Koreana Spring 2015 (Indonesian)

63
ISSN 2287-5565 VOL. 4 NO. 1 MUSIM SEMI 2015 SENI LUKIS KOREA MODERN FITUR KHUSUS Perintis Seni Lukis Korea Modern SENI & BUDAYA KOREA

description

Koreana Spring 2015 (Indonesian)

Transcript of Koreana Spring 2015 (Indonesian)

Page 1: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 1ISSN 2287-5565

VOL. 4 NO. 1

MU

SIM SEM

I 2015

MU

SIM SEM

I 2015 VOL. 4 NO. 1

ww

w.koreana.or.kr

SENI LU

KIS KOREA M

ODERNFITU

R KHU

SUS

Perintis Seni Lukis Korea Modern

SENI & BUDAYA KOREA

Page 2: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 1

Kabar awal musim semi lebih dahulu mencapai Korea di pulau-pulau sela-tan.

Pada akhir Februari, dengan latar belakang laut biru, bunga kamelia merah muda merona mekar di sela-sela cahaya, daun hijau tua, bertaburan benang sari warna kuning. Jantungnya, mengakhiri musim dingin, mulai bergetar. Setelah itu, bunga-bunga bermekaran pada batang-batang plum yang ratusan tahun begitu dicintai oleh para penganut Konfusianisme di masa lalu.

Dari akhir Maret hingga awal April, bunga lonceng-emas kuning, sahabat anak-anak dan orang-orang kebanyakan, pohon ceri kornelian, dan azalea merah muda pekat muncul pada gilirannya. Meskipun, pikiran bergegas ke depan, cuaca masih agak dingin saat ini. Musim semi telah be-nar-benar datang hanya ketika pohon-pohon yang berjajar di jalan-jalan dipenuhi bunga sakura berdompol-dompol pada setiap

cabang-cabangnya.Namun, perhatian justru diarahkan pada

parade lampion teratai memperingati hari ulang tahun Buddha pada pertengahan Mei ketika bunga rhododendron mekar. Hal itu terjadi ketika cahaya di dalam hati setiap orang bersinar dan menempatkan sentuhan akhir pada keindahan semua bunga musim semi yang selalu dipelihara oleh alam.

Lampion teratai, yang disebut yeondeung di Korea, adalah lampion kertas berbentuk bunga teratai. Kegiatan tersebut menutup peringatan Ulang Tahun Buddha yang berisi doa agar hati yang penuh kegelapan dan penderitaan akan cerah seperti kebijak-sanaan Buddha, serta kehangatan cinta diharap akan menyebar seperti sinar cahaya dan memenuhi seluruh dunia dengan kebi-jaksanaan dan welas asih Buddha .

Ketika saya masih kecil, mendahului Ulang Tahun Buddha nenek saya tiba-tiba berubah menjadi orang yang percaya pada Buddha. Dia akan memotong dan merekat-

kan kertas yang dicelupkan ke warna ku-ning, hijau dan merah muda, ke bingkai bambu, menutupi bagian atas hingga mem-buat lampion dalam bentuk bunga teratai. Kemudian membawa lampion itu di tangan-nya, berjalan ke sebuah kuil besar di pegu-nungan sejauh 20 li jauhnya.

Sejak saat itu, sepanjang jalan menuju kuil, bunga-bunga menutupi jalan di mana aku melangkah dengan nenek, bagaikan festival dalam dirinya sendiri dan menjadi jalan yang paling mempesona pada musim semi. Karena aku tahu bahwa kasih dan berkah di dalam lampion teratai yang akan dipersembahkan nenek kepada Buddha membimbing hatiku mencapai langit biru, membuat aku sangat bahagia.

Ketika lampion, cahaya itu sekarang hilang, bagaikan segenggam debu yang ter-bang menjauh, musim panas datang tiba-tiba dan musim semi hanya melintas se-perti mimpi di siang hari dari seseorang yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya.

CITRA KOREA

Lampion TerataiBunga yang Mekar di Hati

Kim Hwa-young Kritikus Sastra, Anggota Akademi Kesenian Nasional

Page 3: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

FITUR KHUSUS Perintis Seni Lukis Korea Modern

FITUR KHUSUS 1

04 Semangat Pelukis-pelukis Korea yang Mekar dalam Gejolak Waktu Kim Young-na

FITUR KHUSUS 2

08 Kim Whanki, Suasana Keluarbiasaan dan Indahnya Kemuliaan Park Mee-jung

FITUR KHUSUS 3

12 Lee Ungno, Aksara, Tanda, dan Manusia: Introspeksi dan Cermin Diri dalam Tinta dan Kuas

Mok Soo-hyun

FITUR KHUSUS 4

18 Park Soo-keun: Mengangkat Melankoli pada Masanya ke dalam Lirisisme Choi Youl

22

42 50

WAWANCARA

22 Lee Ja-ram: Diva Pansori pada Masa Kini Kim Soo-hyun

TINJAUAN SENI

28 ‘Bulssang’ Kekacauan Hibrida: Perjuangan Mencari Jati Diri Shim Jeong-min

FOKUS

32 Plus-Minus Gelombang ‘Youke’ Kim Bo-ram

JATUH CINTA PADA KOREA

36 Bagaimana Mengolah Kimchi dan Cara Menikmatinya Ben Jackson

DI ATAS JALAN

42 Lagu Kehidupan Terdengar Nyaring di Geonmundo Gwak Jae-gu

KENIKMATAN GOURMET

50 Gimbap: Masakan Paling Populer dan Istimewa Park Chan-il

HIBURAN

54 Hidden Singers: Semangat Penyanyi Peniru Menjiwai Lagu

Wee Geun-woo

ESAI

56 Manhwa Ulfa Nabeela

GAYA HIDUP

58 Sindrom Tongkat Selfie Koo Bon-kwon

PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

62 Mengangkat Kegelapan Menjadi Cahaya Chang Du-yeong

Diiringi Cahaya Cho Hae-jin

Page 4: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

4 KOREANA Musim Semi 2015

FITUR KHUSUS 1Perintis Seni Lukis Korea Modern

Semangat Pelukis-pelukis Korea yangMekar dalam Gejolak WaktuPelukis Barat mulai dikenal di Asia yakni antara akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Pada masa penjajahan, budaya baru masuk terutama dari Jepang saja, dan pada masa itu lukisan dengan gaya dan pembawaan dari lukisan menjadi populer dalam masa yang berubah dengan cepat, dan Korea pun tak lepas dari dunia lukisan. Sejarah lukisan sejak zaman peralihan yang mengalir hingga zaman modern dengan berbagai alir-annya, tetap berhasil mempertahankan jiwa Korea, yakni cara pembawaannya yang khas, yang sekaligus me-ngandung sifat modern berkat usaha para pelukis besar Korea.

Pada tahun 1916, The Korea Daily News mewarta-kan secara khusus bahwa <Matahari Terbe-nam> karya Kim Kwan-ho masuk dalam Pamer-

an Budaya yakni Official Salon Jepang. Tetapi karena karyanya itu melukiskan dua orang wanita yang telan-jang, maka foto karyanya tidak ditampilkan. Lukisan telanjang wanita di Asia Timur, yang lebih akrab den-gan lukisan tradisional, lukisan yang menampilkan pemandangan atau gambar diri menggunakan tinta dan kuas adalah satu jenis lukisan yang baru sama sek-ali. Alas-an lain adalah karena waktu itu lukisan berte-makan diri seseorang atau kehidupan adalah budaya baru di Asia, sementara budaya lukis Barat baru masuk sekitar akhir abad 19 dan awal abad 20. Untuk Korea yang merupakan masyarakat Konfucu, lukisan telan-jang yang menggambarkan tubuh telanjang wanita merupakan hal yang sangat mengejutkan. Pemerintah Chosun sebagai tindakan kebijakan budaya pada tahun 1921 menyatakan dalam Pameran Seni Korea (朝鮮美術展覽會) bahwa, “Lukisan telanjang bagi masyarakat umum yang tidak memiliki pengetahuan tentang seni bisa menyebabkan gairah amoral’, dan dengan ala-san ini foto lukisan yang demikian tidak bisa disisip-kan dalam surat kabar. Namun akhirnya lukisan telan-jang menjadi bahan pendidikan seni mendasar di kalan-gan pelukis dan pematung ala Barat sehingga mema-suki tahun 1930-an bersamaan dengan memasyarakat-nya lukisan abstrak, seni modern turut meluas di Korea.

Masa Permulaan bagi Lukisan Modern di Korea yang dipelopori oleh Pelukis Jepang

Tahun 1910 sampai 1945 adalah masa penduduk-an Jepang di Korea, sehingga sekolah seni yang resmi tidak bisa didirikan. Sehingga bagi mereka yang ingin

Kim Young-naKepala Museum Nasional Korea

“Matahari Terbenam” (1916) oleh Kim Gwan-ho, 127.5x127.5cm, minyak di atas kanvas, Sekolah Seni Murni Tokyo. Ketika karyanya Kim Gwan-ho (1890-?) diterima di kalangan resmi Jepang, sebuah surat kabar Korea dengan keras melaporkan fakta tapi tanpa disertai foto seperti telanjang pada waktu itu dianggap melawan etika tradisional Konfusianisme.

Page 5: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 5

belajar melukis tidak mempunyai pilihan selain pergi belajar ke Jepang. Memang ada segelintir pelukis se-perti Bae Woon-sung (裵雲成, 1901-1978), Lee Jong-woo(李鍾禹, 1899-1981), dan Jang Bal(張勃, 1901-2001) yang pergi ke Eropa atau Amerika untuk menimba ilmu. Tetapi ke negara manapun mereka pergi, mereka harus membuat paspor Jepang, sehingga kebanyakan lebih memilih untuk belajar di Jepang. Pelajar yang ke Jepang pada masa permulaan kebanyakan pergi ke Sekolah Seni Tokyo(Tokyo School of Fine Arts). Setelah itu mulai tahun 1930-an mulailah pelajar belajar di perguruan swasta seperti Nihon University, Imper-ial School of Fine arts, Bunka Gakuen dan sebagainya, serta turut dalam kegiatan pameran. Setelah kembali ke tanah air, mereka inilah yang menjadi pendidik ge-nerasi selanjutnya dengan terus melakukan aktivitas pameran. Saat itu kebanyakan dari mereka yang bela-jar ke Tokyo berasal dari kalangan ekonomi atas se-hingga bagi pelukis-pelukis ini cukuplah pendapatan mereka hanya dengan mengajar mahasiswa di uni-versitas. Mereka mempunyai rasa bangga tersendiri karena telah memiliki pengetahuan tentang seni gaya baru. Pelukis zaman dulu yang melukis sebagai peker-jaan mereka dianggap rendah secara sosial. Tetapi setelah bermunculan pelukis yang mendapatkan pen-didikan seni lukis dari luar negeri, maka pandangan masyarakat terhadap pelukispun menjadi berbeda. Bagi mereka, seniman adalah orang yang mempunyai bakat istimewa dan adalah ‘si genius yang kesepian’. Bisa jadi itu karena pengaruh dari pemikiran elit di Barat yang terbentuk semasa zaman romantisme. Tidaklah ber-lebihan jika dikatakan bahwa yang menjadi pelopor seni modern di Korea adalah para pelajar rantau dari Jepang.

Zaman Beragam Kekhawatiran dan Percobaan terhadap Gaya Lukis Barat

Setelah merdeka dari Jepang di tahun 1945, Korea mengalami konflik dari kiri kanan, dan terbaginya Korea menjadi Korea Utara dan Selatan yang menyebab-kan kekacauan dan perang Korea mengakibatkan seni-man Korea tidak mungkin melakukan aktivitas seninya, hingga tahun 1955 saat mereka mulai bisa mengatasi guncangan terhadap perang. Dunia seni di Korea mulai melepaskan diri dari batasan Jepang dan memper-lihatkan perhatian pada tren seni internasional. Dalam zaman pasca kemerdekaan yang sulit, pelukis seperti Park Soo-keun (朴壽根, 1914-1965) yang pernah aktif dari masa pendudukan Jepang, mencari nafkah de-ngan lukisan potret pada pangkalan Angkatan Darat AS dan kemudian dengan menjual lukisan kepada tentara Amerika. Beberapa seniman yang mempunyai keadaan lebih baik belajar merantau ke Perancis, yang adalah

1. “Potret Pastor Kim Dae-Geon” (1920) oleh Jang Bal, 60,5 x 50cm, minyak di atas kanvas, Museum UniversitasKatolik Korea. Jang Bal (1901-2001) merupakan seorang Katolik yang taat melukis banyak gambar kudus dan memberikan kontribusi besar terhadap landasan dasar katedral dan pendidikan seni setelah bebas dari kekuasaan Jepang. Pastor Kim Dae-Geon adalah seorang imam Katolik pertama Korea. Dia menjadi martir pada tahun 1846.

2. “Potret Seorang Sahabat” oleh Gu Bon-ung, 62 x 50cm, minyak di atas kanvas, National Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer. Gu Bon-ung (1906-1953) adalah seorang pelukis, sangat dipengaruhioleh Fauves, serta pematung dan kritikus seni. Potret sahabat terbaik Gu, penyair Yi Sang, yang meninggal di usia muda. Janda Yi, Kim Hyang-an, kemudian menikah dengan Kim Whanki. Dalam sejarah seni Korea dia dikenang sebagai wanita yang merupakan teman dari dua orang seniman modern Korea yang sangat hebat.

1

2

Page 6: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

6 KOREANA Musim Semi 2015

1. Lee Ung-no mengadakan pameran tunggal pertamanya pada tahun 1962 di Galerie Paul Facchetti di Paris. Di tengah foto berdiri Lee Ung-no dan istrinya, Park In-gyeong, tersenyum lebar di depan kamera.

2. Pada tahun 1959 surat kabar Jerman Barat Neue Presse menulis ulasan yang sangat menarik mengenai pameran Lee Ung-ada tentang lukisan sapuan tinta yang diselenggarakan di Frankfurt. Potret Lee yang diambil oleh wartawan.

3. Kim Whanki dan istrinya, Kim Yang-an, berjalan-jalan di Paris. Di Paris, Kim mencari akar seninya dan mencari jalan untuk mengungkapkan hal tersebut.

4. Setelah Perang Korea, Park Soo-keun menghidupi lukisan potret didasarkan pada pangkalan militer Amerika dan menjual karyanya bagi para tentara.

Pelukis zaman dulu yang melukis sebagai pekerjaan mereka dianggap rendah secara sosial. Tetapi setelah bermunculan pelukis yang mendapatkan pendidikan seni lukis dari luar negeri, maka pandangan masyarakat ter-hadap pelukispun menjadi berbeda. Bagi mereka, seniman adalah orang yang mempunyai bakat istimewa dan adalah ‘si genius yang kesepian’. Bisa jadi itu karena pengaruh dari pemikiran elit di Barat yang terbentuk semasa zaman romantisme. Tidaklah ber-lebihan jika dikatakan bahwa yang menjadi pelopor seni modern di Korea adalah para pelajar rantau dari Jepang.

1

3

4

2

© M

useu

m P

ark

Soo

Keu

n

© L

ee U

ngno

/ M

useu

m L

ee U

ngno

, Dae

jeon

, 201

5

© Y

ayas

an W

hank

i / M

useu

m W

hank

i

Page 7: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 7

mekah seni lukis di zaman itu, di antaranya adalah Lee Ung-no (李應魯, 1904-1989), Kim Whanki (金煥基, 1913-1974), Kim Heung-su (金興洙, 1919-2014), Kwon Ok-youn (權玉淵 1923-2011) dan sebagainya yang telah ber-aktivitas sejak zaman pendudukan Jepang. Pada masa itu pelukis yang merantau untuk belajar di luar negeri merupakan impian yang besar dalam masyarakat se-hingga berita tentang mereka muncul dalam surat kabar.

Mereka yang belajar merantau ke Perancis melihat dan belajar banyak, dan mulai berpikir serius bagai-mana cara melukis berbeda dengan cara yang dipakai oleh pelukis Barat. Lee Ung-no yang menyaksikan Art Informel memilih untuk menempelkan robekan kertas Hanji pada kanvas, sementara Kim Whanki lebih meng-arahkan diri pada pengekspresian perasaan dengan tema yang menampilkan unsur Korea.

Sementara seniman yang lahir pada tahun 1950-an adalah generasi yang berbeda dengan mereka. Sebagian besar dari mereka adalah keluaran uni-versitas seni seperti Universitas Seoul dan Universitas Hongik yang tidak berpuas diri dengan melukis lukisan akademis seperti lukisan diri atau lukisan pemand-angan untuk menerima penghargaan pada pamer-an yang digelar oleh negara. Mereka yang telah meng-alami pahitnya perang melepaskan diri dari kekakuan terhadap pengharapan menuju ke kebebasan. Pada masa itu, gerakan Abstract Expressionism dari Amerika atau Art Informel dari Eropa yang seolah tidak mempedulikan aturan seni kuas yang telah ada selama ini menarik hati kaum muda untuk meng-goreskan kuas mereka dengan berani dan kuat. Peng-aruh abstrak ini juga mulai mempengaruhi seniman

yang menggambar lukisan tradisional menggunakan kuas dan mereka pun akhirnya berfokus pada ekspre-si yang bersifat abstrak. Bahkan seniman pemahat dan pematungpun mengalihkan pandangan mereka dari bahan kayu atau perunggu ke cara baru yakni dengan mengelas dan membuat patung-patung dari logam, apalagi karena masa itu adalah masa pasca perang sehingga mudah mendapatkan logam-logam sebagai bahan karya seni.

Kegiatan Kreativitas dan Pertukaran di Era Globalisasi

Mulai tahun 1960-an seniman mulai mengalihkan pandangan dari aliran ala Barat kepada kegiatan seni aliran ala Amerika yang mulai terbuka saat itu. Saat itu, Amerika yang turut dalam Perang Korea mem-berikan berbagai dukungan dalam rekonstruksi Korea. Memang jika dibandingkan dengan bidang pertani-an, kedokteran, ataupun pendidikan dukungan yang diberikan di bidang seni tidak seberapa, pada tahun 1957 digelar <Pameran Delapan Pematung Modern Amerika> di Museum Seni Deoksugung yang me-nampilkan karya-karya seniman dari barat laut Amerika seperti Mark Tobey, Morris Graves dan David Hare, menjadi kesempatan yang memicu minat orang Korea yang lebih luas tentang seni Amerika. Seniman se-perti Kim Whan-ki, yang dididik di Jepang selama masa pendudukan dan tinggal di Perancis selama tiga tahun pada tahun 1956 sampai 1959 sebelum kem-bali ke Korea untuk menjadi dosen yang mengajar seni di Universitas Hongik, juga pergi ke Amerika Serikat, dido-rong oleh minat dalam seni Amerika sebagai pusat baru dari dunia seni kontemporer.

Di tahun-tahun setelah itu, Amerika Serikat seba-gai pusat seni kontemporer, menjadi tempat pelatihan bagi mahasiswa seni dari Korea. Sekolah seni di New York seperti Pratt dan Parsons masih memiliki banyak mahasiswa Korea sampai hari ini. Tetapi memasuki tahun 1980-an, mahasiswa seni mulai terversifikasi, ada yang pergi Jerman, Inggris dan juga ke negara-negara lain di seluruh dunia. Mereka tidak lagi cenderung meng-arah ke satu arah saja dalam menerima seni Barat tetapi semakin lama berubah menjadi ke konsep per-tukaran seni. Bagi mereka, Amerika Serikat dan Eropa bukan lagi menjadi tempat untuk belajar hal-hal baru tetapi tempat yang diperlukan untuk memperoleh peng-alaman di era global. Sejak 1990-an, banyak pamer-an seni internasional seperti Gwangju Biennale telah digelar di Korea, dan seni dari negara-negara lain tidak lagi menjadi objek kekaguman atau rasa ingin tahu. Sebaliknya, belajar di luar negeri kini dianggap sebagai cara memperluas ruang lingkup kegiatan seni seorang seniman.

“Mimpi” (1960) oleh Kwon Ok-yeon, minyak di atas kanvas, 73 x 100cm, Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer. Kwon Ok-youn (1923-2011) adalah seorang seniman terkemuka yang pernah belajar di Paris dan Jepang. Karyanya menawarkan misteri dan fantasi Timur yang diungkapkan dengan rasa dan teknik Barat.

Page 8: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

8 KOREANA Musim Semi 2015

FITUR KHUSUS 2Perintis Seni Lukis Korea Modern

Ketika masih berada dalam kan-dungan ibunya, sang ibu bermimpi bendera-bendera warna warni yang

cemerlang berkibaran. Bagai merespon mimpi tersebut, Kim Whanki (1913-1974) menjadi seorang seniman. Dia tertarik pada seni abstrak di usia 20-an, dan kemu-dian memimpin gerakan modernis dalam seni Korea. Minatnya dalam seni, sastra dan berbagai bidang budaya dan hubungan yang baik dengan berbagai seniman telah memperkaya hidupnya sebagai seorang seniman. Dan lebih dari semuanya, minat- nya pada seni telah memberikan kesem patan untuk bertemu istrinya Kim Hyang-an. Sebagai partner di bidang seni dan pasang- an jiwa yang memberinya dukungan penuh, Kim Hyang-an telah memberi peng-aruh besar pada karir seni suaminya. Se- lain mendukung dan memberi semangat dalam penelitian seni, ia juga mengum-pulkan karya suaminya untuk dipamer-kan dan dipromosikan sehingga karya Kim-Whanki dikenal oleh dunia. Setelah Kim Whanki meninggal, Kim Hyang-an men- dirikan Yayasan Whanki untuk melestarikan karya-karyanya sebagai aset budaya bagi masyarakat Korea. Dia juga mendirikan Museum Whanki, dan memberikan kontri-busi untuk mendukung seniman dan men-ciptakan lingkungan artistik di Korea.

Kim Whanki adalah pelopor pelukis abstrak Korea modern yang memformulasi dunia seni yang penuh arti melalui bahasa visual yang detail dan bergaya. Karyanya yang terimplementasi melalui berbagai percobaan bentuk adalah nyanyian jiwa yang meneri-akkan semangat dan keabadian, gema dari cahaya bu-lan dan matahari serta keinginan hati terhadap dunia yang terselubung.

Suasana Keluarbiasaan dan Indahnya Kemuliaan Park Mee-jung

Kepala Museum Whanki

1

Page 9: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 9

Inti dari Seni dan Tatangan bagi SenimanKim Whanki dikenal sebagai seorang tanpa kom-

promi di bidang seni. Semangat gigihnya dalam meng-hadapi tantangan membuatnya tidak berpuas diri de-ngan posisi dan reputasi yang kokoh di Korea. Bahkan dengan hati memulai segala sesuatu dari awal, ia me-langkahkan kaki ke Paris dan New York yang adalah surga bagi dunia seni di zamannya. Pada tahun 1940, ia membentuk kelompok seniman disebut ‘Realis Baru’ berdasarkan keyakinannya bahwa dekonstruksi dan ekspresi internal akan benda-benda alam akan meng-ungkapkan “realitas baru yang melampaui kenyataan dan ilusi”. Dia beranggapan bahwa seorang seniman harus menangkap esensi dari seni melalui penemuan jati diri dan ekspresi yang bebas, dan bahwa itu adalah cara untuk menemukan tempatnya di panggung seni dunia.

