KOORDINASI ANTAR INSTANSI PEMERINTAH TERHADAP ...digilib.unila.ac.id/56681/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of KOORDINASI ANTAR INSTANSI PEMERINTAH TERHADAP ...digilib.unila.ac.id/56681/3/SKRIPSI TANPA BAB...
KOORDINASI ANTAR INSTANSI PEMERINTAH TERHADAP
PEMBERANTASAN PEREDARAN NARKOTIKA
(STUDI KASUS DI KECAMATAN TEGINENENG KABUPATEN
PESAWARAN)
(Skripsi)
Oleh
Diah Wilantika R
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
KOORDINASI ANTAR INSTANSI PEMERINTAH TERHADAP
PEMBERANTASAN PEREDARAN NARKOTIKA
(STUDI KASUS DI KECAMATAN TEGINENENG KABUPATEN
PESAWARAN)
Oleh
DIAH WILANTIKA R
Data peredaran narkotika di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran tahun
2017 sebanyak 74 kasus mengalami kenaikan sebanyak 110 kasus pada tahun
2018. Peran dan fungsi Badan Narkotika Nasional dalam pemberantasan
peredaran narkotika sesuai dengan pasal 70 huruf c Undang-Undang No 35 Tahun
2009 tidak terlaksana. Koordinasi antar Satuan Reserse Narkoba Polres
Pesawaran dan Badan Narkotika Nasional tidak berjalan. Tujuan dari penelitian
ini adalah bagaimana koordinasi antar Instansi Pemerintah yaitu Satuan Reserse
Narkoba Polres Pesawaran dan Badan Narkotika Nasional dalam pemberantasan
peredaran narkotika di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran. Penelitian
ini menggunakan teori tentang koordinasi yang digunakan yakni peramalan,
perencanaan, pengorganisasian, memotivasi atau memerintah, pengendalian dan
komunikasi. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, dokumentasi
dan observasi. Hasil dari penelitian ini adalah Badan Narkotika Nasional
menganggap bahwa pemberantasan peredaran narkotika tanggung jawab dari
Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran, sehingga koordinasi tidak berjalan dan
tidak ada bentuk koordinasi didalamnya. Informasi masuk dari Kecamatan
menjadi salah satu faktor yang sangat membantu dalam pemberantasan peredaran
narkotika.
Kata kunci : Koordinasi, Peredaran Narkotika
ABSTRACT
COORDINATION BETWEEN GOVERNMENT INSTITUTIONS ON
ERADICATION OF NARCOTICS CIRCULATION
(CASE STUDY IN KECAMATAN TEGINENENG KABUPATEN
PESAWARAN)
By
DIAH WILANTIKA R
Data on narcotics distribution in Tegineneng Subdistrict in Pesawaran District in
2017 were 74 cases which increased by 110 cases in 2018. The role and function
of the National Narcotics Agency in eradicating narcotics circulation in
accordance with article 70 letter c of Law No. 35 of 2009 was not implemented.
Coordination between the Narcotics Investigation Unit of the Pesawaran Regional
Police and the National Narcotics Agency did not work. The purpose of this
research is how to coordinate between Government Agencies, namely the
Narcotics Police Narcotics Investigation Unit and the National Narcotics Agency
in combating narcotics circulation in Tegineneng District, Pesawaran District.
This study uses the theory of coordination used, namely forecasting, planning,
organizing, motivating or governing, controlling and communicating. This type of
research is descriptive using a qualitative approach. Data collection techniques by
interviewing, documentation and observation. The results of this study are that the
National Narcotics Agency considers that the eradication of drug trafficking is the
responsibility of the Pesawaran Police Narcotics Investigation Unit, so
coordination does not work and there is no form of coordination within it.
Information entered from the Subdistrict is one of the factors that is very helpful
in combating narcotics circulation.
Keywords: Coordination, Narcotics Circulation
KOORDINASI ANTAR INSTANSI PEMERINTAH TERHADAP
PEMBERANTASAN PEREDARAN NARKOTIKA
(STUDI KASUS DI KECAMATAN TEGINENENG KABUPATEN
PESAWARAN)
Oleh
Diah Wilantika R
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA ILMU PEMERINTAHAN
pada
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Judul skripsi : KOORDINASI ANTAR INSTANSI
PEMERINTAH TERHADAP
PEMBERANTASAN PEREDARAN
NARKOTIKA (STUDI KASUS DI
KECAMATAN TEGINENENG KABUPATEN
PESAWARAN)
Nama mahasiswa : Diah Wilantika R
Nomor Pokok Mahasiswa : 1516021036
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP Drs. Aman Toto D. M.H
NIP. 195707281987031006 NIP.196112181989021001
2. Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan
Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP
NIP. 195707281987031006
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP .....................
Sekretaris : Drs. Aman Toto D. M.H ........................
Penguji Utama : DR. Feni Rosalia, M.Si ........................
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dr. Syarief Makhya
NIP. 195908031986031003
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Diah Wilantika R lahir di
desa Bumi Rejo tanggal 07 April 1998. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari
pasangan Bapak Misdi N.S dan Ibu Wiji Lestari.
Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
5 Bumi Agung Kecamatan Tegineneng Kabupaten
Pesawaran 2003-2009, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Tegineneng Kecamatan Tegineneng Kabupaten
Pesawaran 2009-2012, selanjutnya pada tahun 2012-2015 penulis melanjutkan
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Natar Kecamatan Natar Lampung Selatan.
Pada tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2018 penulis melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sidorejo Kecamatan Sumberejo Kabupaten
Tanggamus selama 40 hari.
MOTTO
Menata masa depan adalah menata rencana pada hari
ini!
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT
atas rahmat dan hidayah-Nya dan dengan segala
kerendahan hati,
Kupersembhakan Karya kecilku ini untuk:
Kedua Orang Tua Tercinta
Bapak dan Ibu yang sangat aku cintai dan sayangi,
terima kasih untuk segala yang telah kalian lakukan
untukku, cinta, kasih sayang, do’a yang tiada henti,
dan pengorbanan , serta motivasi yang selalu diberikan
dengan segala terwujudnya keberhasilanku.
Keluarga besar yang senantiasa selalu memberikan do’a
dan dukungan kepadaku. Sahabat dan teman-temanku
yang tulus, terima kasih atas kebersamaan dan
dukungannya selama ini.
Sahabat hati yang selalu setia mendampingi dari tahun
2012 sampai dengan sekarang, terima kasih atas do’a
dan motivasinya.
Para pendidik Almamater Universitas Lampung
terkhusus Jurusan Ilmu Pemerintahan yang selalu
memberikan bekal ilmu dan pesan moral untuk
kehidupan yang lebih beradab.
SANWACANA
Segala puji hanyalah bagi Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul “Koordinasi Antar Instansi
Pemerintah Terhadap Pemberantasan Peredaran Narkotika (Studi Kasus Di
Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran)” Sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.IP) pada Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Lampung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sebagai akibat dari
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang ada pada diri penulis. Pada
kesempatan ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini antara lain, yaitu:
1. Allah SWT, atas segala kebesaran, kuasa, serta kesehatan dan petunjuk yang
selalu Engkau berikan. Nabi Muhammad SAW, atas risalah dan cahaya
kebenaran sejati yang disampaikan kepada kami.
2. Kedua orang tuaku, Bapak Misdi N.S dan Ibu Wiji Lestari yang selalu
memberikan dukungan, nasehat, perjuangan serta do’a untuk kelancaran atas
apa yang di cita-citakan buah hatinya dan adik-adikku tersayang Ridho Widia
Jaya Putra dan Anindita Tri Mulia atas do’a, motivasi dan canda tawa selama
ini.
3. Keluarga besar penulis, Uwak yang selalu memberi motivasi dan masukan
untuk kebaikanku dan semuanya yang tidak harus di sebutkan satu-persatu.
4. Bapak Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan
Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing Utama terima kasih atas
proses bimbingannya.
6. Bapak Drs. Aman Toto D, M.H selaku Dosen Pembimbing Pembantu terima
kasih atas segala bentuk proses bimbingan skripsi sampai selesai.
7. Ibu DR. Feni Rosalia, M.Si selaku Dosen Penguji terima kasih atas saran dan
masukan untuk proses penulisan skripsi sampai dengan selesai.
8. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung yang
telah memberikan bekal ilmu dan segala bentuk pengalaman yang belum
pernah didapat sebelumnya.
9. Seluruh pihak yang menjadi Informan, Bapak Richard, Staf Anggota BNN
Provinsi Lampung, Bapak Fatkhurrahman, Bapak Mungalim, Bapak
Syahruddin dan Bapak Subandi terima kasih atas do’a dan bentuk pertolongan
selama penulis melakukan riset.
10. Keluarga besar KKN, Bapak Rohmadi dan Ibu, Kak Thesya, Edmundo, Anti,
Nares dan hafiz terima kasih atas segala bentuk pengalaman yang tidak akan
pernah terlupakan semoga kita semua sukses.
11. Sahabat seperjuangan Dewi Aria Kusuma Putri dan Tita Maulidya terima
kasih atas do’a. Motivasi, semangat, semoga kita semua sukses, i love you.
12. Mbak Tiara Herina Aprilia, terima kasih atas segala bentuk nasehat, do’a,
motivasi dan semangatnya, semoga apa yang kita cita-citakan terkabul.
13.Teman-teman Sekaligus saudara sepenanggungan Ayuni Zalita Pepi, Annisa
Rizki, Rachmiati Sari, Annisa Putri, Anmeysa Yola, Zenia Fidia, Desi
Wulandari, Novita Anggraini, Ni Kadek, Intan Sartika dan semua teman satu
angkatan yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
14. Sahabat seperjuangan dari SMA sampai sekarang Nanda Mutiara Putri, Rizky
Rahayu dan Yulisa Agamais. Kita harus sukses.
15. Keluarga besar Universitas Lampung yang telah membantu saya selama masa
perkuliahan.
16. Sahabat hati M. Gigih Pratama yang selalu setia mendampingi, terima kasih
untuk segala bentuk do’a, motivasi, kasih sayang dan semuanya, semoga kita
sukses bareng ya.
17. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bisa dijadikan sebagai bahan reverensi dan
yang menjadikan skripsi ini sebagai reverensi semoga lebih baik dari apa yang ada
dalam skripsi ini. Segala masukan yang sifatnya untuk kebaikan skripsi ini penulis
ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas
segala jasa dan budi baiknya serta melindungi dan meridhoi kita bersama.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 12
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 12
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Koordinasi .............................................................. 14
1. Pengertian Koordinasi .................................................................... 14
2. Tujuan Koordinasi .......................................................................... 16
3. Manfaat Koordinasi ........................................................................ 17
4. Jenis-jenis Koordinasi ................................................................... 18
5. Ruang Lingkup Koordinasi............................................................. 19
6. Dampak Kurangnya Koordinasi ..................................................... 22
7. Faktor Yang Menghambat Koordinasi ........................................... 23
B. Tinjauan Tentang Narkotika..................................................................
1. Pengertian Narkotika ......................................................................... 26
2. Upaya Pencegahan Masalah Penyalahgunaan Narkoba ................. 26
3. Usaha Penanggulan dan Pengobatan .............................................. 27
C. Tugas Kepolisian dalam Pemberantasan Peredaran Narkotika
Psikotropika dan Bahan Adiktif 29
D. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Polri Terhadap Pemberantasan
Peredaran Gelap Narkotika ............................................... 33
E. Tugas dan Fungsi Badan Narkotika Nasional Terhadap Pemberantasan
Peredaran Narkotika.................................................................... 36
F. Koordinasi antar Kepolisian Kabupaten Pesawaran dan BNN
Terhadap Pemberantasan Peredaran Narkotika........................................ 40
G. Kerangka Pikir ....................................................................................... 43
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ............................................................................... 45
B. Fokus Penelitian ............................................................................ 47
C. Lokasi Penelitian ........................................................................... 50
D. Jenis Data ...................................................................................... 50
E. Informan ........................................................................................ 51
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 52
G. Teknik Pengolahan Data ............................................................... 53
H. Teknik Analisis Data..................................................................... 53 I. Teknik Keabsahan Data ................................................................ 54
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Badan Narkotika Nasdional Provinsi Lampung ................. 57
B. Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran ........................... 59
C. Kecamatan Tegineneng ........................................................ . 62
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Koordinasi Antar Instansi Pemerintah Terhadap Pemberantasan
Peredaran Narkotika .............................................. ........... 67
B. Analisis Koordinasi Antar Instansi Pemerintah Terhadap
Pemberantasan Peredaran Narkotika ............................. 73
1. Peramalan .............................................................................. 73
2. Perencanaan .......................................................................... 75
3. Pengorganisasian .................................................................. 79
4. Memotivasi dan Memerintah ............................................... 81
5. Pengendalian ........................................................................ 82
6. Komunikasi ........................................................................... 84
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .............................................................................. 89
B. Saran .................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1. Data Pengedar Narkoba ........................................................ 3
2. Bagan Tugas BNN dan Satres Narkoba ............................... 9
3. Penelitian Terdahulu ............................................................. 11
4. Data Informan Penelitian ...................................................... 51
5. Klasifikasi, Status Dan Luas Wilayah Desa Di Kecamatan
Teginenneg Kabupaten Pesawaran ...................................... 63
6. Triangulasi Data Penelitian .................................................. 70
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambar Daur Proses Manajemen ................................ 25
2. Kerangka Pikir .............................................................. 44
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana peri kehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib, dan dinamis
dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, adil, bersahabat, dan damai.
Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya, saat ini sedang
dihadapkan pada kenyataan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin
maraknya pemakaian secara tidak sah bermacam-macam narkotika yang sebagian
besar dilakukan oleh para remaja, hal ini dikarenakan masa remaja merupakan
masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang yang
menyangkut perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan kepribadian,
oleh karena itu mereka mudah dipengaruhi dan tidak stabilnya emosi cenderung
menimbulkan perilaku nakal. Jenis narkotika yang sering di salah gunakan antara
lain shabu-shabu dan ectasy.
2
Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila
penggunaannya tidak dibawah petunjuk dokter maupun tim medis yang
berwenang. Penyalahgunaan narkotika tidak saja merugikan bagi pengguna, tetapi
berdampak sosial, ekonomi, dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan
ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara, semakin pesat kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, transportasi, komunikasi dan informasi telah
mengakibatkan gejala meningkatnya peredaran narkotika yang semakin meluas
serta berdimensi internasional.
Pemberantasan peredaran narkotika tidak mungkin berjalan apabila tidak ada
komitmen yang nyata antara masyarakat, penegak hukum, dan pemerintah.
Kepolisian sebagai aparat penegak hukum berperan penting untuk memberantas
segala tindak kejahatan. Mengungkap suatu kejahatan atau tindak pidana dimulai
dari penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan saksi atau tersangka, dan barang bukti
sampai kejahatan itu dilimpahkan kepengadilan. Tugas kepolisian sangat berat
karena kasus-kasus kejahatan yang terjadi sekarang tidak mengenal waktu,
tempat, maupun korban.
Peredaran narkotika dalam masyarakat harus dicegah dan ditanggulangi. Upaya
pencegahan ini harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan dikeluarkannya
Undang-Undang narkotika agar masalah narkotika ini tidak terus tumbuh dalam
masyarakat sebagai wabah yang buruk bagi perkembangan negara. Masalah
hukum ini yang menyangkut peran aparat hukum, khususnya kepolisian yang
sangat penting keberadaannya ditengah-tengah masyarakat sebagai abdi negara
penyeimbang dan pengayom kehidupan dalam masyarakat. Peran serta
3
masyarakat dalam menanggulangi narkotika juga mutlak diperlukan, tanpa peran
masyarakat upaya yang dilakukan pemerintah tidak akan secara maksimal.
Berikut penulis lampirkan data Pengedar Narkotika di Kecamatn Tegineneng
yang telah diringkus pihak Kepolisian Satuan Reserse Narkoba Kabupaten
Pesawaran Tahun 2017 sampai Tahun 2018 di bawah ini:
Tabel 1.1 : Data Pengedar Narkotika di Kecamatan Tegineneng yang telah
diringkus pihak Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran Tahun
2017 sampai Tahun 2018
Bulan Tahun 2017 Tahun 2018
1. Januari 5 kasus 13 kasus
2. Februari 3 kasus 7 kasus
3. Maret 8 kasus 13 kasus
4. April 6 kasus 11 kasus
5. Mei 10 kasus 5 kasus
6. Juni 2 kasus 5 kasus
7. Juli 5 kasus 15 kasus
8. Agustus 8 kasus 8 kasus
9. September 7 kasus 12 kasus
10. Oktober 9 kasus 3 kasus
11. November 8 kasus 11 kasus
12. Desember 8 kasus 7 kasus
Jumlah 74 kasus 110 kasus
Sumber: Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran
4
Pengedar narkotika di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran dari data
Sat Narkoba Polres Pesawaran terhitung bulan Januari 2017 hingga November
2018 mengalami tren penaikan yang tinggi. Hasil tersebut tidak terlepas dari
upaya yang serius dilakukan oleh instansi pemerintah yaitu Kepolisian Kabupaten
Pesawaran dalam pengendalian pemberantasan peredaran narkotika.
Pemaksimalan Kepolisian dilakukan mulai dari pemakai agar mendapat informasi
mengenai siapa bandar narkoba yang nantinya akan menjadi Target Operasi (TO).
Berdasarkan hasil pra-riset pada tanggal 12 Oktober 2018, pemberantasan
pengedaran narkotika di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran dilakukan
oleh pihak Kepolisian Satuan Reserse Narkoba Kabupaten Pesawaran dan Badan
Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung dengan melakukan berbagai
macam operasi – operasi dalam setiap bulan, tetapi dalam hal ini pihak Badan
Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung di nilai tidak aktif dalam
penanganan pemberantasan pengedaran narkoba.
Tujuan mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana narkotika,
dengan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika untuk selanjutnya disebut UU Narkotika, dinyatakan bahwa dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkotika
dan prekusor narkotika Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional
yang selanjutnya disingkat BNN. Ayat (2) menyatakan bahwa BNN sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) merupakan lembaga pemerintah non kementrian yang
berkedudukan dibawah presiden dan bertanggungjawab kepada presiden.
Pasal 65 Ayat (1) UU Narkotika menyatakan bahwa BNN berkedudukan di
5
ibukota Negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia. Ayat (2) menyatakan bahwa BNN mempunyai perwakilan di daerah
provinsi dan Kabupaten/Kota. Ayat (3) menyatakan bahwa BNN Provinsi
berkedudukan di ibukota Provinsi dan BNN Kabupaten atau kota berkedudukan di
ibukota Kabupaten atau kota.
Permasalahan peredaran narkotika merupakan permasalahan yang berat dan
kompleks, maka penanganannya memerlukan pendekatan secara komprehensip,
terpadu, berkelanjutan dan partisipasi semua pihak. Koordinasi antar pihak-pihak
terkait tentu diperlukan dan sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan agar
permasalahan narkotika di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran dapat
berkurang.
Penyidik sesuai dengan ketentuan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan
memberantas peredaran Narkotika dan Prekursor Narkotika. Menurut Pasal 84
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa
dalam melakukan penyidikan terhadap pemberantasan peredaran Narkotika,
penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis
dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya.
6
Kepolisian terkhusus bagian Satres Narkoba Polres Pesawaran dan Badan
Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung mempunyai tugas dalam
melakukan pemberantasan masalah pengedaran narkotika, namun koordinasi tidak
berjalan sesuai dengan harapannya. Masalah dalam Koordinasi ini karena tidak
adanya kesadaran pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung
menjalankan tugasnya, BNNP Lampung hanya mengandalkan pihak Satres
Narkoba Polres Pesawaran dalam melakukan pemberantasan di Kecamatan
Tegineneng Kabupaten Pesawaran, sedangkan Badan Narkotika Nasional (BNN)
Provinsi Lampung dalam koordinasinya seharusnya juga turun langsung
kelapangan dalam melakukan pemberantsan pengedaran narkotika.
Menurut pasal 70 huruf b Undang-undang No. 35 tahun 2009 BNN diberi tugas
dan kewenangan dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan
peredaran narkotika dan prekusor narkotika disertai dengan kewenangan yang
diberikan kepada penyelidik dan penyidik BNN. Sedangkan wewenang oleh
penyidik POLRI tercantum juga pada pasal 81 undang-undang No. 35 tahun 2009
tentang narkotika, tetapi penyidikan yang dilakukan oleh POLRI secara umum
terdapat dalam pasal 7 KUHAP dan juga terdapat pada pasal 16 (1) undang-
undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kepolisian Kabupaten Pesawaran dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi
Lampung tentu dalam pelaksanaannya penanganan pemberantasan peredaran
narkotika seharusnya dilakukan oleh kedua instansi tersebut. Kerjasama sangat
dibutuhkan dalam penanganan pemberantasan peredaran narkotika. Pemenuhan
sumber daya manusia, sarana dan prasarana sangat di butuhkan untuk
7
pemaksimalan penanganan. Selain itu, melakukan kerjasama ataupun
pemberdayaan masyarakat dan kerjasama kemitraan perlu dilakukan.
Provinsi Lampung khususnya Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran
menjadi perhatian serius mengenai peredaran narkotika, Kapolres Pesawaran
AKBP Syaiful Wahyudi menyatakan:
“Kami terus melakukan pengawasan di kawasan bebas narkoba di
Tegineneng dan dalam operasi antik krakatau 2018, masih ada
bandar dan pengedar narkoba yang ditangkap petugas. Untuk
melakukan pengawasan bersama dalam meminimalisir peredaran
narkoba khususnya di wilayah Kecamatan Tegineneng dengan
tujuan agar ditetapkan sebagai kawasan bebas narkoba oleh Polda
Lampung, maka dari itu butuh pengawasan dan kerjasama Pemkab
Pesawaran dan masyarakat untuk sosialisasi bahaya
penyalahgunaan dan peredaran narkoba”.
(www.lampost.co/, diakses pada tanggal 31 Juli 2018 pukul 17.04
WIB)
Faktor penyebab meningkatnya peredaran narkotika yang terkhusus terjadi di
Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran, yang pertama adalah kurang
puasnya seseorang dalam memperoleh penghasilan dalam pekerjaannya sehingga
menjadi bandar narkotika adalah salah satu alternatif untuk mendapatkan uang
lebih mudah dan cepat karena menjanjikan keuntungan yang besar. Kedua,
keterbatasan pengetahuan orang tua mengetahui pergaulan sang anak dan
minimnya pengetahuan tentang narkotika. (www.lampost.co/, diakses pada
tanggal 31 Juli 2018 pukul 17.04 WIB)
Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta
membantu pemberantasan peredaran narkotika sesuai dengan pasal 104 UU No
8
35 tahun 2009 tentang Narkotika. Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui
upaya mencari, memperoleh dan memberikan informasi, menyampaikan saran dan
pendapat serta memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya mengenai
adanya dugaan peredaran narkotika, hal ini juga dapat dilakukan oleh masyarakat
melalui jalur atau lingkungan pendidikan, kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial
masyarakat lainnya.
Instansi Pemerintah yang berkoordinasi dalam proses pemberantasan peredaran
narkotika adalah Kepolisian Kabupaten Pesawaran yang dapat bekerjasama
dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung., hal ini tercantum
pada pasal 70 huruf c Undang-Undang No 35 tahun 2009 yaitu BNNP Lampung
berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian NKRI dalam pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkotika.
Kepolisian dalam menjalankan tugasnya telah melakukan pemberantasan dengan
sebaik-baiknya, berikut peneliti lampirkan berita di bawah ini:
“Dalam sambutannya Kapolda Lampung mengatakan jumlah narkoba
yang disita tahun 2017 sudah mencapai 5,9 Kg ganja, 112 Sabu, dan 517
butir ekstasi dan jumlah ini menurutnya sangat memprihatinkan. Kami
akan terus menekan peredaran jenis narkoba hingga serendah –
rendahnya,” ujar Kapolda Lampung .
