KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) INDEN DALAM PERSPEKTIF...
Transcript of KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) INDEN DALAM PERSPEKTIF...
KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) INDEN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
KHUROTUL AENI ELIYAH
NIM. 21413002
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
i
KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) INDEN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
KHUROTUL AENI ELIYAH
NIM. 21413002
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Belajarlah dari masa lalu, hiduplah untuk hari ini, dan berharaplah untuk
masa depan. Yang paling penting, jangan berhenti bertanya”
(Albert Einstein)
“Sesungguhnya kesulitan itu selalu disertai dengan kemudahan. Maka
apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh urusan yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu
berharap.”
(QS Al-Insyiroh : 6-8)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta sebagai motivator terbesar dalam hidupku yang
tak mengenal lelah dan mendoakan aku serta menyayangiku, terima kasih atas
semua pengorbanan, keringat dan kesabaran mengantarkanku sampai kini.
2. Adikku tercinta dan keluarga besar LKSA Aisyiyah Tuntang yang telah
memberikan dukungan moril maupun materiil.
3. Bapak M. Yusuf Khumaini, S.HI.,M.H. selaku Dosen Pembimbing yang
selalu memberikan saran, pengarahan, dan masukan sehingga skripsi dapat
selesai dengan maksimal sesuai dengan yang diharapkan.
4. Sahabat – sahabat seperjuangan Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2013
yang selalu memberikan warna dalam menempuh pemndidikan di IAIN
Salatiga.
vii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat kami selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Kami juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang telah
diberikan oleh-Nya sehingga kami dapat menyusun Penulisan Skripsi ini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepasa Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan
nanti.
Penulisan Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H), Fakultas Syari‟ah,
Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul : “Peran OJK dalam KPRS
Inden Menurut Fatwa DSN-MUI NO:1Ol/DSN-MUIIX/2016 Tentang Akad Al-
Ijarah Al-Ma Ushufah Fi Al-Dzimmah “. Penulis mengakui bahwa dalam
menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang
setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata,
namun perlu kiranya penulis mengucapkan teri kasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN
Salatiga
viii
3. Ibu Evi Ariyani, M. H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah
IAIN Salatiga.
4. Bapak M. Yusuf Khumaini, S.HI.,M.H. Selaku dosen pembimbing yang
selalu memberikan saran pengarahan dan masukan berkaitan dengan
penulisan sekripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan
yang diharapkan.
5. Ibu Nova selaku Narasumber OJK Solo yang telah berkenan memberikan
izin wawancara di OJK Solo serta memberikan informasi berkaitan
penulisan skripsi.
6. Ibu Luthfiana Zahriani, M. H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan sekripsi,
sehingga penulisan sekripsi ini bisa saya selesaikan.
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi
Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
8. Kedua orang tuaku tercinta, yang selalu mendo‟akan dan memberikan
dorongan kasih sayang serta semangat kepada penulis selama ini.
9. Kel. Ibu Endang Wiratni, Kel. Ibu Alimah, Ibu-ibu Pengurus LKSA Panti
Asuhan Putri „Aisyiyah Tuntang dan teman-teman, serta adik-adik
seperjuangan terima kasih atas dukungan, inspirasi dan do‟a untuk penulis
sehingga skripsi ini dapat selesai.
ix
10. Sahabat-sahabatku mbak yuliana, mbak dini, mbak rukayatun, mbak kanti,
dek janah yang senantiasa memberikan dukungan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2013 di
IAIN Salatiga.
12. Serta semua pihak yang telah ikut serta dalam penyusunan skripsi ini, yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisanya.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
Salatiga, 16 November 2017
Penulis.
x
ABSTRAK
Eliyah, Khurotul Aeni. 2017. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Inden Dalam
Perspektif Hukum Ekonomi Islam. Sekripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan
Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: M. Yusuf Khumaini, S.HI.,M.H.
Kata Kunci: KPR Inden, Hukum Ekonomi Syari’ah, Fatwa Al Ijrah Al
Maushufah Fi Al Dzimmah.
Islam tidak memperbolehkan adanya kemudharatan barang gharar, dalam
pelaksanaan pembelian, pemesanan atau dalam bentuk transaksi apapun. Islam
menganjurkan adanya kejelasan dalam bertransaksi baik itu pembelian ataupun
pemesanan dengan tujuan agar tidak terjadi adanya pihak – pihak yang dirugikan.
KPR Inden merupakan bentuk transaksi yang mana objeknya belum jelas, barang
dengan pembelian rumah yang cara pemesanan dan pembayarannya dengan cara
cicilan. Produk ini merupakan salah satu produk yang ditawarkan oleh Bank –
bank di Indonesia untuk membiayai pembelian kredit pemilikan rumah dengan
sistim Inden, dengan ketentuan dan spesifikasi yang berlaku.
Fokus penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan KPR Inden dan untuk mengetahui bagaimana KPR Inden dalam
perspektif hukum ekonomi islam.
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi pustaka (library research), yang
bertujuan untuk menganalisis mengenai KPR Inden dan fatwa DSN MUI dalam
Hukum Ekonomi Islam yaitu dengan reduksi data, penyajian data, analisa data
dan penarikan kesimpulan. Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan
kualitatif, yaitu kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati yang kemudian dituangkan ke dalam analisis skripsi ini. Metode
penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif atau penulisan kepustakaan
dengan menggunakan pendekatan fatwa dan perundang-undangan, terutama untuk
mengkaji peraturan yang berkaitan dengan Kredit Pemilikan Rumah Inden (KPR
Inden).
Hasil penelitian yang diperoleh, penulis menyimpulkan bahwa kelebihan
dan kekuarangan dari KPR inden yaitu mendapatkan harga perdana dan pengguna
dapat memesan harga yang relatif murah, dapat memilih lokasi sesuai yang
diinginkan, jika pembeli tidak selektif dalam memilih developer maka besar
kemungkinan mendapatkan developer nakal karena rentan dengan penipuan. KPR
inden telah dilaksanakan di masyarakat yang disediakan oleh Bank-bank di
Indonesia yang memiliki aturan dan ketetapan yang berlaku. Islam juga
memperbolehkan sewa inden dengan fatwa yang telah ditetapkan oleh DSN MUI.
Fatwa al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah dikeluarkan oleh DSN MUI untuk
melandasi KPR inden karena ketentuannya dianggap cocok, diantaranya harus
sesuai dengan jelas dan terukur spesifikasinya, dapat diserah terimakan baik
secara hakiki maupun secara hukum, dan sesuai prinsip syariah.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER .............................................................................. i
NOTA PEMBIMBING ............................................................................ ii
PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. iv
MOTTO ................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................ x
DAFTAR ISI ............................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan Penleitian ........................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ............................................................................ 7
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 9
G. Metode Penelitian .......................................................................... 10
H. Sistematika Penulisan .................................................................... 14
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KPR INDEN
A. Pengertian KPR Inden .................................................................... 16
B. Jenis – jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Inden ...................... 19
C. Landasan Hukum KPR Inden......................................................... 19
D. Jenis – jenis Pembiayaan KPR Inden ............................................. 20
E. Syarat dan Ketentuannya dalam Melakukan pembayaran
KPR Inden ..................................................................................... 22
F. KPR Inden dalam Perspektif Hukum Positif ................................. 23
G. Keunggulan Membeli Rumah Inden .............................................. 24
xii
H. Kelemahan KPR Inden ................................................................... 25
I. Tahap pengajuan KPR Inden ........................................................ 25
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI AKAD AL IJARAH AL
MAUSHUFAH FI AL DZIMMAH
A. Pengertian Mengenai akad Al Ijarah Al Maushufah
Fi Al Dzimmah ............................................................................... 28
1. Pengertian Umum Tentang Al Ijarah ..................................... 28
2. Pengertian Umum Tentang Al Ijarah Al Maushufah
Fi al dzimmah ........................................................................... 35
B. Pengertian Umum Tentang As Salam ............................................ 41
BAB IV ANALISIS KPR INDEN DALAM PERSPEKTIF HUKUM
EKONOMI
A. Analisis Kelebihan dan Kekurangan KPR Inden ........................... 46
B. Analisis KPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam .... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 82
B. Saran ............................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 85
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan utama setiap manusia adalah sandang, pangan, papan.
Dalam memenuhi kebutuhan sandang dan pangan manusia bisa
mendapatkannya dalam keseharian dari hasil pekerjaannya. Tetapi dalam hal
papan atau kebutuhan rumah, manusia harus berusaha untuk menabung jika
ingin mendapatkannya, tidak serta merta bisa mendapatkan rumah yang
diidamkan. Karena untuk mendapatkan rumah yang diidamkan seseorang
harus rela menyisihkan uang hasil pekerjaanya untuk menabung demi
mendapatkan sebuah rumah.
Dewasa ini rumah adalah kebutuhan pokok yang paling didambakan di
kalangan manusia. Rumah adalah tempat tinggal dimana didalamnya ada
kehidupan dan ada sosialisasi antar penghuninya, yang mampu memberikan
rasa aman dan nyaman ketika tinggal di dalamnya.
Manusia mempunyai kemampuan dan kecukupan yang berbeda dalam
memenuhi kebutuhannya, maka dalam pembelian rumah bermacam-macam
dalam pelaksanaan pembeliannya. Namun, tidak sedikit masyarakat yang
membeli rumah dengan cara cicilan dengan jangka waktu tertentu.
Pembayaran secara cicilan lebih meringankan pembeli dibandingkan dengan
pembayaran tunai. Kebutuhan akan rumah membuat perusahaan perbankan
serius untuk menggarap dan membuat produk bank tersebut. Pembiayaan
2
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) muncul karena adanya permintaan
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan rumah secara cicilan. Awalnya
produk ini dikelola oleh bank konvensional, tetapi beberapa masyarakat
menginginkan sebuah produk pembiayaan rumah yang sesuai dengan prinsip
syariah (Jogiyanto, 2005: 61).
Dalam perkembangan dunia perbankan terus mengalami kemajuan
yang sangat signifikan, dan dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia
tahun 1992, berdasarkan UU perbankan no. 7 tahun 1992 dan PP RI no. 72
tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil yang kemudian
dijabarkan dalam Surat edaran BI No.25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993
mengenai industi perkembangan perbankan syariah dari aspirasi masyarakat
Indonesia yang mayoritas muslim maka dunia perbankan terus tumbuh dan
berkembang dengan catatan prestasi yang sangat menggembirakan
(Sugiawati, 2009: 45).
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mempunyai kedudukan sangat
penting sebagai lembaga ekonomi Islam berbasis syariah di tengah proses
pembangunan Nasional. Maka hadirlah produk pembiayaan rumah dengan
prinsip syariah, yang dikenal dengan KPRS (Kredit Pemilikan Rumah
Syariah). Dengan berdirinya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan
implementasi dari pemahaman umat muslim di Indonesia terhadap prinsip-
prinsip muamalah dalam prinsip hukum ekonomi islam yang selanjutnya
dipresentasikan dalam bentuk perantara ekonomi islam lembaga keuangan
syariah bank dan non-bank (Sudarsono, 2012: 15). Kemudian, dari Lembaga
3
Keuangan Syariah (LKS) tersebut, DSN-MUI mengeluarkan fatwanya yaitu
Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-Dzimmah. Akad tersebut berasal dari dua unsur
yaitu akad ijarah dan akad salam, akad tersebut melandasi Kredit Pemilikan
Rumah secara Inden (KPR-Inden).
Dewan Syari‟ah Nasional (DSN MUI) menjelaskan bahwa, Al-Ijarah
al-Maushufah fi al-Dzimmah adalah akad sewa-menyewa atas manfaat suatu
barang (manfaat „ain) dan/atau jasa („amal) yang pada saat akad hanya
disebutkan sifat-sifat dan spesifikasinya (kuantitas dan kualitas). Manfaat
barang dan pekerjaan dalam akad ini, harus diketahui dengan jelas dan terukur
spesifikasinya supaya terhindar dari perselisihan dan sengketa (al-niza‟),
dapat diserahterimakan, baik secara hakiki maupun secara hukum, disepakati
waktu penyerahan dan masa ijarahnya, dan sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam melakukan transaksi al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah yang perlu
diperhatikan terkait ketentuan barang sewa.
QS. al-Baqarah: 233:
4
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum
dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka
tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan
oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu
kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan”.
Menurut AI-Ma'ayiral-Syar'iyyah bahwa, Akad al-Ijarah al-Maushufah
fi al-Dzimmah boleh dilakukan dengan kriteria, barang sewa dapat terukur
meskipun obyek tersebut belum menjadi milik pemberi sewa (pada saat ijab-
qabul dilakukan), waktu penyerahan barang sewa disepakati pada saat akad,
barang sewa tersebut harus diyakini dapat menjadi milik pemberi sewa baik
dengan cara memperolehnya dari pihak lain maupun membuatnya sendiri,
tidak disyaratkan pembayan ujrah didahulukan (dilakukan pada saat akad)
selama ijab-qabul yang dilakukan tidak menggunakan kata salam atau salaf,
apabila barang sewa diterima penyewa tidak sesuai dengan kriteria yang
disepakati, pihak penyewa berhak menolak dan meminta gantinya yang sesuai
dengan kriteria yang disepakati pada saat akad (Fatwa DSN-MUI
NO:1Ol/DSN-MUIIX/2016).
