KONVERGENSI PENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTINGrepo.apmd.ac.id/1263/1/SKRIPSI KONVERGENSI...
Transcript of KONVERGENSI PENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTINGrepo.apmd.ac.id/1263/1/SKRIPSI KONVERGENSI...
KONVERGENSI PENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTING
(GAGAL TUMBUH BAYI) DI DESA BANGUNJIWO KECAMATAN
KASIHAN, KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
Danang Dwi Amboro
16510020
PROGRAM STUDI ILMU SOSIATRI / PEMBANGUNAN SOSIAL
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2020
iii
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri”
(QS. Ar Ra`d : 11)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kemampuannya”
(QS. Al Baqarah Ayat 286)
”Finish what you started”
(Danang)
“Berhentilah mengkhawatirkan masa depan, syukurilah hari ini dan
hidup dengan sebaik-baiknya”
(Cak Lontong)
“Bukan mimpikan hidupmu, tetapi hidupkan mimpimu”
(Marco Reus)
“Sopo nandur bakal ngunduh”
(istilah jawa)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada :
Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga
saya dapat menyelesaikannya tepat waktu
Kedua orangtua saya serta kakak saya yang selalu mendukung saya
selama menempuh studi
Teman-teman Karangtaruna AKRAB Desa Bangunjiwo, Bayu, Lukman,
Cicik, Sarwanto dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
Teman-teman pamong Desa Bangunjiwo Mas Iksan, Mas Eryan, Mas
Hermawan, Mbak Rumi, Mas Mugi yang selalu membantu dalam
penelitian saya
Rekan Organisasi TPID Kecamatan Kasihan Bapak Sukandar, Mbak
Astuti, Mas Yoga, Pak Purwoko
Kamadiksi STPMD APMD yang telah berjasa dengan diberikannya
beasiswa untuk saya
Teman-teman sosiatri 2016, Eyas, Naufal, Intan, Prihatin, Agus dan yang
lainnya terimakasih sudah memberikan pengalaman yang berharga
selama ini
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta
yang telah menambah wawasan dan pengetahuan saya selama
mengikuti pembelajaran di kampus
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena berkat Rahmat dan
Penyertaan-Nya. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Konvergensi
Pencegahan Dan Penanganan Stunting (Gagal Tumbuh Bayi) di Desa
Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta”. Sebagai
salah satu persyaratan akademik untuk menempuh sarjana Ilmu Sosiatri pada Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta’.
Dalam penelitian skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik
materi maupun bahasa, maka penulis menghargai dan berterim kasih atas kritikan dan
saran yang bersifat konstruktif dalam penyempurnaan tulisan ini. Penulis juga
menyadari bahwa tanpa bantuan pihak lain, tulisan ini tidak akan diselesaikan dengan
baik, maka penulis menghaturkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Kuasa atas pertolongan dan bimbingannya-Nya dalam hidupku
hingga bisa sampai pada penyelesaian penulisan skripsi ini.
2. Dr. Sutoro Eko Yunanto, selaku Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat
Desa “APMD” Yogyakarta, yang telah memberikan izin dalam proses penelitian.
3. Dra. Oktarina Albizzia, M.Si. selaku Ketua program studi Ilmu Sosiatri yang telah
mendukung dan memberikan izin dalam proses penelitian dan juga selaku Dosen
Wali yang telah membantu serta membimbing saya menjadi mahasiswa yang
baik.
4. Ibu Ratna Sesotya Wedadjati, S.Psi.,M.Si.Psi. selaku Dosen Pembimbing skripsi
yang dengan tulus dan setia, memberikan pengarahan, bimbingan dalam penelitan
skripsi ini.
5. Dosen penguji I Drs. AY Oelin Marliyantoro,M.Si. yang telah banyak
memberikan masukan terhadap isi skripsi ini.
6. Dosen penguji II Dra. Oktarina Albizzia, M.Si. yang telah banyak memberikan
masukan terhadap isi skripsi ini.
7. Bapak/Ibu Dosen yang telah banyak memberi materi kuliahnya khususnya Dosen
Jurusan Ilmu Sosiatri STPMD”APMD” Yogyakarta.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN MOTTO iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR SINGKATAN x
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 8
C. TUJUAN PENELITIAN 8
D. MANFAAT PENELITIAN 8
E. KERANGKA TEORI
1. Konvergensi 10
2. Pencegahan dan Penanganan 14
3. Stunting 16
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian 27
viii
2. Ruang Lingkup Penelitian 27
3. Subyek Penelitian 30
4. Lokasi Penelitian 30
5. Teknik Pengumpulan Data 31
6. Teknik Analisis Data 32
BAB II. GAMBARAN UMUM KEADAAN DESA
A. Keadaan Geografis 34
B. Keadaan Umum Wilayah Desa 34
BAB III. ANALISIS DATA
A. Deskripsi Informan 46
B. Konvergensi Pencegahan dan Penanganan Stunting Di Desa Bangunjiwo
1. Perencanaan 49
2. Pelaksanaan 53
3. Pemantauan Program 66
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan 70
B. Saran 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah RT ................................................................................................. 35
Tabel 2. Sekolah Formal ......................................................................................... 37
Tabel 3. Gedung Sekolah ........................................................................................ 38
Tabel 4. Tempat Ibadah........................................................................................... 39
Tabel 5. Sarana Kesehatan ...................................................................................... 40
Tabel 6. Indentitas Informan Perangkat Desa Bangunjiwo .................................... 45
Tabel 7. Identitas Informan Pengurus RDS Desa Bangunjiwo ............................... 46
Tabel 8. Identitas Informan Kader Stunting ............................................................ 47
x
DAFTAR SINGKATAN
SDM : Sumber Daya Manusia
KPM : Kader Pembangunan Manusia
TPID : Tim Program Inovasi Desa
PKTD : Padat Karya Tunai Desa
OPD : Organisasi Perangkat Daerah
RDS : Rumah Desa Sehat
PPKBPMD : Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa
HPK : Hari Pertama Kehidupan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara terbesar di benua Asia, bahkan dunia. Dengan
jumlah penduduk kurang lebih 265 juta jiwa. Berbagai hal tentu saja sangat mungkin
terjadi dengan banyaknya penduduk yang ada. Mulai tahun 2019 ini pemerintah
sedang gencang-gencangnya merencanakan mewujudkan SDM (sumber daya
manusia) yang memiliki kapasitas tinggi atau pembangunan manusia. Serta
pemerintah akan meningkatkan standar orang Indonesia, mulai yang terlihat yakni
tinggi badan. Berkaca pada negara lain yakni Jepang, dahulu masyarakat Jepang
memiliki rata-rata tinggi badan yang rendah, namun karena pembangunan manusia di
Jepang yang sangat baik maka saat ini negara Jepang menjadi negara yang maju
dengan kualitas sumber daya manusia yang baik sehingga Jepang saat ini memegang
kendali monopoli ekonomi maupun bisnis di dunia. Hal ini ada sangkut pautnya
dengan kondisi Indonesia saat ini, dengan rata-rata tinggi badan orang Indonesia 165
cm. Secara logika tinggi badan bagi banyak orang hanyalah masalah genetik, namun
menurut bidang kesehatan gagal tumbuh tingginya seseorang dibanding dengan orang
seusianya akan mempengaruhi banyak hal, ini sering disebut dengan stunting.
Konvergensi percepatan pencegahan stunting adalah intervensi yang dilakukan
secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama mensasar kelompok sasaran prioritas
yang tinggal di desa untuk mencegah stunting. Penyelenggaraan intervensi, baik gizi
spesifik maupun gizi sensitif, secara konvergen dilakukan dengan mengintegrasikan
dan menyelaraskan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan pencegahan stunting.
2
Dalam pelaksanaannya, upaya konvergensi percepatan pencegahan stunting dilakukan
mulai pada tahap perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, hingga pemantauan
dan evaluasi.
Dalam KBBI, konvergensi memiliki arti keadaan menuju satu titik pertemuan.
Konvergensi secara bahasa berasal dari bahasa Inggris dari kata converge yang artinya
memusatkan pada satu titik, bertemu atau tindakan bertemu di satu tempat. Didalam
kamus besar bahasa Indonesia konvergensi berasal dari kata konvergen, yang berarti
bersifat menuju pada satu titik. Sedangkan didalam kamus psikologi konvergensi
adalah interaksi antara faktor hereditas dan faktor lingkungan dalam proses
perkembangan tingkah laku. Dari sini dapat ditarik sebuah pengertian bahwa
konvergensi merupakan pertemuan dua variabel yang berbeda kedalam satu titik yang
sama. Atau lebih tegasnya mempertemukan dua aliran yang berlawanan yaitu antara
nativisme dengan empirisme kedalam satu ikatan yang sama. Konvergensi dalam
penelitian ini dapat diartikan upaya banyak pihak dalam menyelesaikan satu peristiwa,
dalam hal ini peristiwanya adalah pencegahan stunting. Upaya banyak pihak tersebut
mulai dari TPID Kecamatan, Pendamping Desa, Pemerintah Desa, Kader
Pembangunan Manusia (KPM), Kader Yandu, dan Puskesmas.