Disebut juga sebagai “penyair visual yang menga-gungkan alam” dan juga “penyair yang memuliakan keabadian”, Kim Whanki memiliki karir artistik luas dapat dibagi menjadi dua bagian yakni sebelum dan setelah tahun 1963. Di bagian awal, dia adalah se-orang seniman muda mencari akar gaya kreatif, dan kemudian sebagai anggota dari Realis Baru, mencoba untuk setia kepada cita-cita artistik. Berikutnya adalah era Paris (1956-1959), yakni ketika ia terus-menerus mengeksplorasi identitas artistik dan mencari esen-si seni, dan kemudian turut berpartisipasi dalam São Paulo Art Biennial pada tahun 1963. Pada periode ini, ia berusaha untuk menjadi satu dengan alam dengan menafsirkan dunia dengan cara alami. Bagian akhir dari karirnya adalah era New York, yakni sesuai de-ngan periode ketika ia tinggal di New York (1963-1974). Dalam periode ini, ia melakukan beragam eksperimen dan memperoleh pandangan tentang keindahan terhadap kemuliaan dan keluarbiasaan. Ia menikmati alam dan menelusurinya secara kontemplatif dan objektif dan berhasil menyelesaikan karya-karyanya.

Menyanyikan AlamKim Whanki, melewatkan masa mudanya dengan

kecenderungan avant-garde dan seni abstrak, kemu-dian mengembangkan gayanya dengan menggabung- kan lukisannya antara benda dengan latar belakang abstrak. Dengan pegunungan, bulan, bunga plum, guci bergambar bulan sebagai tema utama lukisannya, ia melukis tentang alam dengan cara mengekspresikan ide-ide ketimuran dalam bentuk harmonis alam dan keindahan bentuk. Kim Whanki yang berada di barisan terdepan dalam menemukan kualitas estetika budaya tradisional Korea yang dibaurkan dengan seni kuno, mulai mengumpulkan barang-barang antik terma-suk lukisan-lukisan tua dan karya kaligrafi. Terutama ia

1. “10-X-73 #322 Udara dan Suara II” (1973), 264 x 208 cm, minyak di atas katun

2. “Alam Abadi” (1956-1957), 128 x 104 cm, minyak di atas kanvas

2

sangat menyukai guci porselen putih besar yang disebut Guci Bulan sehingga ia mengumpulkannya lebih dari sekadar hobi dan guci itu memberikan pengaruh besar pada karyanya. Banyak lukisannya dibuat sebelum ia mencapai abstraksionisme sempurna menampilkan guci tersebut di samping pemandangan alam Korea dan benda-benda tradisional sebagai unsur figuratif yang mewakili identitas dan semangat puitis. Bahkan dalam lukisan abstraknya yang menggunakan garis sederhana dan warna-warna lembut mengingatkan kita pada garis elegan yang terkendali dan halus yang menjadi nada cahaya porselen putih Korea. Dengan garis anggun dan perpaduan warna-warna lembut yang tumpang tindih dan diulas berulang, lukisan-lukisannya menggam-barkan penciptaan dan kehancuran alam menggunakan pembauran alami antara gaya abstrak dan figuratif. Berbagai nuansa biru yang menjadi favoritnya dalam melukis yang bersifat liris dan impian untuk lukisannya, melambangkan alam Korea. Selain itu, ia juga mene-kankan optimisme dan energi positif yang menjadi sum-ber dari dari semua ciptaan dalam kanvasnya.

Masa yang dilewatkannya di Paris untuk menge-jar naturalistik, telah menjadi pembuka jalan dalam

© Y

ayas

an W

hank

i / M

useu

m W

hank

i

Page 10: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

10 KOREANA Musim Semi 2015

mencari identitas diri, identitas seni dan esensi seni. Di Paris, ia mendapatkan kesan yang kuat saat melihat karya-karya yang me-nampilkan “pesan puitis” di dalamnya dan kemudian merenung-kan pesan apa bisa disampaikannya melalui karya-karyanya sen-diri. Suratnya kepada seorang kenalan yang dikirimnya dari Paris pada tahun 1957 mencerminkan keadaan hatinya saat itu. “Tidak ada yang berubah pada seniku. Apa yang aku rasakan di sini adalah semangat dan pikiran baru. Aku pikir seni harus memiliki musik dan nyanyian di dalamnya. Karya-karya seniman besar semua berisi musik dan nyanyian yang kuat. Rasanya nyanyian yang selama ini aku lantunkan dalam selama ini barulah menjadi spesifik selama aku tinggal di Paris. Seolah-olah aku baru menyadari terangnya matahari yang selama ini selalu bersinar sampai aku datang di sini”.

Di Paris, Kim berhasil menemukan cara membuat akar sema-ngat artistik menjadi spesifik dan mengungkapkannya secara lahir-iah. Ia menyadari bahwa kekuatan suatu karya untuk dapat berta-han di Paris bukanlah apa yang terlukis pada kanvas. Suatu karya bisa bertahan jika memiliki esensi dan kesungguhan dari semang-at Korea. Dalam masa tersebut, ia menghasilkan beberapa karya yang menampilkan gunung, bulan, burung, guci bulan, dan bunga plum dengan latar belakang warna biru khas yang menjadi favorit-nya, yang melambangkan alam dan karakteristik Korea. Sehingga bagi Kim Whanki sebagai seorang seniman, masa yang dilewatkan-nya di Paris menjadi masa di mana semangat dan intensitas yang dimilikinya menerima energi tantangan yang membuatnya menjadi ‘saat-saat kreatif’.

Menyanyikan Keabadian

Pada tahun 1963, Kim Whanki menerima penghargaan di São Paulo Art Biennial, Brasil. Pertemuannya dengan karya-karya seni-man besar dari seluruh pelosok dunia membuatnya mengem- balikan diri ke langkah awal sebagai seorang seniman dan men-jadikan New York – yang adalah pusat seni - tempat untuk merefleksi jiwa seninya. Pada saat itu, ia berusia lima puluh tahun. Di New York

yang bebas dan penuh dengan energi kreatif ia memikirkan jalan seni yang akan ditempuh selanjutnya. Tenggelam dalam lingkungan baru, Kim memberanikan diri mencoba tantangan seni lain. Setelah mengalami dua perang dunia abad ke-20, di New York pada saat itu terbentuk lingkungan sosial yang kompleks dengan orang-orang yang berasal dari latar belakang etnis dan budaya yang beragam, sehingga saat itu hanyalah pandangan dan pikiran terbuka yang bisa diterima oleh semua orang tersebut sajalah yang dapat me- nguasai masyarakat. Seniman dengan ‘Gaya New York’ yang bersifat abstrak ekspresionis dari New York menunjukkan bahwa sifat seni yang beragam yang ditampilkan dengan gaya dan selera khas mas-ing-masing menuju satu titik temu bersama telah bisa diterima di kalangan seniman.

Bagi Kim Whanki, New York bukanlah medan perang yang me-nakutkan di mana ia harus berjuang untuk bertahan hidup, tetapi merupakan dunia baru yang merangsang rasa ingin tahu, inspirasi, dan kemauan untuk terus maju. Dan juga merupakan tempat yang optimal untuk mencurahkan energinya pada karya kreatif tanpa terganggu oleh aktivitas seni yang harus dijalankan seperti bila ia

Setiap satu dari titik-titik, bagai sel-sel hidup yang terus membelah diri, adalah fragmen meditasinya. Titik-titik tersebut melambang-kan aliran energi matahari yang kuat, lampu berkedip-kedip berirama dari konstelasi, yang tak lain adalah suasana kota di waktu malam, dan pemandangan indah dari tanah dan air Ko-rea, serta wajah-wajah orang yang dirindukan. Selain itu juga melambangkan laut yang tak terduga dalamnya dan lukisan alam semesta.

1 2

Page 11: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 11

berada di Korea. Di kota New York, di mana ia bisa bertemu de- ngan segala macam gaya seni dunia, ia melihat cakrawala baru ter-buka di hadapannya, menginspirasinya untuk membuat lukisan dengan daya tarik yang lebih luas dengan liris figuratif berdasarkan rasa cintanya pada alam. Perubahan dalam dunia seninya tidaklah terhenti pada isi lukisan, tetapi juga pada gaya lukisan. Bereksperi-men dengan berbagai bahan dan komposisi, gambar figuratif alam secara bertahap berkembang menjadi abstraksi dengan berisi titik, garis, dan bidang.

Eksperimen dengan titik-titik dan garis-garis, yang telah mulai muncul dalam lukisannya di tahun 1950-an, terus ditampilkan dalam karya-karyanya dengan komposisi yang beragam sampai ia kembali menggunakan gaya pointilisme. Gaya sebelumnya de- ngan komposisi implikatif dan nuansa biru dikembangkan menjadi karya suasana hati puitis, baik intim maupun universal, yang ter-diri dari unsur-unsur formatif dasar, seperti titik, garis dan bidang. Dalam prosesnya, ia melakukan berbagai percobaan dalam bentuk (abstraksi pegunungan dan bulan, lintas komposisi, abstraksi warna dan pesawat, pointilisme, dll) menggunakan berbagai bahan (tanah liat kertas, benda, kolase, warna minyak di surat kabar, dan seba-gainya.). Pada 1970-an, ia mulai menghasilkan lukisan yang ter-diri dari hanya titik, garis dan bidang, yang kemudian berkembang menjadi gaya yang menyebar ke seluruh kanvas dengan jumlah titik tak terhingga, menciptakan efek visual yang mendalam dan rumit. Setiap satu dari titik-titik, bagai sel-sel hidup yang terus membe-lah diri, adalah fragmen meditasinya. Titik-titik tersebut melam-bangkan aliran energi matahari yang kuat, lampu berkedip-kedip berirama dari konstelasi, yang tak lain adalah suasana kota di waktu malam, dan pemandangan indah dari tanah dan air Korea, serta wajah-wajah orang yang dirindukan. Selain itu juga melambangkan laut yang tak terduga dalamnya dan lukisan alam semesta.

Melalui Seni dan Bersama Dengan Seni

Karya-karya serial Kim Whanki, <Di mana, dan dalam rupa bagaimana kita akan berjumpa lagi?> (1970) dan <Alam Semes-ta-Universe> (1971) adalah karya besar yang mewakili seni mo-dern Korea. Dalam lukisan tersebut, ia menciptakan ruang medita-si yang dalam dan misterius biru dengan warna biru langit, biru laut biru dan biru Prusia. Mengekspresikan segala perasaan asing yang dirasakan oleh pelukisnya di negeri tanah asing dengan nuansa halus titik-titik berwarna, melampaui waktu dan ruang untuk mendekati keabadian. Titik-titik pada lukisan itu bukan semata-mata digoreskan sembarangan, tetapi pada setiap titik terkandung arti alam dan pertemuan, seni, waktu kehidupan yang telah terle-wati serta mediasi yang tidak terduga dalamnya.

Lukisan titik-titik Kim Whanki adalah perluasan dari sema- ngat puitis yang diutamakannya yang meluas ke dunia fantasi. Ia menggunakan cat minyak pada kanvas yakni bahan untuk seni lukis ala barat, tetapi ia dalam melukis ia menggunakan efek lukisan Asia dengan mengatur konsentrasi cat warna untuk menampilkan warna-warna yang seolah-olah tipis, ringan dan meresap lembut pada kertas murbei atau kain. Semua itu untuk mengekspresikan emosi ketimuran yang menang atas sifat kebendaan, dari realitas ke keabadian, yang melampaui waktu dan tempat. Inilah alam, manu-

sia, dan alam semesta yang ingin dipahaminya sebagai seorang seniman melalui seni.

Pengalaman kreatif yang dijalaninya membuat Kim menya-dari bahwa jalan yang sempurna untuk seorang seniman itu harus diambil dari “dalam seni, melalui seni, dan bersama dengan seni”. Dunia ciptaan adalah alam transendental di mana seorang seniman perlu berjuang untuk mencapai dalam kehidupan nyata dengan seni yang tidak dapat dicapai tanpa menderita sakit bersalin. Itu adalah dunia luhur yang dicapai dengan membakar jiwa untuk memberi impuls kreatif dan dengan menggerakkan orang dengan “estetika transendensi”.

Jika Kim Whanki era Paris menggambarkan alam dengan sapu-an kuas kontemplatif yang didasarkan pada semangat puitisnya, Kim Whanki era New York mengungkapkan nyanyian paling murni dengan membuka dunia batin kepada bentuk baru dari alam dan ruang metafisik ditemukan dalam peradaban perkotaan. Lukisan hasil karyanya tetap memberikan keharuan bagi kita dan akan abadi selamanya.

1. Kim Whanki di tempatnya bekerja. Seniman ini tertarik terhadap budaya tradisional dan seni kuno, mengumpulkan barang-barang antik, lukisan-lukisan tua dan kaligrafi. Dia sangat menyukai “guci bulan,” dan mengumpulkannya bukan hanya karena hobi tapi sesuatu yang sangat berpengaruh pada karyanya.

2. Era Kim Whanki di New York dimulai pada 1963. Dia mengembangkan gaya aslinya yaitu pointilisme dalam periode ini.

3. “16-VII-68 # 28” (1968), 177 x 128cm, minyak di atas katun.

3

Page 12: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

12 KOREANA Musim Semi 2015

Pada tahun 1958, pada usia 55 tahun, Lee Ungno (1904-1989) berangkat ke Paris, meninggalkan karir yang mantap sebagai seniman dan profesor di universitas. Selain tiga tahun yang

ia habiskan di penjara (1967-1969) setelah terlibat dalam peristiwa yang disebut insiden “Berlin Timur”, yang lahir dari keadaan politik keterbelahan nasional negara Korea, Lee menghabiskan sisa hidup-nya di Paris dengan bekerja secara internasional. Di sana ia men-ciptakan dunia seni sendiri yang unik, yang melintas antara masa lalu dan sekarang, Timur dan Barat.

Percobaan Tiada HentiKetika Lee mencapai Paris, dunia seni terjebak dalam ge-

rakan Art Informel. Perkenalannya dengan kritikus terkenal Jacques Lassaigne, membuat penampilan perdana Lee sukses di pentas pada tahun 1962, dengan pameran karya kolase di Galerie Paul Facchet-ti. Dari para seniman di seluruh dunia seperti Pierre Soulages, Hans Hartung, dan Zao Wou-ki yang berkumpul di Paris, ia telah menemu-kan cara lain untuk mengekspresikan dunia di sekelilingnya.

Dulu di Korea, Lee telah belajar melukis bambu dengan tinta dan kuas di bawah asuhan seniman terkemuka dan ahli kaligrafi saat itu, Kim Gyu-jin. Sejak 1935 hingga 1945, ia menghabiskan sepuluh tahun belajar seni di Tokyo pada Sekolah Lukis Kawabata dan Insti-tut Lukisan Hongo dan di bawah pengaruh Matsubayashi Keigetsu yang membuka matanya mengenai aliran realisme. Namun, di paruh kedua tahun 1940-an menuju 1950-an ia berkonsentrasi pada ekspresi abstrak lukisan tinta dan kuas sebelum berangkat ke Paris di mana ia bertemu Art Informel.

Sementara para seniman dari tradisi tinta dan kuas lainnya terus

melukis subjek yang sama, Lee mengeksplorasi cara untuk meng-adaptasi tradisi tersebut untuk seni kontemporer. Dalam berkarya, ia tidak meninggalkan akar artistiknya tetapi mengambil mereka sebagai dasar yang kuat untuk menyerap Art Informel yang baru. Dengan didasarkan pada semangat kaligrafi, yang mengambil wujud dari bentuk benda nyata, dan dunia tinta dan kuas lukis, yang berusaha untuk mengungkapkan prinsip-prinsip mengenai segala sesuatu dengan tinta di atas kertas, ia mulai menjelajahi dunianya secara mental pada seni terkini yang mencoba untuk mengung-kapkan kehancuran dan kejutan peperangan seakan telah meng-alaminya.

Namun Lee tidak membatasi dirinya untuk Art Informel. Meskipun dekonstruksi tentang bentuk-bentuk kaligrafi yang dikuasainya sejak kecil jatuh sejalan dengan aspek Art Informel yang “tak berbentuk”, ia melampaui eksperimen dengan bentuk untuk menciptakan karya menggunakan kertas dan karakter Cina. Pada tahun 1960 Lee berfokus pada menciptakan bentuk dengan kolase yang terdiri dari potongan kertas robekan-tangan serta se-perti mendekonstruksi bentuk ke dalam karya tinta dan kuas yang abstrak. Meskipun potongan-potongan kertas robek dan ditum-puk bersamaan dapat dianggap sebagai “tak berbentuk,” pada saat yang sama mereka disusun ulang pada kanvas melalui sapuan dan unsur-unsur lain dari karakter aslinya. Dengan penambahan kapas di atasnya, karya tersebut menyajikan tekstur yang unik dan Matiere. Dalam karya tinta dan kuas Lee, bentuk abstrak tersebut terkadang tampil sebagai tanda-tanda, kadang-kadang sebagai pohon atau gunung, dan kadangkala sebagai binatang atau manu-sia. Lee menjelaskan karya-karyanya dari periode ini dengan istilah

FITUR KHUSUS 3Perintis Seni Lukis Korea Modern

Mok Soo-hyunPeneliti Tamu pada Kyujanggak, Seoul National University

Sejak lukisan awalnya dengan tinta dan kuas bambunya hingga seri “Orang-orang”, Lee Ungno tidak pernah ada tanpa tinta dan kertas. Ia adalah seorang seniman perintis, aktif di kancah internasional dan tinggal di Eropa setelah perang. Ia tak hanya menghasilkan karya-karya tinta di atas kertas, namun juga bahan dan teknik yang beragam lainnya termasuk minyak di atas kanvas dan kolase kertas. Karyanya menjangkau spektrum yang luas, termasuk cetak, patung, dan ilustrasi dan sebagai hasilnya ia meninggalkan koleksi-koleksi lebih dari 10.000 karya, di samping meninggalkan jejak pada sejarah seni abstrak.

Page 13: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 13

“Su (Panjang Umur)” (1972), 274 x 132cm, Tinta pada hanji, Collage. Pada 1970-an, Lee menunjukkan kecenderungan pada konstruktivis yang kuat dalam karya ideografik abstrak terdiri atas simbol-simbol dengan garis yang jelas.

© L

ee U

ngno

/ M

useu

m L

ee U

ngno

, Dae

jeon

, 201

5

Page 14: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

14 KOREANA Musim Semi 2015

“abstrak sauijeok,” berarti karya abstrak yang mengungkapkan pikir-an seseorang.

Prestasi besar lain Lee di Paris adalah berdirinya Academie de Peinture Oriental de Paris di Musee Cernnuschi (Museum Seni Asia) pada bulan November 1964. Pada saat ini, Eropa yang menunjukkan kuncup-kuncup minat dalam semangat dunia Timur dan banyak yang ingin untuk belajar tentang semangat Timur dari Lee Ungno, seniman Korea yang dikenal karena meleburkan modernisme Eropa dalam karyanya. Dalam tahun-tahun berikutnya, di sekolah ini Lee mengajar siswa bagaimana menggunakan kuas dan tinta, teknik tinta dan lukisan cat air basah, dan bagaimana memanfaatkan ruang kosong. Melalui murid-muridnya disebarkanlah lewat Eropa cara berpikir orang Timur berpikir dan bahasa formatifnya.

Potret Gelap Sejarah Korea ModernInsiden paling menyakitkan dalam hidup Lee Ung-no adalah

dipenjara tiga tahun sejak tahun 1967 hingga 1969. Hal ini terjadi karena keterlibatannya dalam peristiwa yang disebut “Insiden Berlin Timur”, kasus spionase yang dibuat-buat oleh lembaga pemerintah Korea. Kasus ini berkisar di antara mahasiswa Korea Selatan yang belajar di Eropa dan tokoh-tokoh dari kalangan seni dan budaya yang telah berhubungan dengan orang-orang dari Korea Utara. Anak Lee telah direkrut menjadi milisi Korea Utara selama Perang Korea dan dibawa ke Utara, tidak pernah kembali.

Lee pergi ke Berlin Timur untuk mencoba dan menemukan beberapa informasi tentang anaknya. Selama di penjara, Lee, yang telah mendapat izin untuk menggunakan kuas, menciptakan lebih kurang 300 karya menggunakan kecap, pasta kacang kedelai, butir-an-butiran nasi masak dan kotak-kotak makan siang dari kayu di mana makanan dihidangkan. Seri “Foto Diri”, yang menunjukkan Lee membungkuk rendah, berasal dari masa itu. Karya-karya ini menampilkan titik penggumpalan tinta yang tampak seperti “ton-jolan jelaga” yang mungkin mencerminkan dunia batin Lee ke dalam gaya informel dengan lebih baik daripada karya yang lain. Dalam tahun selanjutnya ia memanfaatkan pengalaman ini untuk melihat lebih dalam ke manusia dan sejarah.

Abstraksi Aksara dan ManusiaKarya Lee dari tahun 1970-an digambarkan sebagai “abstrak-

si kaligrafi.” Rekonstruksi sebelumnya membongkar aksara untuk mewujudkan makna aslinya, ia menghidupkan kembali sema- ngat lukisan Timur. Dibandingkan dengan karya-karyanya dari tahun 1960-an, karya abstraknya pada waktu ini terdiri atas sim-bol dan tanda-tanda dengan garis yang dinyatakan dengan jelas, menunjukkan kecenderungan menuju konstruktivisme. Ia menya-jikan kaligrafi baru yang dihasilkan dari dekonstruksi modern dan transfor-masi tata bahasa tradisional dalam kaligrafi.

Karya besar Lee dari tahun 1980-an adalah seri yang menampil-kan “Orang-orang” dan “Kerumuman”. Meskipun ia telah beker-ja untuk memberikan bentuk kepada orang-orang dari tahun 1960-an, lukisan Lee dari waktu ini menampilkan ratusan dan kadang-kadang ribuan sosok manusia yang tertangkap dalam gerakan, kadangkala seolah-olah berbaris dalam prosesi dan kadangka-

la seolah-olah menari, digambarkan dalam tinta di atas kanvas raksasa. Karyanya seri “Orang-orang” menggambarkan gerakan demokratisasi di Korea, termasuk pemberontakan demokrasi 18 Mei di Gwangju pada tahun 1980. Lukisan-lukisan ini yang mencer-minkan introspeksi mendalam seorang maestro besar pada umat manusia di tahun-tahun berikutnya juga sangat dijiwai dengan cinta kasih yang mendalam bagi Korea dan kerinduan yang menyakitkan akan tanah airnya, yang telah ia tinggalkan karena alasan politik.

Pada tahun 1977, istri Lee terlibat dalam percobaan Korea utara untuk menculik Pianis Korea Paik Kun-woo dan istrinya yang seo-rang aktris film, Yun Jung-hee, dan sekali lagi dunia seni Korea ber-paling dari Lee Ung-no. Dengan kejadian ini, ia harus merelakan keinginan lamanya untuk kembali ke Korea dan hidup demi lukisan di usia terakhirnya dan hidup tenang. Sebelum meninggalkan negara-nya pada tahun 1958, Lee telah aktif di kancah seni Korea selama lebih dari 30 tahun, dan kemudian mendapat pengakuan luas di Eropa. Namun dikarenakan situasi politik dalam hal keterbelahan nasional, namanya tidak dikenal luas di masyarakat Korea.

Saat karyanya bergeser dari abstraksi aksara hingga orang-orang, dari totem hingga abstraksi kaligrafi, Lee tidak pernah ber-henti melukis bambu. Setelah Insiden Berlin Timur, karya bambu menjadi “daun bambu yang menari” yang kemudian berubah men-jadi orang dalam gerakan. Figur manusia, diadopsi sebagai sub-jek utama dari tahun 1980-an, sebenarnya adalah daun bambu yang telah ia telah lukis sepanjang hidupnya, serta alam, manu-sia dan sejarah. Dalam lukisan “Kerumunan” semua angka ber-gerak menuju irama tertentu. Tetapi jika kita melihat lebih dekat pada lukisan itu menjadi jelas bahwa setiap gambar membuat ge- rakan yang berbeda menuju gambar berikutnya. Meskipun demikian, mereka semua pergi ke suatu tempat bersamaan. Dan “kita” atau “saya” dapat ditemukan di antara orang-orang yang tak terhitung jumlahnya.

