Kontribusi Persalinan Pada Tenaga Non Kesehatan Terhadap Tingginya Angka Kematian Ibu

8
Kontribusi Persalinan pada Tenaga Non Kesehatan terhadap Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) a. Pengertian Angka Kematian Ibu (AKI) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia kenyataannya masih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. AKI didefinisikan sebagai jumlah kematian maternal (maternal mortality rate) selama 1 tahun dalam 100.000 kelahiran hidup. Salah satu keberhasilan pembangunan sebuah negara adalah penurunan angka kematian ibu. 1 Kematian ibu merupakan peristiwa kompleks yang disebabkan oleh berbagai penyebab yang dapat dibedakan atas determinan dekat, antara, dan jauh. 2 b. Penyebab Kematian Ibu Determinan dekat yang berhubungan langsung dengan kematian ibu merupakan gangguan obstetrik seperti perdarahan, preeklamsi/eklamsi, dan infeksi atau penyakit yang diderita ibu sebelum atau selama kehamilan yang dapat memperburuk kondisi kehamilan seperti jantung, malaria, tuberkulosis, ginjal, dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Determinan dekat secara langsung dipengaruhi oleh determinan antara yang berhubungan dengan faktor kesehatan, seperti status kesehatan ibu, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku penggunaan fasilitas kesehatan. Determinan jauh berhubungan dengan faktor demografi dan sosio-kultural. Kesadaran masyarakat yang rendah tentang kesehatan ibu hamil, pemberdayaan perempuan yang tidak baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat, politik, serta kebijakan secara tidak langsung diduga ikut berperan dalam meningkatkan kematian ibu. 3 Faktor penyebab tingginya AKI tersebut amat beragam, antara lain kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak mengenali tanda bahaya sehingga terlambat membawa ibu, bayi dan anak balita ke fasilitas kesehatan. Faktor keterlambatan keluarga dan tenaga kesehatan dalam penanganan pasien, di kenal dengan Istilah “3 Terlambat” dan “4 Terlalu”, ini merupakan fenomena yang paling sering terjadi dan merupakan faktor penyebab kematian ibu: (1) keterlambatan dalam menentukan untuk segera mencari pengobatan / pertolongan karena: (a) tidak mengetahui akan adanya komplikasi, (b) budaya dan pandangan yang menerima adanya kematian seorang ibu, (c) status wanita yang dianggap masih rendah, dan (d)

description

kesmas

Transcript of Kontribusi Persalinan Pada Tenaga Non Kesehatan Terhadap Tingginya Angka Kematian Ibu

Kontribusi Persalinan pada Tenaga Non Kesehatan terhadap Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)

a. Pengertian Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia kenyataannya masih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. AKI didefinisikan sebagai jumlah kematian maternal (maternal mortality rate) selama 1 tahun dalam 100.000 kelahiran hidup. Salah satu keberhasilan pembangunan sebuah negara adalah penurunan angka kematian ibu.1 Kematian ibu merupakan peristiwa kompleks yang disebabkan oleh berbagai penyebab yang dapat dibedakan atas determinan dekat, antara, dan jauh.2

b. Penyebab Kematian Ibu

Determinan dekat yang berhubungan langsung dengan kematian ibu merupakan gangguan obstetrik seperti perdarahan, preeklamsi/eklamsi, dan infeksi atau penyakit yang diderita ibu sebelum atau selama kehamilan yang dapat memperburuk kondisi kehamilan seperti jantung, malaria, tuberkulosis, ginjal, dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Determinan dekat secara langsung dipengaruhi oleh determinan antara yang berhubungan dengan faktor kesehatan, seperti status kesehatan ibu, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku penggunaan fasilitas kesehatan. Determinan jauh berhubungan dengan faktor demografi dan sosio-kultural. Kesadaran masyarakat yang rendah tentang kesehatan ibu hamil, pemberdayaan perempuan yang tidak baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat, politik, serta kebijakan secara tidak langsung diduga ikut berperan dalam meningkatkan kematian ibu.3Faktor penyebab tingginya AKI tersebut amat beragam, antara lain kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak mengenali tanda bahaya sehingga terlambat membawa ibu, bayi dan anak balita ke fasilitas kesehatan. Faktor keterlambatan keluarga dan tenaga kesehatan dalam penanganan pasien, di kenal dengan Istilah 3 Terlambat dan 4 Terlalu, ini merupakan fenomena yang paling sering terjadi dan merupakan faktor penyebab kematian ibu: (1) keterlambatan dalam menentukan untuk segera mencari pengobatan / pertolongan karena: (a) tidak mengetahui akan adanya komplikasi, (b) budaya dan pandangan yang menerima adanya kematian seorang ibu, (c) status wanita yang dianggap masih rendah, dan (d) hambatan sosio-kultural dalam pengobatan / pertolongan; (2) keterlambatan dalam mencapai tempat pengobatan / pertolongan, misalnya karena letak geografis dan buruknya organisasi dan sarana transportasi; dan (3) keterlambatan dalam mendapat pertolongan karena faktor-faktor personil dan sarana tidak memadai, personil tidak terlatih dan masalah keuangan. Istilah 4 terlalu yaitu terlalu muda untuk menikah, terlalu sering hamil, terlalu banyak melahirkan dan terlalu tua untuk hamil.4Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006, AKI Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, sedangkan AKB di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian maternal yang paling umum di Indonesia adalah perdarahan 28%, eklamsi 24%, dan infeksi 11%. Penyebab kematian bayi yaitu BBLR 38,94% dan asfiksia lahir 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,91% kematian perinatal dipengaruhi oleh kondisi ibu saat melahirkan.5

c. Jumlah Kematian Ibu

Banyak survei maupun sumber yang dapat digunakan untuk melihat angka kematian ibu di Indonesia. Berdasarkan data dari WHO, UNICEF, UNFPA, The World Bank dan United Nations Population Division Maternal Mortality Estimation Inter-Agency Group, angka kematian ibu mengalami penurunan ditiap tahunnya. Pada tahun 2005, angka kematian ibu 250 per 100.000 kelahiran hidup dan mengalami penurunan pada tahun 2013 yakni 190 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian ibu di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni 359 per 100.000 kelahiran ibu. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan angka kematian ibu pada SDKI 1997 yakni 334 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan Indonesia mengalami kemunduran hingga 15 tahun ke belakang. Padahal sebelumnya, berdasarkan hasil SDKI 2007, angka kematian ibu sudah berhasil diturunkan menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Bila merujuk pada target angka kematian ibu sebagai salah satu indikator derajat kesehatan yang tercantum dalam MDGs 2015, angka kematian ibu harus dapat diturunkan hingga 102 per 100.000 kelahiran. Indonesia harus lebih berusaha untuk menanggulangi tingginya angka kematian ibu terlepas dari apapun penyebabnya, mengingat distribusi tenaga medis seperti bidan sebagai salah satu lini pertama pertolongan persalinan sudah cukup merata hampir di seluruh provinsi di Indonesia.6,7Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka kematian ibu yang cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya sekalipun menurut data Profil Kesehatan Aceh 2013, angka kematian ibu mengalami penurunan ditiap tahunnya. Jumlah kematian ibu di provinsi Aceh pada tahun ini mengalami penurunan dari 174 kematian pada tahun 2012 menjadi 151 kematian pada tahun 2013. Secara keseluruhan, rasio angka kematian ibu di Aceh juga mengalami penurunan ditiap tahunnya. Setelah sebelumnya pada tahun 2008 angka kematian ibu 191 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2013 menjadi 158 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, hal tersebut masih merupakan masalah besar mengingat Aceh masih menduduki peringkat keempat angka kematian ibu di Indonesia.8Berdasarkan Profil Kesehatan Aceh Tahun 2013, data kematian ibu bervariasi ditiap kabupatennya. Total kematian ibu selama tahun 2013 di kawasan Barat-Selatan, Aceh Singkil 7 orang, Aceh Selatan 2 orang, Aceh Barat 10 orang, Aceh Barat Daya 5 orang dan Subulussalam sebanyak 1 orang.8d. Pengertian Tenaga Non Kesehatan (Dukun Bersalin)

Menurut World Health Organization (WHO) dukun bersalin adalah seseorang yang menangani ibu selama persalinan dan yang awalnya mendapatkan keahlian dari menolong persalinan seorang diri atau karena mendampingan dukun bersalin lainnya.9Dukun bersalin adalah bagian dari pengobatan tradisional yang ada di Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan RI pengertian dukun bersalin adalah seorang anggota masyarakat pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisonal dan memperoleh keterampilan tersebut dengan cara turun temurun. Dengan demikian di Indonesia didapati dukun bersalin yang terlatih maupun yang tidak terlatih. Menurut Departemen Kesehatan RI yang dimaksud dengan dukun bayi (beranak) terlatih adalah dukun bayi(beranak) yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan dan dinyatakan lulus, sedang yang tidak terlatih adalah dukun bayi (beranak) yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi (beranak) yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. Dukun beranak yang terlatih tentu dianggap lebih terampil dan dipercaya dari pada yang tidak terlatih.e. Jumlah Dukun Bersalin

