KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN STATUS YODIUM … · konsumsi pangan, status gizi dan status...
-
Upload
duongxuyen -
Category
Documents
-
view
275 -
download
0
Transcript of KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN STATUS YODIUM … · konsumsi pangan, status gizi dan status...
KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN STATUS YODIUM ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH PEGUNUNGAN
KABUPATEN CIANJUR
FANNISA FITRIDINA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
ABSTRACT
FANNISA FITRIDINA. Food Consumption, Nutritional Status, and Iodine Status of Elementary School Children in The Mountainous Areas of Cianjur District. Under direction of LEILY AMALIA
People in the mountainous region generally less consume food source of
iodine and highly consume goitrogenic food. The pattern of the food consumption
can reduce iodine status of people and further cause IDD (Iodine Defficiency
Disorders). The general objective of this research was to analyze correlation
between consumption habits of iodine source and goitrogenic and iodine status
among elementary school children in mountainous areas in Cianjur district.
Samples are elementary school children grade 5th or 4th aged 9 to 14 years; and
the mothers of the children. This research was conducted in May to October 2012
used cross sectional design in 3 sub-districts of Cianjur District, West Java.
Primary data consisted of food consumption, anthropometry, and iodine urine,
whereas secondary data consisted of characteristics of Cianjur. The study
showed that there was significant correlation between iodine total intake and the
level of UIE (p<0.05, r=0.179), but there were no correlation between the
frequency of goitrogenic food consumption and the level of UIE, and between the
total intake of cyanide and the level of UIE (p>0.05).
Keywords: food consumption, nutritional status, and iodine status
RINGKASAN
FANNISA FITRIDINA. Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Status Yodium Anak
Sekolah Dasar di Wilayah Pegunungan Kabupaten Cianjur. Di bawah bimbingan
LEILY AMALIA.
Masyarakat di wilayah pegunungan umumnya kurang mengkonsumsi
pangan sumber yodium dan tinggi akan konsumsi pangan goitrogenik. Pola
konsumsi tersebut dapat menurunkan status yodium yang dalam jangka waktu
lama akan menyebabkan GAKY. Penelitian ini secara umum bertujuan
menganalisis hubungan antara kebiasaan konsumsi pangan sumber yodium dan
goitrogenik dengan kadar yodium urin pada anak sekolah dasar di wilayah
pegunungan Kabupaten Cianjur.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang berjudul
“Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) pada Anak Sekolah Dasar: Studi
tentang Konsumsi Pangan, Aspek Sosio Budaya dan Prestasi Belajar di Wilayah
dengan Agroekologi Berbeda”. Desain penelitian adalah cross sectional study.
Lokasi penelitian adalah Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Pasirkuda, dan
Kecamatan Kadupandak yang berada di Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi
penelitian dibantu oleh Pusat Pembinaan dan Pendidikan (Pusbindik) atau Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kabupaten Cianjur dengan pertimbangan
kemudahan akses untuk melaksanakan penelitian. Satu kecamatan terdiri dari
dua sekolah dasar dimana satu sekolah dasar berada dekat dengan akses jalan
utama dan satu sekolah dasar lainnya berada cukup jauh dari akses jalan.
Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Mei 2012. Sampel penelitian
adalah siswa sekolah dasar kelas 5 atau 4 yang berusia antara 9 sampai 14
tahun serta ibu dari tersebut, masing-masing berjumlah 155 sampel.
Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan observasi oleh
peneliti kepada responden, dengan menggunakan kuesioner yang telah
disiapkan peneliti sesuai tujuan penelitian. Data primer pada penelitian ini
meliputi data karateristik sosial ekonomi keluarga, data konsumsi pangan sehari,
data konsumsi pangan sumber yodium dan goitrogenik, kadar yodium urin dan
data antropometri anak. Data sekunder diperoleh dari dinas Kabupaten Cianjur.
Data sekunder terdiri dari profil wilayah Kabupaten Cianjur.
Besar keluarga contoh yang termasuk dalam kategori kecil (≤4 orang)
sebanyak 46.5 %. Sebagian besar usia ayah berada dalam rentang dewasa
iii
muda (20-40) sebanyak 47.4%, begitu juga dengan mayoritas usia ibu termasuk
pada kategori dewasa muda (20-40) dengan persentase sebesar 69.9%.
Sebagian besar tingkat pendidikan ayah maupun ibu adalah SD, yaitu masing-
masing sebesar 52.3% dan 60.6%. Sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai
buruh (52.9%) meliputi buruh tani, buruh bangunan dan buruh pabrik. Ibu atau
pengasuh contoh sebagian besar (71.6%) adalah IRT dan terdapat 16.8% contoh
bekerja sebagai buruh. Sebagian besar contoh, yaitu sebesar 69.9% termasuk
dalam kategori miskin.
Berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) sebagian besar
(86.5%) status gizi contoh adalah normal. Kelompok pangan yang paling banyak
dikonsumsi adalah serealia, yaitu beras sebesar 211 g/kap/hari, mie sebesar 34
g/kap/hari, dan lainnya sebesar 15 g/kap/hari. Kelompok pangan hewani yang
paling banyak dikonsumsi adalah telur sebanyak 38.5 g/kap/hari. Rata-rata
konsumsi pangan contoh untuk semua kelompok pangan (serealia, umbi-umbian,
pangan hewani, kacang-kacangan, dan sayur serta buah) masih di bawah
anjuran PPH. Skor PPH sebesar 46.5 yang menunjukkan bahwa secara kualitas,
konsumsi pangan contoh masih belum beragam. Pangan sumber yodium yang
paling sering dikonsumsi contoh adalah ikan asin sebanyak 68.4% dan telur
sebanyak 67.1%. Pangan goitrogenik yang paling banyak dikonsumsi contoh
dalam frekuensi yang sering adalah daun singkong, yaitu sebanyak 25.8 % dan
kol sebanyak 23.9%. Asupan gizi contoh masih di bawah AKG, hanya vitamin A
saja yang rata-rata asupannya telah melebihi AKG. Sebagian besar contoh, baik
pria maupun wanita termasuk dalam kategori defisit berat pada tingkat
kecukupan energi begitu juga dengan tingkat kecukupan protein. Rata-rata status
yodium contoh berada pada defisiensi tingkat ringan (median yodium urin 60.0
μg/L). Lebih dari separuh contoh masih tergolong defisiensi, sebesar 32.9%
diantaranya mengalami defisiensi yodium tingkat ringan. Berdasarkan perbedaan
jenis kelamin, median yodium urin contoh laki-laki (67.0 μg/L) lebih tinggi
dibandingkan median yodium urin perempuan (52.5 μg/L).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara asupan yodium total dengan kadar yodium urin (p<0.05, r=0.179). Hasil uji
korelasi Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
frekuensi konsumsi makanan goitrogenik dengan kadar yodium urin (p>0.05).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan
antara asupan sianida dengan kadar yodium urin (p>0.05).
KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN STATUS YODIUM ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH PEGUNUNGAN
KABUPATEN CIANJUR
FANNISA FITRIDINA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
v
Judul Skripsi : Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Status Yodium Anak Sekolah
Dasar di Wilayah Pegunungan Kabupaten Cianjur
Nama : Fannisa Fitridina
NIM : I14080076
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Leily Amalia, STP,MSi
NIP.19721209 200501 2 004
Mengetahui:
Ketua
Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul ”Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Status Yodium Anak
Sekolah Dasar di Wilayah Pegunungan Kabupaten Cianjur” sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Mayor Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad
serta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir
zaman. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan Ayah yang
selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang yang tulus serta adikku
Rangga Ramadhan.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Leily Amalia,S.TP,M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan
penuh kesabaran meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan,
saran, kritikan, semangat dan dorongan selama penulis melakukan
penelitian dan penulisan skripsi.
2. dr.Vera Uripi selaku dosen pembimbing akademik.
3. Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan,MS selaku pemandu dan penguji yang telah
memberikan masukan dan saran bagi perbaikan skripsi ini.
4. Tim peneliti : Leily Amalia,S.TP,M.Si , Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan,MS, Dr.Ir.Hadi
Riyadi MS, Dr.Tin Herawati SP.M.Si, dan Reisi Nurdiani SP,M.Si untuk
segala bimbingan dan arahannya selama kegiatan lapang.
5. Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan bantuan beasiswa
kepada penulis, khususnya dalam hal biaya perkuliahan selama semester 3
hingga semester 9.
6. Neys-van Hoogstraten Foundation yang telah memberikan bantuan biaya
penelitian kepada tim peneliti.
7. Para dosen dan staf Departemen Gizi Masyarakat.
8. Gilang Hamzah Fansury, terima kasih atas kasih sayang, semangat, waktu,
dukungan, dan ketulusan dalam membantu penulis.
9. Bapak/Ibu guru dan anak-anak sekolah dasar di SDN Pasirpari, SDN
Kertaharja, SDN Sukajaya, SDN Gunung Kembang, SDN Gandasari, dan
SDN Jembar yang telah bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.
vii
10. Sahabat-sahabat penulis: “Genk Ukhty” : Azni, Unie, Alna, Gita dan “Genk
Cumi” : Yulianti, dan Liska. Terima kasih atas canda tawa dan keceriaan
yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan, tanpa kalian
sahabat-sahabatku, masa-masa kuliah yang singkat ini pasti tidak akan
sempurna dan menyenangkan.
11. Teman-temanku : Inke, Puspita, Anisah, Ka Asro dan Ka Setya, Terima
kasih untuk semua yang telah kita lewati bersama di Cianjur. Sebuah
pengalaman yang berharga dan tak terlupakan bersama kalian.
12. Para pembahas seminar : Yustiani, Dyan Fajar Ch, Yulianti Maratun, dan
Suci Latifah yang telah mengkritisi makalah seminar penulis.
13. Teman-temanku yang teristimewa Gizi Masyarakat angkatan 45. Terima
kasih atas kebersamaannya selama ini.
14. Semua teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu atas segala kebersamaan, dorongan, semangat, serta bantuan yang
diberikan selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Akhirkata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat
bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada
umumnya. Amin.
Bogor, November 2012
Fannisa Fitridina
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 23 Mei 1990.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Rudhy Yusuf
dan Erlin Marlina. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu TK Pertiwi
tahun 1994 hingga 1996, kemudian melanjutkan ke SDN Panaragan I Bogor dari
tahun 1996 hingga tahun 2002, tahun 2002 hingga 2005 melanjutkan studi ke
SMP Negeri 4 Bogor, dan tahun 2005 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5
Bogor hingga tahun 2008. Penulis diterima sebagai Mahasisiwa Gizi Masyarakat
angkatan 45, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi BEM FEMA
sebagai staf Komiforel 2009/2010, Staff PSDM 2010/2011. Penulis pernah
menjadi peserta PIMNAS bidang kewirausahaan pada tahun 2011 di UNHAS
Makasar dengan judul proposal “Mo Mie : Mie Instant Berbahan Baku Mocaf
(modified cassava flour) yang Tinggi Protein dan Aman Dikonsumsi”. Selama
masa kuliah, penulis memperoleh beasiswa Karya Salemba Empat (KSE). Pada
bulan Juli-Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa
Sukaratu, Kabupaten Garut dan pada Februari 2012 penulis mengikuti Internship
Dietetik (ID) di RSUD Ciawi Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................................. 3 Hipotesis .......................................................................................................... 3 Manfaat ............................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) ............................................... 5 Yodium ............................................................................................................. 6 Proses Metabolisme Yodium ............................................................................ 7 Kekurangan dan Kelebihan Yodium ................................................................. 8 Determinan Kejadian GAKY ............................................................................. 9
Lokasi .................................................................................................... 9 Asupan Energi dan Protein .................................................................... 9 Status Gizi ............................................................................................. 9 Pangan Sumber Yodium ...................................................................... 10 Proses Pengolahan Pangan ................................................................ 10 Zat Goitrogenik .................................................................................... 11
Parameter pengukuran status GAKY ............................................................. 12 Yodium pada Urin ................................................................................ 12 Thyroid Stimulating Hormone (TSH) .................................................... 13
Dampak GAKY pada Anak Usia Sekolah ....................................................... 14
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 15
METODE ........................................................................................................... 17
Disain, Waktu, dan Tempat ............................................................................ 17 Populasi dan Sampel ..................................................................................... 17 Teknik Penarikan Sampel .............................................................................. 17 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................ 18
Jenis Data .................................................................................................. 18 Cara Pengumpulan Data ............................................................................ 19
Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 19 Definisi Operasional ....................................................................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 25
Karakteristik Wilayah ...................................................................................... 25 Karakteristik Keluarga Contoh ........................................................................ 26
Besar Keluarga .................................................................................... 26 Usia Orang Tua ................................................................................... 27 Pendidikan Orang Tua ......................................................................... 27 Pekerjaan Orang Tua .......................................................................... 28 Pendapatan Keluarga .......................................................................... 29
Karakteristik Contoh ....................................................................................... 30
x
Status Gizi Contoh ......................................................................................... 31 Konsumsi Pangan dan Asupan Gizi ............................................................... 32 Konsumsi Pangan .......................................................................................... 32 Asupan Gizi dan Tingkat Kecukupan Gizi....................................................... 35 Tingkat Kecukupan Energi ............................................................................. 36 Tingkat Kecukupan Protein ............................................................................ 37 Konsumsi Pangan Sumber Yodium dan Goitrogenik ...................................... 38
Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Yodium ............................................ 38 Konsumsi Garam ........................................................................................ 39 Frekuensi Konsumsi Pangan Goitrogenik ................................................... 42
Asupan Sianida dalam Bahan Pangan Goitrogenik ........................................ 43 Asupan Yodium .............................................................................................. 43
Tingkat Kecukupan Yodium ........................................................................ 44 Status Yodium Urin ........................................................................................ 45 Hubungan antar Variabel ............................................................................... 47
Hubungan Asupan Yodium Total dengan Kadar Yodium Urin ..................... 47 Hubungan Frekuensi Konsumsi Goitrogenik dengan Kadar Yodium Urin ... 47 Hubungan Asupan Sianida dengan Kadar Yodium Urin .............................. 48 Analisis Uji Silang antara Kategori TKY dengan Status Yodium.................. 48
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 50
Kesimpulan .................................................................................................... 50 Saran ............................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52
LAMPIRAN ........................................................................................................ 55
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Spektrum GAKY .............................................................................................. 5
2. Angka Kecukupan Gizi Yodium yang Dianjurkan (µg/hari) ............................... 7
3. Sumber yodium dalam Bahan Makanan ........................................................ 10
4. Kajian peneliti tentang pengaruh pengolahan terhadap kandungan yodium dalam makanan ............................................................................................. 11
5. Kriteria Kadar Yodium Urin pada Anak Sekolah dasar ................................... 13
6. Sampel, jenis variabel, dan metode pengumpulan data ................................. 19
7. Kategori variabel penelitian ............................................................................ 20
8. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ................................................ 27
9. Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua ................................................. 27
10. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua.......................... 28
11. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua ...................................... 29
12. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga ..................................... 29
13. Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin ....................... 30
14. Sebaran contoh berdasarkan status gizi ...................................................... 31
15. Rata-rata konsumsi contoh tiap kelompok pangan per hari .......................... 33
16. Kualitas Konsumsi Contoh ........................................................................... 35
17. Rata-rata asupan gizi contoh dan tingkat kecukupan gizi ............................. 36
18. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi ............................... 37
19. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein .............................. 37
20. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber yodium .. 38
21. Sebaran contoh berdasarkan merk dan jenis garam yang dikonsumsi ......... 40
22. Kadar yodium berbagai merk garam ............................................................ 41
23. Sebaran contoh berdasarkan kadar yodium garam yang dikonsumsi .......... 42
24. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik ......... 42
25. Rata-rata asupan sianida (mg/100g) bahan pangan .................................... 43
26. Rata-rata asupan yodium/hari dari makanan dan garam .............................. 44
27. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan yodium ............................. 45
28. Sebaran contoh berdasarkan status yodium urin. ........................................ 46
29. Uji silang antara kategori TKY dengan status yodium .................................. 48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran....................................................................................... 16
2. Teknik pengambilan sampel .......................................................................... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Uji korelasi Pearson antara asupan yodium total dan kadar yodium urin ....... 56
2. Uji korelasi Spearman antara frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dan kadar yodium urin .......................................................................................... 56
3. Uji korelasi Pearson antara asupan yodium total dan kadar yodium urin ....... 56
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia masih mengalami empat masalah gizi utama, yaitu kurang
energi dan protein (KEP), kurang vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB), dan
gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Di Indonesia masalah GAKY
masih menjadi persoalan kesehatan masyarakat yang serius mengingat
dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber
daya manusia. Besaran masalah kurang yodium di Indonesia dipantau
berdasarkan survai nasional. Prevalensi Gangguan Akibat Kurang Yodium
(GAKY) pada anak usia sekolah adalah pada tahun 1990 sebesar 27.9%,
selanjutnya menjadi 9,8% pada tahun 1996/1998, dan meningkat lagi menjadi
11.1% pada tahun 2003. GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat,
karena secara umum prevalensinya masih di atas 5% (Tim Penanggulangan
GAKY Pusat 2005).
