalah yang di bahas dalam hadis tersebut. Memperhatikan matan hadis
diatas bahwa matan hadis di atas menjelaskan tentang pernyataan bahwa nabi
tidak pernah mengatakan apa-apa kecuali kebenaran.
109
Dr.Bustamin M. SI, Metode Kritik Hadis, di terbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 110
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Matan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada), 2004, h. 71
69
b. Teks matan
Hadis di atas juga sesuai dengan kaidah bahasa Arab, Seperti contoh
contoh lafadz kemasukan huruf nida‟ yaitu اي dan dibaca nashab
karena ia merupakan susunan idafah, jadi mudafnya ( ) harus di baca
nashab.
B. Hadis Kedua
1. Teks hadis dan Takhrij Hadis
Langkah awal melakukan kritik hadis adalah takhrij hadis, dalam kegiatan
takhrij ini penulis menelusuri melalui penggalan lafadz matan hadis dengan
menggunakan kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi,
dengan penelusuran kata فحص ditemukan data sebagai berikut:
٢٥د. لثاس 111
Dari hasil takhrij di atas, berikut ini adalah teks hadis yang berhasil di
temukan di dalam kitab-kitab rujukan yang di temukan (tidak semua informasi
dari rumus takhrij yang terdapat hadis yang di maksud di dalam rujukan :
111
Winsink, al-Mu‟jam al-Mufahras Liahfaz al-Hadits al-Nabawi, (Leiden: Beiril, 1936),
Juz 1, h.109
70
Redaksi hadis dari kitab sunan Abi Daud :
112
Sulaiman bin al-Asy‟ats bin Syadad bin Amrin bin Amir, Sunan Abi Daud ( Kairo:
Daar el- Hadis, 2010 ), juz 4 hal. 57
71
2. Skema sanad
(W.160 H)
(W. 172 H)
(W. 204 H)
(W. 275 H)
Keterangan :
Sanad yang di teliti
hanya dari jalur Abu
Daud karena
berdasarkan pada
hasil pencarian hanya
dari jalur ini, hadis
ini di riwayatkan dan
hanya terdiri dari
satu jalur.
72
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Dalam penelitian hadis ke dua ini, yang akan di teliti adalah jalur yang di
riwayatkan oleh Abu Dawud dan dari segi matan, hadis yang di temukan memiliki
redaksi matan yang mirip dengan apa yang terdapat dalam kitab ihya ulum al-Din.
Berikut data periwayat dari Jalur Abu Daud :
1. Abu Daud113
Nama lengkap : sulaiman bin al-Asy‟ats bin Syadad bin „Amar bin Amir, atau
sulaiman bin al-Asy‟ats bin Basyr bin Syadad atau Sulaiman bin al- Asy‟ats
bin Ishaq bin Basyir bin Syadad, Ibnu „Amr bin Imran al-Azdi Abu Daud al-
Sijjistani al-Hafiz.
Rihlah yang dilakukan yaitu irak, khurasan, syam, mesir, hijaz dan lainya. lahir
pada tahun 202 H dan Wafat pada Bulan syawal tahun 275 H, di Basrah.
Guru-Gurunya : Ibrahim bin Basyar al- Ramadi, Harun bin Abdullah,
Ibrahim bin Ziyad sabalan, Muhammad bin Amru bin Bakr, Abu iwanah al-
Wasithi, Usman bin Muhammad bin Abi Syaybah, Ali bin Al Madini.
Murid Muridnya : al-Tirmidzi, Ibrahim bin Hammad bin Ibrahim bin Yunus al-
Aquli dan Abu Hamid Ahmad bin Ja‟far al- Asy‟ari al-Asbahani.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Pendapat ulama :
Abu Hatim bin Hibban : Fiqhan,‟ilman,Hifdzin, Muskan, Wara‟an,Itqana
\
113
Jamal al-Din Abi al-Hajaj Yusuf al-Mizi, Tahdzhib al-Kamil fi Asma al-Rijal (Beirut :
Muassasah al-Risalah,1983) Juz 2 hal.684
73
2. Harun bin Abdullah114
Nama lengkap : Harun bin Abdullah bin Marwan atau di sebut juga dengan
Harun bin Abdullah bin Bazaz. Lahir pada tahun 243 H dan wafat pada tahun
172 H di Baghdad.
Guru-gurunya : Ishaq bin Isa bin Thaba‟I, Aswad bin Amir, Basir bin Hasan al-
Basri, Ja‟far bin Aun, Hajaj bin Muhammad, Hasan bin Musa, Abdul Malik
bin Amru, Hasan bin Ali al-Ja‟fi, Abi Usamah Hamad bin Usamah, Sulaiman
bin Harib, Abi Dawud Sulaiman, Sulaiman bin Dawud al- Hasami, Siyar bin
Hatim.
Murid-muridnya : Jamaah Sawi al-Bukhari, Ibrahim bin Ishaq al- Harbi,
Ibrahim bin Musa al-Jauzi, Sulaiman bin al-Asy‟ats, Abu Abbas Ahmad bin
Muhammad bin Kalid, Baqi bin Mukhalid al- Andalusi, Zakaria bin Yahya,
Abu Qasim Abdullah, Abu bakar Abdullah, Muhammad bin Washah, Abu
Hatim.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Pendapat ulama :
Ibrahim al-Harbi : Shaaduq
Abu Hatim al-Razi : Shaaduq
Abu Hatim bin Hibban : Tsiqah
Abu „ali al-Ghasati: Syuyuh Muslim
Ahmad bin Syuaib : Tsiqah
Ibnu Hajar al- Asqalani : Tsiqah
Adzahabi : Tsiqah
114
Jamal al-Din Abi al-Hajaj Yusuf al-Mizi, Tahdzhib al-Kamil fi Asma al-Rijal (Beirut :
Muassasah al-Risalah,1983) Juz 2 hal.684
74
3. Abu Amir115
Nama lengkap : Abdul Malik bin Amru atau Abdul Malik bin Amru al- Qiyasi.
Wafat pada tahun 204 H.
Guru- gurunya : Ibrahim bin Ismail, Ibrahim bin Tahman, Hisyam bin Said al-
Qarsyi al-Madani, Ibrahim bin Fadhal al-Mahzumi, Ibrahim bin Nafi‟, Isra‟il
bin Yunus, Aflah bin Said, Aiman bin Nabil al-Maki, Ayub bin Tsabit, Hamid
bin salamah.
Murid- muridnya : Ahmad bin Hasan, Ahmad bin Hambal, ahmad bin Said al-
Darimi, Ahmad bin Usman al- Aufali, Harun bin Abdullah bin Marwan,
Abu Mas‟ud ahmad bin al-Farat al-Razi, Hajaj bin Syair, Hasan bin Abi Rabi,
Hasan bin ali, Abu Huzaimah, Sulaiman bin Abdul Ghailani, Abas Bin Abdul
A‟dzim.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Penilaian ulama :
Abu Hatim al-Razi : Shaduq
Abu Hatim bin Hibban al-Bastani : Tsiqah
Abu Hafidz : Tsiqah
Ahmad bin Syuaib : Tsiqah
Ahmad bin Abdullah : Tsiqah
Ishaq bin Rahaiwah : Tsiqah
Ibnu Hajar al- Asqalani : Tsiqah
Muhammad bin Said : Tsiqah
Yahya bin Ma‟in : Tsiqah
115
Jamal al-Din Abi al-Hajaj Yusuf al-Mizi, Tahdzhib al-Kamil fi Asma al-Rijal (Beirut :
Muassasah al-Risalah,1983) Juz 2 hal.684
75
4. Hisyam bin Said116
Nama lengkap : Hisyam bin Said al- Qarsyi al-Madani Abu ibad. Kunyahnya
abu „ibad. wafat pada tahun 160 H di Madinah.
Guru-gurunya : Hasim bin Abi Nasir, Ziyad, Zaid bin Aslam, Sa‟id bin Abi
Said, Sa‟id bin Abi Halal, Qais bin Bisri , Abi Hazam bin Abi Hilal, Sulaiman
bin al-Farsi, Abdullah bin ali, umar bin Asyid, Amru bin Syuaib, Amru bin
Usman, Qais bin Basir.
Murid-Muridnya : Asbat bin Muhammad al- Qarsi, Basir bin Umar al- zahrani,
Ja‟far bin Aun, Abdul Malik bin Amru, Hasan bin Siwar, Himad bin Khalid,
Zaid bin Abi Zarqa‟, Safyan al-Sauri, Abdullah bin Umar, abdullah bin
Muslimah, Abdullah bin Nafi‟.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Pendapat ulama :
Abu ahmad bin „adi al-Jarjaqi : Dhaif
Abu qashim bin Yaskul : Shalih Hadis
Abu Ja‟far al- Aqili : Dhaif
Abu Hatim Al-Razi : Dhaif
5. Qais bin Bisri
Nama lengkap : Qais bin Bisri bin Qais atau Qais bin bisri al- Taglibi al-Syami.
Guru-Gurunya : Ayahnya bisri bin Qais dan satu majelis dari abi darda‟.
Muridnya : Hisyam bin Sa‟di al-Madani
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
116
Jamal al-Din Abi al-Hajaj Yusuf al-Mizi, Tahdzhib al-Kamil fi Asma al-Rijal (Beirut :
Muassasah al-Risalah,1983) Juz 2 hal.376
76
Pendapat ulama:
Abu Hatim al-Razi : Hadis Kuat
Abu Hatim bin Hibban al-Basti : tsiqah
Abu ja‟far al- Asqalani : maqbul
6. Abihi117
Nama lengkap : Bisri bin Qais al- Taglibi
Guru-gurunya : Harim bin Fatiq al-Asadi, Bisri bin Qais al- Taglibi, Sahil ibnu
Handhaliyah, Muawiyyah bin Abi Safyan, Abi Darda‟.
