Koreana Summer 2015 (Indonesian)

of 68 /68
ISSN 1975-0617 MUSIM PANAS 2015 VOL. 4 NO. 2 PASAR TRADISIONAL FITUR KHUSUS SENI & BUDAYA KOREA Pasar Tradisional Korea: Ajang Gejolak dan Romantika Kehidupan; Orang-orang yang Membangunkan Subuh: Cerita Pasarku ISSN 2287-5565 Sejarah dan Perkembangannya Pasar Tradisional

Embed Size (px)

description

Koreana Summer 2015 (Indonesian)

Transcript of Koreana Summer 2015 (Indonesian)

  • ISSN 1975-0617

    Mu

    siM Pan

    as 2015vo

    l. 4 no

    . 2PASAR TRADISION

    ALFITuR Kh

    uSuS

    SENI & BuDAYA KOREA

    Pasar Tradisional Korea: Ajang Gejolak dan Rom

    antika Kehidupan; Orang-orang yang M

    embangunkan Subuh: Cerita Pasarku

    Mu

    SIM P

    AN

    AS 2015 vo

    l. 4 no

    . 2w

    ww

    .koreana.or.kr ISSN 2287-5565

    Sejarah dan Perkembangannya

    Pasar Tradisional

  • WaterWaterWaterWaterWater

    A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 10, NUMBER 1, SPRING 2015

    US$15.00W15,000

    AVERTING WATER CRISES IN ASIA: ESSAYS BY

    Dipak Gyawali, Hyoseop Woo, David S. Hall & Kanokwan Manorom, Lyu Xing and Ramaswamy R. Iyer

    THINK TANKS, THINK NETS AND ASIAA focus on how the industry of ideas has spread in Asia looks at the regional, Chinese and Japanese experience

    THE DEBATE: US STRATEGY TOWARD NORTH KOREARobert Carlin Squares Off Against Bruce Klingner

    PLUSPradumna B. Rana & Ramon Pacheco Pardo Asias need to work with the IMF on regional financial securityBrad Nelson & Yohanes Sulaiman Indonesias new maritime ambitions may spell trouble with ChinaMichal Romanowski The EUs task in Central AsiaRobert E. McCoy Historys lessons for the North Korea nuclear stando and why the Six-Party Talks stalledBook Reviews by Thomas E. Kellogg, Nayan Chanda, John Delury & Taewhan Kim

    See our latest issue, full archives and analysis on our expert blog at www.globalasia.org

    Managing Asias Most

    Precious Resource

    We Help Asia Speak to the World and the World Speak to Asia.

    In our latest issue:

    Water: Managing

    Asias Most Precious

    Resource

    Find out more and subscribe to our print or online editions

    at www.globalasia.org

    Have you tried our digital edition yet? Read Global Asia on any device with our digital edition by Magzter. Issues are just $5.99 or $19.99 per year. Download the free Magzter app or go to www.magzter.com

    A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION

    our digital edition by Magzter. Issues are

    cITRA KOREA

  • Samgyetang di Puncak Musim Panas

    Melawan Panas dengan Panas

    Sebuah deretan panjang orang, sebagian besar dari mereka pekerja kan-tor dalam kemeja lengan pendek, berhadapan dua hingga empat orang dalam sebuah gang menuju pintu masuk rumah bergaya tradisional yang luas. Deretan itu bergerak perlahan, namun mereka berdiri di tempat dengan sabar, di bawah terik matahari. Adakah sesuatu yang istimewa terjadi?

    Papan nama neon besar menggantung di bawah atap memberikan petunjuk untuk yang mudah dibaca dalam sebuah kerumunan. Ini adalah restoran yang khusus menjual samgyetang. Sebuah plakat persegi dengan meterai resmi Rose of Sharon yang terletak di samping pintu menunjukkan bahwa itu diakui pemerintah sebagai Restoran yang Baik. Tapi selain restoran ini, ada banyak restoran yang khusus menjual samgyetang seluruh Korea, hanya saat ini ada-lah tahun mereka untuk berjaya.

    Nama samgyetang berasal dari kata: ginseng (sam,) ayam (gye), dan sup (tang). Artinya, seekor ayam muda direbus dengan ginseng dalam sup hangat. Tentu ini sebenarnya sedikit lebih rumit dari sekadar itu. Selain ayam dan gin-seng, bahan-bahan lain seperti beras ketan, buah jujube kering, seluruh butir bawang putih besar, diletakkan biji perilla dan tambahan lain untuk menandai bahwa itu merupakan hidangan musim panas Korea.

    Samgyetang merupakan salah satu hidangan yang muncul dalam tradisi kuno Korea yang mempertimbangkan bahwa makanan dan obat-obatan bera-sal dari sumber yang sama. Ayam kaya akan kandunga asam amino. Ginseng, salah satu produk Korea yang paling berharga, yang dikenal untuk mengaktif-kan enzim dalam tubuh, mempercepat metabolisme dan membantu menghi-langkan rasa letih. Bawang putih dianggap sebagai afrodisiak, bekerja sungguh-sungguh melindungi perut, dan pada saat yang sama mencegah anemia. Jadi dalam situasi panas, musim panas memaksa orang berkeringat dan tubuh pun mudah capek, Orang-orang Korea akan menikmati semangkuk samgyetang yang mendidih sebagai bantuan untuk melawan panas yang melemahkan.

    Pada masa ini, melalui peternakan unggas yang berkembang dengan baik, ayam muda tersedia sepanjang tahun karena diperlukan untuk membuat sam-gyetang. Di masa lalu, ayam yang menetas di musim semi tumbuh menca-pai bobot 500 gram - ukuran ideal - pada musim panas. Dengan "ayam lunak" (yeonggye) demi memenuhi kebutuhan daging mereka, pertumbuhan yang sangat berguna, satu porsi bisa dimakan demi upaya menaklukkan musim panas. Kebiasaan makan samgyetang dilakukan pada hari-hari paling terik di musim panas. Hari-hari terpanas muncul pada tahun 1960 setelah pengenalan lemari es. Kemasan-nutrisi samgyetang, sekarang ini tersedia setiap waktu, merupakan salah satu hidangan favorit Korea dalam empat musim.

    Kim Hwa-young Kritikus Sastra, Anggota Akademi Kesenian Nasional

  • PeMiMPin UMUM Yu Hyun-seokDireKtUr eDitorial Yoon Keum-jinPeMiMPin reDaKSi Koh Young HunDewan reDaKSi Bae Bien-u Choi Young-in Emanuel Pastreich Han Kyung-koo Kim Hwa-young Kim Young-na Koh Mi-seok Song Hye-jin Song Young-man Werner SasseDireKtUr Kreatif Kim SameDitor Kim Jeong-eun Noh Yoon-young Park Sin-hyePenata artiStiK Lee Young-bokDeSainer Kim Ji-hyun Lee Sung-ki Yeob Lan-kyeong

    Penata letaK Kims Communication AssociatesDan DeSain 385-10 Seogyo-dong, Mapo-gu Seoul 121-839, Korea www.gegd.co.kr Tel: 82-2-335-4741 Fax: 82-2-335-4743

    Harga majalah Koreana per-eksemplar di Korea W6.000.Di negara lain US$9.Silakan lihat Koreana halaman 84 untuk berlangganan.

    inforMaSi Berlangganan:The Korea FoundationWest Tower 19F Mirae Asset CENTER1 Bldg. 26 Euljiro 5-gil, Jung-gu, Seoul 100-210, Korea

    PercetaKan eDiSi MUSiM PanaS 2015Samsung Moonwha Printing Co.274-34 Seongsu-dong 2-ga, Seongdong-gu, Seoul 133-831, KoreaTel: 82-2-468-0361/5

    The Korea Foundation 2015Pendapat penulis atau pengarang dalam majalah ini tidak haurs selalu mencerminkan pendapat editor atau pihak Korea Foundation. Majalah Koreana ini sudah terdaftar di Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata(No. Pendaftaran Ba 1033, 8 Agustus 1987), Korea sebagai majalah triwulanan, dan diterbitkan juga dalam bahasa Inggris, Cina, Prancis, Spanyol, Arab, Rusia, Jepang, dan Jerman.

    Diterbitkan empat kali setahun oleh the Korea foundation

    2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-guSeoul 137-863, Korea

    http://www.koreana.or.kr

    Musim panas telah tiba. Seperti pada musim dingin, orang-orang Korea tetap berge-

    gas menuju kereta atau gedung untuk segera menikmati sejuknya pendingin. Pada saat

    seperti ini makanan samgyetang menjadi menu favorit mereka. Melawan panas dengan panas. Sungguh kenikmatan luar biasa.

    Namun, ada sebuah tempat yang selalu ramai dikunjungi orang. Tempat tersebut

    sungguh-sungguh tidak terpengaruh oleh perubahan musim dan cuaca. Tempat itu ialah

    pasar tradisional. Pasar merupakan jantung kehidupan masyarakat, di desa maupun

    di kota. Pasar-pasar tradisional memiliki sejarah panjang dan nilai-nilai yang tak bisa

    dibuang begitu saja. Siapa yang tidak mengenal pasar Namdaemun, Dongdaemun, dan

    Gwangjang. Seluruh wisatawan asing yang datang ke Korea pasti mengunjungi pasar

    tersebut. Masing-masing pasar tersebut memiliki keunikan dan kekhasan masing-ma-

    sing.

    Namun sebenarnya Korea tidak hanya memiliki pasar besar itu. Korea memiliki ba-

    nyak pasar tradisional. Pasar-pasar tersebut memiliki tema-tema khusus. Pasar Kyung-

    dong terkenal sebagai pasar obat tradisional, pasar ternak Cheongdo, pasar hwamunseok di pulau Ganghwa, dan sebagainya merupakan pasar-pasar yang tidak kalah unik dan

    menariknya.

    Pasar-pasar tersebut mencerminkan realitas kehidupan masyarakat Korea. Hanya

    sayang dengan kemajuan teknologi maju dan kehadiran pasar-pasar modern pelan-pelan

    menenggelamkan eksistensi pasar tradisional. Tentu ini amat mencemaskan. Oleh kare-

    na itu, masyarakat Korea dan pemerintah berusaha untuk membangkitkan kembali fungsi

    dan kedudukan pasar tradisional di tengah modernisasi yang juga tak bisa terbendung.

    Pada sajian kali ini, Koreana membedah tuntas sejarah, realitas, dan harapan kita ter-hadap masa depan pasar tradisional. Selamat menikmati suguhan Koreana musim panas ini. Jangan lupa mencatat festival-festival menarik yang ada di musim panas di Korea.

    Hiburan keluarga yang menarik yang sayang jika Anda tinggalkan.

    Musim Panas dan Pasar tradisionalDari Redaksi

    Hari Pasaran Hwang Young-sung Minyak di atas kanvas, 38 x 45,5cm 1982 Hangat, penggambaran penuh warna tentang kios-kios di luar pasar negeri yang dikemuli kelambu penghalang terik matahari.

    Seni & BUDaya Korea Musim Panas 2015

    Koh young Hun Pemimpin Redaksi Koreana Edisi Indonesia

  • fitUr KHUSUS

    Pasar Tradisional, Sejarah dan Perkembangannya

    FiTur KhuSuS 1

    Pasar Tradisional Korea: Ajang Gejolak dan Romantika Kehidupan Lee Chang-guy

    FiTur KhuSuS 2

    Pesona Pasar Khusus TradisionalLee Yun-jeong

    FiTur KhuSuS 3

    Orang-orang yang Membangunkan Subuh: Cerita PasarkuLee Myoung-lang

    FiTur KhuSuS 4

    Pasar Tradisional Kini Berkembang Menjadi Pusat Budaya DaerahPark Eun-young

    WAWANCArA

    Seung Hyo-sang Merancang Kota dengan Regenerasi dan Kebersamaan Park Seong-tae

    FoKuS

    Mengembalikan Bahasa Tubuh dalam 1 Menit 59 DetikPark Byung-sung

    TiNJAuAN SENi

    Ritual untuk Mohon Ampun dan Damai - oleh Son SookKim Su-mi

    JATuh CiNTA PADA KorEA

    Seni dalam Hidup Annaliisa AlastaloDARCY PAqUET

    BuKu & LAiNNyA

    Pavane for a Dead PrincessMengenal Masyarakat yang terobsesi dengan Kecantikan

    Korean Heritage Petunjuk online warisan Budaya Korea

    Hors les Murswho ate Up all the Shinga? edisi Bahasa Prancis

    Koryosa choryo II catatan Sejarah Koryo

    Sketches of Korea: An Illustrated Guide to Korean CultureKorea di Mata Dua warga Prancis

    Charles La Shure, Lee Woo-young

    ESAi

    Gelombang Korea Masih Mengguncang di IndonesiaAsri Dwi Hapsari

    hiBurAN

    Akankah Drama Online Merajai Dunia Hiburan?Wee Geun-woo

    GAyA hiDuP

    Masakan Rumah Makin DigemariKim Yong-sub

    PErJALANAN KESuSASTrAAN KorEA

    CAHAYA DI LUAR TAK DAPAT MENAHAN KESEDIHANChang Du-yeong

    MUSIM DINGIN DI LUAR JENDELAChoi Eun-mi

    33

    48

    39

    04

    12

    22

    28

    56

    54

    48

    44

    38

    34

    58

    60

    64

    23

  • 4 KOREANA Musim Panas 2015

    Pasar Moran di Seongnam merupakan pasar lima hari yang besar yang dibuka pada setiap tanggal yang berangka 4 dan 9. Dekat dengan Seoul, populer dikunjungi oleh penduduk kota. Di luar pasar terbentang 950 kios, dan dikunjungi hingga 100.000 pembeli termasuk pada hari kerja.

