KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK...

22
KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH (The Consumption of Gorontalo Traditional Food and Student Nutritional Status) Abstrak Tujuan penelitian mengkaji konsumsi makanan tradisional Gorontalo (MTG) dan status gizi anak sekolah yang mendapat mata pelajaran muatan lokal (mulok) ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Penelitian ini adalah deskriptif cross-sectional, metode survei dengan recall 2 kali 24 jam pada siswa sebagai unit analisis baik siswa SMP mulok maupun tidak mulok. Juga pengukuran status gizi secara antropometri dan biokimia. Asupan energi 2307 kkal pada mulok dan 2277 kkal tidak mulok tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kontribusi protein adalah 13,51% pada mulok dan 13,42% pada tidak mulok, lemak 35,67% pada mulok dan 35,78% tidak mulok, karbohidrat 50,82% pada mulok dan 50,80 tidak mulok. Kontribusi energi dari MTG siswa mulok lebih tinggi (32,84%) dibandingkan tidak mulok, (29,45%), namun kontribusi karbohidrat sangat rendah yaitu 19,58% pada siswa mulok dan 18,40% tidak mulok, lemak adalah 45,61% pada mulok dan 41,07% tidak mulok serta protein 41,29% pada mulok dan 41,78% pada tidak mulok. Selanjutnya kontribusi serat dari MTG terdapat perbedaan yang siknifikan (p<0,05). Rata-rata IMT tergolong dalam kategori normal yaitu pada contoh siswa mulok 19,03±2,94 kg/m 2 dan 19,02±3,26 kg/m 2 pada tidak mulok. Namun ada kecenderungan peningkatan status gizi gemuk dan obesitas. Untuk Hemoglobin (Hb) antara contoh siswi mulok dan tidak mulok tidak ada perbedaan (p>0,05) dengan rata-ratanya 12,45±1,34 g/dl dan 12,39±1,42 g/dl. Kata kunci: Gorontalo, konsumsi makanan, status gizi, tradisional Abstract The objective of the research was to examine the consumption of Gorontalo traditional food (GTF) and nutritional status of students who study local content subject (mulok) contained with nutrition science based on GTF and non mulok. This research is a descriptive cross-sectional survey method with recall twice in 24 hours as an analysis unit to each group of student. As well as anthropometric measurements of nutritional status and biochemistry. Energy intake was 2307 kkal on mulok group and 2277 kkal on the other group which showed no significant difference (p>0,05) with contribution of protein was at 13,51% on mulok group and at 13,42% on non-mulok group. Fat was 35,67% on mulok group and 35,78% on non-mulok group, carbohydrate rate was 50,82% on mulok group and 50,80% on non-mulok group. Energy contribution of GTF mulok students were higher (32,48%) compare to the other group (29,45%), but carbohydrate intake was very low at 19,58% on mulok group and 18,40 on non-mulok group, fat was 45,61% on

Transcript of KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK...

Page 1: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

96

KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN

STATUS GIZI ANAK SEKOLAH

(The Consumption of Gorontalo Traditional Food and Student Nutritional Status)

Abstrak

Tujuan penelitian mengkaji konsumsi makanan tradisional Gorontalo

(MTG) dan status gizi anak sekolah yang mendapat mata pelajaran muatan lokal

(mulok) ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Penelitian ini adalah deskriptif

cross-sectional, metode survei dengan recall 2 kali 24 jam pada siswa sebagai

unit analisis baik siswa SMP mulok maupun tidak mulok. Juga pengukuran status

gizi secara antropometri dan biokimia. Asupan energi 2307 kkal pada mulok dan

2277 kkal tidak mulok tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kontribusi protein

adalah 13,51% pada mulok dan 13,42% pada tidak mulok, lemak 35,67% pada

mulok dan 35,78% tidak mulok, karbohidrat 50,82% pada mulok dan 50,80 tidak

mulok. Kontribusi energi dari MTG siswa mulok lebih tinggi (32,84%)

dibandingkan tidak mulok, (29,45%), namun kontribusi karbohidrat sangat rendah

yaitu 19,58% pada siswa mulok dan 18,40% tidak mulok, lemak adalah 45,61%

pada mulok dan 41,07% tidak mulok serta protein 41,29% pada mulok dan

41,78% pada tidak mulok. Selanjutnya kontribusi serat dari MTG terdapat

perbedaan yang siknifikan (p<0,05). Rata-rata IMT tergolong dalam kategori

normal yaitu pada contoh siswa mulok 19,03±2,94 kg/m2 dan 19,02±3,26 kg/m

2

pada tidak mulok. Namun ada kecenderungan peningkatan status gizi gemuk dan

obesitas. Untuk Hemoglobin (Hb) antara contoh siswi mulok dan tidak mulok

tidak ada perbedaan (p>0,05) dengan rata-ratanya 12,45±1,34 g/dl dan

12,39±1,42 g/dl.

Kata kunci: Gorontalo, konsumsi makanan, status gizi, tradisional

Abstract

The objective of the research was to examine the consumption of Gorontalo

traditional food (GTF) and nutritional status of students who study local content

subject (mulok) contained with nutrition science based on GTF and non mulok.

This research is a descriptive cross-sectional survey method with recall twice in

24 hours as an analysis unit to each group of student. As well as anthropometric

measurements of nutritional status and biochemistry. Energy intake was 2307 kkal

on mulok group and 2277 kkal on the other group which showed no significant

difference (p>0,05) with contribution of protein was at 13,51% on mulok group

and at 13,42% on non-mulok group. Fat was 35,67% on mulok group and 35,78%

on non-mulok group, carbohydrate rate was 50,82% on mulok group and 50,80%

on non-mulok group. Energy contribution of GTF mulok students were higher

(32,48%) compare to the other group (29,45%), but carbohydrate intake was very

low at 19,58% on mulok group and 18,40 on non-mulok group, fat was 45,61% on

Page 2: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

97

mulok group and 41,07% on non-mulok group as well as protein rate was 41,29%

on mulok group and 41,78 on non-mulok group. Furthermore, the contribution of

fibers from MTG there are significant differences (p <0.05). The average BMI

was classified as normal for example the average of mulok student was

19,03±2,94 kg/m2 and non-mulok student was 19,02±3,26 kg/m

2. However, there

was an increasing trend of fat and obesity. There was no significant difference for

Hemoglobin (Hb) on schoolgirls of mulok and non-mulok group, which the

average was 12,45±1,34 g/dl and 12,39±1,42 g/dl, respectively.

Keywords: food consumption, Gorontalo, nutritional status, traditional

Page 3: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

98

Pendahuluan

Makanan tradisional terbentuk sebagai akibat dari adanya hasil suatu evolusi

pengalaman yang sudah turun temurun selama bertahun-tahun bahkan berabad-

abad yang tersusun dalam hidangan sehari-hari (Soerjodibroto 1995).

Kesanggupan menyusun hidangan ini tidaklah diturunkan dalam pengertian

herediter, tetapi merupakan kepandaian yang diajarkan dari leluhur melalui orang

tua, terus ke generasi yang lebih muda (Suhardjo 1989). Selanjutnya menurut Nor

et al. (2012) bahwa proses transformasi pengetahuan makanan tradisional Melayu

di kalangan generasi yaitu dari ibu ke anak-anak perempuan mereka dengan

penjelasan tentang bahan-bahan yang digunakan, metode memasak, peralatan

yang digunakan dan keterampilan memasaknya. Dari penjelasan ini maka

dapatlah dikatakan bahwa makanan tradisional adalah makanan yang dibuat

dengan menggunakan resep khas hasil ciptaan masyarakat daerah tertentu dan

sudah ada dari generasi sebelumnya.

Makanan tradisional dapat menunjang status gizi dan kesehatan serta

kebugaran seseorang (Soerjodibroto 1995). Banyak hasil penelitian mengenai

makanan tradisional bahwa ternyata hampir semua bahan makanan yang

digunakan secara tradisional maupun resep-resep makanan tradisional Indonesia

mempunyai khasiat terhadap kesehatan karena mengandung satu atau lebih

komponen senyawa yang mempunyai sifat fungsional terhadap satu atau lebih

reaksi metabolisme dan biokimia yang esensial bagi tubuh (Zakaria dan

Andarwulan 2001). Hal ini yang dapat mendasari bahwa makanan tradisional

penting untuk dilestarikan dan dikembangkan sebagai bagian dari budaya bangsa.

Di Gorontalo sejak tahun 2008 telah dilaksanakan kebijakan pelestarian dan

pengembangan makanan tradisional melalui mata pelajaran muatan lokal (mulok)

ilmu gizi berbasis MTG di pendidikan dasar (SD, SMP) dan pendidikan

menengah (SMU/SMK) (DinKes Provinsi Gorontalo, 2008). Mulok ini

dibelajarkan di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Gorontalo dan merupakan

jenis muatan lokal yang pertama di Indonesia. Tujuan mulok ilmu gizi berbasis

MTG diantaranya adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang

MTG, gizi dan kesehatan. Menurut Dwiriani et al. (2011) bahwa intervensi

pendidikan gizi dapat meningkatkan pengetahuan gizi. Harapan dari peningkatan

pengetahuan dan pemahaman tersebut adalah agar terjadi pola konsumsi yang

baik sehingga dapat berdampak pula pada status gizi dan kesehatannya.

