Konsumsi Pangan Dan Gizi Ekopzi

23
KONSUMSI PANGAN DAN GIZI DISUSUN OLEH MARTINA 10011481417016 MENTARI 10011481417031 MUHAMMAD ARIF 10011481417019 MIFTAHURRIZQIYAH 10011481417024 TRI WIDIARTI 100114814170 DWI DIANAULINA 10011481417032 DHITA HERLIANA 10011481417015 SITI OKTAWINA 100114814170 SHERLY DWI LAVENIA 100114814170 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

description

Konsumsi pangan dan gizi

Transcript of Konsumsi Pangan Dan Gizi Ekopzi

KONSUMSI PANGAN DAN GIZI

DISUSUN OLEHMARTINA10011481417016MENTARI 10011481417031MUHAMMAD ARIF 10011481417019MIFTAHURRIZQIYAH 10011481417024TRI WIDIARTI 100114814170DWI DIANAULINA10011481417032DHITA HERLIANA10011481417015SITI OKTAWINA 100114814170SHERLY DWI LAVENIA100114814170

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS SRIWIJAYATAHUN 2015BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangKonsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sedioetama 1996). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Harper et al.1986). Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. (1986), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi (Sedioetama 1996), lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian.

B. Tujuan Mengetahui gambaran konsumsi pangan dan gizi

C. ManfaatManfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang konsumsi pangan dan gizi

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pola Konsumsi PanganPola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu, serta juga dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat diamati dari parameter Pola Pangan Harapan (PPH).Pola konsumsi merupakan hasil dari proses pembentukan sikap dan perilaku konsumsi bahan makanan yang tersedia. Pola konsumsi dapat terlihat dari distribusi pangan yang merupakan indicator dari seberapa besar atau presentase pengeluaran keluarga dari pendapatan yang diperoleh yang digunakan untuk bahan makanan (Sumarwan 1993). Faktor-faktor yang ikut menentukan pola konsumsi keluarga antara lain tingkat pendapatan keluarga, ukuran keluarga, pendidikan kepala keluarga dan status kerja wanita. Teori Engels yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi makanan (Sumarwan 1993).Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan. Selain jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan formal kepala keluarga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi keluarga. Pendidikan dapat merubah sikap dan prilaku seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah ia dapat menerima informasi dan inovasi baru yang dapat merubah pola konsumsinya. Disamping itu makin tinggi tingkat pendidikan formal maka kemungkinannya akan mempunyai tingkat pendapatan yang relative lebih tinggi (Sumarwan 1993).