Menurut Menteri Kesehatan RI, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya
(kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal kehidupan
setelah lahir tetapi baru tampak setelah anak berusia 2 tahun.
3
Penanganan stunting ini menjadi prioritas nasional sampai didalam pencairan dana
desa tahap 3 harus melaporkan hasil penanganan stunting mulai tahun 2020. Untuk
Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi lokus stunting adalah Kabupaten Bantul
dan Kabupaten Kulonprogo.
Dari data Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyatakan tingkat prevalensi
stunting balita di Indonesia mengalami penurunan, sesuai hasil Survei Gizi Balita
Indonesia (SSGBI). Survei tersebut dilakukan secara terintegritas dengan Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS pada Maret 2019 dan
melibatkan 320.000 rumah tangga, dalam hasil SSGBI di Kemenkes menyatakan
prevalensi stunting balita mengalami penurunan dari 30,8 % tahun 2018 (Riskesdas
2018) menjadi 27,67 % tahun 2019 (https:/m.bisnis.com/kabar24) diakses tanggal 11
Desember 2019 pukul 23.00WIB)
Berikut adalah 10 data desa stunting di Kabupaten Bantul 2018
Tabel I.1
Data stunting Bantul
4
Tabel I.2
Data stunting Kabupaten Bantul klaster timur 2018
Tabel I.3
Data stunting klaster tengah Kabupaten Bantul
5
Tabel I.4
Data stunting klaster barat Kabupaten Bantul
(materi power point TPID Kecamatan Kasihan dalam pelatihan yang dilaksanakan oleh
pemerintah Kabaputen Bantul dalam penanganan stunting diakses pada tanggal 11
Desember 2019 pukul 23.00 WIB)
Pada Tahun 2018 dari kesepakatan 4 menteri yang mewajibkan penggunaan Dana
Desa untuk pencegahan dan penanganan stunting serta PKTD, istilah stunting ini nyaris
tidak dipahami dan tidak dikenal oleh masyarakat. Akibatnya hampir tidak ada Desa di
Kabupaten Bantul yang mengalokasikan anggaran dari Dana Desa untuk kegiatan
pencegahan dan penanganan stunting.Yang mendapat perhatian Desa dan masyarakat
adalah bahwa untuk kegiatan pembangunan yang didanai dari Dana Desa maka sedikitnya
30% wajib dialokasikan untuk HOK
Penanganan stunting merupakan prioritas pembangunan nasional melalui
Rencana Aksi Nasional Gizi dan Ketahanan Pangan. Sesuai dengan UU tentang Desa,
maka terhadap upaya penanganan stunting yang sudah menjadi prioritas nasional sangat
memungkinkan bagi Desa untuk menyusun kegiatan-kegiatan yang relevan dan yang
6
bersifat skala desa melalui APBDes. Rujukan Belanja Desa untuk penanganan stunting
diperkuat dengan telah dikeluarkannya Permendesa No. 19 Tahun 2017 tentang Prioritas
Penggunaan Dana Desa.
Dasar Hukum terkait dengan konvergensi stunting :
1. Permendesa No 19 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 2018
terkait Stunting
2. Bab III Pasal 4, Prioritas Penggunaan Dana Desa untuk membiayai kegiatan
bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
3. Bab III Pada Pasal 5 disebutkan bahwa kegiatan pembangunan Desa meliputi
pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana
pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat dan
pendidikan.
4. Bab III Pasal 7 Kegiatan bidang pemberdayaan masyarakat meliputi dukungan
pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan,
pemberdayaan perempuan dan anak.
Dalam konvergensi penanganan dan pencegahan stunting di Kabupaten Bantul
sebagai lokus stunting bersama dengan Kabupaten Kulonprogo sudah melakukan atau
sedang melakukan upaya ditahun 2019 ini, mulai dari TPID Kecamatan yang dititipi oleh
Kabupaten sebagai pemantik agar Desa-Desa mampu melakukan penanganan maupun
pencegahan, konvergensi yang dilakukan banyak pihak untuk melakukan suatu hal dalam
hal ini yakni stunting, pihak-pihak tersebut antara lain TPID Kecamatan, Pendamping
Desa, Pemerintah Desa, KPM Desa (Kader Pembangunan Manusia), Kader Yandu, dan
Puskesmas.
7
Stunting ditahun 2019 sedang menjadi isu nasional yang pemerintah sangat
menggencarkan kebijakan terkait dengan stunting, mulai dengan melibatkan banyak
pihak tidak hanya yang dibidang kesehatan. Pemerintah Desa juga dibebankan untuk
melakukan pencegahan dan penanganan stunting ini, yakni dengan kebijakan dari
pemerintah bahwa pencairan dana desa tahap 3 di tahun 2020 dari pemerintah desa harus
bisa melaporkan scorecard stunting yang dilakukan oleh KPM Desa, akan sangat menarik
meneliti bagaimana reaksi desa-desa dalam melakukan tugas konvergensi stunting ini.
Ditambah juga belum ada penelitian terkait konvergensi stunting ini karena terkait
peraturan tersebut akan diberlakukan mulai tahun 2020.
Saya tertarik untuk mengangkat tema konvergensi pencegahan stunting tingkat
Desa ini karena tema ini sangat menarik dan sedang menjadi isu nasional ditahun 2019,
kemudian juga ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan yang sedang dilakukan oleh
Desa. Serta juga untuk mengetahui bagaimana peran-peran yang dilakukan oleh pihak
yang bersangkutan pada isu stunting ini, cukup banyak yakni ada 6 pihak untuk
memecahkan satu isu.
8
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana proses konvergensi pencegahan dan penanganan stunting di Desa
Bangunjiwo ?
2. Apa saja kendala yang dialami dalam proses konvergensi pencegahan dan
penanganan stunting di Desa Bangunjiwo ?
C. TUJUAN dan MANFAAT
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui proses konvergensi pencegahan dan penanganan stunting di
Desa Bangunjiwo
b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Desa Bangunjiwo dalam proses
konvergensi pencegahan dan penanganan stunting.
2. Manfaat
a. Secara Teoritis
1) Sebagai pembanding antara teori yang didapat dari bangku perkuliahan
dengan fakta yang ada di lapangan.
2) Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dibidang yang sejenis.
b. Secara Praktis
1) Penelitian ini dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam
mengaplikasikan pengetahuan teoritik terhadap masalah praktis.
2) Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan umum tentang proses
konvergensi stunting ditingkat Desa.
9
3) Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi berbagai
pihak sebgai bahan tambahan informasi, baik bagi peneliti lanjutan dan lain
sebagainya.
4) Penelitian ini bisa menjadi bahan evaluasi pemerintah karena terkait
peraturan pencairan dana desa tahap 3.
D. KERANGKA TEORI
Untuk menelaah permasalahan diatas tidak cukup hanya dilandasi dengan
pemikiran atau secara logika tetapi juga harus dilandasi dengan teori sehingga terwujud
karya ilmiah sesuai dengan yang diharapkan. Di samping itu suatu penelitian tidak
mungkin dapat dilakukan tanpa orientasi pendahuluan di perpustakaan (Masri Singaribun,
1995:70). Maka dalam hal ini penelitian akan membahas tentang teori-teori yang
berhubungan dengan proses konvergensi pencegahan dan penanganan stunting.
Menurut Masri Singarimbun (1995:37), Teori adalah serangkaian asumsi, konsep,
konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan suatu konsep. Dari pengertian atau batas
tentang teori tersebut dapat disimpulkan bahwa teori adalah suatu rangkaian proporsi
yang saling berhubungan untuk menjelaskan suatu fenomena sosial secara sistematis
dalam taraf ketelitian yang diperoleh dengan abstraksi, konsep, dan hubungan proporsisi.
Dengan demikian kerangka teoritis tersebut akan memudahkan serta memberikan
arah yang tepat dalam pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan yaitu proses
konvergensi pencegahan dan penanganan stunting di Desa Bangunjiwo.
10
1. Konvergensi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), konvergensi memiliki arti keadaan
menuju satu titik pertemuan. Sedangkan menurut Wikipedia ada pengertian mengenai
konvergensi media, yaitu adalah penggabungan atau pengintegrasian media-media yang
ada untuk digunakan dan diarahkan kedalam satu titik tujuan.
Konvergensi secara bahasa berasal dari bahasa Inggris dari kata converge yang
artinya memusatkan pada satu titik, bertemu atau tindakan bertemu di satu tempat.