Murid- Muridnya : Qais bin bisri al- Taglibi al-Syami, Hasim bin Mas‟ud al-
Farsi
Sighat tahammul wa al-ada‟ : ahbarana
Pendapat ulama :
Abu Hatim bin Hibban al-Basti : tsiqah
Ibnu Hajar al- Asqalani : shaduuq
Mushanaif Tahriri Taqrib al-Tahdib : Majhul
7. Ibnu Handhaliyah
Nama lengkap : Sahil bin Amru bin „Adi bin Zahid bin Hisyam bin Harisah
atau Sahil bin Handhaliyah al-Anshori
Gurunya : Nabi Muhammad SAW
Murid- muridnya ; Bisri Bin Qais, Qasim Abu Abdul Rahman, Abu Kabsyah
al-Shululi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : qala
Pendapat ulama :
117
Jamal al-Din Abi al-Hajaj Yusuf al-Mizi, Tahdzhib al-Kamil fi Asma al-Rijal (Beirut :
Muassasah al-Risalah,1983) Juz 2 hal.376
77
Abu qasim bin „Asyakir : Tarihu Damsyiq
Abu Hatim al-Razi : lahu shahabah
Abu Hatim bin Hibban al-Basti : lahu shahabah
Al- Bukhari : lahu shahabah
Al-Mazi : lahu shahabah
Muhammad bin Said : sanduuq
Penilaian Kualitas Hadis
Kriteria kesahihan hadis terdapat beberapa syarat yaitu: bersambungnya sanad,
diriwayatkan oleh perawi yang dhabit, tidak ada kejanggalan (Syadz) maupun
cacat (illat)118
. Sesuai dengan penjelasan kritik hadis diatas dapat disimpulkan
bahwa pertama, semua sanad mempunyai hubungan antara guru dan murid
sehingga bisa di pastikan bahwa semuanya adalah bersambung sanadnya dari
awal hingga akhir (ittishal al-sanad); kedua, ditinjau dari segi intelektual
(dhabith) para perawi pada hadis tersebut baik (tam al-dhabt), namun salah
saerorang sanad yakni Hisyam bin Said al- Qarsyi al-Madani Abu ibad
dinilai lemah hafalannya oleh kritikus hadis; ketiga, ditinjau dari segi
kredibilitas semua sanad dari hadis tersebut di pandang positif (ta‟dil), jadi
kualitas hadis tersebut adalah shahih. Jadi kualitas hadis tersebut adalah Dhaif
karena ada salah seorang perawi dalam sanad hadis tersebut yang dinilai lemah
hafalannya.
118
Dr.Bustamin M. SI, Metode Kritik Hadis, di terbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
78
4. Kritik Matan
Kandungan hadis di atas adalah tentang pernyataan nabi bahwa
menegaskan pada umatnya: Takutlah kalian terhadap perkataan kotor karena
sesungguhnya Allah Swt tidak menyukai kata-kata kotor dan berkata kotor.
Dalam kritik matan ini penulis akan menjabarkan dengan berbagai pendekatan
yaitu :
a. Pendekatan melalui bahasa119
Bahasa yang di gunakan oleh nabi Muhammad SAW adalah bahasa yang
sopan, tidak bertele-tele dalam pemakaian bahasa Arab, serta fokus dalam satu
masalah yang di bahas dalam hadis tersebut. Memperhatikan matan hadis
diatas bahwa matan hadis di atas Menjelaskan bahwa nabi menegaskan pada
umatnya: Takutlah kalian terhadap perkataan kotor karena sesungguhnya Allah
Swt tidak menyukai kata-kata kotor dan berkata kotor.
b. Teks matan
Hadis di atas juga sesuai dengan kaidah bahasa Arab, Seperti contoh
contoh lafadz I‟rabnya kemasukan Dhamir Munfasil mabni
dhamah mahal Nashab menjadi Maf‟ul Bih dari Fi‟il yang wajib di buang. Dan
wawu huruf Athaf (ada yang menyebut wawu Ma‟iyah pada sebagian
tempat ). Dan lafadz menjadi Maf‟ul Bih jumlah Ma‟thuf ini Athaf pada
jumlah sebelumnya laa mahalla minal iraab.
119
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Matan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada), 2004, h. 71
79
C. Hadis Ketiga
1. Teks hadis dan Takhrij Hadis
Dalam kegiatan takhrij ini penulis menelusuri melalui penggalan lafadz
matan hadis dengan menggunakan kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazh al-
Hadits al-Nabawi, dengan penelusuran kata طعي ditemukan data sebagai berikut:
٤٣, ٤۸ ۥخ ,تر 120
٤١٦ ,٤٣٥حم ا, 121
٢٤٣, ١٩٣: ١٣هق 122
a. Redaksi hadis berdasarkan riwayat al-Tirmidzi
Artinya :” Di ceritakan dari Muhammad bin yahya al-Basri al-Azdi,
berkata di ceritakan dari muhammad bin sabiq dari israil, dari „amasy dari
ibrahim dari al-Qamah, dari abdillah berkata, rasulullah bersabda Seorang
mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berperprasangka buruk,
dan mengucapkan ucapan yang kotor.”
120
Winsink, al-Mu‟jam al-Mufahras Liahfaz al-Hadits al-Nabawi, (Leiden: Beiril, 1936),
Juz 1, h.79 121
Winsink, al-Mu‟jam al-Mufahras Liahfaz al-Hadits al-Nabawi, (Leiden: Beiril, 1936),
Juz 1, h.523 122
Winsink, al-Mu‟jam al-Mufahras Liahfaz al-Hadits al-Nabawi, (Leiden: Beiril, 1936),
Juz 4, h.834 123
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dlahhak, Sunan Tirmidzi (Kairo: Daar
el-Hadis,2010),Juz.III, h. 739
80
b. Redaksi hadis berdasarkan riwayat Ahmad bin Hambal
Artinya : “Di ceritakan dari muhammad bin sabiq dari israil, dari „amasy
dari ibrahim dari al-Qamah, dari abdillah berkata, rasulullah bersabda Seorang
mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berperprasangka buruk,
dan mengucapkan ucapan yang kotor.ibnu sabiq berpesan dengan suka mencela
kecuali melaknat”
c. Redaksi hadis berdasarkan riwayat al-Baihaqi
Artinya : “telah mengabarkan abu abdillah al-Hafidz, dari abu Bakr
Ahmad bin Ishaq al-Fiqiyah, dari Muhammad Ghalib bin Harib, Di ceritakan
pula dari muhammad bin sabiq dari israil, dari „Amasy dari ibrahim dari al-
Qamah, dari abdillah berkata, rasulullah bersabda Seorang mukmin bukanlah
orang yang suka mencela, melaknat, berperprasangka buruk, dan mengucapkan
ucapan yang kotor.ibnu sabiq berpesan dengan suka mencela kecuali melaknat”
124
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, Musnad Imam Ahmad ibn Hanbal (Beirut: al-
Maktabah al-Islamī, 1398) Juz VI, h.390 125
Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al
Khusrujardi Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra Li al-Baihaqi (Beirut : dar al-fikr,1994 ) j. X, h. 411
81
2. Skema Sanad
(W. 32 H)
(W. 61 H)
(w. 50 H)
(W. 60 H)
(W. 160 H)
(W. 213 H)
(W. 148 H) (W. 221 H)
(W. 297 H)
(W. 283 H)
(W. 342 H)
(W. 405 H)
(W. 458 H)
82
3. Kritik sanad dan penilaian hadis
Dalam kritik sanad ini, penulis menelusuri sanad yang dari Jalur al
Tirmidzi, adapun rincian sanadnya adalah
1. Al-Tirmidzi126
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad bin Isa bin
Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli
hadits kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur wafat pada 279 H
di kota Tirmiz.
Guru-gurunya: Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Qutaibah bin Saudi
Arabia‟id, Ishaq bin Musa, Abbas bin Muhammad bin Hatim, Mahmud bin
Gailan. Said bin Abdur Rahman, Muhammad bin Yahya, Muhammad bin
Basysyar, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni‟, Muhammad bin al- Musanna.
Murid-murid beliau di antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin
Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-
Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-Abbas
Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Pendapat ulama Hadis :
Al- Dhahabi : al-Hafiz
Ibn Hajar : ahad al- aimmah
126
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
14 (Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), h. 250-253
83
2. Muhammad bin Yahya al-Azdi al-Bashri
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Yahya bin „Abd al-Karim bin Nafi‟,
al-Azdi Abu Abdillah bin Abi Hatim al-Bashri. Tinggal di Baghdad. Wafat
pada tahun 252 H.127
Guru-gurunya: Ayahnya, Hijaj bin Muhammad, „Abd al-Shamad bin „Abd al-
Warits, Abu Badr Syuja‟ bin al-Walid, Muhammad bin Sabiq, Muhammad
bin Ishaq, Dawud bin al-Habr, Khalid bin Abu Yazid al-„Arani, Husain bin
Muhammad al-Muruzi, Rawah bin Harun, Harun bin Imar, dan Zakariya bin
„Adi.
Murid-muridnya: Abu Dawud dalam kitab al-Qadr, al-Tirmidzi, Ibn Majah,
Ibrahim al-Harbi, Ibn Abi „Ashim, „Abbas al-Tarqafi, Abdullah bin Quhthubah
al-Shalahi, Ahmad bin Yahya bin Zuhair al-Tusturi, Harb al-Karamani, Ibn Abi
Dunya, „Ali bin „Abbas al-Bajili, „Amru bin Bahir, Muhammad bin Ishaq bin
Khuzaimah, Muhammad bin Ishaq al-Tsaqafi, Ibn Abi Daud, Ibn Sha‟id, Abu
„Urubah, Abu Hamid Muhammad bin Harun al-Hudrumi, dan al-Husain bin
Ismail al-Mahamili.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Pendapat Ulama :
Abu Hatim bin Hiban al-Basti : Tsiqah
Ibnu Hajar al- Asqalani : Tsiqah
Al- Darqathi : Tsiqah
Musalamah bin Qasim al- Andalusi : Tsiqah
127
Jamal al-Din Abi al-Hajaj Yusuf al-Mizi, Tahdzhib al-Kamil fi Asma al-Rijal (Beirut :
Muassasah al-Risalah,1983) Juz 9, h. 517
84
3. Muhammad bin Sabiq128
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Sabiq al-Tamimi al-Baghdadi. Wafat
pada tahun 213 H.