Dampak dari GAKY bukan hanya pembesaran kelenjar gondok namun
dapat berakibat lebih buruk yaitu penurunan tingkat kecerdasan yang dimulai
pada masa janin hingga dewasa. Semakin muda usia seseorang saat terkena
GAKY maka akan semakin berat akibatnya, terutama pada susunan saraf pusat
yang disebut kretin endemik tipe neurologik yang terbentuk sejak dalam
kandungan dan keadaan ini tidak dapat dikoreksi (Syahbudin 2002). Efek yang
paling serius dari defisiensi yodium adalah retardasi mental. Kekurangan yodium
menimbulkan hipotiroidisme selama periode perkembangan otak, sehingga janin
dan anak pada tahun pertama dapat mengalami kerusakan struktur dan fungsi
otak yang irreversible. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap
masalah dampak defisiensi yodium adalah wanita usia subur (WUS), hamil, anak
balita dan anak usia sekolah.
Pada usia sekolah kekurangan gizi merupakan hambatan yang serius
bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa karena mengakibatkan anak
menjadi lemah, cepat lelah dan sakit-sakitan. Menurut Mutalazimah & Asyanti
(2009) kejadian GAKY pada anak usia sekolah menyebabkan hasil belajar yang
lebih rendah. Anak-anak di daerah kekurangan yodium rata-rata mempunyai IQ
13.5 poin lebih rendah dari anak normal. Keadaan ini amat berpengaruh
terhadap upaya-upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Anak dengan
GAKY memiliki daya tahan tubuh terhadap infeksi dan status gizi yang lebih
rendah.
2
Cara untuk mengetahui tingkat kerawanan GAKY di suatu daerah ada
bermacam-macam di antaranya adalah dengan mengukur kadar ekskresi yodium
dalam urin. Menurut WHO (2001), tingkat kepercayaan indikator ini sangat tinggi,
dan spesimen urin mudah diperoleh. Suatu individu dikatakan normal apabila
nilai YODIUM URIN ≥ 100-199 µg/L urin. Pengukuran kadar ekskresi yodium
dalam urin merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui
kecenderungan suatu daerah mengalami endemik GAKY atau tidak.
Masalah GAKY tidak hanya disebabkan oleh rendahnya konsumsi yodium
saja. Namun, terdapat beberapa faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya
GAKY, yaitu konsumsi pangan sumber yodium yang berlebih, proses pengolahan
pangan, tingginya konsumsi pangan goitrogenik, faktor sosial ekonomi, kondisi
geografis dan adanya interaksi yodium dengan zat gizi lain. Menurut Picauly
(2004), penyebab lain dari GAKY adalah tingginya konsumsi makanan yang
mengandung senyawa goitrogenik. Senyawa goitrogenik ini bisa menghambat
penyerapan yodium oleh kelenjar tiroid. Zat goitrogenik tersebut banyak terdapat
dalam bahan-bahan makanan yang relatif murah dan mudah didapat, antara lain
kubis (kol), sawi, singkong, dan kacang kedelai.
Status gizi diduga berpengaruh terhadap kejadian GAKY karena secara
teoritis cadangan lemak merupakan tempat penyimpanan yodium. Jumlah
simpanan yodium di dalam tubuh setiap individu akan berbeda sesuai dengan
kondisi status gizinya. Status gizi kurang atau buruk akan berisiko pada
biosintesis hormon tiroid karena kurangnya TBP (Thyroxin binding Protein)
sehingga sintesis hormon tiroid akan berkurang (Djokomoeljanto 1987). Kadar
yodium urin anak dengan status gizi baik lebih tinggi dibandingkan dengan anak
dengan status gizi kurang setelah diberikan kapsul yodium selama 3 hari
berturut-turut (Prihartini 2001).
Penderita GAKY umumnya berada di daerah pegunungan dengan tanah,
air, dan tumbuhan yang mengandung sedikit yodium. Kandungan yodium tanah
yang rendah disebabkan oleh sungai yang meluap atau curah hujan yang tinggi.
Defisiensi yodium pada tanah akan menyebabkan defisiensi yodium pula pada
seluruh tanaman, termasuk padi-padian, sayuran dan buah yang tumbuh di
daerah tersebut (Hetzel 1989; Djokomoeljanto 1994; Kodyat 1996). Kandungan
yodium di alam yang telah hilang tidak dapat diganti lagi. Selain karena tingginya
curah hujan, daerah pegunungan juga terbatas dalam hal akses, sehingga
ketersediaan pangan sumber yodium cenderung rendah, termasuk garam
3
beryodium. Selain itu daerah pegunungan merupakan daerah dengan tingkat
ketersediaan pangan goitrogenik yang tinggi, sehingga kemungkinan konsumsi
pangan goitrogenik cenderung tinggi. Sebagai hasilnya, orang-orang yang tinggal
di daerah tersebut banyak yang menderita defisiensi yodium.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang mengidentifikasi GAKY pada
anak-anak sekolah dasar di wilayah pegunungan. Perhatian untuk anak-anak
sangat diperlukan karena anak-anak ini berada dalam tahap pertumbuhan dan
sangat memerlukan kecerdasan yang baik. Selain itu, kelompok anak pun sangat
mudah terpengaruh oleh status yodium dalam tubuh mereka. Berdasarkan uraian
di atas, dapat dilihat begitu kompleksnya masalah kekurangan yodium yang ada
di Indonesia khususnya pada daerah pegunungan. Berdasarkan permasalahan
yang ada, peneliti akan melakukan sebuah kajian penelitian yang dilakukan
secara langsung sehingga diharapkan dapat menekan angka kejadian GAKY.
Tujuan
Tujuan Umum
Menganalisis hubungan antara kebiasaan konsumsi pangan sumber yodium dan
goitrogenik dengan kadar yodium urin pada anak sekolah dasar di Kabupaten
Cianjur.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh
2. Mengidentifikasi status gizi contoh
3. Mengidentifikasi konsumsi pangan dan asupan gizi contoh
4. Menganalisis tingkat kecukupan gizi contoh
5. Mengidentifikasi konsumsi pangan sumber yodium dan goitrogenik contoh
6. Mengidentifikasi status yodium contoh
7. Menganalisis hubungan antara asupan yodium dengan kadar yodium urin
contoh
8. Menganalisis hubungan antara kebiasaan konsumsi pangan goitrogenik,
khususnya sianida, dengan kadar yodium urin contoh
Hipotesis
1. Terdapat hubungan positif antara konsumsi pangan sumber yodium
dengan kadar yodium urin contoh
2. Terdapat hubungan negatif antara konsumsi pangan goitrogenik dengan
kadar yodium urin contoh.
4
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
Bahan informasi untuk mengidentifikasi kejadian GAKY pada anak sekolah
dasar di wilayah pegunungan Cianjur
Sebagai masukan untuk bahan referensi dalam pengambilan keputusan
program pencegahan dan pengendalian GAKY
2. Masyarakat
Sebagai informasi pentingnya konsumsi pangan sumber yodium dan perlunya
membatasi konsumsi pangan goitrogenik dalam jumlah yang cukup sehingga
tidak menimbulkan gangguan kesehatan.
3. Ilmu Pengetahuan
Menambah perbendaharaan referensi mengenai hubungan konsumsi pangan
sumber yodium dan goitrogenik dengan kejadian GAKY pada anak sekolah
dasar di wilayah pegunungan Cianjur.
4. Peneliti Lain
Sebagai bahan kajian pustaka, terutama karena pertimbangan tertentu ingin
melakukan penelitian lanjutan atau penelitian yang sejenis.
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
Menurut Hetzel 2000 dikutip dalam Gibson 2005, akibat dari kekurangan
yodium pada masa pertumbuhan dan perkembangan dikenal sebagai Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY termasuk di antaranya adalah
retardasi mental, hipotiroidisme, goiter, kretinisme, dan beberapa derajat lainnya
pada tahap pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal. Pada semua tahap
usia, GAKY yang paling umum adalah goiter, yaitu pembesaran kelenjar tiroid.
Hormon tiroid penting untuk perkembangan sistem saraf pusat yang paling
banyak aktif pada masa janin dan bayi. Oleh karena itu ketidakcukupan dari
ketersediaan asupan yodium pada masa ini akan mengakibatkan pertumbuhan
otak yang terganggu yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat intelektual
pada bayi tersebut.
Gangguan akibat kurang yodium (GAKY) disebabkan kekurangan yodium
pada saat tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari gondok
dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan
mental, gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang
dewasa. Ibu hamil dengan kadar tiroksin rendah mempunyai resiko abortus dan
kematian bayi (Supariasa & Dewa, 2002). Rangkaian gangguan spektrum
kekurangan yodium dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Spektrum GAKY
Tahap perkembangan Bentuk gangguan
Fetus Aborsi, lahir mati, gangguan kongenital,
kretin neurologic, defisiensi mental, bisu,
tuli, diplegia spartika, mata juling, kretin
hipotiroidisme, kerdil, gangguan
psikomotorik
Neonates Goiter neonatus, neonates hipotiroidisme
Anak dan remaja Goiter, hipotiroidisme juvenile, fungsi
mental terganggu, perkembangan fisik
terganggu
Dewasa Goiter dengan komplikasi, hipotiroidsme,
fungsi mental terganggu
Sumber : Gibson 2005
Kasus pada defisiensi yodium tingkat ringan dan sedang dicirikan dengan
gangguan fungsi tiroid. Kretin endemik merupakan akibat defisiensi yodium berat
6
pada masa fetal, dan merupakan indikator klinis penting bagi GAKY. Prevalensi
GAKY di daerah defisiensi yodium tingkat berat berkisar antara 1-15 %. Kretin
endemik umumnya lahir pada daerah defisiensi yodium sangat berat dengan
median yodium urin kurang dari 20 ug/l (Hetzel & Chandrakant 1996).
Yodium
Yodium adalah unsur kimia pada tabel periodik yang memiliki simbol I dan
nomor atom 53. Yodium yang tergolong unsur halogen ini tidak pernah
ditemukan dalam keadaan bebas di alam karena tingkat reaktifitasnya yang
tinggi. Oleh karena itu, halogen hanya ditemukan sebagai anion dalam bentuk
garam dan mineral. Berdasarkan konfigurasi elektronnya, yodium menempati
golongan VIIA dalam tabel periodik. Dari unsur golongan VII A, fluorlah yang
paling erat mengikat elektron-elektronnya, sedangkan yodium yang paling lemah.
Semua unsur halogen terdapat sebagai molekul diatom, yaitu F2, Cl2, Br2, dan I2.
Yodium berupa zat padat berwarna hitam mengkilap yang dapat menyublim
menghasilkan uap berwarna ungu.
Yodium ditemukan dalam bentuk iodida (I2) dalam jaringan tubuh.
Yodium menyusun tubuh kurang lebih 15-20 mg, sangat bervariasi antar individu,
tergantung wilayah tempat tinggal, tanah, air, dan tanaman (sumber yodium yang
dikonsumsi). Penyerapan yodium sangat cepat dan mudah. Yodium di dalam
tubuh terkonsentrasi dalam kelenjar tiroid sekitar 70-80%. Jumlah yodium dalam
kelenjar bisa jadi lebih kecil dari 1 mg, jika seseorang mengalami goiter dan
memiliki asupan yodium yang rendah. Yodium terjadi dalam jaringan sebagian
besar sebagai yodium yang terikat secara organik dan yodium anorganik ada
dalam konsentrasi yang sangat rendah. Fungsi yodium sebagian besar sebagai
komponen dari hormon tiroid, thyroxin, dan 3,5,3-triidothyronin (T3). Hormon ini
dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan perkembangan jaringan seperti
sistem saraf pusat dan pendewasaan seluruh tubuh (Gibson 2005 ).
Hormon-hormon tersebut juga berfungsi mengatur tingkat metabolisme
basal dan metabolisme makronutrient. Selain itu, hormon tersebut diperlukan
untuk pengaturan suhu tubuh, sintesis protein, dan reproduksi. Bersama yodium,
hormon tiroid berfungsi dalam laju penggunaan oksigen oleh sel, pertumbuhan
linier, dan pembentukan panas tubuh.
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan yodium adalah bioavailabilitas, zat
goitrogenik, dan faktor lainnya. Bioavailabilitas yodium lebih dari 90%, tetapi jika
tiroksin diberikan secara oral bioavailabilitasnya mencapai 75%. Pada
7
masyarakat yang mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung goitrogenik
seperti singkong, jagung, rebung, ubi jalar, kebutuhan yodium menjadi lebih
tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mengkonsumsi bahan
makanan tersebut. Kecukupan yodium meningkat menjadi 200-300 µg/hari
(Syafiq 2007). Menurut WNPG (2004), kecukupan yodium untuk masing-masing
kelompok umur adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Angka Kecukupan Gizi Yodium yang Dianjurkan (µg/hari)
Kelompok Usia Yodium (µg/hari)
Anak
0-6 bln 90
7-11 bln 120
1-3 th 120
4-6 th 120
7-9 th 120
Pria
10-12 th 120
13-15 th 150
16-18 th 150
19-29 th 150
30-49 th 150
Pria 50-64 th 150
64+ th 150
Wanita
10-12 th 120
13-15 th 150
16-18 th 150
19-29 th 150
30-49 th 150
50-64 th 150
64+ th 150
Hamil
Trimester 1 +50
Trimester 2 +50
Trimester 3 +50
Menyusui 0-6 bln +50
7-12 bln +50
Sumber : WNPG 2004
Proses Metabolisme Yodium
Yodium yang masuk dalam tubuh akan melewati tahap pencernaan
sampai tahap ekskresi. Yodium dalam bahan makanan setelah dicerna akan
diubah menjadi iodide, selanjutnya proses penyerapan akan terjadi dengan cepat
dalam waktu 3-6 menit. Sebagian besar yodium yang telah diubah menjadi iodide
diserap melalui usus kecil, kemudian langsung dibawa menuju kelenjar tiroid,
tetapi beberapa diantaranya langsung masuk ke dalam saluran darah melalui
dinding lambung. Yodium yang dibawa ke kelenjar tiroid sekitar 25 kali lebih
besar dari yodium yang ada dalam darah (Picauly 2004).
Dalam kelenjar tiroid, yodium bergabung dengan molekul tirosin dan
membentuk thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3). Hormon tersebut dikeluarkan
8
ke dalam saluran darah sesuai dengan kebutuhan dan permintaan tubuh.
Komposisi T4 sekitar 95% dari hormon tiroid dalam darah atau lebih besar dari T3 .
Dalam kelenjar gondok T4 dan T3 bergabung dengan sebuah molekul protein
menjadi tiroglobulin dan merupakan bentuk yodium yang siap untuk disimpan.
Selanjutnya, T4 dan T3 mengalami metabolisme dalam hati dan dalam kelenjar
lainnya, sehingga dari sini dikeluarkan sekitar 60 µg ke dalam cairan ekstra sel.
Beberapa turunan hormon tiroid diekskresikan ke dalam empedu,
kemudian dikeluarkan ke dalam lumen usus. Dari sini sebagian mengalami
sirkulasi enterohepatik yang lepas dari reabsorpsi akan diekskresikan bersama
feses hampir mencapai 20 µg per hari. Ekskresi yodium sebagian besar
dilakukan melalui ginjal, sedangkan dalam jumlah yang lebih kecil dikeluarkan
juga melalui usus dan keringat. Khususnya bagi yodium yang tidak dapat diserap
atau berasal dari empedu akan dikeluarkan bersama feses (Picauly 2004).
Kekurangan dan Kelebihan Yodium
Efek dari kekurangan yodium pada masa pertumbuhan dan
perkembangan disebut dengan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).
Hal-hal yang termasuk ke dalam kategori GAKY adalah retardasi mental,
hypotiroidisme, goiter, kretinisme, dan bermacam-macam derajat pertumbuhan
dan perkembangan abnormal yang lainnya. Pada semua usia, hal yang paling
umum dalam GAKY adalah pembesaran kelenjar tiroid. Hormon tiroid sangat
penting untuk sistem, yang mana paling aktif di masa kehamilan dan
perkembangan janin dan bayi yang baru dilahirkan. Oleh karena itu, tidak
mengejutkan bahwa ketidakcukupan asupan yodium selama masa kritis
pertumbuhan dan perkembangan otak memiliki efek yang besar pada
perkembangan intelektual bayi dan anak-anak. Goiter adalah konsekuensi kronis
dari defisiensi yodium. Hal ini biasanya terjadi ketika asupan yodium sehari-hari <
50 µg/d (Hetzel 2000 dikutip dalam Gibson 2005).