1. Fungsi Sosial PanganPangan merupakan suatu persoalan yang biocultural. Kata bioberkaitan dengan zat gizi yang terdapat dalam pangan yang juga berpengaruh terhadap fungsi organ-organ tubuh. Kata cultural memiliki makna bahwa faktor budaya yang menyangkut aspek social, ekonomi, poloitik dan proses budaya mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis pangan, pengolahan, dan cara konsumsi pangan (termasuk dengan siapa, dimana dan kapan).Sehubungan dengan itu, maka pangan mempunyai fungsi sosial sebagai berikut:a. Fungsi gastronomic.Secara umum, pangan berfungsi untuk mengisi perut (gaster) yang kosong, serta dikonsumsi seseorang untuk memenuhi kesukaannya. Hanya upaya yang dilakukan individu yang tidak sama.b. Pangan Sebagai Identitas BudayaJenis pangan yang biasa dikonsumsi komunitas tertentu dapat dijadikan indicator asal budaya mereka. Contohnya, jika komunitas itu tidak makan daging sama sekali, berarti mereka beragama Hindu, jika komunitas itu menyukai daging mentah, biasanya merupakan bangsa Eksimo, dll. Situasi ini akan berkembang menjadi pangan tradisional. Pangan tradisional adalah pangan yang diolah dengan cara, resep, atau cita rasa yang khas berkaitan dengan nilai-nilai yang berkembang dalam etnis tertentu tanpa memperhatikan asal bahan bakunya, misalnya rending padang dan coto makasar.c. Pangan sebagai fungsi religi dan magisPangan dikaitkan dengan upacara khusus, seperti kambing untuk akikah atau khitanan bagi pemeluk agama Islam. Roti dan anggur mempunyai makna khusus bagi pemeluk agama Katolik. d. Pangan Sebagai Fungsi KomunikasiPangan tertentu biasa dijadikan sebagai sarana komunikasi nonverbal dalam peristiwa tertentu. Sebagai contoh, pada hari raya Idul Fitri terdapat kebiasaan mengirim pangan dalam bentuk ketupat dan lauk pauknya, parsel/paket makanan minuman , acara saling suap nasi antara pengantin pria dan wanita, pangan dari bawahan keatasan pada saat naik pangkat, pangan khusus (tumpeng) sebagai nadzar.e. Pangan Sebagai Lambang Status EkonomiRoti tawar putih biasanya dikonsumsi oleh seseeorang yang status ekonominya tinggi, roti tawar berwarna biasanya dikonsumsi oleh pegawai (buruh) dengan status ekonomi sedang atau rendah. Orang kaya Asia mengkonsumsi nasi pulen. Semakin kaya biasanya mengkonsumsi gula maupun pangan hewani sebagai sumber protein dan lemak semakin tinggi. Akan tetapi seringkali orang kaya lebih mementingkn symbol/status pangan daripada nilai gizi dan cenderung makan lebih banyak daripada yang dibutuhkan.f. Pangan Sebagai Simbol Kekuasaan dan KekuatanSebagai contoh, jika terjadi inteaksi yang kurang wajar antara pembantu dan majikan antara lain dapat dicermati dari pangan (baik jenis maupun jumlah) yang diberikan kepada pembantu. Selain itu, pangan digunakan dalam rangka perdagangan dan politik antarnegara.

2. Faktor Faktor Yang MempengaruhiKonsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi(dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Secara umum, faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah:a. Faktor ekonomi dan hargaDua peubah ekonomi yang cukup dominan sebagai determinan konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga (baik harga pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar). Pertambahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Elastisitas pendapatan (pengeluaran) menunjukkan perubahan jumlah pangan yang diminta yang disebabkan oleh perubahan pendapatan (pengeluaran) yang terjadi pada tingkat harga yang elaktisitasnya maka pangan dapat dikelompokkan dalam tiga golongan yaitu :1) Pangan inferior : misalnya ikan asin, singkong dan lain-lain. 2) Pangan normal : misalnya pangan pokok. 3) Pangan superior : misalnya bahan pangan mewah, seperti daging, ayam, susu dan lain-lain.Selain faktor pendapatan, faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah harga pangan dan harga barang non pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya beli yang berarti pendapatan rill berkurang. Keadaan ini mengakibatkan konsumsi pangan berkurang. Elastisitas harga menggambarkan perubahan jumlah pangan yang diminta sebagai akibat terjadinya perbahan harga pangan. Elatisitas harga terbagi menjadi dua bagian, yaitu :1) Elastisitas harga sendiri : adalah persentase perubahan jumlah pangan yang diminta terhadap perubahan harga pangan tersebut, dengan asumsi harg pangan lain tetap. 2) Elastisitas harga silang : adalah persentase bernilai positif bagi barang subtitusi seperti daging ayam dan daging sapi, sedangkan yang bernilai negative berlaku bagi barang komplementer, seperti gula dan kopi.