Menurut Muhilal (1995) bahwa ada empat kelompok makanan Indonesia

beserta fungsinya yaitu pertama, makanan pokok sebagai sumber karbohidrat atau

sumber energi berupa beras, jagung, ubi, sagu, yang fungsinya membuat rasa

kenyang dan diangap baik untuk kesehatan. Kedua, lauk sebagai sumber protein

dan lemak berupa daging, ikan, telur, tempe dan tahu yang membuat hidangan

terasa lebih enak. Ketiga, sayur yang fungsinya dalam menu memperlancar

pengunyahan dan makanan lebih mudah ditelan. Sayuran merupakan sumber

vitamin dan mineral, karena sebagian besar wilayah Indonesia umumnya sayuran

dimasak lebih dahulu sebelum dimakan maka vitamin C sebagian besar menjadi

rusak. Keempat, buah yang fungsinya untuk menetralkan rasa dari berbagai

hidangan dan sering disebut pula pencuci mulut. Buah merupakan sumber vitamin

dan mineral. Buah ini biasanya dimakan mentah maka vitamin yang

dikandungnya terutama vitamin C tidak mengalami kerusakan.

Page 4: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

99

Berdasarkan ulasan sebelumnya maka dapat dirumuskan bahwa

bagaimanakah konsumsi MTG dan status gizi anak sekolah baik yang mendapat

mata pelajaran Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok? Tujuan

penelitian ini adalah menganalisis konsumsi MTG siswa mulok dan tidak mulok

yang meliputi pola konsumsi; tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan

karbohidrat; tingkat kecukupan vitamin A, C dan serat; tingkat kecukupan mineral

Ca, Fe, dan Zn; kontribusi zat gizi dari MTG. Selain itu menganalisis status gizi

contoh siswa.

Metode Penelitian

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional dengan

metode survei untuk memperoleh fakta-fakta konsumsi MTG dan status gizi anak

sekolah serta mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin

dipecahkan dengan instrumen dalam bentuk kuesioner (Nasir 2009). Penelitian ini

sebagian didanai oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo pada 1 kota dan 5 kabupaten

yang masing-masing bertempat di perwakilan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Sekolah tersebut adalah sekolah yang melaksanakan mata pelajaran Mulok Ilmu

Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok yang ditentukan secara purposive. Penelitian

dilaksanakan selama 5 bulan sejak bulan Oktober – Maret 2011.

Populasi dan Contoh Penelitian

Populasi penelitian adalah siswa SMP kelas IX yang sedang bersekolah di

Provinsi Gorontalo. Ditentukan contoh dengan cara stratified random sampling

karena populasi terdiri dari dua kelompok. Secara purposive ditentukan contoh 2

SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap daerah kabupaten/kota yang

mempunyai kesamaan letak geografi, dan tingkat akreditasi. Dengan demikian

diperoleh contoh sekolah berjumlah 24 SMP yang terdiri dari 12 sekolah mulok

dan 12 tidak mulok, sehingga di kabupaten/kota diwakili 2 contoh sekolah mulok

dan 2 tidak mulok. Sekolah ini ada 12 yang terakreditasi A, 10 terakreditasi B dan

2 terakreditasi C. Setiap sekolah secara acak sederhana diwakili oleh 13 contoh

tetapi ada 3 SMP yang contohnya kurang dari 13 siswa yaitu: 1 contoh SMP

mulok hanya mempunyai 10 siswa yang memenuhi kriteria dan 2 contoh SMP

tidak mulok masing-masing terdiri dari 12 dan 10 contoh. Diperoleh 153 contoh

siswa SMP mulok, ibu siswa, dan nenek siswa; dan 152 SMP tidak mulok yang

sama kriterianya, sehingga total contoh ada 915.

Pengukuran Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan pada siswa dilakukan dengan metode recall 24 jam

Recall dilakukan pada siswa sebagai unit analisis baik siswa SMP mulok maupun

tidak mulok. Recall dilakukan 2 kali 24 jam yaitu konsumsi makanan pada hari

sekolah (Senin – Sabtu) dan pada hari Minggu. Ini akan mengetahui totalitas

konsumsi makanan setiap hari dan zat gizi meliputi energi, protein, lemak,

Page 5: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

100

karbohidrat, vitamin (meliputi A dan C) mineral (meliputi Ca, Fe dan Zn), serta

serat. Jenis vitamin dan mineral yang dipilih tersebut karena dibutuhkan dalam

pertumbuhan dan perkembangan. Perhitungan zat-zat gizi ini dengan

menggunakan perangkat lunak Nutrisurvey Indonesia. Untuk menghitung tingkat

kecukupan energi dan zat gizi maka digunakan angka kecukupan gizi (AKG)

berdasarkan Widya Karya Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2004 dan juga

dikoreksi dengan berat badan individu yang bersangkutan. Khusus untuk

menghitung kecukupan lemak berdasarkan persentase dari total energi yaitu

sebesar 20% (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Dalam menghitung karbohidrat

berdasarkan selisih dari total energi yang dikurangi dengan total energi protein

dan lemak kemudian dibagi dengan 4. Sebagai contoh anak laki-laki umur 13-15

tahun (Tabel 51 dengan kecukupan energi (berdasarkan AKG) 2400 kkal, protein

60 g (240 kkal); lemak 20% dari total energi 2400 adalah 480 g atau 53,3 g. Jadi

komponen karbohidrat adalah 2400 - (240 + 480) kemudian dibagi dengan 4,

karena 1 gram karbohidrat adalah 4 kkal, sehingga hasilnya adalah 420 g. Lihat

Tabel 51.

Tabel 51 Angka kecukupan gizi laki-laki dan perempuan tahun 2004 umur 13 -

18 tahun

Umur

(tahun)

BB

(kg)

TB

(cm)

Energi

(kkal)

Protein

(g)

Lemak

(g)

KH

(g)

Vit.A

(RE)

Vit.C

(mg)

Ca

(mg)

Fe

(mg)

Zn

(mg)

Laki-laki

13-15 48 155 2400 60 53.3 420 600 75 1000 19 18.2

16-18 55 160 2600 65 57.8 455 600 90 1000 15 16.9

Perempuan

13-15 49 152 2350 57 52.2 413 600 65 1000 26 15.8

16-18 50 155 2200 55 48.9 385 600 75 1000 26 14 Sumber: WNPG tahun 2004, kecuali lemak dan karbohidrat yang baru direkomendasikan.

Jumlah asupan zat gizi dibandingkan dengan AKG kemudian diklasifikasi

(Depkes 1996), lihat Tabel 52. Sementara klasifikasi tingkat kecukupan vitamin

dan mineral digolongkan dalam 2 kategori meliputi kategori kurang adalah <70%

dan kategori cukup adalah >70% (Gibson 2005).

Tabel 52 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein

Klasifikasi tingkat kecukupan

energi dan protein Cut of point

Defisit berat ≤70%

Defisit sedang 70.0-79.9%

Defisit ringan 80.0-89.9%

Normal 90.0-109.9%

Kelebihan ≥110% Sumber DepKes tahun 1996

Kecukupan serat yang direkomendasikan melalui WNPG (2004) adalah

antara 19-30 g/orang/hari. Untuk mempermudah perhitungan penulis tentukan

kecukupan rata-rata serat adalah 25 g/orang/hari. Untuk klasifikasi tingkat

kecukupan serat makanan juga digolongkan dalam 2 kategori meliputi kategori

kurang adalah <70% dan kategori cukup >70%. Selanjutnya dibuat penggolongan

makanan berdasarkan jenis makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, snack/kue.

Sementara untuk buah termasuk dalam jenis snack/kue.

Page 6: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

101

Pengukuran Status Gizi dan Kesehatan

Makanan tradisional dapat digunakan sebagai aset atau modal untuk

meningkatkan status gizi masyarakat dan kualitas sumber daya manusia (Winarno

2004). Pengukuran status gizi dengan unit analisisnya adalah contoh siswa SMP

yang mendapat mulok dan yang tidak mulok pada semua contoh sekolah.

Adapun pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran antropometri yang

meliputi berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan dilakukan dengan

contoh menggunakan pakaian yang seminimal mungkin, tidak memakai jaket,

mengeluarkan isi kantong, tidak mengenakan sepatu, sandal dan topi. Pengukuran

berat badan dengan menggunakan alat timbang injak digital (SECA ketelitian 0,1

kg merek Tanita HD 312) dan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan

mikrotois (ketelitian 0,1 cm). Untuk interpretasi data dilakukan melalui

perhitungan Indeks massa tubuh (IMT) berdasarkan umur dan juga berdasarkan

jenis kelamin. Lihat Tabel 53.

Tabel 53 Klasifikasi standar penilaian status gizi anak secara antropometri

Indeks Kategori status gizi Ambang batas (z-score)

Indeks massa tubuh menurut

umur (IMT/U) 13-18 tahun

Sangat kurus <-3 SD

Kurus -3SD sampai <-2 SD

Normal -2SD sampai < +1SD

Gemuk > +1 SD sampai +2SD

Obesitas > +2 SD (Keputusan Menkes No. 1995/Menkes/SK/XII/2010).