Didalam kamus besar bahasa Indonesia konvergensi berasal dari kata konvergen, yang
berarti bersifat menuju pada satu titik. Sedangkan didalam kamus psikologi konvergensi
adalah interaksi antara faktor hereditas dan faktor lingkungan dalam proses
perkembangan tingkah laku. Dari sini dapat ditarik sebuah pengertian bahwa konvergensi
merupakan pertemuan dua variabel yang berbeda kedalam satu titik yang sama. Atau
lebih tegasnya mempertemukan dua aliran yang berlawanan yaitu antara nativisme
dengan empirisme kedalam satu ikatan yang sama.
Konvergensi adalah teori yang dipelopori oleh Louis William Stern,(1978:54).
Stern menyatakan bahwa perkembangan manusia baik dasar keturunan maupun
lingkungan, sama-sama mempunyai peranan yang penting. Jadi menurutnya proses
perkembangan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan, yang seakan-akan seperti
halnya dua garis yang menuju pada satu titik pertemuan.
Stern (1988:23) mengemukakan pendapatnya disertai bukti-bukti hasil
penyelidikannya terhadap anak-anak kembar yang dilakukannya di Hamburg, Jerman.
Stern mengetahui anak-anak kembar mempunyai sifat-sifat keturunan yang sama. Anak-
anak tersebut kemudian dipisahkan dari pasangannya dan ditempatkan pada pengaruh
11
lingkungan yang berbeda satu sama lain. Pemisahan terhadap anak kembar segera
dilakukan setelah kelahiran mereka. Setelah dalam kurun waktu tertentu Stern
memperoleh data dari pengamatannya bahwa kedua anak kembar tersebut akhirnya
mempunyai sifat yang berbeda satu sama lain. Hal ini berarti adanya pengaruh faktor
lingkungan tempat anak mengalami perkembangan. Dengan pernyataan lain, faktor
pembawaan (keturunan) tidak menentukan secara mutlak sifat-sifat atau struktur
kejiwaan individu. Dalam penelitian itu menandaskan bakat yang dibawa pada waktu
lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan baik.
Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak akan dapat menghasilkan perkembangan anak
yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk
mengembangkan.
Senada dengan Stern, Djumransjah (dalam stern dan Johnson 1976) juga
menegaskan bahwa walaupun keadaan pembawaan yang sama, pengaruh lingkungan atas
manusia dapat dibuktikan. Seperti halnya kemampuan dua orang anak kembar, yang
ketika lahir sudah dapat ditentukan oleh dokter bahwa pembawaan mereka sama, tetapi
jika dibesarkan dalam lingkungan yang berlainan mereka akan berlainan pula
perkembangannya. Disisi lain Ngalim Purwanto juga berujar bahwa proses
perkembangan manusia tidak hanya ditentukan oleh faktor pembawaan dan faktor
lingkungannya saja. Akan tetapi aktivitas manusia sendirilah yang turut menentukan atau
memainkan peranan perkembangannya. Perkembangan yang sehat akan berkembang jika
kombinasi dari fasilitas yang diberikan oleh lingkungan dan potensial kodrati anak
bersinergi dengan berjalan secara seimbang. Dan kondisi sosial menjadi sangat tidak
12
sehat apabila segala pengaruh lingkungan merusak atau bahkan melumpuhkan potensi
psiko-fisis anak.
Demikian pula halnya dengan pembawaan, menurut Anatasi dalam Alex Sobur,
pengaruh pembawaan atau keturunan terhadap tingkah laku, selalu terjadi secara tidak
langsung. Pengaruh keturunan selalu membutuhkan perantara atau perangsang yang
terdapat di lingkungan, sekalipun kenyataannya memang ada semacam tingkatan yang
lebih dan kurang nyaman.
Hal demikian dapat dicontohkan dengan kenyataan-kenyataan antara lain:
a. Latar belakang keturunan yang sama mungkin menghasilkan ciri-ciri kepribadian
yang berbeda pada kondisi-kondisi lingkungan yang berbeda pula.
b. Latar belakang keturunan yang berbeda dan pada lingkungan hidup yang berbeda
pula, dapat dihasilkan pola perkembangan yang sama atau hampir sama.
c. Lingkungan hidup yang sama bisa menimbulkan perbedaan-perbedaan ciri
kepribadian pada anak-anak yang berlainan latar belakang keturunannya.
d. Lingkungan hidup yang tidak sama bisa menimbulkan persamaan dalam ciri-ciri
kepribadian meskipun latar belakang keturunan tidak sama.
Adapun tentang hubungan antara pengaruh lingkungan dan faktor keturunan dapat
dirumuskan dengan. Pertama, faktor lingkungan dan keturunan menjadi sumber
timbulnya tingkah laku. Kedua, faktor keturunan dan lingkungan tidak bisa berfungsi
secara terpisah, melainkan saling berhubungan. Ketiga, bentuk interaksi yang terjadi
dapat dikonseptualisasikan sebagai bentuk hubungan yang majemuk, artinya suatu
hubungan yang terjadi memengaruhi hubungan-hubungan lain yang akan terjadi.
13
Langeveld sebagaimana disitir oleh Sumadi, mencoba menemukan hal-hal apa
yang memungkinkan perkembangan anak itu menjadi orang dewasa, ia menemukan hal-
hal sebagai berikut :
a. Justru karena anak itu adalah makhluk hidup (makhluk biologis) maka dia
berkembang
b. Bahwa anak itu pada waktu masih sangat muda adalah sangat tidak berdaya, dan
adalah suatu keniscayaan bahwa dia perlu berkembang menjadi lebih berdaya
c. Bahwa kecuali kebutuhan-kebutuhan biologis anak memerlukan adanya perasaan
aman, karena itu perlu adanya pertolongan atau perlindungan dari orang yang
mendidik.
d. Bahwa di dalam perkembangannya anak tidak pasif menerima pengaruh dari luar
semata-mata, melainkan ia juga aktif mencari dan menemukan.
Pendapat tersebut dapat dipahami, bahwa anak adalah makhluk hidup yang
berkembang secara dinamis. Kemudian perkembangan yang dinamis tersebut pada
gilirannya menggiring anak untuk mengeksplorasi semua aspek-aspek perkembangannya
dan dengan tenaga-tenaga dari luar yang menolong. Instrumen penolong dalam hal ini
salah satunya dengan melalui pendidikan. Pendidikan dalam konteks konvergensi dapat
disimpulkan bahwa, pertama pendidikan mungkin diberikan, kedua yang membatasi hasil
pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu sendiri dan ketiga pendidikan diartikan
sebagai penolong atau pertolongan yang diberikan pada lingkungan anak didik untuk
mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang
buruk.
14
Dengan demikian dapat diketahui bahwa bakat yang dibawa anak sejak
kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang cerdas,
namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasakan anak
tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses pendidikan anak tetap
memerlukan bantuan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dalam
menumbuhkembangkan potensi bawaan yang dimilikinya.
2. Pencegahan dan Penanganan
Pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar
suatu tidak terjadi. Dapat dikatakan suatu upaya yang dilakukan sebelum terjadinya
pelanggaran atau kejadian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007),
pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar
sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan. Pencegahan
identik dengan perilaku.
Dalam penelitian ini ditekankan upaya yang akan diteliti berupa upaya
pencegahan atau upaya preventif. Upaya preventif biasanya dilakukan kepada pihak yang
belum atau rentan terhadap suatu masalah, menurut Yunita (dalam L.Abate,1990:10)
definisi dari pencegahan adalah Prevention atau pencegahan terdiri dari berbagai
pendekatan, prosedur dan metode yang dibuat untuk meningkatkan kompetensi
interpersonal seseorang dan fungsinya sebagai individu, pasangan, dan sebagai orang tua
Menurut Yunita dalam(L’Abate,1990:11), sebagian besar program preventif yang
efektif memliki karakteristik sebagai berikut:.
15
a. Fokus terhadap pemahaman mengenai resiko dan masalah dari perilaku
yang ingin dicegah dalam kelompok sasaran
b. Desain untuk merubah “life trajectory” dari kelompok sasaran, dengan
menyediakan pilihan dan kesempatan dalam jangka panjang yang
sebelumnya tidak tersedia
c. Kesempatan untuk mempelajari keterampilan hidup baru yang dapat
membantu partisipan untuk menghadapi stress dengan lebih efektif dengan
dukungan sosial yang ada
d. Fokus dalam menguatkan dukungan dasar dari keluarga, komunitas atau
lingkungan sekolah
Koleksi dari penelitian yang memiliki kualitas yang baik menjadi bukti
dalam keefektivitasaan dokumen.Sedangkan menurut (Oktavia, 2013) upaya preventif
adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu
yang tidak diinginkan. Preventif secara etimologi berasal dari bahasa latin pravenire
yang artinya datang sebelum/antisipasi/mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam
pengertian yang luas preventif diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk
mencegah terjadinyan gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang.Dengan
demikian upaya preventif adalah tindakan yang dilakukan sebelum sesuatu terjadi.