b. Faktor sosio-budaya dan religiAspek sosio-budaya pangan adalah fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan, dan pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis pangan, pengolahan, serta persiapan penyajiannya. Kebiasaan makan keluarga dan susunan hidangannya merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga yang disebut life style (gaya hidup).Ada 3 kelompok masyarakat yang biasanya mempunyai pantangan makan, yaitu anak kecil, ibu hamil dan ibu menyusui. Keterkaitan beragam faktor dengan konsumsi pangan antara lain :1) Model multi-dimensional : dikemukakan oleh Sanjur dan Scoma (1977), yang menggambarkan bahwa konsumsi pangan merupakan funsi dari kebiasaan makan, preferenci, ideology dan social budaya.2) Childrensfood consumption behavior moddel dikemukakan oleh Lund dan Burk (1969) bahwa konsumsi p-angan anak tergantung pada adanya sikap, pengetahuan, dan tiga motivasi utama terhadap pangan yaitu kebutuhan biologis, psikologis, dan social yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan sekolah.3) Model welkam : dirancang pada tahun 1969, yang menekankan pada faktor ekologi, terutama faktor fisik dan budaya terhadap konsumsi pangan. Faktor fisik meliputi produksi, pengawetan, distribusi, persiapan dan peralatan yang berkaitan dengan pangan. Faktor budaya mencakup status sosial, peranan sosial/upacara, etika, pembagian tugas. Kedua faktor ini berpengaruh terhadap struktur ekonomi yang pada gilirannya mempengaaruhi konsumsi pangan.4) Keterkaitan antara komponen ekosistem/lingkungan dan penggunaan pangan : dikemukakan oleh Hartog (1995). Lingkungan budaya, lingkungan alam, dan penduduk mempengaruhi konsumsi pangan suatu masyarakat.5) Levins motivational modelatau disebut dengan channel Theory / teori alur : mengemukakan bahwa konsumsi pangan merupakan unsure pemuasan kebutuhan social. Asumsi pertama adalah : bahwa semua pangan yng akan dikonsumsi seseorang bergerak selangkah demi selangkah melalui alur, yang sifat dan jumlahnya bervariasi antar budaya. Jumlah langkah berbeda-beda untuk setiap alur untuk setiap jenis pangan. Setiap alur dalam setiap budaya diawasi oleh orang yang disebut gatekeepers (penjaga pintu). Apa dan bagaimana pangan masuk ke suatu alur sangat ditentukan oleh Gatekeepers tersebut. Asumsi kedua : bahwa terdapat beragam kekuatan yang menggerakkan pangan dalam alur. Pada setiap alur terdapat kekuatan yang mendorong pangan masuk ke dalam alur yang bersangkutan, tetapi juga ada tetapi juga ada kekuatan yang menghadang masuknya pangan ke dalam alur. Kekuatan yang mendorong atau mengahadang pangan dalam suatu alur adalah rasa, nilai social, manfaat bagi kesehatan dan harga.

