Kota dan Pengkondisian

23

description

Kota dan Pengkondisian. Kota adalah tempat untuk membentuk perilaku manusia. Perilaku terbentuk karena ada nya stimulus yang diterima dan kemudian di respons oleh manusia s esuai dengan makna yang didapatkan dari pengetahuan dan pengalaman . - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of Kota dan Pengkondisian

Page 1: Kota dan Pengkondisian
Page 2: Kota dan Pengkondisian

Kota dan Pengkondisian

Kota adalah tempat untuk membentuk perilaku manusia. Perilaku terbentuk karena adanya stimulus yang diterima dan kemudian di respons oleh manusia sesuai dengan makna yang didapatkan dari pengetahuan dan pengalaman.

Kota juga adalah kumpulan kelompok-kelompok manusia yang tinggal dalam satu lingkungan binaan besar. Dari perspektif ini, kota dapat dilihat seperti sebuah laboratorium yang kondisinya dapat dimanipulasi, sedangkan warga kota adalah objek eksperimennya.

Page 3: Kota dan Pengkondisian

Ruang Publik Kota Jakarta

1. Jakarta Kota Cuek

Silih bergantinya orang baru yang datang dari hari ke hariAktivitas warga komplek yang bekerja 12 jam pulang ke rumah hanya tidur/istrahat sajaWaktu liburan dia habiskan ke luar kotaInteraksi hanya dilakukan dilingkungan keluarga

Page 4: Kota dan Pengkondisian

2. Internet dan isolasi sosial

Perkembangan tekhnologi informasi dan komunikasi (TIK) juga telah mempengaruhi penggunaan ruang publik.

Dari segi positif:- Menambah pengetahuan- Mempermudah komunikasi jarak jauh

- Kerugian:- Internet bisa merusak interaksi sosial karena telah

menjadi pengganti kontak sosial. - Bentuk-bentuk hiburan seperti musik dan menyaksikan

siaran TV langsung memungkinkan terjadinya pengasingan sosial.

- Hiburan televisi berpengaruh terhadap psikologi anak

Page 5: Kota dan Pengkondisian

3. Ruang publik untuk Interaksi sosial

Ruang publik memiliki peran sosial yang lebih besar dari sekedar menciptakan sebuah interaksi. Di ruang publiklah masalah warga kota dapat diutarakan, di mana semua orang berkedudukan sama dan tidak ada perbedaan sosial.

Page 6: Kota dan Pengkondisian

Gaya Hidup Warga Kota

Gaya hidup menurut Kotler (2002, p.192) Pola hidup seseorang di dunia yang

ekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam bereaksi dan berinteraksi di dunia.

Page 7: Kota dan Pengkondisian

1. Jakarta Kota Mall

Menurut Planolog Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mal yang ada di Jakarta sudah melebihi batas ideal. Hal ini membuat Jakarta menjadi kota dengan mal terbanyak di dunia. Jumlahnya pusat belanja yang ada di Jakarta mencapai 170 lebih dan telah melebihi batas ideal dari jumlah penduduknya."Harusnya ada skala untuk mengatur agar jumlah mal tidak tumbuh dengan sangat pesat. Meski atas nama globalisasi dan perdagangan internasional," ujar Yayat kepada VIVAnews.com, Selasa 20 Juli 2010.

Page 8: Kota dan Pengkondisian

2. Pola Hidup Konsumtif

Menurut DK. Halim pola hidup konsumtif ini juga dipengaruhi oleh tuntunan dari gaya hidup baru yang mementingkan penampilan fisik sebagai saipati dan nilai utamanya. Maka tidak heran bila warga kota menjadi terobsesi dengan hal-hal yang “harus lebih” harus lebih bagus, harus lebih mahal, harus lebih beda dan sebagainya. Hal-hal fisik pun menjadi objek yang tiada habisnya untuk dipoles, didandani, serta diberikan citra mewah dan eksklusif.