Guru-gurunya: Ibrahim bin Thahaman, Israil bin Yunus, Khasyaraj bin
Nabatah, Rabi‟ Abi Said Al Basri, Zaidah bin Qadamah, Syarik bin Abdullah,
Abi Muawiyah Syaiban bin Abdul Rahman, A‟shim bin Muhammad bin Zaid
Al Amri, Abi Zubaid Abtsar bin Qashim, „Isya bin Dinar Al Muadzin.
Murid- muridnya : ibrahim bin Abdul Rahman, Ahmad bin Ibrahim, Ahmad
bin Hambal, Muhammad bin Yahya al- Azdi, Ahmad bin Khalid al-Hilali,
Ahmad bin Khaisamah, Ahmad bin Ziyad, Ishaq bin Hasan, Abu Ja‟far Ahmad
bin Musa, „Asad bin Umar, Ahmad bin Ali al-Hasan.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Pendapat Ulama :
Abu Hatim bin Hiban al-Basti : Tsiqah
Ahmad bin Hambal : Tsiqah
Ahmad bin Syuaib : laisa bihi ba‟sa
Ahmad bin Abdullah al-Ajali : Tsiqah
Ibnu Hajar al-Asqalani : shaduuq
Al- Dzahabi : Tsiqah
128
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 26 h. 323
85
4. Israil129
Nama lengkapnya Israil bin Yunus bin Abi Ishaq Al- Hamdani Al Syabi‟i Abu
Yusuf al- Kufi saudaranya Isya bin Yunus. Wafat pada tahun 160 H.
Guru gurunya : Ibrahim bin Abdul A‟la, Ibrahim bin Muhajir, Adam bin
Sulaiman, Adam bin A‟la, Sulaiman al-„amasy, Ismail bin Sulaiman al-Asraq,
Ismail bin Sami‟, Ismail bin Abdul Rahman, Al Sadi, Ash‟ast bin Abi Al-
Sya‟tsa‟, Tsiyar bin Abi Fakhtah, Jabir bin Yazid al-Ja‟fi.
Murid-muridnya : Ahmad bin Khalid al-Wahabi, Ahmad bin Abdullah bin
Yunus, Adam bin Abi Iyas, Ishaq bin Mansur, Muhammad bin Sabiq al-
Baghdadi, Asad bin Musa, Ismail bin Ja‟far al- Madani, Muhammad bin
Katsir, Abu Hamam Muhammad bin Mahbub.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat Ulama :
Abu Hatim al-Razi : Tsiqah Shaduuq
Abu Hatim bin Hiban al-Basti : Tsiqah
Abu Abdullah al- Hakim : Tsiqah Hujjah
Abu Isa al- Tirmidzi : Tsiqah
Ahmad bin Hambal : Tsiqah
Ahmad bin Syuaib : laisa bihi ba‟sa
5. „Amasy130
Nama lengkapnya Sulaiman bin Mahram al- Asdi al- Kahli al- „Amasy. Wafat
pada tahum 60 H.
129
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 23, h. 260 130
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 30 h,193
86
Gurunya-gurunya : Aban bin Ayyash, Ibrahim al-Nakhai, Ismail bin Rija‟ Al-
Zubaidi, Anas bin Malik, Tamim bin Salamah, Mundzir bin Al-Tsaury, Musa
bin Abdullah, Nafi‟ Abi Dawud Al-Amy, Halil bin Yusuf, Yahya bin Syam,
Abi Sufyan Thalhah bin Naïf, Abi Hazim Salman, Abi Wail Syauqi Bin
Salamah, Abi Qais‟abd al-Rahman bin Tsanarani Al-Ady, Qais bin Abi Hazim,
Qais bin Abi Hazim, Qais bin Muslim, Abi Umair Bin al-Hamdani.
Murid muridnya : Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad, Asbath bin Muhammad,
Ishaq bin Yusuf, Israil bin Yunus, Jabir Bin Nuh, Jarir Bin Hazim,Ja‟far bin
Aun, Jarir bin „Abd al-Hamid, Hasan bin „Ausy, Hasim bin Bashir.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Penilain ulama :
Yahya bin ma‟in: tsiqah
Muhammad bin ishaq bin khuzaimmah : shahih
Abu hatim al-Razy: tsiqah
Ahmad bin syuaib : tsiqah
Ahmad bin „abdullah al-„jli : tsiqah
6. Ibrahim131
Nama lengkap : Ibrahim bin Yazid bin Qiyas bin Aswad bin Amru bin Rabi‟ah
al- Nakha‟i. Wafat pada tahun 50 H.
Guru-gurunya : Khalil al-Aswad, Khaisamah bin Abd al-Rahman, Rabi‟ bin
Khasim, Abi al-Sya‟tsa‟ Salim bin Aswad al- Maharibi, Sahim bin Manjab,
Suwaida bin Ghaflah, Arayah bin Artah, Sarayah bin al-Kharis, Abas bin
Rabi‟ah, Abi Mu‟mar Abdullah bin Sakharabah al-Azdi.
131
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 23,h, 515
87
Murid muridnya : Ibrahim bin Muhajir al-Bajali, Kharis bin yazid al-„Akali, al-
Khar bin Maskin, Hasan bin Abdullah al- Nakha‟I, Hakim bin „Utaibah, Hakim
bin Jabir, Hamid bin Abi Sulaiman, Zaid bin al-Yami, Zubair bin „Adi, Abu
Mu‟sar Ziyad bin Khalib, Sulaiman al-„Amasy, Samak bin Harib.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat ulama :
Abu hatim bin hiban al-busti : tsiqah
Abu zar‟ah al-razi : alim di bidang ilmu islam dan fiqih
Abu said al‟alani : shahih
Ahmad bin Abdullah al-ajali : shalih
Ibnu hajar al-asqolani : tsiqah
Al dzahabi : ahli fiqih
Al mazi : ahli fiqih
Sulaiman bin mahran al-a‟masy : ahli hadis
7. „Alqamah132
Nama lengkap : Al-Qamah bin Qais bin Abdullah bin Malik bin al-Qamah bin
Salamani bin Kahil bin Bakar bin „Auf bin Khauf bin Nahi‟. Wafat pada tahun
61 H.
Guru gurunya : Hudaifah bin al-Yaman, Halid bin Walid, Habab bin al-Arath,
Said bin Abi Waqos, Sulaiman al-Faris, Salamah bin Yazid al-Ja‟fi, Sarayah
bin Artha al- Naha‟i, Abdillah bin Mas‟ud, Ustman Bin Affan, Ali Bin Abi
Thalib
132
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 20 h. 343
88
Murid Muridnya : Ibrahim Bin Mas‟ud Al-Naha‟i, Ibrahim Bin Yazid al-
Nakha‟i, Basir bin Urwah Al-Naha‟i, Hasan al-A‟rani, Abi Dzibyan Hasidin,
Rayah Abu Matsna, Salamah bin Kahaili, Amir al-Syuabi, Abu al-Zanad
Abdullah.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat ulama:
Abu hatim bin hiban al-busti : tsiqah
Ahmad bin hambal : tsiqah
Ibnu hajar al asqalani : tsiqah
Adzarqhatni : tsiqah
Ustman bin said adzarimi : tsiqah
Ali bin al madani : tsiqah
Yahya bin main : tsiqah
8. „Abdillah133
Nama lengkap : Abdillah bin Mas‟ud bin Habib bin Samah bin Mahzum, bin
Shahilah bin Kahal bin Harist bin Tamim bin Said bin Mudrikah bin Ilyas bin
Mudzir. Wafat pada tahun 32 H.
Guru-gurunya : Nabi Muhammad SAW, Said bin Muad al-Anshari, Safwan
bin Asal al-Muradi, Umar bin Khatab.
Murid-muridnya : Al-Ahnaf bin Qiyas, Al-Qamah bin Qais, Aswad bin Yazid,
Anas bin Malik, Bara‟ bin Azib, Bara‟ bin Najiyah, Balad bin Ashamah, Jabir
bin Abdul Al-Anshari, Harist bin Suwaida al-Tamimi, Haris bin Abdullah al-
Uwara, Harist bin Madzrib al-Ibadi.
133
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), h, 550
89
Pendapat ulama :
Abu hatim bin hiban al-busti : tsiqah
Ibnu abi hatim al-razi : ahli fiqh
Ibnu hajar al asqalani: tsiqah
Adzahabi : tsiqah
Al-mazi : tsiqah
Penilaian Hadis
Kriteria kesahihan hadis terdapat beberapa syarat yaitu: bersambungnya sanad,
diriwayatkan oleh perawi yang dhabit, tidak ada kejanggalan (Syadz) maupun
cacat (illat)134
. Sesuai dengan penjelasan kritik hadis diatas dapat disimpulkan
bahwa: pertama, semua sanad mempunyai hubungan antara guru dan murid
sehingga bisa di pastikan bahwa semuanya adalah bersambung sanadnya dari
awal hingga akhir (ittishal al-sanad); kedua, ditinjau dari segi intelektual
(dhabith) para perawi pada hadis tersebut baik (tam al-dhabt); ketiga, ditinjau
dari segi kredibilitas semua sanad dari hadis tersebut di pandang positif (ta‟dil),
jadi kualitas hadis tersebut adalah shahih.
Adapun penelusuran pada riwayat Jalur Ahmad bin Hanbal sebagai berikut:
1. Ahmad bin Hanbal135
Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Ahmad bin Muhammad bin Hambal
bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau seorang komandan
pasukan di Khurasan di bawah kendali Dinasti Abbasiyah. Kakeknya mantan
134
Dr.Bustamin M. SI, Metode Kritik Hadis, di terbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 135
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 18 h, 180
90
Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah, dan di masa Dinasti
Abbasiyah menjadi da‟i yang kritis.136
Wafat pada tahun 241 H.
Guru-guru Beliau: Imam Ahmad bin Hanbal berguru kepada banyak ulama,
jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri,
seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di
antara merekaadalah: Ismail bin Ja‟far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin
Abdillah bin Khalid Abu Muhammad al-Mu‟dib, Muhammad bin Sabiq al-
Tamimi, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Asy-
Syafi‟i, Waki‟bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin Uyainah, Abdurrazaq,
dan Ibrahim bin Ma‟qil.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : hadatsana
2. Muhammad bin Sabiq137
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Sabiq al-Tamimi al-Baghdadi. Wafat
pada tahun 213 H.
Guru-gurunya: Ibrahim bin Thahaman, Israil bin Yunus, Khasyaraj bin
Nabatah, Rabi‟ Abi Said Al Basri, Zaidah bin Qadamah, Syarik bin Abdullah,
Abi Muawiyah Syaiban bin Abdul Rahman, A‟shim bin Muhammad bin Zaid
Al Amri, Abi Zubaid Abtsar bin Qashim, „Isya bin Dinar Al Muadzin.
Murid- muridnya : ibrahim bin Abdul Rahman, Ahmad bin Ibrahim, Ahmad
bin Hambal, Muhammad bin Yahya al- Azdi, Ahmad bin Khalid al-Hilali,
Ahmad bin Khaisamah, Ahmad bin Ziyad, Ishaq bin Hasan, Abu Ja‟far Ahmad
bin Musa, „Asad bin Umar, Ahmad bin Ali al-Hasan.
136
Muqaddimah kitab Ahmad bin Hanbal, Musnad li Imam Ahmad bin Hanbal,
Beirut:1996 137
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 34 h, 449
91
Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsana
Pendapat Ulama :
Abu Hatim bin Hiban al-Basti : Tsiqah
Ahmad bin Hambal : Tsiqah
Ahmad bin Syuaib : tsiqah
Ahmad bin Abdullah al-Ajali : Tsiqah
Ibnu Hajar al-Asqalani : shaduuq
Al- Dzahabi : Tsiqah
4. Israil138
Nama lengkapnya Israil bin Yunus bin Abi Ishaq Al- Hamdani Al Syabi‟i Abu
Yusuf al- Kufi saudaranya Isya bin Yunus. Wafat pada tahun 160 H.
Guru gurunya : Ibrahim bin Abdul A‟la, Ibrahim bin Muhajir, Adam bin
Sulaiman, Adam bin A‟la, Sulaiman al-„amasy, Ismail bin Sulaiman al-Asraq,
Ismail bin Sami‟, Ismail bin Abdul Rahman, Al Sadi, Ash‟ast bin Abi Al-
Sya‟tsa‟, Tsiyar bin Abi Fakhtah, Jabir bin Yazid al-Ja‟fi.
Murid-muridnya : Ahmad bin Khalid al-Wahabi, Ahmad bin Abdullah bin
Yunus, Adam bin Abi Iyas, Ishaq bin Mansur, Muhammad bin Sabiq al-
Baghdadi, Asad bin Musa, Ismail bin Ja‟far al- Madani, Muhammad bin
Katsir, Abu Hamam Muhammad bin Mahbub.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat Ulama :
Abu Hatim al-Razi : Tsiqah Shaduuq
Abu Hatim bin Hiban al-Basti : Tsiqah
138
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 30 h, 551
92
Abu Abdullah al- Hakim : Tsiqah Hujjah
Abu Isa al- Tirmidzi : Tsiqah
Ahmad bin Hambal : Tsiqah
5. „Amasy139
Nama lengkapnya Sulaiman bin Mahram al- Asdi al- Kahli al- „Amasy. Wafat
pada tahum 60 H.
Gurunya-gurunya : Aban bin Ayyash, Ibrahim al-Nakhai, Ismail bin Rija‟ Al-
Zubaidi, Anas bin Malik, Tamim bin Salamah, Mundzir bin Al-Tsaury, Musa
bin Abdullah, Nafi‟ Abi Dawud Al-Amy, Halil bin Yusuf, Yahya bin Syam,
Abi Sufyan Thalhah bin Naïf, Abi Hazim Salman, Abi Wail Syauqi Bin
Salamah, Abi Qais‟abd al-Rahman bin Tsanarani Al-Ady, Qais bin Abi Hazim,
Qais bin Abi Hazim, Qais bin Muslim, Abi Umair Bin al-Hamdani.
Murid muridnya : Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad, Asbath bin Muhammad,
Ishaq bin Yusuf, Israil bin Yunus, Jabir Bin Nuh, Jarir Bin Hazim,Ja‟far bin
Aun, Jarir bin „Abd al-Hamid, Hasan bin „Ausy, Hasim bin Bashir.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Penilain ulama :
Yahya bin ma‟in: tsiqah
Muhammad bin ishaq bin khuzaimmah : shahih
Abu hatim al-Razy: tsiqah
Ahmad bin syuaib : tsiqah
Ahmad bin „abdullah al-„jli : tsiqah
139
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 34 h, 449
93
6. Ibrahim140
Nama lengkap : Ibrahim bin Yazid bin Qiyas bin Aswad bin Amru bin Rabi‟ah
al- Nakha‟i. Wafat pada tahun 50 Hijriyah.
Guru-gurunya : Khalil al-Aswad, Khaisamah bin Abd al-Rahman, Rabi‟ bin
Khasim, Abi al-Sya‟tsa‟ Salim bin Aswad al- Maharibi, Sahim bin Manjab,
Suwaida bin Ghaflah, Arayah bin Artah, Sarayah bin al-Kharis, Abas bin
Rabi‟ah, Abi Mu‟mar Abdullah bin Sakharabah al-Azdi.
Murid muridnya : Ibrahim bin Muhajir al-Bajali, Kharis bin yazid al-„Akali, al-
Khar bin Maskin, Hasan bin Abdullah al- Nakha‟I, Hakim bin „Utaibah, Hakim
bin Jabir, Hamid bin Abi Sulaiman, Zaid bin al-Yami, Zubair bin „Adi, Abu
Mu‟sar Ziyad bin Khalib, Sulaiman al-„Amasy, Samak bin Harib.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat ulama :
Abu hatim bin hiban al-busti : tsiqah
Abu zar‟ah al-razi : alim di bidang ilmu islam dan fiqih
Abu said al‟alani : shahih
Ahmad bin Abdullah al-ajali : shalih
Ibnu hajar al-asqolani : tsiqah
Al dzahabi : ahli fiqih
Al mazi : ahli fiqih
140
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 23 h, 886
94
7. „Alqamah141
Nama lengkap : Al-Qamah bin Qais bin Abdullah bin Malik bin al-Qamah bin
Salamani bin Kahil bin Bakar bin „Auf bin Khauf bin Nahi‟. Wafat pada tahun
61 H.
Guru gurunya : Hudaifah bin al-Yaman, Halid bin Walid, Habab bin al-Arath,
Said bin Abi Waqos, Sulaiman al-Faris, Salamah bin Yazid al-Ja‟fi, Sarayah
bin Artha al- Naha‟i, Abdillah bin Mas‟ud, Ustman Bin Affan, Ali Bin Abi
Thalib
Murid Muridnya : Ibrahim Bin Mas‟ud Al-Naha‟i, Ibrahim Bin Yazid al-
Nakha‟i, Basir bin Urwah Al-Naha‟i, Hasan al-A‟rani, Abi Dzibyan Hasidin,
Rayah Abu Matsna, Salamah bin Kahaili, Amir al-Syuabi, Abu al-Zanad
Abdullah.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat ulama:
Abu hatim bin hiban al-busti : tsiqah
Ahmad bin hambal : tsiqah
Ibnu hajar al asqalani : tsiqah
Adzarqhatni : tsiqah
Ustman bin said adzarimi : tsiqah
Ali bin al madani : tsiqah
Yahya bin main : tsiqah142
141
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 16 h, 454 142
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 16 h, 454
95
8. „Abdillah bin Mas‟ud143
Nama lengkap : Abdillah bin Mas‟ud bin Habib bin Samah bin Mahzum, bin
Shahilah bin Kahal bin Harist bin Tamim bin Said bin Mudrikah bin Ilyas bin
Mudzir. Wafat pada tahun 32 H.
Guru-gurunya : Nabi Muhammad SAW, Said bin Muad al-Anshari, Safwan
bin Asal al-Muradi, Umar bin Khatab.