3. Pola Konsumsi Aktual Dan Pola Konsumsi Pangan Yang DianjurkanPola makan atau kebiasaan makan yang terdapat dalam suatu masyarakat dapat dicermati antara lain melalui adanya pangan pantangan atau larang tabu. Secara konseptual penganekaragaman dapat dilihat dari komponen-komponen system pangan. Seperti halnya sistem pangan, kelemahan kebijakan dan program penganekaragaman pangan pada salah satu komponen atau subsistem pangan akan berdampak pada kelemahan komponen lainnya. Penganekaragaman konsumsi seharusnya mengonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai kelompok pangan, baik pangan pokok, lauk pauk, sayur maupun buah dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama `penganekaragaman pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan. Kedua tujuan utama ini secara langsung dan tidak langsung berdampak pada perbaikan kesehatan penduduk.Keragaman pangan mempunyai beragam makna, baik secara ekologis maupun ekonomis. Standar keragaman pangan ditunjukkan oleh skor PPH sebesar 100. Tingginya skor muttu pangan menunjukkan situasi pangan semakin beragam dan semakin baik komposisi maupun mutu gizinya. Dengan demikian, mutu gizi pangan seseorang dapat diperbaiki dengan diversifikasi konsumsi pangan yaitu menyediakan aneka pangan, minimal terdiri dari satu jenis pangan dari setiap kelompok pangan (makanan pokok,lauk-pauk, sayuran dan buah) dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan diversifikasi pangan yaitu usaha menyediakan berbagai ragam pangan bagi konsumn untuk menu makan sehari-hari yang terdiri dari :1) Diversifikasi horizontal : adalah suatu usaha mengubah usaha tani yang berbasis padi menjadi usaha tani berbasis tanaman pangan lainnya, misalnya jagung dan umbi-umbian.2) Diversifikasi vertikal : adalah pengembangan produk setelah panen.Pola Pangan Harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energy dari kelompok pangan utama (baik secara absolute maupun relative) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. Defenisi PPH menurut FAO-RAPA (1989) adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. dengan demikian, PPH adalah suatu komposisi norma (standar) pangan untuk memnuhi kebutuhan gizi penduduk, sekaligus juga memepertimbangkan keseimbangan gizi (nutritional balance) yang didukung oleh cita rasa (palatability), daya cerna (digestability, daya terima masyarakat (acceptability), kuantitas dan kemampuan daya beli (fortability).Lima kelompok zat gizi selain air yang esensial diperlukan tubuh manusia adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Berbagai zat gizi ini dapat disediakan oleh beragam pangan yang terdapat dalam pangan yang dikonsumsi. Sejumlah golongan bahan pangan yang tersusun secara seeimbang akan mampu memenuhi kebutuhan zat gizi. 4. Penilaian Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia. Rendahnya jumlah makanan dan mutu bahan makanan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan sehari-hari dapat menyebabkan berbagai masalah dalam kehidupan, antara lain menimbulkan gangguan pada perkembangan mental dan kecerdasan, terganggunya pertumbuhan fisik, timbulnya berbagai macam penyakit, tingginya angka kematian bayi dan anak, serta menurunnya daya kerja (Suhardjo & Riyadi 1990). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Supariasa 2001). Konsumsi jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Supariasa et. al. (2001), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi, dan ketersediaan pangan, sedangkan tingkat konsumsi pangan lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Penilaian konsumsi pangan digunakan untuk menentukan jumlah dan sumber zat gizi yang dimakan serta dapat membantu menunjukkan persediaan zat gizi dalam tubuh cukup atau kurang. Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan dengan cara survei terhadap konsumsi pangan suatu individu atau suatu keluarga. Survei konsumsi pangan termasuk salah satu metode tidak langsung dalam penilaian status gizi. Survei konsumsi pangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang, keluarga atau kelompok orang, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sedangkan survei secara kualitatif bertujuan untuk mengetahui frekuensi makan, kebiasaan makan (food habit), jenis pangan, serta cara memperolehnya. Data-data yang perlu dikumpulkan dalam melakukan survei konsumsi pangan secara kualitatif meliputi: jenis pangan yang dikonsumsi, frekuensi konsumsi masing-masing jenis pangan, tempat asal pangan, cara penyimpanan, penyiapan dan pemasakan makanan (Suhardjo & Riyadi 1990).5. Kecukupan GiziKecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin, dan fisiologis tertentu. Nilai asupan zat gizi harian yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin, dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi (Muchtadi 1989). Standar kecukupan gizi di Indonesia pada umumnya masih menggunakan standar makro, yaitu kecukupan kalori (energi) dan kecukupan protein, sedangkan standar kecukupan gizi secara mikro seperti kecukupan vitamin dan mineral belum banyak diterapkan di Indonesia. Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim, dan adaptasi. Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Muchtadi 1989).Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada masing-masing orang per hari bervariasi tergantung pada umur, jenis kelamin, dan keadaan fisiologis individu tersebut. Pada anak usia 0-6 bulan, kecukupan energi dan proteinnya masing-masing sebesar 550 Kalori dan 10 gram. Semakin bertambah umur, kecukupan gizi makro berupa energi dan protein serta zat gizi mikro juga bertambah. Pada anak usia 7-9 tahun, kecukupan energinya meningkat menjadi 1800 Kalori dan kecukupan proteinnya sebesar 45 gram. Remaja dan dewasa pria memiliki angka kecukupan gizi yang lebih besar dibandingkan dengan wanita. Selain itu, keadaan fisologis juga sangat berpengaruh terhadap angka kecukupan gizi individu. Pada wanita hamil, kecukupan energinya bertambah 180 Kalori pada saat trimester 1, dan pada trimester 2 serta 3 bertambah 300 Kalori dari kecukupan energi wanita yang tidak hamil pada usia yang sama. Kecukupan protein pada wanita hamil juga mengalami kenaikan, yakni sebesar 17 gram dari kecukupan protein wanita normal (Atmarita & Tatang 2004).Perencanaan pemenuhan kebutuhan dan kecukupan zat gizi perlu untuk dilakukan agar kecukupan dan kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi secara optimal. Perencanaan pemenuhan kecukupan zat gizi dapat dilakukan melalui beberapa langkah, di antaranya adalah dengan menentukan kebutuhan zat-zat gizi masingmasing individu, memperhatikan zat gizi pada bahan pangan yang akan dikonsumsi, serta upaya pemenuhan menu sesuai dengan pedoman umum gizi seimbang (Azwar 2004).