Dilakukan pula pengukuran status gizi secara biokimia yakni status anemia.

Contoh adalah berjenis kelamin wanita yang terdiri dari siswi SMP mulok dan

tidak mulok. Pengambilan contoh pada siswi dengan alasan bahwa kejadian

anemia sebagian besar terjadi pada wanita, demikian juga pada masa tersebut

wanita sudah banyak yang mengalami perubahan fisiologi tubuh diantaranya

ditandai oleh menstruasi setiap bulan. Pengambilan darah dilakukan pada contoh

yang sebelumnya telah menyetujui informed consent yang diwakili oleh orang

tuanya. Dilakukan pengukuran Hemoglobin (Hb) pada darah tersebut dengan

kriteria dikatakan anemia jika <12 g/dl (UNICEF/UNU/WHO 2001). Briawan et

al. (2011) dalam penelitiannya bahwa penggolongan anemia yaitu ringan (10,0 -

11,9 g/dl), sedang (7,0 - 9,9 g/dl) dan berat (<7,0 g/dl).

Alat yang digunakan dalam pengukuran hemoglobin adalah HemoCue Hb

201+ yang memberikan hasil yang berkualitas secara mudah dan cepat. Setelah

darah kapiler atau arteri diambil dengan menggunakan smartcare yang berisi

blood lancets, kemudian darah diletakkan pada microvcuvette dan langsung

dimasukan pada HemoCue yang sebelumnya telah dijalankan. Adapun proses

pengukuran Hb dengan alat tersebut adalah: 1). Setelah tanda start ditekan, layar

akan menampilkan tiga strip berkedip dan simbol HemoCue. 2). Pastikan tangan

contoh dalam keadaan hangat dan contoh dalam keadaan santai. 3). Untuk

pengambilan darah dilakukan pada jari tengah yang sebelumnya telah dibersihkan

dengan desinfektan yaitu alkohol 70% dan dibiarkan kering. 4). Digunakan ibu

jari untuk menekan jari tengah dari atas buku jari sehingga merangsang aliran

darah ke bagian titik sampling. 5). Agar aliran darah baik dan nyerinya sedikit,

contoh darah diambil pada sisi ujung jari. 6). Sementara menekan pergelangan jari

untuk menangkal ujung jari, tusukan jari menggunakan jarum (blood lancets)

Page 7: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

102

yang telah dipasangkan pada tempatnya yaitu smartcare. Darah yang keluar 2 atau

3 tetes pertama dihapus dengan kapas steril. 7). Kembali menekan lingkarang jari

ke arah ujung jari sampai setetes darah keluar. Ketika tetesan darah cukup banyak,

kemudian microcuvette diisi dengan darah tersebut (microcuvette ini hanya

digunakan sekali). 8). Darah yang berlebih di bagian luar ujung microcuvette

dibersihkan dan dipastikan tidak ada darah yang keluar dari microcuvette selama

prosedur ini. 9). Tempatkan microcuvette dalam tempat kuvet di HemoCue.

dorong pemegang kuvet dan proses pembacaan dimulai. Setelah 15-60 detik nilai

hemoglobin contoh ditampilkan pada HemoCue.

Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh seorang dokter dari Dinas Kesehatan

Provinsi Gorontalo. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik, anamnesa keluhan

dan riwayat penyakit. Kemudian berdasarkan data yang ada dokter menentukan

diagnosa contoh yang diperiksa.

Instrumen Pengumpulan Data

1. Tabel untuk recall makanan 24 jam dan kuesioner untuk frekuensi makanan

(Lampiran 2 point praktik).

2. Tabel pengukuran status gizi (Lampiran 3)

Analisis Data

Dianalisis dengan melakukan uji beda (t-test) antara contoh siswa mulok

dengan yang tidak mulok tentang konsumsi makanan dan status gizi contoh siswa.

Konsumsi makanan dianalisis secara keseluruhan, kemudian dianalisis pula

kontribusi zat gizi dari MTG. Sementara status gizi dianalisis berdasarkan IMT

menurut umur dan juga berdasarkan kandungan hemoglobin darah contoh.

Analisis data menggunakan SPSS (Statistical Program for Sosial Sciences) V. 16.

Hasil dan Pembahasan

Pola Konsumsi

Pola konsumsi adalah jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya

bahan pangan dalam pola makanan disuatu daerah tertentu (Suhardjo et al. 1988).

Selanjutnya menurut Sandjaja et al. (2009) bahwa pola konsumsi adalah susunan

makanan yang mencakup jenis dan jumlah makanan rata-rata perorang perhari

yang umum dikonsumsi atau dimakan penduduk dalam waktu tertentu. Ditinjau

dari jenis makanan yang dikonsumsi berdasarkan hasil recall 2 kali 24 jam,

konsumsi makanan contoh siswa mulok dan tidak mulok dengan 6 klasifikasi

jenis makanan yang dikonsumsi.

Tabel 54 menunjukkan bahwa pola konsumsi contoh siswa mulok dan tidak

mulok sesungguhnya tidak jauh berbeda. Ada yang pola konsumsinya terdiri dari

makanan pokok dan lauk pauk sebesar 3,92% pada contoh siswa mulok dan

7,24% tidak mulok. Sementara pola konsumsi makanan pokok dan sayuran tidak

terdapat di Gorontalo karena dalam konsumsinya bahwa pasangan makanan

pokok adalah lauk pauk. Paling banyak pola konsumsi makanan contoh terdiri

dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah yang masing-masing ada

40,52% pada contoh siswa mulok dan 32,89% tidak mulok. Sementara yang

lainnya yaitu terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan snack ada

Page 8: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

103

16,99% pada contoh siswa mulok dan 17,76% tidak mulok. Snack yang

dimaksudkan di sini adalah kue, roti bungkus, gorengan, atau jenis camilan baik

yang tradisional maupun modern.

Tidak ditemukan pola konsumsi makanan pokok dan sayuran, ini

dimungkinkan karena kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat Gorontalo bahwa

selamanya pendamping atau pasangan makanan pokok apakah dari beras, jagung,

umbi-umbian, sagu, adalah lauk berupa ikan, udang, atau daging (ayam, sapi,

kambing). Temuan ini hampir sama dengan hasil penelitian Sudiarti (1997) yaitu

pola konsumsi di Kota Depok Jawa Barat terdiri dari makanan pokok, lauk pauk,

sayur (lalapan) dan buah. Lalapan yang di konsumsi ini menjadi salah satu

pembeda jenis sayuran yang dikonsumsi, karena di Gorontalo tidak terdapat

lalapan tersebut.

Tabel 54 Jenis makanan yang dikonsumsi siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG

dan tidak mulok

Jenis makanan yang dikonsumsi Siswa mulok Siswa tdk mulok Total

n % n % n %

Pokok+lauk 6 3.92 11 7.24 17 5.57

Pokok+lauk+buah 2 1.31 3 1.97 5 1.64

Pokok+lauk+sayur 55 35.95 59 38.82 114 37.38

Pokok+lauk+sayur+buah 62 40.52 50 32.89 112 36.72

Pokok+lauk+sayur+snack 2 1.31 2 1.32 4 1.31

Pokok+lauk+sayur+buah+snack 26 16.99 27 17.76 53 17.38

Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat

Tingkat kecukupan gizi diukur berdasarkan kelompok umur dan berat badan

contoh siswa yang dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) tahun 2004

bagi orang Indonesia kecuali lemak dan karbohidrat. Penelitian ini menemukan

bahwa kontribusi gizi siswa mulok dengan tidak mulok tidak jauh berbeda. Rata-

rata kontribusi protein sebesar 13,51% pada mulok dan 13,42% tidak mulok;

lemak 35,67% pada mulok dan 35,78% pada tidak mulok; serta karbohidrat

50,82% pada mulok dan 50,80% tidak mulok. Temuan Oenzil (1993) pada

penelitiannya tentang gaya hidup kebiasaan makan masyarakat pedesaan dan

perkotaan di Sumatra Barat ditemukan bahwa kontribusi protein dan lemak di

daerah perkotaan adalah 11,3% dari total energi dan 9,8% di daerah pedesaan,

lemak sebesar 20,4% dan 15%.

Protein dalam MTG sebagian besar bersumber dari protein hewani berupa

ikan. Sumber protein ini dikenal sebagai bahan makanan yang banyak

mengandung asam lemak tak jenuh termasuk omega 3 yang berperan dalam

mencegah terjadinya penyumbatan lemak pada dinding pembuluh darah

(Soekirman et al. 2003). Protein ini sangat penting untuk anak usia sekolah karena

sebagai zat pembangun dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.

Sumber karbohidrat MTG meliputi beras, jagung, dan umbi-umbian.

Penganekaragaman sumber karbohidrat ini dapat saling melengkapi unsur zat-zat

gizinya. Dua atau lebih jenis bahan makanan yang dimasak bersama-sama sebagai

sumber energi seperti beras dan jagung, dipadukan dengan ikan sebagai sumber

protein serta dipadukan juga dengan sayuran sebagai sumber vitamin, mineral dan

Page 9: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

104

serat. Ini dapat memberikan pemenuhan kebutuhan pada tubuh, tetapi sebaiknya

pula harus ditambah dengan buah.