Selain itu, kekurangan yodium dapat menyebabkan tekanan darah rendah
dan gerakan menjadi lamban, gangguan pendengaran dan bisu. Stimulasi TSH
menjadi berlebihan karena tidak direspon oleh kelenjar tiroid akibat defisiensi
yodium. Gondok bisa juga terjadi akibat konsumsi pangan goitrogenik yang
berlebihan, seperti kubis, brokoli, toge, dan singkong. Kelebihan yodium dapat
menyebabkan resiko terjadinya iodine induce hyperthyroidism. Selain itu, dapat
menyebabkan tirotoksikosis terutama pada orang yang kekurangan yodium,
kemudian mendapatkan asupan yodium tinggi (Nasoetion & Damayanthi 2008).
9
Faktor kelebihan yodium terjadi apabila yodium yang dikonsumsi cukup
besar secara terus menerus. Yodium yang dikonsumsi dalam dosis tinggi akan
terjadi hambatan dalam pembentukan hormon tiroid, khususnya iodinasi tirosin
sehingga dapat berefek antitiroid. Selain itu penerimaan yodium sebanyak
2mg/hari atau 2000 µg/hari dapat merusak sintesis hormon tiroid yang
menyebabkan tingkat plasma T4 dan T3 menjadi rendah.
Determinan Kejadian GAKY
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) adalah sekumpulan gejala
atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium
secara terus menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Pada umumnya masalah ini
lebih banyak tejadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsi
sangat tergantung dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat
yang tumbuh pada kondisi tanah dengan kadar yodium yang rendah.
Lokasi
Faktor lokasi dapat berpengaruh terhadap kejadian GAKY, hal ini
disebabkan kandungan yodium yang berbeda di setiap daerah. Penderita GAKY
secara umum banyak ditemukan di daerah perbukitan atau dataran tinggi, karena
yodium yang berada dilapisan tanah paling atas terkikis oleh banjir atau hujan
dan berakibat tumbuh-tumbuhan, hewan dan air di wilayah ini mengandung
yodium rendah bahkan tidak ada (Rusnelly 2006). Menurut data Departemen
Kesehatan Tahun 1990 daerah pantai atau dataran rendah bebas dari penderita
GAKY. Daerah pantai atau dataran rendah secara teoritis mengandung cukup
yodium, dengan demikian maka tanaman sumber air minum dan hewan
mengandung yodium lebih banyak (Adriani dkk 2002).
Asupan Energi dan Protein
Gangguan akibat kekurangan yodium secara tidak langsung dapat
disebabkan oleh asupan energi yang rendah, karena kebutuhan energi akan
diambil dari asupan protein. Protein (albumin, globulin, prealbumin) merupakan
alat transport hormon tiroid. Protein transport berfungsi mencegah hormon tiroid
keluar dari sirkulasi dan sebagai cadangan hormon (Picauly 2004)
Status Gizi
Pengaruh status gizi terhadap kejadian GAKY masih belum banyak diteliti,
namun secara teoritis cadangan lemak merupakan tempat penyimpanan yodium.
Jumlah simpanan yodium di dalam tubuh setiap individu akan berbeda sesuai
10
dengan kondisi status gizinya. Kadar yodium urin anak dengan status gizi baik
lebih tinggi dibandingkan dengan anak dengan status gizi kurang setelah
diberikan kapsul yodium selama 3 hari berturut-turut (Prihartini 2001). Status gizi
kurang atau buruk akan berisiko pada biosintesis hormon tiroid karena kurangnya
TBP (Thyroxin binding Protein),sehingga sintesis hormon tiroid akan berkurang
(Djokomoeljanto 1987).
Pangan Sumber Yodium
Defisiensi yodium dapat terjadi pada saat penerimaan yodium kurang dari
50 µg per hari. Asupan yodium pada manusia berasal dari makanan dan
minuman yang berasal dari alam sekitarnya. Oleh karena itu, masalah GAKY
sering dihubungkan dengan rendahnya konsumsi yodium dari makanan dan
minuman pada masyarakat daerah dataran tinggi atau pegunungan. Jika lahan di
sekitar kurang yodium di permukaan tanah maka semua tumbuhan dan air yang
hidup di daerah tersebut mempunyai kandungan yodium yang rendah.
Pangan sumber yodium umumnya adalah bahan makanan sumber
hewani, seperti ikan, kerang dan sumber nabati yang tinggi yodium adalah
rumput laut. Garam beryodium sebanyak 2 gram atau setara dengan ½ sdt dapat
memenuhi anjuran konsumsi yodium orang dewasa, pangan laut (ikan laut
mengandung 300-3000 µg I/kg) sedangkan ikan darat hanya mengandung 20-40
µg I/kg. Adonan roti, produk unggas dan tanaman yang ditanam di tanah kaya
yodium (Nasoetion & Damayanthi 2008). Berikut adalah kandungan yodium
dalam bahan makanan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Sumber yodium dalam Bahan Makanan
Bahan makanan Berat (gram) Kandungan yodium (µg)
Remis, kerang, salmon 100 200-250
Udang, ikan cod 100 120-130
Makarel, tuna, herring 100 50-75
Garam beryodium 19 15-40
Sumber : Zimmermann 2001
Proses Pengolahan Pangan
Pengolahahan pangan bertujuan untuk menambah macam atau jenis
makanan olahan dengan meningkatkan cita rasa dan daya cerna. Cara
pengolahan atau pemasakan yang biasa dilakukan di rumah tangga berupa
ditumis, direbus, dibakar dan digoreng.
11
Tabel 4 Kajian peneliti tentang pengaruh pengolahan terhadap kandungan
yodium dalam makanan*
Cara Pengolahan Hetzel 1987 (% kehilangan pada
ikan)
Getardjali et al. 1995 (%kehilangan pada semua jenis
pangan)
Picauly 2004 (%kehilangan pada
semua jenis pangan)
Goreng 29-35 20 ** Bakar, rebus (terbuka)
23-25 37 20-50
Rebus + goreng 58-70 ** >50
Kukus ** 20 **
Panggang ** 6 <20 Tumis ** 27 20-50
Keterangan :
(*) Picauly (2004)
(**) tidak diamati oleh peneliti
Yodium akan mudah teroksidasi dalam media yang bersifat asam, KIO3
akan terurai dan membebaskan I2 yang berupa gas ke udara bebas, sehingga
dianjurkan untuk menambahkan garam beroyodium setelah makanan selesai
dimasak, sedangkan pada media yang bersifat panas (> 20 ºC) yodium akan
mudah terhidrolisis. Jadi apabila bahan pangan sumber yodium diperlakukan
dengan dua media tersebut dalam waktu yang lama maka kandungan yodium
akan berkurang atau bahkan habis selama proses pengolahan. Oleh karena itu,
untuk menghindari kerusakan yodium pada waktu pemasakan sebaiknya
dilakukan sesingkat mungkin dan wadah masak harus tertutup, terutama untuk
pengolahan sayur (Picauly 2004).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Saksono dkk (2000) yang dikutip
dalam Picauly (2004), pada proses penyimpanan saja (tanpa proses pemasakan)
kandungan KIO3 dapat mengalami perubahan, hal ini disebabkan dalam jenis
garam yang digunakan secara umum tidak saja mengandung KIO3 tetapi juga
terdapat senyawa pengotor lainnya, yang bersifat oksidator sehingga cara titrasi
iodometri kurang sesuai untuk menganalisa kestabilan KIO3 itu sendiri.
Zat Goitrogenik
Kekurangan yodium merupakan penyebab terjadinyab gondok, namun
tidak dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan. Salah satunya adalah
bahan pangan yang bersifat goitrogenik. Zat goitrogenik dalam bahan makanan
yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat yodium dalam tubuh tidak
berguna karena zat goitrogenik tersebut menghambat absorbsi dan metabolisme
mineral yodium yang telah masuk ke dalam tubuh.
12
Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat yodium
oleh kelenjar gondok sehingga konsentrasi yodium dalam kelenjar tidak dapat
meningkat. Selain itu, zat goitrogenik dapat menghambat perubahan yodium dari
bentuk anorganik menjadi organik sehingga pembentukan hormon tiroksin
terhambat. Goitrogenik alami ada dalam jenis pangan seperti kelompok sianida,
yaitu daun singkong, umbi singkong, gaplek, gadung, rebung, daun ketela,
kecipir, dan terong; kelompok mimosin, seperti petai china dan lamtoro;
kelompok isothiosianat, seperti daun papaya dan kelompok asam, seperti jeruk
nipis, belimbing wuluh dan cuka.
Bahan makanan yang goitrogen yang banyak dikonsumsi di negara
berkembang adalah singkong. Brody (1999) yang dikutip dalam Picauly (2004)
mengatakan bahwa singkong mengandung cyanogenik-glyceaside yang
merupakan sumber sianida. Kadar sianida dalam singkong bervariasi sekitar 70
mg-400 mg/kg, bila kadar sianida singkong sekitar 400 mg/kg singkong, singkong
tersebut akan terasa pahit. Menurut WHO (2001) batas aman sianida adalah 10
mg/kg berat kering. Singkong yang akan dikonsumsi sebaiknya direbus terlebih
dahulu untuk mengurangi sianida yang ada pada singkong. Jika tidak dihilangkan
dengan baik, sianida akan terlepas dan dalam tubuh akan berubah menjadi
thiosianat, zat inilah yang akan menghambat penyerapan yodium dan akan
mengakibatkan gondok.
Parameter pengukuran status GAKY
Yodium pada Urin
Ginjal tidak mempunyai mekanisme penyimpanan yodium oleh karena itu
ginjal merupakan jalur utama (80-90%) dalam pembuangan yodium. Saluran
ekskresi utama yodium adalah melalui saluran urin dan cara ini merupakan
indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status yodium, sedangkan
pengeluaran yodium melalui feses hanya sekitar 20% dari total pengeluaran.
Sebagian besar yodium yang diserap tubuh dapat dilihat pada urin karena
eksresi yodium urin menggambarkan asupan yodium harian. Secara individu
ekskresi yodium dapat berubah tergantung konsumsi makanan setiap hari.
Penelitian telah membuktikan bahwa besar kandungan yodium dalam urin yang
dikumpulkan selama 12 jam per hari mempunyai nilai yang cukup berbeda
dengan yang dikumpulkan selama 24 jam per hari. Namun dalam skala besar
pengumpulan urin 24 jam menjadi tidak praktis (Picauly 2004).
13
Studi menunjukkan secara meyakinkan profil konsentrasi yodium pagi
hari atau sewaktu pada anak atau orang dewasa cukup untuk menilai status
yodium pada populasi. Menurut WHO (2001), dalam menggunakan metode ini
sampel urin selama 24 jam sulit diperoleh dan tidak perlu. Tingkat kepercayaan
indikator ini sangat tinggi, dan spesimen urine mudah diperoleh. Metode
pemeriksaan yodium urin tidak sulit untuk digunakan tapi membutuhkan ketelitian
untuk menghindari kontaminasi yodium pada semua tahap pemeriksaan,
khususnya di wilayah laboratorium, peralatan laboratorium terutama gelas dan
reagen dikhususkan untuk pemeriksaan ini.
Secara umum jumlah urin 0,5-1 ml sudah cukup sebagai bahan
pemeriksaan meskipun ini tergantung dari metode yang digunakan. Sampel
dapat disimpan di laboratorium satu bulan atau lebih tanpa perlu refrigator, suhu
dingin lebih diutamakan untuk menghindari bau urin (WHO 2001). Kriteria
epidemiologi yodium urin pada anak sekolah dasar selengkapnya pada Tabel 5.
Tabel 5 Kriteria Kadar Yodium Urin pada Anak Sekolah dasar
Median Urinary Iodine (µg/L)
Asupan Yodium Dampak
< 20 Tidak cukup Defisiensi berat 20-49 Tidak cukup Defisiensi sedang 50-99 Tidak cukup Defisiensi ringan 100-199 Cukup Optimal 200-299 Lebih dari cukup Berisiko hipertiroid >300 Kelebihan Berisiko merugikan
kesehatan (hipertiroid, autoimun tiroid disease)
Sumber : WHO 2001
Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
Kelenjar Pituitary mengeluarkan TSH sebagai respon konsentrasi dari
kadar T4 di sirkulasi darah. TSH meningkat ketika T4 rendah, menurun bila T4
meningkat. Defisiensi yodium ditandai dengan rendahnya kadar T4 dalam darah
dan meningkatnya TSH. Jadi penderita defisiensi yodium pada populasi
umumnya mempunyai serum TSH lebih tinggi. Meskipun pemeriksaan nilai TSH
cukup akurat pada orang dewasa namun tidak dianjurkan untuk digunakan
secara rutin sebagai data survey (WHO 2001)
TSH pada bayi adalah indikator yang baik untuk kondisi defisiensi yodium.
Kadar homon tiroid pada bayi mengandung yodium lebih rendah dibandingkan
dengan orang dewasa ini karena pertukaran yodium yang tinggi. Pertukaran
tinggi bukanlah hal yang berlebihan pada keadaan defisiensi yodium, sebab
terjadi peningkatan stimulasi tiroid oleh TSH. Penyebab TSH meningkat pada
14
bayi dengan keadaan defisiensi yodium adalah fenomena yang disebut Transient
Hypertyrotopinemia. Prevalensi bayi dengan serum TSH meningkat merupakan
indikator akut defisiensi yodium pada populasi, juga sebagai bukti bahwa
defisiensi yodium berefek langsung pada pertumbuhan otak (WHO 2001)
Dampak GAKY pada Anak Usia Sekolah
Pada anak-anak sekolah yang tinggal di wilayah kekurangan yodium
pada sejumlah negara ditandai dengan nilai absensi sekolah yang tinggi dan IQ
yang rendah dibandingkan dengan kelompok serupa pada wilayah yang cukup
yodium. Studi terbaru di beberapa Negara sudah menunjukkan bahwa
perkembangan mental anak-anak di wilayah kekurangan yodium akan tertinggal
dari mereka yang hidup di wilayah cukup yodium. Selain itu, pada penelitian meta
analisis yang baru saja dilakukan pada 18 buah hasil peneliitian juga
menyimpulkan bahwa defisiensi yodium dapat menurunkan score IQ anak-anak
sebesar 13.5 point (Picauly 2004).
Semua penelitian yang dilakukan dalam bidang ini melaporkan bahwa
faktor yang penting dalam pembentukan otak dapat dipengaruhi pada saat
kekurangan yodium. Studi menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan anak-anak
sekolah dapat digunakan dalam penentuan kekurangan yodium. Konsentrasi T3
yang rendah dalam otak menunjukkan kekurangan yodium, bersama-sama
dengan berkurangnya tingkat serum T4. Hal ini dapat dikembalikan normal
apabila kekurangan yodium ditanggulangi.
Bagi kelompok ini gangguan lain yang akan dialami antara lain hypotiroid,
gangguan fungsi mental, gangguan pertumbuhan fisik, kretinisme myxedematosa
dan neurology. Anak yang mengalami kekerdilan umumnya lebih kecil dari anak
seusianya, mengalami keterlambatan secara mental dan tidak aktif, dengan
hidung pesek dan wajah pucat tidak berekspresi dan terjadi pembengkakan pada
lidah (Picauly 2004).
KERANGKA PEMIKIRAN
Konsumsi pangan bukan masalah yang dapat berdiri sendiri, tapi hal ini
adalah bagian dari sistem yang ditentukan oleh beberapa faktor. Selain
dipengaruhi oleh ekologi dan lingkungan budaya, konsumsi pangan juga
berhubungan dengan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga, seperti tingkat
pendidikan, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga. Pola konsumsi pangan
menunjukkan bagaimana individu memilih dan mengkonsumsi makanan untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi tubuhnya. Konsumsi pangan masyarakat tidak
terlepas dari ketersediaan pangan di tempatnya yang selanjutnya akan
mempengaruhi tingkat kecukupan energi dan zat gizi individu. Konsumsi zat gizi
makro dan mikro yaitu yodium akan berdampak secara langsung terhadap status
gizi dan status yodium seseorang. Selain faktor konsumsi pangan, status gizi
juga dipengaruhi secara langsung oleh status kesehatan (Riyadi 2001).
Status yodium dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang menentukan status
yodium dalam tubuh meliputi konsumsi pangan sumber yodium, konsumsi
pangan goitrogenik, dan konsumsi garam beryodium (Picauly 2004). Asupan
yodium yang rendah pada seseorang atau suatu populasi dipengaruhi oleh
kondisi geografik. Penderita GAKY lebih banyak ditemukan di daerah dataran
tinggi dibandingkan di daerah dataran rendah. Air dan tanah pada dataran tinggi
mengandung yodium yang lebih rendah dibandingkan dataran rendah. Konsumsi
yodium yang kurang akan menyebabkan GAKY.