5
Menurut Badr al-Hasan al-Qasimi dalam al-Ijarah al-Maushufah fi al-
Dzimmah menjelaskan sebagai berikut: “Adapun al-Ijarah al-Maushufah fi
al-Dzimmah bersifat ke depan (forward ijarah), boleh dilakukan dengan
syarat kriteria obyeknya dapat digambarkan secara terukur dan diserahkan
pada waktu tertentu sesuai kesepakatan saat akad”. (Fatwa DSN-MUI
NO:1Ol/DSN-MUIIX/2016). Rumah merupakan kebutuhan pokok manusia,
sebagaimana halnya makanan dan pakaian. Rumah memiliki arti penting bagi
sebuah keluarga. Maka tidak heran apabila permintaan masyarakat akan
rumah tiap tahun terus bertambah. Walaupun produk Ijarah Maushufah fi al-
Dhimmah baru saja diaplikasikan dalam produk perbankan Islam. Namun
akad Ijarah al maushufah fi dhimmah sudah mampu melandasi dan digunakan
secara meluas di masyarakat dan sampai saat ini masih digandrungi oleh
masyarakat. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik
membahas “KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) INDEN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penulisan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
suatu pokok permasalahan yaitu :
1. Bagaimana Kelebihan dan Kekurangan KPR Inden?
2. Bagaimana KPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam?
6
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah teruraikan, maka tujuan dari
penulisan ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Kelebihan dan Kekurangan KPR Inden.
2. Untuk mengetahui KPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam.
D. Manfaat Penelitian
Selain memiliki tujuan, penelitian ini memiliki manfaat. Manfaat yang
dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pandangan positif
bagi perusahaan, sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk
menyempurnakan pelayanan yang baik bagi nasabah terutama pada KPR
Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam dalam melandasi KPR
Inden.
2. Bagi peneliti
a. Laporan ini berguna untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Strata 1 (S1) dan untuk memenuhi persyaratan kelulusan di Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
b. Menambah ilmu pengetahuan dan mengetahui selama penelitian
dilaksanakan dan sebagai referensi penelitian berikutnya dalam
melakukan penelitian KPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi
Islam.
7
3. Bagi Instansi
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi bagi peneliti
lain yang sejenis dimasa mendatang, sehingga dapat memperbaiki
keterbatasan dan kelemahan yang ada pada penulisan skripsi ini, dalam
melakukan penelitian KPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi
Islam.
E. Penegasan Istilah
Penulisan bahwa judul skripsi adalah KPR Inden dalam Perspektif
Hukum Ekonomi Islam. Untuk menghindari kesalahpahaman, maka penulis
mengemukakan judul skripsi ini sebagai berikurt :
1. KPR Inden
KPR inden adalah transaksi jual beli dengan sewa pesanan, dimana
pihak pembeli memesan suatu barang kepada pihak penjual untuk
dibuatkan rumah baginya, dan bank sebagai penjual menyediakan fasilitas
KPR Inden kepada nasabah atas pengadaan rumah yang dipesan oleh
nasabah dengan cara bank membeli tanah dan rumah dari pengembang
untuk kepentingan atas pesanan nasabah dan selanjutnya bank menjual
rumah pesanan tersebut kepada nasabah sehingga bank mempunyai hak
tagih kepada nasabah, yang akan dibayar oleh nasabah secara angsuran
atau sekaligus pada saat jatuh tempo pembayaran.
8
2. Akad
Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang di benarkan oleh
syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya (Dewi, 2006:
47). Sedangkan akad menurut Anwar (2010: 68) yaitu pertemuan ijab dan
qabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan
suatu akibat hukum pada objeknya.
Dalam skripsi ini dilakukan karena adanya antara si penyewa dan
yang menyewakan melakukan suatu kesepakatan dalam melakukan akad
Al Ijarah Al Ma Ushufah Fi Al Dzimmah.
3. Fatwa DSN-MUI
Fatwa DSN-MUI merupakan perangkat aturan yang bersifat tidak
mengikat dan tidak ada paksaan secara hukum bagi sasaran diterbitkannya
fatwa untuk mematuhi ketentuan fatwa tersebut. Namun di sisi lain, fatwa
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengikat,
secara hukum setelah diserap dan ditransformasikan ke dalam perundang-
undangan karena menjadi salah satu aspek hukum dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan. Jadi, secara tidak langsung fatwa Dewan
Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menjadi suatu
aturan yang mengikat dalam operasional lembaga keuangan syariah.
Dalam skripsi ini fatwa DSN-MUI berkaitan erat dengan penelitian,
karena fatwa DSN-MUI adalah landasan dari akad Al Ijarah Al Ma
Ushufah Fi Al Dzimmah.
9
4. Al ijarah al ma ushufah fi al dzimmah
Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah adalah akad sewa-
menyewa atas manfaat suatu barang ('ain) atau jasa ('amal) yang pada
saat akad hanya disebutkan sifat-sifat, kuantitas dan kualitasnya
(spesifikasi).
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian merupakan mata rantai dari penelitian sebelumnya, karena
penelitian yang penulis teliti ini menganalisis mengenai “KPR Inden dalam
Perspektif Hukum Ekonomi Islam”. Beberapa penelitian terdahulu yang
menjadi acuan dan perbandingan bagi penelitian ini antara lain yaitu :
Skripsi karya Ratnaningrum mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tahun
2009 dengan judul Penerapan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Syariah di
Indonesia. Penelitian ini mengkaji mengenai akad, jangka waktu dan harga
unitnya. Namun penelitian ini berfokus pada pelaksanaan produk Pembiayaan
Pemilikan Rumah (PPR) Syariah.
Buku Rachmat Firdaus dan Maya Ariyati yang berjudul Manajemen
Perkreditan Bank Umum buku ini membahas tentang langkah-langkah kredit
di Bank Umum. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dan pihak lain. Kredit Sindikasi adalah kredit yang
diberikan secara bersama-sama oleh dua bank atau lebih atau perusahaan
pembiayaan lainnya dengan pembagian dana, resiko dan pendapatan sesuai
10
kepesertaan. Penjelasan kredit tersebut merupakan arti kredit berdasarkan
pedoman akuntansi perkreditan.
Ratri Widiastuti dalam penelitian skripsi dengan judul Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Praktek Sewa Menyewa Kamar Kost Di Kelurahan
Baciro Kota Yogyakarta menyimpulkan bahwa temuan penelitian ini
menunjukan bahwa kesepakatan yang terjadi antara penyewa dan pemilik
kamar sewaan dilakukan secara lisan dan tertulis. Hal ini dilakukan sesuai
dengan hukum Islam dengan memenuhi rukun dan syarat. Untuk penentuan
harga dan jangka waktu sewa telah ditentukan berdasarkan berbagai fasilitas
yang disediakan seperti fasilitas fisik dan non fisiknya. Sedangkan
wanprestasi yang terdapat pada praktek sewa menyewa ini diselesaikan
dengan suatu ganti-rugi yang sebelumnya disepakati oleh kedua belah pihak.
G. Metode Penelitian
Metode memegang peran penting dalam mencapai suatu tujuan,
termasuk juga metode dalam suatu penelitian. Metode penelitian yang
dimaksud adalah cara-cara melaksanakan penelitian berdasarkan fakta-fakta
atau gejala-gejala secara ilmiah (Kholid Narbukoi, dan Abu Achmadi, 2008:
13). Dalam menyusun skripsi ini, penyusun menggunakan penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
sumber yang dapat memberikan informasi, dapat berupa hal, peristiwa,
11
manusia, situasi yang diobservasi dan jenis penelitian yang digunakan
adalah kepustakaan/ library reseach yaitu desain penelitian yang disusun
dalam rangka memberikan gambaran secara sistematis tentang informasi
ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian. Penelitian yang
berfokus pada penjelasan sistematis dan analisis dari fakta yang diperoleh
saat penelitian dilakukan mengenai kredit pembayaran rumah secara
inden (Sanusi, 2012: 13). Jenis ini dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data seteliti mungkin
tentang objek yang diteliti.
2. Pendekatan penelitian
Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu
pendekatan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang tidak
dituangkan ke dalam variabel atau hipotesis (Amirudin, 2004: 15).
Penelitian kualitatif karena data-data yang dibutuhkan tidak kuantitatif.
Metode penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif atau penulisan
kepustakaan dengan menggunakan pendekatan fatwa dan perundang-
undangan, terutama untuk mengkaji peraturan yang berkaitan dengan
kredit pemilikan rumah inden (KPR inden).
12
3. Sumber Data
Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat
diperoleh (Meleong, 2000: 114). Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh suatu
badan dan diterbitkan oleh badan itu pula. Badan lain dapat
memperolehnya bila memerlukannya (Djarwanto, 1993: 9). Dalam
penelitian ini data primer terdiri dari KPR Inden dalam Perspektif
Hukum Ekonomi Islam dan Fatwa DSN MUI No 101 Tahun 2016
tentang Akad Al Ijarah al Maushufah fi al Dzimmah (IMFD).
Ketentuan Fatwa DSN MUI No 101 Tahun 2016 tentang
Akad Al Ijarah al Maushufah fial Dzimmah (IMFD) diatur terkait
ketentuan-ketentuan akad IMFD yaitu bahwa akad al-Ijarah al-
Maushufah fi al-Dzimmah boleh dilakukan dengan mengikuti
ketentuan dalam fatwa ini. Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-
Dzimmah berlaku secara efektif dan menimbulkan akibat hukum,
baik berupa akibat hukum khusus (tujuan akad) maupun akibat
hukum umum, yaitu lahirnya hak dan kewajiban, sejak akad
dilangsungkan.
Dalam hal penulisan skripsi ini data primer didapatkan dan
dianalisa dari fatwa yang telah ditentukan oleh Dewan Syariah
Nasional Majlis Ulama Indonesia.
13
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang dilaporkan oleh suatu
badan, sedang badan ini tidak langsung mengumpulkan sendiri
melainkan diperoleh dari pihak lain yang telah mengumpulkan
terlebih dahulu dan menerbitkannya (Djarwanto, 1993: 9).
Dalam hal penulisan skripsi ini data sekunder yang
digunakan berupa dokumen atau literature mengenai gambaran
umum tentang KPR inden dan al ijarah al maushufah fi al dzimmah
dengan informasi yang ada, serta berbagai sumber-sumber
informasi lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
c. Metode Pengumpuan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau Library
Research, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka (Mahmud, 2011: 107).
Penelitian kepustakaan (library reseach) ialah penelitian yang
menggunakan cara untuk mendapatkan data informasi dengan
menempatkan fasilitas yang ada di perpus, seperti buku, jurnal,
artikel, dokumen, catatan sejarah, atau kaitannya dengan hal ini.
Sementara itu, kajian dalam penelitian ini yang dilakukan yaitu
menganalisa tentang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Inden dan
Fatwa DSN-MUI. Dalam hal tersebut dianggap sebagai sumber
data yang akan diolah dan sebagai tujuan penelitian. Penelitian
yang dilakukan dengan cara menelaah dan membandingkn sumber
14
kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis.
Disamping itu dengan menggunakan studi pustaka penulis dapat
memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang
diharapkan, sehingga pekerjaan peneliti tidak merupakan duplikasi.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab yang akan berkaitan
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bagian awal terdiri dari halaman sampul, halaman judul, lembar
pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi,
dan daftar lampiran.
2. Bagian inti terdiri dari :
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II : Menjelaskan tentang kajian pustaka yang menjelaskan
tentang pengertian, landasan atau dasar yang berkaitan
dengan KPR Inden.
BAB III : Menjelaskan konsep al ijarah, menjelaskan konsep as
salam dan menjelaskan fatwa mengenai al ijarah al
maushufah fi al dzimmah.
15
BAB IV : Menjelaskan bagaimana kelebihan dan kekurangan KPR
Inden, menjelaskan bagaimana KPR Inden dalam
perspektif hukum islam.
BAB V : Menjelaskan bagian akhir penulisan yang mencakup
kesimpulan dan saran dari penulis.
3. Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran dan
dokumentasi.
16
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG KPR INDEN
A. Pengertian KPR Inden
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai banyak
aktivitas keuangan dimana salah satunya adalah melayani kegiatan kredit
pemilikan rumah (KPR). Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yaitu kredit jangka
panjang yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada debiturnya untuk
mendirikan atau memiliki rumah diatas sebuah lahan dengan jaminan
kepemilikan atas rumah itu sendiri (Siregar, 2017: 10).
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah suatu fasilitas kredit yang
diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan
membeli atau memperbaiki rumah. KPR merupakan salah satu alternatif cara
untuk memiliki sebuah hunian rumah dengan cara kredit (Budiman, 2014: 59).
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pengertian kredit menurut Undang-
Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah :
“penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Adapun dalam Pasal 1 angka 4 Naskah Perjanjian Kredit
Bank Tabungan Negara dinyatakan bahwa Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) adalah kredit yang diberikan oleh Bank kepada Debitur untuk
digunakan membeli rumah dan/atau berikut tanah guna dimiliki dan
dihuni atau digunakan sendiri. Johannes Ibrahim menyatakan bahwa
17
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah salah satu bentuk kredit
consumer yang dikenal pula dengan nama “housing loan” (pinjaman
yang diberikan untuk pembelian rumah). Pemberian fasilitas ini
ditujukan untuk konsumen yang membutuhkan rumah digunakan
untuk kepentingan pribadi, keluarga atau rumah tangga, tetapi tidak
ditujukan untuk kepentingan yang bersifat komersial dan tidak
memiliki pertambahan nilai barang dan jasa dimasyarakat (Ibrahim,
2004: 70).
Pengertian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menurut Bank Indonesia,
“KPR adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh
perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau
memperbaiki rumah”. Kredit perumahan (KPR) merupakan salah
satu jenis dari kredit konsumtif, yaitu fasilitas kredit untuk
pembelian/pembangunan/renovasi rumah tinggal, rumah susun, ruko,
rukan, apartemen, dan vila atau untuk pembelian kavling/tanah
matang, atau untuk refinancing, dengan jaminan berupa objek yang
dibiayai (Budiman, 2014: 69).
Kesimpulan dari pengertian KPR di atas yaitu Kredit Pemilikan
Rumah yang disediakan oleh pihak perbankan kepada para debitur dan
kreditur yang hendak melakukan suatu perikatan kredit jual beli tempat
tinggal dan merupakan salah satu produk dari lembaga perbankan yang
memiliki fasilitas dalam pembelian dan pemilikan rumah dengan pembayaran
secara cicilan atau tunai atas sebuah lahan dengan jaminan kepemilikan atas
rumah dan lahan itu sendiri.
Disebut inden karena barang dengan pembelian rumah yang belum
jadi dengan cara pemesanan dan pembayaran dengan cara cicilan atau bisa
disebut utang. Ini memang menarik dikalangan masyarakat, selain
menguntungkan bagi pihak developer juga menarik bagi para kreditur karena
dapat membeli barang dengan bisa memilah-milah barang yang akan dibeli
18
meski barang itu belum jadi, dan memudahkan para pembeli dalam
pembayarannya.
KPR inden merupakan salah satu produk perbankan atas
pembelian rumah yang ready stock atau indent. Rumah yang ready
stock adalah rumah yang telah siap dibangun, siap huni dan telah
terpasang instansi meteran listrik dan airnya, sedangkan rumah
indent adalah rumah yang akan dibangun setelah ada pembelinya
yang dikerjakan oleh kontraktor melalui perintah dari pengembang
perumahan (selajutnya disebut developer). Rumah yang dapat dibeli
atau dibiayai oleh bank secara KPR tidak hanya mencakup rumah
tempat tinggal saja tetapi juga bisa berupa rumah toko (ruko), rumah
kantor (rukan), apartemen, renovasi (rumah tempat tinggal, ruko,
rukan, dan apartemen), dan konstruksi (untuk pembangunan rumah
tempat tinggal, ruko,rukan) (Maryanto, 2011: 124).
Barang pada produk KPR inden harus jelas ciri-cirinya dari barang
yang dipesan dan barang tersebut harus dapat diakui sebagai utang karena
pembayaran dilakukan secara cicilan atau setelah serah terima barang. Dalam
pembelian harus menyebutkan spesifikasi barangnya apabila dalam
pembelian terdapat cacat atau kesalahan dalam pemberian barang kepada
nasabah tidak sesuai dengan spesifikasinya, bank dapat memberikan
ketentuan buy buck atau membeli kembali seluruh barang atau bangunan yang
dikerjakan oleh developer, dimana bank akan mengembalikan uang muka
kepada nasabah tapi hanya sebagian kecil saja yang dapat bank kembalikan
kepada nasabah (Anshori, 2007: 38).
19
B. Jenis-jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Inden
Menurut Bank Indonesia terdapat 2 (dua) jenis KPR yang dikenal di
Indonesia dintaranya yaitu KPR Subsidi dan KPR non subsidi, yaitu :
a. KPR Subsidi, yaitu suatu kredit yang diperuntukan kepada masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan
perumahan atau perbaikan rumah yang telah dimiliki.
b. KPR Non Subsidi, yaitu suatu KPR yang diperuntukan bagi seluruh
masyarakat. Ketentuan KPR ditetapkan oleh bank, sehingga penentuan
besarnya kredit maupun suku bunga dilakukan sesuai kebijakan bank
yang bersangkutan
(www.bi.go.id/id/iek/produk-jasa-perbankan/jenis/Document/KPRumah.pdf ).
C. Syarat – syarat Mengajukan Pembelian KPR Inden
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) inden merupakan sebuah program KPR
yang dapat digunakan konsumen untuk membeli rumah yang belum
sepenuhnya selesai. Sebelum mengajukan KPR inden, ada yang harus
perhatikan, yaitu :
1. Pastikan asal-usul pengembang dan contoh proyeknya yang rampung
dibangun. Jangan sampai uang inden yang sudah dibayarkan
menimbulkan kerugian, atau tidak sesuai dengan keinginan atau tidak
selesai sesuai target.
2. Cek kembali dokumen atau surat resmi dari pengembang atau penjual
rumah. Menghindari terjadinya penipuan. Gunakan jasa konsultan hukum
20
untuk mengetahui dokumen tersebut asli dan tidak memiliki masalah
hukum.
3. Cari pengembang yang sudah lama menjalin kerja sama dengan pihak
bank. Karena pengembang-pengembang tersebut pasti melalui proses
yang ketat jika ingin bekerja sama dengan bank. Jadi reputasinyapun
akan baik.
D. Sistem Transaksi KPR Inden
1. Dibuat perjanjian pemesanan yang ditandatangani oleh pengembang dan
konsumen setelah konsumen sepakat mengenai tipe, lokasi, harga rumah,
dan cara pembayaran.
2. Dengan ditandatanganinya surat pemesanan, maka dibuat surat
pengikatan jual beli yang ditandatangani oleh pengembang dan
konsumen. Perjanjian pengikatan jual beli dapat dibuat secara akta
Notaris maupun di bawah tangan. Alasan dilakukannya pengikatan jual
beli karena rumah sebagai objek jual beliitur belum dapat diserahkan
oleh pengembang kepada konsumen dan harga pembelian rumah belum
sepenuhnya dibayar oleh konsumen kepada pemegang.
3. Dengan terjadinya pengikatan jual beli antara pengembang dengan
konsumen, maka konsumen diwajibkan untuk:
1. Membayar uang muka kepada pengembang (dalam hal pembelian
KPR inden).
2. Membayar angsuran bertahap untuk pertama kali.
21
3. Pelunasan harga pembelian (dalam hal pembelian dengan tunai)
(Sjahdeini, 1993: 66).
E. Landasan Hukum KPR Inden
Peraturan Bank Indonesia No.17/10/PBI/2015 tanggal 18 Juni 2015
tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau
Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor Menetapkan bahwa Uang Jaminan yang selanjutnya
disebut Deposit adalah uang yang harus diserahkan oleh nasabah kepada
Bank dalam rangka kepemilikan properti yang dilakukan dengan akad Ijarah
Muntahiya Bittamlik (IMBT).
Kemudian sekarang DSN-MUI mengeluarkan Fatwa baru pada akhir
tahun 2016, DSN-MUI mengeluarkan Fatwanya Nomor 101/DSN-
MUI/X/2016 mengenai produk baru yang dapat diterapkan oleh perbankan
syariah yaitu fatwa mengenai akad al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah.
Ditetapkannya fatwa mengenai al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah
membuka peluang bagi perbankan syariah untuk memperluas pasarnya,
karena dalam praktik bisnis banyak kebutuhan transaksi terhadap objek yang
sedang/akan dibangun atau bisa disebut inden.
F. Jenis - jenis pembiayaan KPR Inden
Secara umum pembiayaan yang dapat dibiayai oleh KPR adalah
pembiayaan rumah dengan status ready stock, inden, dan take over.
22
sedangkan jenisnya tidak hanya rumah tinggal saja, tetapi bisa berupa ruko,
rusun, dan apartemen, baik itu dilakukan secara individu maupun lembaga.
Pembiayaan rumah dengan ready stock adalah pembiayaan rumah siap
pakai atau sudah jadi sedangkan pembelian rumah dengan status inden adalah
pembiayaan rumah dalam bentuk pesanan diatas lahan/kavling yang sudah
dimiliki maupun yang belum dimiliki calon pembeli. Pembiayaan rumah take
over adalah pengambil alihan yang sedang berjalan dari satu pembeli ke
pembeli lainnya (Huzaimah, 2017: 16). Jenis – jenisnya yaitu :
1. Pembelian rumah baru dari (developer atau perorangan).
Pembelian rumah baru dari developer apabila dilihat dari fisik rumah
dapat dibagi menjadi 2 macam:
a. Bangunan rumah sudah jadi (ready stock)
Apabila bangunan sudah jadi, sudah berdiri, jelas bank akan jauh
lebih mudah untuk menilai fisik bangunan dan tidak sulit.
b. Bangunan belum jadi masih berupa tanah (inden)
Apabila bangunan belum jadi, maka developer harus mau menjalin
kerjasama dengan bank terlebih dahulu, mengingat kemungkinan
sertifikat masih bersifat induk. Hal ini sangat beresiko buat bank
maupun penjual rumah (Maryanto, 2011: 24).
2. Pembelian Rumah Bekas (second)
Untuk pembelian rumah bekas umumnya tidak benyak masalah. Hanya
bank akan melihat dan meneliti kelengkapan dokumen dan legalitasnya,
yang pasti jaminan harus bersih tidak dalam sengketa, tidak diblokir,
23
harus sesuai dengan buku tanah yang ada di BPN (Badan Pertanahan
Nasional), dan sesuai peruntukannya dan tanahnya ada akses jalan, tidak
ada rencana-rencana pemerintah yang menyebabkan kerugian.
3. Pembelian Apartemen Baru/Bekas
Untuk pembelian apartemen, sangat berbeda dengan kondisi yang lainnya.
Perbedaan yang sangat menyolok adalah mengenai kepemilikan tanahnya
berupa “strata title”, dimana 1 petak tanah sama dimiliki oleh beberapa
orang (karena bangunan bertingkat-tingkat).
4. Renovasi Rumah/Ruko/Rukan
Untuk penghitungan plafon kredit KPR Konstruksi butuh RAB
(Rancangan Anggaran Biaya) secara detail dan gambaran-gambarannya
dari vendor. Pencairan dananya bisa saja per termin atau sekaligus
tergantung dari situasi, kondisi, kebijakan bank, dan debitur.
5. Konstruksi (Pembangunan Rumah, Ruko, Rukan)
Untuk pengajuan KPR jenis ini, tanah yang dibangun merupakan tanah
yang sudah dimiliki oleh calon debitur. Sistem pencairan dana dilakukan
secara bertahap atau per termin. Termin disesuaikan dengan prestasi
bangunan. Secara sederhana termin bangunan dibagi menjadi 4 termin,
yaitu: Termin I (Fondasi), Termin II (Dinding), Termin III (Atap), dan
Termin IV (Finishing) (Maryanto, 2011: 25).
24
G. Syarat dan ketentuannya dalam melakukan pembayaran KPR Inden
Dalam permohonan pengajuan KPR inden tentu tidak serta merta
memberikan kredit pemilikan rumah kepada setiap pemohon. Pihak bank
memiliki penilaian tersendiri terhadap pihak debitur yang dianggap layak
untuk mendapatkan KPR inden. Pihak bank memiliki strategi tersendiri untuk
melakukan pemberian KPR inden yang hampir sama dengan KPR biasa yaitu
dengan menggunakan 5C (Character, Capacity, Capital, dan Condition of
Economy) yang artinya yaitu:
a. Character, bank bertugas untuk menganalisis identitas pemohon yang
mengajukan KPR. Bank melihat data-data yang ada untuk memudahkan
pihak bank dalam melakukan cek validasi identitas pemohon KPR.
b. Capacity, berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
mengembalikan pinjaman. Dalam hal ini, bank akan melihat dan
menilai debiturnya dari lampiran slip gaji atau surat keterangan gaji
yang diterima dari pemohon.
c. Capital, yaitu modal usaha dari pemohon yang harus diketahui oleh
pihak tertentu.
d. Collateral, atau yang biasa disebut agunan yaitu jaminan tambahan
yang diserahkan oleh debitur kepada bank dalam rangka pemberian
fasilitas kredit, yakni sebagai antisipasi jika seandainya debiturnya tidak
dapat mengembalikan pinjamannya dalam waktu yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak.
25
e. Condition of economy, yaitu bank berhak untuk mengetahui prospek
usaha yang sedang dilakukan oleh calon debitur (Taufik, 2011: 58-61).