6. Perubahan PolaKonsumsi Dalam ilmu ekonomi dijelaskan bahwa ekonomi merupakan asumsi dalam teori ekonomi seseorang bertindak secara rasional dalam mencapai tujuannya dan kemudian mengambil keputusan yang konsisten dengan tujuan tersebut. Haris dan Andika (2002) mengemukakan beberapa macam kebutuhan pokok manusia untuk bisa hidup secara wajar, yaitu :a. Kebutuhan pangan atau kebutuhan akan makanan. b. Kebutuhan sandang atau pakaian.c. Kebutuhan papan atau tempat berteduh.d. Kebutuhan pendidikan untuk menjadi manusia bermoral dan berbudaya. Kebutuhan tersebut di atas merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk dapat hidup wajar. Bila kebutuhan itu kurang dapat dipenuhi secara memuaskan maka hal itu merupakan suatu indikasi bahwa kita masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kebutuhan lain seperti kebutuhan akan perabot rumah tangga, meja, kursi, lemari, alat-alat dapur, radio, televisi dan aneka kebutuhan lainnya, disebut sebagai kebutuhan sekunder atau kebutuhan pelengkap yang ditambahkan sesuai dengan peningkatan pendapatan.Dalam menghadapi perubahan ini maka keluarga harus mempunyai beberapa strategi untuk mengatasi kendala waktu yang dihadapinya. Dua strategi pokok yang dapat dilakukan keluarga yang bekerja agar kesejahteraan keluarga dapat tercapai adalah membeli waktu dan menghemat waktu. Membeli waktu merupakan usaha yang dilakukan keluarga untuk membeli alat-alat rumah tangga, (household appliances) seperti mesin cuci, kulkas, alat-alat dapur dan lain sebagainya, serta menggunakan jasa-jasa pelayanan. Strategi semacam ini membuat keluarga lebih mengandalkan alat-alat listrik dalam melakukan pekerjaan rumah tangga.Selain itu, keluarga dapat menggunakan jasa orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya menggunakan jasa binatu, jasa penitipan dan pengasuhan anak, membayar pembantu rumah tangga, sering makan di rumah makan atau membeli makanan yang siap dihidangkan. Strategi menghemat waktu, merupakan usaha yang dilakukan oleh keluarga untuk mengalokasikan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan oleh isteri/ibu kepada suami/ayah atau anak-anak. Strategi menghemat waktu termasuk pula pengurangan kuantitas dan kualitas pekerjaan rumah tangga yang harus dilakukan, misalnya mengurangi waktu santai dan kegiatan sosial. Kendala waktu yang dihadapi keluarga masa depan dan strategi untuk mengatasinya akan mempengaruhi pola konsumsi keluarga tersebut, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Hal ini didukung oleh industri makanan yang memproduksi berbagai jenis makanan jadi, industri restoran dan fast food yang tumbuh pesat (Wilopo 1998).

BAB IIIKESIMPULAN

Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu, serta juga dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat diamati dari parameter Pola Pangan Harapan (PPH).Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. (1986), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi (Sedioetama 1996), lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi.Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian.