Kota Pekalongan
-
Upload
try-aprizal -
Category
Documents
-
view
21 -
download
2
description
Transcript of Kota Pekalongan
Kota Pekalongan, adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini
berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Batang di timur, serta Kabupaten
Pekalongan di sebelah selatan dan barat. Pekalongan terdiri atas 4 kecamatan, yakni
Pekalongan Barat, Pekalongan Utara, Pekalongan Timur, dan Pekalongan Selatan.
Kota ini terletak di jalur Pantura yang menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya.
Pekalongan berjarak 101 km sebelah barat Semarang, atau 384 sebelah timur Jakarta.
Pekalongan dikenal mendapat julukan kota batik, karena batik Pekalongan memiliki
corak yang khas dan variatif. Kota Pekalongan memiliki pelabuhan perikanan terbesar
di Pulau Jawa. Pelabuhan ini sering menjadi transit dan area pelelangan hasil
tangkapan laut oleh para nelayan dari berbagai daerah. Selain itu di Kota Pekalongan
banyak terdapat perusahaan pengolahan hasil laut, seperti ikan asin, terasi, sarden,
dan kerupuk ikan, baik perusahaan berskala besar maupun industri rumah tangga.
Transportasi di kota ini pun sudah cukup berkembang, karena terdapat terminal besar,
stasiun, dan taksi. Makanan khas Pekalongan adalah megono, yakni irisan nangka
dicampur dengan sambal bumbu kelapa. Makanan ini umumnya dihidangkan saat
masih panas dan dicampur dengan petai dan ikan bakar sebagai menu tambahan.
Kota Pekalongan terkenal dengan nuansa religiusnya karena mayoritas penduduknya
memeluk agama Islam. Ada beberapa adat tradisi di Pekalongan yang tidak dijumpai di
daerah lain misalnya: syawalan, sedekah bumi, dan sebagainya. Syawalan adalah
perayaan tujuh hari setelah lebaran dan sekarang ini disemarakkan dengan
pemotongan lopis raksasa yang memecahkan rekor MURI oleh wali kota untuk
kemudian dibagi-bagikan kepada pengunjung.
SEJARAH
Keberadaan Kabupaten Pekalongan secara administratif sudah berdiri cukup lama yaitu 3812 tahun
yang lalu. Berdasarkan kajian ilmiah oleh Tiem Peneliti Sejarah Kabupaten Pekalongan muncul lima
prakiraan tentang kapan Kabupaten Pekalongan itu lahir, lima prakiraan yang menjadi kajian adalah
masa prasejarah, masa Kerajaan Demak, masa Kerajaan Islam Mataram, masa Penjajahan Hindia
Belanda dan masa Pemerintahan Republik Indonesia.
Hari Jadi Kabupaten Pekalongan telah ditetapkan pada Hari Kamis Legi Tanggal 25 Agustus 1622 atau
pada 12 Robiu'l Awal 1042 H pada masa pemerintahan Kyai Mandoeraredja, beliau merupakan
Bupati/Adipati yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo/ Raja Mataram Islam
dan sekaligus sebagai Bupati Pekalongan I, sedangkan penentuan hari dan tanggalnya diambil dari
sebagaimana tradisi pengangkatan Bupati dan para pejabat baru dilingkungan Kerajaan Mataram.
Pembangunan Kabupaten Pekalongan sudah dilakukan sejak zaman Pemerintahan Adipati Notodirdjo
(1879 -1920 M) di komplek Alun-alun utara no 1 Kota Pekalongan, bangunan tersebut merupakan
rumah bagi para Bupati Pekalongan sekaligus sebagai tempat aktivitas perangkat pemerintahan
dengan berbagai elemen masyarakat untuk bersilaturakhmi, bermusyawarah dan mencurahkan
pemikiran atau unek-unek berbagai kehendak dihadapan bupati.
Proses pemindahan Ibukota Kabupaten Pekalongan diawali dengan peresmian sekaligus penggunaan
Gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Pekalongan di Kajen oleh Bupati Drs. H Amat Antono pada
tanggal 25 Agustus 2001, kepindahan itu merupakan salah satu tonggak sejarah sebagai momen
diawalinya Kajen sebagai Ibukota Kabupaten Pekalongan.
Kata Pekalongan berasal kata kalong, yang berarti "kelelawar" dalam bahasa Jawa. Menurut legenda,
Raden Bahu (bupati Kendal I), seorang abdi dalem Sultan Agung, diberi perintah oleh Sultan
Agung untuk membangun sebuah daerah di sebelah barat Kota Kendal,Raden Bahu pun melakukan tapa
ngalong (bertapa seperti kelelawar) di daerah ini.
Pariwisata
Pekalongan telah lama dikenal sebagai kota batik, dan salah satu pusat produksi batik berada di
Kecamatan Buaran dan Wiradesa. Beberapa nama produsen batik yang cukup dikenal diantaranya Batik
Humas (singkatan dari Husein Mohammad Assegaff). Sedangkan pabrik sarung (kain palekat) terkenal di
Pekalongan antara lain Gajah Duduk dan WadiMoor.
Di bagian selatan terdapat daerah wisata pegunungan Linggo Asri, terletak 37 km sebelah selatan Kota
Pekalongan arah Kajen (dari jalan Jakarta-Semarang pertigaan Wiradesa ke selatan atau dari kota
Pekalongan arah Buaran), dimana daerah tersebut terdapat pemandian dan taman bermain seta wisata
hutan pinus milik Perum Perhutani dan juga terdapat komunitas masyarakat Hindu di Pekalongan.Disini
terdapat peninggalan berupa lingga dan yoni yang terletak sekitar 500 meter dari kompleks pemandian
linggo asri.
Sebenarnya masih banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pekalongan, antara
lain, Pantai Sunter Depok, Ekowisata Petungkriyono, Wisata Air, Wisata hutan, Wisata budaya dll.
Pekalongan masih menunggu investor yang ingin mengembangkan obyek wisata ini.
Buat penikmat makanan, Pekalongan menyediakan wisata kuliner berupa Taoto dan nasi megono, Taoto
adalah sejenis soto yang dibuat dengan kuah taoco dan dengan daging serta jerohan kerbau. Sedang
megono adalah cacahan nangka muda yang dibumbui parutan kelapa dan dikukus yang cocok buat
dinikmati saat masih panas.
Makanan Khas
Pekalongan memiliki banyak makanan khas yang sangat unik dan enak, antara lain :
Megono (Nangka Muda)
yakni irisan nangka muda dengan bumbu sambal kelapa. Rasanya gurih dan pedas, biasanya
dihidangkan ketika masih panas dengan menu tambahan lalapan pete serta ikan goreng. Di [Kabupaten
Pekalongan] bagian selatan biasanya makanan ini dibuat ketika sedang hajatan yang kemudian diberikan
untuk oleh-oleh para tamu undangan. Kebiasaan ini telah dilakukan turun temurun dari zaman dahulu
kala. Nasi ini dibungkus dengan daun jati atau juga bisa dengan daun pisang, dan mereka biasa
menyebutnya dengan nama "Sego Gori"(Nama lain dari Megono).
Tauto Pekalongan (Sotonya Pekalongan)
Sejenis sup daging kuah kental khas pekalongan dengan bumbu khas Taoco yaitu kedelai yang
dibusukan hingga kental.
Pindang Tetel
Sebetulnya makanan ini sejenis dengan soto juga, namun perbedaanya adalah pada bumbu kuahnya
yang diolah dengan menggunakan buah pucung yang sudah masak.
Iwak Panggang
Ikan ini adalah ikan laut yang kemudian diolah dengan proses pengasapan, sehingga ikan tersebut akan
berubah warna, rasa dan aroma. Bau ikan panggang ini sangat khas dan banyak kita jumpai di pasar-
pasar tradisional [Kabupaten Pekalongan]. Biasanya ikan panggang ini diolah dengan disambal, dipecak,
disayur dan digoreng.
Wajik Kletik
adalah jenis wajik terbuat dari beras ketan ditambah gula merah dan parutan kelapa dincampur jadi satu
dan dicetak, makanan ini sangat cocok buat oleh oleh.
Kopi Tahlil
adalah terbuat dari campuran kopi murni dengan rempah-rempah seperti jahe, kapulaga, cengkeh, kayu
manis, pandan, batang serai, dan pala.
Apem Kesesi
terbuat dari tepung beras dan gula jawa/merah, makanan ini sudah cukup melegenda khususnya di
pekalongan bagian barat sampai ke comal, oleh karena tempat pemasarannya juga sampai juga di pasar
comal maka banyak yang menyebut makanan ini sebagai 'apem comal'
BATIK
Pola Batik BuketanPada saat Batik Pekalongan memasuki pasar dengan konsumen orang-orang yang menggemari
pola-pola buketan ( Belanda ), para pengusaha Tionghoa di Pekalongan mulai menerapkan ragam
hias buketan bagi produknya sebagai salah satu pola Batik Cina yang mendapat pengaruh budaya
Eropa ( Belanda ) setelah tahun 1910. Langkah para pengusaha Tionghoa yang terkenal jeli dalam
membaca situasi pasar itu, memang cukup tepat. Penerapan ragam hias buketan itu mereka
lakukan pada saat Batik Belanda yang berawal kurang lebih pada tahun 1840 dan dipelopori oleh
Caroline Josephine Van Franquemont dan Catherina Carolina Van Oosterom, berada dalam puncak
pemasarannya. Pada awalnya batik Belanda tidak menampilkan pola-pola buketan. Namun
demikian, seiring dengan adanya perkembangan polanya, maka batik Belanda pun menampilkan
ragam hias buket–buket yang halus dan indah dengan warna-warna cerah serta serasi, bahkan
sering dipadu dengan isen latar ragam hias tradisional keraton seperti galaran, gringsing, dan
blanggreng yang dibatik sangat halus ( lebih halus dari batikan keraton ). Setelah bahan kimia
masuk ke Jawa, maka batik Belanda yang semula hanya menampilkan dua warna itu, mulai
menampilkan beragam warna sehingga tampak lebih indah dan halus.
Pola buketan tersebut pertama kali diproduksi oleh Cristina Van Zuylen yaitu salah satu seorang
pengusaha batik keturunan Belanda kelas menengah di Pekalongan. Pada tahun 1880, Cristina Van
Zuylen telah mengubah tradisi yang semula sebagai karya anonym ( tanpa diketahui identitas
pembuatnya ) dan bersifat missal, menjadi karya individual. Identitas nama Cristina van Zuylen
dituliskan disudut bagian dalam kain bentuk tanda tangan yang berbunyi “T. van Zuylen”
( kependekan dari Tina Van Zuylen ) pada setiap karyanya. Batik buketan yang terkenal adalah
karya Zuylen bersaudara yaitu Cristina Van Zuylen dan Lies van Zuylen. Batik tersebut sangat laku
sehingga pengusaha-pengusaha menengah Tionghoa yang semula menerapkan pola-pola dengan
ragam hias mitos Cina maupun keramik Cina, mulai membuat batik buketan setelah tahun 1910
sebagaimana diuraikan dimuka. Para pengusaha tersebut antara lain Lock Tjan dari Tegal, Oey-
Soe-Tjoen dari Kedungwuni, dan Nyonya Tan-Ting-Hu yang mulai tahun 1925 telah memproduksi
batik dengan format “pagi-sore”. Selain itu, dikampung Kwijan ( Tempat tinggal Kepala Daerah
Pekalongan Tan-Kwi-Jan ) juga terdapat dua orang pengusaha batik buketan dari golongan
Tionghoa yang cukup terkenal yaitu Tjoa-Sing-Kwat dan Mook-Bing-Liat.
Bangkitnya para pengusaha kelas menengah Tionghoa di Pekalongan untuk memproduksi batik
dengan pola buketan ternyata mampu memberikan nilai tambah bagi karya seni batik dan tidak
hanya menjadi barang dagangan semata. Selain jumlah produksinya yang meningkat, batik karya
pengusaha Tionghoa tersebut juga memiliki nilai seni yang tinggi bahkan bisa disejajrkan dengan
pelukis di Eropa ( Belanda ), terutama batik yang memiliki pola dan ragam hias mitos Cina. Namun
demikian, batik yang diusahakan oleh pengusaha pribumi tetap tidak mengalami perubahan karena
batik hanya dianggap sebagai kerajinan atau dagangan saja. Oleh karena itu, batik dibiarkan seperti
adanya saja karena dipandang sebagai milik pasar. Hal itulah yang membedakan kedua golongan
pengusaha yaitu Tionghoa dan pribumi dalam mengelola industri batik. adanya persaingan antara
pengusaha batik Tionghoa dalam industri pembatikan telah membawa berbagai ketegangan,
sehingga menimbulkan konflik yang sangat memprihatinkan.
Sejarah
Sejarah Batik Pekalongan
Sejarah Batik di Pekalongan dimulai dari pasca peperangan dan perpecahan di lingkungan kerajaan Mataram yang waktu itu dipimpin oleh rajanya Panembahan Senopati. Peperangan melawan kolonial belanda maupun perpecahan di antara lingkungan kraton memang kerap kali terjadi, hingga pada suatu saat kondisi yang paling parah menyebabkan banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap didaerah-daerah baru antara lain ke Pekalongan. Keluarga-keluarga kraton yang memang telah mempunyai tradisi batik dan mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan ke daerah pengunsian di Pekalongan.
Di daerah Pekalongan tersebut akhirnya batik tumbuh dengan pesat seperti di Buaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Keluarga kraton yang mengungsi dan membawa pengikut-pengikutnya ke daerah baru itu, dan ditempat itu kerajinan batik terus dilanjutkan dan kemudian menjadi pekerjaan untuk mata pencaharian. Corak batik di daerah baru ini disesuaikan pula dengan keadaan daerah sekitarnya.
Sampai awal abad ke-XX proses pembatikan yang dikenal ialah batik tulis dengan bahan morinya buatan dalam negeri dan juga sebagian import. Setelah perang dunia kesatu baru dikenal pembikinan batik cap dan pemakaian obat-obat luar negeri buatan Jerman dan Inggris.
Pada awal abad ke-20 pertama kali dikenal di Pekajangan ialah pertenunan yang menghasilkan stagen dan benangnya dipintal sendiri secara sederhana. Beberapa tahun belakangan baru dikenal pembatikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang bekerja disektor pertenunan ini.
Pertumbuhan dan perkembangan pembatikan lebih pesat dari pertenunan stagen dan pernah buruh-buruh pabrik gula di Wonopringgo dan Tirto lari ke perusahaan-perusahaan batik, karena upahnya lebih tinggi dari pabrik gula. Bahan-bahan yang dipakai untuk kainnya hasil tenunan sendiri dan bahan catnya dibuat dari pohon seperti: mengkudu, pohon tom, soga Jawa, dan sebagainya.
Lontong Lemprak
Lontong Lemprak Pekalongan
Merupakan sajian yang terdiri dari lontong dan opor. Aroma lontong disini sangat khas, karena dibungkus dengan
daun pisang hijau, yang menjadikan aromanya wangi. Opor dibuat dari ayam kampung dengan kuah santan yang
kental dan bumbu rempah rempah yang menggugah selera. Sajian ini dapat dengan mudah anda temukan di jajakan
di kaki lima alun alun Pekalongan, depan Masjid Jami Kauman. Harga sekitar Rp. 9.000,00 – Rp. 20.000,00
tergantung lauk.
3. Soto tauco
Soto Tauco Pekalongan
Soto Pekalongan sedikit berbeda dengan daerah lain. Jika biasanya soto disajikan dengan kuah kuning segar, soto
Pekalongan justru berwarna coklat keruh. Hal ini karena campuran tauco yang menjadi bumbu utama dan yang
membuat soto Pekalongan jadi khas. Terdiri dari daging sapi atau kerbau, bihun, irisan daun bawang dan lontong.
Soto Pekalongan yang terkenal diantaranya Soto PPIP atau soto Carlam. Harga sekitar Rp. 10.000,00.
4. Sate Hayam Wuruk
Sate Hayam Wuruk Pekalongan
Sate tidak terlalu khas di Pekalongan. Hanya saja sate yang satu ini cukup populer di masyarakat Pekalongan. Sate
terdiri dari potongan daging ayam, dibalur saus kacang dan kecap, kemudian disajikan dengan acar mentimun. Sate
Hayam Wuruk jadi khas karena yang biasanya sate disajikan malam hari, sate di Pekalongan ini disajikan untuk
menu sarapan pagi hari. Dapat anda temui di sepanjang jalan Hayam Wuruk Pekalongan. Akan anda temukan
banyak gerobak sate yang mengeluarkan aroma yang membuat perut keroncongan. Meskipun hanya diracik di
gerobak, tetapi jangan meremehkan rasanya. Harganya sekitar Rp. 10.000,00 per porsi.