Hal tersebut dilakukan karena sesuatu tersebut merupakan hal yang dapat merusak
ataupun merugikan. Sedangkan penanganan menurut kamus besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah proses, cara, perbuatan menangani; penggarapan.
16
3. Stunting
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak pada anak yang
disebabkan karena kekurangan asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan
kurangnya stimulus psikososial. Stunting ditandai dengan panjang/tinggi badan anak
lebih pendek dari anak seusianya. Anak stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak
maksimal. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit dan di masa
depan berisiko menurunkan produktivitas. Stunting adalah Kondisi Kekurangan Gizi
Kronis. Secara fisik anak stunting memiliki tinggi badan di bawah standar pertumbuhan
anak normal seusianya (WHO) (2007)
Menurut Menteri Kesehatan RI (2011), stunting adalah kondisi gagal tumbuh
pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya
(kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal kehidupan
setelah lahir tetapi baru tampak setelah anak berusia 2 tahun.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (Bagi bayi dibawah
lima tahun) yang diakibatkan kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi Stunting baru nampak setelah bayi berusia 2
tahun. Stunting yang dialami anak dapat disebabkan oleh tidak terpaparnya periode1000
hari pertama kehidupan mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat
pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan. Stunting
dapat pula disebabkan tidak melewati periode emas yang dimulai 1000 hari pertama
kehidupan yang merupakan pembentukan tumbuh kembang anal pada 1000 hari
pertama.Pada masa tersebut nutrisi yang diterima bayi saat didalam kandungan dan
17
menerima ASI memiliki dampak jangka panjang terhadap kegidupan saat dewasa.
Hal ini dapat terlampau maka akan terhindar dari terjadinya stunting pada anak-anak
dan status gizi yang kurang (Depkes, 2015). Balita pendek (stunted) dan sangat
pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau
tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku
WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2006. Stunting pada anak
merupakan indikator status gizi yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan
sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau. Stunting merupakan
istilah para nutrinis untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak sesuai dengan ukuran
yang semestinya (bayi pendek).Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang
sangat pendek hingga melampaui deficit. 2 SD dibawah median panjang atau tinggi
badan populasi yang menjadireferensi internasional. Stunting adalah keadaan
dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh anak
lebih pendek dibandingkan dengan anak–anak lain seusianya (MCN, 2009;22).
a. Tanda Stunting
Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD),ditandai
dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usiaanak. Stuntingmerupakan
kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa laludan digunakan
sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak. Stunting dapat
didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut umur yang
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan
indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai
18
dan atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk
mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka
kematian, kemampuan kognitif dan perkembangan motik yang rendah serta fungi
tubuh yang tidak seimbang.
b. Penyebab Stunting
Pada masa ini merupakan proses terjadinya Stunting pada anak dan peluang
peningkatan Stunting terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi
ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil
dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation
(IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.Anak-anak yang mengalami hambatan dalam
pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit
infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu
makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak.Keadaan ini semakin
mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang
terjadinya Stunting (Depkes, 2011). Gizi buruk kronis (Stunting) tidak hanya
disebabkan oleh satu faktor saja seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi
disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu
sama lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab Stunting yaitu asupan makanan tidak
seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat,
protein,lemak, mineral, vitamin,dan air), riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
19
riwayat penyakit,praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya
pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta
setelah ibu melahirkan. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, tidak
menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
c. Dampak Stunting
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia, sehingga prestasi
belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Anak yang menderita
Stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada
kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan
menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh
proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya. Gagal tumbuh yang
terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada
kehidupan berikutnya dan sulit diperbaiki. Masalah Stunting menunjukkan
ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang yaitu kurang energi dan protein,
juga beberapa zat gizi mikro.
d. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian Stunting
Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian Stunting berhubungan
dengan berbagai macam faktor yaitu faktor karakteristik orangtua yaitu pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, pola asuh, pola makan dan jumlah anggota dalam keluarga,
faktor genetik, penyakit infeksi, kejadian BBLR, kekurangan energi dan protein,
sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai.
20
Adapun faktor resiko Stunting yaitu :
1) Pendidikan Orang tua
Menurut George F. Kneller yang dikutip oleh Siswoyo dkk (2007:15)
pendidikan dapat dipandang dalam arti luas dan teknis.Dalam arti luas pendidikan
menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang
berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa, watak, atau
kemampuan fisik individu. Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses dimana
masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi atau
lembaga lainnya) dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu
pengetahuan, nilai-nilai keterampilan-keterampilan, dan generasi-generasi.
Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung secara teratur,
bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini
berlangsung di sekolah,pendidikan dasar,pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan informal adalah pendidikan yang didapatkan seseorang dari
pengalaman sehari-hari baik secara sadar maupun tidak sadar sepanjang
hayat.Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari
maupun dalam pekerjaan, masyarakat, dan organisasi.Pendidikan non formal adalah
pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti
21
peraturan yang ketat. Tingkat pendidikan merupakan suatu proses yang sengaja
dilakukan oleh orangtua siswa TK Islam Zahrotul Ulum untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuannya melalui pendidikan formal yang berjenjang. Tingkat
pendidikan mempengaruhi pola konsumsi makan melalui cara pemilihan bahan
makanan dalam hal kualitas dan kuantitas. Pendidikan orang tua terutama ayah
memiliki hubungan timbal balikdengan pekerjaan. Pendidikan ayah merupakan faktor
yang mempengaruhi harta rumah tangga dan komoditi pasar yang dikonsumsi karena
dapat mempengaruhi sikap dan kecenderungan dalam memilih bahan-bahankonsumsi.
Sedangkan pendidikan ibu mempengaruhi status gizi anak, dimana semakin tinggi
pendidikan ibumaka akan semakin baik pula status gizi anak. Tingkat pendidikan juga
berkaitan dengan pengetahuan gizi yang dimiliki, dimana semakin tinggi pendidikan
ibu maka semakin baik pula pemahaman dalam memilih bahan makanan.
2) Pekerjaan Orang tua
Pekerjaan orangtua mempunyai andil yang besar dalam masalahgizi.
Pekerjaan orang tua berkaitan erat dengan penghasilan keluarga yang mempengaruhi
daya beli keluarga. Keluarga dengan pendapatan yang terbatas, besar kemungkinan
kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya secara kualitas dna kuantitas.
Peningkatan pedapatan keluarga dapat berpengaruh pada susunan makanan.
Pengeluaran yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya
konsumsi pangan seseorang. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang
tumbuh kembang anak, karena orangtua dapat menyediakan semua kebutuhan
anak baik primer maupun sekunder (Soetjiningsih, 2000).
22
3) Tinggi badan orang tua
Tinggi badan adalah jarak dari puncak kepala hingga telapak kaki.Parameter
ini merupakan parameter yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal dan
tidak sensitif untuk mendeteksi permasalahan gizi pada waktu yang singkat.
Pengukuran tinggi badan sebagai parameter tinggi badan mempunyai banyak kegunaan,
yaitu dalam penilaian status gizi, penentuan kebutuhan energi basal, penghitungan
dosis obat, danprediksi dari fungsi fisiologis seperti volume paru, kekuatan otot,
dan kecepatan filtrasi glomerulus.Tinggi badan dapat ukur dari alas kaki ke titik
tertinggi pada posisi tegak.
Menurut Wibowo Adi (2008) berpendapat bahwa tinggi badan merupakan
ukuran posisi tubuh berdiri (vertical) dengan kaki menempel pada lantai, posisi
kepala dan leher tegak, pandangan rata-rata air, dada dibusungkan, perut datar
dan tarik nafas beberapa saat. Menurut Wahyudi (2011) yangdikutip Catur baharudin
(2007) berpendapat bahwa tinggi badan diukur dalam posisi berdiri sikap sempurna
tanpa alas kaki. Untuk mengukur tinggi badan seseorang pada posisi berdiri secara
anatomis, dapat diukur dari kepala bagian atas sampai ketelapak kaki bagian bawah.
e. Proses pencegahan stunting
Upaya percepatan pencegahan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi
spesifik dan intervensi gizi sensitif dilakukan secara konvergen. Konvergensi
penyampaian layanan membutuhkan keterpaduan proses perencanaan, penganggaran,
dan pemantauan program/kegiatan pemerintah secara lintas sektor untuk memastikan
tersedianya setiap layanan intervensi gizi spesifik kepada keluarga sasaran prioritas dan
intervensi gizi sensitif untuk semua kelompok masyarakat, terutama masyarakat miskin.
23
Dengan kata lain, konvergensi didefinisikan sebagai sebuah pendekatan intervensi yang
dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama pada target sasaran wilayah
geografis dan rumah tangga prioritas untuk mencegah stunting. Penyelenggaraan
intervensi secara konvergen dilakukan dengan menggabungkan atau mengintegrasikan
berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan bersama.