Kontribusi lemak telah melebihi pola konsumsi pangan yang baik, juga

diatas kontribusi energi zat gizi rata-rata penduduk Indonesia yaitu sebesar 20%

(Hardinsyah dan Tambunan 2004). Sekalipun kandungan lemak dari MTG

tersebut tinggi tetapi sumbernya paling banyak berasal dari lemak nabati yaitu

dalam bentuk minyak kelapa, santan kelapa dan juga kelapa parut yang

mengandung asam lemak jenuh rantai sedang. Menurut Almatsier (2003) bahwa

lemak nabati ini, dibutuhkan oleh tubuh karena tidak lebih berbahaya jika

dibandingkan dengan lemak hewani yang mengandung asam lemak jenuh dan

juga dibutuhkan untuk aktivitas yang seimbang.

Tidak ditemukan perbedaan yang nyata (p>0,05) asupan gizi contoh siswa

mulok dan tidak mulok. Adapun rata-rata asupan energi, protein, lemak dan

karbohidrat adalah seperti Tabel 55, 56.

Tabel 55 Rata-rata asupan dan persentase AKG energi dan protein siswa

mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

Zat gizi Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig (2-

tailed) Rata-rata %AKG Rata-rata %AKG

Energi (kkal) 2307±503a 97.15±20.98 2277±572a 95.91±23.86 0.634

Protein (g) 77.93±17.08a 133.21±29.20 76.43±19.78a 130.65±33.81 0.479

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Rata-rata asupan energi siswa mulok dan tidak mulok masing-masing adalah

2307 kkal dan 2277 kkal. Asupan energi ini masih lebih rendah (93-122 kkal)

dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi tahun 2004 umur 13-15 tahun yaitu

2400 kkal. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan asupan energi rata-rata usia 13-15

tahun ditingkat provinsi Gorontalo adalah 76,6±26,5% dari AKG (1838±636 kkal)

dan secara nasional hanya 74,7±23,6% (1792±556 kkal). Jadi temuan ini

menunjukkan tingkat kecukupan energi pada kedua kelompok siswa tersebut

adalah lebih dari 95% dan tergolong sebagai kategori asupan energi normal. Ini

berbeda dengan hasil penelitian Tanziha (2011) yang menemukan tingkat

kecukupan energi di Desa Pasindangan dan Desa Banjarsari adalah lebih tinggi

dengan masing-masing rata-ratanya adalah 128,4% dan 131,6% atau rata-ratanya

129,9%. Sementara hasil peneltian Dwiriani et al. (2011) menunjukkan bahwa

asupan energi siswa di tiga SMP kabupaten Bogor adalah lebih rendah dari yang

ditemukan dalam penelitian ini dan riskesda dengan rata-ratanya 1557 kkal.

Rata-rata asupan protein antara siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat

perbedaan yang nyata (p>0,05). Pada contoh siswa mulok terdapat 77,93 g/hari

dan tidak mulok 76,43 g/hari. Tingkat kecukupan kedua kelompok contoh siswa

ini adalah diatas dari AKG yaitu 133,21±29,20% pada contoh siswa mulok dan

130,65±33,81% tidak mulok. Ini lebih tinggi dari hasil Riskesdas 2010 yang

menunjukkan rata-rata asupan protein anak usia 13-15 tahun Provinsi Gorontalo

adalah 67,56±41,94 g/hari atau 115,5±71,70% dari AKG, sementara secara

nasional adalah 102,8±52,5%. Hasil penelitian Budi (2012) di SMP Tegalrejo

Kabupaten Magelang bahwa asupan protein adalah hanya rata-rata 31,3 g/hari

atau 64% dari AKG dan temuan Dwiriani et al. (2011) adalah 38,5 g/hari protein

yang menunjukan hanya 67,8% dari AKG.

Page 10: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

105

Rata-rata asupan lemak antara siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat

perbedaan yang nyata (p>0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata

asupan lemak siswa mulok dan tidak mulok melebihi 20% dari energi. Adapun

rata-rata asupan lemak tersebut yaitu 91,45±25,35 g/hari pada siswa mulok dan

90,56±30,61 g/hari siswa tidak mulok. Sementara rata-rata hasil Riskesdas 2010

untuk golongan umur ini hanya 55,7±34,7 g/hari. Berarti terdapat selisih yang

sangat besar yaitu ±34,86 - 35,75 g/hari. Sementara hasil penelitian Oktaviani et

al. (2012) bahwa sebagian besar (65%) siswa SMA di Semarang menunjukkan

tingkat kecukupan lemak ≥120%.

Tabel 56 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat siswa

mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

Zat gizi

Siswa mulok Siswa tidak mulok

Sig (2-

tailed) Rata-rata

Tingkat

kecukupan

Gizi (%)

Rata-rata

Tingkat

kecukupan

Gizi (%)

Lemak (g) 91.45±25.35a 173.36±48.06 90.56±30.61a 171.68±58.03 0.784

Karbohidrat (g) 319.88±202.50a 76.80±48.62 303.96±131.46a 72.98±31.56 0.418

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Proses memasak MTG paling banyak menggunakan minyak goreng dan

santan kelapa. Ini sebagai penyebab terjadinya asupan lemak yang tinggi. Bahwa

memang sumber lemak makanan tradisional di Indonesia pada umumnya adalah

minyak kelapa dan santan yang meskipun mengandung lemak yang tinggi tetapi

penggunaannya selama berabad-abad tidak memberikan bahaya kesehatan yang

berarti (Soerjodibroto 1995).

Makanan tradisional Gorontalo yang menjadi pilihan utama setiap hari oleh

contoh siswa mulok dan tidak mulok adalah dimasak dengan cara digoreng,

ditumis, diliwet/kukus dengan santan. Ini terjadi baik pada: jenis makanan pokok

yaitu nasi kuning sebanyak 42,86%; bilenthango pada jenis lauk pauk sebanyak

85,71%, kando tilumiti jenis sayuran 70,97% dan sanggala jenis snack/kue

sebanyak 31,95% (Tabel 47).

Selanjutnya temuan rata-rata asupan karbohidrat adalah lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2010 (umur 13-15 tahun) yang hanya

257±115 g, sementara pada kedua kelompok siswa tersebut rata-ratanya adalah

319,88±202,50 g/hari pada siswa mulok dan 303,96±131,46 g/hari siswa tidak

mulok. Lihat Tabel 56.

Tabel 57 menunjukkan kategori kecukupan energi terbanyak ada pada

kategori normal dan kelebihan yaitu pada contoh siswa mulok ada 49,67% normal

dan 36,60% kelebihan. Sementara untuk contoh siswa tidak mulok ada 44,08%

normal dan 31,58% kelebihan. Riskesdas (2010) menetapkan bahwa asupan

energi di bawah kebutuhan minimal adalah bila konsumsinya kurang dari 70%

AKG (2004). Penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi energi yang kurang

dari 70% adalah berada pada kategori defisit berat yaitu contoh siswa mulok ada

1,31% dan tidak mulok sebanyak 3,29% sehingga totalnya adalah 2,30%. Asupan

minimal energi hasil penelitian ini menunjukkan jauh lebih rendah dibandingkan

dengan hasil Riskesdas (2010) yaitu kurang dari 70% AKG umur 13-15 tahun di

tingkat provinsi Gorontalo dan nasional masing-masing 53,9% dan 54,5%.

Page 11: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

106

Tabel 57 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

berdasarkan kategori kecukupan energi dan protein

Kategori Energi Protein

Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Siswa mulok Siswa tdk mulok Total

Defisit berat (≤ 70%)

n 2 5 7 1 1 2

% 1.31 3.29 2.30 0.65 0.66 0.66

Defisit ringan (70.0 - 79.9%)

n 3 12 15 0 1 1

% 1.96 7.89 4.92 0.00 0.66 0.33

Defisit sedang (80.0 - 89.9%)

n 16 20 36 0 3 3

% 10.46 13.16 11.80 0.00 1.97 0.98

Normal (90.0 - 109.9%)

n 76 67 143 17 21 38

% 49.67 44.08 46.89 11.11 13.82 12.46

Kelebihan (≥ 110%)

n 56 48 104 135 126 261

% 36.60 31.58 34.10 88.24 82.89 85.57

Terdapat 88,24% siswa mulok dengan kontribusi protein berkategori

kelebihan dan 82,89% pada siswa tidak mulok. Ini sehubungan dengan konsumsi

setiap hari lauk pauk MTG berbahan ikan diantaranya yaitu bilenthango pada

seluruh contoh siswa mulok dan tidak mulok sebanyak 85,71% (Tabel 47).

Kontribusi protein di bawah kebutuhan minimal adalah kurang dari 80% AKG

2004 yang dalam penelitian ini tergolong dalam kategori defisit berat dan defisit

sedang. Konribusi protein yang kurang dari 80% ini terlihat pada Tabel 23 sebesar

0,65% siswa mulok dan 1,32% siswa tidak mulok. Kontribusi protein di bawah

kebutuhan minimal hasil penelitian ini adalah jauh lebih sedikit dibandingkan

dengan hasil Riskesdas tahun 2010 (umur 13-15 tahun) baik di tingkat provinsi

Gorontalo maupun nasional yaitu masing-masing 22,4% dan 38,1% dari AKG.