    Pasar Moran di Seongnam merupakan pasar lima hari yang besar yang dibuka pada setiap tanggal yang berangka 4 dan 9. Dekat dengan Seoul, populer dikunjungi oleh penduduk kota. Di luar pasar terbentang 950 kios, dan dikunjungi hingga 100.000 pembeli termasuk pada hari kerja.

  • SENI & BUDAYA KOREA 5

    FITUR KHUSUS 1 Pasar Tradisional, Sejarah dan Perkembangannya

    Semua yang namanya tradisional ada tanggal kedaluwarsanya. Orang Korea membanggakan sejarahnya yang sudah ada sejak 5000 tahun yang lalu, tetapi pada kenyataannya umur sejarah budaya tradisional yang menurun hingga kini jauh lebih pendek daripada itu. Tidak ada seorangpun yang menganggap budaya sandang pangan yang populer di zaman neolitikum sebagai budaya tradisional, tidak ada juga yang menghias diri dengan topi kerucut berhiaskan bulu-bulu atau topi Jeolpungmo yang dulunya terkenal di zaman Goguryeo hingga ke Kerajaan Tang. Masakan yang dianggap oleh orang Korea sebagai masakan asli Korea beru-mur sejarah 50~60 tahun saja. Bahkan hanbok (pakaian tradision-al Korea) ataupun hanok (rumah tradisional Korea) yang menjadi model adalah yang ada sejak pertengahan zaman Joseon.

    Lantas, bagaimana sih yang dimaksud dengan pasar tradisional Korea dan apa yang dimaksud dengan budaya pasar Korea? Kita akan menggunakan dua kutipan berikut sebagai panduan.

    Pemandangan Pasar di Mata Pengunjung Pada hari-hari pasar dibuka, semua lapangan di desa penuh

    diisi dengan buah-buahan dan sayuran, bawang putih dan bawang bombay bertumpukan seadanya. Sepanjang hari orang-orang ber-teriak, bersantai, dan bernyanyi. Kadang-kadang mereka akhirnya berkelahi, dan tanpa henti mereka berteriak dan tertawa. Berkat iklim ringan dan makanan yang murah, kehidupan mereka mudah dan segala sesuatu yang mereka butuhkan dapat ditemukan di luar pintu rumah mereka.

    Desa-desa yang biasanya tenang dan terasa sumpek, akan berubah pada hari pasar dibuka. Desa dipenuhi dengan kerumu-nan orang-orang yang ribut dan mondar-mandir. Mulai subuh jalan menuju pasar sudah dipadati oleh petani yang membawa barang dagangannya untuk dijual atau dibarter. Ayam, yang dimasukkan di kandang, sepatu jerami, topi jerami, dan sendok kayu dijinjing dan dipikul. Beberapa mendirikan kios untuk menjual sutra, gauzes, tali pinggang, sepatu untuk pesta, gulungan benang sutra, cermin tangan, kantong rokok, buku tentang pertanian dan sebagainya.

    Kutipan pertama berasal dari buku Italian Journey oleh sas-trawan dan negarawan besar Jerman Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832), pada tanggal 17 September 1786. Verona (Vero-na, kota tempat tinggal Juliet!). Kutipan kedua berasal dari buku Korea dan Tetanqganya yang ditulis oleh penjelajah, naturalis dan penulis dari Inggris Isabella Bird Bishop (1831-1904), yang mengunjungi Korea pada akhir abad ke-19. Kutipan ini adalah deskripsi dari pasar Bongsan di Provinsi Hwanghae, yang kebe-tulan dikunjunginya dalam perjalanan dari Kaesong (juga dieja Gaeseong) ke Pyongyang setelah Perang Sino-Jepang. Apa persa-maan dan perbedaan antara dua kutipan ini?

    Yang terutama adalah bahwa keduanya tidak mengecewakan pemikiran Timur ataupun Barat tentang suasana Pasar. Cukup untuk membuat wisatawan yang tergiur oleh pemandangan matahari terbenam dari sebuah tempat liburan di mana air laut berwarna biru safir memenuhi cakrawala atau oleh foto dari gang belakang perkotaan yang ditutupi dengan grafiti berwarna-warni,

    ajang gejolak dan romantika Kehidupan

    Pasar Tradisional Korea

    lee chang-guyPenyair, Kritikus Sastraahn Hong-beomFotografer

    Pasar tradisional di Korea di masa lampau adalah tempat bertemunya sebuah desa dan desa lainnya, juga manusia

    satu dengan manusia lainnya. adalah tempat untuk mendengar kabar anak perempuan yang telah menikah dan tinggal

    jauh, juga tempat untuk menukar hasil jerih payah bertani dengan barang keperluan harian. namun pasar tradisional

    yang merupakan bagian dari kehidupan kita itu sekarang semakin menghilang. Sebagai gantinya, kini kita berbelanja

    di toserba atau supermarket yang bersih dan terorganisasi rapi. tetapi apakah di sana kita dapat membeli simpati dan

    kenangan juga?

  • 6 KOREANA Musim Panas 2015

    untuk meluangkan barang satu hari dari jadwal wisata mereka untuk mengunjungi pasar lokal.

    Pekembangan Pasar Seiring Perkembangan PertanianJika pemandangan nostalgia pasar yang makmur itu dianggap

    sebagai tradisi dari pasar, maka pasar tradisional harus ditempat-kan di sekitar abad ke-18. Oleh ilmuwan dikatakan bahwa pasar di Korea mulai menyebar dari akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18. Periode ini adalah ketika produksi pertanian sangat me-ningkat. Sehingga sesuai untuk industri kerajinan bermula, yang memungkinkan orang untuk membuat hidup bahkan tanpa ber-tani. Dengan peningkatan frekuensi dan volume perdagangan, ekonomi uang berkembang, dan desa-desa untuk pemukiman juga bertumbuh. Pasar negara Joseon, yang disebut Hyangsi, dipenuhi di setiap 30 sampai 40 ri oleh pasar, dan terdapat lebih dari 1000 pasar yang dibuka setiap lima hari sekali di seluruh negeri di awal abad ke-19. Asosiasi pedagangpun muncul pada sekitar pertengah-an abad ke-18.

    Perubahan sosial seperti yang dibawa oleh perubahan iklim.

    Yakni masa berakhirnya zaman es kecil yaitu abad ke-18. Di Eropa juga sama saja situasinya. Penurunan produksi yang sempat menyebabkan kelaparan melanda Eropa mulai memasuki masa stabil dengan pasokan makanan yang cukup pada abad ke-18. Dengan adanya penyediaan teknologi pertanian baru ketergan-tungan pada gandum berkurang, jagung dan kentang mulai mun-cul sebagai pangan pokok baru. Faktor lingkungan ini membawa perubahan radikal untuk pertanian dan berbagai industri lainnya, mendorong perkembangan pasar, menanamkan dalam ingatan orang kenangan romantis pasar sebagai tempat yang melimpah dengan sejuta barang dan manusia.

    Sudah hampir dua puluh tahun berlalu sejak kehidupanku di Seoul berakhir dengan kegagalan dan tiba-tiba berakhir di Jangho-won, Icheon Gyeonggi-do, dan mulai hidup di antara petani-petani sebagai seorang penulis. Jika dulu aku berkeliaran sebagai orang asing untuk memeriksa pasar, kini aku sering berkeluyuran di pasar memakai celana olah raga, melongok ke sana sini, memba-wa dalam kantong plastik hitam sepotong kue beras mugwort lem-but bertabur bubuk kacang atau mungkin sebongkah besar tahu

    1 Bengkel pandai besi di Pasar Gurye selalu sibuk seperti biasa, para pan-dai besi membuat peralatan bertani dan berkebun secara tradisional: api membara dari tungku, besi dipalu untuk dibentuk pada landasan dan diselesaikan hanya dengan tangan untuk membuat alat-alat seperti sabit, garu, dan cangkul.

    2 Kios ikan di Pasar Yongin. Ketika pasar diskon besar berpindah ke dekatnya, pasar lima hari tradisional mulai mengalami penurunan, namun berkat upaya dari warga setempat pasar itu telah hidup kembali.

    1 2

  • SENI & BUDAYA KOREA 7

    segar. Dan jika kebetulan bertemu dengan ibu-ibu, aku menyapa dan bercanda dengan mereka tanpa kecanggungan sedikit pun.

    Di tempat Bertemunya air dan Darat, di Situ ada Pasar dan orang Berkumpul

    Pasar Janghowon di Icheon, Gyeonggi-do, meskipun telah kehi-langan kejayaannya, tetap bertahan sebagai pasar relatif besar sampai saat ini. Tidak hanya besar dalam jumlah kios dengan barang-barang ditata untuk dijual, tetapi dalam jumlah orang yang datang dari Yeoju, Eumseong dan Anseong. Tempat ini ada-lah pusat produksi beras Icheon dan pusat distribusi biji-bijian lain bahkan sejak tahun 1930-an kereta api telah masuk, bank serta tradisi pasar gandum pun masih bertahan sampai hari ini.

    Ukuran pasar tradisional ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama, adalah terletak di tepi sungai. Karena wilayah Korea sebagian besarnya adalah pegunungan, lebih mudah dan lebih aman untuk bepergian dengan jalur air daripada darat. Oleh kare-na itu, pasar yang terletak di mana jalur air dan darat - bahkan hari ini - berskala besar. Pasar Anseong, sekitar 30 kilometer jauhnya dari pasar Janghowon, adalah pada rute pelayaran akhir dari Sung-

    ai Anseong, yang mengalir ke Perairan Teluk Asan di pantai barat melalui Pyeongtaek. Tempat ini juga merupakan jalur darat utama ke Seoul dan merupakan salah satu pasar besar utama masa lalu, menarik datangnya pedagang dan tukang-tukang. Garam dan ikan kering dari pantai barat dipasok ke daerah pedalaman melalui Anseong dan Juksan. Satu abad yang lalu, pasar Anseong memi-liki lebih dari 50 toko yang menjual barang dari kuningan, sehingga skala keseluruhan pasar di zaman itu dapat dengan mudah dite-bak. Janghowon juga dilewati oleh Sungai Cheongmi yang merupa-kan anak sungai dari Sungai Han, sementara walaupun jumlahnya terkesan tidak signifikan, banyak kapal berlayar mondar-mandir membawa garam dan udang asin di musim hujan dan keluar lagi menuju Seoul sarat dengan beras dan produk lokal lainnya.

    Bahkan di musim kemarau ketika air sungai surut ada titik terakhir di mana kapal tetap dapat masuk dan keluar. Sekitar 20 kilometer di sepanjang Sungai Cheongmi ada dermaga Mokgye, yang merupakan perhentian terakhir untuk transportasi air di Sungai Han. Di masa lalu, dermaga Mokgye adalah tempat yang ramai oleh perahu layar yang datang dan pergi membawa garam, ikan kering, ikan asin dan kebutuhan sehari-hari dari pelabuhan

  • 8 KOREANA Musim Panas 2015

    Incheon. Dari sinilah barang-barang terdistribusi sampai pedala-man di seluruh bagian selatan Korea. Pasar Mokgye adalah pasar sementara yang dibuka sekitar tiga kali sebulan ketika kapal garam datang. Sekali dibuka, pasar akan tetap terbuka selama beberapa hari. Pekerja perahu dan kapal saja berjumlah ratusan, membuat jalan antara dermaga dan pasar Mokgye selalu ramai dan hiruk pikuk.

    Beberapa pasar utama yang terletak pada titik-titik di mana jalur darat dan air bertemu adalah pasar Gurye di Provinsi Jeolla Selatan dan pasar Hadong di Provinsi Gyeongsang Selatan dengan Sungai Seomjin; Pasar Naju dan pasar Yeongsanpo dengan Sungai Yeongsan, baik di Jeolla Selatan; Pasar Ganggyeong dengan Su-ngai Geum di Chungcheong Selatan; dan pasar Gupo dengan Su-ngai Nakdong di Gyeongsang Selatan.