Sejak itu, banyak pameran yang mencerminkan cinta yang men- dalam dan kekaguman terhadap karya-karyanya telah diseleng- garakan di Korea. Hari ini, hidup dan karyanya diperingati di Museum Lee Ung-no yang didirikan di Daejeon serta di Rumah dan Memorial Lee Ung-no di kota asal seniman Hongseong di Provinsi Chungcheong Selatan.

Pada gelombang demokratisasi, pada tahun 1988 pemerintah Korea Selatan mencabut larangan terhadap karya-karya penulis yang telah membelot ke Korea Utara dan pada saat yang sama Lee Ungno medapat pemulihan akan hak-haknya sebagai warga ne-gara. Akhirnya, pada tahun 1989 sebuah retrospektif karya-karya-nya diselenggarakan di Korea, mengarahkan “penemuan kembali” karyanya dalam seni dalam negeri. Lee dirancang untuk mengun-jungi Korea selama pameran, namun pada tanggal 10 Januari 1989, hari retrospektif dibuka di Seoul, ia meninggal karena serangan jan-tung di sebuah rumah sakit di Paris. Sejak itu, banyak pameran yang mencerminkan cinta yang mendalam dan kekaguman dari karya-karyanya telah diselenggarakan di Korea. Hari-hari ini, hidup dan karyanya diperingati di Museum Lee Ungno yang didirikan di Dae-jeon serta di Rumah dan Memorial Lee Ungno di kota sang seniman di Hongseong, Provinsi Chungcheong Selatan.

Page 15: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 15

Sosok manusia, yang diadopsi sebagai subjek utamamya sejak tahun 1980-an, sebenarnya adalah daun bambu yang telah ia telah lukis sepanjang hidupnya, serta alam, manusia, dan sejarah. Dalam lukisan “Kerumunan”, semua sosok bergerak menuju irama tertentu. Tetapi jika kita amati lebih dekat lukisan itu, menjadi jelas bahwa setiap gambar membuat gerakan yang berbeda ke gambar berikutnya.

1. “Orang” (1986), 167 x 266cm, Tinta pada hanji

2. Pada 1964 Lee Ungno mendirikan Academie de Peinture Oriental de Paris di Musee Cernnuschi (Museum Seni Asia) di mana ia mengajar siswa bagaimana menggunakan kuas dan tinta, teknik tinta sapuan lukisan, dan fungsi ruang kosong dalam komposisi. Secara keselu-ruhan, ia mengajar sekitar 3.000 siswa.

3. Museum Lee Ungno yang terletak di tengah-tengah Daejeon dibuka pada tahun 2007 sebagai tem-pat agar karya Lee dikenal dunia. Museum ini menye-lenggarakan pameran dan melakukan berbagai kegiatan penelitian.

1

2 3

Page 16: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

16 KOREANA Musim Semi 2015

Park Re-hyun (1920-1976) dan Chun Kyung-ja (1924), dua pelukis wanita yang menjalani kehidupan yang sama sekali berbeda, memiliki impian yang berbeda, dan cara yang berbeda untuk menggambarkan dunia, adalah jiwa-jiwa menarik yang akan selalu dikenang dalam sejarah seni feminis Korea. Keduanya penemu besar di bidang tinta tradisional dan lukisan warna cat air (chaesaekhwa), menghasilkan karya-karya yang dijiwai dengan dalam sentimen misterius perempuan dan diliputi dengan warna seperti mimpi untuk menapakkan jejak mereka pada kesenian Ko-rea abad ke-20.

Park Re-hyun lahir di Jinnampo, Provin-si Pyeongan Selatan (sekarang di Korea Utara) namun dibesarkan di Gunsan, Provinsi Jeolla Utara. Di usia 20-an, dia pergi untuk belajar ke Jepang di Sekolah Seni Tokyo untuk Wanita demi mewujudkan mimpinya untuk menjadi seorang seniman. Ia masih mahasiswa ketika dia meme- nangkan hadiah utama Pameran Kesenian Joseon, yang menjamin masa depan yang cerah.

Seni Park sebagian besar dapat dibagi menjadi tiga jenis: pertama, lukisan de-ngan komposisi geometris yang dicipta-kan dengan membagi gambar pesawat menggunakan teknik kubisme Barat untuk menggambarkan pemandangan pedesaan tradisional Korea; kedua, lukisan yang menampilkan abstraksi motif kerakyatan seperti rangkaian-rangkaian koin tua dan tikar bulat jerami; dan ketiga, serangkaian seni rupa yang terbuat dari kain tenun yang menempel di kanvas.

Pendekatan Park terhadap subjeknya tidak sederhana. Dalam hal materi sub-jek saja, ia adalah seorang seniman yang melukis utamanya perempuan dan peman-dangan pra-modern Korea. Tapi lebih dari itu, ia memiliki semangat eksperimen- tal dan dengan minat terhadap bentuk bagi kepentingan diri sendiri ia mengadop-si gaya modernisme Barat untuk mela- kukan inovasi dengan garis-garis, bi- dang dan warna. Dia adalah seorang seni-man yang berusaha menggabungkan Timur

Park Re-hyun dan Chun Kyung-ja Dua Pelukis Wanita Terkemuka Choi Youl Kritikus Seni

1

2

© Y

ayas

an W

oonb

o

Page 17: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 17

dan Barat. Karya gambar relief tekstil Park, dimulai ketika ia berada di usia 50-an, adalah manifestasi seni kewanitaan sehari-harinya. Koin Dinasti Joseon tua yang ter-gantung di relief tekstil menandakan upaya untuk mencampurkan kehidupan sehari-hari perempuan dan bekerja secara tra-disional dan modern, serta suasana pasar. Selain itu, warna polos, tekstur halus dan terkendali namun mengesankan kompo-sisi demi mengubah kanvas ke dalam ruang seperti mimpi yang anggun.

Chun Kyung-ja lahir di semenanjung Goheung di Provinsi Jeolla Selatan. Dia masuk Sekolah Seni Tokyo untuk Wanita pada usia 18 dan sebagai mahasiswa karya-nya diterima di Pameran Seni Joseon. Setelah pembebasan Korea dari kekuasaan Jepang, ia menjadi seorang guru seni dan memulai karirnya sendiri juga. Pada awal-nya ia berkonsentrasi untuk setia mewakili penampilan subjeknya, tetapi Perang Korea (1950-1953) membawa perubah-an besar bagi karyanya. Seorang seniman wanita berusia 30-an, Chun mulai mem-bebaskan dan menggunakan warna berani untuk mengekspresikan subjeknya baik dari realitas dan mimpi. Lukisannya, sa-ngat dekoratif dan berani imajinatif, menon-jolkan karakter fantastis.

Mengambil “feminitas sensual” sebagai tema utamanya, Chun menciptakan utopia fantasi, dunia istimewa yang menggabung-kan sifat alami dan kemanusiaan yang

hanya bisa dimiliki oleh perempuan. Melanggar hukum perspektif, ia berpaling ke cara tradisional menggu-nakan beberapa sudut pandang yang populer di Dinasti Joseon dan mengisi kanvas dengan berbagai objek. Di tangan terampil Chun pewarnaan yang cerah me-nampilkan karya yang tidak hanya sensualitas, tetapi juga kemewahan dan keanggunan.

Meskipun Park Re-hyun dan Chun Kyung-ja men-cari tema dan cara yang berbeda untuk mengekspre-sikan diri mereka, mereka mirip dalam transformasi bebas dan rekonstruksi orang serta objek-objek yang sesuai dengan logika dan imajinasi mereka sendiri. Sambil dengan setia mengikuti logika kesenian pas-caperang, Park mencapai gaya yang sangat individual yang ditandai oleh tampilan luar femininnya yang spe- sial dan rekonstruksi subjek. Chun di sisi lain me-nolak logika seni saat itu tapi dengan rasa naluriah ia juga menciptakan gaya yang sangat unik yang ditandai dengan ledakan warna dan imajinasi. Dalam hal ini, kedua artis dapat dilihat sebagai sahabat di jalan yang sama.

1. “AsalMulaB”(1972)olehParkRe-hyun,50,5x37cm,grafispadalempenglogam,NationalMuseumNasionalSeniModerndanKontemporer.ParkRe-hyunmengadopsibentukmodernismeBaratdanmenghasilkanlebihdalam,karya-karyainovatifyangterdiridarigaris,bidangdanwarna.

2. ParkRe-hyundansuaminya,pelukisKimKi-chang,distudiorumahmereka.

3. ChunKyung-jasedangmenjelaskankaryanyasendiri“WanitaCantik”(1977).

4. “Halaman22LegendaSedihSaya”(1977)olehChunKyung-ja,43.5x36cm,warnadiataskertas,MuseumSeniSeoul

Park Re-hyun dan Chun Kyung-ja Dua Pelukis Wanita Terkemuka

4

3

Page 18: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

18 KOREANA Musim Semi 2015

Park Soo-keun (1914-1965) meninggal dunia tahun 1965 dalam usia 51, saat ia berada pada puncaknya. Pada 1957, delapan tahun sebelumnya, ia telah gagal mengupayakan karyanya

untuk diterima dalam Pameran Seni Nasional. Tentu saja, saat itu Park ialah seorang seniman yang dikenal dengan baik yang karya-nya telah sebelumnya diterima dalam Asosiasi Pameran Kesenian Korea berkali-kali dan pada 1955 telah dianugerahi Penghargaan Direktur Komite Dewan Nasional Kebudayaan di Asosiasi Pameran Kesenian Korea,

Namun dalam berita kegagalan yang tak terduga pada tahun 1957, Park dikabarkan bersimbah air mata. Hasilnya bahkan lebih sulit untuk dimengerti, bahwa dua tahun kemudian, pada 1959, ia terpilih sebagai seorang seniman yang direkomendasikan dalam Pameran Kesenian Nasional dan ditunjuk sebagai juri dalam kompetisi yang sama pada 1962.

Park Soo-keun adalah seorang seniman otodidak dengan tidak lebih dari pendidikan sekolah dasar. Dipilihnya sebagai seniman dan juri yang direkomendasikan dalam Pameran Kesenian Nasio-nal tak diragukan menguji statusnya sebagai sosok yang mengemu-ka dalam lingkaran kesenian Korea, setidaknya sejauh perhatian formal terhadapnya. Namun kenyataannya, gerakan kekuatan domi-nan dalam lingkaran kesenian sebenarnya lebih banyak mener-tawakannya. Air mata pria matang tersebut datang dari introspek-si dan sebuah hati yang lembut. Penyiksaan diri semacam itu mem-bawa permulaan sirosis hati, katarak, penyakit ginjal, dan hepa-titis. Kemiskinan yang tak pernah pergi dari seluruh hidupnya, dan kelompok-kelompok berkekuatan dalam panggung kese- nian domestik membekas sebagai masalah yang terus menerus bagi Park, yang tak memiliki ikatan regional atau lainnya yang menolong. Dan akhirnya ia meninggal dunia terlalu dini.

Namun kenyataannya, gerakan kekuatan dominan dalam lingkaran kesenian sebenarnya lebih banyak menertawakannya. Air mata pria matang tersebut datang dari introspeksi dan sebuah hati yang lembut. Penyiksaan diri semacam itu membawa permulaan siro-sis hati, katarak, penyakit ginjal, dan hepatitis. Kemiskinan yang tak pernah pergi dari seluruh hidupnya, dan kelompok-kelompok

berkekuatan dalam panggung kesenian domestik membekas seba-gai masalah yang terus menerus bagi Park, yang tak memiliki ikatan regional atau lainnya yang menolong. Dan akhirnya ia meninggal dunia terlalu dini.

Mimpi untuk Memotret Kehidupan Sehari-hariSebagai seorang anak laki-laki muda, Park berkeliling di

gunung-gunung dan sawah-sawah dan melukis kejadian sehari-hari yang biasa dijumpai di kehidupan pedesaan seperti wanita yang bekerja di ladang, atau penduduk desa yang memetik dedaun- an hijau liar. Saat ia melihat sebuah salinan dari “L’Angelus” karya Millet, ia mulai membentuk mimpi yang belum jelas untuk menjadi seorang seniman besar seperti Millet. Hasrat Millet untuk melukis benda-benda saat ia melihatnya dan untuk mengekspresikannya sebaik mungkin menjadi mimpi Park Soo-keun muda juga. Park terkagum-kagum pada karya Millet, dan seperti Millet mengejar untuk membingkai secara jujur pemandangan alam daerah asalnya dan kehidupan harian penduduk sederhana yang hidup di sana.

Meskipun cita-cita Park sangat kuat, keluarganya tak sang-gup membiayai untuk mengirimnya ke sekolah seni. Jadi, ia beker-ja sendiri dan pada umur 18 sebuah lukisannya diterima dalam Pameran Kesenian Joseon, sebagai satu-satunya cara untuk se-orang seniman menunjukkan karyanya dalam sebuah pagelaran. Park membaktikan diri pada seni sejak saat itu, namun karena keadaan-nya tidak berkembang, pada 1953 ia akhirnya mendapatkan peker- jaan untuk melukis potret-potret pada Komando Investigasi Krimi-nal Amerika dan pada PX dalam basis Angkatan Bersenjata Amerika Serikat di Seoul. Dampaknya ia dicap sebagai “seniman baliho”, ia banyak dicemooh namun dengan uang yang ditabungnya ia berusa-ha tinggal dalam pondok di Changsin-dong, di mana pada waktu itu merupakan daerah pinggiran Seoul.

Pada tahun-tahun selanjutnya, apapun yang terjadi, Park me- narik perhatian orang-orang asing di Seoul seperti Maria Henderson, istri dari wakil konsul Kedutaan Besar Amerika Serikat; Margaret Miller, istri dari diplomat Amerika Serikat lainnya; dan Celia Zim-merman, pedagang dan kolektor seni.

FITUR KHUSUS 4Perintis Seni Lukis Korea Modern

Choi Youl Kritikus Seni

Mengangkat Melankoli pada Masanya ke dalam Lirisisme

Seorang seniman yang belajar mandiri, Park Soo-keun berlatih tanpa henti dan mencapai sebuah keindahan yang sederhana dan megah dalam karya-karyanya. Gaya- nya, yang seakan mendekati “rahasia alam semesta” yang tak terduga, ialah sebuah gaya yang tak dapat ditiru yang mewakili puncak kesenian Korea dalam masanya dan memberikan kita bayangan ke dalam masa itu.

Page 19: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 19

Ia tak memiliki guru atau tradisi untuk diikuti. Ia bebas untuk menyusun arahannya sendiri dan melukis dengan caranya sendiri. Dengan tak memiliki latar belakang sekolah seni yang terkenal, ia tak dapat memasuki lingkaran politik seni, dan betul-betul tak memiliki keinginan untuk melakukannya. Ia berpenghasilan tak seberapa saat berkeliling dari Gangwon-do ke Seoul ke Pyongyang, namun dengan kegigihannya sendiri ia mampu membentuk jalannya ke depan sebagai seorang seniman. Ia melukis hanya apa yang ingin dilukisnya dan menangkap kehidupan secara jujur tentang kehidupan masyarakat biasa yang keras namun indah.

1. “GadisBermainJackstone”(1960),22x30cm,minyakdiataspapan

2. ParkSoo-keunsedangdudukdirumahnyabersamasangistri,KimBok-sun,danputrikeduanya,In-ae,padatahun1959.

1

2

© G

alle

ry H

yund

ai

Page 20: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

20 KOREANA Musim Semi 2015

Penyokong ini terbukti sebagai pendukung Park yang terbesar. Pada umur 48 ia tak pernah menyelenggarakan sebuah pameran, namun tahun 1962, penyokong dan pengagum Amerikanya mengor-ganisasikan pameran tunggal pertamanya di Pangkalan Angkatan Udara Amerika Serikat di Pyeongtaek. Walaupun itu hanya sebuah kegiatan kecil yang diselenggarakan dalam sebuah perpustakaan dalam Pangkalan Militer Amerika Serikat, kegiatan itu merupakan pameran tunggal pertama dan terakhir dalam hidup Park Soo-keun.

Jejak Seorang Seniman, Kuat dan SendiriPada 1958, setelah gagal masuk dalam Pameran Seni Nasio-

nal, karya Park sebetulnya ditampilkan dalam “Pameran Keseni- an Timur dan Barat” yang diselenggarakan di San Francisco, di-sponsori oleh Komisi Amerika Serikat untuk UNESCO, dan “Pamer-an Lukisan Modern Korea” yang diselenggarakan di Galeri World House di New York. Lalu pada 1959 ia merupakan seniman yang direkomendasikan dalam Pameran Kesenian Nasional dan diun-dang untuk ambil bagian dalam “Pameran Seniman-seniman Mo- dern Chosun Ilbo” yang ketiga. Sungguh bersyukur pada pencapaian- nya di luar negeri, Park ternyata sanggup menembus batas Korea. Walaupun harus dikatakan, cara mengikuti jejak langkah Barat ialah potret sedih masyarakat Korea pada abad ke-20.

Dalam sisi lain, Park menggapai dalam beberapa hal de- ngan tidak terikat pada tren lingkaran seni yang ada. Ia tak memiliki guru atau tradisi untuk diikuti. Ia bebas menyusun arahannya sen-diri dan melukis dengan caranya sendiri. Dengan tak memiliki latar belakang sekolah seni yang terkenal, ia tak dapat memasuki lingkar-an politik seni, dan betul-betul tak memiliki keinginan untuk mela-kukannya. Ia berpenghasilan yang tak seberapa saat ia berkeliling dari Gangwon-do ke Seoul ke Pyongyang, namun dengan kegigihan- nya sendiri ia mampu membentuk jalannya ke depan sebagai se- orang seniman. Ia melukis hanya apa yang ingin dilukisnya dan me- nangkap kehidupan secara jujur tentang kehidupan masyarakat biasa yang keras namun indah.

Hampir semua seniman muda di tahun 1930-an hidup di bawah kuasa kolonial berupaya untuk menangkap sebagian warna lokal atau rasa pedesaan dalam karya-karya mereka, sadar bahwa ini ialah satu dari kriteria utama untuk penilaian dalam semua jenis kompetisi. Pada hari-hari tersebut, Park merupakan seorang seni-man muda berumur 20-an yang berjuang dengan kekasaran hidup. Tak pernah bermimpi memenangkan hadiah utama, yang ia harap-kan adalah untuk mendapatkan karyanya diterima di pameran nasional.

Selalu berada di luar kancah seni, ia tak memiliki tempat untuk menentramkan kesepiannya hingga tahun 1940-an saat ia akhirnya mulai berkenalan dengan seniman lain. Park mendapatkan peker-jaan sebagai seorang juru ketik dalam kantor Provinsi Pyeongan Selatan (sekarang di Korea Utara) dan di sana bertemu dengan Choe Yeong-lim (1916-1985), Jang Ri-Seok (1916-) dan Hwang Yu-yeop (1916-2010). Di tahun yang sama ia juga menikah dan memiliki anak laki-laki, dan walaupun bayarannya tidaklah banyak, kehidup-annya menjadi agak stabil. Terpikir bahwa periode dari 1940-1944 merupakan waktu paling bahagia dalam kehidupan seniman itu.

1. “GadisMendukungBayi”(1953),28x13cm,minyakdiataskanvas

2. “JalankeRumah”(1965),20.5x36.5cm,minyakdiataspapan

1

Page 21: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 21

Dengan istrinya Kim Bok-sun, model satu-satunya dan teman tetap dalam hidup, Park mengatasi segala ragam kehidupan.

Sensibilitas Perkotaan ModernPark ialah seorang pelukis yang memperlakukan tradisi de-

ngan sebuah sensibilitas perkotaan modern. Dengan menempatkan dirinya dari pedesaan ke kota dan akhirnya tinggal setelah berke-lana di pinggiran, menderita setiap saat, materi subjeknya bergeser dari masa lalu ke masa kini dan dari klasik ke modern. Kritikus seni Lee Gyeong-seong (1919-2009) berkata, “Ini ialah sebuah testamen untuk bakat Park Soo-keun bahwa ia telah sanggup untuk meng-ambil tema “kampung halaman”, satu hal yang dengan mudah menjadi hambar, dan daripada menggerusnya ini telah berubah bentuk menuju sebuah syair pujian penuh perasaan yang bersih dan terhormat untuk orang-orang biasa.

Lebih dari bakat, hal tersebut dapat menjadi manifestasi karak- ternya yang sepenuhnya tanpa kepura-puraan. Karyanya yang se-derhana dapat dikaitkan dengan fakta bahwa tidak masalah berapa lama ia melukis ia akan selalu begitu, sampai batas tertentu, bersi-fat amatir dalam aturan dan caranya. Karya-karyanya memi-liki kesegaran yang primitif, tidak ternoda oleh teknik atau kecer-dasan. Seorang seniman seperti ini tidak terlahir dari upaya individu semata namun juga merupakan hasil dari zaman atau lingkungan.

Park Soo-keun mengawalinya sebagai seorang amatir yang tak tahu apapun tentang teori akademis, dan akan tak terhindarkan mencari materi subjeknya mengenai kampung halaman (dari masa kolonial), tanpa ia sadari. Bagaimanapun, hampir tak ada karya-karya awal Park dari tahun 1930-an dan tahun 1940-an masih ada. Lukisan-lukisan dari masa itu, hanya dapat terlihat dalam foto-foto, didominasi oleh garis lengkung dan kasar, walapun dihasilk-an dengan hati-hati. Sejak tahun 1940-an ia mulai menggunakan cat kental dan garis yang tebal, dan menunjukkan sebuah kei- nginan yang besar untuk menciptakan gambar tertentu dalam hal keteduhan dan komposisi. Itu dapat terlihat dalam lukisan-lukisan seperti “Perempuan yang Mengumpulkan Sayuran Hijau” dari tahun

1940, yang menampilkan komposisi cat air “Musim Semi” di tahun 1937, serta “Perempuan yang Menggiling Gabah di atas Batu Giling” diperkirakan sekitar akhir 1940-an.

Sejak tahun 1950-an, Park mulai mengembangkan gayanya sendiri secara jelas. Subjek tegas ditunjukkan, garisnya men-jadi lebih tebal dan lebih sederhana, dan garisnya makin melurus pada keseluruhan. Beberapa contoh yang baik ialah “Perempuan yang Menumbuk Lesung” dan “Tempat Mencuci” dari tahun 1954, dan “Dua Perempuan dan sebuah Pohon” dari tahun 1962. Ia men-ciptakan permukaan bertekstur kasar dengan menyapukan bebe-rapa lapisan cat di atas satu sama lain dengan cara sangat metodis, seperti tenunan benang pada kain. Ia berhasil menciptakan tekstur patung batu granit tradisional. Pada hari-hari tersebut, Park mera-sakan sumber keindahan yang tak dapat dijelaskan dalam karya seni tradisional seperti pagoda batu dan batu bersosok Buddha dan ingin memberikan rasa itu pada lukisannya sendiri.