Tingkat Kecukupan Vitamin A, C, dan Serat

Asupan vitamin A antara siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat

perbedaan yang nyata (p>0,05). Asupan rata-rata dibandingkan dengan AKG

2004 adalah pada siswa mulok sebesar 127,06±106,88% dan 109,69±94,04%

siswa tidak mulok. Temuan ini berbeda jauh dengan hasil penelitian Tanziha

(2011) yaitu sebesar 609,9%. Tingkat kecukupan vitamin A terbanyak adalah

kategori cukup dengan total 78,03% yang masing-masingnya ada 83,66% pada

siswa mulok dan 72,37% siswa tidak mulok. Lihat Tabel 58, 59.

Asupan vitamin A ini sebagian besar diperoleh dari jagung kuning, minyak

goreng, kangkung, dan daun singkong, serta ditambah dari sumber lainnya seperti

dari ikan yang digoreng. Menurut Gibson (2005) bahwa sumber vitamin A yang

berasal dari tumbuhan yang disebut karoten diantaranya sayuran yang berwarna

hijau tua (seperti yang dikonsumsi oleh contoh siswa), minyak kelapa, jagung

kuning, juga dari ikan dan telur untuk sumber vitamin A. Menurut Tarwotjo

Page 12: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

107

(1990) bahwa vitamin A ini selain berhubungan dengan kesehatan mata seseorang

juga yang terpenting dalam dimensi yang lebih luas adalah berhubungan dengan

pertumbuhan, morbiditas dan mortalitas.

Asupan vitamin C pada contoh siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat

perbedaan yang nyata (p>0,05). Penelitian ini menunjukkan tingkat kecukupan

vitamin C berdasarkan AKG 2004 yaitu 79,13±52,67% pada siswa mulok dan

85,07±65,10% siswa tidak mulok. Hanya terdapat 50,49% contoh dengan tingkat

kecukupan vitamin C berada pada kategori cukup dengan masing- masing rata-

ratanya adalah 50,33% pada siswa mulok dan 50,66% siswa tidak mulok. Secara

keseluruhan terdapat 49,51% siswa dengan asupan vitamin C di bawah AKG.

Kemungkinan ini terjadi karena konsumsi buah-buahan yang rendah terjadi pada

contoh siswa tersebut. Lihat Tabel 58, 59.

Menurut Gibson (2005) bahwa sumber vitamin C adalah buah-buahan

(terutama jeruk) dan sayuran. Vitamin C berhubungan dengan peningkatan

kekebalan tubuh, termasuk dalam proses penyembuhan penyakit infeksi dan

pencegahannya. Hemila et al. (2011) menemukan manfaat vitamin C dalam

mengatasi penyakit asma pada anak-anak di Mesir.

Tabel 58 Rata-rata asupan dan persentase AKG vitamin A, vitamin C dan

serat siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

Vitamin/ serat Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig (2-

tailed) Rata-rata %AKG Rata-rata %AKG

Vit. A (RE) 762.34±641.31a 127.06±106.88 658.14±564.23a 109.69±94.04 0.134

Vit. C (mg) 55.39±36.87a 79.13±52.67 59.55±45.57a 85.07±65.10 0.383

Serat (g) 12.37±4.9a 49.48±19.60 13.12±5.03a 52.48±20.12 0.192

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Tingkat kecukupan serat pada contoh siswa mulok dan tidak mulok tidak

terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05), tetapi masih jauh di bawah rekomendasi

WNPG (2004) yaitu antara 19-30 gr/orang/hari. Adapun rata-rata asupan serat

siswa mulok adalah 49,48±19,60% dan 52,48±20,12% tidak mulok.

Masih rendahnya asupan serat ini akan dapat menjadi masalah yang

berhubungan dengan saluran pencernaan dan juga penyakit degeneratif. Menurut

Kusharto (2006) bahwa hampir semua fungsi metabolisme serat berkaitan dengan

kolon, dan serat ini tidak dicerna di dalam usus, sehingga tidak berkepentingan

dengan pembentukan energi; Sihombing dan Riyadina (2009) bahwa asupan serat

berpeluang terhadap kejadian anemia sebesar 1,1 kali dibanding yang cukup serat

(tidak bermakna). Menurut Muchtadi et al. (2002) dalam penelitiannya bahwa

serat yang terdapat dalam sayuran adalah bersifat hipokolesterolemik seperti taoge

kacang hijau, bayam, daun singkong, wortel, terung. Selanjutnya bahwa terong

dan kangkung menurunkan kadungan trigliserida. Terong, bayam, dan taoge dapat

menurunkan kandungan kolesterol LDL juga dapat meningkatkan kandungan

kolesterl HDL.

Rata-rata ada 82,95% siswa dengan asupan serat dengan kategori cukup

yang masing-masingnya 79,08% pada siswa mulok dan 86,84% tidak mulok.

Lihat Tabel 58. Ini berkaitan dengan MTG jenis sayuran yang dikonsumsi setiap

hari (Tabel 47) yaitu kando tilumiti sebesar 70,97%, pilitode lo poki-poki 16,13%

dan ihu tilinanga 6,45%. Selain itu sumber serat lainnya yang banyak dikonsumsi

Page 13: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

108

adalah MTG jenis snack/kue yaitu sanggala yang terbuat dari bahan pisang masak

sebanyak 31,95% (Tabel 47).

Tabel 59 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

berdasarkan kategori kecukupan vitamin A, vitamin C dan serat

Kategori Vitamin A Vitamin C Serat

Siswa

mulok

Siswa tdk

mulok Total

Siswa

mulok

Siswa tdk

mulok Total

Siswa

mulok

Siswa tdk

mulok Total

Kurang (<70%)

n 25 42 67 76 75 151 32 20 52

% 16.34 27.63 21.97 49.67 49.34 49.51 20.92 13.16 17.05

Cukup (≥70%)

n 128 110 238 77 77 154 121 132 253

% 83.66 72.37 78.03 50.33 50.66 50.49 79.08 86.84 82.95

Tingkat Kecukupan Mineral Ca, Fe dan Zn

Asupan mineral pada setiap individu sangat dipengaruhi oleh jenis makanan

yang dikonsumsinya setiap hari. Dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan

yang nyata asupan mineral siswa mulok dan tidak mulok. Rata-rata asupan Ca, Fe

dan Zn masih dibawah dari AKG yaitu kurang dari 54%. Lihat Tabel 60.

Tingkat kecukupan kalsium pada contoh siswa mulok dengan kategori

kurang sebanyak 29,41% dan 22,37% pada tidak mulok. Di sini terlihat bahwa

kategori cukup melebihi 70% yaitu ada 70,59% pada contoh siswa mulok dan

77,63% tidak mulok. Menurut Park et al. (2013) bahwa konjugasi asam linoleik

dengan kalsium memiliki potensi besar digunakan untuk mencegah keropos

tulang dan penurunan berat badan.

Menurut Gibson (2005) bahwa sumber kalsium yang tinggi adalah ikan

terutama ikan kecil-kecil yang dapat dimakan dengan tulangnya juga susu dan

produk susu lainnya. Dalam penelitian ini sebagian besar contoh mengonsumsi

jenis ikan kecil-kecil namun konsumsi susu dan produk susu masih rendah karena

belum merupakan kebutuhan yang dimungkinkan berhubungan dengan faktor

ekonomi.

Tabel 60 Rata-rata asupan dan persentase AKG Ca, Fe, dan Zn siswa

mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

Mineral Siswa mulok %AKG Siswa tidak

mulok %AKG

Sig (2-

tailed)

Ca (mg) 502.63±402.96a 50.26±40.30 536.80±625.64

a 53.68±62.56 0.572

Fe (mg) 10.06±10.22a 44.71±45.42 11.09±15.00

a 49.29±66.67 0.485

Zn (mg) 7.17±2.30a 42.18±13.53 7.32±5.70

a 43.06±33.53 0.764

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Selanjutnya untuk kecukupan zat besi pada contoh siswa mulok diperoleh

bahwa yang berkategori cukup sebanyak 89,54% dan 86,84% pada tidak mulok.

Jadi ada 10,46% contoh siswa mulok kecukupan zat besinya berkategori kurang

dan ada 13,36% pada tidak mulok. Kwong et al. (2004) dalam hasil penelitiannya

tentang interaksi zat besi dengan keracunan timah pada manusia ditemukan bahwa

asupan zat besi yang tinggi dan zat besi yang cukup dapat mengurangi risiko

keracunan timah. Selain itu secara klinis bahwa Fe merupakan mineral terpenting

dalam tubuh dengan banyak fungsinya terutama diperlukan dalam pembentukan

Page 14: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

109

hemoglobin, sehingga manifestasi dari kekurangan zat besi berkaitan dengan

konsekuensi fungsional yang merugikan (Jain dan Sharma 2012), sementara

kecukupan zat besi yang memadai dapat juga merupakan salah satu penentu

utama kebugaran pada siswa (Basan dan Tanziha 2012).

