Kraton Yogyakarta

17
Kraton Yogyakarta Gambar 1. Kraton Yogyakarta A. Sejarah Kraton Yogyakarta Kraton Yogyakarta didirikan Setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1756 oleh Pangeran Mangkubumi (Hamengkubu Buwono I) sebagai pusat kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada mulanya, lokasi Kraton sekarang ini merupakan daerah rawa yang bernama Umbul Pacethokan, yang kemudian dibangun menjadi sebuah pesanggrahan Ayodya. Sebagaimana bangunan kraton pada kerajaan-kerajaan Jawa umumnya, Kraton Yogyakarta dibangun menghadap ke

Transcript of Kraton Yogyakarta

Page 1: Kraton Yogyakarta

Kraton Yogyakarta

Gambar 1. Kraton Yogyakarta

A. Sejarah Kraton Yogyakarta

Kraton Yogyakarta didirikan Setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1756

oleh Pangeran Mangkubumi (Hamengkubu Buwono I) sebagai pusat kerajaan

Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada mulanya, lokasi Kraton sekarang ini merupakan

daerah rawa yang bernama Umbul Pacethokan, yang kemudian dibangun menjadi

sebuah pesanggrahan Ayodya.

Sebagaimana bangunan kraton pada kerajaan-kerajaan Jawa umumnya,

Kraton Yogyakarta dibangun menghadap ke utara. Bangunan terluar berupa

benteng kraton yang dibuat dari batubata merah dengan ketebalan sekitar 4 meter.

Benteng ini melingkari kraton sepanjang 4 kilometer persegi, dan membentuk segi

empat dengan beberapa gerbang utama (regol). Susunan bangunan Kraton

Yogyakarta berturut-turut dari utara ke selatan : Alun-alun utara (termasuk Siti

Hinggil dan Bangsal Pagelaran), Kemandungan Lor (utara) atau Keben, Sri

Manganti, Kraton sebagai bangunan induk, Kemagangan, Kemandungan Kidul

Page 2: Kraton Yogyakarta

(selatan), dan terakhir pada Alun-alun Selatan. Pada jaman kerajaan, Alun-alun

Utara digunakan untuk mengumpulkan prajurit dan rakyat, disamping digunakan

untuk upacara-upacara adat seperti Grebeg, Sekaten, dan lain-lain. Keberadaan

Alun-alun ini melambangkan menunggalnya raja dengan rakyat dalam

membangun kerajaan. Di tengah alun-alun terdapat dua pohon beringin yang

melambangkan bahwa Sultan adalah pelindung dan pengayom rakyatnya.

Pada bangunan Pagelaran dan Siti Hinggil terdapat adegan pisowanan

(persidangan) para pejabat kerajaan dengan Sultan. Para pejabat kerajaan duduk di

bangunan Pagelaran, sedangkan tempat duduk Sultan terletak pada bangsal

Manguntur Tangkir yang terletak di bangunan Siti Hinggil. Di belakang bangsal

Manguntur Tangkir, terdapat bangsal Witana, yaitu tempat untuk menyimpan

lambang-lambang kebesaran kerajaan yang digunakan dalam upacara.

Gambar 2. Siti Hinggil

Bangunan kedua dari kraton bernama Keben atau Kemandungan lor.

Bangunan utamanya bernama bangsal Ponconiti, yaitu bangsal pengadilan

khususnya yang berkenaan dengan lima perkara besar yang diancam hukuman

mati. Sekarang ini, pada bangunan ini terdapat kantor Tepas Pariwisata Kraton.

Pada bagian ini terdapat bangsal Trajumas di sebelah kiri dan bangsal Sri

Manganti di sebelah kanan. Pada bangsal Trajumas terdapat berbagai peralatan

Page 3: Kraton Yogyakarta

upacara tradisional, sedangkan pada bangsal Sri Manganti terdapat berbagai acara

kesenian seperti tari-tarian klasik, karawitan, dan wayang kulit. Bangsal Sri

Manganti dahulu merupakan tempat Sultan menanti dan menerima tamu-tamu

agung. Sri Manganti sendiri berarti Raja menanti. Setelah bangsal Sri Manganti,

terdapat regol Donopratopo, yaitu sebuah gerbang yang menghubungkan halaman

Sri Manganti dengan halaman inti kraton. Gerbang ini dijaga oleh patung

Dwarapala dan Gupala.Keduanya diberi nama, masing-masing, Cingkarabala dan

Balaupata yang melambangkan kepribadian mulia manusia untuk selalu

menggemakan kebaikkan dan melarang perbuatan yang jahat.

Pada bangunan ini kraton, terdapat beberapa bangsal. Bangsal Purnaretna,

yaitu tempat Sultan bekerja, letaknya bersebelahan dengan bangunan bertingkat

yang diberi nama Panti Sumbaga. Bangunan ini merupakan perpustakaan pribadi

Sultan. Pada bagian lainnya terdapat Gedong Kuning, yaitu istana tempat tinggal

Sultan, yang letaknya bersebelahan dengan Traju Tresna, yaitu tempat Sultan

menanyakan kesanggupan putra-putrinya yang akan menikah. Di bagian lain dari

inti kraton terdapat bangsal Kencono, yaitu tempat upacara penobatan Sultan dan

para pangeran. Di samping itu, bangsal ini kadang kala digunakan untuk

menerima tamu-tamu agung yang berhubungan dengan Kasultanan. Di sebelah

barat bangsal Kencono, sekarang ini terdapat museum Sri Sultan HB XI. Di balik

bangsal Kencono, terdapat bangsal Prabayeksa, yaitu tempat penyimpanan

pusaka-pusaka kraton. Bangsal ini menjadi bagian paling sakral dari seluruh

lingkungan bangunan kraton. Bagian lainnya adalah bangsal Manis, yaitu tempat

perjamuan atau pesta, dan Gedong Patehan, yaitu tempat untuk menyiapkan

minuman. Kompleks Kraton Yogyakarta setiap hari dibuka untuk masyarakat

umum mulai dari pukul 07.30-13.00, kecuali pada hari Jumat sampai dengan

pukul 12.00 WIB.

Page 4: Kraton Yogyakarta

B. Alun-Alun Utara Yogyakarta

Dalam setiap kraton di Jawa, khususnya keraton-keraton setelah masuknya

agama Islam, dapat dikatakan bahwa semuanya memiliki bagian/tempat yang

disebut alun-alun. Alun-alun adalah bagian dari kraton yang merupakan tempat

terbuka dan luas yang terletak di depan maupun di belakang keraton. Alun-alun,

sebagai tempat yang luas dan terbuka digunakan untuk berbagai keperluan seperti

sodoran, rampogan macan, latihan ketangkasan dan ketahanan mental bagi

prajurit, upacara-upacara kebesaran, pepe 'berjemur' untuk menghadap raja, dan

sebagainya.

Gambar 3. Alun-Alun Utara (Lor)

Alun-alun Lor, nama bagian dari kesatuan kompleks Keraton Yogyakarta

yang berupa tanah yang lebar/lapang dan terletak di sebelah utara keraton. Alun-

alun Lor berfungsi untuk tempat latihan ketangkasan dan ketahanan mental para

prajurit. Di samping itu, Alun-alun Lor juga berfungsi sebagai tempat untuk

menyelenggarakan acara sekatenan, tempat berkumpulnya rakyat untuk

menghadap sultan, dan tempat penyelenggaraan berbagai upacara kenegaraan.

Sampai sekarang pun Alun-alun Lor masih berfungsi demikian di samping

difungsikan juga untuk aneka macam keperluan seperti olah raga, pameran,

muktamar maupun MTQ.

Page 5: Kraton Yogyakarta

C. Alun-Alun Selatan Yogyakarta

Alun-Alun Selatan (Kidul) merupakan wilayah di belakang kompleks

bangunan Kraton Yogyakarta yang bisa dijangkau dengan berjalan ke arah selatan

dari Sentra Makanan Khas Gudeg Wijilan. Disimbolkan dengan gajah yang

memiliki watak tenang, Alun-Alun Kidul merupakan penyeimbang Alun-Alun

Utara yang memiliki watak ribut. Karenanya, Alun-Alun Kidul dianggap tempat

palereman (istirahat) para Dewa. Dan jelas kini sudah menjadi tempat ngleremke

ati (menenangkan hati) bagi banyak orang..

Gambar 4. Alun-Alun Selatan (Kidul)

Di alun-alun selatan mengggambarkan manusia dewasa dan sudah wani

(berani) meminang gadis karena sudah akilbaligh yang dilambangkan dengan

pohon kweni (mangifera odoranta) dan pohon pakel. Masa muda yang

mempunyai jangkauan jauh ke depan divisualisasikan dengan pagar ringin kurung

alun-alun selatan yang seperti busur panah. Masa depan dan jangkauan para kaum

muda dilambangkan panah yang dilepas dari busurnya.Sampai di Sitihinggil

selatan pohon yang ditanam pelem cempora (mangifera indica) yang berbunga

putih dan pohon soka (ixora coccinea) yang berbunga merah yang

menggambarkan bercampurnya benih laki-laki (dilambangkan warna putih) dan

benih perempuan (dilambangkan warna merah). Di halaman Kamandhungan

Page 6: Kraton Yogyakarta

menggambarkan benih di dalam kandungan dengan vegetasi pohon pelem

(mangifera indica) yang bermakna gelem (kemauan bersama), pohon jambu

dersono (eugenia malaccensis) yang bermakna kaderesan sihing sasama dan

pohon kepel (stelechocarpus burahol) yang bermakna kempel, bersatunya benih

karena kemauan bersama didasari saling mengasihi.

D. Penamaan dan Makna Tata Letak

Karaton, Keraton atau Kraton, berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti

tempat tinggal ratu/raja. Sedang arti lebih luas, diuraikan secara sederhana, bahwa

seluruh struktur dan bangunan wilayah Kraton mengandung arti berkaitan dengan

pandangan hidup Jawa yang essensial, yakni Sangkan Paraning Dumadi (dari

mana asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati).

Garis besarnya, wilayah Kraton memanjang 5 km ke arah selatan hingga

Krapyak dan 2 km ke utara berakhir di Tugu. Pada garis ini terdapat garis linier

dualisme terbalik, sehingga bisa dibaca secara simbolik filosofis. Dari arah selatan

ke utara, sebagai lahirnya manusia dari tempat tinggi ke alam fana, dan sebaliknya

sebagai proses kembalinya manusia ke sisi Dumadi (Tuhan dalam pandangan

Jawa). Sedangkan Kraton sebagai jasmani dengan raja sebagai lambang jiwa sejati

yang hadir ke dalam badan jasmani.

Kraton menuju Tugu juga diartikan sebagai jalan hidup yang penuh

godaan. Pasar Beringharjo melambangkan godaan wanita. Sedangkan godaan

akan kekuasaan dilambangkan lewat Gedung Kepatihan. Keduanya terletak di

sebelah kanan. Jalan lurus itu sendiri sebagai lambing manusia yang dekat dengan

Pencipta (Sankan Paraning Dumadi). Secara sederhana, Tugu perlambangan

Lingga (laki-laki) dan Krapyak sebagai Yoni (perempuan). Dan Kraton sebagai

jasmani yang berasal dari keduanya.

Page 7: Kraton Yogyakarta

Gambar 5. Peta Kesultanan Yogyakarta

Page 8: Kraton Yogyakarta

E. Makna Tata Ruang Kraton Yogyakarta

Gambar 6. Bangsal Kencana

Setelah diguncang gempa tahun 1867, Kraton mengalami kerusakan berat.

Pada masa HB VII tahun 1889, bangunan tersebut dipugar. Meski tata letaknya

masih dipertahankan, namun bentuk bangunan diubah seperti yang terlihat

sekarang. Tugu dan Bangsal Manguntur Tangkil atau Bangsal Kencana (tempat

singgasana raja), terletak dalam garis lurus, ini mengandung arti, ketika Sultan

duduk di singgasananya dan memandang ke arah Tugu, maka beliau akan selalu

mengingat rakyatnya (manunggaling kawula gusti).

Tatanan Kraton sama seperti Kraton Dinasti Mataram pada umumnya.

Bangsal Kencana yang menjadi tempat raja memerintah, menyatu dengan Bangsal

Prabayeksa sebagai tempat menyimpan senjata-senjata pusaka Kraton (di ruangan

ini terdapat lampu minyak Kyai Wiji, yang selalu dijaga abdi dalem agar tidak

padam), berfungsi sebagai pusat. Bangsal tersebut dilingkupi oleh pelataran

Kedhaton, sehingga untuk mencapai pusat, harus melewati halaman yang berlapis-

lapis menyerupai rangkaian bewa (ombak) di atas lautan. Tatanan spasial Kraton

ini sangat mirip dengan konstelasi gunung dan dataran Jambu Dwipa, yang

dipandang sebagai benua pusatnya jagad raya.

Page 9: Kraton Yogyakarta

Dari utara ke selatan area Kraton berturut-turut terdapat Alun-Alun Utara,

Siti Hinggil Utara, Kemandhungan Utara, Srimanganti, Kedhaton, Kemagangan,

Kemandhungan Selatan, Siti Hinggil Selatan dan Alun-Alun Selatan (pelataran

yang terlindung dinding tinggi). Sedangkan pintu yang harus dilalui untuk sampai

ke masing-masing tempat berjumlah sembilan, disebut Regol. Dari utara terdapat

gerbang, pangurukan, tarub agung, brajanala, srimanganti, kemagangan, gadhung

mlati, kemandhungan dan gading.

Brongtodiningrat memandang penting bilangan ini, sebagai bilangan

tertinggi yang menggambarkan kesempurnaan. Hal ini terkait dengan sembilan

lubang dalam diri manusia yang lazim disebut babahan hawa sanga.Kesakralan

setiap bangunan Kraton, diindikasikan dari frekuensi serta intensitas kegiatan

Sultan pada tempat tersebut. Alun-Alun, Pagelaran, dan Siti Hinggil, pada tempat

ini Sultan hanya hadir tiga kali dalam setahun, yakni pada saat Pisowan Ageng

Grebeg Maulud, Sawal dan Besar. Serta kesempatan yang sangat insidental yang

sangat khusus misal pada saat penobatan Sultan dan Penobatan Putra Mahkota

atau Pangeran Adipati Anom.

Kraton Yogyakarta memanglah bangunan tua, pernah rusak dan dipugar.

Dilihat sekilas seperti bangunan Kraton umumnya. Tetapi bila kita mendalami

Kraton Yogyakarta, yang merupakan contoh terbesar dan terindah dengan makna

simbolis, sebuah filosofi kehidupan, hakikat seorang manusia, bagaimana alam

bekerja dan manusia menjalani hidupnya dan berbagai perlambangan eksistensi

kehidupan terpendam di dalamnya.

Page 10: Kraton Yogyakarta

F. Prajurit Kraton

1. Prajurit Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dibentuk pada masa

pemerintahan Hamengkubuwono I sekitar abad 17. Tepatnya pada tahun 1755

Masehi. Prajurit yang terdiri atas pasukan-pasukan infanteri dan kavaleri tersebut

sudah mempergunakan senjata-senjata api yang berupa bedil dan meriam. Selama

kurang lebih setengah abad pasukan Ngayogyakarta terkenal cukup kuat, ini

terbukti ketika Hamengkubuwono II mengadakan perlawanan bersenjata

menghadapi serbuan dari pasukan Inggris dibawah pimpinan Jenderal Gillespie

pada bulan Juni 1812. Di dalam Babad menceritakan bahwa perlawanan dari

pihak Hamengkubuwono II hebat sekali. Namun semenjak masa Pemerintahan

Hamengkubuwono III kompeni Inggris membubarkan angkatan perang

Kasultanan Yogykarta. Dalam perjanjian 2 Oktober 1813 yang ditandatangani

oleh Sultan Hamengkubuwono III dan Raffles, dituliskan bahwa Kesultanan

Yogyakarta tidak dibenarkan memiliki angkatan bersenjata yang kuat. Dibawah

pengawasan Pemerintahan Kompeni Inggris, keraton hanya boleh memiliki

kesatuan-kesatuan bersenjata yang lemah dengan pembatasan jumlah personil.

Sehingga tidak memungkinkan lagi untuk melakukan gerakan militer. Maka sejak

itu fungsi kesatuan-kesatuan bersenjata sebatas sebagai pengawal sultan dan

penjaga keraton.

Ketika Pemerintahan Kolonial Belanda kembali berkuasa pasukan-

pasukan bersenjata yang sudah lemah tersebut makin dikurangi sehingga tidak

mempunyai arti secara militer. Menurut catatan yang ada, semasa pemerintahan

Hamengkubuwono VII sampai dengan masa pemerintahan Hamengkubuwono

VIII yaitu antara tahun 1877 sampai dengan 1939 ada 13 kesatuan prajurit kraton

yang meliputi: Kesatuan Sumoatmojo, Ketanggung, Patangpuluh, Wirobrojo,

Jogokaryo, Nyutro, Dhaeng, Jager, Prawirotomo, Mantrijero, Langenastro,

Surokarso dan Bugis.

Page 11: Kraton Yogyakarta

Prajurit Bugis Prajurit Daeng Prajurit Jogokaryo

Prajurit Ketanggung Prajurit Mantrijero

Prajurit Nyutro Prajurit Patangpuluh Prajurit Prawirotomo

Prajurit Surokarso Prajurit Wirobrojo

2. Prajurit Kraton Yogyakarta.

Page 12: Kraton Yogyakarta

Pada tahun 1942 semua kesatuan bersenjata keraton Yogyakarta

dibubarkan oleh pemerintahan Jepang. Tetapi mulai tahun 1970 kegiatan para

prajurit keraton dihidupkan kembali. Dari ke tiga belas prajurit yang pernah ada

baru sepuluh kesatuan atau bergada yang direkonstruksi dengan beberapa

perubahan, baik dari pakaiannya, senjatanya maupun jumlah personil. (lihat foto-

foto yang ditampilkan). Kesepuluh kesatuan prajurit tersebut yaitu: Prajurit

Wirobrojo, Prajurit Dhaeng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jogokaryo, Prajurit

Mantrijero, Prajurit Prawirotomo, Prajurit Ketanggung, Prajurit Nyutro, Prajurit

Surokarso dan Prajurit Bugis. Dewasa ini, kesepuluh kesatuan prajurit tersebut

masih dapat dilihat oleh masyarakat umum paling tidak se tahun tiga kali, yaitu

pada upacara Garebeg Mulud, Garebeg Besar dan Garebeg Syawal, di alun-alun

utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.