Upaya konvergensi akan terwujud apabila:
1) Program/kegiatan Nasional, daerah, dan desa sebagai penyedia layanan intervensi
gizi spesifik dan gizi sensitif dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi sesuai
kewenangan.
2) Layanan dari setiap intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif tersedia dan dapat
diakses bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan, terutama rumah tangga
1.000 HPK (ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-23 bulan).
3) Kelompok sasaran prioritas menggunakan dan mendapatkan manfaat dari layanan
tersebut.
Upaya konvergensi percepatan pecegahan stunting dilaksanakan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi program/ kegiatan.
Pada tahap perencanaan, konvergensi diarahkan pada upaya penajaman proses
perencanaan dan penganggaran regular yang berbasis data dan informasi faktual agar
program dan kegiatan yang disusun lebih tepat sasaran melalui:
1) pelaksanaan analisis situasi awal
2) pelaksanaan rembuk stunting
3) penyusunan rencana kerja.
24
Analisis situasi awal dan rembuk stunting dilakukan untuk mengetahui kondisi
stunting di wilayah kabupaten/kota, penyebab utama, dan identifikasi program/kegiatan
yang selama ini sudah dilakukan. Dari analisis ini diharapkan dapat menentukan
program/kegiatan, kelompok sasaran, sumber pendanaan2 dan lokasi upaya percepatan
pencegahan stunting di daerah, yang kemudian diterjemahkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Organisasi Perangkat daerah (OPD) dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pada tahap pelaksanaan, konvergensi diarahkan pada upaya untuk melaksanakan
intervensi gizi spesifik dan sensitif secara bersama dan terpadu di lokasi yang telah
disepakati bersama, termasuk didalamnya mendorong penggunaan dana desa untuk
percepatan pencegahan stunting dan mobilisasi Kader Pembangunan Manusia (KPM).
f. Skema Koordinasi
Upaya konvergensi pencegahan stunting merupakan pendekatan intervensi yang
dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama. Upaya ini harus melibatkan
lintas sektor dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan. Pemerintah
daerah bertanggungjawab dalam memastikan intervensi lintas sektor untuk pencegahan
stunting dapat dilaksanakan secara efektif di tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai
dengan tingkat desa.
Upaya konvergensi percepatan pencegahan stunting dilaksanakan mengikuti
siklus perencanaan dan penganggaran pembangunan di daerah untuk memastikan:
1) Perencanaan kegiatan pencegahan stunting dilakukan dengan berbasis data.
25
2) Intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif dialokasikan dalam dokumen perencanaan
dan penganggaran.
3) Pemantauan secara terpadu dan melakukan penyesuaian pelaksanaan
program/kegiatan berdasarkan temuan di lapangan untuk meningkatkan kualitas
dan cakupan intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif.
4) Sistem manajemen data yang baik untuk mengukur hasil-hasil pelaksanaan
program/kegiatan.
5) Hasil evaluasi kinerja digunakan sebagai dasar perencanaan dan penganggaran
tahun berikutnya.
Sedangkan pada tahap pemantauan dan evaluasi, konvergensi dilakukan melalui
pelaksanaan pemantauan yang dilakukan bersama dengan menggunakan mekanisme dan
indikator yang terkoordinasikan dengan baik secara berkelanjutan. Sehingga hasil
pemantauan dan evaluasi dapat dijadikan acuan bagi semua pihak yang terkait untuk
mengetahui perkembangan pelaksanaan upaya percepatan pencegahan stunting dan
memberikan masukan bagi tahap perencanaan dan penganggaran selanjutnya.
Peran Pemerintah Desa Berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, Desa berkewajiban mendukung kegiatan-kegiatan pembangunan yang
menjadi program prioritas nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya. Dengan demikian desa perlu menyusun program/kegiatan yang relevan
dengan pencegahan stunting, yang didanai oleh Dana Desa. Adapun peran pemerintah
desa untuk mendukung pencegahan stunting, adalah sebagai berikut:
1) Mensosialisasikan kebijakan pencegahan stunting kepada masyarakat.
26
2) Melakukan pendataan terhadap kelompok sasaran, permasalahan terkait stunting,
cakupan layanan dasar kepada masyarakat, kondisi penyedia layanan,dan
sebagainya .
3) Pembentukan dan pengembangan Rumah Desa Sehat (RDS) sebagai sekretariat
bersama yang berfungsi untuk ruang belajar bersama, penggalian aspirasi,
aktualisasi budaya, aktivitas kemasyarakatan, akses informasi serta forum
masyarakat peduli kesehatan, pendidikan dan sosial.
4) Menyelenggarakan rembuk stunting desa.
5) Tersusunnya rencana aksi pencegahan stunting di desa dan daerah.
6) Menyiapkan Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan pelaku desa lainnya yang
terkait dengan pencegahan stunting.
7) Meningkatkan pelayanan posyandu, peningkatan layanan kegiatan pengasuhan,
penyuluhan pola hidup sehat pada PAUD, dan lainnya dalam upaya pencegahan
stunting.
8) Meningkatkan atau membangun sarana dan prasarana intervensi gizi sensitif
sesuai dengan kewenangannya.
9) Meningkatkan kapasitas aparat desa, KPM, dan masyarakat melalui pelatihan
yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga non pemerintah lainnya.
10) Pemantauan pelaksanaan program/kegiatan pencegahan stunting, serta pengisian
dan pelaporan scorecard desa kepada OPD terkait.
11) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan stunting, mengukur
capaian kinerja desa, dan melaporkan kepada bupati/walikota melalui camat.
27
12) Melakukan pemutahiran data secara berkala sebagai dasar penyusunan rencana
program/kegiatan pencegahan stunting tahun berikutnya.
E. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian konvergensi pencegahan dan penanganan stunting di Desa
Bangunjiwo merupakan suatu penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk
melakukan penggambaran terhadap obyek atau variable yang diteliti. Metode
kualitatif merujuk pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif,
apa yang ditulis dan dikatakan oleh orang/ tingkah laku yang diamati. Penelitian
deskriptif merupakan tingkat kedua yang merupakan pengembangan lanjut dari
penelitian eksploratif dimana peneliti sudah mengetahui beragam variable yang
terlibat dalam sasaran studinya. Penelitian deskriptif mengarah pada
pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai kondisi tentang apa yang
terjadi apa adanya di lapangan studinya. (H.B. Sutopo,2002 : 110-111).
2. Ruang Lingkup Penelitian
a. Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah suatu obyek yang dikaji dalam penelitian agar
sesuai dengan tuuan penelitian, yaitu Konvergensi Pencegahan dan Penanganan di
Desa Bangunjiwo Kecamatan Kasihan.
b. Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan salah satu unsur pokok dalam peneltian.
Untuk itu sebuah konsep harus didefinisikan secara tepat sehingga tidak terjadi
28
kesalahan dalam pengukurannya. Konsep adalah suatu abstraksi yang
menggambarkan secara umum atas kejadian nyata dalam suatu fenomena.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat didefinisikan konsep sebagai berikut :
1) Konvergensi
Konvergensi adalah upaya banyak pihak / lebih dari satu untuk
menyelesaikan sesuatu.
2) Pencegahan dan penanganan
Pencegahan adalah upaya preventif yaitu upaya menghindari agar suatu hal
atau kejaidan tidak terjadi, sedangkan penanganan adalah upaya
menyembuhkan atau membuat normal suatu hal yang seharusnya tidak
terjadi.
3) Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya
c. Definisi Operasional
Definisi operasioanal merupakan suatu definisi yang menjelaskan atas suatu
variable yang dapat diukur. Definisi operasional ini memberikan informasi untuk
mengukur variable yang akan diteliti. Setelah mengidentifikasi variabel-variabel
penelitian diatas kedalam bentuk yang lebih formal, maka konsep yang telah
dirumuskan tersebut perlu dijabarkan lebih konkrit kedalam proses penelitian
untuk secara abstrak dapat dirumuskan. Berdasarkan hal ini maka dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa indikator-indikator yang berhubungan dengan proses
29
Konvergensi Pencegahan dan Penanganan Stunting di Desa Bangunjiwo yaitu
sebagai berikut :
Proses pelaksanaan konvergensi pencegahan dan penanganan stunting di
Desa Bangunjiwo :
1) Perencanaan
a) Mensosialisasikan kebijakan pencegahan stunting kepada masyarakat.
b) Melakukan pendataan terhadap kelompok sasaran, permasalahan terkait
stunting, cakupan layanan dasar kepada masyarakat, kondisi penyedia
layanan,dan sebagainya
2) Pelaksanaan
a) Pembentukan dan pengembangan Rumah Desa Sehat (RDS) sebagai
sekretariat bersama yang berfungsi untuk ruang belajar bersama,
penggalian aspirasi, aktualisasi budaya, aktivitas kemasyarakatan, akses
informasi serta forum masyarakat peduli kesehatan, pendidikan dan sosial.
b) Menyelenggarakan rembuk stunting desa.
c) Tersusunnya rencana aksi pencegahan stunting di desa dan daerah.
d) Menyiapkan Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan pelaku desa
lainnya yang terkait dengan pencegahan stunting.
e) Meningkatkan pelayanan posyandu, peningkatan layanan kegiatan
pengasuhan, penyuluhan pola hidup sehat pada PAUD, dan lainnya dalam
upaya pencegahan stunting.
f) Meningkatkan atau membangun sarana dan prasarana intervensi gizi
sensitif sesuai dengan kewenangannya.