    Pasar jenis lainnya adalah Woosijang atau pasar ternak. Peda-gang sapi akan membentuk kelompok lima sampai sepuluh orang pengurus sapi, masing-masing dengan sekitar lima ekor sapi. Tidak seperti pedagang lain yang berusaha melewati jalan pintas

    ke pasar, kelompok ini akan menghindari jalan pintas dan seng-aja melewati jalan terjal saat mereka melakukan perjalanan dari satu pasar ke pasar berikutnya. Sebuah pasar barulah akan men-jadi besar saat pedagang sapi datang dan mendirikan kios-kios mereka. Melihat-lihat jualan di kios-kios sekitar kios sapi inilah kenikmatan mengunjungi pasar. Pasar ternak Janghowon selalu riuh dengan pedagang ternak dan perantara yang melakukan per-jalanan dari Yeongnam (Gyeongsang), melintasi Mungyeong dan berhenti di pasar Chungju. Di pasar ternak selalu ada tergantung periuk besi besar di atas api di mana sup daging sapi direbus. Uap putih dan bau gurih yang menyebar dari periuk mengundang sel-era mereka yang bergegas menembus fajar. Sebagian besar pasar ternak sekarang telah menghilang, tapi restoran-restoran yang menjual masakan menggunakan daging berupa daging panggang atau sup masih menggunakan nama Woosijang (Pasar Ternak) hingga sekarang, mengingatkan kita betapa sejarah bangga pada pasar ternak ini.

  • SENI & BUDAYA KOREA 9

    Pada saat hari di mana pasar yang tiap lima hari sekali jualan buka, aku mengun-jungi Damyang. Sekarang memang tidak dapat ditemukan bekas tempat tersebut, tetapi hingga pertengahan tahun 80-an, tempat ini adalah pasar kerajinan bambu yang terbesar di negeri ini. Pada zaman itu tidak ada satupun peralatan rumah tangga yang tidak terbuat dari bambu. Saat pergi jalan-jalan, gimbab (nasi gulung Korea) yang ditaruh di tempat makan plastik akan cepat basi, sedangkan gimbab yang ditaruh di keranjang bambu akan tetap segar walaupun disim-pan dalam waktu lama. Ini dikarenakan bambu mempunyai fungsi sterilisasi dan bahannya yang bersifat dingin berfungsi mendinginkan makanan seperti layaknya kulkas. Dulu kalau pasar kerajinan bambu buka, orang dari segala penjuru negeri ini datang berbondong-bondong. Para pedagang yang ingin tiba tepat pukul 7 pagi saat pasar dibuka, sehari sebelumnya menginap di daerah dekat pasar dan ada juga yang datang dari subuh. Barang-barang kerajinan buatan penganyam yang terbaik selalu habis bersamaan dengan dibukanya pasar, karena itu persaingan sangat tinggi untuk mendapatkan barang-barang tersebut. Kala itu, para pedagang yang membeli barang dalam jumlah besar menggunakan truk barang untuk membawa barang dagangan mereka, sehingga usaha transportasi pun sempat maju di Damyang. Sejak plastik muncul, pasar kerajinan bambupun menghilang tanpa jejak, seakan tidak pernah ada. Bambu dibagi menjadi bagian tipis seperti benang, kemudian disulam seperti menyulam kain menjadi keran-jang bambu yang besar dan kecil, sangatlah pas untuk menaruh barang-barang di dalamnya. Chaesang, ker-anjang sulam bambu yang diberi beragam warna sangatlah elegan. Seo Han-Kyu (1930 - ) pengrajin yang awal-nya menyulam tikar bambu saat menemukan hadiah pernikahan neneknya yang berupa Chaesang di gudang loteng dan kemudian memulai untuk memperbaikinya sekarang menjadi Pengrajin Chaesang, Warisan Buda-ya Tak-Benda Penting Nomor 53. Tetapi para pengrajin sendiri mengatakan bahwa masa depan barang-barang yang terbuat dari bambu tidak cerah. Keuntungan yang diperoleh tidak sebanding dengan waktu dan usaha yang diperlukan untuk membuat-nya, dan juga tidak ada bantuan dari pemerintah untuk dapat mempertahankannya. Pengrajin Seo Han-Kyu, mendapatkan bantuan dana secara rutin, namun jumlahnya dibawah biaya hidup minimum untuk menghidu-pi keluarganya yang terdiri dari empat orang. Kim Young-Kwan, asisten pengajar pelestarian Chaesang den-gan wajah suram mengatakan Alangkah baiknya jika pemerintah membantu penjualan dibandingkan dengan memberikan bantuan dana. Kami sibuk membuat barang, tidak sempat untuk memikirkan marketing ataupun mencari jalur penjualan. Jika pemerintah ambil bagian untuk menyediakan jalur guna menjangkau penjualan ke orang awam itu akan lebih baik daripada memberikan bantuan dana.Pengrajin bambu Park Hyo-sook yang menjalankan Kerajinan Jinsung di depan Museum Bambu, juga men-jalankan usaha bambu bersama dengan suaminya yang sejak umur 5 tahun telah menggeluti kerajinan bambu. Tetapi dia juga tidak berniat untuk menurunkan usaha ini ke anak-anaknya. Buat apa menurunkan pekerjaan yang tidak ada masa depannya ke anak-anak. Kalau saya, ya lelah pun tidak apa-apa, tapi pekerjaan ini masa depannya juga tidak ada, bagaimana mungkin saya suruh mereka mewarisinya. Melihat barang-barang keraji-nan bambu yang memberikan suasana sejuk ini seakan-akan melihat jejak pasar kerajinan bambu yang pernah ada, sangat indah, namun aku tidak sanggup menatapnya berlama-lama.

    Cerita Pasar Kerajinan BamBu dari Orang-Orang yang tinggal Bersama POhOn BamBuKim Hyun-jin Penulis Lepas

    1 Ppeong-twigi merupakan beras gembung dan biji-bijian lain yang dibuat da-lam mesin di pinggir jalan yang melahirkan letupan suara keras ketika dima-sak. Biji-bijian meletup ini merupakan camilan kuno yang sangat dicintai.

    2 Seorang pria tua mem-bongkar penampi bambu anyamannya untuk dijual di pasar bambu di Damyang

    1

    2

  • 10 KOREANA Musim Panas 2015

    Saat pasar dibuka, barulah kita dapat mendengar kabar-kabar lain tentang dunia yang tidak muncul di televisi atau koran. Walaupun apa yang disebut sebagai kabar itu sebatas tentang si Anu cedera karena traktor yang dikendarainya masuk ke petak sawah, atau tentang anak gadis si Anu yang sudah melahirkan padahal belum menikah. Kalau ditambah dengan tuak, maka percakapan akan berlanjut pada situasi negara yang memunculkan komentar-komentar sengit menjadikan pasar sebagai arena yang mencerminkan keadaan masyarakat.

    tempat Berkumpulnya Massa dan Menyerukan Kemerde-kaan

    Meskipun pasar tradisional terus kehilangan pentingnya sebagai tempat untuk membeli dan menjual barang, namun fungsi seba-gai tempat berkumpulnya orang-orang dari desa sekitar pada hari dan tempat yang sama masih saja bertahan. Selain pada musim bertani, hari pasar dibuka masih merupakan hari besar bagi orang-orang di desa untuk berkunjung dan melihat-lihat ke pasar seka-lipun tidak ada yang diperjualbelikan. Sampai-sampai ada pepatah Korea yang mengatakan kalau ada yang pergi ke pasar, dengan menjinjing karungpun pasti akan turut serta.

    Saat pasar dibuka, barulah kita dapat mendengar kabar-kabar lain tentang dunia yang tidak muncul di televisi atau koran. Walau-pun apa yang disebut sebagai kabar itu sebatas tentang si Anu luka karena traktor yang dikendarainya masuk ke petak sawah, atau tentang anak gadis si Anu yang sudah melahirkan padahal belum menikah. Kalau ditambah dengan tuak, maka percakapan akan berlanjut pada situasi negara yang memunculkan komentar-komentar sengit menjadikan pasar sebagai arena yang mencer-minkan keadaan masyarakat.

    Pasar Malmok, terletakdi antara Jeongeup dan Sintaein di Provinsi Jeolla Selatan, terkenal sebagai situs pemberontakan pada tahun 1894 yang dipimpin oleh Jeon Bong-jun (1855-1895) dengan petani setempat yang telah menderita penindasan di bawah pejabat pemerintah yang korupsi. Pemberontakan ini, yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Petani Donghak, yang walau-pun berakhir dengan kegagalan dan meninggalkan banyak yang belum terselesaikan, tapi rakyat Korea mengingatnya sebagai sebuah peristiwa penting dalam munculnya penuh gejolak bangsa dalam sejarah modern.

    Pasar Aunae di Cheonan (atau disebut juga Byeongcheon) adalah salah satu situs bersejarah di mana setelah Deklarasi Kemerdekaan di Seoul pada tanggal 1 Maret 1919, banyak orang berkumpul meneriakkan kemerdekaan dari penjajahan Jepang. Polisi Jepang mencoba untuk memecah pertemuan dengan tem-bakan dan banyak orang tewas. Yu Gwan-sun (1902-1920), seorang siswi lokal yang berpartisipasi dalam reli 1 Maret di Seoul dan memulai protes di Cheonan, ditangkap, disiksa, dan meninggal di penjara. Sampai sekarang ia dihormati sebagai Joan of Arc dari

    Korea dan sebagai pahlawan perjuangan bangsa Korea untuk kemerdekaan dari Jepang.

    Pasar juga adalah tempat dimainnkannya permainan tradisional rakyat jelata. Ketika pasar baru dibuka atau pindah ke lokasi lain, berita itu diiklankan melalui lagu, tarian, dan pertunjukan yang di-sebut nanjangpan, kata yang umum digunakan saat ini untuk me-rujuk kepada gejolak atau keributan. Berbagai permainan rakyat seperti gulat, tarik-menarik perang, yut (permainan tradisional) serta pertunjukan oleh penghibur keliling berlangsung di pasar untuk menarik perhatian banyak penonton.

    Karena irigasi dan pembukaan jalan raya, rute berlayar tua sekarang semua tertutup, sementara modernisasi dan stan-dar sanitasi telah memisahkan pasar ternak dari pasar lain pada umumnya. Pertemuan dan demonstrasi juga telah pindah dari pasar ke pusat kota dan lapangan dari kantor-kantor pemerintah, sementara hiburan seperti akrobat dan tarian topeng kini dipentas-kan di teater yang ditata apik dengan penonton yang menyambut-nya dengan penuh hormat.

    Sejalan dengan permintaan pelanggan, pasar tradisional telah meningkat pesat dalam hal kebersihan dan ketersediaan parkir. Namun, berbagai hal yang menyenangkan mata, telinga, dan lidah telah menurun, sementara volume dan kualitas barang tidak se-perti dulu. Kalau melihat masih ada pasar yang terletak di dekat lokasi wisata atau yang menjual hasil produk lokal, tampaknya jalan untuk mempertahankan pasar tradisional masih ada.

    Wanita-wanita tua menjinjing keranjang sarat dengan sayuran liar dari gunung di musim semi atau hasil tani dari kebun mereka di musim gugur dan mengambil tempat mereka di sudut pasar, berjongkok berdampingan sambil menggelar barang dagang-an mereka. Kesenangan kecil menyaksikan orang-orang yang mondar-mandir, dan mungkin juga untuk mendapatkan sekadar uang saku, serta kesegaran sejenak dalam kejenuhan pengemba-raan dalam kehidupan bagi para nenek itupun akan hilang suatu hari. Bagaimanakah cara seorang pengembara muda yang masih berjalan lambat sambil mencicipi kebebasan mengembara dapat terus beradu pandang dengan para pendahulunya yang menyata-kan bahwa semua itu bukanlah apa-apa melalui sebuah lontaran lelucon dan pandangan dalam nan bijak?

  • SENI & BUDAYA KOREA 11

    Seorang perempuan tua menjual sayuran di Pasar Jincheon, peman-dangan umum di musim semi, ketika perempuan membawanya ke ladang dan pegunungan di dekatnya untuk meng-umpulkan sayuran yang akan dijualnya di pasar.

  • 12 KOREANA Musim Panas 2015

    Pesona Pasar Khusus TradisionalPasar tradisional yang memperdagangkan barang khusus merupakan tempat yang mengasyikkan dalam suka

    dan duka bagi masyarakat umum dan menjadi kisah yang disampaikan kepada semua orang di setiap waktu dan

    tempat. Bagi mereka yang memimpikan perjalanan bonafide ke jantung wilayah, pasar tradisional merupakan

    "tempat" yang mengantarkan orang memasuki ruang dan waktu yang dihuni orang-orang sederhana.

    lee yun-jeongWartawan, Redaksi Fitur, The Kyunghyang Shinmun Shim Byung-wooFotografer

    FITUR KHUSUS 2 Pasar Tradisional, Sejarah dan Perkembangannya

  • SENI & BUDAYA KOREA 13

    Pasar Kyungdong, pasar obat tradisional di Seoul, mengingatkan kembali berabad-abad lalu pada awal dan sejarah dalam beberapa dekade kepada ukuran dan hamparan yang sekarang, meliputi sekitar 1.000 toko dan klinik. Di sini sangat mungkin membeli hampir semua bahan yang diperlu-kan dalam pengobatan tradisional Korea.

    Sayang, mereka mengatakan kelabang sangat baik agar punggung kembali sehat. Mari kita pergi ke pasar dan membelinya beberapa. Tiga puluh tahun yang lalu punggung paman saya terluka parah saat mem-perbaiki pagar yang rusak. Bahkan, setelah dirawat di rumah sakit, dia masih tidak bisa bangun dari tempat tidur. Nenek saya menjelajahi kota mencari obat-obatan yang baik yang bisa menyembuhkan punggung sesuai dengan kata orang. Saya hanya memperoleh sepuluh ketika nenek saya kali pertama mengajak saya ke Pasar Kyungdong.