Murid-muridnya : Al-Ahnaf bin Qiyas, Al-Qamah bin Qais, Aswad bin Yazid,
Anas bin Malik, Bara‟ bin Azib, Bara‟ bin Najiyah, Balad bin Ashamah, Jabir
bin Abdul Al-Anshari, Harist bin Suwaida al-Tamimi, Haris bin Abdullah al-
Uwara, Harist bin Madzrib al-Ibadi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat ulama :144
Abu hatim bin hiban al-busti : tsiqah
Ibnu abi hatim al-razi : ahli fiqh
Ibnu hajar al asqalani: tsiqah
Adzahabi : tsiqah
Al-mazi : tsiqah
Penilaian Hadis
Kriteria kesahihan hadis terdapat beberapa syarat yaitu: bersambungnya sanad,
diriwayatkan oleh perawi yang dhabit, tidak ada kejanggalan (Syadz) maupun
cacat (illat)145
. Sesuai dengan penjelasan kritik hadis diatas dapat disimpulkan
143
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 18 h, 645 144
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 18 h, 645 145
Dr.Bustamin M. SI, Metode Kritik Hadis, di terbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
96
bahwa: pertama, semua sanad mempunyai hubungan antara guru dan murid
sehingga bisa di pastikan bahwa semuanya adalah bersambung sanadnya dari
awal hingga akhir (ittishal al-sanad); kedua, ditinjau dari segi intelektual
(dhabith) para perawi pada hadis tersebut baik (tam al-dhabt); ketiga, ditinjau
dari segi kredibilitas semua sanad dari hadis tersebut di pandang positif (ta‟dil),
jadi kualitas hadis tersebut adalah shahih.
Selanjutnya penelusuran pada riwayat Jalur al-Baihaqi sebagai berikut:
1. Al-Baihaqi146
Nama lengkap : Imam Al-Hafizh Al-Muttaqin Abu Bakar Ahmad bin Al-
Husain bin Ali bin Musa Al-Khusrauijrdi Al-Khurasani Al-Baihaqi. Baihaq
adalah sejumlah perkampungan di wilayah Naisabur. Beliau adalah seorang
ulama besar dari Khurasan (desa kecil di pinggiran kota Baihaq) dan penulis
banyak kitab terkenal. Wafat pada tahun 458 H.
Guru- gurunya : Imam Abul Hassan Muhammad bin Al-Husain Al-Alawi, Abu
Abdillah Al-Hakim, pengarang kitab al-Mustadrak „ala Ash-Shahihain, Abu
Tahir Az-Ziyadi, Abu Abdur-Rahman al-Sulami, Abu Bakr bin Furik, Abu Ali
Al-Ruthabari, Hilal bin Muhammad Al-Hafar, Ibnu Busran, Al-Hasan bin
Ahmad bin Farras, Ibnu Ya‟qub Al-Ilyadi.
Murid- muridnya : Abu Ismail Al-Anshari, Ismail bin Ahmad bin Al-Husain,
Abu Al-Hasan bin Ubaidillah bin Muhammad bin Ahmad, Abu Zakariya
Yahya bin Mandah Al-Hafidz, Abu Ma‟ali Muhammad bin Ismail Al-Farisi,
Abdul Jabbar bin Abdul Wahhab Ad-Dahhan, Abdul Jabbar bin Muhammad
146
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 19 h, 766
97
Al-Khuwairi, Abdul Hamid bin Muhammad Al-Khuwairi, Abu Bakar
Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Al-Bahir.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : hadatsana
Pendapat ulama :
Imam Haramain : Pembelaan Madzhab Syafi‟i
At-Taj As-Subki : Kuat hafalanya, ahli ushul, zuhud
Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisaburi : ahli hadis dan ushu al-fiqh
Adzahabi : Shahih Hadis
2. Abu Abdillah al-Hafidz147
Nama lengkap : Muhammad bin Adbillah bin Handawiyah bin Nu‟im bin al-
Hakim al-Naisaburi. Wafat pada tahun 405 H.
Guru-gurunya : Muhammad bin Ya‟qub al-„Asam, Muhammad bin Ali al-
Muzakir, Al- Daruqutni, Ibnu Hibban, al-Hasan bin Ya‟qub al-Bukhari, Abu
Ali al-Naisaburi, Ahmad bin Ishaq bin Ayub bin Yazid, Muhammad bin al-
Qasim al-Ataki, Ismail bin Muhammad al-Razi, Abu Ja‟far Muhammad bin
Muhammad bin Abdillah al-Baghdadi al-Jamal, Ali bin Hamsad al-Adl.
Murid- muridnya : Abu al-Falah bin Ubay al-Fawari, Abu al-A‟la al-Wasiti,
Muhammad bin ahmad bin Ya‟qub, Abu Zarr al-Hirawi, Abu Ya‟la al-Khalili,
Abu Bakar al-Baihaqi, Abu Qasim al-Qusairi, Abu Shaleh al-Muadzin, Az-
Zaki Abdul Hamid al-Bukhari, Usman bin Muhammad al-Mahmahi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : ahbarana
Pendapat ulama :
Abu Said bin al- Musama‟I : Hafidz
147
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 14 h,179
98
Abu Ya‟li al-Khalili : tsiqah
Ibnu al- Imad al Hanbali : tsiqah
Ibnu Hajar al- Asqalani : shaduuq
Al- Suyuthi : Tsiqah
3. Abu Bakr Ahmad bin Ishaq al-Faqiyah148
Nama lengkap : Ahmad bin Ishaq bin Ayub bin Yazid bin Abdul Rahman bin
Nuh, Ahmad bin Ishaq al- Shibghi. Wafat pada tahun 342 H.
Guru-gurunya : Ahmad bin Abdul Rahman al-Farsi, Ahmad bin Yunus al-
Tamimi, Ahmad bin Umar al-Waki‟I, Muhammad bin Ghalib al-Tamar,
Akhwash bin Jawab, Asad bin Musa al-Dhabi, Ibrahim bin Abdillah, Ishaq bin
Ibrahim, Hasan bin Aswad al-„Ajali, Hasan bin Muhammad al-„Ajali.
Murid- muridnya : Ahmad bin Sunan al-Qathan, „Ubadah bin Shamat al-
Anshari, Ahmad bin Hasan al-Naishaburi, Ahmad bin Abdullah al-Bahasthi,
Ahmad bin Muhammad al-Mathuni, Ismail bin Ishaq al-Qadhi, Hasan bin Ali,
Abdul Rahman bin Muhammad al- Naishaburi, Abdullah bin Yusuf, Umar
bin Ahmad.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : anba‟a
Pendapat ulama :
Abu abdillah al-Hakim : Imam Muqadim satu usia dengan abdillah al-Hakim
Abu ya‟li al-Khalili : Tsiqah
Ibnu Katsir al-Damsiq : ahlu fiqh syafiiyah
Al-Dzahabi : imam alamah hadis
Abdul Rauf al-Manawi : ahlu Fiqh wa al-Hadis
148
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 18 h, 647
99
4. Muhammad bin Gharib bin Harib149
Nama lengkap : Muhammad bin Gharib bin Harib, Muhammad bin Ghalib al-
Tamar. Wafat pada tahun 283 H.
Guru- gurunya : Ahmad bin Abi Bakr al-Farsi, Ahmad bin Hanbal, ahmad bin
Janab al-Mashishi, Ahmad bin syayab al-Haithi, Ahmad bin Yunus al-Tamimi,
Ahmad bin Abdul Malik al-Asadi, ahmad bin Ubaidah, Muhammad bin
Sabiq al-Tamimi, Muhammad bin Ja‟far, Muhammad bin Sa‟id al-Bahali.
Murid-muridnya : Abdul Rahman bin Nuh, Ahmad bin Ja‟far al-Qath‟I,
Ahmad bin Qasim al-Maiti, Abu Ya‟la al-Mushali, Abdullah bin Muhammad
al-Fiqiyah, Abdullah bin Ali al-Hilal, Abdullah bin Ishaq al-Baghawi,
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : anba‟a
Pendapat Ulama :
Abu Faraj Ibnu al-Jauzi : Tsiqah
Abu Hatim bin Hibban al-Basthi : Tsiqah
Abu Abdillah al-Hakim : Tsiqah
Ibnu Abi Hatim al-Razi : shaduuq
Ibnu „Imad al-Hanbali : Tsiqah
5. Muhammad bin Sabiq150
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Sabiq al-Tamimi al-Baghdadi. Wafat
pada tahun 213 H.
149
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 13 h, 177 150
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 34 h, 449
100
Guru-gurunya: Ibrahim bin Thahaman, Israil bin Yunus, Khasyaraj bin
Nabatah, Rabi‟ Abi Said Al Basri, Zaidah bin Qadamah, Syarik bin Abdullah,
Abi Muawiyah Syaiban bin Abdul Rahman, A‟shim bin Muhammad bin Zaid
Al Amri, Abi Zubaid Abtsar bin Qashim, „Isya bin Dinar Al Muadzin.
Murid- muridnya : ibrahim bin Abdul Rahman, Muhammad bin Gharib bin
Harib, Ahmad bin Hambal, Muhammad bin Yahya al- Azdi, Ahmad bin
Khalid al-Hilali, Ahmad bin Khaisamah, Ahmad bin Ziyad, Ishaq bin Hasan,
Abu Ja‟far Ahmad bin Musa, „Asad bin Umar, Ahmad bin Ali al-Hasan.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : tsana
Pendapat Ulama :
Abu Hatim bin Hiban al-Basti : Tsiqah
Ahmad bin Hambal : Tsiqah
Ahmad bin Syuaib : laisa bihi ba‟sa
Ahmad bin Abdullah al-Ajali : Tsiqah
Ibnu Hajar al-Asqalani : shaduuq
Al- Dzahabi : Tsiqah
6. Israil151
Nama lengkapnya Israil bin Yunus bin Abi Ishaq Al- Hamdani Al Syabi‟i Abu
Yusuf al- Kufi saudaranya Isya bin Yunus. Wafat pada tahun 100 H.
Guru gurunya : Ibrahim bin Abdul A‟la, Ibrahim bin Muhajir, Adam bin
Sulaiman, Adam bin A‟la, Sulaiman al-„amasy, Ismail bin Sulaiman al-Asraq,
Ismail bin Sami‟, Ismail bin Abdul Rahman, Al Sadi, Ash‟ast bin Abi Al-
Sya‟tsa‟, Tsiyar bin Abi Fakhtah, Jabir bin Yazid al-Ja‟fi.