30
g) Meningkatkan kapasitas aparat desa, KPM, dan masyarakat melalui
pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga non
pemerintah lainnya.
3) Pemantauan program
a) Pemantauan pelaksanaan program/kegiatan pencegahan stunting, serta
pengisian dan pelaporan scorecard desa kepada OPD terkait.
b) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan stunting,
mengukur capaian kinerja desa, dan melaporkan kepada bupati/walikota
melalui camat.
c) Melakukan pemutahiran data secara berkala sebagai dasar penyusunan
rencana program/kegiatan pencegahan stunting tahun berikutnya.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian pada penelitian ini berjumlah 17 orang. Dengan rincian
13 orang dari Kader Stunting, 2 dari pengurus Rumah Desa Sehat Bangunjiwo,
dan 2 perangkat Desa Bangunjiwo.
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat seseorang peneliti melakukakan
penelitian. Lokasi penelitian ini tentunya tidak dilakukan di sembarangan tempat,
melainkan dilakukan ditempat yang sesuai dengan topik penelitiannya yaitu di
Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta,
55184.
31
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini penyusun menggunakan
kombinasi dari beberapa metode, sehingga dapat diharapkan akan memperoleh
data yang dibutuhkan secara valid. Adapun teknik pengumpulan data yang
dipakai dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Observasi
Pengumpulan data melalui metode observasi ini yaitu dengan melakukan
pengamatan secara langsung pada lokasi penelitian, dengan tujuan untuk
mengetahui kondisi lokasi penelitian sehingga dapat diperoleh gambaran
yang lebih jelas tentang lokasi penelitian.penyusunan melakukan pengamatan
secara langsung terhadap obyek yaitu tempat, pelaku, dan aktivitas, dan
pelaksanaan program.
b. Wawancara
Pengambilan data melalui metode wawancara ini yaitu dengan
memperoleh data melalui tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak
yang bersangkutan guna memperoleh data dan informasi mengenai hal yang
diteliti.
c. Dokumentasi
Metode ini yaitu guna memperoleh data dengan melihat dan mencatat
dokumen-dokumen arsip yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi
tentang lokasi penelitian. Dokumen-dokumen itu bisa berasal dari
perpustakaan, dari imstansi yang diteliti dan dari tempat lain.
32
6. Teknik Analisis Data
Di dalam penelitian ini, penelitian menggunakan pendekatan sosial,
dimana dalam kehidupan manusia memiliki kebutuhan yang berbeda-beda pada
setiap individu dan antar individu yang satu dengan individu lainnya yang saling
berinteraksi dan saling secara timbal balik.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang bersifat
kualitatif, artinya jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh
melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lainnya. (Mantra, 2004:30).
Moleong (2001:190) menyatakan untuk menganalisis data secara
sistematis maka ada proses analisis data secara umum dimulai dari :
a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber
Proses analisis data dimulai dari berbagai sumber, yaitu wawancara,
pengamatan, dan dokumentasi yang dilakukan di lapangan terutama di Desa
Bangunjiwo.
b. Mengadukan reduksi data
Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat
abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang intinya.
Proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga sehingga tetap berada
didalamnya.
c. Menyusun dalam satuan-satuan
Proses yang ketiga dalam analisis data yakni menyusun satuan-satuan,
yang kemudian dikategorikan sambil membuat koding atau menafsirkan
informasi.
33
d. Tahap akhir ialah mengadukan penafsiran kedua
Proses penafsiran data berarti peneliti melakukan penafsiran atau
menganalisis data yang didapatkan maupun wawancara. Hasil tersebut
diolah dan diartikan dengan kata-kata atau dideskripsikan peneliti tentang
proses Konvergensi Pencegahan dan Penanganan Stunting di Desa
Bangunjiwo.
Berdasarkan urutan diatas yang dimaksud dengan penelitian kualitatif
adalah penelitian yang dilakukan terhadap manusia dengan melalui proses
wawancara, pengamatan, dokumentasi dan lainnya baik pada spek bahasa
maupun tingkah laku yang dilakukan sesuai dengan realitas yang wajar dan
alamiah, sehingga diperoleh data yang bersifat deskriptif berupa kata-kata,
gambar dan sebagainya serta hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mengetahui krediblitas dan keabsahan data maka teknik analisis
kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi yaitu teknik
pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuai yang lain diluar data itu untuk
keperluan pengecekam atau sebagai pembanding terhadap data tersebut
(Moleong, 2001:178).
Selanjutnya menganalisa data dengan gejala yang diteliti dan
menginterpretasikan data-data tersebut atas dasar teori yang ada, dan bersifat
menyeluruh. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambaran keadaan
dan bukan merupakan penyajian angka-angka. Dengan demikian laporan
peneliti mengenai “Konvergensi Pencegahan dan Penanganan Stunting di
Desa Bangunjiwo”.
34
BAB II
GAMBARAN UMUM KEADAAN DESA
A. Keadaan Geografis
Desa Bangunjiwo secara Administrative merupakan bagian dari Kabupaten
Bantul diantara 75 Desa yang ada di wilayah Kabupaten Bantul dan salah satu dari 4
(empat) Desa di wilayah Kecamatan Kasihan. Mobilitas / jarak tempuh Desa Bangunjiwo,
5 Km dari Kecamtan Kasihan, 8 km dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Bantul dan 13
Km dari Pusat Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Desa Bangunjiwo adalah merupakan gabungan dari 4 (empat) Kalurahan yaitu :
1. Kalurahan Sribitan.
2. Kalurahan Paitan.
3. Kalurahan Bangen.
4. Kalurahan Kasongan.
Pengabungan Kalurahan - Kalurahan tersebut diatas pada tanggal 6 Desember tahun 1946
dengan nama Desa Bangunjiwo.
B. Keadaan umum wilayah Desa
1. Batas wilayah Desa
a. Sebelah Utara : Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.
b. Sebelah Selatan : Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul.
c. Sebelah Barat : Desa Triwidadi, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.
35
d. Sebelah Timur : Desa Tirtonirmolo dan Desa Tamantirto Kecamatan Kasihan
Kabupaten Bantul.
2. Pemerintahan Desa
Desa Bangunjiwo terdiri dari 19 wilayah Dukuh serta 144 RT (Rukun Tetangga)
dengan pembagian wilayah sebagai berikut :
Tabel II.1
Jumlah Rukun Tetangga
NO NAMA PEDUKUHAN JUMLAH RT
1 Gendeng 16
2 Ngentak 12
3 Donotirto 11
4 Lemahdadi 7
5 Salakan 3
6 Sambikerep 4
7 Petung 4
8 Kenalan 6
9 Sribitan 9
10 Kalirandu 11
11 Bangen 5
12 Bibis 5
13 Jipangan 10
14 Kalangan 6
15 Kalipucang 5
16 Gedongan 12
17 Kajen 6
18 Tirto 7
19 Sembungan 5
Sumber : RPJM-Des Bangunjiwo 2015-2019
Dari tabel II.1 diatas dapat disimpulkan bahwa persebaran RT tiap Pedukuham
berbeda. Jumlah RT terbanyak ada di Pedukuhan Gendeng dengan jumlah 16 RT,
sedangkan jumlah RT paling sedikit ada Pedukuhan Salakan dengan jumlah 3 RT.
36
3. Organisasi Pemerintah Desa
STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH
DESA BANGUNJIWO
LURAH
DESA BPD
WIJI
HARINI,
S.SOS., MM SIHANA
CARIK
SUKARMAN
KAUR
KEUANGAN
KAUR TU &
UMUM
KAUR
PERENCANAAN
JOKO
MUGI
RAHARJO RUMIYATI, S.T.
KASI
PEMERINTAHAN KASI
KESEJAHTERAAN
KASI
PELAYANAN
SUTADI
ANDOYO
SLAMET
WIDODO
19 KEPALA
DUKUH
37
4. Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) terdiri atas :
BPD DESA BANGUNJIWO
PERIODE 2018-2024
KETUA BPD
SIHANA, S.Pd.
WAKIL KETUA
PURNOMO ADI
SEKRETARIS
WASIYEM
KABID PEMERINTAHAN
KABID
PEMBANGUNAN
RIYANTO MUTTAQIN
ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA
EKO NURHADI JIWANDONO SUDARNO
ROY RAMADHAN
5. Kependudukan.
Jumlah Penduduk pada Bulan Desember 2018.