Page 9: Kota dan Pengkondisian

contoh

Page 10: Kota dan Pengkondisian

3. Pembunuhan Karakter massal di Mall

• Warga kota menderita deindividuasi, suatu kondisi psikologis di mana terjadi penurunan kesadaran diri sehingga individu akan melakukan segala hal yang tidak akan dilakukannya jika sedang sendiri.• Diskon, cuci gudang, dan obral telah mengondisikan warga kota yang berada dalam keramaian mall untuk berbondong-bondong membeli segala sesuatu yang ditawarkan oleh mall tanpa pikir panjang lagi. • Manajemen diskon kemudian akan memelihara kondisi psikologis massa ini secara terus menerus sehingga memprogram pikiran warga. • Seperti anjingnya pavlov, warga kota akan langsung tergiur ketika diskon datang. Mereka tidak sadar lagi jika telah di cuci otak, kehilangan kesadaran dan kontrol diri. Dengan peristiwa tersebut maka pembunuhan karakter massal telah terjadi di mall dan warga kota pun tidak pernah menyadarinya.

Page 11: Kota dan Pengkondisian

contoh

Page 12: Kota dan Pengkondisian

Stres Perkotaan

menurut DK Halim “Psikologi Lingkungan Perkotaan” bahwa stress perkotaan tidak hanya disebabkan oleh kondisi personal seseorang tetapi juga karena kondisi dan fasilitas kota yang tidak bersahabat. Umumnya kota-kota di Indonesia tidak dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memberi kenyamanan psikologis perkotaan bagi warga kota. Bahkan sangat jarang (mungkin tidak ada) kota yang dirancang dengan mempertimbangkan faktor psikologis warga kota.

faktor penyebab stress perkotaan:aspek lalu lintas, perumahan kota, fasilitas bagi warga senior kota (lansia), polusi udara, dan tentu saja tata ruang dan landsekap kota.

Page 13: Kota dan Pengkondisian

1. Kemacetan lalu lintas dan polusi udara

Page 14: Kota dan Pengkondisian

2. Sampah dan banjir tahunan

Page 15: Kota dan Pengkondisian

3. Kriminalitas dan kekerasan

Menurut DK. Halim, bahwa kekerasan telah secara tidak proporsional menghantui kehidupan perkotaan karena warga kota mengalami tindak kejahatan dan kekerasan, seperti perkosaan, penganiayaan, penyerangan, dan pencurian lebih kejam dibandingkan warga pedesaan ataupun pinggiran kota.

“Land, Mccall, dan Cohen” melaporkan di Amerika serikat rata-rata tingkat kriminalitas perkotaan 74% lebih tinggi dibandingkan pedesaan, dan 37% lebih tinggi dibandingkan pinggiran kota. Disamping itu, biasanya warga kota menjadi korban tindak kriminal dari orang yang mereka tidak kenal dibandingkan korban di pedesaan atau pinggiran kota

Page 16: Kota dan Pengkondisian

Kota dan masalahnya; psikologi perkotaan sebagai solusi

1. Urban sprawl

Awalnya urban sprawl dikenal juga sebagai suburban sprawl, yaitu melebarnya daerah pinggiran kota (suburban) ke lahan-lahan pedesaan sekelilingnya secara horizontal. Pelebaran (sprawling) ini memiliki beberapa masalah, yaitu:

Menciptakan penduduk yang tergantung pada kendaraan (komuter)

Penggunaan lahan yang boros karena kepadatan yang rendahZoning tunggal yang menyebabkan terjadinya segregasi fungsi

kota, misalnya tejadi pengembangan untuk hunian saja, sementara kegiatan ekonomi (niaga), rekreasi dan penyempurna tidak tersedia dengan memadai atau harus ditempuh dengan kendaraan karena terlalu jauh.

Page 17: Kota dan Pengkondisian

Dampak negatif lain urban sprawl :

Menurunnya kesehatan membuat warga sangat tergantung dengan kendaraan sehingga meningkatkan obesitas dan penyakit darah tinggi.

Kerusakan lingkungan, terutama meningkatnya polusi dan ketergantungan pada bahan bakar fosil sehingga udara di pinggir kota menjadi kotor karena warga pinggir kota menyumbang emisi karbon lebih besar dari warga kota.

Meningkatkan kemacetan dan risiko kecelakaan lalu lintas terutama bagi warga pinggir kota.