“Sedangkan Bupati Pesawaran Hi Dendi Ramadhona, sangat kagum dan
bangga, karena di Kecamatan Tigeneneng telah terbentuk satgas anti
narkoba yang ketuanya merupakan mantan pengguna narkoba. Dihadapan
Kapolda Lampung Irjen Pol Drs Suroso Hadi Siswoyo dan Bupati
Pesawaran Dendi Ramadhona, mantan pengedar narkoba melakukan
testimoni. Hadir Assisten I pemprov lampung, Ketua DPRD Lampung,
Ketua DPRD Pesawaran, Kepala BIN, dan Kapolres Pesawaran. Deklarasi
bersama yang dilakukan masyarakat setempat berjanji akan bersama-sama
dengan Polisi untuk memberantas narkoba. Dan ia akan benar-benar
9
berhenti dari dunia hitam narkoba. Selain deklarasi di Kecamatan
Tegineneng, juga berlangsung serentak di seluruh Kabupaten Provinsi
Lampung” (https://infogeh.net/ di akses pada tanggal 23 Oktober 2017)
Tugas pokok kepolisian sesuai dengan pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara yaitu memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani
masyarakat, dalam upaya penanggulangannya masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam membantu upaya
kepolisian dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan serta peredaran
narkoba dalam bentuk memberikan informasi baik secara perorangan maupun
secara organisasi kemasyarakatan.
Berikut peneliti paparkan masing-masing tugas Badan Narkotika Nasional (BNN)
Provinsi Lampung dan Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran dalam bentuk
bagan di bawah ini:
Tabel 1.2 Tugas BNN Provinsi Lampung dan SatRes Narkoba Polres Pesawaran No Tugas Badan Narkotika Nasional
(BNN) Provinsi Lampung
Satuan Reserse Narkoba Polres
Pesawaran
1. Mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan peredaran
narkotika
Melaksanakan pengaturan, penjagaan,
pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah
sesuai kebutuhan
2. Berkoordinasi dengan Kepala
Kepolisian NKRI dalam
pemberantasan peredaran narkotika
Menyelenggarakan segala kegiatan dalam
menjamin keamanan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas di jalan
3. Memberdayakan masyrakat dalam
pencegahan peredaran narkotika
Membina masyarakat untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta
ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-
undangan
4. Memantau, mengarahkan dan
meningkatkan kegiatan masyrakat
dalam pemberantasan peredaran
narkotika
Memeriksa, menggeledah dan menyita
barang bukti dalam peredaran narkotika
sekaligus menangkap dan menahan orang
yang melakukan peredaran narkotika
10
5. Membuat laporan tahunan mengenai
pelakanaan tugas dan wewenang
Memelihara ketertiban dan menjamin
keamanan umum
6. Memeriksa, menggeledah dan
menyita barang bukti dalam
peredaran narkotika
Melakukan koordinasi, pengawasan, dan
pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipil,
dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa
7. Menangkap dan menahan orang yang
melakukan peredaran narkotika
Melakukan penyelidikan dan penyidikan
terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan
peraturan perundang-undangan lainnya
Sumber: Diolah Oleh Peneliti 2018
Pencegahan peredaran narkotika telah diadakan berbagai upaya pemberantasan,
antara lain bertujuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dijelaskan pada
tabel 1.2, berikut peneliti jelaskan koordinasi yang seharusnya dilakukan oleh
Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung dan Satuan Reserse Narkoba
Polres Pesawaran sebagai berikut:
1. Pencegahan yang berarti melakukan bentuk rapat koordinasi, sosialisasi bahaya
peredaran narkotika dan dampak dari pelaku peredaran narkotika.
2. Penggeledahan yang berarti melakukan bentuk atau upaya pihak-pihak yang
berwenang dalam proses pemberantasan seperti pencarian barang bukti adanya
narkotika.
3. Penangkapan yang berarti upaya terakhir setelah pencegahan dan
penggeledahan, proses tangkap tangan setelah adanya informasi-informasi
yang masuk mengenai peredaran narkotika.
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, peneliti menemukan beberapa
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan diteliti saat ini.
Penelitian terdahulu tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini:
11
Tabel 1.3 Penelitian Terdahulu No Nama
Peneliti/tahun
Judul Hasil Penelitian Kesimpulan
1. Deva Febriyan
Permadi
(2013)
Bentuk Koordinasi
Antara Polisi Dan
BNN Dalam
Melakukan
Penyidikan Kasus
Penyalahgunaan
Narkotika (Jurnal)
Koordinasi yang sudah
dilakukan sampai saat
ini yaitu pemberian
informasi yang
dilakukan BNN
Kabupaten dengan
kepolisian.
Bentuk koordinasi antara
BNN dan polri yakni:
a. penyelidikan yang
dilakukan oleh anggota
dari polres kota blitar
dengan polres kabupaten
blitar.
b. pemetaan jaringan gelap
narkotika
c. melakukan sosialisasi ke
wilayah rawan terjadi
penyalahgunaan narkotika
d. melakukan koordinasi
dengan lembaga yang ikut
menangani permasalahan
penyalahgunaan nakotika 2. Randi yuhandi
(2017)
Koordinasi
Pemerintah Kota
Dalam Upaya
Pencegahan
Penyalahgunaan
Narkotika Di Kota
Pekanbaru (Jurnal)
Beberapa bentuk
koordinasi pemerintah
kota dalam upaya
pencegahan
penyalahgunaan
narkotika sampai saat
ini belum optimal
sehingga membutuhkan
penanganan yang
komprehensif yang
menuntut
pengembangan
organisasi proporsional
di pusat dan daerah.
Bentuk koordinasi yang
dilakukan adalah
koordinasi vertikal dan
koordinasi horizontal.
Koordinasi vertikal yang
dilakukan oleh pemerintah
kota pekanbaru dengan
membentuk duata anti
narkoba, kemudian
koordinasi horizontal
adalah berupa koordinasi
peencegahan peredaran
narkoba yang dilakukan
oleh pemerintah kota
pekanbaru dengan badan
narkotika kota pekanbaru.
3. Juliantro
(2016)
Koordinasi Antara
Kepolisian Negara
Republik Indonesia
Dan Badan
Narkotika Nasional
Dalam Mencegah
Dan Menindak
Pelaku Tindak
Pidana Narkotika
(Jurnal)
Koordinasi antara
keduanya adalah
mencegah dan
menindak pelaku
tindak pidana
narkotika, BNN dan
Polri salingh terkait
apabila Polri meminta
dukungan masalah
penyuluhan, pihak
BNN siap melakukan
penyuluhan dan
sosialisasi tentang
narkotika dan
bahayanya, dalam
mengadakan operasi
sidak ataupun razia
pihak BNN meminta
bantuan ke Polri .
BNN dan Polri telah
menjalin Nota
Kesepahaman MENGENi
koordinasi di dalam
.mencegah dan menindak
pelaku tindak pidana
narkotika. Apabila Polri
maupun BNN menemukan
adanya informasi
mengenai peredaran gelap
narkotika, Polri dan BNN
sama-sama melakukan
Press Release atas temuan
tersebut.
Sumber: Diolah oleh peneliti 2018
12
Berdasarkan penjelasan dan uraian tersebut di atas maka penulis ingin mengetahui
lebih dalam mengenai koordinasi antar instansi pemerintah yaitu Badan Narkotika
Nasional Provinsi Lampung dan Satres Narkoba Polres Pesawaran terhadap
pemberantasan peredaran narkotika terkhusus di Kecamatan Tegineneng
Kabupaten Pesawaran yang sampai saat ini masih dalam naungan yang
berwenang. Berdasarkan alasan tersebut penulis mengajukan judul “Koordinasi
Antar Instansi Pemerintah Terhadap Pemberantasan Peredaran Narkotika (Studi
Kasus Di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan
diajukan oleh peneliti adalah Bagaimana Koordinasi Antar Instansi Pemerintah
Terhadap Pemberantasan Peredaran Narkotika Di Kecamatan Tegineneng
Kabupaten Pesawaran?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui koordinasi antar instansi pemerintah terhadap pemberantasan
peredaran narkotika di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran tersebut.
13
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
Manfaat secara teoritis dari penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat
lebih memperkaya lagi kajian-kajian yang berhubungan dengan ilmu
pemerintahan, serta dapat mengembangkan dan memperdalam khasanah
ilmu pemerintahan khususnya tentang koordinasi yang mencakup aspek
pemberantasan peredaran narkotika.
2. Secara Praktis
Manfaat secara praktis dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi bagi penelitian-penelitian yang selanjutnya dan referensi bagi
pemerintah khususnya instansi pemerintah dalam menanggulangi masalah
narkotika.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Koordinasi
1. Pengertian Koordinasi
Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang berbeda, agar
kegiatan dari bagian-bagian itu selesai pada waktunya, sehingga masing-
masing dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal, agar
memperoleh hasil secara keseluruhan. Koordinasi terhadap sejumlah bagian-
bagian yang besar pada setiap usaha yang luas daripada organisasi demikian
pentingnya sehingga beberapa kalangan menempatkannya di dalam pusat
analisis.
Menurut G.R. Terry dalam buku Principle of Management (2002:55)
koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan
jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk
menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang
telah ditentukan, sedangkan menurut E.F.L. Brech dalam buku Principle of
Management (2002:54) koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan
tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan
masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan
15
keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri (Hasibuan,
2007:85).
Handoko (2003:195) mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai
proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-
satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Menurut Handoko
(2003:196) kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan
komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan
bermacam-macam satuan pelaksananya.
Koordinasi dalam pelaksanaan suatu rencana, pada dasarnya merupakan salah
satu aspek dari pengendalian yang sangat penting. Koordinasi disini adalah
suatu proses rangkaian kegiatan menghubungi, bertujun untuk menyelaraskan
tiap langkah dan kegiatan dalam organisasi agar tercapai gerak yang tepat
dalam mencapai sasaran dan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, selain
sebagai suatu proses, koordinasi itu dapat juga diartikan sebagai suatu
pengaturan yang tertib dari kumpulan atau gabungan usaha untuk
menciptakan kesatuan tindakan.
Koordinasi dalam bentuk pemerintahan merupakan pengaturan yang aktif,
bukan pengaturan yang pasif berupa membuat pengaturan terhadap setiap
gerak dan kegiatan dan hubungan kerja antara beberapa pejabat pemerintah
baik pusat maupun daerah serta lembaga-lembaga pemerintahan yang
mempuyai tugas kewajiban dan wewenang yang saling berhubungan satu
16
sama lain, dimana pengaturan bertujuan untuk mencegah terjadinya
kesimpang siuran dan saling tumpang tindih kegiatan yang mengakibatkan
pemborosan-pemborosan dan pengaruh yang tidak baik terhadap semangat
dan tertib kerja.
2. Tujuan Koordinasi
Menurut Mc. Farland (Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah suatu
proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur
di antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai
tujuan bersama. Adapun tujuan dilakukannya koordinasi, yakni:
a. Meraih dan menjaga keefektifitasan organisasi seoptimal mungkin
dengan sinkronasi, kebersamaan, keselarasan serta keseimbangan
antara aktivitas yang saling berhubungan.
b. Menjalankan pencegahan pada munculnya konflik dan membuat
efisiensi yang optimal pada berbagai kegiatan yang interdependen
dengan kesepakatan yang mengakomodir semua elemen yang
berhubungan.
c. Koordinasi berupaya untuk menciptakan dan menjaga supaya suasana
dan perilaku yang ada saling merespon dan mengantisipasi pada setiap
unit kerja baik yang berhubungan atau tidak. Hal ini agar kesuksesan
masing-masing unit tidak mengganggu atau diganggu oleh unit lainya.
17
Untuk itu dibutuhkan koordinasi dengan jaringan komunikasi dan
informasi yang efektif.