H. KPR Inden dalam Perspektif Hukum Positif
KPR inden untuk hak dan kewajiban konsumen, pengembang, serta
pihak bank, yaitu:
a. Konsumen, berkewajiban membayar sesuai syarat dan cara pembayaran
dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Jika terlambat maka
didenda atau ditegur, dan apabila jika tidak bisa membayar maka
perjanjian dibatalkan dan uang yang dibayar dipotong ganti rugi
pengembang.
b. Pengembang (Developer), kewajibannya adalah menyerahkan barang
yang sudah dibayar dan menjamin pembeli dapat memiliki barang
dengan tentram serta bertanggung jawab pada cacat-cacat yang
tersembunyi. Haknya menerima pembayaran dan berhak mengalihkan
perjanjian kepada pihak ketiga (bank) dalam urusan pembayaran.
c. Pihak bank, berkewajiban memberikan kredit sesuai porsi yang
dimohonkan oleh pemohon kredit. Haknya memperoleh informasi yang
jelas dan benar tentang keadaan keuangan dari kosumen. Berhak juga
atas pembayaran angsuran yang ditambah bunga dan denda serta
jaminan.
26
I. Keunggulan Membeli Rumah Inden
a. Mendapatkan Harga Perdana
Harga perdana biasanya ada pada rumah yang baru launching, dan
pada saat launching rumah juga belum terbangun atau masih inden. Pada
saat waktu tersebut biasanya ada keuntungan jika harga rumah yang
ditawarkan terhitung murah, karena sehari setelah launching harga rumah
tersebut pasti naik.
b. Bisa memperoleh letak atau posisi kavling yang terbaik
Pembeli bisa memilih lokasi rumah sesuai dengan yang diinginkan,
dengan begitu bisa memperoleh letak atau posisi kavling yang terbaik
dari segi harga maupun lokasinya.
c. Mempunyai kemudahan cara atau sistem bayar
Salah satu alasan konsumen memilih rumah inden adalah adanya
kemudahan sistem bayar, kemudahan Dp atau uang muka yang bisa
diangsur oleh pembeli minimal 3 bulan atau lebih, yang terpeting disini
adalah kedua belah pihak baik konsumen atau developer tidak rugi
namun bisa dapat untung.
J. Kelemahan KPR Inden
a. Kemungkinan besar untuk ditipu
Ada beberapa pengembang nakal yang karena produk tersebut tidak
laku, mereka lantas tak jadi membangun dengan tidak mengembalikan
uang konsumen.
27
b. Tak mengetahui bentuk
Akibat bangunan yang belum jadi, pembeli hanya menerka-nerka
seperti apa bentuk bangunannya, tidak jarang hasilnya tak sesuai
ekspektasi.
c. Sulit mendapat kredit inden dari bank
Bank tidak serta merta memberikan kredit inden terhadap pemesan,
karena bank harus memastikan terlebih dahulu dari pihak pemesan dan
pengembang untuk mendapat pinjaman atau kredit inden untuk properti
yang belum jadi supaya tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
d. Masih sepi
Dikarenakan membeli disaat bangunan belum jadi, ketika menempati
pun, komunitas di area tersebut masih belum terbentuk dan terkesan sepi.
K. Tahap pengajuan KPR Inden
a. Booking fee
Tahap awal setelah sepakat dengan harga rumah inden adalah bayar
booking fee alias biaya pemesanan. Besarannya bervariasi, sekitar Rp 10
juta. Biaya ini umumnya mengurangi besaran uang muka.
b. Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) diperlukan untuk mengikat
pengembang dan pembeli agar patuh dalam transaksi. Isinya antara lain
detail rumah dan hak-kewajiban masing-masing pihak. Biasanya, PPJB
dibuat dan ditandatangani setelah penyerahan booking fee.
28
c. Penyerahan dokumen
Dokumen syarat KPR inden diserahkan ke pihak bank. Setelah itu,
bank melakukan penilaian untuk menentukan diterima atau tidaknya
permohonan KPR inden, antara lain lewat wawancara dengan pemohon.
d. Uang muka
Jika permohonan diterima, bayar uang muka sesuai dengan
ketentuan. Jika harga rumah Rp 500 juta dan DP ditetapkan 15 persen
seperti peraturan dan ketentuan yang berlaku, pembeli harus setor Rp 75
juta. Selain uang muka, biaya pra-kredit yang mesti dibayar adalah
provisi, appraisal, dan asuransi. Asuransi mencakup pertanggungan jiwa
dan kebakaran.
e. Akad kredit
Ketika DP dibayar, harus ada notaris yang menyaksikan. Notaris ini
ditugasi bank, tapi kita bisa juga mengusulkan notaris sendiri. Tugasnya
mengurus segala dokumen KPR inden, seperti perjanjian/akad kredit,
Akta Jual Beli (AJB), biaya balik nama, pajak, cek sertifikat, dan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
f. Bayar cicilan
Seusai akad kredit/ pemesanan selesai, pengembang langsung
membangun rumah sesuai dengan perjanjian. Sementara itu, kita bayar
cicilan tiap bulan.
29
g. Evaluasi
Inilah yang membedakan antara KPR rumah inden dan sudah jadi.
Dalam perjanjian khusus antara pengembang dan bank, ditentukan
target selesainya rumah. Rumah 1 lantai umumnya dipatok 12 bulan
harus selesai, sementara rumah 2 lantai maksimal 18 bulan.
30
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAI AKAD AL IJARAH AL
MAUSHUFAH FI AL DZIMMAH
A. Pengertian Mengenai Akad Al Ijarah Al Maushufah Fi Al Dzimmah
1. Pengertian Akad Al Ijarah
a. Pengertian Akad Al Ijarah
Dalam istilah fiqh, akad secara umum merupakan sesuatu
yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang
muncul dari satu pihak seperti wakaf, talak, maupun dari dua
pihak seperti jual beli, sewa, wakalah dan gadai (Ascarya, 2008:
35).
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah
adalah ijarah atau sewa-menyewa, kontrak, menjual jasa, upah-
mengupah dan lain-lain. Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang
berarti Al „Iwadu (ganti) (Sayyid,1987: 7). Ijarah menurut arti
bahasa adalah nama upah (Aliy: 286). Menurut pengertian syara‟
Al ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian (Sayyid,1987: 52).
Menurut fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000
tentang pembiayaan Ijarah yaitu :
“ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian akad
31
ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya
pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan pada
penyewa.
Terdapat perbedaan pendapat diantara ulama fiqh tentang
pengertian ijarah, perbedaan tersebut diantaranya adalah:
1) Menurut Hanfiyah, ijarah ialah akad untuk
memperbolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan
disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
2) Menurut Malikiyah, ijarah adalah nama bagi akad-akad
untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan
sebagian yang dapat dipindahkan.
3) Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah,
ijarah adalah akad atas suatu manfaat yang diketahui dan
sengaja untuk memberi dan memperbolehkan imbalan
diketahui dan sengaja untuk memberi dan
memperbolehkan imbalan diketahui ketika itu.
4) Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khitab, ijarah yaitu
pemilikan manfaat dengan adanya manfaat dengan
adanya imbalan dan syarat-syarat.
5) Menurut Sayid Sabiq, ijarah adalah suatu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
6) Menurut Habi Ah-Shiddiqie bahwa ijarah aalah akad
yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa
tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama
dengan menjual manfaat.
7) Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil
manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti
menurut syarat-syarat tertentu (Suhendi, 2014: 144-115).
Akad al ijarah al maushuah fi dzimmah adalah akad ijarah
dengan harga (upah) dibayar tunai, sedangkan obyek sewa
diserahkan pada waktu yang disepakati. Akad yang terdiri dari
dua akad, yaitu akad ijarah dan akad salam. Kemudian yang
melandasi produk KPR inden yaitu sebuah program KPR yang
dapat dipakai calon debitur untuk memiliki rumah yang belum
32
sepenuhnya selesai atau masih dalam pemesanan yang disebut
inden.
b. Rukun –rukun dan syarat Al Ijarah
Dalam menjalankan muamalah atau suatu transaksi perlu
diperhatikan di dalamnya bahwa terdapat pula rukun dan syarat
yang harus dipenuhi untuk memenuhi sahnya atau jalannya
bermuamalah.
1) Rukun-rukunnya yaitu :
a) Mu‟jir (Orang/ barang yang disewa) adalah orang yang
memberikan upah dan yang menyewakan atau mu‟jir
adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang
lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
b) Musta‟jir (Orang yang Menyewa) adalah orang yang
menerima upah untuk melakukan sesuatu atau
musta‟jir adalah orang yang menyumbangkan
tenaganya, atau orang yang menjadi tenaga kerja dalam
suatu pekerjaan dan mereka menerima upah dari
pekerjaannya itu.
c) Ma‟qud alaihi (barang yang menjadi Objek) adalah
Sesuatu yang dikerjakan dalam upah mengupah,
disyaratkan pada pekerjaan yang dikerjakan dengan
beberapa syarat, adapun salah satu syarat terpenting
dalam transaksi ini adalah bahwa jasa yang diberikan
33
adalah jasa yang halal. Dilarang memberikan jasa yang
haram seperti keahlian membuat minuman keras atau
membuat iklan miras dan sebagainya. Asal pekerjaan
yang dilakukan itu dibolehkan Islam dan akad atau
transaksinya berjalan sesuai aturan Islam. Bila
pekerjaan itu haram, sekalipun dilakukan oleh orang
non muslim juga tetap tidak diperbolehkan. Jadi
pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja
harus memiliki manfaat yang jelas, seperti mengerjakan
proyek, membajak sawah dan sebagainya.
d) Sighat (ijab dan qabul) merupakan suatu bentuk
persetujuan dari kedua belah pihak untuk melakukan
ijarah. Ijab merupakan pernyataan dari pihak pertama
(mu‟jir) untuk menyewakan barang atau jasa.
Sedangkan Qabul adalah jawaban persetujuan dari
pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang
dipinjamkan oleh mu‟jir.
e) Imbalan atau Upah yaitu sebagaimana terdapat dalam
kamus umum Bahasa Indonesia adalah uang dan
sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau
sebagai tenaga yang sudah dikeluarkan untuk
mengerjakan sesuatu.
(https://infodakwahislam.wordpress.com/2013/04/22/rukun-syarat-ijarah/).
34
f) Manfaat hanafiah, rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab
dan qobul, yakni pernyataan dari orang yang menyewa
dan yang menyewakan (Ahmad, 2010: 320).
2) Syarat sah Al Ijarah
Menurut Sulaiman (1994: 124), syarat-syarat sewa-
menyewa atau ijarah yang diterapkan dalam kredit pemilikan
rumah inden yaitu sebagai berikut:
a) Masing-masing pihak rela untuk melakukan perjanjian
sewa menyewa.
b) Harus jelas dan terang mengenai objek yang diperjanjikan.
c) Objek sewa menyewa dapat digunakan sesuai
peruntukannya.
d) Barang yang diperjanjikan dalam sewa menyewa harus
dapat diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan.
e) Kemanfaatan objek yang diperjanjikan adalah yang
dibolehkan oleh agama.
Maksudnya jika di dalam perjanjian sewa menyewa itu
terdapat pemaksaan, maka sewa menyewa itu tidak sah.
Maka kegunaan barang yang disewakan itu harus jelas dan
dapat dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan
peruntukannya (kegunaan) barang tersebut, seandainya
barang tersebut tidak dapat digunakan sebagaimana yang
35
diperjanjikan maka perjanjian sewa menyewa dapat
dibatalkan, objek sewa menyewa dapat diserahkan.
c. Landasan Hukum Al Ijarah
1) Landasan Al-Qur‟an
QS Al Kahfi 77 :
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai
kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada
penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam
negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr
menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau,
niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
2) Landasan As-Sunah
Diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, dan Nasaiy dari Sa‟d
bin Abi Waqas menyebutkan : “Dahulu kami menyewa tanah
dengan jalan membayar dengan hasil tanaman yang tumbuh
di sana. Rasulullah lalu melarang cara yang demikian dan
memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas
atau perak”.
36
3) Landasan Ijma‟
Disyariatkan ijarah, semua umat bersepakat, tak
seorang ulama yang membantah kesepakatan ijma‟, sekalipun
ada seseorang diantara mereka yang berpendapat berbeda,
akan tetapi hal tersebut tidak dianggap (Sabiq, 1987: 11).
4) Rasulullah SAW melalui hadistnya juga sudah mengatur
landasan hukum sewa menyewa sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Abbas Ra bahwa Nabi Muhammad Saw mengemukakan
berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya
kepada tukang bekam itu. Diriwayat lain disebutkan
sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berbekam kepada
seseorang dan beliau memberi upah tukang bekam itu
(Sulaiman, 1994: 56).