Mengenai karya-karyanya dan gaya lukisannya sendiri, pada tahun 1962 Park mengatakan, “Sekarang saya menggunakan teknik simbolisme dan impresionisme. Saya mencoba untuk membuat kanvas-kanvas yang indah.” Tentunya ia berusaha melambangkan “kehidupan zaman”. Untuk Park, yang pernah mengalami kehidup-an peperangan dan perkotaan, kebiasaan dan kesederhanaan telah menjadi subjek bagi simbolisme. Kehidupan orang biasa di pinggir-an kota, topik yang mulai ia rangkul lagi, yang juga menjadi subj-ek simbolisme adalah mitos dan legenda yang dijiwai dalam patung batu Buddha. Pada titik tertentu, minat Park telah bergeser untuk menciptakan “lukisan di mana orang bisa merasakan asal keinda-han”, atau dengan kata lain, “lukisan yang indah”.

Park Soo-keun, yang menjalani kehidupan keras di bawah pen-dudukan Jepang diikuti oleh perang dan kapitalisme modern, lebih sangat diakui setelah kematiannya dan merupakan seniman masa kini Korea yang paling dicintai. Dalam jarak antara kehidupan primi-tif dan peradaban, negara dan kota, realisme dan abstraksi, serta tradisi dan modernisme, Park menciptakan temuan liris murni dan akhirnya mencapai dunia yang jauh yakni surga.

2

Page 22: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

22 KOREANA Musim Semi 2015

K eteguhan Hati Ibunda menangis pilu di sam-ping mayat anak perempuannya. Penonton yang berjubel di Gedung Opera Sydney menyambut

Lee Ja-ram dengan tepuk tangan gegap gempita karena terpesona oleh suaranya yang penuh peng-hayatan. Mereka terhibur oleh pertunjukan Ukchuk-ga selama dua jam 30 menit, yang dengan penampilan solonya, Lee memainkan 15 tokoh berbeda, termasuk Keteguhan Hati Ibunda.

Bukan sesuatu yang mudah untuk tampil di Syd-ney, yang sama sekali tidak mengenal pansori. Namun, ternyata pertunjukan ini memperoleh sambutan luar biasa dan mendapatkan banyak ulasan yang sangat antusias dari para kritikus, kata Fiona Winning, kepala bagian acara di Festival Sydney. Lee juga mengatakan, penonton “terhanyut” dalam pertunjukan itu.

Lee memainkan peran sebagai penulis naskah, kom-poser, direktur seni, dan penampil dalam Ukchuk-ga, sebuah “pansori kreatif” terkenal yang merupakan per-paduan antara pansori dan teater. Ia menggabung-kan instrumen perkusi Afrika, gitar, dan bas ganda, dan instrumen musik tradisional Korea, untuk menciptakan kesan dramatik, dengan tetap mempertahankan karak- teristik khusus pansori tradisional, yaitu sebuah per- tunjukan solo di mana seorang pemain mengisahkan cerita panjang dengan menyanyi, memperagakan

adegan, mengujarkan beberapa baris kalimat, dan membaca narasi. Ia berhasil membawakan kisah se-orang wanita tangguh, yang berjuang dan bertahan di zona perang dalam Jeokbyeokga – satu dari lima pan-sori tentang legenda sejarah Cina mengenai Perang Tebing Merah – walaupun Ukchuk-ga merupakan adaptasi dari drama Brechet.

Sacheon-ga, sebuah pansori kreatif yang ditampilkan pada tahun 2008 sebelum Ukchuk-ga dipertunjukkan pada tahun 2011, digubah dari drama Brechet lain-nya yaitu The Good Person of Szechwan. Dengan latar Sacheon-ga di Korea abad 21, Sundeok, sang tokoh utama, mengolok-olok kekonyolan yang memprihatin-kan dari masyarakat modern – yang menekankan pada penampilan fisik, latar belakang akademik, dan persa-ingan tanpa batas – dan memperlihatkan perlawanan dengan motto “Berbuat baik!” – dengan iringan musik pansori. (Lee mendapatkan penghargaan sebagai “Aktris Terbaik” untuk karya ini dalam Festival Teater Internasional KONTACT di Polandia pada tahun 2010.)

Sacheon-ga dan Ukchuk-ga memberikan nuansa baru dalam era kontemporer dengan tetap memasukkan unsur klasik melalui pansori. Penampilan Lee mendapat sabutan hangat di Perancis, Polandia, Rumania, Bra-zil, dan Uruguay, dan Korea. Sejak tahun 2011, Teater Nasional Populer di Lyon mengundangnya setiap tahun.

WAWANCARA

LEE JA-RAM

Diva Pansori pada Masa KiniLee Ja-ram, 36 tahun, adalah seorang pemain pansori muda berbakat. Ia mengembalikan popularitas genre opera naratif tradisional yang sejak lama hanya dinikmati oleh penonton dari usia tertentu, dan berhasil menyatukan penonton dari semua umur, laki-laki dan perempuan, tua dan muda. Tiket untuk semua pertunjukan terjual habis, sebuah fenomena langka untuk pertunjukan pansori. Ia sangat dikenal dalam berbagai festival di dalam dan luar negeri. Di akhir bulan Januari, saya bertemu Lee di Festival Sydney 2015 usai menampilkan Ukchuk-ga: Pansori Keteguhan Hati Ibunda, yang merupakan adaptasi Keteguhan Hati Ibunda dan Anak-anaknya, sebuah drama besutan Bertolt Brecht, dan ia mendapatkan sambutan luar biasa.

Kim Soo-hyun Kolumnis Seni Pop

Page 23: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

Seorang pemain pansori muda Lee Ja-ram menarik perhatian langsung dari penonton, yang tidak akrab dengan nyanyian epik pansori, dengan suara lembut yang unik dan sikap yang tidak dibuat-buat.

Page 24: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

24 KOREANA Musim Semi 2015

‘Dari Lokal ke Global’Kim Soo-hyun Setahu saya, Gedung Opera Syd-

ney hanya memperbolehkan seniman yang berdedikasi pada karya seni orisinil untuk tampil. Pertunjukan pan-sori Anda di teater ini menjadi berita utama di dalam dan luar negeri, karena sangat spesial. Surat kabar The Sydney Morning Herald pada tanggal 20 Janu-ari menyebut penampilan Anda “interpretasi perkusif karya Brecht.” Harian itu juga menambahkan, “Efeknya sangat dahsyat.” Saya ingin tahu bagaimana perasaan Anda.

Lee Ja-ram Saya katakan kepada penonton di suatu negara, yang sama sekali tidak mengenal pan-sori, bahwa “inilah pansori dan inilah budaya Korea.” Saya gugup dan khawatir karena ini adalah penampilan pertama saya di negara berbahasa Inggris, meskipun saya sudah pernah berkunjung ke banyak negara di Eropa dan Amerika Latin. Di Sydney, mereka mem-berikan sambutan luar biasa di tengah pertunjukan sampai-sampai saya harus berhenti sejenak. Saya sa-ngat bahagia karena pertunjukan itu sangat sukses, jika boleh menyebutnya begitu. Direktur panggung me-ngatakan bahwa ia jarang melihat begitu banyak penon-ton yang berdiri usai sebuah pertunjukan selama 26 tahun ia bekerja di Australia.

KS Bagian mana dari Ukchuk-ga yang berkesan bagi mereka?

LJ Baik warga Korea maupun penonton asing ter-kesan pada penampil solo yang membawakan bebe-rapa tokoh dan mempertahankan kesan dramatik untuk jangka waktu yang sangat lama dan tekstur suara yang kaya, termasuk “suara yang sangat kuat” se- perti suara palu besi dan suara ringan yang “renyah dan jelas,” tanpa sedikitpun berteriak. Mereka juga terkesan pada kami karena menambahkan sesuatu yang baru pada tradisi lama. Beberapa kritikus yang mengulas penampilan saya mengatakan bahwa mereka mung-

kin akan melakukan hal yang sama pada pertunjukan opera mereka.

KS Korea ingin memperkenalkan seni tradisi secara luas kepada masyarakat internasional. Bagai-mana pendapat Anda mengenai istilah “dari Korea ke pentas dunia”?

LJ Menurut saya begini, “Segala yang alami sangat berpeluang dikenal secara global.” Jika Anda bertanya kepada orang-orang di jalan apa pendapat mereka mengenai sesuatu yang paling menunjukkan gaya Korea, jawaban mereka pasti berbeda-beda.

Menurut saya, yang paling alami adalah yang pa-ling kontemporer. Saya adalah fenomena sosial yang mewakili gambaran kontemporer itu. Saya sering di-sebut sebagai contoh nyata dari ‘popularisasi dan globalisasi budaya tradisional’ namun saya sendiri tidak merasa begitu. Saya hanya menemukan celah, yang bisa saya gunakan untuk berkomunikasi dengan lebih banyak orang, setelah melalui proses bertanya kepada diri sendiri dan mencoba menemukan jawabannya.

KS Biasanya penonton memberikan respon kepada pertunjukan pansori dengan seruan “eolssu,” “eolssigu,” “jotta,” atau “jalhanda”! Saya ingin tahu bagaimana penonton asing memberikan sambutan kepada penampilan Anda.

LJ Sebelum tampil, saya mengajari mereka me-ngenai kalimat seruan itu, “Seruan penonton sangat penting dalam pertunjukan pansori. Jika Anda mem-berikan seruan di antara jeda, penampil akan lebih lin-cah dan ceria. Saya akan tunjukkan caranya. Mari kita lakukan bersama-sama!” Bukannya berteriak, mereka malah bertepuk tangan, dan berharap tepukan itu menyenangkan saya. Saya ingat pernah mengatakan kepada penonton di akhir sebuah pertunjukan beberapa waktu yang lalu, “Saya merasa menjadi teman Anda. Inilah pansori. Tak peduli apakah sebelumnya Anda mengenal pansori atau tidak, kini Anda menikmatinya.”

Page 25: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 25

Lee Ja-ram tampil sendiri di atas panggung, memainkan 15 karakter yang berbeda dalam Ukchuk-ga: Pansori Keteguhan Hati Ibunda selama 2 jam 30 menit.

Page 26: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

Senyum bidadari dan wajahnya yang tanpa banyak make-up tidak mudah dibayangkan citranya saat dia menyerap dan menaklukkan penonton dengan kehadirannya yang karismatik di atas panggung.

Page 27: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 27

‘Tugas saya adalah menjaga tradisi tetap hidup’Tahun lalu, Lee memperkenalkan An Ugly Per-

son/Murder, sebuah koleksi adaptasi pansori dari dua cerita pendek yang ditulis oleh Joo Yo-seop (1902-1972), kepada publik. An Ugly Person adalah cerita tentang seorang wanita buruk rupa yang diperlakukan seperti monster sejak lahir, sementara Murder mengisahkan seorang pelacur yang merenungi kembali perjalanan hidupnya setelah ia merasakan jatuh cinta. Ia juga menampilkan adaptasi pansori dari Bon Voyage, Mr. President, sebuah novel karya Gabriel Garcia Marquez, di Festival Musik Internasional Tongyeong. Lee, seorang seniman yang terus melakukan banyak terobosan artis-tik segar, merasa mengemban tugas menjaga tradisi pansori tetap hidup di masyarakat.

Ia mulai belajar pansori di usia 11 tahun. Setelah ikut dalam acara musik tradisional anak-anak, ia berguru pada diva pansori Eun Hee-jin (1947-2000), yang meng-ajarinya dasar-dasar seni pansori. Ia belajar pansori di sekolah menengah seni tradisional dan memper-oleh gelar BA dan MA dalam seni pansori dari Jurusan Musik Korea di Seoul National University. Di tahun 1999, ketika berumur 20 tahun, ia memecahkan rekor dunia dan tercatat dalam Guinness Book of World Records sebagai seniman pansori termuda yang menampilkan Chunhyangga selama delapan jam. Ia juga menampil-kan karya pansori lain yaitu Sugungga, Jeokbyeok-ga, dan Simcheongga.

KS Saya melihat ada perubahan dalam karya Anda setelah Sacheon-ga dan Ukchuk-ga.

LJ Jujur saja, ada saatnya saya membenci kesuk-sesan saya dalam Ukchuk-ga. Saya merasa memikul beban tanggung jawab yang sangat berat untuk tam-pil solo dalam pertunjukan di teater besar seperti LG Arts Center. Oleh karenanya, saya tidak tampil di teater besar untuk sementara waktu. Saya lebih suka pansori ditampilkan di teater kecil. Saya menemu-kan diri saya tampil utuh meskipun saya berada di panggung kosong, dan hanya mengenakan rok katun dan kaos dengan kipas tradisional di tangan saya.

Penampilan saya dalam An Ugly Person/Murder dan Bon Voyage, Mr. President di panggung kecil adalah upaya saya membawakan pansori orisinal. Tapi, saya masih muda dan tentu saja harus siap tampil di pang-gung besar atau kecil. Drama yang sedang saya garap adaptasinya adalah Our Town karya penulis Amerika Thornton Wilder. Saya mengemas drama ini dalam pertunjukan besar, yang tidak cocok ditampilkan di teater kecil.

KS An Ugly Person/Murder meraih tiga penghar-gaan, termasuk penghargaan Teater Konsep Baru, dari Penghargaan Teater Dong-A di tahun 2014. Bagaimana pendapat Anda mengenai istilah Teater Konsep Baru?

LJ Saya sangat berterima kasih untuk itu, karena itu berarti lingkaran teatrikal Korea sudah menerima pansori sebagai salah satu genrenya. Saya merasa tidak termasuk dalam musik tradisional maupun teater tra-disional sepenuhnya. Penghargaan ini memberi saya semacam dukungan dan pengakuan resmi. Saya juga berharap kesempatan ini akan membuka jalan bagi peminat pansori yang masih muda untuk tampil di teater besar.

KS Sebagian orang mengatakan bahwa penga-ruh pansori tradisional secara bertahap memudar, sementara pansori kreatif semakin luas dikenal.

LJ Menurut saya sangat penting menyeimbang-kan genre pansori tradisional dan kreatif. Saya tetap berkecimpung dalam dunia pansori tradisional, meski sering dianggap aktif berkiprah dalam genre pan-sori kreatif. Saya tampil dalam pertunjukan pan-sori tradisional di Café Iri dekat Universitas Hongik setiap musim gugur. Saat itu tempat duduknya dipen-uhi penonton muda. Saya melihat ada harapan di sana. Saya ingin ada perubahan, dan akan terus berusaha.

KS Apa rencana Anda di masa datang?LJ Saya akan tampil dalam Bon Voyage, Mr.

President, di Tongyeong, Seoul, dalam waktu dekat. Saya juga punya rencana tampil di Okinawa musim panas ini dan di Lyon tahun depan. Dan, saya berharap bisa menyelesaikan skrip Our Town akhir tahun ini.

“Menurut saya, yang paling alami adalah yang paling kontemporer. Saya berada dalam fenomena sosial yang mewakili gambaran kontemporer itu. Saya sering disebut sebagai contoh nyata ‘popularisasi dan globalisasi budaya tradisional’, tapi saya sendiri tidak merasa begitu. Saya hanya menemukan celah, yang bisa saya gunakan untuk berkomunikasi dengan lebih banyak orang, setelah melalui proses bertanya kepada diri sendiri dan mencoba menemukan jawabannya.”

Page 28: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

28 KOREANA Musim Semi 2015

‘Bulssang’Kekacauan Hibrida: Perjuangan Mencari Jati DiriTarian repertoar <Bulssang> dari Korea National Contemporary Dance Company yang dipimpin oleh koreografer Ahn Ae-soon telah mendapatkan pengakuan dari dunia. Gerakan tarian yang melewati batas budaya dan genre yang berbeda telah menciptakan kekacauan hibrida penuh kejenakaan.

Shim Jeong-min Kritikus Tari

TINJAUAN SENI

Page 29: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 29

Ketika tirai dinaikkan, di atas panggung penuh dengan patung Buddha yang berjejer duduk ber-sila. Selain patung Buddha, ada juga patung

Yesus, dan patung-patung dewa lain dari berbagai agama dan kepercayaan yang tidak asing lagi bagi kita duduk dengan wajah jenaka yang tidak jelas mengek-spresikan apa. Di sela-sela patung-patung itu, penari-penari yang mengenakan topeng tokoh-tokoh kartun seperti Astroboy, Shrek, Smurf, Ultraman, Bart Simp-son dan lain-lain menari bebas dengan gerakan-ge-rakan aneh. Kesamaan dari keduanya adalah patung-patung adalah simbol keagamaan atau kepercayaan, sementara tokoh-tokoh kartun adalah simbol budaya yang dicipta dan dipertuhan oleh manusia. Gerakan yang ditarikan oleh penari juga tidak jelas. Karena ge-rakan mereka merupakan perpaduan bebas dari tari- an tradisional Asia dari Korea, Cina, India dan seba-gainya yang dibaur dengan gerakan tari ala Barat se-perti tari b-boy, marshal arch, dan sebagainya. Peng-halang antara sekuler dan religius dari Timur dan Barat yang kabur menciptakan panggung yang bernuansa ‘kekacauan ajaib’. Pintu kekacauan yang ajaib dan rumit ini akan dibuka dengan tiga kata kunci.

Kata kunci 1: Buddha BarSejak digelar pertama kali pada tahun 2009, Buls-

sang dipentaskan untuk keempat kalinya di bulan Okto-ber 2013. Kata Bulssang berasal dari kata Korea untuk patung Buddha, yang ditulis sesuai dengan cara peng-ucapannya. Kata itu menggambarkan tema utama

yang ingin melihat patung Buddha yang bersifat tra-disional dengan cara pandang modern. Ahn Ae-soon, kepala Korea National Contemporary Dance Company merancang Bulssang karena terinspirasi oleh Buddha Bar yang adalah sebuah hotel dan juga restoran di Pe-rancis. Buddha Bar adalah tempat favorit di Paris yang menggabungkan unsur-unsur oriental dengan berpu-sat pada agama Buddha sebagai konsep utama ber-bentuk lounge musik. Ahn mengamati patung Buddha di tempat itu yang telah kehilangan makna aslinya dan telah berubah menjadi tren konsumsi. “Saya mendapat-kan inspirasi dari patung Buddha yang sebenarnya sim-bol budaya Asia dan lambang agama, berubah fung-si menjadi patung pop-art yang hampir-hampir tidak bisa lagi dikenali lagi wujud asalnya dan digunakan untuk dekorasi interior atau furniture”. Tirai berulang kali turun dan naik, menunjukkan bagaimana patung Buddha berubah, ditiru dengan menambah campuran, dan diterima serta mengalami bentrokan sesuai de- ngan berjalannya waktu. Di sini budaya Timur dan Barat tercampur aduk tidak keruan dan di sana terdapat per-tanyaan besar tentang identitas diri kita yang hidup di dalamnya.

Dalam versi perdana Bulssang, gambar selebriti seperti James Dean, Marilyn Monroe, Barrack Obama, dan logo merek Starbucks, Ford, dan Nike digunakan dengan seronok untuk menghias panggung. Pencari-an jati diri dalam dalam dunia yang terselubung dengan pelambang-pelambang budaya dan konsumsi ditampil-kan secara konsisten sejak pentas pertama digelar.

Kata kunci 2: HibridaTari kontemporer mempunyai esensi bersifat hibrida.

Hibriditas, diartikan sebagai heterogenitas, perbauran, dan campuran yang menjadi senjata kuat dari tarian kontemporer. Bulssang menunjukkan gerakan hibrida yang tak kunjung habis. Dengan berfokus pada tari kon-temporer, tarian ini mengadopsi unsur-unsur dari tari-an klasik India Kathak, seni bela diri Cina Bodhidhar- ma, tari tradisional gendang Jindo dan gaya bebas tari Korea ke tari pergaulan seperti tango dan waltz, tari b-boying, tari klub, dan juga dimasukkan gerakan dari seni bela diri, akrobat, dan olahraga, menciptakan sebentuk tarian yang sensasional. Kolaborasinya de-ngan genre lain seperti musik, seni, kostum, dan gam-bar juga unik. Patung-patung Buddha berlapis emas yang gemerlap dipadu dengan keranjang bambu anyam- an berwarna-warni menampilkan seni instalasi yang lebih sensual, menjadi latar untuk mementaskan tarian eksotis yang menampilkan pertemuan dan bentrokan di antara hiphop, lounge, music soul yang muncul silih berganti. Bagian lukisan seni ditangani oleh seniman instalasi terkenal Choi Jeong Hwa, sementara musik

Dandanan dalam topeng tokoh buku komik, para penari tampil dalam gerak yang ganjil, kombinasi tarian tradisional Asia dan gerakan Barat.

Page 30: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

30 KOREANA Musim Semi 2015

ditangani oleh DJSoulScape. Khususnya Choi Jeong Hwa, ia berhasil mewujud-

kan dengan nyata pandangan Bulssang terhadap dunia melalui seni instalasinya. Sebagai contohnya, keran-jang bambu yang berwarna-warni bagai melambangkan tanda-tanda visual yang membanjiri masyarakat mo-dern saat ini. Menjelang babak terakhir, patung, keran-jang bambu, payung, bangku mandi, dan monitor yang tergeletak begitu saja di atas panggung menyiratkan dengan jelas sekali bahwa objek ibadah yang berse-rakan di lantai telah kehilangan makna aslinya.

Kata kunci 3: Ahn Ae-soon Ahn Ae-Soon adalah pelopor utama yang memimpin

Tarian Kontemporer Korea sebagai kepala dan direk-tur seni Korea National Contemporary Dance Company. Dia menciptakan dunia tari tersendiri dengan harmoni- sasi gerak tari Korea dan keindahan tradisional de-ngan tari modern yang membuatnya mendapat penga- kuan dunia di Kompetisi Internasional Kontemporer di Bagnolet pada tahun 1998 dengan karyanya The 11 th Shadow. Dia terdaftar sebagai salah satu penari ter-kemuka Korea dalam Oxford Dictionary of Dance dan

International Dictionary of Modern Dance. Memasuki tahun 2000-an, dia mulai melepaskan

diri dari batas-batas tradisional tari kontemporer ber-gaya Korea dan mencari jawaban dalam tren saat ini. Karyanya mencakup unsur bermain, disintegrasi, spon-tanitas, dan partisipasi penonton. Gut-Play dan Lingkar-an - Setelah lainnya adalah contoh dari karya tersebut. Seni ala Ahn bermuara mencari kemungkinan koek-sistensi antara identitas budaya tradisional Korea dan tari kontemporer, dan mempraktekkan tren tari dunia melalui paduan dengan genre seni lainnya.

Harapan Ahn ini terkandung dalam Bulssang, yang terus melebarkan sayapnya ke pentas dunia. Dalam pagelaran pada Art Summit Indonesia 2013 di Jakarta, Bulssang menerima standing ovation (tepuk tangan dengan berdiri). Setelah digelar di Sydney pada bulan Januari 2014 lalu, Ahn menerima undangan dari festival tari kontemporer bergengsi Eropa, yaitu Italia ‘s Fabrica Europa pada bulan Juni dan Jerman’ s Tanz Im Agustus pada bulan Agustus. Bulssang juga dijadwalkan akan dipentaskan di Teater Nasional de Chaillot pada tahun 2015, untuk bertemu dengan lebih banyak penonton di seluruh dunia.

Bulssang menunjukkan gerakan hibrida yang tak kunjung habis. Dengan berfokus pada tari kontemporer, tarian ini mengadopsi unsur-unsur dari tarian klasik India Kathak, seni bela diri Cina Bodhidharma, tari tradisional gendang Jindo, dan gaya bebas tari Korea ke tari pergaulan seperti tango dan waltz, tari b-boying, tari klub, dan juga dimasukkan gerakan dari seni bela diri, akrobat, dan olahraga, menciptakan sebentuk tari yang sensasional.