3. Manfaat Koordinasi
Koordinasi tentu memiliki manfaat dalam mencapai tujuannya, adapun manfaat
dari koordinasi antara lain:
a. Tercapainya KISS (Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Simplifikasi)
supaya pencapaian tujuan organisasi dapat seefektif dan seefisien
mungkin.
b. Menjadi problem solver di setiap masalah dan konflik semua pihak.
c. Membantu pimpinan dalam melakukan sinergi dan integrasi berjalannya
tugas-tugas yang ada dengan pihak yang berkaitan. Ketika keterkaitan
dengan berbagai unit/divisi semakin besar maka semakin tinggi kebutuhan
akan koordinasi.
d. Mendukung pimpinan untuk mensinergikan dan mengatur perkembangan
antara satu unit dengan unit lainnya.
e. Supaya pimpinan dapat melakukan sinkronisasi kegiatan fungsional
dengan berbagai tujuan masing-masing unit yang berbeda demi tercapai
tujuan bersama seefektif dan seefisien mungkin dengan keterbatasan
sumber daya yang ada.
18
f. Membagi pekerjaan di masing-masing unit supaya tidak terjadi overlaping.
Semakin besar skala pekerjaan yang didapatkan maka semakin tinggi
kebutuhan akan koordinasi. Hal ini mempunyai tujuan supaya tidak ada
pekerjaa yang sama yang dijalankan divisi yang berbeda karena akan
membuat suatu pemborosan anggaran.
g. Terjadi pengembangan dan terjaganya keharmonisan antar kegiatan yang
dijalankan baik secara fisik ataupun non fisik dan dengan stakeholders.
h. Melakukan pencegahan agar tidak timbul konflik internal dan eksternal
i. Melakukan pencegahan adanya pekerjaan yang koson di setiap unit
j. Menghindari persaingan yang buruk
4. Jenis-Jenis Koordinasi
Handayaningrat (1982: 127-129) menjelaskan bahwa koordinasi memiliki
beberapa model yaitu Koordinasi Intern dan eksternal, berikut penjabaran dari
beberapa model koordinasi di bawah ini:
a. Koordinasi Intern
Koordinasi intern dibedakan menjadi beberapa kategori, yakni:
1). Koordinasi vertikal, yang mana antara yang mengkoordinasi
dengan yang dikoordinasi secara struktural ada hubungan hierarki
karena satu dengan yang lainnya berada pada satu garis komando.
19
2). Koordinasi horizontal, yakni koordinasi fungsional yang mana
yang mengkoordinasi mempunyai tingkat eselon yang sama.
3). Koordinasi diagonal, yakni koordinasi fungsional yang mana yang
mengkoordinasi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi tingkat
eselonnya daripada yang dikoordinasikan, tetapi satu dengan yang
lainnya tidak berada pada satu garis komando.
b. Koordinasi Eksternal
Koordinasi eksternal yang dibedakan menjadi beberapa kategori, yakni:
1). Koordinasi vertikal, merupakan koordinasi yang dijalankan oleh
seorang kepala wilayah yang melakukan aktivitas pembangunan
antar dinas ataupun antar pimpinan dinas lain, seperti rapat, staf,
rapat kerja dan rapat pimpinan.
2). Koordinasi horizontal, yang mana seorang kepala atau pimpinan
selalu berhubungan dengan dinas lain yang dianggap ada
hubungannya atau keterkaitan dengan masalah pembangunan yang
dijalankan dalam wilayah kerjanya.
5. Ruang Lingkup Koordinasi
George R. Terry mengemukakan dalam bukunya Principles of Management
(2002:57) ruang lingkup koordinasi antara lain:
20
a. Koordinasi Dalam Individu
koordinasi dalam individu apabila dilihat dari sisi manajemen organisasi,
koordinasi individu dapat saja masuk dalam urusan setiap individu dan
tidak berhubungan langsung dengan manajemen organisasi atau
perusahaan. Tetapi keahlian setiap individu dalam mengatur dan
merampungkan tanggung jawah dari organisasi akan mempunyai dampak
terhadap berhasilnya dalam mencapai tujuan pribadi.
b. Koordinasi Antara Individu Dari Suatu Kelompok
Koordinasi antara individu dan kelompok dalam hal ini dapat dilihat dari
kerja sama tim dalam suatu organisasi tanpa adanya koodinasi yang baik
akan sangat mustahil suatu tim meraih tujuannya. Koordinasi antar
individu di suatu kelompok diterapkan dengan suatu pembagian tugas dan
saling melakukan komunikasi untuk membentuk sinergitas, oleh karena itu
melalui koordinasi maka tidak akan terjadi miss leading dalam mencapai
tujuan.
c. Koordinasi Antara Kelompok Pada Suatu Perusahaan
Suatu organisasi atau perusahaan sering terjadi koordinasi antara
kelompok yang dimaksudkan sebagai divisi atau unit atau departemen.
Koordinasi antar divisi saling menjalan koordinasi supaya tidak terjadi
tumpang tindih aktivitas atau program yang akan dijalankan. Koordinasi
antar unit juga dilakukan sebagai penyelarasan langkah dalam mencapai
tujuan.
21
d. Koordinasi Antara Perusahaan Dan Berbagai Macam Peristiwa Dunia
Koordinasi dengan pihak luar (eksternal) dibutuhkan dalam melaksanakan
manajemen perusahaan. Kegiatan yang dijalankan organisasi secara
menyeluruh diusahakan harus sesuai dengan lingkungan eksternal.
Lingkungan eksternal yang dimaksud adalah seperti perusahaan lain yang
didalamnya juga termasuk pesaing, peraturan legal pemerintah, kondisi
ekonomi dan politik, dan juga berbagai peristiwa yang terjadi di dunia.
6. Dampak Kurangnya Koordinasi
Menurut G.R. Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan
teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan
mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang
seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Koordinasi
dalam suatu sasaran terdapat kekurangan, hal ini dapat disebabkan karena
kurangnya koordinasi dalam organisai yang dapat berdampak sebagai
berikut:
a. Petugas atau pejabat setiap satuan organisasi berselisih pada suatu
wewenang atau bidang kerja yang masing-masing beranggapan
sebagai termasuk dalam yuridiksinya.
b. Terdapat saling pelemparan tanggung jawah, disebabkan masing-
masing merasa bahwa suatu wewenang atau bidang kerja tidak
masuk dalam lingkupannya.
22
c. Terdapat keputusan yang ternyata dibuat dengan kurang sempurna
karena tidak adanya keterangan lengkap di satuan organisasi yang
berkaitan (dari tingkat bawahannya).
d. Gejala yang dapat dilihat juga yakni timbul banyak badan khusus
atau satuan organisasi
e. Nonstruktural seperti panitia, komisi, tim, satgas, dan sebagainya
yang masing-masing berdiri sendiri untuk menyelesaikan suatu
tugas yang pada nyatanya sudah bisa dicakup atau dimasukkan ke
dalam susunan organisasi yang sudah ada.
7. Faktor yang menghambat koordinasi
Handayaningrat (1982: 127-129) dalam pelaksanaan koordinasi, memiliki
beberapa hambatan-hambatan:
a. Hambatan-hambatan dalam koordinasi vertikal (struktural)
Koordinasi vertikal (struktural) sering terjadi hambatan-hambatan
disebabkan perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap-tiap
satuan kerja (unit kerja) kurang jelas, disamping itu adanya hubungan
dan tata kerja serta prosedur kurang dipahami oleh pihak-pihak yang
bersangkutan dan kadang-kadang timbul keragu-raguan diantara pihak-
pihak tersebut Hambatan-hambatan yang demikian itu tidak perlu karena
antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan ada hubungan
komando dalam susunan organisasi yang bersifat hierarkis.
23
b. Hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional
Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional baik yang
horizontal maupun diagonal disebabkan karena antara yang
mengkoordinasikan dengan yang dikoordinasikan tidak terdapat
hubungan hierarkis sedangkan hubungan keduanya terjadi karena adanya
kaitan bahkan interdepedensi atas fungsi masing-masing.
Menurut Fayol dalam Heidjrachman (1996 : 53), koordinasi dalam proses
manajemen dapat diukur melalui enam indikator yang akan digunakan yakni:
1. Peramalan
Peramalan atau penginderaan kedepan akan meliputi berbagai kegiatan,
yakni interpretasi tujuan perusahaan, penentuan garis-garis besar tindakan
pencapaian tujuan, formulasi kebijakan dan lain-lain. Kebijakan
merupakan landasan pokok organisasi karena itu harus didasarkan pada
fakta baik di dalam maupun di luar organisasi.
2. Perencanaan
Perencanaan merupakan aspek administrasi byang bersifat khusus, dan
keberhasilan perencanaan ini sangat bergantung pada standar dan informasi
yang akurat. Kegiatan perencanaan akan meliputi perencanaan garis besar
perencanaan, strategi atau program umum, pemulihan metode yang cocok,
pemilihan bahan baku dan mesin-mesin yang tepat, dan berbagai hal dalam
rangka menjawab pertanyaan pelaksaan pekerjaan yang di jalankan.
3. Pengorganisasian
24
Mengorganisasi berarti mempersiapkan kerangka kerja manajemen, hal ini
yang merupakan aspek administrasi yang mendukung keberhasilan
pelaksanaan rencana sebab salah satu tugas pokok kegiatan
mengorganisasi adalah menyeleksi orang-orang yang akan melaksanakan
rencana itu.
4. Memotivasi atau memerintah
Motivasi merupakan proses sosial, dan merupakan fungsi pimpinan dalam
membentuk moral pekerja, memberikan inspirasi pada bawahan untuk tetap
setia pada pimpinan, dan membentuk iklim emosi yang tepat dalam
pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan pada kelompok kerja, dengan
demikian jenis motivasi yang akan dijalankan harus sesuai dengan kondisi para
pekerja.
5. Pengendalian
Proses pengendalian, adalah kegiatan membandingkan antara keadaan
pelaksanaan dengan standar-standar yang telah direncanakan, mengadakan
koreksi jika dan bilamana perlu, dan melakukan pencatatan akan hasil-hasil
yang diperoleh guna penyediaan data perencanaan yang akan datang.
Pengendalian haruslah disiplin sesuai dengan tanggung jawab, penyajian hasil
secara konsisten, dilakukan secara periodik, selalu tersedia pada saat
diperlukan untuk pengambilan keputusan, dilakukan secara tidak berlebihan
dan memperlihatkan adanya penyimpangan atau perkecualian secara jelas agar
segera dapat diambil tindakan perbaikannya.
25
6. Komunikasi
Komunikasi adalah alat yang dipakai pimpinan untuk mengetahui ramalan dan
usaha-usaha yang diperlukan. Menurut seorang pimpinan, komunikasi berguna
dalam penyusunan rencana dan pemberian perintah kepada bawahan untuk
bertindak dan menurut seorang penyelia komunikasi berguna dalam
melaksanakan kegiatan koordinasi dan pengendalian operasi.
Berikut daur proses manjemen di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Daur Proses Manajemen
Sumber: Diolah oleh peneliti 2018
KOMUNIKASI
MANUSIA TEKNIK
UNSUR DINAMIKA UNSUR MEKANIKA
Koordinasi Peramalan
Pengendalian Perencanaan
Memotivasi Pengorganisasian
26
B. Tinjauan Tentang Narkotika
1. Pengertian Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sistensi maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnnya rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan bagi pecandu serta pemakai narkotika. Jenis
narkotika dalam hal ini adalah ganja yang sering disalahgunakan dan yang
termasuk dalam ganja adalah shabu-shabu dan ectasy. Narkotika adalah
bagian dari narkoba, jika diibaratkan semua jenis narkotika adalah
narkoba, namun tidak semua narkoba berjenis narkotika.
2. Upaya Pencegahan Masalah Penyalahgunaan Narkotika
Pencegahan masalah penyalahgunaan narkotika memiliki upaya atau
tindakan yang dapat diarahkan pada dua sasaran proses, pertama diarahkan
pada upaya untuk menghindarkan remaja dari lingkungan yang tidak baik
dan diarahkan suatu lingkungan yang lebih membantu proses
perkembangan jiwa remaja, upaya kedua adalah membantu remaja dalam
mengembangkan dirinya dengan baik dan mencapai tujuan yang
diharapkan (suatu proses pendamping kepada si remaja, selain: pengaruh
lingkungan pergaulan di luar selain rumah dan sekolah).