5) Landasan Hukum, Pada konstitusi Negara Indonesia juga
telah diatur mengenai landasan hukum sewa menyewa yang
merupakan kategori jenis hukum perdata. Pada Kitab Undang
Undang Hukum Perdata (KUHP) sewa menyewa dijelaskan
dari pasal 1548 sampai pasal 1600. Sewa menyewa yang
diatur dalam KUHP ini berupa penyewaan rumah dan
penyewaan tanah pada pasal 1550 1580, sewa rumah dan
perabotannya pada Pasal 1581 1587, serta sewa tanah mulai
pasal 1588 hingga 1600 (Chairuman, 1996: 15).
37
d. Berakhirnya Akad Al Ijarah
Akad ijarah berakhir karena hal-hal berikut ini:
1) Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad
2) Iqalah, yaitu pembatalan oleh kedua pihak
3) Rusaknya barang yang disewakan
4) Telah selesai masa sewa, kecuali ada uzdur (Muclich, 2010:
338).
2. Pengertian Umum Tentang Al Ijarah Al Maushufah Fi Al
Dzimmah
a. Pengertian Akad Al Ijarah Al Maushufah Fi Al Dzimmah
Akad al ijarah al maushufah fi al dzimmah akad yang
terdiri dari dua akad, yaitu akad ijarah dan akad salam
(Sudarsono, 2003: 79). Akad yang melandasi produk KPR inden
yaitu bahwa sebuah program KPR yang dapat dipakai calon
debitur untuk memiliki rumah yang belum sepenuhnya selesai,
akad ijarah sendiri artinya adalah akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang dan/atau jasa dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah). Sedangkan akad salam yaitu
pembelian yang berbentuk pesanan, dimana barang belum jadi,
orang yang memesan rumah secara inden belum mengetahui
barang tersebut secara utuh, barang masih dalam bentuk olahan
38
atau barangnya belum siap pakai bahkan barang yang dipesan
belum ada.
Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah adalah akad
sewa-menyewa atas manfaat suatu barang (manfaat „ain) dan/atau
jasa („amal) yang pada saat akad hanya disebutkan sifat-sifat dan
spesifikasinya (kuantitas dan kualitas). Akad al ijarah al
maushuah fi dzimmah adalah akad ijarah dengan harga (upah)
dibayar tunai, sedangkan obyek sewa diserahkan pada waktu yang
disepakati.
b. Syarat-syarat dalam melakukan Ijarah Maushufah Fi Dzimmah
menurut Fatwa DSN-MUI No.101 Tahun 2016 tentang Ijarah
Maushufah Fi Dzimmah sebagai berikut :
1) Ketentuan terkait Manfaat Barang (Manfaat 'Ain) yaitu
manfaat harus berupa manfaat yang dapat diketahui
spesifikasinya (ma'lum) supaya terhindar dari perselisihan
dan sengketa (al-niza').
2) Manfaat harus berupa manfaat yang dapat diserah-terimakan
baik secara hakiki maupun secara hukum.
3) Jangka waktu penggunaan manfaat (masa ijarah) harus
disepakati pada saat akad.
4) Manfaat harus berupa manfaat yang boleh berdasarkan
syariah, dan
39
5) Manfaat yang diharapkan adalah manfaat yang dimaksud
dalam akad yang dapat dicapai melalui akad al-Ijarah al-
Maushufah fi al-Dzimmah.
c. Ketentuan terkait Uang Muka dan Jaminan menurut fatwa DSN-
MUI NO.101 Tahun 2016 tentang Ijarah Maushufah Fi Dzimmah
sebagai berikut :
1) Dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah
dibolehkan adanya uang muka (uang kesungguhan) yang
diserahkan oleh penyewa kepada pihak yang menyewakan.
2) Uang muka dapat dijadikan ganti rugi (al-ta'widh) oleh
pemberi sewa atas biaya-biaya/kerugian yang timbul dari
proses upaya mewujudkan barang sewa apabila penyewa
melakukan pembatalan sewa, dan menjadi pembayaran sewa
(ujrah) apabila akad al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah
dilaksanakan sesuai kesepakatan.
3) Pemberi sewa dapat dikenakan sanksi apabila menyalahi
substansi perjanjian terkait spesifikasi barang sewa dan
jangka waktu.
4) Apabila jumlah uang muka lebih besar dari jumlah kerugian,
uang muka tersebut harus dikembalikan kepada penyewa.
5) Dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah
dibolehkan adanya jaminan (al-rahn) yang dikuasai oleh
40
pemberi sewa baik secara hakiki (qabdh haqiqi) maupun
secara hukum (qabdh hukmi).
d. Ketentuan Hukum Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah
boleh dilakukan dengan mengikuti Ketentuan dalam Fatwa ini,
Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah berlaku secara
efektif dan menimbulkan akibat hukum, baik berupa akibat
hukum khusus (tujuan akad) maupun akibat hukum umum, yaitu
lahirnya hak dan kewajiban, sejak akad dilangsungkan.
Ketentuannya menurut fatwa DSN-MUI NO.101 Tahun 2016
tentang Ijarah Maushufah Fi Dzimmah sebagai berikut :
1) Ketentuan terkait Manfaat Barang (Manfaat 'Ain) dan
Pekerjaan („Amal), Manfaat barang dan pekerjaan dalam akad
ini, harus:
a) Diketahui dengan jelas dan terukur spesifikasinya
(ma'lum mundhabith) supaya terhindar dari perselisihan
dan sengketa (al-niza');
b) Dapat diserahterimakan, baik secara hakiki maupun
secara hukum;
c) Disepakati waktu penyerahan dan masa ijarahnya; dan
d) Sesuai dengan prinsip syariah.
41
e. Ketentuan Terkait Barang Sewa menurut fatwa DSN-MUI
NO.101 Tahun 2016 tentang Ijarah Maushufah Fi Dzimmah
sebagai berikut :
1) Kriteria barang sewa yang dideskripsikan harus jelas dan
terukur spesifikasinya
2) Barang sewa yang dideskripsikan boleh belum menjadi milik
pemberi sewa pada saat akad dilakukan
3) Pemberi sewa harus memiliki kemampuan yang cukup untuk
mewujudkan dan menyerahkan barang sewa
4) Barang sewa diduga kuat dapat diwujudkan dan diserahkan
pada waktu yang disepakati
5) Para pihak harus sepakat terkait waktu serah-terima barang
sewa
6) Apabila barang yang diterima penyewa tidak sesuai dengan
kriteria pada saat akad dilakukan, penyewa berhak
menolaknya dan meminta ganti sesuai kriteria atau spesifikasi
yang disepakati.
f. Ketentuan terkait Ujrah menurut fatwa DSN-MUI NO.101 Tahun
2016 tentang Ijarah Maushufah Fi Dzimmah sebagai berikut :
1) Ujrah boleh dalam bentuk uang dan selain uang
2) Jumlah ujrah dan mekanisme perubahannya harus ditentukan
berdasarkan kesepakatan
42
3) Ujrah boleh dibayar secara tunai, tangguh, atau bertahap
(angsur) sesuai kesepakatan
4) Ujrah yang dibayar oleh penyewa setelah akad, diakui
sebagai milik pemberi sewa.
g. Penyelesaian Perselisihan
Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat
dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila musyawarah
mufakat tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa dilakukan
melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesimpulan dari syarat dan ketentuan-ketentuan di atas
yaitu dalam melakukan KPR Inden yang berlandaskan akad al
ijarah al maushufah fi al dzimmah, bahwa manfaat barang harus
berupa manfaat yang harus disepakati pada saat akad supaya
dalam pelaksanaannya tidak terdapat kerugian, perselisihan yang
timbul proses pelaksanaan KPR inden dan berjalan sesuai
ketetapan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh syari‟ah
berdasarkan yang sudah dikeluarkan oleh DSN MUI. Maksudnya
jika di dalam perjanjian KPR inden itu terdapat pemaksaan, maka
perjanjiannya tersebut tidak sah, dan kegunaan barang yang
disewakan itu harus jelas dan dapat dimanfaatkan oleh penyewa
sesuai dengan peruntukannya (kegunaan) barang tersebut,
43
seandainya barang tersebut tidak dapat digunakan sebagaimana
yang diperjanjikan maka perjanjian KPR inden dapat dibatalkan,
dan objek KPR inden dapat diserahkan.
B. Pengertian Umum Tentang As-Salam
1. Pengertian Akad As Salam
Secara bahasa as-salam atau as-salaf berarti pesanan. Secara
terminologis para ulama mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu
barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu (barang) yang
ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan
barangnya diserahkan kemudian hari”. Salam berasal dari kata salama.
Disebut salam karena pemesanan barang menyerahkan uangnya
ditempat akad. Definisi dari salam sendiri adalah akad pemesanan
barang yang disebutkan sifat-sifatnya, yang dalam majelis itu pemesan
barang menyerahkan uang seharga barang pesanan yang menjadi
tanggungan dari penerima pesanan (Sudarsono, 2003: 48).
Dalam perjanjian As-Salam ini pihak pembeli barang disebut
As-Salam (yang menyerahkan), pihak penjual disebut Al-
Muslamuilaihi (orang yang diserahi), dan barang yang dijadikan objek
disebut Al-Muslam Fiih (barang yang akan diserahkan), serta harga
barang yang diserahkan kepada penjual disebut Ra‟su Maalis Salam
(modal As-Salam).
44
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan dalam keterkaitannya
akad al ijarah al mashufah fi al zimmah. Bahwa didalam akad al
ijarah al maushufah fi al dzimah itu terdapat akad salam, karena akad
akad al ijarah al maushufah fi al dzimah terbentuk dari dua akad yaitu
akad ijarah dan akad salam. Maksudnya dalam melakukan kegiatan
sewa inden itu berbentuk pesanan, dimana barang belum jadi, orang
yang memesan atau menyewa rumah secara inden belum mengetahui
barang tersebut secara utuh, barang masih dalam bentuk olahan atau
barangnya tidak dalam bentuk siap pakai.
2. Rukun –rukun As-Salam
Dalam pemesanan rumah secara inden mengandung unsur akad
as salam yang dialamnya memiliki ketentuan rukun dan syarat yang
harus dipenuhi. Rukun-rukunnya adalah :
a. Mu‟aqidain : Pembeli (muslam) dan penjual (muslam ilaih)
1) Cakap bertindak hukum ( baligh dan berakal sehat).
2) Muhtar ( tidak dibawah tekanan/paksaan).
b. Obyek transaksi ( muslam fih):
Dinyatakan jelas jenisnya, jelas sifat-sifatnya, jelas ukurannya,
jelas batas waktunya, tempat penyerahan dinyatakan secara jelas.
c. Sighat „ijab dan qabul
d. Alat tukar/harga, Jelas dan terukur, disetujui kedua pihak,
diserahkan tunai/cash ketika akad berlangsung.
45
3. Syarat Sahnya Akad Salam adalah :
a. Pihak-pihak yang berakad disyaratkan dewasa, berakal dan baligh.
b. Barang yang dijadikan objek akad disyaratkan jelas, ciri-ciri, dan
ukurannya.
c. Modal atau uang disyaratkan harus jelas dan terukur serta
dibayarkan seluruhnya ketika berlangsungnya akad.
d. Ijab dan qobul harus diungkap degan jelas, pembayaran harga
pada salam boleh dilakukan pada saat akad berlangsung. Karena
sifatnnya adalah mengikat secara asli artinya mengikat semua
pihak sejak awal perjanjian (Sutedi, 2009: 78)..
4. Landasan akad Salam
a. Qs. Al baqoroh ayat 282:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya.
b. Landasan Ijma‟
Mengutip dari perkataan Ibnu Mundzir yang mengatakan
bahwa, semua ahli ilmu (ulama) telah sepakat bahwa jual beli
salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan
untuk memudahkan urusan manusia. Maka jelas bahwa akad
46
salam diperbolehkan sebagai kegiatan bermuamalah oleh sesama
manusia.
c. Landasan Hadist
Dalam hadist telah diceritakan kepada kami abu nu‟aim
telah menceritakan kepada kami sufyan dari ibnu abi najih
dari‟abdullah bin kasir dari abu al-minhal ari ibnu „abbas ra
berkaata: ketika rasululullah SAW tiba di madinah orang-orang
mempraktekkan jual beli buah-buahan dengan sistem salaf, yaitu
membayar dimuka dan diterima barangnya setelah kurun waktu
dua atau tiga tahun. Maka beliau bersabda: “Lakukanlah jual beli
salaf pada buah-buahan dengan takaran sampai waktu yang
diketahui (pasti). “dan berkata „Abdulloh bin Al Walid telah
menceritakan kepada kami “Sufyan telah menceritakan kepada
kami Ibnu Abi Najh dan berkata: “dengan takaran dan timbangan
yang diketahui (pasti)” (Sabiq, 1996: 15).
Ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
bermuamalah dengan dengan cara salam atau pemesanan dan
kedua belah pihak saling melakukan kesepakatan. Dalam akad ini
barang belum tersedia, namun pemesanan diwajibkan untuk
membayar secara penuh. Kualitas barang pesanan tidak boleh
berbeda dengan spesifikasi yang telah disebutkan pada awal akad
yang telah disepakati bersama (Ascarya, 2011: 91).