Cara untuk mengetahui tingkat kerawanan GAKY di suatu daerah ada
bermacam-macam diantaranya adalah dengan mengukur kadar ekskresi yodium
dalam urin. Menurut WHO (2001), tingkat kepercayaan indikator ini sangat tinggi,
dan spesimen urine mudah diperoleh. Suatu individu dikatakan normal apabila
nilai YODIUM URIN ≥ 100-199 µg/L urin. Pengukuran kadar ekskresi yodium
dalam urin merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui
kecenderungan suatu daerah mengalami endemik GAKY atau tidak.
16
Diagram 1 Kerangka Pemikiran
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang diteliti
= Hubungan yang tidak diteliti
*EYU : Ekskresi Yodium Urin
Konsumsi pangan :
Karakteristik sosial ekonomi :
Pendidikan orang tua
Pekerjaan orang tua
Pendapatan rumah tangga
Jumlah anggota keluarga
Lokasi : ketersediaan pangan
Status yodium :
EYU* : < 20 µg/L : def.berat
EYU : 20-49 µg/L : def.sedang
EYU : 50-99 µg/L : def.ringan
EYU : 100-199 µg/L : optimal
EYU : 200-299 µg/L : resiko hipertiroid
EYU : > 300 µg/L : resiko merugikan kesehatan
Pangan sehari Pangan sumber yodium
Garam beryodium
Pangan goitrogenik Tingkat kecukupan
E, P, vitamin Tingkat kecukupan
yodium
Status gizi Kadar yodium urin
TSH
Status kesehatan
METODE
Disain, Waktu, dan Tempat
Penelitian ini merupakan penelitian bagian dari penelitian inti dengan
judul “Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) pada Anak Sekolah Dasar :
Studi tentang Konsumsi Pangan, Aspek Sosio-Budaya dan Prestasi Belajar di
Wilayah dengan Agroekologi yang Berbeda”. Penelitian ini menggunakan cross-
sectional design. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei 2012.
Penelitian dilakukan di 6 SD yang berada di 3 kecamatan di Kabupaten Cianjur,
yaitu Pagelaran, Kecamatan Pasir Kuda, dan Kecamatan Kadupandak. Keenam
sekolah terpilih adalah SDN Pasirpari dan SDN Kertaharja yang terletak di
Kecamatan Pagelaran, SDN Sukajaya dan SDN Gunung Kembang yang terletak
di Kecamatan Pasir Kuda serta SDN Jember dan SDN Gandasari yang terletak di
Kecamatan Kadupandak. Pemilihan lokasi dipilih secara purposive berdasarkan
pada prevalensi GAKY tertinggi menurut Dinas Kesehatan Cianjur. Pemilihan SD
penelitian dibantu oleh Pusat Pembinaan dan Pendidikan (Pusbindik) atau Unit
Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) Kabupaten Cianjur dengan pertimbangan
kemudahan akses untuk melaksanakan penelitian.
Populasi dan Sampel
Dalam pengambilan data terdapat dua kelompok populasi, yaitu :
1. Anak SD sebagai objek pokok penelitian, untuk melihat status gizi,
konsumsi pangan dan status yodium urin
2. Ibu dari anak SD sebagai objek pendukung penelitian, untuk melihat
karakteristik sosial ekonomi keluarga dan sebagai responden untuk
mengetahui pola konsumsi anak terhadap pangan sumber yodium dan
goitrogenik.
Sampel penelitian dibatasi pada anak SD kelas 5 atau 4 yang berusia
antara 9 sampai 14 tahun serta ibu dari anak tersebut.
Teknik Penarikan Sampel
Contoh diseleksi berdasarkan prevalensi kejadian GAKY di Cianjur
menurut rumus Lameshow et al (1997) :
18
Keterangan :
= level yang signifikan pada 95 % (α=0.05) = 1.96
P = Prevalensi pada konsumsi garam beryodium yang rendah pada area Cianjur 47.2 % (Riskesdas 2007)
d = Keinginan presisi yang absolut (0.08)
Jika digunakan tingkat signifikansi pada 95% dan prevalensi konsumsi
garam beryodium pada daerah kabupaten Cianjur sebesar 47%, maka
dibutuhkan sampel minimum sebesar 150 orang. Pada setiap sub-daerah diambil
dua sekolah dasar, dan setiap sekolah akan diambil 25 anak secara acak (lihat
pada diagram 2).
Diagram 2 Teknik pengambilan sampel
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis Data
Jenis data pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan observasi oleh peneliti
kepada responden, dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan
peneliti sesuai tujuan penelitian. Data primer pada penelitian ini meliputi :
1. Data karakteristik sosial ekonomi keluarga
2. Data konsumsi pangan sehari
3. Data konsumsi pangan sumber yodium dan goitrogenik
4. Kadar yodium urin
5. Data antropometri anak
Daerah Pegunungan Cianjur
Kecamatan Pagelaran Kecamatan Pasir Kuda Kecamatan Kadupandak
SDN
Pasirpari
@ 25 anak, total 150 anak
SDN
Kertaharja
SDN
Sukajaya
SDN
Gn.Kembang
SDN
Jember
SDN
Gandasari
19
Data sekunder adalah profil wilayah kabupaten Cianjur yang diperoleh dari Dinas
Kabupaten Cianjur.
Cara Pengumpulan Data
Instrumen untuk mengumpulkan data dari responden adalah dengan
menggunakan kuesioner terstruktur. Pada anak-anak, dimintai data usia dan
jenis kelamin dan juga data antropometri, yaitu berat badan dan tinggi badan.
Untuk melihat konsumsi pangan, anak diwawancara dengan menggunakan
metode food recall 2x24 jam. Selain itu, dilakukan pula pengambilan sampel urin
pada anak sekolah dasar di kabupaten Cianjur yang selanjutnya dianalisis di
laboratorium untuk mengidentifikasi kadar yodium urin pada anak. Wawancara
pun akan dilakukan terhadap ibu dari siswa yang diteliti untuk mengetahui
karakteristik sosial ekonomi keluarga yang meliputi pekerjaan ayah, pekerjaan
ibu, pendapatan keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan jumlah anggota
keluarga. Selain itu, ibu dari contoh pun diwawancarai mengenai kebiasaan
konsumsi anak dengan menggunakan metode food frequency. Garam yang
biasa digunakan pada setiap keluarga contoh pun diuji untuk mengetahui ada
atau tidaknya yodium pada garam.
Tabel 6 Sampel, jenis variabel, dan metode pengumpulan data
Sampel Variabel Data Metode pengumpulan Data
Ibu
Karakteristik sosial ekonomi keluarga
Wawancara dengan kuesioner
Konsumsi pangan sumber yodium dan goitrogenik anak
Wawancara dengan kuesioner menggunakan metode food frequency
Anak sekolah dasar
Antropometri
Usia
Jenis kelamin
Berat badan
Tinggi badan
Wawancara
Pengukuran
Konsumsi pangan sehari Wawancara dengan kuesioner menggunakan metode food recall 2x24 jam
Kualitas garam Uji iodine
Kadar yodium urin
Pengumpulan sampel urin
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengeditan
(editing), pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang
(cleaning), pengkategorian dan analisis data. Tahapan pengeditan dilakukan
dengan cara pengecekan kelengkapan data, sedangkan pengkodean (coding)
20
dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan entri dan
pengolahan data. Data kemudian dimasukan ke dalam tabel yang sudah ada
(entry). Setelah itu dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan
tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Data yang telah dientri kemudian
dianalisis secara deskripstif statistik. Analisis deskriptif dibuat dengan
pengkategorian berdasarkan rujukan tertentu sesuai variabel data (tabel 7).
Untuk menganalisis hubungan antar variabel, data dianalisis dengan uji korelasi
Pearson atau Spearman.
Tabel 7 Kategori variabel penelitian
No Data Kategori Acuan
1 Pendapatan rumah tangga
Miskin ≤ Rp.210.000/kap/bulan Hampir miskin Rp.210.000-420.000/kap/bulan Menengah ke atas > 420.000/kap/bulan
Puspitawati (2010)
2 Besar keluarga Kecil : ≤ 4 orang Sedang : 5-7 orang Besar : ≥ 8 orang
Hurlock (1998)
3
Frekuensi konsumsi pangan sumber yodium dan goitrogenik
Sering : 9-30x/bulan Jarang :1-8x/bulan Sangat jarang : <1x/bulan Tidak pernah : 0x/bulan
Sutomo (2007)
4 Garam beryodium ≥ 30 ppm : cukup < 30 ppm : kurang
Depkes (2000)
5 Status Gizi
· Sangat Kurus : z score < -3 SD · Kurus : -3 SD ≤ z score < -2 SD · Normal : -2 SD ≤ z score ≤ +1 SD · Gemuk : +1 SD < z score ≤ +2 SD · Obes : z score > +2 SD
WHO (2007)
6 TKE dan TKP
Defisit berat : < 70%
Defisit sedang : 70-79%
Defisit ringan : 80-89% Depkes (1997)
Normal : 90-119
Lebih : 120%
7 TKY Cukup : ≥77%
Gibson (2005)
Kurang <77%
8 Status yodium urin < 20 µg/L : def.berat WHO (2001) 20-49 µg/L : def. Sedang 50-99 µg/L : def. Ringan 100-199 µg/L : normal 200-299 µg/L : resiko hipertiroid >300 µg/L : merugikan kesehatan
Data hasil pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) diolah
untuk menentukan nilai Z-skor. Penetuan Z-skor dilakukan menggunakan
software WHO Antrophlus 2007. Hasil penentuan Z-Skor terhadap masing-
masing individu kemudian dibandingkan dengan distribusi baku rujukan
WHO/NCHS. Hubungan antara asupan yodium total dengan kadar yodium urin
21
serta hubungan antara asupan sianida dengan kadar yodium urin diuji dengan
menggunakan uji korelasi Pearson. Hubungan antara frekuensi konsumsi
pangan goitrogenik dengan kadar yodium urin diuji dengan menggunakan uji
korelasi Spearman. Dilakukan pula analisis uji silang antara kategori TKY dengan
status yodium.
Definisi Operasional
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal satu rumah
Contoh adalah pelajar SD kelas 4 - 5 (umur 9-14 tahun) yang masing-masing
terdiri dari 25 anak dari enam sekolah dasar yang berada di Kecamatan
Pagelaran, Kecamatan Pasir Kuda, dan Kecamatan Kadupandak,
Kabupaten Cianjur
Frekuensi konsumsi jenis pangan adalah tingkat keseringan contoh dalam
mengkonsumsi suatu jenis makanan dalam sehari, seminggu, sebulan
atau setahun.
GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kurang
unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Gejala yang timbul misalnya gondok dalam berbagai stadium, kretin
endemik yang ditandai terutama oleh gangguan mental, gangguan
pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa
Garam beryodium adalah garam yang telah diyodisasi sesuai dengan SNI dan
mengandung yodium ≥ 30 ppm untuk konsumsi manusia atau ternak dan
industri pangan.
Karakteristik keluarga adalah keragaan keluarga yang ditunjukan oleh tingkat
pendapatan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan orang tua dan jumlah
anggota keluarga.
Ketersediaan garam beryodium adalah ketersediaan garam di tingkat rumah
tangga responden. Ada bila di rumah tangga tersedia garam beryodium,
tidak ada bila rumah tangga tidak tersedia garam beryodium.
Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh
didapatkan dengan metode recall 2x24 jam
Kualitas garam beryodium adalah kadar yodium di dalam garam yang
dikonsumsi keluarga di tes dengan iodine tes. Cukup bila warna garam
berwarna ungu tua, kurang bila garam berwarna ungu muda.
Pangan sumber yodium adalah pangan yang kandungan yodiumnya memenuhi
10% AKG yodium dalam tubuh
Pangan sumber goitrogenik adalah pangan yang mengandung zat goitrogenik,
yaitu zat yang dapat mengahambat absorbsi yodium serta menghambat
penggunaan yodium oleh kelenjar tiroid. Misal : kubis, kembang kol, sawi,
rebung, ketela rambat, dan singkong.
23
Pekerjaan orang tua adalah pekerjaan utama dan sampingan yang memberikan
kontribusi penghasilan bagi keluarga.
Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan anggota keluarga, yang
dinyatakan dalam rupiah per bulan.
Pendidikan orangtua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah
ditempuh oleh orang tua, dikelompokkan tidak sekolah, tidak tamat SD,
tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP,tidak tamat SMA, tamat SMA,
Diploma/ Perguruan Tinggi.
Responden adalah ibu atau pengasuh contoh yang mengetahui seluk-beluk
keluarga dan pola konsumsi pangan contoh dan anak SD kelas 4 sampai
5 (umur 10-12 tahun) yang berjumlah 25 anak.
Status gizi adalah keadaan gizi contoh berdasarkan indeks massa tubuh
menurut umur. Diklasifikasikan sebagai berikut :
Sangat Kurus : z score < -3 SD
Kurus : -3 SD ≤ z score < -2 SD
Normal : -2 SD ≤ z score ≤ +1 SD
Gemuk : +1 SD < z score ≤ +2 SD
Obes : z score > +2 SD (WHO 2007).
Status Yodium adalah kadar yodium dalam tubuh contoh penelitian yang
diklasifikasikan sebagai berikut :
Yodium urin : < 20 µg/L : defisiensi berat
Yodium urin : 20-49 µg/L : defisiensi.sedang
Yodium urin : 50-99 µg/L : defisiensi ringan
Yodium urin : 100-199 µg/L : normal
Yodium urin : 200-299 µg/L : resiko hipertiroid
Yodium urin : > 300 µg/L : resiko merugikan kesehatan (WHO
2001).
Tingkat kecukupan energi dan protein adalah persentase asupan energi dan
protein contoh yang dibandingkan dengan AKG 2004. Dengan kategori
sebagai berikut :
Defisit berat : < 70%
Defisit sedang : 70% - 79%
Defisit ringan : 80%-89%
Normal : 90%-119%
24
Lebih : > 119% (Depkes 1997)
Tingkat kecukupan yodium adalah persentase asupan yodium contoh yang
dibandingkan dengan AKG 2004. Dengan kategori sebagai berikut :
Cukup : ≥77%
Kurang : < 77% (Depkes 1997)
Wilayah pegunungan adalah wilayah dengan ketinggian lebih dari 500 meter di
atas permukaan air laut.
Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah maupun di
air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan makhluk hidup.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Wilayah
Secara geografis kabupaten Cianjur terletak di tengah provinsi Jawa
Barat, dengan jarak sekitar 65 km dari ibu kota provinsi Jawa Barat (Bandung)
dan 120 km dari ibu kota negara (Jakarta) dan terletak diantara 6º21’-7º25’
Lintang Selatan dan 106º42’-107º25’ Bujur Timur. Kabupaten Cianjur yang
luasnya 350.148 hektar, terdiri dari 32 kecamatan, 354 desa dan 6 kelurahan
yang mencakup 2.746 rukun warga serta 10.384 rukun tetangga. Jumlah
penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2011 adalah 2,740,779 jiwa terdiri dari
1.412.454 laki-laki dan 1.328,325 perempuan.Sebanyak 63,90% penduduk
terkonsentrasi di wilsuami utara dengan luas wilayah 30,78%, dan 19,09%
mendiami berbagai kecamatan di wilayah tengah dengan luas wilayah 28,45%
dan sisanya sebanyak 17,01% berada di berbagai kecamatan di wilayah selatan
dengan luas wilayah 40,77% (ILLPD Kabupaten Cianjur 2011). Adapun batas-
batas wilayah Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara: Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan
Kabupaten Purwakarta
Sebelah Barat: Berbatasan denga wilayah Kabupaten Sukabumi
Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Samudera Indonesia
Sebelah Timur: Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan
Kabupaten Garut
Keadaan alam daerah Kabupaten Cianjur terletak di kaki Gunung Gede
dengan ketinggian sekitar 7-2.962 meter diatas permukaan laut. Secara
geografis wilayah ini terbagi dalam 3 bagian, yaitu:
1. Cianjur bagian Utara: merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung
Gede dengan ketinggian 2.962 meter, sebagian besar ini merupakan
daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan dataran
yang dipergunakan untuk areal perkebunan dan persawahan.
2. Cianjur bagian Tengah: merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil
dikelilingi dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering terjadi
tanah longsor inipun inipun merupakan daerah gempa bum, dataran
lainnya terdiri dari areal perkebunan dan daerah persawahan.