    Pasar obat-obatan di SeoulPasar adalah tempat yang ramai. Seperti pasar lainnya

    ada sarang laba-laba dari toko yang tak terhitung jumlah-nya besar dan kecil dengan banyaknya barang untuk dijual. Area pusat dibangun sebagai pasar obat-obatan, Yangnyeong-si. Senyawa yang menakjubkan dari bahan-bahan jamu berbagai jenis, bentuk dan ukuran yang disusun berdasar-kan klasifikasi farmakologis yang didapatkan kembali dari tradisi kuno obat-obatan. Di antara tumpukan bahan-bahan di gudang, nenek saya berhasil menemukan kelabang ke-ring. Dengan kaki berbulu yang tak terhitung jumlahnya, kelabang telah dikeringkan persis seperti mereka tam-pak hidup, dan pedagang obat mengambil pilihan nenek dan hati-hati melembutkannya di dalam lumpang. Kemu-dian kelabang berubah menjadi bubuk, yang ditempatkan di dalam kapsul. Tak ada yang tahu apakah itu merupakan perwujudan kasih sayang nenek atau dampak dari kela-bang, namun beberapa bulan kemudian paman saya sehat dan kembali bekerja.

    Didorong oleh kenangan lama, saya melakukan per-jalanan kembali ke Pasar Kyungdong. Selama beberapa dekade terakhir, pasar tradisional telah perlahan-lahan sepi. Toko-toko besar dan supermarket telah tumbuh di setiap lingkungan dan melalui belanja online, Anda bisa mendapatkan apa pun yang langsung dikirim ke pintu Anda dengan hanya klik mouse. Saya pun bertanya-tanya bagaimana Pasar Kyungdong itu mampu bertahan.

    Dengan naik Subway Jalur No 1, saya turun di Stasiun Jegi di timur laut Seoul. Segera setelah saya melangkah keluar ke jalan, bau yang penuh aroma menggelitik hidung saya. Sebuah gerbang tradisional yang besar berpapan nama Seoul Yangnyeongsi (Pasar Obat-obatan Seoul)

  • 14 KOREANA Musim Panas 2015

    menandai pintu masuk ke pasar jamu terbesar di Korea. Daerah pasar tradisional di sini mencakup sekitar 10 kilometer persegi, membentang dari Jegi-dong ke Yongdu-dong dan Jeonnong-dong saling berdekatan di Distrik Dongdaemun, dan meliputi Pasar Obat-obatan Seoul, Pasar Kyungdong lama dan baru, Gedung Kyungdong, dan Menara Hansol Donguibogam.

    Sejarah pasar obat-obatan tradisional dimulai sejak peme-rintahan Raja Hyojong (1649-1659) dari Dinasti Joseon. Pasar itu merupakan pasar musiman di bawah kendali kerajaan, dibuka pada musim semi dan musim gugur, memperdagangkan jamu dari seluruh pelosok negeri. Lebih dari sekadar pasar untuk bahan obat-obatan, juga berfungsi sebagai salah satu dari empat lembaga yang menyediakan bantuan dan layanan medis yang didirikan di bawah perintah raja. Makanan dan pakaian dibagikan kepada me-reka yang lapar dan miskin serta perawatan medis diberikan bagi yang sakit. Pusat bantuan lainnya terletak berada di luar gerbang timur kota (sekarang Anam-dong) dan Hongje-dong, tapi hanya situs Yangnyeongsi yang telah dikonfirmasi.

    Menjelang akhir pendudukan kolonial Jepang (1910-1945), bah-kan, pasar obat-obatan dalam keadaan berbahaya karena kehil-angan fungsinya. Untuk mencegah penyebaran gerakan kemerde-kaan, Jepang menutup pasar itu sebab menjadi forum untuk pertu-karan secara aktif orang, barang dan informasi. Pada tahun 1960, pasar secara alami hidup kembali ketika pedagang obat mulai ber-kumpul lagi di daerah antara Stasiun Cheongnyangni dan terminal bus antarkota Majang-dong. Sekarang merupakan pusat distribusi untuk dua pertiga semua bahan obat tradisional yang diperdagang-kan di Korea.

    Ketika saya kembali ke pasar untuk pertama kalinya setelah 30 tahun, saya menemukan keadaan seperti itu menjadi terke-nal. Penuh dengan susunan yang menarik dari bahan-bahan, dari kenangan kelabang kering yang telah dibeli nenek saya, hingga katak betung, kupasan kastanye, berry dan kulit ash berduri, dan berbagai bagian dari bunga mawar malam. Bisnis tidak seba-gus masa lalu, kata salah satu pedagang. Tapi ini merupakan pasar obat terbesar di negara ini. Anda boleh mengatakan bahwa semua bahan obat terbaik dijual di sini. Ada sebuah museum yang sangat baik yang memperlihatkan sejarah pengobatan tra-disional yang terletak di ruang bawah tanah Menara Donguibogam, dan gang-gang kecil seperti labirin menuju ke pasar umum yang menjual buah-buahan dan sayuran, ikan dan kebutuhan sehari-hari. Di Pasar Kyungdong tubuh terlihat tumbuh perkasa hanya dari menghirup aroma bahan obat, sementara hati bergembira menikmati pemandangan warna-warni.

    Hilangnya Pasar KhususSeperti halnya Pasar Kyungdong beberapa pasar tradisional

    yang lain mempertahankan kejayaan masa lalu mereka, tetapi banyak pula yang telah menghilang, tinggal kenangan sejarah. Salah satu yang hilang ialah pasar untuk tikar bermotif bunga,

    yang disebut hwamunseok, yang lenyap pada 1990-an. Hwamun-seok adalah perpaduan hwa untuk bunga mun untuk pola, dan seok untuk tikar. Yang sangat baik disebut tikar anyaman dibuat di Pulau Ganghwa pada periode pertengahan Goryeo dan berkem-bang menjadi industri kerajinan lokal yang besar. Selama 39 tahun pulau tersebut menjadi penghasil kapital setelah invasi Mongol dari Goryeo di abad ke-13, tikar kualitas tertinggi diproduksi untuk rumah tangga kerajaan dan pejabat tinggi

    Dalam upaya menemukan jejak pasar lama, saya menuju ke Pulau Ganghwa. Saya mengunjungi Dangsan-ri, yang telah berubah menjadi sebuah desa bertema hwamunseok, dan Yango-ri, di mana ada ruang pameran yang didedikasikan untuk tikar bermotif bunga. Kurang lebih 130 tahun yang lalu, pengrajin ber-nama Han Chung-gyo di desa Yango-ri ditugasi oleh istana untuk mengembangkan berbagai desain tikar anyaman seperti bebek Mandarin, lanskap, aksara wan (), dan berbagai motif lukisan rakyat. Pada periode pertengahan pemerintahan Joseon, desain yang paling populer untuk tikar ialah naga, harimau, dan sepu-luh simbol untuk usia panjang. Di rumah-rumah biasa, tikar tanpa dekorasi polos yang biasa digunakan.

    Sampai dengan tahun 1980-an, 49.000 tikar anyaman dengan dekorasi meriah diproduksi setiap tahun di Pulau Ganghwa. Setiap hari, 400 rumah tangga, atau sepertiga dari semua keluarga petani di pulau itu, terlibat dalam pembuatan tikar.

    Memasuki tahun 1990-an, bagaimanapun, jumlah rumah tangga yang terus berlatih kerajinan tradisional terasa menurun. Lebih mudah mencari nafkah dengan mendapatkan pekerjaan yang lang-sung mendapatkan upah di kota daripada dengan membuat tikar ini, sehingga orang berhenti membuat tikar. Pada masa lalu pasar hwamunseok dibuka sebagai bagian dari pasar lima hari Ganghwa tetapi angka penjualan terus turun, pasar pun lenyap sama seka-li, jelas Goh Mi-Gyeong, yang mengoperasikan pusat pelatihan pembuatan hwamunseok- di Dangsan-ri. Saat ini, hanya sekitar 10 rumah tangga melanjutkan tradisi pembuatan tikar bermotif bunga.

    Perdaganganpasar tema tradisional di tempat itu mengalami pasang surut. Kain rami dari desa Juggok di Jeonju, masih diang-gap sebagai produk mewah seni kerajinan, dibuat untuk diper-dagangkan di pasar lima hari Jeonju. Namun sekarang ini, hanya dapat ditemukan di ruang pameran di Juggok. Pengrajin desa menerima pesanan pribadi dan berhubungan dengan pelang-gan secara langsung. Sejarah kain rami tenun di Juggok kembali pada1590 dan menjadi tradisi terus selama empat abad. Proses keseluruhan yang melelahkan, dari membuat benang dari batang rami untuk tenun kain dan mencelupnya itu dikerjakan oleh para perempuan desa.

    Para perempuan tua, beberapa berusia lebih dari 80 tahun, yakin bahwa mereka tidak akan mampu bekerja keras dan mele-lahkan demi keturunan mereka. Saat ia dengan lembut merapikan kain halus, seseorang berkata, Ketika kami mengenakan paka-

  • SENI & BUDAYA KOREA 15

    Sejarah pasar obat-obatan tradisional dimulai sejak pemerintahan Raja Hyojong (1649-1659) dari Dinasti Joseon. Pasar itu merupakan pasar musiman di bawah kendali kerajaan, dibuka pada musim semi dan musim gugur, memperdagangkan jamu dari seluruh pelosok negeri. Lebih dari sekadar pasar untuk bahan obat-obatan, juga berfungsi sebagai salah satu dari empat lembaga yang menyediakan bantuan dan layanan medis yang didirikan di bawah perintah raja.

    1 Sejak tahun 1980-an, toko barang-barang antik yang diperlukan tersebar di berba-gai bagian dari Seoul mulai dikumpulkan di Dapsimni, membentuk pasar seni dan barang antik terdapat sekitar 140 toko.

    2 Lorong toko buku di Bosu-dong Busan pertama kali muncul selama Perang Korea dan kini menjadi tempat budaya dan objek wisata utama dari kota metropolis terbesar kedua Korea. Berbagai acara budaya diadakan di sini setiap Oktober.

    2

    1

  • 16 KOREANA Musim Panas 2015

    1

  • SENI & BUDAYA KOREA 17

    ian kepada cucu laki-laki dan cucu perempuan kami dengan pakai-an rami, mereka semua terlihat bahagia. Karena itulah sulit untuk melepaskan pekerjaan ini, meskipun sangat sulit. Kain rami sangat indah sebagai bahan pakaian.

    Pasar ternak pun mengalami nasib serupa. Sebuah survei pada akhir 1918 menunjukkan bahwa terdapat 655 pasar ternak di seluruh negeri. Tapi sekarang semua pasar tersebut harus me-nyusut menjadi tidak berfungsi atau hilang sama sekali, sehingga sulit menemukan pasar khusus ternak di mana saja. Pasar ternak Cheongdo, pernah terkenal secara nasional, sebagai bagian dari pasar lima hari Donggok. Pasar Donggok pernah menjadi pusat komersial utama Distrik Cheongdo di provinsi selatan Gyeongsang Utara, dan berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an. Dibu-ka pada tahun 1959, operasi pasar ternak dipindahkan ke Badan Peternakan Cheongdo pada tahun 1998, tetapi ketika memakai sistem lelang elektronik pada tahun 2010 gaya pasar lama pun menghilang. Di lorong sebelah kiri yang kosong, restoran yang khusus menjual sup daging sapi dan beras, dan restoran-restoran lain tetap sebagai kenangan akan pasar ternak Dogok dan pasar daging Majang-dong pada masa keemasan mereka.

    tema Pasar Baru Pascaperang KoreaPasar khusus tidak seluruhnya mengalami kemunduran. Se-

    telah Perang Korea, pasar baru mulai muncul. Busan merupakan tempat sebagian besar warga Korea Selatan mengungsi selama perang. Pengungsi dari seluruh negeri melarikan diri ke tem-pat yang relatif aman dari kota, berduyun-duyun menuju pantai di ujung tenggara negara. Pengiriman kebutuhan militer untuk Angkatan Darat AS dan barang-barang melalui Pelabuhan Busan menciptakan perdagangan yang ramai. Di daerah Nampo-dong muncul yang disebut Pasar Kukje (pasar internasional), sebuah pasar yang sangat terbuka tempat segala sesuatu dari barang-ba-rang elektronik hingga pakaian dapat ditemukan.

    Sebuah pasar ikan berdiri di mulut Sungai Kecil Bosu di Chung-mu-dong. Daerah ini dikenal karena batu kerikil yang sangat banyak yang disebut jagal, dan pasar akhirnya dikenal seba-gai Pasar Jagalchi. Meskipun pasar itu kini telah berubah dengan fasilitas modern, dan meskipun pandangan dipenuhi para perempuan penjual ikan, ajime, mengenakan celana baggy dan celemek berdiri di depan warung mereka sam-bil berteriak menawarkan dagangan mereka merupa-kan kebiasaan dari masa lalu, Bagaimanapun juga Pasar Ja-

    1 Pasar ternak dioperasikan oleh Badan Peternakan Hapcheon Provinsi Gyeongsang Selatan. Pasar ternak tradisional, fitur yang berbeda dengan pasar lima hari regional, segalanya ada namun pelan-pelan menghilang setelah pengenalan sistem manajemen modern dan lelang elektronik.