1. Laki - laki ada : 15.203 Jiwa.
2. Perempuan ada : 14.742 Jiwa.
3. Usia 0-15 : 9.038 Jiwa
4. Usia 16-65 : 19.247 Jiwa
38
5. Usia 65 keatas : 1.371 Jiwa
Jumlah : 29.945 Jiwa, 10.383 KK
6. Pendidikan
a. Sekolah Formal
Berikut adalah tabel jumlah sekolah formal yang ada di Bangunjiwo.
Tabel II.2
Sarana Sekolah Formal
NO NAMA SEKOLAH FORMAL JUMLAH
1 PAUD 13
2 TK 12
3 SD/MI 12/1
4 SLTP 2
5 SLTA/SMK 1
6 Perguruan Tinggi 1
7 SLB 1
8 TPA/TPQ 46
9 Pondok Pesantren 1
10 Lembaga bimbingan belajar 1
Sumber : RPJM-Des Bangunjiwo 2015-2019
Dari tabel II.2 diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah sekolah formal yang ada di
Desa Bangunjiwo rata-rata paling banyak adalah PAUD, TK dan SD dengan kisaran
jumlah 12/13. Selain itu ada juga sekolah formal SLB maupun pondok pesantren yang
masing-masing berjumlah 1.
b. Sekolah Non Formal
PKBM : 1 PKBM Adi Jiwa
39
7. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada :
a. Jalan :
1) Jalan Kabupaten.
2) Jalan Desa.
3) Jalan / Gang RT.
b. Gedung Kantor :
1) Gedung Kantor Desa.
2) Gedung BPD.
3) Gedung Lembaga Desa : LPMD, PKK, Karang Taruna.
4) Gedung BKM.
5) Gedung Perpustakaan Desa.
6) Gedung Serbaguna.
c. Gedung Sekolah :
Berikut adalah tabel jumlah gedung sekolah yang ada di Desa Bangunjiwo.
Tabel II.3
Gedung Sekolah
NO NAMA GEDUNG JUMLAH
1 TK 12
2 SD 12
3 SMP 2
4 Madrasah Stanawiyah 1
5 SMK 1
6 Perguruan tinggi STEI Hamfara 1
7 SLB 1
8 PKBM 1
Sumber : RPJM-Des Bangunjiwo 2015-2019
40
Dari tabel II.3 diatas dapat disimpulkan bahwa gedung paling banyak adalah
gedung TK dan gedung SD dengan jumlah masing-masing 12 bangunan.
d. Gedung Puskesmas Kasihan 1
e. Tempat Ibadah :
Berikut adalah tabel tempat ibadah yang ada di Desa Bangunjiwo.
Tabel II.4
Tempat Ibadah
NO NAMA BANGUNAN JUMLAH
1 Masjid 57
2 Mushola 41
3 Gereja Kristen 1
Sumber : RPJM-Des Bangunjiwo 2015-2019
Dari tabel II.4 diatas dapat disimpulkan bahwa untuk tempat ibadah yang paling
banyak adalah masjid dengan jumlah 57 tempat, disusul mushola 41 tempat, dan Gereja
Kristen 1 tempat. Dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Bangunjiwo beragama
Islam.
f. Gedung Olah Raga : 4
41
8. Kesehatan
Berikut adalah tabel sarana kesehatan yang ada di Desa Bangunjiwo :
Tabel II.5
Sarana Kesehatan di Bangunjiwo
NO NAMA SARANA KESEHATAN JUMLAH
1 Puskesmas 1
2 Dokter spesialis anak 1
3 Dokter gigi 1
4 Dokter umum 5
5 Bidan 6
6 PLKB 1
7 Kader PPKBD 21
8 Kader SUBPPKBD 141
9 Kader Yandu 322
10 Kader Jumantik 141
11 Kader motivator KP ibu 58
12 Dokter praktik 5
13 Klinik bersalin & pelayanan KB 3
14 Ponyandu balita 27
15 Posyandu lansia 17
Sumber : RPJM-Des Bangunjiwo 2015-2019
Dari tabel II.5 diatas dapat disimpulkan bahwa untuk sarana kesehatan di Desa
Bangunjiwo paling banyak adalah kader yandu yang berjumlah 322. Desa Bangunjiwo
memiliki 1 puskesmas.
9. Mata pencaharian Penduduk / Perekonomian Penduduk
a. Mata Pencaharian di Bidang Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan.
b. Mata Pencaharian di Bidang Jasa Ketrampilan antara lain :
1) Tukang Kayu.
2) Tukang Batu.
3) Tukang Jahit / Bordir.
42
4) Tukang Cukur.
5) Salon Kecantikan dan Rias Pengantin.
6) Bengkel Sepeda, Sepeda motor dan Mobil.
c. Mata Pencaharian di Bidang Jasa / Buruh.
1) Buruh Bangunan
2) Buruh Industri.
3) Buruh Tani.
d. Mata Pencaharian di Bidang Industri Kecil / Kerajinan.
1) Kerajinan Keramik / Gerabah Kasongan dan sekitarnya.
2) Kerajinan Patung Batu Lemahdadi.
3) Kerajinan Kipas Bambu Jipangan.
4) Kerajinan Tatah Sungging Gendeng.
5) Kerajinan Mebelair.
6) Kerajinan Patung Kayu.
7) Kerajinan Kulit / Tas.
8) Kerajinan Ukir.
9) Kerajinan Topeng.
10) Kerajinan Pintu Foolding Gate dan Etalase.
11) Kerajinan Bunga Melenium.
12) Kerajinan Iket Blangkon.
13) Kerajinan Wayang Kayu.
43
10. Sosial Budaya
a. Budaya / Tradisi
Di Desa Bangunjiwo masih banyak budaya tradisional yang masih dilestarikan
keberadaannya, hal ini untuk mendukung kekayaan budaya maupun adat istiadat yang
tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara di
Desa Bangunjiwo juga untuk mendukung kawasan Cagar Budaya Ambarbinangun yang
pusat kegiatannya di Desa Bangunjiwo. Sesuai Visi dan Misi Desa Bangunjiwo yaitu
”Bangunjiwo yang maju dalam bingkai nilai - nilai tradisi yang kuat”, maka Pemerintah
Desa Bangunjiwo akan selalu melestarikan budaya dan adat istiadat yang hidup dan
berkembang di dalam kehidupan masyarakat di Desa Bangunjiwo, bagi para warga
pendatang dari daerah lain hukumnya wajib untuk ikut melestarikan budaya yang ada dan
adat istiadat sejauh tidak bertentangan dengan ajaran Agama.
Budaya yang ada dan terus dilestarikan antara lain :
1) Bersih Desa / bersih Dusun, biasanya dengan mengadakan Pentas Wayang Kulit,
Ketoprak, Jatilan dan lainnya.
2) Mitoni ( Tingkepan ), yaitu selamatan kandungan berumur 7 bulan.
3) Brokohan, yaitu selamatan bayi yang baru lahir.
4) Puputan, yaitu selamatan bayi yang sudah puput / tali pusernya lepas.
5) Wiwit, yaitu selamatan untuk padi yang akan dipanen.
6) Mindhoni, yaitu selamatan anak berumur 1 windhu ( 8 tahun ).
7) Kenduri / Sedekahan, yaitu selamatan untuk memperingati hari - hari besar Islam.
44
8) Selamatan / Do’a bagi orang yang meninggal dunia , 7 hari, 40 hari, 100 hari, 2
tahun dan Nyewu ( 1.000 hari ).
45
11. Peta Desa
DAFTAR PUSTAKA
Ginott. 2005. Antara Orang tua dan Anak. Jakarta : Pustaka Tangga
Hadi, Yusuf Dwi. 2014. Konsep Pembentukan Kepribadian Anak Menurut Teori
Konvergensi Dalam Perspektif Pendidikan Islam,
Jakarta; PT Refika Aditama. Hal : 113
Ham Hurlock, E.B. 1995. Perkembangan Anak. Jakarta : Penerbit Erlangga
Louis Willian, S. 1978. Perkembangan Lingkungan Anak. Jakarta : Penerbit Erlangga
Masri. 1995. The Power of Golden Age. Bandung : cv. Mandar Maju.
Stern. 1988. Teori Konvergensi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Utama. 1985. Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta : CV. Rajawali
Sumber-sumber lain :
Materi Pelatihan TPID Kecamatan Kasihan
Panduan Konvergensi Program/Kegiatan Percepatan Pencegahan Stunting TNP2K (Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan)
Permendes No. 19 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
https://kbbi.web.id/konvergensi
INTERVIEW GUIDE
KADER STUNTING
NAMA :
UMUR :
PEKERJAAN :
PENDIDIKAN :
ALAMAT :
JENIS KELAMIN :
JABATAN :
1. PERENCANAAN
a. Mensosialisasikan kebijakan pencegahan stunting kepada masyarakat.
1) Apakah Anda mengetahui tentang stunting?