1. “Bulssang”, produksi terbaru Korea National Contemporary Dance Company, adalah produksi eksotis ditandai oleh seni insta-lasi yang sensual dan pertunjukan lang-sung hip-hop DJing, ruang duduk, dan musik soul. Foto ini diambil dari Penampilan 2013 di CJ Towol Theater of Seoul Arts Center.

2. Mengacu pada akhir penampilan patung yang ditelantarkan di tumpukan sampah, menggiring pesan simbolis bahwa bagaimana patung Buddha, sebagai objek ibadah, telah kehilangan makna aslinya.

3. Seorang penari tunggal di tengah-tengah patung berlapis emas seakan melemparkan pertanyaan tentang identitas kita sebagai penghuni sebuah dunia yang dipengaruhi oleh budaya timur dan barat.

1

Page 31: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 31

3

2

Page 32: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

32 KOREANA Musim Semi 2015

Hingga saat ini, sebagian besar wisatawan China telah mengunjungi Korea dengan tujuan utama untuk berbelanja. Bahkan, mereka membeli barang-barang bermerek di toko-toko bebas bea di bandara atau di daerah pusat kota atau di department store, atau membeli produk murah dalam jumlah besar di pasar tradisional seperti Pasar Dongdaemun.

Kim Bo-ramWartawan Majalah Ekonomi Hankuk

Tahun lalu, total 100 juta “Youke” (wisatawan Cina) berkeliling dunia. Korea kedatangan 6 juta Youke dari Cina tahun itu dan menjadi tujuan wisata luar negeri yang paling banyak dikunjungi orang-orang Cina. Mendengar bahasa Cina diucapkan kini telah menjadi rutinitas sehari-hari di tempat-tempat wisata yang terkenal di Seoul, seperti Myeong-dong, Pasar Namdaemun, dan jalan sepanjang aliran sungai Cheonggyecheon. Papan-papan nama toko atau iklan yang ditulis dalam bahasa Cina saat ini sudah menjadi pemandangan umum.

Plus-Minus Gelombang

FOCUS

Page 33: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 33

Sebagian besar wisatawan Cina mengunjungi Hong Kong, Makau, dan Korea pada tahun lalu, menurut Administrasi Par-iwisata Nasional Cina. Bahkan, Korea menjadi tujuan wisata

luar negeri yang paling banyak dikunjungi bagi orang-orang Cina, mengingat bahwa Hong Kong dan Makau adalah daerah adminis-trasi khusus Cina. Gelombang wisatawan Cina akhir-akhir ini menuju Korea adalah dampak dari gabungan berbagai faktor se- perti gelombang korea (Korean Wave) di Cina, kedekatan geografis, pembatasan terhadap pengunjung Cina ke Hong Kong, dan ketegangan antara Beijing dan Tokyo.

Youke, Energi Pertumbuhan Baru untuk Industri Pariwisata Korea

Industri pariwisata Korea dan pasar domestik mendapatkan kembali vitalitas mereka, dengan gelombang wisatawan Cina seba-gai suatu momentum. Dengan meningkatnya jumlah mereka, kosakata Cina baru “Youke,” atau “turis,” mengacu pada wisata-wan Cina pun tercipta. Hasil survei terbaru Organisasi Pariwisata

Korea menunjukkan bahwa 82,8 persen transaksi belanja bera-sal dari kegiatan Youke Cina. Dengan kata lain, mayoritas dari mereka memfokuskan diri pada belanja selama mereka tinggal di sini. Mereka membeli barang-barang murah dalam jumlah besar di Pasar Myeong-dong atau Dongdaemun, serta barang-barang bermerek di toko-toko bebas bea. Barang-barang paling popu- ler yang dibeli oleh wisatawan Cina adalah kosmetik, pakaian, bahan makanan, dan obat-obatan herbal. Dampaknya, produsen dan merek Korea serta pedagang Pasar Dongdaemun mengalami per-tumbuhan penjualan. Neraca pariwisata domestik menjadi posi-tif dalam waktu sekitar dua tahun. Saat ini, Youke telah memainkan peran, tidak hanya sebagai sekelompok pengunjung asing, tetapi sebagai salah satu pilar penting dari distribusi dalam negeri dan industri pariwisata Korea.

Di samping sisi positif seperti lonjakan Youke, ada juga sisi negatifnya untuk hal tersebut. Beberapa agen perjalanan menjual paket tur murah yang disukai, karena mereka membuat jadwal tur hanya untuk mendorong wisatawan Cina agar berbelanja. Mereka

Page 34: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

34 KOREANA Musim Semi 2015

memandang Youke hanya sebagai “pelanggan dengan daya beli tinggi.” Agen perjalanan tersebut hanya tertarik pada keuntungan dengan menyediakan Youke layanan standar, Youke hanya seba-gai pembeli, tanpa membantu mereka menikmati dan merasakan budaya Korea secara substantif, seperti ditunjukkan banyak ahli.

Perhatian Youke Beralih pada Pengalaman BaruDalam keadaan seperti itu, Youke mengalami perubahan selera.

Mereka sekarang ingin merasakan dan menikmati budaya Korea dengan cara yang lebih beragam. Salah satu fenomena tersebut adalah peningkatan jumlah Youke yang ingin merasakan dan menik-mati budaya Korea lewat drama atau musikal. Terutama, pertun-jukan non-verbal dengan menggunakan gerakan tubuh dan tarian yang populer di kalangan Youke. Para pemain menciptakan sebuah genre gelombang korea (Korean Wave) baru berdasarkan komu-nikasi non-verbal, tanpa bantuan dari bintang budaya pop ter-kenal seperti di K-pop atau opera sabun. Promosi dari mulut ke mulut telah mendorong genre ini sebagai “sesuatu yang harus wajib dilihat” oleh Youke.

Menurut Produksi PMC sebagai perusahaan pembuatan Nanta, drama non-verbal yang menggambarkan koki di dapur dengan cara yang kocak, lebih dari 80 persen kursi aula pertunjukan Myeong-dong dipenuhi oleh Youke selama hari libur nasional Cina tahun lalu. Anggota penonton yang kesepuluh juta merupakan seorang turis

Cina yang mengunjungi aula pertunjukan pada 29 Desember tahun lalu. Satu atau dua tahun yang lalu, sebagian besar penonton adalah grup wisatawan dari Cina, namun peningkatan jumlah penonton sekarang merupakan wisatawan perorangan. Umumnya, wisata-wan Cina membeli tiket acara pertunjukan Korea, sebelum terbang ke Korea, di www.hanyouwang.com, situs berbahasa Cina di mana wisatawan Cina mendapatkan informasi wisata di Korea.

Bahkan hebatnya, lebih banyak Youke secara bertahap bepergian ke daerah di luar Seoul, yang menunjukkan perubahan di kalangan turis Cina muda yang lebih memilih perjalanan mereka sendiri, yang bermakna dan akan membawa kenangan. Destinasi baru mereka meliputi Pulau Jeju, Pantai Haeundae di Busan, dan Provinsi Gang-won. Di antara tempat-tempat tersebut, Jeju dan Gangwon muncul sebagai model umum tujuan liburan, dengan fasilitas resort yang baru, museum tematik, fasilitas rekreasi, dan pusat perbelanjaan yang dibangun melengkapi alam dan pemandangan yang indah.

Wisata untuk Menikmati KoreaSebuah perubahan besar juga muncul dalam pola per-

jalanan mereka. Di masa lalu, kebanyakan wisatawan Cina datang berkelompok hanya untuk melihat tempat-tempat wisata di Seoul dengan mengikuti kibaran bendera pemandu wisata. Akan tetapi, sekarang Youke bepergian ke seluruh Korea secara individu maupun kelompok yang lebih kecil untuk merasakan dan menikmati budaya

1. Sebuah perubahan terjadi dalam gaya “Youke” (“遊客”, Cina untuk turis), yang mendapat julukan “kelompok wisatawan pembawa spanduk” untuk pola pariwisata mereka yang selalu bergegas menuju tempat wisata utama di Seoul, sambil membawa spanduk berwarna-warni.

2. Pertunjukan non-verbal hanya menggunakan gerakan tubuh dan tarian yang muncul sebagai salah satu program wisata baru untuk Youke yang yang ingin mengalami Korea dengan cara yang beragam. Gambar ini menunjukkan penampilan jalan khusus Jump, sebuah pertunjukan non-verbal, oleh rombongan akrobat.

Wisatawan Cina Youke pergi ke mana pun mereka bisa menikmati gaya hidup Korea, tidak hanya fokus pada tamasya dan wisata belanja seperti sebelumnya. Akibat perubahan pola perjalanan Youke Cina, tidak jarang terlihat banyak wisatawan Cina menikmati perjalanan wisata penuh gaya bebas di Itaewon, layaknya tujuan akhir pekan yang hangat bagi pemuda Korea; di Jalan Garosugil kawasan Sinsadong, sebuah pusat tren budaya baru; dan restoran enak, yang sebelumnya hanya dikunjungi orang Korea.

Page 35: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 35

Korea. Kualitas pariwisata membaik seiring peningkatan jumlah wisatawan Cina perorangan. Dalam situasi di mana jumlah Youke yang mengunjungi Korea berulang kali meningkat sedikit demi sedikit, sulit untuk memuaskan wisatawan Cina yang menginginkan hal baru, bukan hanya program tur standar yang berfokus pada bel-anja di Myeong-dong atau di toko-toko bebas bea.

Wisatawan Youke Cina pergi ke berbagai tempat untuk menikmati gaya hidup Korea, dengan lebih sedikit berfokus pada jalan-jalan dan wisata belanja seperti sebelumnya. Akibat perubahan pola per-jalanan Youke Cina, tidak jarang banyak wisatawan Cina menikmati tur dengan gaya bebas di Itaewon, tujuan akhir pekan yang hangat bagi anak muda Korea; di jalan Garosugil kawasan Sinsadong, sebuah pusat tren budaya baru; dan restoran enak, yang sebelum-nya hanya dikunjungi orang Korea. Bahkan, perubahan tersebut selaras dengan tren perjalanan global. Tren global yang baru mem-baur dengan penduduk setempat, bukan hanya mengunjungi tem-pat-tempat wisata, juga memiliki dampak pada pola perjalanan Youke.

Kebalikan dengan Youke yang bepergian ke setiap sudut Korea, infrastruktur dan jasa pariwisata domestik masih belum mencukupi. Tentu saja, wisatawan Youke perorangan melakukan sendiri segala sesuatunya seperti reservasi hotel, perjalanan, memilih tujuan per-jalanan, dan menemukan restoran, dan mereka terpaksa lebih banyak mengalami ketidaknyamanan daripada wisatawan kelom-

pok. Informasi ini sangat diperlukan untuk membangun infrastruk-tur di daerah-daerah, termasuk memperbarui sistem transporta-si umum dan rambu-rambu jalan dan mengembangkan alat ko- munikasi seperti aplikasi smartphone sebagai informasi wisata yang dapat digunakan wisatawan asing untuk menambah pengetahuan mereka tentang Korea.

Tidak sedikit agen perjalanan yang telah berupaya sedemikian rupa untuk menarik lebih banyak Youke ke Korea, termasuk mengembangkan paket “airtel” (penerbangan dan hotel) untuk Youke, yang tidak suka paket wisata konvensional, dan datang de-ngan program perjalanan tematik gratis yang mengkhususkan diri dalam “pariwisata medis,” “pariwisata pernikahan,” atau perjalan ke pasar-pasat tradisional.

Di atas segalanya, pengelola perjalanan wisata perlu memper-hatikan ketertarikan selera Youke yang beragam. Hal ini penting bagi mereka untuk mengembangkan program wisata yang unik, se-hingga mereka dapat memperlakukan Youke dengan keramahan yang tulus dan membantu mereka mendapatkan kesan mendalam dari Korea, daripada hanya fokus pada daya beli mereka dan men-cari keuntungan jangka pendek. Sudah saatnya kita harus memper-hatikan Youke mengubah pola perjalanan dan melakukan investa-si dalam mengembangkan program-program untuk mereka secara konsisten, dan berpikir serius tentang bagaimana cara untuk mem-buat Youke datang terus-menerus.

Page 36: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

36 KOREANA Musim Semi 2015

Bagaimana Mengolah Kimchi dan Cara Menikmatinya

JATUH CINTA PADA KOREA

Sebuah blog yang memperkenalkan budaya Korea, yang bernama “Makan Kimchi Anda — The Eat Your Kimchi(EYK)” tumbuh sebagai kekaisaran yang besar sejak 4 tahun yang lalu. Pada sisi dinding sebuah gedung di Hongdae tergantung logo “EYK” yang tidak terasa asing lagi. Di tempat parkir yang ada di belakang gedung itu terdapat mobil Kia hatchback dengan ditempeli logo The Eat Your Kimchi dan logo itu mampu menarik perhatian orang di mana-mana. Di sekitarnya terdapat You Are Here Café yang dibuat oleh EYK dengan bekerja-sama dengan situs pendidikan bahasa yang bernama “Talk to Me in Korean” pada Agustus 2014. Apa yang telah terjadi?

Ben Jackson Penulis Lepas Cho Ji-young Fotografer

Page 37: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 37

Kembali pada akhir tahun 2010, Simon dan Martina Stawski, dua orang pendiri EYK berdiri di depan kamera untuk sampul majalah Inggris yang diter-

bitkan di Seoul pada tahun 2010. Dengan memakai kaca-mata 3D dan makan popcorn, mereka duduk di bangku dengan latar alang-alang di Taman Noeul Seoul ketika matahari terbenam di belakang mereka. Pada waktu itu pasangan Kanada yang sangat optimis dan dipe-nuhi hasratnya yang penuh teka-teki itu, Spudgy, baru memulai menggencarkan usaha blog video yang sang- at baru dan bergaya beda. Usaha itu adalah yang meng-ungkapkan aspek budaya Korea yang pernah ditemu- kan mereka dengan menggunakan humor. Video yang dibuat mereka dengan bersikap terus terang cukup me-narik perhatian para penonton dari seluruh dunia. Simon berani meninggalkan pekerjaannya sebagai guru bahasa Inggris untuk membuat situs dan YouTube channel ten-tang Kimchi, sedangkan Martina masih mengajar pelajar Korea dengan “sugar mama” -nya.

Ke Dalam Danau ApiSemua hal itu dimulai pada tahun 2008, saat mereka

tiba di Bandara Incheon Internasional. Di depan mereka terbentang pekerjaan baru, yaitu mengajar bahasa Ing-gris. Dahulu mereka sudah memiliki karir pengajaran lainnya dan sesungguhnya orang tuanya sangat keta-kutan di Kanada membayangkan ancaman Korea Utara terhadap Korea Selatan bahwa akan membuat Korea Selatan sebagai lautan api. “Beberapa saat kemudian kami baru mengetahui bahwa Korea Utara telah se-ring menggunakan kata-kata seperti laut, danau dan api sebagai metafor,” kata Martina. “Penghancuran dengan cairan,” tambah Simon sambil bergurau.

Untuk meredakan kekhawatiran keluarganya, mereka mengirim video ketika mereka sedang makan Jjigae Sundubu, masakan sup tahu lembut yang ter-kenal. Sejak saat itu, mereka membuat video dan jum-lah video yang dibuat mereka telah mencapai kurang lebih 2.000. Mulai dari yang mengenai makanan Korea, ada juga yang mengenai K-pop dan sebagainya untuk menjawab segala pertanyaan dari para penggemar video mereka. Penonton yang ditargetkan mereka bukan hanya keluarga mereka tetapi juga para rekan (mereka memberi sejumlah informasi untuk kehidupan di Korea, yang tidak pernah diberi siapa pun, misalnya informasi tentang cara penggunaan mesin cuci dan cara yang membuangkan sampah sesuai dengan jenisnya

kepada rekan-rekan mereka), para penonton yang ber-minat pada Korea, dan, akhirnya, mereka masuk untuk mengenal Simon dan Martina sendiri.

“Saya masih ingat orang yang pertama kali menon-ton video yang kami buat. Dia seorang Inggris yang ber-nama Steve,” kenang Simon. “Dia mengirim email kepada kami dengan berkata, ‘Hai, saya akan ber-kunjung ke Bucheon dan saya ingin mendapat infor-masi tentang ini-itu yang berkenaan dengan Bucheon.’ Apakah Anda ingat Anti-English Spectrum (kelompok Korea terkenal karena sangat mengkritik guru bahasa Inggris asing di Korea pada waktu itu)? Ketika kami mendapat email darinya pertama kali, kami berpi- kir bahwa yang mengirim email itu adalah salah seorang anggota dari kelompok itu, dan dia berpura-pura seba-gai seorang asing. Sebab kami tidak menduga adanya orang asing yang berminat pada video kami. Pada waktu itu kami kira, dia akan membujuk kami untuk keluar dari rumah kami kemudian akan membunuhnya. Untungnya ternyata dia bukan pembunuh tetapi seorang pria keren dari Inggris.”

Jumlah penonton video mereka semakin meningkat melebihi catatan yang selama secara sungguh-sung-guh ada. Di studio EYK dapat dilihat penghargaan dari YouTube untuk menandai jumlah penonton yang mel-ampaui 100.000 orang. Pada saat saya sedang menulis artikel ini, jumlah klik di tiga saluran YouTube yang mereka pakai sudah menunjukkan angka 241.033.279. Stawskis pun sangat terkejut pada kesuksesan yang telah mereka capai.

Simon berkata, “Kami tidak mengerti mengapa banyak orang berminat pada video buatan kami.”

“Mungkin kami tidak akan pernah tahu alasannya,” kata Martina. “Kami hanya menikmati pembuatan video kami saja.”

Mereka terlihat sebagai pasangan yang sangat kom-pak ketika diwawancarai. Mereka pintar dan lucu, ber-semangat tinggi, dan tidak bersikap mendominasi satu dengan yang lain. Mereka saling bergurau dan kelihatan selalu senang. Sepertinya hal itulah yang membuat hubungan mereka selalu harmonis dan positif. Bebe-rapa penggemar video mereka berkata bahwa melihat pasangan yang harmonis seperti mereka membawa kesenangan dan kenyamanan kepada orang-orang yang bertumbuh di dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis atau kepada pasangan yang sedang meng-alami kesulitan dalam hubungan.

Simon dan Martina Stawski merebut hati pemirsa, baik di dalam dan di luar Korea dengan video YouTube mereka yang bercanda memperkenalkan gaya hidup Korea dan budaya pop asing dengan cara yang berbeda.

Page 38: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

Dalam KontrolKetenaran, terutama di dunia online, bisa berubah-

ubah dan berumur pendek. Namun, sementara orang lain akan banyak mengalami goncangan saat ini, pasa-ngan Stawskis terampil berselancar dalam gelom-bang popularitas mereka bahkan mencapai proporsi yang sangat dahsyat. Video yang dibuat mereka meng-andung gurau yang jernih dan riang gembira. Simon, sebagai seorang “ahli teknik” — sebagaimana sebutan akan dirinya — tak henti hentinya memantau dan meng-analisis tentang tayangan apa yang disenangi orang-orang dan rata-rata berapa lama orang-orang menon-ton sebuah tayangan sampai mereka menjadi merasa jenuh kemudian berpindah ke tayangan yang lain. EYK menyesuiakan capaian yang sesuai.

Para penggemar dapat menonton video dalam enam kategori setiap minggu, mulai dari “K Crunch Indie Segment” yang memperkenalkan Korean indie music setiap hari Minggu sampai “Wonderful Treasure Find Korea (WTF)” yang disajikan setiap hari Sabtu yang memperkenalkan produk yang tidak biasa dan benda-benda yang mereka temukan, misalnya penghangat kaki Hello Kitty atau gelas soju yang terukir tanda untuk mencampur dengan perbandingan terbaik antara soju dan bir untuk menciptakan somaek gelas yang sem-purna. Video YouTube pendek tetapi kuat serta situs yang menyajikan sesuatu yang lebih mendalam.

Reputasi InternasionalSetelah 7 tahun, jumlah penggemar mereka bertam-

bah banyak. Mereka pergi ke luar negeri beberapa kali untuk menyelenggarakan acara: dua kali ke Eropa, Aus-tralia, Singapura dan beberapa negara lagi. Mereka pun merencanakan untuk bepergian ke Amerika.

“Kami terharu dan juga bingung,” kata Simon. “Ada orang-orang yang menunggu dengan antre sangat pan-jang ketika kami menyelenggarakan suatu acara. Pada tahun lalu kami pernah membuka studio selama sehari sebelum kami membuka kafe dan seorang datang dari Australia untuk berkunjung ke acara kami itu. Katanya dia tidak sempat mengikuti acara kami yang diseleng-garakan di Melbourne saat kami berkunjung ke Aus-tralia, maka dia memutuskan untuk berkunjung ke tempat kami kali itu. ”

Memang hal tersebut merupakan sesuatu yang mengagetkan tetapi pada sisi lain dapat dikatakan sang- atlah wajar jika melihat apa yang disajikan mereka kepada para penggemar selama mereka ada di luar negeri. “Kami lupa bahwa kami sudah membuat video selama 7 tahun di Korea, “ kata Martina. “ Para penon-ton bertumbuh bersama dengan video yang kami buat. Mereka mengawali sejak SMA hingga men-jadi mahasiswa perguruan tinggi sambil menyaksikan

1. Simon dan Martina menikmati seluncur air di taman air, tempat liburan musim panas favorit bagi orang Korea, dan menjelaskan bagaimana cara menghindari musim panas tanpa harus meninggalkan tengah kota.

2. Simon dan Martina menguraikan mengenai bahan dan rasa dingin hidangan mie naengmyeon, hidangan spesial musim panas di Korea.

Page 39: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 39SENI & BUDAYA KOREA 39

1 2

Page 40: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

40 KOREANA Musim Semi 2015

perkembangan dan perubahan kami. “Jadi dapat dikatakan hampir seperti ‘Reality TV Show.’ Orang-orang menonton kami bersusah-payah mengenali Korea, mengamati hal-hal yang tak kami mengerti asalnya; saya membenci susu pisang dan “soseji” (industri keju-daging-gunge yang dipadatkan dibungkus plastik dan dipasarkan dengan sebutan sosis) dan odeng (kue ikan rebus) yang dijual di kios Tteokbokki. Namun lima tahun kemudian kami menjadi sangat mencintainya dengan berkata, ‘Mereka adalah makanan-makanan yang paling enak di antara sejumlah makanan yang pernah kami makan!’ Maka orang-orang menonton perubahan kami yang seperti itu. Dari gaya rambut dan berat badan kami, semua telah berubah.”

Simon menambahkan bahwa media on-line mampu memba-ngun hubungan yang lebih dekat dengan penonton: “Kamera tepat berada di depan wajah kita, kita pun memandang lensa, berbicara dengan banyak orang, kita sapa nama mereka dalam banyak video kami. Kami mengobrol dengan hidup, terasa ada rasa persahabatan yang kuat yang tak dijumpai dalam media tradisional.”

“Yang paling aneh ketika mengunjungi kampung halaman sen-diri, karena acara diselenggarakan di Universitas Toronto, tem- pat kami diwisuda dulu,” kata Martina. “Di ruang yang sama de-ngan saat berkuliah dulu bertemu orang-orang yang mendengarkan ceramah kami di atas panggung. Sungguh membingungkan. Orang tua kami datang, dan ibu bapa Simon menangis, air matanya menetes pada barisan depan. “

Siapa yang Makan Kimchi EYK?Orang asing sering muncul di media Korea hanya karena mereka

itu asing. Jika mereka bisa berbahasa Korea, dampak rasa heran dan kagum yang berlebihan mempebesar peluang mereka men-jadi selebriti besar hingga mereka tertangkap karena terlibat skan-dal hubungan di luar nikah atau merujuk Laut Timur sebagai “Laut Jepang.” Namun, mengamati Simon dan Martina, yang terjadi jus-tru bertolak belakang dengan kategori stereotip ini. “Tentu pen-dengar kami 98 % berada di luar Korea,” kata Simon. “75 % adalah perempuan, dan persentase terbesar pada usia dewasa antara 20 dan 29 tahun, diikuti oleh 13 sampai 18. 35 % dari Amerika Serikat, 10 persen dari Kanada, 9 persen dari Inggris, dan banyak dari Asia Tenggara.” Banyak penggemar mereka ternyata etnis Korea yang tinggal di kota-kota kecil di Amerika, yang merasa teriso-lasi dari budaya nenek moyang mereka yang mengagumkan untuk menemukan pasangan Kanada yang tanpa hambatan bisa akrab dengan budaya itu.

Sesungguhnya di dunia ada banyak orang yang bersusah payah mendaki dinding marmar yang licin, yang bernama reputasi supaya menjadi selebriti atau orang yang terkenal. Dibandingkan dengan orang-orang yang seperti itu, Martina dan Simon menjadi terkenal berkat jumlah penggemar mereka yang terus meningkat. Ketika mereka berusaha untuk mengumpulkan dana sejumlah 40.000 dolar untuk membuat studio dengan menawarkan usulan kepada situs Indiegogo pada tahun 2012, mereka dapat memperoleh dana itu dalam 7 jam. “Kami mulai hal itu pada malam hari sebelum kami tidur kemudian esok pagi kami menemukan tujuan kami telah dicapai,” kata Martina. Studio tempat mereka diwawancarai sam-

bil duduk di atas beanbags yang besar di dalamnya terlihat sebagai perwujudan dari isi yang ada di dalam on-line EYK. Dilihat dari luar-nya studio mereka terasa agak artificial seperti kumis palsu yang berwarna-warni, tetapi sebenarnya penuh dengan ide yang sang-at kreatif. Di dalamnya ada kamar tidur yang dihiasi dengan galaksi yang berbintang, sebuah meja yang dipakai dengan berdiri (Mereka berkata bahwa hanya duduk saja tidak baik untuk kesehatan. Itu seperti merokok), dan juga ditemukan dinding yang bertuliskan nama-mana donatur Indiegogo EYK. Kamar yang lain penuh de-ngan barang-barang yang dijual di toko on-line EYK dan pada din-ding-dinding ditempel kado-kado dan surat-surat dari para pengge-mar mereka.

Mendapat Dana BantuanMobil EYK yang ada di tempat parkir belakang juga merupakan

petunjuk yang memperlihatkan evolusi EYK. Mobil yang beroper-asi sejak bulan Mei 2014 merupakan pemberian KIA Motors. Mereka memohon dana bantuan kepada KIA Motors selama lebih setahun dan mobil itu adalah hasilnya. “Hal itu sangat mengagumkan karena sebuah konglomerat menghargai usaha kami,” kata Martina. “Blog-gers dan YouTubers masih belum dihargai di Korea, berbeda dengan negara-negara lain. Bloggers dan YouTubers tidak dianggap sebagai perusahaan yang formal di sini sehingga mereka mengalami kesu-litan dalam mendapat dana bantuan. ” Mobil yang diberi KIA sering muncul dalam tayang video mereka dan mobil itu mengantar para tokoh video berjalan-jalan ke mana-mana. “Kami mengirim semua video kami yang memperlihatkan mobil KIA ini muncul di dalamnya kepada KIA Motors. Mereka sangat puas dengan cara kami mempro-mosikan mobil ini,” lanjut Martina. “Kami tidak mengikuti cara peng-iklanan yang stereotipe, yaitu cara yang hanya memperkenalkan ciri-ciri barang dengan memuji kualitas barang. ”

Ada juga petunjuk lain, yang memperihatkan apa yang dicapai mereka sejauh ini dalam sejarah EYK. Itu adalah You Are Here Café yang dibuka pada tahun lalu. Kafe itu terletak di tempat yang tidak jauh dari studio mereka. Di dalam menu kafe itu ada beberapa yang diciptakan oleh Simon dan Martina sendiri, misalnya milkshakes, zuc-chini brownies, dan powerballs.” Yang paling menarik adalah video booth yang dipasang di dalam kafe. Di sana para pengunjung dapat berbincang-bincang dengan bebas dan perbincangan mengenai ber-bagai isu yang ambigu baik dalam bahasa Korea maupun dalam bahasa Inggris dapat direkam. Di sana selalu tersedia penerjemah sukarelawan yang membuat teks video.

Masa DepanEmpat tahun yang lalu Simon dan Martina telah mengarahkan

perhatian mereka terhadap Jepang sebagai sumber untuk petua-langan mereka yang baru. Namun, karena mereka menjadi ter-kenal mendadak di Korea, mereka terpaksa menunda petualangan mereka ke Jepang. Akan tetapi pada akhirnya setelah diwawancarai oleh majalah Koreana, mereka berangkat ke Jepang. Popularitas video mereka di Eropa membuktikan bahwa banyak penggemar mereka setelah ditayangkannya tentang mereka, dan belum tentu berhubungan dengan Korea. “Saya kaget sekali,” kata Martina.

Page 41: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 41

“Jadi dapat dikatakan hampir seperti ‘Reality TV Show.’ Orang-orang menon-ton kami bersusah-payah mengenali Korea, mengamati hal-hal yang tak kami mengerti asalnya; saya membenci susu pisang dan “soseji” (industri keju-daging-gunge yang dipadatkan dibungkus plastik dan dipasarkan dengan sebutan sosis) dan odeng (kue ikan rebus) yang dijual di kios Tteokbokki. Namun lima tahun kemudian kami menjadi sangat mencintainya dengan berkata, ‘Mereka adalah makanan-makanan yang paling enak di antara sejumlah makanan yang pernah kami makan!’ Maka orang-orang menonton perubahan kami yang seperti itu. ”

Martina memperlihatkan bagaimana cara membuat kimchi dengan melakukannya sendiri saat berkunjung bersama keluarga Korea.

Bagaimana tujuh tahun terakhir mampu mengubah mereka? “Saya rindu kepolosan dan spontanitas saya masa lalu,” kata Simon. “Hari-hari ini, kami harus berpi- kir lebih banyak tentang segala sesuatu yang kami unggah, dan bagaimana hal itu akan dinikmati oleh lebih banyak orang. Banyak hal yang tidak terasa baru dan segar. “

Tapi hal itu bukan berarti kekeringan ide. “Kami memiliki dua penyunting video, tapi kita masih mem-

butuhkan lebih banyak lagi,” kata Simon. “Kami memi-liki begitu banyak yang ingin kami lakukan. Saya hanya berharap kami memiliki lebih banyak waktu.” De- ngan jadwal mingguan yang padat, mereka terus-mene- rus memperlihatkan inspirasi yang kuat dengan men-cari sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kesuksesan Eat Your Kimchi akan berlangsung terus untuk masa depan.

Page 42: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

42 KOREANA Musim Semi 2015

Page 43: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 43

DI ATAS JALAN

Lagu Kehidupan Terdengar Nyaring di

Daratan itu dikelilingi teluk. Dan, siapa pun yang datang ke tepi teluk tak akan bisa ke mana-mana lagi. Namun, bagi kapal ikan, inilah titik mula keberangkatan mereka. Menarik, bukan? Ketika jalan seakan berakhir bagi langkah kaki, perjalanan kembali bermula dari awal lagi.

Gwak Jae-gu PenyairLee Han-koo Fotografer

Page 44: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

44 KOREANA Musim Semi 2015

1. Geomundo merupakan bagian dari Taman Nasional Maritim, terletak 114, 7 km di sebelah selatan Pelabuhan Yeosu di Provinsi Jeolla Selatan. Feri yang pulang-pergi mengangkut ikat antar desa nelayan di pulau-pulau timur dan barat (Dongdo dan Seodo) merupakan sarana penting transportasi bagi warga pulau.

2. Memancing makerel (jenis ikan air tawar) adalah kegiatan utama nelayan Geomundo. Wisatawan yang pergi ke pulau bisa mencicipi makarel mentah segar atau makarel panggang dalam saus.

3. “Geomundo Boat Song” merupakan Properti Budaya Provinsi Jeolla Selatan No 1 yang tak teraba tetapi penting, adalah lagu karya seorang nelayan yang mencerminkan kehidupan yang sulit dn suka duka mereka.

Sepuluh tahun yang lalu, ketika memasuki usia pertengahan empatpuluhan, saya menghabiskan waktu berkelana dari satu desa di pesisir pantai ke desa lainnya. Jika saya tak dapat

menemukan tempat bermalam, saya singgah di balai desa dan ber-tanya pada tetua desa apakah saya bisa menghabiskan malam di sana. Mereka menjawab tanpa ragu, “Tentu saja. Silakan.” Mereka tersenyum dan mengulurkan tangan mengajak bersalaman, dan saya bisa merasakan tangan mereka—tangan seseorang yang meng- habiskan sepanjang usianya bekerja di kota, dari pabrik hingga pasar dan kembali ke kampung halaman, atau tangan seseorang yang menganggap desa sebagai pusat alam semesta, sudah ber-anjak tua dan keriput, yang memancing dan mengumpulkan rum-put laut sebagai mata pencaharian. Tangan itu kasar dan kuat tapi hangat, yang merupakan gambaran kesedihan dan kerinduan, mimpi dan keputusasaan yang dialami dalam hidupnya.

Ketika saya terdampar dari sebuah desa ke desa selanjutnya, kaki saya akan selalu mengajak saya ke pelabuhan. Ketika saya melihat kapal ikan membelah laut, menuju ke suatu tempat dengan mesinnya yang menderu, saya sedih. Namun, ketika melihat kapal itu tiba saat matahari tenggelam, saya kembali merasa bahagia.

Tiga Pulau Merengkuh LautanKetika berada di atas kapal dari Yeosu ke Geomundo (Pulau

Geomun), jantung saya berdetak cepat. Yeosu adalah kota pela-buhan dengan populasi sekitar 300.000 orang. Pada tahun 2012, kota ini menjadi tuan rumah Pameran Maritim Internasional. Yeosu adalah kota dengan kecantikan alami. Pada tahun yang sama saya menyusuri desa-desa kecil di pesisir pantai Yeosu dengan bebe-rapa teman dari Eropa. Di antara mereka adalah Eric, dari kota Nice di Perancis. Ia adalah seorang pilot pesawat ringan. Ia menjadi pilot karena sangat mencintai pesisir pantai di kampung halaman-nya, Nice, dan ingin selalu bisa menikmati pemandangan garis pan-tai sepanjang hidupnya. Ketika melewati desa Gajeong-ri ia berkata, “Laut di sini sama dengan di Nice, sebelum kota itu tercemar oleh peradaban manusia.”

Geomundo adalah taman nasional maritim, sekitar 114,7 km dari pelabuhan Yeosu. Taman nasional ini meliputi tiga pulau—Dongdo, Seodo, dan Godo—yang terletak melingkar meyerupai telur. Perairan di sekitar pulau-pulau itu disebut Donaehae, yang pantainya meng-hubungkan desa-desa di pulau itu. Tebing di bagian luar pulau membentengi ombak yang ganas, membuat air di dalamnya sa-ngat tenang sehingga dulu orang menyebutnya Samho, yang berarti “danau yang terbentuk dari tiga pulau.” Geomundo menjadi terkenal di dunia karena disebut dalam catatan perjalanan kapal perang Ing-gris Samarang pada tahun 1845. Orang-orang Inggris menyebut pelabuhan yang sangat menyenangkan ini dengan Port Hamilton, sesuai dengan nama sekretaris Angkatan Laut, Kapten Hamilton.

Pada saat itu, Dinasti Qing juga tertarik pada pulau itu. Kapal perang Cina datang dengan dikomandani oleh Laksamana Ding Ruchang. Orang-orang Cina, yang sangat menyukai komunikasi tulis, menuliskannya dalam tiga karakter “菊花發” (“bunga krisan yang sedang mekar”) namun tak seorang pun bisa membacanya. Lalu warga desa membawa kertas itu kepada seorang yang terpela-

1

Page 45: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 45

32

Page 46: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

46 KOREANA Musim Semi 2015

jar di pulau itu. Ia menyuruh warga memberi hadiah kepada orang-orang Cina itu sekotak buah kesemek kering. Orang-orang Cina itu datang ke Geomundo pada musim gugur, ketika pulau itu diseli-muti bunga krisan yang sedang mekar sempurna. Mereka menga- takan, “Bunga krisan mekar dengan cantiknya di seluruh pulau,” dan orang terpelajar ini terbawa perasaan hingga ia memberi ha-diah buah kesemek kering. Ia dan anak buah laksamana berko-munikassi secara tertulis dan mereka sangat terkesan. Mereka menyebut pulau itu Geomundo, yang artinya “pulau orang terpela-jar.” Sebelumnya, orang-orang Cina menyebutnya Geomado, yang berarti “pulau yang dikelilingi oleh batuan raksasa.” Nama orang terpelajar itu adalah Kim Yu.

Pada tanggal 5 April 1885, Geomundo diduduki oleh tiga kapal laut kerajaan Inggris dan bendera Inggris dikibarkan di seluruh pulau. Armada Inggris mendirikan kamp, membangun pelabuhan dan memasang instalasi listrik. Melalui proyek ini, warga Geo- mundo menjadi orang Korea pertama di luar istana kerajaan Gyeong- bokgung yang menggunakan fasilitas listrik dan menyaksikan datangnya modernisasi. Meski Inggris mengklaim bahwa penduduk- an pulau itu ada kaitannya dengan persiapan perang dengan Rusia, hal itu tetap merupakan pelanggaran hukum internasional. Geo- mundo terjebak di tengah perebutan kekuatan besar di akhir abad 19. Meski begitu, pengadilan Joseon tidak punya kekuatan untuk mela-wan pendudukan ilegal ini. Inggris akhirnya meninggalkan Korea pada tahun 1887, setelah menerima jaminan bahwa Rusia tidak akan masuk ke Geomundo. Yang tertinggal di pulau itu hanyalah kuburan tiga tentara angkatan laut Inggris yang meninggal di sana.

Putri Duyung Sinjikki, Pelindung Nelayan GeomundoSegera setelah meletakkan tas di penginapan di desa pesisir

di Geomun-ri, saya pergi menyusuri Seodo. Sebagai pulau paling besar di antara ketiga pulau itu, Seodo punya dua mercusuar, yaitu Noksan di sebelah utara dan Geomundo di sebelah selatan. Jalan dari satu mercusuar ke mercusuar lainnya melewati desa Seodo-ri, Byeonchon-ri dan Deokchon-ri. Ketika berjalan melewati desa-desa

1. Jalan setapak sepanjang 1km menuju mercu suar Noksan di ujung utara Seodo, pulau Barat, adalah jalan yang membentang di dataran yang luas dan diperhitungkan sebagai salah satu daya tarik dari tur jalan kaki di Geomundo.

2. Pada bulan Februari ketika kamelia penuh bermekaran, jalan menuju Mt. Suwol di Seodo diselimuti karpet tebal bunga kamelia yang telah berjatuhan hampir semuanya dari pohon.

2

Saya sangat menyukai menikmati malam hari di desa kecil di pinggir pantai di sebuah rumah dengan jendela terbuka sambil mendengarkan suara ombak. Siang atau malam, musim semi, musim panas, musim gugur atau musim dingin yang menggigit sekalipun — saya selalu tidur dengan jendela terbuka sambil mendengarkan suara ombak. Rumah itu bukan rumah khas Korea, yang biasanya punya lantai yang berpemanas yang disebut ondol.

1

Page 47: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 47

yang padat penduduk, pesisir pantai dan pegunungan, semua urus-an dunia seakan terlupakan.

Sepanjang jalur ke mercusuar Noksan di sana sini ada lahan yang ditutupi sesuatu yang nampak seperti jaring berwarna hijau. Saya bertanya kepada seorang perempuan yang bekerja di situ, dan ia menjawab bahwa yang menyerupai jaring hijau itu adalah “tanaman angin laut.” Tanaman ini khas Geomundo, yang tumbuh di laut. Warga desa memasaknya dalam sup dan memakai daun segar atau daun yang sudah dikeringkan sebagai teh.

Sebelum naik ke mercusuar, di taman saya melihat patung putri duyung yang disebut Sinjikki atau Sinjikke. Legenda mengatakan putri duyung Geomundo berkulit putih dan berambut hitam pan-jang dan muncul pada saat bulan purnama atau di saat fajar me-nyingsing. Ia melempar batu ke arah tebing atau membuat suara-suara lain, untuk memandu para nelayan menjauh dari karang dan menyelamatkan mereka dari angin puyuh. Suatu hal yang wajar

bahwa di pulau yang jauh dari dataran utama hidup sebuah legenda tentang putri duyung.

Novelis Han Chang-hun, yang lahir di Geomundo dan meng-habiskan masa kecilnya di sana, menulis sebuah buku ber-judul Kadang-kadang Laut Memandang Bayangan Pulau, yang melukiskan pemandangan dari masa remajanya dan menciptakan sensasi dengan cerita hantu yang ia dengar dari teman-temannya. Pada suatu malam gelap gulita, seorang temannya pergi meman-cing di lereng berbatu di sisi pulau ketika ia merasakan sesuatu menarik kailnya. Ia menarik kailnya dan melihat apa yang didapat-nya. Ternyata ada seorang perempuan dengan mata kail di mulut-nya, dan ia memandang ke arahnya. Perempuan itu mendekat dan menyerangnya. Ia melawan sekuat tenaga, namun perempuan itu sangat kuat. Han tak pernah sedetikpun meragukan temannya itu. Ia seorang laki-laki jujur yang tak mengenyam pendidikan for-mal dan tak pernah berbohong. Kisah tentang putri duyung Sinjik-

Page 48: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

48 KOREANA Musim Semi 2015

ki adalah mimpi indah tentang hidup, dan kisah hantu berpakaian berkabung serba putih yang muncul di ujung kail adalah kisah real-istis tentang bertahan hidup.

Jalan menuju mercusuar Geomundo, melewati “tebing naga” dan “batu abadi.” Di pesisir ada hutan yang dipenuhi bunga kamelia. Jalan di hutan itu nampak seperti sebuah gua dan kadang-kadang seperti terowongan. Masyarakat menyebut jalur ini “jalan cinta”, yang memuaskan pasangan yang sedang dimabuk cinta, saling ber-pegang tangan sepanjang jalan yang ditumbuhi bunga kamelia.

1. Bagian dalam laut di Geomundo dikelilingi dan dilindungi dari angin dan gelombang oleh tiga pulau dan karenanya airnya terkesan lembut dan sangat damai.

2. Geomundo merupakan wilayah kecil dengan jumlah penduduk sekitar 1.400 (atau 590 KK). Sangat menghangatkan hati ketika melihat penduduk desa menyambut wisatawan asing dengan senyum lembut.

1

2

Jalan hutan itu semarak dengan bunga kamelia merah dan nyanyi-an burung yang terbang menembus hutan. Itu adalah pertanda sesuatu yang indah ada di depan, yaitu mercusuar di ujung jalan. Mercusuar itu menerangi laut di sekitarnya. Kapal yang terse-sat kembali ke jalurnya setelah melihat cahaya dari mercusuar itu. Mercusuar Geomundo dibuka pada tahun 1905 dan sudah berhenti beroperasi, sementara mercusuar baru setinggi 33 meter dibang-un di sebelahnya dan menebarkan cahaya. Serat optik dinyalakan setiap 15 detik dan bisa dilihat dari jarak 42 km.

Suara Ombak Bagaikan Ninabobo Seorang IbuKetika matahari terbenam saya menikmati malam di sebuah

rumah kecil di pinggir pantai. Ada satu syarat saat saya memilih peng-inapan, yaitu harus ada jendela yang menghadap laut, tak peduli besar atau kecil. Saya sangat menikmati malam di sebuah desa kecil di pesisir pantai di sebuah rumah dengan jendela terbuka karena saya ingin mendengarkan suara ombak. Siang atau malam, musim semi, musim panas, musim gugur atau musim dingin yang meng-gigit—saya selalu tidur dengan jendela terbuka sambil mendengarkan suara ombak. Bukan rumah khas Korea, yang biasanya punya lan-tai dengan pemanas yang disebut ondol. Bagi saya, suara ombak se- perti suara ninabobo yang dinyanyikan ibu saya. Ombak itu menyanyikan lagu ninabobo, yang menjadi bagian dari tubuh saya seperti DNA, dan menghadirkan kenangan hangat tentang ibu membuai saya di pang-kuannya dan menyanyi dengan lembut. Barangkali begitu juga bagi orang lain. Mereka yang mengingat lagu ninabobo adalah mereka yang merawat mimpi untuk waktu yang lama. Geomundo adalah sebuah dunia yang dipenuhi oleh orang-orang semacam ini, dan akan tetap menjadi tempat yang hangat dan damai untuk jangka waktu yang sang- at lama.

Page 49: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 49

Sungguh suatu keberuntungan bagi saya bertemu band amatir Geomun-ri di balai desa. Nama band yang dibentuk tahun lalu ini berarti “mercusuar.” Meski belum punya prestrasi gemilang, mereka tetap berlatih sekeras band yang sudah mapan. Apa yang membuatnya spesial adalah seluruh anggotanya yang berjumlah 13 orang adalah warga desa yang punya pekerjaan baik tapi masih meluangkan waktu berlatih di malam hari dan mengejar mimpi mereka.

“K” adalah pemimpin band sekaligus penabuh drum dalam band itu. Ia seorang arsitek dan desainer, yang membangun gedung di pulau itu dan mendekorasi interiornya. Ia ingin menjadi penabuh drum sejak SMP dan kini mimpinya menjadi kenyataan. “P” adalah penyanyi dan di usianya yang ke-42, menjadi bintang band itu. Di siang hari ia menjadi sopir taksi di salah satu dari dua perusahaan taksi di Geomundo. Di sesi latihan, ia membawakan lagu-lagu favorit seperti “Let’s Go Travelling” yang dinyanyikan Cho Yong-pil (Cho Yong-pil) dan “Raguyo” (Kang San-ae). Ia mendapatkan sambutan luar biasa dari penggemarnya. “Y” adalah pemilik penginapan dan pemain bass. Setelah beberapa kali bisnisnya di dataran utama gagal, ia menderita depresi berat. Namun, setelah tiga tahun tinggal di Geomundo, kesehatannya kembali pulih. Ia merengkuh hidupnya sekali lagi, berkat angin, cahaya matahari dan ombak di pulau itu. “J” adalah peniup saksofon yang sangat fantastik. Ia menjadi tentara selama 32 tahun, dan pengalaman serta kedisiplinannya menjadi bagian dari musiknya.

Obrolan saya dengan pemain gitar “T” sangat hangat. Ia bekerja di sebuah kantor di Yeosu dan sedang mengunjungi kampung halamannya. Ia mengatakan bahwa 26 tahun yang lalu ketika

masih menjadi tentara, ibunya mengirim surat. Ibunya menuliskan sebuah puisi—salah satu puisi saya. Lalu ia mencari nama saya dan melalui ujung kenangan orang lain, kami berjabat tangan. Ibunya adalah pencinta buku sejak masih sekolah. Perempuan itu membaca puisi sepanjang malam dan dari semua yang sudah dibacanya ia memilih satu puisi, menuliskan dan mengirimkan kepada anak lelakinya. Ia ingat, ibunya satu tahun lebih muda dari usianya kini saat menulis surat itu.