    2 Pasar hwamunseok di Pulau Ganghwa. Terbuat dari potongan yang ditenun dan dicelup dengan cepat, tikar ini telah lama menjadi bagian hidup orang Korea yang dicintai, bukan hanya untuk kecan-tikan mereka, tetapi sebagai cara untuk menciptakan suasana sejuk di musim panas Korea yang panas dan lembab.

    galchi tetap menjadi simbol kota Busan.Di dekat Bosu-dong terdapat toko buku tua yang terkenal. Pasar

    ini mulai terbentuk selama perang ketika orang mulai membeli dan menjual buku bekas dari kotak apel yang diletakkan di dekat Pasar Kukje. Bosu-dong sekarang ini, dilengkapi dengan kafe buku kecil yang nyaman dan grafiti berwarna-warni, merupakan tempat berfoto yang terkenal.

    Lalu ada pasar yang melawan arus zaman. Pasar seni dan barang antik di Dapsimni, Seoul, tetap tidak berubah sejak zaman berdirinya di tahun 1980-an. Hanya beberapa langkah dari jalan utama, setelah keluar dari pintu 1 atau 2 dari Stasiun Dapsimni di Jalur No 5, orang akan disambut dengan pemandangan yang biasanya ditemukan di museum, termasuk topi tradisional bulu kuda hitam (disebut gat) dari Dinasti Joseon, keramik, kerajinan kayu, barang-barang rakyat, lukisan-lukisan tua dan kaligrafi, dan barang antik membuat perjalanan mereka ke Korea seakan dari ikut lelang di luar negeri. Ketika mencari suasana kuno banyak orang menuju ke Insa-dong, tapi siapapun yang tertarik dalam hal-hal yang benar-benar tua harus menuju Dampsimni. Di tempat ini berkumpul kurang lebih 140 dealer barang bekas, yang digunakan untuk lokasi Cheonggyecheon, Ahyeon-dong, Chungmu-ro, dan Hwanghak-dong pada tahun 1980, menurut hitungan 15 persen dari pedagang antik di negara ini.

    Karya seni tua pada umumnya disebut barang antik, atau gold-ongpum di Korea. Orang-orang mengatakan goldong (Gudong dalam bahasa Cina) mengacu pada bahan makanan Cina yang digunakan untuk membuat sup kental dari tulang, kata Cheon Se-yeoung, sekretaris jenderal Badan Barang-barang Antik Dapsimni Seoul. Juga dikatakan bahwa gudong adalah bahasa slang Cina kuno untuk tua dan berakhir. Barang-barang tua yang tak layak dipakai lagi dilahirkan kembali sebagai barang antik; dalam per-jalanan waktu mereka semakin sulit menemukan dan memaknai sejarah seni. Berjalan di sekitar toko-toko antik Dapsimni seperti berjalan kembali dalam waktu lampau.

    2

  • 18 KOREANA Musim Panas 2015

    1 2

    Pasar namdaemunPasar Naemdaemun (Pasar Gerbang Selatan) pertama kali

    dibangun sekitar 1414 pada awal pemerintahan Dinasti Joseon di lokasi sekarang ini di dekat gerbang utama tembok kota yang menge-lilingi ibu kota. Kemudian pada tahun 1911, pada awal pemerintahan kolonial Jepang, pejabat pro-Jepang Song Byeong-jun (1858-1925) mendirikan Badan Pertanian Korea, yang merupakan cikal bakal pasar dalam bentuknya yang sekarang. Pasar mengalami berba-gai perubahan sesudahnya, kepemilikannya dipindahkan ke tangan Jepang pada tahun 1922 dan namanya berubah menjadi Pasar Pusat Produksi pada tahun 1936 di bawah kekuasaan pemerintah umum Jepang. Pada waktu itu, tidak banyak pedagang Korea di pasar karena monopoli oleh pedagang Jepang yang sewenang-wenang. Beberapa yang tersisa akhirnya diusir ke daerah sekitar Jembatan Yeomcheon (dekat Stasiun Seoul sekarang ini). Pedagang Korea pindah kembali ketika Jepang harus pergi karena kemerdekaan Korea pada tahun 1945. Pasar berkembang tapi kemudian Perang Korea pecah pada tahun 1950 dan semua perdagangan berhenti. Pada dua peristiwa, yaitu pada tahun 1968 dan 1975, kebakaran besar hampir melenyap-kan bagian tengah pasar.

    Saat ini Pasar Namdaemun meliputi area seluas 42.225 meter persegi dan terdiri atas 58 bangunan dan 9.265 toko. Tidak mudah untuk mengatakan barang-barang apa saja yang dijual di sana sebab yang akan ditemukan di sana sangat banyak. Ada toko pakaian yang khusus untuk anak-anak, wanita dan pakaian pria, alat dapur, elek-tronik, aksesoris, kesenian rakyat dan kerajinan, barang-barang impor,

    kacamata dan kamera. Pasar tersebut sering dipakai lelucon memiliki segala sesuatu kecuali apa yang tidak memiliki.

    Setelah memanjakan mata dengan melihat-lihat berbagai barang yang dijual, saatnya memuaskan perut. Makanan yang paling terke-nal yang selalu diburu di pasar, selalu ramai dikunjungi pembeli Korea dan turis asing di malam hari, ialah tempat yang tersohor menjual gal-chi jorim (ikan layur dan lobak direbus dalam saus panas). Ketika salah satu restoran di pasar pertama kali menawarkan hidangan ini 30 tahun yang lalu itu memperlihatkan sukses besar, sehingga restoran lain mulai mengikutinya sampai seluruh gang di tempat itu dikenal sebagai gang galchi jorim. Tempat ini sangat menarik seolah tak ada habisnya orang yang ingin menikmati kekhasan rasa khusus ini.

    Terletak di tengah-tengah Seoul, dekat Myeong-dong dan Lotte Department Store, Pasar Namdaemun yang memiliki sejarah panjang dan menarik itu diperkirakan akan tetap menjadi salah satu destinasi yang paling dicari oleh wisatawan di masa depan.

    Pasar DongdaemunUntuk mengikuti mode harus ada anggaran lebih jika mengun-

    jungi Pasar Dongdaemun (Pasar Gerbang Timur). Ini bukan pasar ritel biasa. Outlet grosir pakaian dibuka pada pukul 8 sore dan tutup menjelang fajar. Sekitar tengah malam, Anda dapat melihat pedagang dari wilayah lain negara ini melakukan tawar-menawar dengan mem-bawa tas besar penuh pakaian tergantung di bahu mereka, sementara bus yang membawa para pedagang berjajar di jalan menunggu untuk

    Pasar di seoul: lebih menyenangkan daripada yang anda tahuKim Hyun-jin Penulis Lepas

  • SENI & BUDAYA KOREA 19

    1 Sebuah toko hanbok di Pasar Namdaemun. Gaun tradisional Korea telah tampak perubahan warna dan desain dari masa ke masa.

    2 Kota Busana Dongdaemun merupakan kawasan ritel dan grosir pakaian yang sangat besar dengan lebih dari 30.000 toko menjadi daya tarik wisata interna-sional yang terkenal.

    3 Kedai makanan di Pasar Gwangjang terkenal den-gan sajian beragam ma-kanan jalanan yang sangat disenangi oleh masyarakat Korea.

    4 Pasar Bangsan khusus menjual bahan keraji-nan DIY. Popularitas lilin beraroma menyebabkan meningkatnya jumlah toko yang menjual bahan pembuatan lilin.3 4

    membawa mereka pulang sebelum istirahat siang. Adegan tersebut seperti memperlihatkan bahwa pasar ini satu-satunya bagian dari kota yang masih terjaga. Pasar ini terkenal bukan hanya oleh pengecer pa-kaian di seluruh negeri tetapi juga menarik para pembeli busana dan wisatawan dari Asia Tenggara, Amerika Tengah, Eropa, Rusia, dan ne-gara-negara lainnya.

    Pasar Dongdaemun saat ini terdiri atas daerah pasar tradisional yang membentang dari Jongno 4-ga dan Cheonggye 4-ga ke pintu gerbang timur ibu kota tua, Dongdaemun, dan sekelompok kompleks perbelanjaan modern yang besar. Meskipun disebut Pasar Baeogae selama masa pendudukan Jepang, 1910-1945, pasar ini telah terdaf-tar atas nama Pasar Dongdaemun pada tahun 1905 dan pasar modern pertama di Korea. Pada tahun 1996 sejumlah kompleks perbelanjaan busana besar dibuka dan dibangun di daerah ini yang kemudian dike-nal sebagai Dongdaemun Shopping Town, atau Dongdaemun Fashion Town. Tidak hanya pakaian yang dijual di sini tapi semua bahan yang diperlukan untuk membuat pakaian, termasuk segala macam kain, hiasan dan aksesori. Di sini juga tempat para desainer muda bekerja dengan penuh gairah dan memelihara impian mereka maju ke kancah fashion global.

    Pasar gwangjangNama resminya ialah Pasar Tradisional Gwangjang Jongno, pasar ini

    dimiliki dan dioperasikan oleh Badan Gwangjang, yang didirikan pada tahun 1904 dan dapat dianggap perusahaan tertua di Korea. Nama itu berasal dari lokasi pasar di Cheonggye 3-ga sampai 4-ga, antara dua jembatan, Jembatan Gwang dan Jembatan Jang. Selain terkenal untuk produk pakaian, Pasar Gwangjang saat ini memiliki reputasi di bidang makanan. Beberapa sajian paling populer adalah pancake kacang hijau (bindaetteok), mie, tumis daging dalam adonan, daging sapi tartare,

    ikan rebus pedas, dan Mayak Gimbap (gulungan nasi yang mencandui) terkenal membuat kecanduan, yang selalu dikerumuni pembeli dan wisatawan sepanjang minggu. Kunjungilah pasar ini untuk menikmati rasa makanan yang dinikmati oleh warga Korea biasa. Jangan lam-bungkann harapan Anda terlalu tinggi dan itu akan menjadi pengala-man yang menyenangkan.

    Pasar BangsanTerletak di pusat tertua kota Seoul, tepat di seberang Sungai Kecil

    Cheonggye dari Pasar Gwangjang, pasar ini menjual segala sesuatu yang diperlukan untuk membuat roti, alat DIY dan bahan, serta pem-bungkus dan kemasan bahan. Juga menawarkan bagi penggemar roti rumahan segala macam bahan kue dan harganya lebih murah daripada di tempat lain sehingga mereka pulang dengan kedua tangan penuh dan mimpi manis ada di kepala mereka. Pada kesempatan seperti Hari Natal dan Valentine suasana pasar yang biasanya menjemukan tiba-tiba berubah ramai karena kedatangan banyak siswi berseragam seko-lah dengan semangat tinggi dan para perempuan muda. Pasar ini juga terkenal menjual bahan yang dibutuhkan untuk membuat lilin wangi, yang saat ini sangat populer di kalangan wanita muda.

    Berbagai variasi tas, kotak dan kertas yang digunakan untuk mem-bungkus dan membawa makanan juga datang dari pasar ini. Berdeka-tan dengan Eulji-ro merupakan alasan berkembangnya secara subur industri percetakan dan toko yang mengkhususkan diri dalam pen-jualan bahan-bahan percetakan yang ditemukan di pasar. Selain men-jual bahan kemasan, toko di sini menghasilkan cetakan bahan bisnis, semua jenis plakat dan penjualan bahan promosi, bagaikan tongkat sihir. Berbeda dengan pasar tema lain, Pasar Bangsan lebih banyak melayani pengecer daripada masyarakat umum. Tutup pukul 06:00 sore.

  • 20 KOREANA Musim Panas 2015

    Berikut adalah cuplikan cerpen Ketika Buckwheat

    Berkembang oleh lee Hyo-seok (1907-1942), yang

    menggambarkan kehidupan pedagang desa. cerpen ini

    diambil dari Kehidupan yang Sudah Jadi: fiksi Korea

    Modern dari Maestro, yang dipilih dan diterjemahkan

    oleh Kim chong-un dan Bruce fulton, dan diterbitkan

    oleh the University of Hawaii Press, Honolulu, pada 1998.

    Setiap pedagang yang berkeliling di pasar pedesaan mema-hami bahwa bisnis tidak pernah menguntungkan di musim panas. Dan pada hari-hari tertentu, pasar di Bongpyeong sudah sepi, meskipun matahari masih tinggi di langit; panasnya, merembes ke bawah tenda kios penjaja, sudah mampu mem-bakar punggung Anda. Sebagian besar penduduk desa sudah pulang, dan Anda tidak bisa tetap buka selamanya hanya untuk melakukan bisnis dengan buruh tani yang akan senang menukar seikat kayu bakar dengan sebotol minyak tanah atau ikan. Kawan-an lalat telah datang mengganggu, dan anak-anak setempat pun menjadi pengganggu bagaikan serangga.