3. Cianjur bagian Selatan: merupakan dataran rendah akan tetapi terdapat
banyak bukit-bukit kecil yang diselingi oleh pegunungan yang melebar
26
sampai ke daerah pantai Samudera Indonesia, seperti halnya daerah
Cianjur Bagian Tengah, bagian Selatanpun tanahnya labil dan sering
terjadi longsor dan gempa bumi, disini terdapat pula areal untuk
perkebunan dan persawahan tetapi tidak bagitu luas.
Kabupaten Cianjur secara geografis terbagi dalam tiga wilayah yaitu
wilayah Utara, Tengah, dan Selatan dengan jumlah kecamatan sebanyak 32
kecamatan dan 342 desa dan 6 kelurahan di kota Cianjur. Sebagai gambaran
pemerintah kabupaten Cianjur dapat dikemukakan sebagai berikut;
1. Wilayah Selatan meliputi: Kecamatan Agrabinta, Kecamatan Leles,
Kecamatan Sindang Barang, Kecamatan Cidaun, Kecamatan Naringgul,
Kecamatan Cibinong, Kecamatan Cikadu
2. Wilayah Tengah meliputi: Kecamatan Tanggeung, Kecamatan Pasir Kuda,
Kecamatan Pegelaran, Kecamatan Kadupandak, Kecamatan Cijati,
Kecamatan Takokak, Kecamatan Sukanegara, Kecamatan Campaka,
Kecamatan Campaka Mulya
3. Wilayah Utara meliputi: Kecamatan Cibeber, Kecamatan Bojongpicung,
Kecamatan Haurwangi, Kecamatan Ciranjang, Kecamatan Karang
Tengah, Kecamatan Cianjur, Kecamatan Warung Kondang, Kecamatan
Gekbrog, Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, Kecamatan Cipanas,
Kecamatan Mande, Kecamatan Cikalongkulon, Kecamatan Sukaluyu,
Kecamatan Sukaresmi
Karakteristik Keluarga Contoh
Karakteristik keluarga contoh pada penelitian ini adalah keragaan
keluarga yang ditunjukkan oleh besar keluarga, usia orang tua contoh, tingkat
pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua dan tingkat pendapatan keluarga.
Berikut merupakan pembahasan dari masing-masing karakteristik.
Besar Keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peranan masing-
masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman 1998). Jumlah anggota
keluarga dapat mempengaruhi konsumsi makanan. Penelitian yang bervariasi
menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara ukuran rumah
tangga dan prevalensi malnutrisi. Peningkatan jumlah anggota keluarga tanpa
pendapatan yang cukup akan menimbulkan ketidakseimbangan distribusi
makanan.
27
Menurut Hurlock (2004) besar keluarga dibagi menjadi 3 kategori yaitu
kecil (≤4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥7 orang). Berdasarkan
penelitian diketahui bahwa besar keluarga contoh yang termasuk dalam kategori
kecil (≤4 orang) sebanyak 46.5 %, kategori sedang (5-6 orang) sebanyak 40.6 %,
dan besar keluarga yang termasuk dalam kategori besar (≥7) hanya sebesar
12.9 %. Data sebaran besar/jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 8 .
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Besar keluarga n %
Kecil (≤4) 72 46.5 Sedang (5-6) 63 40.6 Besar (≥7) 20 12.9
Total 155 100
Usia Orang Tua
Usia orang tua contoh dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok menurut
Papalia & Old (2008), yaitu remaja (13-19), dewasa muda (20-40), dewasa
madya (41-65), dan dewasa tua (>65). Berdasarkan penelitian, sebagian besar
usia ayah berada dalam rentang dewasa muda (20-40) sebanyak 47.4% dan
dewasa madya (41-65) sebanyak 45.5 , sedangkan usia ayah yang tergolong
dewasa tua (>65) hanya sebesar 1.9% saja, sisanya sebesar 5.1% tergolong
cerai/meninggal. Sementara itu, mayoritas usia ibu termasuk pada kategori
dewasa muda (20-40) dengan persentase sebesar 69.9%. Hanya sebagian kecil
saja usia ibu yang termasuk dewasa tua (>65) sebesar 0.6% dan remaja akhir
sebesar 1.9%. Data sebaran contoh menurut usia orang tua dapat dilihat dalam
tabel 9.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua
Kategori usia Ayah Ibu/Pengasuh
n % n %
Remaja akhir (17-19) 0 0 3 1.9 Dewasa muda (20-40) 73 47.4 109 69.9 Dewasa Madya (41-65) 71 45.5 43 27.7 Dewasa Tua (>65) 3 1.9 1 0.6 Cerai/meninggal 8 5.1 0 0
Total 155 100 155 100
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak terutama pemberian makan, konsumsi
pangan dan status gizi. Tingkat pendidikan formal pada ibu rumah tangga
berhubungan positif dengan peningkatan pola konsumsi keluarga. Tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, dimana tingkat pendidikan
28
yang cukup tinggi biasanya mempunyai kemampuan dalam menyusun ataupun
pengadaan bahan makanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Menurut Sukandar (2007) orang yang berpendidikan
tinggi cenderung memilih makanan yang murah namun kandungan gizi tinggi,
sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil
sehinggan kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Sebaran contoh
berdasarkan tingkat pendidikan orang tua dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua
Pendidikan Terakhir Ayah Ibu/Pengasuh
n % n %
Tidak Sekolah 2 1.3 5 3.2 Tidak tamat SD 41 26.5 42 27.1 SD 81 52.3 94 60.6 SLTP 11 7.1 7 4.5 SLTA 8 5.2 4 2.6 D3/PT 4 2.6 3 1.9 Cerai/meninggal 8 5.2 0 0
Total 155 100 155 100
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa sebagian besar (52.3%)
tingkat pendidikan ayah adalah SD, begitu pula dengan tingkat pendidikan ibu
yang mayoritas (60.6%) adalah SD. Hanya sebagian kecil saja ayah dengan
tingkat pendidikan D3/PT (2.6%) begitu juga dengan ibu (1.9%). Sebanyak
26.5% ayah contoh tidak tamat SD, dan sebanyak 27.1% ibu/pengasuh contoh
tidak tamat SD. Sebanyak 5.2% ayah contoh yang bercerai atau meninggal
sehingga tidak diketahui tingkat pendidikannya.
Tingkat pendidikan orang tua contoh yang rendah menyebabkan
rendahnya pendapatan keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan akan
mempengaruhi pekerjaan seseorang yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan yang dimiliki. Menurut Engel et al
(1994) bahwa pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan sehingga
nantinya akan mempengaruhi status sosial ekonomi seseorang.
Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan orang tua contoh pada penelitian ini sangat beragam terdiri
dari petani, wiraswasta, buruh , PNS/ABRI, TKI/TKW, Ibu Rumah Tangga (IRT),
tidak bekerja dan lainnya. Berdasarkan Engel et al. (1994), semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak semakin besar. Pekerjaan yang baik umumnya akan menghasillkan
pendapatan yang tinggi pula sehingga akan mempengaruhi sosial ekonomi
keluarga.
29
Berdasarkan tabel 11 diketahui bahwa sebagian besar ayah contoh
bekerja sebagai buruh (52.9%) meliputi buruh tani, buruh bangunan dan buruh
pabrik. Sebanyak 18.9% ayah contoh bekerja sebagai pekerjaan jenis lainnya,
yaitu tukang ojeg, supir, ustadz dan mandor. Selain itu, terdapat 7.1% ayah
contoh yang tidak bekerja. Ibu atau pengasuh contoh sebagian besar (71.6%)
adalah IRT dan terdapat 16.8% contoh bekerja sebagai buruh. Sebaran contoh
berdasarkan pekerjaan orang tua disajikan dalam tabel 11.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua
Pekerjaan Ayah Ibu/Pengasuh
n % n %
Petani 5 3.2 3 1.9 Wiraswasta 20 12.9 11 7.1 Buruh 82 52.9 26 16.8 PNS/ABRI 5 3.2 3 1.9 Honorer 2 1.3 0 0.0 TKI/TKW 1 0.6 1 0.6 IRT 0 0.0 111 71.6 Tidak bekerja 11 1.9 0 0.0 Lainnya 29 18.7 0 0.0
Total 155 100 155 100
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat
oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil/upah dari pekerjaannya.
yang dinyatakan dalam pendapatan perkapita. Menurut Hardinsyah (1997)
pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti
pendidikan, perumahan dan kesehatan. Pendapatan merupakan indikator
kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Berikut sebaran contoh berdasarkan
pendapatan keluarga pada tabel 12.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga (kap/bulan) n %
Miskin (< Rp.210.000) 108 69.9 Hampir miskin (Rp.210.000-420.000) 17 11 Menengah Atas (>Rp.420.000) 30 19.4
Total 155 100 Min-max (kap/bulan) Rp.10.000 - Rp.1.933.333
Rataan±SD (kap/bulan) Rp.195.926 ± Rp251.520
Pendapatan keluarga/kapita/bulan terletak pada rentang Rp 10.000,-
sampai Rp 1.933.333,-. Pendapatan keluarga minimal sebesar Rp 10.000,-
disebabkan ayah contoh bekerja sebagai buruh tani yang memperoleh
upah/bulan sebesar Rp 40.000,- dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 4
orang. Upah ini belum termasuk bahan pangan yang mungkin diterima oleh ayah
contoh yang tidak dikonversikan ke dalam sejumlah nilai rupiah pada saat
30
wawancara. Sebagian besar contoh, sebanyak 69.9% termasuk dalam kategori
miskin karena pendapatan keluarga < Rp 210.000/kap/bulan, sebesar 10,9%
keluarga contoh tergolong hampir miskin, dan hanya 19,2% keluarga contoh
yang termasuk tingkat ekonomi menengah atas. Rata-rata pendapatan perkapita
keluarga contoh berada di bawah garis kemiskinan yaitu Rp 195.926,- dengan
standar deviasi yang cukup besar yaitu Rp 251.520,-. Selain menjadi indikator
kesejahteraan ekonomi keluarga, pendapatan juga merupakan indikator yang
menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi
pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik.
Rata-rata pendapatan perkapita keluarga contoh yang rendah menyebabkan
pemilihan pangan yang kurang beragam dan cenderung memilih bahan pangan
yang relatif murah sehingga konsumsi bahan pangan hewani yang umumnya
mahal sangat rendah pada konsumsi contoh, sebagaimana ditunjukkan pada
tabel 15 dan tabel 16 tentang konsumsi pangan.
Karakteristik Contoh
Contoh dalam penelitian ini merupakan siswa kelas 4 dan 5 SD dari 3
kecamatan di wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur. Contoh yang diambil
dalam penelitian ini sebanyak 155 orang dengan usia berkisar antara 9 sampai
14 tahun. Sebagian besar contoh (92.3%) berada pada masa kanak-kanak,
sedangkan (7.7%) contoh sudah memasuki masa remaja awal. Mayoritas contoh
pada penelitian ini merupakan anak kelas 5 SD, yaitu sebanyak 73.5% dan
sisanya sebanyak 26.5% adalah kelas 4. Sebaran contoh berdasarkan jenis
kelamin, yaitu contoh berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan jenis
kelamin perempuan. Contoh berjenis kelamin laki-laki sebanyak 52.3%
sedangkan contoh berjenis kelamin perempuan sebanyak 47.7%. Sebaran
contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin
Karakteristik Contoh N %
Kelompok Umur (th) Kanak-kanak (9-12) 143 92.3 Remaja awal (13-14) 12 7.7
Total 155 100
Kelas 5 114 73.5 4 41 26.5
Total 155 100
Jenis Kelamin Laki-laki 81 52.3 Perempuan 74 47.6
Total 155 100
31
Status Gizi Contoh
Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel-
variabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara
konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau
keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh. Status
gizi dapat ditentukan secara langsung dan secara tidak langsung. Penilaian
status gizi secara langsung dapat melalui antropometri, klinis, biokimia, dan
biofisik sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat melalui cara
survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktro ekologi (Supariasa 2002).
Menurut Gibson (2005) status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh
seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan
(absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Status gizi optimal dapat tercapai jika
tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efisien sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan
kesehatan umum secara maksimal. Baik gizi kurang maupun lebih dapat
menghambat optimalisasi pencapaian hal tersebut (Almatsier 2004).
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Menurut
WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah
tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa
tubuh berdasarkan umur (IMT/U). IMT/U digunakan sebagai data referensi
karena merupakan indikator terbaik yang direkomendasikan untuk mengukur
status gizi remaja. Berikut adalah tabel sebaran contoh berdasarkan status gizi.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan status gizi
Status gizi N %
Obes 4 2.6 Gemuk 1 0.6 Normal 134 86.5 Kurus 15 9.7 Sangat kurus 1 0.6
Total 155 100 Min-Max -5,91 - 2,32
Rataan±SD -0,78±1,08
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan indeks massa tubuh
menurut umur (IMT/U) sebagian besar status gizi contoh adalah normal, yaitu
sebesar 86.5%. Walaupun sebagian besar contoh sudah berstatus gizi normal,
masih ada contoh dengan status gizi sangat kurus meskipun hanya 0,6%. Selain
32
itu, terdapat pula contoh dengan status gizi obes (2.6%) dan status gizi gemuk
(0.6%).
Konsumsi Pangan dan Asupan Gizi
Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai jenis, frekuensi, dan jumlah bahan pangan yang dimakan
setiap hari oleh seseorang atau merupakan ciri khas untuk suatu kelompok
masyarakat tertentu (Santoso 2004). Pola konsumsi dan kebiasaan makan
menunjukkan bagaimana individu memilih dan mengkonsumsi makanan untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi tubuhnya. Pola konsumsi dan kebiasaan makan
masyarakat tidak terlepas dari ketersediaan pangan di tempatnya. Dengan
adanya sumber-sumber pangan di tempat sekelilingnya, setiap anggota
masyarakat bisa memenuhi kebutuhan pangannya.
Pada masyarakat di daerah endemik GAKI, kurangnya asupan yodium
dari makanan selalu dikaitkan dengan rendahnya kandungan yodium di daerah
tersebut. Rendahnya kandungan yodium pada air dan tanah di daerah tersebut
menyebabkan rendahnya kandungan yodium pada setiap pangan yang tumbuh.
Sehingga asupan yodium pada konsumsi pangan masyarakat juga rendah
(Soeharyo et.al, 2002).
Pada penelitian ini, peneliti mengukur pola konsumsi dengan metode food
recall 2x24 jam dan food frequency. Metode food recall 2x24 jam digunakan
untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan gizi dari contoh. Frekuensi
konsumsi merupakan bagian dari pola konsumsi yang juga dapat mempengaruhi
besarnya asupan gizi. Selain mengukur frekuensi pangan, peneliti pun
menghitung besarnya asupan yodium pada makanan yang dikonsumsi contoh.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asupan yodium dalam tubuh tidak
hanya dipengaruhi oleh konsumsi makanan sumber yodium, tetapi juga
dipengaruhi oleh konsumsi makanan sumber zat goitrogenik yang dapat
menghambat penyerapan yodium dalam tubuh. Oleh karena itu, selain mengukur
frekuensi konsumsi makanan sumber yodium, peneliti juga mengukur frekuensi
konsumsi makanan sumber zat goitrogenik pada contoh serta asupan sianida
dari bahan pangan goitrogenik.
Konsumsi Pangan
Pada penelitian ini, rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari dihitung
melalui data recall 2x24 jam. Kelompok pangan yang dimaksud adalah serealia,
33
umbi, ikan, daging, telur, sayur, buah, dan kacang-kacangan. Berikut rata-rata
konsumsi contoh tiap kelompok pangan per hari yang disajikan pada tabel 15.
Tabel 15 Rata-rata konsumsi contoh tiap kelompok pangan per hari
Kelompok pangan Rata-rata asupan (g/kap/hari)
Serealia : Beras 211 Mie 34 Lainnya 15
Total 260
Umbi : Singkong 7 Kentang 1 Lainnya 2
Total 10
Ikan : Ikan asin 13 Ikan air tawar 9 Lainnya 2
Total 24
Daging : Ayam 11 Sapi 1 Lainnya 2
Total 14
Telur 38.5
Minyak/lemak 2.6
Sayur : Kangkung 6 Bayam 11
Lainnya 23
Total 40
Buah : Jeruk 7 Pisang 22 Lainnya 11
Total 40
Kacang-kacangan Tahu 18 Tempe 12 Lainnya 3
Total 33
Biji-bijian minyak 0
Gula 1.8
Kelompok pangan yang menyumbangkan energi paling besar adalah
kelompok serealia, dengan asupan rata-rata setiap hari sebesar 260 g/kap/hari.