27
3. Usaha Penanggulangan Dan Pengobatan
Usaha penanggulangan dan pengobatan adalah cara yang dapat dilakukan
secara :
a. Tidak langsung
Upaya tidak langsung meliputi memperbaiki sistem pemerintahan
yang stabil dan aman, memperbiki sistem perekonomian rakyat,
memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dalam dunia pendidikan, penegakan hukum yang benar-
benar adil dan merata.
b. Langsung
Upaya secara langsung seperti meningkatkan kewaspadaan petugas
imigrasi baik di bandara maupun pelabuahan terhadap
kemungkinan terjadinya penyelundupan obat bius, pengawasan
secara ketat peredaran obat bius yang di jual di apotik maupun toko
obat, pengawasan cukup ketat terhadap penjualan minuman keras
berkdar alkohol tinggi, baik di supermarket maupun toko-toko
agen penjual minuman keras, penangkap penjual, pengedar dan
pengguna obat bius agar di adili sesuai dengan tingkat
kesalahannya dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku,
melakukan rehabilitasi medik dan psikiatrik terhadap orang yang
menderita ketergantungan obat.
28
Penanggulangan dalam upaya yang lain dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu
tahap pencegahan dan tahap pengobatan dan rehabilitasi.
1) Pencegahan
Membatasi peredaran dan pemberian obat, membatasi iklan-iklan
obat yang terlalu berlebih-lebihan, memberikan pengawasan yang
intensif dan bijaksana terhadap anak, memperbesar rasa percaya diri
sendiri pada remaja golongan muda, misalnya memberikan suatu
keterampian dalam bidang-bidang tertentu, membina keluarga
bahagia dan harmonis, yaitu anak mereka aman, dicintai, dihargai,
dan mampu menjelmakan dirinya, kerja sama yang erat antara
orangtua-guru juga merupakan senjatah ampuh dalam pencegahan ini,
sehingga kegiatan anak di sekolah, dapat diketahui orangtua,
mempertebal imam ketuhanan dalam cintah Tanah Air.
2. Pengobatan dan rehabilitasi
Jika seorang remaja menjadi korban ketergantungan obat, yakinlah
diri anda bahkan mereka ini membutuhkan pengobatan dan
usahakanlah membawahnya ke fasilitas tertentu. Sehingga
kesejahteraan keluarga anda dapat selalu dipertahankan-diperbaiki.
Bersikaplah tenang, jangan terus marah atau menghukum mereka,
serta selidikilah dengan seksama sumber penyebabnya, koreksi diri
sendiri apakah kekurangan kita sebagai orangtua yang menyebabkan
anak terjerumus dalam kasus narkoba. Bujuklah korban agar mau
dibawa konsultasi kepada ahlinya sehingga dapat diperoleh petunjuk
dan tindakan pengobatan yang paling tepat.
29
C. Tugas Kepolisian dalam Pemberantasan Peredaran Narkotika
Menurut G. Gewin yang dikutip oleh Djoko Prakoso, tugas polisi adalah
bagian dari tugas negara, perundang-undangan dan pelaksanaan untuk
menjamin tata tertib, ketentraman serta keamanan, menegakkan hukum,
menanamkan pengertian ketaatan dan kepatuhan. Sedangkan menurut Kist
yang dikutip oleh Djoko Prakoso, tugas polisi adalah bagian dari kekuasaan
eksekutif yang bertugas melindungi negara, alat-alat negara demi kelancaran
roda pemerintahan, rakyatnya dan hak-haknya terhadap penyerangan serta
bahaya dengan selalu waspada. (Djoko Prakoso, 1987:136).
Menurut Subroto Brojodirejo yang dikutip oleh Djoko Prakoso, menyatakan
bahwa tugas polisi adalah menegakkan hukum dan memelihara ketertiban.
(Djoko Prakoso, 1987: 142). Tugas polisi juga tercantum pada Pasal 13 dan
14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002. Menurut Pasal 13 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002, tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah:
1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2) menegakkan hukum; dan
3) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
30
Selanjutnya menurut Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002,
dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:
1). Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
2). Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas di jalan
3). Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan
4) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum
6). Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa
7). Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya
31
8). Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian
9). Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia
10). Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang
11). Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian di atas, tugas kepolisian dalam upaya pemberantasan
peredaran narkotika meliputi:
a. Kampanye anti peyalahgunaan narkotika
kampanye anti penyalahgunaan narkotika dilakukan dengan pemberian
informasi satu arah dari pembicara tentang bahaya pemakaian narkotika dan
tanpa tanya jawab, biasanya hanya memberikan garis besar, dangkal, dan
umum. Informasi disampaikan oleh tokoh masyarakat (ulama, pejabat Polri,
seniman dan sebagainya). Kampanye anti penyalahgunaan narkotika dapat
juga dilakukan melalui spanduk, poster, brosur dan baliho. Misi dari
32
kampanye ini adalah sebagai pesan untuk melawan penyalahgunaan
narkoba, tanpa penjelasan yang mendalam atau ilmiah tentang narkotika.
b. Penyuluhan seluk beluk narkotika
Berbeda dengan kampanye yang monolog, penyuluhan bersifat dialog
dengan tanya jawab. Bentuk penyuluhan dapat berupa seminar, ceramah,
dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk mendalami pelbagai
masalah tentang narkoba sehingga masyarakat benar-benar tahu dan tidak
tertarik untuk menyalahgunakan narkotika. Penyuluhan ada dialog atau
tanya jawab tentang narkoba lebih mendalam. Materi disampaikan oleh
tenaga profesional - dokter, psikolog, polisi, ahli hukum, .sosiolog - sesuai
dengan tema penyuluhan. Penyuluhan tentang narkotika ditinjau lebih
mendalam dari masing-masing aspek sehingga lebih menarik daripada
kampanye.
c. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan distribusi narkoba
di masyarakat
Pengawasan dan pengendalian adalah program preventif yang menjadi tugas
aparat terkait, seperti polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat
dan Makanan (POM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan dan
sebagainya. Tujuannya adalah agar narkoba dan bahan baku
pembuatannya (precursor) tidak beredar sembarangan. Mengingat
keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas, program ini belum berjalan
optimal.
33
Masyarakat harus ikut serta membantu secara proaktif, petunjuk dan
pedoman peran serta masyarakat ini sangat kurang, sehingga peran serta
masyarakat menjadi tidak optimal. Seharusnya instansi terkait membuat
petunjuk praktis yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk
berpartisipasi dalam mengawasi peredaran narkoba.
d. Represif (Penindakan)
Represif merupakan upaya terakhir dalam memberantas penyalahgunaan
narkotika yaitu dengan cara melakukan penindakan terhadap orang yang
diduga menggunakan, meyimpan, menjual narkotika. Langkah represif
inilah yang dilakukan Polisi untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman
faktual yang telah terjadi dengan memberikan tindakan tegas dan konsisten
sehingga dapat membuat jera para pelaku penyalahgunaan dan peredaran
narkotika.
D. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Polri Terhadap Pemberantasan
Peredaran Narkotika
Usaha menanggulangi pemberantasan peredaran narkotika, tentunya
kepolisian mempunyai banyak faktor yang dihadapi, adapun faktor-faktor
tersebut adalah :
1. Faktor Oknum Polisi Sendiri
Faktor Oknum Polisi Sendiri berarti tidak semua polisi itu baik dan
tidak semua polisi itu buruk, pasti ada segelintir oknum yang
melakukan penyimpangan untuk memperoleh keuntungan pribadi, ada
beberapa anggota yang juga berperan dalam membantu peredaran
34
narkotika untuk kepentingan pribadi mereka, ada juga anggota yang
menjadi pemakai bahkan ada juga anggota yang menjadi bandar
walaupun tidak besar, ini merupakan kelemahan dari dalam (internal)
Polri yang perlu diperbaiki dan dibenahi oleh Polri sendiri karena ini
menyangkut nama baik institusi.
Anggota yang bertugas di fungsi narkotika memang mempunyai
kecenderungan seperti dalam pelaksanaan tugasnya, hal ini pun dibahas
juga dalam system pembinaan personil di Biro Sumber Daya Manusia
Polri, oleh karena itu ada istilah “anggota yang bertugas di suatu fungsi
yang selalu di hadapi dengan kejahatan dan kekerasan termasuk fungsi
reserse dan narkoba, jangan dibiarkan bertugas di fungsi tersebut terlalu
lama karena semakin lama anggota bertugas maka kecenderungan untuk
melakukan penyimpangan akan semakin besar” (Pembahasan pada
mata kuliah Sosiologi Kepolisian, 21 Mei 2015).
2. Faktor Lingkungan
Pengaruh ini ditimbulkan dari lingkungan sosial pelaku, baik itu
lingkungan sekolah, pergaulan dan lain-lain, hal tersebut dapat terjadi
karena benteng pertahanan dirinya lemah, sehingga tidak dapat
membendung pengaruh negatif dari lingkungannya dan pada awalnya
para pelaku (pemakai) mungkin hanya sekedar ingin tahu dan coba-
coba terhadap hal yang baru, kemudian dengan kesempatan yang
memungkinkan serta didukung adanya sarana dan prasarana sehingga
lama kelamaan dirinya terperangkap pada jerat penyalahgunaan
narkoba.
35
Faktor lingkungan ini berperan besar dalam peningkatan
penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Pihak Kepolisian tidak bisa
bekerja sendiri dalam melakukan penanggulangan narkoba, perlunya
sikap kepedulian instansi terkait yang berkaitan dengan lingkungan
pelaku antara lain sekolah, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan
juga lembaga-lembaga yang bergerak dalam memerangi narkoba serta
peran serta orang tua (keluarga) yang menjadi benteng juga pertama
dalam mencegah terjerumusnya anak-anak mereka atau bahkan mereka
sendiri yang terjerumus.
3. Faktor Media
Ketersediaan media komunikasi yang sangat canggih dan mudah
didapat tentu memiliki nilai sendiri bagi pemakai dan pelaku pengedar
narkoba. Ketersediaan media komunikasi Handphone dan Internet
merupakan bentuk komunikasi yang ideal guna melancarkan
komunikasi antar para pelaku. Peran Handphone dan internet pula tidak
hanya sebagai media komunikasi namun sebagai media transaksi
berupa transaksi pembayaran melalui m-banking dan i-banking yang
sangat mudah menjalankannya. Akibat adanya media komunikasi
didalam peredaran narkoba tentu hal yang sangat menguntungkan bagi
para pelaku. Berkembangnya komunikasi, maka berkembang pula pola
dan modus dari para pelaku kejahatan sehingga menjadikan
peredarannya menjadi semakin luas pula serta menyulitkan Polri dalam
menanggulanginya secara tuntas.
36
E. Tugas Dan Fungsi Badan Narkotika Nasional (BNN) Terhadap
Pemberantasan Peredaran Narkotika
Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran narkotika, psikotropika, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan
alkohol. BNN dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Dasar hukum BNN adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika. BNN merupakan lembaga nonstruktural yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002, yang kemudian
diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007, oleh karena itu
tersusun tugas BNN sebagai berikut:
1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
2. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
3. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
37
4. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat;
5. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran Narkotika dan Prekursor Narkotika;
6. Memantau, mengarahkan dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran Narkotika dan Psikotropika
Narkotika;
7. Melalui kerja sama bilateral dan multiteral, baik regional maupun
internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
8. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;
9. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara
penyalahgunaan dan peredaran Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
10. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Badan Narkotika Nasional juga bertugas menyusun dan melaksanakan
kebijakan nasional mengenai fungsi pencegahan dan pemberantasan dalam
peredaran narkotika yang meliputi:
1. Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan
adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya disingkat dengan
P4GN.
38
2. Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, kriteria dan
prosedur P4GN.
3. Penyusunan perencanaan, program dan anggaran BNN.
4. Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan
masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama di bidang
P4GN.
5. Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakna teknis P4GN di bidang
pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi,
hukum dan kerjasama.
6. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di
lingkungan BNN.
7. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat
dalam rangka penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan
nasional di bidang P4GN.
8. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan
BNN.
9. Pelaksanaan fasilitasi dan pengkoordinasian wadah peran serta
masyarakat.
10. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
11. Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang
narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali
bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
39
12. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen masarakat
dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam
masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan atau pecandu
narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan
adiktif untuk tembakau dan alkohol di tingkat pusat dan daerah.
13. Pengkoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan
adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat.
14. Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahguna dan/atau
pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali
bahan adiktif tembakau dan alkohol berbasis komunitas terapeutik atau
metode lain yang telah teruji keberhasilannya.
15. Pelaksanaan penyusunan, pengkajian dan perumusan peraturan perundang-
undangan serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN.
16. Pelaksanaan kerjasama nasional, regional dan internasional di bidang
P4GN.
17. Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di
lingkungan BNN.
18. Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah terkait
dan komponen masyarakat di bidang P4GN.
19. Pelaksanaan penegakan disiplin, kode etik pegawai BNN dan kode etik
profesi penyidik BNN.
40
20. Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional penelitian dan
pengembangan, serta pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN.
21. Pelaksanaan pengujian narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan
adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
22. Pengembangan laboratorium uji narkotika, psikotropika dan prekursor
serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau dan alkohol.
23. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di
bidang P4GN
F. Koordinasi Antar Kepolisian Kabupaten Pesawaran dan Badan
Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung Terhadap
Pemberantasan Peredaran Narkotika
Koordinasi yang dilakukan oleh kedua lembaga ini yakni Kepolisian
Kabupaten Pesawaran dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi
Lampung dalam melakukan pemberantasan terhadap peredaran narkotika
yang telah tercantum pada pasal 70 huruf c Undang-Undang No. 35 Tahun
2009 tentang koordinasi antara kedua instansi tersebut, di dalam Undang-
Undang tersebut telah disebutkan beberapa kewenangan yang seharusnya
dilaksanakan dalam proses penindakan penyidikan terkait penyalahgunaan
narkotika tersebut.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 untuk selanjutnya disebut UU
Narkotika, dinyatakan bahwa dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkotika dan prekusor
41
narkotika Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional yang
selanjutnya disingkat BNN. Ayat (2) menyatakan bahwa BNN
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan lembaga pemerintah non
kementrian yang berkedudukan dibawah presiden dan bertanggungjawab
kepada presiden.
Pasal 65 Ayat (1) UU Narkotika menyatakan bahwa BNN berkedudukan
di ibukota Negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia. Ayat (2) menyatakan bahwa BNN mempunyai
perwakilan di daerah provinsi dan Kabupaten/Kota. Ayat (3) menyatakan
bahwa BNN Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi dan BNN
Kabupaten atau kota berkedudukan di ibukota Kabupaten atau kota,
mengingat permasalahan peredaran narkotika merupakan
permasalahan yang berat dan kompleks, maka penanganannya
memerlukan pendekatan secara komprehensip, terpadu, berkelanjutan dan
partisipasi semua pihak.
Penyidik sesuai dengan ketentuan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, dapat melakukan kerja sama untuk
mencegah dan memberantas peredaran Narkotika dan Prekursor
Narkotika. Menurut Pasal 84 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika dinyatakan bahwa dalam melakukan penyidikan
terhadap pemberantasan peredaran Narkotika, penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan
kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya.
42
Koordinasi sesuai dengan ketentuan kedua pasal di atas maka diketahui
bahwa penyidik Kepolisian dan penyidik BNN melakukan koordinasi dan
hubungan kerja sama yang saling melengkapi antara satu dengan yang
lainnya dalam upaya mengungkap kasus peredaran narkotika, hal ini
disebabkan karena peredaran narkotika merupakan masalah yang sangat
kompleks, sehingga diperlukan upaya penanggulangan secara
komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor
dari pihak-pihak yang berwajib serta membutuhkan adanya partisipasi
masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten
agar penyalahgunaan narkotika tidak semakin luas dan membesar.
Kepolisian mempunyai tugas dalam melakukan penanggulangan masalah
pengedaran narkotika, menandakan bahwa koordinasi tidak berjalan
antara Kepolisian terkhusus bagian Satres Narkoba Polres Pesawaran dan
Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung mempunyai tugas
dalam melakukan pemberantasan masalah pengedaran narkotika, namun
koordinasi tidak berjalan sesuai dengan harapannya.
Masalah dalam Koordinasi ini karena kurangnya kesadaran pihak Badan
Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung menjalankan tugasnya yang
mengandalkan pihak Satres Narkoba Polres Pesawaran dalam melakukan
pemberantasan di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran,
sedangkan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung dalam
koordinasinya akan turun lapangan jika bandar narkoba dan jaringannya
sudah benar-benar tidak dapat ditangani oleh pihak Kepolisian.
43
Usaha-usaha dalam melakukan pemberantasan peredaran narkotika
tersebut tidak terlepas dari dukungan aparat penegak hukum yang
termasuk dalam sistem peradilan pidana, yaitu yang paling bersangkutan
dan yang berkoordinasi yaitu Kepolisian dan Lembaga Badan Narkotika
Nasional yang telah diberi kewenangan khusus oleh Pemerintah dalam
menangani kasus Narkotika.
F. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir adalah serangkaian konsep dan kejelasan hubungan
antara konsep yang dirumuskan oleh peneliti berdasar tinjauan pustaka,
dengan meninjau teori yang disusun digunakan sebagai dasar untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diangkat agar peneliti
mudah dalam melakukan penelitian.
Penulis memakai teori koordinasi, bahwa ada 7 indikator koordinasi yang
baik karena idalam sebuah koordinasi, diperlukan terciptanya komunikasi
yang baik dari masing-masing pihak, selain itu, setiap masing-masih pihak
terkait wajib memahami pentingnya dari sebuah koordinasi agar dapat
bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan
juga untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan bersama, oleh karena
itu koordinasi akan dikatakan berjalan baik apabila dalam dalam proses
manajemen koordinasi telah di laksanakan secara baik dengan proses
peramalan, perencanaan, pengorganisasian, memotivasi atau memerintah,
44
pengendalian, pengkoordinasian dan komunikasi. Berikut untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar kerangka pikir di bawah ini:
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Meningkatnya Peredaran Narkotika
Koordinasi Antar Instansi Pemerintah Terhadap
Pemberantasan Peredaran Narkotika
Penanggulangan Peredaran
Narkotika
Instansi Pemerintah
Koordinasi Ada atau
Tidak
Indikator Koordinasi:
1. Peramalan
2. Perencanaan
3. Pengorganisasian
4. Memotivasi atau memerintah
5. Pengendalian
6. Komunikasi
Kepolisian Kabupaten
Pesawaran
Badan Narkotika Nasional
(BNN) provinsi Lampung
45
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Tipe penelitian
dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini
berupaya untuk memberikan gambaran mengenai suatu fenomena secara
terperinci dan memusatkan perhatian pada masalah yang bersifat aktual,
sehingga pada akhirnya memberikan pemahaman secara lebih jelas mengenai
fenomena yang diteliti.
Menurut Denzin dan Lincoln (Moleong, 2007:5), penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada, dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki
sehingga tercapai sebuah penelitian kualitatif.
Menurut Taylor dalam Prastowo (2016:22), metodologi kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Selanjutnya
menurut Creswell dalam Juliansyah (2011:34), menyatakan penelitian kualitatif
46
sebagai suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari
pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami.
Sedangkan penelitian deskriptif sebagaimana yang dinyatakan oleh Sanapiah
(2010:20) penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi
mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan
sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan tipe dan
jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu suatu pendekatan penelitian yang
mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara
benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis
data yang relevan diperoleh dari situasi yang alamiah. Penelitian kualitatif
tidak hanya sebagai upaya mendeskripsikan data tetapi deskripsi tersebut hasil
dari pengumpulan data yang sohih yang dipersyaratkan kualitatif yaitu
wawancara mendalam, observasi partisipasi, studi dokumen, dan dengan
melakukan triagulasi.
Peneliti memilih penelitian ini karena pada penelitian ini yang menjadi dasar
penggunaan tipe penelitian deskriptif karena penulis ingin mengetahui,
memahami, dan mendeskripsikan bagaimana koordinasi antar instansi
pemerintah dan kepolisian terhadap pemberantasan peredaran Narkotika di
Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran ini serta apa yang menjadi
penghambat dalam pelaksanaan koordinasi tersebut.
47
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk membatasi peneliti
dalam melakukan penelitiannya. Membatasi ialah memberikan batas dalam
melakukan pengumpulan data atau menentukan informan penelitian. Idrus
(2009:24) menyatakan, fokus penelitian adalah batas kajian penelitian yang
ditentukan, maksudnya penelitian kualitatif menetapkan batas dalam penelitian
atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah penelitian seorang peneliti
kualitatif dapat dengan mudah menentukan data yang terkait dengan tema
penelitiannya.
Peneliti menyimpulkan bahwa fokus penelitian merupakan pembatasan dalam
pengumpulan data yang diperoleh peneliti dari lapangan, dari data lapangan
yang diperoleh peneliti tersebut dapat diambil dan data yang tidak perlu
diambil. Hal tersebut juga mempermudah peneliti dalam penelitian karena,
peneliti dapat fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan
penelitian dan data yang diperoleh peneliti lebih spesifik, oleh karena itu fokus
pada penelitian ini adalah koordinasi antar Instansi Pemerintah yaitu
Kepolisian Kabupaten Pesawaran dan BNN Provinsi Lampung terhadap
pemberantasan peredaran narkotika di Kecamatan Tegineneng Kabupaten
Pesawaran dengan menggunakan indikator:
48
1. Peramalan
Peramalan atau penginderaan kedepan akan meliputi berbagai kegiatan,
yakni interpretasi tujuan perusahaan, penentuan garis-garis besar tindakan
pencapaian tujuan, formulasi kebijakan dan lain-lain. Tahap-tahap peramalan
dalam koordinasi antar Kepolisian Kabupaten Pesawaran dan BNN Provinsi
Lampung adalah merancang tujuan, mencari sumber informasi, mencari faktor-
faktor yang relevan, dan pemilihan suatu rencana dalam mencapai suatu tujuan
tersebut.
2. Perencanaan
Perencanaan merupakan aspek administrasi byang bersifat khusus, dan
keberhasilan perencanaan ini sangat bergantung pada standar dan informasi
yang akurat. Kegiatan perencanaan akan meliputi melakukan rapat koordinasi
dengan kegiatan operasional yang akan dilaksanakan seperti tanggung jawab
dan tugas masing-masing, melakukan penyusunan kerja, serta perencanaan
untuk melakukan sosialisasi di daerah yang telah ditargetkan.
3. Pengorganisasian
Mengorganisasi berarti mempersiapkan kerangka kerja manajemen, hal ini
yang merupakan aspek administrasi yang mendukung keberhasilan
pelaksanaan rencana sebab salah satu tugas pokok kegiatan
mengorganisasi adalah menyeleksi orang-orang yang akan melaksanakan
rencana itu. Proses mengorganisasi meliputi usaha mempersiapkan distribusi
tanggung jawab dan tugas-tugas para pimpinan dan penyediaan personalia,
49
memformulasikan prosedur standar, menyusun metode kerja yang akan dipilih
dan instruksi-instruksi pelaksanaan sesuai standar teknik.
4. Memotivasi atau memerintah
Motivasi merupakan proses sosial, dan merupakan fungsi pimpinan dalam
membentuk moral pekerja. Seorang pemimpin yang akan memberikan motivasi
atau memerintah dengan tujuan agar meningkatkan minat pekerja dengan
pemeberian informasinya yang cukup tentang perkembangan, meningkatkan
semangat kerja dengan mempersaingkan prestasi individu maupun kelompok
dan meningkatkan disiplin pribadi dengan mengembangkan tanggung jawab
dan pemberian kepercayaan.
5. Pengendalian
Proses pengendalian adalah kegiatan membandingkan antara keadaan
pelaksanaan dengan standar-standar yang telah direncanakan, mengadakan
koreksi jika dan bilamana perlu, dan melakukan pencatatan akan hasil-hasil
yang diperoleh guna penyediaan data perencanaan yang akan datang.
Pengendalian haruslah disiplin sesuai dengan tanggung jawab, penyajian hasil
secara konsisten, dilakukan secara periodik, selalu tersedia pada saat
diperlukan untuk pengambilan keputusan, dilakukan secara tidak berlebihan
dan memperlihatkan adanya penyimpangan atau perkecualian secara jelas agar
segera dapat diambil tindakan perbaikannya.