    Haruskah kita menyebutnya ini sebagai keberuntungan?" Heo Saengwon berspekulasi, seorang pria kidal dengan wajah bopeng, kepada Cho Seondal, kawannya seorang pedagang kelon-tong.

    Terdengarnya bagus untukku. Kami belum pernah melaku-kan dengan baik di Bongpyeong ini. Kita harus membuat mem-bundelnya besok di Daehwa.

    Dan kita harus berjalan sepanjang malam untuk sampai ke sana, kata Heo.

    Aku tidak keberatan - kita memiliki bulan untuk menerangi jalan.

    Cho menghitung penghasilan hari itu, membiarkan koin ber-denting bersama-sama. Heo sepintas mengamati, lalu mulai menggulung tenda mereka dan menyingkirkan barang-barang yang telah digelar. gulungan kain katun dan bundel kain sutra mengisi dua keranjang anyaman sampai penuh. Potongan kain berserakan di tikar yang tergelar di tanah.

    Kios-kios pedagang lainnya nyaris tutup, dan beberapa kelom-pok sudah pergi untuk beristirahat dan meninggalkan kota. Para penjual ikan, tukang pateri, penjual manisan, dan penjaja jahe - seluruhnya pergi. Besok merupakan hari pasaran di Jinbu dan Daehwa, dan banyak cara Anda pergi ke sana, Anda harus men-empuh lima belas atau dua puluh mil sepanjang malam untuk sampai ke sana. Tapi di Bongpyeong ini halaman pasar terlihat berantakan tidak teratur setelah pertemuan keluarga, dan Anda bisa mendengar pertengkaran pecah di kedai minum. Sumpah serapah para pemabuk terdengar bersama-sama dengan suara lengkingan perempuan mengoyak udara.

    Dalam dua dasawarsa Heo telah menjajakan barang-barang kelontong di pasar pedesaan, ia jarang melewatkan Bongpyeong dalam perjalanannya. Dia kadang-kadang pergi ke Chungju, Jecheon, dan daerah tetangga, dan kadang-kadang berkeliaran lebih jauh ke wilayah Gyeongsang. Sebaliknya, kecuali ia pergi ke tempat seperti Gangneung untuk membeli persediaan barang, ia membatasi putaran perjalanannya untuk pergi ke Pyeongchang. Biasa berlangsung lebih dari satu bulan, ia menapaki satu kota ke kota berikutnya. Dia bangga bercerita kepada orang lain bahwa Cheongju merupakan kampung halamannya, tapi tampaknya ia tidak pernah pergi ke sana. Bagi Heo, tempat tinggal yang manis ialah panorama indah sepanjang jalan yang membawanya dari satu pasar kota ke pasar kota berikutnya. Ketika akhirnya ia mendekati salah satu dari kota-kota itu setelah perjalanan mele-lahkan hampir setengah hari, keledai yang kecapekan meringkik bahagia. Khususnya, ketika mereka tiba di ambang senja, lampu berkedip-kedip di kota walaupun peristiwa itu sudah sangat

    Perjalanan Pedagang dari Pasar ke Pasar

    KetiKa Buckwheat BerKemBang

  • SENI & BUDAYA KOREA 21

    diakrabi sekarang selalu saja jantung Heo berdebar cepat.Heo tumbuh menjadi pemuda hemat dan telah menyisihkan

    sedikit uang. Namun kemudian satu tahun selama All Souls Festi-val ia berfoya-foya dan berjudi, dan dalam tiga hari ia hamburkan semua tabungannya. Hanya kecintaannya yang hebat ter-hadap ekstrim keledai telah menahannya agar tidak menjual hewan tersebut. Pada akhirnya, ia tidak mempunyai pilihan lagi selain kembali ke titik awal dan mulai melakukan perjalanan dari pasar kota lagi. Sungguh beruntung aku tidak menjualmu, ia berkata sambil bercucuran air mata, membelai punggung keledai karena mereka harus pergi meninggalkan kota. Dia telah berutang, dan sekarang harus menabung untuk keluar dari masalah. Dan de-ngan demikian ia mulai dari keberadaan yang kecil saat berang-kat dari satu pasar ke pasar berikutnya.

    Dalam rangkaian hidup borosnya, Heo tidak pernah berhasil menaklukkan seorang wanita. Dingin, makhluk tak berperasaan - mereka tidak pedulikan aku, pikirnya dengan sedih. Satu-satunya teman setia ialah keledai.

    Hal ini bisa saja terjadi, ada satu perselingkuhan, dan dia tidak akan pernah melupakannya. Perselingkuhannya yang pertama dan terakhir - itu sebuah hubungan yang paling misterius. Hal itu terjadi ketika ia masih muda, ketika ia mulai menetap di pasar Bongpyeong, dan setiap kali dia ingat itu ia merasa bahwa hidup-nya sudah pantas.

    Untuk kehidupanku, aku masih tak bisa melukiskan, kata Heo bukan kepada orang tertentu. Malam ini sangat purnama ....

    Ini tanda-tanda bahwa Heo akan mulai mengoceh lagi malam ini. Sebagai teman Heo itu, Cho sudah dapat menduga apa yang

    akan terjadi kemudian. Tapi dia tidak bisa memberitahu Heo de-ngan cara tepat bahwa ceritanya itu menyakitkan, dan kepolosan Heo dimulai pada saat ia mengoceh lagi sesuka hatinya.

    Sebuah cerita seperti ini berjalan dengan baik ketika malam bulan purnama, kata Heo sambil menatap ke arah Cho. Itu bukan karena ia ingin meminta maaf kepada temannya; bukan, cahaya bulan telah membuatnya meluap-luap.

    Jalan menyempit, memaksa orang-orang mengatur hewan mereka dan menungganginya bergantian. Dentang lonceng ter-gantung di leher keledai mengalir lembut menuju tanaman Buck-wheat. Suara Heo, yang datang dari depan, tidak jelas terdengar sampai kepada Dong-i di ujung barisan, tapi Dong-i memberikan banyak kenangan yang menyenangkan bagi dirinya.

    Sekarang hari pasaran di Bongpyeong, dan bulan keluar, sep-erti malam. Aku mendapatkan sedikit ruang kecil dengan lantai tanah, dan sangat lembab hingga aku tidak bisa tidur. Aku putus-kan untuk turun dan berdingin di sungai Begitulah Bongpyeong sekarang tanaman buckwheat terdapat mana-mana sejauh Anda memandang, dan bunga-bunga putih beterbangan sampai ke sun-gai. Aku bisa meletakkannya di atas kerikil, namun bulan begitu cerah, aku putuskan untuk menggunakan gudang kincir air. Baik, aku ingin mengabarkan kepada Anda, sekonyong-konyong hal-hal ajaib terjadi di dunia ini, aku berada di dalam gudang, ber-temu empat mata dengan putri lelaki tua Song -... kota yang indah. Kemana nasib membawa kami bersama-sama? Anda boleh ber-taruh.

    Heo mengisap sebatang rokok, menikmati kata-katanya sendi-ri. Aroma luar biasa dari asap ungu menghiasi udara malam.

    Ilustrasi oleh Kim Si-hoon

  • 22 KOREANA Musim Panas 2015

    FITUR KHUSUS 3 Pasar Tradisional, Sejarah dan Perkembangannya

    Aku lahir di Yeongdeungpo dan besar di pasar grosir buah dan sayur di dae-rah itu. Dan aku sendiri juga pernah berdagang buah. Suatu hari saat sedang berjualan, ada seorang pria yang menutupi pandangan di depanku. Pria itu memakai sepatu yang alasnya sudah menipis dan jaket usang berwarna hijau tentara yang bagian lengannya penuh dengan noda hitam, bertanya kepadaku bagaimana caranya supaya bisa menjadi makelar. Para pedagang buah yang ada di sebelahku saling berebutan menjawab.

    Di sini? Tidak bisa bacapun bisa kok!Kalau mau jadi makelar di sini harus lulusan universitas, susah.Pria tersebut bingung karena jawaban-jawaban yang sangat berbeda. Sejak itu,

    cerita ini menjadi anekdot turun-temurun di kalangan orang pasar. Ya, memang begitu. Tempat di mana aku tumbuh yaitu pasar buah dan sayur

    Yeongdeungpo adalah tempat orang-orang yang beraneka ragam latar belakang hidup bersama, mulai dari yang hanya lulusan SD sampai yang bergelar doktor. Hidup mereka berbeda-beda. Tetapi persamaannya adalah hidup mereka semua sama-sama bergantung pada buah apa yang masuk hari itu. Tidak ada seorangpun yang terkecuali. Jika masuk stoberi maka harus menjual stoberi, jika masuk pir maka harus berjualan buah pir, jika masuk semangka maka harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyusun semangka. Bagi kami kalau masuk stroberi pertanda itu musim semi, kalau masuk semangka berarti musim panas dan kalau masuk jeruk berarti musim dingin telah tiba. Begitulah para pedagang di tempat ini menghabiskan musim demi musim sambil minum makgeolli (arak Korea yang ter-buat dari beras beragi) dari gelas yang sama dan menjadi tua bersama-sama.

    anak-anak Pasar yang tumbuh Sebagai anak KamiAku tumbuh sebagai anak mereka, orang-orang pasar. Kalau mendapat juara

    1 di sekolah, bapak-bapak yang makan di rumah makan ibuku memberikan uang seratus won, seribu won sebagai uang jajan, kalau main sampai larut malam di taman dekat rumah, bapak-bapak sekompleks pun memarahi menyuruh pulang.

    Situasi di grosir buah di Pasar Gro-sir Pertanian Gangseo, pedagang menyortir semangka yang diterima dari petani berdasarkan ketebalan kulit dan tingkat kematangan.

    tempat yang memulai harinya lebih dini dibandingkan tempat lain. Suasana energik pasar dan

    kehidupan orang-orangnya yang mirip namun berbeda-beda. Para pedagang buah yang menerka-

    nerka musim dari buah yang mereka jual hari itu, mereka merupakan saingan dan juga sekaligus

    keluarga yang saling bersandar dan bahu-membahu satu sama lain sampai hari ini.

    Orang-orang yang Membangunkan Subuh cerita Pasarku lee Myoung-lang Novelisahn Hong-beom Fotografer

  • SENI & BUDAYA KOREA 23

  • 24 KOREANA Musim Panas 2015

    Anak-anak pasar adalah anak semua orang pasar tanpa peduli anaknya siapa.

    Anak-anak pasar dari subuh harus ikut ibu dan bapak mereka ke pasar. Anak bayi yang belum bisa jalan ditaruh di dalam kardus apel atau kardus jeruk di situlah mereka menangis, tertawa, menggoyang-goyangkan kepala, sam-bil menunggu orangtua mereka selesai bekerja, sedangkan anak-anak yang sudah bisa berjalan bermain berkeliling pasar. Barusan saja ada di sebelah ibunya, tiba-tiba sudah berjalan jauh sampai ke toko pisang, disangka ada di toko pisang tiba-tiba sudah berkelayapan lagi masuk ke dalam warung. Anak-anak kecil ini kapan saja dapat selalu mem-buat keonaran, sehingga para orang tua selalu mengawasi dengan saksama. Kadang mengambil buah pir yang ada di dalam keranjang dan membawanya lari, kadang mengam-bil jeruk rumah kaca yang mahal dari kardus dan mema-kannya seketika juga sebelum sempat dimarahi. Tetapi walaupun begitu, tidak ada satupun orang-orang pasar yang membenci anak-anak yang berwajah kumuh dan kurus kering itu, malahan mereka memeluk bahu kurus anak-anak tersebut. Karena mereka semua mengerti sebagai sesama pedagang yang membesarkan anak de-ngan berjualan buah.

    Anak-anak pasar menjadikan pasar tempat bermain mereka, mereka bermain dan berlari-lari di pasar, tanpa mendapat perhatian sepenuhnya dari orang tua me-reka. Kalau sudah capai mereka masuk ke dalam kardus apel apa saja yang mereka temukan di toko dan tertidur di dalamnya. Begitulah keseharian anak-anak pasar. Mungkin karena itu jika melihat mereka tidur, walaupun anak yang nakal sekalipun, dibandingkan benci, lebih membuat hati tergerak untuk menyelimuti mereka.

    Sewaktu kecil, jika aku merobek-robek kantong plas-tik yang ada di toko kantong plastik, atau memakan jeruk rumah kaca yang mahal, walaupun entah siapa itu memarahiku dengan mata melotot sekalipun, kalau aku memasang muka merengut karena ingin buang air besar, dialah juga yang mengantarku ke toilet, dan ada juga yang

    Pasar Grosir Pertanian Gangseo membuka lelang terpisah antara buah dan sayuran. Penawaran dibuka setiap 30 menit sejak pukul 02:30 pagi untuk buah dan sejak pukul 08:30 malam untuk sayuran.