151
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 30 h, 551
101
Murid-muridnya : Ahmad bin Khalid al-Wahabi, Ahmad bin Abdullah bin
Yunus, Adam bin Abi Iyas, Ishaq bin Mansur, Muhammad bin Sabiq al-
Baghdadi, Asad bin Musa, Ismail bin Ja‟far al- Madani, Muhammad bin
Katsir, Abu Hamam Muhammad bin Mahbub.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „tsana
Pendapat Ulama :
Abu Hatim al-Razi : Tsiqah Shaduuq
Abu Hatim bin Hiban al-Basti : Tsiqah
Abu Abdullah al- Hakim : Tsiqah Hujjah
Abu Isa al- Tirmidzi : Tsiqah
Ahmad bin Hambal : Tsiqah
Ahmad bin Syuaib : laisa bihi ba‟sa
7. „Amasy152
Nama lengkapnya Sulaiman bin Mahram al- Asdi al- Kahli al- „Amasy. Wafat
pada tahum 60 H.
Gurunya-gurunya : Aban bin Ayyash, Ibrahim al-Nakhai, Ismail bin Rija‟ Al-
Zubaidi, Anas bin Malik, Tamim bin Salamah, Mundzir bin Al-Tsaury, Musa
bin Abdullah, Nafi‟ Abi Dawud Al-Amy, Halil bin Yusuf, Yahya bin Syam,
Abi Sufyan Thalhah bin Naïf, Abi Hazim Salman, Abi Wail Syauqi Bin
Salamah, Abi Qais‟abd al-Rahman bin Tsanarani Al-Ady, Qais bin Abi Hazim,
Qais bin Abi Hazim, Qais bin Muslim, Abi Umair Bin al-Hamdani.
152
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 34 h, 449
102
Murid muridnya : Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad, Asbath bin Muhammad,
Ishaq bin Yusuf, Israil bin Yunus, Jabir Bin Nuh, Jarir Bin Hazim,Ja‟far bin
Aun, Jarir bin „Abd al-Hamid, Hasan bin „Ausy, Hasim bin Bashir.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Penilain ulama :
Yahya bin ma‟in: tsiqah
Muhammad bin ishaq bin khuzaimmah : shahih
Abu hatim al-Razy: tsiqah
Ahmad bin syuaib : tsiqah
Ahmad bin „abdullah al-„ajli : tsiqah
8. Ibrahim153
Nama lengkap : Ibrahim bin Yazid bin Qiyas bin Aswad bin Amru bin Rabi‟ah
al- Nakha‟i. Wafat pada tahun 50 Hijriyah.
Guru-gurunya : Khalil al-Aswad, Khaisamah bin Abd al-Rahman, Rabi‟ bin
Khasim, Abi al-Sya‟tsa‟ Salim bin Aswad al- Maharibi, Sahim bin Manjab,
Suwaida bin Ghaflah, Arayah bin Artah, Sarayah bin al-Kharis, Abas bin
Rabi‟ah, Abi Mu‟mar Abdullah bin Sakharabah al-Azdi.
Murid muridnya : Ibrahim bin Muhajir al-Bajali, Kharis bin yazid al-„Akali, al-
Khar bin Maskin, Hasan bin Abdullah al- Nakha‟I, Hakim bin „Utaibah, Hakim
bin Jabir, Hamid bin Abi Sulaiman, Zaid bin al-Yami, Zubair bin „Adi, Abu
Mu‟sar Ziyad bin Khalib, Sulaiman al-„Amasy, Samak bin Harib.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat ulama :
153
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 23 h, 886
103
Abu hatim bin hiban al-busti : tsiqah
Abu zar‟ah al-razi : alim di bidang ilmu islam dan fiqih
Abu said al‟alani : shahih
Ahmad bin Abdullah al-ajali : shalih
Ibnu hajar al-asqolani : tsiqah
Al dzahabi : ahli fiqih
Al mazi : ahli fiqih
Sulaiman bin mahran al-a‟masy : ahli hadis
9. „Alqamah154
Nama lengkap : Al-Qamah bin Qais bin Abdullah bin Malik bin al-Qamah bin
Salamani bin Kahil bin Bakar bin „Auf bin Khauf bin Nahi‟. Wafat pada tahun
61 H.
Guru gurunya : Hudaifah bin al-Yaman, Halid bin Walid, Habab bin al-Arath,
Said bin Abi Waqos, Sulaiman al-Faris, Salamah bin Yazid al-Ja‟fi, Sarayah
bin Artha al- Naha‟i, Abdillah bin Mas‟ud, Ustman Bin Affan, Ali Bin Abi
Thalib
Murid Muridnya : Ibrahim Bin Mas‟ud Al-Naha‟i, Ibrahim Bin Yazid al-
Nakha‟i, Basir bin Urwah Al-Naha‟i, Hasan al-A‟rani, Abi Dzibyan Hasidin,
Rayah Abu Matsna, Salamah bin Kahaili, Amir al-Syuabi, Abu al-Zanad
Abdullah.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat ulama:
Abu hatim bin hiban al-busti : tsiqah
154
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 16 h, 454
104
Ahmad bin hambal : tsiqah
Ibnu hajar al asqalani : tsiqah
Adzarqhatni : tsiqah
Ustman bin said adzarimi : tsiqah
Ali bin al madani : tsiqah
Yahya bin main : tsiqah
10. „Abdillah155
Nama lengkap : Abdillah bin Mas‟ud bin Habib bin Samah bin Mahzum, bin
Shahilah bin Kahal bin Harist bin Tamim bin Said bin Mudrikah bin Ilyas bin
Mudzir. Wafat pada tahun 32 H.
Guru-gurunya : Nabi Muhammad SAW, Said bin Muad al-Anshari, Safwan
bin Asal al-Muradi, Umar bin Khatab.
Murid-muridnya : Al-Ahnaf bin Qiyas, Al-Qamah bin Qais, Aswad bin Yazid,
Anas bin Malik, Bara‟ bin Azib, Bara‟ bin Najiyah, Balad bin Ashamah, Jabir
bin Abdul Al-Anshari, Harist bin Suwaida al-Tamimi, Haris bin Abdullah al-
Uwara, Harist bin Madzrib al-Ibadi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat ulama :
Abu hatim bin hiban al-busti : tsiqah
Ibnu abi hatim al-razi : ahli fiqh
Ibnu hajar al asqalani: tsiqah
Adzahabi : tsiqah
Al-mazi : tsiqah
155
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
(Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 18 h, 645
105
Penilaian Hadis
Kriteria kesahihan hadis terdapat beberapa syarat yaitu: bersambungnya sanad,
diriwayatkan oleh perawi yang dhabit, tidak ada kejanggalan (Syadz) maupun
cacat (illat)156
. Sesuai dengan penjelasan kritik hadis diatas dapat disimpulkan
bahwa: pertama, semua sanad mempunyai hubungan antara guru dan murid
sehingga bisa di pastikan bahwa semuanya adalah bersambung sanadnya dari
awal hingga akhir (ittishal al-sanad); kedua, ditinjau dari segi intelektual
(dhabith) para perawi pada hadis tersebut baik (tam al-dhabt); ketiga, ditinjau
dari segi kredibilitas semua sanad dari hadis tersebut di pandang positif (ta‟dil),
jadi kualitas hadis tersebut adalah shahih.
4. Kritik Matan
Kandungan hadis di atas adalah tentang pernyataan nabi bahwa nabi
bersabda Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat,
berperprasangka buruk, dan mengucapkan ucapan yang kotor. Dalam kritik
matan ini penulis akan menjabarkan dengan berbagai pendekatan yaitu :
a. Pendekatan melalui bahasa157
Bahasa yang di gunakan oleh nabi Muhammad SAW adalah bahasa yang
sopan, tidak bertele-tele dalam pemakaian bahasa Arab, serta fokus dalam satu
masalah yang di bahas dalam hadis tersebut. Memperhatikan matan hadis
diatas bahwa matan hadis di atas Menjelaskan bahwa nabi bersabda Seorang
mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berperprasangka buruk,
dan mengucapkan ucapan yang kotor.
156
Dr.Bustamin M. SI, Metode Kritik Hadis, di terbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 157
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Matan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada), 2004, h. 71
106
b. Teks matan
Hadis di atas juga sesuai dengan kaidah bahasa Arab, Seperti contoh
contoh lafadz kemasukan huruf jar yang mengejerkan pada isim dhomir
yaitu huruf . Makna dan kegunaan dari huruf jar adalah sebagai اإللصاق
(bertemu secara langsung), baik secara hakikat atau majaz, االستعاح (sebagai
alat), lafadh setelah ba‟ sebagai sebab hasilnya makna, السثثيح (menjadi sebab),
lafadh setelah ba‟ menjadi sebab lafadh sebelumnya, التعذيح (menjadi
muta‟addi), القسن (sebagai sumpah), adalah huruf asalnya, العوض (sebagai ganti
sesuatu), الثذل (sebagai pilihan dua perkara), الوصاحثح, الظرفيح (beserta), هي“هعى
عي هعى ,(sebagian) التثعيضيح (memulai asalnya tempat/waktu), االستعالء (menjadi
luhur), التأكيذ (menguatkan).
C. Hadis Keempat
1. Teks Hadis dan Takhrij Hadis
Dalam kegiatan takhrij ini penulis menelusuri melalui penggalan lafadz
matan hadis dengan menggunakan kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazh al-
Hadits al-Nabawi, dngn penelusuran kata ditemukan data sebagai berikut : 158
٣٥ بر ,ت
158
Winsink, al-Mu‟jam al-Mufahras Liahfaz al-Hadits al-Nabawi, (Leiden : Beiril, 1936),
Juz 1, h.89
107
Dari hasil takhrij di atas, berikut ini adalah teks hadis yang berhasil di
temukan di dalam kitab-kitab rujukan yang di temukan (tidak semua informasi
dari rumus takhrij yang terdapat hadis yang di maksud di dalam rujukan :
Redaksi hadis dari kitab sunan Tirmidzi :
Artinya : “di ceritakan dari ahmad bin Mani‟ berkata dan di ceritakan
pula yazid bin harun, dari ghasan bin Mathrif dari hasan bin A‟thiyah dari abi
Umamah,dari nabi muhammad SAW bersabda: Sifat pemalu dan sedikit bicara
adalah dua cabang keimanan, sedangkan ucapan buruk dan banyak bicara
adalah dua cabang kemunafikan.”