Tingkat kecukupan mineral seng pada penelitian ini berkategori cukup

adalah melebihi 95% baik pada contoh siswa mulok dan tidak mulok. Seng

merupakan mineral mikro (trace element) yang sangat penting setelah besi,

berperan dalam banyak enzim untuk metabolisme tubuh, produksi hormon

pertumbuhan, sebagai antioksidan dan diperlukan dalam fungsi imunitas yang

dapat mencegah infeksi seperti infeksi saluran nafas, malaria dan diare (Agustian

et al. 2009). Sebelumnya temuan Bhandari et al. (2007) bahwa suplementasi seng

menunjukan penurunan morbiditas diare dan pneumonia.

Menurut Kartono dan Soekatri (2004) bahwa ikan merupakan sumber zat

besi dan seng. Sumber ini sebagian besar selalu dikonsumsi oleh contoh siswa.

Sementara susu dan produk susu lainnya masih terbatas yang kemungkinan

disebabkan oleh faktor kebiasaan dan juga ekonomi seperti telah dijelaskan

sebelumnya. Lihat Tabel 61 dan 51.

Tabel 61 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

berdasarkan kategori kecukupan Ca, Fe, dan Zn

Kategori

Ca Fe Zn

Siswa

mulok

Siswa tdk

mulok Total

Siswa

mulok

Siswa tdk

mulok Total

Siswa

mulok

Siswa tdk

mulok Total

Kurang (<70%)

n 45 34 79 16 20 36 5 5 10

% 29.41 22.37 25.90 10.46 13.16 11.80 3.27 3.29 3.28

Cukup (≥70%)

n 108 118 226 137 132 269 148 147 295

% 70.59 77.63 74.10 89.54 86.84 88.20 96.73 96.71 96.72

Kontribusi Zat Gizi dari MTG

Makanan tradisional Gorontalo memberikan kontribusi dalam asupan zat

gizi setiap hari. Kontribusi zat-zat gizi dari MTG terlihat lebih tinggi pada siswa

mulok dibandingkan dengan tidak mulok, tetapi kontribusi ini tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata antara keduanya (p>0,05) kecuali asupan serat. Lihat Tabel

62.

Terlihat bahwa kontribusi rata-rata energi dari MTG pada siswa mulok

sebesar 757±279 kkal atau 32,84±55,45% dari total energi dan 679±185 kkal atau

29,45±32,31% pada tidak mulok. Kontribusi protein dari MTG ini adalah lebih

dari setengah kecukupan protein berdasarkan AKG yaitu 32,18±11,17 gram pada

siswa mulok dan 32,56±10,76 gram tidak mulok. Untuk kontribusi energi dari

lemak adalah tertinggi, yaitu pada mulok sebesar 45,61±59,53% dari total asupan

energi dan 41,07±37,18% tidak mulok. Kontribusi energi dari karbohidrat

merupakan yang terendah yaitu sebesar 19,58±20,21% pada mulok dan

18,40±20,25% tidak mulok.

Page 15: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

110

Tabel 62 Rata-rata kontribusi dan persentase sumbangan zat gizi dari

MTG siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

Zat gizi Siswa mulok % dari total

asupan

Siswa tidak

mulok

% dari total

asupan

Sig. (2-

tailed)

Energi (kkal) 757±279 a 32.84±55.45 679±185 a 29.45±32.31 0.149

Protein (g) 32.18±11.17 a 41.29±65.40 32.56±10.76 a 41.78±54.40 0.876

Lemak (g) 41.71±15.09 a 45.61±59.53 37.56±11.38 a 41.07±37.18 0.174

Karbohidrat (g) 67.81±39.64 a 19.58±20.21 58.86±26.62 a 18.40±20.25 0.245

Vitamin A (RE) 345.17±175.76 a 51.52±23.56 339.08±132.95 a 45.28±27.41 0.864

Vitamin C (mg) 33.25±15.77 a 60.03±42.77 33.83±13.18 a 56.81±28.92 0.861

Serat (g) 7.34±3.50a 59.34±71.43 5.91±2.17b 45.12±43.14 0.033

Ca (mg) 228.72±231.05 a 45.50±57.34 165.90±156.20 a 30.91±24.97 0.164

Fe (mg) 3.52±1.30 a 34.99±12.72 3.17±0.90 a 28.58±6.00 0.163

Seng (mg) 2.44±0.98 a 34.03±42.61 2.37±0.88 a 32.38±15.44 0.757

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Kontribusi energi dari MTG banyak yang berasal dari jenis lauk pauk yaitu

ikan, dengan makanan pokoknya dari jagung, sehingga ini memberikan kontribusi

lebih dari setengah kecukupan vitamin A yaitu sebesar 51,52±23,56% pada siswa

mulok dan 45,28±27,41% tidak mulok. Sementara kontribusi vitamin C

mendekati separuh dari kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu 60,03±42,77% pada

siswa mulok dan 56,81±28,92% tidak mulok yang tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata (P>0,05).

Kontribusi serat dari MTG yang diasup oleh kedua kelompok siswa

menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Hal ini dibuktikan oleh jenis MTG

sayuran yang dikonsumsi berbahan kangkung, terong, daun pepaya serta dari

snack/kue yang terbuat dari pisang (Lampiran 36, 37). Rata-rata asupan serat dari

MTG pada siswa mulok yakni 59,34±71,43% dan 45,05±43,14 tidak mulok.

Kontribusi zat gizi lainnya seperti Ca, Fe, dan Zn dibawah dari 50% dan tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata. Lihat Tabel 63.

Status Gizi dan Kesehatan

Sebelum menentukan status gizi, maka dapat dilihat terlebih dahulu keadaan

berat badan (BB) dan tinggi badan contoh siswa mulok dan tidak mulok. Kedua

indikator antropometri ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

antara BB dan TB baik pada contoh siswa mulok dan tidak mulok. Adapun rata-

rata BB contoh siswa mulok yaitu 43,70±8,14 kg dan 44,62±9,32 kg tidak mulok.

Sementara rata-rata TB siswa mulok adalah 151,36±7,63 cm dan 152,90±6,60 cm

pada tidak mulok, lihat Tabel 63. Rata-rata berat badan dan tinggi badan yang

ditemukan tidak jauh berbeda dibandingkan dengan review data berat badan dan

tinggi badan penduduk Indonesia yang dilakukan oleh Jahari dan Jus’at (2004)

yaitu rata-rata berat badan 44,7±6,73 kg dan tinggi badan 152,3±4,63 cm.

Dari berat badan dan tinggi badan ditentukan IMT berdasarkan umur kedua

kelompok contoh dengan hasil tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

(p>0,05), lihat Tabel 63. Rata-rata IMT contoh siswa mulok 19,03±2,94 kg/m2

dan 19,02±3,26 kg/m2 pada contoh siswa tidak mulok. Rata-rata kedua kelompok

ini berdasarkan standar antropometri penilaian status gizi anak termasuk dalam

kategori normal. Kemungkinan keadaan status gizi ini berhubungan dengan

Page 16: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

111

keseimbangan makanan yang dikonsumsi dengan aktivitas contoh siswa. Ini

berbeda dan lebih rendah dibandingkan temuan Sungkowo et al. (2008) bahwa

tidak berbeda nyata IMT antara kelompok yang diintervensi pendidikan gizi dan

yang tidak dengan masing-masingnya adalah 25,6 kg/m2 dan 24,8 kg/m

2 (status

gizi ini cenderung dalam kategori gemuk).

Tabel 63 Berat badan dan tinggi badan siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG

dan tidak mulok

Antropometri Siswa mulok Siswa tdk mulok Sig. (2-tailed)

Berat badan (kg) 43.70±8.14a 44.62±9.32

a 0.362

Tinggi badan (cm) 151.36±7.63a 152.90±6.60

a 0.061

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Terdapat 5 kategori status gizi yaitu sangat kurus, kurus, normal, gemuk dan

obesitas. Pada Tabel 64 menunjukkan bahwa kategori status gizi normal adalah

terbanyak yaitu ada 90,85% pada contoh siswa mulok dan 81,58% tidak mulok.

Hasil penelitian Budi (2012) di SMP Tegalrejo Kabupaten Magelang ditemukan

bahwa status gizi siswa sebagian besar adalah normal yaitu 86,5%. Selanjutnya total status gizi kurus dan sangat kurus ada 5,91%. Total

keadaan gemuk dan obesitas berjumlah 24 siswa atau 7,87%. Ini juga dapat

dikatakan sebagai penggambaran beban ganda yang dialami daerah yaitu selain

terdapatnya status gizi kurus dan sangat kurus juga kecenderungan meningkatnya

status gizi gemuk dan obesitas yang dapat disebabkan oleh kelebihan asupan

lemak (ada 97,38 %). Dalam temuan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dwiriani et al. (2012) pada siswa kelas 7 dan 8 di 3 SMP di Bogor status gizi

kurus dan sangat kurus adalah 3,6%, sementara status gizi gemuk dan obesitas

yakni 9,8%, sedangkan untuk status gizi normal tidak jauh berbeda yaitu 86,6%.

Tabel 64 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

berdasarkan status gizi

Status Gizi Siswa mulok Siswa tdk mulok Total

Sig. (2-tailed) n % n % n %

Sangat kurus 0 0.00 2 1.32 2 0.66

0.980

Kurus 5 3.27 11 7.24 16 5.25

Normal 139 90.85 124 81.58 263 86.23

Gemuk 7 4.58 10 6.58 17 5.57

Obesitas 2 1.31 5 3.29 7 2.30

Dilakukan pula penentuan status kesehatan secara biokimia yang lebih

dikenal sebagai penentuan kadar hemoglobin (Hb) dengan menggunakan alat

HemoCue. Pengukuran ini dilakukan pada 184 siswa putri yang terdiri dari 97

contoh siswa putri mulok dan tidak mulok berjumlah 87. Sebelumnya diketahui

bahwa siswi mulok yang haid berjumlah 16,49% (16 siswi) dan tidak haid

85,51% (81 siswi), sementara pada siswi tidak mulok yang tidak haid ada 79,31%

(69 siswi) dan haid ada 20,69% (18 siswi). Total yang haid ada 18,48% (34 siswi)

dan tidak haid 81,52% (150 siswi) dengan umur haid pertama berkisar antara

umur 10-15 tahun. Hal ini berbeda dengan dengan hasil penelitian Indriani et al.

Page 17: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

112

(2009) pada remaja putri di Kabupaten Bogor yaitu antara 9 - 15 tahun, Dwiriani

et al. (2011) antara 10 -14 tahun. Selanjutnya hasil uji beda terhadap Hb tersebut

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05).

Kadar hemoglobin darah contoh siswa berkisar antara 8,0 - 15,5 g/dl.

Temuan ini hampir sama dengan hasil penelitiannya Dwiriani (2011) yang

berkisar antara 9,2-15,2 g/dl. Rata-rata Hb contoh siswi berada dalam kategori

normal yaitu ≥12 g/dl dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p=0,760).

Pada contoh siswi mulok rata-rata 12,45±1,34 g/dl dan 12,39±1,42 g/dl pada tidak

mulok. Temuan rata-rata Hb ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian

Briawan (2008) pada remaja putri sebelum diberikan intervensi gizi yaitu rata-rata

12,61±1,47 g/dl, selanjutnya temuan Marudut (2012) rata-rata Hb siswi pesantren

putri (kelas 9-12) adalah lebih rendah dari temuan yang telah disebutkan

sebelumnya yaitu 10,63±1,13 g/dl.

Tabel 65 menunjukkan bahwa terdapat 62,5% siswi dengan kadar Hb ≥12

g/dl, sementara yang lainnya adalah <12 g/dl ada 37,5%. Temuan ini lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil penelitian Briawan (2008) yaitu sebesar 25,1% yang

Hbnya <12 g/dl. Jika ditinjau hasil recall dari Fe yang menunjukkan hampir 90%

berkategori cukup (89,54% siswi mulok dan 86,84% tidak mulok), sementara

tingkat kecukupan vitamin C dengan kategori kurang hampir 50% (49,67%

mulok dan 49,34% tidak mulok). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa

kemungkinan faktor yang kurang mendukung ini yang menyebabkan penggunaan

(absorbsi) Fe di dalam tubuh menjadi tidak optimal. Selain itu rendahnya asupan

vitamin C juga yang menyebabkan Hb siswi dalam kategori rendah karena

diketahui bahwa vitamin tersebut sangat berperan dalam absorbsi dan

metabolisme Fe. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero di dalam usus

sehingga mudah dan meningkatkan absorbsi Fe (Johnston et al. 2001). Hasil

penelitian Zulaekah (2009) menunjukkan bahwa intervensi dengan zat besi,

vitamin C dan pendidikan gizi memberikan peningkatan kadar hemoglobin relatif

lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan pendidikan gizi.

Tabel 65 Sebaran contoh siswi mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

berdasarkan status anemia

Status

anemia

Hb

(g/dl)

Mulok

Tidak mulok

Total

n % n % n %

Normal ≥ 12 61 62,9 54 62,1 115 62,5

Ringan 10.0 - 11.9 31 32,0 29 33,3 60 32,6

Sedang 7.0 - 9.9 5 5,2 4 4,6 9 4,9

Berat < 7.0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 97 100,0 87 100,0 184 100,0

Keadaan anemia memang menimbulkan resiko, seperti yang ditemukan oleh

Briawan et al. (2001) bahwa faktor resiko pada remaja putri diantaranya adalah

menstruasi dan status gizi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa remaja putri pada

kelompok usia 13-15 tahun memiliki kecenderungan mengalami anemia 2,73 kali

lebih besar dibandingkan yang berusia 10-12 tahun karena berhubungan dengan

menstruasi (lebih 50% yang belum haid pertama). Selain itu, yang berstatus gizi

Page 18: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

113

kurus cenderung mengalami anemia 8,32 kali lebih besar dibandingkan yang

berstatus gizi gemuk.

Status kesehatan berkaitan erat dengan status gizi begitu pula sebaliknya.

Menurut hasil pemeriksaaan dokter, bahwa pada contoh siswa mulok dan tidak

mulok tidak terdapat perbedaan status kesehatan. Ada 98,7% contoh yang sehat

dan tidak mempunyai riwayat penyakit yang kronis. Ada 3 contoh siswa mulok

yang mempunyai riwayat penyakit yaitu 2 siswa dengan riwayat penyakit asma

dan 1 siswa dengan riwayat penyakit kelainan jantung bawaan. Sementara contoh

siswa tidak mulok terdapat 1 contoh siswa yang mempunyai riwayat penyakit

asma.

Simpulan

Terdapat 6 klasifikan jenis makanan yang dikonsumsi. Contoh siswa mulok

paling banyak dengan jenis makanannya berupa makanan pokok, lauk pauk,

sayur, dan buah sebesar 20,33% dan 16,39% contoh siswa tidak mulok.

Selanjutnya untuk contoh siswa tidak mulok pola konsumsi terbanyak adalah

makanan pokok, lauk pauk, dan sayur sebesar 37,38% dan contoh siswa mulok

sebesar 18,03%.

Rata-rata asupan energi siswa mulok dan tidak mulok masing-masing adalah

2307 kkal dan 2277 kkal; kontribusi protein 13,51% pada mulok dan 13,42%

tidak mulok; lemak pada mulok 35,67% dan 35,78% pada tidak mulok; serta

karbohidrat 50,82% pada mulok dan 50,80% tidak mulok. Tingkat kecukupan

vitamin A sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebesar 83,66% pada siswa

mulok dan 72,37% tidak mulok; Vitamin C hanya terdapat 50,49% berada pada

kategori cukup; serat tingkat kecukupannya pada siswa mulok baru mencapai

49,48±19,60% dari rekomendasi WNPG (2004) dan 52,48±20,12% tidak mulok.

Demikian pula tidak terdapat perbedaan yang nyata asupan Ca, Fe dan Zn antara

siswa mulok dan tidak mulok masih di bawah AKG yaitu kurang dari 54%.

Kontribusi zat-zat gizi dari MTG terhadap energi terlihat lebih tinggi pada

siswa mulok dibandingkan dengan tidak mulok, tetapi tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata (p>0,05) kecuali asupan serat. Kontribusi ini masih rendah

dengan rata-rata energi dari MTG pada siswa mulok sebesar 32,84±55,45% dari

asupan energi dan 29,45±32,31% tidak mulok; kontribusi protein sebesar

41,29±65,40 g/hari pada mulok dan 41,78±54,40 g/hari atau ini lebih dari

setengah kecukupan protein; lemak adalah tertinggi yaitu sebesar 41,71±15,09 %

pada mulok dan 41,07±37,18 tidak mulok; kontribusi energi dari karbohidrat

adalah terendah yaitu sebesar 19,58±20,21% pada mulok dan 18,40±20,25%

tidak mulok. Ini dapat mengandung pengertian bahwa kontribusi energi dari MTG

lebih banyak dari makanan bukan sumber karbohidrat.

Kontribusi energi dari MTG banyak yang berasal dari jenis lauk pauk yaitu

ikan, dengan makanan pokoknya dari jagung, ini memberikan kontribusi lebih

dari setengah kecukupan vitamin A yaitu sebesar 57,53±29,29% pada siswa

mulok dan 56,51±22,16% tidak mulok. Sementara kontribusi vitamin C

mendekati separuh dari kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu 48,33±18,83% pada

siswa mulok dan 47,50±22,53% tidak mulok yang tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata (P>0,05). Kontribusi zat gizi lainnya seperti Ca, Fe, dan Zn dibawah

Page 19: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

114

50% dari total asupan mineral dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Kontribusi serat dari MTG yang dikonsumsi oleh kedua kelompok siswa adalah

terdapat perbedaan yang nyata.

Rata-rata IMT tergolong dalam kategori normal yaitu pada contoh siswa

mulok 19,03±2,94 kg/m2 dan 19,02±3,26 kg/m

2 pada tidak mulok. Hal ini

terimplikasi pada jumlah status gizi sangat kurus, kurus, normal, gemuk dan

obesitas yang jumlahnya tidak jauh berbeda pada siswa mulok dan tidak mulok.