47
Akad salam sangat bermanfaat bagi para penjual, karena
pembayaran dilakukan di muka. Namun juga bermanfaat bagi
pembeli karena pada umumnya harga dengan akad salam lebih
murah dibandingkan dengan jual beli biasa (Ascarya, 2011: 92).
Dalam pelaksanaan produk ini, akad ini digunakan dalam
transaksi pembiayaan kredit pemilikan rumah secara inden yang
membentuk akad al ijarah al maushufah fi al dhimmah, yaitu
pembiayaan dengan pembayaran yang dilakukan dengan cara
mengangsur maupun tunai dengan barang pesanan dengan produk
yang diproduksi (Antonio, 2001: 111).
Jadi disebut salam karena pemesanan barang dalam
melakukan penyerahan uang ditempat atau dimuka, dan disebut
salaf karena pemesanan barang yang dilakukan dengan
menyerahkan uangnya terlebih dahulu.
48
BAB IV
ANALISIS
A. Analisis Kelebihan dan Kekurangan KPR Inden dalam Perspektif
Hukum Ekonomi Islam
Banyak orang yang ingin mempunyai rumah sendiri tapi terus
mengabaikan hal-hal penting. Salah satunya yaitu aturan KPR pemilikan
rumah/KPR untuk rumah yang belum dibangun, yang sekarang nama
bekennya disebut KPR Inden, yaitu KPR yang dikucurkan untuk masyarakat
ingin yang membeli rumah yang belum selesai dibangun dengan cara
pemesanan.
Lembaga keuangan syari‟ah memiliki bermacam produk salah satunya
adalah produk KPR Inden yang kini dengan menggunakan landasan akad al
ijarah al maushufah fi al dzimmah yang terbentuk dari akad al ijarah dan
akad salam. Produk KPR inden adalah transaksi jual beli dengan sewa
pesanan, dimana pihak pembeli memesan suatu barang kepada pihak penjual
untuk dibuatkan rumah baginya, dan bank sebagai penjual menyediakan
fasilitas KPR Inden kepada nasabah atas pengadaan rumah yang dipesan oleh
nasabah dengan cara bank membeli tanah dan rumah dari pengembang untuk
kepentingan atas pesanan nasabah dan selanjutnya bank menjual rumah
pesanan tersebut kepada nasabah sehingga bank mempunyai hak tagih kepada
nasabah, yang akan dibayar oleh nasabah secara angsuran atau sekaligus pada
saat jatuh tempo pembayaran.
49
KPR Inden adalah layanan pinjaman dari bank bagi nasabah untuk
membeli rumah dengan cara KPR, dengan menggunakan KPR inden artinya
rumah yang dibeli itu menjadi jaminan pinjaman pemesanan. Jika pinjaman
tak bisa dilunasi, rumah itu akan disita bank. Cara kerja KPR inden yaitu
nasabah cukup membayar persekot atau uang muka (DP) setelah pemesanan.
Sisanya akan dilunasi bank sementara atau juga bisa dilunasi sekaligus.
Sebagai gantinya, nasabah mencicil biaya pelunasan itu per bulan kepada
bank. Bank akan mengabulkan permohonan KPR inden jika nasabah
memenuhi syarat. Soal besar cicilan dan bunga ditentukan oleh bank.
Pembelian KPR inden sangat penting untuk mendapatkan rumah
idaman meskipun dana belum mencukupi. Jika harus menabung dulu sampai
harga rumah terjangkau, rumah yang diincar bisa jadi sudah dibeli orang lain
ketika uang sudah terkumpul. Besar DP Menurut aturan Bank Indonesia,
minimal DP KPR ditetapkan 30 persen untuk rumah pertama dan 50 persen
untuk rumah kedua. Misalnya nasabah hendak membeli rumah seharga Rp
300 juta, DP yang harus dia bayar minimal Rp 90 juta. Kalau nasabah ingin
membayar DP lebih dari itu boleh saja. Jika membayar DP lebih besar,
angsuran per bulan akan lebih ringan.
Prosedur pemberian KPR inden adalah tahap-tahap yang harus dilalui
sebelum sesuatu diputuskan untuk dikucurkan. Tujuannya adalah untuk
mempermudah bank dalam menilai kelayakan suatu permohonan KPR inden.
Prosedur pemberian dan penilaian KPR inden oleh dunia perbankan secara
umum antar bank yang satu dengan bank yang lain tidak jauh berbeda, yang
50
menjadi perbedaan hanya terletak pada bagaimana cara-cara bank tersebut
menilai serta persyaratan yang ditetapkannya dengan pertimbangan masing-
masing bank. Prosedur pemberian KPR inden tersebut secara umum dapat
dibedakan antara pinjaman perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan
hukum, kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk
konsumtif atau produktif.
Penilaian bank dilihat dari kredibilitas dan pembangunan yang
diajukan untuk kerja sama dengan pihak bank. Pada umumnya bank selalu
menerapkan sistem manajemen risiko sebelum melakukan kerja sama dengan
developer. Jadi, hanya developer yang layak atau sesuai dengan kriteria bank
saja yang bisa menjalin kerja sama dengan pihak bank. Artinya, bahwa
fasilitas kerja sama tidak diberikan kepada developer secara sembarangan,
tetapi melalui proses seleksi dari pihak bank.
Peranan bank dalam bidang KPR inden, bukan semata-mata
memberikan KPR inden asal ada jaminannya yang cukup, tetapi bank juga
membina usaha nasabah, agar kelancaran usaha nasabah KPR inden bank
dapat berjalan dengan lancar. Hal yang terpenting setelah perjanjian KPR
inden dilakukan dan dana telah dikucurkan oleh pihak bank kepada pihak
nasabah debitur adalah bagaimana memonitoring penggunaan KPR inden
tersebut. Apakah penggunaannya telah sesuai dengan proposal dan prosedur
yang diajukan ke bank ketika mengajukan permohonan atau belum. Sehingga
dengan demikian, langkah yang bijak yang dilakukan bank dalam hal ini
adalah pengawasan penggunaan KPR inden yang telah diberikan tersebut.
51
Dalam pengawasan KPR inden, jelas bahwa penerima KPR diawasi
setiap langkahnya. Namun, tujuannya yang berhak dicapai sebenarnya adalah
agar KPR inden yang dimiliki para debitur tidak menjadi bermasalah di
kemudian hari. Pengawasan pemenuhan dengan baik oleh nasabah atas semua
persyaratan pemberian KPR inden yang telah disepakati bersama antara
debitur dengan bank, pengawasan pemenuhan dengan baik oleh nasabah atau
debitur terutama pembayaran bunga dan angsuran tertib dan tepat waktu
sesuai dengan yang diperjanjikan, pengawasan perkembangan usaha dan
keuangan nasabah termasuk kemampuan likuiditas dan pemenuhan kewajiban
debitur kepada pihak lain selain bank (misalnya supplier, langganan dan
sebagainya). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada saat KPR inden
sudah diberikan kepada debitur, dan menjadi kewajiban juga bagi pihak
perbankan untuk mengawasi kelancaran terselesaikannya KPR inden tersebut
hingga lunas, karena tujuan dari pemberian KPR inden adalah salah satunya
terhindar dari timbulnya KPR macet. Pengawasan yang dilakukan oleh bank
kepada developer adalah dengan cara menahan atau memblokir dana
pencairan dana dari debitur selama pembangunan rumah yang dibeli oleh
debitur belum selesai dibangun. Hal ini dilakukan untuk mengawasi kerja
developer dalam pembangunan rumah dan penggunaan dana KPR dari bank.
Produk KPR Inden adalah sebuah program KPR yang dapat dipakai
calon debitur untuk memiliki rumah yang belum sepenuhnya selesai. Jadi
misalnya membeli rumah di bulan 2017 ini, rumah tersebut bisa saja baru siap
dihuni pada tahun 2018 nanti. Membeli rumah secara inden bisa memilih
52
lokasi yang diinginkan. Pembeli akan merasakan kemudahan pembayaran.
Selain itu, membeli rumah secara inden termasuk baik untuk investasi karena
harganya yang masih murah dan setelah waktu berjalan ketika bangunan jadi,
harganya bisa langsung melejit.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika hendak mengajukan
permohonan KPR untuk rumah inden, karena rumah yang dibeli belum benar-
benar selesai, selalu ada kemungkinan bahwa rumah yang dibeli tidak sesuai
dengan harapan. Rumah yang dibeli bisa jadi tertunda penyelesaiannya atau
bahkan gagal selesai.
Salah satu keuntungan/kelebihan yang cukup signifikan dari KPR
inden, umumnya ditawarkan dengan harga yang lebih ringan daripada rumah
yang sudah jadi. Hal ini akan semakin berpengaruh ketika membeli rumah
secara KPR, karena rumah yang dibeli masih belum selesai, masih ada
kesempatan untuk menyesuaikan desain rumah sesuai keinginan. Debitur
dapat menggunakan jasa arsitek atau desain interior pilihan sendiri, agar
rumah yang dibeli kemudian dibangun dengan desain yang indah dan sesuai
dengan keinginan.
1. Kelebihan lainnya adalah :
a. Harga rumah inden biasanya relatif lebih murah, karena memang
bangunannya belum jadi. Terutama saat rumah inden baru saja
dilaunching, bisa mendapatkan harga perdana. Harga rumah inden
bisa naik sehari setelah dilaunching, maka dari itu harus pintar
memanfaatkan kesempatan tersebut.
53
b. Selain itu, developer biasanya juga masih memberikan promo
menarik seperti diskon, cicilan DP, atau hadiah undian.
c. Bisa memilih lokasi rumah sesuai dengan yang diinginkan, dengan
begitu bisa memperoleh letak atau posisi kavling yang terbaik.
d. Biasanya developer akan memberikan kemudahan dalam sistem
pembayaran bagi pembeli. Misalnya DP atau uang muka bisa dicicil
dalam jangka waktu 3 bulan atau tergantung kesepakatan kedua
belah pihak. Kemudahan ini bisa dimanfaatkan untuk berinvestasi.
Meskipun rumah inden dibeli dengan harga murah, namun 1 sampai
2 tahun kemudian setelah bangunannya sudah jadi harganya bisa
meningkat drastis.
2. Kekurangan yaitu :
a. Untuk debitur yang tidak jeli dalam memilih developer, maka akan
ada kemungkinan ditipu, karena terdapat developer nakal yang gagal
membangun proyek, maka mereka tidak lantas membangun dan
tidak pula mengembalikan uang muka yang sudah dibayarkan.
b. Rumah inden yang masih berstatus belum dibangun, maka pembeli
tidak bisa melihat secara langsung rumah yang dibeli. Jangka waktu
pembangunan pun relatif lama, tergantung kebijakan masing-masing
developer, ada yang lama pembangunannya 1 tahun bahkan hingga 2
tahun, tidak jarang pula hasil dari bangunan tidak sesuai dengan
yang kita inginkan.
54
c. Developer mengatakan bahwa tidak semua rumah inden laku terjual,
maka kemungkinan besar lokasi rumah yang dibeli juga masih sepi
dan belum berpenghuni.
d. Membeli rumah secara inden sangat rentan terhadap penipuan, maka
ada beberapa pengembang nakal yang tidak mengembalikan uang
konsumen karena tidak jadi membangun akibat produk yang dijual
tidak laku. Kemudian membeli rumah secara inden juga tidak tahu
bentuk rumah seperti apa karena masih menerka-nerka.
Risiko dari masalah pembelian KPR inden sebenarnya bisa
diperkecil jika bisa memastikan bahwa pengembang dari rumah yang
hendak dibeli memiliki rekam jejak yang baik, dan juga sebaiknya melihat
bukti fisik dokumen-dokumen resmi dari rumah yang hendak dibeli, agar
tidak tersangkut masalah di kemudian hari. Menggunakan jasa notaris atau
ahli hukum lainnya agar dapat benar-benar yakin bahwa rumah yang
dipesan sudah bersih di mata hukum.
Cara lain untuk memperkecil risiko dapat dilakukan dengan bekerja
sama dengan pengembang/developer yang sudah dipercaya oleh pihak
bank, karena umumnya kerja sama yang dilakukan antara bank dan
pengembang sudah melalui proses uji kelayakan oleh pihak bank (di
dalamnya ada ketentuan-ketentuan khusus yang bisa merugikan pihak
pengembang jika dilanggar).
Menimbang dari kelebihan dan kekurangan dalam membeli rumah
secara inden seperti yang telah disebutkan di atas, harus ekstra teliti
55
terutama dalam memilih developer. Pastikan memilih developer yang
memiliki track record bagus. Debitur dapat berjalan-jalan di perumahan
untuk mencari tahu mengenai rumah inden. Selain untuk ditempati sendiri,
rumah inden juga bisa gunakan sebagai investasi.