159
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dlahhak, Sunan Tirmidzi (Kairo : Daar
el-Hadis,2010),Juz.III, h. 375
108
2. Skema sanad
(W. 86 H)
(W. 130 H)
(W. 161 H)
(W. 206 H)
(W. 244 H)
(W. 279 H)
Keterangan :
Sanad yang di teliti
hanya dari jalur al-
Tirmidzi karena
berdasarkan pada
hasil pencarian hanya
dari jalur ini, hadis
ini di riwayatkan dan
hanya terdiri dari
satu jalur.
109
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Dalam kritik sanad hadis ini, penulis menelusuri sanad yang dari Jalur al-
Tirmidzi, adapun rincian sanadnya adalah sebagai berikut:
1. Al-Tirmidzi 160
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad bin Isa bin
Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli
hadits kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H
di kota Tirmiz.
Guru-gurunya: Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Qutaibah bin Saudi
Arabia‟id, Ishaq bin Musa, Abbas bin Muhammad bin Hatim, Mahmud bin
Gailan. Said bin Abdur Rahman, Muhammad bin Yahya, Muhammad bin
Basysyar, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni‟, Muhammad bin al- Musanna.
Murid-murid beliau di antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin
Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-
Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-Abbas
Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : hadatsana
Pendapat ulama hadis:
Al- Dzahabi : al-Hafiz
Ibn Hajar : ahad al-aimmah
160
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
14 (Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), h. 250-253
110
2. Ahmad bin Mani‟161
Nama lengkapnya : Ahmad bin Muni‟ bin Abdul Rahman atau Ahmad bin
Mani‟ al-Baghawi lahir pada tahun 244 H, wafat pada tahun 160 H di kota
Baghdad.
Guru-gurunya : Asbad bin Muhammad, Ishaq bin Isa bin Thabai, Ishaq bin
Yusuf, Ismail bin Aliyah, Hasan bin Sawar, Yazid bin Harun al-Wasthi,
Hasan bin Musa al-Mardi, Hamid bin Khalid, Dawud bin Zabarqan.
Murid-Muridnya : Jama‟ah sawi al-Bukhari, Al-Tirmidzi , Abu Ya‟li ahmad
bin „ali al-Matsna, Abu Ya‟qub Ishaq bin Ibrahim bin Hambal al-Abahani,
Ja‟far bin ahmad bin Nasir al-Hafidz, Hasan bin Muhammad bin Ziyad al-Baqi,
Hasan Ghaira Mansub, Ibnu Bantahi abu Qasim Abdullah bin Muhammad bin
Abid, Abdullah bin Muhammad bin Najiyah, Qasim bin Zakaria, Muhammad
bin Ahmad bin Muhammad.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : hadatsana
Pendapat Ulama :
Abu Hatim al-Razi : Shuduuq
Abu Hatim bin Hibban al-Basti : tsiqah
Abu Ya‟li al- Kholili : tsiqah
Ahmad bin Syuaib An-Nasai : tsiqah
Ibnu Hajar al-asqalani : tsiqah
161
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
14 (Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 15, h. 334
111
3.Yazid bin Harun162
Nama lengkap : Yazid bin Harun bin Zadi bin Tsabit atau Yazid bin Harun al-
Wasthi. Wafat pada tahun 206 H.
Guru-gurunya ; Aban bin Abi iyas, Aban bin Yazid al-Thar Ibrahim bin Said
al-Zuhri, Azhar bin Sunan al-Qarsi, Ishaq bin Yahya, Israil bin Yunus,
Zakariya bin Abi Zaidah, Sulaiman al-Tamimi, Muhammad bin Mathruf bin
Dawad, Saiban bin Abdurahman, abdul rahman bin Abdul Mas‟ud, Ismail bin
Abi Khalid
Murid-Muridnya : Ibrahim bin Ya‟qub, Ahmad bin Ibrahim, Ahmad bin
Hanbal, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Khalid al-Khalil, Ahmad bin Khalid,
Ahmad bin Sulaiman, Ahmad bin Mani‟ al-Baghawi, Ahmad bin Abdul
Rahman al-Saqati, Ahmad bin Abdullah bin bin Idris al-Darsi, Abu Ja‟far bin
ahmad bin U‟baid, Abu Mas‟ud ahmad al-Farats.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : hadatsana
Pendapat Ulama :
Abu Bakar bin Abu Suaibah : Hafidz
Abu Hatim al- Razi : tsiqah
Abu Hatim bin Hibban al-Basti : tsiqah
Abu Abdullah al-Hakim : mustadrak tsabit
Ahmad bin Hambal : Shahih Hadist
162
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
14 (Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983),Juz 23 h. 667
112
4. Abi Ghasan163
Nama lengkap : Muhammad bin Mathruf bin Dawad bin Mathruf bin Abdullah
bin Sariyah al-Laist Abu Ghasan al-Madani. Wafat pada tahun 161 H.
Guru-gurunya : Aban bin Abi „Iyas, Hijaj bin Farafasah, Hasan bin „athayah,
Dawad bin Farahij, Zaid bin Aslam, Abi Hazam Salamah bin Dinar al-Madani,
Sahil bin Hasan al-Kalbi, Sahil bin Abi Shalih, Shafwan bin Salim, Abdul
Rahman bin Haramlah, Abi Hasin bin Usman bin Ashim al-Asadi.
Murid- muridnya : Ibrahim bin Abia „abalah, Adam bin Abi Iyas, Hajaj bin Abi
Sulaiman al-Raini, Hajaj bin Muhammad al-Auri, Hasan bin Musa, Hasan bin
Muhammad, Rawad bin Jarah al-Asqalani, Yazid bin Harun bin Zadi, Said
bin Abi Ja‟bar al- Zubaidi, Said bin Abi Maryam al-Masri, Safyan Sauri.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat Para Ulama :
Ibrahim bin Ya‟qub al-Jauzajati : tsiqah
Abu Qasim al-Yaskuwal : la ba‟sa bihi
Abu Hatim al-Razi : tsiqah
Abu Hatim bin Hibban al-Basti : tsiqah
Abu Daud al-Sajastati : Laisa ba‟sa bihi
5. Hasan bin Athiyah164
Hasan bin Athayah al-Maharabi al-Syami al- Dhamsiqi. Wafat pada tahun 130
H.
163
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
14 (Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz 21 h. 665 164
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
14 (Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983), Juz.20 h. 114
113
Guru-gurunya : Khalid bin Mu‟adzan, Sa‟id bin al-Musaiba, Abi amamah
shadi bin „Ajali al-Bahali, Abi Qalabah Abdullah bin Zaid al-Jarami, Abdul
Rahman bin Sabith al-Jam‟hi, Umar bin Syuaib, „Anabsah bin Abi shafyan,
Qashim bin Mukhaimarah, Muhammad bin Abi „Aisyah, Muhammad bin
Mukandar, Abi Ubaidillah Muslim bin Maskum, Muslim bin Zaid.
Murid- muridnya : Abu Mu‟id Hafidz bin Ghilan, Rabi‟ bin Hadiyan, Abdul
Rahman bin Tsabit bin Tsauban, Abdul Rahman bin Umar Auzai, Abu Wahab
Ubaidillah bin Ubaidi al- Kalami, Abu Ghasan Muhammad bin Mathrif al-
Madani.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat Ulama :
Abu Ja‟far al-Asqalani : tsiqah
Abu Hatim bin Hiban al-Basti : tsiqah
Ahmad bin Hanbal : tsiqah
Ahmad bin Abdullah al-„Ajali : tsiqah
Ibnnu Hajar al-Asqalani : tsiqah
6. Abi Amamah165
Nama lengkap : Shadi bin „Ajalan bin Wahab bin Ibnu Umru Abu Amamah al
Bahali sahabat nabi Muhammad SAW. Lahir pada tahun 86 H.
Guru-gurunya : Nabi Muhammad SAW, „Ubadah bin Shamad, Usman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Yasir, Umar bin Khatab, Amru bin
Abasah, Muadz bin Hanbal, Abi Darda‟, Abi Ubaidah bin Jarah.
165
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
14 (Beirut: Mu`assasah Risalah, 1983),Juz.19 h.188
114
Murid-Muridnya : Azhar bin Said al-Harazi, Asad bin Wada‟ah, Ayub bin
Sulaiman, al-Shami, Hatim bin Haris al-Tha‟I, Hasan bin Athayah, al-Shami,
Hasin bin Aswad al-Halali, Khalid bin Mu‟adzan, Rasyid bin Said al-Maqra‟I,
Raja‟ bin Haiwah al-Kindi, Zaid bin Artha al-Fazari, Salim bin Abi Jaid.
Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
Pendapat para Ulama :
Abu Hatim bin Hiban al-Basti : Sahabat yang terkenal
Ibnu Hajar al-Asqalani : Sahabat yang Mashur
Adzahabi : Sahabat yang terkenal
Penilaian Hadis
Kriteria kesahihan hadis terdapat beberapa syarat yaitu: bersambungnya sanad,
diriwayatkan oleh perawi yang dhabit, tidak ada kejanggalan (Syadz) maupun
cacat (illat)166
. Sesuai dengan penjelasan kritik hadis diatas dapat disimpulkan
bahwa: pertama, semua sanad mempunyai hubungan antara guru dan murid
sehingga bisa di pastikan bahwa semuanya adalah bersambung sanadnya dari
awal hingga akhir (ittishal al-sanad); kedua, ditinjau dari segi intelektual
(dhabith) para perawi pada hadis tersebut baik (tam al-dhabt); ketiga, ditinjau
dari segi kredibilitas semua sanad dari hadis tersebut di pandang positif (ta‟dil),
jadi kualitas hadis tersebut adalah shahih.