6. Komunikasi
Komunikasi adalah alat yang dipakai pimpinan untuk mengetahui ramalan dan
usaha-usaha yang diperlukan. Menurut seorang pimpinan, komunikasi berguna
dalam penyusunan rencana dan pemberian perintah kepada bawahan untuk
50
bertindak dan menurut seorang penyelia komunikasi berguna dalam
melaksanakan kegiatan koordinasi dan pengendalian operasi. Komunikasi yang
dilakukan yakni komunikasi dua arah, dengan pemberian perintah kerja kepada
bawahan, dan pelaporan oleh bawahan tentang kemajuan tujuannya dalam
bekerja
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan alur yang paling utama dalam menangkap
fenomena atau peristiwa yang sebenarnya dari objek yang diteliti dalam rangka
mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Menurut Moleong (2011:128)
dalam penentuan lokasi penelitian cara yang baik ditempuh adalah dengan
jalan mempertimbangkan teori substantif dan menjajaki lapangan untuk
mencari kesesuaian sebagai pertimbangan dalam menentukan lokasi penelitian.
Alasan peneliti tertarik melakukan penelitian di Kecamatan Tegineneng
Kabupaten Pesawaran, oleh karena itu lokasi pada penelitian ini ditentukan
dengan sengaja (purporsive) yaitu Kepolisian Satuan Reserse Narkoba
Kabupaten Pesawaran dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi
Lampung sebagai fungsi untuk melaksanakan pemberantasan peredaran
narkotika di Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran tersebut.
D. Jenis Data
Untuk mendapatkan informasi yang akurat dengan fokus penelitian. Secara
umum data penelitian dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni:
51
1. Data Primer
Data penelitian ini, data primer didapatkan melalui wawancara langsung
dengan informan yang ditentukan dari keterkaitan informan tersebut
dengan masalah penelitian. Wawancara yang dibuat peneliti sebelum
melakukan penelitian secara langsung dilapangan
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder yang digunakan antara lain berupa Undang-undang
Instruksi Presiden, Surat Kabar, Artikel, Jurnal, dan Referennsi-referensi
yang menjadi panduan penelitian.
E. Informan
Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan informan
dengan pertimbangan pada kemampuan informan untuk memberikan informasi
yang dibutuhkan oleh peneliti. Informan dalam penelitian ini meliputi:
Tabel 3.1 : Data Informan Penelitian
No Nama Informan Jabatan
1. Richard Partahi L.T. S.E Kepala Seksi Intelijen Bidang
Pemberantasan
2. M. Fatkhurrahman, S.H.,M.H KaSat Narkoba Polres Pesawaran
3. Syahruddin, S.Pd, MM Camat Tegineneng
4. Mungalim Kepala Desa Rejo Agung Kecamatan
Tegineneng
5. Subandi Kepala Dusun Bumi Rejo/Masyarakat
Sumber: Diolah Peneliti (2018)
52
F. Teknik Pengumpulan Data
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan
dokumentasi, sebagai berikut:
1. Wawancara
Teknik wawancara yaitu teknik mengumpulkan data yang dilakukan dengan
sistem tanya-jawab antara penulis dengan informan yang dianggap layak
atau relevan dalam penelitian ini. Proses wawancara dilakukan dengan
wawancara secara terstruktur menggunakan prosedur wawancara.
2. Dokumentasi
Melalui studi dokumentasi, penulis mengumpulkan data melalui dokumen,
gambar, sebagai pelengkap data tertulis yang diperoleh melalui wawancara.
Sumber penelitian berasal dari pengetahuan peneliti yang bertempat tinggal
di daerah penelitian.
3. Observasi
Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus
dikumpulkan dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif, prosedur
pengumpulan data yang utama dipakai adalah observasi, khususnya
observasi partisipatif yang melibatkan informan dan wawancara. Peneliti
melakukan observasi langsung di Badan Narkotika Nasional (BNN)
Provinsi Lampung dan Kepolisian Satuan Reserse Kabupaten Pesawaran
serta di Kantor Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.
53
G. Teknik Pengolahan Data
Kegiatan pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Editing data
Editing data adalah kegiatan dalam penelitian yang dilaksanakan dengan
menentuksn kembali daya yang berhasil diperoleh dalam rangka menjamin
validitasnya serta dapat untuk segera dipersiapkan pada proses selanjutnya.
Peneliti dalam proses mengolah data hasil wawancara dengan disesuaikan
pada pertanyaan-pertanyaan pada fokus pedoman wawancara dan memilah
serta menentukan data-data yang diperlukan untuk penuliusan. Mengolah
kegiatan observasi yaitu peneliti mengumpulkan data-data yang menarik
dari hasil pengamatan sehingga dapat ditampilkan dengan baik.
2. Interpretasi
Penulis memberikan jabaran dari berbagai data yang telah melewati
editing sesuai dengan fokus penelitian. Pelaksanaan interpretasi dilakukan
dengan memberikan penjelasan berupa kalimat yang bersifat narasi dan
deskriptif. Data yang telah memiliki makna akan dilakukan analisis data.
H. Teknik Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga alur
kegiatan, yaitu:
1. Reduksi data
Dalam hal ini peneliti melakukan reduksi data dimulai pada saat
penelitian, yakni dengan wawancara terstruktur selanjutnya dilakukan
54
pencatatan dan mengolah data-data yang harus ditampilkan dan membuang
data-data yang tidak diperlukan sehingga peneliti dapat menjelaskan dan
memahami latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan
kegunaan penelitian. Reduksi data kemudian dilakukan paada hasil
wawancara dengan informan yang berkompeten yang memiliki kapasitas
guna menjawab pertanyaan yang akan diajukan peneliti.
2. Display Data
Penulis melakukan pengumpulan data yang telah melalui reduksi untuk
menggambar kejadian yang terjadi pada saat di lapangan. Catatan-catatan
penting di lapangan, kemudian disajikan dalam bentuk teks deskriptif
untuk mempermudah pembaca memahami secara praktis. Kegiatam
lanjutan penulis pada display data ialah data yang dapat disajikan dalam
bentuk tabel dengan tujuan untuk menggabungkan informasi yang
tersususn dalam bentuk yang padu.
3. Verifikasi Data
Kegiatan penulis dalam verifiksi data adalah melakukan penggunaan
penulisan yang tepat dan perlu sesuai data yang telah mengalami proses
display data, melakukan peninjauan terhadap catatan-catatan lapangan
yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, data yang ada dianalisis dengan
menggunakan pendekatan teori untuk menjawab tujuan penelitian.
I. Teknik Keabsahan Data
Teknik kebasahan data merupakan salah satu teknik yang penting dalam
menentukan validitas dan realibilitas data yang diperoleh dalam penelitian ini.
55
Penelitian ini teknik keabsahan data yang digunakan adalah teknik triangulasi
yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data tersebut. Teknik triangulasi dipilih dalam penelitian ini karena dalam
penelitian ini menggunakan beberapa sumber data dari wawancara dan
dokumentasi.
56
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung
1. Tugas dan Fungsi Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung
Berdasarkan Peraturan Kepala No. 03 Tahun 2015, BNNP mempunyai tugas
melaksanakan tugas, fungsi, BNN dalam wilayah Provinsi. Tugas dari Badan
Narkotika Nasional adalah :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.
b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.
c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkoba.
d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat.
e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba;
57
f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkoba.
g. Melakukan kerjasama bilateral dan multilateral, baik regional maupun
internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkoba.
h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor Narkotika.
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.
j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Badan Narkotika Nasional dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan
fungsi:
a. Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja
tahunan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif
lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya
disebut P4GN dalam wilayah Provinsi;
b. Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pencegahan, pemberdayaan
masyarakat, rehabilitasi, dan pemberantasan dalam wilayah Provinsi;
c. Pelaksanaan pembinaan teknis dan supervisi P4GN kepada BNNK/Kota
dalam wilayah Provinsi;
d. Pelaksanaan layanan hukum dan kerja sama dalam wilayah Provinsi;
e. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama P4GN dengan instansi pemerintah
terkait dan komponen masyarakat dalam wilayah Provinsi;
58
f. Pelayanan administrasi BNNP; dan
g. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan BNNP.
2. Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika maka
Struktur Organisasi Badan Narkotika Provinsi Lampung adalah:
a. Kepala Badan : Tagam Sinaga S.H
1. Kepala Bagian Umum : Novian Pria Hutama, SE., M.M
2. Kasubbag Perencanaan : Rohmansyah, S.E., M.Kes
3. Kasubbag Sarpras : Arna S.E
4. Kasubbag Administrasi : Suharti S.E
b. Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat: Drs. Ahmad
Alamsyah., MM
1. Kepala Seksi Pencegahan : Ismari Zanti, S.Sos., M.M
2. Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat : Edi Marjoni
c. Kepala Bidang Rehabilitasi : Rusdiana HB, S.Sos., M.M
1. Kepala Seksi Penguatan Lembaga Rehabilitasi : dr. Novan Harun
2. Kepala Seksi Pasca Rehabilitasi : Tutut Nuringtyas, S.Psi
d. Kepala Bidang Pemberantasan
1. Kepala Seksi Intelijen : Richard Partahi Lumban Tobing, S.E
2. Kepala Seksi Penyidikan : Harry Kurniawan, S.H
3. Kepala Seksi Wastahti : Panca Okta Wijaya, S.Psi
59
B. Gambaran Umum Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran
1. Tugas Pokok Kepolisian Kabupaten Pesawaran
Berdasarkan Pasal 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 bahwa
Kepolisian Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian
urusan Pemerintahan berdasarkan azas otonomi yang menjadi kewenangan,
tugas dekonsentrasi dan pembantuan serta tugas lain sesuai dengan kebijakan
yang telah ditetapkan. Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002, tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Selanjutnya menurut Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002,
dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas di jalan
60
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan
hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan
bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani
oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang
61
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
2. Struktur Organisasi Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran
Berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2018 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Daerah.
Struktur organisasi Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran meliputi:
a. Kapolres : Popon Ardianto Sunggoro, S.I.K., S.H
b. Wakapolres : Handak Prakasa Qalbi, S.T., M.H
c. Kasat Narkoba : Fatkhurrahman, S.H., M.H
d. Kaur Bin Ops : Ipda Budi Apriansyah, M.H
e. Kaur Mintu : Bripka Siswoyo
f. Bamin : Bripda Nabilla
g. Kanit Idik I : 1. Ipda Yurisman
2. Bripka Hartoko
3. Brigpol Aprian Marthadinata
4. Bripda Genta Febriyantoro
5. Bripda Yenita Yuniar
h. Kanit Idik II : 1. Bripka Alpha Daya
2. Briptu Abror Fuadi, S.H
3. Bripda Heri Nababan
62
4. Bripda Dhuha Agus S
C. Gambaran Umum Kecamatan Tegineneng
1. Letak Geografis
Kecamatan Tegineneng merupakan bagian wilayah Kabupaten Pesawaran
yang berpenduduk 62.197 jiwa dengan luas wilayah 142,63 km2, dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten
Lampung Tengah
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo Kabupaten
Lampung Tengah
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan
4. Sebelah Barat berbatsan dengan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten
Tanggamus
63
Berikut tabel Klasifikasi, Status dan Luas Wilayah Desa di Kecamatan
Tegineneng di bawah ini:
Tabel 4.1 Klasifikasi, Status dan Luas Wilayah Desa di Kecamatan
Tegineneng
No Desa Ha Km2
1. Kresno Widodo 1 008 10,08
2. Gedung Gumanti 1 935 19,35
3. Kejadian 320 3,20
4. Bumi Agung 1 407 14,07
5. Batang Hari Ogan 691 6,91
6. Rejo Agung 1 085 10,85
7. Kota Agung 1 050 10,50
8. Negara Ratuwates 401 4,01
9. Gunung Sugih Baru 513 5,13
10. Margo Mulyo 689 6,89
11. Trimulyo 1 007 10,07
12. Sinar Jati 717 7,17
13. Margo Rejo 1 029 10,29
14. Gerning 1 750 17,50
15. Panca Bakti 453 4,53
16. Sriwedari 208 2,08
Jumlah 14263 142,63
Sumber: Kantor Kecamatan Tegineneng
2. Sejarah Singkat KecamatanTegineneng
Kecamatan Tegineneng terbentuk berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999,
Surat Menteri Dalam Negeri No. 188.138/1737/PUOD tanggal 17 Juni 1999
dan Surat Keputusan Gubernur/KHD.Tk.I Lampung tanggal 13 Agustus 1999
Nomor 81 Tahun 1999 meresmikan atau mendefenitifkan Kecamatan
Tegineneng dengan Ibu Kota Trimulyo yang meliputi 16 desa atau kelurahan.