B. Analisis KPR Inden dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam
Islam memerintah umatnya untuk melestarikan dan menjaga
lingkungan dan islam memberikan sanksi yang berat terhadap pelaku
perusakan lingkungan. Muamalah merupakan bagian dari hukum Islam yang
mengatur hubungan antara dua pihak atau lebih, baik antara seorang pribadi
dengan dengan peribadi lain. Kemudian atas terjadinya pembangian fiqh
muamalah difahami sebagai hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia
dengan sesamanya yang menyangkut harta dan hak serta penyelesaian kasus
diantara mereka. Maksudnya yaitu memberikan gambaran bahwa dalam
melakukan suatu transaksi sewa beli hanya mengatur permasalahan hak dan
harta yang muncul antara seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang
dengan badan hukum yang jelas harus bersih tanpa adanya pihak- pihak yang
dirugikan. Bertransaksi menyangkut beberapa faktor diantaranya dengan etika
suatu transaksi, ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah
satu pihak, adanya hak dan kewajiban masing-masing, kejujuran atau
mungkin ada penipuan, pemalsuan. Kemudian bentuk dari transaksi ini
menyangkut materi transaksi yang dilakukan Bank dalam produknya jual beli,
pemindahan utang, persoalan harta dan jasa, sewa menyewa dan lain
56
sebagainya. Berdasarkan ruang lingkup di atas, maka prinsip-prinsip
muamalah berada pada wilayah etika yaitu bagaimana transasksi itu
dilakukan. Di dalam Alqur‟an juga menjelaskan dalam QS. Al An‟am: 71 :
Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah,
sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan
tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita
akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada
kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan
yang menakutkan; dalam Keadaan bingung, Dia mempunyai kawan-
kawan yang memanggilnya kepada jalan yang Lurus (dengan
mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah:"Sesungguhnya
petunjuk Allah Itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar
menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.
Jadi secara garis besar dari ayat tersebut yaitu melarang segala sesuatu
perbuatan yang mendatangkan mudharat/bahaya tanpa alasan yang benar serta
tidak boleh membalas kemudharatan/bahaya dengan kemudharatan yang
serupa juga, apalagi dengan yang lebih besar dari kemudharatan yang
menimpanya. Kemudian dalam hadis menerangkan bahwa :
“Barang siapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas
bahaya kepadanya dan barang siapa menyusahkan atau menyulitkan orang
lain, maka Allah akan menyulitkannya.”
57
Adapun firman Allah yang lainnya “Janganlah kamu rujuki mereka
untuk memberi Kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya
mereka” (QS. Al Baqarah: 231),
Hadist Nabi Muhammad SAW “Barang siapa membuat Kemudharatan
niscaya Allah juga membuat kemudharatan untuknya, dan barang siapa
mempersulit niscaya Allah juga akan mempersulitnya (HR.Abu Dawud).
Jadi yang dimaksud dari ayat dan hadis di atas dalam kaitannya dengan
sewa rumah inden (KPR inden) ini yaitu bahwa dalam bertransaksi, islam
tidak memperbolehkan adanya kemudharatan atau terjadinya barang gharar,
maka dalam pelaksanaan pembelian atau pemesanan KPR Inden harus
berdasarkan landasan yang dapat menjadi acuan masyarakat supaya terhindar
dari gharar supaya tidak ada pihak- pihak yang dirugikan.
Oleh karena itu DSN-MUI membuka peluang masyarakat untuk
bertransaksi dalam pemesanan kredit pemilikan rumah secara inden yang
aman dan terhindar dari barang gharar. Pada akhir tahun 2016 DSN-MUI
telah mengeluarkan Fatwanya yaitu Nomor 101/DSN-MUI/X/2016 mengenai
produk baru yang dapat diterapkan oleh perbankan syariah yaitu fatwa
mengenai akad al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah. Akad al-ijarah al-
maushufah fi al-dzimmah merupakan akad sewa-menyewa, namun objek yang
disewakan belum ada pada saat dilakukan akad. Ijarah Maushufah Fi
Dzimmah hanya disebutkan sifat, kuantitas, serta spesifikasi atas objek yang
akan disewakan. Akad Ijarah Maushufah Fi Dzimmah dapat diterapkan
dengan syarat penetapan sifat, kuantitas, dan spesifikasi objek yang akan
58
disewakan tersebut harus jelas agar terhindar dari gharar. Ditetapkannya
fatwa mengenai al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah membuka peluang bagi
perbankan syariah untuk memperluas pasarnya, karena dalam praktik bisnis
banyak kebutuhan transaksi terhadap objek yang sedang/akan dibangun.
Menurut fatwa DSN-MUI Nomor 101/DSN-MUI/X/2016 tentang
Akad Al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah adalah akad ijarah dengan harga
(upah) dibayar tunai, sedangkan obyek sewa diserahkan pada waktu yang
disepakati. Akad ijarah maushufah fi adz-dzimmah adalah gabungan dari akad
ijarah dan akad salam, disebut akad ijarah karena yang diperjual
belikan adalah jasa, dan disebut akad salam karena obyek ijarah diserahkan
tidak tunai. Berdasarkan diperbolehkannya salam menurut syariah. Para
ulama berpandangan bahwa ijarah mempunyai kesamaan dengan jual-beli
yaitu jual-beli terhadap manfaat barang. Dasar kebolehan Ijarah Maushufah
Fi Dzimmah adalah diperbolehkannya salam, karena itu mengenai hukum
yang mengatur Ijarah Maushufah Fi Dzimmah para ulama berbeda pendapat
apakah didasarkan pada aturan mengenai ijarah atau salam. Perbedaan ini
mempunyai implikasi dalam pelaksanaannya seperti permasalahan
pembayaran ujrah dalam akad Ijarah Maushufah Fi Dzimmah. Jika dasar
hukum yang mengatur Ijarah Maushufah Fi Dzimmah adalah salam maka
pembayaran ujrah harus dilakukan secara tunai pada saat akad, sedangkan
jika dasar hukum yang mengatur Ijarah Maushufah Fi Dzimmah adalah ijarah
maka pembayaran ujrah dapat dilakukan dengan cara diangsur atau
ditangguhkan sebagaimana akad ijarah lainnya. Akad ijarah maushufah fi
59
adz-dzimmah sering disebut salam jasa atau forward jasa. Maka akad Akad
ijarah maushufah fi adz-dzimmah adalah suatu jenis perikatan atau perjanjian
yang bertujuan mengambil mafaat suatu benda yang diterima dari orang lain
dengan jalan membayar dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan.
Ketentuan akad atau transaksi manfaat atau jasa tersebut dengan
menggunakan imbalan tertentu. Jika yang menjadi objek transaksi adalah
manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ijarah al‟Ain, seperti sewa
menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi manfaat
atau jasa dari tenaga seseorang disebut Ijarah ad-Dzimmah atau upah
mengupah, sekalipun objeknya berbeda keduanya dalam konteks fiqih disebut
al- ijarah.
Kegunaan akad Akad ijarah maushufah fi adz-dzimmah memudahkan
masyarakat untuk melakukan transaksi pembelian rumah inden. Dimana
masyarakat sendiri lebih yakin dan percaya bahwa KPR inden boleh
dilakukan tanpa ada keragu-raguan. Pasalnya masyarakat enggan
melaksanakan proses KPR Inden karena dianggap pemesanan yang belum
jelas barang dan spesifikasinya maka barangnya adalah gharar, terlebih lagi
banyak pengembang yang nakal, akan tetapi setelah adanya dasar atau
landasan bahwa syari‟ah memperbolehkan KPR inden tersebut maka
masyarakat lebih memilih untuk mencari KPR inden tersebut, karena
dianggap lebih mudah dan lebih ringan dalam pembeliannya.
Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah boleh dilakukan dengan
syarat dan kriteria barang sewa dapat terukur meskipun obyek tersebut belum
60
menjadi milik pemberi sewa (pada saat ijab-qabul dilakukan), waktu
penyerahan barang sewa disepakati pada saat akad, barang sewa tersebut
harus diyakini dapat menjadi milik pemberi sewa baik dengan cara
memperolehnya dari pihak lain maupun membuatnya sendiri, dan tidak
disyaratkan pembayan ujrah didahulukan (dilakukan pada saat akad) selama
ijab-qabul yang dilakukan tidak menggunakan lafadz salam atau salaf, apabila
barang sewa diterima penyewa tidak sesuai dengan kriteria yang disepakati,
pihak penyewa berhak menolak dan meminta gantinya yang sesuai dengan
kriteria yang disepakati pada saat akad.
Fatwa telah menjelaskan bahwa ketentuan terkait manfaat barang dan
pekerjaan akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah, harus:
1. Diketahui dengan jelas dan terukur spesifikasinya (ma'lum mundhabith)
supaya terhindar dari perselisihan dan sengketa (al-niza')
2. Dapat diserah-terimakan baik secara hakiki maupun secara hukum
3. Sesuai dengan prinsip syariah.
Ketentuan ujrah juga diterangkan bahwa Ujrah boleh dalam bentuk
uang dan selain uang, Jumlah ujrah dan mekanisme perubahannya harus
ditentukan berdasarkan kesepakatan, dan Ujrah boleh dibayar secara tunai,
tangguh, atau bertahap (angsur) sesuai kesepakatan. Jika pembayaran ujrah
harus dibayar tunai pada saat akad seperti pada akad, maka al-Ijarah al-
Maushufah fi al-Dzimmah ini akan sulit diterapkan dalam praktik, karena
pada umumnya akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah digunakan
sebagai sub-kontrak dari akad lainnya seperti akad musyarakah mutanaqisah.
61
Berdasarkan hal tersebut kesepakatan dalam standar syariah yang dibentuk
oleh Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institution
(AAOIFI) di Bahrain adalah jika akad tersebut boleh dilakukan pembayaran
secara tidak tunai atau disebut cicilan. Pendapat tersebut juga diadopsi dalam
Fatwa DSN-MUI No. 101/DSN-MUI/X/2016 yang menyatakan : “ujrah boleh
dibayar secara tunai, tangguh, atau bertahap (angsur) sesuai kesepakatan”.
Konsep mekanisme pembayaran ujrah dalam al-Ijarah al-Maushufah fi al-
Dzimmah ini menjadikan al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah menjadi
solusi atas pembiayaan terhadap barang yang belum ada/akan dibangun.
Penerapan al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah untuk pembiayaan
kepemilikan rumah yang belum dibangun (inden). Jika melihat pertimbangan
dalam fatwa tersebut memang salah satu pertimbangan penetapan fatwa
tersebut adalah didasarkan pada permohonan fatwa untuk KPR Inden.
Awalnya menurut fatwa akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah menjadi
akad pelengkap dari akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) atau Ijarah
Muntahiya Bittamlik (IMBT) yang menjadi landasan sebelum muncul akad
Ijarah Maushufah Fi Dzimmah. Kemudian akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-
Dzimmah menjadi solusi agar pengembalian keuntungan bagi bank dapat
dilakukan jika rumah tersebut belum dibangun, maka DSN-MUI
mengeluarkan fatwanya al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah untuk menjadi
landasan pembelian rumah secara inden (KPR inden) secara syariah di bank-
bank yang yang memiliki produk KPR.
62
Pembelian rumah dengan pola ijarah maushufah fi dzimmah dalam
implementasi perbankan syariah diwujudkan dalam akad antara Bank Syariah
dengan nasabah untuk pembelian atau pengadaan suatu barang (benda),
dimana aset tersebut menjadi milik bersama. Selanjutnya nasabah akan
membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana kepada Bank untuk membeli
bagian atau porsi tertentu dari objek yang diperjanjikan. Berdasarkan hal
tersebut maka akad ijarah maushufah fi dzimmah di mana ujrah dari akad
ijarah tersebut menjadi keuntungan yang selanjutnya akan dibagi hasil
berdasarkan nisbah yang disepakati. Jika pembiayaan dilakukan terhadap
rumah yang sedang dibangun maka ijarah biasa tidak dapat diterapkan karena
manfaat atas barang belum dapat diserahkan kepada penyewa pada saat akad
dilakukan. Berdasarkan alasan tersebut maka akad yang digunakan untuk
sewa rumah yang sedang dibangun adalah akad al-ijarah al-maushufah fi al-
dzimmah. Melalui penerapan akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah
meski barang yang hendak disewa belum ada, namun transaksi sewa-
menyewa sudah dapat dilakukan di depan, sehingga selama rumah sedang
dibangun pembayaran angsuran oleh nasabah yang menjadi keuntungan bank
sudah dapat dilakukan.
Di Indonesia akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah ini belum
pernah diterapkan untuk skema pembiayaan pembangunan yang besar,
sedangkan di luar negeri al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah sudah
diterapkan untuk pembiayaan pembangunan yang membutuhkan dana besar
(seperti proyek infrastruktur). Salah satu contoh penerapan akad al-Ijarah al-
63
Maushufah fi al-Dzimmah untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur
adalah pembangunan Doraleh Container Port di Djibouti. Pembangunan ini
melibatkan sindikasi dua sistem perbankan yang berbeda yaitu antara lembaga
keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional (skema ini sering
disebut dengan multi-tranche transaction). Skema pembiayaan syariah yang
digunakan dalam proyek tersebut adalah kombinasi antara akad Musyarakah,
Istishna, dan Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-Dzimmah.