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Aceh tahun 2013 sebanyak 4.791.924 jiwa. Kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi. Jumlah penduduk terendah adalah sabang sebesar 32.191 jiwa, sementara kabupaten dengan jumlah penduduk tertinggi Aceh Utara sebesar 556.556 jiwa. Jumlah dukun bersalin di provinsi Aceh pada tahun 2013 adalah 467.212 jiwa.10 Jumlah penduduk Aceh 2013 sebesar 4.791.924 jiwa. Jumlah dukun bersalin Aceh 2013 sebesar 467.212 orang. Dengan ratio: 0,0975.f. Persalinan pada Tenaga Non KesehatanKeberadaan dukun bayi di Indonesia tidak mungkin dihapuskan dalam waktu singkat, sehingga harus ditempuh jalan dengan memberi pendampingan bidan di desa untuk meningkatkan pelayanan obstetri yang lebih bermutu dan menyeluruh. Menurut data SDKI 2007 terjadi peningkatan jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 73%, tetapi angka ini masih jauh dari target yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 90% pada tahun 2010. Sebagian besar kelahiran dilakukan di Rumah Bersalin/Klinik/Praktek Tenaga Kesehatan yakni sebesar 38,0%. Terbanyak kedua adalah di rumah (29,6%), kemudian di Rumah Sakit (21,4%). Dari data tersebut terlihat bahwa persalinan yang dilakukan di rumah masih cukup tinggi, dimana rumah merupakan tempat kedua terbanyak sebagai tempat melahirkan. Sedangkan Polindes/Poskesdes merupakan tempat bersalin yang paling sedikit, dimana hanya 3,7% saja yang memanfaatkannya sebagai tempat bersalin. Selain itu, sebesar 7,3% kelahiran dilakukan di Puskesmas/Pustu. Dalam analisis Riskesdas, penolong persalinan dinyatakan dalam penolong persalinan kualifikasi tertinggi dan kualifikasi terendah. Penolong persalinan dengan kualifikasi tertinggi yakni apabila terdapat lebih dari satu penolong maka dipilih yang kualifikasinya paling tinggi. Begitu juga dengan kualifikasi yang terendah terlihat bahwa penolong persalinan dengan kualifikasi tertinggi dilakukan oleh bidan (68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%). Namun sebanyak 0,8% kelahiran dilakukan tanpa ada penolong dan hanya 0,3% kelahiran saja yang ditolong oleh perawat sebagai tenaga dengan kualifikasi tertinggi.8Pertolongan persalinan di seluruh dunia masih didominasi oleh dukun beranak (traditional birth attendants, TBA) yaitu sekitar 70% sekitar tahun 1990-an dan dalam 10 tahun terakhir menurun menjadi 30-40% terutama di negara berkembang, seperti Afrika, India, Bangladesh, Pakistan dan termasuk Indonesia.11 Persalinan yang terbanyak dilakukan oleh bidan, masing-masing 65,81% dan 52,22%. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh tahun 2010, bahwa pada tahun 2009 persentase bayi dengan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar 88,68%. Persentase ini terdiri atas 12,71% dokter, 75,43% bidan dan tenaga medis lain sebesar 0,54%. Sekitar 9,15% persalinan ditolong oleh dukun bayi (dukun bersalin), sebanyak 1,87% ditolong oleh famili/keluarga, dan sebesar 0,30% ditolong lainnya.12Berdasarkan pemanfaatan bidan, petugas kesehatan lainnya dalam pertolongan persalinan bagi ibu bersalin masih sangat rendah. Proporsi Bidan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 58,77 per 100.000 penduduk, sedangkan rata-rata pertolongan persalinan sudah mencapai 69%. Dari 21 kabupaten/ kota, masih terdapat 7 kabupaten yang mempunyai target pertolongan persalinan yang rendah , yaitu Aceh Selatan (31,6%), Aceh Tenggara (44,48%), Nagan Raya (50,43%) dan Aceh Jaya (76,15%) sedangkan cakupan pertolongan persalinan tertinggi terdapat di Kota Sabang yaitu 100%, Bener Meriah 80,80% dan Aceh Tamiang 78,81% (Dinkes Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2012). Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 terjadi peningkatan jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 73%, tetapi angka ini masih jauh dari target yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 90% pada tahun 2010. Menurut Riskesdas (2010) sebanyak 55,4% persalinan terjadi di fasilitas kesehatan, 44,6 % melahirkan di rumah. Ibu hamil yang melahirkan di rumah, 51,9% ditolong oleh bidan, 48,1% oleh dukun bayi. Bila dilihat berdasarkan Provinsi, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang terendah adalah di Sulawesi Tenggara (8,7%), dan tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (91,3%). Terdapat kesenjangan yang sangat lebar persentase ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan antara perkotaan dan perdesaan (64,8% versus 35,2%).13g. Kondisi Kesehatan Negara Lain yang Berhubungan dengan Persalinan pada Tenaga Non Kesehatan