  • SENI & BUDAYA KOREA 25

    Hari masih gelap, namun para pedagang distributor sudah berkumpul ramai di depan pasar. Kardus apel tersusun setinggi tubuh manusia, di depannya ramai dan riuh mulai dari pedagang yang mencoba menghitung barang satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh!, sampai pedagang yang memeriksa barang-barang yang akan di lelang. Para pedagang distributor semuanya naik ke atas panggung lelang dan melihat ke bawah ke kardus-kardus berisi apel, tampaknya lelang tetap pertama hari ini telah dimulai.

    Lelang dibagi menjadi dua; lelang tetap dan lelang ber-pindah, lelang tetap adalah dimana semua pedagang dis-tributor naik ke atas panggung lelang sambil melihat ke bawah ke barang sampel yang ditunjukkan di rak pajang-an. Biasanya cara lelang ini untuk buah-buah yang tidak mudah rusak dan tahan lama walaupun dipindah-pindah-kan; seperti apel, pir, dan kesemek. Sedangkan lelang ber-pindah adalah di mana barang yang akan dilelang ditaruh di suatu tempat tertentu dan pelelang serta para peda-gang distributor yang berpindah-pindah dari sela-sela barang yang dilelang. Biasanya cara lelang ini untuk buah-buah yang mudah rusak; seperti stroberi, kesemek yang matang, dan anggur.

    Coba minggir.Kamu kenapa sih mengejar terus apa yang mau aku

    makan?Di depan kardus apel sangat ramai dan penuh dengan

    para pedagang distributor yang berkumpul, ada yang men-coba masuk di sela-sela orang yang sempit, dan ada juga yang membuka kardus dan mengambil satu apel untuk diperiksa dengan teliti. Terdorong di sini, tertarik di sana, setelah beberapa kali terdorong, beberapa kali terinjak, akhirnya ada juga pedagang yang sama sekali akhirnya pergi menjauh.

    Untuk menjadi pemandu lelang harus orang yang mempunyai pengalaman kerja di bagian porter, harus senior, itupun senior yang terbaik dan statusnya harus ketua, suaranya harus bagus, harus pintar, dan harus mendapat pengakuan dari orang lain, ada tiga atau empat orang yang berganti-gantian bertugas menjadi pemandu lelang.

    Ah! Punya Bok Soon Lee dari Yeongcheon Apel hijau isi 50 biji sepuluh kardus!

    Pelelang yang ada di atas panggung lelang meneriak-kan kembali apa yang pemandu lelang teriakkan, para pedagang distributor yang berdiri di belakang kardus apel memasukkan tangan mereka ke penutup tangan dan mengikat erat pada pergelangan tangan mereka.

    Ah, tiga puluh ribu! Ah, tiga puluh satu ribu! Ah tiga

    puluh dua ribu, tiga ribu! Lima ribu delapan ribu Sembilan ribu! Empat puluh ribu!

    Saat pelelang memulai 4 keranjang (isi 40 buah) dengan harga empat puluh ribu, para pedagang yang ingin mem-beli dengan harga murah saling berebutan mengangkat jari.

    Tidak turun? Tidak ada empat puluh ribu? Tiga puluh sembilan ribu nomor 702!

    Pelelang menghentakkan kakinya di panggung lelang. Pertanda barang telah berhasil dilelang. Pelelang ini sela-lu memberi tanda berhasilnya lelang dengan kaki. Bukan hanya cara memberi tanda berhasilnya lelang yang berbe-da, namun cara meneriakkan komentar juga berbeda-be-da tiap pelelang. Pelelang ini meneriakkan komentar den-gan Ah, tiga puluh ribu!, tetapi ada juga pelelang yang meneriakkan Nah, tiga puluh ribu lagi!, dan ada juga pelelang yang meneriakkan Cilukba cilukba, tiga puluh ribu!. Sepertinya mereka memakai bahasa yang mereka anggap nyaman dan melekat di mulut mereka masing-masing.

    Punya Bok Soon Lee dari Yeongcheon Apel hijau isi 80 biji tiga puluh kardus! Ah, tujuh ribu! Ah, delapan ribu! Ah, Sembilan ribu!

    Para pedagang riuh oleh teriakan pelelang. Barang yang dibeli oleh para pedagang berbeda-beda. Para peda-gang grosir buah dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan barang apa yang mereka beli. Yang pertama tipe pedagang yang menjual barang yang harus bagus kualitasnya tidak peduli entah berapapun itu harganya, yang kedua peda-gang yang membeli barang-barang yang kualitasnya tidak buruk dan juga tidak baik, yang terakhir tipe yang penting murah, asal murah pasti dibeli.

    Kalau begitu, tunggu sebentar, coba jawab kuis ini.Di antara para pedagang grosir ini, tipe mana yang

    mempunyai paling banyak pelanggan?Jawabannya, ketiga-tiganya. Jualan grosir tidak selalu berarti kalau barangnya

    bagus pasti banyak pelanggannya. Penjual eceran yang menjual barang berkualitas bagus tentunya akan mencari penjual grosir yang menjual barang berkualitas bagus, pengusaha pub dan hiburan malam akan membeli barang yang kualitasnya lumayan tidak buruk dan harganya ter-jangkau dari penjual grosir. Dan ada juga penjual kaki lima yang tidak mempedulikan jenis barang dan harga, mau musim panas ataupun musim gugur, entah itu melon Korea atau apel yang penting harganya tidak lebih dari tiga ribu.

    Hari ini juga subuhnya pasar ramai dan riuh. Setelah lelang berakhir para pedagang yang telah membeli barang untuk dijual hari ini sibuk kembali ke tokonya masing-masing dengan bahu yang penuh dengan harapan.

    Cerita Pasar mereKa

  • 26 KOREANA Musim Panas 2015

  • SENI & BUDAYA KOREA 27

    membelikan es krim saat aku jatuh dan menangis, yang menyulamkan namaku di baju kaos warna kuning, merekalah ibu-ibu pasar. Karena itu, bagiku ibu-ibu pasar semua adalah ibuku, dan aku juga sudah seperti anak perempuan mereka semua. Mungkin juga anak-anak pasar sekarang seperti aku dulu, jika tiba hari Orang Tua akan sibuk untuk memberikan bunga ke ibu-ibu dan bapak-bapak di pasar.

    Tempat di mana orang-orang yang tidak sedarah tetapi lebih dekat dari saudara kandung hidup bersama tempat itu adalah pasar Yeongdeungpo, kampung hala-manku. Tetapi kampung halamanku tergusur oleh perubahan dan dipindahkan dari Yeongdeungpo ke daerah agak pinggiran menjadi pasar Gang-seo. Tempat yang dulunya arena jual beli buah oleh para pedagang kini sedang dalam pembangunan untuk disulap menjadi pusat perbelanjaan.

    Manusia tidak Pernah tahu apa yang akan terjadiWalaupun telah dipindahkan ke tempat lain, para pedagang tetap membuka

    pasar dari subuh, berjualan buah, mencari makan dan membesarkan anak-anak mereka. Sambil mengulang kata-kata Kalau terdesak, apapun bisa dikerjakan dan manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi, dari dulu sampai sekarang hidup mereka tetap sama. Sekilas kata-kata ini dapat terdengar negatif, namun jika melihat kehidupan orang-orang pasar lebih dalam, maka siapapun akan mengerti apa maksud dari kata-kata tersebut.

    Diantara para pedagang di pasar ada bapak yang bernama Choi. Berbeda dari penampilannya yang sama sekali tidak kelihatan seperti orang berada, dia adalah orang paling kaya di pasar. Dia yang seorang ahli teknisi listrik, kehilangan peker-jaan saat krisis moneter. Suatu hari, dia berniat untuk memungut buah untuk dimakan sehingga mondar mandir di pasar, saat itu seorang makelar menyarankan untuk mencoba berjualan walaupun dalam eceran dan memberikan tempat untuk berjualan begitu saja tanpa syarat apa-apa. Sejak itu bapak Choi selalu berkata manusia tidak tahu apa yang akan terjadi. Bukan berarti bahwa kita tidak tahu apa yang akan terjadi sehingga hidup sembarangan. Tetapi manusia tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari sehingga hari ini pun harus hidup rajin.

    Di pasar kami ada lagi satu orang yang mirip dengan bapak Choi, dia adalah Nenek Kardus yang selalu bilang kalau terdesak, apapun bisa dikerjakan. Nenek ini walaupun memungut kardus bekas, selalu bertanya dulu dengan sopan Boleh aku bawa kardusnya?. Kalau di dalam kardus ada sampah atau buah yang busuk, dia selalu membantu membuangnya di plastik sampah yang dia bawa. Tindakan nenek itu semuanya sopan dan baik.

    Kalau terdesak, ya apapun harus dikerjakan.Tempat di mana orang-orang yang kalau terdesak apapun dikerjakan, dan

    orang-orang yang mengetahui dengan benar bahwa manusia tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, karena itu orang-orang ini hidup rajin dan sungguh-sungguh dibandingkan siapapun, dan bangun lebih pagi dari orang lain, tempat itu adalah pasar.

    Pasar Buah dan Sayur Pasar Yeongdeungpo dibuka lebih awal di pagi hari untuk lelang grosir dan tetap dibuka hingga sore hari untuk penjualan eceran. Terdapat aliran pengunjung yang konstan datang ke pasar untuk membeli buah yang baik dan segar.

    Para pedagang pasar adalah mereka yang minum makgeolli (arak Korea yang terbuat dari beras beragi) dari gelas yang sama dan menjadi tua bersama-sama. Tempat dimana orang-orang yang tidak sedarah namun lebih dekat daripada saudara kandung hidup bersama tempat itu adalah pasar Yeongdeungpo, kampung halamanku.

  • 28 KOREANA Musim Panas 2015

    FITUR KHUSUS 4 Pasar Tradisional, Sejarah dan Perkembangannya

    Mulai tahun 2008 sampai 2013, Kementer ian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata telah melakukan sebuah proyek untuk mer-evitalisasi pasar tradisional yang disebut Munjeong-seongshi. Proyek ini mengukir kembali makna asli pasar tradisional dan membuat program sesuai dengan karak-teristik masing-masing pasar. Kemente-rian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata menilai bahwa proyek ini berhasil men-gubah pasar tradisional daerah sebagai ruang seni dan budaya yang membuatnya menjadi bagi orang-orang muda. Di sisi lain, mereka yang mengawasi proses itu menyebutnya sebagai pusat untuk mem-pertontonkan dan pusat hasil. Namun demikian, proyek ini jelas membawa dampak positif. Karena orang muda secara bertahap menjadi tertarik kepada pasar tradisional, dan membentuk pasar yang mengandung budaya mereka sendiri.

    Pasar-pasar tradisional yang lahir Kembali sebagai ruang Seni dan Budaya

    Salah satu kisah sukses besar adalah Youth Mall Market di Pasar Selatan Jeonju (Jeonju Nambu Traditional Market). Tidak-

    lah berlebihan jika Pasar Selatan disebut sebagai tempat favorit yang tidak bisa dike-cualikan di Jeonju. Lampu-lampu di lantai dua Pasar Selatan yang mulai redup kar-ena ditinggalkan oleh satu dua pedagang akibat kesulitan keuangan mulai menyala lagi setelah pusat perbelanjaan itu menye-wakan tempat dengan harga yang terjang-kau bagi kaum muda yang memimpikan wirausaha. Karena untuk menarik tamu muda di pasar tradisional diperlukan peda-gang-pedagang muda. Ada toko kecil yang menjual peralatan desain, yang pemiliknya lulusan seni artistik di Prancis dan beper-gian ke luar negeri sebulan sekali untuk mengumpulkan beberapa benda yang nantinya dijual di tokonya, ada juga tempat pengobatan yang pemiliknya lulusan medis dari universitas, dan juga ada toko cocktail bar, toko taco, restoran, dan beraneka jenis toko lainnya.

    Dengan mulai dikenalnya mal anak muda, penjualan pasar yang ada men-ingkat sekitar 10% sampai 20%. Setiap Jumat dan Sabtu, jam 6 sore hingga jam 12 malam dibuka Pasar Malam yang menya-jikan jajanan, kerajinan, acara budaya, seperti pertunjukan dan pameran kecil, sehingga kita dapat melihat anak-anak,

    tua muda, wanita pria, berbaur bersama menikmatinya. Sekarang Pasar Selatan telah menjadi bagian dari tur ke Jeonju Hanok Village (Desa Tradisional Jeonju).

    Pedagang Memilih untuk Hidup Ber-simbiosis dengan Penulis Muda

    Seperti Soho dan Chelsea di New York, dan 798 Art Zone di Dashanzi District, Beijing, yang dipadati dengan pabrik dan perumahan, serta menjadi tempat bagi seniman muda dengan modal pas-pasan berkumpul mencari tempat yang murah. Karena merekalah di daerah itu ada toko, galeri, dan aliran pengunjung yang mem-bentuk budaya baru seperti kafe, restoran, dan fasilitas lainnya, menciptakan budaya lokal yang khas. Di Seoul, hal yang sama terjadi di Hongdae, Garosugil, dan Itaewon. Tampaknya menjadi semacam aturan tak tertulis, bahwa masuknya studio seniman ke suatu tempat menjadikan lingkungan tempat populer. Jadi, apa yang akan ter-jadi jika aturan ini diterapkan ke pasar tra-disional?