Al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah menjadi solusi ketika
pembelian rumah yang membutuhkan dana sangat besar dan modal bank
syariah yang terbatas. Karena kecukupan modal perbankan syariah terbatas,
maka skema multi-tranche transaction dengan perbankan konvensional tidak
dapat dihindarkan. Melalui al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah, ujrah yang
menjadi keuntungan bank dapat disesuaikan dengan skema pengembalian
keuntungan bank konvensional, karena penetapan ujrah lebih fleksibel dan
dapat ditentukan sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Sehingga pembayaran
angsuran antara bank syariah dan bank konvensional mempunyai rate yang
ekuivalen. Skema al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah untuk pembiayaan
proyek juga lebih fleksibel dibandingkan dengan melalui penerapan akad lain
karena skema tersebut hanya terbatas pada pembelian barang-barang yang ada
untuk kebutuhan inden. Hal ini menjadikan melalui skema al-Maushufah fi al-
Dzimmah porsi perbankan syariah dalam pembiayaan proyek dapat lebih
besar dibandingkan dengan skema akad lainnya.
64
Dengan ditetapkannya fatwa mengenai al-ijarah al-maushufah fi al-
dzimmah oleh DSN-MUI membuka peluang bagi perbankan syariah untuk
memperluas pasarnya secara khusus pembiayaan terhadap aset yang belum
ada/akan dibangun seperti pembiayaan kepemilikan rumah (KPR) inden yang
belum dibangun dan pembiayaan pembangunan, selain itu al-Ijarah al-
Maushufah fi al-Dzimmah juga berpotensi diterapkan untuk pembiayaan multi
jasa di mana jasa yang diberikan akan dilakukan di masa yang akan datang
karena akad ijarah maushufah fi dzimmah tidak terbatas pada manfaat atas
barang saja tetapi termasuk jasa. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan
ketelitian lebih untuk menggali potensi-potensi penerapan al-Ijarah al-
Maushufah fi al-Dzimmah oleh perbankan syariah agar akad al-Ijarah al-
Maushufah fi al-Dzimmah ini dapat benar-benar berguna bagi perkembangan
perbankan syariah.
Maka sewa inden (KPR inden) ini telah dikenal dan dengan dilandasi
Ijarah Maushufah fiz Zimmah. Isu bay‟ kali-bi kali dalam al-Ijarah al-
Maushufah fi al-Dzimmah sudah tuntas diselesaikan para ulama sebagaimana
terdapat dalam fatwanya yaitu akad Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-Dzimmah
oleh DSN MUI baru saja di bulan Oktober 2016 ini mengeluarkan fatwa
tentang kebolehan Ijarah Maushufah fiz Zimmah ini. DSN MUI
mengeluarkan akad ini karena diangggap cocok dengan sewa inden, dan
akhirnya melahirkan akad ini, setelah akad Bank Syariah dan LKS harus
selalu memperkaya produk – produknya agar bisa semakin kompetitif dan
berkembang sejalan dengan tuntutan bisnis dan kebutuhan masyarakat yang
65
dinamis. Inovasi produk merupakan pilar penting agar BMT, Koperasi syariah
dan bank-bank syariah semakin cepat tumbuh dan berkembang dengan variasi
produk yang makin beragam. Salah satu skema yang perlu dikembangkan
untuk menyahuti tuntutan bisnis tersebut adalah al-Ijarah al-Maushufah fi al-
Dzimmah yang selama ini kurang dikembangkan karena kurangnya
pemahaman dan minimnya pemikiran solutif atas berbagai isu dan pertanyaan
dalam masyarakat.
KPR inden dalam Perspektif hukum Islam yaitu bahwa konsep KPR
inden merupakan produk dimana transaksi pembelian rumah dengan
perjanjian hutang piutang dengan sistem inden. Caranya, pihak yang hendak
membeli rumah mengajukan proposal kepada salah satu bank untuk
menjaminnya sejumlah uang seharga rumah inden tersebut. Pihak Bank
membayarkan biaya rumah inden tersebut, dan bank menarik pembayarannya
secara kredit bulanan dari si pembeli.
Para ulama ahli fatwa telah sepakat bahwa pembelian rumah melalui
pendanaan bank (perjanjian hutang) itu hukumnya haram, karena dalam
perjanjian tersebut dianggap sebagai pinjaman berbunga yang jelas sekali
mengandung riba. Transaksi ini jelas merugikan pihak pembeli karena dalam
pembayaran angsuran setiap bulan bergantung pada fluktuasi suku
bunganya. Konsep kredit rumah ini masih banyak diterapkan di bank-bank
konvensional di Indonesia.
Perbankan Islam kemudian mengadopsi konsep kredit rumah inden ini
kedalam jenis produk pendanaan dengan akad ijarah fi dzimmah. Pihak bank
66
membeli rumah yang diperlukan nasabah dan kemudian menjualnya kepada
nasabah sebesar harga beli ditambah dengan margin keuntungan yang
disepakati oleh bank dan nasabah. Produk pembiayaan ini dikenal sebagai
kredit rumah inden syariah.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas mengenai KPR (Kredit
Pemilikan Rumah) Syariah di Indonesia, penulis kiranya dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kelebihan dan kekurangan dari KPR inden yaitu
a. Kelebihan KPR Inden yaitu :
1) Mendapatkan harga perdana dan pengguna dapat memesan
harga yang relatif murah
2) Bisa memperoleh letak atau posisi kavling yang terbaik, dapat
juga memilih lokasi sesuai yang diinginkan.
3) Mempunyai kemudahan cara atau sistem bayar, developer
banyak memberikan promo.
b. Kekurangannya dari KPR Inden
1) Jika pembeli tidak jeli dalam memilih developer maka besar
kemungkinan mendapatkan developer nakal., rumah inden yang
masih berstatus belum dibangun, pembeli tidak dapat melihat
secara langsung dan juga rumah inden sangat rentan dengan
penipuan.
68
2) Masih sepi. Dikarenakan membeli disaat bangunan belum jadi,
ketika menempati, komunitas di area tersebut masih belum
terbentuk dan terkesan sepi.
3) Kemungkinan besar untuk ditipu. Ada beberapa pengembang
nakal yang karena produk tersebut tidak laku, mereka lantas tak
jadi membangun dengan tidak mengembalikan uang konsumen.
4) Tak tahu bentuk. Akibat bangunan yang belum jadi, pembeli
hanya menerka-nerka seperti apa bentuk bangunannya, tidak
jarang hasilnya tak sesuai ekspektasi.
2. Islam menjelaskan bahwa dalam bertransaksi tidak memperbolehkan
adanya barang gharar, maka dalam pelaksanaan pembelian atau
pemesanan KPR Inden harus berdasarkan landasan yang dapat menjadi
acuan masyarakat supaya terhindar dari gharar. Oleh karena itu DSN-
MUI membuka peluang masyarakat untuk bertransaksi dalam pemesanan
kredit pemilikan rumah secara inden yang aman dan terhindar dari
barang gharar. Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-Dzimmah adalah gabungan
dari akad al ijarah dan akad as salam, disebut ijarah karena yang
diperjualbelikan adalah jasa dan disebut salam karena objek ijarah yang
diserahkan tidak tunai. Fatwa al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah telah
dikeluarkan oleh DSN MUI untuk melandasi KPRS inden karena
dianggap cocok dengan ketentuan – ketentuannya, diantaranya harus
sesuai dengan jelas dan terukur spesifikasinya, dapat diserahterimakan
baik secara hakiki maupun secara hukum, dan sesuai prinsip syariah.
69
B. Saran
Berdasarkan uraian hasil analisis terhadap penulisan diatas, penulis
memberikan saran sebagai berikut :
1. Diharapkan dalam memilih KPR inden harus lebih selektif dalam
memilih pengembang, karena pengembang seringkali lalai dalam
melakukan kewajibannya dan tidak bertanggung jawab.
2. Diharapkan dalam menghadapi hambatan-hambatan yang muncul akibat
persaingan yang sangat ketat dan banyaknya bank-bank yang
memunculkan produk-produk KPR, bank maupun masyarakat dapat lebih
efektif dalam mempertahankan dan menyelesaikan permasalahan dengan
membaca situasi pasar agar hambatan dapat teratasi sesuai dengan yang
diinginkan di dalam dunia perbankan syariah.
70
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Ascarya. 2011. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
_______. 2008. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Aliy As‟ad, Terjamah Fathul Mu‟in 2. Kudus: Menara Kudus, hal. 286.
Antonio, Muhammad Syafi‟i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta:
Gema Insani Press.
Anwar, Syamsul. 2010. Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad
Dalam Fikih Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers hlm. 68.
Amirudin dan Zainal Asikin. 2004. pengantar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta:PT. Raja Grafindo.
Chairuman, Pasaribu. 1996. Hukum Perjanjian Dalam Islam. Jakarta: Sinar
Grafika.
Djarwanto. 1993. Statistik Sosial Ekonomi. Yogyakarta : BPFE.
Gemala, Dewi. 2006. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media, hal. 206
Jogiyanto. 2005. Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Johannes Ibrahim. 2004. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif
dalam Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi).
Bandung : Mandar Maju. Hal. 229.
Mahmud. 2005. Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Maryanto, Supriyo. 2011. Buku Pintar Perbankan. Yogyakarta: CV.Andi Ofset.
124.
Moleong, lexy. 2000. Metodologi Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosada Karya.
Muchlich, Ahmad Wardi. 2010. Fikih Muamalat. Jakarta: AMZAH
71
Narbukoi, Kholid dan Achmadi Abu, 2008. Metode Penelitian, Jakarta: Bumi
Aksara, Cet. 9, 2.
Sudarsono, Heri. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta :
Ekonisia
Sanusi, Anwar. 2012. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Bandung: Alma'arif. Cet Ke-10, Jilid 12, 1996.
___________. 1987. Fikih Sunnah 13. Bandung: PT Alma‟arif.
Sulaiman, Abdullah. 1994. Dinamika Qiyas dan Pembaharuan Hukum Islam:
Kajian Konsep Qiyas Imam Syafi‟i. Jakarta: Pedoman IlmuJaya.
Suhendi, Hendi. 2014. Fiqh Mualmalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sjahdeini, Sutan Remy. 1993. Perjanjian Kredit di Bank Indonesia. Jakarta: IBI.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan
Ilustrasi, Ekonisia, Yogyakarta. Hal: 48.
Taufik, Ady Imam. 2011. Agar KPR langsung disetujui Bank. Jakarta: Sinar
Grafika. Hal. 58-61.
Karya Ilmiah
Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Perbankan Syariah di Indonesia. UGM
Yogyakarta. Diakses pada 15 Oktober 2017 pada 12.00 WIB.
Budiman, Johny. 2014. Analisis Komparatif Penerapan Suku Bunga. Jurnal
Manajemen. no.1 vol.14. diakses pada 15 Oktober 2017 pada 11.00 WIB.
Felix, Rega S.H. Potensi Penerapan Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-Dzimmah
Oleh Perbankan Syariah. Jurnal Perbankan Syari‟ah. diakses pada 13
Oktober 2017 pada 03.00 WIB.
Huzaimah, Putri Setianti. Studi komparasi penggunaan akad istishna dan
murabahah pada pembiayaan KPR di Bank Tabungan Negara KCP
Syariah Ciputat. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2017. di akses pada 18 September 2017
pada 11.10 WIB.
Sugiawati. 2009. Analisa Kredit Kepemilikan Rumah (Kpr) Dengan Akad
Pembiayaan Murabahah Di BNI Syariah Cabang Medan. Skripsi. Fakultas
72
Ekonomi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Diakses pada 02 September
2017 pada 21.00 WIB.
Siregar, Jepri. 2017. Sistem Pendukung Keputusan Pemberian KPR. Jurnal Pelita
Informatika.. Vol.3. diakses pada 19 September 2017 pada 12.00 WIB.
Perundang-undangan
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Pengertian Kredit
Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah
Fatwa DSN MUI No. 1Ol/DSN-MUIIX/2016 Tentang Akad al Ijarah al
Maushufah Fi Al Zimmah.
Internet
www.bi.go.id/id/iek/produk-jasa-perbankan/jenis/Document/KPRumah.pdf.
Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1498)] telah disebutkan takhrijnya. (Sumber:
https://almanhaj.or.id/1640-ijarah-sewa-menyewa.html). Diunduh pada
tanggal 15 September 2017, pukul 13.16 WIB
www.bi.go.id/iek/produk-jasa-perbankan/jenis/Document/KPRumah.pdf, diunduh
pada tanggal 17 Oktober 2017, pukul 10.10 WIB.
Sumber: https://almanhaj.or.id/3447-tidak-boleh-membahayakan-orang-lain.html,
diunduh pada tanggal , 03 Februari 2018, pukul 09.31 WIB.
https://infodakwahislam.wordpress.com/2013/04/22/rukun-syarat-ijarah/, diunduh
pada tanggal 17 Oktober 2017, pukul 12.30 WIB.