Di negara lain seperti Pakistan, meskipun terdapat 5000 pusat pelayanan kesehatan dasar dan pusat kesehatan di pedesaan yang didukung oleh fasilitas kesehatan yang baik, aktivitas pelayanan kesehatan primer tidak dapat meningkatkan status kesehatan, terlebih pada daerah pedesaan.14

Di Pakistan 70% dari penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan 90% persalinan ditolong oleh dukun bersalin. Pada kebanyakan kasus, dukun bersalin tidak dapat mendiagnosis komplikasi dan sering kali tidak dapat mengambil keputusan kapan waktu yang tepat untuk merujuk. Sebuah penelitian deskriptif observasional yang dilakukan selama bulan Januari sampai dengan Desember 2007, di sebuah klinik bersalin di Fatima Hospital, Baqai Medical University, sebuah rumah sakit berbasis pelayanan tersier di Pakistan. Dari seluruh pasien yang dikirim oleh dukun bersalin, 82,8% pasien datang sudah dalam kondisi yang mengancam nyawa. Angka mortalitas pasien yang ditangani oleh dukun bersalin di daerah tersebut mencapai 84,9%, dan morbiditas sebesar 15%.14Terdapat banyak komplikasi yang muncul akibat ketidaktahuan dukun bersalin saat merujuk. Persalinan macet yang menyebabkan morbiditas terjadi pada 60,3% pasien. Perdarahan post partum sebagai kondisi yang mengancam nyawa terjadi pada 30,1% pasien. Angka mortalitas akibat sepsis puerperalis tercatat sebesar 66,6%, hampir dua kali lebih besar dibandingkan angka mortalitas akibat perdarahan post partum yang hanya sebesar 37,5%.14

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa persalinan yang ditolong oleh dukun bersalin akan menimbulkan hal-hal yang akan membahayakan ibu.Daftar Pustaka1. Sibley LM, Sipe TA, Brown CM, Diallo MM. Traditional birth attendant training for improving health behaviours and pregnancy outcomes (Review).The Cochrane Library.Issue 4. 2007.

2. McCharty J, Maine DA. Framework for analysis the determinants of maternal Mortality. Studies in Family Planing. Vol :23 (1): 23-33. 1992.

3. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Angka kematian ibu melahirkan. Jakarta: 2011 [diakses tanggal 15 Februari 2013]. Diunduh dalam: http://www.menegpp. go.id/V2/index.php/datadaninformasi/kesehatan.

4. KEMENKES RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2004. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2005.

5. KEMENKES RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2009.

6. World Health Organization. Maternal mortality in 1990-2013: Indonesia. WHO, UNICEF, UNFPA, The World Bank, and United Nations Population Division Maternal Mortality Estimation Inter-Agency Group. 2013.

7. Saputra, W. AngkaKematianIbu (AKI) Melonjak, Indonesia Mundur 15 Tahun. Jakarta: Prakarsa Policy Reiview. 2013.8. KEMENKES RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2014.

9. World Health Organization. Traditional birth attendants: a joint WHO/UNICEF/UNFPA statement. Geneva: World Health Organization. 1992.10. Taqwallah. Profil Kesehatan Provinsi Aceh. Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. 2013.

11. Aeni, N. Risk Factors of Maternal Mortality. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 10. 2013.12. Badan Pusat Statistik. Proyeksi Penduduk Indonesia. Indonesia Population Projection 2010-2035. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 2013.13. KEMENKES RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013.

14. Mustafa, R., Hashmi, H. dan Mustafa, R. Obstetrical Referrals by Traditional Birth Attendants. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2012; 24 (3-4).