Dari kelompok serealia ini, beras merupakan pangan sumber karbohidrat utama
yang paling banyak dikonsumsi contoh, yaitu sebanyak 211 g/kap/hari. Beras
biasa diolah oleh para ibu/pengasuh contoh menjadi nasi putih atau nasi goreng
sebagai hidangan untuk sarapan. Pangan hewani yang paling banyak
dikonsumsi oleh contoh adalah telur ayam sebanyak 38.5 g atau rata-rata per
34
orang per hari adalah ½ butir telur. Telur ayam banyak dikonsumsi contoh
dibandingkan jenis pangan hewani yang lain karena harga yang relatif lebih
murah, mudah diolah, dan awet dalam masa penyimpanan.
Kelompok pangan ikan, rata-rata dikonsumsi oleh contoh sebanyak 24
g/kap/hari. Ikan yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah ikan asin, yaitu
sebanyak 13 g. Ikan asin banyak dikonsumsi contoh karena selain harga ikan
asin yang lebih murah dibandingkan jenis ikan lainnya, ketersediaan ikan asin di
pasar tradisional daerah ini pun melimpah. Konsumsi ikan laut sangat rendah
bahkan hampir tidak pernah karena letak wilayah yang sangat jauh dari pantai
sehingga ikan laut jarang ditemui di pasar tradisional wilayah ini.
Kelompok daging rata-rata dikonsumsi contoh sebanyak 14 g/kap/hari.
Sebagian besar contoh paling banyak mengkonsumsi ayam dibandingkan jenis
daging yang lain, yaitu sebesar 11 g/kap/hari. Asupan rata-rata untuk kacang-
kacangan adalah 33 g per orang per hari. Pada umumnya jenis kacang-
kacangan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah dalam bentuk tahu
dan tempe. Tahu yang paling banyak dikonsumsi contoh sebesar 18 g/kap/hari
dan tempe sebanyak 12 g/kap/hari.
Sayuran dikonsumsi oleh contoh rata-rata 40 gram per hari.Jenis sayuran
yang banyak dikonsumsi contoh adalah bayam sebanyak 11 g/kap/hari. Jenis
sayur yang dikonsumsi oleh contoh sangat bervariasi yang digolongkan dalam
kategori lainnya dalam kelompok sayur, sebanyak 23 g/kap/hari. Sayur lain yang
dikonsumsi contoh adalah daun singkong, kol, sawi, wortel, kembang kol, labu
siam, jamur tiram. Rata-rata asupan contoh untuk buah-buahan adalah sebanyak
40 gram per hari. Jenis buah yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah
pisang sebanyak 22 g/kap/hari. Pisang banyak dikonsumsi contoh karena
sebagian keluarga contoh yang memiliki pohon pisang di kebun masing-masing.
Pisang pun dikonsumsi contoh dalam berbagai jenis olahan seperti pisang goring,
pisang molen, atau kolak pisang. Terdapat pula buah-buahan yang hanya
dikonsumsi pada saat panen buah tersebut tiba, yaitu belimbing dan nangka.
Selanjutnya rata-rata konsumsi pangan dibandingkan dengan konsumsi
pangan yang dianjurkan menurut PPH. Setelah dibandingkan dengan PPH,
konsumsi pangan contoh untuk semua kelompok pangan masih di bawah
anjuran PPH. Hanya kelompok serealia dan kacang-kacangan yang besar
konsumsinya hampir sesuai anjuran. Kelompok umbi-umbian, pangan hewani
serta sayur dan buah masih sangat jauh dari anjuran PPH. Dalam
35
mengkonsumsi makanan, aspek yang diperhatikan tidak hanya masalah
kuantitas tetapi juga aspek kualitas pangan. Secara kuantitas pangan, telah
diuraikan bahwa konsumsi pangan masih di bawah anjuran sedangkan untuk
kualitas pangan yang sekaligus melihat keragaman atau diversifikasi konsumsi
pangan dilakukan penilaian dengan skor PPH.
Kualitas konsumsi pangan dianggap baik dan terdiversifikasi sempurna
apabila skor PPH mencapai 100. Dapat dilihat pada tabel 16 bahwa kualitas
konsumsi pangan contoh memiliki skor PPH sebesar 46.5. Skor PPH aktual ini
lebih rendah jika dibandingkan dengan skor PPH nasional tahun 2011 yang telah
mencapai 77.5. Skor PPH yang rendah ini menunjukkan bahwa pola konsumsi
pangan contoh masih belum beragam, ketidakberagaman konsumsi pangan
terutama dapat dilihat dari sumbangan energi contoh yang masih didominasi oleh
beras sedangkan konsumsi contoh tehadap umbi-umbian masih rendah. Selain
itu, contoh pun tidak mengkonsumsi buah/biji berminyak. Secara kuantitas pun
konsumsi pangan contoh untuk semua kelompok pangan masih jauh di bawah
anjuran PPH. Kualitas konsumsi pangan aktual contoh disajikan pada tabel 16.
Tabel 16 Kualitas Konsumsi Pangan Aktual Contoh
Kelompok pangan Anjuran PPH (g/kap/hari)
Konsumsi contoh
(g/kap/hari)
Skor AKE
Skor Maks
Skor PPH
Serealia 275 260 14.2 25 14.2 Umbi-umbian 100 10 0.55 2.5 0.55 Pangan hewani 150 76.5 15.8 24 15.8 Kacang-kacangan 35 33 6.2 5 6.2 Sayur dan buah 250 80 9 1 9 Minyak/lemak 20 2.6 0.55 10 0.55 Buah/biji berminyak
10 0 0 2.5 0
Gula 30 1.8 0.15 30 0.15
Total 46.5 100 46.5
Asupan Gizi dan Tingkat Kecukupan Gizi
Rata-rata asupan energi dan zat gizi diketahui melalui metode food recall
2x24 jam. Kandungan energi dan zat gizi dari masing-masing pangan yang
dikonsumsi contoh dihitung dengan menggunakan DKBM. Setelah asupan rata-
rata energi dan zat gizi diketahui kemudian dibandingkan dengan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) 2004 sehingga diperoleh tingkat kecukupan gizi.
36
Tabel 17 Rata-rata asupan gizi contoh dan tingkat kecukupan gizi
Zat gizi Rata-rata asupan
Tingkat Kecukupan Gizi
Total rata-rata Kategori Pria Wanita
Energi (kkal) 1289 62 63 62 Defisit berat Protein (g) 36 70 73 72.9 Defisit sedang Vitamin A (RE) 749 130 117 124 Cukup Vitamin C (mg) 27 51 56 53.3 Kurang Fe (mg) 9 48 36.7 46.4 Kurang Zn (mg) 3 18 21 20 Kurang
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar asupan zat
gizi contoh masih di bawah AKG, hanya vitamin A saja yang rata-rata asupannya
telah melebihi AKG. Tingkat kecukupan energi tergolong pada kategori defisit
berat disebabkan konsumsi pangan sumber energi contoh, seperti serealia dan
umbi-umbian yang memang masih dibawah anjuran PPH. Tingkat kecukupan
protein, Fe dan Zn pun masih rendah hal ini disebabkan sumber zat-zat gizi
tersebut terdapat pada pangan hewani sedangkan konsumsi pangan hewani
contoh masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan anjuran konsumsi
PPH. Konsumsi pangan hewani contoh rata-rata adalah 76.5 g/kap/hari
sedangkan anjuran PPH adalah 150 g/kap/hari.
Konsumsi pangan hewani yang rendah bisa disebabkan oleh tingkat
pendapatan keluarga contoh yang sebagian besar tergolong miskin sehingga
daya beli terhadap pangan hewani yang umumnya relatif lebih mahal
dibandingkan dengan bahan pangan lainnya menjadi lemah. Tingkat kecukupan
vitamin C contoh pun tergolong kurang karena konsumsi sayur dan buah contoh
pun masih di bawah anjuran PPH, yaitu 250 g/kap/hari sedangkan konsumsi
sayur dan buah contoh hanya 80 g/kap/hari. Konsumsi sayur dan buah contoh
yang rendah bisa disebabkan contoh yang tergolong kanak-kanak kurang
menyukai sayur dan buah. Contoh lebih menyukai pangan yang digoreng dan
jajanan.
Tingkat Kecukupan Energi
Tingkat kecukupan energi adalah persentase asupan energi contoh yang
dibandingkan dengan AKG 2004. Sebagian besar contoh, baik pria maupun
wanita termasuk dalam kategori defisit berat, yaitu pria sebanyak 70% dan
wanita sebanyak 59.5%. Contoh yang termasuk kategori defisit sedang yaitu pria
sebanyak 13.6% dan wanita sebanyak 23%. Contoh yang termasuk defisit ringan
yaitu pria sebanyak 3.7% dan wanita sebanyak 2.7%. Konsumsi pangan sumber
energi contoh, seperti serealia dan umbi-umbian memang masih dibawah
37
anjuran PPH sehingga tingkat kecukupan energi contoh pun menjadi rendah.
Contoh yang termasuk dalam kategori normal hanya 9.9% untuk pria dan 15%
untuk wanita. Namun terdapat contoh yang termasuk kategori lebih yaitu
sebanyak 2.5% untuk pria. Rata-rata tingkat kecukupan energi untuk pria tidak
berbeda jauh dengan rata-rata tingkat kecukupan energi untuk wanita, yaitu pria
sebesar 61% dan wanita sebesar 62%. Sebaran contoh berdasarkan tingkat
kecukupan energi disajikan pada tabel 18.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi
Tingkat Kecukupan Energi Pria Wanita
n % n %
Defisit berat (<70) 57 70 44 59.5 Defisit sedang (70-79) 11 13.6 17 23 Defisit ringan ( 80-89) 3 3.7 2 2.7 Normal (90-119) 8 9.9 11 15 Lebih (>119) 2 2.5 0 0
Total 81 100 74 100 Min-max 13-130 20-115 Rata-rata±SD 61±23 62±23
Tingkat Kecukupan Protein
Berdasarkan hasil recall 2x24 jam, lauk hewani yang paling sering
dikonsumsi contoh adalah telur dan ikan asin. Namun sebagian besar contoh
masih tergolong pada defisit berat baik pria maupun wanita, yaitu pria sebanyak
49% dan wanita sebanyak 46%. Contoh yang tergolong defisit sedang, yaitu pria
sebanyak 16% dan wanita sebanyak 9.5%. contoh yang tergolong defisit ringan,
yaitu pria sebanyak 13.6% dan pria sebanyak 17.6%. Tingkat kecukupan protein
contoh memang rendah, hal ini disebabkan oleh konsumsi pangan sumber
protein contoh, seperti telur, ikan, dan daging yang masih jauh di bawah anjuran
PPH. Hanya sebanyak 16% untuk pria dan 17.6% untuk wanita yang termasuk
pada kategori normal. Terdapat 5% contoh pria dan 9.5% wanita yang tergolong
kategori lebih. Rata-rata tingkat kecukupan protein untuk wanita lebih tinggi
dibandingkan pria, yaitu sebesar 75% untuk wanita dan 70% untuk pria. Namun
dari rata-ratanya masih tergolong pada defisit berat. Sebaran contoh
berdasarkan tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein
Tingkat Kecukupan Protein Pria wanita
n % n %
Defisit berat (<70) 40 49 34 46 Defisit sedang (70-79) 13 16 7 9.5 Defisit ringan ( 80-89) 11 13.6 13 17.6 Normal (90-119) 13 16 13 17.6 Lebih (>119) 4 5 7 9.5
38
Tingkat Kecukupan Protein Pria wanita
n % n %
Total 81 100 74 100 Min-max 16-148 15-160 Rata-rata±SD 70±28 75±32
Konsumsi Pangan Sumber Yodium dan Goitrogenik
Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Yodium
Frekuensi konsumsi pangan sumber yodium yang diukur dalam penelitian
ini adalah frekuensi konsumsi hati sapi, ikan asin, ikan pindang, ikan laut, kerang,
udang, telur, susu, rumput laut dan bayam. Pangan tersebut tergolong sebagai
pangan sumber yodium karena kandungan yodiumnya memenuhi 10% AKG
yodium dalam tubuh. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan jenis dan
frekuensi konsumsi yang disajikan pada tabel 20.
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber
yodium
Pangan Sumber Yodium
Frekuensi
Sering
Jarang
Sangat jarang
Tidak pernah
n % n % n % n %
Hati Sapi 0 0,0 25 16,1 49 31,6 81 52,3
Ikan asin 106 68,4 36 23,2 0 0,0 13 8,4
Ikan Pindang 21 13,5 122 78,7 2 1,3 10 6,5
Ikan laut 4 2,6 65 41,9 30 19,4 56 36,1
Kerang 0 0,0 9 5,8 8 5,2 138 89,0
Udang 2 1,3 39 25,2 17 11,0 97 62,6
Telur 104 67,1 47 30,3 4 2,6 0 0,0
Susu 68 43,9 71 45,8 5 3,2 11 7,1
Rumput laut 1 0,6 8 5,2 5 3,2 141 91,0
Bayam 28 18,1 106 68,4 2 1,3 19 12,3
Pangan sumber yodium yang paling sering dikonsumsi contoh adalah
ikan asin dan telur. Sebanyak 68,4 % contoh sering mengkonsumsi ikan asin,
begitu juga dengan telur, yaitu sebanyak 67,1% contoh sering mengkonsumsi
telur. Ikan asin dan telur dikonsumsi setiap hari oleh sebagian besar contoh. Hal
ini disebabkan oleh harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis
pangan hewani yang lainnya dan ketersediaan pangan ini memang melimpah di
pasar tradisional desa setempat. Selain itu, kedua bahan pangan ini pun dapat
disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Ikan pindang, susu, dan ikan laut merupakan bahan pangan hewani
sumber yodium yang jarang dikonsumsi oleh mayoritas contoh. Ikan pindang dan
susu banyak tersedia di pasaran, namun karena harga yang relatif lebih mahal
39
menjadikan ibu dari contoh jarang membeli kedua pangan hewani ini. Walaupun
banyak contoh yang jarang mengkonsumsi susu (45,8%), banyak pula contoh
yang mengkonsumsi susu dalam frekuensi sering, yaitu sebanyak 43,9%. Susu
yang banyak dikonsumsi oleh contoh adalah jenis susu kental manis karena
harga yang lebih murah dibandingkan susu cair atau susu bubuk. Ikan laut
tergolong jarang dikonsumsi contoh ( 41,9%) karena ikan laut ini jarang tersedia
di pasaran.
Sebagian besar contoh tidak pernah mengkonsumsi hati sapi, kerang dan
udang. Hal ini dikarenakan bahan pangan tersebut tidak tersedia di pasaran,
terutama untuk produk pangan yang berasal dari laut. Bahan pangan yang
berasal dari laut sangat jarang bahkan tidak ada di pasaran desa setempat
karena jarak desa yang berada di daerah pegunungan yang sangat jauh dari
kawasan pantai dan akses menuju kawasan desa yang minim. Meskipun ada
beberapa contoh yang pernah mengkonsumsinya namun cenderung berasal dari
hasil pemberian. Ada beberapa contoh yang pernah mengkonsumsi hati sapi,
tetapi hanya pada waktu-waktu tertentu saja, yaitu pada saat hari raya Idul Fitri
dan hari raya Idul Adha. Sebagian besar contoh tidak pernah mengkonsumsi
rumput laut, hal ini dikarenakan rumput laut yang tidak tersedia di pasar desa
setempat. Konsumsi contoh terhadap bayam cukup besar, hal ini dikarenakan
harga bayam yang relatif murah dan mudah diperoleh di pasar desa setempat.
Selain itu, bayam sangat mudah dan cepat diolah
Konsumsi Garam
Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium
yang dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan (Depkes RI 2009). Syarat-syarat mengenai garam
beyodium yang diperdagangkan sudah diatur dalam SNI yang meliputi syarat
kemasan, syarat label, standar berat isi kemasan, cara pengemasan, dan mutu
garam yang dikonsumsi.
Dalam penelitian ini ada 13 merk garam yang dikonsumsi oleh contoh
dengan jenis dan kadar yodium yang berbeda. Merk garam tersebut antara lain
garam Cap Jangkar, Cap Kapal, Dua Sarjana, Food Grade, HM, HMS, Ibu Jari,
Karya Mandiri, MS, Obor Mas, Reffina, SR dan Thomas Cup. Jenis garam
didasarkan pada bentuk garam, yaitu briket/gandu dan curah. Briket yaitu garam
yang berbentuk bata sedangkan curah adalah garam yang kristalnya kasar, di
daerah Jawa disebut juga dengan istilah krosok, biasa dibungkus dengan karung
40
dan dijual dalam bentuk kiloan. Ada beberapa merk garam yang mempunyai
kedua bentuk garam tersebut, antara lain garam merk Cap Jangkar, HM, dan SR.
Garam merk HMS adalah satu-satunya garam dengan jenis briket saja, lainnya
berjenis curah.
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan merk dan jenis garam yang dikonsumsi
Merk Garam Contoh
Jenis Garam
Briket Curah
n % n % n %
Cap Jangkar 9 5,8 7 4,5 2 1,3
Cap Kapal 1 0,6 - 1 0,6
Dua Sarjana 2 1,3 - 2 1,3
Food Grade 1 0,6 - 1 0,6
HM 84 54,2 48 31 36 23,2
HMS 1 0,6 1 0,6 -
Ibu Jari 2 1,3 - 2 1,3
Karya Mandiri 1 0,6 - 1 0,6
MS 6 3,9 - 6 3,9
Obor mas 10 6,5 - 10 6,5
Reffina 2 1,3 - 2 1,3
SR 24 15,5 10 6,5 14 9,0
Thomas Cup 12 7,7 - 12 7,7
Total 155 68
87
Sebagian besar contoh, yaitu sebanyak 54,2% mengkonsumsi garam
dengan merk HM. Bentuk garam merk HM yang lebih banyak dikonsumsi adalah
briket sebesar 31% sedangkan yang mengkonsumsi curah merk HM sebesar
23,2%. Garam HM banyak dikonsumsi oleh contoh karena tersedia di warung
yang letaknya tidak jauh dari rumah contoh. Setelah HM, merk garam yang
banyak dikonsumsi contoh adalah SR, yaitu sebanyak 15,5%. Terdapat
beberapa merk garam yang paling sedikit dikonsumsi oleh contoh, yaitu cap
kapal (0,6%), food grade (0,6%), HMS (0,6%), ibu jari (1,3%), karya mandiri
(0,6%), dan reffina (1,3%).
Meskipun tidak semua garam produksi lokal bermutu rendah tetapi
kenyataan memang menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan yang vital bagi
mutu suatu garam yang sering didapati pada garam lokal antara lain rendahnya
kandungan yodium yang tidak memenuhi standar seperti yang ditetapkan oleh
Lembaga Standar Nasional Indonesia. Setidaknya ada 13 kriteria standar mutu
yang harus dipenuhi oleh produsen garam. Diantaranya adalah penampakan
bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak
terkontaminasi dengan timbal dan logam lainnya. Kandungan NaCl untuk garam
konsumsi manusia tidak boleh lebih rendah dari 97% untuk garam kelas satu,
41
dan tidak kurang dari 93% untuk garam kelas dua. Tingkat kelembaban
disyaratkan berkisar 0,5% dan senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0%, kadar
yodium berkisar 30-80 ppm. Hal ini dikaitkan dengan jumlah garam yang
dikonsumsi tiap orang perhari yaitu 6-10 gram, sedangkan kebutuhan tubuh akan
yodium adalah sekitar 100-150 µg tiap orang perhari. Kadar yodium dari tiap
garam yang dikonsumsi contoh dapat dilihat dalam Tabel 22.
Tabel 22 Kadar yodium berbagai merk garam
Merk Garam
Kadar yodium garam (ppm)
Briket Curah
Cap Jangkar 23,5 9,3
Cap Kapal - 18,5
Dua Sarjana - 24,1
Food Grade - 9,3
HM 11,6 15,4
HMS - 18,5
Ibu Jari - 34,3
Karya Mandiri - 0
MS - 13
Obor mas - 27,7
Reffina - 46,3
SR 26 27,8
Thomas Cup - 16,6
Min-max (ppm) 0-46,5
Berdasarkan kadar yodium garam terlihat bahwa rentang kadar yodium
garam antara 0-46,5 ppm. Kadar minimal yaitu 0 ppm dimiliki oleh garam karya
mandiri dan kadar maksimal 46,5 dimiliki oleh garam Reffina. Sebagian besar
garam mempunyai kadar yodium dibawah syarat yang ditetapkan oleh SNI yaitu
<30 ppm. Hanya beberapa garam yang kadar yodiumnya telah memenuhi
persyaratan atau ≥30 ppm antara lain garam Reffina dan Ibu Jari. Umumnya
kadar yodium garam curah cenderung lebih tinggi dibanding garam briket, hal ini
dapat disebabkan oleh proses iodinasi yang kurang merata sehingga yodium
dalam garam briket tidak tercampur sempurna.
Hampir seluruh contoh (97,4%) mengkonsumsi garam <30 ppm, dan
hanya 2,6% contoh menkonsumsi garam yang kadar yodiumnya sesuai dengan
persyaratan yang sesuai dengan standar SNI yaitu ≥30 ppm. Konsumsi garam
dengan kadar yodium yang rendah akan mempengaruhi sumbangan yodium
untuk tingkat kecukupannya. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi garam
disajikan pada tabel 23.
42
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan kadar yodium garam yang dikonsumsi
Kadar Yodium Garam n %
≥30 ppm 4 2,6 <30 ppm 151 97,4
Total 155 100
Frekuensi Konsumsi Pangan Goitrogenik
Bahan makanan sumber zat goitrogenik adalah bahan makanan yang
mengandung suatu zat penghambat proses penyerapan yodium di dalam tubuh,
sehingga yodium yang dikonsumsi tidak dapat diserap secara sempurna oleh
tubuh. Pangan goitrogenik umumnya tersedia melimpah di wilayah pegunungan.
Berdasarkan survey pasar diketahui bahwa semua jenis pangan goitrogenik
tersedia di pasar setempat dengan ketersediaan cukup tinggi. Meskipun pangan
goitrogenik banyak tersedia di wilayah tersebut namun berdasarkan hasil
penelitian ketersediaan tersebut tidak mempengaruhi tingkat konsumsinya
secara signifikan. Hal tersebut bisa terjadi karena pangan goitrogenik ini adalah
jenis pangan sayuran yang umumnya kurang disukai oleh contoh yang masih
kanak-kanak. Contoh lebih menyukai pangan hewani seperti ikan asin dan telur
serta jajanan. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi
pangan goitrogenik.
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik
Pangan Goitrogenik Frekuensi
Sering Jarang Sangat jarang Tidak pernah
n % n % n % n %
Singkong 33 21,3 115 74,2 3 1,9 4 2,6
Daun singkong 40 25,8 93 60,0 3 1,9 19 12,3
Daun pepaya 11 7,1 52 33,5 6 3,9 86 55,5
Kol 37 23,9 97 62,6 4 2,6 17 11,0
Sawi 20 12,9 87 56,1 3 1,9 45 29,0
Terong 8 5,2 81 52,3 5 3,2 61 39,4
Hanya terdapat beberapa jenis pangan goitrogenik yang dikonsumsi
contoh dengan frekuensi sering meskipun persentasenya tidak terlalu besar,
yaitu daun singkong sebesar 25.8%, kol sebesar 23.9%, dan singkong sebesar
21.3%. Daun singkong biasa dikonsumsi contoh sebagai lalapan sedangkan kol
biasa dikonsumsi contoh dalam bentuk sop kol wortel atau jajanan, yaitu bala-
bala. Menurut penelitian Sutomo (2007) bahwa pangan goitrogenik yang sering
dikonsumsi oleh penderita GAKY adalah singkong dan kol. Selain itu Sutomo
(2007) juga menyatakan bahwa bahan makanan yang banyak dikonsumsi
43
negara berkembang yang bersifat goitrogenik adalah singkong yang memiliki
kadar sianida bervariasi antara 70-400 mg per kg bahan.
Asupan Sianida dalam Bahan Pangan Goitrogenik
Zat goitrogenik yang terdapat dalam bahan pangan terbagi dalam 4
kelompok yaitu sianida, mimosin, isotiosianat dan asam. Berdasarkan hasil
analisis diketahui bahwa nilai terendah asupan sianida contoh adalah 0.0 mg
dan tertinggi sebesar 4.75 mg. Total rata-rata asupan sianida contoh masih
tergolong rendah dan berada pada batas aman karena nilainya masih 1.11±0.84
mg/hari. Batas aman sianida menurut FAO/WHO adalah 10 mg/hari. Rata-rata
asupan sianida daun singkong dan daun pepaya adalah 0.0 mg pangan dan rata-
rata asupan sianida singkong sangat kecil, yaitu 0.04 mg.
Hal tersebut disebabkan ketiga pangan tersebut diolah dengan cara
direbus yang menurut Murdiana dan Sukati (2001) menyatakan bahwa
kandungan sianida pada daun singkong dan daun pepaya adalah 0.0 mg/100 g.
Hal ini pun sejalan dengan Brody (1999) yang menyatakan bahwa sianida dalam
singkong dan daun singkong dapat dihilangkan dengan cara direbus di dalam air.
Rata-rata asupan sianida dari kol paling tinggi jika dibandingkan dengan pangan
lainnya. Hal ini disebabkan kandungan sianida kol baik dalam kondisi mentah,
rebus , maupun tumis lebih tinggi daripada pangan lainnya. Selain itu, frekuensi
konsumsi kol contoh tergolong lebih sering dibandingkan dengan pangan
goitrogenik lainnya. Rata-rata asupan sianida contoh disajikan pada tabel 25.
Tabel 25 Rata-rata asupan sianida (mg) bahan pangan
Pangan Goitrogenik Zat Goitrogenik Rata-rata asupan sianida (mg) pangan
Singkong Sianida 0,04 Daun singkong Sianida 0,0 Daun papaya Sianida 0,0 Kol Isotiosianat 0,72 Sawi Isotiosianat 0,27 Terong Sianida 0,09
Min-Max (mg) 0.0-4.75 Rata-rata±SD (mg) 1.11±0.84
Asupan Yodium
Kandungan yodium dalam bahan makanan sangat bervariasi, tetapi
sumber bahan makanan yang berasal dari laut merupakan sumber yodium yang
terbaik. Ikan yang berasal dari laut mengandung hampir 30 kali lipat
dibandingkan ikan air tawar. Sumber yodium yang berasal dari tanaman lebih
banyak terdapat pada sayuran daun dibandingkan dengan bagian umbi. Namun
demikian kadar yodium berbeda-beda antar daerah satu dengan yang lainnya.
44
Konsumsi yodium dihitung berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber
yodium dikalikan dengan kandungan yodium dari tiap bahan pangan tersebut
ditambah dengan konsumsi garam dengan tanpa memperhitungkan pangan
goitrogenik yang dikonsumsi.
Asupan yodium merupakan asupan yodium yang diperoleh dari pangan
sumber yodium ditambah dengan asupan yodium dari garam beryodium. Asupan
yodium diperoleh dengan melakukan pendekatan melalui rata-rata frekuensi
konsumsi pangan sumber yodium sehari dalam satu takaran saji dikali dengan
kandungan yodium dari bahan pangan yang mengacu pada Nutrisurvey (2007).
Sedangkan asupan yodium dari garam diperoleh dari kuantitas konsumsi garam
per hari (gram) dikali dengan kadar garam yang diuji dengan metode titrasi.
Setelah diketahui kandungan yodium dari bahan pangan sumber yodium,
selanjutnya dihitung asupan yodium total per hari. Berikut adalah rata-rata
asupan yodium per hari dari contoh dapat dilihat pada tabel 26.
Tabel 26 Rata-rata asupan yodium/hari dari makanan dan garam
Sumber yodium Asupan yodium (µg/hr)
Total Pria Wanita
Makanan 38.7 38.7 38.7 Garam 65.4 67.4 66.4
Total 104.3 106 105.16±73.8 Min-max 14-418 24-348 14.24-418.4
Asupan yodium pada wanita sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan
asupan yodium pada pria. Berdasarkan AKG (2004), Angka Kecukupan Yodium
untuk anak usia 10-12 tahun adalah sebesar 120 µg sedangkan untuk anak usia
13-15 tahun adalah sebesar 150 µg. Rata-rata asupan yodium per hari contoh
adalah 105 µg/hari, rata-rata ini masih di bawah nilai yang ditetapkan AKG baik
untuk usia 10-12 tahun maupun untuk usia 13-15 tahun. Rendahnya asupan
yodium contoh diduga disebabkan oleh rendahnya pangan sumber yodium yang
dikonsumsi contoh, karena pangan sumber yodium sebagian besar adalah lauk
hewani yang harganya relatif lebih mahal sedangkan keluarga contoh sebagian
besar tergolong miskin. Selain itu, kondisi geografis yang menyebabkan pangan
sumber yodium memiliki kadar yodium yang lebih rendah dibandingkan daerah
lain yang bukan wilayah pegunungan.
Tingkat Kecukupan Yodium
Kecukupan yodium seseorang dapat dihitung dengan mengacu pada
Daftar Kecukupan Gizi (DKG), yaitu daftar yang memuat angka-angka
kecukupan zat gizi rata-rata per orang perhari bagi orang sehat Indonesia. Angka
45
Kecukupan Gizi (AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan
individu, sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah
jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman (Hardinsyah & Briawan 1994).
Menurut Gibson (2005) tingkat kecukupan vitamin dan mineral diklasifikasikan
menjadi dua kategori yaitu cukup dan kurang. Tingkat Kecukupan Yodium (TKY)
dikatakan cukup jika asupannya sudah ≥77% dari Angka Kebutuhan Gizi (AKG),
dan dikatakan kurang jika asupannya <77% dari AKG. Sebaran contoh
berdasarkan TKY dapat dilihat dalam tabel 27.
Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan yodium
Tingkat kecukupan yodium Pria Wanita
n % n %
Cukup 33 40.7 33 44.6 Kurang 48 59.3 41 55.4
Total 81 100 74 100 Min-max 12-349 20-290 Rata-rata±SD 85±67 88±54
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa sebagian besar contoh baik
pria maupun wanita termasuk dalam kategori kurang. Rendahnya TKY contoh
diduga disebabkan oleh rendahnya pangan sumber yodium yang dikonsumsi
contoh dan kondisi geografis yang menyebabkan pangan sumber yodium
memiliki kadar yodium yang lebih rendah dibandingkan daerah lain yang bukan
wilayah pegunungan. Asupan yodium tidak hanya diperoleh dari makanan tetapi
juga dari garam dapur yang dikonsumsi sehari-hari. Hampir seluruh contoh
(97,4%) mengkonsumsi garam <30 ppm, dan hanya 2,6% contoh mengkonsumsi
garam yang kadar yodiumnya sesuai dengan persyaratan yang sesuai dengan
standar SNI yaitu ≥30 ppm. Konsumsi garam dengan kadar yodium yang rendah
akan mempengaruhi sumbangan yodium untuk tingkat kecukupannya. Namun
terdapat pula contoh yang memiliki TKY maksimum mencapai 349%. TKY yang
sangat tinggi disebabkan oleh jenis garam yang dikonsumsi adalah garam
beryodium dan asupan yodium yang berasal dari garam ini cukup tinggi.
Status Yodium Urin
Penentuan kadar yodium dalam urin digunakan untuk mengetahui status
yodium dalam tubuh. Sebagian besar yodium dalam tubuh diekskresikan melalui
urin, sehingga kadar yodium dalam urin menggambarkan jumlah yodium yang
dikonsumsi. Penilaian ekskresi yodium pada urin berarti menilai yodium yang
berasal dari makanan dan minuman yang dikeluarkan melalui urin. Dengan
demikian penilaian ekskresi yodium urin mencerminkan keadaan yodium saat ini.
Untuk individu, jumlah yodium di urin ditentukan oleh banyak faktor, karena itu
46
penilaian ekskresi yodium urin lebih baik untuk populasi daripada individu.
Berdasarkan WHO (2001), status yodium urin dibagi menjadi 6 kategori yaitu
defiensi berat, defisensi sedang, defisiensi ringan, normal, resiko hipertiroid, dan
merugikan kesehatan. Berikut adalah tabel sebaran contoh berdasarkan status
yodium urin.
Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan status yodium urin.
Status Yodium
Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
n % n % n %
Defisiensi tingkat berat 9 11.1 18 24.3 27 17.4 Defisiensi tingkat sedang 23 28.4 18 24.3 41 26.5 Defisiensi tingkat ringan 27 33.3 24 32.4 51 32.9 Cukup 16 19.8 11 14.9 27 17.4 Resiko hipertiroid 1 1.2 3 4.1 4 2.6 Merugikan kesehatan 0 0 0 0 0 0
Total 81 100 74 100 155 100
Median ± SD 67±48.5 52.5±62.5 60±55.5
Rata-rata status yodium contoh berada pada defisiensi tingkat ringan
(median yodium urin 60.0 μg/L). Lebih dari separuh contoh masih tergolong
defisiensi, sebesar 32.9% diantaranya mengalami defisiensi yodium tingkat
ringan, sekitar 26.5 % contoh mengalami defisiensi yodium tingkat sedang, dan
17.4 % lainnya mengalami defisiensi yodium tingkat berat. Terdapat 17.4%
contoh yang memiliki status yodium cukup. Sebanyak 2.6 % contoh memiliki
status resiko hipertiroid dan tidak ada contoh yang memiliki status merugikan
kesehatan.
Berdasarkan perbedaan jenis kelamin, median yodium urin contoh laki-
laki (67.0 μg/L) lebih tinggi dibandingkan median yodium urin perempuan (52.5
μg/L). Persentase defisiensi tingkat ringan (33.33%) dan defisiensi tingkat
sedang (28.40%) tertinggi dimiliki oleh contoh laki-laki, sedangkan defisiensi
tingkat berat (24.3%) tertinggi dimiliki oleh contoh perempuan.
Dengan demikian, median yodium urin contoh lebih tinggi dari median
yodium urin anak sekolah di Indonesia pada tahun 2003, yaitu 22.9 μg/L yang
tergolong pada defisiensi tingkat sedang (data BPPN tahun 2007). Sementara itu,
persentase contoh dengan status yodium normal (17.4%) hampir sama dengan
persentase rata-rata nasional (16,7%). Contoh perempuan lebih rentan
mengalami defisiensi yodium dibandingkan dengan contoh laki-laki.
Kadar yodium yang rendah bisa disebabkan rendahnya pangan sumber
yodium yang dikonsumsi contoh dan kondisi geografis yang menyebabkan
pangan sumber yodium yang dikonsumsi contoh memiliki kadar yodium yang
47
lebih rendah dibandingkan daerah lain yang bukan wilayah pegunungan. Asupan
yodium tidak hanya diperoleh dari makanan tetapi juga dari garam dapur yang
dikonsumsi sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hampir
seluruh contoh (97,4%) mengkonsumsi garam <30 ppm, dan hanya 2,6% contoh
mengkonsumsi garam yang kadar yodiumnya sesuai dengan persyaratan yang
sesuai dengan standar SNI yaitu ≥30 ppm. Konsumsi garam dengan kadar
yodium yang rendah akan mempengaruhi sumbangan yodium untuk tingkat
kecukupannya.
Selain asupan pangan sumber yodium yang rendah, status yodium yang
rendah secara tidak langsung dapat disebabkan oleh asupan energi yang rendah,
karena kebutuhan energi akan diambil dari asupan protein. Protein (albumin,
globulin, prealbumin) merupakan alat transport hormon tiroid. Protein transport
berfungsi mencegah hormon tiroid keluar dari sirkulasi dan sebagai cadangan
hormon (Picauly 2004)
Hubungan antar Variabel
Hubungan Asupan Yodium Total dengan Kadar Yodium Urin
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara asupan yodium total dengan kadar yodium urin (p<0.05, r=0.179).
Hubungan yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi asupan yodium
contoh maka akan semakin tinggi pula kadar yodium urin contoh. Hal ini sesuai
dengan teori karena sebagian besar yodium yang diserap tubuh dapat dilihat
pada urin karena eksresi yodium urin menggambarkan asupan yodium harian
sehingga jika asupan yodium seseorang semakin tinggi maka yodium yang
diekskresikan melalui urin akan semakin tinggi pula (Picauly 2004). Hasil uji
korelasi Pearson antara hubungan asupan yodium total dengan kadar yodium
urin dapat dilihat pada lampiran 1.
Hubungan Frekuensi Konsumsi Goitrogenik dengan Kadar Yodium Urin
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara frekuensi konsumsi makanan goitrogenik dengan kadar yodium
urin (p>0.05). Zat goitrogenik akan berpengaruh terhadap penyerapan yodium
apabila dikonsumsi dalam jumlah yang besar atau sering dikonsumsi dalam
jangka waktu yang lama sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
frekuensi konsumsi pangan goitrogenik contoh termasuk jarang bahkan terdapat
beberapa bahan pangan goitrogenik yang tidak pernah dikonsumsi contoh. Hasil
48
uji korelasi Spearman antara hubungan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik
dengan kadar yodium urin dapat dilihat pada lampiran 2.
Hubungan Asupan Sianida dengan Kadar Yodium Urin
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara asupan sianida dengan kadar yodium urin (p>0.05). Zat
goitrogenik akan berpengaruh terhadap penyerapan yodium apabila dikonsumsi
dalam jumlah yang besar atau sering dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama
sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa total rata-rata asupan sianida
contoh masih tergolong rendah dan berada pada batas aman karena nilainya
masih 1.11±0.84 mg/hari. Batas aman sianida menurut FAO/WHO adalah 10
mg/hari. Hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara
konsumsi sianida dengan yodium urin sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Firdanisa (2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara konsumsi sianida dengan kadar yodium urin. Hasil uji korelasi Pearson
antara hubungan asupan sianida dengan kadar yodium urin dapat dilihat pada
lampiran 3.
Analisis Uji Silang antara Kategori TKY dengan Status Yodium Urin
Tabel 29 Uji silang antara kategori TKY dengan Status yodium
Status yodium
Kategori TKY
Cukup Kurang
n % n %
Defisit berat 9 5.8 18 11.6 Defisit sedang 19 12.3 22 14.2 Defisit ringan 21 13.5 35 22.6 Normal 13 8.4 14 9 Resiko hipertiroid 4 2.6 0 0 Merugikan kesehatan 0 0 0 0
Total 66 42.6 89 58
Berdasarkan uji silang, mayoritas contoh termasuk dalam kategori kurang
pada TKY,yaitu sebesar 58 %. Contoh yang termasuk kategori kurang pada TKY,
cenderung termasuk dalam kategori defisit ringan pada status yodium, sebanyak
22.6 % dan defisit sedang sebanyak 14.2%. Contoh dengan kategori kurang
pada TKY tidak ada yang memiliki status resiko hipertiroid dan merugikan
kesehatan. Hal ini sangat baik mengingat bahwa status hipertiroid dan merugikan
kesehatan pun pada akhirnya akan menyebabkan GAKY. Namun terdapat pula
sebanyak 13.5% contoh yang termasuk ke dalam defisit ringan dalam status
yodium padahal cukup dalam kategori TKY. Hal ini dapat disebabkan oleh
kurangnya konsumsi protein contoh. Pola konsumsi yang rendah protein dan
tinggi akan zat goitrogenik dapat menyebabkan terhambatnya metabolisme
49
yodium. Metabolisme yodium dari tahap awal sampai akhir selalu membutuhkan
protein. Protein (albumin, globulin, prealbumin) merupakan alat transport hormon
tiroid. Protein transport berfungsi untuk mengikat hormone tiroid menuju ke sel
target untuk mengatur proses metabolisme sel (Hetzel & Chandrakant 1996).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Besar keluarga contoh yang termasuk dalam kategori kecil (≤4 orang)
sebanyak 46.5 %. Sebagian besar usia ayah berada dalam rentang dewasa
muda (20-40) sebanyak 47.4%, begitu juga dengan mayoritas usia ibu termasuk
pada kategori dewasa muda (20-40) dengan persentase sebesar 69.9%.
Sebagian besar (52.3%) tingkat pendidikan ayah adalah SD, begitu pula dengan
tingkat pendidikan ibu yang mayoritas (60.6%) adalah SD. Sebagian besar ayah
contoh bekerja sebagai buruh (52.9%) meliputi buruh tani, buruh bangunan dan
buruh pabrik. Ibu atau pengasuh contoh sebagian besar (71.6%) adalah IRT dan
terdapat 16.8% contoh bekerja sebagai buruh. Hampir sebagian besar contoh,
yaitu sebesar 69.9% termasuk dalam kategori miskin.
Berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) sebagian besar
(86.5%) status gizi contoh adalah normal. Kelompok pangan yang paling banyak
dikonsumsi adalah kelompok serealia, yaitu beras sebesar 211 g/kap/hari, mie
sebesar 34 g/kap/hari, dan lainnya sebesar 15 g/kap/hari. Kelompok pangan
hewani yang paling banyak dikonsumsi adalah telur sebanyak 38.5 g/kap/hari.
Rata-rata konsumsi pangan contoh untuk semua kelompok pangan (serealia,
umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, dan sayur serta buah) masih di
bawah anjuran PPH. Skor PPH sebesar 46.5 yang menunjukkan bahwa secara
kualitas, konsumsi pangan contoh masih belum beragam. Pangan sumber
yodium yang paling sering dikonsumsi contoh adalah ikan asin sebanyak 68.4%
dan telur sebanyak 67.1%. Pangan goitrogenik yang paling banyak dikonsumsi
contoh dalam frekuensi yang sering adalah daun singkong, yaitu sebanyak
25.8 % dan kol sebanyak 23.9%. Asupan gizi contoh masih di bawah AKG,
hanya vitamin A saja yang rata-rata asupannya telah melebihi AKG. Sebagian
besar contoh, baik pria maupun wanita termasuk dalam kategori defisit berat
pada tingkat kecukupan energi begitu juga dengan tingkat kecukupan protein.
Rata-rata status yodium contoh berada pada defisiensi tingkat ringan (median
yodium urin 60.0 μg/L). Lebih dari separuh contoh masih tergolong defisiensi,
sebesar 32.9% diantaranya mengalami defisiensi yodium tingkat ringan.
Berdasarkan perbedaan jenis kelamin, median yodium urin contoh laki-laki (67.0
μg/L) lebih tinggi dibandingkan median yodium urin perempuan (52.5 μg/L).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara asupan yodium total dengan kadar yodium urin (p<0.05, r=0.179). Hasil uji
51
korelasi Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
frekuensi konsumsi makanan goitrogenik dengan kadar yodium urin (p>0.05).
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan
antara asupan sianida dengan kadar yodium urin (p>0.05).
Saran
Metode yodium urin dapat dibandingkan dengan metode pengukuran
status yodium lain untuk mengetahui pengaruh masing-masing metode terhadap
status yodium. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai asupan
selenium di daerah penelitian karena selenium diduga mempengaruhi pula status
yodium individu. Perlu dilakukan kegiatan pengawasan pengadaan garam
beryodium sehingga garam yang masuk ke Kabupaten Cianjur khususnya dan
wilayah endemik GAKY lain adalah garam beryodium
DAFTAR PUSTAKA
Adriani M. 2002. Pengaruh suplementasi yodium dan yodium Selenium terhadap kadar T3 ( Triyodothyronin, T4 (Tetrayodothyronin), dan yodium urin pada anak Sekolah Dasar Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, kabupaten Malang (Jawa Timur). Prosiding Kongres Nasional Persagi dan temu ilmiah XII tanggal 8 – 10 Juli 2002. PERSAGI, Jakarta. hal: 388
Almatsier S. 2009. Prinsip Ilmu Gizi Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ariani M. 2010. Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat Mendukung Pencapaian Diversifikasi Pangan. Gizi Indon 2010, 33(1):20-28.
Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry.USA : Academic Press.Inc.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [BPPN]. 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat. http://jabar.bps.go.id/ [4 Juli 2012].
[DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1997. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009. Jakarta.
[DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Pedoman Distribusi Kapsul Minyak Beryodium. Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Djokomoeljanto R. 1987. Gangguan Akibat Defisiensi Yodium dan Gondok Endemik.Ilmu Penyakit Dalam jilid I Edisi kedua.Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Gertadjali G., Karmakar MG., Umesh K and Jagannathan. 1995. Estimation of Lossen of Iodine Different Cooking Procedures. Asia Pasific.
Gibson R. 2005. Principles of Nutritional Assessment. US : Oxford University Press.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah. 1997. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hetzel, B.S. and Chandrakant S.P.1996. S.O.S For A Billion- The Congest of Iodine Deficiency Disorders. Delhi : Oxford Univ Press.Bombay Calcutta Madras.
Hetzel, B. S. 1989 The Iodine Deficiency Disorders (IDD) and Their Eradication. The Story of Iodine Deficiency: An International Challenge in Nutrition. UK : Oxford University Press Oxford .
_________. 2000. Iodine and Neuropsychological development. Journal of Nutrition 130 : 493-495.
Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Jilid 2. M. Tjandrasa, M. Zajarsih, penerjemah. Jakarta: Erlangga.
53
ICCIDD/UNICEF/WHO. 1999. Assessment of Iodine Deficiency Disorders and Monitoring of Their Elimination : a guide for programme managersSecond edition.
Ismanto. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Ekskresi Yodium Urin pada Siswa Sekolah Dasar di Daerah Endemik Berat GAKI di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Yogyakarta. Karya ilmiah akhir pada program S1 Gizi Kesehatan. Yogyakarta : UGM.
Kodyat B. 1996. Nutritional in Indonesia : Problems, Trends, Strategy and Program Directorate of Community nutrition. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Lameshow S. 1997. Besar Sample dalam Penelitian Kesehatan. Universitas Gadjah Mada.Hal 12-30
Murdiana & Sukati. 2001. Kadar Sianida dan Umbi-umbian di Daerah Gangguan Akibat Kurang Yodium/GAKY. Peneliti Gizi dan Makanan. Hal : 33-37.
Mutalazimah, Asyanti S. 2009. Status Yodium dan Fungsi Kognitif Anak Sekolah Dasar di SDN Kiyaran I Kecamatan CangkringanKabupaten Sleman.Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 1, 2009: 50 – 60.
Madukosiri CH, Ikale E. 2011. Iodine Content in Diet and Urine of People ini Imiringi and Outuasega Communities in Ogbia Lga, Bayelsa Electronic Journal of Environmental, Agricultural, and Food Chemistry. Vol 10, No. 5.
Nasoetion Amini, Damayanthi E. 2008. Diktat Ilmu Gizi Dasar.Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB.
Papalia DE and SW Old.2008.Human Development. USA: Mac Graw-Hill.
Picauly I. 2004. Mengenal Yodium Lebih Jauh dan Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).Bogor : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.
Prihatini dkk. 2001. Pengaruh Status Gizi terhadap Kadar Yodium Urin setelah Pemberian Kapsul Minyak Beryodium pada Anak Sekolah Dasar di Daerah Gondok Endemik. Laporan penelitian Litbang Depkes.http://www.litbang.depkes.go.id/p3gizi/Abstraklapen2001 html. [5 Mei 2012]
Puspitawati H. 2010. Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Pola Asuh Belajar. Jurnal Ilmia Keluarga dan Konsumen. ISSN : 1907-6037, p: 46-55.
RAN KPP GAKY .2004 . Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program PenanggulanganGAKY.www. kgm.bappenas.go.id/document/makalah/23_makalah.pdf [6 Mei 2012].
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar Indonesia. 2007. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). gizi.depkes.go.id/gaky/lb-gaky.pdf. [9 Mei 2012].
Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rusnelly. 2006. Determinan Kejadian GAKY pada Anak Sekolah Dasar di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Kota Pagar Alam Propinsi Sumatera Selatan [Tesis].Semarang : Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.
54
R. Djokomoeljanto. 1994. Gangguan Akibat Defisiensi dan Gondok Endemik dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC.
Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi, dan Sanitasi Petani Sawah Beririgasi di Banjar Jawa Barat. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Supariasa I, Dewa N. 2002.Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Penilaian Status Gizi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Sutomo. 2007. Prestasi Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Syafiq A. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
Syahbudin S. 2002. GAKY dan Usia. Jurnal GAKY Indonesia Vol 1,N0. 1. hal. 13
Tim GAKY Pusat. 2005.Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program PenanggulanganGangguan Akibat Kurang Yodium. Tim GAKY Pusat :Jakarta.
Wahyu S. 2000. Studi Hubungan Konsumsi dengan Status Iodium dan Selenium pada Anak Sekolah Dasar di Daerah Pantai [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
[WHO] World Health Organization. 2001. Assessment of Iodine deficiency disorders and monitoring their elimination.Agiude for Programme managers Second Edition.p.35-45.
______________________________ . 2007. Growt reference 5-19 years. www.who.int. [8 Juni 2012]
[WKNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. VIII.2004.Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Zimmermann M. 2001. Pocked Guide to Micronutrients in Health and Disease.: New York : Thieme Stuttgart.
LAMPIRAN
56
Lampiran 1 Uji korelasi Pearson antara asupan yodium total dan kadar yodium urin
Correlations
asupan_yodium
kadar_ YODIUM
URIN
asupan_yodium Pearson Correlation 1 .179*
Sig. (2-tailed) .026
N 155 155
kadar_ YODIUM URIN Pearson Correlation .179* 1
Sig. (2-tailed) .026
N 155 155
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 2 Uji korelasi Spearman antara frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dan kadar yodium urin
Correlations
FREK_GOITRO
KADAR_
YODIUM URIN
Spearman's rho FREK_GOITRO Correlation Coefficient 1.000 -.027
Sig. (2-tailed) . .742
N 155 155
KADAR_
YODIUM URIN
Correlation Coefficient -.027 1.000
Sig. (2-tailed) .742 .
N 155 155
Lampiran 3 Uji korelasi Pearson antara asupan sianida dan kadar yodium urin
Correlations
asupan_sianida KADAR_UIE
asupan_sianida Pearson Correlation 1 .136
Sig. (2-tailed) .092
N 155 155
KADAR_UIE Pearson Correlation .136 1
Sig. (2-tailed) .092
N 155 155