Malam itu, saya kembali ke kamar, membuka jendela lebar-lebar dan berbaring. Suara ombak terdengar lembut seperti suara ibu saya menyanyikan lagu ninabobo. Mata saya sulit terpejam karena akan bertemu ibu T esok harinya. Saya sudah menghabiskan lebih dari 40 tahun menulis puisi. Tentu saya selalu berharap bahwa puisi yang saya tulis itu menyejukkan jiwa, tapi jika Anda bertanya bagaimana makna puisi itu bagi saya, saya tak dapat menjawabnya. Esok saya akan tanyakan kepada perempuan itu, puisi mana yang dituliskan untuk anak lelakinya itu. Setelah tahu bahwa salah satu puisi saya menjadi makanan jiwa seseorang membuat saya merasa 40 tahun ini bukanlah sesuatu yang sia-sia.

Saya naik kapal ke Seodo dan bicara dengan ibunda T melalui telepon. “Ini Gwak Jae-gu, penulis puisi. Bolehkah saya bertemu Anda?” Saya bicara sepenuh hati. Lalu ia menjawab: “Sekarang saya sudah jadi seorang nenek. Ketika muda, saya sangat menyukai puisi. Tapi kini saya menghabiskan hari-hari saya mengambil “tanaman angin laut” dan mengumpulkan rumput laut. Saya sudah tua dan merasa malu. Saya tak bisa menemui Anda.” Saya terpaku. Saya tak bisa menemui ibunda T hari itu. Lebih baik saya ikuti saja keinginannya.

Band Amatir Deungdae dan Seorang Ibu yang Menyukai Puisi

Terminal Yeosu ke GeomundoFerry dari terminal Yeosu ke Geomundo berangkat dua kali yaitu pukul 7:40 pagi dan 1:10 siang. Ferry pergi-pulang dari termin-al Yeosu berangkat pukul 10:30 pagi dan 3:50 sore. Perjalanan ini memakan waktu 1 jam 26 menit sekali jalan. Biaya perjalanan pergi-pulang 72.000 won. Waktu keberangkatan bisa berubah tergan-tung keadaan cuaca. Sebaiknya hubungi ter-minal Yeosu (nomor utama 1666-0920) dan cek sebelumnya. Tidak ada layanan khusus untuk turis asing, tapi informassi umum men-genai Geomundo bisa didapatkan di situs Kota Yeosu (ystour.kr) dalam bahasa Inggris, China, Jepang dan Perancis.

Dari Seoul ke YeosuMobil Perjalanan dari Seoul ke Yeosu memakan waktu sekitar 4 jam dengan mobil. Bus express dari terminal Central City di Banpo-dong, Seoul, memakan waktu sekitar 4 jam 15 menit, dengan bus yang berangkat setiap seten-gah jam dari pukul 5:30 pagi (hticket.co.kr). Ong-kosnya 20.700 won untuk bus biasa dan 30.800 won untuk bus eksekutif.Kereta Kereta KTX yang berkecepatan tinggi dari stasiun Yongsan ke stasiun Yeosu Expo ber-operasi sembilan kali sehari dengan interval setiap dua jam. Perjalanan ini memakan waktu 3 jam 40 menit. Untuk keterangan lebih lengkap, cek situs korail.com.Pesawat Pesawat Korean Air (koreanair.com) dan Asiana (flyasiana.com) beroperasi dari Gimpo ke Yeosu. Jadwal penerbangan tiga atau empat kali sehari dan harganya bervariasi setiap harinya. Para pelancong disarankan melihat jadwal penerbangan dan melakukan reservasi melalui situs perusahaan penerbangan tersebut.

Jalan Menuju Pulau Indah Geomundo

SeoulYongsan Station

KimpoInternational

Airport

Yeosu Airport Yeosu EXPO StationYeosu

Geomundo

Jejudo Pesawat KA Ekspres Jalan Tol

SeoulYongsan Station

KimpoInternational

Airport SeoulYongsan Station

KimpoInternational

Airport

Yeosu Ferry Terminal

Yeosu

Geomundo

Jejudo

Kapal

Page 50: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

50 KOREANA Musim Semi 2015

Ibu saya sering menyuruh saya untuk membeli bahan masakan di toko ketika saya masih kecil. Saya kira itulah sebabnya mengapa saya menjadi

seorang koki. Memasak dimulai dari mencari bahan masakan yang diperlukan dan menimbang berbagai hal yang berkenaan dengan bahan masakan, misalnya apa itu bahan masakan yang bagus, apakah harga bahan masakan tertentu layak atau tidak. Saya belajar sejumlah hal tersebut dari pengalaman masa kecil saya.

Saya sangat gembira kalau disuruh ibu saya untuk membeli gim(rumput laut). Saya membeli bayam, wortel, danmuji, sosis dan dua cheops (cheop adalah paket sepuluh helai gim) gim dengan membayangkan betapa menyenangkan gimbap yang akan dibuat esok. Dalam perjalanan pulang, saya berani mencicipi sehelai gim. Pada waktu itu, gim merupakan bahan masakan yang cukup mahal harganya dan bahkan yang sulit ditemukan. Maka, makan gim men-tah pun terasa sangat enak bagi saya. Gim yang tertempel di tangan saya yang berkeringat membawa aroma laut yang menyengat.

Masakan Kotak Terbaik Ketika PiknikPagi-pagi pada hari piknik sekolah, ibu saya mulai menanak nasi

untuk gimbap. Jika nasi terlalu kering, gimbap tidak saling lengket, dan jika nasi terlalu lembek, gimbap kehilangan bentuknya, jadi dia mengambil sungguh berhati-hati dalam memasak nasi. Lalu dibum- bui dengan garam dan sedikit cuka untuk mencegah agar nasi tidak basi selama sehari, nasi yang sudah dimasak dengan benar itu siap untuk gimbap. Langkah selanjutnya adalah persiapan meng-isi bagian dalam. Ibu sudah mempersiapkan segalanya sekitar jam empat atau lima pagi. Aroma telur dadar, bayam, dan wortel yang digoreng membangunkan seluruh keluarga kami. Kami sekeluarga

menonton ibu yang membuat gimbap.Tontonan yang paling asyik adalah saat dia

menggulung gimbap. Ibu saya menaruh gim di bal (tatakan bambu), kemudian membentangkan nasi yang

telah dibumbui. Setelah itu, dia menaruh bahan isi gimbap dengan rapi dan menggulungnya. Penggulungan itu tidak boleh ter-lalu kuat ataupun terlalu lemah. Memotong gimbap pun bukan hal yang mudah. Jika tidak dipotong dengan baik, gim menjadi sobek dan isinya keluar. Kejadian tersebut dikatakan sebagai “sisi yang pecah”. Ungkapan tersebut sering digunakan orang Korea sebagai humor untuk mengekpresikan rasa bingung ketika sebuah situasi yang terjadi, yang tidak pernah dibayangkan. Memotongnya harus secara hati-hati, dengan memakai pisau baja yang dibasahi ter-us-menerus. Ibuku memiliki kecenderungan ‘tangan besar’ dan memotong gimbap menjadi potongan-potongan besar, yang mas-ing-masing terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam mulut saya sekaligus.

Jika turun hujan pada hari piknik, saya terpaksa makan gimbap di dalam kelas atau aula sekolah. Jika hal itu terjadi gimbap terasa sangat kurang enak karena tidak ada harum rumput dan sinar cahaya matahari bulan Mei.

gimbap dalam Keanekaragaman Rasa dan BentuknyaSebuah kamus mendefinisikan gimbap sebagai “hidangan Korea

yang berupa nasi dan sayuran yang digulung dalam lembaran rum-put laut.” gimbap dapat memiliki aneka rasa yang berbeda bergan-tung pada bahan isiannya antara lain kimchi, ikan tuna, keju, ikan teri, dan sayuran acar. Saat ini gimbap memiliki begitu banyak jenis, bentuk, dan ukuran, seperti gimbap segitiga, gimbap kecil untuk anak-anak, atau gimbap telanjang yang nasinya tampak di luar. Ada

KENIKMATAN GOURMET

Dari gimbap yang terkenang di masa kanak-kanak buatan ibu untuk piknik sekolah sampai gimbap seharga 1 do-lar sebagai makanan untuk orang berkantong tipis, bahkan sampai gimbap premium yang berharga tinggi dalam tren yang membahagiakan, mari kita mengenal lebih dalam tentang gimbap, salah satu makanan Korea yang pa-ling digemari dalam sejarah dan keragaman rasa dan harga.

Park Chan-il KokiLim Hark-hyoun Fotografer

Masakan Paling Populer dan Istimewa

Gimbap

Page 51: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 51KOREAN CULTURE & ARTS 51

Gimbap adalah hidangan nasi dan sayuran yang digulung dalam selembar rumput laut. hidangan ini dapat memiliki rasa yang berbeda berdasarkan bahan yang diisikan antara lain: kimchi, ikan tuna, keju, ikan teri, dan sayuran acar.

© B

arud

a K

im S

unse

ng

Page 52: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

52 KOREANA Musim Semi 2015

1. Sangat menyenangkan menonton proses pembuatan Gimbap. Pertunjukan terbaik adalah proses menggulirkan Gimbap menggunakan tikar bambu setelah menata isian yang telah disiapkan dengan berbagai warna ke tengah-tengah lapisan nasi, yang bisa merangsang nafsu makan.

2. Gimbap premium baru, memecahkan stereotip Gimbap sebagai hidangan khusus orang miskin selama ini, semakin populer di kalangan anak muda dengan sajian rasa yang berbeda saat dinikmati dalam suasana yang menyenangkan.

juga gimbap lokal yang populer secara nasional, Chungmu gimbap, yang berasal Chumgmu (sekarang Tongyeong) di propinsi Gyeong- sang Selatan. gimbap ini dibuat hanya dari nasi saja dibungkus gim dan disajikan dengan ggakdugi (kimchi lobak yang dipotong sep-erti dadu) dan cumi-cumi pedas di dalamnya. Konon masakan tersebut dibuat secara sederhana tanpa ramuan tambahan agar tidak memperburuk kerja nelayan yang waktu makannya tak dapat diduga.

Apakah gimbap berasal dari Jepang atau Korea sendiri itu masih menjadi perdebatan. Beberapa orang menyatakan bahwa gimbap berasal dari masakan makizushi atau futomaki, makanan Jepang selama masa penjajahan Jepang atau saat pelabuhan Korea mem-buka diri terhadap orang Jepang (abad akhir kesembilan belas). Sementara itu, beberapa orang membantah pernyataan tersebut dengan menunjukkan bahwa orang Korea sudah makan rumput laut (gim) sejak dahulu dan membungkus nasi (bap) dengan lem-baran rumput laut yang kering sebagai makanan merupakan hal yang wajar.

Doktor Jeong Mun-gi peraih gelar doktor pertama kali di Korea pada bidang studi hasil laut menulis di dalam bukunya yang ber-judul “Hasil Laut di Era Kerajaan Joseon” bahwa sejarah gim di

Joseon dimulai sejak dua ratus tahun yang lalu saat gim ditemu-kan pertama kali di bangryeom, peralatan untuk menangkap ikan di rancang didirikan di laut pulau Wando di Provinsi Jeolla Selatan. Sejak saat itu dibudidayakan. Terlepas dari mana gimbap beras-al, pertanian gim itu sendiri sungguh asli Korea. Bahkan lebih awal daripada catatan Jeong tentang asal gim, sebuah catatan yang diu-kir di monumen peringatan dari 1640-an untuk seorang sarjana yang bernama Kim Yeo-ik pada masa kerajaan Joseon menyatakan “ Dia, sebagai seorang prajurit selama Perang Manchu Kedua pada tahun 1636, mengusahakan gim untuk menghidupi orang-orang kampung.” Gim juga diperkenalkan dalam Geografi Provinsi Gyeo-ngsang yang dibuat pada zaman Raja Sejong (1418-1450) dan Dong-duk-Yeoji-Seungram, sebuah teks geografis yang diterbitkan pada zaman Raja Seongjong (1469-1495). Kedua teks tersebut memper-lihatkan bahwa gim merupakan hasil makanan dari laut yang sudah lama digemari orang Korea sejak zaman dahulu sebelum gim dibu-didayakan.

Di Hadong di Provinsi Gyeongsang Selatan, terdapat bahwa sebuah cerita yang terkenal, yang berkenaan dengan pembudidaya-an gim diturunkan dari masa ke masa. Sekitar tiga ratus tahun yang lalu, seorang ibu yang tua mengumpulkan kerang di Sungai Sumjin

Apakah gimbap berasal dari Jepang atau Korea sendiri itu masih menjadi perdebatan. Beberapa orang menyatakan bahwa gimbap berasal dari masakan makizushi atau futomaki, makanan Jepang selama masa penjajahan Jepang atau saat pelabuhan Korea membuka diri terhadap orang Jepang (abad akhir kesembilan belas). Sementara itu, beberapa orang membantah pernyataan tersebut dengan menunjukkan bahwa orang Korea sudah makan rumput laut (gim) sejak dahulu dan membungkus nasi (bap) dengan lembaran rumput laut yang kering sebagai makanan merupakan hal yang wajar.

1

Page 53: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 53

2

yang mengalir ke Laut Selatan dan dia menemukan sebuah poton-gan kayu yang terbalut gim dari sungai itu. Kemudian dia mendapat ide untuk mulai menempelkan gim pada pohon bambu dan menumbuhkannya di laut. Cara itu menjadi salah satu cara pengu-sahaan gim yang paling tua dan bernama jijusik, metode sarana-galah.

Gimbap Murah VS Gimbap PremiumGimbap yang dulu dianggap sebagai makanan mewah yang

hanya dapat dimakan pada hari piknik sekolah atau keluarga sek-arang menjadi salah satu makanan yang paling murah harganya dan paling digemari rakyat Korea. Harga gimbap yang paling murah adalah hanya 1 dolar. Harga itu jauh lebih murah daripada harga rata-rata makanan yang dijual di Korea. Saya, sebagai seorang koki yang selalu menganalisis harga bahan makanan selalu bertanya-tanya bagaimana mungkin gimbap yang berharga hanya 1 dolar memberikan keuntungan. Semangkuk nasi saja biasanya biaya lebih dari satu dolar di restoran, namun gimbap yang dibuat den-gan berbagai bahan dan gim, disajikan bahkan dengan kimchi dan sup sebagai lauk, hanya berharga satu dolar! Apapun yang terjadi orang-orang yang memiliki sedikit uang akan sangat terbantu oleh

gimbap yang sangat murah. Sebaliknya terdapat juga gimbap premium. Dengan lebih mem-

perhatikan penggunaan bahan yang bagus untuk kesehatan, gim-bap yang berharga tinggi juga dapat ditemukan. Ada orang yang mengkritik bahwa gimbap yang berharga tinggi itu adalah ‘gim-bap untuk kaisar’ dan menganggapnya hanya sebagai tipu muslihat untuk penjualan. Sementara itu ada juga yang mempersoalkan mengapa gimbap mesti berposisi hanya sebagai makanan yang murah. Memang gagasan yang seperti itu dapat dikatakan seba-gai gagasan yang segar karena gagasan itu membongkar gagasan stereotipe, yaitu gimbap adalah sekadar makanan untuk orang mis-kin. Gagasan itu memperlihatkan bahwa gimbap dapat dinikmati di restoran yang mewah. Namun, saya pun bertanya-tanya berapa banyak orang yang mampu, baik secara psikologis maupun secara finansial membeli gimbap yang berharga 5-6 dolar per gulung. Kita masih harus menunggu dan melihat apakah gimbap premium hanya tren sementara yang disebabkan oleh ketidak-percayaan ter-hadap kualitas gimbap yang murah atau justru keinginan orang untuk menikmati masakan baru, ataupun apakah gimbap premium adalah sebuah tren yang didasarkan pada posisi gimbap sebagai makanan yang sehat dan bergizi tinggi sejak zaman dulu.

Page 54: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

54 KOREANA Musim Semi 2015

Ada sebuah rumor yang sangat terkenal yaitu Charlie Chap-lin, aktor komedi dan sutradara Inggris terkenal di dunia, bernasib buruk dalam Charlie Chaplin Contest Look-Alike.

Konon tidak disebutkan siapa pemenang pertama, mungkin ter-dapat keyakinan bahwa bagaimanapun paling banyak tiruan hanya merupakan bayangan dari yang asli. Hidden Singer, sebagai sebuah program saluran kabel mencatat rekor sangat tinggi mencapai rat-ing 4-5%, jauh melampaui dari yang diyakini.

Kompetisi antara Penyanyi Asli dengan Penyanyi PeniruSebenarnya program ini sederhana saja. Seorang penyanyi ter-

kenal dan beberapa penyanyi peniru yang baik bersembunyi di balik tirai, dan masing-masing menyanyikan beberapa penggal dari lagu yang dipilih secara terus-menerus. Ketika selesai bernyanyi, 100 orang penonton menekan tombol untuk mengeliminasi pen-yanyi paling mirip dengan penyanyi aslinya. Setelah penilaian sele-sai, tirai terbuka untuk memperlihatkan penyanyi dan siapa orang yang gagal, dan seberapa banyak suara yang didapatkan. Para kan-didat pun gugur satu-persatu dalam tiga putaran, dan akhirnya pemenang pada babak final berhak menerima hadiah sekitar 10.000 dolar. Program ini mungkin hanya terlihat untuk menambahkan for-mat bertahan dalam kontes penyanyi peniru yang sederhana. Yang baru dalam kontes adalah usaha kreatif Hidden Singer melibat-kan penyanyi asli dalam kompetisi. Dengan kata lain, dalam sistem kompetisi kali ini bisa saja penyanyi asli ditundukkan oleh penyanyi peniru.

Inovasi tersebut mendapat sambutan hangat. Ketika pertandingan pertama dengan Lena Park dan yang kedua dengan Kim Kyung-ho disiarkan sebagai program percontohan pada akhir 2012, pemirsa merespon secara antusias, dan tiga bulan kemudian dalam per-

tandingan selama siaran reguler pertama dengan Sung Si Kyung, Hidden Singer mencatat rating 2 %, sungguh luar biasa untuk tele-vision channel of comprehensive programming, yang lazimnya tidak pernah mendapat rating lebih dari 1 %.

Penyanyi Peniru Mengalahkan Penyanyi Asli

Titik kenikmatan pada awal program ini relatif jelas. Seorang pun tidak menyangka bahwa penyanyi asli harus bersusah payah untuk mengalahkan para penyanyi peniru yang “lebih nyata dari yang nyata” dalam pertandingan. Secara istimewa dalam pertandin-gan dengan Kim Kyung-ho, Kim sangat terperangah seorang kan-didat yang bernama Won Kill, yang mempertontonkan nada suara tinggi sebaik Kim sendiri. Dalam pertandingan dengan Lee Moon-sae, seorang kandidat mencuri perhatian para juri karena dia bukan hanya pintar meniru menyanyikan lagu Lee tetapi juga suaranya pun hampir sama dengan Lee. Bagaimana pun kemungkinan bahwa penyanyi asli dapat dikalahkan penyanyi peniru sangat menegang-kan, baik kepada penyanyi asli maupun kepada para pemirsa. Dalam kebanyakan kasus selama tiga musim, penyanyi asli selamat dan menang di final, setelah mampu mengatasi krisis karena ham-pir gagal, dan pemirsa pun telah dibuat cemas menyaksikan hingga akhir kompetisi setiap minggu.

Yang sangat mengesankan terjadi dalam Season 2 yang dimu-lai bulan September 2013 ketika terjadi penghancuran pola bahwa penyanyi asli harus keluar jadi pemenang dengan kenyataan bahwa penyanyi peniru bisa mengalahkan penyanyi asli. Hal tersebut ter-jadi dalam pertandingan dengan Shin Seung-hun, seorang penyanyi legendaris baik dari segi reputasi maupun dari segi jumlah pen-jualan album. Dalam kontes itu dipilih lagu-lagu hitnya yang san-gat populer pada tahun 1990-an, zaman gemilang baginya. Para pe-

HIBURAN

Pada November 2014, JTBC menjadi berita utama karena penjualannya format Hidden Singer, program kompetisi bernyanyi, kepada NBC Universal. Sebelumnya format MBC Daddy, Where Are We Going? pernah dijual kepada Hunan TV Cina, dan format Better Late Than Never, sebuah program tvN’s juga dijual kepada NBC untuk pertama kali sebagai program hiburan televisi Korea. Namun Superstar K, program Mnet’ meniru format American Idol, program Fox dan program kompetisi menyanyi Mnet yang lain, misalnya The Voice of Korea yang formatnya diimpor dari program menyanyi Inggris memberi pikiran stereotype bahwa “program kompetisi bernyanyi” selalu berasal dari Inggris dan Amerika. Oleh karena itu pengeksporan Hidden Singer ke Amerika merupakan peristiwa terobosan baru bagi Korea.

Hidden Singers:Semangat Penyanyi Peniru Menjiwai Lagu Wee Geun-woo

Jurnalis Majalah-Web IZE

Page 55: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 55

nyanyi peniru mendapat keuntungan karena suara pe-nyanyi asli sudah mengalami perubahan ketika itu, yang tentu saja penuh kejutan. Belum lagi kejutan itu sirna, dalam pertandingan berikutnya yaitu pertandingan de-ngan Jo Sung-mo, penyanyi asli itu tersingkir sebelum mencapai babak final.

Nyanyian Membangkitkan Kenangan dan Simpasi

Hal yang membuat program Hidden Singer tetap populer sampai season ketiga adalah hal-hal di luar kompetisi yaitu kehadiran penyanyi asli, penyanyi pen-iru, para juri, dan para pemirsa televisi yang ber-sama-sama terikat secara emosional. Mayoritas pen-yanyi peniru mencintai dan mengagumi lagu-lagu dari penyanyi aslinya, dan mereka telah berlatih bernyanyi sebagai penggemar setia. Bahkan, beberapa kandi-dat dalam pertarungan dengan Lim Chang-jung selama Season 2 hampir menangis saat mengingat Lim sudah pensiun sebagai penyanyi. Ketika Lim Chang-jung dan para penyanyi peniru menyanyikan lagu Lim bersama-sama, generasi yang tumbuh seiring lagu Lim merasa kembali ke masa lalu dalam suasana yang dibawa lagu

Lim dan mereka pun menikmatinya. Direktor produser, Jo Seung-uk menjelaskan bahwa tema utama dalam pro-gram itu adalah pengikatan emosi antara penyanyi asli de-ngan para penyanyi peniru, juga penonton di luar kompetisi. “Sebenarnya, saya pikir pada awalnya hal ini akan menjadi pertandingan yang menyenangkan ketika penyanyi asli dan penyanyi peniru bernyanyi dengan cara menyembunyikan wajah mereka. Tetapi melalui tahapan awal dan rekaman, saya menyadari bahwa peserta tidak hanya berbakat dalam menirukan penyanyi bernyanyi, mereka juga membuat upaya besar untuk meniru penyanyi tertentu dan lagu-lagu para penyanyi yang benar-benar mereka cintai. Aku merasakan kecintaan para penggemar yang melampaui batasan wajar. “

Terdapat pula keterbatasan program Hidden Sing-er. Memang ada banyak penyanyi tetapi tidak banyak yang dicintai dalam jangka waktu yang cukup panjang melam-paui kesenjangan generasi di atas 10 tahun dan banyak melahirkan lagu-lagu hit. Banyak penyanyi legendaris sudah tampil dalam program itu, tak ada yang terting-gal, dan sisanya hanya yang sungguh-sungguh sangat sulit untuk ditampilkan. Mampukah Hidden Singer menanggu-langi keterbatasan mendasar seperti itu lalu dapat mem-peroleh keberhasilan satu season lagi? Kunci jawabannya ada pada kata direktur program, Jo Seung-uk. Dia berka-ta “Ciri khas program ini, selain penyanyi asli dan peniru, adalah lagu itu sendiri. Suatu lagu memang milik penyanyi tertentu, ketika lagu itu dikeluarkan, tapi seiring waktu, ter-jadi perubahan dan penambahan makna baru, bagaikan ciptaan yang hidup. Hal itu dapat dicipta ulang, atau diterima kembali oleh penikmat baru. Oleh karenanya, saya merasa senang mendengar bahwa orang-orang yang mengambil CD tuanya di rumah untuk mendengarkan lagu-lagu itu lagi setelah menonton program kami.”