4. Kritik Matan
Kandungan hadis di atas adalah Menjelaskan bahwa nabi mengatakan
bahwa Sifat pemalu dan sedikit bicara adalah dua cabang keimanan, sedangkan
166
Dr.Bustamin M. SI, Metode Kritik Hadis, di terbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
115
ucapan buruk dan banyak bicara adalah dua cabang kemunafikan. Dalam kritik
matan ini penulis akan menjabarkan dengan pendekatan yaitu :
a. Pendekatan melalui bahasa167
Bahasa yang di gunakan oleh nabi Muhammad SAW adalah bahasa yang
sopan, tidak bertele-tele dalam pemakaian bahasa Arab, serta fokus dalam satu
masalah yang di bahas dalam hadis tersebut. Memperhatikan matan hadis
diatas bahwa matan hadis di atas Menjelaskan bahwa nabi mengatakan bahwa
Sifat pemalu dan sedikit bicara adalah dua cabang keimanan, sedangkan
ucapan buruk dan banyak bicara adalah dua cabang kemunafikan
b. Teks matan
Hadis di atas juga sesuai dengan kaidah bahasa Arab, Seperti contoh
contoh lafadz kemasukan huruf jar yang mengejerkan pada isim
dhomir yaitu huruf . Makna dan kegunaan dari huruf jar adalah sebagai
Menurut sebagian besar ulama‟ Bashrah, Min tidak ditambahkan kecuali
dengan dua syarat, yaitu; pertama hendaknya lafadz yang dijerkan berupa Isim
Nakirah, kedua hendaknya didahului oleh Nafi atau yang serupa Nafi (Nahi)
الثياى ,(sebagian) التثعيط ,(memulai tujuan dari tempat/waktu) االتتذاء
(menjelaskan jenis), التأكيذ (menguatkan), dianggap sebagai tambahan, الثذل
(sebagai pilihan dua perkara), والتعليل السثثيح, الظرفيح (menjadi sebab), عي”هعى
167
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Matan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada), 2004, h. 71
116
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap 4 hadis yang terdapat dalam kitab Ihyâ`
„Ulûm al-Dîn karya, Karya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad at-Thusi al-
Ghazali dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hadis pertama : Menjelaskan bahwa Nabi juga melakukan berbicara akan
tetapi Nabi berkata tentang kebenaran dan kualitas hadis yang mukharijnya
Ahmad bin Hanbal dan al-Tirmidzi tersebut adalah shahih.
2. Hadis kedua : Menjelaskan bahwa nabi menegaskan pada umatnya:
Takutlah kalian terhadap perkataan kotor karena sesungguhnya Allah Swt
tidak menyukai kata-kata kotor dan berkata kotor. dan kualitas hadis yang
mukharijnya Abu Dawud tersebut adalah dhaif
3. Hadis ketiga : Menjelaskan bahwa nabi bersabda Seorang mukmin
bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berperprasangka buruk, dan
mengucapkan ucapan yang kotor. Dan kualitas Hadis yg mukharijnya al-
Tirmidzi, Ahmad bin Hanbal dan al-Baihaqi tersebut adalah shahih
4. Hadis Keempat : Menjelaskan bahwa nabi mengatakan bahwa Sifat
pemalu dan sedikit bicara adalah dua cabang keimanan, sedangkan ucapan
buruk dan banyak bicara adalah dua cabang kemunafikan. Dan kualitas
hadis yang mukharijnya al-Tirmidzi tersebut adalah shahih
117
B. Saran-saran
Dari hasil uraian tentang hadis senda gurau yang menjadi tema dalam
skripsi ini, penulis akan memberikan saran kepada para pembaca:
a. Hendaknya lebih hati-hati dalam menjaga lisan ketika berucap
b. Tidak terlalu berlebihan dalam berbicara yg tidak penting dan berkata
kotor serta keji dan cabul , karena menyebabkan sakit hati jika sampai
terjadi saling mengolok-olok
c. lidah itu sangat tajam, tajamnya lebih dari pedang, pandai pandailah
menjaga asal jangan omongin orang, karena dari omongan bisa
menimbulkan salah faham, karena dari omongan bisa menimbulkan
kerusuhan dalam menjaga tali persaudaraan sesame muslim maupun non
muslim.
Penulis sepenuhnya sadar masih banyak terjadi kesalahan di dalam skripsi
ini, untuk itu diharapkan untuk para pembaca meneliti lebih lanjut mengenai judul
atau tema skripsi ini.
118
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.Amin, Antara al-Ghazali dan Kant, Filsafat Etika Islam Bandung:
Mizan, 2002
Abu al-Fidâ, Ismail bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi. Tafsir al-Qur‟an al-Azhim
Ibnu Katsir , Beirut : Dar al-Fikr, 1992
al-Asy‟ats, Sulaiman bin Syadad bin Amrin bin Amir, Sunan Abi Daud Kairo:
Daar el- Hadis, 2010.
Bahreisj, Hussein. Ajaran-ajaran Akhlaq Imam Ghozali. Surabaya : Al-Ikhlas,
1981
al-Bukhari, Muhammad bin Isma‟ilibn al-Mugirah, Shahih Bukhari, Beirut: Dar
Ibn Katsir, 1989.
Bustamin, Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2010
Drajat, Amroeni, “Suhrawardi” Kritik Falsafah Peripatetik, Yogyakarta, LKis,
2005
al-Ghazali, Bahaya Lidah, terj. Said Ali bin al-Qahatami, Jakarta: Aqwam
Jembatan Ilmu, 1992.
_______, Ihya Ulum Ad-Din, Semarang: Karya Toha Putra, t.th
_______, Ihya „Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Fikr, 1991.
_______, Ihya Ulum Ad-Din, Beirut: Daar al-Salam, Kairo ,2002
al-Hafith, Imam Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa
Al Khusrujardi Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra Li al-Baihaqi Beirut : dar al-
fikr,1994
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1986
Hanafi, Ahmad. Filsafat Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1996
Hanbal, Ahmad Muqaddimah kitab, Musnad li Imam Ahmad bin Hanbal.
Beirut:1996
Hasan, Asy‟ari Ulama‟I. Melacak Hadis Nabi Saw.: Cara Cepat Mencari Hadis
dari Manual hingga Digital. Semarang: RaSAIL, 2006.
Hasbi Ash-Shidiqi, Teungku Muhammad, Tafsir Al-qur‟anul Majid An-Nuur,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000
119
Ibn Hanbal, Ahmad ibn Muhammad, Musnad Imam Ahmad ibn Hanbal (Beirut:
al-Maktabah al-Islamī, 1398
Ismail, M. Syuhudi. Kaidah kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjaun
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang: 2014
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang,
2007
al-Jazwi, Muhammad Nawawi, Muraqi al-Ubudiyyah, Jakarta: Dar al-Kutub al-
Islamiyah, 2007
Juhaya, S.Praja. Pengantar Filsafat Islam. Bandung : Pustaka Setia, 2009.
al-Jumbulati , Ali. Perbandingan Pendidikan Islam. Kudus : al-Hikmah, 1990.
Kartapati, Ton. Bunga Rampai Asas-asas Penerapan dan Komunikasi, Jakarta:
Aksara, 1991
Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012
Mahali, A.Mudjab. Pembinaan Moral Di Mata Al-Ghazali,BPFE : Yogyakarta,
1984
al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir al-Maraghi. Kairo: Mustafa al-Babi al-
Halabi, 1382 H/1962.
Mubarak, Zaky. Al-Akhlāk Inda al-Ghazāli. Mesir: Dar al-Kitab al-Arabiy al-
Taba‟at al-Nasyr, 1968
Muhammad Masrur, Khazanah Perspektif al-Ghazali, Peneliti di el-Bukhari
Institute, Alumni Pesantren Ilmu Hadis Darus-Sunnah dan Dirasat
Islamiyah UIN Jakarta
al-Mizî, Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.
Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2001
Nasution, Hasyim. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), Bandung: Alfabeta, 2010.
Suhendar, M.E. Sari Mata Kuliah MKDU Bahasa Indonesia I, Bandung: Pioner
jaya, 1992
120
al-Tahhân, Mahmûd. Dasar-Dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad, ter. Mahmûd
Tahhân. Semarang: Dina Utama, 1995.
al-Tahhân, Mahmûd. Usûl al-Takhrij wa Dirasat al-Asaanid. Riyadh: Maktabah
al-Ma‟arif, 1991.
al-Thabari, Muhammad bin Yazid bin Jarir bin Khalid Abu Ja‟far. Tafsir al-
Qurtubi, Beirut : Dar al-Fikr, 1984.
Tim Depag RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI, 2009.
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Enslikopedi Islam. Jakarta : Van Hoeve Letiar
Baru, 1997.
Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017, Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan
Kemahasiswaan UIN Jakarta, 2017.
al-Tirmidzî, Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ. Sunan al-Tirmidzî. Beirut: Dâr al-
„Arabî al-Islamî, 1998.
Rijal, Syamsul. Bersama Al-Ghazali Filosof Alam Upaya Meneguhkan Keimanan,
Yogyakarta : Arruz , 2003.
Sholeh, Asrorun Ni‟am. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Elsas,tt
Syihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an,
Jakarta: Lentera Hati, 2002
Winsink. Al-Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāz al-Hâdîts al-Nabawiyyah. Leiden:
Maktabah Baril, 1936 M.
Zainudin, Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali. Jakarta : Bumi Aksara, 1991.