2) Apakah Anda mensosialisasikan pencegahan stunting kepada posyandu /
masyarakat?
3) Bagaimana cara Anda mensosialisasikan pencegahan stunting kepada
posyandu / masyarakat?
4) Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap sosialisasi yang Anda lakukan?
b. Melakukan pendataan terhadap kelompok sasaran, permasalahan terkait
stunting, cakupan layanan dasar kepada masyarakat, kondisi penyedia
layanan,dan sebagainya
1) Apakah Anda melakukan pendataan terkait stunting kepada masyarakat?
2) Dalam pendataan stunting siapa saja yang Anda libatkan?
3) Kendala apa yang Anda temui ketika melakukan pendataan stunting?
4) Bagaimana respon Anda mengenai kendala yang ditemui saat pendataan
stunting?
2. PELAKSANAAN
a) Pembentukan dan pengembangan Rumah Desa Sehat (RDS) sebagai
sekretariat bersama yang berfungsi untuk ruang belajar bersama,
penggalian aspirasi, aktualisasi budaya, aktivitas kemasyarakatan, akses
informasi serta forum masyarakat peduli kesehatan, pendidikan dan
sosial.
1) Apakah Anda mengetahui tentang Rumah Desa Sehat (RDS)? Jika iya
apa keterlibatan Anda dalam pembentukan dan pengembangan RDS?
b) Menyelenggarakan rembuk stunting desa.
1) Apakah Anda mengetahui tentang rembuk stunting desa?
2) Bagaimana proses saat rembuk stunting desa dilakukan?
3) Bagaimana keterlibatan Anda dalam rembuk stunting desa?
c) Tersusunnya rencana aksi pencegahan stunting di desa dan daerah.
1) Apakah Anda mengetahui tentang rencana aksi pencegahan stunting di
Desa? Jika iya, seperti apa?
d) Menyiapkan Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan pelaku desa
lainnya yang terkait dengan pencegahan stunting.
1) Apakah Anda mengetahui siapa saja pelaku atau yang dilibatkan dalam
pencegahan stunting ditingkat Desa?
2) Siapa yang menentukan pelaku pencegahan stunting tersebut?
3) Bagaimana Anda bisa dipilih sebagai salah satu pelaku terkait
pencegahan stunting?
e) Meningkatkan pelayanan posyandu, peningkatan layanan kegiatan
pengasuhan, penyuluhan pola hidup sehat pada PAUD, dan lainnya dalam
upaya pencegahan stunting.
1) Apa yang Anda lakukan dalam peningkatan pelayanan posyandu?
2) Kegiatan apa saja yang ada dalam posyandu yang Anda lakukan?
3) Apakah anda melakukan penyuluhan pola hidup sehat pada PAUD?
4) Kegiatan apa yang anda lakukan di posyandu dalam upaya pencegahan
stunting?
f) Meningkatkan atau membangun sarana dan prasarana intervensi gizi
sensitif sesuai dengan kewenangannya.
1) Apakah Anda membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana dalam
kegiatan posyandu? Jika iya, apa yang dibutuhkan oleh posyandu?
2) Bagaimana cara Anda memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana
tersebut?
g) Meningkatkan kapasitas aparat desa, KPM, dan masyarakat melalui
pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga non
pemerintah lainnya.
1) Apakah anda pernah mengikuti pelatihan terkait pencegahan stunting
yang dilakukan oleh Desa?
3. PEMANTAUAN PROGRAM
a) Pemantauan pelaksanaan program/kegiatan pencegahan stunting, serta
pengisian dan pelaporan scorecard desa kepada OPD terkait.
1) Dalam pencegahan stunting ini, apa yang harus Anda pantau atau
laporkan?
2) Kepada siapa Anda melaporkan hasil pantauan tersebut?
3) Bagaimana proses pemantauan atau pelaporan yang Anda lakukan?
4) Kendala apa yang Anda temui dalam proses pemantauan atau
pelaporan?
b) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan stunting,
mengukur capaian kinerja desa, dan melaporkan kepada bupati/walikota
melalui camat.
1) Apakah Anda mengevaluasi kinerja ada dalam pencegahan stunting
ini?
c) Melakukan pemutahiran data secara berkala sebagai dasar penyusunan
rencana program/kegiatan pencegahan stunting tahun berikutnya.
1) Bagaimana cara Anda melakukan pemutahiran data secara berkala?
2) Apakah Anda memiliki arsip data yang ada di posyandu?
INTERVIEW GUIDE
PEMERINTAH DESA DAN PENGURUS RDS
NAMA :
UMUR :
PEKERJAAN :
PENDIDIKAN :
ALAMAT :
JENIS KELAMIN :
JABATAN :
1. PERENCANAAN
a. Mensosialisasikan kebijakan pencegahan stunting kepada masyarakat.
1) Apakah Anda mengetahui tentang stunting?
2) Apakah Anda mensosialisasikan pencegahan stunting kepada masyarakat?
3) Bagaimana cara Anda mensosialisasikan pencegahan stunting kepada
masyarakat?
4) Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap sosialisasi yang Anda lakukan?
b. Melakukan pendataan terhadap kelompok sasaran, permasalahan terkait
stunting, cakupan layanan dasar kepada masyarakat, kondisi penyedia
layanan,dan sebagainya
1) Apakah Anda melakukan pendataan terkait stunting kepada masyarakat?
2) Dalam pendataan stunting siapa saja yang Anda libatkan?
3) Bagaimana alur terkait pendataan stunting?
2. PELAKSANAAN
a) Pembentukan dan pengembangan Rumah Desa Sehat (RDS) sebagai
sekretariat bersama yang berfungsi untuk ruang belajar bersama,
penggalian aspirasi, aktualisasi budaya, aktivitas kemasyarakatan, akses
informasi serta forum masyarakat peduli kesehatan, pendidikan dan
sosial.
1) Apakah di Desa ini ada Rumah Desa Sehat (RDS)?
2) Bagaimana kepengurusan RDS yang ada di Bangunjiwo?
3) Apakah Desa menganggarkan untuk berjalannya RDS?
b) Menyelenggarakan rembuk stunting desa.
1) Apakah Anda mengetahui tentang rembuk stunting desa?
2) Bagaimana proses saat rembuk stunting desa dilakukan?
3) Kendala yang ditemui ketika rembuk stunting desa?
c) Tersusunnya rencana aksi pencegahan stunting di desa dan daerah.
1) Bagaimana tindak lanjut setelah adanya rembuk stunting?
2) Apakah ada rencana aksi pencegahan stunting di Desa Bangunjiwo?
d) Menyiapkan Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan pelaku desa
lainnya yang terkait dengan pencegahan stunting.
1) Bagaimana Desa menentukan Kader Pembangunan Manusia (KPM)?
2) Bagaimana cara Desa memenuhi kebutuhan pelaku lainnya terkait
pencegahan stunting?
3) Apakah ada kendala dalam menyiapkan KPM atau pelaku dalam
pencegahan stunting?
e) Meningkatkan pelayanan posyandu, peningkatan layanan kegiatan
pengasuhan, penyuluhan pola hidup sehat pada PAUD, dan lainnya dalam
upaya pencegahan stunting.
1) Bagaimana yang dilakukan Desa dalam upaya meningkatkan pelayanan
posyandu?
2) Bagaimana intervensi Desa kepada posyandu dalam upaya pencegahan
stunting?
f) Meningkatkan atau membangun sarana dan prasarana intervensi gizi
sensitif sesuai dengan kewenangannya.
1) Kebutuhan sarana dan prasarana apa yang perlu dipenuhi oleh Desa
dalam upaya pencegahan stunting ini? Dan dibutuhkan dana berapa?
g) Meningkatkan kapasitas aparat desa, KPM, dan masyarakat melalui
pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga non
pemerintah lainnya.
1) Bagaimana cara untuk meningkatkan kapasitas KPM atau pelaku dalam
pencegahan stunting?
3. PEMANTAUAN PROGRAM
a) Pemantauan pelaksanaan program/kegiatan pencegahan stunting, serta
pengisian dan pelaporan scorecard desa kepada Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) terkait.
1) Bagaimana proses pemantauan yang dilakukan oleh Desa terkait
pencegahan stunting ini?
2) Apakah desa melakukan pelaporan scorecard desa kepada Organisasi
Perangkat Daerah (OPD)?
b) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan stunting,
mengukur capaian kinerja desa, dan melaporkan kepada bupati/walikota
melalui camat.
1) Bagaimana evaluasi yang dilakukan oleh Desa dalam pelaksanaan
pencegahan stunting ini?
c) Melakukan pemutahiran data secara berkala sebagai dasar penyusunan
rencana program/kegiatan pencegahan stunting tahun berikutnya.
1) Bagaimana bentuk pemutahiran data secara berkala yang dilakukan
oleh Desa?
2) Apakah Desa memiliki arsip data secara berkala?