Yang menyebabkan Hidden Singer populer adalah hal-hal di luar kompetisi, pertunjukan yang menghadirkan penyanyi asli, penyanyi peniru, hakim, dan pemirsa televisi yang bersama-sama terlibat secara emosional.

Kompetisi antara penyanyi asli dan penyanyi peniru di Hidden Singer menyuguhkan sebuah semangat festival tanpa memedulikan siapa yang menang atau kalah.

Hidden Singers:Semangat Penyanyi Peniru Menjiwai Lagu

Page 56: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

56 KOREANA Musim Semi 2015

ManhwaESAI

Anak remaja berkerumun di sejumlah toko-toko buku besar di Jakarta dan sebagian di antaranya bergerombol di sudut rak yang memajang komik-komik terjemahan dari berbagai negara termasuk dari Korea. Gempuran komik Korea yang biasa disebut

manhwa ini, semakin dahsyat setelah hallyu (The Korean Wave). Manhwa menjadi bacaan hiburan alternatif setelah komik Jepang yang juga menghebohkan.

Sejak tahun 70-an, komik Barat seperti Eropa dan Amerika membanjiri Indonesia, kemudian disusul oleh komik Jepang pada tahun 90-an. Setelah itu, manhwa pelan-pelan masuk. Komik lokal milik Indonesia sendiri banyak bermunculan pada tahun 1960 sam-pai 1970-an, namun tenggelam sejanak karena serbuan komik asing kian kuat. Sebe-narnya, pada tahun 30-an dan 50-an pun penerbitan komik telah tumbuh, tapi itu pun terpu-tus-putus. Di saat Indonesia kembali menghadirkan komik-komik lokal dalam bentuk yang sudah terpengaruh oleh pasaran global, manhwa melangkah masuk pasaran Indonesia dengan strategi yang lebih matang.

Awalnya, di kalangan pembaca Indonesia, manhwa masih terasa sangat asing. Kalau tidak karena sedang iseng, orang-orang lebih memilih untuk tidak membeli. Apalagi jika sebuah judul manhwa itu ternyata komik berseri. Sering kali, para konsumen mencari jalan aman untuk memilih kualitas komik — entah isi ceritanya atau gaya gambarny —, untuk itu langkah mereka akan cenderung ke rak-rak komik Barat atau Asia, lagi-lagi pilihannya hanya Jepang.

Segalanya membutuhkan waktu, manhwa di Indonesia pun perlu waktu untuk diapre-siasi. Tanggapan pembaca saat pertama membaca manhwa adalah, kurang lebih, pem-bawaan ceritanya terasa serius, atau mungkin tidak terlalu serius tapi tetap agak susah untuk dimengerti. Namun, seiring dikenalkannya karya-karya Korea yang lain, seperti se-rial drama, yang entah mengapa diterima konsumen-konsumen Indonesia dengan baik, ter-lebih beberapa drama ternyata diadopsi dari manhwa atau sebaliknya, para konsumen pun mulai menaruh minat pada manhwa dan mulai mengatasi kebingungan atau ketidakbiasaan mereka dengan berusaha memahami style yang dimiliki manhwa untuk memuaskan kebutuhan rekreasi mereka.

Bertambahnya peminat manhwa, mengundang beberapa penerbit Indonesia untuk menerbitkan terjamahannya. Salah satu di antaranya adalah penerbit m&c! yang berhasil megemas manhwa dengan tampilan sedikit berbeda dari komik-komik lainnya yang diter-jemahkan ke bahasa Indonesia. Misalkan, dari ukurannya. Ukuran manhwa yang diter-jemahkan dalam bahasa Indonesia dicetak dengan ukuran yang lebih besar dari komik-komik Asia lainnya yang juga diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia. Kertas yang digu-nakan lebih berkualitas dan tebal. Sedikit pengalaman pribadi, wanginya pun berbeda. Har-

Ulfa Nabeela Mahasiswa Program Studi Korea,

Universitas Indonesia

Page 57: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 57

ganya memang jadi lebih mahal dibanding komik-komik yang bukan manhwa, tapi angka-angka tersebut masih masuk akal, sehingga sebenarnya pembeli, khususnya penggemar komik, bisa mengerti dan tidak keberatan.

Beberapa judul yang baru-baru ini diterbitkan oleh m&c! adalah manhwa serial karya Han Yu Rang (The General’s Daughter) dan karya Hwang Mi Ree (Nice Guy Syndrome), yang sama-sama diterbitkan di Indonesia pada Maret 2015. Hanya beda seminggu saja tanggal penerbitan dua manhwa dari pengarang yang berbeda ini. Meski gambar mereka banyak dibilang mirip, cerita-cerita mereka cukup bervariasi dan masa pengerjaan manhwa mereka pun ngebut-ngebutan. Hal baru bagi orang-orang Indonesia yang menggemari man-hwa adalah, format pengarang manhwa yang bisa dibilang cukup unik, yaitu berkelompok. Kelompok-kelompok ini bahkan sebenarnya bukan tokoh nyata, yang mana ini cukup mem-bingungkan pada awalnya.

Han Yu Rang dan Hwang Mi Ree, kalau dibaca sekilas saja, jelas-jelas itu nama seseor-ang, terlepas dari seseorang itu laki-laki atau perempuan. Tapi teryata nama-nama ini adalah nama-nama perusahaan, dimana di dalam Han Yu Rang ada banyak orang dengan pembagian tugas yang berbeda-beda, begitu juga dengan Hwang Mi Ree. Tidak heran, hasil kerja dua nama ini cepat-cepat.

Kedatangan manhwa di Indonesia memperluas cakupan peminat komik di Indonesia, dalam artian, ada penggemar-penggemar manhwa yang sebelumnya sama sekali bukan penggemar komik sejati, namun menjadi suka komik karena manhwa yang mungkin kelebi-hannya tidak bisa dipenuhi oleh komik-komik dari negara lain. Pembaca memiliki lebih banyak pilihan.

Bagaimanapun, komik telah menjadi industri dan bisnis dan pasar yang luas sebagai bagian gaya kebudayaan popular. Komik dan ilustrasinya lebih dari sekedar seni. Ini semua adalah bisnis pendukung industri, seperti iklan dan desain. Butuh lebih dari sekedar seni-man untuk menghasilkan karya bermutu dan laku di pasaran. Saat ini Indonesia sedang menekuni komik dalam bentuk majalah komik, dengan nama re:ON comics, yaitu majalah yang berisi beberapa judul komik seri yang akan terbit secara teratur tiap bulannya. Di dalamnya pun terdapat berbagai macam komik buatan seniman-seniman Indonesia. Gaya penggambaran dan penceritaannya sangat berbeda-beda, dan menjadi kumpulan komik yang ditunggu-tunggu penggemar komik Indonesia, karena sebelumnya belum pernah ada format komik macam ini (kecuali majalah komik itu majalah komik terjamahan).

Dari persentuhan dengan manhwa, diharapkan, industri komik Indonesia pun bisa berkembang pesat seperti industri manhwa.

Page 58: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

58 KOREANA Musim Semi 2015

Tahun lalu, tongkat selfie menjadi produk terlaris menurut beberapa survei kon-sumen. Tingginya angka distribusi telepon pintar di Korea dan aktifnya budaya SNS negara ini ikut memopulerkan alat berupa tongkat yang bisa dipanjangkan hingga satu meter, yang dilekatkan pada perangkat telepon untuk mengambil

foto. Foto ini dikenal dengan sebutan selfie.

Sindrom Tongkat Selfie

Pemandangan apa yang paling menyita perhatian peng-unjung di Korea? Hasil survei sebuah agen perjalanan pada 466 orang turis asing tahun lalu memperlihat-

kan bahwa sebanyak 48 persen dari mereka “berfoto de-ngan tongkat selfie.” Kita juga dapat dengan mudah melihat warga Korea menggunakan tongkat selfie di beberapa destinasi wisata dan di beberapa tempat di tengah kota. Seorang warga negara Australia yang ikut berpartisipasi dalam survei itu mengatakan, “Berfoto dengan tongkat panjang seperti itu ham-pir tak dijumpai di negara-negara lain.” (Beberapa pemanda- ngan menarik di Korea adalah “pesepeda di kota yang memakai baju khusus” dan “penduduk lokal memakai pakai-an hiking berwarna-warni”).

Tongkat Selfie Sebagai Peralatan Wajib Ketika BepergianSebenarnya, tongkat selfie tidak hanya dikenal di Korea.

Majalah berita Time yang terbit di Amerika menyebut tong-kat selfie sebagai salah satu penemuan terbesar di tahun 2014. Majalah Time menuliskan, “Jika 2013 adalah tahun self-ie, tahun 2014 adalah tahun selfie menjadi fenomena budaya,” dan “Beberapa perusahaan meluncurkan alat yang didesain untuk memudahkan pengalaman berfoto selfie karena melihat peluang pasar.” Majalah ini menambahkan bahwa “tongkat selfie, yang memungkinkan pengguna memakai tele-

pon mereka lebih jauh dari jangkauan tangan untuk men-cari sudut pengambilan foto yang lebih bagus menambah nilai alami sebuah foto.” Berada di antara 24 penemuan lain-nya termasuk charger nirkabel, arloji Apple, printer 3D, dan Blackphone, semua produk teknologi mutakhir; tongkat selfie ini secara khusus sangat menarik karena merupakan simbol fenomena kebudayaan baru.

Sebenarnya, ide tongkat selfie berawal di Jepang pada tahun 1983, dan terdaftar secara resmi pada kantor hak cipta Amerika Serikat pada tahun 1985. Alat ini merupakan pe-ngembangan dari monopod berupa tiang yang ditancapkan di tanah untuk menghindari goyangan dan dilengkapi de-ngan sebuah tombol, walaupun dalam praktiknya lebih se- ring diselipkan di ikat pinggang. Ide dasar alat ini dan kont-en patennya ini tidak jauh berbeda dari tongkat selfie yang kita lihat sekarang. Ternyata, perlu waktu 30 tahun sampai alat ini diminati banyak orang.

Tongkat selfie sudah dikenal di Korea sejak tiga atau empat tahun yang lalu. Awalnya, memegang tongkat dengan tele-pon terpasang di ujungnya tampak tak biasa, tapi banyaknya sudut pengambilan gambar yang lebih dinamis sangat dige-mari generasi muda. Karena jauh lebih nyaman dibanding pengambilan foto dengan eoljjang (sudut terbaik) yang dilaku-kan hanya dengan jangkauan tangan, tongkat selfie ini dikenal

Koo Bon-kwonDirektur, Institut Riset Digital Sumber Daya Manusia,

The Hankyoreh

GAYA HIDUP

Page 59: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 59

Jauh lebih baik daripada mengambil gambar dengan hanya melalui peregangan lengan untuk memperoleh sebuah sudut eoljjang (sudut terbaik pemotretan wajah), tongkat selfie lebih menguntungkan untuk mendapatkan sudut yang lebih luas dan foto yang lebih dinamis, karenanya alat ini cepat digemari oleh kalangan anak muda.

Page 60: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

60 KOREANA Musim Semi 2015

1. Sebagaimana terlihat dalam sebuah reality show “Youth Over Flowers” yang diikuti oleh empat lelaki tua dalam perjalanan ke luar negeri serta memperlihatkan beberapa selebriti menggunakan tongkat selfie dan menikmati perjalanan mereka. Tongkat selfie harus menjadi peralatan pentingdalam sebuah perjalanan.

2. Tongkat selfie sangat populer untuk digunakan dalam perjalanan wisata karena tongkat itu mampu menangkap latar dan para sahabat dalam satu frame, suatu prestasi yang mustahil dilakukan hanya dengan peregangan lengan.

mencari sesuatu yang baru dan memakainya dengan percaya diri. Inilah alasannya mengapa banyak perusa-haan internasional menganggap Korea sebagai pasar terbaik untuk produk-produk baru mereka. Sebelum memasuki pasar global, mereka sering kali melihat reaksi konsumen mereka di pasar Korea untuk mem-perkirakan keberhasilannya. Di Korea, film, lagu-lagu pop dan produk budaya lain menjadi trend dalam waktu singkat. Bahkan pilihan individu, seperti gaya busana, tata rambut dan tata rias para wanita mengikuti tren yang sedang digemari. Sensitivitas mengikuti tren ini juga mendorong kepopuleran tongkat selfie.

Ketiga, kesadaran warga Korea atas penampilan mereka. Keinginan generasi muda yang kuat untuk berekspresi dan kepedulian mereka akan penampilan berperan juga dalam memopulerkan tongkat selfie. Sebuah artikel dari tahun 2013 dalam majalah ekono-mi mingguan yang berpusat di London The Economist mengutip laporan International Society of Aesthetic Plas-tic Surgery mengemukakan bahwa Korea adalah nega-ra dengan angka operasi plastik tertinggi di dunia ber-dasarkan persentase populasinya. Menurut artikel yang terbit di tahun 2013 dalam surat kabar yang berpusat di London Financial Times, bahkan dalam pasar kosmetik untuk pria, Korea mencatat 20% dari total penjualan dunia, dan menempati posisi atas.

Meski ide awalnya adalah mengambil foto diri sen-diri, kini tujuan berfoto dengan cara ini adalah untuk membaginya dengan orang lain dan bukan hanya se-kadar untuk kepuasan pribadi. “Abad berbagi foto self-ie” telah tiba.

luas dalam waktu yang sangat singkat. Alat ini sangat populer digunakan dalam dunia wisata. Tongkat sel-fie menangkap latar belakang dan sekitarnya dalam satu frame, yang tidak mungkin dilakukan dengan ta-ngan saja. Pelancong yang pergi seorang diri pun tak perlu lagi meminta orang asing untuk mengambil gam-bar dirinya, dan tongkat selfie membuatnya bebas meng- ambil gambar di mana pun dan dari sudut mana pun yang mereka suka.

Di Korea, Youth Over Flowers adalah sebuah reality show di televisi yang menampilkan mereka yang sudah lanjut usia bepergian ke luar negeri. Acara itu sangat berperan memopulerkan tongkat selfie. Karena acara ini menampilkan pesohor memakai tongkat selfie dan sangat menikmati plesiran mereka, tongkat ini kemud-ian menjadi peralatan wajib bagi para pelancong.

Bagaimana Tongkat Selfie Populer di KoreaPertama, menurut Menteri Ilmu Pengetahuan, Infor-

masi dan Teknologi dan Perencanaan, distribusi tele-pon pintar di Korea melejit hingga 79.4% dunia di tahun 2014, yang artinya 4,6 kali lebih tinggi disbanding rata-rata negara OECD lainnya. Distribusi telepon pintar LTE model terbaru berada di atas 55% dan tertinggi di dunia untuk telepon sejenis. Hasil penelitian mengungkap bahwa penggunaan telepon rata-rata tiap hari adalah 3 jam 39 menit, dengan penggunaan SNS sebagian besar dari waktu tersebut. Tongkat selfie sangat popu-ler di Korea karena penggunaan telepon dan SNS yang sangat tinggi, lebih tinggi dibanding negara-negara lain.

Kedua, warga Korea cenderung cepat menerima dan menikmati gaya paling mutakhir. Mereka selalu mencoba

1

Page 61: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 61

Meski ide awalnya adalah mengambil foto diri sendiri, kini tu-juan berfoto dengan cara ini adalah untuk membaginya dengan orang lain dan bukan hanya sekadar untuk kepuasan pribadi. “Abad berbagi foto selfie” telah tiba.

2

Page 62: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

62 KOREANA Musim Semi 2015

PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

K isah “Diiringi Cahaya” penuh unsur “largo”. Hal ini dapat dirasakan dengan jelas pada bagian pembuka cerita. Dimulai dengan “Aku” si pen-

cerita yang tiba di bandara di New York, berjalan menuju pemeriksaan imigrasi, kemudian berhenti seje- nak. Bandara penuh dengan manusia, masing-masing bergegas menuju tempat tujuan mereka sendiri adalah representasi simbolis dari realitas sehari-hari pen-duduk kota yang modern. Pencerita berhenti di tengah-tengah “kesibukan” ini dan ternyata menuju “largo” waktu. Pencerita berhenti karena hujan salju di luar jendela. Salju menutupi landasan pacu bandara yang juga merupakan kristalisasi dari “largo,” perlahan, diam-diam jatuh ke bumi dari di atas langit. Pencocokan kecepatan salju yang perlahan-lahan jatuh, “Aku” ber-henti sebentar, meninggalkan kehidupan sehari-hari yang sibuk dalam “largo” waktu dan bertemu dengan adegan redup dalam kenangan masa lalu. Ada cerita melambat tetapi masih dengan konsistensi pantang menyerah menuju rahasia masa lalu.

Dering lagu dalam ingatan “Aku” kembali meng-hidupkan kenangan pada saat itu juga merupakan salah satu yang bergerak lambat. Tidak ada yang tahu, siapa yang menyanyikannya, atau apa judul lagu itu, hanya salah satu dari lagu-lagu yang dinyanyikan se- panjang hari, jenis lagu yang tidak ada seorang pun yang bisa mendengarkannya, seperti anting di telinga sendiri. Dalam cerita pendek itu, pencerita samar-samar meng-ingat melodi. Melewati jangka waktu yang panjang, melodi itu perlahan-lahan membawa narator kembali ke kenangan samar yang panjang, lama, dan merem-bet ke tempat-tempat seperti kamar yang sempit, ding-in, taman bermain yang tertutup salju pada suatu hari

Kata ‘largo’ seperti yang terdapat pada karya Jo Hae-jin itu. “Melebar, perlahan, bernas.” Karya Jo Hae-jin bergerak lambat, dengan pilihan yang tepat atas kata-kata yang digunakannya dan tidak ada frase berlebih-an, tetapi mengembangkan narasi tanpa istirahat. Ini bukan jenis tulisan yang bergantung berlebihan pada tema atau ide-ide baru, juga tidak mengumbar kenik-matan humor, kecerdasan, dan sarkasme. Akumulasi dari serangkaian pertimbangan yang terampil dengan gerakan yang lambat yang kemudian berhasil mening-galkan gema emosi berlama-lama menjadi sangat serius ketika akhirnya tercapai. Dalam hal ini, karya Jo Hae-jin dapat dianggap mengikuti ketepatan karak- teristik estetis cerita pendek, menangkap hati-hati dengan mata yang tajam tentang sepotong kehidupan yang terjadi sehari-hari.

Mengangkat Kegelapan Menjadi Cahaya Chang Du-yeong

Kritikus Sastra

KRITIK

Page 63: Koreana Spring 2015 (Indonesian)

SENI & BUDAYA KOREA 63

Minggu, ruang rawat yang penuh dengan bau bahan kimia. Setelah melodi itu, serangkaian langkah peristiwa kemudian “melebar, lam-bat, bernas” merupakan irama narratorial.

Irama narratorial yang dimulai pada “waktu largo,” dengan rata-rata petunjuk diperhitungkan, keterampilan mengontrol kecepatan dalam pengembangan narratorial, dan alur yang kokoh menghasil-kan berbagai kompleks makna. Lambat, tenang, kadang-kadang memicu rasa hormat, suasana cerita yang unik membangkitkan, memintal jahitan, membordir yang dirangkai oleh pencerita yang piawai dengan keterampilan yang tinggi. Cerita ini diikat secara ber-sama sebagai satu kesatuan beberapa proses, akumulasi petunjuk kecil yang memprovokasi kekaguman, kemudian setelah akumu-lasi, petunjuk ini menghasilkan petunjuk yang mengarah ke wawasan tentang kehidupan manusia dan peradaban.

Pertama, cerita ini merupakan sebuah proses yang melibatkan usaha memecahkan teka-teki. Kita, pembaca, rela berpartisipasi dalam upaya pencerita melompat ke sana ke mari melampaui lubang lupa dalam menghadapi kebenaran masa lalu. Petunjuknya disajikan satu per satu, maka “Aku” merenung panjang lebar setiap petunjuk. Petunjuk ini umumnya “datang perlahan pada si aku, langkah demi langkah, seperti titik-titik jejak kaki yang ter-tutup salju.” Melodi terdengar dari sisi yang jauh lewat kenangan bukanlah sesuatu yang kita tahu tentang pencerita yang segera mengatakan, bahwa dia sedang mencoba mengingatnya, ia datang secara bertahap, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan. Sebagai pencerita ditunjukkannya, bahwa melodi “telah menempati bagian dari pikiranku.”

Kedua, kisah ini adalah proses untuk mencapai pemahaman yang benar tentang hal yang lain. Hal ini menunjukkan bagaimana berbicara kepada orang-orang di sekitar kita yang terisolasi dan kemegahan ketika cahaya datang merebak. Perasaan kedekatan antara pencerita dan peristiwa lainnya harus melewati perlahan melalui proses yang sulit keragu-raguan. Pencerita berpikir seje-

nak, lalu naik ke hal yang lain dan menawarkan untuk berbagi payung tapi akhirnya mengingkarinya, merasa bahwa keheningan di bawah payung akan membuatnya risau. “Aku” merasakan sim-pati atau komunikasi sebagai gangguan, dan mengaku “tidak ingin gegabah berbagi drama batin orang lain.” Semacam kelambat-an, proses yang sulit yang membuat kita menyadari apa yang men-dalam, tekad ketulusan komunikasi yang benar dengan tuntutan lain.

Ketiga, cerita ini adalah proses yang menunjukkan tuntut-an kepada kita untuk berjiwa besar. Seperti yang kita ikuti, kisah-an berkembang dengan menggunakan teknik metafora yang rinci, muncul gambaran yang lain, terisolasi dari dunia karena kurang-nya perhatian, dikurung dalam sebuah ruangan gelap dan dingin. Pada saat itu dimensi seorang pribadi, kadang-kadang berkaitan dengan dimensi sejarah. Dalam hal apa pun, yang penting adalah memperkenalkan cahaya yang memungkinkan mereka melari- kan diri dari hawa dingin dan ruang yang gelap. Kisah ini diam-diam menunjukkan kefasihan sumbangan lain, memperkenalkan “diiringi cahaya,” adalah sesuatu yang besar yang tidak semua orang bisa melakukannya, tetapi pada saat yang sama, itulah tugas manusia, dan siapa pun bisa dan harus melakukannya.

Dalam cerita, kita menemukan kata-kata: “Ada cahaya pada jejak kaki mereka. Apakah jejak kaki itu tidak terlihat seperti pera-hu-perahu kecil yang sarat cahaya?” Dalam kenyataannya, selalu ada, di mana-mana, cahaya dalam lingkungan kita. Namun, untuk menemukan cahaya, kebenaran harus dipulihkan, tangan harus menjangkau orang lain. Di luar keragu-raguan itu, keberanian diperlukan. Melalui upaya-upaya tersebut, cahaya yang sepele bisa menjadi “terang yang besar” mengawal orang-orang di sekitar kita yang kesepian dan terisolasi. Lambat, suara penulis akhirnya ber-pusat pada kemungkinan komunikasi yang benar dengan orang lain. Itulah etika manusia yang dinyatakan dalam cerita ini.