Kecamatan Tegineneng sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten
Lampung Selatan, setelah ditetapkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2007
64
tentang Pembentukan Kabupaten Pesawaran maka Kecamatan Tegineneng
menjadi salah satu dari tujuh kecamatan di Kabupaten Pesawaran. Desa-desa
yang termasuk K ecamatan Tegineneng terdiri dari 16 desa yaitu:
1. Kresno Widodo
2. Gedung Gumanti
3. Kejadian
4. Bumi Agung
5. Batang Hari Ogan
6. Rejo Agung
7. Kota Agung
8. Negara Ratuwates
9. Gunung Sugih Baru
10. Margo Mulyo
11. Trimulyo
12. Sinar Jati
13. Margo Rejo
14. Gerning
15. Panca Bakti
16. Sriwedari
3. Demografi Kecamatan Tegineneng
a. Struktur Penduduk
Keadaan penduduk daerah Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran
berdasarkan struktur seks ratio atau jenis kelamin, terdapat kecenderungan
bahwa kuantitas penduduk laki-laki dewasa lebih besar dari pada penduduk
65
perempuan dewasa. Struktur tersebut berbeda dengan kecenderungan
penduduk pada usia anak-anak. Rata-rata anak-anak perempuan lebih besar
dari pada penduduk anak laki-laki.
b. Kepadatan Penduduk
Tingkat Kepadatan penduduk di daerah Kecamatan Tegineneng Kabupaten
Pesawaran relatif tinggi, data dari Kantor Kecamatan Tegineneng
menyatakan bahwa penduduk perempuan dan laki-laki berjumlah 52.257
orang dari 16 (enam belas) desa yang ada. Dinamika atau perubahan
ekonomi penduduk kurang berkembang, dengan demikian sangat
berpengaruh terhadap kepadatan penduduk yang ada.
2. Struktur Organisasi Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran
a. Camat : Syahruddin S.Pd, M.M
b. Sekretaris : Haryoto A., S.IP
c. Kasubag Umum dan Kepegawaian : Aryanto
d. Kasubag Program dan Keuangan : Bambang Irianto H
e. Kasi Pemerintahan : 1. Raehan Herliansyah, S.E
2. Juliansyah Pratama, S.E
3. Sutopo
4. M. Ridwan Ari F.S
5. Arnas Oktarini
f. Kasi PMD : 1. Sugiyana, A.Md
2. Andri Astuti
3. Siti Nurhasanah, A.Md
66
4. Chandra Purnama
5. Sri Osita, S.Sos
g. Kasi Ketentraman dan Ketertiban Umum : 1. Kunyi Ali
2. Hendri Muchlis, S.E
3. Ifidra Afriwanda
4. Deni Hendrik Safrizal
5. Asep Sugiarto
h. Kasi Pelayanan Umum : 1. Weni Maryana, S.E
2. M. Ridho Wira Prima, S.E
3. Upik Alpiyah, A.Md
4. Defi Hartika, S.Pd
i. Kasi Kesejahteraan Sosial : 1. Metra Indra Jaya
2. Budiman
3. Erma Yusneli, A.Ma
4. Desi Trisnawati
5. Eka Purwaningsih, A.Md
Keb
89
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Koordinasi pada dasarnya untuk memaksimalkan suatu kinerja dengan
berbagai pihak yang sederajat untuk saling memberikan informasi dan bersama
mengatur atau menyepakati sesuatu, sehingga di satu sisi proses pelaksanaan
tugas dan keberhasilan pihak yang satu tidak mengganggu proses pelaksanaan
tugas dan keberhasilan. Pihak yang lainnya, pada sisi yang satu langsung atau
tidak langsung mendukung pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan
koordinasi.
Koordinasi antara Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung dan
Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran dari haasil penelitian menunjukkan
bahwa koordinasi antara kedua instansi tersebut tidak berjalan, hal ini peneliti
telah menarik kesimpulan dari berbagai hasil wawancara dengan informan
dengan menggunakan indikator peramalan, perencanaan, pengorganisasian,
memotivasi atau memerintah, pengendalian, serta komunikasi. Berdasarkan
pada enam indikator tersebut peneliti tidak menemukan adanya koordinasi.
Koordinasi dalam hal ini hanya dijalankan oleh pihak Satuan Reserse Narkoba
Polres Pesawaran.
90
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti simpulkan hasil penelitian sebagai
berikut:
1. Koordinasi antar Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung
dengan Satuan Reserse Narkoba Polres Pesawaran dalam pemberantassan
peredaran narkotika tidak berjalan.
2. Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung menganggap
pemberantasan Narkotika merupakan kewenangan Satuan Reserse Narkoba
Polres Pesawaran sehingga BNN tidak berperan aktif.
3. Penyelenggaraan pemberantasan peredaran narkotika dilakukan oleh Satuan
Reserse Narkoba Polres Pesawaran yang menangani.
4. Kewenangan yang dimiliki masing-masing instansi terkait menjadi salah
satu penyebab koordinasi tidak berjalan, BNN lembaga negara yang
dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden,
faktanya tidak menjalankan apa yang tercantum dalam Instruksi Presiden.
5. Pemberantasan peredaran narkotika dilakukan oleh Satuan Reserse Narkoba
Polres Pesawaran dengan dibantu oleh Kepolisian Sektor Tegineneng dan
pemerintah kecamatan.
6. Berdasarkan teori yang digunakan yaitu menurut Fayol dalam Heidjrachman
(1996 : 53), koordinasi dalam proses manajemen dapat diukur melalui enam
indikator yakni peramalan, perencanaan, pengorganisasian, memotivasi atau
memerintah, pengendalian dan komunikasi. Koordinasi dalam
pemberantasan peredaran narkotika dilakukan oleh Satuan Reserse Narkoba
Polres Pesawaran membuktikan bahwa dalam teori tersebut tidak berjalan.
91
B. Saran
Sesuai dengan kesimpulan yang telah dibuat, penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Perlu adanya koordinasi sebagai langkah awal untuk koordinasi antara
Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung untuk membahas
masalah peredaran narkotika.
2. Membekali anggota tim BNN dengan sarana dan prasarana yang lebih
memadai.
3. Melakukan kampanye dan penyuluhan melalui berbagai apel siaga dalam
pemberantasan peredaran narkotika.
4. Mengembangkan dan menerapkan rencana pemerintah soal perlindungan
rehabilitasi dan manajemen berkelanjutan tentang narkotika.
5. Melakukan bentuk penyadaran atas pentingnya Koordinasi.
92
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan
Nasional RI. Jakarta.
Anonim. 1980. Fungsi Koordinasi dan Integrasi dalam Administrasi Negara,
paper dalam seminar Efisiensi Administrasi Manajemen. Jakarta.
Arifin, Zaenal. 2008. Dasar Penulisan Karya Ilmiah. Grasindo. Jakarta.
Azwar, Saifuddin. 1997. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar.
Bungin, Burhan. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Raja Grasindo.
Jakarta
Djam’an Satori, M.A. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.
Djoko, 1987. Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum. Jakarta. Pt Bina
Aksara.
G.R Terry. 2012. Principle Of Management. LLC. Jakarta.
Griffin, R. W. 2011. Fundamentals of Management Sixth Edition.USA: Cengage
Learning
Hamid. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.
Hamidi. 2010. Metode Penelitian Dan Teori Komunikasi. UMM Press. Malang.
Handayaningrat, Suwarno. 1982. Administrasi Pemerintahan Dalam
Pembangunan Nasional. Jakarta: PT. Gunung Agung.
93
Handoko. 2013. Manajemen; Edisi Kedua. BPFE. Yogyakarta.
Heidjrachman Ranupandojo. 1996. Teori Dan Konsep Manjemen; Edisi Kedua.
Yogyakarta: UPP – AMP YKPN.
Hasibuan. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Martono, Lydia Harlina, dan Satya Joewana. 2006. Peran Orang Tua dalam
Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Balai
Pustaka
Moleong, J, Lexy. 2004 dan 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja.
Bandung
Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Ghalia. Jakarta
Ndraha, T. (2003) . Kybernology 1 : Ilmu Pemerintahan baru / Taliziduhu
Ndraha. Jakarta: Rineka Cipta.
Syafrudin , Ateng. 1993. Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Di Daerah. Citra
Aditya Bakti.
Usman. Husaini, Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metode Penelitian Sosial. PT
Bumi Aksara. Jakarta.
West, Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Teori dan Aplikasi. Salemba
Humanika. Jakarta.
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Grasindo. Jakarta.
Sumber Lain
Modul Manajemen Opsnal Kepolisian PTIK, 2007. Ismail, Chairuddin. “Kapita
selekta penegakkan hukum tindak pidana tertentu”. PTIK Press, 2007.
Kelana, Momo. “Konsep – konsep hukum Kepolisian Indonesia”. PTIK Press,
2007
Peraturan Perundang – undangan Undang – Undang RI Nomor 8 tahun 1981
tentang KUHAP Undang – Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang
94
Narkotika
Undang – Undang RI Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
Jurnal dan Skripsi
Apriliantin Putri Pamungkas. Peran ASEANAPOL dalam Pemberantasan
Peredaran Narkoba di Indonesia. Jurnal Of International Relations. Volume 3
No.2. 2017.
Bayu Puji Hariyanto. 2018. Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba
Di Indonesia. Jurnal Daulat Hukum. Volume 01 No. 1 Maret 2018.
Resky Anggi Saragih. Peranan POLRI dalam Mencegah dan Memberantas
Penyalahgunaan Narkotika di Provinsi Sulawesi Utara. Lex Privatum. Volume
06 No 6. Agustus 2018.
Sri Rahayu. Penyuluhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan
Mahasiswa. Jurnal Pengabdian Pada Masyrakat. Volume 29 No 4. 2014.
Deva Febrian Permadi. 2014. Bentuk Koordinasi Antara Polri Dan Bnn Dalam
Melakukan Penyidikan Kasus Penyalahgunaan Narkotika.
Juliantro. 2016. Koordinasi Antara Kepolisian Negara Republik Indonesia Dan
Badan Narkotika Nasional Dalam Mencegah Dan Meninda Pelaku Tindak
Pidana Narkotika.
Nuri Pina. 2015. Dukungan Pemerintah Dalam Mencegah Penyalahgunaan
Narkoba Di Kota Surabaya.
95
Randi Yuhandi. 2008. Koordinasi Pemerintah Kota Dalam Upaya Pencegahan
Penyalahgunaan Narkotika Di Kota Pekanbaru.
Reski Ameliah Kasba. 2017. Penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
Website
Antara News. “1,5 persen penduduk Indonesia pengguna Narkoba”
http://hileud.com/15-persen-penduduk-indonesia-pengguna-narkoba.html
diakses pada 20 Mei 2011.
https://ardikurniawan2005.wordpress.com/2011/05/26/penanggulanganpenyalahg
unaan-dan-peredaran-gelap-narkoba-di-indonesia/
http://lib.unnes.ac.id/1207/1/4836.pdf
http://govmedikz-medikz.blogspot.com/2011/01/koordinasi-pemerintahan.html
https://infogeh.net/2017/10/23/dihadiri-kapolda-lampung-tegineneng-deklarasi-
zona-bebas-narkiba/
http://www.lampost.co/berita-zona-bebas-narkoba-sedikit-mengurangi-peredaran-
gelap-narkoba-di-pesawaran.html
King, Travel. “Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba”
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1900061-pencegahan-dan-
penanggulangan-penyalahgunaan-narkoba/ diakses pada 20 Mei 2011.
http://handreasstik66.blogspot.com/2015/07/upaya-polri-dalam
menanggulangi.html