Hemoglobin antara contoh siswi mulok dan tidak mulok tidak ada perbedaan

(p>0,05) dengan rata-ratanya 12,45±1,34 g/dl dan 12,39±1,42 g/dl, namun yang

berstatus anemia sebanyak 37,5%.

Saran

Baik pada siswa mulok dan tidak mulok rata-rata kontribusi lemak adalah

lebih dari 35% dan sumber lemak tertinggi berasal dari makanan yang digoreng

dengan penggunaan minyak kelapa, santan dan kelapa. Hal ini perlu tetap

diseimbangkan dengan aktivitas yang dilakukan oleh siswa karena dapat menjadi

pemicu terjadinya peningkatan status gizi gemuk dan obesitas.

Contoh siswa sebagian besar berstatus gizi normal, namun terdapat status

anemia yang tinggi. Oleh karena itu pentingnya meningkatkan konsumsi MTG

yang memberikan konstribusi zat-zat gizi terutama dari bahan pangan yang tinggi

kandungan zat besi seperti dari ikan, sayur dan buah. Juga penting ditingkatkan

upaya-upaya dalam menurunkan masalah anemia pada siswa yang diketahui dapat

menurunkan produktivitas mereka diantaranya dengan pemberian suplementasi

zat besi dan multivitamin lainnya.

Daftar Pustaka

Agustian L, Sembiring T, Ariani A. 2009. Peran Zinkum Terhadap Pertumbuhan

Anak. Sari Pediatri Vol.11 No.4:244-249.

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Basan DT, Tanziha I. 2012. Determinan Tingkat Kebugaran Siswa Sekolah Dasar.

Jurnal Ilmiah Agropolitan Vol. 5. No. 2: 705-716.

Bhandari N, Taneja S, Mazumder S, Bahl R, Fontaine O, Bhan MK, and Ohter

members of the Zinc Study Group. 2007. Adding Zinc to Supplemental Iron

and Folic Acid Does Not Affect Mortality and Severe Morbidity in Young

Children. Journal of Nutrition. Vol. 137 Num. 1: 112-117.

Briawan D. 2008. Efikasi Suplementasi Besi-Multivitamin Terhadap Perbaikan

Status Gizi Remaja Wanita. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjan Institut

Pertanian Bogor.

Briawan D, Arumsari E, Pusporini. 2011. Faktor Risiko Anemia pada Siswi

Peserta Program Suplementasi. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 6 No. 1: 74-83.

Budi M. 2012. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi, Protein, dan Iodium dengan

Kejadian Menarche pada Remaja Putri di SMP Negeri 1 Tegalrejo

Kabupaten Magelang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 1. No. 2: 605-616.

Page 20: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

115

Dwiriani CM, Rimbawan, Hardinsyah, Riyadi H, Martianto D. 2011. Pengaruh

Pemberian Zat Multi Gizi Mikro dan Pendidikan Gizi Terhadap

Pengetahuan Gizi, Pemenuhan Zat Gizi dan Status Besi Remaja Putri. Jurnal

Gizi dan Pangan. Vol. 6 Nomor 3: 171-177.

Gibson RS. 1990. Principles of Nutirional Assessment. New York: Oxford

University Press.

Hardinsyah, Tambunan V. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat

Makanan. Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) VIII. 2004. Jakarta, 17-19

Mei 2004.

Hemila H, Al-Biltagi M, Bast AA. 2011. Vitamin C and asthma in children:

modification of the effect by age, exposure to dampness and the severity of

asthma. Journal of Imflammation. http://www.ctajournal. com/content/1/1/9.

Indriani Y, Amir M, Mirza I. 2009. Kebiasaan Makan yang Berhubungan dengan

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi dan

Pangan. Vol. 4 Nomor 3: 133-140.

Jahari AB, Jus’at I. 2004. Review Data Berat dan Tinggi Badan Penduduk

Indonesia. dalam prosiding Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi.

Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) VIII. 2004.Jakarta, 17-19 Mei 2004.

Jain M, Sharma S. 2012. Iron Deficiensy and Anaemia. Indian Journal of

Fundamental and Applied Life Sciences Vol. 2. No.2:101 -107.

Johnson CM, Sharkey JR, Dean WR, McIntosh WA, Kubena KS. 1997. It's who I

am and what we eat. Mothers’ Food-related identities in family food

choice Original Research Article Appetite, 57: 220-228.

Kartono D, Soekatri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Besi, Iodium, Seng,

Mangan, Selenium. Di dalam: Prosiding Angka Kecukupan Gizi dan Acuan

Label Gizi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG)VIII, 2004.

Jakarta. Direktorat Standarisasi Produk Pangan. hlm: 127-140.

[KEMENKES] Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status

Gizi Anak.

[KEMENKES] Kementrian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta.

Kushato CM. 2006. Sera Makanan dan Perannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi dan

Pangan. Vol. 1 No. 2: 45-54

Kwong WT, Friello P, Semba RD. 2004. Interactions between iron deficiency and

lead poisoning: epidemiology and pathogenesis Original Research Article

Science of The Total Environment, Vol. 330:21-37

Muchtadi D, Amira N, Astawan M, Wijaya H. 2002. Kajian Terhadap Serat

Makanan dan Antioksidan dalam Berbagai Jenis Sayuran untuk Pencegahan

Penyakit Degeneratif. Di dalam: Aunuddin, Gunawan AW, Achmadi SS,

Wigena AM, Hadiyanto, Rustiadi E. Menuju Kemandirian Pertanian

Unggul. Kumpulan Hasil Penelitian Pilihan 1997-2002. Bogor. Lembaga

Penelitian IPB. Edisi 2003: 67-68.

Muhilal. 1995. Makanan Tradisional Sebagai Sumber Zat Gizi dan Non Gizi

dalam Meningkatkan Kesehatan Individu dan Masyarakat. Di dalam:

Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya

Nasional Khasiat Makanan Tradicional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta.

Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 217-222.

Page 21: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

116

Nasir M. 2009. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.

Nor NM, Sharif MM, Zahari MSM, Isha N, Muhammad R. 2012. The

Transmission Modes of MalayTraditional Food Knowledge within

Generations Original Research Article Procedia - Social and Behavioral

Sciences, Vol.50:79-88.

Oenzil F. 1993. Coronary Rrisk in West Sumatran Men. Asia Pacific J Clin Nutr

2, 97-100.

Oktaviani WD, Saraswati LD, Rahfiludin MZ. 2012. Hubungan Kebiasaan

Konsumsi Fast Food, Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi, Karakteristik Remaja

dan Orang Tua dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Studi Kasus pada Siswa

SMA Negeri 9 Semarang Tahun 2012). Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.

1. No. 2: 542-553.

Park Yooheon, Kim J, Scrimgeour AG, Condlin ML, Kim D, Park Yeonhwa.2013.

Conjugated linoleic acid and calcium co-supplementation improves bone

health in ovariectomised mice. Original Research Article Food

Chemistry, In Press, Accepted Manuscript, Available online.

Sandjaja, Budiman B, Herarti R, Afriansyah N, Soekatri M, Sofia G, Suharyati,

Sudikno, Permaesih D. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga.

Di dalam; Sandjaja, Atmarita, Editor. Jakarta. PT Kompas Media Nusantara.

Sihombing M, Riyadina W. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Anemia pada Pekerja Di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Media

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vol. XIX No. 3: 116-124. Soerjodibroto W. 1995. Hubungan antara Makanan Tradisional dan Tingkat

Kebugaran Masyarakat Indonesia. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL,

Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan

Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan

Pangan Republik Indonesia. hlm: 223-233.

Sudiarti T. 1997. Pola Konsumsi Makanan Tradisional Rumah Tangga Pedesaan

dan Perkotaan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjan Institut Pertanian

Bogor.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Pusat Antar

Universitas IPB Bekerja Sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-

IPB.

Sungkowo, Setiawan B, dan Madanijah S. 2008. Intervensi Pengayaan

Pengetahuan Pangan dan Gizi pada Muatan Lokal Untuk Sekolah Menengah

Pertama di Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan, Vol. 3. No.

3: 156 – 166.

Tanziha I. 2011. Model Pemberdayaan Petani Menuju Ketahanan Pangan

Keluarga. Jurnal Gizi dan Pangan. Vo. 6 No.1: 90-99.

Tarwotjo I. 1990. Hubungan Kurang Vitamin A dengan Status Gizi Khususnya

Pertumbuhan Sebagai Suatu Dasar Upaya Peningkatan Kesehatan Anak di

Purwakarta Jawa Barat. [disertasi]. Universitas Diponegoro Semarang.

Page 22: KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63663/… ·  · 2015-08-28SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap

117

UNICEF/UNU/WHO [United Nations Children’s Fund/United Nations

University/World Health Organization]. 2001. New York. Iron Deficiency

Anaemia Assessment, Prevention, and Control A guide for programme

managers.

Zakaria FR, Andarwulan N. 2001. Khasiat Berbagai Pangan Tradisional untuk

Pangan Fungsional dan Suplemen. Di dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi.

Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan

Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 41-53.

Zulaekah S. 2009. Peran Pendidikan Gizi Komprehensif untuk Mengatasi

Masalah Anemia di Indonesia. Jurnal Kesehatan. Vol. 2 No. 2: 169-178.