Menurunnya modal sosial karena mneciptakan penghalang jarak untuk interaksi sosial dan cenderung menggantikan ruang-runag terbuka publik dengan ruang-ruang komersil.

Berkurangnya kualitas serta kuantitas tanah dan air akibat pemakaian lahan yang besar sering kali menghilangkan lahan pertanian dan merusak ekosistemnya serta mengurangi daerah tangkapan air karena telah mengubah tanah menjadi perkerasan.

Meningkatnya biaya infrastruktur di mana jalan-jalan tol yang lebar terpaksa harus dibuat lengkap dengan penerangan, drainase, dan sarana parkir/transit.

Page 18: Kota dan Pengkondisian

2. Jentrifikasi

Jentrifikasi suatu penomena dimana sebuah lingkungan fisik memburuk lalu direvitalisasi sehingga terjadi peningkatan nilai property disertai gelombang kedatangan warga kelas menengah atas yang baru menggantikan warga asli yang miskin.

Page 19: Kota dan Pengkondisian

Contoh

Rumah susun yang dibangun pada tahap 1 dan 2 (rumah sususn lama), dianggap sukses sesuai dengan tujuan awal yakni merevitalisasi kawasan pemukiman kumuh dan menempatkan kembali penduduknya setelah revitalisasi. Sedangkan rumah susun tahap 3 (rumah susun baru), dianggap gagal karena seiring berjalannya waktu rumah susus tersebut malah ditempati kalangan menengah ke atas yang memiliki mobil.

Page 20: Kota dan Pengkondisian

3. Kesehatan mental Warga Kota

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan rata-rata nasional gangguan mental emosional yang dimulai dengan perasaan cemas dan depresi adalah 11.6 persen atau sekitar 19 juta penduduk dan itu terjadi pada penduduk mulai usia 15 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI ini dirilis bertepatan dengan acara peresmian program Mobile Mental Health Service (MMHS) Senin (20/5) kemarin. Diperlihatkan bahwa prevalensi tertinggi untuk gangguan jiwa berat di provinsi DKI Jakarta mencapat 2.03 persen dari keseluruhan jumlah populasi Jakarta yang berjumlah 9.607.787 jiwa.

Itu artinya, sekitar 195.038 penduduk Jakarta mengalami gangguan jiwa berat. Kasus bunuh diri di Jakarta sepanjang 1995 hingga 2004 bahkan mencapai 5.8 persen per 100ribu penduduk dan kebanyakan adalah laki-laki. Dari 1.119 orang yang bunuh diri di Jakarta, 41 persen meninggal dengan cara gantung diri dan 23 persennya dengan cara menenggak racun. Di luar itu, sebanyak 256 orang menemui ajalnya akibat overdosis obat.

Page 21: Kota dan Pengkondisian

Kesimpulan

Psikologi Perkotaan adalah bidang ilmu yang menganalisis pengaruh penataan ruang kota terhadap faktor psikologis penghuninya. Dalam hal ini dapat digambarkan sebuah kota besar yang memiliki bangunan yang megah, berpenduduk padat dan memiliki banyak akses dalam memenuhi kebutuhan dan menjadi pusat pemerintahan.

Di perkotaan yang memiliki penduduk yang padat, tentu akan memiliki pula masalah-masalah yang kompleks yang tak ada habisnya. Diantaranya adalah masalah kemiskinan, sampah, banjir, kemacatatan lalu lintas. Kemudian maslah yang menyangkut perubahan psikologi yang terjadi di masyarakat perkotaan yang cenderung individualistis akibat beberapa hal yang mempengaruhinya.

Page 22: Kota dan Pengkondisian

Lanjutan

Diantaranya terlalui terbuai oleh perkembangan teknologi yang merubh pola pikir masyarakat perkotaan. Keinginan warga kota yang ingin selalu tampil “Lebih”, ingin lebih mewah, ingin lebih mahal, ingin lebih berbeda dan lain-lain.

Jadi, agar dapat meminimalisir kesemerautan kota, harus ada penataan kota agar nyaman untuk dihuni oleh warganya, dengan cara merancang kembali arisitektur kota sehingga desain kota menuju ke arah sejahtera.

Page 23: Kota dan Pengkondisian

gojai

masu

Arigato