    Tingkat bawah tanah Seoul Central Market di Hwanghak-dong adalah markas untuk komunitas pengrajin dan desainer bernama Gedung Kreativitas Sindang. Se-

    Pasar tradisional Kini Berkembang Menjadi Pusat Budaya DaerahSinar lampu yang redup, warung yang kotor, jalan yang sempit semua ini adalah kesan tentang pasar tradisional

    pada umumnya. walau dulu pasar tradisional berfungsi sebagai pusat dari masyarakat daerah setempat, namun kini

    orang semakin jarang mengunjunginya. Di tempat yang semakin terlupakan itu ada secercah cahaya yang semakin

    terang. yaitu sejak seniman dan pedagang muda mulai memberi perhatian. Kita akan melihat kembalinya kejayaan

    pasar tradisional berkat ide-ide gemilang serta semangat muda yang berbinar.

    Park eun-youngEditor LepasShim Byung-wooFotografer

  • SENI & BUDAYA KOREA 29

    1 Sanggar para pengrajin di Gedung Kreativitas Sindang. Sebelumnya merupakan pusat perbe-lanjaan bawah tanah, gedung lalu direnovasi oleh Pemerintah Metropolitan Seoul untuk memberikan lokakarya bagi seniman dan pengrajin, menciptakan kehidupan baru ketika pasar mengalami penurunan.

    2 Sebuah toko di Youth Mall di area lantai Pasar Nambu Jeonju. Tempat unik yang sangat populer di kalangan anak muda yang menginginkan sesuatu yang asli.

    1

    2

  • 30 KOREANA Musim Panas 2015

    telah pusat perbelanjaan bawah tanah ini didirikan pada tahun 1970, tempat ini sem-pat berkembang, tetapi dengan berkurang-nya jumlah pengunjung, hanya beberapa toko saja yang bertahan. Untuk memper-baikinya, pada tahun 2009 pemerintah met-ropolitan Seoul merenovasi pusat perbe-lanjaan ini menjadi tempat ideal untuk peng-rajin dan desainer. Meskipun ruang kerja hanyalah berupa kamar kecil berukuran masing-masing 6,6 meter persegi, para seniman dapat berkonsentrasi pada peker-jaan mereka tanpa khawatir tentang biaya sewa dan pemeliharaan. Tetapi para seni-man tidak mengunci diri mereka dalam ruang kerja bawah tanah mereka. Mereka naik ke atas untuk berbaur dengan peda-gang dan penduduk asli pasar. Mereka merancangkan papan toko dan mengelo-la festival pasar untuk promosi. Kegiatan mereka tidak seperti kebanyakan peris-tiwa pasar tradisional, yang sebagian besar ditujukan untuk memikat wisatawan, festi-val ini bertujuan sosialisasi antara mereka dengan pedagang lokal.

    Ada pula Pasar Dae-In di Gwangju, Provinsi Jeolla Selatan, yang telah di-segarkan kembali melalui kolaborasi seni-man muda dan pedagang. Park Sung-hyen, kurator untuk Gwangju Biennale pada tahun 2008 mengganggap seni harus menjangkau dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, sehingga ia me-nyarankan seniman muda untuk menggu-nakan toko kosong di pasar sebagai stu-dio mereka. Para pedagang bekerja sama dengan menurunkan harga sewa. Tiga puluh seniman masuk, dan hasil terbesar dari perbauran mereka ini adalah Pasar Bintang yakni sejenis pasar malam yang telah dibuka dua kali sebulan sejak 2010. Dalam wilayah di mana kesempatan untuk menikmati budaya sangat terbatas, beri-ta tentang pasar malam dengan cepat menyebar. Sajian yang menyenangkan, acara-acara yang bisa langsung diikuti pengunjung, membuat skala pasar malam ini tumbuh dua kali ukuran mulanya. Pada musim panas 2013, galeri koperasi berna-ma Dada Creative Studio dibuka di pasar,

    mendukung pameran seni, lelang karya seni, pameran dan kegiatan kreatif lainnya dari seniman muda. Pasar itu aktif digu-nakan sebagai studio dan tempat mereka untuk pameran perdana mereka.

    Tetapi berbeda dengan yang diharap-kan, tidak ada perubahan yang berarti dalam keuntungan pedagang. Meskipun pasar menarik lebih dari seribu orang per hari pada akhir pekan, sebagian besar dari mereka adalah wisatawan untuk menikmati acara dan pertunjukan, dan jarang yang membeli keperluan sehari-hari mereka. Namun demikian, para peda-gang sudah cukup gembira dengan keha-diran seniman muda dan pengunjung muda di pasar, serta vitalitas yang mer-eka bawa ke pasar yang hampir terlupa-kan. Contoh lainnya adalah Pasar Dongjin di Yeonnam-dong, Mapo-gu, Seoul, yaitu tempat terpencil yang telah kehilangan fungsi aslinya sebagai pasar dan digunakan sebagai gudang. Pasar ini, begitu kecil dan tenang sehingga mudah hilang dari ingat-an, telah direvitalisasi oleh perencana dan desainer muda yang tertarik pada budaya dan pasar tradisional. Di Pasar 7 Hari yang dibuka sejak tahun lalu, sejumlah loka-karya budaya dan acara disediakan oleh seniman muda dan pedagang, termasuk sesi pembuatan furnitur menggunakan

    Dengan mulai dikenalnya mall anak muda, penjualan pasar yang ada meningkat sekitar 10% sampai 20%. Setiap Jumat dan Sabtu, jam 6 sore hingga jam 12 malam dibuka Pasar Malam yang menyajikan jajanan, kerajinan, acara budaya, seperti pertunjukan dan pameran kecil, sehingga kita dapat melihat anak-anak, tua muda, wanita pria, berbaur bersama menikmatinya. Sekarang Pasar Selatan telah menjadi bagian dari tur ke Jeonju Hanok Village (Desa Tradisional Jeonju).

    kayu yang terbuang. Berkat acara ini, gang-gang di sekitarnya juga hidup kembali de-ngan usaha kecil, seperti kafe, restoran, toko buku, workshop kerajinan, dan galeri, membuat tempat ini menjadi salah satu lingkungan paling trendi di daerah Hong-dae yang memang sudah populer.

    Pasar Bongpyeong yang Sukses Berubah melalui Seni

    Pasar Bongpyeong di Pyeongchang, Provinsi Gangwon, adalah kisah sukses perubahan sebuah pasar berkat dukung-an aktif dari pemerintah daerah, dengan kerjasama para pedagang, dan sponsor perusahaan. Di Pasar Bongpyeong yang adalah pasar terbesar di Korea itu selama ratusan tahun masih terdapat lebih dari 70 toko, dan Pasar 5 Hari yang dibuka dari tanggal 2~7 setiap bulannya, menarik ham-pir seratus pedagang untuk menjajakan dagangannya. Bongpyeong adalah sebuah kota yang terkenal sebagai latar belakang dalam cerpern karya Lee Hyo-Seok Ketika Buckwheat berkembang yang meng-gambarkan suka dan duka hidup orang-orang di pasar. Sebagian karena alasan ini, setiap September kota ini ramai dengan wisatawan yang ingin melihat bunga soba mekar penuh. Namun pasar bersejarah yang sebenarnya hanya 100 meter jaraknya

  • SENI & BUDAYA KOREA 31

    1 Toko aksesoris di Pasar Daein Gwangju. Sebagai sanggar lokakarya di pasar berfungsi sebagai tempat untuk pembuatan dan penjualan oleh para pengrajin muda. Mereka telah menarik lebih banyak orang muda untuk berkunjung ke pasar itu.

    2 Sebuah sentuhan artistik telah ditambahkan pada Pasar Pusat Seoul di Hwanghak-dong oleh warga seniman Gedung Kreativitas Sindang mulai mem-perlihatkan kontribusi bakat mereka pada pasar tradisional.

    3

    1

    2

  • 32 KOREANA Musim Panas 2015

    dari tempat wisata utama dan Lee Hyo-seok Memorial Hall itu terlihat santai saja. (Lihat halaman 20 untuk kutipan dari Keti-ka Buckwheat Berkembang)

    Untuk menemukan cara untuk menye-lamatkan masa depan pasar tradisional, Pemerintah Provinsi Gangwon berkon-sultasi dengan Kartu Hyundai. Pemerin-tah mengusulkan agar Proyek Realisasi Impian Kartu Hyundai, yang menawarkan desain ruang pembaharuan dan layanan program untuk usaha kecil, untuk diap-likasikan di pasar tradisional. Lab Desain Kartu Hyundai setuju bekerja sama dengan pemerintah provinsi membentuk sistem

    berkelanjutan yang akan memungkinkan pasar tradisional berfungsi sebagaimana mestinya. Mereka mencoba untuk fokus pada hal-hal yang bisa dilakukan tanpa membuat atau menambahkan apa-apa dan akhirnya mereka meningkatkan ling-kungan keseluruhan Pasar Bongpyeong dengan menggunakan desain awning yang merupakan keperluan pokok setiap toko. Setiap toko menunjukkan identitasnya dengan warna awning, hijau untuk produk pertanian, biru untuk produk kelaut-an, ungu untuk pakaian, dan garis-garis oranye untuk makanan, dan menempatkan sebuah papan kecil dengan foto dari pemi-

    lik dan cerita pendek tentang barang yang dijualnya. Pemerintah daerah memberi-kan pendidikan desain untuk para peda-gang tentang cara untuk mengatur warna, membuat display menyenangkan, mem-buat papan harga dan asal produk. Namun beberapa sesi pendidikan yang telah dilakukan itu tentunya belum cukup untuk mengubah kebiasaan dan metode peda-gang yang telah puluhan tahun melakukan bisnis. Pasar Bongpyeong tidak memiliki banyak acara promosi atau budaya baik. Namun, sejarah panjang serta daya tarik polos dari masyarakat setempat menam-bah pesona pasar tua ini.

    1

  • SENI & BUDAYA KOREA 33

    1 Seorang seniman beker-ja di studionya di Gedung Kreativitas Sindang.

    2 Youth Mall di Pasar Nambu Jeonju. Dikoordinasikan oleh kelompok perencanaan Boddaridan, berbagai acara berlangsung di sini setiap akhir pekan.

    3 Bangunan gedung di Pasar Daein Gwangju. Ilustrasi di pintu masuk setiap toko diciptakan oleh para warga seniman.

    4 March, pasar loak terkenal di Seoul, digelar di jalan-jalan Daehangno. Pasar dua mingguan ini memberi kesempatan berharga para petani muda untuk mem-promosikan produk mereka.

    Saat ini, Pasar Dae-In memiliki 20 toko yang disewakan kepada pen-gusaha muda. Berkat kegiatan mereka, pasar mulai menarik pelang-gan muda tahun lalu dan ketenaran kini telah menyebar secara nasion-al. Para pedagang asli positif tentang perubahan. Anggota muda dari pasar bangga menciptakan pasar yang menyatu dengan seni. Mereka berjuang untuk mendapatkan daya saing tetap sebagai pasar seni den-gan koeksistensi tradisi dengan seni, pedagang dengan seniman baru dan pengusaha muda.

    Jung Sam-jo General Manager Pasar Bintang di Pasar Dae-In, Gwangju

    Boddaridan (The Packers) di Youth Mall adalah kelompok meren-canakan berbagai acara untuk merevitalisasi Pasar Selatan (Nambu Market). Untuk membuatnya menjadi pusat budaya dari masyarakat setempat, mereka melakukan kegiatan yang beragam seperti per-encanaan dan pengelolaan pasar loak, mengelola toko yang menan-gani brand lokal, dan menangani lokakarya inspirasional. Karena pasar menarik orang semakin banyak, modal-modal besar mulai meram-bah masuk. Toko waralaba telah mengisi pasar dan daerah sekitarnya, mengusir para pedagang yang telah lama berdagang di tempat ini. Seperti pedang bermata dua, keadaan seperti ini sulit untuk dihindari, namun terus terang fenomena ini membuat hati saya sendu.

    Kim chae-ram Ketua Grup Penjaja Asongan Muda Pasar Selatan Jeonju

    dengan berkumpulnya orang-orang di pasar, uang mulai mengalir masuk.

    Saya meluncurkan merek sendiri setelah kembali dari Inggris, di mana saya pernah belajar desain fashion aksesori. Saya membuat tero-bosan pertama saya di pasar loak dalam acara yang digelar di Digital Media City di Sangam-dong, tahun lalu. Setelah itu, saya berpartisi-pasi dalam banyak pasar loak di seluruh negeri, termasuk Seoul dan Busan, untuk mempromosikan produk saya lebih luas. Sekitar enam bulan kemudian, saya mendapat telepon dari seorang merchandiser di Hyundai Department Store yang meminta saya mengambil bagian dalam toko pop-up untuk desainer muncul. Sekarang, Susurrus adalah merek permanen di department store besar di Seoul dan Daegu. Untuk desainer baru, pasar loak bukan hanya tempat jual beli barang, tetapi juga adalah tempat yang tempat untuk memulai usaha.

    Song yoon-gi CEO dan Designer dari Susurrus

    untuk desain